HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

181
Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005 1 Andadari, Lincah Pengaruh residu beberapa insektisida pada daun murbei (Morus cathayana H.) terhadap rendemen pemeliharaan dan mutu kokon ulat sutera (bombyx mori L.) = Residual effect of some insecticides of mulberry leaves Morus cathayana H. on survival rate and cocoon quality of Bombyx mori L / Lincah Andadari. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.II No.2 ; Halaman 149-156 , 2005 Penelitian pengaruh residu berbagai insektisida pada pakan (Morus sp.) terhadap rendemen pemeliharaan dan mutu kokon ulat sutera Bombyx mori L. dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2003 di ruang pemeliharaan ulat sutera Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Bogor. Sebagai bahan penelitian dipergunakan ulat sutera bivoltine hasil persilangan (Fl). Ulat diberi makan daun murbei yang telah dan yang tidak disemprot insektisida sesuai dengan perlakuan. Dalam penelitian ini dipergunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 4 perlakuan berupa 3 perlakuan insektisida dan kontrol, masing-masing perlakuan diulang 4 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa residu insektisida tidak berpengaruh terhadap rendemen pemeliharaan dan bobot kokon tetapi berpengaruh terhadap bobot kulit kokon dan persentase kulit kokon. Untuk pengendalian hama murbei sebaiknya digunakan insektisida yang mempunyai selang waktu residu yang pendek 16 hari setelah penyemprotan insektisida, daun murbei aman dipergunakan sebagai pakan ulat sutera. Kata kunci: Insektisida, murbei, Bombyx mori L., kokon Andadari, Lincah Pengaruh cendawan mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan stek murbei (Morus alba var Kanva- 2 L) = Effect of arbuscular mycorrhiza fungi to cutting growth of mulberry (Morus alba var Kanva-2 L.) / Lincah Andadari, Ragil SB Irianto. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.3 ; Halaman 269-275 , 2005 Kendala dalam usaha persuteraan alam di Indonesia adalah masih rendahnya produktivitas daun murbei dan kokon ulat sutera, sehingga penghasilan yang diperoleh masyarakat masih rendah. Oleh karena itu, usaha untuk meningkatkan produksi daun murbei perlu terus dilakukan, antara lain melalui peningkatan teknik pemeliharaan tanaman murbei. Peningkatan produksi daun murbei dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain pemuliaan, budidaya seperti perbanyakan bibit dengan stek dan penerapan bioteknologi. Pengembangan tanaman murbei terutama di luar Pulau Jawa seringkali mengalami kegagalan terutama pada lahan – lahan marjinal. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, penggunaan inokulan Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) dalam perbanyakan bibit dengan cara stek merupakan salah satu bioteknologi yang perlu diterapkan. Penelitian penggunaan mikoriza pada stek tanaman murbei menggunakan HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

description

Penelitian tentang jenis tanaman dan kesuburan tanah

Transcript of HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Page 1: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

1

Andadari, Lincah Pengaruh residu beberapa insektisida pada daun murbei (Morus cathayana H.) terhadap rendemen pemeliharaan dan mutu kokon ulat sutera (bombyx mori L.) = Residual effect of some insecticides of mulberry leaves Morus cathayana H. on survival rate and cocoon quality of Bombyx mori L / Lincah Andadari. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.II No.2 ; Halaman 149-156 , 2005

Penelitian pengaruh residu berbagai insektisida pada pakan (Morus sp.) terhadap rendemen pemeliharaan dan mutu kokon ulat sutera Bombyx mori L. dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2003 di ruang pemeliharaan ulat sutera Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Bogor. Sebagai bahan penelitian dipergunakan ulat sutera bivoltine hasil persilangan (Fl). Ulat diberi makan daun murbei yang telah dan yang tidak disemprot insektisida sesuai dengan perlakuan. Dalam penelitian ini dipergunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 4 perlakuan berupa 3 perlakuan insektisida dan kontrol, masing-masing perlakuan diulang 4 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa residu insektisida tidak berpengaruh terhadap rendemen pemeliharaan dan bobot kokon tetapi berpengaruh terhadap bobot kulit kokon dan persentase kulit kokon. Untuk pengendalian hama murbei sebaiknya digunakan insektisida yang mempunyai selang waktu residu yang pendek 16 hari setelah penyemprotan insektisida, daun murbei aman dipergunakan sebagai pakan ulat sutera. Kata kunci: Insektisida, murbei, Bombyx mori L., kokon

Andadari, Lincah Pengaruh cendawan mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan stek murbei (Morus alba var Kanva- 2 L) = Effect of arbuscular mycorrhiza fungi to cutting growth of mulberry (Morus alba var Kanva-2 L.) / Lincah Andadari, Ragil SB Irianto. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.3 ; Halaman 269-275 , 2005

Kendala dalam usaha persuteraan alam di Indonesia adalah masih rendahnya produktivitas daun murbei dan kokon ulat sutera, sehingga penghasilan yang diperoleh masyarakat masih rendah. Oleh karena itu, usaha untuk meningkatkan produksi daun murbei perlu terus dilakukan, antara lain melalui peningkatan teknik pemeliharaan tanaman murbei. Peningkatan produksi daun murbei dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain pemuliaan, budidaya seperti perbanyakan bibit dengan stek dan penerapan bioteknologi. Pengembangan tanaman murbei terutama di luar Pulau Jawa seringkali mengalami kegagalan terutama pada lahan – lahan marjinal. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, penggunaan inokulan Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) dalam perbanyakan bibit dengan cara stek merupakan salah satu bioteknologi yang perlu diterapkan. Penelitian penggunaan mikoriza pada stek tanaman murbei menggunakan

HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Page 2: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

2

Rancangan Acak Kelompok dengan tiga perlakuan dan ulangan sebanyak delapan kali. Hasil percobaan menunjukkan persentase tumbuh dan jumlah daun antara tiap perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata namun inokulasi dengan Glomus aggregatum menunjukkan peningkatan persentasi tumbuh sebesar 16% dan jumlah daun sebesar 30% dibandingkan dengan kontrol. Pegaruh mikoriza pada stek murbei memberikan perbedaan yang nyata pada parameter panjang akar dan berat akar. Kata kunci: Murbei, inokulasi, mikoriza, pertumbuhan

Antoko, Bambang S. Keragaman jenis tumbuhan dan tingkat kesuburan tanah pada beberapa sistem pengelolaan perladangan berpindah di zona penyangga Taman Nasional Bukit Tiga Puluh = Species diversity at shifting cultivation regimes in buffer zone Bukit Tiga Puluh National Park / Bambang S. Antoko dan Asep Sukmana. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.II No.2 ; Halaman 113-125 , 2005

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak sistem pengelolaan perladangan berpindah terhadap keragaman jenis tumbuhan dan tingkat kesuburan tanah di zona penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Pengamatan dilakukan pada jenis-jenis vegetasi menurut perkembangan sistem perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat pada lokasi penelitian yaitu tipe ladang bera satu tahun, tipe ladang bera dua tahun, dan tipe ladang bera tiga tahun, dan sebagai pembanding/kontrol diamati pula jenis-jenis vegetasi di kawasan bekas tebangan. Analisa vegetasi dilakukan dengan menghirung Indeks Nilai Penting (INP) dan asosiasi antar jenis. Dilakukan pula pengambilan enam buah sampel tanah secara purposif pada masing-masing lokasi untuk mengetahui kondisi tanah tersebut secara umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe ladang bera tiga tahun mempunyai keragaman jenis tumbuhan yang relatif lebih baik dibandingkan dengan dua sistem pengelolaan perladangan berpindah lainnya. Namun demikian, hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa semua sistem pengelolaan menunjukkan penurunan keragaman jenis tumbuhan yang nyata jika dibandingkan dengan kawasan bekas tebangan yang relatif tidak terganggu kondisinya oleh aktivitas berladang. Kata kunci: Keragaman jenis tumbuhan, sistem pengelolaan perladangan

berpindah

Anwar, Chairil Teknologi rehabilitasi lahan mangrove terdegradasi / Chairil Anwar. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 53-64 , 2005

Laju kerusakan kawasan mangrove dalam dua dekade belakangan ini begitu pesat (kehilangan sekitar 2,15 juta ha dalam 21 tahun). Keadaan ini tidak seimbang dengan laju pemulihannya yaitu hanya kurang lebih 1.578 ha/tahun,

Page 3: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

3

berdasar data Statistik Kehutanan Indonesia, 2004 selama lima tahun. Persentase tumbuhnya juga dilaporkan sangat rendah. Untuk data penanaman mangrove di Sulawesi Selatan tahun 1999 saja hanya mencapai persen tumbuh sebesar 24,3 %. Mangrove Sumatera Selatan yang luas kawasannya 558 ribu ha dan non kawasannya 495 ribu ha, dengan kondisi ±75 % dalam keadaan rusak berat hingga rusak sedang, realisasi penanaman mangrovenya selama lima tahun terakhir (1999-2003) hanya mencapai 200 ha. Hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan teknologi rehabilitasi hutan mangrove, khususnya yang berkaitan dengan teknik penanaman mangrove disajikan dalam tulisan ini. Untuk penyiapan bibit disajikan cara pemungutan dan pengenalan ciri buah matang. Untuk pembibitan disajikan cara penyiapan dan pembuatan bedeng serta cara pembibitannya. Untuk penyiapan-tanaman disajikan cara pemilihan jenis, persiapan penanaman, dan pengangkutan bibit. Untuk cara penanaman disajikan cara penanaman melalui bibit maupun langsung, serta teknik-teknik penanaman pada kondisi tapak khusus, seperti berombak dan berlumpur dalam. Kata kunci: Mangrove, pembibitan, penanaman, rehabilitasi, Sumatera Selatan

Aswandi Model pendugaan volume batang berdiri dengan integrasi fungsi taper jenis meranti (Shorea spp): studi kasus di HPH PT Kiang Nam Development Indonesia Sumatera Utara = Estimation model of standing tree volume using integration of taper function for meranti (Shorea sp): Case study in forest consessioner PT Kiang Nam development Indonesia Nort Sumatera / Aswandi, Darmawan Edy dan Dodo A Suhada. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.1 ; Halaman 11-19 , 2005

Beragamnya bentuk pohon membatasi penggunaan label volume dan angka bentuk batang dalam pendugaan volume pohon dengan jenis dan lokasi tertentu. Angka bentuk 0,7 yang umumnya digunakan dalam inventarisasi hutan cenderung menghasilkan pendugaan volume yang bias, khususnya bagi bentuk batang yang tidak linear. Studi ini bertujuan untuk menemukan suatu model penduga volume pohon berdiri yang lebih akurat dengan menggunakan pendekatan integrasi fungsi taper. Berdasarkan pengukuran 424 seksi batang dari 89 pohon contoh, diperoleh fungsi taper dan pendugaan volume pohon berdiri sebagai berikut:

,121,01542,0652,02

−−

−+=

Hh

Hh

Dd and

1

0

54322 0088,00127,01328,012,0968,04

1h

hHh

Hh

Hh

Hh

HhDVbt

+

+

= π

dimana d : diameter pada ketinggian k, D : diameter setinggi dada, h : ukuran tinggi pohon pada titik tertentu, dan H: tinggi total kayu pertukangan. Pendugaan volume

Page 4: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

4

pohon berdiri jenis meranti (Shorea spp.) menggunaan integrasi fungsi taper menghasilkan pendugaan yang memiliki akurasi tinggi dan fleksibilitas dalam pelaksanaannya. Kata kunci: Volume pohon, model, fungsi taper, angka bentuk, tabel volume

Aswandi Model pertumbuhan dan hasil hutan tanaman Gmelina arborea menggunakan petak ukur temporer di Sumatera Utara = Growth and yield model for Gmelina arborea plantantion using temporary sampling plots North Sumatera / Aswandi, Cica Ali. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.4 ; Halaman 349-360 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk membangun model pertumbuhan dan hasil jenis Gmelina arborea di Pasir Mandoge Simalungun Sumatera Utara. Data pengukuran 12 plot ukurtemporer digunakan untuk merumuskan model penduga diameter, tinggi, jumlah pohon per hektar, luas bidang dasar, dan volume tegakan. Semua plot tersebut berada pada tegakan yang berumur 5-8 tahun. Kualitas tempat tumbuh dihitung menggunakan persamaan indeks tempat tumbuh SI = H* {(1 -e°237*8)/ (1 -e"° 237*A)} yang dibangun berdasarkan hubungan antara peninggi dengan umur tegakan. Hasil volume pada umur rotasi 8 tahun adalah 178,74 m3 ha' dengan MAI sebesar 22,34 m3 ha' tahun1. Model prediksi pertumbuhan dan hasil dibangun berdasarkan analisis dan diperoleh :

a. Model dbh tegakan: \RD = 5.84 - 6.27 AA - 0.511 hi5-0.00066 Nb. Model tinggi tegakan: ln// = - 4.09 + 4.07 inA -1.46 lnB+ 1.15 In JV-1.30 lnS c. Model penduga jumlah pohon: In N= 8.80 + 0.227 inB - 0.817 ln£> - 0.227 lnS d. Model luas bidang dasar AnB = 5.26 - 0.0281 S- 8.05 A1 - 0.151 S/A e. Model volume: hi V= 2.02 + 0.0407 S + 0.65 AA + 0.682 hi B

Model-model tersebut menghasilkan kurva pertumbuhan berbentuk sigmoid. Hasil ini mendukung prinsip-prinsip biologi perkembangan tegakan. Kata kunci: Model, pertumbuhan dan hasil, Gmelina arborea, Sumatera Utara

Aswandi Model ingrowth, upgrowth dan mortality pada hutan rawa bekas tebangan di propinsi Riau = Ingrowth, upgrowth and mortality models for overlogged swamp forest in province of Riau / Aswandi. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.4 ; Halaman 361-375 , 2005

Pertumbuhan hutan setelah penebangan merepresentasikan dinamika pertumbuhan tegakan melalui penambahan individu pohon baru (ingrowth), peningkatan fase pertumbuhan melalui pertambahan diameter (upgrowth), dan kematian pohon penyusun tegakan (mortality). Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model

Page 5: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

5

penduga ingrowth, upgrowth, dan mortality hutan rawa dengan menggunakan data seri petak ukur permanen HPH PT. Inti Prona Provinsi Riau. Model yang dibangun menunjukkan bahwa laju ingrowth, upgrowth, dan mortality dipengaruhi oleh luas bidang dasar tegakan, kerapatan tegakan, dan ukuran pohon. Laju ingrowth dan upgrowth berhubungan negatif dengan luas bidang dasar tegakan, dan ingrowth dan upgrowth akan semakin rendah pada luas bidang dasar tegakan yang semakin besar (tegakan yang lebih rapat). Sedangkan laju mortality berhubungan positif dengan luas bidang dasar tegakan, sehingga laju mortality akan semakin tinggi pada luas bidang dasar tegakan yang semakin besar. Kata kunci : Ingrowth, upgrowth, mortality, luas bidang dasar, kerapatan tegakan,

model, struktur tegakan, hutan rawa

Antoko, Bambang S Karakteristik habibat dan populasi walet sarang hitam (Collocia maxima Hume, 1878) di gua sungai Pinang, Mandailing Natal Sumatera Utara = Characteristics of habitat and population of black-nest swiflet (Collocia maxima Hume, 1878) in sungai Pinang's cave Mandailing Natal, North Sumatera / Bambang S Antoko, Bakhdal dan M Salman Zuhri. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.4 ; Halaman 377-385 , 2005

Kabupaten Mandailing Natal (Madina) adalah salah satu pemasok sarang walet sarang hitam (Collocalia maxima Hume, 1878) di Provinsi Sumatera Utara. Namun demikian, data dan informasi mengenai habitat, populasi, dan teknik pemanenannya masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik habitat, populasi, dan teknik pemanenan walet sarang hitam. Data yang dikumpulkan meliputi populasi dan kebiasaan burung ini, parameter habitatnya yaitu gua Sungai Pinang dan teknik pemanenan serta produktivitas sarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu rata-rata gua berkisar antara 26-28 °C, kelembaban antara 70-80 %, dan intensitas cahaya antara 0,2-4,1 foot candle atau setara dengan 2,0-41 lux meter. Hal ini merupakan habitat yang sesuai bagi walet sarang hitam. Berdasarkan hasil produksi sarang pada bulan September 2002, dapat diprediksi bahwa jumlah populasi Collocalia maxima Hume, 1878 di gua Sungai Pinang antara 90.000-120.000 pasang burung atau antara 180.000-240.000 ekor burung. Pemanenan dilakukan tiga kali dalam setahun, yaitu panen besar, panen sedang, dan panen kecil. Kata kunci: Walet sarang hitam, Collocalia maxima Hume 1878, gua Sungai Pinang,

habitat wallet

Bismark, M. Model pengukuran biomassa populasi primata = Model of primate population biomass measurement / M. Bismark. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.5 ; Halaman 491-496 , 2005

Page 6: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

6

Kualitas ekosistem hutan sebagai habitat dapat dinilai dari biomassa primata arboreal yang pergerakan dan sumber pakan sangat tergantung pada struktur fisik tegakan. Pendugaan berat badan (Bb) individu sebagai biomassa secara langsung di habitat alami dilakukan dengan mengukur gaya elestisitas cabang berdiameter kurang dari 10 cm dirnana primata duduk atau istirahat. Penelitian ini menggunakan bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) sebagai satwa model. Model regresi eksponensial sebagai penduga Bb (kg) dengan parameter geometrik tubuh yang berhubungan erat dengan berat badan, telah diujikan terhadap panjang badan dan kepala (td, dalam cm) serta luas permukaan tubuh (L, dalam m2). Dalam penelitian, td diukur pada posisi duduk bekantan. Hasil menunjukkan bahwa korelasi L terhadap td pada jantan dan betina berbeda. Dengan luas permukaan tubuh betina setengah dari luas permukaan tubuh jantan (dimorfisme seksual), nilai korelasi L dengan td adalah L♂ = 0.0514e0.0395td, sedangkan L♀ = 0.1048e0.0662td dan korelasi L dengan Bb mengikuti persamaan L = 0.1324 Bb0.67.

Kata kunci: Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb), biomassa, populasi jenis

Darwiati, Wida Serangan ulat kantong pada bibit meranti di persemaian = Bagworm attack on meranti seedling nursery / Wida Darwiati, Sri Esti Intari. -- Info Hutan : Volume II No.4 ; Halaman 345-351 , 2005

Ulat kantong adalah salah satu hama perusak daun yang potensial, yang umumnya mewabah pada musim kemarau yang panjang. Jenis hama ini mempunyai tanaman inang yang sangat bervariasi mulai dari tanaman pertanian, tanaman perkebunan, dan tanaman kehutanan. Pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2004, bibit Anisoptera spp., S. stenoptera, dan 5. macrophylla di pesemaian Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, diserang oleh hama ulat kantong. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis ulat kantong yang menyerang bibit meranti di pesemaian, perilaku dan biologi hama, serta akibat serangannya. Penelitian ini dilakukan dengan menghitung persentase serangan ulat kantong pada 50 bibit tanaman yang diambil secara acak, serta menghitung populasi tiap jenis ulat kantong pada 15 tanaman contoh dari total 50 bibit tanaman tersebut. Hasil identifikasi di laboratorium ternyata bibit meranti tersebut diserang oleh jenis ulat kantong yang berukuran agak besar (Amatissa sp.), dan (Pteroma sp.) ulat kantong yang berukuran agak kecil. Jumlah rata-rata ulat kantong per bibit adalah : bibit Anisoptera spp. 58 ulat, S. stenoptera 53 ulat, dan S. macrophylla 48 ulat, dengan persentase serangan ulat pada bibit 5. anisoptera sebesar 84 %, S. stenoptera sebesar 76 %, dan S. macrophylla sebesar 60 %. Kata kunci: Walet sarang hitam, Collocalia maxima Hume 1878, gua Sungai Pinang,

habitat wallet

Page 7: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

7

Darwiati, Wida Uji toksikologi daun babadotan (Ageratum conyzoides L) dan cente manis (Lantana camara L) terhadap hama penggerek pucuk mahoni (Lepidoptra : Pyralidae) =Toxicology test of Babadotan (Ageratu conyzoides L) and Cente manis (Lantana camara L) leaves to shoot borer of mahagony (Lepidoptera:Pyralidae) / Wida Darwiati, Sri Esti Intari. -- Info Hutan : Volume II No.4 ; Halaman 353-358 , 2005

Dalam penerapan Pengendalian Hama Terpadu sebagai upaya perlindungan hutan tanaman, kegiatan penelitian pestisida nabati yang berasal dari tanaman mulai dikembangkan karena tidak mencemari lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas insektisida nabati yang berasal dari tumbuhan babadotan (Ageratum conyzoides L.) dan cente manis (Lantana camara L.) terhadap hama penggerek pucuk mahoni (Hypsiphylla robusta Moore,). Dosis yang digunakan 0,5; 1,0; dan 1,5 gram dengan rancangan percobaan Acak Lengkap. Dari hasil analisis kimia yang menggunakan alat HPLC (High Pressure Liquid Chromatography) diketahui bahwa tumbuhan babadotan mengandung senyawa kimia dari golongan Precocene 1, Precocene 2, senyawa saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri; sedangkan tumbuhan cente manis mengandung senyawa asam lantanin atau asam triterpen dan lantaden A. Hasil uji efikasi menunjukkan bahwa perlakuan serbuk daun babadotan dengan dosis 0,5 dan 1,0 gram tidak berbeda nyata, sedangkan dosis 1,5 gram menunjukkan perbedaan nyata dan efektif dengan persentase kematian 15,5 %. Sedangkan perlakuan serbuk daun cente manis dengan dosis 0,5; 1,0; dan 1,5 gram semuanya efektif. Kata kunci: Pestisida nabati, penggerek pucuk Hypsiphylla robusta Moore, mahoni

Garsetiasih, R Studi struktur populasi rusa totol (Axis axis ERXL) di Taman Istana Bogor = Study of population structure of cital deer (Axis axis ERXL) in the park of Bogor palace / R Garsetiasih, Nina Mindawati. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.1 ; Halaman 61-70 , 2005

Tujuan penelitian untuk mengetahui dinamika dan struktur populasi Rusa Totol di Taman Istana Bogor. Penghitungan jumlah rusa menggunakan metode konsentrasi, yaitu pengamatan dilakukan terpusat pada tempat rusa melakukan aktivitas makan dan istirahat. Untuk pengamatan struktur umur dilakukan dengan penggolongan rusa berdasarkan kematangan kelamin dan ukuran besar tubuh ke dalam kelas dewasa produktif, dewasa tidak produkktif, remaja hampir dewasa, remaja muda, dan anak. Hasil penelitian menunjukkan populasi rusa di Taman Istana Bogor total 759 individu (jantan 236 individu, betina 450 individu, dan anak 73 individu), kelas umur dewasa produktif 351 individu, dewasa tidak produktif 54 individu, remaja hampir dewasa 172 individu, remaja muda 109 individu, dan anak 73 individu. Kepadatan populasi rusa sebesar 38 individu/ha, sedangkan berdasarkan perhitungan ketersediaan pakan Taman Istana Bogor hanya

Page 8: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

8

dapat menampung 13 individu/ha. Hal ini menunjukkan bahwa populasi rusa yang ada di Taman Istana Bogor telah melebihi daya dukung, sehingga perlu dilakukan manajemen populasi di antaranya dengan mengeluarkannya atau rusa di Taman Istana Bogor dapat dijadikan stok untuk pengembangan Rusa Totol di tempat yang lain. Kata kunci: Rusa Totol, populasi, kelas umur, halaman Istana Bogor

Garsetiasih, R. Studi potensi pakan rusa (Cervus timorensis rusa de Blainville) di penangkaran Ranca Upas, Ciwidey Bandung Jawa Barat = Study of deer feed potency (Cervus timorensis rusa de Blainville) in The Ranca Upas Captive Breeding, Ciwidey Bandung West Java) / R. Garsetiasih, dan N.M. Heriyanto. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.6 ; Halaman 547-553 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pakan rusa melalui penentuan daya dukungnya. Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai November 2004 di penangkaran rusa Ranca Upas, Ciwidey Bandung Jawa Barat. Pengumpulan data vegetasi pakan rusa menggunakan metode plot bujur sangkar berukuran 1 m x 1 m. Penentuan plot pertama dilakukan secara acak yang selanjutnya sistematik, jumlah plot yang digunakan sebanyak 20 plot, jarak antara plot 10 m. Dari penelitian ditemukan beberapa rumput sebagai pakan rusa. Jenis rumput tersebut yang paling disukai secara berurutan adalah bayondah (Isachne globosa O.K.), lampuyang (Panicum repens Linn.), lameta (Leersia hexandra Swartz.), dan kipahit (Anastrophus compressus Schlechtd.). Nilai gizi hijauan pakan rusa ditunjukkan oleh kadar protein yang dikandung hijauan pakan. Kandungan protein pakan tertinggi secara berturut-turut yaitu jenis bayondah sebesar 15,53 %, lampuyangan 10,66 %, dan lameta sebesar 9,64 %. Daya dukung habitat pakan di penangkaran rusa Ranca Upas dengan luas 4,5 ha sebanyak 21 individu untuk musim kemarau dan 40 individu pada saat musim hujan. Kata kunci: Potensi, pakan rusa, Ranca Upas

Gunawan, Hendra Nilai manfaat ekonomi hidrologis daerah aliran sungai bagi sektor rumah tangga, pertanian sawah, dan perikanan darat di Provinsi Gorontalo = The Economical value of hydrological function of watersheds in gorontalo province for the sectors of household, irrigated rice field, and freshwater fisheries in Gorontalo Province / Hendra Gunawan, Rahayu Supriadi, dan Maryatul Qiptiyah. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.II No.2 ; Halaman 135-147 , 2005

Daerah Aliran Sungai (DAS) memegang peranan penting dalam neraca air bagi suatu wilayah. Suplai dan kualitas air sungai, mata air, dan air tanah sangat dipengaruhi oleh keberadaan hutan di daerah aliran sungai. Pemanfaatan air di Provinsi Gorontalo sampai saat ini masih kurang memperhatikan hutan dan DAS sebagai satu kesatuan

Page 9: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

9

pengelolaan. Akibatnya tidak ada penghargaan terhadap jasa hutan yang diberikan melalui fungsi hidrologisnya. Penelitian ini bertujuan untuk menaksir nilai manfaat hidrologis DAS di Provinsi Gorontalo, khususnya untuk sektor rumah tangga, pertanian sawah, dan perikanan. Wawancara terstruktur dilakukan untuk mendapatkan data primer konsumsi air oleh penduduk. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai manfaat hidrologis daerah aliran sungai di Provinsi Gorontalo untuk sektor rumah tangga, pertanian sawah, dan perikanan mencapai hampir Rp 90 milyar setahun. Masalahnya, baik masyarakat maupun instansi terkait belum sepenuhnya menyadari arti penting keberadaan hutan di DAS sehingga penggundulan hutan masih terus berlangsung. Meskipun bencana kekeringan belum melanda provinsi ini tetapi bencana banjir sering melanda setiap tahun akibat hilangnya hutan di DAS. Pembuatan kebijakan pengelolaan sumberdaya air yang terpadu sangat dianjurkan agar pemanfaatan air dapat lebih optimal dan lestari. Kata kunci: Hidrologi, daerah aliran sungai, air, hutan, Gorontalo

Gunawan, Hendra Keanekaragam jenis burung di Wanariset Malili kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan = Bird diversity in malili research station East Luwu Timur Sulawesi Selatan / Hendra Gunawan, Indra A.S.L.P Putri dan Maryatul Qiptiyah. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.3 ; Halaman 241-250 , 2005

Wanariset Malili merupakan pulau ekosistem hutan yang terletak di antara pemukiman dan lahan budidaya sehingga memiliki peranan penting dalam mendukung konservasi kehidupan liar, khususnya burung. Penelitian yang bertujuan mempelajari kekayaan dan keanekaragaman jenis burung ini dilakukan menggunakan metode IPA dengan lima buah titik pengamatan. Dalam penelitian ini ditemukan 30 jenis burung, di mana tujuh jenis diantaranya merupakan burung endemik dan tujuh jenis burung dilindungi. Indeks keanekaragaman jenis burung di Wanariset Malili adalah 2,7359 dan indeks eveness 0,8022. Sebagian besar burung yang dijumpai merupakan jenis terestrial dan penghuni tetap Wanariset Malili. Kata kunci: Burung, aves, keanekaragaman, wanariset

Gunawan, Hendra Pengaruh perambahan terhadap vegetasi dan satwa liar di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Provinsi Sulawesi Tenggara = The effect of forest encroachment on vegetation and wildlife in Rawa Aopa Watumohai National Park, South East Sulawesi Province / Hendra Gunawan dan Abdullah Syarief Mukhtar. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.5 ; Halaman 449-459 , 2005

Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) sedang mengalami tekanan akibat perambahan hutan. Perambahan ini mengakibatkan rusaknya sampai hilangnya

Page 10: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

10

habitat yang menyebabkan menurunnya sampai hilangnya satwa di habitat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perambahan hutan terhadap vegetasi dan satwaliar di TNRAW. Vegetasi dipelajari melalui analisis garis berpetak, mamalia dan reptilia diamatai dengan metode transek sedangkan burung diobservasi dengan metode IPA. Hasil penelitian ini menemukan bahwa perambahan menyebabkan terganggunya sampai berubahnya ekosistem mikro akibat berubahnya struktur dan komposisi sampai hilangnya vegetasi. Perambahan juga menyebabkan berkurangnya sampai hilangnya ruang, pakan, tempat berlindung, dan tempat beraktivitas sosial. Pengaruh perambahan hutan yang diterima oleh populasi satwaliar antara lain menurunnya populasi, terganggunya kesehatan, migrasi, meningkatnya persaingan, perubahan perilaku, perubahan kebiasaan makan dan jenis makanan, dan terganggunya proses reproduksi. Satwa yang paling berat menerima pengaruh perambahan merupakan jenis-jenis dilindungi yaitu anoa (Bubalus depressicornis), rusa (Cervus timorensis), monyet digo (Macaca ochreata), dan kuskus beruang (Phalanger ursinus).

Kata kunci: Pengaruh, perambahan, vegetasi, satwaliar, taman nasional, Rawa Aopa

Gunawan, Hendra Model Zona Penyangga Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, di Provinsi Sulawesi Tenggara = Buffer Zone Model of Rawa Aopa Watumohai National Park in South East Sulawesi Province / Hendra Gunawan ... [et.al] . -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.5 ; Halaman 477-490 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model penyangga Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) yang sesuai dengan karakteristik biofisik, sosial, ekonomi, dan budaya. Kriteria dan indikator yang digunakan diadaptasi dari berbagai sumber yang sudah banyak diterapkan. Suatu survei dengan wawancara terstruktur, kuesioner, dan checklist digunakan untuk menghimpun data sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Metode garis berpetak digunakan untuk menganalisis vegetasi dan transek untuk menginventarisasi satwaliar. Hasil penelitian merekomendasikan model penyangga yang dapat mengurangi atau menghilangkan tekanan terhadap taman nasional sekaligus juga meningkatkan perekonomian masyarakat sekitarnya. Model penyangga yang dapat berfungsi demikian adalah penyangga ekonomi dan zona pemanfaatan tradisional. Kata kunci: Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, zona penyangga, model,

kriteria, indicator

Page 11: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

11

Gunawan, Hendra Analisis keberhasilan rehabilitasi mangrove di Pantai Utara Jawa Tengah = An Analysis on the success of mangrove rehabilitation in the North Coast of Central Java / Hendra Gunawan dan Chairil Anwar. -- Info Hutan : Volume II No.4 ; Halaman 239-248 , 2005

Upaya rehabilitasi hutan mangrove sudah dimulai sejak tahun 1990-an namun sampai tahun 2003 hanya dapat terealisasi 7.890 ha, itupun dengan tingkat keberhasilan yang sangat rendah. Penelitian ini bertujuan mengetahui keberhasilan tanaman rehabilitasi mangrove di pantai utara Jawa Tengah, khususnya tanaman Rhizophora mucronata yang ditanam padatahun 2002. Enam petak contoh untukpengamatan diambil dari beberapatempat yangmewakili limakabupaten yaitu : Brebes, Pemalang, Demak, Jepara, dan Pati. Indikator keberhasilan yang digunakan adalah persentase hidup, tinggi, dan diameter tanaman. Hasil penelitian ini menyimpulkan tingkat keberhasilan tanaman R. mucronata berbeda di antara petak contoh yang ditunjukkan oleh perbedaan tinggi dan diameter rata-rata serta persen hidup. Diameter dan tinggi tanaman di enam petak contoh secara statistik berbeda nyata. Sedangkan keberhasilan hidup bervariasi dari 23,5 % sampai 99,6 %. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain hama dan penyakit tanaman, ombak, gangguan ternak, gangguan manusia, dan kualitas bibit yang buruk. Sedangkan diameter dan tinggi rata-rata erat kaitannya dengan tingkat kesuburan dan kesesuaian tempat tumbuh dan serangan hama. Faktor non teknis juga menentukan keberhasilan rehabilitasi mangrove di antaranya kelembagaan dan kebijakan pemerintah daerah serta partisipasi masyarakat. Kata kunci: Mangrove, rehabilitasi, keberhasilan, pantai utara, Jawa Tengah

Gunawan, Hendra Karakteristik perambahan hutan di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Propinsi Sulawesi Tenggara = The characteristics of forest encroachment in Rawa Aopa Watumohai National Park South East Sulawesi Province / Hendra Gunawan. -- Info Hutan : Volume II No.4 ; Halaman 261-272 , 2005

Sejak Indonesia mengalami krisis ekonomi, banyak taman nasional mengalami tekanan akibat perambahan. Karakteristik perambahan taman nasional biasanya spesifik untuk setiap lokasi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti latar belakang kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat serta kondisi biofisik wilayah dan situasi politik di daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik perambahan kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai di Sulawesi Tenggara. Pengumpulan data sekunder dilakukan di kantor Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden kunci. Analisis data dilakukan secara deskriptif.. Hasil penelitian menemukan bahwa perambahan meningkat pesat menjelang masa krisis ekonomi dan mencapai puncaknya pada saat teijadi gerakan reformasi. Perambah dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan motivasinya yaitu pengklaim lahan adat/warisan, perambah yang sekedar menyambung hidup akibat krisis ekonomi, dan perambah serakah yang bertujuan memperkaya diri. Klaim lahan adat mencapai 22.150 ha oleh 11 kelompok masyarakat, 3.221 ha di antaranya telah diolah

Page 12: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

12

dan dipatok, sisanya masih berhutan. Di samping itu, juga terjadi jual beli lahan kawasan yang mencapai 3.100 ha. Luas kerusakan hutan akibat perambahan mencapai 9.233 ha atau 8,78 % dan luas kawasan taman nasional ini yang mengakibatkan terganggunya fungsi ekologis dan hidrologis hutan serta hilangnya nilai estetika. Tujuh puluh empat persen perambah adalah pendatang yang sebagian besar merupakan Suku Bugis, sedangkan penduduk asli hanya 26 % yang terdiri dan Suku Moronene dan Tolaki. Berdarkan luas garapannya, sebagian besar perambah (52,1 %) menggarap lahan dengan luas antara 1 -2 ha, bahkan 26,3 % perambah hanya menggarap lahan dengan luas kurang dari 1 ha. Penduduk setempat sebagian besar menggarap lahan dengan luas kurang dari 2 ha, sedangkan penggarap lahan yang lebih luas umumnya adalah pendatang.

Kata kunci: Perambahan, kawasan hutan, taman nasional, Rawa Aopa, Watumohai, Sulawesi

Gintings, A. Ngaloken Pembuatan bibit tanaman kemiri yang mudah dan resiko kecil = Easy and low risk of kemiri nursery establisment / A. Ngaloken Gintings. -- Info Hutan : Volume II No.3 ; Halaman 161-165 , 2005

Penyediaan bibit dalam kualitas baik dan tepat waktu adalah syarat mutlak keberhasilan kegiatan hutan tanaman. Salah satu kendala pengembangan tanaman kemiri, adalah pengecambahan benihnya karena kulit biji kemiri sangat keras (Anonimous, 1981). Untuk mengatasi masalah ini maka telah dicoba berbagai cara pembibitan tanaman kemiri. Perlakuan yang pernah dicobakan antara lain pemanasan biji secara terkendali yaitu meletakkan biji di atas pasir dan di dalampasir secara bergantian, meretakkan biji dengan alatjepitan, merendam biji di air mengalir, merendam biji yang akan dikecambahkan dalam larutanKNO3 0,2 %, menjemur biji lalu disiram pada saat biji masih panas, menanam biji langsung di lapangan dan mengikir kulit biji kemiri. Pengalaman terakhir Bapak Makmur di Sulawesi Selatan dimulai denganpemilihan benih, merendam biji dalam drum selama 15 hari, menjemur biji yang sudah direndam dalam net yang dimasukkan ke dalam karung di bedeng, menyiram biji yang dijemur pada saat panas terik (antara jam 12-13), mengumpulkan biji yang telah retak dan memasukkannya ke dalam polybag yang telah diisi media tanah lapisan atas, memelihara bibit sampai mempunyai enam lembar daun dan batangnya berkayu, mencabut bibit yang ada dalampolybag, memasukkan bibit yang telah dicabut ke dalam pelepah batang pisang sebagai alat pendingin, mengangkut bibit yang ada dalam pelepah pisang ke lokasi penanaman, memasukkannya kembali bibit cabutan ke dalam polybag, dan setelah bibit tanaman memperlihatkan kondisi yang segar kembali maka bibit siap untuk ditanam. Cara pembibitan seperti itu akan mempercepat dan meningkatkan keberhasilan perkecambahan, menghemat biaya angkutan bibit, dan menjaga kualitas bibit kemiri.

Page 13: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

13

Kata kunci: Seleksi biji kemiri, perlakuan terhadap biji, penghematan biaya angkut bibit dan kualitas bibit kemiri

Hadisoesilo, Soesilowati Apis nigrocincta Smith, 1861 dan Apis cerana Fab.,1793 persamaan dan perbedaan = Apis nigrocincta Smith, 1861 and Apis cerana Fab., 1793 similarities and differences /Soesilowati, Hadisoesilo. -- Info Hutan : Volume II No.2 ; Halaman 103-109 , 2005

Setelah mengalami perubahan berkali-kali, akhirnya pada tahun 1996 dapat dibuktikan bahwa Apis nigrocincta Smith, 1861 merupakan jenis tersendiri terpisah dan Apis cerana F., 1793. Konfirmasi ini diperoleh berdasarkan atas perbedaan waktu penerbangan pejantan dari kedua jenis tersebut di lokasi yang sama. Semua peneutian dilakukan di pulau Sulawesi. Sampai saat ini A. nigrocincta baru diketemukan di Sulawesi dan Sangihe serta di kepulauan di sekitarnya. Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang A. nigrocincta, persamaan dan perbedaan di antara kedua jenis ini yang meliputi sebaran, morfologi, struktur alat kelamin pejantan, perilaku cara besarang, waktu penerbangan pejantan, dan perilaku dalam menutup sel pejantan dipaparkan di dalam tulisan ini. Kata kunci: Apis nigrocincta, Apis cerana, waktu penerbangan pejantan,

perilaku penutupan sel pejantan

Hakim, Ismatul Rehabilitasi lahan dengan pola pengelolaan hutan bersama masyarakat di pulau Jawa: Studi kasus di KPH Madiun dan KPH Kuningan / Ismatul Hakim, Setiasih Irawanti dan Sylviani. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 76-90 , 2005

Program PHBM yang dikembangkan oleh Perum Perhutani merupakan salah satu pola yang baik dalam mendukung kegiatan rehabilitasi lahan dan hutan. Dalam penerapannya di lapangan ternyata terdapat perbedaan dalam hal cara pendekatannya antara satu KPH dengan KPH lain. Di KPH Madiun, pendekatannya langsung dengan cara mengadopsi pedoman yang sudah dipersiapkan oleh KPH Madiun terutama dalam hal teknik manajemennya dengan menggunakan konsep Management Regime (MR) atau sistem plong-plongan. Demikian pula dengan sistem sharing hasil kayunya di mana Perhutani mendapatkan 75 % dan masyarakat mendapat 25 %. Sementara hasil tanaman lainnya menjadi milik masyarakat seluruhnya (100 %). Di KPH Kuningan, konsep pengelolaan tanaman dan sistem sharing hasilnya merupakan hasil kesepakatan antara masyarakat (Forum PHBM) dengan Perum Perhutani. Harapan utama masyarakat (petani) terhadap program PHBM adalah adanya jaminan keberlanjutan pemanfaatan lahan garapan di. wilayah kerja Perhutani dalam jangka panjang, adanya kemudahan dalam pengadaan modal usaha, adanya peningkatan produktifitas, adanya peningkatan kesejahteraan keluarga/rumah tangga (pendidikan dan kesehatan) dan adanya kemudahan dalam memperoleh saprodi

Page 14: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

14

(pupuk, bibit, dan obat-obatan), adanya bimbingan, pelatihan dan pendampingan dari instansi terkait serta adanya kemudahan dalam pemasaran hasil usahataninya. Dalam rangka penyempurnaan penerapan konsep PHBM di lapangan, maka, pihak Perum Perhutani harus dapat memahami berbagai aspek kelembagaan yang ada di tingkat bawah, dalam hal ini desa. Dua aspek kelembagaan yang harus diperhatikan adalah aspek kultural dan struktural. Aspek kultural meliputi proses dinamika dalam masyarakat, tata nilai (maju), kepemimpinan, manajemen, kompetensi SDM, dan politik pemerintahan. Sedangkan struktural organisasi kelembagaan PHBM harus mengikuti perkembangan kultural yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, rehabilitasi lahan dengan pola PHBM dari sisi teknologi maupun kelembagaannya sangat bersifat local specific.

Kata Kunci: PHBM, sharing hasil, kelembagaan, local specific

Hendalastuti R, Henti Peran asam humat dan asam oksalat dalam meningkatkan kualitas bibit Gmelina arborea = The role of humic and oxalic acid in improving the quality of Gmenia arborea seedling / Henti Hendalastuti R, Asep Hidayat. -- Info Hutan : Volume II No.4 ; Halaman 299-309 , 2005

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon pertumbuhan bibit Gmelina arborea terhadap konsentrasi dan frekuensi pemberian asam humat dan asam oksalat. Parameter pertumbuhan yang diamati mencakup pertambahan tinggi bibit, diameter, Berat Kering Total (BKT), Nisbah Pucuk Akar (NPA), dan Indeks Mutu Bibit (1MB). Penelitian menggunakan Rancangan Faktorial dalam Acak Lengkap 2x2x3 dan kontrol dengan 20 ulangan, tiap ulangan terdiri dari satu tanaman. Asam humat dengan konsentrasi 1.800 ppm rnerupakan perlakuan yang mampu meningkatkan nilai Indeks Mutu Bibit 28,64 % lebih tinggi dibanding kontrol, sedangkan kombinasi konsentrasi 1.800 ppm dengan frekuensi pemberian sebanyak dua kali meningkatkan nilai 1MB 17,56 % lebih tinggi dibanding kontrol.

Kata kunci: Asam humat, asam oksalat, Gmelina arborea

Hendromono Penyederhanaan sistem silvukultur TPTI di hutan alam rawa gambut Labuan Tangga kabupaten Rokan Hilir Riau = Simplification of TPTI silficultural system at peat swamp foret in Labuan Angga Rokan Hilir District Riau / Hendromono... [et. al]. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.1 ; Halaman 21-35 , 2005

Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah kecenderungan penurunan potensi produksi hutan alam rawa-gambut setelah dieksploitasi dengan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Hal ini disebabkan antara lain oleh sebagian pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) tidak sungguh-sungguh mematuhi aturan TPTI, karena aturannya dianggap terlalu rumit, pengawasan oleh pihak kehutanan kurang, serta tidak

Page 15: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

15

adanya kepastian usaha. Tujuan penelitian adalah menyajikan informasi ilmiah sistem silvikultur TPTI yang Iebih sederhana dan praktis agar mudah dilaksanakan dan diawasi. Metodologi penelitian melalui pendekatan analisis vegetasi, potensi tegakan, pengamatan kondisi lingkungan, dan pencatatan data sekunder. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa kawasan hutan rawa-gambut Labuan Tangga didominasi oleh jenis pohon niagawi (30 jenis) dan sisanya (12 jenis) jenis pohon Iain-lain. Meranti batu (Shorea uliginosa Foxw.(Sect.Mutica) umumnya mendominasi tingkat pohon di hutan primer dan bekas tebangan. Permudaan alam tingkat semai dan pancang di hutan rawa-gambut bekas tebangan cukup banyak sehingga tidak diperlukan penanaman pengayaan, kecuali di kawasan bekas Tempat Penimbunan Kayu Sementara (TPn), bekas jalan sarad dan jalan rel perlu direhabilitasi. Jumlah pohon jenis niagawi di hutan primer sangat mencukupi, sedangkan di hutan bekas tebangan cukup memadai untuk rotasi berikutnya, asal hutannya tidak ditebang secara ilegal. Rata-rata jumlah pohon ramin (Gonystylus bancanus Kurtz.) di hutan rawa-gambut primer 5 pohon per ha, di bekas tebangan 2,5 pohon per ha. Disarankan agar Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) dilakukan dekat (Et - 1) dengan waktu Inventarisasi Tegakan Tinggal (ITT). ITT dilakukan segera setelah penebangan suatu blok (Et), pengadaan bibit bersamaan dengan waktu penebangan (Et), penanaman rehabilitasi dilakukan Et + 1, dan pemeliharaan I berupa pembebasan vertikal pada Et + 1. Apabila rel masih belum dibongkar, pemeliharaan II berupa pembebasan vertikal dilakukan dua tahun setelah pemeliharaan I (Et + 3). Penjarangan tidak diperlukan, karena pembebasan vertikal dapat berfungsi juga sebagai penjarangan. Kata kunci : Hutan rawa-gambut, sistem silvikultur, TPTI

Hendromono Pemilihan jenis pohon untuk rehabilitasi lahan kritis / Hendromono, Herman Daryono dan Durahim. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 24-31 , 2005

Bencana alam yang berupa banjir, tanah longsor, dan kekeringan yang akhir-akhir ini sering terjadi salah satunya disebabkan oleh banyaknya lahan kritis pada Daerah Aliran Sungai. Untuk merehabilitasi lahan kritis di dalam maupun di luar kawasan hutan perlu adanya dukungan semua pihak, balk Departemen Kehutanan dan departemen yang terkait, instansi di tingkat provinsi, kabupaten atau kota, Lembaga Sosial Masyarakat maupun masyarakat. Kegiatan rehabilitasi lahan akan lebih berhasil apabila didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat dari hasil kegiatan penelitian dan pengembangan mengenai jenis-jenis pohon untuk lahan kritis. Pada lahan kritis yang umumnya mempunyai tingkat kesuburan rendah dan tanahnya terbuka, umumnya cocok ditanami jenis-jenis pioner. Jenis-jenis pioner yang ada di Indonesia di antaranya: Acacia mangium, A. auriculiformis, Aleuritus moluccana, Casuarina equisetifolia, C. junghuhniana, Duabanga moluccana, Eucalyptus urophylla, Melaluca leucadendron, Peronema canescens, Pinus merkusii, dan Schima wallichii.

Page 16: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

16

Kata kunci: Pemilihan jenis pohon, rehabilitasi, lahan kritis

Herawati, Tuti Aplikasi metode proses hirarki analitik penentuan prioritas jenis pohon hutan rakyat: studi kasus di kecamatan Pamarican = The aplication of analitical hierarchy process for priority determination of tree species for small scale private forest case study in Pamarican Subdistrict / Tuti Herawati. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.1 ; Halaman 93-103 , 2005

Penentuan jenis pohon merapakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam pengelolaan hutan rakyat. Dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan jenis pohon diperlukan pertimbangan yang rasional dan menyeluruh. Dengan demikian keputusan yang dihasilkan dapat memberikan jaminan keberhasilan tumbuh, menguntungkan, dan sekaligus mampu menampung kepentingan berbagai pihak. Metode atau alat yang dapat digunakan untuk penentuan jenis pohon dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan kriteria secara menyeluruh adalah PHA (Proses Hirarki Analitik). Dalam metode ini kriteria keputusan dipecahkan dalam urutan hirarki, penilaian diberikan pada setiap kriteria, serta menyatukan penilaian untuk menentukan pilihan yang memiliki prioritas tertinggi. Kekuatan proses ini terletak pada rancangannya yang bersifat komprehensif, dengan mempergunakan logika, pertimbangan berdasarkan intuisi, data kuantitatif, dan kualitatif. Teknik ini telah diterapkan untuk mendapatkan urutan prioritas pilihan jenis pohon hutan yang dike lo la rakyat di Kecamatan Pamarican. Hirarki yang disusun terdiri dari dua tingkat dengan sejumlah aspek dan kriteria. Terdapat 4 aspek yang menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan jenis pohon, yaitu aspek teknis, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Prioritas jenis yang dihasilkan adalah sebagai berikut: 1) Swietenia macrophylla King dengan bobot prioritas 42,2 %; 2) Paraserianthes falcataria (J) Nielsen (32,2 %); dan 3) Tectona grandis Lf (25,6 %). Kata kunci: Penentuan, jenis pohon, prioritas, hutan rakyat, Proses Hiraki Analitik,

aplikasi

Herawati, Tuti Kondisi pengeloaan LAK di Indonesia dan peluang pengembangannya di Nusa Tenggara Timur = Condition of LAC bussines in Indonesia, and its development opportunity in East Nusa Tenggara / Tuti Herawati. -- Info Hutan : Volume II No.3 ; Halaman 231-237 , 2005

Lak merupakan salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu yang potensial untuk dikembangkan. Lak digunakan untuk berbagai kepeluan dalam bidang industri di antaranya sebagai bahan politur mebel, isolasi listrik, piringan hitam, tinta cetak, dan pewarna makanan. Pasar lak internasional saat ini dikuasai oleh India dan Thailand. Pengusahaan lak di Indonesia baru dilakukan di Jawa Timor dan Nusa Tenggara (NTT). Di

Page 17: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

17

Jawa Timur, pengusahaan lak dilakukan oleh Perum Perhutani secara intensif, sementara itu pengusahaan lak di NTT belum dilakukan secara profesional. Potensi pengembangan usaha budidaya lak di NTT cukup tinggi dengan rata-rata produksi lak per tahun sekitar 100.000 ton. Hal ini didukung oleh kondisi iklim yang cocok untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman inang dan serangga seed lak. Dengan potensi tersebut, pengembangan usaha seed lak di NTT perlu dibina lebih lanjut dalam peningkatan produksi, kualitas, dan kelembagaan yang lebih profesional. Pembinaan dapat dimulai dari membangun proyek-proyek percontohan pengusahaan lak dengan keterlibatan masyarakat yang tinggi. Kata kunci: Lak, serangga, tanaman inang, percontohan

Herawati, Tuti Mimba (Azadirachta indica Juzz): tanaman multi manfaat potensial untuk rehabilitasi lahan / Tuti Herawati. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 135-139 , 2005

Selama tiga dasawarsa terakhir potensi dan kondisi hutan Indonesia semakin menurun, oleh karenanya upaya pemulihan lahan kritis semakin dirasakan urgensinya. Jenis tanaman yang dipilih untuk kegiatan rehabilitasi lahan harus memenuhi kriteria lingkungan guna tercapainya perbaikan ekosistem dan dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mimba memiliki keunggulan sebagai tanaman pioner yang mampu tumbuh di lahan kritis yang ekstrim kering. Selain itu mimba juga merupakan jenis tanaman yang memberikan banyak manfaat yaitu dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati, bahan baku obat tradisional, dan bahan baku industri keperluan rumah tangga. Mengingat keunggulan tersebut maka mimba merupakan tanaman alternatif rehabilitasi lahan yang dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Kata kunci: Unggul, multimanfaat, pioner, pestisida, obat, bahan baku industri

Herawati, Tuti Pengujian mutu benih pohon wangin (Melaleuca bracteata Linn) / Tuti Herawati, Yana Sumarna dan Yetti Heryati. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 141-144 , 2005

Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan selain dilakukan dengan menanam pohon penghasil kayu, perlu juga memperhatikan pengembangan pohon penghasil komoditas bukan kayu. Salah satu komoditas HHBK yang memiliki propsek penting adalah tumbuhan penghasil minyak atsiri. Pohon wangi (Meialeuca bacteata) adalah salah satujenis pohon penghasil minyak atsiri yang dapat disuling dari daunnya, serta memiliki kandungan metyl euganol yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pestisida nabati, bahan obat, dan bahan baku industri parfum. Pohon wangi merupakan

Page 18: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

18

tumbuhan eksot yang berasal dari Australia, tetapi telah mampu beradaptasi dengan kondisi di Indonesia. Namur saat ini pengembangan pohon wangi baru dilakukan di beberapa lokasi dalam skala kecil. Mengingat potensinya sebagai penghasil minyak atsiri yang berpotensi ekonomi, maka pengembangan pohon wangi dapat dilakukan dalam skala yang lebih luas. Untuk itu diperlukan penelitian yang meliputi aspek budidaya hingga pasca panen. Sebagai langkah awal dilakukan kegiatan pengujian mutu benih hasil eksploitasi dari beberapa pohon. induk di Indonesia. Pelakuan yang diberikan berupa lamanya penjemuran dan media perkecambahan, sedangkan parameter yang diamati adalah persen kecambah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media tebaik bagi presentase kecambah M. bracteata adalah pasir halus dengan persen kecambah 94,22 % dan media campuran tanah dan pasir halus (1:1) (v:v) dengan persen kecambah 94,11 %. Lama penjemuran buah M. bracteata tidak berpengaruh terhadap persen kecambah benih M. bracteata. Kata kunci: Hasil hutan bukan kayu, minyak atsiri, budidaya, mutu benih, persen

kecambah

Heriansyah, Ika Potensi Hutan tanaman marga shorea dalam menyerap CO2 melalui pendugaan biomassa di hutan penelitian Haurbentes = Shorea plantation forest potency on carbon sequestration through biomassa estimation in Haurbentes forest reseach / Ika Heriansyah dan Nina Mindawati. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.II No.2 ; Halaman 105-111 , 2005

Rosot hutan memainkan peranan penting dalam siklus ekologi secara alami dan dapat mencegah pemanasan global dengan menyerap CO2 dari atmosfer dan menyimpannya sebagai karbon dalam bentuk materi organik tanaman (pada waktu fotosintesis) dan dikenal sebagai sequestrasi. Separuh massa tanaman merupakan karbon, sehingga sejumlah besar karbon tersimpan dalam hutan sehingga hutan merupakan penyimpan karbon terbesar di dataran bumi. Penelitian mengenai potensi hutan tanaman shorea dalam menyerap karbon dilakukan di Hutan Penelitian (HP) Haurbentes, melalui pendugaan akumulasi volume kayu dan biomassa pada semua tanaman shorea. Penelitian dilakukan dengan mengukur diameter pohon setinggi dada, tinggi total, dan tinggi bebas cabang pada semua pohon di setiap plot contoh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diameter (145,2 cm) dan tinggi (50,9 m) maksimum dicapai oleh jenis Shorea stenoptera Burck. umur 63 tahun. Kemampuan tanaman shorea di HP Haurbentes dalam menyerap CO2 terlihat bervariasi (Tabel 1) sesuai dengan jenis dan umur tanaman. Dari 7 jenis, 5. Stenoptera Burck menyerap CO2 terbesar yang disusul berturut-turut oleh jenis S. seminis (de Vriese) Sloot.; 5. leprosula Miq.; 5. selanica Blume; S. Palembanica Miq.; S. pinanga Scheff. dan S. stenoptera form Ardikusuma. Kata kunci: Hutan tanaman shorea, Haurbentes, biomassa, menyerap karbon

Page 19: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

19

Heriyanto, N.M Kajian Beberapa Aspek Ekologi Pohon Kedawung (Parkia roxburghii G. Don.) di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur = Study of Ecological Aspects of Kedawung Tree (Parkia roxburghii G. Don.) at Meru Betiri National Park, East Java / N.M. Hariyanto dan ZuraidaJurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.II No.2 ; Halaman 157-166 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa aspek ekologi pohon kedawung (Parkia roxburghii GDon.). Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2004 berlokasi di blok Pakeman, Pringtali, dan Lodadi Sub Seksi II Ambulu, Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Jawa Timur. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran jalur berpetak dengan lebar jalur 20 m dan panjang 1.000 m, jalur diletakkan memotong lereng dan jumlah jalur pengamatan 3 jalur. Plot-plot penelitian untuk kedawung ditetapkan secara sengaja dengan metode purposive sampling dimana pengukuran dilakukan pada tempat-tempat yang terdapat pohon kedawung (P. roxburghii). Hasil penelitian menunjukkan bahwa habitat kedawung (P. roxburghii) di Taman Nasional Meru Betiri banyak dijumpai di pinggi-pinggir aliran sungai dengan topografi agak curam dengan komposisi vegetasi di sekitar pohon kedawung banyak dijumpai jenis-jenis besule (Chydenanthus excelsus) dengan Indeks Nilai Penting (INP) = 28,5 % dan wining (Pterocybium javanicum) dengan INP = 20,0 %. Lingkungan fisik yang berkaitan erat dengan kedawung adalah suhu antara 27-30°C, kelembaban udara antara 50-85 %, kemiringan lahan antara 10-60 %, dan ketinggian tempat di atas permukaan laut antara 10-200 m. Jenis tanahnya yaitu Latosol dengan tekstur geluh lempungan dengan pH antara 5,5-6,5. Jenis wining (Pterocybium javanicum) merupakan jenis tumbuhan yang mempunyai hubungan asosiasi kuat dengan kedawung, hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai Indeks Ochiai, Indeks Dice dan Indeks Jaccard mendekati nilai satu, dan fakta di lapangan ditemukan secara bersama-sama dengan pohon kedawung. Pemanenan buah kedawung oleh masyarakat tidak berpengaruh buruk pada pohonnya akan tetapi perlu dikelola dengan baik agar tidak mengganggu regenerasi. Regenerasi alami pohon kedawung di TNMB dibantu oleh satwaliar terutama buru'ng rangkong (Buceros rhinoceros) dan aliran air hujan. Kata kunci : Ekologi, kedawung (Parkia roxburghii G Don), Taman Nasional Meru Betir

Imanuddin, Rinaldi Model hubungan tinggi tegakan dengan peninggi pada hutan tanaman mahoni (Swietenia mahagoni Jack.) = Stand height and upper height relationship model of Swietenia mahagoni Jack. plantation forest. -- Info Hutan / Rinaldi Imanuddin. – Info Hutan : Volume II No.1 ; Halaman 47-52 , 2005

Page 20: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

20

Dalam praktek lapangan, pengukuran tinggi pohon merupakan pekerjaan yang relatif sulit dan membutuhkan banyak waktu. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dicari metode inventarisasi yang meminimalkan pekerjaan pengukuran tinggi pohon tanpa mengurangi kelengkapan informasi yang hams disajikan dari kegiatan inventarisasi hutan. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model hubungan antara tinggi tegakan dengan peninggi tegakan pada hutan tanaman mahoni. Dengan terbentuknya model yang dimaksud, maka pekerjaan pengukuran tinggi pohon dalam inventarisasi hutan dapat berkurang sangat signifikan. Dari hasil analisis regresi yang telah dilakukan terhadap 16 plot dengan umur tegakan 3, 9, 13, dan 20 tahun di Banten dan 12 plot dengan umur tegakan 3, 7, dan 20 tahun di Tasikmalaya, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara tinggi tegakan dengan peninggi pada hutan tanaman mahoni. Hasil persamaan regresi hubungan tinggi tegakan dengan peninggi di masing-masing lokasi penelitian adalah sebagai berikut: Banten: M = -0,68260 + 0,94323 Oh; R2 =0,996; Tasikmalaya: H= -1,11600 + 1,01654 Oh; R2 = 0,990; dimana # adalah tinggi tegakan (m), dan Oh adalah peninggi (m). Dari hasil uji keseragaman regresi menunjukkan bahwa persamaan hubungan H dengan Oh pada hutan tanaman mahoni tidak berbeda nyata menurut lokasi, sehingga dapat disusun persamaan yang berlaku secara umum, yaitu H= -0,72231 + 0,95519 Oh, dengan koefisien determinasi sebesar 0,993. Kata kunci : Tinggi tegakan, peninggi, model, mahoni

Intari, Sri Esti Pengendalian hama Shorea spp menggunakan insektisida biologi dan hayati = The use of biological and plant origin insecticides for controling insect pest on Shorea spp / Sri Esti Intari. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.1 ; Halaman 83-91 , 2005

Pengendalian hama menggunakan insektisida hayati Bacilus thuringiensis dan cuka kayu pinus merupakan salah satu cara pengendalian hama yang ramah lingkungan, karena sifatnya yang mudah terurai. Insektsidiajenis ini telah banyak dikembangkan di sektor pertanian dan perkebunan, sedangkan di sektor kehutanan belum banyak dilaksanakan. Untuk mengendalikan hama Shorea spp. dilakukan percobaan dengan menggunakan insektisida hayati yang berbahan aktif Bacilus thuringiensis yang memproduksi zat-zat sangat beracun bagi larva serangga, di antara racun ini yang penting adalah delta-endotoksin yang berbentuk kristal dan cuka kayu pinus yang mengandung senyawa kimia seperti pada umumnya insektisida pembunuh hama. Percobaan pengendaliannya dilakukan di laboratorium dan lapangan dengan berbagai konsentrasi B. thuringiensis (1 gr/l, 2 gr/l, 3 gr/l, 4 gr/l, dan 5 gr/l) dan cuka kayu pinus (10 cc/l, 20 cc/l, 30 cc/l, 40 cc/l, dan 50 cc/l), dengan rancangan percobaan RAL di laboratorium dan RCBD di lapangan. Parameter yang diamati adalah persentase kesembuhan tanaman dari serangan hama setelah perlakuan insektisida hayati Bacilus thuringiensis dan cuka kayu pinus dalam beberapa dosis. Hama yang menyerang tanaman Shorea leprosula di lapangan adalah kumbang Exopholis hypoleuca

Page 21: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

21

(Coleoptera, Melolonthidae). Hama yang menyerang anakan S. leprosula dan S.selanica di pesemaian adalah ulat Orgyia sp. (Lepidoptera, Lymantriidae). Pengendalian hama ulat Orgyia sp. di tingkat laboratorium dengan menggunakan cuka kayu pinus dengan takaran 50 cc/l dan B. thuringiensis dengan takaran 5 gr/l efektif. Pengendalian hama kumbang E. hypoleuca yang menyerang S. leprosula di lapangan dengan menggunakan cuka kayu pinus dengan takaran 40 cc-50 cc/l efektif. Pengendalian hama ulat Orgyia sp. di pesemaian dengan menggunakan B. Thuringiensis dengan takaran 4-5 gT/1 efektif. Kata kunci: Pengendalian hama, Shorea spp., Bacilus thuringiensis, cuka kayu pinus

Intari, Sri Esti Kemampuan memangsa kumbang lembing Coleophora inarqualis (Coleoptera: Coccinellidae) pada beberapa jenis kutu daun (Homoptera: Aphidiidae) = Feeding capacity of the beetle coloephora inaequalis (Coleoptera: Coccinellidae) on two species of aphids (Homoptera: Aphidiidae) / Sri Esti Intari. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.3 ; Halaman 277-281 , 2005

Percobaan pemangasaan kumbang lembing Coelophora inaequalis (Coeloptera : Coccinellidae) pada kutu daun Aphis crassivora dan Rhoplasivum maydis dilakukan di laboratorium. Sejumlah kutu daun didedakan pada larva kumbang instar 1, 2, 3, dan 4 di dalam kurungan. Hasilnya menunjukkan bahwa larva instar 1 hanya makan 5 ekor kutu daun A. crassivora. Jumlah kutu daun yang dimangsa meningkat pada instar – instar berikutnya. Perilaku memangsa yang sama juga ditunjukkan pada kumbang lembing ini yang diberi pakan kutu daun R. maydis. Waktu yang dipergunakan untuk memangsa kutu daun berbeda pada setiap instar. Larva instar 1 dan 2 memangsa kutu daun lebih lama daripada instar yang lebih tua. Kata kunci: Kemampuan memangsa, Coccinellidae, Coelophora inaequalis, Aphis

cassivora, Rhophalosivum maydis

Intari, Sri Esti Serangga penyerbuk pada tegakan sengon (Paraseranthes falcataria) = Insect pollinators to flowers of Paraseanthes falcatari / Sri Esti Intari. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.6 ; Halaman 539-545 , 2005

Penelitian terhadap serangga-serangga penyerbuk bunga sengon, Paraserianthes falcataria dilakukan di kebun sengon di Rancamaya, Bogor. Sebanyak 11 jenis serangga diperoleh dari bunga sengon, terdiri dari Lepidoptera (2 jenis), Hymenoptera (8 jenis), dan Diptera (1 jenis). Dari pengamatan adanya serbuk sari pada badan serangga pengunjung bunga sengon, seizin Apis indica, berdasarkan waktu kehadirannya menunjukkan bahwa jenis Xylocopa latipes dan X. confusa adalah penyerbuk utama bunga sengon.

