BAB 2 PENDAHULUAN 2.1 Definisi Marketinglibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00505-mn...
Transcript of BAB 2 PENDAHULUAN 2.1 Definisi Marketinglibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00505-mn...
8
BAB 2
PENDAHULUAN
2.1 Definisi Marketing
Menurut Griffin dan Ebert (2001) pengertian pemasaran didefinisikan sebagai
berikut : “The process of planning and executing the conception, pricing, promotion, and
distribution of ideas, goods, and services to create exchanges that satisfy individual and
organizational objectives”. Artinya : “Pemasaran adalah suatu proses merencanakan dan
melaksanakan konsep, harga, promosi dan distribusi gagasan-gagasan, barang dan jasa
untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi tujuan individu dan organisasi.
Mc Daniel dkk, (2001:6) dalam Purnaningsih (2006:12). Pemasaran merupakan
suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep harga, promosi dan distribusi
sejumlah ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan
tujuan individu dan organisasi.
Menurut Kotler (2000:p10) pemasaran adalah suatu proses sosial dimana setiap
individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka inginkan dan butuhkan dengan
menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai
dengan pihak lain.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah aktivitas bisnis
yang dijalankan oleh produsen mulai dari perencanaan, penentuan harga, promosi dan
mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan untuk menciptakan permintaan efektif
dari konsumen. Pemasaran juga tidak hanya merupakan kegiatan melakukan penjualan
produk untuk mendapat laba yang besar dalam jangka waktu pendek, namun pemasaran
merupakan kegiatan yang berorientasi pada apa yang dibutuhkan dan diinginkan
konsumen serta berusaha menciptakan kepuasan konsumen, sehingga dapat
9
memberikan nilai lebih bagi perusahaan dimata konsumen. Dengan melakukan kegiatan
pemasaran seperti ini, maka perusahaan memiliki keuntungan jangka panjang.
2.2 Experiential Marketing
Experiential marketing menurut Kertajaya (dalam Ibrahim M 2009:21) adalah
suatu konsep pemasaran yang bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang
loyal dengan menyentuh emosi mereka dan memberikan suatu feeling yang positif
terhadap produk dan servis. Sedangkan experiential marketing menurut Schmitt (dalam
Ibrahim M 2009:21) menyatakan bahwa pemasar menawarkan produk dan jasanya
dengan merangsang unsur-unsur emosi konsumen yang menghasilkan berbagai
pengalaman bagi konsumen.
Pendekatan pemasaran Experiential marketing merupakan pendekatan yang
mencoba menggeser pendekatan pemasaran tradisional, pendekatan tradisional ini
menurut Schmitt (dalam Ibrahim M 2009:21) memiliki 4 (empat) karakteristik yaitu:
1. Fokus pada fitur dan benefit dari produk / jasa.
2. Kategori produk dan persaingan didefinisikan secara sempit yaitu hanya pada
perusahaan sejenis.
3. Konsumen dianggap sebagai pembuat keputusan yang rasional.
4. Metode dan alat yang digunakan bersifat analitikal, kuantitatif, dan verbal.
Pendekatan Experiential Marketing juga terdapat karakteristik yang menonjol yaitu:
1. Mengutamakan pengalaman konsumen, baik pengalaman panca indera, pengalaman
perasaan, dan pengalaman pikiran.
2. Memperhatikan situasi pada saat mengkonsumsi seperti keunikan lay out, pelayanan
yang diberikan, fasilitas-fasilitas yang disediakan.
10
3. Menyadari bahwa konsumen adalah mahkluk rasional dan sekaligus emosional,
maksudnya bahwa konsumen tidak hanya menggunakan rasio tetapi juga
mengikutsertakan emosi dalam melakukan keputusan pembelian.
Adapun pergeseran dari pendekatan pemasaran tradisional ke pendekatan
pemasaran experiential terjadi menurut Schmitt (dalam Ibrahim M 2009:22) karena
adanya perkembangan tiga faktor di dunia bisnis, yaitu:
1. Teknologi informasi yang dapat diperoleh di mana-mana sehingga kecanggihan-
kecanggihan teknologi akibat revolusi teknologi informasi dapat menciptakan suatu
pengalaman dalam diri seseorang dan membaginya dengan orang lain dimanapun
berada.
2. Keunggulan dari merek, melalui kecanggihan teknologi informasi maka informasi
mengenai brand dapat tersebar luas melalui berbagai media dengan cepat dan
global. Dimana brand atau merek memegang kendali, suatu produk atau jasa tidak
lagi sekelompok fungsional tetapi lebih berarti sebagai alat pencipta experience bagi
konsumen.
3. Komunikasi dan banyaknya hiburan yang ada dimana-mana yang mengakibatkan
semua produk dan jasa saat ini cenderung bermerek dan jumlahnya banyak.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dalam penelitian ini experiential
marketing adalah pendekatan atau strategi pemasaran dimana pemasar atau perusahaan
memfokuskan pada penyentuhan emosi dan perasaan dari konsumen untuk memperoleh
kesan atau pengalaman positif atas suatu produk atau servis sehingga konsumen
menjadi pelanggan yang loyal terhadap produk atau servis yang diberikan.
11
2.2.1 Modul Strategi Experiential (Strategic Experiential Modules)
Merupakan modul yang dapat digunakan untuk menciptakan berbagai jenis
pengalaman bagi konsumen. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Schmitt (dalam
Ibrahim M 2009:23) bahwa Experiential Marketing dapat dihadirkan melalui 5 (lima)
unsur yaitu yaitu panca indera (sense), perasaan (feel), cara berpikir (think), kebiasaan
(act) dan pertalian atau relasi (relate).
2.2.1.1 Panca Indera (Sense)
Sense menurut Schmitt (dalam Ibrahim M 2009:23). merupakan tipe
experience yang muncul untuk menciptakan pengalaman panca indera melalui
mata, telinga, kulit, lidah dan hidung. Sense marketing menurut Kertajaya (dalam
Ibrahim M 2009:24) merupakan salah satu cara untuk menyentuh emosi konsumen
melalui pengalaman yang dapat diperoleh konsumen lewat panca indera (mata,
telinga, lidah, kulit dan hidung) yang mereka miliki melalui produk dan servis. Lebih
lanjut Kertajaya (dalam Ibrahim M 2009:24) menyebutkan bahwa sense artinya
panca indera yang merupakan pintu masuk ke seorang manusia harus dirangsang
secara benar dengan menggunakan teknik multy-sensory, yang penting harus
dijaga konsistensi pesan yang ingin disampaikan.
Pada dasarnya sense marketing yang diciptakan oleh pelaku usaha dapat
berpengaruh positif maupun negatif terhadap loyalitas. Mungkin saja suatu produk
dan jasa yang ditawarkan oleh produsen tidak sesuai dengan selera konsumen atau
mungkin juga konsumen menjadi sangat loyal, dan akhirnya harga yang ditawarkan
oleh produsen tidak menjadi masalah bagi konsumen. Kelima indera yang
dirangsang ini diharapkan bisa membawa masuk suatu pesan yang solid dan
terintegrasi. Pada saat konsumen datang ke cafe, mata melihat desain lay out yang
12
menarik, hidung mencium aroma makanan, telinga mendengar alunan musik yang
menghibur dan kulit merasakan kesejukan AC.
