thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lainDoc/2011-2-00708-MC Ringkasan001.… · Web...

50
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA _____________________________ _____________________________ _______ FAKULTAS KOMUNIKASI DAN MULTIMEDIA Jurusan Komunikasi Pemasaran Skripsi Sarjana Ilmu Komunikasi Semester Genap tahun 2011/2012 STRATEGI MEMBANGUN BRAND IMAGE DALAM MEMBENTUK BRAND LOYALTY KONSUMEN PRODUK BLACKBERRY (STUDI KASUS PT RESEARCH IN MOTION INDONESIA) Putrikanti Cahyaningrum 1200996184 Abstract Blackberry is a handset which is today very common and used without knowing the specific status. At the initial appearance, the Blackberry is commonly used for business, or the young executive. Because Blackberry have the capacity to connect to the Internet without interruption. This provides convenience for its users to enjoy push email services so that they can immediately receive an email whenever an email is entered, it is easier for young executives and businessmen who did much to use email as a forum to communicate in their jobs. Over time, the use of Blackberry began to shift. Began to expand its market share. Now no longer young businessmen and executives who use Blackberry as a communication tool. But among students, employees, housewives and even started using the Blackberry as a communication tool. Usefulness was now no

Transcript of thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lainDoc/2011-2-00708-MC Ringkasan001.… · Web...

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA_________________________________________________________________ FAKULTAS KOMUNIKASI

DAN MULTIMEDIAJurusan Komunikasi Pemasaran

Skripsi Sarjana Ilmu Komunikasi Semester Genap tahun 2011/2012

STRATEGI MEMBANGUN BRAND IMAGE DALAM MEMBENTUK BRAND LOYALTY KONSUMEN

PRODUK BLACKBERRY(STUDI KASUS PT RESEARCH IN MOTION INDONESIA)

Putrikanti Cahyaningrum 1200996184

AbstractBlackberry is a handset which is today very common and used without knowing the specific status. At the initial appearance, the Blackberry is commonly used for business, or the young executive. Because Blackberry have the capacity to connect to the Internet without interruption. This provides convenience for its users to enjoy push email services so that they can immediately receive an email whenever an email is entered, it is easier for young executives and businessmen who did much to use email as a forum to communicate in their jobs. Over time, the use of Blackberry began to shift. Began to expand its market share. Now no longer young businessmen and executives who use Blackberry as a communication tool. But among students, employees, housewives and even started using the Blackberry as a communication tool. Usefulness was now no longer just push email, but better communication with Blackberry Messenger, Instant Messaging, Social Media to. Lifestyle or the lifestyle of the people also tend to change. People now tend to like the Online Community. They are connected to the virtual world, into social media without knowing the time limit. Of the phenomenon, the authors were challenged to examine a Brand that is present

and then create a new need in the community. Starting from the present Brand new competitors enter the world of smartphone against its predecessor, namely Nokia and Sony Ericson. Blackberry comes with a different value added and not just have sales levels that are much higher, but already has a special place in the community. Blackberry now seems to be a necessity. What does the RIM (Research In Motion) as the spearhead of the Blackberry, it is very challenging to study. Ranging from how to build a brand image, until finally the Loyal and even have a special dependence on the Brand. Would require a very lengthy process and specific strategies for creating it. Therefore, the authors were challenged to create a thesis entitled, ‘Strategy To Build a Brand Image To Form a Brand Loyalty BlackBerry’s Customer’ .

Key Word : Strategy, Brand, Brand Image, Brand Loyalty, Blackberry

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA_____________________________________________________

____________ FAKULTAS KOMUNIKASI DAN MULTIMEDIA

Jurusan Komunikasi Pemasaran Skripsi Sarjana Ilmu Komunikasi Semester Genap tahun 2011/2012

STRATEGI MEMBANGUN BRAND IMAGE DALAM MEMBENTUK BRAND LOYALTY KONSUMEN

PRODUK BLACKBERRY(STUDI KASUS PT RESEARCH IN MOTION INDONESIA)

Putrikanti Cahyaningrum 1200996184

AbstrakBlackberry merupakan handset yang dewasa ini sangat umum digunakan tanpa mengenal kalangan dan status tertentu. Pada awal kemunculannya, Blackberry umum digunakan untuk para pebisnis, atau eksekutif muda. Karena Blackberry memiliki kapasitas untuk terhubung ke internet tanpa terputus. Hal ini memberikan kemudahan untuk para penggunanya menikmati layanan push email sehingga mereka dapat langsung menerima email kapanpun email itu masuk, sungguh memudahkan bagi para para eksekutif muda dan pebisnis yang memang banyak menggunakan email sebagai wadah untuk berkomunikasi dalam menjalankan pekerjaan mereka. Seiring dengan berjalannya waktu, kegunaan Blackberry mulai menggeser. Pangsa pasarnya pun mulai meluas. Kini tak lagi pebisnis dan eksekutif muda saja yang menggunakan Blackberry sebagai alat komunikasi. Namun kalangan pelajar, karyawan, bahkan ibu rumah tangga pun mulai menggunakan Blackberry sebagai alat komunikasi. Kegunaannya pun kini tak lagi sekedar push email, namun mempermudah komunikasi dengan Blackberry Messenger, Instant Messaging, hingga Social Media. Lifestyle atau gaya hidup masyarakat pun cenderung berubah. Masyarakat kini cenderung seperti Online Community. Mereka terhubung ke dunia maya, ke sosial media tanpa mengenal batasan waktu. Dari fenomena tersebut, penulis tertantang untuk meneliti sebuah Brand yang hadir dan lalu menciptakan sebuah kebutuhan baru dimasyarakat. Dimulai dari Brand baru yang hadir memasuki dunia smartphone melawan pesaing terdahulunya, sebut saja Nokia dan Sony Ericson. Blackberry hadir dengan value added yang berbeda dan bukan hanya memiliki tingkat penjualan yang jauh lebih tinggi, namun sudah memiliki tempat khusus dimasyarakat. Blackberry kini seolah menjadi sebuah kebutuhan. Apa yang dilakukan oleh RIM (Research In Motion) sebagai ujung tombak dari Blackberry, merupakan hal yang sangat menantang untuk diteliti. Mulai dari

bagaimana membangun Image sebuah Brand, hingga akhirnya masyarakat Loyal dan bahkan memiliki ketergantungan khusus pada Brand tersebut. Tentu membutuhkan proses yang sangat panjang dan strategi khusus untuk menciptakan hal tersebut. Oleh karena itu, penulis tertantang untuk membuat skripsi dengan judul, “STRATEGI MEMBANGUN BRAND IMAGE DALAM MEMBENTUK BRAND LOYALTY KONSUMEN PRODUK BLACKBERRY”.

Kata Kunci Strategi, Brand, Brand Image, Brand Loyalty, Blackberry

PENDAHULUAN

Berawal dari proses komunikasi yang memiliki banyak fitur hingga gaya hidup yang

ditawarkan oleh BlackBerry, dewasa ini BlackBerry mulai membentuk sebuah kebutuhan

tersendiri dimasyarakat. Pelan-pelan masyarakat mulai menilai BlackBerry bukan lagi

sebuah pilihan dalam memilih smartphone, namun mulai menilai BlackBerry sebagai

sebuah kebutuhan.

