KONSERVASI BANGUNAN BERGAYA ART DECO DI KOTA Hotel …
Transcript of KONSERVASI BANGUNAN BERGAYA ART DECO DI KOTA Hotel …
KONSERVASI BANGUNAN BERGAYA ART DECO DI KOTABANDUNG (Studi Kasus: Hotel Preanger dan
Hotel Savoy Homann)
Sri Rachmayanti, Christianto R, Mila A. Savitri
Staf Pengajar Desain Interior, Universitas Bina Nusantara
Email: [email protected]
Abstract
Preanger Hotel and Savoy Homann Hotel in Bandung, are two historical building that
has established since long time ago. They were historical Dutch heritage building that
interesting as a research object, where these hotels are the first hotel in Bandung city.
Historically, this hotel was originally owned and run by a Germany family, Homann.
Hotel Savoy Homan then reconstructed to Neogothik Romantik style that was popular
at the time. Furthermore, in the year 1937-1939 a Dutch architect A.F. Aalbers was
assigned to redesign and brought the Art Deco style. During his trip, the hotel had a
chance to witness history in the important events of Asian and African Conference
that held in Bandung in 1955. As the overview of the history of Grand Hotel Preanger,
which is located on Jl. Asia Afrika 81, Bandung. This hotel is built in the early 1884. In
1929 the hotel's style was Indische Empire Stijl then renovated and redesigned in 1929
by C.P. Wolff Schoemaker and by his student assisted, Ir. Soekarno (former first
President of Indonesia) to be in Art Deco style. In this research, documentation, which
hope will be useful and utilized for anyone in need. The data will be grouped based on
the history, the development of the style and the characteristic style that is consistent
their conservation process. The research objective is to analyzed their conservation and
preservation of the Art Deco style that is the hallmark of the Savoy Homan hotel and
Preanger Hotel. It has been quite successful conservation efforts in preserving historic
buildings in Indonesia, through documentation and study of the interior elements and
architecture can be generated complete documentation on the historic building.
Keywords: Historic Building Conservation, Art Deco
Abstrak
Bangunan Hotel Preanger dan Hotel Savoy Homann di kota Bandung, sebagai
bangunan bersejarah yang telah berdiri dari tahun. Salah satu bangunan
bersejarah warisan Belanda yang menarik untuk dijadikan objek penelitian,
yang mana hotel ini merupakan hotel pertama di kota Bandung. Dalam
sejarahnya, hotel ini pada awalnya dimiliki dan dijalankan oleh keluarga asal
Jerman, Homann. Hotel Savoy Homann kemudian direkonstruksi ke gaya
Neogothik Romantik yang sedang populer kala itu. Selanjutnya di tahun 1937-
1939 seorang arsitek Belanda A.F. Aalbers ditugaskan mendesain ulang
dengan mengusung gaya Art Deco. Selama perjalanannya, hotel ini sempat
menjadi saksi sejarah dalam peristiwa penting Konferensi Asia dan Afrika
yang diselenggarakan di Bandung tahun 1955. Sekilas sejarah Grand Hotel
Preanger, yang berlokasi di kawasan Jl. Asia Afrika No.81, Bandung. Hotel ini
83
Dimensi, Vol.14- No.1, September 2017
pada masa awalnya di tahun 1884. Pada tahun 1929 hotel yang bergaya
Indische Empire Stijl ini kemudian direnovasi dan didesain ulang pada tahun
1929 oleh C.P. Wolf Schoemaker dibantu oleh muridnya, Ir. Soekarno (mantan
Presiden RI-1) dengan gaya Art Deco. Dalam penelitian ini dilakukan
pendokumentasian, yang diharapkan dapat dimanfaatkan bagi siapa saja
yang memerlukan. Data akan dikelompokan berdasarkan sejarahnya,
berkembangnya gaya tersebut dan karakteristik gaya yang ada sejalan dengan
proses konservasi yang dilakukan oleh kedua hotel tersebut. Tujuan
penelitian adalah untuk mengalisa upaya konservasi dan pelestarian gaya Art
Deco yang merupakan ciri khas pada hotel Savoy Homann dan Preanger. Pada
akhirnya diharapkan upaya konservasi yang berhasil dalam melestarikan
bangunan-bangunan bersejarah di Indonesia, melalui pendokumentasian
dan melakukan studi terhadap elemen-elemen interior dan arsitektur dapat
dihasilkan dokumentasi lengkap mengenai bangunan bersejarah tersebut.
