Referat Anastesi Multiple Fraktur

50
BAB 1 PENDAHULUAN 1. IDENTITAS Nama : Sdr Ongky Putra Jaya No RM : 123042 Umur : 17 th Agama : Islam Pekerjaan : - Alamat : Pesanggrahan Gudo Kab. Jombang 2. ANAMNESA Keluhan Utama : Korban kecelakaan lalu lintas, sepeda motor vs sepeda motor, nyeri paha kanan, dan rahang bawah kanan, luka robek di tangan dan kaki kanan. RPS : Sesaat MRS pasien sempat pingsan dan tidak mengingat kejadian.Riwayat pusing (+), mual (-), muntah (-). Pasien merasa nyeri pada rahang bawah, mulut tidak bisa menutup sempurna dan gigi berdarah, nyeri saat menggerakkan rahang. Nyeri paha kanan. RPD : pasien belum pernah mengalami kejadian serupa sebelumnya, riwayat pingsan dalam waktu lama (-), riwayat trauma kepala sebelumnya (-). Riwayat diabetes, Hipertensi, Asma disangkal 1

description

referat

Transcript of Referat Anastesi Multiple Fraktur

FRAKTUR MANDIBULA

BAB 1

PENDAHULUAN

1. IDENTITAS

Nama : Sdr Ongky Putra Jaya

No RM : 123042

Umur : 17th

Agama : Islam

Pekerjaan : -

Alamat : Pesanggrahan Gudo Kab. Jombang

2. ANAMNESA

Keluhan Utama : Korban kecelakaan lalu lintas, sepeda motor vs sepeda motor, nyeri paha kanan, dan rahang bawah kanan, luka robek di tangan dan kaki kanan.

RPS : Sesaat MRS pasien sempat pingsan dan tidak mengingat kejadian.Riwayat pusing (+), mual (-), muntah (-). Pasien merasa nyeri pada rahang bawah, mulut tidak bisa menutup sempurna dan gigi berdarah, nyeri saat menggerakkan rahang. Nyeri paha kanan.

RPD : pasien belum pernah mengalami kejadian serupa sebelumnya, riwayat pingsan dalam waktu lama (-), riwayat trauma kepala sebelumnya (-).

Riwayat diabetes, Hipertensi, Asma disangkal

RPK : Riwayat penyakit Jantung, Hipertensi DM, Asma disangkal

Riwayat Alergi : disangkal

3. DATA OBYEKTIF

Keadaan Umum : CM, tampak kesakitan, GCS 356

Vital Sign:

TD: 140/90mmHg, t : 36,2 oC , N : 104 x /menit, reguler, kuat , RR : 19 x/menit

1. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala dan wajah :

A/I/C/D -/-/-/-

Mandibula dextra : deformitas (+)

Bibir bawah : v. apertum 3 cm

Bibir dalam : v.apertum 0,5 cm

Mata : reflek cahaya (+/+), pupil isokor, edema palpebra (-).

b. Cervical spine

Terdapat v. Excoriasi (+)

c. Thorax :

Jejas (+)

Pulmo : ronchi -/- wheezing -/-

Cor : S1 S2 tunggal

d. Abdomen :

Supel

Nyeri tekan (-)

e. Ekstremitas :

Antebrachii dextra :

manus dan siku : v. Apertum 2 cm

femur dextra : deformitas (+)

pedis dextra : vulnus apertum 4 cm

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab hematologi tgl 2 mei 2012

Pemeriksaan

Hasil

Nilai normal

Hematologi

Cell dyn cito

Hemoglobin

10,5

11,4-17,7 g/dl

Lekosit

19.500

4.700-10.300 /cmm

Hematokrit

30,5

37-48%

Eritrosit

3.550.000

4,5-5,5 jt/ul

Trombosit

325.000

150.000-350.000/cmm

LED cito

Bahan kurang

0-20 mm/jam

Foto skull AP dan foto femur dextra AP/LAT

5. DIAGNOSA

Diagnosis Klinis : CKR + close Fratur mandibula dextra + close fraktur femur dextra + VL

6. RENCANA ANESTESI

General anestesi intubasi

7. LAPORAN OPERASI

Tanggal MRS: 28 April 2012

Tanggal operasi: 3 Mei 2012

No. RM: 123042

Nama: Ongky Putra Jaya

Ruang: Asoka

Umur : 17 tahun

TB/BB: 165 cm/ 50 kg

Rencana op: pro orif femur dextra + platting mandibula

PS 12345 D: 2

Premedikasi: Morfin 5 mg, Midazolam 2,5 mg

Rencana anestesi: General Anestesi Intubasi

Tensi :150/90 mmHg

Nadi : 82 kali/menit

RR: 16 kali/menit

Temp: 36,4 C

Dokter bedah : dr. Sofwan, dr. Ketut

Dokter anestesi : dr. Rahadi Sp.An

Obat inhalasi : isoflurane, O2+N2O 2 lt/menit

Obat induksi : phentanyl 100 mcg, savol 120 mg, trachurium 25 mg

Cairan masuk: pre op RL 500 ml, DO : RL 2000 ml, PRC 1 bag

Cairan keluar: 1000 ml

Catatan jalannya anestesi: pre oksigenasi 3-5 menit, induksi, intubasi, apneu, ett no.7 NK nasal, mayo (-), phage (+), SC system, CR monitor