Dari fenomena tersebut, peneliti tertantang untuk meneliti sebuah Brand yang hadir

dan lalu menciptakan sebuah kebutuhan baru dimasyarakat. Sebetulnya, hal yang paling

menarik untuk diteliti adalah apakah kebutuhan tersebut kemudian lalu menciptakan

loyalitas dimasyarakat. Dimulai dari Brand baru yang hadir memasuki dunia smartphone

melawan pesaing terdahulunya, sebut saja Nokia dan Sony Ericson. BlackBerry hadir

dengan value added yang berbeda dan bukan hanya memiliki tingkat penjualan yang jauh

lebih tinggi, namun sudah memiliki tempat khusus dimasyarakat. Apa yang dilakukan oleh

RIM (Research In Motion) sebagai ujung tombak dari BlackBerry, merupakan hal yang

sangat menantang untuk diteliti. Mulai dari bagaimana membangun image sebuah brand,

sampai pada akhirnya masyarakat loyal dan bahkan memiliki ketergantungan khusus pada

brand tersebut. Tentu membutuhkan proses yang sangat panjang dan strategi khusus untuk

menciptakan hal tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertantang untuk membuat skripsi

dengan judul, “STRATEGI MEMBANGUN BRAND IMAGE DALAM MEMBENTUK

BRAND LOYALTY KONSUMEN PRODUK BLACKBERRY”.

Rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan ilmiah ini adalah :

1. Bagaimana strategi RIM dalam membangun brand image BlackBerry ?

2. Bagaimana membentuk loyalitas pada pengguna BlackBerry ?

Tujuan penelitian pada penulisan ini adalah :

1. Mengetahui strategi RIM membangun brand image pada produk

BlackBerry.

2. Mengetahui cara membentuk loyalitas pengguna BlackBerry.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian, peneliti akan menggunakan metode kualitatif. Dalam

mengumpulkan data, dalam metode ini tidak menggunakan bantuan ilmu statistika, tetapi

menggunakan rumus 5 W + 1 H (Who, What, When, Where, Why dan How). ‘What’

menganalisis data dan fakta yang dihasilkan dari penelitian. ‘How’ menganalisis bagaimana

proses data itu berlangsung. ‘Who’ menganalisis siapa saja yang bisa menjadi informan

kunci dalam penelitian. ‘Where’ menganalisis dimana sumber informasi itu bisa digali atau

ditemukan. ‘When’ menganalis kapan sumber informasi itu bisa ditemukan. ‘Why’

memberikan analisis yang lebih mendalam terhadap dari hasil penelitian kualitatif sebagai

interpretasi lebih jauh tentang ada apa di balik fakta dan data hasil penelitian itu, mengapa

bisa terjadi seperti itu. (Ardianto, 2010, p: 223)

Peneliti menggunakan wawancara, observasi, dan studi pustaka dalam teknik

pengumpulan data. Wawancara ditujukan kepada pengguna BlackBerry, kepada pihak

RIM, dan kepada pemimpin opini yang disinyalir memiliki kapasitas untuk memperkaya

data (Ketua komunitas BlackBerry se-Indonesia, pelaku sejarah BlackBerry di Indonesia,

pakar Marketing di Indonesia). Observasi dilakukan dengan menjalankan kegiatan magang

sebagai staff marketing di PT Research In Motion Indonesia, dan juga mengamati

pengguna BlackBerry. Juga studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti dengan banyak

membaca buku-buku refrensi guna mendapatkan teori-teori sebagai landasan penelitian.

HASIL DAN BAHASAN

Strategi Awal :- Kepentingan Enterprise- Konsep business to business

Research In Motion

Memiliki Konsep :- Secure Oriented- Functional Oriented

Realisasi Produk :

BlackBerry

Kapabilitas :- Secure System

- Data Compression- Komponen Terintegrasi

Fitur utama :- Push EmailBlackBerry

Messenger

Konsep :Collaborate,

Network, Socialization. Membuka layanan untuk individu :

Peran :- Operator- Komunitas BlackBerry

Alasan sukses di Indonesia :- Tumbuh menjadi trend- Kultur masyarakat Indonesia yang suka bersosialisasi- Adanya fitur BlackBerry Messenger - Image prestise pada penggunanya- Impulse buying yang dimiliki oleh masyarakat kita sangat tinggi- Mendukung pengguna sosial media- Word of mouth dari penggunanya- Pengaruh spokes person di televisi- Pengangkatan issue penarikan BlackBerry oleh pemerintah- Sistem keamanan layanan BlackBerry yang terjamin karena memiliki server sendiri

Strategi awal di Indonesia :- Bersinergi dengan operator- Membuka lini bisnis baru (Paket data, BlackBerry Internet Service)- Dealer minded- Sosial media

Setelah sukses dengan fenomenal, orang mulai mempertanyakan loyalitas pada brand BlackBerry. Sejauh apa loyalitas pada BlackBerry berbanding dengan kebutuhan?

Advance user sudah mulai jenuh dengan BlackBerry.Faktor kejenuhan :- Kurang improvisasi dan inovasi pada OS dan aplikasi- Hanya mengandalkan fitur BlackBerry Messenger - Design produk yang kurang dinamis- Munculnya smartphone yang lebih menarik

Mengapa faktor kejenuhan bisa muncul?- BlackBerry mempertahankan konsep dasarnya yaitu secure oriented dan functional oriented. Hal ini membuat mereka tidak begitu mementingkan design produk yang notabene-nya adalah bagian dari user lifestyle.- Pengembangan aplikasi yang juga minim dan tidak beragam.

Demand VS Idealism

Upaya mempertahankan eksistensi guna menghadapi persaingan smartphone :

Campaign yang bersifat agnostikBlackBerry for everybody (produk tersegmentasi)Akuisi dengan perusahaan QnXPengembangan produk dari sisi hardware, software, platform, dan desain produk Engagement kepada pengguna BlackBerry ditingkat retail store maupun sosial mediaMembangun RIM Innovation Center

Alasan tetap terjaganya eksistensi BlackBerry di Indonesia :

Sulitnya membuat pengguna ‘keluar’ dari komunitas yang telah terbentuk karena BlackBerry Messenger Tumbuhnya low end dan second hand marketTumbuh pesatnya distributor BlackBerry

Gambar 1 Mind Mapping Interpretasi data oleh peneliti

Research In Motion adalah perusahaan Canada yang memiliki prinsip secure

oriented dan functional oriented. Tidaklah mudah mendapatkan data internal dari

perusahaan ini. Termasuk untuk menjalankan kegiatan magang, menanyakan beberapa hal

yang berhubungan dengan data perusahaan, keseluruhannya memerlukan perizinan dari

kantor pusat mereka di Canada atau wakilnya se-Asia pasifik di Singapura.

BlackBerry adalah realisasi produk yang perusahaan ini ciptakan dengan konsep

dasar Collaboration, Network, dan Socialization berdasarkan prinsip fungsi, dan dikemas

dengan tingkat keamanan yang tinggi, berdasarkan prinsip secure. Menurut hasil observasi

peneliti selama menjalan kegiatan magang dan berbincang dengan pihak internal Research

In Motion Indonesia, perusahaan ini menggunakan enkripsi MIL-SPEC atau standar militer

amerika yang sudah disertifikasi oleh Pentagon, sehingga keamanan pengiriman data dalam

BlackBerry sudah terjamin sampai ke penerimanya tanpa ada yang dapat mengganggu

selama proses pengiriman.