Dilihat dari pengertian di atas, dalam penelitian ini sense marketing yaitu
emosi / pengalaman yang didapat oleh konsumen setelah mengkonsumsi produk
atau servis yang dilihat dari aspek atau hal-hal yang dapat ditangkap dan dirasakan
kemudian merangsang panca indera untuk menerima pesan yang disampaikan oleh
produsen.
2.2.1.2 Perasaan (Feel) Marketing
Feel Marketing menurut Schmitt (dalam Ibrahim M 2009:25) ditujukan
terhadap perasaan dan emosi konsumen dengan tujuan mempengaruhi pengalaman
yang dimulai dari suasana hati yang lembut sampai dengan emosi yang kuat
terhadap kesenangan dan kebanggaan. Feel menurut Kertajaya (dalam Ibrahim M
2009:25) adalah suatu perhatian-perhatian kecil yang ditunjukkan kepada konsumen
dengan tujuan untuk menyentuh emosi pelanggan secara luar biasa. Kertajaya
(dalam Ibrahim M 2009:25) menambahkan bahwa dalam mengelola perasaan ini,
ada dua hal yang mesti diperhatikan, yaitu mood dan emotion. Seorang pemasar
yang berhasil apabila dapat membuat mood dan emotion si pelanggan sama dengan
apa yang diinginkannya.
Feel marketing merupakan bagian yang sangat penting dalam strategi
experiential marketing. Feel dapat dilakukan dengan servis dan layanan yang bagus,
serta keramahan pelayan atau karyawan. Agar konsumen mendapatkan feel yang
kuat terhadap suatu produk atau jasa, maka produsen harus mampu
memperhitungkan kondisi konsumen dalam arti memperhitungkan mood yang
dirasakan konsumen. Kebanyakan konsumen akan menjadi pelanggan apabila
mereka merasa cocok terhadap produk atau jasa yang ditawarkan, untuk itu
13
diperlukan waktu yang tepat yaitu pada waktu konsumen dalam keadaan good mood
sehingga produk dan jasa tersebut benar-benar mampu memberikan memorable
experience sehingga berdampak positif terhadap loyalitas pelanggan. Feeling yang
bagus akan membuat pelanggan mampu berpikir positif.
Pelayanan yang memuaskan sangat diperlukan termasuk didalamnya
keramahan dan sopan santun karyawan, pelayanan yang tepat waktu, dan sikap
simpatik yang membuat pelanggan merasa puas sehingga mendorong pelanggan
untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa yang ditawarkan di masa yang
akan datang.
Berdasarkan dari pengertian-pengertian di atas, dalam penelitian ini feel
marketing merupakan upaya dari pihak pemasar atau perusahaan untuk mengikat
emosi dari konsumen melalui perhatian-perhatian kecil untuk membentuk suasana
hati dan emosi yang menyenangkan bagi konsumen agar sama atau sesuai dengan
yang diharapkan pemasar.
2.2.1.3 Think Marketing
Think menurut Schmitt (dalam Ibrahim M 2009:26) merupakan tipe
experience yang bertujuan untuk menciptakan kognitif, pemecahan masalah yang
mengajak konsumen untuk berfikir kreatif. Think marketing menurut Kertajaya
(dalam Ibrahim M 2009:26) adalah salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan
untuk membawa komoditi menjadi pengalaman (experience) dengan melakukan
cuztomization secara terus-menerus.
Think menurut Kertajaya (dalam Ibrahim M 2009:27) dibagi menjadi dua,
yang pertama divergent thinking atau pola pikir menyebar, dan yang kedua adalah
convergent thinking atau pola pikir menyatu. Ketika pelanggan sedang mencari
beberapa alternatif, inilah yang disebut divergent thinking. Kemudian ketika
14
pelanggan sudah mulai mengevaluasi untuk kemudian menyempitkan alternatif dan
menyatukan pilihan, itulah yang dimaksud convergent thinking. Kedua pilihan itu
boleh diberikan sama-sama sekaligus kepada pelanggan. Ketika pelanggan masuk
toko, pelanggan dihadapkan pada pilihan produk atau servis yang diberikan,
kemudian pelanggan diharapkan mengkombinasikan pilihannya sendiri untuk
menentukan dan menikmati kombinasi pikiran pelanggan tersebut.
Berdasarkan dari definisi-definisi di atas, dalam penelitian ini think marketing
berupa ajakan kepada konsumen untuk berperan aktif bersama produsen dalam
memecahkan masalah yang bertujuan untuk mempengaruhi pelanggan agar terlibat
dalam pemikiran yang kreatif. Hal ini dilakukan melalui penyediaan produk atau
servis yang diberikan kepada pelanggan kemudian pelanggan diminta untuk berpikir
kreatif dalam menentukan produk atau servis yang akan dibelinya.
2.2.1.4 Act Marketing
Act menurut Schmitt (dalam Ibrahim M 2009:28) merupakan tipe experience
yang bertujuan untuk mempengaruhi perilaku, gaya hidup dan interaksi dengan
konsumen. Act Marketing menurut Kertajaya (dalam Ibrahim M 2009:28) adalah
salah satu cara untuk membentuk persepsi pelanggan terhadap produk dan jasa
yang bersangkutan. Act menurut Kertajaya (dalam Ibrahim M 2009:28) adalah
tindakan dari konsumen karena pengaruh luar dan opini dalam dari pelanggan.
Act marketing ini memberikan pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan
ketika act marketing mampu mempengaruhi perilaku dan gaya hidup pelanggan
maka akan berdampak positif terhadap loyalitas pelanggan karena pelanggan
merasa bahwa produk atau jasa tersebut sudah sesuai dengan gaya hidupnya. Akan
tetapi sebaliknya juga dapat berpengaruh negatif apabila pelanggan merasa produk
atau jasa tidak sesuai dengan gaya hidupnya.
15
Seoarang pemasar dalam hal membentuk act dari pelanggannya agar
pelanggannya tersebut memperoleh pengalaman tak terlupakan (memorable
experience) adalah dengan melakukan pengaruh eksternal untuk digabungkan
dengan kondisi feel dan think yang ada di dalam diri pelanggan untuk menjadi suatu
aksi.
Dilihat dari pengertian di atas dalam penelitian ini act marketing dapat
berupa bentuk atau desain yang dibuat dengan menggabungkan pengaruh eksternal
dengan kondisi feel dan think sedemikian rupa yang bertujan untuk menciptakan
tindakan yang memberi pengalaman bagi konsumen dalam hubungannya pengaruh
yang diberikan dari bentuk fisik produk atau servis yang dirasakan kemudian hal itu
mempengaruhi kebiasaan, gaya hidup dan interaksi pelanggan dengan orang lain.