Page 22: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

22

Kata Kunci: Hymenoptera, Lepidoptera, Diptera, polinator, Paraserianthes falcataria

Intari, Sri Esti Percobaan pengujian toksisitas tepung biji Annona glabra dan A.squamosa sebagai insektisida pada lalat rumah (Musca domestica) = An experiment on the efficacy of Annona glabra and A. squamosa Seed Powder as Insecticides to Housefly (Musca domestica) / Sri Esti Intari. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.5 ; Halaman 431-436 , 2005

Penelitian uji tokasisitas tepung biji Annona glabra dan A. squamosa dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor dengan tujuan adalah untuk memperoleh dosis yang efektif dalam pengendalian hama menggunakan insektisida nabati. Tepung biji kedua jenis Anona masing-masing dicampur dengan makanan lalat (susu bendera : gula pasir = 1 : 1 ) dengan kadar 0 % (kontrol), 5 %, 10 %, 15%, 20 %, dan 25 %, diberikan pada 30 ekor lalat percobaan di dalam kandang. Jumlah lalat yang mati di dalam kandang diamati, jumlahnya dihitung setiap 6,12,24, dan 48 jam sesudah perlakuan. Hasilnya menunjukkan bahwa tepung biji A glabra lebih beracun terhadap lalat yang dicoba daripada tepung biji A. squamosa. Nilai LC 50 untuk A. glabra adalah pada kadar 7,95 % dalam waktu 24 jam, sedangkan untuk A. squamosa adalah pada kadar 31,6 % untuk waktu yang sama. Kata kunci; Toksisitas, Annona glabra, A. squamosa, lalat rumah, anonain

Iskandar, Sofian Karakteristik pengunjung Taman Wisata Alam Grojogan Sewu, Jawa Tengah = The Characteristic of visitors of The Grojogan Sewu Nature Recreation Park, Central Java / Sofian Iskandar, dan Endang Karlina. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.II No.2 ; Halaman 197-203 , 2005

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-September 2001, dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik pengunjung Taman Wisata Alam Grojogan Sewu, sebagai salah satu indikator dalam pemanfaatan kawasan tersebut secara berkelanjutan. Taman Wisata Alam Grojogan Sewu terletak di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah, mempunyai luas 20 hektar, dengan fenomena alamberupa air terjun sebagai obyek utamanya. Komposisi pengunjung terdiri dari 57,4 % laki-laki dan 42,6 % wanita. Kelas umur pengunjung terdiri dari usia 18-26 tahun (34,1%), merupakan kelompok umur dominan; diikuti dengan kelompok umur 0-17 tahun (33,5 %), kelompok umur 27-39 tahun (17,6 %) dan di atas 40 tahun (14,8 %). Kelompok pengunjung pada umumnya adalah kelompok keluarga, selain ada juga kelompok pelaj ar dan perseorangan. Setiap hari Taman Wisata Alam Grojogan Sewu dikunjungi oleh 150-200 orang, dan pada musim libur jumlah pengunjung dapat mencapai 1500-2000 orang. Pada umumnya pengunjung datang untuk menikmati

Page 23: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

23

fenomena dan keindahan alam air terjun serta kelompok satwaliar (kelompok monyet ekor panjang) yang sudah jinak. Fasilitas umum yang tersedia di areal wisata tersebut pada umumnya sudah memadai. Namun ada beberapa papan pemberitahuan (sign board) yang perlu ditambahkan, seperti papan larangan untuk membuat coretan (grafity) dan memberi makan satwaliar. Katakunci : Taman wisata alam, karakteristik pengunjung

Iskandar, Sofian Potensi kawasan budidaya di Pantai Utara Indramayu sebagai habitat burung air = The Potency of production lands at Northern Shore of Indramayu, West Java as a habitat of shorebirds species / Sofian Iskandar dan M. Bismark. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.5 ; Halaman 423-429 , 2005

Studi potensi ekologi dari lahan produksi di kawasan pantai utara Indramayu bertujuan untuk mengevaluasi nilai penting dari lahan tersebut sebagai habitat dalam melestarikan keanekaragaman jenis burung air. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada tahun 1988 di daerah lahan basah di Desa Singakerta dan sekitarnya dijumpai 27 jenis burung air di mana 14 jenis di antaranya merupakan jenis burung migran. Namun dalam pengamatan ini hanya dijumpai delapan jenis burung air, di mana dua jenis di antaranya merupakan burung migran. Hampir seluruh lahan basah di Desa Singakerta dan sekitarnya telah berubah menjadi tambak dan persawahan. Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa lahan basah yang terdiri dari tambak dan persawahan tersebut mempunyai nilai fungsi esensial sebagai habitat dari berbagai jenis burung air. Saat ini perubahan habitat yang terjadi oleh adanya perubahan fungsi lahan telah mengancam keanekaragaman dan populasi jenis burung air. Karena berbagai fungsi habitat seperti sebagai penyedia sumber pakan, tempat perlindungan, tempat berkembang biak, dan perawatan anak telah rusak akibat aktivitas manusia. Kami merekomendasikan bahwa seluruh lahan basah di kawasan tersebut yang mempunyai nilai penting bagi perlindungan jenis burung air di luar kawasan konservasi, sebaiknya ditetapkan sebagai daerah perlindungan khusus, dan dikelola berdasarkan pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan serta.diatur oleh suatu Peraturan Daerah (Perda). Dengan demikian kawasan lahan basah tersebut masih tetap dapat dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat, dalam rangka meningkatkan pendapatan mereka; di lain pihak kawasan tersebut juga tetap dapat sebagai habitat bagi berbagai jenis burung air. Kata kunci: Keanekaragaman jenis burung air, kawasan esensial, konservasi jenis

Iskandar, Sofian Kajian pemanfaatan potensi keanekaragaman hayati di kompleks hutan Tanjung Lame-Karang Ranjang dan Pulau Handeuleum, Taman Nasional Ujung Kulon dalam kegiatan ekowisata = The Utilization of biodiversity potencies of Tanjung Lame-Karang Ranjang

Page 24: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

24

Forest, Ujung Kulon National Park for ecotourism activity / Sofian Iskandar dan Endang Karlina. -- Info Hutan : Volume II No.3 ; Halaman 167-179 , 2005

Penelitian tentang potensi keanekaragaman hayati di kawasan hutan Tanjung Lame-Karang Ranjang dan Pulau Handeuleum bertujuan untuk mengetahui berbagai potensi keanekaragaman hayati yang terdapat di kawasan hutan Tanjung Lame-Karang Ranjang dan Pulau Handeuleum yang dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata alam. Dalam hal ekosistem, kawasan hutan Tanjung Lame-Karang Ranjang dan Pulau Handeuleum mempunyai kekhasan sebagai ekosistem hutan yang telah mengalami suksesi puncak setelah terjadinya bencana alam Gunung Krakatau tahun 1883. Ekosistem di hutan Tanjung Lame-Karang Ranjang terdiri dari hutan pantai, hutan mangrove, dan hutan dataran rendah. Keanekaragaman jenis flora yang terdapat padajalur Tanjung Lame-Karang Ranjang antara lain bayur {Pterospermum javanicum), kigentel (Diospyros cauliflora), nibung (Oncosperma tigillarria), dan langkap (Arenga obtusifolia). Sedangkan jenis faunanya antara lain adalah badak jawa (Rhinoceros sondaicus), banteng (Bos javanicus), dan macan tutul (Panthera pardus melas); serta jenis primata endemik jawa, yaitu owa jawa (Hylobates moloch) dan surili (Presbytis comata). Selama pengamatan, di Pulau Handeuleum dijumpai empat jenis mamalia, 12 jenis aves, dan dua jenis reptilia. Selama pengamatan di kedua lokasi tersebut, tercatat 12 jenis mamalia (tujuh jenis dilindungi), 25 jenis aves (sembilan jenis dilindungi), empat jenis reptilia, dan dua jenis amphibia. Kawasan hutan Tanjung Lame-Karang Ranjang, sesuai dengan peta zonasi TNUK, merupakan kawasan hutan yang ditetapkan sebagai zona rimba, yang sering dikunjungi oleh wisata wan, baik lokal maupun manca negara. Pulau Handeuleum, berdasarkan peta zonasi TNUK, ditetapkan sebagai zona pemanfaatan intensif. Kata kunci: TN. Ujung Kulon, keanekaragaman hayati, pemanfaatan, ekowisata

Kalima, Titi Studi sebaran alam Pinus merkusii Jungh. et de Vriese Tapanuli, Sumatera Utara dengan metode cluster dan pemetaan digital = Study of natural distribution of Pinus merkusii Jungh.et de Vriese in Tapanuli, North Sumatera using cluster method and digital mapping / Titi Kalima, Uhaedi Sutisna, dan Rusli Harahap. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.5 ; Halaman 497-505 , 2005

Pinus adalah salah satu marga yang terdiri atas 100 jenis di seluruh dunia dan populasi jenis P. merkusii Jungh et de Vries yang tumbuh di Indonesia mempunyai nilai ekonomi tinggi, baik dari kayunya maupun getahnya. Salah satu hal yang paling penting dari jenis tersebut karena tumbuh secara alam dan endemik di Sumatera. Studi yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh informasi tentang sebaran alam P. merkusii Jungh. et de Vriese di wilayah hutan Tapanuli, Sumatera Utara. Metode yang digunakan adalah metode kluster (cluster method) yang terdiri empat plot bentuk lingkaran setiap klusternya dengan jari-jari 17,95 m setiap plotnya. Studi menunjukkan bahwa sebaran

Page 25: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

25

alam P. merkusii Jungh. et de Vriese terdapat di wilayah Bukit Barisan daerah Habinsaran dan Garoga meliputi daerah-daerah Dolok Tusam, Dolok Saut, Dolok Sipirok, Dolok Soanon, Situnggaling, dan Suaka Margasatwa Baruman. Populasi P. merkusii Jungh. et de Vriese tersebut tumbuh berkelompok secara terpencar pada ketinggian antara 1.000 m sampai dengan 2.000 mdi atas permukaan laut dengankemiringan lahan antara 45-80 persen. Di bawah tegakan hutan alam P. merkusii Jungh. et de Vriese di Dolok Tusam dijumpai tanaman kemenyan (Styrax benzoin Dryand.) dengan kerapatan berkisar antara 19-28 pohon per klusternya. Adapun komposisi jenis tumbuhan di bawah P. merkusii Jungh. et de Vriese adalah Melastoma malabathricum, Symplocos sp., Scheffera sp., Calophyllum soulattri, Castanopsis acuminatissima, Knema conferta, dan Pandanus sp. Kata kunci: Sebaran alam, Pinus merkusii Jungh. et de Vriese, Tapanuli, Sumatra Utara

Kalima, Titi Identifikasi jenis tanaman rotan di hutan penelitian Haurbentes Jawa Barat = Identification of rattan species planted in Haurbentes experiment forest West Java / Titi Kalima, Uhaedi Sutisna. -- Info Hutan : Volume II No.1 ; Halaman 1-34 , 2005

Hutan Penelitian Haurbentes yang terletak di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, merapakan areal hutan yang dibangun dan dikelola oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam ditujukan untuk percobaan introduksi jenis-jenis pohon kayu asing. Selain itu, Hutan Penelitian Haurbentes berfungsi pula sebagai areal untuk penelitian di bidang konservasi ex-situ jenis-jenis flora hutan Indonesia termasuk jenis-jenis rotan. Kini, nilai koleksi flora di Hutan Penelitian Haurbentes semakin penting peranannya sehingga upaya peningkatan pelayanan jasa informasi tentang pemanfaatan koleksi flora menjadi prioritas perhatian saat ini. Secara ringkas, koleksi flora jenis-jenis tanaman rotan di Hutan Penelitian Haurbentes diungkap berbagai hal, baik berdasarkan hasil pengamatan maupun berdasarkan data sekunder yang meliputi antara lain, karakter morfologi biologi lainnya. Deskripsi tentang koleksi tanaman rotan di Hutan Penelitian Haurbentes tersebut sangat berguna bagi ilmu pengetahuan flora maupun bagi pengembangan budidaya rotan di Indonesia.

Kata kunci: Flora rotan, pengenalan, Hutan Penelitian Haurbentes

Kalima, Titi Keragaman manfaat beberapa jenis perdu oleh masyarakat sekitar hutan alam produksi, Jambi = Utilization diveristy on some shrubs species by local community around natural production forest, In Jambi / Titi Kalima. -- Info Hutan : Volume II No.2 ; Halaman 111-120 , 2005

Keragaman manfaat beberapa jenis perdu oleh masyarakat sekitar hutan alam produksi dilaksanakan di PT. Asia Log, Jambi. Pemilihan jenis perdu atau jenis pohon kecil yang dimanfaatkan berdasarkan informasi masyarakat tradisional. Hasil penelitian

Page 26: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

26

menunujukkan bahwa 17 jenis tumbuhan diketahui mempunyai manfaat. Dari ke 17 jenis tumbuhan ini, tujuh jenis termasuk yang paling dimanfaatkan oleh masyarakat lokal. Diantaranya Cassia alata Linn., Costus rumpianus DC, Fibraurea chloroleuca Miers., Ficus septica L, Solanum torvum Swartz., Fagraea auriculata Jack, dan Eurycoma longifolia Jack.

Kata kunci: Keragaman manfaat, jenis perdu, masyarakat tradisional

Karlina, Endang Analisis potensi fisik dan biotik kawasan sebagai obyek wisata di Taman Wisata Alam Grojogan Sewu Jawa Tengah = Biopysical potency analysis of the forest area as tourism site in the Grojogan Sewu Nature Recreatin Park, Central Java in supporting management of the park / Endang Karlina. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.4 ; Halaman 387-397 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi hayati, khususnya vegetasi dan satwaliar, sebagai dasar penyusunan program pengelolaan dan pengembangan pemanfaatandan penyelamatan fungsi hutan di Bukit Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Penelitian potensi biotik dilakukan dengan menggunakan metode jalur transek untuk satwaliar fan plot sampling untuk vegetasi tumbuhan. Data satwaliar dianalisis secara deskriptif, sedangkan data vegetasi tumbuhan dianalisis dengan metode Indeks Nilai Penting. Berdasarkan hasil penelitian vegetasi, diketahui bahwa dalam kawasan TWA Grojogan Sewu dijumpai 29 jenis tumbuhan. Untuk tingkat pohon didominasi oleh jenis tusam (Pinus merkusii) dengan INP 190,58 %, tingkat tiang didominasi olehjenis puspa (Schima walichii) dengan INP 100,92 %. Jenis satwaliar dijumpai sebanyak 18 jenis, yaitu tujuh jenis kelas mamalia, di mana satu jenis merupakan satwa dilindungi yaitu rusa (Cervus timorensis) dan jenis burung (aves) 11 jenis. Obyek wisata yang menarik pengunjung adalah air terjun dengan indekpreferensi 10,4; atraksi satwa 1,4; tanaman ornamen 1; vegetasi hutan 0,64; dan sarana wisata buatan 0,11. Obyek satwaliar yang mudah dijumpai adalah Macacafascicularis. Dalam hal ini menurut pendapat pengunjung, pengunjung merasa ada obyek yang menarik dan tidak terganggu dengan kehadiran monyet (45 %) dan merasa terganggu atau membahayakan dengan kehadiran kelompok monyet (20 %). Dalam pengelolaan TWA tersebut masih ada beberapa permasalahan, terutama pengelolaan sampah dan pengelolaan satwaliar. Kata kunci: Keanekaragaman tumbuhan, keanekaragaman satwaliar,

pengelolaan

Kayat Karakteristik pengunjung dan nilai ekonomi kawasan Wisata Otak Kokok Taman Nasional Gunung Rinjani di Pulau Lombok = Visitors characteristics and economic value of Otak Kokok Recreation Area of Gunung Rinjani National Park, Lombok Island / Kayat dan I Made Widnyana. -- Info Hutan : Volume II No.2 ; Halaman 135-143 , 2005

Page 27: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

27

Penilaian terhadap manfaat rekreasi diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan untuk pembangunan dan pengembangan pemanfaatan suatu kawasan wisata. Otak Kokok adalah salah satu obyek wisata alam pada kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani yang paling banyak dikunjungi. Informasi yang berkaitan dengan nilai ekonomi dan karakteristik pengunjung belum cukup tersedia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengumpulkan informasi tentang karakteristik pengunjung dan untuk menaksir nilai ekonomi kawasan wisata Otak Kokok. Metode yang diterapkan adalah metode deskriptif terhadap karakterisasi pengunjung dan metode biaya perjalanan {travel cost method) untuk penaksiran nilai ekonominya. Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh pengunjung Taman Nasional Gunung Rinjani adalah pengunjung lokal (Pulau Lombok). Dalam kaitan dengan sosial ekonomi, mayoritas pengunjung berasal dari kelas menengah ke bawah. Motivasi kunjungan yang menonjol adalah piknik (rekreasi sehari) dan keyakinan bahwa beberapa penyakit akan sembuh bila mandi di dalam air terjun Otak Kokok. Nilai ekonomi ekowisata Otak Kokok diperkirakan sebesar 1,5 milyar rupiah. Kata kunci: Ekowisata Otak Kokok, pengunjung, nilai ekonomi

Kosasih, A Syaffari Pengaruh skarifikasi pada benih kayu jaha (Terminalia bellerica Roxb.) terhadap perkecambahan dan pertumbuhan bibitnya = The effect of scarification of kayu Jaha's (Terminalia bellerica Roxb.) seeds on their germination and growth / A Syaffari Kosasih, Yunita Lisnawati, Yetti Heryati. -- Info Hutan : Volume II No.1 ; Halaman 53-57 , 2005

Kayu Jaha (Terminalia bellerica Roxb.) adalah jenis pohon cepat tumbuh dengan tinggi MAI 1,6 m dan diameter MAI 2,1 cm. Kayu jenis ini dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi ringan danfurniture, buah muda sebagai campuran obat, buah tua sebagai bahan baku cat, dan keping biji dapat dimakan. Meskipun banyak manfaat dan cepat pertumbuhannya namun untuk mengembangkan jenis ini secara alami sangat sulit, karena kulit biji keras dan tebal sehingga jenis ini sulit berkembang biak, sehingga perlu cara untuk mempercepat proses perkecambahannya. Penelitian dilakukan dengan metode rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan skarifikasi, yaitu perendaman dalam air dingin selama 48 jam, pengeratan pangkal biji danpemecahan tempunmg bijinya. Tiap perlakuan diulang tiga kali dan setiap ulangan terdiri dari 50 biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara skarifikasi dengan merendam benih dalam air dingin memberikan respon terbaik dengan persen kecambah 70,27 %, kemudian pengeratan pangkal biji 60,13 %, dan pemecahan tempunmg bijinya 30,53 %. Biji tersebut berkecambah dalam waktu tiga bulan. Namun ketiga cara skarifikasi tersebut tidak berpengaruh pada pertumbuhan bibitnya sampai bibit berumur enam bulan. Kata kunci: Kayu jaha (Terminalia bellerica Roxb.), benih, skarifikasi

Page 28: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

28

Kosasih, A. Syaffari Pertumbuhan tiga jenis meranti (Shorea spp.) dalam rangka konservasi Ex-Situ di Hutan Penelitian Haurbentes, Bogor = The Growth of three species of meranti (Shorea spp.) in supprting Ex-Situ conservation at Haurbentes Research Forest, Bogor / A. Syaffari Kosasih dan Rina Bogidarmanti. -- Info Hutan : Volume II No.2 ; Halaman 75-80 , 2005

Kegiatan eksploitasi sumberdaya hutan, terutama untuk jenis-jenis yang bernilai ekonomis sudah berlangsung cukup lama. Jika kegiatan ini tidak disertai dengan usaha-usaha penanaman kembali, maka sudah barang tentu kelestarian jenis tersebut sangat terancam. Shorea spp. (meranti) merupakan salah satu penghasil kayu terbesar dari hutan alam produksi yang saat ini kelestariannya juga sudah mulai dikhawatirkan oleh berbagai kalangan. Oleh karena itu berbagai kegiatan penelitian yang dapat menunjang usaha konservasi ex-situ-nya. harus tenis dilakukan. Sehubungan dengan itu maka dilakukan kegiatan penelitian yaitu penanaman tiga jenis meranti (S. mecistopteryx Ridl., S. leprosula Miq., dan S. selanica Blume) di Hutan Penelitian Haurbentes, Jasinga, Bogor, untuk mengetahui pertumbuhan dan daya adaptasinya pada lahan dengan vegetasi ditumbuhi semak belukar ringan. Pengukuran tinggi dan diameter dilakukan pada waktu tanaman berumur 6 dan 9 tahun. Hasil pengukuran riap diameter maupun tinggi untuk ketiga jenis meranti tersebut (S. mecistopteryx Ridl., S. leprosula Miq., dan S. selanica Blume) masing-masing sebesar 1,26; 1,31; dan 1,28 cm untuk pertumbuhan diameter dan 1,07; 0,94; dan 1,03 m untuk pertumbuhan tinggi per tahun, dengan riap jenis meranti tidak berbeda dengan pertumbuhan meranti di hutan alam Kalimantan Timur. Ini menunjukkan bahwa tapak Hutan Penelitian Haurbentes sangat sesuai untuk pengembangan jenis-jenis meranti, khususnya untuk pengembangan pembibitan guna pembangunan hutan dipterocarpaceae di pulau Jawa. Kata kunci : Meranti, konservasi ex-situ

Kosasih, A Syafari Cara alami penanganan benih meranti (Shorea spp) sebagai bahan cabutan / A Syafari Kosasih. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 108-112 , 2005

Produk benih meranti dan hutan alam belum dapat disimpan dengan baik, keterbatasan biaya dan teknologi perlu digali untuk memanfaatkan benih alami menjadi bibit. Salah satu kendalanya adalah sifat benih meranti yang rekalsitran, untuk itu metode menyimpan benih dalam bentuk bibit di bawah pohon induknya sebagai alternatif memperoleh bibit yang diperlukan. Metode tersebut menghasilkan bibit alam siap tanam yang jumlahnya bervariasi antara 2000 s/d 20.000 anakan per pohon induk sesuai dengan jenis pohon dan ukuran buah. Kata kunci: Meranti, rekasitran, benih, bibit

Page 29: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

29

Kuntadi Aspek teknis dalam strategi pemuliaan bibit lebah madu Apis cerana = Technical aspect for stock improvement strategy of Apis cerana honey bee / Kuntadi. -- Info Hutan : Volume II No.4 ; Halaman 281-290 , 2005

Budidaya lebah madu lokal Apis cerana telah dilakukan di Indonesia sejak lama. Saat ini kegiatan perlebahan dibina oleh Departemen Kehutanan dan menjadi salah satu program pokok dalam pengembangan hasil hutan bukan kayu. Hambatan utama dalam pengembangan budidaya lebah A. cerana adalah belum adanya kegiatan pcmuliaan terhadap jenis ini. Di sampingrata-rata produksi madunya sangat rendah, lebah ini juga memiliki kecenderungan hijrah (kabur) dan pecah koloni yang tinggi. Perilaku tersebut menghambat pengembangan budidaya lebah madu A. cerana di Indonesia. Sebagai tanggapan terhadap perlunya dilakukan pemuliaan lebah madu A. cerana, di dalam tulisan ini dibahas mengenai beberapa aspek teknis yang dibutuhkan untuk program seieksi koloni dan pemuliaan lebah madu ini. Kata kunci: Apis cerana, seleksi koloni, pemuliaan bibit

Kuswanda, Wanda Potensi habitat dan pendugaan populasi orang utan (Pongo abelii Lesson 1827) di Cagar Alam Dolok Sibual-Buali, Sumatera Utara = Potency of habitat and population estimation of orang utans (Pongo abelii) in Dolok Sibual-buali Nature Reserve, North Sumatra /Wanda Kuswanda dan Sugiarti. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.6 ; Halaman 555-566 , 2005

Orang utan termasuk satwaliar yang terancam punah pada habitat alaminya. Fragmentasi dan kerusakan habitat menjadi penyebab utama menurunnya populasi dan distribusi orangutan liar. Cagar Alam Dolok Sibual-buali adalah salah satu areal konservasi sebagai habitat alami orangutan di Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi habitat dan pendugaan populasi orangutan sebagai bahan acuan dalam pengelolaan cagar alam dan konservasi orangutan Sumatera. Pengamatan dilakukan pada dua areal penelitian, yaitu wilayah barat (Aek Nabara) dan wilayah timur (Sialaman). Analisis vegetasi untuk mengetahui potensi habitat menggunakan metode garis transek yang dibuat sebanyak 10 petak contoh berukuran 20mx20m dengan jarak antar petak contoh 50 meter. Hasil analisis vegetasi tumbuhan yang ditemukan dikelompokkan dalam sumber pakan dan sebagai pohon sarang orangutan. Pendugaan populasi dilakukan secara tidak langsung berdasarkan penemuan sarang. Hasil penelitian di wilayah barat diperoleh sebanyak 53 jenis tumbuhan dan wilayah timur 39 jenis di mana 36 jenis diidentifikasi sebagai sumber pakan orangutan. Jenis tumbuhan yang mendominasi adalah medang nangka (Eleaocarpus obtusus), hau dolok (Eugenia sp.), dan hoteng (Quercus maingayi) tumbuhan. Berdasarkan Indeks Kesamaan Jaccard and Sorensen menunjukkan bahwa kondisi habitat antara kedua wilayah penelitian

Page 30: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

30

tidak sama. Nilai dugaan kepadatan populasi berdasarkan penemuan sarang di wilayah barat sebesar 0,791 ekor/km2 dan wilayah timur sebesar 0,271 ekor/km2.

Kata kunci : Orang utan, habitat, populasi, Cagar Alam Dolok Sibual-buali

Kuswanda, Wanda Aktivitas harian orangutan liar (Pongo abelii Lesson 1827) di Cagar Alam Dolok Sibual-Buali, Sumatera Utara = Daily activities of wild orang utans (Pomgo abelii Lesson 1827) in Dolok Sibual-Buali Nature Reserve, North Sumatra / Wanda Kuswanda dan Sugiarti. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol. II (6) ; Halaman 567-579 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai aktivitas harian orangutan liar (Pongo abelii Lesson 1827) menurut kelas umur sebagai bahan acuan dalampengelolaan cagar alam dan konservasi orangutan Sumatera. Pengumpulan data aktivitas harian orangutan menggunakan metode focal animal sampling yang dibagi pada tiga periode waktu pengamatan, yaitu pagi hari (06.00-10.00 WIB), siang hari (> 10.00-14.00 WIB), dan sore hari (>14.00-18.00 WIB). Aktivitas yang diamati dibatasi pada aktivitas makan, bergerak, istirahat, sosial, dan membuat sarang. Pada pagi hari alokasi penggunaan waktu aktivitas harian orangutan paling banyak digunakan untuk makan, sebesar 34,31 % dengan frekuensi aktivitas tertinggi pada betina dewasa; siang hari untuk aktivitas sosial, sebesar 42,36 % dengan frekuensi aktivitas tertinggi pada jantan dewasa; dan sore hari untuk aktivitas bergerak, sebesar 34,03 % dengan frekuensi aktivitas tertinggi pada jantan dewasa. Sinaga (1992) menyatakan bahwa aktivitas harian orangutan secara umum digunakan untuk makan, bergerak, dan membuat sarang. Alokasi penggunaan waktu pada aktivitas harian orangutan berhubungan dengan kelas umurnya sedangkan frekuensi aktivitas harian tidak berhubungan dengan kelas umur orangutan.

Kata kunci : Orang utan, aktivitas harian, Cagar Alam Dolok Sibual-buali

Kuswanda, Wanda Potensi dan pemanfaatan sumberdaya hutan di daerah penyangga Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Provinsi Jambi = Forest potency and forest resources utilization in buffer zone of Bukit Tiga Puluh National Park, Jambi Province / Wanda Kuswanda dan Sugiarti. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol. II (6) ; Halaman 597-608 , 2005

Page 31: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

31

Daerah Penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) memiliki beragam potensi sumberdaya hutan seperti hasil hutan kayu, non kayu, dan satwaliar. Masyarakat memanfaatkan sumberdaya hutan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang potensi dan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat. Pengumpulan data pemanfaatan sumberdaya hutan menggunakan metode wawancara dan penyebaran kuisioner, potensi hasil hutan (kayu dan non kayu) berdasarkan metode garis berpetak dan satwaliar dengan metode transek garis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pohon penghasil kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat hanya teridentifikasi 21 jenis, non kayu 18 jenis, dan satwaliar 30 jenis. Nilai keanekaragaman jenis (H') sumberdaya hutan sebesar 2,07 yang berarti hutan di daerah penyangga dalam kondisi tidak stabil. Masyarakat memanfaatkan sumberdaya hutan untuk bahan bangunan, kayu bakar, makanan, dan dijual. Sumberdaya hutan yang selalu dimanfaatkan masyarakat adalah meranti (Shorea sp.), medang (Litsea sp.), durian (Durio zibethinus), rotan (Calamus manan), jengkol (Archidendron pauciflorum), jernang (Daemonorops draco), dan rusa (Cervus unicolor).

Kata kunci: Potensi sumberdaya hutan, zona penyangga, Taman Nasional Bukit Tigapuluh

Kuswanda, Wanda Analisis karakteristik dan pengelolaan populasi banteng (Bos javanicus d'Alton, 1832) di Padang Pengembalaan Cidaon, Taman Nasional Ujung Kulon = Analysis on characteristics and management of Banteng's (Bos javanicus d'Alton,1832) population in the Cidaon Grazing Area, Ujung Kulon National Park / Wanda Kuswanda. -- Info Hutan : Volume II No.3 ; Halaman 193-204 , 2005

Populasi Banteng (Bos javanicus d'Alton, 1832) di Taman Nasional Ujung Kulon terkonsentrasi pada habitat padang penggembalaan dan hutan di sekitarnya. Penurunan kualitas dan areal padang penggembalaan telah mengurangi daya dukungnya sehingga banyak banteng yang memasuki kawasan hutan. Kondisi ini dapat mengancam populasi badak (Rhinoceros sondaicus) karena akan terjadi persaingan pakan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2002 di padang penggembalaan Cidaon. Pengamatan populasi banteng menggunakan metode terkonsentrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata sebanyak 29 individu banteng memasuki padang penggembalaan setiap hari untuk mencari makan. Struktur umurnya termasuk dalam struktur umur meningkat (progressive population). Perbandingan nilai seks rasio pada kelas umur muda dan dewasa masing-masing adalah 1 : 2,3 dan 1 :3,3 dengan nilai natalitas sebesar 0,6 dan nilai mortalitas pada kelas umur dewasa sebesar 0,8. Rekomendasi untuk pengelolaan populasi banteng di padang penggembalaan Cidaon di antaranya adalah mengendalikan jumlah populasi, memperbaiki dan memelihara padang penggembalaan, dan memantau pertumbuhan populasi banteng. Kata kunci: Banteng, padang penggembalaan Cidaon, Taman Nasional Ujung Kulon

Page 32: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

32

Kuswandi, R Kajian implementasi kriteria dan indikator pengelolaan hutan alam produksi lestari di Papua = Study on the implememtation of criteria and indicator of sustainable forest managemant in Papua / R Kuswandi, E Sapulete Max J Tokede. -- Info Hutan : Volume II No.1 ; Halaman 59-66 , 2005

Pengelolaan Kelestarian Hasil Hutan Alam Produksi menganut prinsip pengelolaan hutan yang mengintegrasikan optimalisasi fungsi produksi dan fungsi ekologis secara berimbang. Sistem silvikultur TPTI yang diterapkan dalam pengelolaan hutan alam produksi kenyataannya belum mampu menjamin tercapainya tujuan tersebut. Untuk itu pemerintah mengeluarkan kebijakan baru dalam pengelolaan hutan alam produksi yaitu Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL). Untuk pelaksanaannya pemerintah melalui Menteri Kehutanan telah menetapkan kriteria dan indikator PHAPL pada setiap Unit Pengelolaan seperti yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 4795/Kpts-II/ 2002. Karena kebijakan ini masih baru, maka perlu dilakukanpengkajian implementasi dari kriteria dan indikator PHAPL tersebut oleh HPH di lapangan. Tujuan dari kajian ini untuk mengetahui apakah kriteria dan indikator tersebut dapat diimplementasikan dan telah sesuai dengan kondisi obyektif lapangan. Penelitian dilakukan di dua areal HPH yang ditentukan secara purposif yaitu areal HPH PT. Bade Makmur Orisa, Merauke dan PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II, Jayapura. Hasil kajian menunjukkan bahwa kriteria dan indikator PHAPL belum dapat diterapkan sepenuhnya pada kedua areal HPH tersebut karena masih terkendala implementasi beberapa indikator yang terkait dengan persyaratan kepastian kawasan, hak ulayat, potensi minimum, dan pelaksanaan IPKHH-MA pada areal konsesi HPH. Kriteria yang terkait dengan masalah tersebut perlu dikaji dan dipertimbangkan lebih lanjut serta dilakukan penyelesaian dengan kondisi obyektif lapangan. Kata kunci: Kriteria dan indikator, PHAPL

Kwatrina, Rozza Tri Keragaman jenis tumbuhan dan satwa liar di cagar alam Dolok Tinggi Raja Sumatera Utara = Diversity of plants and animal at Dolok Tinggi Raja nature reserve Nort Sumatra.-- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.1 ; Halaman 71-82 , 2005

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keragaman jenis tumbuhan dan satwa liar serta gangguan habitat yang dapat mengancam kawasan tersebut. Vegetasi diamati dengan menggunakan metode transek dan digunakan untuk menentukan Indek Nilai Penting, Indek Keragaman Shannon-Weaver, dan Indek Dominansi. Satwaliar diamati dengan menggunakan metode pengamatan langsung dan tak langsung. Hasil menunjukkan bahwa cagar alam didominasi oleh lima suku tumbuh-tumbuhan yaitu Moraceae, Euphorbiaceae, Lauraceae, Dipterocarpaceae, dan Fagaceae yang tergolong dalam 66 jenis dan 37 suku dengan indeks keragaman jenis terletak pada kisaran 1,4-1,5. Sedangkan satwa liar yang diamati tergolong ke dalam enam jenis herbivora, delapan jenis

Page 33: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

33

karnivora, dan 13 jenis omnivora dengan indeks keragaman jenis yaitu 1,29. Terdapat satu jenis tumbuhan yang dilindungi di Indonesia, yaitu Amorphophallus titanum dan beberapa jenis satwaliar yang dilindungi. Ancaman yang utama terhadap kawasan cagar alam adalah penebangan pohon dan perambahan lahan untuk berkebun. Solusi penanggulangan masalah yang dapat diusulkan adalah meninjau kembali pembangunan jalan, peningkatan pengawasan dan pengamanan hutan, dan kemungkinan pembangunan taman wisata alam air panas. Kata kunci: cagar alam, Dolok Tinggi Raja, keragaman jenis, tumbuhan, satwaliar

Kwatrina, Rozza Tri Habitat dan keragaman jenis kupu-kupu di cagar alam dan taman wisata alam Lembah Harau, Sumatera Barat = Habitat and diversity of butterfly at harau valley nature reserve and nature recreation park, West Sumatera / Rozza Tri Kwatrina, Sugiarti, dan Pidin Mudiana. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.II No.2 ; Halaman 175-187 , 2005

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai keragaman jenis kupu-kupu dan kondisi habitatnya di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Lembah Harau, Sumatera Barat. Kupu-kupu ditangkap dengan menggunakan metode sweeping dan jumlah jenis tertangkap digunakan untuk mengetahui keragaman jenisnya. Data vegetasi dikumpulkan dengan menggunakan metode transek dan dianalisis untuk mengetahui habitat dan tumbuhan pakan larva kupu-kupu melalui Indeks Nilai Penting Relatif, Indeks Keragaman Jenis Shannon-Weaver, Indeks Dominasi, Indeks Kesamaan Jaccard dan Sorensen, serta analisis korelasi rank Spierman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah jenis di taman wisata alam lebih banyak (54 jenis) dibandingkan di hutan cagar alam (21 jenis) dengan indeks keragaman jenis masing-masing 1,39 dan 1,23. Satu jenis kupu-kupu yang dilindungi (Trogonoptera brookiana trogon) ditemukan di taman wisata alam. Jumlah tumbuhan pakan larva lebih banyak ditemukan di taman wisata alam yaitu delapan jenis, dibandingkan di hutan cagar alam yaitu dua jenis. Indeks Kesamaan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan komunitas tumbuhan antara kawasan cagar alam dan taman wisata alam dengan indeks keragaman jenis terletak antara 1,11 -1,57 pada kedua lokasi. Populasi kupu-kupu berkorelasi nyata dan bernilai positif dengan jenis pakan larva di taman wisata alam, tetapi berkorelasi nyata dan bernilai negatif dengan populasi pohon di hutan cagar alam. Kata kunci: Habitat, kupu-kupu, cagar alam, taman wisata alam, Lembah Harau

Kwatrina, Rozza Tri Pendugaan biomassa dan kandungan karbon pada batang tanaman Eucalyptus grandis di PT. Toba Pulp Lestari, Aek Nauli, Sumatera Utara = The Biomass and carbon contens prediction of Eucalyptus grandis at PT. Toba Pulp Lestari, Aek Nauli, North Sumatera /

Page 34: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

34

Rozza Tri Kwatrina, Sugiarti, dan Asep Sukmana. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.5 ; Halaman 507-517 , 2005

Penelitian untuk menduga biomassa dan kandungan karbon batang Eucalyptus grandis telah dilaksanakan di PT. Toba Pulp Lestari, Aek Nauli, Sumatera Utara. Data diambil dari 32 pohon contoh dengan kelompok umur 1-2, 3-4, 5-6, dan 7-8 tahun. Biomassa dan kandungan karbon diduga dengan menggunakan persamaan: B = 0,292Da67P1'20 untuk biomassa dan C = 0,074DW94P109 untuk karbon. Untuk alasan kepraktisan dan keefektifan pengambilan data di lapangan, dapat menggunakan persaman B = 0,090D21341 untuk biomassa dan C = 0,025 D2-413 untuk karbon. Biomassa batang ekaliptus rata-rata umur 2,17; 3,17; 5,25 dan 7 tahun masing-masing adalah 8,01; 14,01; 52,71 dan 48,84 ton/ha sedangkan karbon masing-masing adalah 2,66; 4,67; 17,84 dan 16,84 ton/ha. Kata kunci: Biomassa, karbon, rosot karbon, Eucalyptus grandis

Langi, Liafrida Tangke Jenis-jenis bambu di daerah Sentani Barat Jayapura = Varieties of bamboo in the region of West Sentani Jayapura / Liafrida Tangke Langi, Jack Wanggai, Herman Remetwa. -- Info Hutan : Volume II No.2 ; Halaman 121-134 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis bambu di daerah Sentani Barat. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 8-22 April 2002 dan berlokasi di sepanjang (kiri-kanan) jalan Sentani Barat hingga Depapre (± 24 km). Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan teknik survey dan pengambilan contoh dilakukan secara purposif. Ditemukan enam jenis bambu (18,2 %) dari 33 jenis bambu yang terdapat di Papua, antara lain: Bambusa vulgaris Schrad. ex Wendl., Gigantochloa atter (Hassk.) Kurz., Neololeba atra (Steud.) Widjaja, Schizostachyum lima (Blanco) Merr., Schizostachyum sp., dan Thyrsostachys siamensis Gamble. Jumlah rumpun terbanyak ditemukan pada Bambusa vulgaris. Bentuk-bentuk pemanfaatan yang ditemukan pada masyarakat asli di daerah Sentani Barat terbagi dalam 6 kelompok, yaitu sebagai bahan konstruksi: pagar, kandang, rumpon, pengait atap, dan penyangga kacang panjang; bahan makanan: sayur rebung; alat kesenian: suling; kerajinan: sisir bambu; alat berburu: kalawai, tombak dan perangkap babi hutan, serta sebagai tanaman hias. Sedangkan jenis yang paling sering dimanfaatkan adalah Bambusa vulgaris dan Schizostachyum lima.

Kara kunci: Jenis bambu, Sentani Barat

Lekitoo, Krisma Analisis vegetasi pada hutan koridor cagar alam pegunungan tamrau utara dan suaka margasata jamurrsba-medi sorong = Vegetation analisys on forest corridor of nature mountain range at north tamrau and the game reserve jamursba-medi sorong / Krisma Lekitoo, Julius D Nugroho dan Rocky CH Metalmety. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.4 ; Halaman 303-317 , 2005

Page 35: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

35

Cagar Alam Pegunungan Tamrau Utara dan Suaka Margasatwa Jamursba Medi adalah dua kawasan konservasi yang terdapat di Papua. Kedua kawasan konservasi ini mulai tahun 2000 telah diusulkan untuk digabungkan menjadi satu yaitu kawasan Taman Nasional Pegunungan Tamrau Utara - Pantai Jamursba-Medi. Sebagai kawasan konservasi kedua kawasan itu memiliki beberapa prioritas yang berdasarkan pada kekayaan jenis, keanekaragaman habitat, dan nilai keunikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis tumbuhan berkayu pada hutan dataran rendah koridor Cagar Alam (CA) Pegunungan Tamrau Utara dan Suaka Margasatwa (SM) Jamursba-Medi Sorong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif denganteknik survey. Pengambilan contoh vegetasi menggunakan petak contoh Witthaker yang telah dimodifikasi. Peletakan petak contoh dilakukan secara purposif dengan memperhatikan faktor kelerengan, ketinggian tempat, dan jarak dari sungai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi hutan di koridor C. A. Pegunungan Tamrau Utara - S.M. Pantai Jamursba-Medi tersusun atas 52 jenis pohon, 23 jenis tiang, 28 jenis pancang, dan 42 jenis anakan. Pada tingkat pohon terdapat 23 famili, tingkat tiang 15 famili, tingkat pancang 18 famili, dan tingkat anakan 30 famili. Pada tingkat permudaan semai vegetasi berkayu (pohon) yang dominan adalah Drypetes longifolia, Memecylon sp., dan Sizygium sp.; pada tingkat permudaan pancang jenis yang dominan adalah Canarium indica, Vatica papuana, dan Lithocarpus rufovillosus; tingkat permudaan tiang jenis yang dominan adalah L. rufovillosus, Reinwardtiodendron sp., dan Urandra brasii; sedangkan pada tingkat pohon jenis yang dominan adalah L. rufovillosus, Intsia palembanica, dan Pometia pinnata.

Kata kunci : Analisis, vegetasi, koridor, cagar alam, suaka margasatwa, Tamrau, Jamursba-Medi

Lekitoo, Krisma Jenis Tumbuhan Pakan Kuskus di Pulau Moor Kecamatan Napan Weinami Kabupaten Nabire = The Types of Vegetation as a Kuskus Food at Moor Island District of Napan Weinami Nabire / Krisma Lekitoo, Permenas Dimomonmau dan Marinus Rumawak. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.5 ; Halaman 461-476 , 2005

Salah satu jenis fauna Papua yang tergolong langka dan bernilai ekonomi tinggi adalah kuskus. Secara umum, di Papua terdapat 5 jenis kuskus yang dilindungi oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 247/KPTS/UM/4/1979, yaitu kuskus kelabu (Phalanger gymnotis), kuskus bertotol biasa (Spilocuscus maculatus), kuskus timur (Phalanger orientalis), kuskus bertotol hitam (Phalanger rufoniger), dan kuskus rambut sutera (Phalanger vestitus). Di Pulau Moor Kecamatan Napan Weinami Kabupaten Nabire terdapat 2 jenis kuskus yang dilindungi yaitu Spilocuscus maculatus dan Phalanger orientalis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis vegetasi sebagai pakan kuskus di Pulau Moor Kecamatan Napan Weinami Kabupaten Nabire. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik

Page 36: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

36

survey dan wawancara semi struktural dengan informan kunci (key informen) untuk mengetahui jenis-jenis pakan alami yang dikonsumsi oleh kuskus tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 34 jenis vegetasi sebagai pakan kuskus yang terdiri dari 8 vegetasi tergolong tanaman pertanian dan 26 jenis vegetasi tergolong vegetasi hutan. Daya dukung habitat kuskus di Pulau Moor secara umum masih di bawah daya dukung maksimum.

Kata kunci: Kuskus, vegetasi, pakan, Pulau Moor

Lekitoo, Krisma Struktur Vegetasi Habitat Palem Kol Irian (Licuala tilifera Becc.) Pada Kawasan Hutan Primer Kali Waramui Distrik Masni Kabupaten Manokwari = Vegetation Structure of Irian Cabbage Palm (Licuala tilifera Becc.) Habitat on Region of Primary Forest Waramui River District of Masni Manokwari Regency / Krisma Lekitoo, Hans F.Z. Peday dan Rocky CH. Metalmety. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol. II (6) ; Halaman 581-595 , 2005

Salah satu jenis palem yang terdapat pada kawasan hutan Kali Waramui adalah jenis palem kol irian (Licuala tilifera Becc). Jenis palem ini merupakan salah satu jenis palem endemik Papua dan sangat berpotensi sebagai tanaman hias lokal terutama bagi masyarakat yang berada pada daerah Papua. Namun sampai saat ini informasi mengenai potensi dan habitat jenis palem tersebut pada kawasan hutan Kali Waramui masih sangat kurang, sehingga langkah yang perlu diambil adalah melakukan penelitian pada kawasan hutan tersebut. Penelitia ini bertujuan untuk mengkaji potensi dan kondisi habitat jenis palem kol irian (Licuala tilifera) pada kawasan hutan primer Kali Waramui di Kampung Meikosa Distrik Masni Kabupaten Manokwari yang terletak pada kawasan hutan dataran rendah Prafi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survey. Pengamatan terhadap palem Licuala tilifera dilakukan bersama-sama dengan tumbuhan berkayu (pohon) dengan menggunakan contoh sampling kombinasi plot dan jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa habitat Licuala tilifera terdiri dari 102 jenis vegetasi berkayu dari 30 famili yang membentuk struktur dan komposisi hutan Kali Waramui. Vegetasi tumbuhan berkayu pada tingkat pohon yang dominan di antaranya Pimelliodendron amboinensis, Alpitonia microcarpa, Alstonia scholaris, dan Intsia palembanica. Struktur populasi Licuala tilifera membentuk struktur populasi yang normal. Semai (55,17 %) menempati dasar piramida, tumbuhan muda (27,59 %) menempati bagian tengah, dan puncak piramida ditempati oleh tumbuhan dewasa (17,24 %). Licuala tilifera pada kawasan hutan Kali Waramui tumbuh baik pada ketinggian tempat 255-390 m dpi, kelerangan 0-115 %. Kisaran kelerengan tersebut sangat bervariasi dan memiliki kondisi habitat yang datar, lereng, lembah dan puncak, pada tanah-tanah dengan keadaan solum yang sedang, sedikit berbatu, banyak serasah atau bahan organik dan tanah umumnya kering, lembab, sedikit berair atau berlumpur dengan naungan sedang sampai berat (60-90 %), suhu optimum

Page 37: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

37

berkisar antara 27-30° C dan kelembaban optimum berkisar antara 75-92 %. Habitat demikian umumnya terdapat pada lembah-lembah dan lereng-lereng yang tidak curam (kelerengan < 20 %). Kata kunci : Struktur, habitat, palem, Licuala telifera, kawasan hutan primer Kali

Waramui

Lekitoo, Krisma Deskripsi jenis-jenis bambu dan rotan pada kawasan hutan Kali Waramui Masni Kabupaten Manokwari = Description The kinds of bamboo and rattan on region of forest Waramui River District of Masni Manokwari Regency / Krisma Lekitoo, Hans F.Z. Peday dan Rusdy Anggrianto. -- Info Hutan : Volume II No.2 ; Halaman 81-91 , 2005

Masyarakat Papua telah lama memanfaatkan rotan dan bambu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, namun sampai saat ini potensi jenis, pemanfaatan, dan populasi rotan dan bambu belum diketahui secara pasti. Hal ini disebabkan masih adanya keterbatasan dan kurangnya pengetahuan tentang jenis-jenis rotan dan bambu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan jenis-jenis rotan dan bambu yang tumbuh di kawasan hutan Kali Waramui Kampung Meikosa, Distrik Masni, Kabupaten Manokwari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survey dan pengamatan petak contoh berukuran 20 m x 20 m pada daerah yang ditemukan rotan dan bambu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5 jenis rotan dan 4 jenis bambu. Jenis-jenis rotan tersebut antara lain Calamus aruensis Becc, Calamus heterachanthus Zipp. Ex. Blume., Calamus longipinna Lauterb & K.Schum., Calamus sp., dan Korthalsia zippeli Burret, sedangkan jenis-jenis bambu adalah Bambusa vulgaris Schrad. Ex Wendl., Gigantochola atter (Hassk.) Kurz., Neololeba atra (Lindl.) Widjaja, dan Schizostachyum brachyclaudum Kurz. Kata kunci: Bambu, rotan, kali Waramui

Mindawati, Nina Pengaruh macam media terhadap pertumbuhan semai Acacia mangium Willd = The influence of media to growth of Acacia mangium Willd. seedlings / Nina Mindawati, Enny Yusnita Susilo. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.1 ; Halaman 53-59 , 2005

Penanaman jenis cepat tumbuh seperti jenis Acacia mangium Willd. telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pulp dan kertas di Indonesia. Jenis ini biasanya ditanam pada lahan-lahan yang tidak subur {marginal)

Page 38: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

38

sehingga untuk manghasilkan pohon yang berkualitas, perlu penggunaan bibit yang baik. Penyediaan bibit yang berkualitas tergantung jenis dan kualitas media yang dipakai. Salah satu media semai yang baik adalah media dari tanah lapisan atas, namun penggunaan tanah lapisan atas sebagai media yang baik telah dihindari karena dikhawatirkan akan merusak lingkungan. Oleh karena itu perlu dicari alternatif dengan media yang dapat menggantikan media tanah. Penelitian pengaruh macam media terhadap pertumbuhan semai A. mangium telah dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan sembilan macam media semai, yang bertujuan untuk mengetahui media yang baik bagi pertumbuhan semaiA. mangium. Hasilpenelitianmenunjukkan bahwa campuran kompos serasah A. mangium dengan wan's pith (1:1) ataupun dengan (2:1) dapat digunakan sebagai media semai sebelum ditanam ke lapangan karena dapat meningkatkan pertumbuhan semai A. mangium di persemaian. Kata kunci: Jenis cepat tumbuh, Acacia mangium Willd., media, semai

Mindawati, Nina Pengaruh lebar jalur bersih terhadap pertumbuhan jenis meranti merah penghasil tengkawang (Shorea stenoptera dan Shorea mecistopteryx) di Hutan Penelitian Haurbentes, Bogor = The Effect of clean spacing line on the growth species producing bornetallow (Shorea stenoptera and Shorea mecistopterix) at Haurbentes Research Forest, Bogor / Nina Mindawati...(et.al). -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.II No.2 ; Halaman 167-174 , 2005

Shorea stenoptera dan Shorea mecistopteryx merupakan jenis yang populer dalam dunia perdagangan sebagai kayu tropis yang mempunyai kualitas baik dan juga dapat menghasilkan buah tengkawang. Penelitian yang dilakukan di Hutan Penelitian Haurbentes bertujuan untuk mencari pengaruh berbagai lebar jalur bersih terhadap pertumbuhan dan daya hidup jenis pohon penghasil tengkawang S. stenoptera dan S. mecistopteryx. Penelitian berdasarkan rancangan Split Plot, dengan dua jenis Shorea sebagai petak utama dan j alur bersih sebagai anak petak. Tiap perlakuan diulang dua kali, dengan lima perlakuan lebar jalur bersih dan jarak tanam 3 m x 4 m. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata persen tumbuh untuk S. stenoptera 68,31 % dan S. mecistopteryx 41,34 %. Tinggi untuk S. stenoptera berkisar 122,68 cm-148,54 cm dan diameter l,38cm-l,77cm,sedangkan.S'. mecistopteryx tinggi sekitar 117,61 cm-157,28cm dan diameter 1,23 cm-1,73 cm. Perlakuan lebarjalur bersih dua meter berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan diameter S. stenoptera dan S. mecistopteryx. Kesuburan tanah di areal penanaman rendah. Total populasi fungi dan bakteri masing-masing adalah 0,81 x 105

CFU/gr tanah dan 10,03 x 107 CFU/gr tanah. Prestasi kerja dari mulai penyiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan memerlukan 82 HOK/ha.