Konsep Collaboration menurut peneliti adalah konsep yang sangat pas untuk

BlackBerry. Menurut Alina Wheeler dan Joel Katz pada bukunya yang berjudul Brand

Atlas, penjelasan dari pemikiran Collaboration sendiri adalah bahwa Collaboration itu

sendiri bukanlah kesepakatan atau berkompromi. Itu berkembang dari pemikiran, dan fokus

terhadap penyelesaian permasalahan, mengkolaborasikan hal-hal memang memiliki

keterkaitan, dengan pendekatan khusus (Wheeler & Katz, 2011, p: 96). BlackBerry telah

berhasil mengaplikasikan konsep Collaboration dengan kemampuannya

mengkolaborasikan fitur-fitur messenger yang menggabungkan antara penyampaian data

dengan sangat cepat (karena memiliki kemampuan kompresi data) berupa file, music,

gambar, suara, video, dll. Sehingga dapat mengkolaborasikan berbagai cara untuk dapat

berkomunikasi. Socialization adalah representasi BlackBerry yang memudahkan

penggunanya untuk bersosialisasi dan saling berkomunikasi satu sama lainnya, hingga

Network jelas terbentuk pengguna BlackBerry sendiri pasti memiliki jaringan satu sama

lainnya, baik itu melalui BlackBerry Messenger, group, messenger, ataupun sosial media.

Secara teknis sendiri, peneliti berdecak kagum dengan kapabilitas BlackBerry yang

hingga saat ini masih menjadi ‘nilai jual’ tersendiri bagi produk ini. Kapabilitas utama

BlackBerry adalah memiliki secure system yang mana telah peneliti jelaskan sebelumnya

bahwa BlackBerry selain pada prinsipnya adalah secure pengaplikasiannya pada produk

pun serupa. Selain itu BlackBerry juga memiliki kemampuan data compression yang sangat

canggih. Karenanya BlackBerry mampu mengirimkan data dengan diperkecil hingga

sekecil-kecilnya dan dikirimkan melalui kemampuan sinyal yang serendah-rendahnya.

Kapabilitas BlackBerry yang terakhir adalah komponen terintegrasi. Bahwa komponen

BlackBerry adalah seperangkat layanan yang saling terintegrasi satu sama lainnya sehingga

memudahkan penggunanya dalam menggunakan. Fitur utamanya sendiri yang ditawarkan

adalah push email, yaitu menerima email secara real-time, dan juga BlackBerry Messenger,

yang seperti kita tau mulai menggantikan komunikasi konvensional masyarakat yaitu short

message service.

Pada awal kemunculannya BlackBerry ternyata memang di peruntukkan untuk

kepentingan enterprise dengan konsepnya pun business to business. Kepentingan enterprise

yang dimaksudkan adalah bahwa BlackBerry digunakan untuk para pekerja yang memang

sangat memiliki kepentingan membuka emailnya secara berkala, maka fitur push email

pada BlackBerry sangatlah memiliki daya jual yang tinggi dikalangan enterprise, hingga

munculah konsep business to business yaitu perusahaan yang butuh memfasilitasi

karyawannya untuk selalu terhubung dengan email akan memesan BlackBerry dalam

jumlah massal untuk kemudian dibagikan kepada karyawannya. Namun ternyata terlihat

sebuah marketing insight disana. Dimana sebetulnya BlackBerry akan sukses bila dijual

langsung ke individu jadi tidak lagi business to business.

Di Indonesia sendiri, strategi awal BlackBerry saat breakthrough ke pasar

perorangan adalah dengan bersinergi dengan operator-operator di Indonesia. Maka dapat

kita lihat pada awal kemunculannya banyak operator yang menawarkan paket bundling

BlackBerry. Sampai akhirnya kini BlackBerry sudah mandiri ke tingkat retail jadi operator

fokus terhadap lini bisnis BlackBerry lainnya. Lini bisnis yang dimaksud adalah dengan

membuat paket data, BlackBerry Internet Service, yang juga hingga kini harganya jauh

semakin murah. Ini salah satu strategi juga untuk menambah pertumbuhan BlackBerry di

Indonesia. Paket BlackBerry Internet Service yang tadinya harus bulanan dan mencapai

ratusan ribu, kini dapat dinikmati harian dengan harga jauh lebih terjangkau. Selain itu,

social media juga menjadi wadah BlackBerry berstrategi pada awalnya. Yang berperan

banyak pada dunia maya tentu saja komunitas BlackBerry yang memang bertindak sebagai

brand advicer dikala itu. Karena baik support center maupun kantor perwakilan, belum

hadir di Indonesia. Peran penting lainnya adalah operator. Yang pada saat awal

kemunculannya, walaupun BlackBerry tidak memiliki integrated marketing tools planning

namun operator memperkenalkannya dengan bundling yang sebetulnya adalah untuk

menaikkan value mereka sendiri. Tapi BlackBerry beruntung, hal itu secara tidak langsung

pun menaikkan nama BlackBerry.

BlackBerry kian tumbuh dengan sukses di Indonesia. Menurut Handi Irawan dalam

artikelnya ‘Blackberry Babak Kedua’ pada sebuah majalah, kesuksesan BlackBerry di

Indonesia dilatar belakangi oleh pasar ponsel di Indonesia yang unik. Ponsel adalah produk

yang melekat kuat dengan kepribadian konsumen Indonesia. Mereka menganggap ponsel

adalah produk pribadi yang berharga dan sering kali lebih dari sekedar alat komunikasi. Ini

adalah produk yang dapat menceritakan status sosial seseorang. Inilah juga produk yang

dapat menghubungkan status sosial mereka dengan status sosial pengguna ponsel lainnya.

Ponsel adalah produk yang dibeli karena faktor gengsi dan bukan hanya karena fungsinya.

Karena faktor gengsi yang dominan, loyalitas terhadap ponsel ini mudah dipatahkan saat

ada produk lain yang lebih bergengsi. BlackBerry beruntung karena mendapatkan

pencitraan yang kuat dari Obama, dan masyarakat Indonesia yang juga menyukai Obama.

BlackBerry juga memiliki PIN, seolah-olah nomor yang berbeda dengan telepon selular

yang sudah ada. Kata-kata PIN yang diajarkan oleh bank, memberi persepsi demikian

positifnya bagi pengguna ponsel di Indonesia. Sehingga banyak sekali orang yang membeli

BlackBerry hanya karena khawatir ketika nanti ditanya nomer PIN mereka (Irawan, 2011,

p: 8-9).

Dengan encouragement seperti itu, apalagi dengan didukung oleh masyarakat kita

yang memang suka bersosialisasi, belum lagi masyarakat kita yang cukup aktif

menggunakan sosial media, juga masyarakat kita yang memang memiliki jiwa duplikasi

yang tinggi ketika melihat artis idolanya di televisi menggunakan BlackBerry seolah seperti

kolaborasi yang pas untuk semakin mendukung pertumbuhan BlackBerry di Indonesia.

Belum lagi kekuatan word of mouth yang diciptakan oleh pengguna BlackBerry untuk

mempengaruhi lingkungannya untuk ikut juga menjadi pengguna. Seolah menjadi

marketing cuma-cuma untuk pihak RIM sendiri. Menurut Alina Wheeler dan Joel Katz

pada bukunya yang berjudul Brand Atlas, bahwa word of mouth adalah cara yang paling

dipercaya untuk belajar tentang merek tertentu walaupun terkadang sulit dipahami dan

tidak terkendali. Karena konsumen, dimanapun lingkungannya mereka berada, mereka pasti

akan berbicara, mungkin posting di sosial media, tentang apapun yang mereka alami

dengan merek tersebut. Apakah itu menyenangkan atau mengecewakan, dan lingkungannya

pasti akan mendengarkannya. Maka, berikanlah konsumen sesuatu yang dapat

diperbincangkan. Fasilitasi mereka akses untuk berekspresi, dan membiarkan

lingkungannya mengetahui. Karena, konsumen yang merasa puas adalah aset yang sangat

kuat (Wheeler & Katz, 2011, p: 18).