Kata kunci: bangunan bersejarah, konservasi, art deco
Pendahuluan
Indonesia memiliki peninggalan berupa bangunan bersejarah yang sangat
beragam di seluruh wilayahnya. Bangunan peninggalan era pendudukan Belanda
di Indonesia, dapat dikategorikan sebagai bangunan bersejarah. Bangunan yang
banyak didirikan pada awal abad ke 20 merupakan aset nasional bangsa Indonesia
yang perlu dilestarikan. Bangunan bersejarah yang tergolong cukup berhasil
dalam hal pelestariannya, antara lain Hotel Savoy Homann dan Hotel Preanger di
kota Bandung. Kedua bangunan tersebut merupakan hotel heritage berbintang dan
masih dioperasikan dengan baik sampai kini. Keberagaman budaya bangsa yang
terdiri dari berbagai macam suku dan budaya merupakan kekayaan tersendiri dan
menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Tentu saja kebudayaan ini tidak
terbentuk dengan sendirinya, melainkan dipengaruhi oleh kebudayaan besar
lainnya yang datang ke wilayah Nusantara. Antara lain Kebudayaan Barat seperti
Portugis, Inggris, Belanda yang masuk ke Indonesia lewat perdagangan maupun
pendudukannya di Indonesia. Kebudayaan dari Timur, seperti dari India dan Arab
mereka memasuki wilayah Nusantara antara lain lewat perdagangan dan
penyebaran agama. Kebudayaan-kebudayaan ini melebur menjadi satu dengan
kebudayaan asli Nusantara, menjadi kebudayaan Indonesia.
Bangunan bersejarah memiliki banyak cerita bersejarah yang terkandung di
dalamnya, banyak kisah maupun detail-detail arsitektur ataupun interior yang
dapat dipelajari dan dibagikan kepada generasi muda. Bangunan bersejarah di
Indonesia, sebagian besar dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda yang sempat
berdiam di Nusantara selama tiga setengah abad. Oleh sebab itu, bangunan
bergaya Kolonial atau sering juga disebut bangunan Indis sangatlah penting untuk
dilestarikan.
84
KONSERVASI BANGUNAN BERGAYA ART DECO DI KOTA BANDUNG
(Studi Kasus: Hotel Preanger dan Hotel Savoy Homann) (Sri Rachmayanti, Christianto R, Mila A Savitri)
Arsitektur Indis, berasal dari kata ”Indis” berasal dari bahasa Belanda
“Nederlandsch Indie”atau Hindia Belanda yaitu nama daerah jajahan Belanda
diseberang lautan yang secara geografis meliputi jajahan di kepulauan yang
disebut Nerlandsch Oost Indie. Bentuk bangunan rumah tempat tinggal para pejabat
pemerintah Belanda yang memiliki ciri-ciri perpaduan antara bentuk bangunan
Belanda dan rumah tradisional, yang oleh Berlage disebut dengan istilah Indo
Europeesche Bouwkunst, Van de Wall menyebutnya dengan istilah Indische Huizen
(Sukawi, 2009).
Kota awal Indonesia disebut memiliki struktur yang jelas mencerminkan tatanan
kosmologis dengan pola-pola sosial budaya yang dibedakan dalam dua tipe yaitu:
kota-kota pedalaman yang berciri khas tradisional religius dan kota-kota daerah
pesisir pantai yang berdasarkan kegiatan perdagangan yang kemudian dapat
berkembang menjadi kota Indis, seperti kota Indis Semarang (Soekiman
Djoko,153). Budaya Indis yang berkembang subur pada abad ke 18 sampai abad ke
19 pada awalnya berkembang dan berpusat di wilayah yang disebut dengan istilah
tanah partikelir (Particuliere-landerijen) dan di lingkungan Indische Landhuizen.
Menurut Sidarta (1997) Arsitektur Indis sebenarnya berarti arsitektur yang
dibangun selama waktu pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia antara abad
17 sampai tahun 1942 yang dipengaruhi oleh arsitektur Belanda.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendokumentasikan elemen-elemen seni dan
budaya pada bangunan bersejarah peninggalan era Kolonial, yang pada masa
jayanya sering mengusung gaya desain Art Deco ataupun Art Nouveau. Elemen seni
ini diharapkan dapat diaplikasikan ke dalam perancangan interior sebuah ruang
publik secara benar dan tepat, sehingga dapat meningkatkan apresiasi
pengunjung terhadap seni dan budaya Indonesia. Tujuan lainnya adalah untuk
mendapatkan hasil studi banding dari beberapa bangunan konservasi bersejarah
yang dibangun di masa pemerintahan Belanda di Indonesia. Tujuan akhirnya dari
hasil penelitian dapat dijadikan acuan untuk usaha konservasi bangunan
bersejarah lainnya, serta dapat memperkenalkan berbagai bangunan bergaya
Kolonial dengan detail Art Deco.
Metode Penelitian
Metode yang diambil adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
historis serta interdisplin seperti antropologi, sosiologi, arsitektur dan desain.