Obat yg masuk selama op: ketorolac 20 mg, fondavel 1 amp, transamin 100mg

Mulai induksi anestesi : 10.30 WIB

Mulai incisi: 10.45 WIB

Selesai op: 13.30 WIB

Observasi pasca bedah: Tensi 120/80 mmHg, N : 90 x/mnt, O2 masker 2 lpm

8. PROGRESS NOTE (SOAP)

Tgl 4-5-12

S

O

A

P

Nyeri paha kanan dan rahang kanan

KU cukup, composmentis, T : 140/80, N:87, RR :21, temp : 36,6 C,

Kepala : A/I/C/D -/-/-/-

Thorax : sim/ret +/-, cor : S1S2 tunggal, Pulmo : rhonki/wheezing -/-

Abdomen : BU(+), supel

Extremitas : akral hangat

Post op orif femur dex, platting mandibula

Inj terfanof 3x1gr iv

Farmadol 3x1

Ranitidin 2x1

Foto femur AP/LAT, skull AP/LAT

Tgl 5-5-12

S

O

A

P

Nyeri paha kanan dan rahang kanan

KU cukup, composmentis, T : 130/80, N:89, RR :21, temp : 35,1 C

Kepala : A/I/C/D -/-/-/-

Thorax : sim/ret +/-, cor : S1S2 tunggal, Pulmo : rhonki/wheezing -/-

Abdomen : BU(+), supel

Extremitas : akral hangat

Post op orif femur dex, platting mandibula

Inj terfanof 3x1gr iv

Farmadol 3x1

Neurobion 2x1

Tgl 6-5-12

S

O

A

P

Nyeri paha kanan dan rahang kanan

KU cukup, composmentis, VS stabil

Kepala : A/I/C/D -/-/-/-

Thorax : sim/ret +/-, cor : S1S2 tunggal, Pulmo : rhonki/wheezing -/-

Abdomen : BU(+), supel

Extremitas : edem pd kaki kanan, nyeri tekan, maloklusi (-)

Post op orif femur dex, platting mandibula

Inj terfanof 3x1gr iv

Analgesic dan Ab

Diet bubur kasar

Cefat 3x1 tab

Ossoral 2x1 tab

Mefinal 3x1 tab

Ezygral 2x1 tab

Tgl 7-5-12 acc KRS control poli tgl 9-5-12

S

O

A

P

Nyeri paha kanan dan rahang kanan

KU cukup, VS stabil

Kepala : A/I/C/D -/-/-/-

Thorax : sim/ret +/-, cor : S1S2 tunggal, Pulmo : rhonki/wheezing -/-

Abdomen : BU(+), supel

Extremitas : akral hangat, maloklusi (-), nyeri tekan (-)

Post op orif femur dex, platting mandibula

Oral higyene dgn betadin kumur

Diet bubur kasar

AB dan analgesik

Foto femur AP/LAT, skull AP/LAT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. FRAKTUR MANDIBULA

1.1ANATOMI DAN FISIOLOGI

Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pada daerah muka. Dibentuk oleh dua bagian simetris yang mengadakan fusi dalam tahun pertama kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus, yaitu suatu lengkungan tapal kuda dan sepasang ramus yang pipih dan lebar yang mengarah keatas pada bagian belakang dari korpus. Pada ujung dari masing-masing ramus didapatkan dua buah penonjolan disebut prosesus kondiloideus dan prosesus koronoideus. Prosessus kondiloideus terdiri dari kaput dan kolum. Permukaan luar dari korpus mandibula pada garis median, didapatkan tonjolan tulang halus yang disebut simfisis mentum yang merupakan tempat pertemuan embriologis dari dua buah tulang.

Bagian korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus alveolaris yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah korpus mandibula mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan korpus mandibula kurang lebih 1 nchi dari simfisis didapatkan foramen mentalis yang dilalui oleh vasa dan nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus mandibula cekung dan didapatkan linea milohiodea yang merupakan origo m. Milohioid. Angulus mandibula adalah pertemuan antara tepi belakang ramus mandibula dan tepi bawah korpus mandibula. Angulus mandibula terletak subkutan dan mudah diraba pada 2-3 jari dibawah lobulus aurikularis. (4)

Secara keseluruhan tulang mandibula ini berbentuk tapal kuda melebar di belakang, memipih dan meninggi pada bagian ramus kanan dan kiri sehingga membentuk pilar, ramus membentuk sudut 1200 terhadap korpus pada orang dewasa. Pada yang lebih muda sudutnya lebih besar dan ramusnya nampak lebih divergens.

Dari aspek fungsinya, merupakan gabungan tulang berbentuk L bekerja untuk mengunyah dengan dominasi (terkuat) m. Temporalis yang berinsersi disisi medial pada ujung prosesus koronoideus dan m. Masseter yang berinsersi pada sisi lateral angulus dan ramus mandibula. M. Pterigodeus medial berinsersi pada sisi medial bawah dari ramus dan angulus mandibula. M masseter bersama m temporalis merupakan kekuatan untuk menggerakkan mandibula dalam proses menutup mulut. M pterigoideus lateral berinsersi pada bagian depan kapsul sendi temporo-mandibular, diskus artikularis berperan untuk membuka mandibula. Fungsi m pterigoid sangat penting dalam proses penyembuhan pada fraktur intrakapsuler.

Gb. 2.1 anatomi tulang mandibula (7)

Mandibula mendapat nutrisi dari arteri alveolaris inferior yang merupakan cabang pertama dari arteri maxillaris yang masuk melalui foramen mandibula bersama vena dan nervus alveolaris inferior berjalan dalam kanalis alveolaris. Arteri alveolaris inferior memberi nutrisi ke gigi-gigi bawah serta gusi sekitarnya kemudian di foramen mentalis keluar sebagai a. Mentalis. Sebelum keluar dari foramen mentalis bercabang menuju incisivus dan berjalan sebelah anterior ke depan didalam tulang. Arteri mentalis beranastomosis dengan arteri facialis, arteri submentalis dan arteri labii inferior. Arteri submentalis dan arteri labii inferior merupakan cabang dari arteri facialis. Arteri mentalis memberi nutrisi ke dagu. Aliran darah balik dari mandibula melalui vena alveolaris inferior ke vena facialis posterior. Daerah dagu mengalirkan darah ke vena submentalis, yang selanjutnya mengalirkan darah ke vena facialis anterior. Vena facialis anterior dan vena facialis posterior bergabung menjadi vena fascialis communis yang mengalirkan darah ke vena jugularis interna. (7)

Mandibula memiliki mobilitas dan gaya yang sangat banyak, sehingga dalam melakukan penanganan fraktur mandibula harus benar-benar diperhatikan biomekanik yang terjadi. Gerakan mandibula dipengaruhi oleh empat pasang otot yang disebut otot-otot pengunyah, yaitu otot masseter, temporalis, pterigoideus lateralis dan medialis. Otot digastricus bukan termasuk otot pengunyah tetapi mempunyai peranan yang penting dalam fungsi mandibula. (8)

