PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …
Transcript of PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
44
PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN
PERUBAHAN DALAM PENINGKATAAN DAYA SAING
ORGANISASI PERGURUAN TINGGI
Oleh:
Syamsurizal
Program Studi Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta
Gedung sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450
Telp. 021 – 31904598 Fax. 021 – 31904599
email: [email protected]
ABSTRACT
The role of leadership in each organization is very dominant in developing and improving
organizational competitiveness and change management is a series of processes used to
ensure that significant changes can be carried out in a controlled and systematic way to
improve organizational competitiveness. The purpose of this paper is to conduct an in-
depth study of what factors influence the competitiveness of higher education
organizations both from leadership and from change management. The method used in
this paper is literature review. The results of this research study are factors that influence
the competitiveness of Higher Education organizations from the point of view of the role of
leadership is very dominant because the leadership of PTS as a driving force to drive the
competitiveness strengths of universities in order to win the Competition Area (competition
areas)
Keywords: Competitiveness, Leadership and Change Management
ABSTRAK
Peranan pimpinan dalam setiap organisasi sangatlah dominan dalam mengembangkan dan
meningkatkan daya saing organisasi dan Manajemen perubahan merupakan serangkaian
proses yang digunakan untuk memastikan bahwa perubahan yang signifikan dapat
dilakukan secara terkontrol dan sistematis untuk meningkatkan daya saing organisasi.
Tujuan tulisan ini adalah untuk melakukan kajian secara mendalam atas faktor-faktor apa
saja yang berpengaruh terhadap daya saing organisasi perguruan tinggi baik dari
kepemimpinan maupun dari Manajemen perubahan. Metode yang digunakan dalam tulisan
ini adalah literature review (kajian pustaka). Hasil kajian penelitian ini adalah faktor-
faktor yang mempengaruhi daya saing organisasi Perguruan Tinggi dari sudut pandang
peran kepemimpin adalah sangat dominan karena Kepemimpinan (leadership) PTS
sebagai driving force untuk menggerakkan Kekuatan Daya Saing (competitiveness
strengths) perguruan tinggi dalam rangka memenangkan Area Persaingan (competition
areas).
Kata kunci : Daya Saing, Kepemimpinan dan Manajemen Perubahan
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
45
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap negara di belahan dunia ini
pasti mengimpikan masa depan yang
gemilang. Masa depan yang gemilang
hanya dapat dibangun oleh sumber daya
manusia yang berkualitas tinggi dan
bukan dari kekayaan sumber daya
alamnya. Dalam kaitan dengan itu,
Djojohadikusumo (1993) menegaskan
bahwa pola dan arah perkembangan
ekonomi masyarakat dalam jangka
panjang dipengaruhi oleh serangkaian
empat faktor dinamika: sumber daya
manusia, ilmu pengetahuan dan
teknologi, sumber daya alam dan
kapasitas produksi yang terpasang. Ke-
empat faktor dinamika itu harus dilihat
dalam kaitan interaksinya satu dengan
yang lainnya. Namun diantaranya
peranan sumber daya manusia dan
kualitasnya mengambil tempat yang
sentral, dilengkapi dengan
penguasaannya atas bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sebab, kedua
rupa dinamika ini pada hakikatnya akan
menentukan kemampuan masyarakat
yang bersangkutan dalam hal
pemanfaatan, pemeliharaan dan
pengamanan kekayaan alam maupun
dalam hal pengelolaan dan perawatan
kapasitas produksi terpasang dengan
sebaik-baiknya.
Perubahan tidak dapat dielakkan
dalam kehidupan manusia. Perubahan
mulai bagian yang penting dari suatu
organisasi diawali sekitar 40 tahun
yang lalu.Dimulai oleh dunia usaha
yang lebih dulu menyadari
pentingnya perubahan bagi
peningkatan kualitas produksi yang
dihasilkan. Berbagai upaya dan
pendekatan telah dilakukan untuk
memecahkan masalah yang timbul akibat
adanya perubahan.Terjadi perubahan
besar - besaran di dunia bisnis dari sektor
komputer sampai jasa keuangan, dari
sektor telekomunikasi sampai layanan
kesehatan. Saat ini banyak organisasi
sepakat bahwa kehidupan berorganisasi
semakin menjadi tidak pasti, seiring
dengan langkah perusahaan yang makin
terpacu dan masa depan menjadi makin
sulit diprediksi. Namun demikian semua
sepakat perubahan semakin cepat terjadi.
Dunia bisnis sedang dan akan terus
mengalami perubahan yang makin cepat,
walau arah perubahan tidak mudah
diprediksi.Walhasil para manager dan
pembuat keputusan perlu lebih
memahami kemana angin perusahaan
bertiup, karena setiap waktu dapat
menentukan hidup matinya perusahaan.
Perubahan mempunyai manfaat bagi
kelangsungan hidup suatu organisasi,
tanpaadanya perubahan maka dapat
dipastikan bahwa usia organisasi tidak
akan bertahan lama.Perubahan bertujuan
agar organisasi tidak menjadi statis
melainkan tetap dinamis dalam
menghadapi perkembangan jaman,
kemajuan teknologi adalah peningkatan
pola perubahan organisasi menuju
perkembangan yang Perguruan Tinggi.
Perkembangan pendidikan tinggi
dewasa ini telah menimbulkan
keprihatinan meluas di tengah
masyarakat. Terlebih dihadapkan pada
krisis multidimensional yang
berkepanjangan. Masyarakat pun
mengharapkan kepastian bagaimana
bangsa ini akan menghadapi kompetisi
global. Demikian berbagai indikator
sosial dan ekonomi juga telah
menunjukkan bahwa posisi bangsa ini
makin tertinggal dari bangsa-bangsa lain
dalam kompetisi global. Bagaimana
pendidikan tinggi mencari jalan keluar
dan bersama-sama masyarakat
menggalang upaya untuk menyelesaikan
persoalan bangsa ini? Bagaimana pula
perguruan tinggi meningkatkan mutu
akademiknya di tengah keterbatasan
sumber daya dan urangnya perhatian dan
dukungan lingkungan? Kesemuanya ini
menjadi latar belakang perlunya
transformasi perguruan tinggi pada era
kompetisi global sekarang ini. Pemikiran
bagaimana menempatkan pendidikan
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
46
tinggi sebagai ujung tombak perubahan
bangsa sebenarnya sudah berlangsung
sejak lama. Berulang kali para pembuat
kebijakan pendidikan tinggi dihadapkan
pada pilihan-pilihan antara pemerataan
pendidikan atau pengembangan pusat
keunggulan (centers of excellence).
Terkait pengembangan pendidikan
di universitas Ling (2005) menyatakan
bahwa, pengembangan dalam organisasi
organisasi pada umumnya dapat dilihat
sebagai perubahan terencana dalam
perilaku orang, proses proses pada
lingkungan organisasi untuk
meningkatkan efektivitas, efisiensi
insitusi dalam pencapaian tujuannya.
Peranan perguruan tinggi dalam
mempersiapkan daya saing bangsa
mengarungi era persaingan global sudah
sangat urgen. Pada umumnya pendidikan
tinggi di negara ini telah tertinggal,
bahkan terasing dari kebutuhan dan
realitas sosial, ekonomi, serta budaya
masyarakatnya. Perguruan tinggi
memerlukan otonomi dan independensi
untuk dapat memulihkan perannya itu
keluar dari menara gading dan terlibat
secara langsung sebagai agent of change
dalam perubahan masyarakat.
Memposisikan sebuah perguruan
tinggi pada barisan perguruan tinggi-
perguruan tinggi terbaik memerlukan
perubahan yang fundamental sehingga
mampu bersaing (better competitive
situation). Sebuah perguruan tinggi harus
memiliki strategic intent. Untuk
mewujudkannya perlu dilakukan
transformasi kelembagaan yang lebih
kompleks dari sekadar pengembangan
organisasi (organization development).
Perguruan tinggi merupakan lembaga,
dibangun komunitas akademik yang
bersifat kolegial, dan menjunjung
tinggi academic value untuk
mencerdaskan bangsa. Ini yang
membedakannya dengan organisasi lain.
Melakukan perubahan fundamental untuk
dapat menghasilkan nilai-nilai akademik,
sosial, dan ekonomi merupakan kata
kunci dalam transformasi sebuah
perguruan tinggi. Transformasi
kelembagaan ini mencakup penyelarasan
atau perancangan ulang dari strategi,
struktur, sistem, stakeholders relation,
staff, skills (competence), style of
leadership, dan shared value. Upaya
transformasi kelembagaan ini diharapkan
dapat merevitalisasi peran perguruan
tinggi agar mampu berperan secara
optimal dalam mewujudkan academic
excellence for education, for industrial
relevance, for contribution for new
knowledge, dan for empowerment.
Membagun Daya Saing Perguruang
Tinggi
Membangun daya saing perguruan
tinggi guna meningkatkan daya saing
sumber daya manusia perlu dikerjakan
oleh semua pihak. Pemerintah, perguruan
tinggi dan dunia usaha serta masyarakat
perlu membagi peran masing-masing
dalam memformulasikan kerangka
strategik daya saing perguruan tinggi
dalam periode jangka panjang.
