X-presus Pneumoperitoneum

23
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651 IDENTITAS Nama : Ny.B Ruang : Cempaka Umur : 60 tahun Nama Lengkap : Ny.B Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 60 Tahun Agama : Islam Alamat : Jetis, Temanggung Kunjungan RS tanggal : 15 Desember 2015 Dokter yang merawat : dr.Endy, Sp.B KELUHAN UTAMA : tidak bisa BAB dan kentut 1. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSUD Temanggung dengan rujukan dari dokter pribadi dengan diagnosis ileus paralitik, pasien mengeluh satu hari yang lalu sudah tidak bisa BAB dan kentut, mual (+), muntah (+) > 5x, nyeri perut (+), lemas (+), nyeri dada (-), demam(-) 2. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan kondisi sekarang (-) 3. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan keluhan pasien saat ini. PEMERIKSAAN FISIK KU : Lemas Kesadaran : Compos Mentis Vital Sign : Tekanan darah = 190/100 mmHg RM.01.

description

Radiology

Transcript of X-presus Pneumoperitoneum

Page 1: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

IDENTITAS Nama : Ny.B Ruang : CempakaUmur : 60 tahun

Nama Lengkap : Ny.B Jenis Kelamin : PerempuanUmur : 60 TahunAgama : IslamAlamat : Jetis, TemanggungKunjungan RS tanggal : 15 Desember 2015Dokter yang merawat : dr.Endy, Sp.B

KELUHAN UTAMA : tidak bisa BAB dan kentut

1. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Temanggung dengan rujukan dari dokter pribadi dengan diagnosis

ileus paralitik, pasien mengeluh satu hari yang lalu sudah tidak bisa BAB dan kentut, mual (+),

muntah (+) > 5x, nyeri perut (+), lemas (+), nyeri dada (-), demam(-)

2. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan kondisi sekarang (-)

3. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan keluhan pasien saat ini.

PEMERIKSAAN FISIK

KU : Lemas

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign : Tekanan darah = 190/100 mmHg

Suhu = 36,7oC

Nadi = 120 x/menit

Respirasi = 20 x/menit

Kepala

Mata : sclera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (+/+),

Thorax

Paru

Inspeksi : Simetris (+/+), retraksi (-/-)

RM.01.

Page 2: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

Palpasi : Ketinggalan gerak (-/-)

Perkusi : Sonor (+/+)

Auskultasi : Suara dasar bronkovaskuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung

Perkusi : Redup

Auskultasi : Suara S1, S2 irama regular

Abdomen

Inspeksi : Cembung

Auskultasi : BU(-)

Palpasi : nyeri tekan (+)

Ekstremitas

Akral dingin oedem- -

- -

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah lengkap

Hemoglobin 12,4 g/dL

Angka Leukosit 14,0 ribu /uL (H)

Angka Eritrosit 5,09 juta /uL

Angka Trombosit 633 ribu /uL (H)

Ureum 37,6 mg/dL

Kreatinin 0,7 mg/dL

Asam Urat 6,9 mg/uL (H)

Kolesterol total 209 mg/dL (borderline high)

X-Foto BNO 3 posisi

RM.02.

- -

- -

Page 3: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

AP setengah duduk

LLD

RM.03.

Page 4: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

AP supine

X-Foto BNO 3 posisi, kondisi cukup

Kesan :

- Tampak gambaran pneumoperitoneum

- Lesi opak kecil di proyeksi rend extra curiga nefrolithiasis

- Spondilosis lumbalis

RM.04.

Page 5: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

PEMBAHASAN

A. Definisi Pneumoperitoneum Pneumoperitoneum adalah adanya udara bebas dalam ruang peritoneum yang biasanya terkait dengan perforasi dari usus kecil B. Anatomi Peritoneum Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron di daerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus salingmendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritoneum.Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu : 1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa). 2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis. 3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Pada beberapa tempat, peritoneum visceral dan mesenterium dorsal mendekati peritoneum dorsal dan terjadi perlekatan. Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai alat-alat penggantung, dan akhirnya berada disebelah dorsal peritoneum sehingga disebut retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih mempunyai alat penggantung terletak di dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh peritoneum parietal.Rongga tersebut disebut cavum peritonei, dengan demikian :1. Duodenum terletak retroperitoneal; 2. Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium; 3. Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal; 4. Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat penggantung disebut mesocolon transversum;

RM.05.