Pada waktu membuka mulut, maka yang berkontraksi adalah m. Pterigoideus lateralis bagian inferior, disusul m pterigoideus lateralis bagian superior ( yang berinsersi pada kapsul sendi) saat mulut membuka lebih lebar. Sedangkan otot yang berperan untuk menutup mulut adalah m. Temporalis dan masseter dan diperkuat lagi oleh m. Pterigoideus medialis. Kekuatan dinamis dari otot pengunyah orang dewasa pada gigi seri 40kg, geraham 90kg, sedang kekuatan menggigit daerah incisivus 10kg, molar 15 kg. (5)

1.2FRAKTUR MANDIBULA

Fraktur didefinisikan sebagai deformitas linear atau terjadinya diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur dapat terjadi akibat trauma atau karena proses patologis. Fraktur akibat trauma dapat terjadi akibat perkelahian, kecelakaan lalulintas, kecelakaan kerja, luka tembak, jatuh ataupun trauma saat pencabutan gigi. Fraktur patologis dapat terjadi karena kekuatan tulang berkurang akibat adanya kista, tumor jinak atau ganas rahang, osteogenesis imperfecta, osteomyelitis, osteomalacia, atrofi tulang secara menyeluruh atau osteoporosis nekrosis atau metabolic bone disease. Akibat adanya proses patologis tersebut, fraktur dapat terjadi secara spontan seperti waktu bicara, makan atau mengunyah. (10)

Beberapa macam klasifikasi fraktur mandibula dapat digolongkan berdasar sebagai berikut :

Insidens fraktur mandibula sesuai dengan lokasi anatomisnya; prosesus condiloideus (29.1%), angulus mandibula (24%), simfisis mandibula (22%), korpus mandibula (16%), alveolus (3.1%), ramus (1.7%), processus coronoideus (1.3%). (9,10,11)

Berdasar ada tidaknya gigi pada kiri dan kanan garis fraktur ; kelas 1 : gigi ada pada kedua bagian garis fraktur, kelas II : gigi hanya ada pada satu bagian dari garis fraktur, kelas III : tidak ada gigi pada kedua fragmen, mungkin gigi sebelumnya memang sudah tidak ada (edentolous), atau gigi hilang saat terjadi trauma.

Berdasar arah fraktur dan kemudahan untuk direposisi dibedakan : horisontal yang dibagi menjadi favourable dan unfavourable. Vertikal, yang juga dibagi menjadi favourable dan unfavourable. Kriteria favourable dan unfavourable berdasarkan arah satu garis fraktur terhadap gaya otot yang bekerja pada fragmen tersebut. Disebut favourable apabila arah fragmen memudahkan untuk mereduksi tulang waktu reposisi sedangkan unfavourable bila garis fraktur menyulitkan untuk reposisi.

Berdasar beratnya derajat fraktur, dibagi menjadi fraktur simple/closed yaitu tanpa adanya hubungan dengan dunia luar dan tidak ada diskontinuitas dari jaringan sekitar fraktur. Fraktur compound atau open yaitu fraktur berhubungan dengan dunia luar yang melibatkan kulit, mukosa atau membran periodontal.

Berdasar tipe fraktur dibagi menjadi fraktur greenstick (incomplete); fraktur yang biasanya didapatkan pada anak-anak karena periosteum tebal. Fraktur tunggal ; fraktur hanya pada satu tempat saja. Fraktur multiple ; fraktur yang terjadi pada dua tempat atau lebih, umumnya bilateral. Fraktur komunitif ; terdapat adanya fragmen yang kecil bisa berupa fraktur simple atau compound.

Selain itu terdapat juga fraktur patologis; fraktur yang terjadi akibat proses metastase ke tulang, impacted fraktur; fraktur dengan salah satu fragmen fraktur di dalam fragmen fraktur yang lain. Fraktur atrophic ; adalah fraktur spontan yang terjadi pada tulang yang atrofi seperti pada rahang yang tak bergigi. Indirect fractur ; fraktur yang terjadi jauh dari lokasi trauma. (11, 12)

1.3 DIAGNOSIS

Didalam penegakan diagnosis fraktur mandibula meliputi anamnesa, apabila merupakan kasus trauma harus diketahui mengenai mekanisme traumanya (mode of injury), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang..

Pada kasus trauma, pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur mandibula harus mengikuti kaidah ATLS, dimana terdiri dari pemeriksaan awal (primar survey) yang meliputi pemeriksan airway, breathing, circulation dan disability. Pada penderita trauma dengan fraktur mandibula harus diperhatikan adanya kemungkinan obstruksi jalan nafas yang bisa diakibatkan karena fraktur mandibula itu sendiri ataupun akibat perdarahan intraoral yang menyebabkan aspirasi darah dan clot.

Setelah dilakukan primary survey dan kondisi penderita stabil, dilanjutkan dengan dengan pemeriksaan lanjutan secondary survey yaitu pemeriksaan menyeluruh dari ujung rambut sampai kepala.

1. anamnesa ;

meliputi ada tidaknya alergi, medikamentosa, penyakit sebelumnya, last meal dan events/enviroment sehubungan dengan injurinya.

2. Pemeriksaan fisik ; dari inspeksi dilihat ada tidaknya deformitas, luka terbuka dan evaluasi susunan / konfigurasi gigi saat menutup dan membuka mulut, menilai ada/tidaknya maloklusi. Dilihat juga ada/tidaknya gigi yang hilang atau fraktur. Pada palpasi dievaluasi daerah TMJ dengan jari pada daerah TMJ dan penderita disuruh buka-tutup mulut, menilai ada tidaknya nyeri, deformitas atau dislokasi. Untuk memeriksa apakah ada fraktur mandibula dengan palpasi dilakukan evaluasi false movement dengan kedua ibujari di intraoral, korpus mandibula kanan dan kiri dipegang kemudian digerakkan keatas dan kebawah secara berlawanan sambil diperhatikan disela gigi dan gusi yang dicurigai ada frakturnya. Bila ada pergerakan yang tidak sinkron antara kanan dan kiri maka false movement +, apalagi dijumpai perdarahan disela gusi.