Hasil Pembahasan
Kota Bandung sempat dijuluki sebagai kota yang menjadi laboratorium arsitektur
dunia. Hal tersebut, dilandasi dengan banyaknya aliran arsitektur dunia yang
diaplikasikan pada bangunan-bangunan yang ada di kota ini. Beberapa aliran
yang ada seperti Romantik Klasik, Indische Empire Stijl hingga aliran Art Deco
85
Dimensi, Vol.14- No.1, September 2017
masih bisa dilihat di Bandung hingga saat ini. Berikut 5 langgam arsitektur
peninggalan Belanda di Bandung berikut contoh bangunan-bangunannya:
1. Indo-Europeeschen Architeectuur Stijl, salah satu langgam adalah “Indo-
Europeeschen Architeectuur Stijl” yang dicetuskan arsitek Belanda Dr. Hendrik
Petrus Berlage. Aliran ini memadukan gaya arsitektur modern dengan bentuk
arsitektur tradisional Indonesia.
2. De Indische Empire Stijl, gaya arsitektur Hindia Belanda abad ke-19 yang
dipopulerkan Gubernur Jendral Herman William Daendels adalah De Indische
Empire Stijl. Gaya arsitektur yang dikenal juga The Empire Style ini adalah suatu
gaya arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa (terutama Prancis, bukan
Belanda) yang diterjemahkan secara bebas.
3. Gaya Art Deco, Art Deco hadir hampir bersamaan dengan gaya International
dimana keduanya mengutamakan bentuk-bentuk yang modern, antara lain
bentuk ber-trap, trapesium, zig-zag, geometris. Bentuk-bentuk geometris yang
dihasilkan, kadang dikaitkan dengan ritme dari music jazz (Pile, 1995, page
108). Meski banyak pendapat yang berbeda tetapi banyak orang menganggap
Art Deco sebagai bentuk modernisme yang elegan dan bergaya dipengaruhi
oleh berbagai sumber termasuk apa yang disebut seni primitive dari Afrika,
Mesir Kuno dan desain Maya dari Amerika Tengah. Pengaruh yang lebih
modern termasuk perkembangan teknologi, seperti penerbangan, penerangan
listrik, radio, kapal laut dan bangunan-bangunan pencakar langit. (Hillier,
Bevis & Stephen Escritt, 1997). Pengaruh desain yang biasanya dinyatakan
dalam difraksinasi, kristal, bentuk kubisme dekoratif dan futuristik. Art Deco
juga dapat dikenali dari penggunaan bahan buatan, seperti bahan baja
terutama besi/metal dan kaca tapi bahan lain seperti aluminium, pernis, kayu
ukir, dan lain sebagainya.
4. De Stijl, gaya De Stijl dikenal sebagai neoplasticism, adalah gerakan artistik
Belanda yang didirikan pada 1917. Secara umum, De Stijl mengusulkan
kesederhanaan dan abstraksi pokok, baik dalam arsitektur dan lukisan dengan
hanya menggunakan garis lurus horisontal dan vertikal dan bentuk-bentuk
persegi panjang.
5. Niuwe Bouwen, gaya bangunan sesudah tahun 1920-an adalah Niuwe Bouwen
yang merupakan penganut dari aliran International Style. Seperti halnya
arsitektur barat lain yang diimpor, maka penerapannya disini selalu
disesuaikan dengan iklim serta tingkat teknologi setempat. Wujud umum dari
penampilan arsitektur Niuwe Bouwen ini menurut formalnya berwarna putih,
atap datar, menggunakan gevel horizontal dan volume bangunan yang
berbentuk kubus.
86
KONSERVASI BANGUNAN BERGAYA ART DECO DI KOTA BANDUNG
(Studi Kasus: Hotel Preanger dan Hotel Savoy Homann) (Sri Rachmayanti, Christianto R, Mila A Savitri)
Gambar 1. Savoy Homann, Bandung
(Sumber: Christianto Roesli, 2016)
Savoy Homann Hotel
Hotel Savoy Homann Bidakara dan Hotel Grand Preanger terletak di lokasi yang
strategis dan bisa dikatakan merupakan pusat kota Bandung, yaitu jalan Asia
Afrika. Jalan Asia Afrika menyimpan nilai sejarah yang tinggi dan menjadi jalan
tertua di kota Bandung, dimana di salah satu titiknya menjadi titik km 0. Titik km 0
merupakan titik pertama kali jalan tersebut dibangun untuk menghubungkan
antara gudang penyimpanan hasil perkebunan dan lokasi perkebunannya sendiri.
Sejarah titik km 0 tersebut ditandai pada tahun 1810 saat Herman Willem
Daendels, Gubernur Jenderal Belanda saat itu menancapkan tongkat di pinggir
sungai Cikapundung yang berseberangan dengan alun-alun sekarang. “Zorg, dat
als ik terug kom hier een stad is gebouwd!” (Usahakan, bila aku datang kembali ke sini,
sebuah kota telah dibangun!”). Sekarang tempat itu menjadi titik pusat atau km 0
kota Bandung yang masih ditandai dengan pengingat titik bersejarah tersebut.