2.2.1.5 Relate Marketing
Relate menurut Schmitt (dalam Ibrahim M 2009:29) merupakan tipe
experience yang digunakan untuk mempengaruhi pelanggan dan menggabungkan
seluruh aspek, sense, feel, think dan act serta menitik beratkan pada penciptaan
persepsi positif dimata pelanggan. Relate marketing menurut Kertajaya (dalam
Ibrahim M 2009:29) adalah salah satu cara membentuk atau menciptakan komunitas
pelanggan dengan komunikasi.
Relate marketing dapat memberikan pengaruh positif terhadap loyalitas
pelanggan ketika relate marketing mampu membuat pelanggan masuk dalam
komunitas serta merasa bangga dan diterima. Sebaliknya relate marketing dapat
memberikan pengaruh negatif terhadap loyalitas pelanggan ketika relate marketing
tidak berhasil mengkaitkan individu dengan apa yang ada di luar dirinya maka
konsumen tersebut tidak akan mungkin loyal.
16
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dalam penelitian ini relate marketing
adalah penggabungan aspek sense, feel, think dan act dengan maksud untuk
mengkaitkan individu dengan apa yang diluar dirinya dan mengimplementasikan
hubungan antara orang lain dan kelompok sosial lain sehingga mereka bisa merasa
bangga dan diterima di komunitasnya. Hal ini bisa terwujud dimana produsen
menciptakan relate antara pelanggannya dengan kontak langsung baik telepon
maupun kontak fisik, diterima menjadi salah satu bagian dalam kelompok tersebut
atau menjadi member sehingga membuat konsumen menjadi senang dan tidak
segan untuk datang kembali. Sebaliknya bila hal tersebut tidak terjadi dalam arti
konsumen merasa terabaikan, maka konsumen akan berfikir ulang untuk datang
kembali.
2.2.2 Perlunya Experiential Marketing
Zarem (dalam Andreani 2007:4) yang menyatakan bahwa pengalaman
merupakan dasar perekonomian baru untuk semua industri. Sebagai contoh industri
penerbangan berkompetisi menawarkan harga yang kompetitif dan keselamatan yang
tinggi. Mereka berusaha menawarkan pengalaman terbang (flying experience) sebagai
senjata bersaingnya. Lebih lanjut Sanders menyatakan bahwa saat ini adalah masanya
‘experience’ economy. Tanpa mempedulikan produk atau jasa yang dijual, seorang
pemasar perlu memberikan pengalaman yang tak terlupakan bagi pelanggannya karena
hal inilah yang sangat mereka hargai.
Lippman, president of corporate sales and marketing Emap USA, tidak
sependapat dengan Sanders. Menurut Lippman, pengalaman ini bukan merupakan hal
yang baru karena konsep pemasaran seperti ini sudah dilakukan sejak jaman dahulu.
Yang membedakan adalah cara-cara memasarkan produk dan jasa. Sekarang ini
pemasar menggunakan internet dan TV kabel, yang belum tersedia bertahun-tahun lalu.
17
Lippman tidak menyangkan akan efektifitas konsep ini karena menurut beliau konsepnya
tetap sama tetapi kemasan atau caranya saja yang berbeda.
Menurut Wong (dalam Andreani 2007:4), pengalaman merupakan sebuah alat
yang membedakan produk atau jasa. Tidak dapat disangkal bahwa dengan semakin
berkembangnya teknologi produk dan jasa maka penciptaan product differentiation
sangatlah sulit, bahkan kadang kala tidak mungkin dilakukan. Dengan kematangan
sebuah produk maka kompetisi menjadi sangat ketat karena para kompetitor
menawarkan core product dengan fungsi dan fitur yang sama. Oleh karena itu hanya ada
sedikit perbedaan yang bisa diciptakan.
Lalu yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini? Menurut Wong (dalam
Andreani 2007:5) ada 2 pilihan yang dapat disiasati : Differentiate on how well you do it
(i.e., compete on operational quality) or differentiate on how and where you do it.
Kutipan itu artinya membedakan dengan cara sebaik mungkin yang bisa dilakukan
pemasar (misalnya bersaing dalam memperbaiki kinerja dan kualitas operasional) atau
membedakan dengan cara bagaimana dan dimana pemasar melakukannya. Sebagai
contoh dengan teknologi yang canggih, pemasar dapat memberikan kemudahan
checkout bagi pelanggannya, memberikan pelanggan kesempatan untuk melakukan
sendiri dengan caranya sendiri atau dengan proses-proses inovatif lainnya.
2.2.3 Experience Providers
Kotler & Keller (2006, p.229) mengutip pernyataan Schmitt bahwa pengalaman
pelanggan dapat dilakukan melalui experience providers (sarana/alat yang
memberikan/menyediakan pengalaman bagi pelanggan)) berikut ini:
1. Communications: iklan, public relations, laporan tahunan, brosur, newsletters dan
magalogs.
2. Visual/ verbal identity: nama merek, logo, signage, kendaraan sebagai transportasi.
18
3. Product presense: desain produk, packaging, point-of-sale displays.
4. Co-branding: event marketing, sponsorships, alliances & partnership (kemitraan),
licencing (hak paten), iklan di TV atau bioskop.
5. Environments: retail and public spaces, trade booths, corporate buildings, interior
kantor dan pabrik.
6. Web sites and electronic media: situs perusahaan, situs produk dan jasa, CD-ROMs,
automated emails, online advertising, intranets.
7. People: salespeople, customer service representtatives, technical support/repair
providers (layanan perbaikan), company spokepersons, CEOs dan eksekutif terkait.
2.3 Kepuasan Konsumen (Customer Satisfaction)
2.3.1 Definisi Kepuasan Konsumen
Menurut Kotler (2000), kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan antara kinerja yang ia rasakan/alami terhadap harapannya.
Menurut Gerson (2002,p5), “definisi kepuasan pelanggan sangatlah sederhana,
seorang pelanggan merasa puas jika kebutuhannya, secara nyata atau hanya anggapan,
terpenuhi atau melebihi harapannya.”
Menurut Irawan (2009), “kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi dari
konsumen atau pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa. Pelanggan akan
merasa puas apabila memperoleh nilai atau manfaat dari suatu produk atau jasa.”
Dari pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara umum
pengertian kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan dilihat dari kesesuaian antara
harapan (expectation) pelanggan dengan persepsi, pelayanan yang diterima (kenyataan
yang alami).
19
Kepuasan pelanggan terjadi setelah mengkonsumsi produk atau jasa yang
dibelinya. Konsumen umumnya mengevaluasi pengalaman penggunaan kembali suatu
produk untuk memutuskan apakah mereka akan menggunakan kembali produk tersebut.
Setelah mengkonsumsi barang atau jasa untuk pertama kalinya, konsumen menilai
tindakan dan pengalaman yang diperolehnya untuk menentukan tingkat kepuasannya,
hasilnya akan disimpan dalam memori jangka panjang dan dipergunakan kembali untuk
mengevaluasi beberapa alternative dikemudian hari pada saat mereka akan melakukan
pembelian ulang.
20
Gambar 2.1 Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan terbentuk dari penilaian pelanggan terhadap kinerja suatu
perusahaan dalam merumuskan tujuan dan manfaat produk atau pelayanan yang
diberikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan. Dengan
demikian, kepuasan terjadi karena adanya suatu pemenuhan terhadap apa yang
dibutuhkan dan diharapkan oleh pelanggan.