Mengingat dalam era persaingan yang
sangat ketat dewasa ini, masing-masing
perguruan tinggi harus memiliki
competitive distinctive yang membedakan
dengan perguruan tinggi lainnya dan juga
perlu pula memiliki comparative
advantages atau kemampuan daya saing
bila dibandingkan dengan perguruan
tinggi lainnya baik di dalam maupun di
luar negeri. Beberapa peneliti yang telah
melakukan penelitian tentang daya saing
perguruan tinggi adalah Cyert (1993),
yang menyatakan terdapat tiga aspek
yang memiliki pengaruh pada daya saing
perguruan tinggi, yaitu: (1) pendidikan;
(2) riset; dan (3) perilaku internal
manajemen. Selain itu, Elmuti et al
(2005) menyatakan bahwa daya saing
perguruan tinggi dapat ditingkatkan
melalui strategi aliansi antara perguruan
tinggi dengan perusahaan. Hal yang sama
seperti yang diungkapan oleh Lindelof &
Lofsten (2004) yang menyatakan kerja
sama antara perusahaan dengan
perguruan tinggi melalui konsep New
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
47
Technology Based Firms (NTBF) akan
mampu memberikan daya saing bagi
keduanya. Sedangkan Ham & Hayduk
(2003) menyatakan bahwa daya saing
perguruan tinggi dapat dilakukan melalui
penekanan gap antara harapan dan
Beberapa faktor daya saing
perguruan tinggi yang telah dikemukakan
di atas adalah merupakan
Competitiveness Strengths (kekuatan
daya saing). Walaupun organisasi telah
memiliki kekuatan daya saing namun jika
potensi ini tidak digerakkan maka tidak
akan berarti apa-apa bagi organisasi, oleh
karena itu dibutuhkan seorang pemimpin
yang mampu menjadi driving force atau
kekuatan penggerak yang mengelola
segala potensi yang dimiliki organisasi
untuk menampilkan kinerja yang unggul.
Jika kekuatan maka organisasi akan
memenangkan area persaingan
(competition areas). Area daya saing
organisasi ini mampu dikelola oleh
pemimpin dengan kinerja yang unggul
persaingan dalam perguruan tinggi ini
seperti bersaing dalam memperebutkan
calon mahasiswa, penawaran pelatihan-
pelatihan kepada masyarakat dan
industri, jasa konsultasi bagi organisasi,
hibah penelitian, mempertahankan
mahasiswa yang ada dan mendorong
untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi. Posisi area persaingan yang
dikuasai atau telah diperoleh perguruan
tinggi akan menghasilkan competition
result (hasil persaingan) berupa
kecukupan kualitas dan kuantitas
mahasiswa, pendapatan yang lebih
mendukung (more favorable income atau
higher income), respek sosial dari
masyarakat dan citra yang terbentuk.
Mengingat posisi pemimpin
perguruan tinggi yang sangat penting
tersebut maka untuk menghadapi
tantangan yang sangat berat ke depan,
bagi perguruan tinggi perlu kiranya untuk
mempersiapkan pemimpin yang
mempunyai integritas kepribadian yang
dapat menjadi teladan, proaktif dalam
mengantisipasi lingkungan eksternal
yang sangat dinamis dengan
menggerakkan seluruh potensi resources
yang dimiliki baik yang bersifat tangible
maupun intangible melalui pembentukan
brand image yang dapat menjamin bagi
terbangunnya kepercayaan seluruh
stakeholder. Jika kondisi ini bisa dicapai
maka keberlanjutan perguruan tinggi
dapat terus dipertahankan.
Faktor faktor penyebab perubahan Menurut berbagai literatur, terdapat
berbagai faktor penyebab terjadinya
perubahan dalam organisasi. Dari
berbagai sumber, berikut ini rangkuman
faktor-faktor penyebab perubahan yang
lazim diidentifikasi dalam berbagai
kajian.
Pertama, teknologi. Perkembangan
teknologi sering menjadi penyebab
penting untuk melakukan perubahan. Hal
ini karena teknologi beru selalu lebih
canggih dari teknologi lama. Kedua,
sumber daya manusia. Kualitas SDM
terus berkembang karena kurikulum di
lembaga lembaga pendidikan terus
berubah. Tingkat pendidikan sumberdaya
manusia terus meningkat. Pengetahuan
dan keterampilan karyawan sebagai
dampak dari pengalaman kerja dan
pelatihan terus berkembang.
DenganPeran Kepemimpinan Menurut
Rivai (2002:148) peran dapat diartikan
sebagai perilaku yangdiatur dan
diharapkan dari seseorang dalam posisi
tertentu. Pemimpin di dalam organisasi
diatur dan diharapkan dari seseorang
dalam posisi tertentu. Pemimpin di
dalam organisasi mempunyai
peranan, setiap pekerjaan membawa
serta harapan bagaimana penanggung
peran berperilaku. Menurut Rivai
(2002 : 150-154) menjelaskan ada 3
(tiga) peran kepemimpinan yaitu :
1.Peran Kepemimpinan Dalam
Mengambil Keputusan 2.Peran
Kepemimpinan Dalam Mengendalikan
Konflik 3.Peran Kepemimpinan Dalam
Membangun Tim demikian pola pikir
SDM terus berubah. Keanekaragaman
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
48
latar belakang tenaga kerja terus
berkembang, masing masing membawa
budaya yang berbeda. Ini semua
membawa perubahan dalam organisasi.
Ketiga ekonomi. Keadaan ekonomi suatu
negara berpengaruh terhadap terjadinya
perubahan dalam organisasi di negara
tersebut. Krisis moneter menimbulkan
perubahan dalam organisasi. Banyak
perusahaan mengurang tenaga kerja,
tingkat pengangguran tinggi. Jika
ekonomi suatu negara baik akan semakin
sulit mendapat tenaga kerja dari dalam
negeri, akan terjadi kelangkaan tenaga
kerja, tenaga kerja harus diimpor dari
negara lain. Sebagai contoh malaysia.
Sekitar tiga juta orang tenaga kerja
malaysia berasal dari luar Malaysia.
Peraturan tenaga kerja tentang malaysia
terus berubah. Perlakuan terhadap tenaga
kerja yang di impor diatur tersendiri.
(dikenal dengan migrant worker).
Keempat, persaingan. Dalam era
globalisasi ini, persaingan tidak hanya
datang dari dalam negeri, melainkan juga
dari luar negeri. Esensi persaingan adalah
perebutan ‘pasar’. Dengan adanya
persaingan, terjadi perubahan perilaku
pelanggan yang menyebabkan
perusahaan melakukan perubahan untuk
merebut hati pelanggan agar pelanggan
tidak pindah ke perusahaan lain dan
sekaligus dapat menarik pelanggan
pesaing. Ini berlaku pula didunia
pendidikan Tinggi, persaingan antara
perguruan tinggi di dalam negeri semakin
ketat dengan makin banyaknya perguruan
tinggi baru yang muncul, tetapi disisi lain
diperlukan perubahan yang konsisten
dalam hal mutu pengelolaan pendidikan
tinggi tersebut agar tidak kalah bersaing
dengan perguruan tinggi lain dan dapat
survive.
Kelima, regulasi. Peraturan daerah,
nasional, maupun internasional terus
berubah. Organisasi harus terus
memperhatikan dan menyesuaikan diri
dengan regulasi yang berlaku.sebagai
contoh dalam bidang pendidikan UU
BHP yang sempat diberlakukan pada
tahun 2009 menyebabkan seluruh
perguruan tinggi di indonesia melakukan
perubahan dalam rencana strategisnya,
dengan mengakomodasi poin poin yang
strategis bagi kelangsungan perguruan
tinggi tersebut. Keenam adalah politik.
Sebagai dampak dari faktor faktor
yang mempengaruhi perubahan tersebut ,
perubahan dalam organisasi dapat dapat
dikelompokan menjadi beberapa opsi.
Robbins dalamOrganizationa Behavior:
Concepts,Controversies,
Applications (2004), misalnya
mengelompokan opsi perubahan menjadi
empat yaitu: struktur (baik struktur
organisasi, kebijakan, maupun komposisi
orang), teknologi, Physical setting (lay
out), dan orang. Dari empat opsi ini, yang
paling sukar diubah adalah orang, hal ini
karena yang diubah adalah pola pikir
orang, bukan memecat semua orang dan
mengganti dengan yang baru.
Pendekatan yang dilakukan untuk
menjawab permasalahan yang telah
dikemukakan di atas adalah melalui
metode Literature Review (Kajian
Pustaka).
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah penulis paparkan di atas, maka
fokus permasalahan yang dibahas adalah:
1. Bagaimana Peran Leadership
terhadap peningkatan daya saing
Perguruan Tinggi ?
2. Bagaimana penerapan manajemen
perubahan dalam peningkatan daya
saing Perguruan Tinggi ?
Tujuan
1. Mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi peningkatan daya
saing organisasi Perguruan Tinggi dari
sisi Peran Pimpinan Organisasi.
2. Mengetahui langkah-langkah
manajemen perubahan dalam
peningkatan daya saing organisasi.
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
49
KAJIAN TEORITIK
Keunggulan Bersaing (Competitive
Advantage)
Menurut David (1997) terdapat dua
jenis keunggulan bersaing, yaitu
keunggulan biaya dan keunggulan
differensiasi. Keunggulan biaya
merupakan inti dari setiap strategi
bersaing. Untuk mencapai keunggulan
biaya, sebuah perusahaan harus siap
menjadi produsen yang mengeluarkan
biaya rendah dalam industrinya.
Perusahaan harus mempunyai cakupan
yang luas dan melayani banyak segmen,
bahkan beroperasi dalam industri terkait.
Menurutnya sumber keunggulan
bervariasi dan tergantung pada struktur
industri.