Page 6: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

5. Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung mesosigmoideum; cecum terletak intraperitoneal; 6. Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium. C. Etiologi Pneumoperitoneum Penyebab pneumoperitoneum sangat banyak dan bervariasi tergantung pada usia. Pada neonatus, penyebab yang paling mungkin adalah perforasi lambung sekunder enterocolitis necrotizing atau obstruksi usus.. Selain itu, mungkin ada penyebab iatrogenik, seperti perforasi dari tabung nasogastrik atau dari ventilasi mekanis.

Pada bayi yang lebih tua dan anak-anak, penyebab terbanyak adalah trauma tumpul dengan pecahnya viskus berongga, trauma penetrasi, perforasi saluran pencernaan (dari ulkus lambung atau duodenum, ulkus stres, kolitis ulseratif dengan megakolon toksik, penyakit Crohns, obstruksi usus), pengobatan steroid, infeksi pada peritoneum dengan organisme gas membentuk atau pecahnya abses, atau mungkin karena masalah dada seperti pneumomediastinum. Penyebab utama terjadinya pneumoperitoneum adalah :1. Ruptur viskus berongga (yaitu perforasi ulkus peptikum, necrotizing enterocolitis, megakolon toksik, penyakit usus inflamasi) 2. Faktor iatrogenik (yaitu pembedahan perut terakhir, trauma abdomen, perforasi endoskopi, dialisis peritoneal, paracentesis) 3. Infeksi rongga peritoneum dengan organisme membentuk gas dan atau pecahnya abses yang berdekatan 4. Pneumatosis intestinalis

Tabel 1. Penyebab pneumoperitoneumPneumoperitoneum dengan peritonitis - Perforated viskus - Necrotizing enterocolitis - Infark usus - Cedera perutPneumoperitoneum tanpa peritonitis 1. Thoracic

- Ventilasi tekanan positif - Pneumomediastinum/pneumotoraks - Penyakit saluran napas obstruktif kronik - Asma

2. Abdomen

- Pasca laparotomi - Pneumatosis cystoides coli/ intestinalis - Divertikulosis jejunum - Endoskopi - Paracentesis/peritoneal dialisis / laparoskopi - Transplantasi sumsum tulang

3. Female pelvis

- Instrumentasi (mishysterosalpingography,Uji Rubin) - Pemeriksaan panggul (esp. post-partum) - Post-partum - Oro-genital intercourse

RM.06.