Tujuan Perusahaan
Nilai produk bagi pelanggan
Produk
Harapan pelanggan terhadap produk
Kebutuhan dan keinginan pelanggan
Tingkat Kepuasan
Sumber : Fandy Tjiptono, 2005:130
21
2.3.2 Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Pemantauan dan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan telah menjadi hal
yang sangat esensial bagi setiap perusahaan. Hal ini dikarenakan langkah tersebut dapat
memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi
strategi peningkatan kepuasan pelanggan.
Menurut Irawan (2009:p12), banyak survey menunjukkan bahwa pelanggan
yang puas, umumnya akan menceritakan kepada sekitar 2-4 orang. Sebaliknya apabila
mereka tidak puas, mereka akan menceritakan kepada sektar 8-12 orang.
Menurut Kotler (dalam Purnaningsih, 2006:19), mengidentifikasi empat metode
untuk mengukur kepuasan pelanggan, antara lain :
1. Sistem Keluhan dan Saran
Organisasi atau perusahaan perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para
pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media
yang bisa digunakan bisa berupa kotak saran yang diletakkan di tempat-tempat
strategis (yang mudah dijangkau), kartu komentar, saluran telpon khusus bebas
pulsa, dll.
2. Ghost Shopping
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah
dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai
pelanggan atau pembeli potensial produk perusahaan atau pesaing, kemudian
mereka melaporkan hasil temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan
produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian
produk atau jasa tersebut.
3. Lost Customer Analysis
Perusahaan sebaiknya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli
atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan
22
supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan selanjutnya. Bukan hanya exit
interview saja yang perlu, tetapi pemantauan customer loss rate juga penting,
dimana peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam
memuaskan pelanggannya.
4. Survei Kepuasan Pelanggan
Perusahaan melakukan penelitian survei baik dengan survei melalui pos, telepon,
maupun wawancara pribadi (menurut mc Neal dan Lamb dalam Peterson dan
Wilson, 1992 dalam Purnaningsih, 2006:20) sehingga perusahaan akan memperoleh
tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan
sinyal positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggan.
2.3.3 Strategi Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan
komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya manusia. Menurut Schnaars
(dalam Purnaningsih, 2006:21)ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk
meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, antara lain :
1. Relationship Marketing
Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan
berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain dijalin
suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terus menerus sehingga
diharapkan dapat terjadi bisnis ulangan.
2. Superior Customer Service
Perusahaan berusaha menawarkan pelayanan yang lebih unggul dari pada
pesaingnya. Hal ini membutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya
manusia dan usaha gigih agar tercipta suatu pelayanan yang superior yang dapat
23
memberi manfaat yaitu berupa tingkat pertumbuhan yang cepat dan besarnya laba
yang diperoleh.
3. Unconditional Guarantees/Extraordinary Guarantees
Garansi atau jaminan istimewa yang dirancang untuk meringankan risiko/kerugian
pelanggan sebelum dan sesudah pembelian jasa, sekaligus membuat perusahaan
yang bersangkutan untuk memberikan yang terbaik dan meraih loyalitas pelanggan.
Garansi ini diberikan dalam dua bentuk, yaitu :
• Garansi Internal
Merupakan jaminan yang diberikan suatu departemen atau divisi kepada
pelanggan internalnya. Garansinya ini dilandaskan pada komitmen untuk
memberikan pelayanan terbaik, tepat waktu, akurat, jujur dan sungguh-
sungguh.
• Garansi Eksternal
Merupakan jaminan yang dibuat oleh perusahaan pada para pelanggan
eksternalnya. Hal ini menyangkut pelayanan yang unggul, sehingga perusahaan
harus benar-benar menepatinya, karena jika tidak, akan menjadi bumerang.
2.3.4 Penanganan Keluhan yang Efektif
Penanganan keluhan memberikan peluang untuk mengubah seseorang
pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan produk perusahaan yang puas (atau
bahkan menjadi pelanggan abadi). Ada empat aspek penting dalam penanganan
keluhan, yaitu :
a. Empati terhadap pelanggan yang marah
b. Kecepatan dalam penanganan keluhan
c. Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan permasalahan/keluhan
d. Kemudahan konsumen menghubungi perusahaan
24
Disamping itu, keterlibatan manajemen puncak dalam menangani keluhan
pelanggan juga dapat memberikan dampak positif. Hal ini dikarenakan pelanggan lebih
suka berurusan dengan orang-orang yang memiliki wewenang untuk mengambil
keputusan dan tindakan untuk memecahkan masalah mereka, sehingga pelanggan
merasa bahwa perusahaan menaruh perhatian besar pada setiap masalah pelanggannya
dan selalu berusaha memperbaiki kekurangannya.
2.3.5 Faktor-Faktor Pendorong Kepuasan Konsumen
Menurut Irawan (2009,p37-40), faktor-faktor pendorong kepuasan konsumen
terbagi atas lima bagian :
1. Kualitas Produk
Konsumen akan merasa puas setelah membeli atau menggunakan produk yang
telah dibelinya ternyata kualitas itu sangat baik. Contoh, konsumen akan merasa
puas terhadap makanan yang dibeli, apabila rasanya enak, dan tidak ada rasa
yang tidak mengenakkan.
2. Harga
Untuk konsumen yang sensitif, biasanya harga yang murah adalah sumber
kepuasan yang penting karena mereka akan mendapatkan nilai uang yang
tinggi, komponen harga ini relatif tidak penting bagi mereka yang tidak sensitive
terhadap harga.
3. Service Quality
Untuk memuaskan pelanggan, suatu perusahaan hendaknya terlebih dahulu
harus dapat memuaskan karyawan agar produk yang dihasilkan tidak rusak
kualitasnya dan pelayanan kepada pelanggan dapat diberikan lebih baik lagi, jika
karyawan merasa puas akan lebih mudah bagi mereka untuk menerapkan
kepada pelanggan bagaimana rasa puas itu.
25
4. Emotional Factor
Faktor ini relative penting karena kepuasan pelanggan timbul pada saat ia
sedang mengkonsumsi produk tertentu, hal ini disebabkan karena merek produk
tersebut sudah tercipta dengan baik, baik dari segi kualitas, harga yang tidak
murah karena harga yang mahal identik dengan kualitas produk yang tinggi dan
sebaliknya serta pelayanan yang diberikan.
5. Kemudahan
Konsumen akan semakin puas apabila tempat mudah dicapai dan juga nyaman.
Dengan mengetahui ke 5 (lima) faktor ini, tentu tidak cukup bagi perusahaan
untuk merancang strategi dan program peningkatan kepuasan konsumen. Kontribusi
factor ini juga dapat berubah dari waktu ke waktu untuk suatu industry. Besarnya bobot
relative mudah diketahui dengan melakukan survey. Dalam survey, konsumen dapat
dinyatakan secara langsung mengenai kepuasan mereka dan tingkat kepuasan mereka
setelah menggunakan produk atau jasa.
