Refrat Anestesi Handi
Transcript of Refrat Anestesi Handi
OBAT OBATAN EMERGENSI DI BIDANG OBSTETRI
Handi Suntama Effendy*, Donni Indra Kusuma**
ABSTRACT
Drugs are defined as compounds that are used to prevent, treat, diagnose, disease /
disorder, or cause a certain condition, such as making a person infertile, or paralyze skeletal
muscles during surgery. While emergency cases are cases that require immediate treatment
which in case of any delay can lead to death. In the field of obstetrics would be very
dangerous to the mother and the fetus. Health facilities such as blood bank in the hospital
were minimal, which influenced the outcome of the cases. Speed and accuracy in action is
absolutely necessary in the event of an emergency case.
Keywords: medicine, mother, fetus, emergency, obstetric
ABSTRAK
Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati,
mendiagnosis, penyakit / gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya
membuat seseorang infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan.
Sedangkan kasus emergensi adalah kasus yang memerlukan penanganan segera yang bila
terlambat dapat menyebabkan kematian. Dalam bidang obstetrik tentunya akan sangat
membahayakan sang ibu dan juga janin yang dikandungnya. Fasilitas medis seperti
persediaan darah di rumah sakit yang minim, akan mempengaruhi proses selanjutnya pada
kasus – kasus tersebut kecepatan dan ketepatan dalam bertindak adalah hal yang sangat
dibutuhkan dalam hal terjadinya kasus emergensi.
Kata kunci: obat, ibu, janin, emergensi, obstetrik
*Coassistant Anestesiologi FK Tarumanagara Jakarta
**Dokter spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di BLUD RSUD Kota Semarang
1
PENDAHULUAN
Gawat darurat adalah suatu hal yang membutuhkankan pertolongan cepat,
dimana bila terjadi keterlambatan akan mengakibatkan kematian. Dalam bidang obstetrik,
tidak jarang pula sang bayi yang ikut dikandung oleh sang ibu ikut terancam nyawanya.
Beberapa keadaan yang termasuk dalam kondisi gawat darurat dalam bidang obstetri
adalah: pendarahan post partum, eklamsia, retensi plasenta, prolapsus tali pusat. Untuk
mengatasi hal tersebut tentunya dibutuhkan kecepatan dan ketepatan dalam bertindak.
Ketenangan juga merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan. Karena panik hanya
memperburuk keadaan. Suatu waktu dapat terjadi kenyataan dimana harus mengorbankan
satu nyawa untuk menyelamatkan nyawa yang lain. Untuk situasi itu dokter tidak hanya
berkemampuan mendiagnosis apa yang diderita sang ibu, dokter juga harus tahu apa yang
akan dia lakukan sebagai penatalaksanaannya dan obat obatan yang digunakan agar dapat
memberikan yang terbaik bagi pasien serta dapat menjelaskan keuntungan dan kerugian
tindakan yang di ambil dengan tepat kepada keluarga pasien.
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia merupakan
angka tertinggi dibandingkan dengan negara – negara ASEAN lainnya. Berbagai faktor
yang terkait dengan resiko terjadinya komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan
cara pencegahannya telah diketahui, namun demikian jumlah kematian ibu dan bayi masih
tetap tinggi (Depkes RI, 2001).1
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2006 (2008, dalam Depkes RI), AKI Indonesia
adalah 307/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002, sedangkan AKB di Indonesia sebesar
35/1000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian maternal yang paling umum di
Indonesia adalah perdarahan 28%, eklamsi 24%, dan infeksi 11%. Penyebab kematian bayi
yaitu BBLR 38,94%, asfiksia lahir 27,97%. Hal ini menunjukkan bahwa 66,91% kematian
perinatal dipengaruhi oleh kondisi ibu saat melahirkan.1
Prinsip obat emergensi dalam bidang obstetrik adalah untuk menanggulangi
kegawatdaruratan dengan menurunkan tekanan darah, meningkatkan denyut jantung,
meningkatkan kontraksi uterus, serta menghentikan pendarahan yang berlebihan.