Droge dan Vickrey (1994)
menyebutkan bahwa perusahaan yang
tangguh adalah perusahaan yang
memperhatikan perkembangan
kinerjanya dan berupaya untuk
meningkatkan kinerja. Dengan demikian
perusahaan memiliki peluang mencapai
posisi persaingan yang baik, hal ini akan
mengantarkan perusahaan memiliki
modal yang baik untuk terus bersaing
dengan perusahan lain. Dalam hal ini
perusahaan mampu mencapai daya saing
yang tinggi. Hal senada juga
diungkapkan oleh Porter (1990)
keunggulan bersaing merupakan strategi
benefit setiap perusahaan untuk
menciptakan daya saing yang tangguh
dan menjadikan perusahannya berbeda
dengan yang lain. Sumber tersebut
mungkin mencakup; pengejaran skala
ekonomi, teknologi, akses ke bahan
mentah dan lain-lain. Jika sebuah
perusahaan mampu mempertahankan
keunggulan biaya, maka akan menjadi
perusahaan dengan kinerja rata-rata
dalam industri asal dapat menguasai
harga. Sedangkan dalam differensiasi
sebuah perusahaan harus memproduksi
atau menciptakan sesuatu yang unik yang
kira-kira tidak dimiliki oleh perusahaan
lain, sehingga konsumen menilai dan
memberikan harga dengan keunikan
perusahaan yang sudah diciptakan.
Ada beberapa ciri yang dijadikan
sebagai standart untuk mnegukur
perusahaan yang bisa mencapai
keunggulan bersaing, yakni; keunikan,
jarang dijumpai, tidak mudah ditiru, tidak
mudah diganti, dan harga bersaing.
Keunikan produk adalah keunikan
produk yang memadukan nilai seni
dengan permintaan pelanggan. Sementara
yang disebut sebagai harga bersaing
adalah kemampuan perusahaan untuk
menyesuaikan harga produk dengan
harga umum di pasaran. Istilah tidak
mudah dijumpai berarti keberadaannya
langka dalam persaingan. Tidak mudah
ditiru berarti sulit ditiru oleh perusahaan
lain. Sulit digantikan berarti perusahaan
yang lain tidak dapat menggantikan atau
gantinya tidak bisa menyerupai.
Menurut Crown (2007) diantara
cara melakukan keunggulan differensiasi
pada umumnya dapat didasarkan pada;
produk, sistem penyerahan, pendekatan
pemasaran. Terdapat tiga kondisi yang
memungkinkan perusahaan secara
serentak mencapai keunggulan biaya dan
differensiasi atau keunggulan bersaing,
yakni: (a) Perusahaan hendaknya merintis
inovasi besar yang memungkinkan
mampu meningkatkan differensiasi dari
perusahaan lain dan mampu menurunkan
biaya perusahaan. (b) Perusahaan
memungkinkan biaya tambahan di tempat
lain dan mempertahankan keunggulan
biaya keseluruhan atau mengurangi biaya
differensiasi di banding pesaing. (c)
Perusahaan diharapkan konsisten dengan
nilai-nilai yang sudah disepakati bersama
dengan seluruh anggota perusahaan.
Ubben (2004). Menegaskan bahwa
untuk menjadi perusahaan yang bertahan
dan mencapai keunggulan bersaing,
dibutuhkan kondisi perusahaan yang
dinamis, kreatif dan selalu melakukan
perubahan.
Oleh karena itu, sebuah perusahaan
atau bisnis harus bisa menciptakan
keunggulan bersaing baik dari bidang
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
50
harga, maupun produk-produknya yang
inovatif. Sehingga dengan menguasai
keunggulan bersaing perusahaan dan
bisnis tidak ditinggalkan oleh para
konsumennya.
Mengingat pentingnya sebuah
keunggulan bersaing dalam sebuah
perusahaan, maka peran seorang leader
atau pemimpin sangatlah penting untuk
mencapainya. Kira-kira tipe
kepemimpinan yang seperti apa yang
dibutuhkan untuk mewujudkan
kemampauan keunggulan bersaing
tersebut.
Kepemimpinan
Menurut Kartono (2010:6)
Kepemimpinan adalah masalah relasi
dan pengaruh antara pemimpin dan
yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut
muncul dan berkembang sebagai hasil
dari interaksi otomatis di antara
pemimpin dan individu-individu yang
dipimpin (ada relasi interpersonal).
Menurut Syafiie (2003:1)
kepemimpinan berarti kemampuan
dan kepribadian seseorang dalam
seseorang dalam mempengaruhi serta
membujuk pihak lain agar melakukan
tindakan pencapaian tujuan bersama,
sehingga dengan demikian yang
bersangkutan menjadi awal struktur dan
pusat proses kelompok.
Fungsi-Fungsi Kepemimpinan
Menurut Siagian (2003:46)
menyatakan bahwa ada lima
fungsi kepemimpinan, yaitu sebagai
berikut:
1. Penentu arah, yakni pemimpin
berperan sebagai pengambil
keputusan.
2. Wakil dan juru bicara organisasi,
yakni pemimpin berperan sebagai
wakil dan juru bicara organisasi
dalam menjalin komunikasi dengan
pihak atau instansi lain.
3. Komunikator, yakni pemimpin
harus bisa menjalin komunikasi
yang baik dengan bawahannya.
4. Mediator, yaitu pemimpin harus
bisa berperan sebagai penengah
saat terjadi konflik.
5. Integrator, yakni pemimpin harus bisa
berperan sebagai pemersatu
organisasi.
Kepemimpinan merupakan
suatu hal yang sangat penting
dalam keberhasilan suatu organisasi,
dimana keberhasilan suatu organisasi
ini sangat ditentukan atau sangat
tergantung pada diri seorang pemimpin.
Menurut Kencana (2003:132) secara
etimologi kepemimpinan dapat diartikan
sebagai berikut:
a. Berasal dari kata “pimpin” (dalam
bahasa inggris Lead ) berarti
bimbing, atau tuntun, dengan begitu
didalamnya ada dua pihak, yaitu
yang dipimpin dan yang memimpin
b. Setelah ditambah “pe” menjadi
“pemimpin” (dalam bahasa inggris
Leader) berarti orang yang
mempengaruhi pihak lain melalui
proses kewibawaan, komunikasi
sehingga orang lain tersebut
bertindak sesuatu dalam mencapai
tujuan.
c. Apabila di tambahkan akhiran “an”
menjadi “pimpinan” artinya orang
yang mengepalai. Antara pemimpin
dan pimpinan dapat dibedakan, yaitu
pemimpin atau kepala cenderung
lebih otokratis sedangkan
pimpinan atau ketua cenderung lebih
demokratis.
d. Setelah di lengkapi dengan awalan
“ke” menjadi “kepemimpinan”
(dalam bahasa inggris Leadership)
berarti kemampuan dan kepribadian
seseorang dalam mempengaruhi,
serta membujuk pihak lain agar
melakukan tindakan pencapaian
tujuan bersama, sehingga dengan
demikian yang bersangkutan
menjadi awal struktur dan pusat
proses kelompok.
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
51
Peran
Karl dan Rosenzweig
(2002:431) mendefinisikan konsep
peran itu berkaitan dengan kegiatan
seseorang dalam kedudukan tertentu baik
dalam sistem masyarakat maupun dalam
organisasi. Selanjutnya mereka
menyimpulkan peran adalah prilaku
yang langsung atau tindakan yang
berkaitan dengan kedudukan tertentu
dalam struktur organisasi. Jadi setiap
orang mempunyai macam-macam peran
yang berasal dari pola-pola pergaulan
hidupnya, begitu pula dengan Kepala
Sekolah. Pentingnya peran seseorang
karena ia mengatur perilaku seseorang
pada batas-batas tertentu dapat
meramalkan perbuatan orang lain.
Peran Kepemimpinan
Menurut Rivai (2002:148) peran
dapat diartikan sebagai perilaku yang
diatur dan diharapkan dari seseorang
dalam posisi tertentu. Pemimpin di
dalam organisasi diatur dan diharapkan
dari seseorang dalam posisi tertentu.
Pemimpin di dalam organisasi
mempunyai peranan, setiap pekerjaan
membawa serta harapan bagaimana
penanggung peran berperilaku.
Menurut Rivai (2002 : 150-154)
menjelaskan ada 3 (tiga) peran
kepemimpinan yaitu :
1. Peran Kepemimpinan Dalam
Mengambil Keputusan.
2. Peran Kepemimpinan Dalam
Mengendalikan Konflik.
3. Peran Kepemimpinan Dalam
Membangun Tim.
Manajemen Perubahan
Konsep manajemen Perubahan
(Management of Change)
Perubahan adalah hal yang pasti
terjadi, termasuk di dalam konteks
organisasi. Perubahan terjadi karena yang
menjalankan organisasi adalah manusia,
dan manusia terus berubah. Sering
dikatakan satu hal yang pasti terjadi di
dunia adalah perubahan.
Pengertian perubahan secara umum
menurut Stephen Robbins dalam
Organizational behavior (2009), adalah
membuat sesuatu terjadi. Dalam
organisasi, perubahan dapat terjadi dalam
lingkup yang kecil, tentang sesuatu yang
kecil, dan perubahan yang kecil-kecil ini
terjadi secara terus menerus. Perubahan
ini disebut first order change atau sering
juga disebut contiuous improvement.
Pada umumnya perusahaan perusahaan
jepang yang dikenal piawai dalam
menerapkan perubahan ini. Ada pula
perubahan yang besar besaran, yakni
perubahan multi dimensi dalam suatu
organisasi. Perubahan ini disebutsecond
order change atau disebut dengan istilah
dramatic change. Ini tidak berarti bahwa
jika suatu organisasi menerapkan sudah
menerapkan first order change, maka
organisasi tersebut tidak perlu
menerapkan second order change. Juga
tidak berarti bahwa jika suatu organisasi
menerapkan second order change, maka
organisasi tersebut tidak perlu
menerapkan first order change. Kedua
jenis perubahan itu perlu diterapkan.
Pimpinan organisasi harus jeli dan peka
terhadap faktor faktor yang menyebabkan
perlunya melakukan perubahan.