2.4 Word Of Mouth
2.4.1 Word of Mouth Marketing
Word of Mouth dalam bahasa Indonesia disebut juga berita dari mulut ke mulut.
Word of Mouth merujuk pada komunikasi lisan mengenai berbagai produk dengan
teman, keluarga, dan rekan sejawat. Word of Mouth merupakan salah satu cara
menyebarkan desas-desus (buzz) Rosen (dalam Sembiring 2009:27).
Menurut Word of Mouth Marketing Association (WOMMA), word of mouth
merupakan usaha pemasaran yang memicu konsumen untuk membicarakan,
mempromosikan, merekomendasikan dan menjual atau merek kepada pelanggan serta
calon konsumen lain.
26
Menurut Silverman (dalam Hakim, 2009:33), word of mouth adalah : “… is
communication about products and services between people who are perceived to be
independent of the company providing the product or services, in a medium perceived to
be independent of the company.” Artinya , word of mouth adalah komunikasi mengenai
produk dan jasa diantara orang-orang yang dipersepsikan independent, bukan
merupakan bagian dari perusahaan dalam hal penyediaan produk dan jasa, dan bukan
didalam jalur komunikasi/media yang disediakan perusahaan.
Mowen dan Minor (dalam Hakim, 2009:33) menjelaskan bahwa : “word of mouth
communication refers to an exchange comments, thoughts, or ideas between two or
more consumers, none of whom represent a marketing source.” Maksudnya : komunikasi
word of mouth merujuk kepada sebuah pertukaran, dapat berupa komentar/kritik, buah
pikiran/gagasan, atau ide diantara dua konsumen atau lebih, dan mereka tidak mewakili
perusahaan dalam penyediaan sumber (informasi/berita) yang berhubungan dengan
kegiatan/aktifitas pemasaran.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, disimpulkan bahwa word of mouth
merupakan bagian dari komunikasi personal yang informal, yang disampaikan oleh
sesama konsumen atau orang lain selain organisasi, didasarkan pada pengalaman jasa
yang diterimanya dalam hal penggunaan produk dan layanan tertentu dimana dapat
berupa ide, komentar/opini, saran ataupun rekomendasi yang diharapkan dapat bersifat
positif sehingga berguna bagi pihak organisasi.
2.4.2 Word Of Mouth dalam Perilaku Konsumen
Word of mouth dapat dengan cepat diterima oleh pelanggan karena yang
menyampaikan adalah seseorang yang terpercaya seperti pakar, teman, keluarga, dan
publikasi media massa. Word of mouth juga cepat diterima sebagai referensi karena
27
pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau belum
dirasakan sendiri (Tjiptono, dalam Hakim, 2009:35).
Walaupun komunikasi word of mouth sangatlah efektif dalam mengenalkan
sebuah produk atau layanan jasa, namun faktanya komunikasi informal ini sulit untuk
dikontrol terkait pendapat negative berupa rumor yang tidak benar yang dapat dengan
cepat menyebar luas (Schiffman dan Kanuk, dalam Hakim, 2009:35)
Zheithaml dan Bitner (dalam Hakim, 2009:35) juga menyebutkan bahwa word of
mouth merupakan salah satu komponen dari desired-service, yang dikatakan sebagai
factor yang kurang dapat dikendalikan.
2.4.3 Filosofi Word of Mouth Marketing
Hasan (2010:29) Word Of mouth marketing adalah sebuah percakapan yang
didesain secara online maupun offline memiliki multiple effect, horizontal dan mutasional.
Struktur dialog dan percakapan yang baik bersumber dari advokasi merek aktual dan
orang-orang (rekomender) bersedia pergi dari satu tempat ke tempat yang lain (offline)
untuk berbagi pendapat, pengalaman, atau antusiasme mereka tentang suatu produk.
Alasan yang begitu kuat dalam WOM adalah percakapan timbal balik, yang tidak dapat
ditemukan dengan ratusan pesan lain dalam folder konvensional perusahaan. Filosofi
dasar word of mouth marketing ini adalah :
• Keberlanjutan suara pelanggan, bukan suara perusahaan/owner/marketer
• Alami, asli, proses jujur bukan buatan dan juga manipulasi
• Konsumen mencari sumber informasi bukan perusahaan/owner/marketer
• Konsumen berbicara tentang produk, layanan, atau merek dan mereka telah memiliki
pengalaman.
28
2.4.4 Strategi Merangsang Word of Mouth
Hasan (2010:254) Word of mouth Marketing merupakan jenis pemasaran yang
paling disukai oleh perusahaan. Pelanggan membicarakan brand kepada keluarga dan
kerabatnya. Sementara itu, perusahaan tidak perlu mengeluarkan anggaran iklan sampai
triliunan rupiah. Padahal yang benar adalah fokus meningkatkan kualitas produk, dan
layanan yang mampu memberikan pelanggan pengalaman yang luar biasa, justru akan
merangsang terjadinya buzzing WoM, itulah yang dapat menjadikan brand produk atau
perusahaan makin hari makin tambah booming. Strategi untuk merangsang terjadinya
WoM, sebagai berikut :
1. Mendalami Prilaku Konsumen
Tanyakan pada pelanggan mengenai hubungan antara produk/layanan dengan
mereka : apa yang mereka beli, motivasinya, lalu apa yang mereka rekomendasikan
kepada temannya. Selain itu, tanyakan juga sosial medianya, misalnya apakah chat
room, twitter, facebook, blog atau lainnya. Dengan demikian, maka marketer akan
memahami value utama dimata pelanggan mengenai produk/layanan yang
ditawarkan.
2. Bantu Membuat Tulisan
Pelanggan juga perlu distimulasi untuk menulis, dan mungkin butuh bantuan lebih
untuk merangkai kata-kata. Sehingga, marketer mungkin dapat mengajarkan kepada
pelanggan bagaimana menuliskan sebuah review, dan menjelaskan keunikan dari
perusahaan.
3. Memupuk Rasa Memiliki
Orang biasanya sering melibatkan diri dengan produk/layanan yang mereka sukai.
Marketer dapat meminta arahan atau masukkan kepada sekelompok pelanggan
terkait dengan sejumlah inisiatif maupun langkah pemasaran. Ini akan memberikan
29
sense of belonging kepada pelanggan terhadap perusahaan, sehingga otomatis
mereka menjadi advocad bagi produk atau perusahaan.
4. Membuat Bahan Publikasi
Pelanggan biasanya punya pengalaman unik ataupun testimonial mengenai produk.
Marketer dapat memanfaatkannya dengan cara merekamnya lewat video, melakukan
wawancara dengan pelanggan terkait pengalamannya. Ini merupakan pengalaman
original yang berharga atau selenggarakan customer gathering dimana pelanggan
bisa saling sharing mengenai pengalamannya dengan brand yang sedang atau akan
ditawarkan.
5. Memberi Kejutan
Memberikan kejutan kepada pelanggan, kejutan ini bisa apa saja, berupa pelayanan
yang tidak mereka perkirakan, hingga recovery yang jauh melampaui ekspektasi
mereka. Intinya adalah memberikan suatu pengalaman pelanggan yang tidak
terlupakan, dan mendorong mereka untuk berbicara. Contohnya adalah pelanggan
yang dikirimi sepatu baru, belum sampai 24 jam setelah ia menelpon ke gerai sepatu
karena sepatu yang dipesannya terlalu kecil.