2
Jenis Obat emergensi
MgSO42,3,4,5
Magnesium sulfat (MgSO4) adalah obat yang paling umum digunakan untuk
pengobatan eklampsia dan profilaksis pada pasien dengan pre-eklampsia berat. Hal ini
biasanya diberikan melalui IV (4-5g dicairkan dalam 250ml NS/D5W) lalu dilanjutkan
maksimal 10g (10ml dari 50% larutan murni) terbagi diberikan IM tiap bokong. Efek klinis
dan toksisitas MgSO4 dapat dihubungkan dengan konsentrasi dalam plasma. Konsentrasi 1,8
– 3,0 mmol/L telah disarankan untuk pengobatan kejang eklampsia. Dosis magnesium yang
sebenarnya dan konsentrasi yang dibutuhkan untuk profilaksis belum pernah diperkirakan.
Peringatan pertama adanya toksisitas pada ibu adalah hilangnya refleks patella pada
konsentrasi plasma antara 3,5 dan 5 mmol/L. kelumpuhan pernapasan terjadi pada 5
sampai 6,5 mmol/L. Serangan jantung dapat terjadi ketika konsentrasi melebihi 12,5
mmol/L.
Ketika terjadi intoksikasi MgSO4, segera hentikan pemakaian dan beri kalsium
glukonas 10% 1g (10% dalam 10cc) diberikan intravena selama 3 menit.
Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh pemberian magnesium sulfat adalah:
Penurunan kontraksi uterus
Hiporefleksia
Gagal nafas
Sirkulasi kolaps
Hipotermi
Hipotensi
Dll.
MgSO4 bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin
pada rangsangan serat saraf dengan menghabat transmisi neuromuskular. Transmisi
neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinap. Pada pemberian MgSO4,
magnsesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi
(terjadi kompetitif inhibitor antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium
yang tinggi dalam darah akan menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium
3
sulfat sampai sekarang tetap menjadi pilihan utama untuk anti kejang pada
eklampsia.
MgSO4 pada sistem kardiovaskuler melambatkan impuls dari SA node dan
memperpanjang waktu konduksi, pada sistem sel mendorong pergerakan kalsium,
kalium, dan natrium masuk atau keluar sel dan stabilitas membran eksitabel, pada
gastrointestinal mendorong retensi osmotik dari cairan dalam kolon, mengakibatkan
distensi dan peningkatan aktifitas peristaltik.
Pemberian MgSO4 dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari
pemberiannya menimbulkan efek panas. Pemberian MgSO4 secara parenteral merupakan
kontraindikasi pada pasien dengan blok jantung atau kerusakan miokard.
Onset antikonvulsannya jika melalui IV akan langsung terlihat, IM 1 jam baru terlihat.
Durasinya pada IV hanya 30min, IM 3-4 jam. Pada pembuluh darah 30% MgSO4 akan
berikatan dengan protein, 1 – 2% terdistribusi ke ekstraseluler. Eliminasi MgSO4 akan
diekskresikan melalui urin.
Metildopa5,6,7
Metildopa merupakan adrenolitik sentral. Merupakan pilihan utama untuk
pengobatan hipertensi pada kehamilan karena terbukti aman untuk janin. Sasaran
penggunaan obat ini adalah memperoleh tekanan darah diastolik 90 sampai 105 mmhg.
Metildopa merupakan prodrug yang dalam SSP menggantikan kedudukan DOPA
dalam sintesis, katekolamin dengan hasil akhir α-metilorepinefrin. Diduga efek
hipertensinya lebih disebebkan oleh stimulasi reseptor α-2 di sentral sehingga mengurangi
sinyal simpatis ke perifer. Metildopa menurunkan resistensi vaskular tanpa mempengaruhi
frekuensi dan curah jantung. Onset 3-6 jam Efek maksimal dicapai setelah 6-8 jam setelah
pemberian oral atau 4-6 jam pemberian IV. Hipotensi ortostatik jarang terjadi selama
penggunaan obat ini. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal tidak dipengaruhi oleh metildopa.