Sonnenberg, dalam Managing With
A Conscience: How to Improve
Performance Through Integrity, Trust,
And Commitment (1994) menyatakan
bahwa di dunia ini perubahan terjadi
setiap hari, sehingga menjalankan usaha
seperti biasa adalah merupakan resep
yang dapat menjamin kegagalan. Agar
berhasil, perusahaan harus merangkul
perubahan. Tidak cukup perusahaan
hanya reaktif terhadap perubahan.
Perusahaan harus belajar mengantisipasi
perubahan. Robbins menyatakan,
organisasi harus berubah, kalau tidak
berubah, organisasi tersebut akan mati.
Apa yang diutarakan Sonnenberg dan
Robbins senada dengan Smither, Houston
dan McIntire (Organizational
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
52
Development: Strategies for changing
Environment, 1996) yang menyatakan
bahwa semua organisasi harus berubah
agar dapat bertahan hidup. Pernyataan ini
mempunyai makna bahwa perubahan
yang terjadi dalam organisasi harus
dirumuskan sedemikian rupa demi
kepentingan organisasi. Oleh karena itu,
setiap perubahan dalam organisasi harus
direncanakan dan dikelola sebaik
mungkin. Smither, Houston dan McIntire
secara tegas menyatakan bahwa proses
perubaan harus dikelola secara terampil
agar perubahan tersebut terjadi secara
efektif demi kepentingan organisasi.
Perubahan seperti ini disebut dengan
istilah planned change. Inilah yang
merupakan pokok bahasan dari
manajemen perubahan.
Dalam melakukan perubahan,
informasi tentang perlunya perubahan
boleh datang dari mana saja: dari
bawahan, orang luar organsasi, dari
orang desa, dari pengamat, dari
konsultan, dari pelanggan, dan lain lain.
Keputusan untuk berubah atau tidak
berubah selalu dari atas (pimpinan
puncak organisasi, pemilik organisasi
atau kepala unit kerja), pendekatan
manajemen perubahan adalah top-down.
Jika keputusan untuk berubah
sudah ditetapkan, pelaksanaan atau
implementasi perubahan tidak dapat
dilakukan sendiri oleh orang yang
memutuskan perubahan itu. Sejumlah
orang tertentu diperlukan untuk
meyakinkan seluruh anggota organisasi
bahwa perubahan itu akan membuat
organisasi menjadi lebih baik, serta untuk
mengelola dan memonitor perubahan itu.
Sejumlah orang tersebut disebut dengan
change agent (agen perubahan). Orang
orang yang di angkat sebagai agen
perubahan tersebut berperan sebagai
katalisator dan motivator untuk membuat
seluruh anggota organisasi termotivasi
untuk berubah. Tanpa motovasi yang
tinggi dari seluruh anggota organisasi,
tujuan yang telah ditetapkan tidak akan
terwujud. Hal ini senada dengan yang
dikatakan oleh Bateman dan Snell dalam
Management: Competing In The New
Era (2002) bahwa seluruh anggota
organisasi harus termotivasi untuk
berubah, jika tidak tujuan perubahan
tidak akan terwujud.
Langkah Reformasi Pendidikan
Tinggi
Organizational for Economic
Coorperation and Development (OECD)
dalam laporannya yang
berjudul ‘Education Today, The OECD
Perspective’ (2009) melakukan review
tentang implementasi reformasi
pendidikan tinggi, dan menyarankan
supaya pendidikan tinggi melakukan:
1. Recognise the viewpoints of
stakeholders through iterative
policy development. Harus ada
pengembangan kebijakan yang
terus menerus untuk mengkaji
perbedaan sudut pandang
stakeholder.
2. Allow for bottom up initiatives to
come forward as proposals by
independent committees. Inisiatif
yang sifatnya dari level bawah
harus diberikan saluran dalam
bentuk proposal oleh komite
independen
3. Establish ad-hoc independent
committees to initiate tertiary
education reforms and involve
stakeholder. Diperlukannya
komite ad hoc untuk inisiasi
reformasi yang melibatkan
stakeholder
4. Use pilots and experimentation.
Gunakan program pengenalan dan
percobaan
5. Favour incremental reforms over
comprehensive overhauls unless
there is wide public support for
change. melaksanakan
peningkatan reformasi terhadap
proses perbaikan yang
menyeluruh, terkecuali jika ada
dukungan luas dari publik untuk
perubahan.
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
53
6. Identify potential loser from
tertiary education reform and
build in compensatory
mechanisms. Melakukan
identifikasi kerugian akibat
reformasi pendidikan tinggi dan
membangun sistem mekanisme
kompensasi.
7. Create condition for and support
the successful implementation of
reforms. Menciptakan kondisi dan
dukungan untuk pelaksanaan
reformasi yang sukses.
8. Ensure communication about the
benefit of reform and the costs of
inaction. Memastikan komunikasi
terkait keuntungan reformasi dan
biaya kegagalan.
9. Implement the full package of
policy proposals. Menjalankan
keseluruhan proposal kebijakan.
Manajemen Perubahan Model Kotter
Model Kotter Berikut adalah 8 langkah yang dianjurkan
oleh John P. Kotter:
1. Ciptakan Suasana yang Mendesak
(Sense of Urgency) Perubahan dimulai
dengan penyadaran pada semua pihak,
bahwa instirusi Anda berada pada
situasi yang gawat. Kalau tidak diatasi
segera, dapat masuk gawat darurat."
Pemimpin memulai upaya perubahan
dengan mem atau mendiskusikan
indikator-indikator krisis, hal-hal yang
berpotensi krisis, dan peluang-peluang
yang ada di balik krisis itu. Kalau
tidak terdesak, orang-orang akan
memeluk erat selimut rasa nyamannya
dan berlindung di dalam zona
kenyamanan itu. Mereka umumnya
tidak peduli, dan tidak percaya
terhadap apa yang tidak mereka lihat.
Maka tugas pertama seorang
pemimpin mengajak semua orang
melihat apa yang ia lihat. Ingatlah,
pada setiap masalah yang sama, dua
orang yang berdekatan bisa melihat
dengan kesimpulan yang berbeda.
2. Membentuk Koalisi Perubahan yang
kokoh Perubahan biasanya dimulai
dari satu atau dua orang, tetapi ia tidak
efektif kalau tidak mendapat
dukungan dari suatu kekuatan massa
yang besar. Massa yang besar itu
umumnya adalah para late-comers
atau laggards yang baru bergerak
kalau orang banyak sudah bergerak.
Oleh karena itu perlu membentuk
suatu koalisi yang terdiri atas 5, 15,
atau 50 orang untuk ikut
menggerakkan perubahan. Mereka ini
kita sebut sebagai agen-agen
perubahan, yang tugasnya memotret,
menjelaskan, memantau, dan
mendorong orang-orang di sekitarnya
ikut mendukung perubahan.
3. Membangun Visi Koalisi perubahan
bekerja menerjemahkan Visi ke depan.
Tanpa visi para pengikut akan
kehilangan arah. Visi yang jauh ke
depan harus dapat dipilah-pilah
menjadi tahunan, semesteran, atau
bahkan 3 bulanan. Visi harus cakup
bukan saja sasaran, melainkan juga
produk (output), segmen pasar, dan
organisasi.
4. Komunikasi Visi Visi yang baik harus
terkomunikasi dengan jelas dan
terarah. Komunikasi dapat dicapai
dengan berbagai cara, termasuk
dengan contoh-contoh. Mengubah
perilaku umumnya hanya bisa
dilakukan melalui contoh konkret
dengan nilai-nilai yang disepakati
bersama.
5. Mendorong Para Pengikut Bertindak
Sesuai dengan Visi Pemimpin
memberikan alat-alat (resources) yang
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
54
memadai agar semua orang dapat
bertindak untuk mencapai visi.
Caranya bukan sekedar memberikan
sumber daya yang dapat dialokasikan
umuk mereka, melainkan juga
menyingkirkan segala rintangan yang
ada agar organisasi mampu bergerak
lincah. Termasuk di dalamnya adalah
mendorong agar tim lebih berani
mengambil langkah-langkah berisiko
dan keluar dengan gagasan-gagasan
original, dan melakukan terobosan-
terobosan kreatif.
6. Raihlah Kemenangan-kemenangan
Jangka Pendek Perubahan pada
umumnya tidak dapat dicapai dalam
tempo yang sing¬kat. Oleh karena itu
tidak jarang ditemui perubahan yang
tidak terselesaikan karena jangkauan
pandangan yang ditun¬tut terlalu jauh
sehingga banyak orang yang keletihan,
hilang arah, dan tercecer di tempat-
tempat tertentu. Jarak yang jauh ini
tentu dapat melemahkan semangat
tim. Oleh karena itu, dalam setiap
aktivitas perubahan, penting bagi
pemimpin untuk memberi¬kan
kemenangan-kemenangan "antara"
agar para pengikut mengetahui di
mana mereka berada, dan terus
bersemangat mencapai tujuan.
7. Jangan Berhenti, Teruslah Lakukan
Konsolidasi Perubahan adalah ibarat
seorang yang mengayuh sepeda. Kalau
ia ber¬henti ia akan jatuh. Supaya
tidak terjatuh, maka ia harus terus
mengayuh. Dengan memanfaatkan
momentum yang ada, seorang
pemimpin perubahan hendaknya terus
mem¬perbaharui sistem, struktur,
kebijakan-kebijakan, prosedur hingga
kultur organisasi sehingga "fir"
dengan visi dan tun¬tutan kebutuhan
lingkungannya. Pemimpin hendaknya
jangan mengumumkan kemenangan
terlalu dini, agar para pengikut tidak
cepat-cepat minta untuk beristirahat,
seperti tentara yang dipanggil pulang
sementara perang belum usai. Kalau
mereka sudah kembali ke rumah,
mere¬ka pasti enggan kembali ke
medan perang.