6. Memberi Reward
Ketika pelanggan melakukan word of mouth yang hasilnya memuaskan, maka
berikan apresiasi kepada mereka. Misalnya salah seorang teman yang pernah
memperoleh hadiah dari sebuah perusahaan karena memuat sebuah artikel
mengenai produknya di blog. Selain itu, reward juga bisa disediakan sebagai pemicu,
misalnya menyelenggarakan kontes. Kontes yang sedang marak sekarang adalah
meminta pelanggan untuk menuliskan pengalamannya dengan suatu produk, dan
perusahaan menyediakan sejumlah hadiah untuk pengalaman terbaik. Atau dalam
bentuk “feed” bisnis bagi pelanggan setia dengan lebih banyak informasi tentang
produk-produk yang ditawarkan melalui email, newsletter electronic, brosur, dan
30
undangan khusus untuk makan siang yang sekarang ini sering dilakukan industri
jasa.
7. Menciptakan Produk Yang Unik
Untuk menarik perhatian pelanggan dan berpotensi membuat mereka berbicara
tentang hal itu dengan teman-teman, kerabat, dan kolega. Orang biasanya berbicara
tentang hal yang menarik dan produk baru.
8. Mencari Pemimpin Opini Untuk Berbicara Tentang Produk
Ketika orang-orang berulang kali menelpon perusahaan untuk meminta informasi
atau mereka yang mengunjungi perusahaan secara teratur untuk mendapatkan
informasi terbaru tentang produk. Orang-orang ini biasanya didorong oleh rasa ingin
tahu, seorang inovator, aktivitis dan idulgensi. Ini merupakan sebuah peluang bagi
marketer untuk melacak dan merekrut mereka. Karakteristik ini membuat mereka
menjadi trendsetter mengenai produk. Riset menemukan 60% pendapat leaders
berpengaruh terhadap keputusan membeli, dalam beberapa kelompok sangat
penting perannya dalam penyebaran WoM dan lebih terarah pada sasaran produk.
9. Identifikasi Pelanggan Yang Melakukan Pembicaraan
Jika seseorang pelanggan mengirim pujian ke perusahaan, tindakan yang harus
diambil adalah tunjukkan perhatian perusahaan kepada mereka, beri penghargaan
karena pujian itu, bisa dalam tawaran diskon produk atau hosting peristiwa khusus
yang terkait untuk memiliki produk, kembangkan tema-tema khusus untuk
merangsang minat pelanggan lebih jauh, serta sampaikan surat ucapan terima kasih,
karena mereka telah meningkatkan kesan positif tentang bisnis yang kita jalankan.
10. Gunakan Strategi Ofensif
Mengidentifikasi aktifitas-aktifitas yang merangsang rekomendasi positif, sangat
penting dalam penggunaan strategi ofensif . buatlah pengunjung merasa betah
(dihotel misalnya) dengan memproviding wilayah yang nyaman dan memungkinkan
31
para tamu untuk merasa seolah-olah ada dirumah sendiri. Lebih khusus lagi, buat
ruang film dimana para tamu dapat menikmati film preferensi mereka dan pada saat
yang sama sediakan swalayan dengan minuman, popcorn dan makanan ringan
lainnya. Differensiasi elemen-elemen ini (baru atau menyenangkan bagi pengunjung)
akan membuat mereka berbicara kepada teman-temannya tentang pengalaman
yang sangat menyenangkan itu.
11. Merangsang Pengetahuan Produk dan Layanan
Marketer dapat secara teratur melakukan ujian kedekatan atau keakraban para
pelanggan dengan perusahaan. Pertanyaan berkisar pada hal-hal yang ringan,
misalnya bagaimana sebaiknya atau apakah perlu dilakukan pelatihan atau
pendidikan ulang pada karyawan, kinerja bisnis, pelayanan, bagaimana perusahaan
menangani masalah-masalah layanan produk dimasa lalu. Jangan lupa beri hadiah
(walaupun hanya kecil) bagi mereka yang menjawab sebuah pertanyaan dengan
benar.
12. Selesaikan Keluhan dengan Baik
Menangani keluhan dengan cepat, tuntas dan memuaskan dapat mengubah mereka
menjadi pendukung, advokasi dan memberitahu orang lain, lebih dari dapat
mempertahankan pelanggan dalam jangka panjang. Mengabaikan keluhan, tidak
berarti hanya kehilangan satu orang pelanggan, tetapi juga menyebarkan pesan
negatif kepada orang lain (contoh Rp. 50.000).
13. Puaskan Semua Pertanyaan
Email yang tidak terjawab tak peduli betapa tidak signifikan isinya akan menciptakan
ketidak puasan pelanggan, mereka akan menyebarkan WoM negatif. Sebagai contoh,
sebuah biro perjalanan menerima email dari calon pelanggan yang bertanya tentang
jam kerja atau sejenisnya. Email yang belum dijawab menjadi sumber potensial
penyebaran informasi negatif.
32
Dalam Sembiring (2009,p28) Word of Mouth dapat menjadi sesuatu yang
menguntungkan atau malah mendatangkan masalah. Oleh karena itu menurut
sifatnya word of mouth dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Word of Mouth positif (Positive Word of Mouth / PWOM)
Yaitu bentuk word of mouth yang dapat timbul manakala produk yang sudah
dikonsumsi berhasil memuaskan konsumennya. Konsumen yang sudah
terpuaskan belum tentu akan menceritakannya kepada orang lain. Word of
Mouth positif baru akan muncul dari suatu pengalaman yang dianggap luar biasa
oleh konsumen, yang pada saat itu tingkat kepuasan emosionalnya tinggi.
Artinya apa yang diperoleh konsumen setelah transaksi lebih tinggi dari
harapannya. Sehingga tanpa diminta konsumen akan menceritakan pengalaman
yang dirasakan kepada orang terdekatnya. Dalam Hospitality Management hal ini
disebut juga emotional satisfaction yaitu kepuasan yang muncul karena emosi
terhadap kualitas.
b. Word of Mouth negative (Negative Word of Mouth / NWOM)
Yaitu bentuk word of mouth yang dapat timbul manakala produk yang
dikonsumsi ternyata mengecewakan. Merupakan suatu fenomena yang paling
ditakutkan perusahaan karena seorang konsumen yang kecewa akan berbicara,
tidak hanya ke orang-orang terdekatnya saja. Konsumen akan berusaha
menyampaikan kekecewaannya ke sebanyak mungkin orang.
Sedangkan menurut Word of Mouth Marketing Association (WOMMA) dalam
MIX terdapat dua kategori word of mouth dalam Sembiring (2009,p29) yaitu :
1. Organic Word of Mouth
Terjadi ketika seorang konsumen merasa sangat puas dengan kinerja dari
produk ataupun layanan sehingga berkeinginan untuk berbagi pengalaman dan
33
informasi kepada teman-temannya. Ini menandakan pentingnya kepuasan
pelanggan (customer satisfaction).