Daendels membangun jalan Raya Pos, yang secara makro menghubungkan Anyer
di ujung barat Jawa Barat ke Panarukan di ujung timur Jawa Timur dengan jarak
sekitar 1000 km untuk kelancarannya menjalankan tugasnya di Pulau Jawa. Tidak
sedikit, sekitar 30 ribu nyawa penduduk yang menjadi tebusan pembangunan
jalan tersebut karena dipaksa bekerja secara 'rodi' tanpa imbalan dan akibat
kelelahan atau diserang penyakit, terutama malaria.
Daendels mengeluarkan surat yang meminta Bupati Bandung dan sekitarnya
untuk memindahkan ibukota kabupaten dari lokasi sebelumnya yaitu Krapyak
(sekarang dikenal dengan Dayeuhkolot) ke area yang mendekati Jalan Raya Pos.
87
Dimensi, Vol.14- No.1, September 2017
Lokasi yang dipilih adalah di area tepi sungai Cikapundung dan tidak jauh dari
lokasi alun-alun Bandung. Pemindahan pusat pemerintahan ini baru selesai tahun
1812 yang ditandai dengan selesai dibangunnya Mesjid Agung dan Pendopo, dua
simbol kota di sisi Barat dan Selatan Alun-Alun.
Pada masa pembangunan kota Bandung sejak masa pemindahan ibukota
kabupaten, jalan Asia Afrika semakin mempunyai kedudukan yang penting
sebagai jalur sirkulasi perdagangan dan pengangkutan hasil perkebunan. Sebagai
bagian dari jalur Anyer-Panarukan, jalan ini memiliki signifikansi yang tinggi
sebagai sumbu penting dalam kota yang menjadi kiblat pembangunan fungsi-
fungsi yang penting dari bangunan pendukung pemerintahan, Masjid Agung
Bandung, sampai fasilitas komersial yang berkembang pesat pada masanya.
Gambar 2. Konteks kawasan penelitian di jalan Asia Afrika Bandung
(Sumber: Christianto Roesli, 2016)
Setelah kemerdekaan, jalan ini tetap menjadi salah satu jalan utama yang
menghubungkan kawasan Bandung Timur dengan Bandung Barat. Jalan ini
kembali terkenal setelah sejumlah pemimpin-pemimpin dari negara-negara Asia
paling terkenal misalnya Jawaharlal Nehru dari India, U Nu dari Burma (kini
Myanmar), dan Soekarno sendiri berjalan kaki bersama-sama menuju Gedung
Societeit Concordia untuk mengikuti Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955
yang menggagas independensi dan kebersamaan sejumlah negara-negara Dunia
Ketiga yang baru merdeka. (Sumber : Bandung Heritage). Analisa arsitektur dari
Hotel Savoy Homann pertama kali berdiri dibangun dari bambu, kemudian
direkontruksi ke gaya Neogothik Romantik yang sedang populer pada saat itu.
Hotel Savoy Homann dibangun berdasarkan "meetbrief" dari akte-akte "Eigendom"
yang tercantum dalam gambar sketsa dari Savoy Homann Hotel dengan
88
KONSERVASI BANGUNAN BERGAYA ART DECO DI KOTA BANDUNG
(Studi Kasus: Hotel Preanger dan Hotel Savoy Homann) (Sri Rachmayanti, Christianto R, Mila A Savitri)
pemiliknya seorang warga negara Jerman bernama Mr. A. Homann. Awalnya,
pada tahun 1880 saat hotel ini masih bernama Hotel Post Road hotel ini masih
memiliki gaya arsitektur Baroque, kemudian berubah menjadi Gothic Revial pada
tahun 1883. Selanjutnya, pada tahun 1910 dibangun tambahan gedung baru.
Tahun 1938, gedung lama yang bergaya Gothic dibongkar dan diganti dengan
bangunan baru bergaya International Style. Pada tahun 1939, Albert Aalbers
ditugaskan mendesain ulang ke gaya Streamline atau gelombang samudra bergaya
Art Deco. Bangunan Hotel Homann semakin dipercantik dengan sentuhan
arsitektur bergaya Art Deco yang banyak berkembang di Eropa pada 1920-an.
Kesan mewah penginapan ini pun kian terpancar dengan pemberian hiasan
interior, jendela kaca patri, juga penggantian mebel-mebel dan kap lampu yang
semuanya berbau Art Deco. Untuk menegaskan kebesarannya, kata 'Savoy'
ditambahkan pada tahun 1940 dan tetap demikian hingga tahun 1980-an.
Kemudian dilakukan modifikasi kecil-kecilan, seperti pintu masuk yang
diperbesar, pembuatan toilet di jalan masuk, dan penambahan AC di depan. Hotel
Savoy Homann ini memiliki pekarangan dalam yang jauh dari jalan raya, sehingga
para tamu pun dapat menikmati sarapan di udara terbuka.