8. Lembagakan Pendekatan-pendekatan
Baru & Terapkan Perubahan secara
Kultural
Pemimpin harus terus menciptakan
hubungan antara perilaku-perilaku
baru dengan keberhasilan entitas
usaha. Tanpa menyele¬saikan
perubahan kultur, maka organisasi
akan tetap bekerja mengikuti tradisi.
Ingatlah perubahan bukanlah
ditujukan untuk mengganti orang,
mengubah struktur, atau membeli
perabot-perabot baru. Perubahan pada
dasarnya ditujukan untuk
memperdijalankan secara sequential,
berurutan, melewati beberapa fase.
John P. Kotter mengingatkan, bila satu
saja tahapan itu dilewati, maka kira
hanya akan menghasilkan apa yang
disebutnya sebagai "illusion of speed"
(kecepatan maya) yang dapat
menghasilkan perubahan yang tidak
sempurna.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam
tulisan ini adalah literature review
(kajian pustaka). Kajian Pustaka ini
dimaksudkan untuk memecahkan suatu
masalah yang pada dasarnya bertumpu
pada penelaahan kritis dan mendalam
terhadap bahan-bahan pustaka yang
relevan. Telaah pustaka dilakukan
dengan cara mengumpulkan data atau
informasi dari berbagai sumber pustaka
yang diperlukan sebagai sumber ide
untuk menggali pemikiran atau gagasan
baru, sebagai bahan dasar untuk
melakukan deduksi dari pengetahuan
yang sudah ada, sehingga kerangka teori
baru dapat dikembangkan, atau sebagai
dasar pemecahan masalah.
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
55
PEMBAHASAN
Penerapan Manajemen Perubahan
Untuk Peningkatan Daya Saing
Perguruan Tinggi
Strategi Komunikasi yang baik
adalah jantung dari setiap manajemen
perubahan sukses proses. Perubahan
lebih ada akan menjadi semakin besar
maka kebutuhan dan terutama tentang
alasan, manfaat, rencana dan efek
mengusulkan perubahan itu. Adalah
penting bahwa komunikasi yang
efektif strategi didefinisikan dan
dilaksanakan sesegera mungkin dan
kemudian dipelihara selama
program manajemen perubahan.
Kotter memberikan urutan langkah-
langkah perubahan dimulai dengan
menciptakan rasa urgensi, merekrut
kepemimpinan dalam perubahan,
membangun visi dan
mengkomunikasikannya secara efektif,
mengatasi rintangan, membuat
kemenangan berkala, lalu terus
mengarahkan momentum perubahan.
Berikut rinciannya.
Ciptakan Urgensi Rasa urgensi adalah motivasi yang
menginisiasi hasrat untuk berubah dalam
suatu organisasi. Misalnya dengan
menunjukkan statistik penjualan,
peningkatan persaingan, dan dinamika
pasar untuk mengidentifikasi potensi
ancaman yang timbul serta skenario yang
bisa terjadi di masa depan. Selain itu,
peluang-peluang yang bisa diraih juga
dapat dieksplorasi. Diskusi yang berjalan
dua arah dan melibatkan seluruh anggota
organisasi, contohnya dengan
mengadakan rapat bersama atau meminta
input dari seluruh karyawan hingga posisi
terbawah.
Dukungan data bisa juga
didapatkan dari masukan pelanggan, riset
industri, dan pihak-pihak luar yang bisa
memberikan tambahan argumen kepada
alasan perubahan yang telah disusun.
Kotter mensyaratkan untuk minimal 75%
dari seluruh manajemen perusahaan
menyatakan akan adanya kebutuhan yang
mendesak untuk berubah, agar perubahan
bisa berhasil. Maka dari itu, langkah
pertama ini menjadi sangat krusial. Masa
awal-awal atau tahap persiapan
dibutuhkan untuk memicu rasa urgensi.
Langkah pertama ini membutuhkan
waktu dan tenaga yang cukup untuk
membangun pondasi dari perubahan.
Jangan terburu-buru dan beresiko gagal
dalam menginisiasi perubahan.
Membentuk Koalisi Kepemimpinan yang kuat dan
dukungan dari para karyawan kunci
sangat penting dalam tahap kedua ini.
Orang-orang perlu diyakinkan bahwa
perubahan itu perlu. Mengelola
perubahan saja tidaklah cukup, karena
betapapun bagusnya ide perubahan
kesuksesannya bergantung dari eksekusi
oleh para individunya.
Agen perubahan yang menjadi
pemimpin tidak harus sama seperti
hirarki manajemen yang ada. Yang
penting adalah sang pembawa perubahan
adalah orang yang berpengaruh dan bisa
menciptakan koalisi yang kuat. Koalisi
yang mengawal momentum perubahan
dari awal hingga seterusnya.
Koalisi ini bisa terdiri dari beragam
kelompok kecil yang berkomitmen kuat
untuk saling melengkapi, dengan susunan
yang terdiri dari berbagai tingkatan
jabatan dan departemen di dalam
perusahaan. Selanjutnya adalah
mengatasi tantangan dalam team
building.
Proyeksi Visi Ketika membahas kebutuhan
perusahaan untuk berubah dan tantangan-
tantangan yang akan dihadapi, terdapat
banyak ide serta solusi yang terpikirkan.
Semuanya harus dirangkai menjadi suatu
proyeksi visi agar para karyawan dapat
dengan mudah mengingat dan menjiwai
proses perubahan yang mesti dilakukan.
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
56
Suatu visi yang jelas dan mudah
dipahami akan membantu manajemen
perusahaan untuk mengarahkan para
karyawan menuju tujuan yang ingin
diperoleh dari inisiatif perubahan yang
digagas.
Para pemimpin organisasi mula-
mula memutuskan nilai-nilai yang
menjadi fokus utama serta
merangkumnya menjadi kalimat yang
visioner beserta strategi manajemen yang
akan dijalankan oleh para karyawan
untuk meraih visi tersebut. Selanjutnya,
koalisi perubahan akan mensosialisakan
dalam suatu program transformasi.
Mengkomunikasikan Transformasi Visi perubahan setelah diciptakan
harus segera disosialisasikan dan
dikomunikasikan secara rutin. Penguatan
program transformasi dilakukan dalam
setiap aktivitas perusahaan dan menjadi
dasar pengambilan keputusan serta
pemecahan masalah.
Para pemimpin perusahaan dan
koalisi harus bisa menjadi teladan dan
menunjukkan perilaku yang kompeten
yang mendukung program transformasi.
Komunikasi dari visi perubahan berjalan
di segala aspek, setiap kali rapat,
pertemuan pembahasan kinerja,
pelatihan, dan lain-lain.
Mengatasi Rintangan Struktur organisasi, deskripsi
pekerjaan, penugasan dan penilaian
kinerja, serta sistem kompensasi harus
selaras dengan visi perubahan. Orang-
orang yang menolak perubahan perlu
dibina dan mereka yang mendukung
program transformasi perlu dihargai serta
diberikan imbalan.
Rintangan-rintangan yang ada dan
yang potensial mesti terus diperiksa serta
diselesaikan lewat solusi bersama oleh
koalisi. Proses perubahan mesti berjalan
lancar, apapun yang menghalangi
pelaksanaan program tranformasi harus
dieliminasi. Eksekusi dari visi yang ada
harus terus menginspirasi para individu
dalam organisasi.
Pencapaian Berkala Pelaksanaan program transformasi
dapat dimotivasi dengan beberapa
kemenangan kecil sebelum mencapai
kesuksesan besar dalam proses
perubahan. Istilahnya, membuat tonggak
penanda untuk mengetahui sudah
seberapa dekat kita dengan tujuan utama.
Caranya adalah dengan memecah
tujuan berjangka panjang menjadi
sasaran-sasaran dalam jangka pendek.
Dimana masing-masing target tampak
mudah dicapai namun tetap terdapat
cukup kesulitan yang menantang.
Pencapaian yang berkala atas target-
target antara ini akan memotivasi seluruh
karyawan.
Mulailah dari satu tugas yang
mudah dan terus tingkatkan
tantangannya. Berikan penghargaan dan
pengakuan untuk mereka yang telah
mencapai sasaran-sasaran tugasnya yang
telah menjadi target jangka pendek.
Menguatkan Perubahan Setiap kemajuan yang telah dicapai,
manajemen perlu mengevaluasi dan
menganalisis aspek-aspek yang perlu
diperbaiki. Penguatan perubahan
dilakukan dengan mengarahkan program
transformasi menuju peningkatan kualitas
secara terus-menerus.
Dalam tahapan ini, kreativitas dari
setiap karyawan diharapkan oleh
manajemen untuk dapat menciptakan
suatu inovasi yang bisa semakin
menguatkan dan memajukan momentum
perubahan.
Penanaman Budaya Langkah terakhir ini, hasil dari
proses perubahan diharapkan bisa
bertahan lama dan terus berjalan dalam
satu program transformasi yang
berkelanjutan. Penanaman budaya adalah
suatu keniscayaa dalam tahap ini.
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
57
Usaha dalam mengamalkan budaya
organisasi yang dikerjakan secara terus-
menurus dikawal oleh para pemimpin
perusahaan berdasarkan nilai-nilai yang
dianut bersama. Pengejewantahan budaya
ini berupa aplikasi sehari-hari dari visi
transformasi.
Proses perubahan harus berjalan
serentak dan merata di semua bagian
perusahaan agar tetap solid dalam waktu
yang lama. Misalnya menjadi bahan
pembicaraan di setiap pertemuan, berupa
kisah atau pemaparan nilai-nilai yang
ideal, saat perekrutan karyawan baru atau
waktu pelatihan, mempublikasikan
kontribusi dari koalisi para pemimpin
kelompok perubahan beserta para
anggotanya. Serta menyiapkan sistem
untuk membantu pergantian
kepemimpinan agar program
transformasi budaya ini terus
berkelanjutan dalam jangka panjang.