Kata kunci: Shorea stenoptera, S. mecistopteryx, tengkawang, lebar jalur

Page 39: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

39

Mindawati, Nina Pengaruh tebang pilih tanam Indonesia (TPTI) terhadap kondisi hara di hutan alam produksi di PT ITCI Kalimantan Timur = The effect of Indonesia selective cutting and planting to nutrient condition in production natural frests of PT ITCI district East Kalimantan / Nina Mindawati, Tati Rostiwati. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.3 ; Halaman 283-293 , 2005

Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) merupakan salah satu sistem silvikultur untuk mengatur pemanfaatan hutan alam produksi di Indonesia. Sistem ini belum banyak dikaji pengaruhnya terhadap kesuburan tanah dan ketersediaan hara sebagai salah satu indikator kualitas suatu tempat tumbuh. Penelitian mengenai kondisi hara, baik tanah maupun tegakan di hutan alam akibat kegiatan TPTI, telah dilakukan di PT. ITCI, Kalimantan Timur. Penelitian dengan menggunakan metode observasi lapangan, dilakukan terhadap tegakan sisa pada plot hutan alam bekas TPTI yang berumur tujuh tahun setelah penebangan. Variabel yang diamati adalah biomassa tegakan, kandungan hara pohon yang dibedakan berdasarkan bagian-bagian pohon (daun, cabang, dan batang) dalam kelas diameter 20-30 cm dan kelas diameter > 30 cm serta kandungan hara contoh tanah yang diambil secara komposit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomassa tegakan di hutan primer lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan hutan yang telah dilakukan TPTI, namun kandungan hara yang terakumulasi pada tiap bagian pohon berbeda nyata untuk hara N, P, K, dan Mg. Konsentrasi hara pada tiap bagian pohon dan kandungan hara tanah di TPTI yang cenderung lebih tinggi dibandingkan konsentrasi hara pada hutan primer menunjukkan bahwa sistem penebangan TPTI memberikan pengaruh positif terhadap iklim mikro tegakan sehingga siklus nutrisi (pohon dan tanah) masih berlangsung dengan baik. Kata kunci: Tebang Pilih Tanam Indonesia, hutan primer, biomassa, hara pohon, hara

tanah

Mindawati, Nina Pemilihan jenis pohon untuk hutan tanaman campuran dalam rangka kegiatan rehabilitasi lahan di dataran tinggi Cikole, Jawa Barat = Species selection for mix plantation forest for mix plantation forest for land rehabilitation activity at the Cikole hihgland, West Java / Nina Mindawati, A. Syaffari Kosasih, dan Yetti Heryati. -- Info Hutan : Volume II No.3 ; Halaman 223-230 , 2005

Pembangunan hutan tanaman industri untuk memasok bahan baku industri telah dikembangkan secara luas di Indonesia, namun hasilnya belum sesuai dengan target yang ditetapkan. Kesuksesan membangun hutan tanaman tergantung banyak faktor, salah satunya adalah pemilihan jenis yang akan dikembangkan untuk penentuan kesesuaian lahannya. Penelitian pemilihan jenis untuk kegiatan penanaman atau rehabilitasi dalam bentuk tanaman campuran di dataran tinggi Cikole, Jawa Barat telah dilakukan. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dan sebagai perlakuan

Page 40: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

40

adalah tujuh jenis pohon {Agathis loranthifolia, Pinus oocarpa, Shorea platyclados, Alnus nepalensis, Toona sureni, Casuarina junghuhniana, dan Khaya anthotheca) yang dicobakan dalam bentuk hutan campuran per blok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis Alnus nepalensis dan Casuarina junghuhniana merupakan jenis terpilih yang cocok untuk dataran tinggi. A. nepalensis menghasilkan persen jadi 93,62 % dengan MAI tinggi 3,67 m dan MAI diameter 3,67 cm. Sedangkan C. junghuhniana menghasilkan persen jadi 94,66 %, MAI tinggi 2,26 m dan MAI diameter 2,73 cm Kata kunci: Pemilihan jenis, tanaman campuran, dataran tinggi Mindawati, Nina Perbanyakan bibit jenis-jenis tanaman hutan untuk mendukung gerhan / Nina Mindawati, Atok Subiakto. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 32-39 , 2005

Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (GERHAN) merupakan program nasional yang dilatarbelakangi oleh terjadinya sejumlah bencana alam dan semakin luasnya jumlah lahan kritis di Indonesia. Kegiatan GERHAN berdasarkan keseimbangan ekosistem satuan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unitpengelolaan. Untuk suksesnya program GERHAN di atas, faktor pengadaan dan perbanyakan bibit yang berkualitas merupakan kunci keberhasilan yang perlu diperhatikan di samping teknik lainnya seperti teknik penanaman dan teknik konservasi lahan penanaman. Selain itu pemilihan jenis yang sesuai dengan kondisi lingkungan lahan penanaman perlu diperhatikan, sehingga disarankan penggunaan jenis-jenis andalan setempat untuk dikembangkan dalam program GERHAN pada setiap DAS yang diprioritaskan.

Kata kunci: Rehabilitasi hutan dan lahan, Daerah Aliran Sungai, perbanyakan bibit

Mindawati, Nina Hutan penelitian sebagai wadah kegiatan konservasi alam / Nina Mindawati. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 130-134 , 2005

Sejak tahun 1937, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam (P3HKA), yang dahulu bernama Balai Penyelidikan Kehutanan, telah membangun Hutan Penelitian (HP) di 14 lokasl yang berbeda, di mana 10 buah berada di wilayah Jawa Barat dengan berbagai kondisi lingkungan yang berbeda. Keragaman dan dominasi jenis di tiap HP berbeda satu sama lain, yaitu keragaman di HP Cigerendeng 10 jenis; HP Pasir Awi 47 jenis; HP Arcamanik 15 jenis; HP Pasir Hantap 78 jenis; HP Cikole 43 jenis; HP Cikampek 59 jenis; HP Yanlapa 66 jenis; HP Carita 43 jenis; HP Dramaga 130 jenis, dan di HP Haurbentes sebanyak 70 jenis. Saat ini beberapa hutan penelitian di atas telah ditunjuk sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) untuk penelitian dan pengembangan oleh Menteri

Page 41: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

41

Kehutanan. Mengingat keragamannya yang sangat tinggi, maka HP dapat dijadikan sebagai salah satu sarana untuk konservasi alam khususnya konservasi ex-situ.

Kata kunci: Hutan penelitian, keragaman, KHDTK, konservasi

Murniati Aplikasi inkolum cendawan vesikular-arbuskular mikoriza dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan pohon alang-alang = Aplication of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi inoculum and its effects on three growth on alang-alang grasslands / Murniati. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.4 ; Halaman 319-338 , 2005

Tujuan penelitian adalah untuk menguji peranan dari inokulum cendawan mikoriza vesicular-arbuscular dalam memacu pertumbuhan empat jenis pohon terpilih dan untuk mengevaluasi kemampuan tumbuh keempat jenis pohon tersebut di lahan alang-alang yang terdegradasi. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 1999 sampai Oktober 2001. Bibit umur lima bulan dari empat jenis pohon, mahoni ((Swietenia macrophylla), sungkai (Peronema canescens), kemiri (Aleurites moluccana), dan sukun (Artocarpus altilis) ditanam dengan jarak 4 x 2 m2 menurut rancangan acak petak terbagi dalam percobaan faktorial. Sebagian bibit diinokulasi dengan cendawan mikoriza (spora dorman dalam Mycofer dari jenis Glomus manihotis, Glomus etunicatum, Gigaspora rosea, dan Acaulospora tuberculata) dan sebagian lagi tidak diinokulasi. Sebagai parameter pertumbuhan pohon, persen hidup, tinggi, dan diameter batang diukur 3, 6, 12, 18, dan 24 bulan sesudah tanam. Jenis dan populasi mikoriza dan akar yang terinfeksi diperoleh melalui analisis contoh tanah dan jaringan akar yang diambil sebelum, 6, dan 24 bulan sesudah penanaman pohon. Di persemaian, inokulasi bibit dengan cendawan mikoriza tidak meningkatkan pertumbuhan bibit. Inokulasi pada fase pesemaian ini nyata meningkatkan persen hidup setelah bibit dipindah ke lapangan. Tetapi rata-rata peningkatannya hanya 6,5 %. Inokulasi terhadap jenis-jenis pohon pionir di pesemaian ini tidak memperlihatkan efek positif pada fase pertumbuhan selanjutnya di lapangan. Performan dari empat j enis pohon t erpilih dan kemampuannya untuk b ersaing dengan alang-alang, menunjukkan bahwa mahoni, sungkai, dan kemiri cocok ditanam di lahan marginal alang-alang. Sedangkan sukun tidak cocok dengan kondisi lahan alang-alang yang tandus. Kata kunci: Peranan, memacu, inokulasi, pionir, kemampuan, terdegradasi, spora,

performan

Murniati Penyiapan lahan alang-alang untuk usaha tani agroforestry dengan teknologi murah dan ramah lingkungan = Preparation of alang-alang grasslands for agroforestry systems through a cheap and environmental friendly technology / Murniati. -- Info Hutan : Volume II No.4 ; Halaman 321-331 , 2005

Page 42: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

42

Luas lahan alang-alang terus meningkat sebagai akibat penggunaan lahan yang tidak tepat, sistem pertanian tebas bakar, kebakaran dan/atau pembakaran hutan dan lahan. Dewasa ini luas lahan alang-alang telah mencapai puluhan juta ha, sebagian besar berada di luar kawasan hutan dan berpotensi sebagai areal tujuan transmigrasi. Makalah ini membahas penyiapan lahan alang-alang untuk pengembangan usahatani agroforestry dengan menggunakan teknologi murah dan ramah lingkungan. Metodapressing yaitu merebahkan alang-alang dengan menggunakan benda berat yang diikuti dengan penanaman legum cover crop Pueraria javanica dapat mematikan dan mencegah recovery alang-alang serta memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Metoda ini memberikan pertumbuhan pohon yang tidak berbeda dengan metoda penyemprotan herbisida dan/atau pencangkulan tanah yang cukup mahal dan kurang menguntungkan bagi kehidupan mikro-organisme tanah. Metoda ini memang tidak memberikan hasil tanaman semusim atau tanaman tumpangsari yang maksimal tetapi cukup atau optimal sesuai dengan prinsip masukan rendah dan ramah lingkungan yang dianut. Hasil tanaman jagung menurun dengan meningkatnya kapasitas naungan atau Leaf Area Index (LAI) dari pohon. Hasil optimal diperoleh pada tingkat kapasitas naungan <40 % dan LAI <\. Pengembangan agroforestry di lahan alang-alang ditujukan pada areal yang miring sedangkan areal yang datar (kemiringan <15 %) dapat digunakan untuk pengembangan tanaman pangan secara monokultur. Kata kunci: Penggilasan, penutup tanah, input rendah, kapasitas naungan, pioneer

Murniati Rehabilitasi hutan dan lahan dengan pendekatan pengelolaan hutan berbasis masyarakat: beberapa pelajaran strategis / Murniati. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 65-75 , 2005

Makalah ini mendiskusikan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang bertumpu pada kepentingan masyarakat, konsep dan implementasinya di lapangan. Pada akhir tahun 2002 Departemen Kehutanan telah menetapkan Sosial Forestri sebagai program dan kegiatan strategis yang memayungi pengelolaan hutan berbasis masyarakat di mana rehabilitasi hutan dan lahan merupakan kegiatan yang dominan. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dengan pendekatan PHBM adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi hutan dan lahan yang bertumpu pada kepentingan masyarakat, dilaksanakan melalui inisiatif dan kolaborasi berbagai pihak (multi stakeholder,) dengan menempatkan masyarakat setempat sebagai pelaku utama. Kegiatan ini bukan sekedar atau merupakan satu-satunya kegiatan fisik tanam menanam pohon, melainkan suatu kegiatan yang terintegrasi yang juga bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta mengembangkan dan memperkuat kelembagaan. masyarakat. Dalam implementasinya, beberapa kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang bertumpu pada kepentingan masyarakat telah memberikan dampak positif, baik dari aspek teknis dan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi, maupun aspek kelembagaan. Namun demikian masih banyak ditemui kelemahan dan kekurangan, antara lain belum sepenuhnya partisipatif, masih kurang mempertimbangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat serta belum menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama. Untuk menjamin keberlanjutan kegiatan dalam jangka panjang, masih banyak yang perlu

Page 43: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

43

diperbaiki dan disempurnakan, antara lain perlu adanya kepastian pemanfaatan atau pemilikan hasil rehabilitasi oleh masyarakat. Kata kunci: Partisipatif, inisiatif, kolaborasi, multi stakeholders, sharing input dan output,

keberlanjutan

Nazif, M Penggunaan herbisida monoaminum glifosat untuk pengendalian gulma di bawah tegakan Acacia mangium Willd di Parung Panjang Jawa Barat = The use of monoamonium glifosat hercide to control weeds under Acacia mangium Willd. plantation in Parung Panjang West Java / M Najif, Ari Wibowo. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.1 ; Halaman 37-52 , 2005

Ujicoba telah dilakukan di Parung Panjang, Jawa barat untuk mengetahui efektivitas herbisida monoamonium glifosat dalam mengendalikan gulma di bawah tegakan Acacia mangium Willd. Percobaan dilaksanakan melalui aplikasi herbisida monoamonium glifosat dengan dosis 3,4,5, 6 dan 9 liter per ha serta membandingkannya dengan herbisida glifosat up 4,5 liter per ha, perlakuan manual dan kontrol (tanpa perlakuan). Hasil percobaan menunjukkan bahwa herbisida monoamonium glifosat dapat digunakan sebagai sarana pemeliharaan tanaman kehutanan dari gangguan gulma di bawah tegakan^caci'a mangium Willd. Selanjutnya herbisida monoamonium glifosat dengan minimum dosis 4,5 liter/ha efektif untuk mengendalikan gulma Imperata cylindrica Beauv., Borreria latifolia DC. dan Mikania micrantha Will. Meskipun demikian herbisida ini tidak efektif untuk mengendalikan pertumbuhan gulma Chromolaena odorata DC. Pada tanaman Acacia mangium Willd. tidak tampak gejala keracunan akibat penggunaan herbisida monoamonium glifosat pada semua tingkat dosis yang dicobakan.

Kata kunci: Tanaman Acacia mangium Willd., pengendalian gulma, herbisida

Novriyanti, Eka Pembuatan Stek Cabang Bambu dengan Penambahan Hormon Tumbuh = Addition of Growth Hormone into Bamboo Branch Cuttings Prapagation / Eka Novriyanti dan Edi Nurrohman. -- Info Hutan : Volume II No.4 ; Halaman 249-260 , 2005

Penelitian ini dilakukan untuk melihat keberhasilan hidup stek cabang bambu betung dan bambu hitam yang diberi perlakuan seksi cabang, yaitu: pangkal (P), tengah (T), ujung (U), dan konsentrasi hormon pertumbuhan NAA, yaitu: kontrol tanpa ZPT (DO), 50 ppm (Dl), 100 ppm (D2), dan 150 ppm (D3). Pengamatan pada stek bambu hitam dan bambu betung saat

Page 44: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

44

berumur 5 bulan menunjukkan bahwa stek cabang bambu hitam dan bambu betung bertunas masing-masing sebanyak 32,33 % dan 8,75 %. Bagian pangkal cabang kedua jenis bambu menunjukkan nilai tertinggi untuk persen bertunas, jumlah, dan panj ang tunas. Dalam pembuatan stek cabang bambu hitam, penambahan hormon pertumbuhan NAA 50 ppm menunjukkan hasil yangbaik untuk persentase bertunas stek serta rata-rata jumlah dan panjang tunas, yaitu 86 %; 7,99; dan 79,14 cm. Untuk bambu betung, perlakuan pangkal cabang j uga berpengaruh sangat nyata dibanding perlakuan yang lain terhadap persen bertunas, rata-rata jumlah tunas, dan rata-rata panjang tunas. Namun perlakuan konsentrasi NAA tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap ketiga parameter yang diukur. Kata kunci: Bambu, stek cabang, hormon pertumbuhan

Prameswari, Diana Ketersediaan unsur hara makro pada tegakan Eucalyptus pellita umur 4 dan 6 tahun di PT Wirakarya Sakti Jambi / Diana Prameswari, Nina Mindawati. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 101-107 , 2005

Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) selalu dihadapkan pada masalah miskinnya unsur hara mineral dalam tanah, karena tanah hutan di Indonesia pada umumnya relatif miskin unsur hara. Dalam rangka memenuhi program HTI maka dipilih jenis-jenis pohon yang cepat tumbuh antara lain Eucalyptus pellita di mana pohon tersebut memerlukan unsur hara yang banyak untuk pertumbuhannya, sehingga unsur hara dari tanah hutan akan semakin terkuras, terutama pada periode ke dua atau pada daur berikutnya seteiah penebangan. Oleh karena itu perlunya informasi tentang ketersediaan unsur hara pada suatu ekosistem hutan khususnya lahan HTI bertegakan E. pellita. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui ketersediaan unsur hara makro di bawah tegakan E. pellita. Penelitian ini dilakukan di areal HTI PT WKS, Desa Kuala Dasal, Kecamatan Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung, Jambi. Metode penelitian yang dipergunakan adalah menghitung besarnya produktivitas sesaat (kg/ha atau ton/ha) melalui pengukuran biomasa tegakan. Membuat plot contoh secara sistematik dengan pengawalan secara acak berukuran 100x100 m (Ihektar) pada lahan bertegakan E. pellita umur 4 dan 6 tahun dengan 3 kali ulangan (3 buah plot) untuk setiap umur tegakan. Untuk pohon contoh diambil sebanyak 5 pohon dalam setiap umur tegakan dengan 5 buah titik pengamatan secara diagonal. Dilakukan penimbangan pada setiap contoh terdiri dari batang, daun, cabang, dan ranting. Pengukuran kadar air sampel juga dilakukan untuk setiap komponen tegakan dan analisa kandungan hara makro N, P, K, Ca, dan Mg. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ketersediaan hara E. pellita umur 6 tahun akan semakin banyak dengan bertambahnya umur tegakan. Pada umur 4 tahun total hara pohon dan tanah sebesar ± 5.340 kg /ha sedangkan pada umur 6 tahun sebesar ± 8.691 kg/ha. Untuk jenis E. pellita umur 4 tahun apabila dilakukan penebangan akan terjadi potensi kehilangan unsur hara makro sebesar 63,38 % dari total unsur pada biomasa tegakan tanpa akar sedangkan pada umur 6 tahun sekitar 56,34 %.

Page 45: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

45

Kata kunci: Unsur hara makro, umur, Eucalyptus pellita, Jambi

Pratiwi Laju aliran permukaan, tingkat erosi dan kehilangan unsur hara pada berbagai umur tegakan Acacia mangium Willd. di Riau = Run-off, erosion stage and nutrient losses in several Acacia mangium Willd. stands age in Riau / Pratiwi, Nina Mindawati. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.3 ; Halaman 251-257 , 2005

Acacia mangium Willd. merupakan salah satu jenis pohon tumbuh cepat yang diprioritaskan dalam pembangunan hutan tanaman dan dikelompokkan dalamkelompok kayu serat/pulp. Sampai dengan saat ini, daur tebang yang digunakan untuk jenis ini adalah 8 tahun, karena daur tebang ini dianggap cukup aman dari segi ekologi. Artinya pada daur tebang ini diperkirakan hutan tanaman sudah menghasilkan kayu yang cukup tinggi dan sudah terjadi keseimbangan unsur hara yang tersedia. Dari segi ekonomis, penurunan daur tebang menjadi jurang dari 8 tahun dianggap lebih menguntungkan. Namun demikian diduga dengan penurunan daur tebang ini akan mengakibatkan dampak negatif terharap lingkungan, seperti meningkatnya aliran permukaan dan erosi serta penurunan unsur hara. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh penurunan daur tebang A. mangium terhadap aliran permukaan, erosi, dan kehilangan unsur hara. Pengamatan aliran permukaan, erosi, dan kehilangan unsur hara dilakukan terhadap tegakan A. mangium yang berumur 5, 6, 7, dan 8 tahun pada rotasi I dan II serta di hutan alam. Pada lokasi – lokasi tersebut dibuat plot – plot pemantauan erosi dan aliran permukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah aliran permukaan, erosi, dan kehilangan unsur hara di hutan tanaman lebih tinggi dibandingkan di hutan alam. Terdapat kecenderungan bahwa aliran permukaan dan erosi menurun dengan bertambahnya umur tegakan, baik pada rotasi I maupun II. Secara umum kehilangan unsur – unsur hara, baik melalui aliran permukaan maupun erosi di hutan alam jauh lebih rendah dibandingkan kehilangan unsur – unsur hara pada rotasi I dan II. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan kebijakan dalam penurunan daur tebang A. manium.

Kata kunci: Acacia mangium Willd., erosi, aliran permukaan, kehilangan unsur hara, daur ulang.

Pratiwi Persebaran beberapa jenis pohon penghasil lateks di Indonesia = Distribution of several latex producing trees in Indonesia / Pratiwi, Titi Kalima. -- Info Hutan : Volume II No.4 ; Halaman 333-343 , 2005

Tulisan ini membahas mengenai habitat dan persebaran dari 11 pohon penghasil lateks, kecuali Hevea braziliensis Muell.Arg. Lateks digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu jelutung atau jelutong, perca atau percha, dan bahan karet yang masing-masing disadap dari Dyera spp.; Palaquium spp.; Ganua spp.; Payena spp.; dan Ficus spp. Produksi lateks mengalami penurunan sejak tahun 70-an dan masyarakat telah menghentikan kegiatan

Page 46: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

46

penyadapan Ficus sejak budidaya Hevea digalakkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi lateks antara lain: (1) penyadapan lateks bukan merupakan mata pencaharian utama; (2) tebangan hutan lebih menguntungkan; dan (3) lateks yang dikumpulkan dari hutan alam tidak dapal bcrsuing dcngan bahan lalcks sintetis dan lateks yang bcrasal dari llcvca. Dudidaya pohon penghasil lateks diikuti dengan peningkatan teknik penyadapan dan pemrosesan lateks merupakan salah satu alternatif untuk mempromosikan posisi pemasaran lateks alam. Kata kunci: Persebaran, pohon penghasil lateks

Pratiwi Aspek konservasi tanah dan air dalam rehabilitasi hutan dan lahan / Pratiwi. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 45-52 , 2005

Peningkatan laju deforestasi menyebabkan peningkatan luas lahan terdegradasi. Lahan-lahan tersebut perlu segera direhabilitasi, karena tanpa usaha rehabilitasi lahan daya dukung lingkungan bagi kehidupan akan menurun dan bencana alam seperti longsor, banjir, dan kekeringan akan sering terjadi. Upaya rehabilitasi lahan terdegradasi sebenarnya telah lama dilakukan namun keberhasilannya masih jauh dari yang dlharapkan. Hal ini antara lain disebabkan dalam upaya rehabilitasi, aspek-aspek konservasi tanah dan air masih kurang diperhatikan. Sementara itu lahan-lahan yang perlu direhabilitasi umumnya lahan-lahan miring dengan jenis tanah Podzolik Merah Kuning. Oleh karena itu diperlukan upaya konservasi tanah dan air. Beberapa teknik konservasi tanah dan air dapat diterapkan, seperti metode vegetatif, mekanik, dan kimiawi, serta kombinasi antara metode vegetatif dan mekanik melalui teknik mulsa vertikal. Keterlibatan masyarakat dalam penerapan konservasi tanah dan air sangat diperlukan misalnya melalui Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Rakyat yang disisipkan dalam program Perhutanan Sosial (Social Forestry). Kata kunci: Konservasi tanah dan air, lahan terdegradasi, rehabilitasi hutan dan lahan

Pudjiharta, A Evapotranspirasi Jenis Pohon Agathis alba, Alnus nepalensis, dan Castanopsis argentea = Evapotranpiration of Agathis alba, Alnus nepalensis, and Castanopsis argentea tree species / A. Pudjiharta. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.5 ; Halaman 417-422 , 2005

Informasi tentang evapotranspirasi (consumptive use) jenis pohon diperlukan untuk klarifikasi dari permasalahan hidrologi hutan, memberikan solusi alternatif danbermanfaat dalampemilihan jenis pohon untuk program-program penanaman terutama untuk pertimbangan hidrologi. Evapotranspirasi adalah faktor yang penting

Page 47: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

47

dalam berbagai aktivitas dalam pengembangan sumber air, pengembangan air tanah, konservasi air dan tanah, klasiflkasi iklim, keseimbangan air dan produktivitas biomasa. Evapotranspirasi adalah fenomena alam dalam cuaca dan siklus air/sirkulasi air. Evapotranspirasi oleh tanaman (pohon) dipengaruhi oleh jenis, biomasa, dan umur dari tanaman. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan air atau evapotranspirasi jenis Alnus nepalensis Don, Agathis alba Foxw, dan Castanopsis argentea A.DC. Terutama Agathis alba Foxw yang ditanam pada berbagai tempat untuk tujuan berbeda antara lain untuk reboisasi, rehabilitasi dari lahan kritis, dan perhutanan sosial; karena itu informasi evapotranspirasi jenis pohon diperlukan untuk pertimbangan hidrologi agar tidak timbul masalah hidrologi di kemudian hari. Kata kunci: Evapotranspirasi, Agathis alba Foxw, Alnus nepalensis Don, Castanopsis

argentea A.DC

Rostiwati, Tati Sifat toleransi anakan ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) terhadap naungan melalui pendekatan karakter morfologi dan anatomi daun = The Study of the character of tolerancy of ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) seedling to shadingthrough leaf morphological and anatomical characteristic approac / Tati Rostiwati dan Abdurani Muin. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol. II (6) ; Halaman 609-617 , 2005

Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi sifat toleransi anakan ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) yang tumbuh pada tiga kondisi cahaya. Penelitian ini menggunakan metode observasi dengan variabel utama adalah karakter morfologi daun (Luas Davm-Leaf Areaf LA; Luas Daun Spesifik-Specific Leaf Area/SLA; Bobot Daun Spesifik-Specific Leaf Weight/SLW) dan karakter anatomi daun (tebal jaringan daun, tebal lapisan palisade, dan jumlah stomata per luasan daun). Sebagai variabel pendukung adalah respon pertumbuhan tinggi anakan ramin umur dua tahun pada tiga kondisi cahaya di plot penelitian plasma nutfah ramin, Universitas Tanjungpura, Provinsi Kalimantan Barat. Hasil penelitian ini adalah anakan G bancanus (jenis semitoleran) mempunyai karakter morfologi yang sama dengan kelompok tumbuhan jenis toleran dan intoleran, yaitu SLA daun tumbuhan yang ternaungi lebihbesar dibandingkan dengan SLA daun tumbuhan pada kondisi agak terbuka dan terbuka, sementara SLW menunjukkan keadaan sebaliknya. Perbedaan yang nyata yang ditunjukkan oleh karakter anatomi hanya variabel jumlah stomata per luasan daun. Jumlah stomata tertinggi terlihat pada anakan yang tumbuh pada kondisi terbuka (282,36), kemudian diikuti oleh anakan pada kondisi agak terbuka (220,26) dan ternaungi (205,31). Perbedaan tersebut sejalan dengan perbedaan respon pertumbuhan tinggi dan diameternya. Tinggi dan diameter anakan pada kondisi terbuka, agak terbuka, dan ternaungi berturut-turut 145,12 cm dan 1,831 cm; 141,13 cm dan 1,536 cm; 98,65 cm dan 1,298 cm. Kata kunci: Kondisi cahaya, karakter morfologi, karakter anatomi, ramin, toleransi

Page 48: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

48

Santoso, Erdi Prospek aplikasi teknologi mikroba simbiotik untuk mempercepat rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi / Erdi Santoso, Maman Turjaman dan Tri Wira Yuwati. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 1-14 , 2005

Kerusakan hutan dan lahan yang terdegradasi di Indonesia semakin meningkat, dan saat ini telah mencapai 56,98 juta ha. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut Departemen Kehutanan melakukan terobosan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). GERMAN direncanakan akan selesai dalam waktu lima tahun (2003-2007) dengan luas total tiga juta ha meliputi 68 DAS prioritas. Teknologi rehabilitasi hutan dan lahan yang ramah lingkungan antara lain penerapan teknologi konservasi tanah dan air, perbaikan sifat fisik dan kimia tanah dengan aplikasi pupuk organik, penyediaan bibit berkualitas dalam skala operasional dan aplikasi mikroba tanah seperti ektomikoriza, endomikoriza, bakteri penambat nitrogen, bakteri pelarut fosfat, bakteri pereduksi sulfur, dan Iain-Iain yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pemacu pertumbuhan dan agen remediasi lahan hutan terdegradasi. Rehabilitasi hutan dan lahan yang terdegradasi dan terpolusi memerlukan upaya ekstra agar tanaman dapat tumbuh baik dan memiliki daya tahan yang kuat. Pemberian pupuk anorganik pada area! yang luas merupakan altematif yang tidak efisien, selain mahal juga tidak berwawasan lingkungan. Teknologi pembangunan hutan yang ramah lingkungan merupakan alternatif pemecahan yang efektif dan efisien dalam menangani masalah rehabilitasi lahan marjinal. Dengan demikian teknologi pemanfaatan mikroba tanah untuk penyediaan bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pelaksanaan untuk mempercepat rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi. Kata kunci: Potensi, prospek serta aplikasi mikroba simbiotik, rehabilitasi hutan

dan lahan terdegradasi

Sawitri, Reny Keragaman benthos sebagai indikator kualitas ekosistem perairan hutan produksi = Benthos diversities as indicator of riverine ecosystem quality of production forest / Reny Sawitri dan M. Bismark. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.5 ; Halaman 519-526 , 2005

Kualitas ekosistem perairan di hutan produksi dipengaruhi oleh teknik penebangan hutan secara konvensional (CNV) dalam hal ini TPTI atau ramah lingkungan (ReducedImpact Logging, RIL). Penelitian pengaruh penebangan terhadap kualitas air bertujuan melihat dari keragaman dan populasi benthos di perairan CNV dan RIL dan menjadikan keragaman benthos sebagai indikator kualitas perairan. Metode penentuan lokasi pengambilan contoh adalah purposive random sampling dan parameter yang diteliti adalah kualitas fisik dan kimia air, keragaman benthos, serta tekstur dasar sungai. Hasil penelitian menunjukkanbahwa keragaman benthos di CNV dipengaruhi oleh

Page 49: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

49

BOD dan COD, sedangkan di perairan RIL, dipengaruhi oleh DO. Kandungan hara yang diindikasikan dari jumlah nitrogen dan fosfat di kawasan RIL lebih tinggi daripada di CNV. Dari 15 jenis benthos yang teridentifikasi di lokasi penelitian termasuk ke dalam 9 ordo. Jenis yang penyebarannya luas atau dengan frekuensi keberadaannya tinggi adalah Laccophylus sp. (Coleoptera), Hagenius sp. (Odonata), Palaemonetes sp. (Decapoda), dan Macrobrachium sp. (Decapoda). Keberadaan jenis benthos ini dipengaruhi oleh substrat dasar sungai di ekosistem perairan, di mana CNV lebih banyak mengandung tanah lempung dan Hat dibandingkan dengan di perairan RIL, sehingga populasi benthos lebih tinggi, yaitu 180 individu per m2 dibandingkan dengan 108,75 individu per m2. Keberadaan jenis benthos tersebut menunjukkan kualitas air tergolong dalam kategori bersih. Kata kunci: Reduced Impact Logging (RIL), Conventional Logging (CNV), kualitas air,

benthos, substrat sungai Sawitri, Reny Evaluasi tingkat kelayakan ekonomi pengusahaan Taman Wisata Alam (TWA) Pananjung Pangandaran = Evaluation of economic feasibility of Pananjung Pangandaran Recreational Park / Reny sawitri, N.M. Heriyanto, dan R. Garsetiasih. -- Info Hutan : Volume II No.3 ; Halaman 181-192 , 2005

Pananjung Pangandaran diusahakan sebagai kawasan wisata alam karena potensi pemandangan dan sumberdaya alamnya bempa vegetasi, satwaliar, pantai, taman laut, gua, dan batu bersejarah. Tujuan studi ini adalah mengevaluasi tingkat kelayakan ekonomi dengan mengetahui total pendapatan, kelayakan finansial pengusahaan Taman Wisata Alam (TWA), dan pengaruhnya terhadap sosial ekonomi masyarakat Desa Pangandaran. Metoda yang digunakan adalah Discounted Cash Flow (DCF) dari Net Present Value (NPV) dan Benefit Cost Ratio (BCR) didasarkan pada rekapitulasi data jumlah pengunjung, harga tiket, investasi fasilitas pariwisata, dan biaya pengusahaan. Penelitian ini juga dilakukan dengan wawancara kepada masyarakat disertai studi literatur monografi penduduk Desa Pananjung. Total pendapatan dari banyaknya pengunjung pada tahun 1993-2002 adalah sebesar Rp 2.154.570.800,-. Dari hasil analisis DCF diketahui bahwa nilai NPV sebesar Rp 1.326.178.100,- dan BCR sebesar 260 %. Selanjutnya, TWA ini berpengaruh terhadap masyarakat Desa Pangandaran dapat dilihat dari pendapatan masyarakat yang umumnya berasal dari sektor jasa (85 %) dan adanya kecenderungan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, serta lingkungan hidup yang lebih baik. Dengan demikian, evaluasi tingkat kelayakan ekonomi pengusahaan Pananjung Pangandaran mengindikasikan layak diusahakan sebagai taman wisata alam. Kata kunci : Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, analisa DCF, sosial dan

ekonomi masyarakat

Sidiyasa, Kade

Page 50: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

50

Habitat dan potensi regenerasi pohon pakan bekantan (Nasalis larvatus) di Kuala Samboja Kalimantan Timur = Habitat and potency of proboscis monkey's (Nasalis larvatus) food trees regeneration in Kuala Sumba East Kalimantan / Kade Sidiyasa, Noorhidayah dan Amir Ma'ruf. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.4 ; Halaman 409-416 , 2005

Bekantan (Nasalis larvatus) yang merupakan salah satu satwa endemik di Kalimantan juga dijumpai pada hutan mangrove di Kuala Samboja Kalimantan Timur. Kondisi habitat dan potensi regenerasi pohon pakannya telah diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sonneratia caseolaris sebagai sumber pakan utama bekantan mendominasi tegakan pada semua tingkat pertumbuhan (pohon, pancang, semai). Berdasarkan penyebaran kelas diameter batang, proses regenerasi alami pada tingkat pohon berlangsung dengan sangat baik yang dicirikan oleh kehadiran pohon-pohon yang berdiameter batang kecil (10-20 cm) dengan jumlah terbanyak. Kondisi regenerasi yang baik tidak dijumpai pada tingkat pancang dan semai. Terutama pada tingkat semai bahkan sangat rendah, hanya terdapat sebanyak 39,68 semai/ha. Tidak ada anakan dari jenis pohon lain yang tercatat pada tingkat semai. S. caseolaris diketahui sebagai sumber pakan yang utama bagi bekantan di Kuala Samboja. Kata kunci: Bekantan, regenerasi, pohon pakan, Sonneratia caseolaris, Kalimantan

Timur

Siregar, Chairil Anwar Pemanfaatan arang untuk memperbaiki kesuburan tanah dan pertumbuhan Acacia mangium / Chairil Anwar Siregar. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 15-23 , 2005

Arang merupakan salah satu sumber energi penting di negara-negara berkembang. Arang memiliki fungsi yang efektif untuk fiksasi dan inaktivasi karbon di atmosfer, serta untuk konservasi lingkungan sebagai kondisioner tanah atau perangsang pertumbuhan tanaman. Di lain pihak, pemanfaatan arang di sektor kehutanan, terutama hutan tanaman industri, belum banyak diperkenalkan karena tidak tersedianya informasi. Teknik aplikasi arang dapat dikembangkan untuk memperbaiki kondisi tanah pada pembangunan hutan tanaman. Acacia mangium merupakan salah satu jenis yang paling penting dalam hutan tanaman industri di Indonesia. Meskipun A. mangium sudah mampu beradaptasi lebih baik dengan sebagian besar iklim di Indonesia, tetapi teknik penanaman pada lahan terdegradasi seperti lahan alang-alang belum banyak dilaksanakan. Penelitian rumah kaca ini dirancang untuk mengetahui tingkat efektivitas arang yang ditambahkan pada tanah miskin hara terhadap pertumbuhan Acacia mangium umur 6 bulan. Perlakuan arang yang diberikan adalah 0, 10, 15, dan 20% (v/v). Tanah diambil dari horizon B yang termasuk dalam Orthic Acrisol (Very fine, mixed, semiactive, isohyperthermic, Typic Paleudult). Tanah disaring dengan saringan tanah ukuran 5 mm dan dicampur dengan arang sebelum dimasukkan ke pot. Berat tanah untuk masing-masing pot adalah 4000

Page 51: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

51

g (berat kering udara). Untuk mengetahui pengaruh aplikasi arang terhadap pertumbuhan tanaman dan sifat kimia tanah, maka digunakan rancangan acak lengkap dengan empat ulangan. Penambahan arang ke tanah meningkatkan secara nyata tinggi dan diameter semai jika dibandingkan dengan kontrol. Pemberian arang dengan konsentrasi lebih dari 10 % memberikan pengaruh yang sedikit terhadap pertumbuhan. Berat kering akar tidak dipengaruhi oleh aplikasi arang. Secara morfologis, aplikasi arang mampu meningkatkan secara nyata rasio biomasa pucuk terhadap akar tanaman. Sebaliknya, aplikasi arang menurunkan secara nyata rasio berat kering batang dan akar terhadap daun tanaman. Perlakuan arang meningkatkan secara nyata pH tanah, C organik, N total, HCI 25 %-extractable P, HCI 25 % dan Bray-extractable K, basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, Na, dan K), persentase kejenuhan basa, dan menurunkan secara nyata kapasitas tukarkation (CEC, KC11 N-extractable AP* dan H*). Has/7 penelitian inijuga menunjukkan bahwa aplikasi arang pada konsentrasi 10 % mampu memperbaiki ketersediaan hara tanah, dan juga berpengaruh secara nyata memperbaiki pertumbuhan tanaman.

Kata kunci : Aplikasi arang, pertumbuhan, hara tanah, Acacia mangium

Sofyan, Agus Pengaruh umur semai dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit tembesu (Fragaea fragrans Roxb) di persemaian / Agus Sofyan, Mamat Rahmat dan Saiful Islam. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 113-121 , 2005

Beberapa jenis kayu asli yang bernilai ekonomis umumnya belum banyak diketahui teknik silvikulturnya, baik di lapangan maupun di persemaian. Penelitian ini dilakukan di persemaian Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Palembang, Sumatera Selatan. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan dua (2) faktor perlakuan dan tiga (3) ulangan. Pertakuan tersebut adalah umur semai dan takaran pupuk. Jenis yang digunakan adalah tembesu (Fagraea fragrans Roxb). Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur semai dan perlakuan pemupukan tidak berpengaruh nyata, namun interaksi keduanya memberikan pengaruh terhadap persen hidup. Umur semai delapan (8) minggu berpengaruh lebih baik dibandingkan umur semai yang lain. Pemberian pupuk NPK 0,25 gram berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter tetapi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi bibit tembesu.

Kata kunci: Umur semai, pupuk NPK, tembesu (Fagraea fragrans Roxb)

Sofyan, Agus Pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan awal tanaman jati (Tectona grandis Linn) di stasiun penelitian Kemampo Sumatera Selatan / Agus Sofyan ... [et.al] . -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 122-129 , 2005

Page 52: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

52

Jati (Tectona grandis Linn) merupakan jenis kayu mewah yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Walaupun Sumatera Selatan memiliki perbedaan karakter lahan yang berbeda dengan lahan di mana jati berasal, masyarakat Sumatera Selatan sangat antusias untuk menanaminya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemupukan terhadap pertumbuhan anakan jati yang berumur satu tahun di Stasiun Penelitian Kemampo, Sumatera Selatan. Percobaan dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok dengan tujuh perlakuan pemupukan : NPK 67 g, NPK 133 g, NPK 200 g, PMLT 63 g, PMLT 125 g, PMLT 189 g, dan kontrol. Parameter pertumbuhan (diameter dan tinggi anakan) diukur setelah enam bulan perlakuan. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter dan pertambahan tinggi anakan. Kata kunci : Pemupukan, jati, Tectona grandis I.

Sugiarti Keanekaragaman jenis hayati pada ekosistem estuaria di suaka margasatwa Langkat Timur Laut = The biodiversity richness of estuarin ecosystem at North-East Lankat wild reserve / Sugiarti ... [et.al] . -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.3 ; Halaman 259-268 , 2005

Penelitian ini dilaksanakan untukk mengetahui keanekaragaman jenis hayati pada ekosistem estuari di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara. Pengumpulan data tumbuhan menggunakan metode jalur berpetak dengan klasifikasi tumbuhan yaitu pohon, belta, dan semai/tumbuhan bawah. Data satwa menggunakan metode garis transek dan metode penangkapan serta data sifat fisik dan biotik perairan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan estuaria terbagi menjadi 3 (tiga) habitat utama yaitu hutan pantai, hutan mangrove, dan hutan nipah. Keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa tertinggi secara umum ditemukan di hutan mangrove karena merupakan habitat yang lebih stabil dan memiliki produktivitas energy yang lebih tinggi dibandingkan tipe habitat yang lain. Kondisi fisik perairan (penetrasi cahaya, suhu, pH, salinitas, dan debit air) masih tergolong normal dan memungkinkan plankton hidup dengan baik. Kata kunci: Estuaria, keanekaragaman jenis hayati, Karang Gading, Langkat

Suharti, Sri Pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM): peluang usaha, peningkatan kesejahteraan dan permasalahan peningkatan produktivitas / Sri Suharti, Murniati. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 176-185 , 2005

Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) merupakan salah satu upaya nyata yang dilakukan pemerintah dalam rangka mengakomodasi perubahan

Page 53: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

53

paradigma dalam pembangunan kehutanan dan sentralistik dan top-down menuju pembangunan yang partisipatif. Melalui program PHBM, masyarakat yang semula kurang mendapat porsi dalam kegiatan pengelolaan hutan diposisikan menjadi mitra utama pemerintah. Tulisan ini mencoba menyajikan uraian tentang pelaksanaan PHBM di berbagai wilayah, partisipasi masyarakat, peluang usaha, permasalahan peningkatan produktivitas serta sampai seberapa jauh pelaksanaan PHBM mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesertanya. Mengamati perkembangan berbagai sistem pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang telah dilaksanakan pada berbagai daerah serta kontribusinya terhadap pendapatan total masyarakat, nampak bahwa aplikasi program Social Forestry (SF) ini ternyata cukup mampu menjadi salah satu kunci keberhasilan-pengelolaan hutan lestari di masa datang. Implementasi kegiatan SF bukan hanya sekedar aplikasi model pengelolaan kawasan yang inklusif dan kolaboratif dengan cara menanam pohon tetapi lebih dari itu merupakan upaya untuk membangun paradigma pengelolaan hutan yang multipihak dengan menempatkan masyarakat sebagai aktor utama. Oleh karena itu diperlukan kesediaan seluruh pihak untuk benar-benar bersedia berbagi peran, hak (termasuk bagi hasil tanaman kayu dan non kayu) dan tanggung jawab dalam mengelola hutan bersama. Pendampingan, pembinaan, serta monitoring dan evaluasi dari setiap tahapan kegiatan secara intensif dan berkesinambungan sangat diperlukan untuk menjamin kelestarian kegiatan yang telah dirintis sebelumnya. Kata kunci: Social Forestry, sharing, sosial ekonomi, kesejahteraan

masyarakat, multipihak

Suharti, Sri Pola kolaboratif dalam pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) Haurbentes = Collaborative model in management of Haurbentes forest area for special purpose / Sri Suharti, Tati Rostiwati dan Nina Mindawati. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.5 ; Halaman 527-537 , 2005

Pengelolaan KHDTK merupakan bentuk pengelolaan kawasan hutan yang baru di sektor kehutanan. KHDTK diperuntukkan bagi kegiatan penelitian dan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan serta keperluan budaya dan religi. Hutan Penelitian Haurbentes sesuai Keputusan Menteri Kehutanan No. 289 yang sebelumnya seluas 60 ha dan dibangun pada tahun 1940 sekarang diperluas menjadi 100 ha. Dengan bertambahnya luas hutan yang harus dikelola dan berubahnya status menjadi KHDTK yang implikasinya akan melibatkan lebih banyak parapihak/ stakeholder (masyarakat setempat, Perhutani, pemda setempat, perguruan tinggi, dan instansi penelitian lainnya), maka tujuan pengelolaannyapun akan lebih luas dan beragam dari sebelumnya. Untuk mengantisipasi kondisi yang ada serta dalam rangka meningkatkan efektifitas pengelolaan kawasan, maka perlu dibuat Rencana Kerja Kolaboratif KHDTK Hutan Penelitian Haurbentes. Tujuan penelitian adalah untuk menggali potensi yang ada yang bisa dikolaboratifkan dengan berbagai stakeholder serta tersedianya acuan berupa langkah-langkah yang perlu dilakukan segera di HP Haurbentes dan acuan dasar bagi

Page 54: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

54

penyusunan Rencana Tindak (Action Plan) untuk pengelolaan jangka panjang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metoda survai dan dilanjutkan dengan Focus Group Discussion/FGD. Pemilihan sampel responden dilakukan sccarapurposive random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peluang kerjasama kolaborasi di KHDTK Haurbentes sangat prospektif untuk dilakukan. Hasil wawancara dengan respoden terpilih menunjukkan bahwa berbagai stakeholder yang terkait dengan keberadaan KHDTK Haurbentes sangat berminat untuk mengadakan kerjasama secara intensif dengan Badan Litbang Kehutanan sebagai pengelola KHDTK: Beberapa masalah yang perlu diantisipasi antara lain adalah kejelasan hak dan kewajiban/ tanggung jawab, pembagian keuntungan dan resiko, masalah dana, upaya peningkatan kesadaran dan kemandirian masyarakat setempat serta pengawasan kegiatan yang berlangsung di KHDTK. Untuk merealisasikan agar kerjasama tersebut benar-benar dapat memberikan manfaat yang nyata, beberapa upaya adaptasi/modifikasi dalam pengelolaan KHDTK termasuk struktur organisasinya perlu dilakukan. Selain itu, pertemuan/diskusi secara rutin dan intensif dengan pihak-pihak yang bekerjasama perlu dilakukan agar berbagai masalah yang timbul dari adanya kerjasama tersebut dapat diantisipasi sebelumnya. Kata kunci: KHDTK Haurbentes, rencana pengelolaan, kolaborasi, stakeholder

Suharti, Sri Integrasi program gerhan dan social forestry melalui pengembangan komoditianeka usaha kehutanan / Sri Suharti. -- Prosiding ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 169-175 , 2005

Kegagalan berbagai program yang telah digulirkan pemerintah di masa lalu telah menyebabkan kondisi hutan dan kehutanan di Indonesia mencapai titik yang sangat mengkhawatirkan. Jika hal ini dibiarkan maka tidak lama lagi hutan di Indonesia hanya akan tinggal menjadi kenangan/sejarah masa lalu. Untuk mengatasi hal ini, pada akhir tahun 2002 pemerintah telah menetapkan dua program strategis Departemen Kehutanan yaitu program GERHAN dan Social Forestry. Tujuan pelaksanaan kedua program tersebut adalah merehabilitasi kawasan hutan yang rusak dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Agarpelaksanaan kedua program dapat berjalan secara efisien sehingga memberikan hasil yang optimal, kedua program strategis tersebut dapat diintegrasikan dan dilaksanakan secara simultan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mengintegrasikan program GERHAN dan Social Forestry adalah melalui pengembangan komoditi Aneka Usaha Kehutanan yang selain mempunyai fungsi rehabilitasi, juga mampu memberikan kontribusi pendapatan secara layak dan signifikan kepada masyarakat sekitar. Tulisan ini mencoba menguraikan tentang prospek pengintegrasian pola-pola kegiatan dalam program GERHAN dengan bentuk-bentuk kegiatan yang dikembangkan dalam program Social Forestry melalui pengembangan komoditi Aneka Usaha Kehutanan. Berbagai permasalahan yang perlu diantisipasi dalam kegiatan integrasi antara lain adalah masalah ketersediaan modal usaha, sharing hasil, penetapan hak, tanggung jawab dan sanksi serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Oleh karena itu dalam kegiatan integrasi ini diperlukan tidak hanya persiapan dan perencanaan yang matang namun juga persamaan persepsi tentang tujuan kegiatan integrasi GERHAN dan Social Forestry dan semua stakeholder yang terlibat.

Page 55: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

55

Kata kunci: Program strategis, simultan, prospektif, wanafarma, non kayu, sosial ekonomi masyarakat

Suharti, Tati Nilai ekonomi penurunan daun tebang Acacia mangium Willd di hutan tanaman industri PT. Arara Abadi, Riau = The Economic value of cutting cycle reduction of Acacia mangium Willd. at Arara Abadi industrial plantation forest concession, Riau / Sri Suharti dan Asmanah Widiarti. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol. II (6) ; Halaman 619-630 , 2005

Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan produktivitas lahan hutan dan sekaligus penyediaan bahan baku industri perkayuan. Jenis tanaman yang umumnya dikembangkan adalah jenis-jenis tumbuh cepat (fast growing species) dan tidak menuntut persyaratan tumbuh yang tinggi seperti Acacia mangium Willd. Untuk lebih mendorong perluasan pembangunan HTI, PT. Arara Abadi mengusulkan agar daur rata-rata tanaman A. mangium diturunkan menjadi 6 tahun dengan kisaran antara 5-8 tahun dari daur semula 8 tahun. Dengan adanya penurunan daur tanam, intensitas serta frekuensi kegiatan secara keseluruhan akan meningkat sehingga secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan pendapatan serta kesempatan kerja masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pada daur tanam berapa tahun yang dapat memberikan kontribusi pendapatan yang optimum bagi perusahaan dan sekaligus meningkatkan kesempatan kerja pada masyarakat di sekitarnya. Pengkajian terhadap nilai ekonomi penurunan daur A mangium dilaksanakan di HPH PT. Arara Abadi Riau. Data yang digunakan berasal dari hasil observasi lapangan, data sekunder perusahaan, laporan RKPHTI perusahaan serta penetapan beberapa asumsi untuk berbagai peihitungan ekonomi yang diperlukan. Analisis dilakukan dengan mempelajari semua biaya produksi dan penerimaan dari tegakan A. mangium pada berbagai kelas bonita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil analisis finansial dengan menggunakan berbagai kriteria (Net Present Value/NPV dan Benefit/Cost ratio/B/C ratio pada tingkat bunga pasar 16-18% per tahun, serta Internal Rate of Return/IKR), pendapatan optimum diperoleh pada daur tebangan 6 tahun. Kata kunci: Hutan Tanaman Industri (HTJ), Acacia mangium Willd., analisis finansial, NPV, IRR,

B/C ratio

Sumarhani Uji coba padi gogo (Oriza sativa) tahan naungan dengan sistem wanatani dibawah tegakan hutan tanaman jati (Tectona grandis) di BPKH Jambang Kulon Jawa Barat = Trial of shade tolerant on dry field rice in agroforestry system under teak plantantion forest (Tectona grandis) at Jampang Kulon South Sulawesi province / Sumarhani, Harun Alrasyid dan Yeti Heryatti . -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.3 ; Halaman 227-239 , 2005

Page 56: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

56

Percobaan penanaman padi gogo tahan naungan di bawah tegakan hutan tanaman jati telah dilakukan di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jampang Kulon, Jawa Barat. Tujuan penelitian yaitu untuk mendapatkan galur/varietas padi gogo tahan naungan yang potensial untuk dikembangkan di bawah tegakan hutan tanaman jati dan memberikan pengaruh baik terhadap pertumbuhan jati. Di dalam penelitian ini menggunakan 5 galur/varietas padi gogo di bawah tegakan jati umur 3 tahun, 14 tahun, dan 26 tahun. Penelitian ini menggunakan rancangan Split Plot Design dengan perlakuan 3 klas umur jati sebagi petak utama dan 5 galur/varietas padi gogo sebagai anak petak, yang masing – masing di ulang 4 kali. Ukuran petak utama masing – masing ialah 36 m x 35 m dan anak petak ialah 4 m x 5 m. Hasil uji coba memperlihatkan bahwa 5 galur/varietas padi gogo yang tahan naungan, tahan kekeringan, toleran terhadap tanah asam, dan berumur genjah dapat tumbuh dengan baik di bawah tegakan hutan tanaman jati umur 3 tahun (70,25%) dengan intensitas cahaya 70,28% daripada tegakan jati umur 14 dan 26 tahun. Produksi padi gogo yang tinggi adalah galur Dt-15/II/KK (2.487,50 gr/20m2) dan varietas jatiluhur (2.725,00 gr/20 m2). Kedua galur/varietas padi tersebut mempunyai prospek yang baik sebagai komoditi tanaman pangan dengan sistem wanatani/agroforestry di bawah tegakan hutan tanaman jati. Padi gogo galur Dt-15/II/KU dan varietas jatiluhur mempunyai peluang dikembangkan melalui penelitian pengembangan dalam skala luar. Kata kunci: Tectona grandis, padi gogo galur Dt-15/II/KK, dan varietas jatiluhur, wanatani

Sumarhani Pengelolaan hutan bersama masyarakat: sebagai solusi rehabilitasi hutan dan lahan di KPH Ciamis, KPH Sumedang dan KPH Tasikmalaya / Sumarhani. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 91-100 , 2005

Hutan sebagai aset dan modal pembangunan nasional mempunyai peranan penting bagi penyangga kehidupan dan penggerak perekonomian bangsa Indonesia. Namun, kondisi hutan saat ini cenderung mengalami penurunan. Adanya konversi hutan untuk pembangunan bidang lain (industri, pertambangan, dan pemukiman), perambahan hutan, kebakaran hutan, dan penebangan liar menjadi penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas hutan. Laju kerusakan hutan pada tiga pulau besaryakni Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi antara tahun 1985-1997 sebesar 1,6-2 juta ha/th. Selama kurun waktu tiga tahun berikutnya (1997-2000), laju kerusakan hutan pada lima pulau besar (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian) meningkat mencapai 3,51 juta ha/th. Pengelolaan hutan lestari yang selama ini didengung-dengungkan ternyata mengalami kegagalan. Pengelolaan hutan konvensionai bersifat sentraiistik dan lebih berorientasi pada produk kayu dengan distribusi hasil tidak merata. Selain itu, masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan tidak banyak dilibatkan dalam setiap tahapan pengelolaan hutan, masyarakat hanya sebatas sebagai buruh bukan sebagai mitra sejajar. Untuk itu pengelolaan hutan saat ini perlu melibatkan peran aktif masyarakat sekitar hutan

Page 57: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

57

sebagai pelaku utama. Upaya merehabilitasi hutan dan lahan yang terdegradasi serta mengakomodir keterlibatan masyarakat secara aktif dalam pengelolaan hutan, telah dirintis oleh Perum Perhutani melalui program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PSHBM) atau biasa disebut PHBM. Makalah ini membahas beberapa model PHBM yang dilaksanakan di RPH Banjarsari (KPH Ciamis), RPH Tanjungkerta (KPH Sumedang), dan RPH Cineam (KPH Tasikmalaya). Prediksi panen sengon di areal tanaman jati, RPH Banjarsari menunjukkan bahwa petani akan memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 1.767.857,-/th/0,25ha. Di RPH Tanjungkerta pendapatan bersih petani vanili di bawah tegakan pinus adalah Rp 7.275.575,-/th/ha dan di RPH Cineam pendapatan bersih petani dan kapulaga basah adalah Rp 600.000,-.Ah/ha. Kata kunci: Partisipatif, jiwa berbagi, berbasis, bagi hasil

Suryanto Analisis komposisi, riap, dan regresi antara diameter dengan riap pada hutan penelitian Sangai, Kalimantan Tengah = Analysis of Composition, Icrement, and Regression Between Diameter and Increment of Sangai Research Forest Station, Central Kalimantan / Suryanto, Ayi Suyana, dan Supianto. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.5 ; Halaman 437-448 , 2005

Sasaran penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi, riap, dan hubungan regresi antara riap dan diameter. Data yang dianalisis adalah data dasar stasiun penelitian hutan Sangai, tahun pengukuran 1993-1996 dan 2003. Analisis data menggunakan metode validasi melalui rumus-rumus persamaan distribusi normal. Penelitian ini memberikan hasil bahwa pada 15 petak inti terdapat 63 famili, meliputi 407 jenis dari 8.768 individu pohon. Berdasarkan kelas diameternya, kecenderungan dominasi kelompok jenis non-dipterocarpaceae terdapat pada pohon-pohon bei diameter kecil (10 cm) dan terus menurun hingga diameter medium (60 cm). Berikutnya, kelompok jenis dipterocarpaceae lebih mendominasi pada kelas diameter besar (60 cm ke atas). Kecenderungan dominasi kelompok jenis dipterocarpaceae pada kelas diameter besar ini mengakibatkan dominasinya pada kriteria volume dan basal area. Kelompokjenis dipterocarpaceae memiliki nilai riap rata-rata yang lebih tinggi daripadakelompok jenis non dipterocarpaceae, untuk semua kelas diameter. Pada kelompokjenis dipterocarpaceae, riap dimulai pada nilai 0,33 cm/tahun pada kelas diameter di bawah 20 cm, kemudian nilai riap menunjukkan pergerakan menaik hingga tertinggi pada kelas diameter 40-50 cm, yaitu 0,56cm/tahun dan kembali menurun hingga nilai riap 0,35cm/ tahun pada kelas diameter di atas 100 cm. Pada kelompokjenis non dipterocarpaceae, riap dimulai pada nilai 0,22 cm/tahun pada kelas diameter di bawah 20 cm, kemudian nilai riap menunjukkan pergerakan menaik hingga tertinggi pada kelas diameter 30-40 cm, yaitu 0,30 cm/tahun dan kembali menurun hingga nilai riap 0,26 cm/tahun pada kelas diameter di atas 100 cm. Pada analisis regresi berikutnya menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan regresi yang signifikan antara riap dengan

Page 58: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

58

diameternya pada empat jenis persamaan yang diuji, yaitu persaman linear, kuadrat, kubik, dan logaritma. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai koefisien determinasi yang kecil, yaitu antara 0,05-0,20, yang berarti hanya sebesar 5-20 % variabel riap dapat dijelaskan oleh variabel diameter melalui persaman tersebut. Berdasarkan hasil tiga analisis pada penelitian ini, dapat ditarik sebuah sintesa bahwa dinamika hutan dibentuk atas kinerja tiga sistem yang kompleks, yaitu sistem hara dan cahaya, sistem riap, dan sistem regenerasi. Tiga sistem dinamika tersebut berjalan dalam mekanisme persaingan yang sempurna, namun atas dasar mekanisme persaingan tersebut tercipta kondisi pendorong dan pembatas'yang membentuk keseimbangan dalam dinamika hutan hujan tersebut. Kata kunci: Dipterocarpaceae, non-dipterocarpaceae, kelas diameter, komposisi, riap,

regresi, dinamika hutan

Susanty, Farida Herry Dinamika struktur tegakan tinggal umur 2, 5 dan 8 tahun setelah penebangan di Longbangun Kalimantan Timur = Diynamic structure of standing stock on age 2, 5 and 8 years after logging in Longbangun East Kalimantan / Farida Herry Susanty. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.4 ; Halaman 399-407 , 2005

Beberapa aspek penting yang diperlukan dalam manajemen hutan alam produksi dalam mencapai kelestarian meliputi aspek produksi yang berkaitan dengan perencanaan produksi, aspek ekologi yang berkaitan dengan pengaruh sistem penebangan yang diterapkan, dan aspek produktivitas (terutama dalam memperbaiki kualitasdan kuantitas tegakan setelah penebangan). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi sebagai masukan bagi pengaturan hasil hutan alam produksi terutama untuk rotasi kedua. Penelitian ini dilaksanakan pada satu konsesi Unit Manajemen Hutan di areal Long Bagun Kalimantan Timur, yang bertujuan untuk menyediakan data dan informasi tegakan tinggal pada hutan alam produksi setelah penebangan yang meliputi: struktur tegakan tinggal pada umur 2 tahun (Rencana Karya Tahunan/RKT 2001), 5 tahun (RKT 1998/1999), 8 tahun (RKT 1995/ 1996) setelah penebangan, dan hutan primer sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pertumbuhan dipengaruhi oleh sistem penebangan. Karakteristik tegakan (risalah tegakan, tapak, dan input silvikultur/ pemeliharaan) perlu dipertimbangkan untuk membangun model-model dinamika pertumbuhan pada hutan bekas tebangan. Bentuk struktur tegakan tinggal hutan alam bekas tebangan berdasarkan nilai kerapatan (jumlah batang per ha) dalam distribusi kelas diameter umumnya mengikuti bentuk kurva De Lio Court atau kurva J-terbalik, kecuali pada Logged Over Area (LOA) 5 (RKT 1998/1999). Berdasarkan nilai kerapatan tegakan untuk tingkat tiang dan pohon, menunjukkan bahwa pada LOA 8 sebesar 432 batang/ha, LOA 2 sebesar 313 batang/ha, dan LOA 5 sebesar 246 batang/ha. Kondisi serupa juga ditunjukkan pada nilai dominansi (bidang dasar per ha) adalah sebagai berikut: pada LOA 8 (27,97 mVha), LOA 2 (25,10 m2/ha), dan LOA 5 (19,74 mVha). Sementara pada hutan primer (sebagai kontrol) memliki nilai kerapatan sebesar

Page 59: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

59

526 batang/ha dengan nilai bidang dasar sebesar 38,1 mVha. Tegakan tinggal hutan bekas tebangan pada tapak Long Bagun menunjukkan bentuk pertumbuhan yang positif, terutama pada LOA 2 dan LOA 8, sementara pada LOA 5 memliki kuantitas tegakan yang lebih kecil. Kata kunci : Struktur, tegakan tinggal, kerapatan, bidang dasar, hutan bekas tebangan

Susila, I Wayan Widhana Produktivitas tanaman reboisasi jenis johar di desa Sillu-Fatuleu, Kupang = Productivity of Johar (Cassia siamea) Plantation at Sillu-Fatuleu, Kupang / I Wayan Widhana Susila. -- Info Hutan : Volume II No.3 ; Halaman 205-214 , 2005

Jenis johar (Cassia siamea) merupakan salah satu komoditi yang banyak dikembangkan pada program toatanAatiatnan. diTknoi. Ka.'yunya dapat dimanfaatkan untuk baharibaagunandanalatmmaritang,g,a. Informasi tentang hutan tanaman johar di daerah Sillu masih bersifar kualitatif, sedangkan data kuantitatifnya belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi riap dan model pertumbuhan untuk pengelolaan tegakan johar yang lestari. Penelitian dilaksanakan di Sillu, Fatuleu-Kupang dengan pembuatan dan pengukuran satu seri petak ukur permanen (PUP) ukuran 70 m x 70 m (3 PUP) pada tegakan johar tahun tanam 1994 secara berulang dari tahun 1995 sampai dengan 2001. Hasil penelitian menunjukkan bahwa riap rata-rata tahunan (MAI) sampai umur tegakan tujuh tahun adalah MAI-diameter = 2,62 cm dan MAI-tinggi pohon = 1,52 m; dengan perkembangan MAI (diameter dan tinggi) dari umur satu tahun sampai tujuh tahun relatif cenderung meningkat. Model pertumbuhan yang dapat disusun berdasarkan nilai kesalahan bakunya adalah:

• MAI-t = -5,7387X2 + 54,1556X+3,9373;denganR2=81,4%danSe= 13,34% • MAI-d = 1,2006 X2 + 0,0482 x; dengan R2 = 14,67 % dan Se = 24,45 %

Kata kunci: Johar, pertumbuhan tegakan, riap, model pertumbuhan dan riap

Susila, I Wayan Widhana Produktivitas tegakan hutan tanaman mahoni di Kanar Sumbawa dan Takari Kupang = Productivity of mahagony (Sweitenia macropylla King) plantation at Kanar, Sumbawa and Takari Kupang / I Wayan Widhana Susila, Gerson ND Njurumana. -- Info Hutan : Volume II No.4 ; Halaman 273-279 , 2005

Jenis mahoni (Sweitenia macrophylla King) merupakan salah satu komoditi yang banyak dikembangkan pada program hutan tanaman industri di Timor. Kayunya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bangunan, perkakas rumah tangga, dan bahan baku kerajinan. Informasi tentang hutan tanaman mahoni di Kanar dan Takari masih bersifat kualitatif, sedangkan data kuantitatifnya belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi nap dan

Page 60: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

60

model pertumbuhan dan hasil untuk pengelolaan tegakan mahoni yang lestari. Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan Kanar, Kabupaten Sumbawa dan kawasan hutan Takari, Kabupaten Kupang dengan pembuatan dan pengukuran masing-masing satu sen petak ukur permanen (PUP) ukuran 3mx70mx70m(3 PUP) pada tegakan tahun tanam 1992 (Kanar) dan 1991 (Takari) secara berulang dari tahun 1997 sampai dengan 2001. Hasil penelitian rrienunjukkan bahwa nap rata-rata tahunan (MAI) di Kanar sampai umur tegakan 10 tahun adalah MAI-diameter = 1,84 cm dan MAI-tinggi = 1,32 m; sedangkan di Takari adalah MAI-diameter = 1,28 cm dan MAI-tinggi pohon = 0,96 m. Model pertumbuhan yang dapat disusun berdasarkan nilai kesalahan bakunya adalah: • Kanar Sumbawa: MAI-t (m) = 1,0732 X-0,0703 X2-2,6237; MAI-d (cm) = 0,9579+0,0821x; T

(m) = 1,8717+0,2210x; dan D (cm)=2,3572+0,2285x.Takari Kupang: MAI-t (m)= l,0795-0,0249x; MAI-d (cm) = 0,7354+0,0565x; CAI-t(m)= 19,6900- 4,7672X+0339X2;CAI- d(cm) = 0,3957 + 0,1583x; T(m) = 3,5880 + 0,0961x; dan D (cm)= 2,8147 + 0,1628x.