Page 7: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

- Vagina douching - Senggama

D. Patofisiologi Pneumoperitoneum Prinsip terjadinya respon patofisiologis ini adalah peningkatan resistensi vaskular sistemik (SVR), tekanan pengisian miokardium, dengan perubahan yang kecil dari frekuensi denyut jantung (HR). Pneumoperitoneum menyebabkan perubahan hemodinamik yang lebih besar karena meningkatnya SVR sehingga meningkatkan afterload, akhirnya akan menurunkan cardiac output.Pneumoperitoneum juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen yang berhubungan dengan penekanan pembuluh darah vena yang awalnya menyebabkan peningkatan preload sesaat diikuti secara perlahan dengan penurunan preload. Penekanan pembuluh darah arteri meningkatkan afterload dan biasanya secara nyata mengakibatkan peningkatan SVR. Pneumoperitoneum dapat menyebabkan stimulasi sistem syaraf simpatis dan menstimulasi pengeluaran katekolamin yang akan menstimulasi fungsi renin dan aldosteron. Peningkatan 4 kali lipat pada konsentrasi rennin dan aldosteron berhubungan dengan peningkatan MAP. Katekolamin, sistem renin angiotensin dan khususnya vasopressin semua dikeluarkan selama pneumoperitoneum dan mempunyai andil dalam meningkatkan afterload. Pada pneumoperitoneum, fungsi dan komplians paru menurun dan dapat menyebabkan hipoksemia. E. Gejala Klinis Manifestasi klinis tergantung pada penyebab pneumoperitoneum. Penyebab yang ringan biasanya gejalanya asimtomatik, tetapi pasien mungkin mengalami nyeri perut samar akibat perforasi viskus perut, tergantung pada perkembangan selanjutnya bisa berupa peritonitis..Tanda dan gejala berbagai penyebab perforasi peritoneum mungkin seperti kaku perut, tidak ada bising usus, nyeri epigastrium atau jatuh pada kondisi shock yang parah. F. Diagnosis Temuan gas bebas intraperitoneal biasanya diasosiasikan dengan perforasi dari viskus berongga dan membutuhkan intervensi bedah dengan segera. anamnesis menyeluruh dan pemeriksaan fisik tetap yang paling penting dalam menegakkan diagnosa pneumoperitoneum. Cara terbaik untuk mendiagnosis udara bebas adalah dengan cara foto polos Thorax erect. Udara akan terlihat tepat di bawah hemidiaphragma, sela antara diafragma dan hati. Jika foto polos Thorax erect tidak dapat dilakukan, maka pasien ditempatkan di sisi kanan posisi dekubitus dan udara dapat dilihat sela antara hati dan dinding perut. Foto polos, jika benar dilakukan, dapat mendiagnosa udara bebas di peritoneum. Computed Tomography bahkan lebih sensitif dalam diagnosis pneumoperitoneum.CT dianggap sebagai standar kriteria dalam penilaian pneumoperitoneum.CT dapat memvisualisasikan jumlah ≥5 cm³ udara atau gas.

G. Pencitraan 1) Gambaran foto polos radiologis Teknik radiografi yang optimal penting pada kecurigaan preforasi abdomen. Paling tidak diambil 2 foto , meliputi foto abdomen posisi supine dan foto Thorax posisi erect atau left lateral dekubitus. Udara bebas walaupun dalam jumlah yang sedikit dapat terdeteksi pada foto polos. Pasien tetap berada pada posisi tersebut selama 5-10 menit sebelum foto diambil.

RM.07.

Page 8: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

Gambar 2. Foto abdomen posisi supine, foto dada posisi erect dan left lateraldekubitus (LLD) Pada foto polos abdomen atau foto toraks posisi erect, terdapat gambaran udara (radiolusen) berupa daerah berbentuk bulan sabit (Semilunar Shadow) diantara diafragma kanan dan hepar atau diafragma kiri dan lien. Juga bisa tampak area lusen bentuk oval (perihepatik) di anterior hepar. Pada posisi lateral dekubitus kiri, didapatkan radiolusen antara batas lateral kanan dari hepar dan permukaan peritoneum. Pada posisi lateral dekubitus kanan, tampak Triangular Signseperti segitiga yang kecil-kecil dan berjumlah banyak karena pada posisi miring udara cenderung bergerak ke atas sehingga udara mengisi ruang-ruang di antara incisura dan dinding abdomen lateral. Pada proyeksi abdomen supine, berbagai gambaran radiologi dapat terlihat yang meliputi Falciform Ligament Sign dan Rigler`S Sign. Proyeksi yang paling baik adalah lateral dekubitus kiri,rujuk gambar 3, dimana udara bebas dapat terlihat antara batas lateral kanan dari hepar dan permukaan peritoneum. Posisi ini dapat digunakan untuk setiap pasien yang sangat kesakitan.

RM.08.

Page 9: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

Gambar 3. Kiri: Posisi Lateral dekunitus kiri. Terdapat udara bebas diantara dinding abdomen dengan hepar (panah putih). Ada cairan bebas di rongga peritoneum (panah hitam). Kanan: Gambaran linier (anterior subhepatic space air)

Gambar 4. Kiri: Foto posterior subhepatic space air (Morrison’s pouch, gambaran triangular). Kanan: Foto anterior ke permukaan ventral dari hepar Tanda peritoneum pada foto polos diklasifikasikan menjadi pneumoperitoneum dalam jumlah kecil dan pneumoperitoneum dalam jumlah besar yang dengan >1000 mL udara bebas. Gambaran pneumoperitoneum dengan udara dalam jumlah besar antara lain:

RM.09.