Langkah Konkrit Pelaksanaan
Tahapan Perubahan Model Kotter
Langkah Perubahan 1. Incease
Urgency
Menumbuhkan “esense of
urgency‟ dimana setiap orang akan
merasa terdorong untuk segera
melakukan perubahan yang dilakukan.
Hal ini dapat dilakukan jika
ditemukannya alasan / faktor yang benar-
benar kuat mengapa perubahan perlu
dilakukan. Untuk itu perlu ditunjukkan
fakta/ data yang dapat dilihat, dirasakan,
disentuh agar orang-orang mau dan
merasa perlu untuk berubah.Jika orang
tidak melihat adanya data / fakta bahwa
mereka harus berubah maka yang terjadi
adalah orang-orang tidak akan mau
berubah. Mereka akan tetap berada di
zona nyaman karena mereka merasa tidak
ada alasan yang kuat untuk berubah.
Harus ada rasa „keterdesakan‟ yang bisa
dilihat selain oleh pemimpin juga oleh
orang yang dipimpinnya.
Langkah Perubahan 2. Build The
Guiding team
Membantu pembentukan kelompok
yang akan memandu proses perubahan
(change agents)yang mempunyai
kapabilitas yang memadai baik dari sisi
anggota kelompok maupun metode
pelaksanaannya. Untuk berubah
diperlukan orang-orang yang yakin
bahwa perubahan akanmengarah ke arah
yang lebih baik dan jumlahnya tidak
banyak. Karena itu perlu dibentuk
kelompok yang tugasnya menunjukkan
antusiasme, komitmen, kepercayaan
bahwa dengan perubahan yang akan
dilakukan akan menghasilkan hasil yang
lebih baik. Mereka inilah agen-agen
perubahan yang akan mendorong orang-
orang disekitarnya untuk mendukung
jalannya perubahan. Karena itu perlu
dilakukan komunikasi yang rutin dengan
para agen ini agar memantapkan tujuan
perubahan, saling mendukung dan
meminimalisir rasa frustasi yang
mungkin timbul.
Langkah Perubahan 3. Get The Right
Vision
Visi yang sudah ada harus
diterjemahkan dalam bentuk strategi yang
menantang untuk dilaksanakan. Tanpa
visi yang jelas, tidak akan ada yang mau
mengikuti arah perubahan yang diusung,
kalau pun ada, di tengah jalan mereka
akan kehilangan arah. Visi ini harus
dapat dipilah-pilah dalam time frame
yang jelas, apakah tahunan, semesteran,
atau triwulan serta dengan melihat pula
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi
di masa depan. Dengan demikian setiap
orang akan dapat melihat arah yang jelas
mengenai tahapan-tahapan yang akan
dilakukan dalam bentuk implementasi
sehari-hari.
Langkah Perubahan 4.
Communicating for Buy In
Visi dan strategi yang disampaikan
harus komunikasikan sehingga terjadi
kesamaan dan pemahaman yang baik
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
58
serta dapat diterima di seluruh jajaran.
Visi yang baik harus terkomunikasi
dengan jelas dan terarah. Dan yang
penting adalah bentuknya tulus,
sederhana, tidak rumit serta memberikan
contoh nyata (role model) akan visi yang
sudah diaplikasikan. Perbaikilah saluran-
saluran komunikasi yang digunakan
sehingga pesan-pesan yang
Langkah Perubahan 5. Empower
Action
Cara mengatasi secara efektif
rintangan-rintangan yang timbul yang
dapat memantapkan pengalaman dalam
memengelola perubahan sehingga dapat
meningkatkan kepercayaan diri. Selain
itu perlu juga dukungan dalam bentuk
alat-alat (resources) yang memadai agar
semua orang dapat bertindak untuk
mencapai visi. Termasuk pula adalah
dorongan agar team mampu keluar dari
pola pikir standar dana dapat „keluar‟
mengambil langkah-langkah terobosan
yang belum pernah dilakukan
sebelumnya.
Langkah Perubahan 6. Create Short
Term Win
Meraih kemenangan-kemenangan
kecil /jangka pendek. Karena perubahan
pada umumnya tidak dapat dicapai dalam
tempo yang singkat maka dibutuhkanlah
milestone-milestone kecil untuk memberi
tanda sudah sampai dimana proses
perubahan yang dijalankan. Karena itu
dibutuhkanlah perayaan-perayaan kecil
(short term wins) dalam bentuk
pemberian „penghargaan‟ yang
diperlukan agar semangat para
pengusung roda perubahan ini dapat terus
dijaga agar tidak redup. Adalah perlu
untuk terus mengupayakan agar semangat
para pendukung perubahan ini tetap
menyala karena proses perubahan
menuntut stamina fisik & mental dalam
waktu yang panjang. Selain itu, short
term wins ini juga memberi „isyarat‟
kepada mereka yang belum „bergabung‟
untuk dapat bergabung karena inilah
„jalan‟ yang „benar‟. Akan jauh lebih
baik jika „perayaan‟ meraih kemenangan
kecil ini dilakukan dalam exposure yang
luas sehingga ada banyak orang yang
menyaksikan sehingga pada penerima
penghargaan ini dapat lebih percaya diri,
mantap dan semakin yakin akan arah
yang di tuju.
Langkah Perubahan 7. Don’t Let Up
Jangan berhenti, lanjutkan terus
proses perubahan sebelum visi terwujud.
Lakukan terus upaya untuk meningkatkan
sense of urgency sehingga nyala api
perubahan tidak redup di tengah jalan.
Selalu tunjukkanlah bahwa proses
perubahan ini masih akan berlanjut sapai
tercapainya visi yang dicanangkan.
Tetapi, haruslah dicatat bahwa proses ini
jangan sampai membuat kondisi fisik dan
emosi terganggu dan mengorbankan
kepentingan pribadi, karena dalam jangka
panjang jika ini terjadi, yang
mendapatkan imbasnya adalah proses
perubahan itu sendiri. Gunakanlah
momentum-momentum, seperti misalnya
pada perayaan hari jadi perusahaan /
peringatan hari besar sebagai alat bantu
untuk mengkomunikasikan bahwa
perubahan belum selesai. Lakukanlah -
jika perlu- perubahan sistem, struktur,
kebijakan-kebijakan, prosedur hingga
kultur organisasi sehingga sesuai dengan
kondisi yang diinginkan.
Langkah Perubahan 8. Make change
stick
Pastikanlah agar perubahan
tertanam sebagai budaya perusahaan
sehingga perubahan benar-benar
mengakar sampai ke struktur organisasi
yang paling bawah. John P. Kotter
mengingatkan, bila satu saja tahapan itu
dilewati, maka kita hanya akan
menghasilkan apa yang disebutnya
sebagai “illusion of speed” (kecepatan
maya) yang dapat menghasilkan
perubahan yang tidak sempurna.
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
59
Peran Kepemimpian Untuk
Meningkatan Daya Saing Perguruan
Tinggi
Dalam dekade terakhir ini,
pendidikan tinggi di Indonesia
mengalami perubahan paradigma yang
cukup signifikan. Perubahan paradigma
yang dimaksud adalah meliputi
perubahan paradigma pengelolaan
persaingan. Perubahan ini terpicu oleh
perkembangan lingkungan eksternal yang
sangat dinamis menyangkut
perkembangan teknologi informasi,
sehingga e-learning, e-university dan
sejenisnya mulai banyak dibicarakan dan
diusahakan.
Persaingan sebagaimana dialami
oleh organisasi profit (perusahaan),
meliputi persaingan di bidang mutu,
harga dan layanan. Perguruan tinggi
sebagai suatu entitas non profit,
menghadapi hal yang sama pula.
Pengelolaan semuanya memerlukan
pengetahuan dan keterampilan
manajemen yaitu manajemen perguruan
tinggi.
Dalam kaitannnya dengan makna
perguruan tinggi, Indrajit &
Djokopranoto (2006) menegaskan bahwa
sekurang-kurangnya ada empat atau lima
dimensi makna yang melekat pada
perguruan tinggi, yaitu (1) dimensi
keilmuan (ilmu dan teknologi); (2)
dimensi pendidikan; (3) dimensi sosial
(kehidupan masyarakat); dan (4) dimensi
korporasi (satuan pendidikan atau
penyelenggara).
Menurut Lindelof & Lofsten
(2004), dalam mengkaji konsep daya
saing tidak terlepas dengan konsep
strategi, karena strategi mengandung
pengertian peningkatan daya saing
(melalui pengembangan produk,
kompetisi harga, pengembangan
teknologi, menganalisis perilaku pesaing
dan lainya) yang dilakukan melalui
positioning analysis dimana bisnis
perusahaan akan dijalankan, di wilayah
mana persaingan, dan melakukan
resource base-analisys bagaimana
perusahaan akan bersaing. Daya saing
(competitive advantage) didefinisikan
oleh Grant (1991) sebagai hasil atas
pemahaman secara menyeluruh dari
aspek eskternal dan internal yang
memberikan pengaruh kuat terhadap
perusahaan.
Selain itu, Lebih lanjut dikatakan
bahwa sebuah perusahaan pasti memiliki
keunggulan persaingan hanya setelah
usaha perusahaan lain untuk meniru
strateginya gagal atau terhenti. Bahkan
jika suatu perusahaan mencapai
keunggulan persaingan, biasanya ia dapat
bertahan hanya untuk periode tertentu.