Tapi sebetulnya bukan hanya penilaian positif yang membuat sebuah produk akan

tumbuh dipasaran. BlackBerry justru secara tidak langsung tumbuh dan bahkan booming

ditengah-tengah pencekalannya oleh pemerintah. Ekspos secara besar-besaran oleh media

mengenai penarikan BlackBerry oleh pemerintah malah justru mengundang rasa penasaran

pihak yang tadinya justru tidak ngeh akan kehadiran BlackBerry. Seperti dikutip dari

Tempo Interaktif pada tanggal 5 Agustus 2010 yang berisi,

“Pelarangan layanan Blackberry ramai diperbincangkan di situs microblogging, Twitter. Para pengguna layanan Blackberry yang aktif di Twitter cemas pemerintah Indonesia ikut-ikutan langkah yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi yang melarang layanan Blackberry. Meutya Hafid, mantan wartawan yang kini anggota DPR juga bereaksi. Meutya yang memiliki 7.587 follower bertanya langsung ke akun twitter milik Menteri Komunikasi dan Informasi, Tifatul Sembiring.Tifatul menjawab kepada @meutya_hafid tidak benar itu, tidak ada kebijakan seperti itu. Dia menegaskan yang dimaksud adalah blackberry harus membangun data center di Indonesia, konsekwensi Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik.”

Lagi-lagi sosial media menjadi wadah untuk semua orang memperbincangkan sebuah

isu tanpa sebetulnya mengetahui jelas kebenarannya. Hingga pada akhirnya pemerintah

secara resmi mengkonfirmasi isu yang beredar dikutip dari Media Indonesia pada tanggal

10 Agustus 2010 yang berisi,

“Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring meminta Research In Motion (RIM), vendor BlackBerry, membangun jaringan server pelanggan di Indonesia. "Bagi penyelenggara telekomunikasi (operator) yang beroperasi di Indonesia harus mendirikan server di dalam negeri," kata Tifatul Sembiring di Jakarta, Selasa (10/8). Ia menilai layanan pesan singkat BlackBerry telah sekian lama beroperasi di Indonesia, tapi kenyataannya tidak mampu memberikan keuntungan finansial yang signifikan bagi masyarakat di Indonesia. Karena itu, ia meminta RIM agar segera membuat server dan data center atau pusat data di Indonesia. Ia mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat kepada RIM di Kanada, namun sampai saat ini masih dalam pembicaraan kedua pihak. "Kami tidak akan mengambil tindakan banned atau larangan terhadap BlackBerry," katanya. Tifatul mengatakan pemerintah pernah mendesak produsen Blackberry tersebut untuk membangun layanan servis di dalam negeri. Sehingga akhirnya, RIM membuka layanan tersebut di Indonesia. "Ke depan kami meminta mereka mendirikan pusat data di Indonesia. Jadi, para suspect (terduga) koruptor bisa dideteksi," katanya. Ia menambahkan, urgensi RIM membangun pusat data di Indonesia, karena alasan legalitas sesuai dengan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang telah diamanatkan dan harus dijalankan. Menurut Tifatul, keberadaan pesan singkat BlackBerry di Indonesia tanpa ada server lokal, akan mengancam perolehan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Mereka (RIM) berbisnis tapi tidak memberikan apa-apa bagi bangsa ini," katanya. Sementara operator lain dipungut pajak, sehingga perolehan PNBP dari telekomunikasi selama tahun lalu mencapai lebih dari Rp10 triliun berupa penyewaan spektrum dan lainnya. Dengan adanya server di dalam negeri, kata menteri, maka dari aspek penjahat harus dilacak. "Kalau tidak bisa di-tapping atau dilacak, jadi leluasa. Namun, alasan pertama dari sisi legalitas sesuai UU No. 11/2008," katanya.”

Sistem keamanan BlackBerry yang terjamin bagai pisau bermata dua. Disatu sisi

tentu membuat penggunanya merasa aman, karena jelas setiap data yang dimiliki tidak akan

mungkin tersebar luas atau terdeteksi oleh pihak manapun. Namun, disisi lain, justru

mempersulit dipenuhinya tuntutan pemerintah kita untuk dibangunnya server local

BlackBerry di Indonesia, yang tak kunjung dipenuhi dengan alasan kritikal,

dikhawatirkannya penurunan sistem keamanan yang dimiliki oleh BlackBerry.

Selama manusia masih berinovasi dan terus berkembang, tidak akan mungkin suatu

hal akan terus menerus memonopoli suatu pasar. Terbukti bahwa kesuksesan BlackBerry

mulai goyah sejak datangnya pemain-pemain baru dari smartphone lain. Sebut saja iPhone,

Android dan Windows Phone. Banyak pengguna BlackBerry yang kini mulai beralih, atau

ada juga diantara mereka yang memutuskan untuk tetap memiliki BlackBerry karena

membutuhkan kontak BlackBerry Messenger mereka. Dari sini loyalitas pengguna pada

brand BlackBerry mulai dipertanyakan. Mereka memang pengguna yang loyal terhadap

brand-nya atau sekedar butuh terhadap salah satu fiturnya? Apabila hanya sebatas butuh,

maka loyalitas ini patut dipertanyakan.

Peneliti menginterpretasikannya dengan mengawinkan Teori Kebutuhan Maslow

dengan Teori Tingkatan Loyalitas Brand.

Gambar 2 Teori Kebutuhan Maslow Gambar 3 Teori Tingkatan Loyalitas Brand

Dari gambar yang dapat kita lihat diatas, bahwa sebetulnya antara tingkat kebutuhan

dan tingkat loyalitas pengguna BlackBerry berbanding lurus. Pada tingkatan terendah,

dimana pada tingkat kebutuhan berada dipemenuhan kebutuhan dasar atau fisiologis biasa

digambarkan dengan kebutuhan yang bersifat tangible misalnya makanan, rumah, pakaian,

hal tersebut adalah segala sesuatu yang pada dasarnya diukur dengan menggunakan uang.

Sama halnya pada tingkatan loyalitas terendah yaitu switcher. Pada tingkatan ini, konsumen

diikat dengan loyalitas semu yang biasanya hanya berpatokan dengan harga murah. Jadi,

relasi antara tingkatan terendah dari kedua teori diatas adalah bahwa tingkat kebutuhan dan

tingkat loyalitas berdasarkan suatu tangible assets adalah uang.

Pada tingkatan kedua, di tingkatan kebutuhan adalah keamanan. Keamanan yang

dimaksud adalah rasa aman di lingkungan tinggal, kesehatan terjamin, hal-hal yang bersifat

intangible assets dan menjadi hal yang tidak disadari ketika ada, dan pasti akan kehilangan

ketika tidak ada. Di tingkatan loyalitas pada brand, ada yang disebut habitual. Dimana

loyal terhadap sebuah brand dengan unsur keterbiasaan karena membutuhkan fungsi dari

produk tersebut. Relasi antara tingkatan kedua teori diatas adalah bahwa hal yang sama-

sama menjadi indikator utama adalah intangible assets dimana pada keduanya terbangun

rasa keterbiasaan yang dimana apabila produk tersebut ada, keberadaannya tidak disadari.

Namun apabila tidak ada, pasti kepuasan orang akan menurun. Hal ini lama kelamaan akan

membentuk sebuah ketergantungan.

Pada tingkatan ketiga, di tingkatan kebutuhan adalah cinta dan kepemilikkan. Hal

ini bersangkutan dengan pola interaksi manusia dengan manusia lainnya. Apakah itu

keluarga, kekasih atau sahabat. Pada tingkatan loyalitas pada brand disebut satisfied.