Pada era ini, Hotel Homann dikelola oleh Fr JA van Es, seorang pakar perhotelan
yang sebelumnya memiliki pengalaman mengelola Hotel Des Indes di Batavia. Di
bawah pengelolaan Van Es, bangunan Hotel Homann diperluas dan
dimodernisasi menjadi salah satu hotel paling terkemuka di Asia Tenggara.
Renovasi besar-besaran yang dimulai sejak Februari 1937 ini melibatkan dua orang
arsitek Belanda, yakni AF Aalbers dan R de Waal. Perluasan bangunan dilakukan
dengan mengambil tempat pada lahan pekarangan depan hotel, tepat di tepi Grote
Postweg (kini Jl. Asia Afrika). Berkat tangan dingin Aalbers dan de Waal mampu
menghadirkan ritme Arsitektur yang elok dan megah dengan memanfaatkan
garis-garis horizontal panjang yang diulang-ulang. Gedung baru yang kemudian
diberi nama Savoy tersebut akhirnya rampung pada akhir 1939. Inilah cikal bakal
bentuk bangunan Hotel Savoy Homann seperti yang ada sekarang. Namun
sayang, Perang Dunia II membawa kerusakan cukup parah pada bangunan hotel
ini. Tamu-tamu mancanegara yang berkunjung ke tempat ini menurun drastis
pada masa itu.
Pada masa selanjutnya gedung ini digunakan sebagai Wisma Palang Merah
Indonesia (1941-1945), kemudian menjadi Wisma Jepang (1945-1948), dan di tahun
1949 berfungsi sebagai hotel kembali. Ketika Konferensi Asia Afrika berlangsung
(1955) hotel ini juga dipergunakan sebagai penginapan tokoh-tokoh penting
seperti: Ir. Soekarno, Chuo En Lai, Nehru, dan lainnya. Bentuk dan gaya bangunan
yang nampak sekarang merupakan hasil karya arsitek AF. Aalbers dan R.A. De
Wall sebagai hasil pemugaran tahun 1939. Ciri Arsitektur bangunan ini adalah
89
Dimensi, Vol.14- No.1, September 2017
International Style "Streamline" (Modern Fungsional-Art Deco Geometric). Bangunan
ini berbentuk plastis kurva linier yang didominasi oleh garis horizontal serta
dilengkapi dengan menara tunggal yang menjulang tinggi berperan sebagai
penangkap perhatian dan mencirikan arsitektur bangunan sudut.
Analisa Interior, dari hotel Savoy Homann yang termasuk dalam daftar bangunan
bersejarah di Bandung. Status cagar budaya membuat hotel ini masih
mempertahankan sebagian besar desain asli bangunannya. Di antaranya, terdapat
sebuah gedung lama di pekarangan belakang hotel yang sekarang berfungsi
sebagai kantor administrasi. Kamar-kamar yang pernah dihuni oleh Sukarno,
Nehru, dan Cho En Lai ditetapkan sebagai kamar paling mewah di hotel ini dan
diberi label Presidential Suite Room.
Gambar 3. Facade, Detail Kolom, Innercourt
(Sumber: Mila A Savitri, 2016)
Gambar 4. Corridor di area Ballroom, Kamar di Savoy Homann
(Sumber: Mila A Savitri, 2016)
90
KONSERVASI BANGUNAN BERGAYA ART DECO DI KOTA BANDUNG
(Studi Kasus: Hotel Preanger dan Hotel Savoy Homann) (Sri Rachmayanti, Christianto R, Mila A Savitri)
Gambar 5. Hotel Preanger
(Sumber: Christianto Roesli, 2016)
Hotel Grand Preanger
Sejarah Grand Hotel Preanger dimulai saat kota Bandung masih bernama
Priangan. Ketika itu para pemilik perkebunan (Priangan Planters) mulai berhasil
dalam usaha pertanian dan perkebunannya. Grand hotel Preanger pada awalnya
merupakan sebuah toko yang mensuplai kebutuhan para pemilik perkebunan
tersebut selain untuk pelancong dari luar kota maupun negeri yang datang ke kota
Bandung. Namun pada tahun 1897 setelah mengalami kebangkrutan toko ini
diubah menjadi sebuah hotel oleh W.H.C. Van Deeterkom. Hotel ini dinamai Hotel
Preanger yang diambil dari kata Priangan. Lalu pada tahun 1920 namanya berubah
lagi menjadi Hotel Grand Preanger. Kala itu hotel ini merupakan hotel yang paling
mewah dan selama lebih dari seperempat abad menjadi kebanggaan orang-orang
Belanda di Kota Bandung.