2. Amplified word of mouth
Terjadi ketika pemasar merencanakan dan merancang suatu kampanye
pemasaran yang ditujukan untuk mempercepat word of mouth baik pada
komunitas yang telah ada maupun yang baru.
Word of Mouth berawal dari suatu bentuk yang timbul secara alamiah dan
tidak dideain oleh perusahaan juga pemasar. Word of Mouth tersebut timbul karena
keunggulan produk. Belakangan word of mouth ditujukan untuk menggantikan
program komunikasi pemasaran konvensional seperti iklan yang kian kehilangan
kredibilitasnya.
2.4.5 Rahasia sukses Word of Mouth
a) Percakapan langsung
Riset membuktikan bahwa manusia akan lebih tergerak dengan adanya rangsangan
audio jika dibandingkan dengan rangsangan visual. Seseorang akan lebih mampu
mengingat dengan jelas apa yang didengar disbanding apa yang dilihat. Karena
alasan inilah sehingga percakapan langsung dengan konsumen akan memberikan
rangsangan yang lebih baik jika dibandingkan dengan penyampaian secara visual.
b) Kredibilitas dan Komunikasi Informal
Konsumen akan lebih percaya mengenai kualitas suatu produk atau merek jika yang
mengatakan adalah kerabat atau sahabatnya karena mereka tidak berbicara dalam
kapasitas seorang professional perusahaan, tetapi cenderung sebagai teman. Ini
berlangsung dalam bentuk komunikasi informal. Kerabat ataupun sahabat selalu
34
berupaya menjaga nama baik mereka, sehingga informasi yang mereka berikan
cenderung jujur, relevan dan dapat dipercaya.
Menurut Rosen dalam Sembiring (2009,p30) tiga alasan yang membuat word of
mouth menjadi begitu penting :
1) Kebisingan (noise)
Para calon konsumen hampir tidak dapat mendengar karena banyak kebisingan yang
dilihatnya diberbagai media setiap hari. Mereka bingung sehingga untuk melindungi
diri, mereka menyaring sebagian besar pesan yang berjejalan dari media massa.
Sebenarnya mereka cenderung lebih mendengarkan apa yang dikatakan orang atau
kelompok yang menjadi rujukan seperti teman-teman atau keluarga.
2) Keraguan (skepticism)
Para calon konsumen umumnya bersikap skeptic ataupun meragukan kebenaran
informasi yang diterimanya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kekecewaan yang
dialami konsumen saat harapannya ternyata tidak sesuai dengan kenyataan disaat
mengkonsumsi produk. Dalam kondisi ini, konsumen akan berpaling ke teman
ataupun orang yang bisa dipercaya untuk mendapatkan produk yang mampu
memuaskan kebutuhannya.
3) Keterhubungan (connectivity)
Kenyataan bahwa para konsumen selalu berinteraksi dan berkomunikasi satu dengan
yang lain, mereka saling berkomentar mengenai produk yang dibeli ataupun bahkan
bergosip mengenai persoalan lain. Dalam interaksi ini sering terjadi dialog tentang
produk seperti pengalaman mereka menggunakan produk.
35
2.5.6 Indikator Word of Mouth
Mengutip dari jurnal Modeling Customer Satisfaction and Word of Mouth :
Restaurant Patronage in Korea, J. Babin, Ki lee, Ju kim dan Griffin (2005:133-139).
Indikator word of mouth adalah sebagai berikut :
1) Customer akan mengatakan hal positif terhadap cafe
2) Customer akan merekomendasikan mengenai cafe kepada orang lain yang meminta
saran
3) Customer akan mendorong teman atau kerabat dekat untuk mengunjungi cafe
2.5 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa
hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah penulis baca diantaranya :
2.5.1 Hubungan antara Experiential Marketing dengan Kepuasan Konsumen
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chou You-Ming, 2010, dengan judul “
Study on The Impacts Of Experiential Marketing and Customers’ Satisfaction Based on
Relationship Quality”, hubungan antara Experiential Marketing dan kepuasan konsumen
pada tahun 2003, yuan yi-hua (2003) membahas bahwa riset tentang experiential
marketing, experiential value dan customers’ satisfaction dibuat pada studi tiga
perusahaan yaitu Eslite Bookstore, Sturbucks Coffee dan IKEA, di mana experiential
marketing bekerja dengan baik. hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga perusahaan
menggunakan nilai emosi dengan metode sensasi emosi untuk mempengaruhi kepuasan
pelanggan, kualitas pelayanan dengan metode nilai emosi untuk mempengaruhi
kepuasan pelanggan serta dengan fungsi emosi dan nilai fungsi untuk mempengaruhi
kepuasan pelanggan. Dalam Fan Wen-jia (2003) " study on the relationship between
Customer participation, Emotion experience and Customer satisfaction - case study on
starbucks coffee”. Studi tentang hubungan antara partisipasi Pelanggan, pengalaman
36
Emosi dan kepuasan pelanggan - studi kasus pada Starbucks Coffee" dibuat penelitian
mengenai hubungan trilateral antara keterlibatan pelanggan, pengalaman emosi dan
kepuasan pelanggan (Fan Wen- jia, 2003) salah satu hasil penelitian adalah bahwa ada
hubungan positif antara Emotion Experience dan Customers Satisfaction. Dengan
demikian, pengalaman pada Experiential Marketing meningkatkan kepuasan pelanggan
dalam konsumsi. Dengan demikian, penelitian ini mendapatkan asumsi sebagai berikut :
Hipotesis 1 (H1): Experiential Marketing secara signifikan berpengaruh positif
terhadap kepuasan pelanggan
Penelitian yang dilakukan oleh Christina Rahardja Honantha dan Dudi Anandya
(Doctor Candidate), 2010, dengan judul Experiential Marketing, Customer Satisfaction
and Behavioral Intention at Timezone Game Center Surabaya. Menyatakan bahwa,
Ekonomi Pengalaman sekarang mempengaruhi perkembangan ekonomi dan nilai
pelanggan akan meningkat, apakah perusahaan menawarkan pengalaman yang
mengesankan, kemudian Experiential Marketing memfokuskan pada pengalaman
pelanggan dari sense, feel, think, act dan relate, kemudian menyimpulkan pelanggan
sebagai pengambil keputusan afektif. Ada kurangnya penelitian pada respon emosional
dari perusahaan jasa, dan penelitian ini diarahkan untuk mengisi kesenjangan. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemasaran pengalaman pada kepuasan
pelanggan, pengaruh pengalaman pemasaran pada niat perilaku, dan pengaruh
kepuasan pelanggan terhadap niat perilaku di Time Zona pusat permainan Surabaya.