3. pemeriksaan penunjang ; pada fraktur mandibula dapat dilakukan pemeriksaan penunjang foto Rontgen untuk mengetahui pola fraktur yang terjadi. Setiap pemeriksaan radiologis diharapkan menghasilkan kualitas gambar yang meliputi area yang dicermati yaitu daerah patologis berikut daerah normal sekitarnya. Gambar yang dihasilkan seminimal mungkin mengalami distorsi, hal ini bisa dicapai dengan proyeksi yang dekat (film dan sumber x-ray sedekat mungkin dengan obyek) dan densitas serta kontras gambar foto optimal (diatur dari mA dan kVp serta waktu penyinaran dan proses pencuciannya). (5)

Dari gambaran radiologis adanya fraktur mandibula dapat dilihat sebagai berikut :

a. tulang alveolar

- gambaran garis radiolusen pada alveolus, uncorticated

- garis fraktur kebanyakan horizontal

- letak segmen gigi yang tidak pada tempatnya

- ligamen periodontal yang melebar

- bisa didapatkan gambaran fraktur akar gigi

b. corpus mandibula

- terlihat celah radiolusen bila arah sinar x-ray sejajar garis fraktur

- gambaran tersebut diatas bisa kurang jelas bila garis x-ray tidak sejajar garis fraktur

- step defect

- biasanya terdapat fraktur pada caput condylus lateral

c. condylus mandibula

- caput condylus biasanya shared off

- step defect

- overlap dari garis trabecular, tampak berupa gambaran garis radioopaque

- deviasi mandibula pada sisi yang fraktur (14)

Beberapa tehnik Roentgen dapat digunakan untuk melihat adanya fraktur mandibula antara lain ;

- foto skull AP/Lateral

- foto Eisler ; foto ini dibuat untuk pencitraan mandibula bagian ramus dan korpus, dibuat sisi kanan atau sisi kiri sesuai kebutuhan.

- Townes view ; dibuat untuk melihat proyeksi tulang maksila, zigoma dan mandibula

- reverse Townes view ; dilakukan untuk melihat adanya fraktur neck condilus mandibula terutama yang displaced ke medial dan bias juga melihat dinding lateral maksila

- Panoramic ; disebut juga pantomografi atau rotational radiography dibuat untuk mengetahui kondisi mandibula mulai dari kondilus kanan sampai kondilus kiri beserta posisi geliginya termasuk oklusi terhadap gigi maksila. Dibuat film didepan mulut pada alat yang rotasi dari pipi kanan ke pipi kiri, sinar-x juga berlawanan arah rotasi dari arah tengkuk sehingga tercapai proyeksi dari kondulus kanan sampai kondilus kiri.

Keuntungan panoramic adalah ; cakupan anatomis yang luas, dosis radiasi rendah, pemeriksaan cukup nyaman, bisa dilakukan pada penderita trismus,. Kerugiannya tidak bisa menunjukkan gambaran anatomis yang jelas daerah periapikal sebagaimana yang dihasilkan foto intra oral

- Temporomandibular Joint ; pada penderita trauma langsung daerah dagu sering didapatkan kondisi pada dagu baik akan tetapi terjadi fraktur pada daerah kondilus mandibula sehingga penderita mengeluh nyeri pada daerah TMJ bila membuka mulut, trismus kadang sedikit maloklusi. Pada pembuatan foto TMJ yang standard biasanya di lakukan proyeksi lateral buka mulut (Parma) dan proyeksi lateral tutup mulut biasa (Schuller). Biasanya dibuat kedua sendi kanan dan kiri untuk perbandingan.

- orbitocondylar view ; dilakukan untuk melihat TMJ pada saat buka mulut lebar, menunjukkan kondisi struktur dan kontur dari kaput kondilus tampak dari depan

CT Scan

Pemeriksaan ini pada kasus emergency masih belum merupakan pemeriksaan standart. Centre yang telah maju dalam penggunaan modalitas ini telah menggunakan CT Scan terutama untuk fraktur maksilofasial yang sangat kompleks. Pemeriksaan ini membirak banyak informasi mengenai cidera di bagian dalam.

MRI

Pemeriksaan MRI untuk fraktur maksilofasial tidak pernah dilakukan di RSUD dr Soetomo. Pemeriksaan ini terutama untuk melihat kerusakan pada jaringan lunak. (5)

1.4 PENATALAKSANAAN

Penanganan fraktur mandibula secara umum dibagi menjadi 2 metode yaitu reposisi tertutup dan terbuka.Reposisi tertutup (closed reduction) patah tulang rahang bawah ; penanganan konservatif dengan melakukan reposisi tanpa operasi langsung pada garis fraktur dan melakukan imobilisasi dengan interdental wiring atau eksternal pin fixation.

Reposisi terbuka (open reduction) ; tindakan operasi untuk melakukan koreksi defromitas-maloklusi yang terjadi pada patah tulang rahang bawah dengan melakukan fiksasi dengan interosseus wiring serta imobilisasi dengan menggunakan interdental wiring atau dengan mini plat+skrup. (14)

1.5 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur mandibula antara lain adanya infeksi, dengan kuman patogen yang umum adalah staphylococcus, streptococcus dan bacterioides. Terjadi malunion dan delayed healing, biasanya disebabkan oleh infeksi, reduksi yang inadekuat, nutrisi yang buruk, dan penyakit metabolik lainnya. Parasthesia dari nervus alveolaris inferior, lesi r marginalis mandibulae n. fasialis bisa terjadi akibat sayatan terlalu tinggi. Aplikasi vacuum drain dapat membantu untuk mencegah timbulnya infeksi yang dapat terjadi oleh karena genangan darah yang berlebihan ke daerah pembedahan. Fistel orokutan bisa terjadi pada kelanjutan infeksi terutama pada penderita dengan gizi yang kurang sehingga penyembuhan luka kurang baik dan terjadi dehisensi luka.(5)

2. FRAKTUR FEMUR

2.1 DEFINISI

Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.

2.2 FISIOLOGI / ANATOMI

Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.

2.3 KLASIFIKASI

Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :

1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan Melalui kepala femur (capital fraktur)

Hanya di bawah kepala femur

Melalui leher dari femur

2. Fraktur Ekstrakapsuler;

Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.

Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.