Pada pemakaian jangka panjang sering terjadi retensi air sehingga efek antihipertensinya
4
semakin berkurang. Hal ini disebut toleransi semu. Dapat diatasi dengan pemberian
diuretik.
Efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat ini adalah:
Sedasi
Mulut kering
Hipotensi postural
Pusing
Sakit kepala
Dapat juga terjadi sindrom seperti lupus dengan pemebentukan antibodi
antinukleus (ANA). Bila terjadi hemolisis segera hentikan penggunaan obat.
Penghentian mendadak obat ini akan mengakibatkan fenomena rebound berupa
peningkatan tekanan darah yang mendadak.
Metildopa tidak boleh diberikan kepada pasien dengan penyakit hati aktif,
hipersensitif, feokromositoma, dan tidak boleh diberikan bersama MAOIs. Termasuk
pregnensi kategori B.
Dosis efektif minimal adalah 2 x 125 mg perhari dan dosis maksimal 3 g
perhari. Untuk hipertensi paska bedah sering diberkan secara IV dengan infus
intermiten 250 sampai 1000 g tiap 6 jam.
Oksitosin7,8,9
Oksitosis adalah hormon alami yang menyebabkan uterus berkontraksi. Oksitosisn
digunakan untuk menginduksi persalinan atau memperkuat kontraksi persalinan saat
melahirkan, dan untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Oksitosis juga digunakan
untuk merangsang kontraksi uterus pada wanita dengan keguguran tidak lengkap atau
terancam.
Stimulasi sensoris pada serviks, vagina dan payudara secara reflaks melepaskan
hormon oksitosis dari hipofisis posterior. Sensitivitas uterus terhadap oksitosin meningkat
5
bersamaan bertambahnya umur kehamilan. Pada kehamilan tua dan persalinan spontan,
pemberian oksitosisn mengingkatkan kontraksi. Oksitosisn merangsang frekuensi dan
kekuatan otot polos uterus. Efek ini tergantung dari konsentrasi esterogen. Pada
konsentrasi estrogen yang rendah, efek oksitosin terhadap uterus juga berkurang. Oksitosin
dapat memulai atau meningkatkan ritme kontraksi uterus pada setiap saat, namun pada
kehamilan muda diperlukan dosis tinggi. Pemberian infus oksitosin harus disertai
pemantauan klinis yang serius. Karena pada dosis kecil saja sudah cukup efektif pada
presalinan aterm. Oksitosin juga meningkatkan produksi prostaglandin yang merangsang
kontraksi uterus. Selain untuk merangsang kontraksi uterus, oksitosin juga berguna untuk
proses ejeksi susu.
Oksitosin memberikan hasil baik pada pemberian perenteral. Pemberian intranasal
kurang efektif. Oksitosin diabsorbsi melalui mukosa mulut, sehingga memungkinkan untuk
diabsorbsi melalui tablet hisap. Diduga bahwa sumber oksitosin adalah plasenta. Waktu
paruh oksitosin sangat singkat, antara 3-5 menit dan durasinya IM 2-3 jam, IV 1 jam.
Oksitosin tidak terikat oleh protein plasma dan dieliminasi oleh ginjal dan hati.
Suntikan oksitosin berisi 10 unit USP/ml. Dapat diberikan melalui IM / IV. Satu unit
USP oksitosin kira-kira setara dengan 2 mcg hormon murni.
Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh oksitosin adalah:
Denyut jantung yang tidak teratur
Pendarahan yang berlebihan
setelah melahirkan
Muntah-muntah hebat
Kram otot
Neonatal seizure
Fetal death
dll
Jangan diberikan pada KPD, malpresentasi, fetal distres , hipertonik uteri.
Alkaloid Ergot10
Alkaloid ergot yang Jamur ini menyintesis histamin, asetilkolin, tyramine, dan
produk biologis aktif lainnnya. Alkaloid memperngaruhi adrenoreseptor, reseptor dopamin,
6
reseptor 5-HT, dan jenis reseptor mungkin lainnya. Alkaloid serupa dihasilkan oleh jamur
parasit ke sejumlah lainnya seperti tanaman rumput.