Kata kunci: Mahoni, pertumbuhan tegakan, riap, model pertumbuhan dan riap

Sutiyono Budidaya bambu untuk bahan kertas / Sutiyono. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 145-156 , 2005

Bambu dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku industri pulp setelah fraksi bukan serat (lignin dan zat ekstraktif) dihilangkan melalui proses kimia atau semi kimia. Serat bambu tergolong serat panjang sehingga berpotensi sebagai substitusi serat panjang yang dihasilkan dari kayu daun jarum. Mengingat potensi jenis dan potensi kemampuan tumbuh di Indonesia sangat besar maka pengembangan bambu melalui budidaya untuk bahan kertas perlu dipertimbangkan. Tulisan ini akan menyajikan pertimbangan-pertimbangan teknis budidaya bambu untuk kertas seperti memilih jenis bambu, memilih tempat, dan menata struktur batang dalam rumpun. Juga diinformasikan kebijakan dan strategi pengembangan bambu yang telah digariskan oleh Departemen Kehutanan. Kata kunci: Bambu, serat panjang, kertas, budidaya, memilih jenis, memilih tempat

Suwandi Aplikasi pupuk lambat tersedia terhadap pertumbuhan beberapa jenis stek murbei (Morus spp.) pada media tanah podzolik merah kuning = The Application of slow release fertilizer (SRF) on the growth of several mulberry stump on the red yellow podzolik soil media / Suwandi, Eka Novriyatni, Syasri Jannetta. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol. II (6) ; Halaman 631-637 , 2005

Page 61: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

61

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang besarnya pengaruh perlakuan dosis pupuk lambat tersedia terhadap pertumbuhan berbagai jenis stek murbei serta kualitas bibit. Metode penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dalampola faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu faktor A= 4 jenis murbei dan faktor B = 4 tingkat pupuk lambat tersedia (SRF); jumlah satuan unit perlakuan adalah 16, setiap perlakuan diulang tiga kali, dan setiap ulangan terdiri atas empat bibit murbei. Parameter yang diamati adalah panjang tunas, diameter tunas, jumlah daun, dan panjang akar stek murbei umur tiga bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan dosis SRF pada berbagai stek murbei memperlihatkan respon yang nyata terhadap parameter panjang tunas, diameter tunas, jumlah daun, dan panjang akar. Perlakuan terbaikpada Moms khumpai denganpanjang tunas rata-rata 36,3 cm, diameter tunas 0,3 cm, dan jumlah daun 36,3/pohon. Sedangkan pada perlakuan berbagai dosis SRF perlakuan 0,9 g/stek berpengaruh nyata pada panjang tunas rata-rata 30,1 cm, diameter tunas 0,3 cm, dan jumlah daun 14,7/pohon. Interaksi kedua perlakuan tersebut berpengaruh nyata pada panjang akar, dan pengaruh terbaik pada M. alba dengan dosis SRF 0,9 g/stek yaitu 57,0 cm. Kata kunci : Moms sp., SRF, pupuk lambat larut, pakan Takandjandji, Mariana Pertumbuhan dan perkembangan tanduk rusa timor di penangkaran Oilsonbai = The growth and development of antler rusa Timor's at Oilsonbai captive breeding / Mariana Takandjandji, Cecep Handoko. -- Info Hutan : Volume II No.4 ; Halaman 311-320 , 2005

Tanduk hanya dimiliki oleh rusa jantan dan tanduk tersebut bercabang-cabang. Tanduk terbentuk oleh jaringan tulang dan diawali dengan pertumbuhan pedikel (bungkul) yang terdapat di kepala. Selama masa pertumbuhannya, tanduk rusa terbungkus oleh kulit yang dinamakan velvet. Velvet kemudian mengelupas dan mengering, hingga muncullah tanduk yang sempurna (keras). Tanduk rusa sangat digemari orang untuk dijadikan bahan ramuan obat dan cindera mata (souvenir). Selain itu, tandukjuga berfungsi sebagai senjata dan merupakan lambang keperkasaan dari seekor rusa jantan terutama dalam suatu musim perkawinan. Namun tandukjuga merupakan suatu ancaman bagi sesama rusa dan manusia. Untuk mempertahankan fungsi sekaligus menghindari terjadi cedera yangberkepanjangan, perlu diketahui pertumbuhan dan perkembangan serta pengguguran tanduk rusa. Suatu pengamatan telah dilakukan di lokasi penangkaran rusa timor di Oilsonbai, Kecamatan Maulafa, Kotamadya Kupang, Provinsi NTT dengan maksud untuk mengetahui dan mendapatkan informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan serta pelepasan tanduk. Pengamatan dilakukan pada lima ekor rusa jantan yang berumur enam bulan ke atas. Hasil yang diperoleh adalah musim pertumbuhan dan pengguguran tanduk rusa timor di penangkaran Oilsonbai, NTT rata-rata terjadi pada bulan Maret. Sedangkan umur r ata-rata untuk mencapai kesempumaan tanduk adalah 16,28 bulan di mana umur pertumbuhan tanduk yang pertama (velvet) yakni 10,48 bulan, masa pengelupasan velvet berlangsung selama 3,6 bulan, dan masa untuk kesempumaan tanduk menjadi keras berlangsung selama 2,4 bulan. Jadi, dari mulai pertumbuhan awal sampai mencapai tanduk yang sempuma, membutuhkan waktu 5,10 bulan.

Page 62: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

62

Kata kunci: Tanduk, pedikel, velvet, breeding, testosteron

Triantoro, R.G.N Faktor yang berpengaruh pada kualitas habitat peneluran penyu di suaka margasatwa Jamursba Medi = Factor affecting turtle nesting habitat in Jamursba Medi wildlife reserve forest / R.G.N. Triantoro dan Kuswandi. -- Info Hutan : Volume II No.2 ; Halaman 93-102 , 2005

Suaka Margasatwa Jamursba Medi merupakan salah satu dari 6 (enam) tempat peneluran penyu besar di dunia. Jenis penyu yang dominan bertelur di pantai Jamursba Medi adalah jenis Penyu Belimbing/ Leatherback Turtle (Dermochelys coriacea Vandelli, 1761/ Saat ini habitat penelurannya mulai mengalami penurunan kualitas akibat faktor-faktor alam. Selain itu predator turut memberikan dampak terjadinya penurunan jumlah sarang. Tujuan penelitian untuk mendapatkan faktor-faktor yang berpotensial mengakibatkan penurunan kualitas habitat peneluran dan dampak terhadap jumlah sarang penyu yang dihasilkan. Metode yang dipakai adalah deskriptif dengan teknik observasi. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang mengganggu dalam proses peneluran penyu dan mengakibatkan penurunan kualitas habitat peneluran, meliputi batang kayu, invasi rumput (Ipomoea pescaprae dan Scirpus glosus), bebatuan (batu kali dan kerikil), abrasi (sungai dan laut), sampah alami lainnya (ganggang laut, dedaunan, ranting, cabang, dan akar kayu). Babi dan anjing piaraan merupakan predator utama terhadap keberadaan telur dan tukik yang merupakan akibat tidak langsung dari adanya aktifitas manusia. Dampak terhadap jumlah sarang adalah persentase jumlah sarang terendah terdapat pada pantai bagian ketiga (kotor), diikuti pantai bagian kedua (dibersihkan), dan pantai bagian pertama (bersih alami). Kata kunci : Penyu, penurunan kualitas, habitat peneluran, faktor alami, jumlah saranga

Wahyono, Rachmat Pengembangan jenis cepat tumbuh sebagai pemenuhan kayu pertukangan / Rachmat Wahyono. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 40-44 , 2005

Kerusakan hutan alam di Indonesia akhir-akhir ini meningkat cukup tajam. Upaya memperbaiki kerusakan ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Jika kebutuhan kayu tetap mengandalkan dari hutan alam, maka hal ini sangat tidak mungkin. Dengan demikian sistem pengelolaan hutan alam lestari sangat diperlukan. Salah satu upaya penyelamatan hutan alam adalah dengan mengembangkan hutan tanaman untuk memenuhi kebutuhan industri kayu tersebut, baik untuk kayu serat/pu\p maupun kayu pertukangan. Namun demikian, sampai dengan saat ini pengembangan hutan tanaman agaknya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan kayu serat. Sementara pengembangan hutan tanaman kayu pertukangan masih relatifjauh

Page 63: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

63

dari yang diharapkan. Dalam upaya pengembangan hutan tanaman kayu pertukangan, jenis-jenis cepat tumbuh seyogyanya diprioritaskan agar kebutuhan kayu pertukangan tersebut dapat terpenuhi. Kata kunci: Hutan tanaman, kayu pertukangan, cepat tumbuh

Wibowo, Ari Kerawanan kawasan hutan dan dampak kebakaran terhadap tegakan Pinus mercusii Jungh et de Vrise di KPH Sumedang Jawa Barat = Fire danger and impact of fire to Pinus mercusii Jungh et de Vrise plantantion in forest district of Sumedang West Java / Ari Wibowo. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.1 ; Halaman 1-9 , 2005

Penelitian yang dilakukan di BKPH Sumedang, Jawa Barat ini bertujuan untuk mengetahui kerawanan kebakaran kawasan hutan tanaman Pinus merkusii Jungh. et de Vriese dan dampak kebakaran terhadap tegakan Pinus merkusii Jungh. et de Vriese. Penelitian dilaksanakan melalui observasi terhadap penyebab kebakaran, potensi bahan bakar di bawah tegakan Pinus merkusii Jungh. et de Vriese, kondisi topografi, kondisi cuaca dan perilaku kebakaran yang terjadi serta dampaknya terhadap tegakan pinus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebakaran yang terjadi disebabkan oleh kecerobohan pengunjung yang menggunakan api. Intensitas kebakaran yang terjadi cukup tinggi yang disebabkan oleh tebalnya serasah pinus dan tumbuhan bawah yang padat, topografi yang terjal dan bahan bakar yang kering karena musim kemarau. Tinggi lidah api mencapai 3,4 meter sedangkan tinggi bagian pohon yang hangus mencapai 5,7 meter. Kebakaran mengakibatkan kerusakan tajuk sebesar 62 persen, dan karena batang yang luka untuk penyadapan, sebagian pohon terluka parah setelah terbakar dan akan dilakukan regenerasi dengan tanaman bam. Kata kunci: Pinus merkusii Jungh. et de Vriese, hutan tanaman, kebakaran hutan,

bahaya kebakaran

Wibowo, Ari Kerawanan hutan gambut terhadap kebakaran dan upaya pengendalian di kelompok hutan sungai Kumpeh Jambi = Fire hazard on peat forest and its control effort in sungai Kumpeh forest group Jambi / Ari Wibowo. -- Info Hutan : Volume II No.1 ; Halaman 35-45 , 2005

Penelitian yang dilakukan di hutan rawa gambut pada kelompok hutan Sungai Kumpeh di Jambi, Sumatera, bertujuan untuk mengetahui kerawanan lahan gambut terhadap kebakaran hutan dan untuk mengevaluasi efektivitas sistem pengendalian kebakaran hutan yang diterapkan oleh HPH yang mengelola wilayah tersebut. Penelitian dilakukan melalui pengamatan untuk mengetahui kondisi hutan, kerawanannya terhadap kebakaran, cara pengelolaan dan efektivitas sistem

Page 64: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

64

pengendalian kebakaran yang diterapkan. Hasil penelitian di kelompok hutan Sungai Kumpeh menunjukkan bahwa kawasan hutan umumnya adalah lahan gambut yang hampir selalu digenangi air dan memiliki tipe iklim A atau selalu basah. Meskipun demikian pada musim kemarau panjang khususnya bersamaan dengan kejadian gejala alam El-Nino, kerawanan hutan gambut terhadap kebakaran sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh tebalnya lapisan gambut yang lebih dari satu meter. Dari hasil observasi terlihat bahwa pengelola hutan telah berusaha untuk melindungi kawasannya dari kebakaran meskipun fasilitas dan peralatan masih minim untuk melindungi seluruh kawasan. Dengan pertimbangan luasnya kawasan dan resiko tinggi lahan gambut untuk terbakar pada musim kemarau, sistem pengendalian kebakaran hams lebih ditingkatkan, dengan membentuk 5 regu pemadam kebakaran, peningkatan keterampilan personil melalui latihan dan peningkatan sistem deteksi. Kata kunci: Kebakaran hutan, pengendalian kebakaran, kebakaran gambut

Wibowo, Ari Kerawanan hutan tanaman campuran terhadap kebakaran dan pemilihan jenis tanaman sekat bakar di bagian kesatuan pemangkuan hutan Bayah, Banten = Selection of fire break species in Bayah sub forest district Banten / Ari Wibowo. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.3 ; Halaman 205-213 , 2005

Hutan tanaman sejenis (monokultur) telah diketahui mempunyai tingkat kerawanan terhadap kebakaran yang tinggi, karena kondisinya yang homogen dan terbuka, serta ketersediaan bahan bakar yang melimpah. Hutan tanaman dengan jenis campuran diduga memiliki tingkat kerawanan yang lebih rendah terhadap kebakaran. Penelitian di BKPH Baha, KPH Banten ini bertujuan untuk mengetahui kerawanan hutan campuran terhadap kebakaran, serta mendapatkan jenis tanaman yang baik untuk dikembangkan sebagai tanaman sekat bakar, guna melindungi hutan tanaman dari kerusakan akibat kebakaran hutan. Metode penelitian adalah dengan membandingkan kerawanan hutan tanaman yang baik untuk dikembangkan sebagai penelitian adalah dengan membandingkan kerawanan hutan tanaman campuran terhadap hutan alam dan hutan tanaman monokultur. Sedangkan untuk jenis tanaman sekat bakar dipilih yang terbaik berdasarkan kriteria fisik tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerawanan terhadap kebakaran tidak banyak berbeda dengan hutan tanaman jenis monokultur. Berdasarkan pengamatan dan analisa jenis lamtoro (Leucaena glauca Bth.) mempunyai potensi yang terbaik sebagai tanaman sekat bakar. Kata kunci: Hutan Campuran, jenis tanaman sekat bakar, kerawanan kebakaran

Wibowo, Ari

Page 65: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

65

Penyakit Acacia mangium Wild. di KPH Majalengka dan KPH Banten = Diseases of Acacia mangium Wild. in forest districts of Majalengka and Banten / Ari Wibowo, Illa Anggraeni. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.4 ; Halaman 339-347 , 2005

Permasalahan yang timbul dengan penanaman hutan tanaman industri (HTI) secara monokultur dan dengan skala 1 uas adalah sa ngat rentan t erhadap serangan h ama penyakit. A cacia mangium Wild, adalah jenis yang banyak dikembangkan sebagai tanaman HTI, dan jenis ini telah diketahui diserang oleh berbagai jenis penyakit. Untuk mengetahui berbagai jenis penyakit yang menyerang tanaman Acacia mangium Wild, dilakukan penelitian di KPH Majalengka dan Banten. Pengamatan di lapangan dengan membuat petak-petak pengamatan berukuran 20 x 20 meter persegi pada berbagai umur tanaman Acacia mangium Wild, dan menghitung potensi serangan serta intensitas serangan penyakit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman Acacia mangium Wild, berumur 1 -2 tahun di KPH Majalengka terserang penyakit bercak daun dengan intensitas ringan, sedangkan di KPH Banten, tanaman Acacia mangium Wild, berumur 1-2 tahun terserang penyakit karat daun dan embun jelaga dengan intensitas ringan. Di kedua lokasi pada umumnya tanaman Acacia mangium Wild, yang berumur lebih dari tiga tahun bebas dari penyakit, kecuali ditemukannya penyakit embun jelaga dengan intensitas ringan di KPH Banten. Kata kunci: Acacia mangium Wild., penyakit hutan tanaman, hutan tanaman

Wibowo, Ari Kebakaran pada lahan gambut dan upaya pengendaliannya = Fire in peat land and its control efforts / Ari Wibowo. -- Info Hutan : Volume II No.2 ; Halaman 67-74 , 2005

Hutan rawa gambut adalah salah satu tipe hutan yang ada di Indonesia yang dicirikan dengan lapisan organik tebal dan curah hujan yang tinggi atau beriklim basah. Bahaya utama yang mengancam kelestarian hutan gambut adalah kebakaran yang dapat membunuh semua vegetasi yang ada di atasnya, sulit untuk dikendalikan dan menghasilkan banyak asap. Upaya untuk mencegah kebakaran pada lahan gambut harus dilakukan dengan menghentikan kegiatan konversi hutan gambut, menghentikan pembangunan saluran air pada rawa gambut dan mengawasi praktek tradisional sonor yang membakar lahan gambut untuk pertanian. Selain itu, sejalan dengan peraturan yang ada, setiap unit pengelolaan hutan yang ada di lahan gambut harus melengkapi dengan peralatan yang cukup dan petugas yang terlatih untuk mengendalikan kebakaran hutan.

Kata kunci: Hutan gambut, pengendalian kebakaran

Wibowo, Ari

Page 66: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

66

Dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap polusi udara = Impact of forest and land fires to air pollution / Ari Wibowo. -- Info Hutan : Volume II No.3 ; Halaman 153-160 , 2005

Di Indonesia, kejadian kebakaran hutan dan lahan setiap tahun cenderung semakin meningkat dengan akibat yang sangat merugikan. Salah satu akibat buruk adalah terjadinya polusi udara. Polusi yang berupa asap sangat mengganggu aktivitas karena mempengaruhi jarak pandang dan mengganggu kesehatan masyarakat karena asap akibat kebakaran juga mengandung zat-zat beracun yang berbahaya bagi kesehatan. Selain itu, kebakaran hutan dan lahan akan menghasilkan karbon yang dilepaskan ke atmosfer, sehingga berpengaruh buruk terhadap lingkungan dengan meningkatnya pemanasan global karena efek rumah kaca. Dengan kejadian kebakaran yang berulang, termasuk terjadinya kebakaran dengan besaran sangat besar pada tahun 1997/1998, maka Pemerintah Indonesia harus lebih bersungguh-sungguh dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Dalam hubungannya dengan polusi udara, kegiatan monitoring tingkat pencemaran udara akibat kebakaran hutan perlu diintensifkan, terutama untuk memberikan informasi pada tahap dini, sehingga akibat merugikan terhadap masyarakat dapat dikurangi. Kata kunci: Kebakaran hutan dan lahan, polusi udara, polusi asap

Wibowo, Ari Masalah penebangan liar dan upaya penanggulangannya = The issue of illegal logging and its control effort / Ari Wibowo. -- Info Hutan : Volume II No.4 ; Halaman 291-298 , 2005

Di Indonesia masalah penebangan liar merupakan ancaman terhadap kelestarian hutan. Secara ekonomi, kerugian akibat penebangan liar mencapai Rp 30,42 trilyun per tahun yangberupa 50,7 jutam3kayu ilegal. Maraknya penebangan liar disebabkan oleh lemahnya supremasi hukum, kesenjangan antara produksi lestari hutan dengan kebutuhan bahan baku, kondisi sosial ekonomi masyarakat yang masih rendah, masalah pengelolaan hutan, serta sebab-sebab lainnya. Penebangan liar dapat dilakukan secara sederhana oleh masyarakat untuk bertahan hidup sampai dengan penebangan liar dalam skala besar yang terorganisir dan melibatkan banyak pihak. Akibat dari penebangan liar ini tidak hanya merugikan secara ekonomis tetapi jugamengakibatkan kerusakan lingkungan dan kerugian lain yaituterjadinyadegradasi moral dan sosial budaya masyarakat. Upaya penanggulangan penebangan liar memerlukan komitmen yang kuat dari pemerintah, penegakan supremasi hukum, perbaikan sistem pengelolaan hutan, dan kegiatan lain yang perlu diprogramkan untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

Kata kunci: Penebangan liar, kelestarian hutan

Widyati, Enny

Page 67: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

67

Rehabilitasi lahan bekas tambang batubara melalui perbaikan kualitas tanah dengan metode bioremediasi / Enny Widyati. -- Prosiding Ekspose Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam : Halaman 157-168 , 2005

Sampai saat ini keberhasilan rehabilitasi lahan bekas tambang batubara masih sangat rendah. Hal ini karena kondisi tanah pada lahan tersebut sangat berat untuk mendukung pertumbuhan tanaman akibat adanya fenomena acid mine drainage (AMD) yang mengakibatkan tanah menjadi sangat masam. Rendahnya pH ini akan menghambat ketersediaan unsur-unsur hara makro akan tetapi bahkan meningkatkan kelarutan logam-logam berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi AMD sehingga dapat meningkatkan pH dan KTK serta menurunkan konsentrasi sulfat dan beberapa logam berat dengan memanfaatkan limbah industri kertas (sludge,). Penelitian juga dilakukan untuk mengetahui siapa yang berperan dalam proses bioremediasi, mikrob atau komponen sludge lain, dengan cara sterilisasi sludge dibandingkan dengan sludge yang tidak steril. Sterilisasi tanah dilakukan untuk mengetahui apakah ada interaksi antara mikrob pengkoloni sludge dengan mikrob tempatan indigenous,) tanah. Perlakuan yang diberikan adalah sludge (bioremediasi), fopsoil sebagai standard operational procedure (SOP) dan tanah tanpa. perlakuan (kontrol). Percobaan dilakukan dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 kali ulangan. Untuk memelihara kondisi anaerob maka dilakukan penjenuhan air setiap tiga hari sekali. Variabel yang diukur meliputi pH, KTK, kandungan N, P, K serta Fe, Mn, Zn, dan Cu yang diamati setiap 5 hart selama 15 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakukan bioremediasi memberikan hasil yang paling balk pada peningkatan ketersediaan unsur hara makro (N 3150 %, P 4533 %, K 400 %) diikuti oleh SOP meningkatkan N (800 %) dan P (200 %) dibanding kontrol (100 %). Bioremediasi juga dapat menurunkan konsentrasi kandungan Fe, Mn, Zn dan Cu dengan efisiensi berturut-turut sebesar 98,86 %; 48,05 %; 78,39 % dan 62,51 %. Sedangkan SOP menurunkan konsentrasi Fe (69,02 %), Zn (34,80 %) dan Cu (31,09 %). Namun demikian perlakuan SOP dapat meningkatkan konsentrasi Mn (194,49 %) dibanding kontrol 100 %. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sludge sebagai bahan organik dapat memodifikasi Hngkungan yang memungkinkan berlangsungnya proses bioremediasi dan mikrob yang mengkoloni di dalamnya memacu proses tersebut menjadi lebih cepat. Selama poses bioremediasi tidak terdapat interaksi antara mikrob dalam sludge dengan mikrob tempatan tanah. Dari hasil penelitian ini direkomendasikan bahwa sludge industri kertas mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai agen pembenah tanah pada persiapan lahan dalam kegiatan revegetasi lahan bekas tambang batubara. Kata kunci: Rehabilitasi, lahan bekas tambang batubara, bioremediasi

Widyati, Enny Pemanfaatan sludge industri kertas sebagai agen pembenah tanah pada lahan bekas tambang batubara = The use of pulp and paper sludge as a soil amendment agent on ex-

Page 68: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

68

coal mining site / Enny Widyati...(et.al). -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.II No.2 ; Halaman 127-134 , 2005

Menumbuhkan bibit pada lahan bekas tambang batubara dihadapkan pada berbagai macam kendala akibat kondisi lahan bekas tambang ini yang kurang mendukung karena pH lahan rendah, kandungan bahan organik tanah (BOT) rendah, kapasitas tukar kation (KTK) rendah, kurang seimbangnya unsur hara dan terjadi akumulasi logam berat. Penelitian ini ditujukan untuk memanfaatkan limbah industri kertas {sludge) sebagai agen pembenah tanah untuk memperbaiki kondisi lahan bekas tambang batubara sehingga menjadi lebih optimum untuk menumbuhkan bibit. Diambil 2 kg tanah dari lahan bekas tambang batubara dan ditempatkan pada polibag kemudian dicampur secara homogen dengan masing-masing 0 %, 25 %, dan 50 % dengan sludge dan sludge yang sudah dikomposkan (v/v). Diberi penyiraman setiap 3 hari sekali untuk menirukan kondisi di lapangan. Setelah 2 minggu dilakukan pengukuran pH, KTK, S total, dan kandungan sulfat tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sludge 50 % memberikan hasil yang paling baik, meningkatkan pH 103 %, KTK 167 %, S total dan SO4diturunkan sebanyak 87,05 % dibanding kontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa sludge industri kertas mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai agen pembenah tanah. Kata kunci: Sludge industri kertas, agen pembenah tanah, lahan bekas tambang

batubara

Widiarti, Asmanah Kajian kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar taman hutan rawa Wan Abdul Rachman Lampung = Study on socio economic and cultural condition of local peple surrounding grand forest park Wan Abdul Rachman Lampung / Asmanah Widiarti. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.3 ; Halaman 215-226 , 2005

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kondisi sosial-ekonomi dan budaya masyarakat setempat dalam rangka mencari pendekatan yang paling sesuai untuk pengelolaan kawasan pelestarian. Kajian dilakukan dengan metoda studi deskriptif dan mengambil kasus di empat lokasi desa-desa sekitar Tahura WAR yaitu Sungai Langka, Beringin, Gebang, dan Kateguhan. Hasil kajian menunjukkan bahwa keterbatasan kemampuan masyarakat yaitu hanya di bidang usahatani menjadi masyarakat sangat tergantung pada sumberdaya hutan. Sudah sejak lampau masyarakat membuka kawasan hutan untuk kegiatan pertanian. Rata – rata kepemilikan lahan dalam kawasan bervariasi antara 0,5 – 4 ha per keluarga. Umumnya kepemilikan lahan bersifat warisan atau turun temurun sehingga cenderung mengakibatkan kawasan hutan yang digarap semakin bertambah. Dari lahan dalam kawasan rata – rata memberikan penghasilan sebesar 4.708.637,- atau sumbangannya terhadap pendapatan total keluarga sebesar 62,24%. Ketergantungan masyarakat pada sumberdaya hutan tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, status sosial, jarak dari kawasan, status kekayaan, memiliki pekerjaan atau tidak, tetapi lebih ditujukan oleh sistem pewarisan lahan. Pembangunan

Page 69: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

69

Social Forestry di areal Tahura telah disambut baik oleh masyarakat setempat karena program ini memberikan keleluasaan dan kepastian hukum pada masyarakat untuk memasuki kawasan dan mengambil hasilnya. Namun demikian pelaksanaan Social Forestry masih membutuhkan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi yang terus menerus dari instansi terkait setempat berkaitan dengan sistem budidaya pertanian dan jenis komoditi yang dikembangkan dalam kawasan pelestarian sehingga tidak mengganggu fungsi utamanya. Di samping itu diperlukan aturan – aturan untuk membangun model Social Forestry yang paling sesuai untuk kawasan pelestarian. Upaya mempertahankan kawasan pelestarian dan sekaligus memberikan kesejahteraan masyarakat setempat tidak bisa dipisahkan disebabkan adanya interaksi yang sangat kuat antara masyarakat setempat dengan sumberdaya hutan di sekitarnya.

Kata kunci: Sosial-ekonomi, masyarakat setempat, pelestarian, hutan

Widyati, Enny Keanekaragaman hayati dan efektivitas cendawan mikoriza arbuskula (CMA) pada lahan bekas tambang batubara = Biodiversity and effectiveness of arbuscular mycorrchizal fungi (AMF) isolated from Ex-Coal mining area / Enny Widyati... [et.al]. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Volume II No.3 ; Halaman 295-302 , 2005

Peranan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) dalam membantu pertumbuhan dan ketahanan tanaman yang tumbuh pada lahan marginal seperti lahan bekas tambang sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi keanekaragaman hayati CMA pada lahan bekas tambang batubara dan isolat yang paling efektif untuk membantu pertumbuhan bibit/4cac/a crassicarpa. Isolasi dan pemurnian dilakukan menurut metode Brundett et al. dengan inang Prueariajavanica. Sedangkan uji kompatibilitas dilakukan dengan bibit A. crassicarpa umur 7 hari. Pertumbuhan diamati melalui pengukuran tinggi setiap bulan selama 3 bulan. Setelah 3 bulan bibit dipanen dan diamati nodulasi, biomassa, dan persentase akar terinfeksi CMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lahan bekas tambang batubara di Sumatera Selatan ditemukan Scutelospora sp., Acaulospora sp., dan Glomus sp. Jenis yang mendominasi adalah Glomus sp. Isolat 13 (Glomus sp.) yang diisolasi dari A. auriculiformis merupakan isolat yang paling kompatibel dan efektif, terbukti isolat ini dapat meningkatkan tinggi, biomas, dan nodulasi tanaman^. crassicarpa berturut-turut sebesar 38 %, 201 %, dan 108 %. Isolat ini juga mempunyai produktivitas yang tinggi (256 spora/10 g inokulum) dan infektif (84 %). Dengan demikian, isolat ini dapat dikembangkan sebagai inokulum A. crassicarpa pada kegiatan revegetasi lahan bekas tambang batubara. Kata kunci: Keanekaragaman hayati, cendawan mikoriza arbuskula, isolat efektif dan

kompatibel, lahan bekas tambang batubara

Yafid, Bugris

Page 70: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

70

Permudaan Pinus merkusii Jungh et de Vriese Galur Kerinci, Potensi dan Komposisi Tegakan di Kawasan Hutan Bukit Tapan, Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi = Seedlings of Pinus merkusii et de Vriese Kerinci Strain, Potential and Stand Composition in the Bukit Tapan Forest, Kerinci Seblat National Park, Jambi / Bugris Yafid dan Yusuf S. Jafarsidik. -- Info Hutan : Volume II No.2 ; Halaman 145-152 , 2005

Pengamatan anakan Pinus merkusii Jungh et de Vriese galur Kerinci, potensi dan komposisi tegakan hutan di Bukit Tapan (Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi) dilaksanakan dalam rangka konservasi in-situ. Pengamatan dimaksudkan untuk memverifikasi keadaan anakan Pinus merkusii galur Kerinci tersebut Metoda jalur digunakan dalam inventarisasi di bawah tegakan non-Pinus. Plot 20 m x 20 m diletakkan sepanjang jalurlOO m (5 plot) dan pohon > 10 cm dbh dicatat spesies dan diametemya setinggi dada. Belta dicatat jurnlah dan jenisnyadalamkwadrat 5mx5mdalamtiap plot. Semaidengandiameter<1 cm dicatat dalam kwadrat 1 m x 1 m dalam tiap plot. Jalur yang lain sepanjang 40 m (2 kwadrat 20 x 20 untuk pohon atau = 800 m2) dibuat di bawah tegakan campuran. Spesimen yang tidak teridentifikasi dikoleksi dan diidentifikasi di herbarium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam(P3HKA), Bogor. Tidak didapati semai Pinus di bawah kedua tegakan non-Pinus dan tegakan campuran Pinus. Sejumlah individu danjenis belta didapati di dalam plot di bawah kedua tegakan. Delapanbelasjenis dan 59 individu pohon diperoleh di bawah tegakan non-Pinus (setara dengan 295 ha1)dengan bidang dasar seluas 15,7 m2 ha1. Jenis Beilschmiedia dictyoneura merupakan jenis yang dominan. Delapanjenis pohon dengan 36 individu diperoleh di bawah tegakan campuran, setara dengan 450 ha1 dan l7,7 ha1. Lapaiacea subintegerrima adalah jenis yang dominan di bawah tegakan campuran. Luas bidang dasar di bawah kedua tegakan tersebut jauh di bawah luas bidang dasar rata-rata hutan tropis sebesar 36 m2 ha1. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan mengenai pertumbuhan semai Pinus galur Kerinci dalam kaitannya dengan konservasi in-situ maupun ex-situ. Staf Taman Nasional Kerinci Seblat Resor Bukit Tapan menginformasikan bahwa penanaman semai Pinus galur Kerinci tersebut selalu gagal bahkan mati total.

Kata kunci: Pinus merkusii Jungh et de Vriese galur Kerinci, semai, inventarisasi, Taman Nasional Kerinci Seblat

Yuliana, Sarah Respon pemberian pakan pada tukik kura-kura perut merah (Emydura subglobosa subglobosa Kreff, 1876) di penangkaran BPPKPM Manokwari = Feeding responses of red-bellied short necked turtle (Emydura subglobosa subglobosa Krefft, 1876) at Juvenile Stage in BPPKPM captivity Manokwari / Sarah Yuliana...(et.al). -- Info Hutan : Volume II No.3 ; Halaman 215-221 , 2005

Terbatasnya informasi biologis akan pengelolaan fauna Papua menyebabkan seluruh penelitian di bidang ekologi menjadi penting. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aspek morfologi dan pemberian pakan pada tukik Kura-kura Perut Merah (Emydura subglobosa subglobosa Krefft, 1876) di penangkaran BPPKPM, Manokwari.

Page 71: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

71

Metode pengamatan digunakan untuk mengumpulkan data pada respon tukik pada pemberian pakan, terutama aspek pertambahan ukuran tubuh dan perilaku konsumsi. Hasil yang diperoleh menunjukkan ciri tukik tampak pada warna kemerahan, agak oranye, atau kuning kecoklatan di bagian plastron. Terdapat garis lebar berwarna kuning yang dimulai dari bagian hidung, melewati mata, sampai dengan bagian belakang mata sampai bagian tympanum, bagian atas mulut kekuningan dan bagian bawahnya merah,. Bentuk kerapas agak lonjong, agak melebar pada bagian bawah. Variasi tampak pada individu berukuran lebih kecil yang berwarna lebih cemerlang. Panjang maksimum kerapas 76,00-113,30 mm, lebar maksimum 61,25-93,00 mm, panjang maksimum plastron 58,60-98,35 mm, dan berat badan 48,50-139,50 gram. Secara umum perlakuan pakan yang berbeda-beda menyebabkan peningkatan ukuran tubuh, misalnya pada panjang dan lebar kerapas, panjang plastron, serta bobot tubuh. Pertumbuhan tubuh kura-kura dalam penelitian ini berjalan sangat lambat. Pengamatan terhadap perilaku konsumsi tukik menunjukkan adanya pemilihan pakan, mulai dari jenis yang sudah dikenali kemudian beralih ke jenis pakan hijauan selanjutnya ke pakan hewani. Kata kunci: Respon, pakan, tukik, Emydura subglobosa subglobosa Krefft, 1876,

penangkaran

Yuliana, Sarah Pendugaan Asosiasi Interspesifik dan Pengelompokan Tipe Habitat Beberapa Jenis Amfibi (Ordo: Anura Rafinesque, 1815) = The Estimation of Interspesific Association and Habitat Grouping on Some Amphibian (Ordo:Anuran Rafinesque,1815 / Sarah Yuliana, Mirza Dikari Kusrini, dan Herman Remetwa. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.II No.2 ; Halaman 189-196 , 2005

Interaksi antar spesies mahluk hidup merupakan dasar awal dari banyak karakteristik dalam komunitas ekologi. Interaksi ini akan mempengaruhi distribusi dan keadaan internal suatu populasi. Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan asosiasi interspesifik dan pengelompokan terhadap tipe habitat pada sejumlah jenis amfibi (ordo anura). Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah Visual Encounter Survey, sedangkan pendugaan asosiasi dan pengelompokan habitat satwa dilakukan dengan perhitungan Indeks Asosiasi Interspesifik dan Indeks Similaritas Jaccard. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya 13 jenis anura yang tersebar di hampir seluruh lokasi pengamatan. Pendugaan terhadap asosiasi interspesifik menghasilkan 4 kelompok jenis yang berasosiasi berdasarkan kesamaan lokasi perjumpaan, yaitu kelompok yang dijumpai di areal persawahan, kelompok yang sering mengunjungi daerah pemukiman manusia dan daerah yang terganggu walau dapat hidup di hutan primer dan sekunder, kelompok jenis yang sering ditemukan di daerah hutan primer atau sekunder, atau pada badan-badan air alami seperti sungai, kolam atau rawa alarni, serta kelompok jenis yang hanya dijumpai di daerah tegakan (dalam kasus ini arboretum Fahutan). Pendugaan terhadap pengelompokan tipe habitat yang diamati menunjukkan 3 kelompok tipe habitat berdasarkan kesamaan sifat fisik, yaitu kelompok lokasi berupa badan air permanen, kelompok badan air temporal, dan kelompok lokasi tanpa badan

Page 72: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

72

air. Dari hasil penelitian, jenis Rhacoporus reindwardtii Schlegel (1840) menunjukkan lokasi dengan tingkat gangguan manusia yang rendah, jenis Bufo melanostictus Schneider (1799) menjadi indikator adanya pengaruh manusia yang kuat dalam habitat. Kata kunci : Asosiasi interspesifik, pengelompokan habitat, anura

Page 73: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

73

Adinugraha, Hamdan A Keberhasilan tumbuh beberapa klon jenis ekaliptus dengan penerapan dua teknik sambungan = The Growing success fullness of several clones of eucalypt species by applying two grafting techniques / Hamdan Adinugraha; Budi Leksono; Frido Halang. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.2 ; Halaman 96-102 , 2005

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari tingkat keberhasilan penyambungan dengan menggunakan 2 teknik sambungan yaitu rind graft dan veneer graft, serta mempelajari respon pertumbuhan bibit hasil sambungan dari 10 klon E. pellita. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok yang disusun dengan perlakuan petak terbagi yang terdiri atas 2 faktor yaitu Petak Utama menggunakan 2 teknik sambungan dan faktor Anak Petak terdiri atas 10 klon E. pellita. Perlakuan diulang 3 kali dan setiap ulangan terdiri atas 2 sampel, sehingga jumlah pengamatan seluruhnya 2 x 10x3x2=120 bibit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik rind graft lebih baik untuk diterapkan pada klon-klon E. pellita. Klon yang memberikan respon terbaik adalah klon nomor WNG1007134, WNG2711085 dan WNG2813026. Interaksi antara perlakuan teknik sambungan dengan klon E. pellita memberikan hasil yang terbaik pada klon WNG2711085 dan klon WNG2813026 dengan teknik yang digunakan adalah rind graft. Kata kunci: Eucalyptus pellita, keberhasilan tumbuh, klon, teknik sambungan

Adinugraha, Hamdan A. Keberhasilan stek akar tanaman sukun dari beberapa populasi di Indonesia = The success of root cutting of bread fruit trees from several population in Indonesia / Hamdan A. Adinugraha; Dedi Setiadi; N.K.Kartikawati. -- Wana Benih : Volume 6 Suplemen No.01 ; Halaman 92-99 , 2005

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan tumbuh stek akar tanaman sukun sebagai bahan tanaman maka dilakukan evaluasi terhadap pembuatan bibit stek akar dari beberapa populasi yaitu Manokwari, Lampung, Bali dan Yogyakarta. Penelitian ini disusun dengan menggunakan rancangan acak lengkap terdiri atas 5 ulangan dengan setiap ulangan terdiri atas 10 bibit. Respon yang diamati adalah panjang tunas, diameter tunas, jumlah tunas, jumlah daun dan kekokohan bibit. Pengamatan dilakukan secara periodik setiap bulan sekali. Hasil pengamatan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar populasi pada respon jumlah tunas, panjang tunas, jumlah daun dan kekokohan, sedangkan pada diameter tunas tidak berbeda nyata stek akar yang dikoleksi dari Yogyakarta menunjukkan pertumbuhan terbaik sebagai bahan tanaman. Kata kunci: Artocarpus altilis, populasi, stek akar

H U T A N T A N A M A N

Page 74: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

74

Akbar, Acep Potensi tanaman revegetasi lahan reklamasi bekas tambang batubara dalam mendukung suksesi alam = Potential of revegetation of coal mining reclamation area in supporting natural succession / Acep Akbar; Eko Priyanto; Hendra Ambo Basiang. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.3 ; Halaman 131-140 , 2005

Indikator utama dalam lingkungan setiap pembangunan tanaman reklamasi bekas tambang batubara adalah adanya invasi tumbuhan alami di bawah tegakkan tanaman secara suksesi. Keberadaan tumbuhan bawah dapat meningkatkan kestabilan tanah, kesuburan tanah dan produkti vitas lahan kritis menuju hutan aslinya, serta jenis yang telah ditanam memperlihatkan keragaman morfologi antara lain jenis tajuk dan fungsi akar. Bentuk dan tebal tajuk menentukan besarnya penetrasi cahaya yang berpengaruh terhadap fotosintesis tumbuhan bawah hutan tanaman. Regenerasi tumbuhan bawah, tegakan A. mangium, A. auriculiformis, P. falcataria di Paringin dan P. falcataria di Binuang telah diteliti. Hasil menunjukkan bahwa tegakan A. auriculiformis, A. mangium, P. falcataria di Paringin dan P. falcataria di Binuang telah diinvasi masing-masing 14,12,12 dan 11 jenis pohon tingkat semai dan semak. Jenis semakdidominasi C. odorata, Melastoma sp dan Glibadium sp sedangkan jenis pohon didominasi Neonauclea sp, V. cofassus, A.auriculiformis, Combretocarpus sp, Rubiaceae dan Lohidion sp. Indeks kesamaan komunitas dari tertinggi keterendah adalah A. auriculiformis dengan P. falcataria (37,0), A. auriculiformis dengan A. mangium (28,6), A. auriculiformis dengan P. falcataria Paringin (28,6), P. falcataria Binuang dengan P. falcataria Paringin 26,1 dan A. mangium dengan P. falcataria (25,1). Kata kunci : Reklamasi, re-vegetasi, suksesi, tanaman, tumbuhan bawah

Charomaini, M Aplikasi atonik pada stek cabang bambu kuning = Atonic application on yellow bamboo branch cutting / M.Charomaini; Sri Hariyanti. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.1 ; Halaman 1-11 , 2005

Penelitian ini bertujuan meneliti pengaruh lama perendaman dan konsentrasi atonik pada pertumbuhan awal stek cabang bambu kuning. Penelitian dilakukan di Arboretum Pusat Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta. Metode penelitian dilakukan menggunakan disain faktorial 3 x 3 yang diatur dalam disain acak lengkap yang terdiri dari 2 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi atonik 250 ppm (Al), 500 ppm (A2) dan 750 ppm (A3). Faktor kedua adalah lama perendaman dalam larutan atonik yaitu: 30 menit (Tl); 60 menit (T2); 90 menit (T3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan di antara konsentrasi atonik 500 ppm dan lama perendaman 30 menit adalah perlakuan terbaik untuk pertumbuhan stek cabang bambu kuning/gading {Bambusa vulgaris var. striata).

Page 75: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

75

Kata kunci: Atonik, bambu kuning/gading, konsentrasi larutan, lama perendaman, stek cabang

Charomaini,M. Penggunaan air dan pertumbuhan stek bambu kuning dari berbagai asal Propagul = Water application and growth of yellow bamboo culm cuttings from several propagul sources / M. Charomaini. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.1 ; Halaman 51-59 , 2005

Bambu banyak dikenal sebagai bahan pengganti kayu untuk bangunan, lantai dan kerajinan tangan. Di daerah pedesaan, bambu sangat berguna dan banyak bermanfaat untuk penahan erosi tanah, rebungnya dapat dimakan dan batang tua digunakan sebagai bahan bangunan, kerajinan tangan dan perkakas rumah tangga. Sekitar 12 jenis bambu telah ditentukan sebagai jenis yang harus diteliti dan dikembangkan di Indonesia. Bambu kuning/gading adalah salah satunya yang berprospek bagus untuk dikembangkan. Jenis ini sangat jarang ditanam masyarakat karena keterbatasan sumber rumpun di alam. Telah dikumpulkan propagul vegetatif dari beberapa sumber tumbuh rumpun yang terbatas dan tersebar yaitu di Bagelen, Purworejo, Jawa Tengah dan Kalasan, Sleman, Yogyakarta dan telah ditanam di persemaian. Propagul stek batang ditanam secara mendatar dengan perlakukan tidak dan diisi dengan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber propagu dari Kalasan menunjukkan pertumbuhan lebih bagus dalam hal jumlah batang per rumpun, jumlah rumpun, pertumbuhan tinggi, persentasi pertumbuhan rumpun, persen jadi batang dan rumpun. Perlakuan pengisian air ke dalam buluh stek batang menghasilkan pertumbuhan yang cepat. Kata kunci: Bambu kuning/gading, penggunaan air, stek batang, sumber propagul

Charomaini, M. Peningkatan daya kecambah benih balsa melalui perendaman dalam air dan larutan kimiawi = Improving balsa seeds germination rate by means of immersion in water and chemical solution / M. Charomaini; Sri Rukun dan Diana Windiasih. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.2 ; Halaman 68-73 , 2005

Balsa {Ochroma sp.) berasal dari Amerika Latin, ditanam sebagai tanaman introduksi di Indonesia. Jenis ini tumbuh sangat cepat, kayuriya berwarna cerah, sangat ringan jika dipanen sebelum umur 5 tahun. Setelah umur tersebut, kayu akan berwarna semakin gelap dan keras atau berat, sehingga kualitasnya menurun untuk keperluan tertentu seperti pelampung, sol sepatu, bahan rangka pesawat dan perahu model. Penelitian ini dimaksudkan guna meneliti pengaruh perendaman benih dalam air panas, kalium nitrat (KNO3) dan asam sulfat (H2SO4) terhadap daya berkecambah. Penelitian ini dilakukan di Pusat Litbang Hutan Tanaman (P3HT) Yogyakarta. Penelitian terdiri dari faktor

Page 76: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

76

tunggal yang diatur dalam desain Acak Lengkap CRD menggunakan 4 perlakuan sebagai berikut: 1) benih tidak diberi perlakuan, kontrol; benih direndam air panas selama 6, 9 dan 12 jam. 2) benih direndam dalam larutan kalium nitrat 0,2% selama 20, 30 dan 40 menit; 3) benih direndam dalam larutan asam sulfat 95% selama 10, 15, 20, 25 dan 30 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman benih dalam air panas selama 6 jam sampai 12 jam dan dalam larutan asam sulfat 95% selama 30 menit dapat meningkatkan perkecambahan benih. Kata kunci: Dormansi, Ochroma sp., skarifikasi

Charomaini, M. Skarifikasi benih dan penggunaan atonik dalam peningkatan pertumbuhan semai balsa = Seed scarification and application of atonik in escalating the balsa seedling growth / M. Charomaini; Nana Kusumatuti W.. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.2 ; Halaman 80-87 , 2005

Balsa (Ochroma sp.) menghasilkan kayu yang sangat ringan berwarna cerah. Kayunya sangat berguna sebagai bahan baku kotak, pelampung, kerajinan tangan dan sol sepatu. Sambil menunggu kegiatan pemuliaan, beberapa penelitian telah dilakukan dan salah satunya adalah peningkatan pertumbuhan semai dengan penggunaan atonik dan skarifikasi biji dengan perendaman benih dalam air panas dan larutan kalium nitrat (KNO3). Percobaan dibagi dalam 2 bagian, pertama adalah penggunaan air panas dan larutan kalium nitrat dalam skarifikasi biji dengan disain faktorial AcakLengkap menggunakan 4 ulangan perlakuan. Percobaan kedua adalah pengujian pengaruh larutan atonik terhadap pertumbuhan menggunakan percobaan faktorial 4x3 dalam disain Acak Lengkap dengan 3 ulangan perlakuan. Keempat perlakuan skarifikasi adalah 1) benih direndam dalam air panas selama 12 jam; 2) dalam kalium nitrat 0,1%; 3) dalam kalium nitrat 0,2% dan 4) dalam kalium nitrat 0,3% selama 30 menit. Tiga perlakuan atonik adalah 1) Kontrol, 0 ppm; 2) 500 ppm; 3) 1000 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman dalam air panas selama 12 jam terbukti efektif meningkatkan persentase perkecambahan benih. Perendaman biji dalam air panas selama 12 jam dan dikombinasi dengan penggunaan atonik 500 ppm pada bibit terbukti meningkatkan pertumbuhan tinggi, panjang akar dan berat kering semai.

Kata kunci: Atonik, balsa, pertumbuhan semai, skarifikasi

Hakim, Lukman Eksplorasi ulin di Kalimantan untuk konservasi ex-situ = Explorations of ulin in Kalimantan for ex-situ conservation / Lukman Hakim; Prastyono; Abdurrahman Syakur. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.1 ; Halaman 21-31 , 2005

Eksploitasi kayu ulin semakin tidak terkendali seiring dengan perkembangan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup, namun tidak diiringi dengan upaya konservasi dan

Page 77: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

77

budidaya. Kegiatan ini merupakan kegiatan awal upaya konservasi ulin oleh Tim P3BPTH dengan kegiatan eksplorasi dan penanganan materi genetik berupa biji di persemaian. Jumlah biji yang berhasil dikumpulkan sebanyak 1330 buah dari 4 sebaran alam di Kalimantan yaitu Sepaku Kalimantan Timur (PT. ITCIKU), Seruyan Hulu Kalimantan Tengah (PT. SBK), Nanga Tayap Kalimantan Barat (PT. SJM), dan Sumber Barito Kalimantan Tengah (PT.SSP). Kegiatan lanjutan yang dilakukan di persemaian adalah skarifiaksi, perkecambahan, penyapihan dan pengukuran yang dianalisis secara statistik melalui perhitungan nilai rata-rata dan jumlah frekuensi kelas. Data tersebut disajikan dalam bentuk tabulasi. Hasil analisis data sebagai berikut: rata-rata persen biji yang viable sebesar 74%; rata-rata persen berkecambah sebesar 84%; Rata-rata tinggi bibit ulin setinggi 36,90 cm; rata-rata jumlah daun Sebanyak 9,89 buah. Sebaran tinggi berada pada 31 cm - 40 cm dan 41 cm - 50 cm; sedangkan kecenderungan pada kelas jumlah daun 6-10 buah sebesar 45%. Kata Kunci: Eksplorasi benih, konservasi, ulin

Hardi TW, Teguh Serangan karat puru pada tanaman sengon = Gall rust diseases on albizian trees / Teguh Hardi T. -- Wana Benih : Volume 6 No.2 ; Halaman 67-73 , 2005

Penelitian penyakit karat puru pada tanaman sengon di Lumajang telah dilaksanakan pada bulan Juni 2005. Gejala serangan penyakit terlihat dengan terjadinya benjolan pada ranting, cabang atau dahan tanaman sengon yang menyerupai bentuk mozaik. Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan identifikasi di laboratorium diketahui bahwa patogen penyebab penyakit karat puru pada sengon di Lumajang adalah jamur Uromycladium sp. Intensitas serangan mencapai 100% pada persemaian dan mencapai 50% pada tanaman di lapangan dengan umur diatas 3 tahun. Kata kunci: Benjolan, gejala, karat puru, tanaman sengon, Uromycladium sp.