2.4 PATOFISIOLOGI

A. Penyebab fraktur adalah trauma

Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :

Osteoporosis Imperfekta

Osteoporosis

Penyakit metabolik

2.5 TRAUMA

Dibagi menjadi dua, yaitu :

Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).

Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.

2.6 GAMBARAN KLINIS

Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding dengan normal serta fragmen distal dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena empat penyebab:

1) Tanpa stabilitas longitudinal femur, otot yang melekat pada fragmen atas dan bawah berkontraksi dan paha memendek, yang menyebabkan bagian paha yang patah membengkak.

2) Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas. Fraktur memisahkan dua kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja tanpa ada aksi antagonis.

3) Beban berat kaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna.

4) Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang fraktur yang tajam dan paha terisi dengan darah, sehingga terjadi pembengkakan (1,2,3).

Selain itu, adapun tanda dan gejalanya adalah :

Nyeri hebat di tempat fraktur

Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah

Rotasi luar dari kaki lebih pendek

Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

2.7 KOMPLIKASI

1) Perdarahan, dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler. Hal ini dapat dikoreksi dengan transfusi darah yang memadai.

2) Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai.

3) Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma kecepatan tinggi dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak di antara fragmen. Fraktur yang tidak menyatu memerlukan bone grafting dan fiksasi interna.

4) Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi antagonis pada fragmen atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk aduktor. Deformitas varus diakibatkan oleh kombinasi gaya ini.

5) Trauma arteri dan saraf jarang, tetapi mungkin terjadi (2)

2.8 TATALAKSANA

X.Ray

Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans

Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.

CCT kalau banyak kerusakan otot.

Penatalaksanaan fraktur ini mengalami banyak perubahan dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini. Traksi dan spica casting atau cast bracing mempunyai banyak kerugian dalam hal memerlukan masa berbaring dan rehabilitasi yang lama, meskipun merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak. Oleh karena itu, tindakan ini tidak banyak dilakukan pada orang dewasa. Bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat diimobilisasi dengan salah satu dan empat cara berikut ini:

1) Traksi.

2) Fiksasi interna.

3) Fiksasi eksterna.

4) Cast bracing

BAB III

PEMBAHASAN

1. Anestesi

1. Teknik Anastesi

Anestesi yang digunakan adalah anestesi umum dengan teknik perlindungan jalan nafas. Pemantauan ditujukan atas fungsi nafas dan sirkulasi. Pulse oxymeter dianjurkan sebagai alat monitoring.

2. Penilaian dan Persiapan Praanestesia

Anamnesis

Riwayat apakah pasien pernah mendapat anesthesia sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah, sehingga dapat dirancang anesthesia berikutnya dengan lebih baik.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan gigi geligi, tindakan buka mulut, lidah relative besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.

Kebugaran untuk anesthesia

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan tidak perlu harus dihindari.

Masukan Oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko utama pada pasien yang menjalani anesthesia. Untuk meminimalkan resiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anesthesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia.

Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, dan pada bayi 3-4 jam. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas diperbolehkan 1 jam sebelum induksi anestesia.

Premedikasi

Premedikasi adalah pemberian obat sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesi diantaranya:

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan.

2. Memperlancar induksi anestesi.

3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus.

4. Meminimalkan jumlah obat anestetik.

5. Mengurangi mual muntah pasca bedah.

6. Menciptakan amnesia.

7. Mengurangi isi cairan lambung.

8. Mengurangi refleks yang membahayakan.

C. Induksi Anestesia

Induksi anestesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Induksi anestesia dapat dikerjakan dengan secara intravena, inhalasi, intramuskular, atau rectal. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai tindakan pembedahan selesai.

Induksi intravena paling sering dikerjakan dan digemari, apalagi bila sudah terpasang jalur vena, karena cepat dan mudah. Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan 30-6- detik. Selama induksi anestesia, pernafasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Pada pasien ini diberikan induksi intravena dengan phentanyl (100 mcg), Savol (120 mg), dan Tracurium (25 mg).

1. Fentanil 100 mcg im

Indikasi :

Nyeri sebelum operasi,selama & paska operasi, penanganan nyeri pada kanker, sebagai suplemen anestesi sebelum operasi untuk mencegah atau menghilangkan takipnea dan delirium paska operasi emergensi.

Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian

Parentral :

Sebelum operasi : 50-100 mcg IM, 30-60 menit sebelum operasi

Sebagai tambahan anestesi umum :

Dosis rendah (operasi minor) IV 2 mcg/kg

Dosis sedang ((operasi mayor) awal 2-20 mcg/kg, tambahan dosis IV/IM 25-100 mcg jika perlu

Dosis tinggi (operasi jantung terbuka, saraf atau prosedur ortopedi) awal 20-50 mcg/kg, tambahan dosis 25 mcg - 1 dosis awal jika perlu

Farmakologi

Metabolisme terutama dalam hati. Ekskresi melalui urin sebagai metabolit tidak aktif dan obat utuh 2-12%. Pada kerusakan ginjal terjadi akumulasi morfin-6-glukoronid yg dpt memperpanjang aktivitas opioid. Kira-kira 7-10% melalui feses. Ekskresi melalui urin sebagai metabolit tidak aktif dan obat utuh 2-12%. Pada kerusakan ginjal terjadi akumulasi morfin-6-glukoronid yg dpt memperpanjang aktivitas opioid. Kira-kira 7-10% melalui feses.

Kontraindikasi

Hipersensitivitas, depresi pernapasan yang parah, Sediaan transdermal tidak direkomendasikan pada nyeri akut atau paska operasi, nyeri kronis ringan atau intermiten atau pasien yg belum pernah menggunakan opioid & toleran thd opioid.

Efek Samping

Depresi pernapasan.

Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, kejang.

Pencernaan : mual, muntah, konstipasi

Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural

Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria

Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia, tremor otot, pergerakan yang tidak terkoordinasi, delirium atau disorientasi, halusinasi

Lain-lain : Berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit

Interaksi- Dengan Obat Lain :

Antidepresan (MAOi & trisklik) : Potensiasi efek antidepresan.

Agonis opiod lainnya, anestetik umum, trankuilizer, sedative, hipnotik : potensiasi efek depresi sistem saraf pusat.