Page 10: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

a) Football Sign,yang biasanya menggambarkan pengumpulan udara di dalam kantung dalam jumlah besar sehingga udara tampak membungkus seluruh kavum abdomen, mengelilingi ligamen falsiformis sehingga memberi jejak seperti gambaran bola kaki.

b) Gas-Relief Sign, Rigler Sign, dan Double Wall Sign yang memvisualisasikan dinding terluar lingkaran usus disebabkan udara di luar lingkaran usus dan udara normal intralumen.

c) Urachus merupakan refleksi peritoneal vestigial yang biasanya tidak terlihat pada foto polos abdomen. Urachus memiliki opasitas yang sama dengan struktur jaringan lunak intraabdomen lainnya, tapi ketika terjadi pneumoperitoneum, udara tampak melapisi urachus. Urachus tampak seperti garis tipis linier di tengah bagian bawah abdomen yang berjalan dari kubah vesika urinaria ke arah kepala. Dasar urachus tampak sedikit lebih tebal daripada apeks.

d) Ligamen umbilical lateral yang mengandung pembuluh darah epigastrik inferior dapat terlihat sebagai huruf ‘V’ terbalik di daerah pelvis sebagai akibat pneumoperitoneum dalam jumlah banyak.

e) Telltale Triangle Signmenggambarkan daerah segitiga udara diantara 2 lingkaran usus dengan dinding abdomen.

f) Udara skrotal dapat terlihat akibat ekstensi intraskrotal peritoneal (melalui prosesus vaginalis yang paten).

g) Cupola Sign mengacu pada akumulasi udara di bawah tendon sentral diafragma.

RM.010.

Page 11: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

h) Udara di dalam sakus kecil dapat terlihat, terutama jika perforasi dinding posterior abdomen

Gambar 7. cupola sign (panah putih) dan lesser sac gas sign (panah hitam)i) Tanda obstruksi usus besar parsial dengan perforasi divertikulum sigmoid dapat terjadi yang

berkaitan dengan tanda pneumoperitoneum.

Udara bebas intraperitoneal tidak terlihat pada sekitar 20-30% yang lebih disebabkan karena standardisasi yang rendah dan teknik yang tidak adekuat. Foto polos abdomen menjadi pencitraan utama pada akut abdomen, termasuk pada perforasi viskus abdomen. Tidak jarang pasien dengan akut abdomen dan dicurigai mengalami perforasi tidak menunjukkan udara bebas pada foto polos abdomen. Diagnosis banding biasanya meliputi kolesistitis akut, pankreatitis, dan perforasi ulkus. Sebagai tambahan pemeriksaan untuk mengopasitaskan saluran cerna, sekitar 50mL kontras

RM.011.

Page 12: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

terlarut air diberikan secara oral atau lewat NGT pada pasien dengan posisi berbaring miring ke kanan. 2) CT (Computed Tomography) Scan CT scan merupakan pemeriksaan standar untuk mendeteksi pneumoperitoneum dikarenakan lebih sensitif dibanding foto polos abdomen, tetapi CT scan tidak selalu dibutuhkan jika dicurigai pneumoperitoneum karena lebih mahal dan memiliki efek radiasi yang besar. CT scan berguna untuk mengidentifikasi udara intraluminal meskipun terdapat dalam jumlah yang minimal, terutama ketika temuan foto polos abdomen tidak spesifik. CT scan tidak terlalu dipengaruhi oleh posisi pasien pada pemeriksaan dan teknik yang digunakan.Kelemahan lain, dengan CT scan sulit untuk melokalisasi perforasi, lagipula adanya udara bebas pada peritoneum merupakan temuan yang nonspesifik, antara lain dapat disebabkan oleh perforasi usus, paska operasi, atau dialisis peritoneal ((Breen et al., 2008). Pada posisi supine, dengan CT Scan udara yang terletak di anterior dapat dibedakan dengan udara di dalam usus. Jika ada perforasi, cairan inflamasi yang bocor juga dapat diamati di dalam peritoneum. Penyebab perforasi kadang dapat didiagnosis dengan CT scan.Pada CT scan, kontras oral digunakan untuk mengopasitaskan lumen saluran pencernaan dan memperlihatkan adanya perforasi. Pemeriksaan kontras dapat mendeteksi adanya ekstravasasi kontras melalui dinding usus yang mengalami perforasi. Tetapi dengan kondisi adanya ulkus duodenum perforasi dengan cepat ditutupi oleh omentum sehingga bisa tidak terjadi ekstravasasi kontras.