Dimana ketika seseorang sudah mulai puas terhadap suatu produk namun masih

memungkinkan terjadinya switching cost. Relasi antara tingkatan kedua teori tersebut

adalah dimana manusia menemui kepuasan saat mengkonsumsi produk yang membuat

mereka terhubung dengan lingkungannya, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk

sosial. Pada tingkatan ini, dapat dikatakan baik di tingkatan kebutuhan maupun tingkatan

loyalitas adalah merupakan tingkatan yang aman. Merupakan tingkatan ‘standar’ manusia

karena baik di tingkat kebutuhan maupun loyalitas merupakan tingkatan yang stabil.

Pada tingkatan keempat, di tingkatan kebutuhan adalah kebutuhan apresiasi atau

biasa disebut self esteem. Pada tingkat kebutuhan ini, manusia mulai butuh rasa dihargai,

diapresiasi, dihormati oleh orang lain. Di tingkatan loyalitas pada brand ada liking. Dimana

seseorang loyal terhadap brand tersebut karena merasa memiliki perasaan emosional yang

terkait pada merek. Rasa suka pelanggan bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait

dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya, baik yang dialami

pribadi maupun oleh kerabat atau pun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. Relasi

antara tingkatan kedua teori tersebut jelas dimana keduanya sama-sama menonjolkan pride

manusia dengan penghargaan dan gengsi.

Pada tingkatan tertinggi, di tingkat kebutuhan adalah aktualisasi diri. Pada tingkat

ini, kebutuhan muncul ketika merasa semua kebutuhan telah terpenuhi. Manusia yang

berada ditingkat ini akan mulai berambisi untuk memiliki kemampuan lebih, seperti

mengaktualisasikan diri, mengabdi, dan berkomitmen pada suatu bidang tertentu. Di

tingkatan loyalitas pada brand, ada yang disebut dengan committed. Dimana seorang

konsumen akan berkomitmen dan loyal untuk menggunakan produk tersebut dan bahkan

mempromosikannya kepada kerabatnya. Relasi antara kedua tingkatan teori ini adalah

komitmen. Bahwa dimana untuk mencapai kebutuhan tertingginya, manusia harus

berkomitmen supaya dapat bisa mengaktualisasikan dirinya. Demikian juga dengan

loyalitas pada brand, konsumen harus memiliki komitmen pada produk untuk dinyatakan

telah sampai pada tingkat tertinggi ini.

Peneliti menginterpretasikan bahwa posisi BlackBerry kini berada di tingkat ketiga.

Tidak berada pada tingkat keempat, karena BlackBerry dewasa ini bukan lagi menonjolkan

gengsi atau pride penggunanya sejak BlackBerry mulai bermain di pasar low-end class.

Apalagi berada pada tingkat tertinggi, karena peneliti menilai loyalitas pengguna

BlackBerry tidak sampai pada komitmen pada brand BlackBerry. Jadi, peneliti

memposisikan BlackBerry di tingkat ketiga. Di tingkat yang pada tingkat kebutuhan berada

pada kebutuhan akan cinta dan kepemilikkan. Dan pada tingkat loyalitas pada brand

disebut satisfied. BlackBerry dari segi kebutuhan menciptakan ketergantungan

penggunanya terhadap BlackBerry Messenger. BlackBerry tanpa BlackBerry Messenger

sudah dipastikan akan menurunkan nilai BlackBerry dengan sangat drastis. BlackBerry

Messenger sendiri membantu penggunanya untuk mempermudah mereka menjalin

komunikasi dengan orang lain, khususnya orang terdekat mereka. Ini sekaligus mendukung

pemenuhan kebutuhan mereka terhadap cinta dan kepemilikan. BlackBerry dari segi tingkat

loyalitas pada brand dapat dikatakan pada tingkatan satisfied. Karena pengguna BlackBerry

tentu saja merasa puas dengan produk ini. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa para

pengguna BlackBerry yang memang sudah lama menggunakan BlackBerry (peneliti

menyebut mereka advance user) tentu akan rentan jenuh terhadap BlackBerry. Bermula

dari kejenuhan inilah mereka nantinya akan melakukan switching cost ke produk

kompetitor seperti Android, Apple, ataupun Windows Phone. Jadi, peneliti tidak dapat

menyatakan bahwa konsumen BlackBerry tidak memiliki loyalitas. Karena loyalitas itu

sendiri sifatnya bertingkat. Serendah apapun tingkatannya, tetap memiliki unsur loyalitas

walaupun lemah dan bersifat semu.

Peneliti menginterpretasi beberapa faktor penyebab munculnya kejenuhan pada

advance user BlackBerry. Yang pertama adalah kurangnya improvisasi dan inovasi pada

Operating System BlackBerry. Setiap muncul Operating System baru, pengguna tidak

merasakan perbedaan yang signifikan. Mungkin secara spesifikasi, kecepatan bertambah

atau hal teknis lainnya. Namun secara user experience tidak berkembang. Pengguna tidak

mengalami perbedaan yang sedemikian besar hingga pergantian generasi pada Operating

System terasa. Selain itu, pada aplikasi pun BlackBerry cenderung kurang

mengembangkannya. Aplikasi yang ditawarkan sifatnya masih terlalu fungsional, padahal

banyak pengguna yang justru mencari aplikasi yang sifatnya hiburan. BlackBerry terlalu

mengandalkan BlackBerry Messenger sebagai aplikasi andalannya. Yang memang

beruntungnya BlackBerry Messenger masih sulit tergantikan walaupun datangnya

kehadiran banyak messenger lain. Namun hanya BlackBerry Messenger satu-satunya

messenger yang terintegrasi secara sistem ke smarthphone. Design produk BlackBerry pun

cenderung kurang dinamis. Lagi-lagi user experience tidak bertambah signifikan dan tidak

encourage prestis penggunanya. Misalnya pengguna BlackBerry Onyx 1 dan Onyx 2 akan

tetap memiliki user experience yang sama karena design produknya betul-betul sama dan

sangat sulit dibedakan. Hal ini tentu tidak membuat pengguna BlackBerry Onyx 2 memiliki

prestis lebih. Kurang dinamisnya design produk BlackBerry makin terlihat dengan jelas

ketika membandingkan BlackBerry dengan kompetitornya yang lain, sebut saja Android,

iPhone dan Windows Phone.

Berikut adalah gambar contoh beberapa produk BlackBerry dan juga contoh beberapa

kompetitornya, :

uk

BlackBerry Bold 9000 BlackBerry Dakota 9900 BlackBerry Dakota 9930

BlackBerry Onyx 9700 BlackBerry Bold 9650 BlackBerry Bellagio 9790

BlackBerry Davis 9220 BlackBerry Gemini 8520 BlackBerry Curve 9320

BlackBerry Storm 9550 BlackBerry Storm 9530 BlackBerry Storm 9500

Gambar 4 Beberapa contoh produk BlackBerry

BlackBerry

Gambar 5 Beberapa contoh kompetitor BlackBerry

Dari perbandingan gambar diatas, dapat dilihat betapa sangat signifikan perbedaan

evolusi yang dilakukan BlackBerry terhadap design produknya bila dibandingkan dengan

kompetitornya yang lain. BlackBerry cenderung stagnan dan mempertahankan style yang

tidak jauh berbeda disetiap produknya. Dalam pemikiran positif, ke-stagnan-an BlackBerry

justru ada wujud dari konsistensinya menciptakan ciri khas produk. Namun menurut

peneliti ‘benang merah’ yang ditarik oleh BlackBerry dalam membangun ciri khas tidaklah

Samsung Galaxy Y

Nokia X2-01

Nokia C3Nokia Lumia 800

Nokia Lumia 710

Samsung Galaxy S3

Samsung Galaxy Pro B7510

Samsung Galaxy Mini

iPhone 3GSiPhone 4S

pada posisi yang tepat. Hal ini rentan dapat mematikan aspirasi penggunanya kelak karena

merasa semakin minimnya user experience walaupun mereka telah merasa mengganti

BlackBerry ke generasi terbaru.