Relaksan otot : Opioid dpt meningkatkan kerja penghambatan neuromuscular.

Kumarin antikoagulan : Potensiasi aktivitas antikoagulan.

Diuretik : Opioid menurunkan efek diuretic pada pasien dengan kongestif jantung.

Amfetamin : Dekstroamfetamin dapat meningkatkan efek analgetik agonis opioid

Pengaruh- Terhadap Kehamilan :

Kategori C : Dapat digunakan jika potensi manfaat lebih besar daripada resiko thd janin

- Terhadap Ibu Menyusui :

Hati-hati pemakaiannya pada ibu menyusui

- Terhadap Anak-anak :

Keamanan & efikasi pada anak-anak belum diketahui

Parameter Monitoring

Status sistem pernapasan & status mental, tekanan darah

Bentuk Sediaan

Injeksi Ampul 50 mcg/ml, Transdermal 25 mcg/jam, 50 mcg/jam

Peringatan

Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan memperlama kerja & efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi system saraf pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma bronkial

Informasi Pasien

Hindari pemakaian alkohol. Menyebabkan ngantuk (hati-hati mengendarai mobil atau menjalankan mesin), gangguan koordinasi, pada penggunaan jangka panjang menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologi.

Mekanisme Aksi

Berikatan dengan reseptor di sistem saraf pusat, mempengaruhi persepsi dan respon thd nyeri.

Monitoring Penggunaan Obat

Status sistem pernapasan & status mental, tekanan darah

2. Propofol

Propofol ( 2,6 diisopropylphenol ) merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi. Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun. Propofol mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg).

Mekanisme kerja

Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui, tapi diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA A (Gamma Amino Butired Acid).

Farmakokinetik

Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata- rata 30 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot

Farmakodinamik

Pada sistem saraf pusat. Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis induksi (2mg /kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat.

Pada sistem kardiovaskular. Dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi, pengaruh terhadap frekuensi jantung juga sangat minim.

Sistem pernafasan. Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan.

Dosis dan penggunaan

a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.

b) Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infuse.

c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 g/kg/min IV (titrate to effect).

d) Turunkan dosis pada orang tua atau pada pasien dengan gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.

e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%.

f) Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.

Efek Samping

Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75% pasien. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidocain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, dan diberikan secara IV melalui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.

3. Tramus (Atracurium besylate 10 mg/ml)

Farmakodinamik

Atracurium merupakan neuromuscular blocking agent yang sangat selektif dan kompetitif (non-depolarising) dengan lama kerja sedang. Non-depolarising agent bekerja antagonis terhadap neurotransmitter asetilkolin melalui ikatan reseptor site pada motor-end-plate. Atracurium dapat digunakan pada berbagai tindakan bedah dan untuk memfasilitasi ventilasi terkendali. Atracurium tidak mempunyai efek langsung terhadap tekanan intraocular, dan karena itu dapat digunakan pada bedah opthalmik.

Farmakokinetik

Waktu paruh eliminasi kira-kira 20 menit. Atracurium diinaktivasi melalui eliminasi Hoffman, suatu proses non enzimatik yang terjadi pada pH dan suhu fisiologis, dan melalui hidrolisis ester yang dikatalisis oleh esterase non-spesifik.

Eliminasi atracurium tidak tergantung pada fungsi ginjal atau hati. Produk urai yang utama adalah laudanosine dan alcohol monoquartenary yang tidak memiliki aktivitas blokade neuromuscular. Alcohol monoquartenary tersebut secara spontan terdegradasi oleh proses eliminasi Hofmann dan diekskresi melalui ginjal. Laudanosine diekskresi melalui ginjal dan dimetabolisme di hati. Waktu paruh laudanosine berkisar 3-6 jam pada pasien dengan fungsi ginjal dan hati normal, dan sekitar 15 jam pada pasien gagal ginjal, sedangkan pada pasien gagal ginjal dan hati sekitar 40 jam. Terminasi kerja blokade neuromuscular atracurium tidak tergantung pada metabolisme ataupun ekskresi hati atau ginjal. Oleh karena itu, lama kerjanya tidak dipengaruhi oleh gangguan fungsi ginjal, hati, ataupun peredaran darah.

Uji plasma pasien dengan kadar pseudocholinesterase rendah menunjukkan bahwa inaktivasi atracurium tidak terpengaruh. Variasi pH darah dan suhu tubuh pasien selama masih dalam kisaran fisiologis tidak akan mengubah lama kerja atracurium secara bermakna. Konsentrasi metabolit didapatkan lebih tinggi pada pasien ICU dengan fungsi ginjal dan atau hati yang abnormal. Metabolit ini tidak berperan pada blokade neuromuscular.

Indikasi

Sebagai adjuvant terhadap anestesi umum agar intubasi trakea dapat dilakukan dan untuk relaksasi otot rangka selama proses pembedahan atau ventilasi terkendali, serta untuk memfasilitasi ventilasi mekanik pada pasien Intensive Care Unit (ICU).

Kontraindikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini.

Dosis dan Cara Pemberian

Rute pemberian : injeksi intravena atau infus kontinyu.

Dewasa :

Pemberian melalui injeksi intravena

Dosis yang dianjurkan : 0,3-0,6 mg/kg (tergantung durasi blokade penuh yang dibutuhkan) dan akan memberikan relaksasi yang memadai selama 15-35 menit. Intubasi endotrakea biasanya sudah dapat dilakukan dalam 90 detik setelah injeksi intravena 0,5-0,6 mg/kg.

Blokade penuh dapat diperpanjang dengan dosis tambahan sebesar 0,1-0,2 mg/kg sesuai kebutuhan. Pemberian dosis tambahan secara berturut-turut tidak meningkatkan akumulasi efek blokade neuromuskuler. Pemulihan spontan sejak akhir blokade penuh terjadi dalam waktu sekitar 35 menit diukur dari respon pemulihan tetanik sebesar 95% fungsi neuromuscular normal.

Blokade neuromuscular oleh atracurium dapat dengan cepat dipulihkan dengan memberikan dosis standar anticholinesterase agent, seperti neostigmine dan edrophonium, disertai atau didahului dengan pemberian atropine, tanpa terjadi rekurarisasi.