Gambar 8. Gambaran udara bebas pada CT scan abdomen

3) Magnetic Resonance Imaging (MRI) Pneumoperitoneum dapat terlihat sebagai area dengan gambaran hipointens pada semua potongan. Pneumoperitoneum dapat secara tidak sengaja ditemukan dengan MRI, karena MRI bukan modalitas pencitraan pertama. Adanya gerakan peristaltis usus dapat mengaburkan gambaran abdomen.

RM.012.

Page 13: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

Gambar 9. Gambaran udara bebas pada peritoneum (panah kuning)

4) USG Pada pencitraan USG, pneumoperitoneum tampak sebagai daerah linier peningkatan ekogenisitas dengan artifak reverberasi atau Distal Ring Down. Pengumpulan udara terlokalisir akibat perforasi usus dapat dideteksi, terutama jika berdekatan dengan abnormalitas lainnya, seperti penebalan dinding usus. Dibandingkan dengan foto polos abdomen, ultrasonografi memiliki keuntungan dalam mendeteksi kelainan lain, seperti cairan bebas intraabdomen dan massa inflamasi.USG tersedia hampir di semua tempat pelayanan kesehatan, lebih murah dibanding CT scan , dan penggunaannya aman terutama pada pasien yang bermasalah terhadap radiasi seperti pada anak-anak, wanita hamil, dan usia reproduktif. Namun, USG sangat tergantung pada kepandaian operator, dan terbatas penggunaannya pada orang obesitas dan udara intra abdomen dalam jumlah besar. USG tidak dipertimbangkan sebagai pemeriksaan definitif untuk menyingkirkan pneumoperitoneum.Gambaran USG pada pneumoperitoneum antara lain bayangan sebuah costa, artifak Ring Down dari paru yang terisi udara dan udara kolon anterior yang berhimpitan dengan hepar. Udara di kuadran kanan atas dapat keliru dengan Kolesistitis Emfisematosa, kalsifikasi Mural, kalsifikasi Vesika Fellea, Vesika Fellea porselen, Adenomiosis, udara di dalam abses, tumor, udara bilier, atau udara di dalam vena porta. Udara intraperitoneal sering sulit dideteksi. Namun, udara bebas dalam jumlah kecil dapat dideteksi dengan pemeriksaan dari anterior atau anterolateral diantara dinding abdomen dan dekat hepar, dimana lingkaran usus biasanya tidak ditemukan. Sulit untuk membedakan udara ekstralumen dengan udara intramural atau intraluminal.

RM.013.

Page 14: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

Gambar 10. Pneumoperitoneum pada USG H. Diagnosis Banding Diagnosis banding pneumoperitoneum:1. Sindrom Chilaiditi Interposisi dari usus (berhimpitnya usus dan hepar) antara hepar dan hemidiaphragm (kanan) hingga menyebabkan terlihat adanya udara yang berada di subphrenik, padahal itu adalah udara yang ada dalam usus besar, ditandai dengan terlihatnya haustra. 2. Subphrenic Abscess Abses Subphrenik adalah dilokalisirnya pengumpulan nanah, biasanya di bawah kanan atau kiri hemi-diaphragm, terdapat akumulasi cairan yang terinfeksi antara diafragma, hepar dan limpa. Perbedaan gambaran udara pada abses subphrenik dan pneumoperitoneum adalah pada foto lateral dekubitus; akan terlihat udara terkumpul dalam suatu kantong abses dan ada air fluid level. 3. Linear atelektasis pada dasar paru Atelektasis adalah runtuhnya sebagian atau penutupan alveoli sehingga pertukaran gas berkurang atau tidak ada.

RM.014.