Hardi TW, Teguh Hama pada tanaman cendana = Pests attacked on sandalwood tree / Teguh Hardi T. -- Wana Benih : Volume 6 No.2 ; Halaman 75-81 , 2005

Tanaman cendana yang ditanam di Arboretum Pusat Litbang Hutan Tanaman Yogyakarta telah terserang dua hama potensial, yaitu hama kutu hitam Saissetia sp. (Homoptera: Coccidae) dan ulat pemakan daun Delias sp. (Lepidoptera, Pieridae). Akibat serangan kedua jenis hama tersebut dapat menghambat pertumbuhan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terjadinya serangan hama ini sangat dipengaruhi oleh musim kemarau dan tanaman inang sekunder berupa perdu yang banyak tumbuh disekitar tanaman cendana. Pengamatan di laboratorium diketahui bahwa siklus hidup hama Saissetia sp. berlangsung sekitar 45 hari di dataran rendah dan mencapai 65 had pada dataran tinggi dengan kepadatan populasi mencapai 44.74 ± 17.36 cangkang per 30

Page 78: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

78

cm cabang cendana. Hama kutu hitam menyerang daun cendana dan buah cendana yang masih muda maupun yang telah masak. Di lapangan populasi kutu hitam dikendalikan oleh musuh alami yang ada dan sampai sekarang masih dalam penelitian. Kata kunci: Cendana, hama, musuh alami, serangan hama

Hardi TW, Teguh Daya kecambah dan daya tumbuh biji sengon yang disimpan selama tiga belas tahun dalam tempat penyimpanan dingin kering = Viability and vigor of Albizian seed during thirteen years on dry cold storag / Teguh Hardi T. -- Wana Benih : Volume 6 Suplemen No.01 ; Halaman 116-125 , 2005

Pengujian pengaruh penyimpanan biji sengon dalam DCS (T:0°C, Kr: 98%) selama 13 tahun telah dilaksanakan. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui daya kecambah dan daya tumbuh biji sengon setelah disimpan selama 13 tahun. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap Berblok, dengan perlakuan pendahuluan (A) direndam dengan air panas; (B) direndam dengan air dingin; dan (C) tanpa perendaman telah dilaksanakan di ruang Kelti KSDG Pusat Litbang Hutan Tanaman Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan perendaman dengan air panas dapat memacu proses perkecambahan biji sengon dengan persentase rata-ratapertumbuhanmencapai 75.5%. Perkecambahan tertinggimencapai 93,3% berasal dari Getas Anyar, Magetan Jawa Timur, sedangkan persentase terendah sebesar 40.0% berasal dari Woga-woga, Papua. Kata Kunci: Biji, daya kecambah, daya tumbuh, sengon

Hariyanto, Liliek Variasi pertumbuhan cendana dari berbagai provenans pada umur delapan bulan = Growth variation of Santalum album Linn seedlings from several provenances at eight months / Liliek Hariyanto; Tri Pamungkas. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.2 ; Halaman 88-94 , 2005

Menurut Nyland (1996) kesehatan dan kondisi fisik (vigour) bibit tanaman akan menentukan laju awal pertumbuhan dan kemampuan hidup bibit setelah ditanam di lapangan. Adanya perbedaan genetik antar provenans diduga mempengaruhi perbedaan kemampuan adaptasi tanaman terhadap kondisi tempat tumbuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi pertumbuhan cendana tingkat semai dari berbagai provenans. Keragaman pertumbuhan bibit merupakan informasi penting untuk seleksi di masa mendatang. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (Completely Random Design) dengan 40 famili dengan 3 ulangan, tiap ulangan terdiri dari 8 bibit sehingga jumlah bibit yang digunakan sebanyak 960 bibit. Hasil pengukuran menunjukkan terdapat variasi pertumbuhan tinggi dan diameter. Variasi terjadi antar

Page 79: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

79

provenans dan famili dalam provenans. Provenans yang menunjukkan pertumbuhan terbaik berasal dari Werena (Sumba) dengan tinggi 27,68 cm dan diameter 3,77 mm. Kata kunci: Diameter, famili, provenans, Santalum album Linn, tinggi, variasi

Herawan, Toni Kultur jaringan tiga species murbei hasil persilangan = In-vitro tissue culture of three species of hybrid mulberry / Toni Herawan; Teguh Hardi T. -- Wana Benih : Volume 6 No.1 ; Halaman 17-24 , 2005

Penelitian tentang perbanyakan vegetatif 3 jenis murbei hybrid, yaitu hybrid antara Morus australis x M indica (ASI), M. nigra x M indica (NI) dan M. multicaulis x M. indica telah dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Litbang Hutan Tanaman Yogyakarta. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan konsentrasi zat pengatur tumbuh 6-benzyl-amino-purine (BAP) pada perbanyakan 3 jenis bibit murbei hasil persilangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa bahwa perlakuan BAP dengan konsentrasi 0,5 mg/1 air memacu pertumbuhan tunas aksiler yang paling tinggi pada species murbei, hybrid Asi (hasil persilangan M. australis x M. indica).

Kata Kunci: Hormon pertumbuhan, konsentrasi, kultur jaringan, murbei, persuteraan alam

Herawan, Toni Pengaruh media dan inang primer pada aklimatisasi cendana = The effect of media and primary host plant in aclimatization sandal wood / Toni Herawan. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 Suplemen No.01 ; Halaman 166-173 , 2005

Pengaruh media dan inang primer pada aklimatisasi cendana {Santalum album Linn.), bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi media, jenis inang primer dan pengaruh kombinasi komposisi media dan jenis inang primer terhadap pertumbuhan cendana yang diaklimatisasi di rumah kaca. Penelitian difokuskan pada penggunaan media Ml (debu vulkanik: top soil - Purwobinangun: pupuk kandang) (3 :1 :1 , v/v/v), M2 (debu vulkanik: top soil - Playen, Gunung Kidul: pupuk kandang) ( 3 : 1 : 1 , v/v/ v) dan M3 (debu vulkanik: top soil-Kaliurang: pupuk kandang) ( 3 : 1 : 1 , v/v/v). Faktor kedua adalah inang primer (T), terdiri dari Tl = kaliandra {Caliandra callotirsus), T2 = krokot (Crotalariajuncea),dan T3 = Cabe rawit = (Capsicum annum L.) pada aklimatisasi cendana di rumah kaca. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh dari media maupun inang primer responnya rendah terhadap aklimatisasi cendana di rumah kaca. Kata kunci: Aklimatisasi, cendana, inang primer

Page 80: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

80

Herawan, Toni Pengembangan perakaran organ kultur pada Cendana = Root development of organ culture in sandalwood / Toni Herawan; Mohammad Na'iem. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 Suplemen No.01 ; Halaman 180-185 , 2005

Pengembangan perakaran organ kultur pada cendana (Santalum album Linn.) bertujuan untuk mengetahui respon jenis media, konsentrasi zat pengatur tumbuh kinetin dan kombinasi perlakuan jenis media dan konsentrasi zat pengatur tumbuh kinetin yang dapat memberikan respon terbaik terhadap perakaran cendana. Secara umum protokol kultur jaringan cendana telah diketahui, akan tetapi masih terdapat permasalahan dalam perakarannya. Dengan demikian penelitian ini difokuskan pada aplikasi media Vi MS, '/2 GD dan 14 WPM ditambah zat pengatur tumbuh IBA 20 mg/l, IAA 1 mg/l dan berbagai konsentrasi kinetin (0; 0,25; 0,50; 0,75 dan 1 mg/l) pada perakaran cendana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media dasar '/•> MS yang ditambah dengan IBA 20 mg/l, IAA 1 mg/l dan konsentrasi kinetin 0,75 mg/l memberikan respon terbaik terhadap pertumbuhan dan perakaran cendana. Kata kunci: Cendana, kinetin, kultur jaringan, zat pengatur tumbuh

Ismail, Burhan Pengaruh asal sumber benih dan jarak tanam terhadap pertumbuhan sengon = Effect of the plant origin of seed source and spacing on Albizia growth / Burhan Ismail; Hidayat Moko. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.1 ; Halaman 43-50 , 2005

Pembangunan hutan tanaman sengon masih dihadapkan pada kendala asal sumber benih dan jarak tanam yang kurang optimal sehingga produktivitas tanaman masih rendah. Penelitian dengan tujuan untuk menguji asal sumber benih dan jarak tanam sengon telah dilakukan di areal Perum Perhutani di Jumo, Temanggung, Jawa Tengah, sejak September 2003 sampai Desember 2004. Penelitian menggunakan Rancangan Petak Terpisah dengan 7 perlakuan asal sumber benih dan 3 perlakuan jarak tanam dengan 5 ulangan dan 5 tanaman setiap ulangan. Perlakuan asal sumber benih sebagai petak utama yaitu Biak, Wamena, Ciamis, Subang, Candiroto, Kediri dan Wonogiri, sedangkan perlakuan jarak tanam sebagai anak petak yaitu (2x2) m2,(2x3) m2 dan (2x4) m2. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman dan diameter batang setiap bulan dari 6-9 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asal sumber benih berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan diameter batang tetapi tidak pada perlakuan j arak tanam. Asal sumber benih dari Kediri menunjukkan perlakuan paling baik dilihat dari tinggi tanaman dan diameter batang dibandingkan asal benih yang lain, sedangkan jarak tanam (2x3) m2 memberikan pertumbuhan tanaman yang paling baik. Kata kunci: Asal sumber benih, jarak tanam, Paraseanthes falcataria, sengon

Page 81: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

81

Jayusman Perbanyakan stek pada teknik penyiapan bahan klonal Gmelina = Cutting propagation of Gmelina arborea for a clonal material preparation technique / Jayusman. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.3 ; Halaman 103-108 , 2005

Percobaan penyiapan bahan klonal Gmelina arborea dilakukan dengan menggunakan coppice (trubusan) dari pohon terseleksi. Teknik pengakaran material stek dilakukan dengan cara penambahan hormon Natrium Acetid Acid (NAA) dengan konsentrasi (0 ppm/kontrol; 400 ppm; 1200 ppm; 2400 ppm dan 4000 ppm) pada media perbanyakan modifikasi sistem NMS - Non Mist System (Longman, 1993) yang merupakan tcknologi sederhana tanpa berkabut. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan perlakuan terbaik dalam kegiatan produksi masal bahan klonal Gmelina. Hasil percobaan menunjukkan bahwa produksi trubusan sangat baik untuk semua pohon yang diuji ( 7 - 1 5 tunas per pohon induk). Persentase tumbuh dan berakar stek (54,3 % - 92,3%), jumlah tunas (2 - 2,67 tunas), jumlah daun stek (15,3 - 19,67), jumlah akar primer (4,3 - 9), panjang akar primer (8,13 mm - 53,13 mm) dan nisbah tunas dan akar (1,62 - 3,06). Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa aplikasi NAA menghasilkan pengaruh yang sangat nyata (P = 0,001), dengan nilai terbesar dihasilkan oleh konsentrasi 2400 ppm. Namun secara statistik aplikasi NAA kurang memberikan respon nyata terhadap parameter jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar primer, panjang akar primer dan nisbah pucuk dan akar. Kata Kunci: Gmelina arborea, klonal, NAA, teknik propagasi tanpa pengkabutan,

trubusan

Jayusman Perbanyakan gaharu melalui stek = Cutting propagation of A. malaccesis LAMK) /Jayusman. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.3 ; Halaman 117-124 , 2005

Perbanyakan stek gaharu telah dilakukan untuk mengidentifikasi bentuk stek dan konsentrasi hormon Rootone-F yang sesuai. Penelitian menguji stek pucuk dan stek batang pada konsentrasi hormon pertumbuhan Rootone yaitu 0 g (kontrol), 0,5 gr/40 ml, 1 gr/40 ml, 1,5 gr/40 ml, 2 gr/40 ml dan bentuk tepung. Hasil pengujian menunjukkan bahwa stek pucuk memberikan nilai terbesar pada persen jadi stek, jumlah daun dan kekokohan semai gaharu masing- masing 56,7% - 76,8%, 12,6 - 2,9 dan 0,012 - 0,042, dibandingkan stek batang dengan nilai 23,4% - 36,7%, 1 , 5 3 - 3 dan 0,017 - 0,024. Rootone-F pada konsentrasi 1,5 gr/40 ml cukup sesuai untuk perbanyakan stek gaharu karena menghasilkan nilai terbesar untuk semua parameter yang diuji pada penelitian ini. Kesimpulan yang dapat dikemukakan bahwa teknik yang digunakan pada penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk produksi bibit gaharu secara masal.

Page 82: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

82

Kata kunci: Aquillaria malaccensis, hormon pertumbuhan, stek pucuk dan stek batang Jayusman Penyiapan bibit gaharu melalui stump dan cabutan anakan alam = Seedling preparation of A. malaccensis LAMK using stump and wilding / Jayusman. -- Wana Benih : Volume 6 Suplemen No.01 ; Halaman 82-90 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi bahan perbanyakan cabutan anakan alam dan stump gaharu pada Rootone-F dan Atonik. Persen jadi bibit dan jumlah daun terbesar ditunjukkan oleh bahan perbanyakan cabutan pada Rootone-F sebesar 86,7% dan 2,6 diikuti cabutan pada Atonik sebesar 71,7% dan 2,2 serta kontrol sebesar 75% dan 1,9. Hasil serupa ditunjukkan bahan perbanyakan stump pada Rootone-F sebesar 81,7 % dan 1,9 diikuti stump denganAtonik sebesar 80% danl,8 serta perlakuan kontrol 65% dan 1,4. Pengujian menunjukkan bahwa Rootone-F memberikan nilai persen jadi bibit dan jumlah daun terbesar dibandingkan Atonik. Berdasarkan pengujian ini dapat disimpulkan bahwa teknik stump dan cabutan sesuai diterapkan untuk penyiapan bibit gaharu secara masal. Kata kunci: Aquillaria malaccensis LAMK, cabutan, hormon, pertumbuhan stump

Jayusman Pengujian nilai perkecambahan surian berdasarkan daerah sumber benih = Germination value test of Toona spp from several seed source / Jayusman; Wendra S. Manik. -- Wana Benih : Volume 6 Suplemen No.01 ; Halaman 100-107 , 2005

Pengujian sumber benih surian difokuskan pada karakter nilai kecambah dan persentase kecambah dilakukan terhadap sumber benih yang berasal dari Sipolha-Simalungun, Ambarita - Samosir dan Tarutung - Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara. Hasil pengujian menunjukkan bahwa persentase kecambah tertinggi dihasilkan sumber benih dari Tarutung (95,5%), diikuti Sipolha (94,4%) dan Ambarita (93,3%). Nilai kecambah tertinggi dihasilkan sumber benih dari Ambarita (0,49), Sipolha (0,46) dan Tarutung (0,45). Hasil sidik ragam terhadap persentase kecambah dan nilai kecambah menunjukkan hasil berbeda tidak nyata di antara tiga sumber benih yang diuji. Hasil pengujian menunjukkan bahwa benih surian yang diuji memiliki nilai kecambah kriteria menengah Kata kunci: Nilai kecambah, persentase kecambah, sumber benih, surian

Kartikawati, Noor Khomsah Tingkat inkompatibilitas bersilang sendiri pada tanaman kayu putih = self-incompatibility level on Cajuput / Kartikawati, Noor Khomsah. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.3 ; Halaman 141-147 , 2005

Page 83: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

83

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat inkompatibilitas pada tanaman kayu putih. Penyerbukan terkendali dilakukan pada kebun benih uji keturunan kayu putih di Paliyan, Gunungkidul, Yogyakarta. Sembilan pohon plus dipilih sebagai pohon induk berdasarkan potensi pembungaannya. Pohon induk disilangkan secara resiprokal dengan menggunakan desain full diallel. Penyerbukan sendiri juga dilakukan untuk mengetahui tingkat inkompatibilitas bersilang sendiri pada tanaman ini. Hampir semua buah hasil penyerbukan sendiri gugur sedangkan hasil penyerbukan silang berhasil. Hasil penelitian menunjukkan tingkat inkompatibitas bersilang sendiri pada tanaman kayu putih sangat rendah, yaitu 0.05 sehingga termasuk tanaman yang tidak kompatibel bersilang sendiri. Ini menggambarkan usaha peningkatan produksi benih hasil penyerbukan terbuka sudah aman dari kemungkinan selfing sehingga tidak ada penurunan kualitas akibat kawin kerabat. Kata kunci: Geitonogamy, inkompatibilitas bersilang sendiri, kayu putih, penyerbukan

sendiri

Leksono, Budi Evaluasi uji peningkatan genetik mangium = Evaluation of the genetic gain trial of mangium / Budi Leksono, Teguh Setyaji, Nur Hidayati. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.2 ; Halaman 60-67 , 2005

Uji peningkatan genetik Acacia mangium di Wonogiri di bangun tahun 2001 dengan tujuan untuk memprediksi perolehan genetik yang sesungguhnya dari kebun benih generasi pertama dibandingkan dengan tegakan benih. Desain menggunakan Rancangan Acak Lengkap Berblok (RCBD), 4 ulangan, 8 sumber benih, 100 pohon/plot (10 pohon x 10 pohon) dan jarak tanam 4 m x 2 m. Sumber benih terdiri atas 6 kebun benih semai (KBS) dan 2 areal produksi benih sebagai kontrol. Hasil uji pada tingkat semai menunjukkan persen tumbuh 96% dan berbeda nyata pada sifat diameter dengan semai KBS Grup A yang terbaik. Pertumbuhan tanaman menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada umur 12 bulan setelah tanam. Tanaman dari kebun benih semai lebih baik dari pada tegakan benih dengan peningkatan perolehan genetik sebesar 20,8 % - 22,8 % (tinggi), 19,6 % - 25,8 % (diameter) dan 22,4% (bentuk batang). Urutan kebun benih yang terbaik adalah KBS Group B, KBS Wonogiri dan KBS Group A dengan asal benih dari Papua New Guinea (PNG). Kata kunci: Acacia mangium, areal produksi benih, kebun benih, uji peningkatan genetic

Mahfudz Pengaruh penggunaan biostimulan, jenis dan volume media terhadap pertumbuhan semai jati = The effect of biostimulant application, type and media volume on the growth of teak seedling / Mahfudz ...[et al] . -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 Suplemen No.01 ; Halaman 156-164 , 2005

Page 84: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

84

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penggunaan biostimulan, jenis dan volume media terhadap pertumbuhan semai jati. Penelitian terdiri atas 3 faktor, yaitu faktor pertama (tanpa biostimulan dan dengan biostimulan), faktor kedua (tanah, campuran tanah dan sekam padi, campuran tanah dan pupuk kandang sapi, campuran tanah dan kompos) dan faktor ketiga (volume media 0,28 1 dan 0,37 1). Rancangan penelitian adalah rancangan petak-petak terbagi. Parameter yang diamati adalah tinggi, diameter, kekokohan, berat kering pucuk, berat kering akar serta berat kering total semai. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan biostimulan memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan semai jati dan secara nyata mempengaruhi parameter berat kering total semai sebesar 12,25%. Media yang terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan semai jati adalah campuran tanah dan kompos. Penggunaan volume media tumbuh 0,37 1 menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik pada parameter diameter dan semua berat kering semai dibandingkan dengan volume media 0,28 1.

Kata kunci: Aquastore, biostimulan, semai jati

Mahfudz Pengaruh kedewasaan jaringan dan posisi cabang pada tajuk pohon induk terhadap keberhasilan stek pucuk jati = The effect of maturity and branch position in mother tree on shoot cutting methods of steak / Mahfudz dan Mohammad Na’iem. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 Suplemen No.01 ; Halaman 186-193 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kedewasaan jaringan pada berbagai kelas umur dan posisi tajuk dari pohon induk yang berbeda terhadap keberhasilan stek pucuk jati. Penelitian dilakukan mulai bulan April 2003 sampai Nopember 2003. Rancangan yang digunakan adalah RCBD dengan pola faktorial 4x2, yang terdiri atas 4 faktor kelas umur (IIJII, IV dan V) dan 2 faktor posisi cabang (tajuk atas dan tajuk bawah) pada pohon induk. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh kedewasaan jaringan terhadap keberhasilan stek pucuk jati. Pohon induk dengan kelas umur II dan III memberikan prosentase keberhasilan stek pucuk yang lebih tinggi yaitu 78,5% dan 72,0%. Materi vegetatif yang diambil dari cabang pada tajuk bagian bawah pohon induk memberikan keberhasilan sebesar 73,5%. Perbedaan kelas umur pohon induk juga berpengaruhnyata pada terhadap pertumbuhan tanaman terutama pada pertumbuhan tinggi dan diameter serta semua parameter pada stek pucuk. Posisi tajuk juga berpengaruh pada pertumbuhan diameter dan jumlah akar tanaman hasil stek pucuk. Pohon induk dengan kelas umur II memberikan hasil tertinggi untuk diameter 6,18 mm dan jumlah akar stek 3,92 buah. Kata kunci: Jati, kedewasaan jaringan, perbanyakan vegetatif

Mashudi

Page 85: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

85

Aplikasi variasi media perkecambahan pada persemaian pulai = Application of germination media variation of pulai nursery / Mashudi; Dedi Setiadi, Surip. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.1 ; Halaman 13-19 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui media perkecambahan yang bagus untuk persemaian pulai (Alstonia scholaris (L.) R. Br.J. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Pusat Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta mulai Februari sampai April 2004. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari 100 benih. Parameter yang diukur meliputi persen berkecambah, kecepatan berkecambah, persen tumbuh dan tinggi semai. Berdasarkan hasil analisis, dari beberapa parameter yang diamati berbeda nyata. Media campuran pasir + kompos ( 3 : 1 ) merupakan media terbaik sebagai media perkecambahan. Kata kunci: Alstonia scholaris, media perkecambahan, persemaian

Mashudi Aplikasi media sapih dan dosis pupuk terhadap pertumbuhan bibit di persemaian = Application of growth media and fertilizer dosage on Alstonia scholaris (L) R. Br. seedling growth at Nursery / Mashudi ...[et al] . -- Wana Benih : Volume 6 No.1 ; Halaman 31-40 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis media sapih dan dosis pupuk yang baik untuk persemaian pulai (Alstonia scholaris (L.) R. Br.). Penelitian dilaksanakan di persemaian Pusvat Litbang Hutan Tanaman, Yogyakarta mulai bulan Maret sampai September 2004. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor (media sapih dan dosis pupuk) dan 4 taraf untuk masing – masing faktor, sehingga seluruhnya terdapat 16 perlakuan. Ulangan yang digunakan sebanyak 4 kali dan masing – masing ulangan terdiri dari 5 bibit. Media tumbuh yang digunakan adalah top soil (A1), campuran top soil dan kompos (A2), campuran top soil dan sabut kelapa (A3), dan campuran top soil, kompos dan sabut kelapa (A4). Sedangkan dosis pupuk yang digunakan adalah tanpa pupuk (B1), o,5 gr (B2), 1,0 gr (B3) dan 1,5 gr (B4). Parameter yang diamati adalah persen hidup, tinggi bibit, diameter bibit dan jumlah daun. Berdasarkan hasil analisis karakter tinggi dan diameter bibit berbeda nyata, sedangkan karakter persen hidup dan jumlah daun tidak berbeda nyata. Secara berturut – turut 3 perlakuan terbaik adalah media top soil dan pupuk 0,5 gr (A1, B2), media campuran top soil, kompos dan pupuk 1 gr (A2, B3), serta media tanah tanpa pupuk (A1, B1).

Kata Kunci: Alstonia scholaris, pemupukan, media sapih, persemaian

Page 86: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

86

Noorhidayah Studi kualitas bibit kayu kuku dari tegakan benih teridentifikasi = Study on Pericopsis mooniana seedling quality from indentified seed stand / Noorhidayah. -- Wana Benih : Volume 6 No.2 ; Halaman 47-57 , 2005

Penelitian ini dilakukan untuk menetukan kualitas benih dan bibit kayu kuku. Benih yang digunakan berasal dari 5 pohon induk pada tegakan benih teridentifikasi di desa Bunati Kalimantan Selatan, yakni pohon nomor 73, 83, 87, 92 dan 96. Penentuan kualitas benih dilakukan dengan mengecambahkan 100 benih dari tiap pohon induk. Metode yang digunakan untuk mengetahui kualitas bibit adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 10 ulangan. Waktu penelitian selama 4 bulan. Persentase perkecambahan daft laju perkecambahan merupakan parameter yang diamati untuk kualitas benih, sedangkan persentase tumbuh, tinggi bibit, diameter dan jumlah daun merupakan parameter untuk kualitas bibit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase perkecambahan tertinggi benih dari pohon nomor 96 (58%) dan terendah nomor 73 (28%), laju perkecambahan tertinggi benih dari pohon nomor 83 (14,41 hari) dan terendah nomor 92 (29,64 hari). Bibit yang berasal dari pohon nomor 96 menunjukkan hasil terbaik pada semua parameter yang diamati. Kata kunci: Kayu kuku, kualitas benih, kualitas bibit, tegakan benih teridentifikasi

Pudjiono, Sugeng Heterosis pada beberapa jenis murbei hibrid hasil persilangan terkendali = Heterosis on some hybrids mulberries of control pollination originated / Sugeng Pudjiono, Mohammad Na'iem. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.1 ; Halaman 33-41 , 2005

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui adanya hybrid vigor/heterosis pada

murbei hibrid dari nilai produksi daun dan kandungan protein daunnya. Penelitian dilakukan selama 14 bulan mulai Agustus 2003 sampai September 2004. Pengukuran dilakukan terhadap tanaman murbei hibrid yang ditanam di lapangan umur 4 bulan berupa pengukuran jumlah daun, berat daun, produksi daun dan kandungan protein daun. Metode penghitungan heterosis menggunakan rumus h = Fl—(P1+ P2)/2 dari Hallauer dan Miranda 1981. Hasil menunjukkan bahwapersilangan tetua betina dan jantan yang berbeda menghasilkan heterosis yang berbeda. Jumlah individu yang mempunyai nilai heterosis produksi daun adalah sebanyak 98 dari 392. Heterosis yang terbaik ditunjukkan oleh persilangan M. multicaulis x M. atropurpurea. Rata-rata nilai Fl hibrid hasil persilangan dengan tetua jantan M. atropurpurea menghasilkan hibrid vigor/heterosis, sedangkan persilangan seluruh induk betina dengan tetua jantan M. bombycis maupun M. alba var kanva 2 tidak menunjukkan heterosis. Hal ini menunjukkan bahwa tetua M. atropurpurea mempunyai kecenderungan untuk menghasilkan hibrid yang heterosis. Individu heterosis pada kandungan protein daun adalah sebanyak 49 dari 98. Fl rata-rata

Page 87: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

87

yang menunjukkan heterosis kandungan protein terbesar adalah silangan antaraM alba x M. atropurpurea. Kata kunci : Heterosis, hibrid, murbei, persilangan terkendali

Pudjiono, Sugeng Pertumbuhan beberapa tanaman murbei hibrid hasil persilangan terkendali = Growth of mulberries hybrid from control pollination / Sugeng Pudjiono. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.2 ; Halaman 74-79 , 2005

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pertumbuhan murbei hibrid hasil persilangan terkendali di persemaian. Waktu penelitian selama 2,5 bulan mulai Desember 2003 sampai dengan Pebruari 2004. Bahan tanaman yang digunakan sebanyakl5 jenis semai murbei hibrid. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap berblok (RCBD) dengan 4 ulangan masing-masing 10 unit. Karakter pertumbuhan yang diukur adalah persentase hidup semai, tinggi, diameter dan jumlah daun pada semai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase hidup semai, tinggi, diameter dan jumlah daun dipengaruhi oleh induk betina dan interaksi induk betina dan jantan. Persentase hidup, tinggi dan jumlah daun dipengaruhi oleh induk jantan. Murbei hibrid M. alba x Tosawase merupakan hibrid terbaik dalam hal pertumbuhannya. Kata kunci: Hibrid, persemaian, persilangan terkendali, pertumbuhan

Pudjiono, Sugeng Pengaruh pupuk organik limbah udang terhadap pertumbuhan murbei setelah pangkasan kedua = Effect of organic fertilizer from shrimp waste on mulberry growth after second hedging / Sugeng Pudjiono ...[et al] . -- Wana Benih : Volume 6 No.1 ; Halaman 9-16 , 2005

Mutu daun murbei dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kesesuaian tanah, bentuk pangkasan, penyinaran, pemupukan dan pengairan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pupuk organik limbah udang terhadap pertumbuhan tanaman murbei. Penelitian dilaksanakan di daerah Palem Purwobinangun Pakem Sleman Yogyakarta pada ketinggian tempat 500 m dpl. Penelitian dilakukan selama 4 bulan menggunakan rancangan RCBD. Perlakuan yang diujikan adalah takaran pupuk limbah udang padat yaitu 0 (kontrol) gr/tanaman, 250 gr/tanaman, 500 gr/tanaman dan 1000 gr/tanaman. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali, tiap ulangan terdiri dari 25 unit tanaman. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk limbah udang membantu dalam proses fisiologi tanaman murbei dan berpengaruh nyata pada parameter pertumbuhan, jumlah daun dan jumlah cabang pada takaran 1000 gr/tanaman. Pemberian pupuk limbah udang mempunyai kecenderungan meningkatkan pertumbuhan lebih baik pada pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah daun, jumlah cabang, berat daun dan berat cabang seiring dengan peningkatan pemberian dosis pupuk. Kata kunci: Pupuk organik, limbah udang, murbei

Page 88: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

88

Rimbawanto, Anto Identifikasi klon jati dengan penanda scar = Identification of teak clone using scar marker / Anto Rimbawanto, Suharyanto. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 Suplemen No.01 ; Halaman 148-155 , 2005

Pembangunan bank klonal jati {Tectona grandis L.) merupakan faktor penting dalam program clonal forestry. Permasalahan yang dihadapi dalam pembuatan kebun klonal skala besar adalah kurangnya kepastian informasi asal-usul genetik ataupun tingginya kesalahan pelabelan dari klon-klon yang dihasilkan. Pada saat ini telah berkembang metode yang akurat dalam identifikasi klon jati dengan menggunakan penanda DNA. Penanda SCAR (Sequence Characterized Amplified Region) yang merupakan modifikasi dari metode RAPD, digunakan dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi kebenaran klon diantara dua klon jati, dengan masing-masing klon terdiri dari 10 ramet dan 1 ortet. Delapan polimorfik primer SCAR jati yang digunakan mampu menghasilkan 9 marker. Berdasarkan hasil amplifikasi, tipe genotipe masing-masing klon dapat diketahui dan kesamaan genetik kemudian dihitung berdasarkan Nei dan Li, sedangkan analisis dendogram dihitung berdasarkan metode UPGMA. Hasil analisis kesamaan genetik dan dendogram menunjukkan bahwa klon 1 mempunyai tipe genotipe a dan tergabung dalam satu kluster sehingga dapat dikatakan tidak terdapat kesalahan pelabelan. Sedangkan pada klon 2, terdapat dua tipe genotipe, dimana ortet dan ramet no.4 mempunyai tipe genotipe yang sama dengan tipe genotipe dari klon 1 dan sembilan ramet yang lainnya mempunyai tipe genotipe b. Hal ini berarti bahwa telah terjadi kesalahan pengambilan sampel dari ortet klon 2 dan juga ramet no.4 yang sebenarnya merupakan anggota klon 1. Analisis kekuatan diskriminasi (KD) menunjukkan bahwa tiga dari 9 penanda (T002-1, T044 dan T061) memiliki kemampuan yang optimal dalam mengidentifikasi 2 klon jati.

Kata kunci: Identifikasi klon, jati, penanda SCAR

Setiadi, Dedi Pengaruh tinggi pangkasan induk terhadap kemampuan bertunas tanaman sukun pada kebun pangkas = The effect of height of cutting on sprouting ability of sukun at hedging stock / Dedi Setiadi, Hamdan A. Adinugraha. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.3 ; Halaman 109-116 , 2005

Tanaman sukun merupakan tanaman yang bersifatpartenocarphy sehingga tidak dapat menghasilkan biji, maka pembiakan tanaman sukun dilakukan secara vegetatif. Penelitian pengaruh tinggi pangkasan terhadap produktivitas stek pucuk sukun pada kebun pangkas dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (CRD) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan di mana masing-masing perlakuan 5 bibit sehingga

Page 89: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

89

jumlah bibit seluruhnya 60 bibit. Perlakuan yang digunakan dengan tinggi pangkasan masing-masing, yaitu Tl = 50 cm, T2 = 40 cm, T3 = 30 cm dan T4 = 20 cm. Parameter yang diukur adalah tinggi tunas, diameter tunas, jumlah tunas, jumlah tunas siap stek dan persen hidup 1 bulan. Perlakuan tinggi menyebabkan respon pertumbuhan panjang dan diameter tunas yang berbeda nyata. Pada respon pertumbuhan jumlah tunas, jumlah tunas siap stek dan persentase hidup tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Tinggi pangkasan 50 cm merupakan perlakuan tinggi pangkasan terbaik terhadap pertumbuhan jumlah tunas dengan menghasilkan tunas sebanyak 29,4 tunas dan jumlah tunas siap stek dengan menghasilkan tunas siap stek sebanyak 22,73 stek Kata kunci: Kebun pangkas, sukun, tinggi pangkasan

Setiadi, Dedi Perendam air dingin sebagai perlakuan perkecambahan benih jenis araukaria = Cold water soaking pretreatment on the germination process of araucaria cunninghamii seeds / Dedi Setiadi; susanto; Alin Maryati. -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 No.3 ; Halaman 125-129 , 2005

Araucaria cunninghamii merupakan salah satu jenis konifer yang tumbuh pada hutan tropis dan sangat potensial sebagai kayu perdagangan. Penelitian penanganan benih serta pengaruhnya terhadap mutu bibit Araukaria dengan menggunakan rancangan acak lengkap kelompok (CRD) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan, dengan masing-masing perlakuan 15 butir benih sehingga benih seluruhnya 225 butir benih. Perlakuan yang digunakan yaitu Tl = Perendaman dengan air dingin selama 24 jam, T2 = Perendaman dengan air dingin selama 18 jam, T3 = Perendaman dengan air dingin selama 12 jam, T4 = Perendaman dengan air dingin selama 6 jam dan TO = Tanpa perendaman (kontrol), kemudian masing-masing perlakuan diperam pada kantong plastik hitam selama 48 jam. Parameter yang diukur adalah daya kecambah dan kecepatan berkecambah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman air dingin selama 18 jam merupakan perlakuan terbaik untuk meningkatan daya kecambah sebesar 55% dan rata-rata kecepatan berkecambah selama 16 hari. Kata kunci: Araucaria cunninghamii, biji, perlakuan perkecambahan

Setiadi, Dedi Variasi pertumbuhan bibit sukun dari beberapa sumber benih = The growth variation of breadfruit from several seed sources / Dedi Setiadi, Hamdan A. Adinugraha, Prastyono. -- Wana Benih : Volume 6 No.2 ; Halaman 59-66 , 2005

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui variasi pertumbuhan bibit sukun dari beberapa sumber benih. Parameter yang diamati dari 9 sumber benih meliputi tinggi bibit, diameter bibit, jumlah tunas, jumlah daun dan kekokohan bibit. Penelitian ini dirancang

Page 90: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

90

dalam pola rancangan acak lengkap kelompok. Setiap sumber benih terdiri 5 ulangan masing-masing 10 bibit untuk parameter yang diamati. Pengamatan dilakukan pada umur bibit 4 bulan setelah penyapihan. Berdasarkan ke- 5 parameter pengamatan, diantara sumber benih menunjukan perbedaan yang nyata. Secara berurutan sumber benih Sesaot merupakan sumber benih sukun yang menghasilkan bibit dengan kualitas yang paling baik dan diikuti sumber benih Condong Catur. Denpasar Selatan, Banyuwangi, Sukaraja, Doom Barat/Timur, Tacipi, Bongaya dan Sanggeng. Kata kunci: Sukun, sumber benih, variasi pertumbuhan

Siagian, Y. Togu Pengaruh tinggi pangkasan terhadap pertunasan dan daya perakaran Stek pucuk jenis Hopea = The effect of Hedging Treatment to thesSprouting and rooting of leafy cutting of hopea species / Y. Togu Siagian; Hamdan Adma Adinugraha. -- Wana Benih : Volume 6 No.1 ; Halaman 25-30 , 2005

Teknik rejuvenasi dengan cara pemangkasan pada jenis H. odorata diperlukan untuk mendapatkan trubusan sebagai bahan stek. Dalam percobaan ini dilakukan pemangkasan dengan 5 tingkat ketinggian yaitu 10 cm, 20 cm, 30 cm, 40 cm dan 100 cm diatas tanah dengan tujuan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kemampuan bertunas dan pertumbuhan stek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi pangkasan dan diameter batang menyebabkan terjadinya variasi pada pertunasan. Pemangkasan 100 cm menghasilkan jumlah tunas dan panjang tunas terbaik yaitu 19,6 tunas dengan panjang 13,3 cm. Batang tanaman H. odorata yang berukuran. lebih besar memproduksi tunas lebih banyak dari pada yang berukuran lebih kecil. Tunas yang diambil dari pangkasan setinggi 20 cm menunjukkan pertumbuhan stek pucuk terbaik yaitu 45,6 % stek berakar dengan persen hidup sampai umur 6 minggu mencapai 89,7 %. Kata kunci: Hopea odorata, pemangkasan, persen hidup stek, pertunasan

Sunarti, Sri Pengujian viabilitas serbuk sari murbei pada berbagai tahapan bunga dan lama penyimpanan = Pollen viability test of mulberry at stages of flower and storage period / Sri Sunarti; Sugeng Pudjiono. -- Wana Benih : Volume 6 No.1 ; Halaman 1-7 , 2005

Uji viabilitas serbuk sari murbei jenis Moms alba var Kanva 2 telah dilakukan di laboratorium P3HT, Yogyakarta. Media yang digunakan dalam pengujian tersebut adalah media Brewbakers yang telah dimodifikasi oleh Owens (1991). Perlakuan yang diterapkan adalah tahapan bunga, yaitu tahap bunga sebelum reseptif, saat reseptif dan setelah reseptif, kemudian dilanjutkan dengan periode penyimpanan selama 1 hari - 3 hari. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bunga pada tahapan reseptif yang paling tinggi

Page 91: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

91

viabilitas serbuk sarinya (38,13%) dan serbuk sari tidak dapat disimpan walaupun sehari pada suhu 0°C. Kata kunci: Moms alba var Kanva 2, tahapan bunga, viabilitas serbuksari

Sunarti, Sri Produksi benih mangium berdasarkan posisi tajuk di plot uji persilangan interspesifik Mangium x formis = Seed production of mangium based on crown position observed at interspecific crossing plot test of Mangium x formis / Sri Sunarti; Sumaryana; Marlan. -- Wana Benih : Volume 6 No.2 ; Halaman 41-45 , 2005

Keberhasilan produksi benih suatu tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain musim pembungaan. Kelimpahan bunga pada setiap bagian tajuk berbeda. Bagian tajuk yang mendapat penyinaran cahaya matahari yang penuh akan berbunga lebih banyak dibandingkan dengan bagian lain yang kurang mendapatkan penyinaran matahari. Hasil penelitian produksi benih A. mangium berdasarkan posisi tajuk ini menunjukkan bahwa bagian tajuk paling atas dan sisi tajuk sebelah timur akan memproduksi benih paling banyak, sedangkan tajuk bagian bawah memproduksi benih paling sedikit.

Kata-kata kunci: Acacia mangium, posisi tajuk, produksi benih

Yelnititis Perbanyakan meranti secara in vitro = Multiplication of meranti (Shorea leprosula) through in vitro method / Yelnititis ...[et al] . -- Jurnal Penelitian Hutan Tanaman : Volume 2 Suplemen No.01 ; Halaman 174-179 , 2005

Meranti {Shorea leprosula Miq.) merupakan salah satu tanaman hutan yang termasuk ke dalam spesies asli Indonesia yang mempunyai prospek untuk dikembangkan hutan tanaman. Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan telah dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Yogyakarta. Batang satu buku dijadikan sebagai eksplan. Sterilisasi eksplan dilakukan secara bertingkat dengan menggunakan alkohol, HgCl, dan bayclin serta terakhir dibilas dengan akuades steril sebanyak tiga kali. Media dasar Murashige dan Skoog (MS) digunakan sebagai media tumbuh. Perlakuan yang diuji adalah penambahan zat pengatur tumbuh BA (0,0 — 3,0 mg/1). Penelitian disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 10 kali ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap waktu inisiasi tunas, jumlah tunas dan penampakan biakan secara visual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan media MS + BA.2,0 mg/1 merupakan perlakuan terbaik untuk inisiasi. Rata-rata jumlah tunas yang diperoleh dari perlakuan ini adalah 5,5. Tunas yang dihasilkan berwarna hijau segar, agak gemuk dengan laju pertumbuhan lambat.

Page 92: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

92

Kata kunci: Kultur in vitro, meranti, Shorea leprosula Yuliah Uji keturunan semai cendana umur enam bulan di persemaian = The sixth month seedling Santalum album Linn. progeny trial in nursery / Yuliah, Liliek Hariyanto. -- Wana Benih : Volume 6 Suplemen No.01 ; Halaman 108-114 , 2005

Populasi cendana saat ini mengalami penurunan yang tinggi. Untuk merehabilitasi hutan cendana diperlukan benih dengan kualitas yang baik. Uji keturunan merupakan langkah awal untuk membuat kebun benih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan hidup bibit cendana di persemaian dan mengetahui variasi sifat tinggi dari berbagai asal. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Berblok dengan 18 famili sebagai perlakuan, 4 replikasi terdiri dari 4 bibit sehingga total bibit 288. Hasilnya menunjukkan cendana memiliki kemampuan hidup tinggi dipersemaian mencapai 91.67% dan adanya variasi terhadap sifat tinggi diantara famili yang diuji. Pada umur 6 bulan, famili yang memiliki sifat tinggi terbaik dari Fenun (P.Timor) dengan tinggi 20.47 cm. Kata Kunci: Famili, provenans, Santalum album Linn, tinggi, variasi

Page 93: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

93

Abdurachman Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua jenis kayu kurang dikenal = The strength and stiffiness of glugam made from two lesser known wood species / Abdurachman, Nurwati Hadjib. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.2 ; Halaman 87-100 , 2005

Balok lamina 3 dan 5 lapis berukuran 5 cm x 5 cm x 120 cm yang dibuat dari kayu kaya (Khaya Senegalensis (Desr.) A. Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb.)R. Br.) dengan perekat phenol formadehida (PF) telah diuji sifat fisik dan mekaniknya di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bogor. Susunan pelaminasinya didasarkan pada nilai kekakuan (E) dari bilah penyusunnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan balok lamina 3 lapis lebih besar dari balok lamina 5 lapis maupun kayu solidnya. Rata – rata MOE, MOR, dan MCS kayu kaya lebih besar dari kayu bipa. Balok lamina 3 lapis maupun 5 lapis setara dengan kelas kuat III-II. Kata Kunci: Kekuatan, kekakuan, balok lamina

Abdurrohim, Sasa Pengawetan kayu tusam segar secara sel penuh dengan bahan pengawet CCB / Sasa Abdurrohim. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 67-70 , 2005

Kayu tusam (Pinus merkusi Jungh. et de Vr.) termasuk kayu yang mudah diawetkan dengan proses rendaman dan sel penuh pada kadar air kering udara sampai titik jenuh serat. Namun demikian belum diketahui apakah kayu tusam dapat diawetkan dalam keadaan segar. Pada penelitian ini diamati kwalitas pengawetan kayu tusam dalam keadaan segar dengan menggunakan bahan pengawet CCB.

Sebanyak 22 contoh uji berukuran panjang antara 39,5 - 41,6 cm, lebar 4,9 - 22,2 cm dan tebal 2,4 cm dalam keadaan segar diawetkan dua tahap secara sel penuh dengan konsetrasi larutan CCB 3%. Pada kedua tahap pengawetan digunakan vakum awal dan akhir sebesar 55 cm Hg, serta tekanan hidrolik sebesar 9 atm. Lama vakum awal masing-masing selama 30 menit dan satu jam, vakum akhir selama 15 menit, serta lama tekanan masing-masing satu dan dua jam. Selang pengawetan tahap pertama dan kedua selama satu minggu. Hasil uji coba menunjukkan bahwa kayu tusam segar tidak dapat diawetkan secara sel penuh. Setelah diangin-anginkan selama satu sampai dua minggu dapat dengan mudah diawetkan. Kata kunci: Kayu tusam segar, sel penuh, baluin pengawet CCB

H A S I L H U T A N

Page 94: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

94

Abdurrohim, Sasa Pengawetan lima jenis kayu secara rendaman dingin memakai bahan pengawet CCF / Sasa Abdurrohim. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 71-78 , 2005

Bagan pengawetan kayu secara rendaman dingin memakai bahan pengawet CCF (tembaga-khrom-fluor) diperlukan dalam pengawetan kayu untuk perumahan dan gedung. Penelitian ini bertujuan menentukan prosedur pengawetan kayu secara rendaman dingin memakai bahan pengawet CCF pada lima jenis kayu dalam berbagai ukuran yang lazim digunakan untuk perumahan dan gedung.

Lima jenis kayu dalam keadaan kering udara berukuran balok, kaso dan reng diawetkan secara rendaman dingin memakai bahan pengawet CCF. Lama rendaman dingin yang digunakan 3, 5 dan 7 hari dengan konsentrasi larutan 5% dan 10%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dan lima jenis kayu yang diteliti hanya satu jenis yang dapat diawetkan memakai bagan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu kayu meranti ukuran balok untuk pemakaian di baiuah atop tanpa kontak dengan tanah. Bagan yang dianjurkan adalah rendaman dingin selama 7 hari dengan konsentrasi larutan CCF 10%. Kata kunci: Pengawetan, bagan pengawet, CCF

Barly Pengawetan bagian lunak batang kelapa basah dengan cara tekanan = Preservation of green soft tissue coconut wood by pressure methode / Barly, Didik A Sudika. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.2 ; Halaman 111-117 , 2005

Tulisan ini mengemukakan hasil penelitian metode tekanan pada dua varietas kelapa dengan bahan pengawet senyawa boron. Bagian lunak batang kelapa basah pada dolok kesatu, kedua dan ketiga berukuran 5 cm x 10 cm x 100 cm diawetkan dengan cara proses sel penuh (FCP) dan metode tekan berganti (APM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua varietas dan letak dolok dalam batang kelapa dapat diawetkan dengan cara tekanan. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa retensi bahan pengawet yang dihasilkan dengan cara tekan berganti (APM) (11,06 kg/m3 dan 9,44 kg/m3), berbeda dengan yang dihasilkan dengan cara sel penuh (FCP) (4,45 kg/m3 dan 4,74 kg/m3) pada kelapa dalam dan kelapa hibrida. Kata kunci: Pengawetan, bagian lunak dan basah batang kelapa, metode tekanan

Basri, Efrida Mutu kayu mangium dalam beberapa metode pengeringan = The quality of mangium wood in several drying methods / Efrida Basri. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.2 ; Halaman 119-129 , 2005

Page 95: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

95

Masalah serius yang dikeluhkan dalam pengolahan kayu mangium (Acacia mangium Willd,) adalah proses pengeringannya karena berlangsung lama dengan kecenderungan cacat bentuk dan pecah dalam. Penelitian telah dilakukan dengan metode pengeringan shed; metode kombinasi tenaga surya dan enerji biomas (panas dari tungku kayu bakar); metode shed dan kombinasi tenaga surya dan enerji biomas; kombinasi perlakuan pendinginan dan metode pengeringan shed. Hasilnya menunjukkan pengeringan dengan metode shed dan kombinasi tenaga surya dan enerji biomas dapat mempercepat pengeringan tanpa menimbulkan pecah dan cacat bentuk pada kayu mangium namun dari segi warna agak pucat. Mutu warna kayu mangium yang terbaik diperoleh dari hasil pengeringan shed dengan contoh uji dari ruang pendingin, walaupun dari segi waktu lebih panjang dibandingkan dengan ketiga metode yang lain. Kata kunci: Mangium, mutu, metode pengeringan, pendinginan

Basri, Efrida Bagan pengeringan dasar 16 jenis kayu Indonesia = Basic drying schedules of 16 Indonesian wood species / Efrida Basri. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.1 ; Halaman 23-33 , 2005

Indonesia memiliki sekitar 4000 jenis kayu yang baru sebagian kecil diketahui bagan pengeringannya, sehingga sering terjadi kesalahan dalam penerapan bagan. Selama ini bagan yang digunakan untuk mengeringkan suatu jenis kayu mengadopsi bagan kayu yang sudah dikenal dengan hanya berdasarkan kesamaan warna, kekerasan serta tekstur dari kayu tersebut. Akibatnya kayu yang dikeringkan mengalami penurunan mutu. Tujuan dari penelitian adalah metietapkan bagan pengeringan dasar 16 jenis kayu Indonesia berdasarkan sifat pengeringannya. Penetapan bagan pengeringan diawali dengan pengujian sifat pengeringan kayu menggunakan metode suhu tinggi (suhu 100 °C).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap jenis kayu memiliki respon yang berbeda terhadap perlakuan suhu tinggi. Pada 16 jenis kayu yang diteliti, kayu sengon buto memiliki sifat paling tahan terhadap pemakaian suhu tinggi dan kayu sampora serta kumia batu sangat peka terhadap suhu tinggi. Berdasarkan sifat pengeringan tersebut, maka 16 jenis kayu yang diteliti telah diklasifikasikan ke dalam 10 kelompok bagan pengeringan.

Kata kunci: Kayu, suhu tinggi, sifat pengeringan, bagan pengeringan, mutu

Endom, Wesman Suatu tinjauan peningkatan efisiensi pemanenan hutan tanaman / Wesman Endom, Dulsalam dan Marolop Sinaga. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 43-55 , 2005

Page 96: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

96

Pemanenan kayu sebagai salah satu mata rantai pengelolaan Pembangunan Hutan Tanaman penting mengingat besar pengaruhnya bagi kelancaran iisalta kegiatan lainnya. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang tepat agar senantiasa tnatnpu menghasilkan peningkatan produksi kayu (kuantitas dan kualitas) seraya menjamin efisiensi kerja dan sarana kerja, sehingga benar-benar dapat dicapai suatu produktivitas kerja yang layak dan bermanfaat untnk semua pihak.

Di sebagian besar pengusaha hutan tanaman, peralatan berat yang digunakan umumnya berupa peninggalan pengusahan hutan alam yang ukurannya besar-besar dan sudah tua, sehingga tidak efisien dan produktif. Untuk menggantikannya dengan peralatan yang baru, disamping harganya mahal juga dikhawatirkan bila alat mengalami kerusakan maka pemeliharaannya akan terkendala akibat tekanan politik internasional yang mengakibatkan terjadinya embargo peralatan suku cadang. Oleh karena itu, sudah pada saatnya perlu dibangun dan dikembangkan rekayasa peralatan di dalam negeri sebagai antisipasinya.

Alat bantu pemanenan liasil rekayasa dari prototipe P3THH20 secara ekonomi disimpulkan layak untuk dioperasikan untuk pengeluaran kayu di hutan yang mempunyai dimensi relatif kecil dengan produktwitasnya mencapai 3,5 m3/jam dan biaya operasi sebesar Rp 16.515/m3. Nilai Pay Back Period 1,39 tahun, NPV Rp 75.175.045, IRR 66,4% dan benefit cost ratio 2,51.

Untuk prototip Exp-2000 yang semula hanya di rancang untuk alat pemuat kayu, saat ini sudah dapat dioperasikan untuk pengumpulan kayu dengan cara disarad di atas tanah, menggantung dengan sistem endless pada ketinggian yang terbatas (1,5m) dan menggantung dengan cara skyline. Secara bertahap sejak tahun 2000 alat tersebut terus dilakukan perbaikan dan penyempurnaan. Prestasi kerja untuk pengumpulan kayu antara 5-6 m3hm/jam dan biaya operasi sebesar Rp 45.850 dan biaya per m3

sebesar Rp 8.327,27. Kata kunci: Pemanenan, efisiensi, pengelolaan, hutan lestari, alat Exp-2000

Endom, Wesman Pengumpulan kayu hasil hutan rakyat dengan cara pikul pada lapangan curam / Wesman Endom, Yayan Sugilar dan Agus Hidayat.-- Info Hasil Hutan : Volume 11.No.2 ; Halaman 145-151 , 2005

Pengumpulan kayu hasil hutan rakyat dengan cara dipikul pada kemiringan lapangan ± 45° mengikuti jalan setapak sejauh kurang lebih 150 meter, secara praktis tidak efisien. Cara ini di camping lambat, ongkosnya juga mahal. Prestasi kerjanya saat kondisi tenaga masih segar bugar sebesar 0,49 m3.hm/jam/2 orang dan semakin siang kemampuan daya angkut dan pikulnya menurun daengan prestasi hanya tinggal separuh ± 0,25 m3.hm/jam/2 orang. Karena itu untuk tujuan bisnis, penggunaan cara mekanis seperti pemakaian sistem kabel layang, unimos, tractor atau Exp-2000 merupakan pilihan teknis yang perlu dipertimbangkan.

Page 97: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

97

Kata kunci: Pengupulan, cara pikul, mahal, tidak efisien

Endom, Wesman Rekayasa alat pemotong dahan pohon tinggi dengan alat rantai tipe-I / Wesman Endom.-- Info Hasil Hutan : Volume 11.No.2 ; Halaman 113-127 , 2005

Arboretum merupakan bagian dari kegiatan penelitian yang keberadaannya diperlukan untuk mengetahui sifat pertumbuhan, hama penyakit, kualitas, dan dampaknya bagi lingkungan. Namun, keberadaannya perlu ditinjau ulang terutama bila tegakannya tumbuh berdekatan dengan bangunan sehingga perlu dipotong. Rantai tipe-1 merupakan alat bantu sederhana yang dirancang untuk memotong dahan – dahan pohon tinggi tanpa harus memanjat. Hasil uji coba menunjukkan banyak sekali faktor yang mempengaruhi kinerja alat seperti tinggi dahan, kemiringan lapangan, panjang lereng, bentuk tajuk, dan kelebatan daun. Dari analisis data diketahui bahwa nilai kumulatif tingkat kesulitan diperoleh rata–rata sebesar 36,7 yang artinya penggunaa alat masih menghadapi kendala cukup sulit karena berbagai hal tadi, sehingga perlu penyempurnaan lebih lanjut. Kata kunci: Pemotong dahan, pohon tinggi, tanpa panjat

Endom, Wesman Proporsi volume kayukowakan jenis pohon tusam / Wesman Endom, Yayan Sugilar dan Hasan Basri.-- Info Hasil Hutan : Volume 11.No.2 ; Halaman 97-103 , 2005

Pohon tusam adalah salah satu jenis penghasil getah. Penyadapan getah

dilakukan dengan cara membuat kowakan. Hasil studi memperlihatkan jumlah kowakan tiap pohon bervariasi 2 – 7 buah dengan panjang 0,30 – 3,5 meter. Hasil sadapan getah ini mempunyai nilai ekonomi tinggi, namun di sisi lain mengurangi volume kayu pertukangan sebesar 7,2 – 38,1% dengan rata – rata 18,1%. Agar tujuan pengusahaan hutan tusam sebagai penghasil kayu pertukangan tidak terlalu banyak terkurangi maka diperlukan teknik penyadapan getah yang lain agar getah yang dihasilkan tidak banyak berkurang. Kata kunci: Kayu kowakan, penyadapan getah, pengurangan kayu, kayu produk

Edriana, E Teknologi penyulingan minyak atsiri untuk industri kecil dan menengah / E. Edriana, Totok K Waluyo dan E. Suwardi S. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 153-157 , 2005

Minyak atsiri (minyak eteris, essential oil) adalah minyak yang mudah menguap yang dihasilkan dari sumber hayati dengan cara isolasi terutama dengan cara penyulingan.

Page 98: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

98

Digunakan sebagai bahan pewangi, penyedap dan obat-obatan. Beberapa contoh minyak atsiri antara lain : minyak cendana, minyak kayu putih, minyak nilam, minyak sereh, minyak gaharu, minyak daun cengkeh, minyak atsiri terutama diproduksi dengan cara penyulingan.

Penyulingan merupakan pemisahan komponen kimia yang mudah menguap berdasarkan perbedaan tekanan uap masing-masing kimia yang terkandung di dalam bahan. Penyulingan dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu 1) penyulingan dengan air, 2) peyulingan dengan air dan uap, 3) penyulingan langsung dengan uap.

Untuk pengembangan minyak atsiri sebagai salah satu komoditi HHBK, sebaiknya dipromosikan cara penyulingan yang sederhana, mudah dilaksanakan oleh masyarakat, industri kecil dan menengah, serta berharga murah. Tulisan ini menyajikan beberapa cara penyulingan yang umum digunakan untuk memisahkan minyak atsiri. Kata kunci: Minyak atsiri, hasil hutan bukan kayu (HHBK), teknik penyulingan, industri

kecil dan menengah

Gusmailina Pengolahan nilam hasil tumpang sari di Tasikmalaya = Processing of nilam cultivated under intercroping system in Tasikmalaya / Gusmailina ... [et.al]. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.1 ; Halaman 1-14 , 2005

Peran hasil hutan bukan kayu (HHBK) dalam menunjang kegiatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan perlu dikembangkan. Pengelolaan hutan perlu diarahkan tidak hanya sebagai penghasil kayu tetapi juga sebagai penghasil HHBK yang dapat membuka lapangan perkerjaan dan penghasilan bagi masyarakat lokal dengan tetap memperhatikan faktor ekologis. Salah satu program untuk memcapai partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan yang lestari adalah meningkatkan peran HHBK yang mampu meningkatkan kegiatan dan kesejahteraan masyarakat lokal sekitar hutan. Salah satu komoditi HHBK yang perlu dikembangkan adalah pengusahaan nilam secara tumpang sari terutama pada lahan kawasan hutan, sehingga dapat mendukung optimalisasi penggunaan lahan.