Pemberian infuse intravena

Setelah pemberian dosis awal, atracurium dapat digunakan untuk pemeliharaan blokade neuromuscular selama tindakan bedah yang lama dengan memberikan continuous infusion pada dosis 0,3-0,6 mg/kg/jam.

Hypothermia yang diinduksi sampai suhu tubuh 25-26oC dapat menurunkan laju inaktivasi atracurium, oleh karenanya blokade penuh neruomuskular dapat dipertahankan dengan pemberian kira-kira separuh dosis yang semula infuse pada kondisi dengan suhu tubuh yang rendah tersebut.

Anak-anak :

Dosis untuk anak-anak lebih dari satu bulan sama dengan dosis untuk dewasa berdasarkan berat badan.

Lanjut usia :

Atracurium dapat diberikan dengan dosis standar. Namun direkomendasikan agar dosis awal yang diberikan adalah dosis terendah dan diberikan secara perlahan.

Efek samping

- Skin flushing, hioptensi atau bronkospasme ringan dan sementara, yang berhubungan dengan pelepasan histamine.

- Sangat jarang terjadi : reaksi anafilaktik berat dilaporkan terjadi pada pasien yang mendapatkan atracurium bersamaan dengan beberapa obat lain. Pasien ini biasanya memiliki satu atau lebih kondisi medis yang memudahkan terjadinya kejang (contohnya trauma cranial, edema serebri, uremia).

Rumatan Anestesia

Rumatan anestesi (maintenance) dapat dikerjakan dengan cara intravena (anestesia intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesia biasanya mengacu pada trias anestesia yaitu tidur ringan (hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, dan diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.

Pada pasien ini digunakan rumatan inhalasi menggunakan campuran N2O dan O2 ditambah dengan isofluran 2-4 vol%.

N2O

Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tiak berbau, tidak berasa, dan lebih berat daripada udara. Gas ini tidak mudah terbakar. Tetapi bila dikombinasi dengan zat anestetik yang mudah terbakar akan memudahkan terjadinya ledakan, misalnya campuran eter dan N2O.

Nitrogen monoksida sukar larut dalam darah, dan merupakan anestetik yang kurang kuat sehingga lebih sering digunakan dalam rumatan. Gas ini memiliki efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesic maksimum 35%. N2O diekskresi dalam bentuk utuh melalui paru-paru dan sebagian kecil melalui kulit.

Isofluran

Isofluran adalah eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi isofluran mirip enfluran, tetapi secara farmakologis sangat berbeda. Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi membuat pasien menahan nafas dan terbatuk.

Isofluran merelaksasi otot rangka dengan lebih baik dan meningkatkan efek pelumpuh otot depolarisasi maupun nondepolarisasi labih dari yang ditimbulkan oleh enfluran. Tekanan darah turun cepat dengan makin dalamnya anestesi, namun beda dengan enfluran curah jantung dipertahankan oleh isofluran. Hipotensi lebih disebabkan oleh vasodilatasi di otot. Pembuluh koroner juga berdilatasi dan aliran koroner dipertahankan walaupun konsumsi O2 berkurang. Dengan kerjanya yang demikian isofluran dipandang lebih aman untuk pasien penyakit jantung daripada halotan atau enfluran. Akan tetapi, isofluran dapat menyebabkan iskemia miokardium melalui fenomena coronary steal yaitu: pengalihan aliran darah dari daerah yang perfusinya buruk ke daerah yang perfusinya baik. Kecenderungan timbulnya aritmia pun sangat kecil, sebab isofluran tidak menyebabkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin.

Ventilasi mungkin perlu dikendalikan untuk mendapatkan efek normokapnia sebab isofluran dapat menyebabkan depresi nafas dan menekan respon ventilasi terhadap hipoksia. Isofluran dapat memicu refleks saluran nafas yang menyebabkan hipersekresi, batuk, dan spasme laring, yang lebih kuat daripada enfluran. Ditambah dengan terganggunya fungsi silia di jalan nafas, anestesia yang lama dapat menyebabkan menumpuknya mucus di saluran nafas. Hal ini dapat dikurangi dengan medikasi pra-anestetik yang memadai.

Isofluran yang mengalami biotransformasi jauh lebih sedikit. Asam trifluoroasetat dan ion fluor yang terbentuk jauh dibawah batas yang merusak sel. Belum pernah dilaporkan gangguang fungsi ginjal dan hati sesudah penggunaan isofluran.

2. Bedah

2.1Fraktur mandibula

Tehnik operasi open reduction ; merupakan jenis operasi bersih kontaminasi, memerlukan pembiusan umum dengan intubasi nasotrakeal, usahakan fiksasi pipa nasotrakeal ke dahi. Posisi penderita telentang, kepala hiperekstensi denga meletakkan bantal dibawah pundak penderita, meja operasi diatur head up 20-25 derajat. Desinfeksi dengan batas atas garis rambut pada dahi, bawah pada klavikula,lateral tragus ke bawah menyusur tepi anterior m. trapesius kanan kiri.

Indikasi untuk reposisi terbuka (open reduction) :

a. displaced unfavourable fracture melalui angulus

b. displaced unfavourable fracture dari corpus atau parasymphysis. Bila dikerjakan dengan reposisi tertutup, fraktur jenis ini cenderung untuk terbuka pada batas inferior sehingg mengakibatkan maloklusi

c. multiple fraktur tulang wajah ; tulang mandibula harus difiksasi terlebih dahulu sehingga menghasilkan patokan yang stabil dan akurat untuk rekonstruksi

d. fraktur midface disertai displaced fraktur condylus bilateral. Salah satu condylus harus di buka untuk menghasilkan dimensi vertical yang akurat dari wajah

e. malunions ( diperlukan osteotomie

Kontraindikasi penggunaan MMF ; penderita epilepsy, gangguan jiwa dan gangguan fungsi paru (20)

Adapun insisi yang dilakukan bisa dua cara yaitu pendekatan intraoral sedikit diatas bucoginggival fold pada mukosa bawah bibir. Panjang sayatan sesuai kebutuhan atau pendekatan ekstraoral ; submandibular 2 cm di kaudal dan sejajar dari margo inferior mandibula dengan titik tengahnya adalah garis fraktur dan panjang sayatan sekitar 6 cm. insisi diperdalam sampai memotong muskulus platisma, sambil perdarahan dirawat. Identifikasi r. marginalis mandibula nervus facialis. Cari arteri dan vena maksilaris eksterna pada level insisi, bebaskan ligasi pada dua tempat dan potong diantaranya. Benang ligasi stomp distal diklem dan dielevasi ke cranial dengan demikian r. marginalis mandibula akan selamat oleh karena ia berjalan melintang tegak lurus superficial terhadap vasa maksilaris eksterna. Pada bagian profundanya dibuat flap ke atas sampai pada periosteum mandibula. Periosteum mandibula diinsisi, selanjutnya dengan rasparatorium periosteum dibebaskan dari tulang. Dengan alat kerok atau knabel dilakukan pembersian dari kedua ujung fragmen tulang. Lakukan reposisi dengan memperhatikan oklusi gigi yang baik.