Konsumsi alkaloid ergot dalam biji-bijian yang terkontaminasi dapat ditelusuri
kembali lebih dari 2000 tahun dari deskripsi wabah keracunan ergot (ergotism). Efek yang
paling dramatis dari keracunan adalah demensia dengan halusinasi, muka kemerahan,
vasospasme berkepanjangan yang dapat mengakibatkan gangeren, dan stimulasi otot polos
rahim, yang pada kehamilan dapat menyebabkan aborsi (Pregnancy Category X).
Dalam dosis yang sangat kecil, ergot dapat membangkitkan kontraksi berirama dan
relaksasi rahim. Pada konsentrasi tinggi, obat ini menginduksi kontraksi kuat dan
berkepanjangan. Ergonovine lebih selektif daripada alkaloid ergot lainnya dalam
memperngaruhi rahim dan merupakan agen pilihan dalam aplikasi obstetrik. Dosis yang
digunakan biasanya 0,2mg IM boleh di ulang 2 – 4 jam, maksimal 5 dosis. Pemberian IV
hanya untuk emergensi karena berpotensial hipertensi dan CVA (Cerebrovascular Accident).
Dapat juga diberikan oral 0,2 – 0,4 mg tiap 6 - 12 jam jika perlu sampai 49 jam / bahaya
atoni uteri teratasi. Onsetnya 5 – 15 menit pada PO, 2 – 5 menit pada IM, dan langsung pada
IV. Durasinya 3 jam pada PO, 3 jam pada IM, dan 45 min pada IV. Dimetabolisme di hati dan
di eksresi pada urin dan feses.
Efek toksik yang paling umum dari derivat ergot adalah diare, mual, aktivasi pusat
muntah. Sebuah efek toksik lebih berbahaya dari overdosis dengan agen seperti ergotamine
dan ergonovine adalah vasospasme berkepanjangan. Seperti dijelaskan di atas, ini tanda
stimulasi otot pembuluh darah halus dapat menyebabkan gangren dan memerlukan
amputasi. Infark usus juga telah dilaporkan dan mungkin memerlukan reseksi.
Jangan diberikan pada pasien yang mengalami hipertensi, keracunan, hamil,
hipersensitif, atau penggunaan jangka panjang dan saat menyusui.
Prostaglandin10,11,12
Didalam tubuh manusia terdapat banyak jenis prostaglandin dan tempat kerjanya
berbeda-beda, serta saling megadakan dengan autakoid lain, neurotransmitter, hormon
7
serta obat-obatan. Prostaglandin ditemukan ovarium, miometrium dan cairan menstrual
yang berbeda beda selama siklus haid. Prostaglandin sudah dipastikan bersifat oksitoksik
sehingga berinteraksi dengan oksitosin dan memperkuat efek oksitosin. Prostaglandin
berfungsi dalam proses ovulasi dan luteolisis, serta mempengaruhi hormon lain seperti LH.
Prostaglandin berperan penting dalam proses persalinan. Berbeda dengan oksitosin,
prostaglandin dapat merangsang terjadinya persalinan pada setiap usia kehamilan.
Sejumlah penelitian telah menunjukan bahwa PGE2, PGF2α, dan analog mereka
secara efekif memulai dan merangsang persalinan, namun PGF2α keaktifannya hanya
sepersepuluh dibanding PGE2. Tampaknya tidak ada perbedaaan dalam keberhasilan PGE2
dan PGF2α ketika diberikan IV, namun mungkin digunakan lokal untuk proses pematangan
leher rahim. Prostaglandin dan oksitosin memiliki tingkat keberhasilan yang sama dalam
menginduksi persalinan. PGF2α memiliki toksisitas gastrointestinal yang lebih dari PGE2.