Faktor-faktor kejenuhan pengguna BlackBerry dapat muncul ketika BlackBerry

‘kekeuh’ mempertahankan konsep dasarnya yaitu secure dan functional oriented tanpa

begitu mementingkan estetika design produk dan juga pengembangan aplikasi. Hal ini jelas

akan menjadi titik menurunnya popularitas BlackBerry. Karena paradigma pengguna

BlackBerry kini antara yang memang betul-betul memanfaatkannya sebagai fungsi dasar

(push email dan BlackBerry Messenger) dan yang memang memanfaatkan BlackBerry

sebagai cerminan lifestyle dimana mereka yang selalu terkoneksi ke internet, bagian dari

online community, aktif sosial media, tidak dapat dipungkiri jumlahnya dapat dikatakan

jauh lebih sedikit yang memang memanfaatkan hal tersebut secara fungsional. Bahkan

pengguna yang menggunakan BlackBerry untuk bekerja bisa saja sekaligus memiliki sosial

media untuk mereka refreshing. Namun pengguna yang berbasis lifestyle belum tentu

memanfaatkan secara maksimal fitur push email atau aplikasi office pada BlackBerry-nya.

Maka yang terjadi adalah BlackBerry mengalami intern conflict dimana terjadi perbedaan

permintaan dengan idealis perusahaan.

Dalam menyikapi intern conflict yang akhirnya timbul sebagai akibat dari begitu

suksesnya fenomena BlackBerry sehingga semakin meluasnya persepsi pandang pengguna

terhadap BlackBerry. RIM sebagai perusahaan yang berada dibelakang BlackBerry jangan

hanya lantas menikmati keberhasilan dari suksesnya BlackBerry. Namun harus berani

‘mengambil resiko’ bahwa semakin produk itu digemari dan banyak menjadi sorotan,

semakin banyak pula input yang akan masuk ke perusahaan baik itu sifatnya permintaan

maupun kritik. Baiknya mulai menjadi lebih

fleksibel, mengikuti demand pasar tapi tanpa juga

harus kehilangan idealisme-nya. Mulailah rubah

pola pikir menjadi customer-centric. Pola ini

berorientasi pada customer, namun tetap

mempertahankan idealisme perusahaan pada setiap

eksekusinya. Menurut Alina Wheeler dan Joel Katz

pada bukunya yang berjudul Brand Atlas, bahwa

dibutuhkan seluruh komponen perusahaan dalam bekerja sama untuk melayani dan

mendukung pelanggan walaupun pada aspek yang berbeda sekalipun. Titik inti dari

penjualan adalah salah satu dari banyak kesempatan untuk membangun kepercayaan dan

untuk memperpanjang hubungan pelanggan. Penting bagi semua tim, dari ITh ingga

customer support fokus pada pola pemikiran customer-centric, yaitu melihat segala

sesuatunya menggunakan kacamata customer. Perusahaan harus dapat mengkolaborasikan

komponennya pada bagian operasional, customer service, IT, sales, untuk berkolaborasi

dengan baik, memastikan mereka mengetahui konsep dari brand perusahaan, demi

menunjang customer dan menghasilkan brand experience yang sukses (Wheeler & Katz,

2011, p: 110).

Gambar 6 Gambaran pola pikir customer-centric

Pada intinya pola pikir customer-centric memiliki konsep inti mengkolaborasikan

segala aspek perusahaan secara tepat pada bidangnya masing-masing dengan cara utama

yaitu menggunakan kacamata customer dalam menjalankan setiap eksekusi perusahaan.

Dapat dilihat pada gambar, bahwa kualitas pada brand dibentuk oleh unsur-unsur user

experience yang diterima oleh customer mulai dari promosi, upgrade, website, servis,

penggunaan, dll. Dari hal itu lah yang akan membentuk actions pada customer. Apabila

perusahaan dapat melakukan maintenance dengan baik, maka actions yang dilakukan oleh

customer akan terjadi pengulangan dan akan semakin menguatkan trust dan extend the

relationship dengan customer, dengan begitu semakin kecil kemungkinan customer akan

beralih pada kompetitor.

Menanggapi banyaknya pemain baru atau kompetitor di dunia smartphone

walaupun BlackBerry dapat dikatakan masih memiliki market share yang cukup besar tidak

lantas membuat RIM tinggal diam. Mereka melakukan beberapa upaya untuk menghadapi

persaingan di dunia smartphone. Misalnya dengan mulai melakukan campaign yang

bersifat agnostik. Dimana strategi campaign dilakukan langsung oleh pihak RIM, bukan

oleh distributor atau operator. Campaign sendiri biasanya berupa event yang

diselenggarakan oleh RIM. Dalam event tersebut, biasanya akan melibatkan beberapa

bintang tamu, undangan, pembicara dan media. Contoh event yang baru saja mereka

lakukan adalah Launching BlackBerry Curve 9220 di 5 kota besar di Indonesia (pertama

kalinya dilakukan launching serentak seperti ini). Hal ini dilakukan demi meningkatkan

growth pengguna BlackBerry yang sekarang mulai disasarkan dikota-kota besar lainnya

selain Jakarta.

Menurut Alina Wheeler dan Joel Katz pada bukunya yang berjudul Brand Atlas,

setiap kali pengeluaran pemasaran dibuat, perlu merangsang loyalitas pelanggan dan

permintaan baru. Pertumbuhan didorong oleh pelanggan yang mencoba produk, membayar

lebih untuk merek tersebut pada kategori yang lain, meningkatkan persentase anggaran

mereka dalam membeli produk, tetap menjadi pelanggan setia dan merekomendasikan

perusahaan kepada relasinya (Wheeler & Katz, 2011, p: 112).

Dalam upaya meningkatkan growth untuk menghadapi persaingan BlackBerry juga

menggunakan konsep BlackBerry for everybody. Dimana siapapun, dari kalangan manapun

dapat menggunakan BlackBerry. Dengan menggunakan konsep ini, BlackBerry tidak juga

lantas mematikan brand aspirasinya yang memiliki image eksklusif, karena BlackBerry

sendiri memiliki segmentasi-segmentasi produk. Mulai dari produk premium untuk

kalangan high end hingga produk regular untuk kalangan menengah dan low end.

Upaya lainnya adalah menginovasi produk. Inovasi produk dilakukan pada semua

komponen BlackBerry, mulai dari software, hardware, aplikasi hingga platform. Proyek

realisasinya adalah BlackBerry 10. Yang merupakan generasi terbaru BlackBerry baik

desain device maupun operating system-nya. Guna menyempurnakan kelahiran generasi

terbarunya ini, BlackBerry tidak segan-segan mengakuisisi perusahaan QnX, yang

merupakan salah satu perusahaan pencipta software untuk hal-hal yang sifatnya kritikal

misalnya satelit (NASA menggunakan jasa perusahaan ini), otomotif, medical equipment,

misalnya alat operasi dan segala macam, dimana tidak boleh terjadi kegagalan, harus

reliable, harus kuat, dan memiliki kemampuan multitasking tanpa mengurangi

performanya. Dari sini saja sudah dapat tercium bahwa BlackBerry sangat ambisius

menciptakan breakthrough yang sangat advance untuk proyek yang sedang dipersiapkan.