Data, informasi serta contoh uji (daun dan minyak nilam) dikumpulkan dari kampung Pager Ageung, Desa Pager Sari, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat yang ditanam secara tumpang sari dengan tanaman pertanian dan perkebunan pada kebun campuran. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa produktivitas nilam yang ditanam secara tumpang sari di Tasikmalaya sebesar 4 kg/rumpun/panen dengan hasil DNB (daun nilam basah) sekitar 75-100 ton/ha atau sama dengan 15-20 ton DNK (daun nilam kering) per hektar sekali panen lalu dijual ke pedagang dengan harga Rp 500/kg basah, dan Rp 2.500/kg kering, dengan nilai jual sekitar Rp 37,5-50 juta/ha. Usaha ini dikelola oleh Kelompok Tani Mitra Usaha Jaya, proses penyulingan dengan cara uap panas.

Kualitas dan rendemen minyak yang ditanam secara tumpang sari tidak kalah bagus dengan kualitas minyak yang ditanam secara monokultur. Kadar Patchouli

Page 99: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

99

berkisar antara 26-39,5%, bahkan yang disuling di laboratorium berkisar antara 41-49,7%, dengan rendemen berkisar antara 2,4-5%. Masyarakat sekitar kota Tasikmalaya semakin berminat untuk memperluas areal penanaman nilam terutam sejak adanya pabrik penyulingan di Pager Ageung, demikian juga pihak kehutanan dan PT Perhutani. Oleh sebab itu pengusahaan nilam secara tumpang sari di lahan kawasan hutan perlu dijadikan bahan pertimbangan kebijakan bagi pengelola dan pengusahaan hutan tanaman. Kata kunci: Nilam, tumpang sari, rendemen dan kualitas

Gusmailina Prospek dan permasalahan ylang-ylang / Gusmailina, Zulnely dan E. Suwardi Sumadiwangsa. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 165-171 , 2005

Ylang-ylang (Cananga odoratum forma genuina) merupakan tanaman berbentuk pohon yang menghasilkan minyak atsiri. Tanaman ini sekerabat dengan kenanga (Cananga odoratum forma macrophylla,), ke duanya termasuk familia Annonaceae. Pertumbuhan tanaman ylang-ylang relatif cepat. Bila pertumbuhan normal, tanaman ini mulai berbunga pada umur 2,5 - 4 tahun setelah tanam. Di Jawa Barat pertanaman ylang-ylang terdapat di Sukamulya (Sukabumi), Ciminyak (Sukabumi), Subang, Sumedang, Cirebon, dan Kuningan. Pertanaman ylang-ylang yang paling luas adalah yang terletak di Malimping, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten milik Perhutani (502 Ha).

Pada awal berbunga setiap pohon dapat menghasilkan 0,25 - 1 kg setiap pohonnya. Sebagai komoditi kayu dan non kayu, ylang-ylang mempunyai prospek untuk dikembangkan. Kayunya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan rumah tangga, namun yang menjadi komoditi andalan adalah minyak yang dihasilkan dari penyulingan bunga, yang disebut minyak ylang-ylang. Aroma minyak ylang-ylang lebih lembut dan wangi dibanding minyak kenanga. Kualitas minyak ylang-ylang lebih baik dari minyak kenanga, sehingga harganyapun jauh lebih tinggi dari minyak kenanga. Di Amerika dan Perancis, minyak ylang-ylang digunakan sebagai bahan parfum yang bermutu tinggi.

Tulisan ini menyajikan informasi dan ulasan berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada bulan November 2004. Data yang diperoleh berupa data primer hasil wawancara dan pengamatan langsung, sedangkan data sekunder berupa informasi diperoleh dari KPH Serang dan BKPH Malimping. Kata kunci: Ylang-ylang, atsiri, prospek, masalah

Page 100: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

100

Hadjib, Nurwati Sifat fisis mekanis kayu damar mata kucing bekas sadapan dan kemungkinan pemanfaatannya untuk kayu konstruksi = Physical and mechanical properties of damar mata kucing tapped wood and its possibility asconstruction materials / Nurwati Hadjib, Abdurachman. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.3 ; Halaman 177-185 , 2005

Penelitian sifat fisis dan mekanis kayu damar mata kucing bekas sadapan bertujuan untuk memanfaatkan kayu bekas sadapan yang sudah tidak produktif lagi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata berat jenis (BJ) kering udara kayu bekas sadapan adalah sebesar 0,521, sedangkan kayu yang tidak disadap 0,522. Rata-rata keteguhan lentur maksimum (MOR) kayu bekas sadapan adalah 409,590 kg/cm2,modulus elastiskas (MOE) sebesar 62.820 kg/cm2, sedangkan MOR dan MOE kayu tidak disadap masing-masing sebesar 537,693 kg/cm2 dan 106.869 kg/cm2. Kayu damar mata kucing baik yang disadap maupun tidak disadap tergolong kelas kuat HI, dimana kayu tersebut hanya sesuai untuk digunakan sebagai bahan konstruksi ringan, mebel, peti kemas, kerajinan, venir plywood, dan papanpartikel. Kata kunci: Sifat fisis, mekanis, sadapan, damar mata kucing

Hidayat, Asep Kajian efisiensi pemanenan kayu mangium : studi kasus di hutan tanaman di Pulau Laut Kalimantan Selatan = Study on harvesting efficiency of mangium: case study at forest plantation in Pulau Laut South Kalimantan / Asep Hidayat, H. Hendalastuti R. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.2 ; Halaman 131-142 , 2005

Pemanenan harus mampu memproduksi kayu sesuai dengan target, ramah lingkungan, efektif dan efisien sehingga keuntungan perusahaan maksimal. Pelaksanaan sistem pemanenan yang akan atau telah dilakukan dapat diukur tingkat efisiensinya melalui tiga indikator yaitu indeks tebang, indeks sarad dan indeks angkut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya indeks tebang, indeks sarad dan indeks angkut serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Jumlah contoh untuk penetapan indeks tebang dan sarad sebanyak 52 pohon dipilih secara purposive dengan memperhatikan penyebaran kelas diameter. Sedangkan jumlah contoh penetapan indeks angkut dilakukan dengan cara acak terhadap 22 trip pengangkutan. Pengolahan data indeks tebang dilakukan dengan cara pengelompokan kelas diameter dan dianalisa dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dilanjutkan dengan uji Duncan’s.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata – rata, indeks tebang sebesar 0,824, indeks sarad sebesar 0,874 dan indeks angkut sebesar 0,997. Berdasarkan ketiga indeks tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pemanenan yang dilakukan menghasilkan volume aktual sebesar 81,37 m3/ha dengan limbah sebesar 31,96 m3/ha dari potensi tegakan sebesar 113,33 m3/ha.

Page 101: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

101

Kata kunci: Pemanenan, indeks tebang, indeks sarad, indeks angkut

Iskandar, M.I Pemanfaatan serbuk gergaji sebagai bahan pengisi dalam campuran perekat tipe dua pada pembuatan kayu lapis / M.I Iskandar. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 91-94 , 2005

Bahan pengisi dalam campuran perekat yang biasa digunakan adalah tepung tempurnng kelapa. Hnrgnnya mahal dan rnakin sidit diperoleh sehingga perlu dicarikan penggantinya. Bahan yang diingkin dapat digunakan adalah serbuk gergaji.

Venir kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) berukuran 40 x 40 cm x 1,5 mm, sebanyak 75 lembar direkat urea fornialdehida (UF), yang dicampur serbuk gergaji kayu meranti mcrah (Shoroa platyclados V.Sl) dan johar (Cassia siamea Lamk) menjadi 25 lembar kayu lapis. Herat serbuk gergaji terhadap UF adalah 0, 10, 20, 30, dan 40%. Dari setiap lembar kayu lapis dibuat masing-masing sebuah contoh uji kadar air dan kerapatan berukuran 10 x 10 cm, serta 4 buah contoh uji keieguhnn rekat berukuran 8 x 2,5 cm. Kadar air dan kerapatan, contoh uji merupakan kadar air dnn kerapatan setiap lembar kayu lapis, sedangkan keteguhan rekat setiap lembar kayu lapis merupakan rata-rata dari 4 kali pengukuran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan keteguhan rekat bahan pengisi dapat ditambahkan sampai 20%. Penambahan bahan pengisi sebesar ini menghasilkan kayu lapis dengan kadar air di bawah 14%, tetapi kerapatannya meningkat 5,9% sehingga dapat meningkatkan biaya angkut. Untuk itu diperlukan pertimbangan ekonomis dalam menentukan berat bahan pengisi yang dinnjurkan. Kata kunci: Serbuk gergaji, bahan pengisi, perekat, kayu lapis

Komarayati, Sri Pembuatan pupuk organik dari limbah padat industri kertas = Manufacturing organic fertilizer from paper insdustry's sludge effluent / Sri Komarayati, Ridwan A Pasaribu. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.1 ; Halaman 35-41 , 2005

Dalam tulisan ini disajikan hasil penelitian pembuatan pupuk organik dari limbah padat industri kertas. Untuk pemacu proses digunakan penggiat (aktivator) hayati. Penelitian ini berlangsung selama satu bulan.

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh pupuk organik dengan kandungan unsur hara sebagai berikut: Kadar air 29,5 persen; pH 6,70; KTK 31,74 meq/gr; nisbah C/N 32,00; kandungan C 23,6 persen; N 0,9 persen; P 0,4 persen; K 0,5 persen; Mg 0,6 persen dan Ca 1,9 persen. Tekstur berupa pasir 0,1 persen; debu 59,6 persen dan liat 40,2 persen.

Ditinjau dari hasil analisis kimia, ternyata pupuk yang dihasilkan belum dapat digolongkan sebagai pupuk organik, tetapi masih sebagai pembangun kesuburan tanah (soil conditioner).

Page 102: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

102

Kata kunci: Pupuk organik, limbah padat dan industri kertas

Krisdianto Anatomi dan kualitas serat tujuh jenis kayu kurang dikenal dari Jawa Barat = Anatomy and fiber quality of seven lesser-known wood species from West Java / Krisdianto. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.4 ; Halaman 259-282 , 2005

Salah satu alternatif sumber bahan baku kayu untuk industri perkayuan nasional adalah memanfaatkan kayu dari hutan tanaman dan menggunakan kayu dari jenis yang kurang dikenal. Dalam pemanfaatan kayu kurang dikenal diperlukan informasi struktur anatomi dan kualitas seratnya untuk keperluan pengenalan jenis dan pemanf aatannya sebagai pulp dan kertas. Untuk keperluan identifikasi, ciri utama dari ketujuh jenis tersebut adalah: 1. Kayu Hymenaea courbaril keras, berwarna agak kemerahan dengan corak bergaris-

garis, memiliki susunan parenkim bersayap dan lingkaran tumbuh yang dibentuk oleh parenkim pita konsentris.

2. Kayu Tamarindus indica keras, berwarna kuning keputihan. Parenkim bersayap dan lingkaran tumbuh dibentuk oleh parenkim pita konsentris dan adanya lapisan yang tidak berpembuluh.

3. Kayu Ehretia accuminata agak lunak dengan warna coklat pucat dengan pembuluh membentuk susunan pori tata lingkar.

4. Kayu Litsea odorifera agak lunak dengan warna coklat kekuningan, dengan bau yang khas. Parenkimnya selubung sebagian dan parenkim pita konsentris. Terdapat sel minyak.

5. Kayu Colona javanica keras dengan warna coklat agak kemerahan. Jari-jarinya memiliki 2 macam ukuran, parenkim berkelompok membentuk garis-garis pendek antar jari-jari.

6. Kayu Melicope lunu-ankenda keras, berwarna kuning pucat. Parenkim paratrakea bentuk sayap yang bergabung membentuk garis konsentris yang tidak terputus, seperti berlapis-lapis diluar lingkaran tumbuh.

7. Kayu Pouteria duclitan keras, berwarna putih kekuningan. Parenkim tersusun bentuk jala dan pembuluhnya ganda radial 2 6 (9) sel.

Kualitas serat dari ketujuh jenis kayu yang dipelajari termasuk dalam kelas kualitas II dan III untuk produk pulp dan kertas. Kayu marasi, kendal, hum gading dan sampora termasuk dalam kelas kualitas II, sedangkan kayu asam jawa, ki sampang dan nyatu termasuk dalam kelas kualitas HI. Kata kunci: Kayu kurang dikenal, anatomi, identifikasi, serat

Page 103: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

103

Krisdianto Aplikasi teknologi gelombang mikro dalam peningkatan kualitas kayu / Krisdianto. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 13-22 , 2005

Teknologi gelombang mikro dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas kayu, di antaranya dalam pengeringan dan pengawetan kayu. Di beberapa negara maju telah diterapkan dalam pengeringan kayu karena hemat energi dan ramah lingkungan. Di Makasar telah ada instalasinya tctapi energi yang digunakan niasih terlalu mahal karena belum terintegrasi dalam pengolahan kayu.

Gelombang mikro mengakibatkan struktur anatomi rusak, seperti sel jari-jari, noktah yang beraspirasi dan tilosis, sehingga permeabilitas kayu meningkat. Dalam mengawetkan kayu yang sukar diawetkan dengan persyaratan retensi tinggi, seperti kayu untuk perkapalan, gelombang mikro mungkin dapat dimanfaatkan sebagai perlakuan pendahuluan. Kata kunci: Gelombang mikro, kualitas, pengeringan, pengawetan, anatomi,

permeabilitas

Kusmiyati, Evi Potensi burahol sebagai komoditi hasil hutan bukan kayu yang terancam punah / Evi Kusmiyati, Poedji Hastoeti ; Gusmailina. -- Info Hasil Hutan : Volume 11.No.1 ; Halaman 9-16 , 2005

Burahol (Stelechocarpus burahol) termasuk keluarga Annonaceae. Kebanyakan suku ini dilaporkan mengandung senyawa sitotoksik, antimikroba, dan juga sebagai insektisidz. Saat ini keberadaan burahol sudah memprihatinkan karena terancam punah dan langka serta sulit dijumpai. Hal ini disebabkan karena faktor budaya dan kepercayaan masyarakat di masa lampau membuat tanaman ini menjadi terlupakan. Padahal tanaman ini selain bentuknya yang unik dengan buah yang bergantungan dan menempel di batang, juga sangat potensial dikembangkan sebagai komoditi hasil hutan bukan kayu (HHBK), yang memanfaatkan buahnya sebagai bahan baku industri jamu, obat dan kosmetika yaitu untuk memperhalus kulit dan mencegah penyakit-penyakit yang merusak j aringan kulit.

Untuk mengembangkan tanaman burahol perlu upaya pengenalan kembali kepada masyarakat, karena selain bermanfaat sebagai komoditi HHBK, juga bentuk pohon yang menarik cocok dikembangkan untuk tanaman peneduh, baik di pekarangan rumah, pinggir jalan, atau lebih indah lagi kalau ditanam di taman-taman perkotaan.

Tulisan ini menyajikan tentang prospek burahol sebagai komoditi HHBK, berikut analisis pendahuluan buah burahol yang berpotensi sebagai tanaman obat. Hasil analisis pendahuluan menunjukkan bahwa buah burahol positif mengandung bahan aktif yang berguna sebagai obat, baik buah muda, sedang atau buah yang sudah tua.

Page 104: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

104

Kata kunci: Burahol, HHBK, analisis, potensi dan prospek

Lestari, Setyani B Sifat papan serat sembilan kenis kayu dari Irian Jaya = Fiberboard properties of nine wood species from Irian Jaya / Setyani B Lestari.-- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.5 ; Halaman 399-405 , 2005

Penelitian ini bertujuan unruk mengetahui sifat pengolahan dan sifat fisik mekanik papan serat sembilan jenis kayu yang berasal dari Irian Jaya. Penelitian pembuatan papan serat ini dilakukan untuk mengetahui kualitas kayu tersebut dihubungkan dengan kegunaannya dalam pengembangan industri pengolahan kayu terutama industri papan serat. Dengan demikian penggunaannya akan lebih optimal karena papan serat dapat digunakan sebagai bahan mebel, konstruksi, peti kemas dan bahan bangunan lainnya. Pembuatan pulp menggunakan proses semikimia terbuka dengan kondisi pengolahan, konsentrasi NaOH 35 g/1, perbandingan serpih dan larutan pemasak 1 : 8 dan suhu pemasakan 100°C selama 2 jam. Setelah pemasakan, pulp dicampur dengan bahan penolong urea formaldehida 10% dan tawas 5% w/w. Metode yang dipakai dalam pembentukan lembaran papan serat adalah pembentukan lembaran basah menggunakan "deckle box". Selanjutnya dikempa dingin dengan tekanan 10 kg/cm2 selama 5 menit .dan dilanjutkan dengan kempa panas bertekanan 25 kg/cm2 pada suhu 170°C selama 10 menit.

Pengamatan terhadap hasi] pengolahan dan sifat fisismekanis lembaran papan serat dibandingkan dengan standar FAO (1958). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen memenuhi standar dan konsumsi alkali termasuk kelas rendah sampai sedang. Sifat fisismekanis papan serat sembilan jenis kayu yang memenulii standar FAO ialah kerapatan dan keteguhan patah 8 jenis kayu, kecuali Trichandenia Philippinensis Merr. keteguhan lentur Timelodendrom amboinicum Hassk, Gmelina moluccana (BL) Beaker, Celtis rigesans (Miq) Planch, dan keteguhan tank sejajar pcrmukaan Timelodendrom amboinicum Hassk. Sedangkan daya serap air dan pengembangan tebal tidak memenuhi standar FAO. Kata kunci: Irian Jaya, proses soda panas terbuka, sifat fisis papan serat.

Lempang, Mody Sifat fisik dan mekanik kayu sama-sama (Pouteria firma) = Physical and mechanical properties of Sama-sama (Pouteria firma) wood / Mody Lempang.-- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.5 ; Halaman 407-415 , 2005

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi sifat fisik dan mekanik kayu sama-sama {Pouteria firma). Sifat fisik dan mekanik kayu sampel yang diidentifikasi terdiri dari kadar air, berat jenis, penyusutan, keteguhan lentur, keteguhan tekan, keteguhan geser, dan keteguhan pukul. Kayu contoh uji diambil dari hutan produksi alam di I-Calukku Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Selatan. Pengujian sifat fisik dan mekanik kayu dilaksanakan mengikuti Standar Industri Jepang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu sama-sama mengandung kadar air basali rata-rata 113,84%, berat jenis kering udara 0,60 dan penyusutan tangensial dari

Page 105: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

105

basali ke kering udara 4,63%. Kayu sama-sama memiliki keteguhan lentur mutlak rata-rata 551,99 kg/cm2, keteguhan tank sejajar serat 408,85, keteguhan tekan sejajar serat 230,13 kg/cm2, keteguhan tekan tegak lurus serat 127,11 kg/cm2, keteguhan geser sejajar serat 64,40 kg/cm2 dan keteguhan pukul 7,67 kg/cm2. Kayu sama-sama dapat digolongkan ke dalam kayu kelas kuat III sampai IV dan berdasarkan sifat fisik dan mekaniknya, kayu tersebut cocok digunakan untuk bahan bangunan, moulding, vinir dan pallet. Kata kunci: Kayu sama-sama, fisis, mekanis, kegunaan

Lelana, Neo Endra Pengawetan bagian luar kayu kelapa secara rendaman dingin dengan bahan pengawet CCB / Neo Endra Lelana.--Info Hasil Hutan : Volume 11.No.2 ; Halaman 139-143 , 2005

Kayu kelapa (Cocos nucifera L.) banyak digunakan untuk berbagai macam keperluan, seperti van konstruksi, furniture dan barang kerajinan. Kayu kelapa rentang terhadap serangan jamr dan serangga perusak kayu, sehingga perlu diawetkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui retensi bahan pengawet CCB pada bagian luar kayu kelapa dari tiga kelas kerapatan yang berbeda. Contoh uji berukuran 1 cm x 100 cm direndam dalam larutan bahan pengawet CCB 3% masing – masing 24, 48, dan 96 jam. Hasil penelitian menunjukkan, kerapatan dan lama perendaman mempengaruhi retensi bahan pengawet CCB. Perendaman kayu kelapa yang mempunyai kerapatan rendah selama 48 jam sudah dapat mencapai estándar retensi yang disyaratkan. Kata kunci: Kayu kelapa, bahan pengawet CCB, rendaman dingin, retensi

Malik, Jamaludin Produksi komponen mebel skala kecil dari limbah pembalakan hutan tanaman / Jamaludin Malik. -- Info Hasil Hutan : Volume 11.No.1 ; Halaman 27-39 , 2005

Pengolahan kayu limbah pembalakan hutan tanaman menjadi komponen mebel merupakan salah satu alternatif dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber daya kayu yang semakin terbatas dan diharapkan dapat memberikan nilai tambah. Data dan informasi aspek teknis maupun finansial proses produksinya masih terbatas, sehingga diperlukan penelitian pembuatan komponen mebel skala kecil dari limbah tersebut.

Penelitian dilakukan melalui uji coba pembuatan komponen mebel dari kayu limbah pembalakan hutan tanaman. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pengamatan dan pengukuran di hutan tanaman serta pengamatan pada proses pembuatan produk. Bahan yang digunakan berupa dolok tiga jenis kayu, yaitu agatis, tusam dan gmelina yang berdiameter 9 -19,5 cm. Produk yang dibuat dibandingkan dengan standar pabrik.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemanfaatan kayu jati di Jawa Barat lebih efisien. Ketiga jenis kayu yang diteliti mungkin dapat mengikuti pola pemanfaatannya. Rendemen komponen mebel hasil uji coba sebesar 18,81% dengan mutu lokal.

Page 106: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

106

Perbandingan biaya bahan baku dan overhead adalah 52:48. Biaya bahan baku dapat ditekan dengan membangun industri komponen mebel di dekat lokasi bahan baku. Kata kunci: Hutan tanaman, limbah pembalakan, komponen mebel

Malik, Jamaludin Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis kayu limbah pembalakan hutan tanaman = Statis bending of laminated wood assembled from logging wood waste of three species plantantion forests / Jamaludin Malik, Adi Santoso.-- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.5 ; Halaman 385-397 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat keteguhan lentur dan patah (MOE dan MOR) balok lamina dari kayu limbah pembalakan hutan tanaman dengan menggunakan tiga jenis perekat yaitu lignin resorsinolformaldehida (LRF), tanin resorsinolformaldehida (TRF) dan phenol resorsinoi formaldehida (PRF). Kayu lamina dibuat dari komposisi tiga jenis kayu yaitu tusam (Pinus merkusii), damar {Agathis sp.) dan gmelina (Gmelina arbored).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masa kempa 8 jam menghasilkan nilai MOE lebih besar sedangkan masa kempa 12 jam meningkatkan MOR. Komposisi jenis terbaik dari kayu lamina berdasarkan nilai MOE dartMOR-nya adalah agatis-agatis-agatis pada masa kempa 8 jam.

Ketiga jenis kayu limbah pembalakan memiliki sifat perekatan yang baik dan cocok dibuat produk kayu rekonstitusi khususnya kayu lamina tipe eksteriot untuk keperluan struktural. Kata kunci: Keteguhan lentur, MOE dan MOR, balok lamina, kayu limbah pembalakan

Mandang, Yance I Aplikasi program komputer SQL server untuk identifikasi jenis-jenis kayu Asia Tenggara / Yance I Mandang. -- Info Hasil Hutan : Volume 11.No.1 ; Halaman 65-85 , 2005

Identifikasi kayu merupakan langkah awal dalam proses pengolahan dan pemanfaatan kayu yang rasional. Namun identifikasi secara manual adakalanya memerlukan waktu yang sangat lama dan tidak jarang dengan hasil yang hampa. Dengan program komputer diharapkan pekerjaan identifikasi kayu ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat. Dalam makalah ini disajikan suatu petunjuk membuat basis data anatomi kayu dan merangkainya dengan SQL Server untuk digunakan dalam proses identifikasi contoh kayu tidak dikenal. Data anatomi kayu ditransformasikan ke dalam kode IAWA (International Association of Wood Anatomist) kemudian disusun dalam tabel dengan format tertentu lalu diimpor ke dalam SQL Server yang sudah diinstal ke dalam komputer. Identifikasi contoh kayu tidak dikenal dilakukan dengan menggunakan kode dan kata-kata pelacak baku. Cara identifikasi disajikan melalui beberapa contoh aplikasi.

Page 107: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

107

Kata kunci: Anatomi kayu, identifikasi kayu, program komputer, SQL Server

Muslich, Mohammad Keawetan 200 jenis kayu Indonesia terhadap penggerek di laut = Durability of 200 Indonesia wood species againts marine borers / Mohammad Muslich, Ginuk Sumarni. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.3 ; Halaman 163-176 , 2005

Contoh representative dua ratus jenis kayu yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia diteliti sifat keawetannya terhadap serangan penggerek di laut. Masing-masing jenis kayu dibuat contoh uji berukuran 30x5x2,5 cm, dirakit dengan tali plastik dan dipasang di perairan Pulau Rambut serta diamati setelah 6 bulan. Dari hasil penelitian tersebut dibuat lima klasifikasi keawetan berdasarkan intensitas serangan pada masing-masing contoh uji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua contoh uji mendapat serangan berat oleh Pholadidae dan Teredinidae. Lima jenis (2,5 persen) tahan terhadap penggerek di laut, dimasukkan ke dalam katagori kelas awet I dan 10 jenis (5 persen) dimasukkan ke dalam kelas awet II. Sementara itu, sisanya 26 jenis (13 persen) termasuk kelas awet HI, 50 jenis (25 persen) termasuk kelas IV, dan 109 jenis (54,5 persen) termasuk kelas V Kata kunci: Keawetan, jenis-jenis kayu Indonesia, penggerek kayu di laut

Muslich, Mohammad Retensi dan penetrasi bahan pengawet CCB pada bambu tallang dengan metode "Stepping" / Mohammad Muslich, Ginuk Sumarni. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 61-65 , 2005

Bambu tallang (Schizotachyium brachydadum Kurz.) merupakan salah satu jenis bambu yang banyak digunakan untnk barang kerajinan dan alat musik. Produk tersebut rentan terluidap organisme perusak. Untuk meningkatkan umur pakainya, bambu segar sebagai bahan baku produk dnpat diaivetnn dengan metode "siepping".

Dua puluh tujuh batang bambu tallang yang berasal dari Tana Toraja, diaxuetkan dengan CCB (tembaga-khrom-boron) dengan metode "stepping". Konsentrasi bahan pengawet yang dipakai 3%, 5% dan 7% sedangkan lama rendaman 3, 6 dan 9 liari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi dan lama rendaman yang dianjurkan masing-masing 5% dan enam hari, karena persyaratan yang ditetapkan telah dicapai. Kata kunci: Bambu tallang, tembaga-khrom-boron, "stepping", retensi, penetrasi

Page 108: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

108

Novriyanti, Eka Bambu, tanaman multimanfaat pelindung pinggir sungai / Eka Novriyanto. -- Info Hasil Hutan : Volume 11.No.1 ; Halaman 1-8 , 2005

Bambu sejak dulu sudah diketahui merupakan tanaman multimanfaat. Mulai akar sampai pucuk tanaman dapat dimanfaatkan secara luas, meski umumnya masyarakat lebih familiar dengan batangnya. Dewasa ini, bambu juga dimanfaatkan sebagai tanaman konservasi, terutama untuk perlindungan tanah di tebingan sungai. Selain itu, dalam periode tertentu dapat dipanen hasil, baik batang maupun rebungnya. Kata kunci: Bambu, sifat-sifat, konservasi tanah, pemanfaatan

Pasaribu, Ridwan Achmad Teknologi pemanfaatan limbah pembalakan dan industri untuk peningkatan nilai tambah / Ridwan Achmad Pasaribu. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 23-41, 2005

Potensi limbah pembalakan hutan alam produksi dan hutan tanaman serta industri kayu cukup tinggi, tetapi pemanfaatannnya sampai saat ini kebanyakan digunakan sebagai kayu bakar dan bahan baku pembuatan arang. Pemanfaatan limbah kayu tersebut selain menghasilkan nilai tambah yang relatif rendah, juga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan berupa abu dan asap yang tertiup angin serta pemberosan pemanfaatan areal sumber daya hutan.

Alternatif yang dapat ditempuh oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bogor adalali mengoptimalisasikan pemanfaatan limbah tersebut dengan teknologi inovatif yang sederhana, murah, dapat diaplikasikan pada masyarakat dan mampu memproduksi produk jadi yang memberikan nilai tambah tinggi. Teknologi pemanfaatan inovatif seperti ini sangat cocok dikembangkan untuk mendukung pengembangan program social forestry, zero waste, restrukturisasi industri hasil hutan dalam pemanfatan bahan baku dan produk hasil hutan serta pelestarian lingkungan.

Teknologi yang cukup strategis untuk dikembangkan penelitiannya oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bogor dan disampaikan hasil-hasil penelitiannya secara ringkas pada makalah ini adalah teknologi pemanfaatan limbah pembalakan dan industri pengolahan kayu skala kecil untuk karton rakyat, pupuk organik mikoriza, media budidaya jamur yang dapat dimakan, komponen mebel, kayu lamina, arang kompos, arang aktifdan cuka kayu. Kata kunci: Limbah pembalakan, limbah industri kayu, nilai tambah, sosial forestry,

zero waste, restrukturisasi industri

Page 109: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

109

Pari, Gustan Pengaruh lama aktivasi terhadap struktur kimia dan mutu arang aktif serbuk gergaji sengon = Effect of activation time on chemical structure and quality of sengon sawdust activated charcoal / Gustan Pari [et.al] . -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.3 ; Halaman 207-218 , 2005

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh lama aktivasi terhadap perubahan struktur kimia dan mutu arang aktif. Arang aktif dibuat di dalam retor baja tahan karat yang dilengkapi dengan pemanas listrik pada suhu 850°C dengan lama waktu reaksi 30,60,90 dan 120 menk dengan menggunakan uap air sebagai bahan pengaktif. Evaluasi strukur kimia arang aktif dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri infra merah (FTIR), X-ray difraksi (XRD dan elektron mikroskop (SEM). Mutu arang aktif terbaik dihasilkan pada arang yang diaktivasi selama 90 menit.

Rendemen yang dihasilkan sebesar 13,75 persen, kadar air 3,03 persen, abu 23,57 persen, zat terbang 11,12 persen, karbon terikat 65,31 persen. Daya serap terhadap iodin sebesar 1003,9 mg/g, benzena 19,10 persen, formaldehida 40,55 persen dan metilina biru 282,19 mg/g. Mutu arang aktif yang dihasilkan ini, terutama apabila dilihat dari besarnya daya serap terhadap iodin dan metilina biru memenuhi persyaratan Standar Indonesia. Hasil pengkajian struktur arang aktif dengan menggunakan XRD menunjukkan tinggi (Lc) dan jumlah (N) lapisan aromatik meningkat dengan makin lamanya waktu aktivasi, sedangkan lebar (La) lapisan aromatik dan derajat kristalinitasnya (X) menurun dengan jarak antar lapisan (d) stabil. Hasil analisis FTIR menunjukkan bahwa permukaan arang aktif mengandung ikatan C-O dan C-H, dan hasil analisis SEM menunjukkan jumlah dan diameter pori meningkat dengan makin lamanya waktu aktivasi dan didominasi oleh makropori. Kata kunci: Arang aktif, sengon, struktur, serbuk gergaji, XRD, FTIR, SEM

Prabawa, Sigit Baktya Sifat fisik dan dimensi serat kayu mangium berumur empat tahun dari daerah Sebulu, Kalimantan Timur = The physical and fiber dimension properties of 4 year old mangium wood from Sebulu of East Kalimantan / Sigit Baktya Prabawa .-- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.5 ; Halaman 339-348 , 2005

Acacia mangium Wild termasuk famili Leguminoceae. Jenis iiii umumnya di Indonesia dikenal sebagai mangium, sedangkan di luar negeri dikenal juga dengan nama sabah salwood, black wattle, hickory wattle atau brown salwood. Pohon ini merupakan species asli dari Maluku, Papua Barat, Papua Nugini, Australia and Queensland. Untuk tujuan komersial, sangat beralasan memilili mangium sebagai jenis yang perlu dikembangankan di areal Hutan Tanaman Industri di Indonesia karena sifat-sifatnya yang cukup istimewa.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa sifat fisik dan dimensi serat dari kayu mangium berumur 4 tahun yang berasal dari Sebulu, Kalimantan Timur dan mencoba mengkaitkan dengan kemungkinan penggunaannya.

Page 110: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

110

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kerapatan kering udara, berat jenis kering tanur, dan kadar air kerihg udara dari kayu mangium berumur 4 tahun berturut-turut adalah 0,48 gr/cm3, 0,40 dan 19%; Nilai rataan dari panjang serat, diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding berturut-turut adalah 782,4 u, 21,7 u, 16,3 u. and 2,8 u. Kata kunci: Sifat fisik, dimensi serat dan kayu mangium

Purnomo Potensi dan peluang usaha perlebahan di Propinsi Riau / Purnomo. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 133-141 , 2005

Nilai tambah dari sumber daya perlebahan sudah tidak disangsikan lagi bahkan upaya pengembangannya sejalan dengan program pemerintah dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat dan pelestarian hutan.

Peluang usaha di bidang perlebahan sangat menjanjikan khususnya apabila dilihat dari potensi yang mendukungnya. Ketersediaan pakan lebah seperti didaerah Riau sangat melimpah. Dari dua areal HPHHTI yang berlokasi di Riau tersedia kawasan tanaman Acacia mangium seluas 250.000 Ha dan mampu mensekresi nektar, ekstrakflora sebesar 83,25 liter/Ha/hari.

Sedangkan dari sejumlah 20.000 koloni lebah hutan (Apis dorsata) yang berada di Riau, sekitar 9.650 Koloni sampai dengan saat ini belum tersentuh dengan tangan tnanusia. Apabila koloni lebah ini dikelola dan dimanfaatkan maka ratusan ribu liter madu dapat diproduksi dari lebah Apis dorsata tersebut. Kata kunci: Potensi, peluang usaha, lebah hutan

Rochmayanto, Y Suplai-diman serat sutera di Riau dan Sumatera Barat / Y. Rochmayanto, T Sasmita. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 177-184 , 2005

Besaran suplai diman serat sutera di Riau adalah nihil. Adapun besaran suplai aktual dari petani sutera alam di Sumatera Barat adalah 1406,5 kg/tahun untuk kokon dan 3 kg untuk benang sutera (pada tahun 2003-2004). Sedangkan secara potensial dari 90 petani dan 60 ha kebun murbei pada 4 sentra produksi sutera alam di Sumbar (Solok Utara, Solok Selatan, Tanah Datar dan Batu Sangkar) dapat menghasilkan kokon sebanyak 75.600 kg/tahun dan benang sutera sebanyak 10.800 kg/tahun. Adapun demand aktual di Sumatera Barat untuk kokon sebesar 2.400 kg/tahun dan untuk benang sutera sebesar 300 kg/tahun. Diman potensial benang sutera diprediksi sebanyak 16.918 kg/tahun dan kokon sebanyak 118.428 kg/tahun. Besaran tersebut

Page 111: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

111

belum termasuk kebutuhan dari Sumatera Utara dan ekspor. Rendahnya suplai dibandingkan diman disebabkan oleh harga kokon yang rendah di tingkat petani akibat (1) monopoli pembelian oleh satu perusahaan sutera di Medan dan (2) kualitas pakan yang tidak mendukung.

Berdasarkan situasi demikian dapat direkomendasikan: (1) perlunya peningkatan kapasitas dan skala produksi pada sentra produksi sutera alam di Sumatera Barat, (2) dapat dilakukan pengembangan dan perluasan usaha sutera alam di Riau, (3) untuk pengembangan di Riau yang merupakan dataran rendah diperlukan rekayasa alat dan lingkungan untuk memenuhi persyaratan umum suhu, kelembaban dan ketinggian tempat. Kata kunci: Suplai-diman, kokon, benang sutera

Roliadi, Han Kemungkinan pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan baku pembuatan papa serat berkerapatan sedang = Possible utilization of empty oil-palm bunches as raw material for manufacturing medium-density fiberboard / Han Roliadi, Widya Fatriasari. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.2 ; Halaman 101-109 , 2005

Tanda kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah padat industri minyak kelapa sawit dengan potensi cukup besar (2,5 juta ton per tahun), yang dewasa ini hanya dibuang di tempat, atau dibakar sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Salah satu usaha dalam mengatasi hal tersebut adalah memanfaatkannya untuk pembuatan papan serat berkerapatan sedang (MDF), sebagaimana dilakukan melalui percobaan skala laboratoris secara batch. Pengolahan pulp TKKS untuk MDF menggunakan proses semi-kimia soda panas terbuka, diikuti dengan perendaman dalam larutan alkali pada suhu kamar, dan sesudahnya diolah secara mekanis menjadi pulp. Sebelum pembentukan lemabara MDF, pada TKKS ditambahkan bahan pengikat / penerkat fenol formaldehida (PF). Pembentukan lembaran menggunakan proses basah.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perendaman alkali menghasilkan pulp TKKS dengan diameter serat dan lumen lebih besar, dan dinding serat lebih tipis, dibandingkan dengan tanpa perlakuan rendaman. Selanjutnya, perendalam alkali ternyata berinteraksi dengan penggunaan perekat PF, sehingga menghasilkan lembaran MDF dengan kerapatan dan sifat kekuatan lebih tinggi; dan penyerapan air dan pengembangan tebal yang lebih rendah, dibandingkan dengan tanpa perendaman. Beberapa sifat MDF memenuhi persyaratan standar FAO, yaitu kerapatan, modulus patah, dan kekuatan rekat internal. Yang belum memenuhi adalah pengembangan tebal, penyerapan air, modulus elastisitas, dan kekuatan memegang sekerup. Diharapkan bisa diperbaiki dengan penggunaan bahan penolak air dan lebih banyak bahan perekat.

Kata Kunci: MDF, TKKS, rendaman alkali, perekat PF, dan cara basah

Page 112: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

112

Roliadi, Han Removal of residual creosote in out-of-service utility poles using steam treatment =Pengeluaran sisa kreosot dalam tiang listrik bekas pakai menggunakan perlakuan uap / Han Roliadi, Elvin T Choong. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.3 ; Halaman 197-205 , 2005

Keberadaan sisa-sisa kreosot dalam produk kayu bekas pakai dan tak lagi digunakan, diantaranya tiang listrik bekas, dapat mengakibatkan kesulitan/masalah dalam pemanfaatannya menjadi produk berguna lain seperti: papan blok, papan partikel, papan serat, dan pulp/kertas. Maka, sisa kandungan kreosot tersebut harus dihilangkan atau diturunkan menggunakan perlakuan khusus yang efektif. Sebelum perlakuan uap, tiang listrik tedsebut perlu dibuat menjadi partikel-partikel berukuran kecil, antara lain serbukgergaji sehingga memudahkanpenguapan kreosot oleh uap.

Perlakuan uap terhadap tiang listrik bekas pakai telah dicoba keefektifannya dalam menghilangkan/menurunkan sisa kandungan kreosotnya. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan uap dapat menurunkan kandungan kreosot hingga 1,31 persen, untuk kandungan awal kreosotnya yang berbeda-beda. Tiang listrik dengan kandungan kreosot lebih tinggi membutuhkan waktu perlakuan uap lebih lama. Pada kandungan awal kreosot tertentu atau sama, penurunan/pengeluaran kreosot pada batang/tiang listrik bekas yang berumur pakai lebih lama ternyata lebih sulit dari pada tiang listrik berumur lebih muda. Pada berbagai umur, selanjutnya baik pada tiang listrik berumur lebih muda ataupun lebih tua, penurunan/pengeluaran kresosote juga lebih sulit pada bagian dalam batang/tiang dibandingkan dari bagian yang lebih dekatpermukaan batang/tiang.

Perlakuan uap merupakan cara yang murah dan efisien menurunkan kandungan kreosot. Penurunan lebih lanjut kreosot yang tersisa dalam batang dapat dilakukan dengan cara lain, seperti dengan pelarut organik yang memerlukan biaya mahal dan penggunaan mikororganisme tertentu yang memerlukan waktu lebih lama. Kata kunci: Perlakuan uap, sisa kreosot, tiang listrik bekas pakai, keausan, dan tiang listrik

baru/segar diawetkan

Roliadi, Han Uji coba mesin serpih mudah dipindahkan untuk produksi serpih dari limbah industri pengergajian kayu = Trial test on portable chipper for chip production from wood sawmill-generated wastes / Han Roliadi, Ridwan A Pasaribu. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.3 ; Halaman 219-227 , 2005

Limbah industri penggergajian kayu dengan potensi 7,8 juta m3 per tahun belum banyak dimanfaatkan. Salah satu pemanfaataanya adalah pembuatan pulp untuk kertas dan papan serat, tetapi sebelumnya limbah tersebut perlu dijadikan serpih dengan alat layak teknis dan ekonomis/finansial, diantaranya mesin serpih mudah dipindahkan (SMD).

Hasil percobaan mesin SMD terhadap limbah penggergajian dari campuran lima jenis kayu (Manii, Pinus, Jeunjing, Duren, dan Jengkol): kapasitas penyerpihan (1,432 ±

Page 113: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

113

0,089) m3 atau 1548,48 kg (berat basah) atau 854,76 kg (berat kering) per jam, ternyata secara teknis setara dengan penyerpihan kayu konvensional: 1,5 - 2,0 m' per jam atau 870,28 kg (berat kering) per jam. Produktifitas mesin SMD (bruto/serpih belum disaring): 1542,18 kg (berat basah) atau 854,88 kg (berat kering) per jam. Produktifitas serpih tersaring: 732,29 kg serpih kering per jam atau 2933,16 kg per hari, atau 880 ton per tahun. Rendemen serpih: 98,22 persen (belum disaring) atau 84,25 persen (sudah disaring).

Hasil penelaahan finansial/ekonomis: harga pokok produk Rp 263.343,00 per ton serpih kering tersaring; BEP (titik impas) 938,51 ton produksi serpih per tahun di mana lebih besar dari perhitungan produktifitasnya (880 ton serpih kering per tahun); pay-back period singkat (dua tahun); dan nilai layak bersih positif (+ Rp 5.734.964,77). Nilai-nilai tersebut mengindikasikan kelayakan finansial ekonomis pengoperasion mesin SMD untuk limbah industri penggergajian. Kata kunci: Limbah penggergajian, mesin SMD, serpih, kelayakan, teknis dan finansial

/ ekonomis

Roliadi, Han Uji coba portable chipper untuk produksi serpih dari limbah industri penggergajian kayu / Han Roliadi, Ridwan A Pasaribu dan Rena M Siagian. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 79-84 , 2005

Limbah industri penggergajian kayu dewasa ini belum banyak dimanfaatkan dan potensinya tnencapai 7,8 juta m3 per tahun. Limbah tersebut perlu diberi nilai tambah menjadi produk bermanfaat diantaranya pulp untuk kertas dan untuk papan serat/MDF. Hal tersebut merupakan salah satu usaha dalam rangka menciptakan efisiensi pemanfaatan bahan baku kayu, mendorong pengernbangan industri skala kecil, dan restrukturisasi industri kayu (kehutanan). Sebelum limbah penggergajian tersebut diolah menjadi pulp, namun perlu diubah dulu menjadi bentuk serpih kayu, dengan menggunakan alat yang layak teknis dan ekonomis/finansial, yaitu portable chipper.

Uji coba portable chipper terhadap limbah industri penggergajian yang terdiri dari campuran lima jenis kayu (manii, pinus, sengon, duren, dan jengkol) telah dilakukan di Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan (Bogor), dan hasilnya adalah sbb: Kapasitas penyerpihan portable chipper (input) adalah 1.548,48 kg linibah (berat basah) per jam, atau 854,76 kg limbah (berat kering) per jam, atau 1,432 m3 limbah per jam, yang mana secara "teknis" masih komparabel dengan kapasitas penyerpihan kayu regular yaitu: 1,5 - 2,0 m3 per jam atau 870,28 kg berat kering per jam. Sedangkan produktifitas portable chipper (output) adalah 1.542,18 kg serpih (berat basah) bruto (belimi disaring) atau 854,88 kg serpih (berat kering bruto) per jam. Rendemen serpih bruto adalah 98.22 persen (dasar berat kering), sedangkan rendemen serpih tersaring adalah 84,25 persen (dasar berat kering). Produktifitas portable chipper yang melibatkan alat penyaringan/fraksionasi serpih adalah 732,29 kg serpih tersaring (dasar berat kering) per jam atau 2.933,16 kg serpih kering tersaring per hari, atau 880 ton serpih kering tersaring per tahun.

Page 114: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

114

Selanjutnya, penelaahan finansial/ekonomis terhadap portable chipper mini berikut alat penyaring/fraksionasi serpih adalah sebagai berikut: Harga pokok produk = Rp. 263.343,- per ton serpih tersaring (berat kering); BEP (break even point atau titik impas) dicapai pada produksi serpih sebesar 938,51 ton yang ternyata lebih besar dari perhitungan produktifitasnya yaitu 880 ton serpih kering per tahun; Pay-back period relatif singkat yaitu pada tahun ke dua (atau dua tahun); dan Net-present value (NPV) yang "positif (+ Rp. 5.734.964,77). Nilai-nilai: Harga pokok produk (serpih tersaring), BEP, Pay-back period, NPV tersebut memberi indikasi akan "kelayakan" finansial ekonomis pengoperasian portable chipper mini berikut alat penyaring/fraksionasi dalam memproduksi serpih tersaring dari limbah industri penggergajian. Kata kunci: Limbah, penggergajian kayu, portable chipper, teknis, dan finansial

Roliadi, Han The utilization of sludge waste mixed with old newsprint and Abaca fibers as raw material for pulp/paper manufacture = Pemanfaatan campuran limbah sludge, kertas koran bekas dan serat abaka sebagai bahan baku pembuatan pulp kertas / Han Roliadi, Rena M Siagian.-- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.5 ; Halaman 417-430 , 2005

Industri pulp kertas Indonesia kebanyakan masih tergantung pada kayu konvensional. Salah satu mengurangi ketergantungan ini adalah mencari sumber serat ligno selulosa lain yang dapat dimanfaatkan seperti: Umbah sludge, kertas koran bekas, dan serat abaka (Musa textiles Nee), sebagaimana dilakukan dalam percobaan ini menjadi pulp untuk kertas karton. Mula-mula, sludge dibersihkan sehingga bebas dan bahan asing berukuran relatif besar, kertas bekas dibuang tintanya dan diolah menjadi pulp, dan kulit batang abaka diolah menjadi pulp dengan proses semi-kimia soda panas. Selanjutnya, bubur serat disiapkan dengan variasi komposisi campuran sludge bersih (0 - 30 persen), pulp koran bekas (55 - 100 persen), dan pulp abaka (0 - 15 persen). Pada tiap komposisi tersebut, ditambahkan bahan aditif (alum pengikat dan perekat pati, masing-masing 1,5 persen). Selanjutnya, lembaran pulp dibentuk secara manual bertarget gramatur 125 gram per m2, dan diuji sifai kekuatan dan derajat kecerahannya.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa menurunnya porsi sludge, dan meningkatnya pulp kertas koran bekas ataupun pulp abaka meningkatkan kekuatan lembaran pulp. Derajat kecerahan lembaran pulp juga mengalami hal serupa, tetapi menurun dengan meningkatnya porsi pulp abaka. Kualitas lembaran pulp campuran dari 0-10 persen sludge berserat pendek, 75-100 persen kertas koran bekas, dan 0-15 persen pulp abaka dapat menyamai kertas karton komersial bergramatur 125 gram per m2. Penggunaan sludge lebih dari 10 persen masih mungkin dengan pemakaian lebih banyak bahan pengikat perekat (pati, dekstrin, dan resin). Kata kunci: Kertas koran bekas, Umbah sludge berserat pendek, kulit batang abaka,

kertas karton, dan pulp

Page 115: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

115

Santoso, Adi Aplikasi kopolimer tanin resorsinol formaldehida untuk meningkatkan sifat fisis mekanis bagian lunak kayu kelapa = Application of tannin resorcinol formaldehyde copolymer for physical mechanical improvement of coconut wood inner part / Adi Santoso, Barly. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.2 ; Halaman 79-86 , 2005

Impregnasi kopolimer merupakan salah satu upaya dalam peningkatan kualitas kayu. Dalam penelitian ini digunakan kopolimer tanin resorsinol formaldehida (TRF) terhadap bagian lunak kayu kelapa. Polimer diimpregnasikan dengan menggunakan vakum pada tekanan awal 11 atm. Sifat fisis dan mekanis contoh diuji sebelum dan sesudah perlakuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan mampu meningkatkan karakteristik fisis dan mekanis bagian lunak kayu kelapa tersebut. Kata kunci: Kayu kelapa, sifat fisik-mekanis, impregnasi, tannin

Santoso, Adi Pengaruh tipe sambungan ujung sisi terhadap kualitas kayu sambungan mangium / Adi Santoso, Osly Rachman dan Abduachman. -- Info Hasil Hutan : Volume 11.No.1 ; Halaman 51-56 , 2005

Kayu sambung ujung-sisi (edge-to-edge-grain joints wood) pada dua bilah kayu pada umumnya membentuk sudut. Produk papan sambung ini digunakan untuk kayu pertukangan seperti daun pintu, kusen, laci dan kotak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lima tipe sambungan ujung-sisi dari papan sambung mangium yang direkat dengan PVAc terhadap sifat fisis dan mekanisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air bilah sambung mangium rata-rata. kurang dari 14%, dan memenuhi persyaratan SNI (2000), dengan kerapatan tergolong rendah sampai sedang (0,53-0,62 g/cm2). Keteguhan lentur maupun keteguhan patah kayu sambung tertinggi dicapai oleh produk bertipe sambungan sudut dengan dua lidah (tipe B) (1.417,71 kg/cm2 dan 83,69 kg/cm2), dan yang terendah adalah produk dengan tipe sambungan setengah dengan rongga (tipe E) (197,289 kg/cm2 dan 61,47 kg/cm2). Sifat perekatan dari kelima tipe sambungan kayu tergolong sedang (4,41-7,43 kg/cm2) dan hanya tipe setengah sambungan pada satu sisi (tipe C) yang memenuhi persyaratan. Kayu sambung dengan karakter seperti tersebut di atas cocok untuk pemakaian kusen dan daun rangka pintu atau jendela.

Kata kunci: Kayu sambung, mangium, hutan tanaman

Page 116: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

116

Santoso, Adi Keteguhan rekat papan lantai lamina kombinasi kayu dan batang kelapa dengan perekat lignin resorsinol formaldehida / Adi Santoso, Barly. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 85-89 , 2005.

Penelitian pembuatan kayu lamina dengan bahan baku campuran kayu mangium (acacia mangium), damar (agathis sp), gmelina (Gmelina arborea) dan batang kelapa (Cocos nusifera) telah dilakukan menggunakan perekat lignin resorsinol fotrmaldehida (LRF), diuji berdasarkan standar Jepang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan tertinggi dicapai pada produk yang dibuat dari bagian batang kelapa dalam (local) (0,83 g/an3) da terendah dicapai oleh produk yang dibuat dari kombinasi kayu mangiu dan bagian lunak batang kelapa (0,40 g/cm3). Kualitas terbaik keteguhan rekat lantai lamina dicapai pada produk yang dibuat dari kombinasi bagian lunak batang kelapa dalam dengan kayu damar (52,80-60,48 kg/cml), kombinasi bagian lunak dan keras kelapa hibrida (52,80-68,48 kg/cm2) serta kombinasi bagian lunak kelapa hibrida dengan kayu magium (57,32-80,44 kg/cm2).

Kata kunci: Papan lantai lamina kombinasi kayu-batang kelapa, LRF, keteguhan rekat, kerapatan

Santoso, Adi Pengaruh jenis perekat dan kombinasi jenis kayu terhadap keteguhan rekat kayu lamina = Effect of glue and combined wood species on the strength of laminated wood / Adi Santoso, Jamaludin Malik.-- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.5 ; Halaman 375-384 , 2005

Penelitian ini bertujuan mengetahui penganih penggunaan tiga jeins perekat, yaitu lignin resorsinol formakleliida (LRF), tanin resorsinol formaldehida (TRF) dan fenol resorsiiiol formalderhida (PRF) dengan lama peiigempaan yang berbeda terhadap keteguhan rekat kayu lamina dari kombinasi tiga jenis kayu, yaitu: tusam (Pinus merkusii), damar (Agathis sp.), dan gmelina (Gmelina arborea).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis perekat, jenis kayu dan interaksinya maupun lama pengempaan masing-masing' berpengaruh terhadap ketegulian rekat kayu lamina. Demikian pula interaksi antara jenis perekat dengan susunan jenis kayu, jenis perekat dengan masa kempa, jenis

kayu dengan masa kempa, serta jenis perekat dengan susunan jenis kayu berpengaruh terhadap keteguhan rekat kayu lamina. Hasil uji kering menunjukkan bahwa keteguhan rekat tertinggi (110,88 kg/cm2) diperoleh dari kayu lamina yang dibuat dari kombinasi jenis kayu tusam, gmelina dan damar dengan perekat LRF yang dikempa selama 8 jam. Kayu lamina yang dibuat dari kombinasi jenis kayu tersebut yang diuji pada kondisi basah, memiliki keteguhan rekat tertinggi (43,73 kg/cm2) dengan menggunakan perekat PRF dan dikempa selama 15 jam. Kata kunci: Perekat kayu, lignin, tanin, kayu lamina

Page 117: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

117

Santoso, Adi Kualitas rekatan bilah sambung jari pada lima jenis kayu dengan perekat lignin dan tannin = Bonding quality of finger jointed board on fove wood species using lignin and tannin based adhesives / Adi santoso, Osly Rachman dan Jamaludin Malik. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.3 ; Halaman 187-195 , 2005

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa komponen senyawa dalam lignin dan tanin dapat dibuat kopolimer dengan resorsinol dan formaldehida membentuk resin lignin- dan tanin formaldehida untuk produksi kayu lamina eksterior.

Penelitian ini bertujuan mengetahui kualitas lignin resorsinol formaldehida dan tanin resorsinol formaldehida dalam pembuatan bilah sambung jari dari lima jenis kayu untuk bangunan perkapalan, yaitu: tempeas (Teysmanniodendron sympliciodes Kosterm), waru (Hibiscus tiliaceus L), bunyo (Trioma malaccensis Hook F.), gambir (Trigonopheura malayana Hook F.), dan rasamala (Altingia excelsa Noronha) terhadap sifat mekanisnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak dijumpai adanya delaminasi bilah sambung jari pada kelima jenis kayu. Sifat mekanis dari bilah sambung jari dipengaruhi secara nyata oleh jenis kayu, jenis perekat dan interaksi kedua faktor tersebut. Kata kunci: Lignin, tanin, resorsinol, jenis kayu, bilah sambung

Sinaga, Marolop Produktivitas dan biaya produksi penebangan hutan tanaman industri di PT Inhutani II Pulau Laut = Productivity and cost of felling forset plantation in PT Inhutani II Pulau Laut / Marolop Sinaga. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.1 ; Halaman 69-78 , 2005

Penelitian penebangan hutan tanaman industri telah dilaksanakan di areal hutan tanaman industri PT Inhutani II Semaras, Pulau Laut. Jenis pohon yang ditebang adalah mangium (Acacia mangium). Penebangan dilakukan dengan sistim tebang habis sesuai dengan tujuan pengusahaan hutan tanaman industri, sehingga contoh uji yang diamati terdiri dari 97 pohon. Perlakuan dalam penelitian ini yaitu penebangan dilakukan dengan meninggalkan tunggak serendah mungkin, dan menggunakan gergaji rantai berukuran kecil mengingat diameter pohon yang kecil tidak seperti diameter pohon pada hutan alam. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui produktivitas dan biaya produksi penebangan hutan tanaman industri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas penebangan berkisar antara 0,738 - 11,645 m'/jam dengan rata-rata 3,12 mVjam. Besarnya biaya penebangan berkisar antara Rp 814/m3 - Rp 18.868/m3 dengan rata-rata Rp. 4.411/m3. Produktivitas penebangan dapat ditingkatkan dengan mengefisienkan waktu kerja dan apabila produktivitas meningkat maka biaya produksi penebangan dapat diperkecil sehingga lebih murah. Untuk itu keterampilan ipara pekerja penebang pohon perlu ditingkatkan sehingga dapat menggunakan waktu seefektif mungkin.

Page 118: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

118

Kata kunci: Hutan tanaman industri, produktivitas, biaya penebangan

Sudradjat, R Teknologi pembuatan biodisel dari minyak biji tanaman jarak pagar = Manufacturing technology of biodisel from jarak pagar plant seed oil / R Sudradjat... [et.al] . -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.1 ; Halaman 53-68 , 2005

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) adalah tanaman cepat tumbuh dan sangat toleran terhadap iklim tropis dan jenis tanah, sehingga sesuai untuk dikembangkan sebagai tanaman konservasi. Selain itu, minyak dari bijinya dapat digunakan sebagai bahan energi. Bahkan bagian lain dari tanaman ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan khusus.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan biodisel dari minyak biji jarak pagar. Biodisel adalah bahan bakar minyak (BBM) dari minyak nabati untuk otomotif (mobil) dan disel generator. Pembuatan biodisel dilakukan dengan proses 2 tahap, tahap pertama adalah proses esterifikasi yaitu untuk mengubah asam lemak bebas menjadi metil ester. Tahap kedua adalah proses transesterifikasi yaitu untuk mengubah trigliserida menjadi metil ester. Proses 2 tahap ini dapat menurunkan kadar asam lemak bebas dari minyak jarak pagar dengan proses esterifikasi yang mana asam lemak bebas tersebut dapat menghambat konversi trigliserida menjadi metil ester pada proses transesterifikasi. Proses esterifikasi menggunakan metanol sebanyak 20% (v/v) secara konstan untuk setiap perlakuan, sebagai katalis digunakan H2SO4 2%. Proses transesterifikasi menggunakan metanol dalam jumlah yang bervariasi yaitu : 10, 20, 30, 40, 50, 60% (v/v) dan katalis yang digunakan adalah KOH 0,3%. Kedua tahap reaksi tersebut dilakukan pada suhu 60C dan lama reaksi 90 menit. Sifat fisika kimia minyak jarak pagar yang diuji adalah bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, kerapatan dan kekentalan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses 2 tahap yang dinamakan proses "estrans", dibandingkan dengan proses satu tahap, mampu mengkonversi trigliserida menjadi metil ester dalam jumlah yang lebih banyak. Hal tersebut ditunjukkan oleh rendahnya bilangan asam dan kekentalan, yaitu pada konsumsi metanol optimum sebesar 40% (v/v). Angka konsumsi metanol sebesar 40% (v/v) tergolong tinggi, oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut yang lebih fokus pada upaya untuk menurunkan konsumsi metanol pada pembuatan biodisel dengan menggunakan proses "estrans". Kata kunci: Jatropha curcas L., biodisel, proses 2 tahap, esterifikasi, transesterifikasi, asam

lemak bebas

Sudradjat, R Pembuatan arang aktif dari tempurung biji jarak pagar = Manufacturing of activated charcoal from jatropha seed shell / R. Sudradjat, D. Tresnawati dan D Setiawan. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.2 ; Halaman 143-162 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan dan sifat arang aktif yang dihasilkan dari tempurung biji jarak pagar {Jatropha curcas L.). Proses penelitian

Page 119: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

119

dilakukan dengan pembuatan arang dari tempurung biji jarak pagar pada suhu 500°C selama 5 jam. Kemudian arang tersebut direndam dalam larutan asam fosfat 1 persen, 2 persen dan 3 persen selama 24 jam. Selanjutnya arang diaktivasi pada suhu 650, 750 dan 850°C dan disemprot uap panas selama 60 menit dengan suhu 125°C, laju alir uap panas 0,27 kg/jam dan tekanan 0,025 mb.