Bahkan, PGE2 harus digunakan pada tingkat sekitar 20 kali lebih cepat daripada yang
digunakan untuk induksi persalinan untuk menurunakan tekanan darah dan detak jantung
meningkat. PGF2α adalah bronkokonstriktor dan jangan digunakan pada pasien asma
bronchial. Meskipun kedua PGE2 dan PGF2α melewati fetoplasenta barrier, toksisitas janin
jarang ditemukan. Juga kontraindikasi dengan PID, penyakit paru, pendarahan vagina
profuse.
Efek samping pemberian prostaglandin sedikit lebih sering ditemukan daripada
pemberian oksitosin. Efek samping dari pemberian prostaglandin adalah mual, muntah,
diare, demam, nyeri perut.
Selain digunakan pada proses persalinan, prostaglandin juga dapat digunakan
sebagai obat untuk menterminasi kehamilan. PGE2 dan PGF2α memiliki efek oksitoksik yang
cukup efektif. Kemampuan prostaglandin E dan F dan analog mereka untuk mengakhiri
kehamilan pada setiap tahap dengan menginduksi kontraksi rahim telah disesuaikan dengan
penggunaan klinis yang umum. Banyak penelitian di seluruh dunia telah menetapkan bahwa
pemberian prostaglandin efisien dalam menterminasi kehamilan. Obat-obatan yang
digunakan untuk aborsi pertama dan trimester kedua dan untuk pematangan serviks
sebelum aborsi. Prostaglandin ini tampaknya melunakan leher rahim dengan meningkatkan
isi dari proteoglycan dan mengubah sifat biofisik dari kolagen.
8
Dinoprostone, preparat sintetis PGF2α, diberikan vagina untuk penggunaan
oksitoksik. Di Amerika Serikat, telah disetujui untuk penggunaanya dalam aborsi pada
trimester kedua kehamilan, untuk mola hidatidosa jinak, dan untuk pematangan leher rahim
untuk induksi persalinan. Dosis yang digunakan untuk terminasi kehamilan adalah 20mg
suppository intravaginal tiap 3 – 5 hari sampai aborsi.
Carboprost trometamin(15-metil- PGF2α) digunakan untuk menginduksi aborsi pada
trimester kedua dan untuk mengontrol pendarahan postpartum yang tidak mampu diatasi
melalui metode konvensional dari manajemen. Tingkat keberhasilan adalah sekitar 80%. Hal
ini diberikan sebagai injeksi 250-mcg tunggal intramuskular, diulang jika perlu. Muntah dan
diare terjadi umumnya, mungkin karena stimulasi otot gastrointestinal. Peningkatan suhu
dapat terlihat disekitar seperdelapan dari pasien yang menggunakan obat ini.
Prostaglandin mencapai puncak dalam plasma 30 – 45 menit. Onsetnya 10 menit dan
durasinya 2 – 3 jam dengan dinoprostone suppositoria intravaginal. Waktu paruhnya 2,5 – 5
menit. Di metabolisme dengan cepat pada paru, ginjal, limpa, dan jaringan lain dengan
ekskresinya banyak di urin, sedikit di feses.
Pemberian prostaglandin mempunyai dua kekurangan. Yang pertama, reaksi yang
relatif tidak dapat diprediksi. Dan yang kedua, tingginya angka kemungkinan timbulnya efek
samping. Maka dari itu, ada banyak cara untuk memasukan obat tersebut. Dapat melalui
intra-amniotik, extra-amniotik. Karena absorbsi yang lambat menyebabkan menurunnya
kecepatan dan tingkat efek samping yang dapat ditimbulkan.
Obat obatan lain13
Antikonvulsan
Mencegah kejang pada saat hamil adalah cara terbaik mengatasi kejang pada
kehamilan karena semua obat antikonvulsan memiliki efek teratogenik (pregnensi kategori
D). Jika kejang tetap tidak dapat terkontrol, resiko harus diambil untuk menghentikan kejang
dan harus melalui konseling terlebih dahulu terhadap keluarga pasien sebelum
menggunakan agen yang teratogenik.