Apalagi tingkat engagement BlackBerry

kepada penggunanya semakin berkembang

ditingkat retail store maupun sosial media.

Terbukti dengan menjamurnya BlackBerry

store and support center resmi dan sosialisasi

berbagai promo, update, maupun brand

advicer resmi BlackBerry di sosial media.

Dalam mempertahankan eksistensi

BlackBerry peneliti menginterpretasikan

bahwa BlackBerry harus menguatkan sisi touchpoints-nya. Menurut Alina Wheeler dan

Joel Katz pada bukunya yang berjudul Brand Atlas, touchpoints terbaik dari sebuah brand

adalah meningkatkan pengakuan, memperkuat diferensiasi, dan membangkitkan emosi.

Pada setiap touchpoints terdapat kesempatan untuk meningkatkan loyalitas, menarik

pelanggan baru, atau menginspirasi orang lain untuk meresensi tentang produk kita.

Touchpoints dapat sebesar pasar yang tersedia, tak berwujud seperti e-mail, serumit

pengguna individu, atau sekecil kartu nama. Yang jelas, touchpoints harus menciptakan

keinginan, memicu persepsi, mewujudkan esensi merek (Wheeler & Katz, 2011, p: 56).

Gambar 7 Unsur Touchpoints pada Brand

Secara khusus BlackBerry harus menguatkan dimensi brand image-nya. Brand

Image terdiri dari 2 komponen yaitu brand association atau asosiasi merek dan favorability,

strength dan uniqueness of brand associations atau sikap positif , kekuatan dan keunikan

merek. Konsumen dapat membuat asosiasi merek berdasarkan atribut produk, manfaat

produk, dan keseluruhan evaluasinya atau sikapnya terhadap merek. Sikap positif dan

keunikan asosiasi merek terdiri dari 3 hal dalam benak konsumen yaitu adanya keinginan,

kemudian keyakinan bahwa merek tersebut dapat memenuhi keinginannya, dan yang

terpenting adalah keyakinan bahwa merek tersebut memiliki perbedaan yang signifikan

diantara produk lainnya (Ferrinadewi, 2008, p: 166).

Gambar 8 Dimensi Brand Image

Sumber : Ferrinadewi, 2008, p: 165

Walau banyaknya pemain baru yang bermunculan, eksistensi BlackBerry di

Indonesia masih akan tetap bertahan dengan beberapa pertimbangan. Yang pertama adalah

bahwa sulitnya membuat pengguna untuk ‘keluar’ dari komunitas mereka yang telah

terbentuka karena BlackBerry Messenger. Dikutip dari artikelnya yang berjudul

‘Blackberry babak kedua’, Handi Irawan pun mengatakan hal serupa. Bahwa BlackBerry

Messenger membuat komunikasi dalam komunitas semakin erat. Mereka merasa menjadi

kelompok grup atau komunitas yang semakin kohesif Inilah yang sangat sulit dipatahkan

oleh kelompok lain. Bisa saja akan muncul ponsel yang nantinya memiliki gengsi yang

lebih tinggi dari BlackBerry di kemudian hari. Tetapi BlackBerry Messenger terutama

BlackBerry Messenger group, akan menjadi exit barrier yang tidak mudah dipatahkan

(Irawan, 2011, p: 9).

Tumbuh pesatnya distributor BlackBerry di Indonesia juga menjadi salah satu

alasan bahwa eksistensi BlackBerry di Indonesia akan tetap terjaga. Hal ini juga diperkuat

dengan kutipan berita dari Kompas pada tangga 22 Februari 2012 yang berisi,

“Mulai tahun ini, pihak RIM menargetkan pangsa pasar RIM di Indonesia akan ditingkatkan menjadi 60-70 persen.Namun, Eka enggan menjelaskan kapan kira-kira pangsa pasar 60-70 persen dapat tercapai. Untuk mencapai target itu, pihak RIM Indonesia akan menjalankan strategi khusus dalam penetrasi pasar ponsel di Tanah Air."Kita mulai dengan perekrutan karyawan hingga perluasan jaringan distribusi," tambahnya.Untuk merekrut karyawan, pihak RIM akan mengambil tenaga pemasaran yang lebih banyak. Pasalnya, tenaga ini menjadi ujung tombak di setiap jaringan distribusi yang akan dilakukan di seluruh Indonesia.Di sisi lain, RIM Indonesia akan melakukan kampanye pemasaran yang lebih mengutamakan "rasa" Indonesia. Selama ini, pemasaran RIM terhadap produk BlackBerry terkesan tidak Indonesia sekali, padahal pangsa pasar terbanyaknya ada di Indonesia.Selain itu, pihak RIM akan membuka satu gerai outlet lifestyle BlackBerry terbesar di Asia Tenggara dalam pekan ini. Outlet tersebut akan melengkapi dua gerai BlackBerry yang telah dibangun di Kelapa Gading dan ITC Roxy Mas, Jakarta. Tidak hanya itu, RIM juga akan memperluas jaringan distribusi dengan membuka jaringan toko ritel di seluruh Indonesia. Tahun ini, pihaknya akan membuka gerai di lima kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Yogyakarta. "Kami juga

akan menyasar kota kedua di semester I-2012 ini. Terkait jumlah gerainya, itu masih rahasia," ungkapnya.Oliver Pilgerstorfer, Head of Public Relations East Asia RIM Singapore, menyatakan bahwa RIM berkomitmen untuk menciptakan lapangan kerja baru dengan adanya kantor RIM di Indonesia. Jumlahnya sekitar 6.000 tenaga kerja."Itu terdiri dari karyawan internal, gerai, distributor, hingga pengembang aplikasi, baik secara langsung maupun tidak langsung," ungkapnya.”

Tak hanya itu, tumbuhnya low end market segment dan second hand market juga

merupakan peluang baru bagi BlackBerry untuk tetap menjaga eksistensinya dengan

tumbuh dan berkembang di area baru tersebut. Hal ini juga diperkuat dengan kutipan berita

dari Republika pada tanggal 24 April 2012 yang berisi,

“Sekalipun terjadi penurunan di banyak negara, Blackberry diprediksi masih akan menjadi smartphone favorit hingga empat atau lima tahun ke depan.''Permintaan Blackberry di Indonesia masih sangat besar, utamanya Blackberry kategori menengah bawah,'' kata Djatmiko Wardoyo, Direktur Marketing and Communication, PT Erajaya Swasembada. Erajaya tercatat sebagai salah satu importir resmi Blackberry yang terbesar di Indonesia.Menurut Djatmiko, Blackberry Messenger (BBM) dan kenyamanan mengakses media sosial menjadi selling point Blackberry dan belum dimiliki smartphone lain. ''Mereka yang sudah menggunakan tak akan mau melepaskan, sementara yang belum menggunakan memiliki keinginan kuat untuk memiliki Blackberry seperti yang lain,'' kata Djatmiko.Pasar Blackberry sendiri juga semakin meluas. ''Setelah kawasan Jabotebek, pasar meluas ke daerah pinggiran,'' katanya memberi ilustrasi. Di daerah terjadi fenomena serupa. Ia optimistik kehadiran smartphone berbasis iOs atau Android tak akan mengganggu pasar Blackberry. ''Bisa saja mereka mencoba smartphone iOs atau Android, tapi tak akan melepaskan blackberrynya. Apalagi bila ia sudah terbiasa BBM-an dan memiliki ratusan kontak,'' kata Djatmiko.Meluasnya pasar Blackberry memang tak lepas dari makin terjangkaunya harga device ini. Djatmiko menunjuk popularitas Blackberry 8520 Gemini. Blackberry paling murah dari seluruh portofolio Blackberry ini mendapat respon menggembirakan untuk pasar Indonesia. Sekalipun telah hadir lebih dari dua tahun, minat pada smartphone ini tetap tinggi. ''Karenanya harganya terjangkau,'' kata Djatmiko.Tak mengherankan setiap ada penurunan harga Gemini, terjadi perluasan pasar Blackberry. '' Saat harnya diturunkan Rp 100 ribu, ia seperti membentuk segmen baru dan memperluas segmentasi pasar Blackberry,'' kata Djatmiko.Tak mengherankan ketika harga diturunkan lagi menjadi