Page 15: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

Gambar 11. Chilaiditi’s syndrome (kiri), linear atelektasis (kanan) I. Penatalaksanaan dan Prognosis Prinsip tatalaksana dan prognosis tergantung dari penyebab utamanya. Ketika seorang pasien diduga mengalami pneumoperitoneum, langkah pertama dalam pengobatan adalah mencari tahu penyebabnya, untuk pendekatan pengobatan yang tepat. Ini membutuhkan pemeriksaan diagnostik tambahan selain anamnesa pasien. Dalam beberapa kasus, pengobatan konservatif adalah yang terbaik, dengan dokter menunggu dan melihat lebih teliti untuk melihat apakah tubuh pasien mampu menghilangkan gas sendiri. Jika pneumoperitoneum adalah komplikasi dari infeksi, maka operasi untuk memperbaiki masalah ini diperlukan secepat mungkin. Perforasi dan infeksi dengan cepat dapat menyebabkan kematian dengan segera (Pitiakoudis, 2011). J. Komplikasi Peningkatan tekanan intraabdominal dapat mengakibatkan iskemia usus, omentum, herniasi usus, regurgitasi gaster, penekanan pada vena cava, menurunnya venous return,stasis pada vena di ekstremitas bawah, hipotensi, meningkatnya tekanan intratoraks,emfisema mediastinum dan emfisema subkutan, pneumotoraks, barotrauma, emboli gas CO2, atelektasis, mual dan muntah, bradiaritmia, nyeri bahu dari retensi CO2 (Girish & Joshi, 2002).

Kesimpulan

Pneumoperitoneum adalah adanya udara bebas dalam ruang peritoneum yang biasanya terkait dengan perforasi dari usus kecil. Pneumoperitoneum dideteksi dengan pemeriksaan radiologis foto polos abdomen, CT scan, MRI, dan ultrasonografi. Pada foto polos abdomen, pneumoperitoneum paling baik terlihat dengan posisi lateral dekubitus kiri yang menunjukkan gambaran radiolusen antara batas lateral kanan dari hepar dan permukaan peritoneum. CT scan merupakan kriteria standar untuk mendeteksi pneumoperitoneum, namun tidak selalu dibutuhkan jika dicurigai pneumoperitoneum dan lebih mahal serta memiliki efek radiasi yang besar. Dengan MRI, pneumoperitoneum terlihat sebagai area dengan hipointens pada semua potongan. Dengan

RM.015.

Page 16: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

USG, pneumoperitoneum tampak sebagai daerah linier peningkatan ekogenisitas dengan artifak reverberasi atau distal ring down. Foto polos abdomen menjadi pencitraan utama pada akut abdomen, termasuk pada perforasi viskus abdomen, walaupun pencitraan standar adalah dengan CT scan.

DAFTAR PUSTAKA Adnyana IGN, Pryambodo. 2008. Anestesia pada prosedur laparoskopi. Majalah Anestesi dan

Critical Care; 26(2): 225 – 39 Breen ME , Dorfman M, Chan SB. 2008. Pneumoperitoneum without peritonitis: A case report.

Am J Emerg Med; 26:841e1-2 Churchill , Begg JD. 2006. Abdominal X-rays Made Easy 2Cunningham AJ, Nolan C. 2006. Anesthesia for minimally invasif procedures. Clinical

Anesthesia, 5th Edition; 38:2204-28 Daly, Barry DJ, Guthrie A, Neville F. 1991. Cause of pneumoperitoneum: A case report. United

Kingdom Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, eds. 2008. Harrison’s

principle of internal medicine 17th edition. USA : The McGraw-Hill Companies Pitiakoudis. 2011. Spontaneus idiophatic pneumoperitoneum presenting as an acute abdomen: A

case reports. USA: National Library of Medicine Silberberg P. 2006. Pneumoperitoneum. Kentucky, USA

RM.016.

Page 17: X-presus Pneumoperitoneum

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESUS STASE RADIOLOGI NO.RM : 200651

Diperiksa dan disahkan oleh:

Dokter Pembimbing Koasisten

dr. Nida’ul Khasanah, Sp. Rad, M.Sc Bima Noverentika

RM.017.