9
Beberapa contoh obat dengan hubungan teratogeniknya:
o Trimethadion berhubungan kuat dengan malformasi dan mental retardasi.
o Asam valproat menyebabkan resiko tinggi spinabifida, prenatal tes untuk
defek neural tube harus dilakukan pada pasien yang menggunakan agen ini
saat hamil.
o Carbamazepine memiliki resiko yang tinggi terhadap malformasi kraniofasial
dan tungkai bawah minor dan keterlambatan perkembangan.
o Phenytoin mengakibatkan fetal hydantoin sindrom termasuk anomali
kraniofasial, deformitas tungkai bawah, gagal tumbuh, retardasi mental.
Kardiovaskuler
o Adenosine digunakan untuk mengatasi SVT pada kehamilan
o Verapamil sukses digunakan tetapi memiliki resiko hipotensi, bradikardi, atau asistol
dengan fetal efek sekunder.
o Heparin digunakan untuk pasien hamil dengan resiko trombosis intravaskuler.
Heparin aman jika dimonitor ketat dan heparin tidak menembus plasenta.
o Warfarin kontraindikasi terhadap kehamilan karena tercatat baik memiliki efek
teratogenik (pregnensi kategori X).
KESIMPULAN
Obat-obat emergency sangat diperlukan untuk mengatasi kondisi-kondisi gawat
darurat. Obat-obat ini menghasilkan efek life saving pada kondisi dimana tindakan yang
cepat dan tepat sangat dibutuhkan. Obat-obata ini harus tersedia di rumah sakit,
puskesmas, serta klinik. Obat-obatan tersebut harus ditempatkan pada tempat yang mudah
dijangkau oleh petugas medis. Petugas medis juga diharapkan tahu obat apa saja yang harus
diberikan serta tahu kapan obat tersebut harus diberikan.
10
Emergensi dalam bidang obstetrik ada dua nyawa yang terancam. Walaupun nyawa
pasien telah terselamatkan, obat obatan yang kita berikan tidak lepas dari resiko yang akan
diterima oleh pasien, maka dari itu setidaknya sebagai dokter kita dapat menjelaskan resiko
tersebut walau tak bisa dihindari.
Daftar Pustaka
1. Angka kematian ibu, bayi, dan Balita Indonesia. Available from :
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/12345678/17198/5/chapter%20I.pdf. Diunduh
pada tanggal 22 Desember 2013.
2. Magnesium sulfate in eclamsia and pre-eclamsia: pharmacokinetic principles. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10803454. Diunduh pada tanggal 22 Desember
2013.
3. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka: 2008
4. Magnesium Sulfate (MgSO4), Medscape. Available from:
http://reference.medscape.com/drug/mgso4-magnesium-sulfate-344444#4. Diunduh pada
tanggal 22 Desember 2013.
5. Chestnut, David. Obstetric Anesthesia: Principle and Practice. Elsevier. 2004 available from:
http://ebookee.org/Obstetric-Anesthesia-principles-andPractice-by-David-H-
Chestnut_710038.html. Diunduh pada tanggal 22 Desember 2013.
6. Metyldopa, Medscape. Available from: http://reference.medscape.com/drug/aldomet-
methyldopa-342385. diunduh pada tanggal 22 Desember 2013.
7. Departemen Farmakologi dan terapeutik FKUI, Farmakologi dan terapi. Jakarta: Penerbit
Gaya Baru, 2007
8. Postpartum Hemorrhage in Emergency Medicine Treatment & Management, Medscape.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/796785-treatment. Diunduh pada
tanggal 22 Desember 2013.
9. Oxytocin. Available from: http://www.drugs.com/mtm/oxytocin.html. Diunduh pada tanggal
22 Desember 2013.
10. Katzung, B, dkk. Basic and clinical pharmacology. Singapore: McGraw-hill. 2007
11. Prostaglandins in obstetrics. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc1504222/?page=1. Diunduh pada tanggal 22
Desember 2013.
11
12. Elective Abortion Medication, Medscape. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/252560-medication#showall. Diunduh tanggal 22
Desember 2013.
13. Swartz, Principle and Practice of Emergency Medicine 4th, Chapter 56 Obstetric Emergency,
Medication Use in Pregnancy. Diunduh tanggal 22 Desember 2013.
12