sekitar Rp 1.599.000, permintaan akan produk ini mengalami peningkatan. Memperhatikan kecenderungan itu, Djatmiko berpendapat bahwa Blackberry dengan harga dibawah Rp 3 juta memiliki segmen pasar yang sangat besar.Potensi pasarnya, kata Djatmiko, bisa mencapai 60-an persen. '' Trio Gemini, Davis ( 9220) dan Amstrong (9320), akan mengisi segmen ini. Prospeknya sangat bagus sekali,'' kata Djatmiko. Davis dan Amstrong tengah masuk pasar Indonesia. Djatmiko belum bersedia mengungkapkan berapa target pemasaran untuk dua produk baru itu.”

SIMPULAN DAN SARAN

Strategi membangun brand image :

Pada awal kemunculannya, strategi yang dilakukan oleh BlackBerry adalah dengan

menggunakan strategi bundling dengan operator. Hal ini sesuai dengan asumsi awal

peneliti. Jadi, strategi membangun brand image pada BlackBerry pada awalnya ialah :

1) Bersinergi dengan operator

2) Membuka lini bisnis baru (Paket data, BlackBerry internet service)

3) Strategi dealer minded

4) Melalui sosial media, forum BlackBerry dan kala itu komunitas BlackBerry yang

berperan menjadi brand advicer mereka.

Strategi yang digunakan untuk membangun loyalitas pengguna, sekaligus me-

maintenance brand image yang dimiliki oleh BlackBerry :

1) Membentuk good will dengan cara menjalin hubungan kerjasama dengan ITB dalam

membangun BlackBerry Innovation Center

2) Refresh Campaign Product dengan menggunakan agnostik campaign

3) Masuk ke media konvensional dan new media (sosial media, website, forum)

4) Konsep BlackBerry for everybody dengan cara mensegmentasikan produk

5) Inovasi produk dengan mengakuisisi perusahaan QnX dalam mempersiapkan OS dan

device baru mereka yaitu BBX

6) Memperkuat hubungan dengan carrier atau operator selular

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan diatas peneliti memiliki beberapa saran yang dapat

dipertimbangkan sebagai input untuk PT. Research In Motion Indonesia, antara lain :

1. Memperkuat image yang akan disampaikan ke masyarakat melalui global tagline supaya

mudah diingat dan termindset dibenak para penggunanya.

2. Merencanakan integrated marketing tools secara mandiri (tanpa peranan consultant). Lebih

baik RIM merekrut lebih banyak lagi pegawai yang memang memiliki latar belakang

media, event organizer atau marketing communication, karena dapat memiliki channel ke

media, mengetahui strategi dan tools marketing, namun bekerja secara fokus dan tahu betul

situasi internal PT RIM Indonesia.

3. ‘Berani’ memasuki area low-end media konvensional apabila memang sesuai dengan target

market segmentasi produk yang akan dipasarkan.

4. Dalam campaign, mulai berorientasi pada growth pengguna bukan lagi pada awareness.

Straight to the right media, to get the right target.

5. Bersinergi dengan komunitas BlackBerry di Indonesia yang notabenenya adalah komunitas

yang lahir jauh sebelum RIM membuka kantor perwakilannya di Indonesia. Selama ini

merekalah yang berperan sebagai brand advicer dan juga membesarkan BlackBerry secara

tidak langsung

REFERENSI

Alwasilah, A. C. (2011). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.Ardianto, E. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif untuk Public Relations. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.Ardianto, E. (2009). Public Relations Pendekatan Praktis untuk menjadi Komunikator, Orator, Presenter dan Juru Kampanye Handal. Bandung: Widya Padjajaran.Ardianto, E. (2008). Public Relations Praktis. Bandung: Widya Padjajaran.Durianto, D., Sugiarto, & Joko, L. (2004). Brand Equity Ten. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Ferrinadewi, E. (2008). Merek dan Psikologi Konsumen Implikasi pada Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Graha Ilmu.Irawan, H. (2011, December 11). Blackberry Babak Kedua. MARKETING . Jakarta, Indonesia: PT Info Cahaya Hero.Kasali, R. (2010). Myelin : Mobilitas Intangibles Menjadi Kekuatan Perubahan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Magdalena, M. (2010). Public Relation Ala Wimar. Jakarta: Kompas Gramedia.Manzur, A. (2011). Kendalikan Dagang Online dengan Blackberry. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.Moore, F. (2004). Humas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.Nawangsari, S., & Budiman. (2008). Jurnal Psikologi Volume 1. Kepuasan Konsumen dan Kesetiaan Terhadap Merek , 7.Oliver, S. (2007). Strategy Public Relation. (S. Purwanto, Trans.) Jakarta: Esensi Erlangga Group.Rangkuti, F. (2004). The Power of Brands: Teknik Mengolah Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Ruslan, R. (2008). Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi (Edisi Rev. 9 Konsepsi dan Aplikasi ed.). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Sadat, A. M. (2009). Brand Belief. Jakarta: Salemba Empat.Santoso, B. (2010). Forum Sejarah Blackberry. Retrieved 2012, from Blackberry Indonesia Community: http://www.berryindo.com/forum/topic/sejarah-blackberrySchindler, C. a. (2006). Business Research Methods. Boston: McGraw-Hill.Simamora, B. (2003). Aura Merek, 7 Langkah membangun Merek yang Kuat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Sitinjak, T., & Tumpal J.R.S. (2005). Pengaruh Citra Merek dan Sikap Terhadap Ekuitas Merek. Jurnal Ekonomi Perusahaan , 160-180.Soemirat, S., & Ardianto, E. (2003). Dasar-dasar Public Relations. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.Sumardy, SIlviana, M., & Harsono. (2011). Customer Loyalty Playbook. Jakarta: Upnormal Publishing.Sussanto, H., & Damayanti, W. (2008). Jurnal Psikologi Volume 2. Kualitas Pelayanan dan Produk Serta Loyalitas pada Konsumen , 1-8.

Tjiptono, F. (2011). Manajemen dan Strategi Merek. Yogyakarta: Andi.Wheeler, A., & Katz, J. (2011). Brand Atlas. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.RIWAYAT PENULIS

Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan bapak Suharso

Widiadi Sulistyo dan Ibu Fatiah yang lahir di Jakarta, 23 Oktober 1991.

Penulis membuat karya tulis ini dalam rangka memenuhi persyaratan

kelulusan untuk menamatkan studi S1-nya tahun 2012 di Bina Nusantara

jurusan Marketing Communication dengan peminatan Public Relations. Sekarang penulis sudah

bekerja paruh waktu sebagai penyiar radio di salah satu radio swasta di Jakarta. Sejak di bangku

perkuliahan dulu, penulis memang aktif juga sebagai aktivis radio kampus.