Data dianalisis dengan model persamaan struktural (SEM) dengan AMOS 4.0. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hipotesis satu diterima, pemasaran pengalaman
mempengaruhi kepuasan pelanggan di Time Zone, hipotesis dua juga diterima,
pemasaran pengalaman mempengaruhi niat perilaku pelanggan Zona waktu, tetapi tiga
37
hipotesis ditolak, kepuasan pelanggan tidak mempengaruhi intensi perilaku di game
center Time Zone Surabaya
2.5.2 Hubungan antara Experiential Marketing dengan Word of Mouth
Penelitian yang dilakukan oleh Mei-Yu Chiu, 2007, dengan judul “ The Effect of
Experiential Marketing from Nintendo Wii and Flow on Customer Perceived Value and
Word of mouth Communication.” Pada tahun 2006, Nintendo mempromosikan permainan
video baru, yaitu wii di jepang. Ketika Wii memasuki pasar, Wii bisa menciptakan
semangat massa besar di Jepang dan pasar Amerika Utara sebagai game mekanik. Para
pemain memberikan kesan mereka dan memuji semangat masyarakat dalam website
game komputer dan blog. Di Taiwan, game online juga telah dipengaruhi oleh Wii dan
banyak berkembang game sporty. Penelitian ini membedakan antara pengalaman pribadi
dan pengalaman inter-aktif. Ini adalah pertama kalinya untuk fokus pada Nintendo Wii
dengan pengalaman riset pemasaran. Adapun tujuan utama harus mengevaluasi perilaku
konsumen yang telah dipengaruhi oleh experiential marketing, dan teori studi aliran
untuk menjelaskan hubungan antara experiential marketing dan perilaku konsumen.
Selain itu, asosiasi bisa memahami experiential marketing apapun jika kita memutar
untuk mengevaluasi nilai yang dirasakan konsumen dan komunikasi word of mouth
dengan teori aliran. Data primer dikumpulkan langsung dari responden yang adalah
pemain Nintendo Wii dan pengguna internet. kuesioner ini telah diposting di Bahamut
dan Wii Yahoo group sehingga mereka bisa menjawab kuesioner langsung. Ada 300
non-probabilitas sampling. Untuk mengevaluasi hasil ini, dapat menemukan:
1. Personal experience marketing akan mempengaruhi nilai yang dirasakan konsumen
secara langsung, tidak melalui aliran.
2. Interaksi experience marketing akan berpengaruh pada aliran dan komunikasi word
of mouth secara langsung.
38
3. Interaksi pemasaran akan berefek tidak langsung dirasakan konsumen melalui nilai
aliran.
4. Personal experience marketing akan mempengaruhi nilai yang dirasakan konsumen
dan akan melangkah lebih lanjut untuk mempengaruhi word of mouth
communication.
2.5.3 Hubungan antara Customer Satisfaction dengan Word of Mouth
Penelitian yang dilakukan oleh Erida, 2009, dengan judul “Pengaruh Kepuasan
Konsumen dan Insentif terhadap Perilaku WOM (Word of Mouth) Konsumen Jasa
Angkutan Penumpang Bis Antar Kota Antar Propinsi Kelas Eksekutif Di Bandung.”
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kepuasan konsumen, respon mereka
terhadap program insentif, dan pengaruh kepuasan konsumen dan insentif pada perilaku
word-of-mulut di layanan kelas eksekutif bus antar kota di Bandung. Penelitian dilakukan
pada 152 bus antarkota konsumen layanan kelas eksekutif lima Bus Perusahaan
melayani Bandung-Palembang sebagai sampel penelitian dengan menggunakan teknik
Judgment Sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner juga digunakan
wawancara dan observasi. Data yang dikumpulkan dinilai menggunakan skala tujuh point
dan dianalisis dengan metode Hasil 'Faktor Analisis Varians. "penelitian menunjukkan
bahwa, rata-rata, pelayanan yang diberikan oleh lima layanan bus antarkota kelas
eksekutif perusahaan, terutama dilayani Bandung-Palembang yang memuaskan
konsumen. Sama seperti, program insentif memperoleh tanggapan positif dari
konsumen. Ada pengaruh utama yang signifikan untuk kepuasan pada kemungkinan
untuk menghasilkan WOM (L-WOM, Fh = 10.808), yang favorability WOM yang
dihasilkan (F-WOM, Fh = 316.832), dan kemungkinan untuk membuat rekomendasi
pembelian (Kenalkan, Fh = 214.205). Sementara, ada pengaruh utama yang signifikan
dari insentif di L-WOM (Fh = 76.049), F-WOM (Fh = 126.509), dan Kenalkan (Fh =
39
101.329). efek utama Insentif pada WOM diuji berdasarkan respon konsumen terhadap
program insentif, memperkuat kesimpulan bahwa insentif saja berpengaruh pada
perilaku word of mouth. A menemukan lebih lanjut adalah efek interaksi yang signifikan
antara kepuasan dan insentif pada L-WOM (Fh = 6887), F-WOM (Fh = 9.975), dan
kemungkinan untuk membuat rekomendasi pembelian (Fh = 11.381). Insentif yang
ditampilkan untuk menjadi katalis yang efektif untuk mengurangi perilaku negatif WOM
tidak puas konsumen, serta meningkatkan perilaku positif WOM konsumen puas.
40
2.6 Kerangka Pemikiran
Untuk lebih jelasnya model hubungan yang akan diteliti dapat diperhatikan pada
kerangka pemikiran berikut :
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber : Penyusun
X
Experiential Marketing
Y
Customer Satisfaction
Z Word of Mouth
SEM
41
2.7 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2009,p93), hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
pada teori relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan.
Ho : Tidak ada pengaruh atau hubungan antar variabel
Ha : Terdapat pengaruh atau hubungan antar variabel
Berdasarkan teori permasalahan yang diajukan dan tujuan penelitian serta tinjauan
pustaka, maka kesimpulan sementara yang diambil adalah sebagai berikut :
Uji pengaruh variabel X (Experiential Marketing) dengan variabel Y
(Customer Satisfaction)
Ho : variabel X (Experiential Marketing) tidak berpengaruh secara signifikan
dengan variabel Y (Customer Satisfaction)
Ha : variabel X (Experiential Marketing) berpengaruh secara signifikan dengan
variabel Y (Customer Satisfaction)
Uji pengaruh variabel X (Experiential Marketing) dengan variabel Z (Word
of Mouth)
Ho : variabel X (Experiential Marketing) tidak berpengaruh secara signifikan
dengan variabel Z (Word of Mouth)
Ha : variabel X (Experiential Marketing) berpengaruh secara signifikan dengan
variabel Z (Word of Mouth)
Uji pengaruh variabel Y (Customer Satisfaction) dengan variabel Z (Word
of Mouth)
Ho : variabel Y (Customer Satisfaction) tidak berpengaruh secara signifikan
dengan variabel Z (Word of Mouth)
42
Ha : variabel Y (Customer Satisfaction) berpengaruh secara signifikan dengan
variabel Z (Word of Mouth)
Uji pengaruh antara X (Experiential Marketing) dengan Z (Word of Mouth)
dengan dimediasi Y (Customer Satisfaction)
Ho : Variabel Y (Customer Satisfaction) tidak memediasi pengaruh antara X
(Experiential Marketing) dengan variable Z (Word of Mouth)
Ha : Variabel Y (Customer Satisfaction) memediasi pengaruh antara X
(Experiential Marketing) dengan variable Z (Word of Mouth)