Hotel bergaya Art Deco Geometric ini dirancang ulang oleh Arsitek Profesor
Charles Prosper Wolff Schoemaker pada tahun 1929 dibantu oleh seorang
muridnya sebagai juru gambar. Murid tersebut tak lain adalah Ir. Soekarno yang
kemudian menjadi presiden pertama Indonesia. Sampai hari ini gedung ini masih
berfungsi sebagai hotel berbintang dan dikelola oleh perusahaan milik anak
bangsa. Pada saat W.H.C. Van Deeterkom pertama merubah toko di Groote
Postweg (sekarang jalan Asia Afrika Bandung) menjadi sebuah hotel, awalnya
diberi nama Hotel Thiem, yang kemudian berubah nama menjadi Hotel Preanger.
Baru pada tahun 1920 Hotel Preanger berubah nama menjadi Grand Hotel
Preanger. Sejak tahun 1957, Grand Hotel Preanger dinasionalisasi menjadi milik
negara dan pengelolaan hotel pun diambil alih dari perusahaan Belanda kepada
91
Dimensi, Vol.14- No.1, September 2017
Perusahaan Daerah Jawa Barat. Sejak saat itu Grand Hotel Preanger banyak
mengalami pergantian pengelola antara lain oleh N.V. Saut, CV. Haruman, PD.
Kertawisata hingga akhirnya pada tahun 1987 melalui proses BOT - Built Operate
Transfer - dikelola oleh PT. Bina Inti Dinamika (BID) yang sahamnya dimiliki oleh
PT. Aero Wisata (anak perusahaan PT. Garuda Indonesia) dan PT. Martel (Medco
Group), dan dioperasikan oleh Aerowisata Hotel Management (AHM).
Analisa arsitektur dari Grand Hotel Preanger yang pada awalnya merupakan
bangunan bergaya Indische Empire, akhirnya direnovasi dan didesain ulang pada
tahun 1929 oleh C.P. Wolff Schoemaker dan dibantu oleh muridnya, Ir. Soekarno
yang merupakan Presiden RI pertama. Setelah mengalami proses renovasi dan
desain ulang oleh mereka, bangunan hotel ini menjadi memiliki gaya arsitektur Art
Deco.
Secara keseluruhan, Hotel Preanger terdiri dari tiga bangunan, yaitu sayap Asia
Afrika setinggi dua lantai hasil desain Schoemaker, sayap Naripan, dan menara
setinggi 10 lantai yang dapat menampung 187 kamar. Meskipun sudah dilakukan
renovasi, wajah asli Preanger tak dihilangkan, baik eksterior maupun interiornya.
Terlebih, bangunan sayap Asia Afrika masih menampilkan suasana tempo dulu,
seperti pada tembok, dan keramik. Ada pula kotak surat berbahasa Belanda di
pintu masuk, hingga mesin pengering rambut (hairdryer) zaman dahulu. Begitu
pula dengan eksteriornya, salah satunya berupa ornamen arca yang dibuat dari
batu candi. Selain itu, terdapat ornamen eksterior yang masih dipertahankan
meskipun sudah tidak berfungsi lagi, yakni lampu pijar berbahan bakar gas alam
sebagai penunjuk waktu maghrib. Dahulu, pijar lampu ini bisa terlihat dari
kejauhan, hingga Bandung pinggiran.
Gambar 6. Fasade yang menghadap jalan Tamblong dengan menara berupa bangunan
baru berisi kamar-kamar (Sumber: Christianto Roesli, 2016)
92
KONSERVASI BANGUNAN BERGAYA ART DECO DI KOTA BANDUNG
(Studi Kasus: Hotel Preanger dan Hotel Savoy Homann) (Sri Rachmayanti, Christianto R, Mila A Savitri)
Wajah asli dari bangunan hotel ini dapat dilihat dari Jl. Asia Afrika maupun Jl.
Tamblong sebagai sebuah bangunan bersejarah dengan gaya arsitektur berselera
tinggi. Dipertahankannya bangunan lama ini justru menjadi daya tarik hotel yang
letaknya berdekatan dengan Gedung Asia-Afrika ini. Banyak tamu yang sengaja
datang untuk bernostalgia. Menurut manajer hotel ini, setiap bulan Juni-Juli
biasanya wisatawan asal Belanda datang menginap, jumlahnya berkisar antara 60
orang. Mereka sengaja datang untuk mengenang kembali kehidupan di masa lalu
semasa tinggal di Bandung, kebanyakan berusia sudah lanjut dan pernah tinggal
di Bandung di saat mudanya. Tak jarang ada di antara mereka yang mengajak anak
cucunya. Eksterior bangunan maupun ornamen yang tak berubah sehingga
mampu mendatangkan nuansa kenangan di masa lalu membuat mereka memilih
tinggal di Grand Hotel Preanger.