Bila digunakan wire, bor tulang mandibula pada 2 tempat, 1 cm dari garis fraktur dan 1 cm dari margo mandibula. Kemudian digunakan snaar wire stainless steel diameter 0.9mm, ikatan tranversal dan figure of 8. pada penggunaan plat mini linier pada fraktur mandibula bagian mentum diantara dua foramen mentales maka digunakan 2 buah plat masing-masingminimal 4 lobang sehingga didapatkan hasil fiksasi dan antirotasi.

Tolak ukur keberhasilan operasi pemasangan plat mini maupun IOID wiring pada mandibula adalah oklusi yang baik, tidak trismus. Jangan tergesa melakukan fiksasi sebelum yakin oklusinya sudah sempurna. Posisi plat jangan terlalu tinggi karena sekrup akan menembus saraf/akar gigi. Permukaan tulang bersih dari jaringan ikat dan jaringan lunak sehingga plat betul-betul menempel pada tulang mandibula. Untuk penggunaan bor, sebaiknya arah matabor tangensial, stabil dan arah obeng juga sesuai dengan arah bor sebelumnya. Gunakan mata bor diameter 1.5mm dengan kecepatan rendah menembus 1 korteks dikukur kedalamannya kemudian dipasang sekrup yang panjangnya sesuai dengan tebal satu korteks. Pemasangan sekrup dimulai dari satu sisi terlebih dahulu kemudian menyebrang menyilang pada sisi plat satunya 6

2.2 Fraktur femur

Pada pasien ini dilakukan imobilisasi dengan cara fiksasi interna, Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union. Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dpat dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko infeksi. Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.

BAB IV

KESIMPULAN

Pada psien ini untuk penanganan close fraktur mandibula dilakukan reposisi terbuka (open reduction) ; tindakan operasi untuk melakukan koreksi defromitas-maloklusi yang terjadi pada patah tulang rahang bawah dengan melakukan fiksasi dengan interosseus wiring serta imobilisasi dengan menggunakan interdental wiring atau dengan mini plat+skrup.

Sedangkan untuk close fraktur femur dilakukan imobilisasi dengan menggunakan teknik fiksasi internal atau ORIF (open reduction internal fixation).

Untuk tindakan anestesi dilakukan dengan teknik general anastesi dengan menggunakan intubasi nasotrakeal.

.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R dan de Jong, Wim (Editor). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.2005

2. Djoko Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah FKUI..

3. Dandy DJ. Essential Orthopaedics and Trauma. Edinburg, London, Melborue, New York: Churchill Livingstone, 1989

4. Sugiharto Setyo, Hardjowasito Widanto, Penanganan Fraktur Mandibula pada Anak dengan pemasangan Arch-Bar., Majalah Kedokteran Unibraw, 1996; 12:39-41.

5. Wijayahadi R Yoga, Murtedjo Urip, et all, Trauma Maksilofasial Diagnosis dan Penatalaksanaannya, Surabaya, Divisi Ilmu Bedah Kepala & Leher SMF/Lab Ilmu Bedah RSDS/FK Unair Surabaya, 20006:25-26, 58-63, 71-71, 89-95, 98,100,125-132

6. Spateholz W. Handatlas und lehrbuch der anatomie des menschen, sheltema & holkema N.V Amsterdam, 1953 ; 500-1.

7. Keith L Moore, Clinically Oriented Anatomy, 3rd , William-Wilkins, 1996:143-148

8. Joseph Mc Carthy MD., Plastic Surgery, WB Saunders, 1990:917-990

9. Archer WH, Oral and Maxillofacial Surgery, vol2, WB Saunders Co., Philadelpia, 1975;1045-88

10. Okeson JP, Functional anatomy and Biomechanics of the masticatory system, In management of temporomandibular disorder and occlusion, Okeson Jeffrey P, Mosby, St Louis 1993 13-21

11. Dorlands Illustrated medical dictionary, 27th ed., WB Saunders Co., Philadelpia, 1988

12. Barrera E Jose, Batuello G Stephen., Mandibular Body Fractures, Sept 2006. retrieved : Feb 28, 2007 at www.emedicine/Ent/Topic415.htm

13. Farman G Allan, Kushner M George, Panoramic Radiology in Maxillofacial Trauma, Panoramic Imaging News, Richmond Institute, Vol V , Issue IV,2005

14. Fonseca RJ, Walker RV, Oral and Maxillofacial trauma, vol 1, WB Saunders Co., Philadelpia, 1991: 359-414, 239, 242-51

Gb2.2 fr mandibula multiple (9) gb 2.3 fr angulus mandibula(9)

Gb. 2.4 fr corpus mandibula (9)

Gb 2.12 pemeriksaan fraktur mandibula (5)

Gb. 2.13 gambaran radiologis fr mandibula dan alveolaris (14)

Gb 2.16 tempat sayatan approach ekstraoral (6)

Gb 2.21 penempatan plat menurut teori champy

Gb. 2.5 pembagian fraktur berdasar ada tidaknya gigi (8)

Gb 2.19 penempatan lga screw pada daerah yang diarsir (6)

Gb 2.20 cara pemasangan miniplate yang benar (6)

Gb 2.18 tehnik wiring figure of 8 untuk menjamin stabilitas vertical (6)

Gb 2.17 penempatan wire tegak lurus thd garis fraktur (6)

PAGE

22