Parameter yang diuji adalah rendemen, kadar air, kadar zat terbang, kadar abu, kadar karbon terikat, daya serap terhadap yodium dan benzena, peningkatan kejernihan warna minyak jarak pagar dan minyak goreng kelapa sawit yang dijernihkan menggunakan arang aktif dari tempurung biji jarak.

Hasil optimum diperoleh pada kondisi aktivasi menggunakan suhu 850°C. Penggunaan bahan kimia H3PO4 tidak berpengaruh terhadap sifat fisiko-kimia arang aktif. Oleh karena itu, pembuatan arang aktif dari tempurung biji jarak pagar hanya memerlukan suhu tinggi dan aliran uap panas.

Hasil optimum dari penelitian ini menunjukkan rendemen 80,8 persen; kadar air 1,7 persen; kadar zat terbang 3,2 persen; kadar abu 3,5 persen; kadar karbon terikat 91,6 persen; daya serap terhadap iodium 1.061,2 mg/g; daya serap terhadap benzena 24,8 persen; peningkatan kejernihan minyak jarak pagar 1,8 persen, sedang untuk minyak kelapa sawit 6,2 persen. Seluruh sifat fisiko-kimia memenuhi standar SNI untuk arang aktif serbuk (SNI 06-3730-95). Kata kunci: Tempurung biji jarak pagar, arang aktif, daya serap terhadap iodium, daya

serap terhadap benzena

Sudradjat, R Optimalisasi proses estrans pada pembuatan biodisel dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L) = Estrans process optimalization in biodiesel manufacturing from Jatropha curcas L oil / R Sudradjat, Indra Jaya dan D Setiawan. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.4 ; Halaman 239-257 , 2005

Pembuatan biodisel dilakukan dengan 2 tahap yaitu tahap pertama proses esterifikasi dan pada tahap kedua proses transesterifikasi. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah katalis HCl (1 persen dan 2 persen), persentase metanol terhadap minyak 0; 5 ; 10; 15 dan 20 persen (v/v) dan lama reaksi (1 jam dan 2 jam), suhu diatur konstan pada 60°C. Dalam proses transesterifikasi perlakuannya adalah: persentase metanol terhadap minyak 0 ; 5 ; 7,5 ; 10; 15 dan 20 persen (v/v), lama reaksi 0,5 jam dan 1 jam. Pada tahap ini katalis yang-digunakan adalah NaOH dan suhu konstan pada 60°C. Parameter yang diamati adalah yang merupakan respons terhadap perlakuan yang diberikan dalam penelitian yaitu : bilangan asam, kekentalan dan kerapatan biodisel. Konversi maksimum asam lemak menjadi metil ester ditunjukkan dengan rendahnya bilangan asam, kekentalan dan kerapatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses esterifikasi menggunakan metanol 10 persen da] menurunkan bilangan asam secara nyata sampai persyaratan standar ASTM PS-121 (< 0,8 mg KOH minyak). Pada proses transesterifikasi menggunakan metanol 10 persen kekentalannya menurun samj memenuhi persyaratan standar ASTM PS-121 (< 6,0 cSt). Meskipun kerapatan tidak menurun sec; signifikan, tetapi nilainya

Page 120: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

120

memenuhi standar Eropa yaitu 0,87 - 0,90 g/ml. Hasil analisa lengkap si fisiko-kimia biodisel dari sampel yang diolah pada kondisi optimum menunjukkan seluruh sifatn memenuhi persyaratan ASTM PS-121. Kata kunci: Biodisel, jarak pagar, estrans, esterifikasi, transesterifikasi

Sudradjat, R Pembuatan arang aktif dari kayu jarak pagar (Jatropha curcas L) = Manufacture of activated charcoal from Jatropha curcas L wood / R Sudradjat, Anggorowati dan D Setiawan. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.4 ; Halaman 299-315 , 2005

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi proses yang optimum pada pembuatan arang aktif dari kayu jarak pagar (Jatropha curcas L.) dan mengetahui konsentrasi optimum dari penggunaan arang aktif jarak untuk pemucatan minyak jarak. Faktor perubah yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu : konsentrasi H3PO4 (5, 10 dan 15 persen) dan suhu aktifasi (650, 750 dan 850°C). Parameter yang diamati adalah rendemen, kadar air, abu, zat terbang, karbon terikat, daya serap iod dan benzena. Untuk pemucatan minyak jarak parameternya adalah : rendemen, kejernihan, bilangan asam dan bilangan peroksida.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa konsentrai H3PO4 meningkatkan daya serap iod dan benzena secara nyata, tetapi pengaruh suhu hanya nyata terhadap peningkatan daya serap iod. Sifat fisiko-kimia yang optimum dari arang aktif dihasilkan dengan menggunakan suhu aktifasi 750°C dan konsentrasi H3PO415 persen. Kondisi optimum ini memberikan rendemen arang aktif 52,5 persen, kadar air 4 persen, zat terbang 11,8 persen, abu 19,29 persen, karbon terikat 68,91 persen, daya serap iod 1039,2 mg/g dan benzena 13,5 persen. Kecuali daya serap benzena, semua sifat arang aktif lainnya memenuhi SNI06-3730-1995.

Karbon aktif yang dibuat dengan kondisi optimum, berhasil dengan baik digunakan sebagai absorben untuk pemucatan minyak jarak pagar kasar, karena berhasil meningkatkan kejernihan minyak tersebut hingga 92 -105 persen dan mengurangi bilangan asam hingga 27 - 32 persen. Kata kunci: Arang aktif, Jatropha curcas L., daya serap iod, daya serap benzena

Suhartana, Sona Peningkatan produktivitas dan efisiensi pemanfaatan kayu melalui penebangan serendah mungkin dengan timber hasvester di satu HTI Riau / Sona Suhartana, Djaban Tinambunan. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 95-103 , 2005

Tulisan ini mengetengahkan hasil penelitian tentang prodnktivitas dan biaya penebangan serta L'fiswnsi penebangan dengan teknik serendah mungkin dan dengan teknik konvensional wenggunakan Timber harvester lengkap. Penelitian

Page 121: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

121

dilakukan di satu perusahaan Hutan Tanaman hidnsln (HTI) di Riau pada tahun 2004. Titjuan penelitian ini adalah untuk mengetahid pengamh penebangan serendah mungkin dengan timber harvester terliadap produktwitas dan efisiensinya. Sasarau penelitian adalali meminimalkan tinggi tunggak yang terjadi serta memaksimalkan diameter yang dapat dimanfaatkan sarnpai 5 cm yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi kayu.

Data yang dikumpidkan adalah waktu kerja, hasil kerja dan biaya penebangan. Data dianalisis dengan menggunakan uji-t.

Hasil penelitian menunjukkan bahxva dengan menerapkan teknik penebangan serendah mungkin: (1) Produktivitas penebangan meningkat sebesar 2,505 m^/jam (tidak berbeda nyata); (2) Efisiensi penebangan meningkat sebesar 7,3% (sangat berbeda nyata pada taraf 99%) yang setara dengan 0,003 mJ per pohon berasal dari cabang dan 3,78 cm berasal dari tunggak; (3) Biaya penebangan berkurang sebesar Rp 1.638 (tidak berbeda nyata); dan (4) Rata-rata tinggi tunggak yang dicapai oleh penebangan serendah mungkin adalah 11,32 cm dan oleh konvensional sebesar 15,10 cm. Katu kunci: Penebangan serendah mungkin, timber harvester lengkap,

produktivitas, efisiensi pemanfaatan kayu

Suhartana, Sona Peningkatan pemanfaatan kayu rasamala dengan perbaikan teknik penebangan dan sikap tubuh penebang : studi kasus di KPH Cianjur Perhutani Unit III Jawa Barat = Increasing the utilization of Rasamala wood by improving felling techniques and feller posture : case study at Cianjur forest district Perhutani Unit III West Java / Sona Suhartana, Yuniawati, Djaban Tinambunan.-- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.5 ; Halaman 349-361 , 2005

Penelitian ini dilaksanakan di KPH Cianjur Jawa Barat pada tahun 2005. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penmgkatan pemanfaatan kayu rasamala yang dihasilkan dan penerapan teknik penebangaa serendah mungkin dan konvensional sett a sikap tubuh penebang (jongkok dan membungkuk).

Data yang dikumpulkan adalah: waktu kerja, volume kayu, produktivitas, efisiensi, tinggi tunggak dan biaya penebangaii. Data dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap faktorial split plot.

Hasil penelitian menunjukkan: (1) Dengan menerapkan teknik serendah mungkin dapat meningkatkan efisiensi sebesar 28.5% (jongkok) atau 28.2% (membungkuk); (2) Teknik penebangan dan sikap tubuh penebang berpengaruh nyata terhadap produktivitas dan biaya penebangan; (3) Rata-rata tinggi tunggak untuk teknik penebangan serendah mungkin adalah 9.18 cm (jongkok) dan 9.64 cm (membungkuk); sedangkan untuk teknik konvensional adalah 15.83 cm (jongkok) dan 16.41 cm (membungkuk). Kata kunci: Teknik penebangan, jongkok, membungkuk dan pemanfaatan kayu

Page 122: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

122

Suhartana, Sona Meningkatkan produktivitas kayu pinus melalui penebangan serendah mungkin: studi kasus di KPH Sumedang, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat / Sona Suhartana, Yuniawati.-- Info Hasil Hutan : Volume 11.No.2 ; Halaman 87-96 , 2005

Tulisan ini mengetengahkan hasil penelitian tentang produktivitas dan biaya penebangan serta efisiensi pemanfaatan kayu dengan teknik serendah mungkin dan teknik konvensional yang menggunakan gergaji rantai. Efisiensi dan efektivitas teknik yang digunakan pada kegiatan penebangan akan menentukan efisiensi pemanfaatan kayu secara keseluruhan. Perlu adanya penyempurnaan teknik penebangan. Penelitian dilakukan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Sumedang, Perum Perhutani III Jawa Barat pada tahun 2004. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui produktivitas dan efisiensi penebangan serendah mungkin. Sasaran penelitian adalah berkurangnya tinggi tunggak yang terjadi dan meningkatnya produksi kayu melalui pemanfaatan kayu sampai diameter minimal 5 cm. Data yang dikumpulkan adalah waktu kerja, hasil kerja dan biaya penebangan. Data dianalisa dengan menggunakan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan teknik penebangan serendah mungkin: (1) Produktivitas penebangan meningkat sebesar 2,635 m3/jam; (2) Efisiensi pemanfaatan kayu meningkat sebesar 16,3% yang setara dengan 0,56 m3

(16,08%) per pohon yang berasal dari cabang dan 0,013 m3 (0,22%) per pohon berasal dari tunggak; (3) Biaya penebangan berkurang sebesar Rp. 622,71 /m3; dan (4) Rata – rata tinggi tunggak yang dicapai adalah 13,05 cm pada teknik penebangan serendah mungkin dan 21,97 pada penebangan secara konvensional. Kata Kunci: Penebangan serendah mungkin, tusam, produktivitas, efisiensi

Sukartana, P A Laboratory trial on applying entomopathogenic fungus Metarhizium anisopliae as barrier for subterranean termite Coptotermes curvignathus = Percobaan laboratoris mengenai pengunaan cendawan patogen serangga metarhizium anisopiae sebagai penyekat rayap tanah Coptotermes curvignathus / Paimin Sukartana ... [et.al] . -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.3 ; Halaman 229-237 , 2005

Pengendalian rayap selama ini lebih tergantung pada penggunaan insektisida kimia yang pada umumnya tidak ramah lingkungan. Pengendalian secara biologis, misalnya menggunakan cendawan patogen serangga, sedang dikembangkan untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia beracun tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efektivitas 6 strain cendawan patogen serangga, Metarhizium anisopliae (Metschnikoff) Sorokin, yang diperoleh dari berbagai lokasi, sebagai penyekat serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus. Beberapa tingkat ketebalan cendawan yang dibiakkan dalam media beras digunakan sebagai penyekat yang disusun bersama-sama dengan media pasir dan umpan blok kayu tusam (Pinus merkusii,) dalam tabung reaksi. Rayap tanah sebanyak 50 ekor terdiri dari 45 ekor rayappekerja dan 5 ekor rayapperajurit

Page 123: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

123

dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi, dan kemudianpercobaan disimpanpada suhu kamar selama 9 hari.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa rayap pada umumnya mampu menembus cendawan penyekat, tetapi hanya rayap yang berhasil menembus penyekat dengan ketebalan 2 cm atau kurang dapctt menyerang kayu umpan. Persentase kematian rayap pada umumnya tinggi pada perlakuan dengan ketebalan penyekat 4 dan 5 cm. Strain cendawan yang berasal dari Pakem (Yogyakarta) tampak paling menjanjikan, sementara peringkat di bawahnya secara berurutan adalah dari Jombang Jawa Timur), Universitas Gadjah Mada (UGM) 1 (Yogyakarta), Bogor Jawa Barat), Semarang Jawa Tengah) dan UGM 2 (Yogyakarta). Ketebalan cendawan penyekat 4 sampai dengan 5 cm pada umumnya dapat menyebabkan kematian rayap yang tinggi, antara 80 sampaidengan 100 persen. Kata kunci: Cendawan penyekat, penembusan, serangan dan kematian rayap

Sukadaryati Produktivitas dan biaya penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu = Productivity and cost of log skidding using agriculture tractor with auxiliary equipment / Sukadaryati, Dulsalam dan Djaban Tinambunan. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.4 ; Halaman 283-297 , 2005

Penelitian produtivitas dan biaya penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu dilakukan di hutan tanaman kayu mangium dl KPH Bogor. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi teknis finansial tentang penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu. Data panjang dan diameter kayu yang disarad, waktu kerja dan biaya penyaradan dikumpulkan.

Hasil penelitian penyaradan menggunakan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu sederhana mampu menyarad 3 batang/rit atau 2,075 m3.hm/jam. Traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu winch menghasilkan produktivitas penyaradan yang lebih baik, yaitu sebesar 2,328 m3.hm/jam. Biaya penyaradan dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu sederhana sedikit lebih rendah dibanding biaya penyaradan dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu winch. Disarankan bahwa alat bantu taktor pertanian perlu disempurnakan. Di samping itu penyaradan pada areal dimana penyaradan secara manual tidak mungkin dapat dilakukan, traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu dapat dijadikan salah satu alternatif. Kata kunci: Traktor pertanian, produktivitas, biaya, alat bantu sederhana, winch

Sukadaryati Potensi dan biaya pemungutan limbah penebangan kayu mangium sebagai bahan serpih = Potency and harvesting cost of wastes from mangium-stand felling as raw material for wood chip / Sukadaryati, Dulsalam dan Osly Rachman. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.4 ; Halaman 327-337 , 2005

Page 124: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

124

Pemanfaatan kayu di hutan sampai saat ini masih dirasakan belum optimal, terbukti masih tingginya limbah kayu dari kegiatan pemanenan. Limbah yang terjadi dari pohon yang ditebang sampai dengan diameter batang minimum 15 cm adalah sebesar 57 persen. Oleh karena itu langkah - langkah pengelolaan hutan menuju zero waste perlu dilakukan. Salah satu cara untuk meningkatkan pemanfaatan hutan tanaman adalah memanfaatkan limbah penebangan hutan tanaman menjadi bahan baku serpih.

Penelitian potensi dan biaya pemungutan limbah penebangan kayu mangium (Acacia mangium) telah dilakukan di BKPH Parungpanjang, KPH Bogor pada tahun 2002. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata potensi dan biaya pemungutan limbah penebangan kayu mangium sebagai bahan baku serpih adalah 0,079 mVpohon atau 15,4 persen dan Rp 15.250/sm. Potensi limbah penebangan mangium sebagai bahan baku serpih yang layak diusahakan adalah sebesar 8,33 sm/ha atau 4,44 mVha. Sementara itu harga pokok limbah kayu mangium adalah sebesar Rp 23.375/sm.

Dukungan pemerintah sangat diperlukan dalam bentuk kebijakan yang dapat mendorong kembali masyarakat sekitar hutan untuk memanfaatkan limbah penebangan kayu dari hutan tanaman sebagai bahan baku serpih. Kebijakan tersebut berupa kemudahan dalam memperoleh limbah kayu dengan harga sesuai besarnya biaya eksploitasi dan menetapkan harga dasar serpih yang tidak terlalu tinggi. Kata kunci: Potensi hutan, limbah kayu, hutan tanaman, biaya, serpih

Sulastiningsih Pengaruh lapisan kayu terhadap sifat bambu lamina = Effect of wood layer on the laminated bamboo board properties / I.M Sulastiningsih, Nurwati dan Adi Santoso. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.1 ; Halaman 15-22 , 2005

Bambu yang termasuk tanaman cepat tumbuh dan mempunyai daur yang relatif pendek (3-4 tahun) merupakan salah satu sumber daya alam yang cukup menjanjikan sebagai bahan pengganti kayu untuk bahan bangunan. Masalah pemanfaatan bambu sebagai bahan bangunan adalah keterbatasan bentuk dan dimensinya. Pembuatan produk bambu lamina merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut.

Penelitian pengaruh lapisan kayu terhadap sifat bambu lamina (3 lapis) telah dilakukan di laboratorium produk majemuk Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan, Bogor. Bambu yang digunakan adalah bambu andong (Gigantochloapseudoarundinacea), sedangkan perekatnya adalah tanin resorsinol formaldehida (TRF). Kayu yang digunakan adalah mangium (Acacia mangium) dan tusam (Pinus merkusii). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lapisan kayu sangat berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis bambu lamina. Bambu lamina yang semua lapisannya terdiri dari bambu, kerapatannya lebih tinggi (0,8 g/cm3) dibanding bambu lamina yang lapisan tengahnya dari kayu mangium (0,7 g/cm3) dan tusam (0,64 g/cm3). Bambu lamina yang lapisan tengahnya kayu tusam mempunyai sifat kestabilan dimensi yang paling rendah dibanding bambu lamina lainnya. Sifat mekanis

Page 125: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

125

bambu lamina menurun dengan adanya lapisan kayu dalam komposisi lapisan penyusunnya. Kata kunci: Bambu lamina, lapisan kayu, sifat fisis dan mekanis

Sulastiningsih, I.M Pemanfaatan bambu untuk lantai / I.M Sulastiningsih. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 3-12 , 2005

Bambu yang termasuk tanaman cepat tumbuh dan mempunyai daur yang relatif pendek (3-4 tahun) merupakan salah satu sumber daya alam yang cukup menjanjikan sebagai bahan pengganti (substitusi) kayu khususnya untuk bahan bangunan. Pada tahun 2003 Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan telah berhasil membuat alat pembelah bambu yang mengliasilkan bilah bambu yang lums dan mudah direkat kearah lebar. Dengan alat tersebut serta dengan perekat tertentu, bambu dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan khususnya untuk lantai.

Tanaman bambu khususnya yang berdiameter besar dan dinding bambunya tebal dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bambu lamina untuk lantai sehingga dapat diperoleh nilai tambah yang tinggi. Bambu lamina dari bilah bambu andong sangat cocok untuk lantai karena mempunyai sifat kekerasan sisi yang lebih tinggi (443 kg/cm2)dibanding kayu jati (428 kg/cm2). Di samping itu bambu lamina dari bilah bambu andong mempunyai kestabilan dimensi yang cukup tinggi, hal ini terlihat dari nilai pengembangan tebal (1,03%), pengembangan lebar (0,76%) dan pengembangan panjang (0,46%) yang sangat kecil setelah produk tersebut direndam dalam air dingin selatna 24 jam. Sifat ini sangat mendukung kesesuaian bambu lamina dari bilah bambu andong untuk lantai.

Pengembangan pemanfaatan bambu untuk lantai perlu terns disosialisasikan karena dapat menunjang usaha pemerintah dalam meningkatkan ekonomi kerakyatan. Dalam proses pembuatan lantai bambu kegiatan pembuatan bilah hams dilakukan di hutan atau daerah sekitar hutan sehingga biaya angkutnya murah, limbah yang terjadi dapat dikembalikan ke hutan dan masyarakat sekitar hutan dapat terlibat dalam proses produksi lantai bambu.

Perlu dilakukan rekayasa alat belah bambu portable sehingga alat yang dihasilkan dapat langsung dicoba di lapangan dan disosialisasikan kepada masyarakat luas khususnya di daerah yang mcmiliki potensi tanaman bambu cukup besar. Pengembangan industri lantai bambu hams didukung oleh tersedianya pasokan bambu secara berkesinambungan dan kegiatan penelitian perlu diarahkan untuk meningkatkan teknologi pembuatan lantai bambu. Kata kunci: Pemanfaatan, bambu, lantai, alat belah bambu, nilai tambah Sumadiwangsa, E Suwardi

Page 126: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

126

Peningakatan produktivitas dan kualitas HHBK / E Suwardi Sumadiwangsa. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 117-131 , 2005

Hasil hutan bukan kayu (HHBK) bila dikelola secara seksama dapat berperan besar dalam meningkatkan nilai lahan hutan dan pendapat masyarakat sekitar hutan. Paradigma baru kehutanan bila telah dilaksanakan, dapat memacu perkembangan HHBK bernilai tinggi sesuai lahan hutan setempat. Sampai sekarang teknik budidaya, pemanenan dan pengolahan masih dilakukan secara tradisional belum ditunjang IPTEK tepatguna yang memadai. IPTEK tepatguna yang diperlukan mencakup pemilihan jenis bernilai tinggi yang akan ditanam, seleksi bibit, teknik pemanen dan pemeliharaan, panen, pasca panen, pengolahan dan diversifikasi produk.

Beberapa komoditi HHBK seperti rotan, bambu, gaharu, kemeyan, sagu, jernang, nilam, gondorukem, damar, kopal, kemiri, kilento dan ipuh kebanyakan masih dikelola secara lokal sehingga belum dapat menghasilkan produktivitas dan kualitas yang tinggi. Tulisan ini disusun untuk mengungkap IPTEK dasar yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas HHBK. Selain itu juga diperlukan mengenai diversifikasi produk yang dapat meningkatkan nilai tambah HHBK. Kata kunci: HHBK, teknologi, lokal, IPTEK tepat guna, peningkatan

Suwandi Prospek pengembangan sutera alam dan permasalahannya di Riau dan Sumatera Barat / Suwandi , Rochmayanto, E. Novriyanti. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 143-148 , 2005

Prospek pengembangan persuteraan alam di Propinsi Riau dan Sumatera Barat masih memiliki potensi yang cukup besa. Kebutuhan benang sutera di dalam dan luar negeri cukup tinggi sedangkan produksi masih sangat rendah dan hingga kini belum tercukupi. Riau memiliki sumberdaya alam dan lahan produktif yang luas memungkinkan untuk pengembangan sutera alam di masa mendatang. Hasil ujicoba penanaman murbei jenis Morus alba, M. multicaulis, M. cathayana, M. khumpai, dan M. alba var kanva-2 memberikan hasil yang baik. Di samping itu perlakuan pemeliharaan ulat sutera dengan teknik rekayasa suhu dan kelembaban pada ruangan pemeliharaan, menunjukan renspon yang nyata, rata-rata persentase hidup ulat 97%, kokon, 96% dan kulit kokon 35,1%. Sumatera Barat memiliki kondisi alam yang lebih ideal dengan ketinggian tempat berkisar antara 400 - 1.200 m dpi. Persuteraan alam di propinsi ini sudah berkembang di beberapa daerah antara lain Solok, Gunung Talang, Muara Labuh, Sungai Tarab, Tanah Datar, dan Payakumbuh. Kebutuhan benang sutera di beberapa sentra pengrajin songket membutuhkan benang 25 kg/bulan, lebih besar dari kemampuan produksi daerah ini. Kata kunci: Prospek, produksi, sutera alam, peluang usaha

Page 127: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

127

Tinambunan, Djaban Kajian implementasi pemanenan hutan ramah lingkungan / Djaban Tinambunan, Dulsalam. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 105-116 , 2005

Adanya isu sentral ramah lingkungan merupakan bukti semakin tingginya tuntutan yang hams dipenuhi oleh Pemerintah (Departemen Kehutanan) untuk menyongsong era globalisasi. Dalatn pengelolaan hutan lestari, praktek pemanenan hutan dikendalikan dan dikaitkan dengan praktek silvikultur untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai tegakan secara berkelanjutan. Untuk itu perlu dikaji implementasi pemanenan hutan yang ramah lingkungan. Aspek yang dikaji adalah teknis, ekonomis dan lingkungan. Kajian ini bertujuan mendapatkan informasi tentang pemanenan hutan ramah lingkungan yang dapat diimplementasikan di lapangan. Hasil kajian adalah sebagai berikut: 1. Pemanenan ramah lingkungan (RIL), baik di Sumatera Selatan maupun di

Kalimantan Timur, sebagian besar telah diimplementasikan oleh para pengusaha hutan.

2. Peta pemanenan kayu yang merupakan perlengkapan penting dalam pemanenan kayu belum diberikan kepada penebang dan penyarad.

3. Petunjuk teknis penebangan dan penyaradan belum diberikan kepada penebang dan penyarad.

4. Kegiatan pasca pemanenan kayu yaitu penutupan jalan, penutupan jalan sarad, penutupan penyebrangan sementara, penutupan tambang dan penutupan TPn belum banyak yang dilakukan.

5. Implemantasi pemanenan hutan ramah lingkungan perlu ditingkatkan. Kata kunci: Pemanenan hutan, ramah lingkungan, implementasi

Wibowo, Santiyo Teknik pengolahan gambir di desa Siambaliang , kabupaten Dairi Sumatera Utara = Technique of gambir processing on Siambaliang villagr, Diari distric North Sumatera / Santiyo Wibowo, Totok K Waluyo. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.1 ; Halaman 43-52 , 2005

Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang penting di Indonesia, digunakan secara tradisional untuk berbagai tujuan seperti campuran makan sirih, obat, industri tekstil dan kulit. Salah satu sentra produksi gambir di Indonesia adalah Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan mendapatkan

Page 128: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

128

informasi tentang teknik pengolahan gambir di Desa Siambaliang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara yang dilaksanakan pada bulan Desember 2002 dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan gambir dilakukan dengan teknik yang sederhana dan tradisional, rendemen yang dihasilkan antara 4,2 - 4,8 persen dengan rata-rata 4,6persen. Kata kunci: Gambir, Uncaria gambir Roxb., teknik pengolahan

Wibowo, Santiyo Pengusahaan kulit kayu medang landit di desa Bulu Mario Sipirot Tapanuli Selatan Sumatera Utara / Santiyo Wibowo.-- Info Hasil Hutan : Volume 11.No.2 ; Halaman 105-112 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengusahaan kulit kayu medang langit (Persea spp) di desa Bulo Mario, Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Data yang dikumpulkan meliputi potensi, cara pemanenan, penanganan pasca panen, tata niaga, dan kendala pengusahaan melalui teknik observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi pohon medang landit adalah 14 pohon/ha. Cara pemanenan kulit medang landit dilakukan dengan menebang pohon, kayu belum dimanfaatkan secara optimal, dan belum ada budidaya tanaman. Pohon medang langit yang dipanen merupakan tanaman yang tumbuh di kawasan hutan baik hutan rakyat maupun kawasan hutan Negara. Kulit kayu medang landit dimanfaatkan sebagai bahan campuran pembuatan obat anti nyamuk bakar dan dupa (hio). Kata kunci: Kulit kayu medang landit, pemanenan, obat anti nyamuk, dupa

Wibowo, Santiyo Kajian pengolahan dan sistem pemasaran gula merah aren di desa Kuta Raja, Tiga Binanga-Tanah Karo, Sumatera Utara / Santiyo Wibowo, Sentot Adi Sasmuko. -- Info Hasil Hutan : Volume 11.No.1 ; Halaman 41-49 , 2005

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengolahan dan sistem pemasaran gula aren (Arenga pinnata Merr.) dilaksanakan di Desa Kuta Raja, Tiga Binanga, Tanah Karo, Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan gula aren dilakukan secara tradisional dengan teknik dan peralatan sederhana. Pohon aren yang disadap merupakan tanaman yang tumbuh secara alami di lahan masyarakat atau di kawasan' hutan dan belum dibudidayakan. Rantai pemasaran melibatkan petani produsen, pedagang pengumpul dan pengecer. Perlu adanya pembudidayaan aren dengan menggunakan bibit yang berkualitas, pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD) untuk memperbaiki sistem pemasaran dan membangun kerjasama antara produsen dan perusahaan industri makanan.

Kata kunci: Gula aren, teknik pengolahan, sistem pemasaran

Page 129: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

129

Winarni, Ina Beberapa catatan pohon penghasil biji tengkawang / Ina Winarni, E.S Sumadiwangsa dan Dendi Setiawan. -- Info Hasil Hutan : Volume 11.No.1 ; Halaman 17-25 , 2005

Tengkawang merupakan maskot propinsi Kalimantan Barat tetapi manajemen pohon tengkawang di hutan alam masih belum maksimal sehingga potensinya menurun dengan tajam. Tulisan ini mengungkap manfaat pohon tengkawang sebagai penghasil biji tengkawang ditinjau dari kualitas, produktivitas dan nilai ekonomisnya. Mutu biji. tengkawang ditentukan kandungan lemak dan kandungan asam lemak bebas (FFA). Semakin tinggi kandungan lemak dan semakin rendah kandungan FFA, semakin tinggi pula mutunya. Pada periode tahun 1985 1989, ekspor tengkawang Indonesia telah menghasilkan devisa sebesar $ 7.439.167,75 yang berasal dari biji tengkawang sebanyak 10.677,01 ton. Nilai setiap ton biji tengkawang yang diekspor bervariasi yaitu dari US$ 400 - 1400. Selain bijinya, kayu tengkawang pada umumnya merupakan jenis meranti yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Apabila dinilai, maka dalani 1 ha pohon tengkawang akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 82,5 juta (biji tengkawang) dan Rp 24-48 juta (kayu meranti) yaitu apabila pohon tersebut sudah tidak mampu memproduksi buah tengkawang lagi. Manajemen pohon tengkawang di hutan alam akan maksimal yaitu, apabila masyarakat menanam pohon tengkawang, manfaat yang diperoleh adalah secara ekonomis meningkatkan pendapatan masyarakat dan dari aspek lingkungan turut menjaga kelestarian hutan. Kata kunci: Biji tengkawang, mutu tengkawang, nilai ekonomi, jenis meranti

Winarni, Ina Produksi integrasi arang dan wood vinegar dari limbah kayu kaliandra / Ina Winarni, Tjutju Nurhayati dan Dadang S. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 159-164 , 2005

Kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kemajuan IPTEK. Sementara itu bahan baku kayu semakin menurun akibat eksploitasi hutan yang tidak disertai dengan pengelolaan hutan secara lestari. Salah satu upaya pemerintah adalah dengan adanya kebijakan restrukturisasi sektor kehutanan yaitu pemenuhan kayu bukan dari hutan akan tetapi berasal dari limbah/peremajaan atau hasil hutan bukan kayu lainnya.

Kaliandra (Calliandra callothyrsus Meissn.) merupakan salah satu jenis tanaman cepat tumbuh yang multiguna untuk pemecahan masalah tersebut. Beberapa keunggulan kaliandra adalah : (1) mudah bertunas apabila dipangkas; (2)

Page 130: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

130

menekan pertumbuhan alang-alang; (3) menyuburkan tanah; (4) mencegah terjadinya erosi; (5) tahan terhadap naungan dan kekeringan; (6) tempat lebah untuk memproduksi madu.

Potensi dan manfaat kaliandra bagi masyarakat sekitar hutan adalah dari keseluruhan bagian pohonnya, mulai dari perakaran sampai bagian daun dapat berguna bagi yang menanamnya. Selain itu bagian limbah kayunya dapat menghasilkan arang dan cuka kayu yang dapat digunakan maupun dijual untuk menambah pendapatan masyarakat, begitu pula dengan madu yang dihasilkan oleh lebah yang berada pada pohon tersebut.

Kaliandra dapat menghasilkan kayu bakar sekitar 35-65 meter kubik per ha/thn dengan berat jenis 0,67 g/cm3 dengan nilai kalor arang mencapai 6.500 kalf gr berat kering. Selain itu secara bersamaan dalam produksi arang dapat diproduksi cuka kayu sebagai hasil kondensasi dari asap buangan/limbah dari pembuatan arang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi cuka kayu yang berasal dari kaliandra adalah sebesar 229,57 kg/m.3. Sedangkan dari segi budidayanya kayu ini dapat memberi nilai tambah yaitu dari bunga yang dapat dimanfaatkan oleh lebah penghasil madu. Sehingga dapat dikatakan potensi kayu kaliandra bagi masyarakat sangat besar dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Kata kunci: Restrukturisasi kehutanan, kaliandra, arang, cuka kayu, madu

Winarni, Ina Sekilas tentang jernang sebagai komoditi yang layak dikembangkan / Ina Winarni, Totok K Waluyo, Poedji Hastoeti. -- Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan : Halaman 177-184 , 2005

Jernang sebagai salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu merupakan salah satu andalan bagi masyarakat anak dalam (kubu) untuk memperoleh pendapatan. Jernang sebagai penghasil resin berasal dari buah rotan jenis Daemonorops sp.

Penyebaran rotan jernang meliputi Sumatera (Jambi) dan di Kalimantan, dan komoditi ini telah diusahakan oleh masyarakat suku kubu secara intesif di Jambi. Rendemen getah yang dihasilkan sekitar 20%, dengan harga jual pada para pengumpul seharga Rp 250.000 s/d Rp 300.000, yang kemudian oleh pengumpul dijual kepada pedagang besar seharga Rp 350.000 s/d Rp 450.000, yang selanjutnya diekspor ke Singapura.

Tulisan ini memuat sekilas tentang jernang yang layak dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat sekitar hutan. Kata kunci: Jernang, penyebaran, rendemen

Yuniarti, Karnita The effect of compression levels and sampling's position on log on rubinate uptake by microwave-heated sitka spruce (Picea sitchensis (Bong) Carr) = Pengaruh tingkat

Page 131: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

131

penekanan dan posisi pengambilan sampel pada dolok terhadap penyerapan rubinate oleh sitka spruce yang dipanaskan dahulu dengan microwave / Karnita Yuniarti, Jeff Han. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.4 ; Halaman 317-325 , 2005

Penggunaan energi mikrowave pada tingkat cukup tinggi dapat menyebabkan perubahan dimensi kayu akibat patahnya beberapa struktur kayu yang lemah. Modifikasi lebih lanjut dengan resin diikuti penekanan kayu selama proses fiksasi resin dapat memperbaiki kualitas kayu tersebut. Penelitian ini benujuan untuk menganalisis pengaruh penekanan selama proses fiksasi resin rubinate dan faktor posisi pengambilan sampel kayu terhadap penyerapan rubinate oleh Sitka spruce yang sebelumnya dipanaskan dengan mikrowave. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyerapan akhir dipengaruhi oleh tingkat penekanan yang digunakan selama proses fiksasi resin dan kurang dipengaruhi oleh faktor posisi pengambilan sampel kayu. Penyerapan akhir rubinate juga dipengaruhi oleh interaksi antara kedua faktor tersebut. Kata kunci: Tingkat penekanan, sitka spruce, mikrowave, rubinate

Yuniarti, Karnita The effect of soaking period and sample's side surfaces on copper sulphate retention in oven dried Radiata pine = Pengaruh lama perendaman dan bidang permukaan sampling uji terhadap retensi tembaga sulfat pada kayu Pinus radiata kering oven / Karnita Yuniarti, Jeff Hann.-- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Volume 23.No.5 ; Halaman 363-374 , 2005

Penelitian bcrtujuan untuk menganalisa pengaruh lama perendaman dalam larutan pengawet tembaga sulfal dan bidang permukaan samping yang terekspos terbadap nilai retensi tembaga sulfat pada kayu Pinus radiata D.Donnj/atig dikeringkan dengan oven. Hasilpenelitian menunjukkan nilai retensi tembaga sulfat dipengaruhi dengan sangat nyata oleh faktor waktu rendam dan bidang permukaan samping contoh uji yang terekspos selama proses nndaman. Nilai retensi tembaga sulfat tertinggi (91,10 kg/ m3)dihasilkan melalui proses rendaman selama 1800 detik (30 me nit) dengan bidang permukaan samping contoh uji yang terekspos adalah tangensial atas. Perendaman selama 10 detik dengan membiarkan permukaan samping radial contoh uji yang terekspos menghasilkan nilai retensi tembaga sulfat terendah (6,26 kg/m3). Kata kunci; bidang permukaan samping, lama perendaman, tembaga sulfat, Pinus radiata

Yuniawati Pemadatan tanah akibat lalu lintas traktor dalam pemanenan hutan / Yuniawati. -- Info Hasil Hutan : Volume 11.No.1 ; Halaman 57-64 , 2005

Pemadatan tanah adalah peningkatan berat isi dan pemampatan partikel tanah akibat adanya beban dinamik, seperti traktor. Penggunaan traktor dalam pemanenan hutan dapat menimbulkan pemadatan tanah yang menghambat pertumbuhan tanaman karena

Page 132: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

132

pernapasan, penyerapan air dan hara oleh akar, serta aktivitas jasad hidup yang menggemburkan tanah terhambat.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemadatan tanah dipengaruhi oleh berat dan banyak lintasan traktor yang melintas serta jenis dan kandungan air tanah. Berat traktor yang sampai ke tanah bergantung kepada bidang tekanan roda traktor dalam lintasan dan sifat tanah. Kepadatan tanah dapat dikurangi dengan menggunakan pola lintasan yang sama, mengganti ban dengan rantai dan mengoperasikan pada saat tanah kering. Kata kunci: Traktor, pemadatan tanah, pemanenan hutan

Yuniawati Beban kerja, keselamatan dan kesehatan kerja dalam pemanenan hutan / Yuniawati.-- Info Hasil Hutan : Volume 11.No.2 ; Halaman 129-137 , 2005

Kegiatan pemanenan hutan merupakan salah satu hubungan kerja antara manusia, peralatan, dan lingkungan kerja. Ketidak seimbangan hubungan antara ketiga hal tersebut dapat menimbulkan kecelakaan kerja, yaitu: kematian, cacat atau penyakit, kerusakan harta, penurunan produktivitas, turunnya citra perusahaan, dan kerusakan lingkungan. Tulisan ini bertujuan untuk membahas tentang kecelakaan kerja yang sering terjadi dalam pemanenan hutan serta upaya untuk mengatasinya. Data dan informasi dalam pembahasan diperoleh dari rangkuman hasil – hasil penelitian dan rujukan pustaka.

Makin berat kerja yang dilakukan oleh otot semakin besar pula energi yang dibutuhkan. Pekerjaan yang melebihi kemampuan tubuh menimbulkan kelelahan. Kelelahan sebagai keadaan menurunnya kondisi fisik tubuh dan berkurangknya kekuata dibedakan atas kelelahan psikologi dan fisiologi. Kelelahan adalah penyebab terjadinya kecelakaan kerja disamping faktor lain seperti sikap tubuh dalam bekerja dan beban tambahan dari lingkungan kerja.

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kecelakaan kerja dalam pemanenan hutan dan upaya untuk mengatasinya sehingga keselamatan dan kesehatan kerja dapat meningkatkan produktivitas pemanenan hutan. Kata kunci: Pemanenan hutan, beban kerja, kelelahan, kecelakaan

Page 133: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

133

Astana, Satria Daya saing ekspor hasil hutan andalan setempat = Export competitiveness of local mainstay forest products / Satria Astana. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.1 ; Halaman 27-37 , 2005

Permintaan hasil hutan, termasuk hasil hutan andalan setempat (H2AS), hingga kini masih relatif tinggi. Kondisi demikian mengharuskan adanya upaya pengembangan hasil hutan yang bersangkutan. Upaya pengembangannya memerlukan informasi mengenai keunggulan komparatif dan kompetitif serta stabilitas daya saing ekspornya. Selaras dengan masalah tersebut, penelitian bertujuan untuk mengkaji: 1) daya saing ekspor, terutama keunggulan komparatif dan kompetitif H2AS, dan 2) stabilitas daya saing ekspor H2AS. Penelitian dilakukan di Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada bulan Nopember dan Desember 2002. Keunggulan komparatif dan kompetitif berturut-turut diukur berdasarkan koefisien Biaya Sumberdaya Domestik (k) dan Private Cost Ratio (PCR). Stabilitas daya saing ekspor H2AS dianalisis berdasarkan kepekaan PCR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa H2AS memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif serta stabilitas daya saing ekspor yang tinggi. Ekspor minyak cendana belum tergoncang jika harga inputnya meningkat atau harga outputnya menurun berturut-turut sampai 30% dan 20% dan untuk kerajinan kayu cendana sampai 100% dan 40%, sedangkan ekspor kemiri mulai terguncang jika harga inputnya meningkat atau harga outputnya menurun berturut-turut lebih dari 29% dan 20% dan untuk buah tengkawang lebih dari 35% dan 23%. Dengan demikian, kebijakan pengembangan beberapa hasil hutan tersebut dapat diarahkan masuk ke dalam kelompok pengembangan budidaya tanaman ekspor daerah setempat. Kata kunci: hasil hutan, keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, daya saing

ekspor

Astana, Satria Sistem tataniaga dan ketergantungan penduduk lokal dan ekonomi daerah pada hasil hutan andalan setempat = Marketing system and dependency of local people and regional economy on local mainstay forest products / Satria Astana. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.1 ; Halaman 39-59 , 2005

Kegiatan pengusahaan hasil hutan andalan setempat dimulai sejak penduduk lokal mengenal sifat istimewa dan alamiah hasil hutan yang bersangkutan. Pengusahaannya menjadi mata pencaharian utama atau kedua penduduk lokal hingga kini. Seiring dengan tingginya permintaan Hasil Hutan Andalan Setempat (H2AS), sementara potensi produksinya terus menurun, maka perlu upaya pengembangan.

SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KEHUTANAN

Page 134: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

134

Untuk memahami permasalahan dalam pengembangannya, maka penelitian dilakukan. Penelitian bertujuan untuk mengkaji: 1) sistem tataniaga hasil hutan andalan setempat, 2) posisi tawar petani terhadap sistem tataniaga hasil hutan andalan setempat, dan 3) tingkat ketergantungan penduduk lokal dan ekonomi daerah terhadap hasil hutan andalan setempat. Penelitian dilakukan di Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada bulan Nopember dan Desember 2002. Efisiensi sistem tataniaga H2AS dianalisis berdasarkan tiga ukuran, yaitu: 1) panjang pendeknya rantai tataniaga, 2) struktur pasar, dan 3) besarnya marjin tataniaga. Ukuran ketergantungan penduduk lokal pada H2AS menggunakan besarnyapendapatan yangdihasilkan dari H2AS,jumlah tenaga kerja kegiatan produksi ke konsumsi, sedangkan ketergantungan ekonomi daerah pada H2AS diukur menggunakan besarnya kontribusi H2AS terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hasil penelitian menunjukkan ketergantungan penduduk terhadap H2AS adalah tinggi, adapun kontribusi H2AS terhadap PDRB bervariasi dan terhadap PAD adalah rendah. Sistem tataniaga H2AS tidak eflsien karena distfibusi laba memusat di salah satu lembaga niaga. Kebijakan pengembangan H2ASdapatdilakukan melalui upaya-upayaantaralain: l)budidayatanaman,2) pengembangan pasar, dan 3) penurunan inefisiensi tataniaga melalui penyebaran informasi pasar dan perbaikan infrastruktur (transportasi, komunikasi). Kata kunci: Tataniaga, hasil hutan, penduduk lokal, ekonomi daerah

Astana, Satria Mengukur peta potensi kekuatan politik: ilustrasi proses pengambilan kebijakan kasus larangan eksport kayu bulat / Satria Astana. -- Info Sosial Ekonomi : Vol.5(1) ; Halaman 61-68 , 2005

Kajian peta kekuatan politik di bidang kehutanan jarang jika tidak boleh dikatakan belum pernah dilakukan. Tulisan ini memberikan ilustrasi dan implikasi bagi kepentingan kelestarian hutan atau politik 'hijau". Kekuatan politik "hijau" bergantung pada politikus, voters, grup penekan dan birokrasi. Wawasan lingkungan mereka menentukan seberapa jauh aspirasi "hijau" diwujudkan ke dalam keputusan politik riil. Peran pemerintah perlu ditempatkan untuk menjaga keseimbangan dalam permainan politik stakeholders sehingga proses perubahan menuju pemanfaatan hutan lestari bisa dikendalikan. Kebijakan pemerintah perlu berlandaskan pada process-based dan bukan output-based. Kepentingan kelestarian hutan dapat terwujud jika proses penguatan wawasan lingkungan di semua tingkatan berjalan efektif. Kata Kunci: Kekuatan politik, kelestarian hutan, kebijakan ekspor, hutan alam, kayu

bulat

Page 135: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

135

Astana, Satria Analisis kebijakan ekspor kayu bulat dari hutan tanaman Acacia mangium = Export policy analysis of log from plantation forest of Acacia mangium / Satria Astana.-- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.2 ; Halaman 115-135 , 2005

Lambannya pembangunan hutan tanaman disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah rendahnya harga kayu bulat di dalam negeri akibat kebijakan larangan ekspor. Terdapat kekhawatiran yang luas terhadap harga kayu bulat yang terus rendah. Kenyataannya, harga kayu bulat yang rendah bukan hanya menyebabkan nilai pengembalian investasi dalam pembangunan hutan tanaman khususnya Acacia mangium lebih rendah dari harga kapital yang digunakan tetapi juga mencegah masuknya investasi baru. Ini pada gilirannya akan menyebabkan pembangunan hutan tanaman mengalami stagnasi. Upaya mencegah dampak buruk yang lebih jauh dapat dilakukan melalui intervensi kebijakan mengijinkan produksi kayu bulat dari hutan tanaman khususnya Acacium mangium diekspor. Dalam kaitan ini, dampak kebijakan ekspor kayu bulat perlu dikaji. Diukur dengan surplus produsen dan konsumen, hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan kriteria Kaldor-Hicks dampak kebijakan ekspor kayu bulat dari hutan tanaman khususnya Acacium mangium tanpa atau dengan pengenaan pajak ekspor non-prohibitive adalah lebih baik dibanding kebijakan larangan ekspor. Kata kunci: Kebijakan ekspor, kebijakan larangan ekspor, hutan tanaman,

surplus produsen, suplus konsumen, Acacia mangium.

Astana, Satria Dampak kebijakan pengurangan subsidi harga bahan bakar minyak terhadap kinerja industri hasil hutan kayu = Impact of oil price subsidy reduction policy on performance of wood products industry / Satria Astana ...[et al] . – Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2 No.4 ; Halaman 367-398 , 2005

Sebagai suatu upaya meningkatkan efisiensi ekonomi, pemerintah secara bertahap telah mengurangi subsidi harga bahan bakar minyak (SH-BBM). Tetapi pelaksanaannya telah menimbulkan kontroversi. Dengan menggunakan model ekonometrika, tujuan penelitian adalah mengkaji dampak kebijakan pengurangan SH-BBM terhadap kinerja industri hasil hutan kayu, termasuk dampak kesejahteraan sosialnya. Industri kayu olahan hulu yang dikaji adalah kayu bulat, kayu gergajian dan kayu lapis. Model diduga dengan metode three-stage least squares, menggunakan data sekunder rangkaian waktu tahun 1980-1996. Data dikumpulkan dari publikasi statistik Departemen Kehutanan, Food and Agriculture Organization, International Monetary Fund, dan Badan Pusat Statistik. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pengurangan SH-BBM menurunkan kinerja industri hasil hutan kayu, yang menyebabkan penurunan dalam kesejahteraan sosialnya.

Page 136: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

136

Kata kunci: Subsidi BBM, hasil hutan kayu, kebijakan, ekonometrika.

Cahyono, S. Andy Tinjauan faktor kelayakan, keuntungan, dan kesinambungan pada pengembangan hutan rakyat / S. Andy Cahyono, Nunung Puji Nugroho; Nur Ainun Jariyah. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.2 ; Halaman 99-107 , 2005

Pengembangan hutan rakyat telah berlangsung lama dan memberikan manfaat secara lingkungan, kesejahteraan dan keamanan hutan dan masyarakat sekitarnya. Namun, pengembangan hutan rakyat yang hanya didasarkan pada aspek biofisik dan silvikultur seringkali mengalami kegagalan. Hasil beberapa penelitian mengindikasikan bahwa aspek kelayakan, keuntungan dan keberlanjutan menentukan suksesnya pengembangan hutan rakyat. Tetapi, penelitian belum berhasil untuk mengoreksi hasilnya untuk tujuan pengembangan hutan rakyat. Kata kunci: hutan rakyat, kelayakan, keuntungan, kesinambungan

Dewi, Indah Novita Kajian Sosial Ekonomi Budaya dan Persepsi Masyarakat sekitar Danau Tempe = Social Economic Cultural Study and Perception of Community Around the temple Lake / Indah Novita Dewi, Iwanuddin. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.3 ; Halaman 259-268 , 2005

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2002 dengan lokasi di lingkungan masyarakat sekitar danau tempe, terdiri dari 7 kelurahan/desa, yang tersebar dalam 3 kabupaten secara purposive. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan faktor sosial ekonomi dan budaya masyarakat di sekitar Danau Tempe. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana dengan jumlah responden 158 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara orientasi lapangan, wawancara maupun duplikasi data skunder. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif dan analisis Chi-kuadrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat sekitar danau tempe memiliki karakteristik ; mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani palawija, tingkat pendidikan penduduk rendah, pendapatan tergantung musim. Hasil analisis Chi-kuadrat menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap kelestarian Danau Tempe tidak dipengaruhi oleh umur, tingkat pendidikan maupun pendapatan masyarakat. Kata kunci: Sosial Ekonomi Budaya, Persepsi, Danau Tempe, Chi-kuadrat

Page 137: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

137

Diniyati, Dian Dinamika kelompok tani hutan rakyat: studi kasus di desa Kertayasa, Oja dan Sukorejo = The dynamics of community forest farmer groups: cases study in villages of Kertayasa, Boja and Sukorejo / Dian Diniyati. – Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2 No.4 ; Halaman 333-347 , 2005

Penelitian dinamika kelompok tani hutan rakyat ini dilaksanakan pada bulan Nopember sampai Desember 2003 pada tiga desa di tiga kecamatan yaitu : Desa Boja, Desa Kertayasa dan Desa Sukorejo. Jumlah petani yang bergabung didalam kelompoktani diambil sebanyak 18 orang untuk dijadikan sebagai responden untuk setiap desa dan ditentukan secara sengaja. Dinamika kelompok diidentifikasi dengan menggunakan delapan faktor. Nilai kumulatif dari faktor sosial menunjukkan tingkat kedinamikaan kelompok, dimana semakin tinggi nilai faktornya semakin dinamis kelompok tersebut. Hasil penelitian menunjukkan kelompok tani di Desa Kertayasa dan Desa Sukorejo tergolong kelompok yang dinamis, sementara kelompok tani di Desa Boja termasuk kurang dinamis. Kata kunci: Kelompok Tani, Dinamika Kelompok, Kategori

Dwiprabowo, Hariyatno Kajian luas unit pengelolaan hutan produksi di luar Pulau Jawa = An analysis on forest management unit size of production forest in outer Java / Hariyatno Dwi Prabowo. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.1 ; Halaman 75-88 , 2005

Pengusahaan hutan produksi yang selama ini dilaksanakan dengan sistem Hak Pengusahaan Hutan (HPH) diperkirakan tidak mampu lagi menghadapi tantangan yang dihadapi sub sektor kehutanan untuk memenuhi kebutuhan kayu bulat di masa depan mengingat menurunnya potensi hutan alam produksi. Kondisi hutan yang ada pada saat ini adalah bersifat campuran antara hutan primer, bekas tebangan, dan lahan tidak produktif dengan kecendrungan dua yang terakhir bertambah luas. Oleh karena itu perlu dicari jalan keluar untuk menghadapi perubahan dan tantangan yang akan datang. Salah satu alternatif adalah pembentukan unit-unit pengelolaan hutan sebagai pengganti sistem HPH yang lebih fleksibel dalam hal luas serta sistem silvikulturnya. Tujuan kajian ini adalah mencari luas minimal unit pengelolaan hutan yang secara finansial layak untuk dikelola dengan sistem silvikultur tebang pilih dan tebang habis. Metoda yang digunakan adalah program linear dengan kriteria finansial NPV dan IRR. Hasil kajian menunjukkan bahwa secara umum luasan (minimal) unit pengelolaan hutan yang ekonomis dicapai jika luas hutan primer di dalam unit pengelolaan sekurang-kurangnya sama atau lebih besar daripada luasan non hutan primer (bekas tebangan dan tanah tidak produktif) sedangkan luasan hutan primer di dalam unit pengelolaan sekurang-kurangnya 30 000 ha. Kata kunci: Unit pengelolaan hutan, hak pengusahaan hutan, luas hutan minimum

Page 138: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

138

Ekawati, Sulistya Kelembagaan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah pada tingkat mikro DAS, kabupaten dan propinsi di era otonomi daerah = Land rehabilitation and conservation institution at micro watershed, regency and province levels in the decentralization era / Sulistya Ekawati ...[et al]. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.2 ; Halaman 195-206 , 2005

Selama ini penyelenggaraan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) dilakukan secara sentralistik, namun sejak adanya otonomi daerah, kelembagaan RLKT mengalami restrukturisasi, karena kewenangan dan pemanfaatan sumberdaya alam (termasuk penyelenggaraan RLKT) menjadi wewenang daerah. RLKT merupakan salah satu kegiatan pengelolaan DAS yang utama dan strategis. Pengelolaan DAS dilakukan melalui pendekatan ekosistem berdasarkan prinsip satu sungai, satu rencana dan satu pengelolaan. Karena DAS tidak mempunyai batas yang bertepatan (co-incided) dengan batas administrasi, maka untuk DAS lintas kabupaten atau lintas propinsi memerlukan pendekatan khusus dalam penyelenggaraan RLKT. Tujuan kajian adalah menyediakan informasi mengenai kelembagaan (jenis dan mekanisme kerja) serta tata nilai yang ada dalam penyelenggaraan RLKT pada tingkat Mikro DAS, kabupaten dan propinsi di era otonomi daerah. Metode yang dipergunakan adalah dengan pendekatan partisipatif dengan melakukan diskusi dan wawancara secara mendalam kepada partisipan. Hasil kajian menunjukkan bahwa organisasi yang terlibat dalam penyelenggaraan RLKT pada kategori penyelenggaraan RLKT pada kategori DAS lokal dan mikro DAS dilakukan pemerintah kabupaten. Mekanisme kerja lembaga dalam penyelenggaraan RLKT pada level DAS lokal, regional maupun nasional belum berjalan dengan baik. Koordinasi antar lembaga dalam penyelenggaraan RLKT di DAS Progo sudah mulai dirintis, namun demikian aplikasi lapangan belum berjalan dengan baik.Pandangan dan komitmen kabupaten hulu, tengah dan hilir DAS terhadap RLKT adalah baik, karena mereka sebenarnya sudah memahami manfaat dari pelaksanaan kegiatan RLKT. Walaupun demikian masyarakat di daerah hulu, tengah dan hilir DAS belum bersedia untuk melakukan sharing dalam pembiayaan RLKT.

Kata kunci: Kelembagaan, RLKT, otonomi daerah, jenis organisasi, mekanisme kerja

Ekawati, Sulistya Monitoring dan evaluasi kondisi sosial ekonomi dalam pengelolaan daerah aliran sungai: studi kasus di sub DAS Progo hulu = Monitoring and evaluation on socio economic condition for watershed management: a case study on upper Progo sub watershed / Sulistya Ekawati ...[et al] . -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.2 ; Halaman 207-214 , 2005

Pendekatan DAS sebagai satuan monitoring dan evaluasi (monev) saat ini telah menjadi konsep yang universal, namun demikian monev yang banyak dilakukan lebih ditekankan pada aspek biofisik. Aspek sosial ekonomi (sosek) masih dalam

Page 139: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

139

tahap monitoring dan belum pada tahap evaluasi (memberikan penilaian).Dengan melakukan monev kondisi sosek suatu DAS, kita dapat mengetahui parameter sosek mana yang lemah dan perlu untuk dibenahi, agar kegiatan pengelolaan DAS dapat berkelanjutan.

Kajian ini bertujuan untuk mengadakan monitoring dan evaluasi sosial ekonomi masyarakat pada suatu DAS (Sub DAS Progo Hulu). Kajian dilakukan secara partisipatif dengan diskusi kelompok (focus group discussion). Data yang terkumpul ditabulasi untuk kemudian diberi skoring. Kriteria kesehatan DAS (dari aspek sosial ekonomi) diklasifikasikan berdasarkan skor rata-rata.

Hasil kajian Monitoring dan Evaluasi Kondisi Sosial Ekonomi DAS adalah : 1. Indikator sosial ekonomi DAS Progo Hulu mempunyai nilai rata-rata 2,05 (dari

selang 1 = buruk sampai 3 = baik), berarti termasuk dalam kriteria baik. 2. Penyebab kondisi tersebut, ternyata berasal dari norma tentang konservasi tanah

dan air, kepemilikan lahan yang sempit, konflik terhadap pemanfaatan sumberdaya alam DAS dan ketergantungan terhadap lahan pertanian.