Gambar 7. Detail Art Deco pada bangunan Preanger Hotel
(Sumber: Sri Rachmayanti, 2016)
Masih dipertahankannya bentuk bangunan kuno membuat Grand Hotel Preanger
memiliki nilai lebih. Banyaknya bermunculan hotel-hotel baru di Bandung tak
membuat Grand Hotel Preanger tergeser dari persaingan. Hal ini terlihat dari
tingkat hunian (okupansi) yang bisa mencapai 70 persen. Okupansi ini melebihi
93
Dimensi, Vol.14- No.1, September 2017
okupansi rata-rata hotel di Bandung. Sementara saat weekend okupansi naik
menjadi 85 persen. Sedangkan saat long weekend okupansinya bisa sampai 100
persen. Menurut Christine tamu domestik sebagian besar berasal dari Jakarta.
Sementara tamu asing berasal dari Eropa, Amerika, Timur Tengah serta negara-
negara di Asia seperti Jepang, Korea, Taiwan, Malaysia, Brunei Darussalam serta
India. Di antara tamu asing yang pernah menginap adalah mantan Sekjen PBB,
Butros Butros Gali.
Analisa Interior Hotel, meskipun ada pengembangan dan renovasi, bangunan
bersejarah tetap dipertahankan dan ornamen Art Deco pun diaplikasikan pada
interior baru untuk mempertahankan ciri khas Grand Hotel Preanger sebagai
Heritage Art Deco Building.
Gambar 8. Entrance Hotel Preanger yang menghadap jalan Asia Afrika
(Sumber: Sri Rachmayanti, 2016)
Gambar 9. Detail Art Deco pada kolom Entrance Arca bangunan lama Hotel Preanger
(Sumber: Sri Rachmayanti, 2016)
94
KONSERVASI BANGUNAN BERGAYA ART DECO DI KOTA BANDUNG
(Studi Kasus: Hotel Preanger dan Hotel Savoy Homann) (Sri Rachmayanti, Christianto R, Mila A Savitri)
Gambar 10. Detail Art Deco pada ruang ballroom lama,
Kaca patri pada ruang Museum (Sumber: Mila A Savitri, 2016)
Gambar 11. Lobby Hotel Preanger (bangunan baru)
(Sumber: Sri Rachmayanti, 2016)
Detail dan Langgam Arsitektur
Beberapa detail yang cukup mendaptkan perhatian karena penggunaan gaya Art
Deco yang kuat antara lain adalah kolom-kolom, skylight, kaca patri, struktur atap
dan langit-langit. Detail tersebut menggunakan pola-pola (pattern) pengulangan
garis horizontal maupun vertikal atau pola geometris yang mewakili gaya
dekoratif Art Deco.
Gambar 12. Detail Art Deco pada bangunan lama Hotel Preanger
(Sumber: Mila A Savitri, 2016)
95
Dimensi, Vol.14- No.1, September 2017
Simpulan
Bangunan bergaya Art Deco di kota Bandung, dalam studi kasus penelitian ini
Preanger dan Savoy Homann hotel, seperti telah diuraikan dalam bab-bab
sebelumnya telah bertahan terhadap perjalanan masa, dari sejak berdirinya
sampai dengan hari ini masih beroperasi sebagai hotel berbintang, bergengsi dan
masih diminati oleh masyarakat. Kedua bangunan hotel ini memiliki ciri arsitektur
yang khas dan unik dan masih bertahan hingga sekarang, keduanya merupakan
juga bangunan cagar budaya yang dilindungi oleh Pemerintah Daerah Jawa Barat.
Selama berdirinya kedua bangunan tersebut telah mengalami beberapa
perubahan fungsi ataupun transformasi dan renovasi besar-besaran terhadap
beberapa fasilitasnya, seperti perubahan pada kamar hotel, pada ruang pertemuan
(ballroom) dan lain sebagainya. Namun dalam melakukan transformasi tersebut
tetap mempertahankan bentuk desain arsitektur, interior, serta ragam hias Art
Deco aslinya. Kedua bangunan hotel inipun mendapatkan penambahan fasilitas
bangunan baru. Dalam penelitian ini akan disimpulkan bagaimana kedua hotel
Preanger dan Savoy Homann mengupayakan keorisinalitasan bangunan
bersejarah ini kedalam bentuk aslinya. Hal ini sangat menarik dan dapat terlihat
dalam tabel perbandingan dari upaya konservasi yang dikerjakan di kedua
bangunan hotel seperti yang tertera dibawah ini:
96
KONSERVASI BANGUNAN BERGAYA ART DECO DI KOTA BANDUNG
(Studi Kasus: Hotel Preanger dan Hotel Savoy Homann) (Sri Rachmayanti, Christianto R, Mila A Savitri)
97
Dimensi, Vol.14- No.1, September 2017
98
KONSERVASI BANGUNAN BERGAYA ART DECO DI KOTA BANDUNG
(Studi Kasus: Hotel Preanger dan Hotel Savoy Homann) (Sri Rachmayanti, Christianto R, Mila A Savitri)
Dari tabel diatas dapat dilihat perbandingan dari kedua hotel yang mengusung
arsitektur maupun interior bergaya Art Deco. Pengaplikasian gaya Art Deco pada
bangunan terlihat masih seperti bangunan asli ketika bangunan ini didirikan,
dapat dilihat dari perbandingan foto dulu dan sekarang kedua hotel tersebut.