Kecepatan seorang pesaing untuk
mendapatkan keahlian yang diperlukan
untuk meniru manfaat suatu strategi
penciptaan-nilai perusahaan menentukan
lamanya keunggulan persaingan dapat
bertahan. Pemahaman tentang bagaimana
mengeksploitasi keunggulan
persaingannya diperlukan bagi
perusahaan yang ingin mendapatkan laba
di atas rata-rata. Masih diungkapkan oleh
pendapat Hitt (2001) bahwa dengan
mendapatkan daya saing strategis, dan
sukses mengeksploitasi keunggulan
persaingannya, suatu perusahaan mampu
mencapai tujuan utamanya: mendapatkan
laba di atas rata-rata. Laba di atas ratarata
adalah kelebihan penghasilan yang
diharapkan seorang investor dari
investasi lain dengan jumlah risiko
serupa. Risiko adalah ketidakpastian
investor tentang laba atau rugi yang
dihasilkan oleh investasi tertentu. Jika
melihat permasalahan yang ada di
perguruan tinggi baik swasta maupun
negeri, maka masalah pokoknya dalam
persaingan ini ialah bagaimana dapat
merebut pasar untuk menjaring calon
mahasiswa, sesuai daya tampung yang
dimiliki dengan kualitas yang baik.
Dengan jumlah mahasiswa pendaftar
yang banyak, penyaringan dapat
dilakukan lebih baik dan ketat untuk
memperoleh sejumlah
Terjadinya peningkatan persaingan
dalam dunia pendidikan tidak jauh
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
60
bedanya dengan dalam dunia bisnis.
Menurut Ibrahim (dalam Moedjadi,
2005) persaingan dalam dunia bisnis
terjadi karena terjadi perubahan
lingkungan dan iklim bisnis yang
menyebabkan terjadinya perubahan
dalam harapan dan kebutuhan pasar
konsumen. Perubahan-perubahan terjadi
pada dunia pendidikan, khususnya
pendidikan tinggi, perubahan-perubahan
itu ialah: (1) dari pengajaran yang
berorientasi pada guru (dosen) berubah
menjadi berorientasi pada siswa
(mahasiswa); (2) dari berorientasi lulus
yang sebanyak-banyaknya menjadi lulus
dengan keterampilan yang siap terjun ke
masyarakat; (3) dari lulusan yang
memiliki indeks prestasi kumulatif (IPK)
tinggi menjadi lulusan dengan
kompetensi tinggi; (4) dari kurikulum
yang mengikuti kurikulum pemerintah
atau standar menjadi kurikulum yang
unik yang merupakan ciri dari lembaga
pendidikan itu; (5) dari pelayanan yang
menekankan pada ketertiban internal
kantor menjadi pelayanan yang
berorientasi pada kepuasan pelanggan.
Agar dapat memenangkan
persaingan, kompetensi yang dimiliki
oleh perguruan tinggi harus memberikan
kontribusi yang penting dan besar
terhadap nilai-nilai konsumen. Oleh
karena itu pengelola perguruan tinggi
bertanya-tanya nilai-nilai apa yang
diharapkan oleh konsumen pada jasa
yang diberikan, apa yang sebenarnya
dibayar oleh konsumen, apa sebab
konsumen mau membayar lebih pada jasa
yang diberikan dan nilai manakah yang
menjadi komponen terpenting bagi
konsumen sehingga mereka mau
membayar lebih. Kompetensi itu harus
unik dan bermutu, tidak dapat ditiru
dengan mudah oleh para pesaing dan para
konsumen memberikan nilai tinggi pada
kompetensi yang dimiliki oleh perguruan
tinggi.
Untuk membangun keunggulan
kompetitif berkelanjutan, menurut
Walker (2007) yang harus dilakukan oleh
organisasi adalah dengan
mengoptimalkan resources capabilities,
yang terdiri dari value drivers, cost
drivers, retaining customers dan
preventing imitation. Value drivers dan
cost drivers akan menciptakan posisi
pasar yang kuat (superior market
position), sedangkan retaining customers
(mempertahankan konsumen) dan
preventing imitation (mencegah imitasi
produk) akan mendorong posisi pasar
yang mampu bertahan (defendable
market position). Jika kedua varianbel ini
(superior market position dan defendable
market position) mampu dipertahankan
maka oleh organisasi pada gilirannya
akan dapat mewujudkan keunggulan
kompetitif berkelanjutan (sustainable
competitive advantage).
Dengan tingkat persaingan yang
ketat antar perguruan tinggi yang ada,
maka perguruan tinggi saling bersaing
dengan mengunakan taktik dan strategi
yang mereka anggap dapat memenangkan
persaingan, diantaranya ialah
memberikan biaya pendidikan yang
kompetitif atau dengan cara pembayaran
yang mudah, perang iklan (promosi)
melalui media massa, elektronik, atau
brosur-brosur yang menjanjikan,
menawarkan dan menghasilkan produk-
produk baru yang sedang trend di pasar,
peningkatan pelayanan melalui
kelengkapan dan kemewahan fasilitas
pembelajaran. Unjuk kinerja melalui
persaingan antar perguruan tinggi ini
tentu sepanjang dijalankan berdasarkan
etika yang diembannya sebagai lembaga
pendidikan, akan sangat menguntungkan
calon mahasiswa. Karena calon
mahasiswa diberikan berbagai pilihan
secara terbuka sesuai dengan minatnya
masing-masing.
Kekuatan daya saing perguruan
tinggi ditentukan oleh seberapa besar
perguruan tinggi tersebut mampu
menggerakkan potensi sumber daya yang
dimiliki untuk memenangkan persaingan.
Pimpinan sebagai pusat manajemen
berkewajiban untuk mengarahkan faktor-
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
61
faktor yang dapat menjadi kekuatan daya
saing perguruan tinggi ini agar mampu
mempunyai kinerja yang baik
Selanjutnya Bennis & Nanus (1995)
mendefinisikan kepemimpinan dari sudut
pandang pemimpin. Menurutnya
seseorang disebut pemimpin, jika ia
mampu memberi visi kepada organisasi
dan mampu menjabarkannya menuju
realita. Perpaduan sudut pandang
ditemukan dalam definisi Burns (dalam
Yukl, 1998). Ia menggambarkan
kepemimpinan sebagai sesuatu hubungan
timbal balik yang selalu berkembang.
Dalam hubungan yang demikian para
pemimpin terus menerus membangkitkan
motivasi berbagai respon pengikat dan
memodifikasi perilaku mereka bila
menghadapi sikap responsif ataupun
perlawanan dalam proses hubungan
maupun feedback yang berlangsung
secara continue.
Selanjutnya, pimpinan organisasi
juga wajib memberikan motivasi
anggotanya, menggerakkan kegiatan-
kegiatan lainnya, menyeleksi jalur
komunikasi yang efektif, dan
menyelesaikan konflik diantara para
anggota organisasi. Dari banyaknya
fungsi dan tugas pemimpin, memotivasi
anggota organisasi merupakan tugas yang
perlu diprioritaskan seorang pemimpin,
karena motivasi merupakan sesuatu yang
mendorong seseorang bertindak atau
berperilaku tertentu. Pimpinan organisasi
tidak bekerja sendiri. Dengan demikian,
memahami motivasi anggota organisasi,
yang mendorong seseorang bertindak
atau bekerja, sangat penting dilakukan
pimpinan organisasi. Pemahaman
tersebut merupakan kunci mendorong
orang lain mengerjakan keinginan
pimpinan organisasi agar tujuan
organisasi tercapai. Hal ini berarti bahwa
motivasi merupakan faktor penting yang
mendukung prestasi kerja. Meskipun
demikian, harus diakui bahwa motivasi
bukan satu-satunya pendukung prestasi
kerja. Prestasi kerja seseorang juga
tergantung dari faktor lainnya yaitu
kemampuan (ability) dan persepsi
peranan (role perception). Kemampuan
yang baik, persepsi peranan yang tepat,
dan motivasi yang tinggi merupakan
kunci prestasi kinerja.
Tingkat penggunaan kekuasaan
sangat berbeda dari satu pemimpin ke
pemimpin lainnya. Hal ini disebabkan
setiap organisasi merupakan suatu satuan
kerja yang mempunyai ciri-ciri, kondisi,
kepribadian, sistem nilai, keyakinan, etos
kerja, dan masalah yang sifatnya khas.
Karena setiap organisasi bersifat unik,
maka penggunaan kekuasaan oleh
pimpinan organisasi harus disesuaikan
dengan keunikan dan kekhasan organisasi
yang dipimpinnya. Salah satu aspek
organisasi yang unik adalah kultur yang
dianut dan berlaku bagi semua anggota
organisasi dalam organisasi itu. Kultur
itulah yang membedakan satu organisasi
dari organisasi lain, meskipun bergerak
dalam kegiatan yang sejenis.
Kepemimpinan sebagai daya saing
merupakan kepemimpinan
transformasional, yang merupakan
perluasan dari kepemimpinan
kharismatik, pemimpin menciptakan visi
dan lingkungan yang memotivasi para
karyawan untuk berprestasi melampaui
harapan. Dalam hal ini para karyawan
merasa percaya, kagum, loyal dan hormat
kepada pemimpinnya, sehingga mereka
termotivasi lebih dari apa yang
diharapkan dari mereka. Bahkan tidak
jarang melampaui apa yang mereka
perkirakan dapat mereka lakukan. Model
kepemimpinan yang berkembang pesat
dalam dua dekade terakhir ini didasarkan
lebih pada upaya pemimpin untuk
mengubah berbagai nilai, keyakinan dan
kebutuhan bawahan (Tjiptono, 2005).
Kepemimpinan transformasional
dapat didefinisikan sebagai
kepemimpinan yang mencakup upaya
perubahan organisasi. Diyakini bahwa
gaya ini akan mengarah pada kinerja
superior dalam organisasi yang sedang
menghadapi tuntutan pembangunan dan
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
62
perubahan. Seorang pemimpin dapat
mentransformasikan bawahannya melalui
empat cara yang disebut Empat I (Bass &
Avolio, 1994), yaitu: (1) idealized
influence (charisma), (2) inspirational
motivaiton, (3) intelectual simulation,
dan (4) individualized consideration.