Tidak banyak perubahan yang dilakukan pada bagian fasade bangunan.
Sedangkan konservasi ataupun renovasi di dalam bidang interior, telah banyak
terlihat adanya perubahan. Hal ini karena material yang lama sudah lapuk, rusak
dan tidak dapat dipergunakan kembali. Pengisian interior menggunakan gaya
yang sama yaitu Art deco, sedangkan detailnya pada bangunan baru Hotel
Preanger kurang jelas terlihat (lebih condong mengarah ke desain modern, baik
dari segi detail ornamen Art Deco maupun dari pengambilan adaptasi bentuk-
bentuknya).
Pendokumentasian secara lebih mendalam dan menyeluruh sebagai tahap awal
dari konservasi sangatlah diperlukan. Diharapkan dengan adanya penelitian
kedua hotel Preanger dan Savoy Homann ini, dapat memberikan masukan dan
pengetahuan untuk mengenal berbagai gaya ragam hias Art Deco dan yang masih
dipertahankan keorisinalitasannya pada Hotel Savoy dan Hotel Preanger.
Konservasi di kedua bangunan hotel berbeda-beda, penanganannya. Tetapi kedua
hotel telah berhasil melakukan konservasi dengan baik, tanpa meninggalkan gaya
desain asli dari bentuk arsitektur sampai detail interiornya. Harapan lebih lanjut
dari tim peneliti adalah untuk dapat menyelesaikan penelitiannya dalam bentuk
output berupa video untuk pengkayaan materi ajar dari mata kuliah History of
Indonesian Art and Culture.
***
99
Dimensi, Vol.14- No.1, September 2017
Referensi
Dinas Museum dan Pemugaran DKI Jakarta. 1999. Jakarta: Himpunan Peraturan
Permuseuman Pemerintah DKI Jakarta.
Djoko Soekiman. 2014. Kebudayaan Indis dari Zaman Kompeni sampai Revolusi.
Jakarta: Komunitas Bambu , Depok.
Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya
1870-1940. Diterbitkan atas Kerja Sama Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra Surabaya dan Penerbit Andi.
Yogyakarta: Andi Offset.
Handinoto dan Hartono, Samuel. “The Amsterdam School” dan Perkembangan
Arsitektur Kolonial di Hindia Belanda Antara 1915-1940. e-jurnal Ilmiah Petra
Surabaya.
Hillier, Bevis & Stephen Escritt. 1997. Art Deco Style. London: Phaidon, ISBN:
0714843288.ndPile, John. 2005. A History of Interior Design (2 ed). New Jersey: John Wiley, ISBN:
0471464341.
Lynch, Kevin. 1960. The Image of the City. Cambridge, Massachusettes. MIT Press:
Wajah Bandoeng Tempo Doeloe (Haryoto Kunto, 1984) Perancangan Kota Secara
Terpadu (Markus Zahnd, 2006).
Sumalyo, Yulianto. 1995. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Sidharta. 1997. Pendidikan Arsitektur di Indonesia, Jurusan Arsitektur Universitas
Diponegoro, Semarang.
Tim Pusat Dokumentasi Arsitektur. 2011. Pengantar Panduan Konservasi
Bangunan Bersejarah Masa Kolonial, Jakarta.
Website:
http://visualheritageblog.blogspot.com/2011/02/model-bisnis-pemeliharaan-
bangunan.html. Diambil tanggal 22 Januari 2017 dari world wide web.
http://www.imagebali.net/detail-artikel/165-mengenal-sejarah-arsitektur-
belanda-di-indonesia.php. Diambil tanggal 15 Januari 2017 dari world wide
web.
Johana, Tanti. 2004. Arsitekur Indis: Kliping Online tentang Arsitektur Indis.
Arsitektur Art Deco, http://www.arsitekturindis.com/?p=87. Diambil
tanggal 22 Desember 2016 dari world wide web.
http://a-research.upi.edu/operator/upload/bab_iv(26).pdf. Diambil tanggal 12
Januari 2017 dari world wide web.
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/02/menyusuri-sejarah-bandung-
tempo-dulu. Diambil tanggal 12 Januari 2017 dari world wide web.
100
KONSERVASI BANGUNAN BERGAYA ART DECO DI KOTA BANDUNG
(Studi Kasus: Hotel Preanger dan Hotel Savoy Homann) (Sri Rachmayanti, Christianto R, Mila A Savitri)