Kharisma merupakan salah satu
dimensi penting dalam kepemimpinan
transformasional yang sekaligus menjadi
prediktor terkuat atas hasil
kepemimpinan (leadership outcomes),
seperti usaha esktra para bawahan,
komitmen terhadap organisasi, kepuasan
terhadap pemimpin, dan penilaian
bawahan terhadap ketrampilan
kepemimpinan (Bass, 1994). Sebagai
elemen penting, kepemimpinan
kharismatik berperanan sebagai
necessary but not sufficient condition
bagi kepemimpinan transformasional
(Bass, 1994).
Untuk mengukur kapasitas
kepemimpinan bagi perguruan tinggi
dalam mendukung daya saing pergururan
tinggi, diungkapkan oleh Gupta (1983)
yaitu: (1) memiliki dua tipe
kepemimpinan, yaitu sebagai status
leader dan official leader; sebagai status
leader dia harus dapat diterima oleh
semua anggota kelompok; dan sebagai
official leader dia harus bersifat fatherly;
(2) memiliki kemampuan dalam
memberikan kewenangan dan delegasi
kepada staf; (3) Memiliki perhatian yang
tinggi kepada staf; (4) dapat
mencipatakan atmosfer kepuasan kerja.
Pada tahun-tahun mendatang,
perguruan tinggi Indonesia akan
menghadapi berbagai tantangan besar
yang perlu dan harus direspons dengan
strategis. Globalisasi ekonomi dan
revolusi teknologi informasi adalah dua
kekuatan besar yang sangat
mempengaruhi dunia perguruan tinggi
Indonesia. Jika perguruan tinggi tidak
mampu mengantisipasi tantangan
globalisasi dengan memadai,
diperkirakan lembaga tersebut tidak
mampu mempertahankan eksistensinya.
Oleh karena itu perlu bagi perguruan
tinggi di Indonesia untuk terus
meningkatkan kekuatan daya saingnya
agar tetap mampu bertahan. Berdasarkan
pandangan-pandangan dan argumentasi
yang disampaikan oleh para ahli di atas
maka peran pemimpin merupakan
kekuatan utama dalam meningkatkan
daya saing perguruan tinggi. Konsep
yang ingin dikemukakan secara umum
dapat dijelaskan pada Gambar berikut
ini.
Leadership sebagai Primary Forces
dalam Meningkatkan Daya Saing
Perguruan Tinggi
Leadership sebagai primary forces
meliputi meliputi aspek: personality
integrity; proactive; resourceful; dan
managerial strategies. Kepemimpinan ini
akan mengoptimalkan Competitiveness
Strengths yang terdiri variabel-variabel
relevance of curriculum content; teaching
learning processes; faculty welfare;
quality of faculty members; student
advisement; academic administration;
financial capabilities; networking; dan
quality of graduates. Arena yang
dihadapi disebut dengan Competition
Areas yang meliputi aspek: customers;
product knowledge; consultanty;
research grant; retaining and continuing
student; dan international student. Hasil
akhir dari semua ini akan menghasilkan
variabel Competition Result meliputi
aspek: adequacy in quality and quantity
of student; favorable income; social-
cultural respect; dan better image.
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
63
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan kajian yang telah
dikemukakan pada bagian pembahasan
maka dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi daya saing
organisasi Perguruan Tinggi dari sudut
pandang peran kepemimpin adalah sangat
dominan karena Kepemimpinan
(leadership) PTS sebagai driving force
untuk menggerakkan Kekuatan Daya
Saing (competitiveness strengths)
perguruan tinggi dalam rangka
memenangkan Area Persaingan
(competition areas) sehingga dapat
memperoleh Hasil Persaingan
(competition result) sesuai yang
diharapkan baik dari segi kecukupan
kualitas dan kuantitas mahasiswa,
pendapatan yang layak, penghormatan
sosial dan budaya terhadap organisasi
dan citra yang baik. Beberapa
rekomendasi yang dapat disampaikan
atas hasil kesimpulan yang telah
dikemukakan adalah : (1) dalam upaya
menselaraskan Relevance of Curriculum
Content; (2) guna mewujudkan quality of
faculty members melalui faculty welfare,;
(3) Kemampuan leader dalam
mendorong motivasi,kreativitas, inovasi
dan dapat menjadi sumber inspirasi bagi
bawahan perlu lebih kongkrit dilakukan
dengan menjalankan fungsi-fungsi
managerial secara sistematis. (4) unsur
resourceful dan managerial strategies
yang masih belum optimal menjadi salah
satu penyebab, lemahnya para leader
dalam membangun networking perguruan
tinggi.
Dari sudut pandang Manajemen
perubahan dalam melakukan perubahan,
informasi tentang perlunya perubahan
boleh datang dari mana saja: dari
bawahan, orang luar organsasi, dari
orang desa, dari pengamat, dari
konsultan, dari pelanggan, dan lain lain.
Keputusan untuk berubah atau tidak
berubah selalu dari atas (pimpinan
puncak organisasi, pemilik organisasi
atau kepala unit kerja), pendekatan
manajemen perubahan adalah top-down.
DAFTAR PUSTAKA
Badriyah,T.; Syarif,I.; Christanty,H.M,
2007, Penerapan Web-Based
Knowledge Management System
untuk Manajemen Pengalaman dan
Logistik Pasca Bencana Alam,
Surabaya:ITS, Proceeding of the 9
th industrial Electronics Seminar
2007.
Brodjonegoro, S. S. (2004). Beberapa
pemikiran dalam rangka
peningkatan mutu dan daya saing
perguruan tinggi. Makalah pada
Teaching Improvement Workshop,
ADB Loan, Universitas Riau.
Cormican. K.; Dooley.L., 2007,
Knowledge Sharing in a
Collaborative Networked
Environment Journal of
Information & Knowledge
Management Vol. 6, No. 2 (June
2007)
http://www.worldscinet.com/jikm/
mkt/free/ akses 27 Juni 2008
Damanhuri, D. S. (2003). SDM Indonesia
dalam persaingan global. Suara
Pembaruan (13 Juni 2003).
Eliufoo, Harriet.K. 2005, Knowledge
creation and transfer in
construction organisations in
Tanzania,Doctoral Thesis, Building
and Real Estate Economics Royal
Institute of Technology
Stockholm,Sweden.
Iftikhar, Zuhair., Eriksson, Inger.V.,
Dickson, Gary.W. ,2003,
Developing an Instrument for
KnowledgeManagement Project
Evaluation, Electronic Journal of
Knowledge Management.
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
64
Information society technologies.
2002, Roadmap to Communicating
Knowledge Essential for the
Industrial Environment
(ROCKET), http://rocket.vub.ac.be
Journal of Information & Knowledge
Management Vol. 6, No. 2 (June
2007),
Journal. 6, No. 2 (June 2007),
http://www.worldscinet.com/jikm/
mkt/free/ akses 27
Kim.E.H; Park.Y., 2007, Prediction of IS
Project Escalation Based on
Software Development Risk
Management, Journal of
Information & Knowledge
Management Vol. 6, No. 2 (June
2007)
http://www.worldscinet.com/jikm/
mkt/free/ akses 27 Juni 2008
Kim.J.A; Choi.S.Y; Jung.R., 2007, Agent
Based Process Management
Environment – Mercury Journal of
Information & Knowledge
Management Vol. 6, No. 2 (June
2007)
http://www.worldscinet.com/jikm/
mkt/free/ akses 27 Juni 2008
Knowledge Management Untuk
Meningkatkan Kinerja Perguruan
Tinggi, The 2nd National
Conference UKWMS Surabaya, 6
September 2008
Lichtenstein,S; Parker, C.M.; Hunter A,
2007, Dynamic Knowledge
Integration in Socio-Technical
Networks: An Interpretive Study of
Intranet Use for Knowledge
Integration, Journal of Information
& Knowledge Management, Vol. 6,
No. 2 (June 2007) 91–103,
http://www.worldscinet.com/jikm/
mkt/free/ akses 27 Juni 2008
Lin, F.-r., Lin, S.C. ,2001, A conceptual
model for virtual organizational
learning. Journal of Organizational
Computing and Electronic
Commerce.
Lin, Fu-ren., Hsueh, Chih-ming ,2006,
Knowledge map creation and
maintenance for virtual
communities of practice,
Information Processing and
Management 42.
Manajemen Pengetahuan (Studi Kasus:
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta),
Tesis, ITB, Bandung.Pramudyo,
C.S., Suryadi, K.,2006,
Perancangan model pengetahuan
berbasis web dengan pendekatan
market basket analysis Studi Kasus:
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Proceding National Seminar on
Knowledge Management.
Melinda,T, (2008), Membangun Budaya
Organisasi Sebagai Dasar
Implementasi
Rauniar.R,;Rawski.G.; Meacham.J.,
2007, Collective Ambition, Creative
Chaos, Information Redundancy,
and Shared Knowledge in
Integrated Product Development –
Case Study,
Royal.C.; O'Donnell.L., 2007, Education
for Sustainability: Creating Skills
in Human Capital Analysis
Setiarso,B., 2007, Penerapan Knowledge
management pada Organisasi: Studi
Kasus di Salah Satu Unit
Organisasi di LIPI, diakses dari
www:ilmukomputer.com pada 24
Nopember 2007.
Suyeon, K., Suh, E., Hwang, H.,2003,
Building the knowledge map: an
industrial case study, journal of
knowledge management.
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019
65
Tan, Y.Q; Yusoff. M; Hamdan, A.R.,
2005, Knowledge Management: A
Functional Model for The
Malaysian Goverment,
Kualalumpur: Universiti
Kebangsaan Malaysia,
http://www.worldscinet.com/jikm/mkt/fre
e/ akses 27 Juni 2008