3. Usulan pengelollan DAS ke depan untuk aspek sosial ekonomi sebaiknya dikonsentrasikan pada norma, kepemilikan lahan, konflik terhadap pemanfaatan sumberdaya alam DAS dan ketergantungan terhadap lahan pertanian.

Kata kunci: DAS, monitoring, evaluasi, sosial ekonomi

Ekawati, Sulistya Efektivitas kelompok tani dalam pengelolaan hutan rakyat : studi kasus hutan rakyat Wonogiri / Sulistya Ekawati; Nana Haryanti, Dewi Subaktini. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.2 ; Halaman 197-207 , 2005

Hutan rakyat merupakan bagian kehidupan dart masyarakat di Kabupaten Wonogiri. Hutan rakyat tidak hanya dipandang sebagai suatu komoditas kayu yang bernilai ekonomi, namun disadari keberadaannya sebagai penjaga keseimbangan ekosistem. Pembangunan hutan rakyat sangat tergantung pada dukungan kelembagaan yang kuat dan stabil. Penelitian ini dilakukan pada tiga kelompok tani, yang mewakili jenis tanaman hutan rakyat yang dominan di lokasi kajian, seperti jati, mahoni dan pinus. Pengumpulan data pada kajian ini dilakukankan dengan metode partisipatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa kelompok tani hutan rakyat merupakan organisasi statis, karena kurang dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Kegiatan kelompok yang mengarah pada upaya peningkatan produksi kayu belum nampak, hal ini disebabkan karena hutan rakyat merupakan usaha tani sampingan. Pengelolaan hutan rakyat mulai dari pembibitan sampai dengan pemasaran dilakukan secara perorangan, belum terkoordinasi secara kelompok. Oleh karena kelompok tani hutan rakyat perlu mendapat bimbingan dan pelatihan dalam rangka pengembangan kelompok, baik yang menyangkut aspek teknisfpengelolaan tanaman) maupun aspek kelembagaan (penataan organisasi).

Page 140: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

140

Kata kunci: Hutan rakyat, kelembagaan, kelompok tani hutan rakyat

Ginoga, Kirsfianti Karbon dan peranannya dalam meningkatkan kelayakan usaha hutan tanaman jati (Tectona grandis) di KPH Saradan, Jawa Timur = Carbon and its role in enhancing economic value of teak (Tectona grandis) plantation in Saradan forest resort, East Java / Kirsfianti Ginoga, Yuliana C. Wulan, Deden Djaenudin.-- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.2 ; Halaman 149-167 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung karbon dan pengaruh nilai karbon pada kelayakan hutan tanaman Jati (Tectona grandis). Penelitian dilakukan di KPH Saradan, Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur. Metode perhitungan karbon menggunakan model alometrik Biomasa (Brown dan Vademikum Kehutanan) karena model ini sangat sederhana serta mengakomodasi variabel yang lebih banyak. Dengan kondisi tanah yang relatif kurang subur, pada akhir daur (60 tahun), Jati menghasilkan karbon per hektar berturut-turut sebesar 348,08 (Brown, 1997) dan 520,46 ton C/ha (Vademecum Kehutanan, 1976). Perkiraan biaya karbon berdasarkan pembuatan hutan tanaman per ton adalah sebesar Rp. 22.194 dihitung berdasarkan pembuatan hutan tanaman. Ditambahkannya nilai karbon akan meningkatkan kelayakan hutan tanaman, yang diindikasikan dengan meningkatnya IRR perusahaan sebesar 2%, dan NPV sebesar 73%. Implikasinya adalah dengan kondisi sekarang (daur panjang, resiko tinggi) pembangunan hutan tanaman jati layak untuk diusahakan terutama apabila nilai karbon dimasukan, karena itu perlu diteruskan. Kata Kunci: Hutan Tanaman Jati,, Diskon Faktor, Penyerapan Karbon, Harga Karbon

Ginoga, Kirsfianti Kajian kebijakan pengelolaan hutan lindung = Policy analysis of protection forest management / Kirsfianti Ginoga, Mega Lugina, Deden Djaenudin.-- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.2 ; Halaman 169-194 , 2005

Permasalahan hutan lindung Indonesia sudah sangat kritis, penurunan luas dan kerusakan hutan lindung sejak 1997 sampai 2002 dua kali lebih besar dari kerusakan hutan produksi. Melihat kondisi yang demikian, muncul beberapa pertanyaan mendasar, seperti sejauh mana kebijakan dan peraturan perundangan yang ada mendukung ke arah pengelolaan hutan lindung yang berkelanjutan? Adakah dampak kebijakan ini terhadap pengelolaan hutan lindung? Sudah tepatkah kebijakan dan peraturan perundangan yang ada sehingga mendukung ke arah tujuan dari peruntukkan kawasan hutan lindung tersebut? Kajian tentang kebijakan pengelolaan hutan lindung ini selain bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, juga bertujuan untuk mengkaji kebijakan dan peraturan perundangan terkini yang berkaitan dengan pengelolaan hutan lindung. Secara lebih khusus, penelitian ini bertujuan untuk (i) mengidentifikasi

Page 141: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

141

kebijakan dan peraturan perundangan yang mengatur secara langsung maupun tidak langsung hutan lindung, mulai tingkat pusat sampai daerah, (ii) menelaah kebijakan dan peraturan perundangan, termasuk mengkaji konsistensi dan sinkronisasi kebijakan tersebut, (iii) mengetahui kondisi hutan lindung saat ini, dan (iv) merekomendasikan kebijakan pengelolaan hutan lindung yang diperlukan untuk mencapai pembangunan hutan lindung yang berkelanjutan.

Hasil kajian terhadap 83 peraturan yang mengatur hutan lindung, menunjukkan masih belum jelas dan terarahnya kebijakan pengelolaan hutan lindung yang berkelanjutan. Walaupun berbagai perundangan mulai dari UU No. 41/1999, PP 44/2004, PP 34/2002, Keppres 32/1990 sudah secara jelas menyebutkan fungsi, peranan dan kriteria hutan lindung, serta bentuk pemanfaatan yang dapat dilakukan di atasnya. Tetapi perundangan yang sama masih mengijinkan perubahan penggunaan areal hutan lindung untuk kepentingan penggunaan di luar kehutanan, termasuk pertambangan tertutup. Sehingga keberadaan hutan lindung menurut peraturan perundangan masih dilematis. Secara lebih rinci persoalan dalam kebijakan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, masih terdapat perbedaan mendasar antar perundangan tentang istilah-istilah yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan hutan lindung. Kedua, adanya dualisme kebijakan pemerintah, dimana di satu sisi berupaya untuk melindungi kawasan lindung dan menetapkan aturan-aturan untuk melestarikannya, tapi di sisi lain membuka peluang kawasan hutan lindung tersebut untuk dieksploitasi. Ketiga, belum terlihatnya harmonisasi kebijakan yang dapat menjadi dasar dan acuan dalam pengelolaan hutan lindung di daerah. Keempat, adanya kebijakan yang overlapping dan membingungkan pelaksana Iapangan. Kelima, kurangnya apresiasi pemerintah kabupaten terhadap fungsi ekologis dari hutan lindung sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, dan mencegah intrusi air laut. Keenam, tidak mengacunya kebijakan yang lebih rendah kepada peraturan yang berkaitan erat yang berada diatasnya. Penelitian ini menyarankan perlunya meningkatkan kebijakan terutama dalam hal : (i) mewujudkan persamaan persepsi tentang fungsi hutan lindung antar instansi yang terkait dalam pengelolaan hutan lindung, dan (ii) kebijakan yang komprehensif, integrated, dan tidak overlapping. Kata Kunci: Kebijakan, Peraturan perundangan, Instrumen Kebijakan, Hutan Lindung,

Konsistensi dan Sinkronisasi, Reklamasi

Handadhari, Transtoto Analisis pungutan rente ekonomi kayu bulat hutan tanaman industri di Indonesia = Economic rent analysis of timber estate log production in Indonesia / Transtoto Handadhari ...[et al] .-- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.2 ; Halaman 137-148 , 2005

Rendahnya perolehan pungutan kayu bulat hutan tanaman industri, di samping karena lambatnya pembangunan hutan tanaman, juga dikarenakan sistem pemungutan rente ekonomi yang lemah. Kebijakan pengurangan produksi kayu bulat

Page 142: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

142

hutan alam, dan rencana pembangunan hutan tanaman ke depan mendorong perlunya dilakukan perbaikan sistem pungutan rente ekonomi kayu bulat hutan tanaman. Kata kunci: Hutan tanaman, keuntungan usaha, pungutan kayu bulat dan rente

ekonomi

Hakim, Ismatul Penguatan kelembagaan dalam pengelolaan DAS Solo / Ismatul Hakim. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.3 ; Halaman 209-217 , 2005

Daerah Aliran Sungai (DAS) Solo merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat di Pulau Janva baik yang berada di bagian hulunya, bagian tengahnya maupun bagian hilirnya. DAS Solo memberikan manfaat bagi pengairan lahan pertanian (sawah), pemenuhan hajat hidup masyarakat sehari-hari (mandi, cuci, kakus) bagi masyarakat pedesaan, dan bagi pemenuhan kebutuhan industri danjasa (air) di perkotaan. Akan tetapi kondisi DAS Solo saat ini sudah sangat kritis sejalan dengan kemampuan daya dukungnya sebagai penampung saluran air di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Hal ini akibat kondisi land use (penggunaan lahan) yang sudah over capacity, sehingga mengakibatkan tingginya tingkat sedimentasi dan erosi tanah di bagian atasnya di sepanjang aliran DAS Solo. Sehingga pengelolaan DAS Solo harus tetap memperhatikan kondisi fisik ekosistemnya dari hulu sampai hilir. Oleh karena itu, penanganan DAS Solo mulai dari tahap perencanaan, pengelolaan, penggunaan lahan sekitarnya dan monitoring-evaluasinya harus terintegrasi. Pengelolaan DAS Solo dari sisi teknologi, management dan kelembagaannya sudah relatif lebih intensif dibandingkan dengan DAS-DAS lainnya di tanah air, dimana sudah besar investasi dalam bentuk proyek dan Bantuan Luar Negeri yang dikeluarkan sejak peristiwa banjir tahun 1966 yang melanda karesiden Surakarta. Dengan adanya desentralisasi pembangunan, maka terdapat kecenderungan adanya tarik menarik kepentingan antara berbagai instansi yang terlibat dalam pengelolaan DAS Solo pada setiap sektor dan tingkatan pemerintahan (pusat dan daerah). Setelah keluarnya UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999, pengelolaan DAS tidak memiliki payung hukum dan peraturan yang mengaturnya. Sehingga kecenderungannya setiap sektor dan instansi bekerja sendiri-sendiri tergantung kepentingannya, meskipun saat ini sudah ada pembagian kerja antara instansi seperti Departemen Kehutanan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Dalam Negeri (di pusat). Akan tetapi banyak muncul permasalahan di daerah dalam kaitannya dengan batasan wilayah administratif (propinsi dan kabupaten), sehingga perlu dikembangan sistim kolaborasi dalam pengelolaan DAS dan sistim koordinasi yang baik antara berbagai instansi terkait (multi-stakeholder). Oleh karena itu, kunci utama keberhasilan dalam pengelolaan DAS Solo adalah penguatan kelembagaannya sehingga antara instansi terkait terjadi kesepahaman, sinergitas dan kebersamaan dalam pengelolaan DAS Solo. Dalam kaitannya dengan kondisi kekritisan yang meningkat di banyak DAS di seluruh tanah air, dengan mengambil contoh pengelolaan DAS Solo sudah saatnya di tingkat pusat dibentuk Badan Khusus yang bertanggung jawab dalam pengelolaan DAS yang sifatnya lintas instansi dan pada

Page 143: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

143

setiap tingkat dengan menggabungkan bagian/kegiatan yang ada kaitannya dengan Pengelolaan DAS seperti Dep. Kehutanan, Dep. Pertanian, Dep. Pekerjaan Umum, Dep. Dalam Negeri dan Kantor Meneg Lingkungan Hidup. Jika setiap instansi berjalan sendiri-sendiri maka masyarakat akan terkotak-kotak, sehingga menjadi tidak berdaya. Keberhasilan kita merehabilitasi lahan dan hutan tergantung dari sampai dimana tingkat partisipasi masyarakat didalamnya, terutama dalam kaitannya dengan kesinambungan kegiatannya setelah proyek selesai. Untuk itu salah satunya adalah dengan memberdayakan potensi SDM lembaga-lembaga yang mengakar di pedesaan seperti pondok pesantren, kelompok tani, kelompok swadaya masyarakat (KSM) dan lain-lain. Kata Kunci: Kelembagaan, Pengelolaan, Daerah Aliran Sungai, DAS Solo

Hakim, Ismatul Sentralisasi sektor kehutanan menghadapi reformasi birokrasi; suatu telaahan bagi agenda penelitian kebijakan / Ismatul Hakim. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.3 ; Halaman 233-256 , 2005

Proses desentralisasi sektor kehutanan yang terhambat selama ini disebabkan oleh belum jelasnya kegiatan dan program prioritas kehutanan apa yang harus dilaksanakan. Yang dipahami oleh masyarakat saat ini bahwa : kerusakan hutan dan lahan pencurian kayu terjadi dimana-mana, sedangkan laju perbaikan dan penanaman tanaman hutan masih sarat dengan masalah. Hal ini disebabkan oleh terlalu lamanya kita berada dalam suasana yang sentralistis di masa Pemerintahan Orde Baru yang dicirikan beberapa hal diantaranya arogansi kekuasaan (birokrasi), ketertutupan dan tidak transparanan dalam manajemen (pengelolaan), polat pendekatan struktural (kaku) dari atas ke bawah, statis dan monolog, serta berorientasi pada target keproyekan. Sementara itu, proses dan dinamika masyarakat dan kelembagaannya kurang diperhatikan dengan baik. Oleh sebab itu, beberapa prioritas kegiatan dan program dalam pembangunan kehutanan yang menonjol sesuai dengan kondisi dan permasalahan saat ini adalah : 1. Pola Tataguna dan Penataan hutan sebagai prakondisi pembangunan

(kehutanan) harus sudah jelas dan mudah dipahami oleh semua pihak (stakeholder). Di masa depan, sudah saatnya harus ditetapkan mana yang kawasan hutan dan mana yang bukan kawasan hutan yang harus dipertahankan. Pola Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) harus dikaji ulang oleh semua stakeholder. Penggunaan istilah Hutan Alam yang digenjot untuk produksi hasil hutan (kayu) selama ini harus jelas kapan akan kita akhiri. Eksploitasi dan penebangan hanya dapat dilakukan oleh siapa saja pengelola yang menanam pada hutan/lahan yang ditanami sendiri. Jika masih ada hutan (alam) yang dieksploitasi maka harus terbuka dan transparan kepada publik, karena ada hak- hak masyarakat di dalamnya. Ke depan kita hanya harus bangga dengan sebutan Departemen Penanaman Hutan, daripada Kerusakan Hutan dan Illegal Logging. Tentang kawasan hutan yang akan dan sudah dikonversi sudah

Page 144: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

144

saatnya dikonsolidasikan dan dikoordinasikan dengan Rancangan Umum Tata Ruang Nasional (RUTRN dan RTRWP) dengan instansi terkait seperti Bappenas, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Bappeda di tingkat propinsi/kabupaten.

2. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Perum Perhutani di Pulau Jawa dan PT. Inhutani di Luar Jawa harus menjadi contoh (teladan) dalam hal keberhasilannya membangun Hutan Tanaman (Kebun Kayu) dan produksi hasil hutan (kayu) kepada swasta dan masyarakat luas. BUMN harus dapat membina dan membimbing usaha swasta seperti perusahaan HTI dan masyarakat dalam mengembangkan Hutan Rakyatnya terutama dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi, manajemen dan kelembagaannya. Di Pulau Jawa, Hutan Rakyat telah banyak berhasil menggerakkan roda ekonomi dan usaha masyarakat terutama di kelompok usaha kecil, menengah dan kelompok tani/koperasi hutan di pedesaan. Pemerintah dan BUMN harus dapat merangsang dan memfasilitasi kemudahan di bidang Iptek, manajemen dan kelembagaan pengelolaan-Hutan Rakyat,

3. Yang termasuk dalam kategori Hutan (alam), lebih-lebih yang saat ini kita kenal sebagai Hutan lindung, Hutan/Kawasan Konservasi, Suaka Alam, Cagar Alam atau Suaka Marga satwa harus dijaga dan dilindungi oleh semua pihak terutama Pimpinan Nasional, Pimpinan Daerah dan masyarakat luas. Perlu membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya fungsi lindung dan fungsi konservasi (public awareness) hutan. Masyarakat akan dapat membangun kelembagaan dan hukumnya sendiri dengan penuh kesadaran akan eksistensi hutan dan koservasi alam. Hutan dan kawasan konservasi menjadi tanggung jawab semua pihak (multi-stakeholder). Pemerintah (pusat dan daerah) harus membangun kepercayaan baru kepada semua pihak dan masyarakat karena selama ini terkesan Pemerintah seperti pemilik hutan, bukan pengatur, pengurus dan penata hutan. Selama ini hutan/kawasan hutan adalah monopoli dalam penguasaan hutan/kawasan hutan.

4. Penanganan lahan kritis dan Daerah Aliran Sungai (DAS) sudah saatnya dibuat kelembagaan khusus (otonom) di tingkat pusat (dan daerah) yang melibatkan semua pihak terkait dari hulu sampai ke hilir dalam kerangka Pengelolaan Sumber Daya Air secara terpadu untuk mengembalikan fungsi ekologis dan hidroorologis dari hutan/lahan bagi kelestarian ekosistem kehidupan manusia. Embrio kelembagaan baru dalam Pengelolan DAS atau Sumber Daya Air terdiri dari unsur Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen Perikanan dan Kelautan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Lingkungan Hidup. Pendekatan multi-pihak secara kolaboratif dalam pengelolaan DAS atau Sumber Daya Air (SDA) harus semakin ditingkatkan.

5. Proses desentralisasi dalam pembangunan sektor kehutanan baru dapat berjalan setelah adanya kemauan dan kesanggupan semua pihak terutama Pemerintah (pusat, propinsi dan daerah) untuk berkolaborasi dalam mengelola Sumber Daya Hutan atas dasar kesadaran, komitmen dan pemahaman yang sama terhadap fungsi dan peran Sumber Daya Alam (Hutan). Jika belum ada kesamaan antara para pihak, maka percuma saja kita bicara tentang pemberdayaan masyarakat. Di lain pihak, sebaliknya pemerintah akan

Page 145: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

145

tertinggal oleh masyarakat di desa dan di sekitar hutan yang sudah banyak berhasil membangun hutan rakyat. Dan sudah saatnya, justru pemerintah harus belajar dari masyarakat dalam mengelola lahan dan hutan.

6. Dalam menuju desentralisasi sektor kehutanan secara terarah, maka berbagai kebekuan yang masih tersisa dalam birokrasi terutama di tingkat pusat yang masih bernuansa kekuasaan, memusat, tertutup, monolog, kaku dan statis dalam pola kepemimpinan, pengambilan keputusan, rekrutmen pejabat, struktur organisasi dan kultur kerjanya harus segera dicairkan. Pola pendekatan fungsional lebih diperlukan dalam rangka reformasi birokrasi di sektor kehutanan, karena sudah terlalu banyaknya permasalahan yang muncul di permukaan. Sebagai konsekwensinya, maka setiap orang dituntut untuk dapat meningkatkan kinerjanya dan prestasi kerjanya dalam menangani berbagai permasalahan dan melaksanakan suatu program di lapangan. Dengan cara ini, dapat dibedakan antara akuntabilitas perorangan dan akuntabilitas pimpinan instnasi. Jabatan, proyek maupun kegiatan ditawarkan secara terbuka. Pola seperti ini yang akan dapat membersihkan berbagai bentuk manipulasi dan korupsi di birokrasi (KKN) akibat sudah terlalu bernuansa politis. Tidak perlu terjadi diskriminasi antara tenaga struktural dan tenaga fungsional di birokrasi, akan tetapi kepemimpinan dan kelembagaan kehutaan diisi atas dasar kapasitas dan kemampuan seseorang (profesionalisme). Oleh karena itu, peran tenaga fungsional seperti peneliti, widyaiswara, penyuluh dan dosen serta aktivis LSM harus lebih difungsikan dalam melakukan reformasi birokrasi di bidang kehutanan. Dengan demikian tidak ada lagi kesan kumuh di birokrasi.

Kata Kunci: Desentralisasi, pemberdayaan masyarakat, kelembagaan,

multi-stakeholder, public awareness, forest for people, reformasi birokrasi.

Haryanti, Nana Kondisi sosial masyarakat Merawu dan sub DAS Batang Bungo = Social condition of community at Merawu and Batang Bungo Sub Watersheds / Nana Haryanti; Paimin, Sukresno. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.3 ; Halaman 231-244 , 2005

Fungsi daerah aliras sungai (DAS) sebagai suatu ekosistem tidak hanya bertumpu pada kawasan hutan saja, namun juga meliputi kawasan budidaya tanaman dan kawasan pemukiman. Oleh karena itu pengelolaan DAS perlu memberikan perhatian pada manusia dan aktivitasnya sebagai bagian dari sistem DAS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kondisi sosial masyarakat di sub DAS Merawu dan Bungo, dan pola bagaimana mereka mengelola sumber daya alamnya. Penelitian dilakukan di sub DAS Merawu dan Batang Bungo. Metode observasi dan interview digunakan untuk mengurapulkan data. Tujuan dari observasi dan interview adalah untuk mengeksplorasi kondisi sosial dari petani dan mengembangkan kejadian-kejadian, aktivitas, dan persepsi dari subyek penelitian.

Page 146: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

146

Data kemudian dianalisa secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kondisi sosial pada masyarakat sub DAS Merawu dan Batang Bungo, yang dipengaruhi oleh interaksi antara kondisi sosial dan alam. Hulu sub DAS Merawu adalah lahan kering dan dimanfaatkan untuk pertanian tanaman semusim, dan lahan di hilir sub DAS Merawu adalah persawahan. Lahan di sub DAS Bungo dimanfaatkan untuk perkebunan karet, keadaan ini disebabkan lahan tidak memungkinkan dimanfaatkan untuk pertanian tanaman semusim secara intensif. Kegiatan dasar wilayah baik di sub DAS Merawu dan Bungo adalah sektor pertanian. Tingkat pendidikan responden umumnya masih rendah, berakibat pada rendahnya praktek konservasi tanah karena rendahnya pengetahuan dan pemahaman mengenai konservasi terutama di sub DAS Bungo. Sementara itu rendahnya praktek konservasi tanah di sub DAS Merawu lebih disebabkan oleh pertanian lahan kering. Kontribusi pertanian pada pendapatan rumah tangga di sub DAS Merawu adalah 95% berasal dari pertanian lahan kering, sedangkan di sub DAS Bungo kontribusi sektor pertanian mencapai 68% berasal dari perkebunan karet. Jumlah petani besar dengan kepemilikan lahan lebih dari 1 Ha di Sub DAS Merawu sebesar 33,3%, dan jumlah petani besar dengan kepemilikan lahan lebih dari 3 Ha di sub DAS Bungo adalah 36,2%. Luas kepemilikan lahan di Jawa akan berpengaruh pada status sosial dalam masyarakat, sedangkan di Sumatra status sosial dalam masyarakat lebih dipengaruhi oleh kemampuan dan kecakapan. Kata kunci: Aktivitas manusia, pemanfaatan lahan, kondisi sosial dan alam

Hastanti, Baharinawati W. Kajian sosial ekonomi dan budaya masyarakat Suku Moi di sekitar C.A. Peg. Cyclolps di Jayapura / Baharinawati W. Hastanti, Iga Nurapriyanto. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.3 ; Halaman 271-281 , 2005

Penduduk di kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloops dikhawatirkan akan memberi ancaman terhadap kelestariannya, terutama akibat pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, sehingga dibutuhkan penelitian untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi dan budaya masyrakat di sekitarnya. Hasil penelitian menunjukkan penduduk di kawasan C.A. Peg. Cycloops dikawatirkan merupakan ancaman tekanan terhadap kawasan hutan. Akibat pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti lahan pertanian, kebutuhan pangan yang akan meningkatkan kerusakan kawasan C.A. Peg Cycloops. Pada kawasan tersebut terdapat masyarakat adat yang hidupnya masih tergantung pada hutan, dengan tingkat kehidupan yang relatif sederhana baik ekonomi, teknologi maupun pengetahuan. Kata kunci: Sosial, ekonomi, budaya, masyarakat Suku Moi

Page 147: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

147

Hayati, Nur Kearifan tradisional masyarakat adat dalam pengelolaan hutan adat Rumbio di Kabupaten Kampar, Propinsi Riau / Nur Hayati. -- Info Sosial Ekonomi : Vol.5(1) ; Halaman 81-91 , 2005

Penelitian ini dilakukan terhadap masyarakat adat yang tinggal di sekitar hutan adat Rumbio, Propinsi Riau. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kearifan tradisional masyarakat adat Rumbio dalam mempertahankan hutan adat dan menginformasikan keberadaan unsur-unsur budaya konservatif yang dimiliki masyarakat adat sehingga dapat diberdayakan dalam pelaksanaan pengelolaan hutan adat/rakyat. Metode pengambilan data dilakukan dengan wawancara langsung dan berdasarkan kuisioner untuk mengumpulkan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat adat Rumbio memiliki kearifan lokal dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam yang ada di sekitar mereka, baik yang berkaitan dengan flora, fauna maupun ekosistem secara keseluruhan disamping itu juga masih terdapat nilai-nilai budaya konservasi di dalam masyarakat Rumbio yang ditunjukkan oleh aturan adat yang melarang penebangan tanaman yang ada di hutan ulayat, sanksi yang berat kepada para penebang kayu, dan inisiatif adat untuk melakukan penanaman kembali tanaman yang ditebang untuk keperluan khusus Kata kunci: Kearifan tradisional, masyarakat adat Rumbio, hutan adat Rumbio

Irawanti, Setiasih Rehabilitasi mangrove secara swadaya : belajar dari masyarakat Sinjai / Setiasih Irawanti, Kuncoro Ariawan. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.2 ; Halaman 187-196 , 2005

Tekanan terhadap keberadaan hutan mangrove berlangsung sejalan dengan taju pertumbuhan penduduk, karenanya pengelolaan hutan mangrove seyogyanya memenuhi persyaratan ekologis, disamping menguntungkan secara ekonomis serta diterima oleh masyarakat setempat. Ada berbagai faktor alam yang perlu diperhatikan untuk mendukung keberhasilan budidaya mangrove, seperti jenis tanah, ombak air laut, kalender musim dan Iain-lain. Rehabilitasi mangrove seyogyanya dilaksanakan pada musim angin bertiup dari arah darat, sehingga diperlukan sumber pembiayaan yang luwes yang secara administratif dapat digunakan pada musim tanam. Tanaman muda mangrove membutuhkan sentuhan tangan pencintanya, setidaknya setiap 3 (tiga) hari sekali selama 3 tahun pertama sejak penanaman, sampai akar nafas yang tumbuh dari samping telah menancap ke dalam lumpur. Kebersamaan diantara anggota masyarakat merupakan modal dasar keberhasilan rehabilitasi mangrove secara swadaya, sehingga dapat dibakukan dalam bentuk kelompok. Ekosistem mangrove di Kabupaten Sinjai merupakan hasil rehabilitasi yang awalnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat setempat untuk tujuan pengamanan lingkungan, melindungi pemukiman dari gempuran ombak dan tiupan angin kencang. Dalam perkembangannya, masyarakat berharap mendapatkan manfaat ekonomi dari tanaman

Page 148: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

148

mangrove, yang ditempuh dengan cara mengkonversinya menjadi tambak untuk budidaya udang dan bandeng, namun masyarakat selalu membangun tanaman -bakau baru di sempadan pantai sehingga tercapai ketebalan sekitar 600 m sebagai green belt yang dipandang mampu mengamankan dari gempuran ombak. Dalam puluhan tahun, proses tersebut akan menghasilkan daratan baru di kawasan pesisir berupa daerah pertambakan. Pemerintah Daerah (PEMDA) memberikan insentif kepada masyarakat berupa kepastian hak atas lahan tambak dalam bentuk Surat Keterangan Tanah (SKT) dan wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Kata kunci: Mangrove, rehabilitasi, Sinjai, swadaya

Jariyah, Nur Ainun Study ketersediaan kayu rakyat di kabupaten Wonogiri = A study on potential supply of private forest in Wonigiri district / Nur Ainun Jariyah, S Andi Cahyono. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.1 ; Halaman 61-74 , 2005

Pasokan kayu dari hutan alam mengalami penurunan dan tidak akan mampu lagi sebagai pemasok utama kebutuhan industri kayu. Pada masa mendatang Pasokan kayu diharapkan berasal dari HTI, hutan rakyat dan perkebunan. Tujuan dari kajian adalah untuk memberikan informasi kondisi hutan rakyat dan ketersediaan kayu rakyat di Kabupaten Wonogiri. Metode yang digunakan adalah stratifikasi random sampling. Lokasi kajian di Desa Karangtengah, Desa Ngelo dan Desa Sumberejo.

Analisa yang digunakan adalah deskriptif. Hasil kajian adalah 1) Pemilihan tanaman kayu dan kombinasinya sangat berpengaruh terhadap potensi hutan rakyat yang dimiliki, 2) Hutan Rakyat di Wonogiri beragam dilihat dari jenis tanaman, kombinasi tanaman, potensi dan penguasahaannya, 3) Kerapatan pohon tertinggi diperoleh pada strata 2 di Desa Karangtengah sebesar 413 pohon/ha, 4) Rata-rata potensi riap hutan rakyat di Kabupaten Wonogiri sebesar 8.36 m'/ha, ketersedian kayu di Kabupaten Wonogiri sebesar 138 745.74 mVth. Kata kunci : Hutan rakyat, permintaan kayu, pasokan kayu

Jariyah, Nur Ainun Peranan pendapatan dari penyadapan getah Pinus merkusii terhadap pendapatan rumah tangga : Studi kasus di Desa Burat, RPH Gebang, BKPH Purworejo, KPH Kedu Selatan, Propinsi Jawa Tengah = Share of Pinus merkusii Resin tapping earning to household income : A case study at the Burat Village, RPH Gebang, BKPH Purworejo, KPH South Kedu, Central Java Province / Nur Ainun Jariyah. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.3 ; Halaman 269-277 , 2005

Petani di sekitar hutan mempunyai banyak sumber pendapatan salah satunya adalah dari upah penyadapan pinus. Meskipun demikian masih sedikit informasi

Page 149: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

149

tentang pendapatan dari penyadapan getah pinus. Kajian ini dilaksanakan di Desa Burat, RPH Gebang, BKPH Purworejo, KPH Kedu Selatan, Propinsi Jawa Tengah. Upah penyadapan Pinus merkusii meningkatkan pendapatan rumah tangga sebesar 61,5%. Pendapatan rumah tangga tanpa upah penyadapan sebesar Rp. 371.100,00/tahun dan dengan upah penyadapan pinus menjadi Rp. 963.660,00/tahun. Berdasarkan hasil analisis regresi, variabel yang berpengaruh dengan penyadapan pinus adalah jumlah pohon yang disadap dan jarak dari rumah ke hutan. Kata Kunci: Penyadapan getah, pendapatan rumah tangga, ekonomi rumah tangga

Kadir W, Abd Analisis finansial pengolahan nira aren (Arenga pinnata) menjadi produk Nata pinnata = A financial analysis of Nata pinnata processing made from aren sap / Abd Kadir W. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.1 ; Halaman 17-26 , 2005

Nira aren adalah cairan yang keluar dari tandan bunga jantan pohon aren setelah tandan bunga tersebut dipotong dan disadap. Nira aren yang telah disadap oleh petani aren memiliki peluang untuk dikembangkan menjadi produk nata pinnata karena secara fisik nira aren tidak jauh berbeda dengan air kelapa. Produk nata pinnata adalah salah satu jenis makanan penyegar atau pencuci mulut (food dessert) yang terbuat dari nira aren yang telah mengalami proses fermentasi. Untuk mengembangkan pengolahan nira aren menjadi produk nata pinnata sebagai suatu usaha industri skala rumah tangga, perlu dilakukan analisis finansial untuk mengetahui layak atau tidaknya usaha pengolahan nata pinnata tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial pengolahan nira aren menjadi produk nata pinnata sebagai salah satu upaya peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan. Metode yang digunakan untuk menilai kelayakan usaha ini yaitu, Benefit-Cost Ratio (BCR), Payback Period (PP) dan Break Even Point (BEP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha pengolahan nira aren menjadi produk nata pinnata sebagai suatu usaha skala rumah tangga layak dikembangkan dimana nilai BCR selama satu tahun produksi sebesar 1,112 (BCR > 1), payback period yang dihasilkan 6 bulan dan break event point sebesar 193 kg nata/bulan atau setara dengan Rp. 579.000,-/bulan. Kata kunci: Nira aren, nata pinnata, analisis finansial

Kadir W. Abdul Kegiatan penghijauan dan peranannya terhadap peningkatan pendapatan masyarakat: studi kasus kecamatan Mallawa kabupaten Maros / Abd. Kadir W. . -- Info Sosial Ekonomi : Vol.5(1) ; Halaman 69-79 , 2005

Salah satu upaya pemulihan lahan kritis di luar kawasan hutan adalah kegiatan penghijauan. Manfaat kegiatan penghijauan disamping untuk mencegah erosi,

Page 150: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

150

pengaturan tata air, perbaikan kesuburan tanah dan perbaikan kualitas udara adalah juga sebagai sumber pangan dan sumber pendapatan bagi masyarakat baik berupa upah kerja maupun hasil tanaman penghijauan (buah, kayu dan hasil tumpangsari). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak kegiatan penghijauan terhadap pendapatan masyarakat di Kecamatan Mallawa, Kabupaten Maros. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata total pendapatan petani di Kecamatan Mallawa adalah Rp. 3.732.798/tahun dan kontribusi kegiatan penghijauan terhadap total pendapatan petani dalam bentuk upah adalah Rp. 99.996 atau 2,65 %. Disamping itu manfaat penghijauan dalam jangka panjang sebagai sumber pangan, perbaikan tata air, perbaikan kesuburan tanah dan perbaikan kualitas udara sebagian besar masyarakat kurang mengetahuinya. Lembaga yang terlibat dalam kegiatan penghijauan adalah dinas PKT, dinas pertanian, aparat desa, dan LKMD. Diketahui bahwa keterlibatan lembaga-lembaga tersebut semakin berkurang seiring dengan selesainya kegiatan proyek penghijauan. Peranan kepala desa dan tokoh-tokoh masyarakat sebagai motivator sangat penting untuk meningkatkan motivasi masyarakat dalam kegiatan penghijauan. Kata kunci: Kontribusi Penghijauan, Pendapatan Masyarakat, Penghijauan

Kadir W, Abdul Pengembangan sosial forestry di SPUC Borisallo : Analisis sosial ekonomi dan budaya masyarakat / Abdul Kadir W. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.3 ; Halaman 297-309 , 2005

Stasiun Penelitian dan Ujicoba (SPUC) Borisallo memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai show window pengembangan social forestry. Hal ini karena potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dibutuhkan dimilikinya untuk pengembangan social forestry. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kondisi sosial-ekonomi dan budaya masyarakat setempat sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi instansi terkait dan stakeholder lainnya dalam merumuskan kebijakan pengembangan social forestry di SPUC Borisallo. Hasil penelitian menujukkan bahwa faktor yang dapat mendukung pengembangan social forestry di kawasan tersebut adalah tingginya persentase usia kerja produktif masyarakat, pekerjaan utama petani, potensi tenaga kerja keluarga, persepsi masyarakat terhadap kawasan, dan adanya partisipasi masyarakat dalam menjaga kawasan hutan. Namun demikian pendapatan yang diperoleh masyarakat dari meggarap lahan di SPUC Borisallo belum mampu mangangkat masyarakat dari garis kemiskinan sehingga diperlukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan produktivitas lahan garapan mereka. Kata kunci: SPUC Borisallo, social forestry, sosial-ekonomi dan budaya masyarakat

Page 151: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

151

Karyono, O.K Peran masyarakat adat Sepuhan Cipta Gelar dalam mendukung kelestarian hutan di kawasan Taman Nasional Halimun -Salak / O.K.Karyono dan Tuti Herawati. -- Info Sosial Ekonomi : Vol.5(1) ; Halaman 1-8- , 2005

Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar membagi hutan dalam 3 (tiga) bagian sesuai dengan fungsinya yaitu ; Leuweung Titipan, Leuweung Tutupan dan Leuweug Garapan,

Leuweung tutupan berfungsi untuk melindungi leuweung awisan, yang dilindungi oleh hokum negara sebagai sumber mata air. Leuweung titipan adalah hutan yang akan dijadikan tempat pemukiman masyarakat kasepuhan di masa yang akan datang.

Leuweung garapan adalah lahan di Kawasan Taman Nasional Halimun-Salak mengelola sumberdaya alam dengan kearifan tradisional yang mereka anut. Kawasan hutan dibagi menjadi 4 (empat) bagian sesuai dengn fungsinya, yaitu; leuweung (hutan) awisan, titipan, tutupan, dan garapan. Pemanfaatan hutan terbatas untuk kepentingan pribadi dan adat, sehingga tidak ada komersialisasi dalam pemanfaatan hasil hutan. Masyarakat adat mengelola kebun dengan sistem agroforesty khas Jawa Barat, yaitu kebun telun yang terdiri dari tanaman kayu dan buah yang variatif dan banyak memuat keanekaragaman hayati. Keyakinan bahwa segala sumber daya alam adalah milik Sang Pencipta menjadi pegangan bagi masyarakat adat untuk mengelola alam sesuai dengan aturan Sang Pemilik, sehingga hasil yang diperoleh dapat bermanfaat dan dapat dinikmati dengan baik. Hal ini berdampak positif terhadap kelestarian hutan di kawasan ekosistem Halimun. Kata kunci: Masyarakat adat, kawasan hutan, kelestarian hutan, agroforestry (talun)

Karyono, O.K Dampak pengelolaan taman nasional terhadap sosial ekonomi masyarakat desa hutan: study kasus Taman Nasional Gunung Halimun Sukabumi Jawa Barat / O.K.Karyono. -- Info Sosial Ekonomi : Vol.5(1) ; Halaman 9-23 , 2005

Tujuan pengelolaan Taman Nasional selain menjaga hutan tetap lestari juga membantu meningkatkan sosial ekonomi masyarakat. Ketergantungan masyarakat desa sekitar hutan terhadap taman nasional Gunung Halimun cukup tinggi, selain memanfaatkan jasa lingkungan (air, udara segar, pemandangan indah) juga memanfaatkan kawasan untuk tanaman pertanian. Mayarakat di sekitar kawasan taman nasional Ginning Halimun adalali bertani. Luas pemilikan lahan responden untuk pertanian 0 - 1,5 l iek tar, rata-rata pendapatan responden Rp. 2.828.771/capita/tahun atau Rp 85.720,35/capita/bulan.

Jumlah anggota keluarga responden kurang dari 5 orang ada 20 orang, sedangkan jumlah anggota keluarga yang lebih dari 5 orang tercatat 12 Orang. dengan pendidikan responden mayoritas SD (85%).

Ketergantungan masyarakat desa sampel terhadap kawasan Taman Nasional Gunung Halimun cukup tinggi baik untuk daerah pertanian maupun untuk pemanfaatan air dari kawasan ini . Kata kunci : Pengelolaan Taman Nasional, Sosial Ekonomi, Masyarakat desa hutan

Page 152: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

152

Karyono, O.K Prospek budidaya buah merah (Pandanus conodicus Lamk) di bawah tegakan hutan rakyat di Wamena / O.K. Karyono dan Subarudi. -- Info Sosial Ekonomi : Vol.5(1) ; Halaman 93-98 , 2005

Buah merah sebagai sumber hayati mudah dibudidayakan di bawah tegakan hutan rakyat dengan umur pohon antara 2 s/d 3 tahun. Tanaman buah merah mampu tumbuh di lahan-lahan bawah tegakan hutan dan mempunyai beberapa keunggulan, yaitu: (i) budidayanya sederhana, (ii) kandungan minyaknya cukup tinggi, dan (iii) berkhasiat untuk pencegah penyakit degeneratif, serta (iv) mudah pemasarannya karena bernilai ekonomi tinggi.

Keuntungan yang diperoleh petani dalam usaha budidaya tanaman buah merah oleh petani di Wamena, mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 3.100.000 per hektar per tahun.

Jika buah merah diolah menjadi minyak, nilai jual di daerah Wamena Rp. 800.000 s/d Rp. 1 juta per botol dengan isi 640 ml . Nilai jual minyak buah merah di luar Wamena seperti Jakarta dan Bali mencapai Rp. 1 s/d Rp. 2 juta per botol dengan isi 640 ml. Oleh sebab itu buah merah mempunyai prospek yang cerah untuk dibudidayakan oleh masyarakat baik di bawah tegakan hutan rakyat maupun dikebun-kebun milik masyarakat dan produk ini dapat dijadikan produk andalan di daerah Jayawijaya, propinsi Papua Kata kunci: Prospek budidaya, buah merah, keuntungan dan hutan rakyat

Karyono, O.K. Pengaruh biaya dan tarif masuk taman wisata alam terhadap tingkat kunjungan dan pendapatan, Studi kasus Karangnini Ciamis Jawa Barat = The Effect of Entrance Fee on Number of Visitors and Income of Recreation forest, Case Study at Karangnini, Ciamis, West Java) / O.K.Karyono. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.4 ; Halaman 301-312 , 2005

Setiap pengunjung dan atau kendaraan yang masuk ke hutan wisata diwajibkan membayar pungutan masuk untuk negara. Tarif pungutan pada pengunjung yang masuk ke taman wisata berkisar antara Rp. 500 s/d Rp. 1.000,- (SK Menhut 878/Kpts-II/1992). Besarnya tarif pungutan masuk ke hutan wisata berpengaruh terhadap jumlah pengunjung dan pendapatan pengusahaan ekowisata. Hasil analisis menunjukkan, semakin tinggi tarif pungutan masuk ke hutan wisata jumlah pengunjung semakin menurun. Sesuai dengan analisa ekonomi, kurva demand dari obyek hutan wisata dipengaruhi oleh tarif pungutan masuk yang ditentukan oleh pengelola. Kurva demand akan menurun dari sebelah kiri atas ke sebelah kanan bawah, yang berarti setiap penurunan harga/tarif masuk akan berakibat pada kenaikan permintaan pasar. Derajat kunjungan (Vi) terhadap biaya perjalanan (Tci)

Page 153: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

153

dengan hasil perhitungan regresi = 72149.42642 - 130.02555 x, atau Vi = 72,14- 0,13 Tci. Dengan demikian menunjukkan bahwa derajat kunjungan cenderung menurun dengan meningkatnya biaya perjalanan, walaupun nilai koefisien korelasi (r2 - 68%) dan nilai koefisien determinasinya rendah (r2 = 0,004630). Kata kunci: Tarif pungutan, Pengunjung, Hutan wisata

Kusumedi, Priyo Kajian kelembagaan mangrove dengan pendekatan sosial budaya setempat = Study of mangrove institute with local social culture approach / Priyo Kusumedi. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.1 ; Halaman 89-101 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek tentang kelembagaan rehabtlitasi mangrove berbasiskan masyarakat dan bahan formulasi kebijakan rehabilitasi mangrove dengan pendekatan sosial-budaya setempat. Metode penelitian yang dipakai mengikuti petunjuk teknis penelitian sosial ekonomi SSEKI, dengan pendekatan non survei, yaitu RRA. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan dan wawancara. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode: 1) Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif dan 2). Analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelembagaan yang ada di lokasi penelitian bersifat keswadayaan (inisiatif masyarakat). Kelembagaan yang ada merupakan format organisasi yang modern, dengan struktur kepengurusan dan elemen organisasi yang sangat komplek, lengkap dan tertatarapi, serta didukung pranata hukum formal, baik legalisasinya maupun legitimasinya. Rekomendasi untuk pembuatan bahan kebijakan rehabilitasi hutan mangrove di masa mendatang, yaitu ; Perubahan cara pandang melalui kegiatan penyuluhan, sosialisasi, pendampingan kelompok tani yang intensif, berkelanjutan dan membangun kemitraan dengan pihak luar melalui mediasi lembaga terkait seperti PT maupun LSM serta pembuatan kesepakatan dengan masyarakat tentang tata guna lahan, baik dengan penggunaan sistem hukum formal maupun penegakan aturan yang ada dalam masyarakat. Kata kunci: Kelembagaan, rehabilitasi mangrove, sosial-budaya

Kusumedi, Priyo Potensi sengon pada hutan rakyat di desa pacekelan kabupaten Wonosobo = Potential of sengon community forestry in pacekelan village of Wonosobo regency / Priyo Kusumedi. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.1 ; Halaman 103-114 , 2005

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya potensi hutan rakyat sengon yang ada di desa Pacekelan. Penelitian ini dilaksanakan di desa Pacekelan, kecamatan Sapuran, kabupaten Wonosobo, provinsi Jawa Tengah, mulai bulan Januari 2000 sampai April 2000. Data-data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa volume actual

Page 154: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

154

standing stock rata-rata anggota kelompok sebesar 106,661 m3. Volume actual standing stock seluruh anggota kelompok tani di desa Pacekelan adalah 14.825,58 m3 22.099,81 m3.Berdasarkan hasil pengukuran dari lahan tegalan responden, bahwa di desa Pacekelan setiap tahunnya dapat menghasilkan kayu sengon sebesar 2.965,12 m3 -4.419,96 m3 yang terdiri dari kayu bakar 296,51 m3 - 441,99 m3 sedangkan kayu perkakas 2.668,61 m3-3.977,964 m3.

Kata kunci: Potensi, hutan rakyat, desa pacekelan.

Kusumedi, Priyo Pemetaan partisipatif di KHDTK Borisallo = Participatory Mapping in KHDTK Borisallo / Priyo Kusumedi. – Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2 No.4 ; Halaman 349-365 , 2005

Pemetaan partisipatif merupakan sebuah pendekatan yang telah menjadi sebuah kebutuhan lazim di berbagai kawasan hutan. Pendekatan tersebut dikembangkan dalam kerangka mewujudkan adanya pengelolaan sumberdaya alam yang lebih menjamin pengembangan social forestry. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pemetaan partisipatif yang melibatkan semua stakeholder dan peran masing-masing stakeholder dalam pemetaan partisipatif. Metode penelitian yang dipakai adalah RRA {Rapid Rural Appraisal), PRA {Participatory Rural Appraisal) dan input data spasial, interprestasi citra landsat, input data non-spasial pada tabel atribut peta, pembuatan layout peta dengan software Arc View dari data spasial dan data non-spasial serta pembuatan peta digital. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif, serta sistem informasi geografis yaitu PC Arc/View dan PC ARC/Info. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemetaan berlangsung melalui proses yang lama dari tahap inisiasi sampai pelaksanaan di lapangan sehingga didapatkan peta partisipatif penggarap lahan, tata batas panggarap lahan, tata batas kelompok tani, sebaran pemukiman serta peta tata guna lahan. Selain itu dalam pemetaan partisipatif harus ada pembagian peran dan tanggung jawab antar stakeholder untuk mendorong pembelajaran bersama dalam perkembangan pemetaan atau penyediaan informasi "keruangan yang akurat dan diakui oleh semua stakeholder. Kata kunci: social forestry, pemetaan partisipatif, stakeholder, KHDTK Borisallo

Mairi, Kristian Studi Sosial Budaya Masyarakat adat Toraja dalam rangka Pelestarian Sumber Daya Hutan = Socia-Cultural Study of Toraja Custom Society In Relation with The Sustainability of Forest Resources / Kristian Mairi. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.3 ; Halaman 245-258 , 2005

Page 155: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

155

Tradisi dan budaya masyarakat adat Toraja sangat erat kaitannya dengan pengamanan dan pelestarian sumberdaya hutan. Hal ini mendasari timbulnya kesadaran yang membudaya untuk mengelola hutan adat yang dimiliki secara kolektif. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui pola keterkaitan adat dan budaya masyarakat Toraja dalam rangka pelestarian sumberdaya hutan serta merumuskan skema pengelolaan hutan lestari yang didasari oleh nilai-nilai budaya masyarakat adat. Pengumulan data dilakukan secara porpusive sampling dengan wawancara terstruktur dan survey. Intensitas sampling 10% dengan asumsi bahwa 80% dari penduduk adalah masyarakat adat. Total sampel adalah 60 responden. Data yang terkumpul di analisis secara qualitative descriptive, diterjemahkan dalam bentuk skema/bagan, uraian, penjelasan, serta kesimpulan tentang kondisi sebenarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Adanya kebutuhan ritual adat budaya yang tinggi terhadap hasil hutan telah

membentuk pola perilaku dan sikap pandang yang baik sehingga mereka memiliki kesadaran yang tinggi memelihara dan mempertahankan hutannya.

2. Pendapatan usahatani masyarakat adat yakni Rp. 2.490.279/kk/tahun atau Rp. 622.570/kapita/tahun.

3. Salah satu upaya urgen dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong masyarakat dalam pelestarian hutan adalah menyediakan bibit yang memadai di setiap dusun atau desa supaya petani bisa menjangkaunya.

Kata Kunci: Adat budaya, hutan adat, sosial-ekonomi

Mile, Yamin Potensi pengembangan hutan kemasyarakatan melalui pola wanatani berbasis sereh wangi, studi kasus usahatani sereh wangi di desa Salebu, Cilacap, Jawa Tengah) = Potential development of social forestry through sereh wangi based agroforestry model : a case study of sereh wangi farming at Salebu, Cilacap, Central Java / M. Yamin Mile, Achdiat Bastari. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.3 ; Halaman 291-300 , 2005

Usaha sereh wangi (Cimbopogon nodus) merupakan salah satu bentuk usahatani dengan tanaman utamanya adalah sereh wangi.(tanaman penghasil minyak astiri). Tanaman ini biasanya ditanam di bawah tegakan pohon seperti Jati, Mahoni, Sengon. Melihat potensi dan kemungkinan penerapannya dalam program Hutan Kemasyarakatan (HKM), penelitian dilakukan. untuk mengetahui seberapa jauh kelayakan usaha sereh wangi dalam meningkatkan pendapatan petani melalui studi kasus kegiatan usahatani sereh wangi di Desa Salebu Kecamatan Majenang, Cilacap, Jawa Tengah Pengumpulan data dilaksanakan dengan metode sampling melalui wawancara dengan petani sample dan pihak investor yang terkait dan pengamatan langsung di lapangan Hasil penelitian menunjukan bahwa usahatani serah wangi sebagai bagian dari sistim wanatani cukup layak diusahakan dengan Net Present Value (NPV) (+) Rp 2.969.513, dan IRR = 64,69 % sedangkan BC Ratio = 2,029 (>1). Keuntungan diperoleh sejak tahun pertama penanaman dengan 4 kali panen dalam

Page 156: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

156

setahun. Keuntungan lebih besar akan diperoleh apabila nilai kayu ikut diperhitungkan yang biasanya dimulai pada tahun ke empat saat diadakan penjarangan secara bertahap. Melalui pengembangan Hutan Kemasyarakatan dengan pola wanatani berbasis sereh wangi, permasalahan utama yang dihadapi masyarakat seperti di Desa Salebu yakni kekurangan lahan untuk pengembangan usahatani dapat diatasi dan masyarakat memperoleh kesempatan untuk meningkatkan pendapatan mereka. Pada saat yang sama kayu dapat diproduksi dan wilayah hutan dapat ditingkatkan keamanannya. Kata kunci: Social forestry, Cetronella oil, Wanatani Sereh wangi

Nurapriyanto, Iga Sistem Pengusahaan beberapa hasil hutan bukan kayu dan alur tataniaganya di Jayapura, Papua / Iga Nurapriyant, Abdullah Tuharea, Naris Arifin. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.2 ; Halaman 135-144 , 2005

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dewasa ini menjadi perhatian dalam pengembangan dan peningkatan nilai hasil hutan di Papua terutama pada jenis-jenis komoditi HHBK yang mempunyai nilai ekonomi potensial, mengingat semakin menurunnya potensi hutan berupa kayu. Salah satu aspek penting dalam pengembangan HHBK adalah aspek tataniaganya. Penelitian ini menggambarkan bagaimana sistem pengusahaan beberapa HHBK serta alur tataniaganya di Jayapura. Hasil penelitian menunjukkan rantai tataniaga beberapa komoditi HHBK relatif pendek sejak dari sumber hingga konsumen/pasar. Bagi pengusahaan non gaharu terutama sagu dan rotan relatif masih sangat terbatas pada pemenuhan kebutuhan konsumsi lokal sedangkan gaharu maupun Kamendangan lebih banyak dilakukan oleh pengusaha dengan skala usaha yang lebih besar yang berorientasi pada pasar nasional maupun ekspor. Kata Kunci: Kajian, sistem, Pengusahaan, Tataniaga, Hasil Hutan Bukan Kayu

Rochmayanto, Yanto Peluang dan hambatan pengembangan HKM di Koto Panjang, Riau : pendekatan sosiologis = Opportunity and constraint in CF development at Koto Panjang, Riau sociological approach / Yanto Rochmayanto, Tateng Sasmita. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.3 ; Halaman 279-289 , 2005

Tulisan ini menganalisis respon masyarakat terhadap pola pemanfaatan ruang HKm melalui pengembangan jenis andalan setempat. Respon sosial yang diukur adalah (1) persepsi tentang sistem pertanian menetap, (2) prospek pengembangan gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) dan pulasan (Nephelium mutabile BL.), dan (3) mengidentifikasi kendala teknis di lapangan. Analisis dilakukan melalui segmentasi

Page 157: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

157

berdasarkan kelompok peran dalam masyarakat, usia dan tingkat pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat Tanjung Alai mengenai sistem pertanian menetap sangat lemah. Keadaan ini berlaku untuk semua kelompok pada setiap segmen. Prospek pengembangan HKm cukup baik, karena 66,53 % masyarakat menunjukkan sikap tertarik terhadap gaharu dan 69,53 % tertarik terhadap pulasan. Sebagian besar masyarakat (95,69 %) menyatakan terbuka akan inovasi. Hal yang perlu mendapat perhatian diantaranya adalah hama gajah dan babi, jarak pemukiman dengan lahan yang relatifjauh serta lahan tak tergarap masih banyak. Berdasarkan hasil tersebut, untuk pengembangan HKm diperlukan sosialisasi mendalam tentang sistem pertanian menetap, yang ditujukan ke seluruh kelompok masyarakat. Kata kunci: HKm, pengembangan, persepsi, prospek, gaharu, pulasan

Rochmayanto, Yanto Analisis sistem kelembagaan pada hutan kemasyarakatan Koto Panjang, Riau / Yanto Rochmayanto, Edi Nurrohman, Dodi Frianto. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.2 ; Halaman 121-133 , 2005

Aspek kelembagaan mempakan prasyarat penting untuk meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial masyarakat dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan. Hasil analisis pada hutan kemasyarakatan Koto Panjang, Riau, menunjukkan organisasi HKm berbentuk lini (garis) dengan pengorganisasian kawasan dalam bentuk petak (departementasi berdasarkan wilctyah). Rentang pengendaliannya masih tergolong lebar dan sangat lebar, ditunjukkan dengan rata-rata jumlah hubungan organisatoris sebesar 571,92 (di kelompok tani Tanjung Alai) dan 1.447,5 (di kelompok tani Tanjung). Kelembagaan lain yang tersedia di masyarakat, baik formal maupun informal, dapat digunakan sebagai wahana untuk menjembatani pemahaman dan aplikasi hutan kemasyarakatan, antara lain koperasi, KUB dan Sistem Tigo Tungku Sejarangan. Banyaknya lembaga yang stagnan dan lumpuh menuntut adanya metode penguatan kemampuan manajemen organisasi. Kata kunci: Kelembagaan, hutan kemasyarakatan, organisasi, manajemen

Sianturi, Apul Pengelolaan hutan produksi alam lestari dengan sistem HPH = Sustained yield for production forest management by forest concessionaires / Apul Sianturi. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.1 ; Halaman 1-16 , 2005

Adanya isu sentral tentang pengelolaan hutan produksi alam yang lestari adalah bukti semakin tingginya tuntutan yang harus dipenuhi oleh Pemerintah untuk menyongsong era globalisasi. Kenyataan di lapangan menunjukkan betapa tingginya tingkat pemborosan pemanfaatan hutan dan kerusakan tegakan tinggal yang terjadi

Page 158: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

158

sebagai akibat kegiatan pengelolaan hutan yang kurang memperhatikan dampak terhadap lingkungan. Dalam pengelolaan hutan lestari, praktek pemanenan hutan seharusnya dikendalikan dan dikaitkan dengan praktek silvikultur untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai tegakan secara berkelanjutan, tetapi kenyataan pemanenan hanya dikaitkan dengan target tebangan.

Di samping itu, terdapat kesenjangan antara ketersediaan kayu dan" hutan produksi alam dengan kebutuhan industri pengolahan yang menuntut pasokan kayu dari hutan alam. Pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan tentang pengelolaan hutan produksi alam. Untuk itu telah dikaji kebijakan-kebijakan mengenai pengelolaan hutan produksi alam.

Kajian ini bertujuan mendapatkan informasi sebagai bahan untuk mengambil kebijakan dalam pengelolaan hutan produksi alam. Sedangkan sasarannya adalah bentuk pengelolaan hutan produksi alam guna mendukung perkembangan industri hasil hutan lestari.

Hasil kajian menunjukkan bahwa pengelolaan hutan yang selama ini dilakukan belum dapat memberikan kelestarian hutan. Oleh karena itu perlu adanya kepastian hukum dalam pengelolaan hutan agar pemanenan hasil hutan dapat berlangsung secara lestari. Untuk itu pengelolaan hutan yang dilakukan dengan sistim HPH harus dilaksanakan secara baik dan benar. Sistim HPH dari sudut pembiayaan negara adalah lebih menguntungkan. Pada sistim ini dapat digunakan sistim TPTI untuk hutan alam, dan sistim THPB untuk areal hutan yang sudah rusak atau lahan kosong. THPB atau hutan tanaman terdiri dari hutan tanaman penghasil pulp dan hutan tanaman penghasil kayu perkakas dengan perbandingan luas areal 2 banding 3. Dengan demikian dalam satu unit HPH akan ditemukan hutan produksi alam dan hutan produksi tanaman.

Produksi kayu bulatdari hutan produksi pada tahun 2005 sampai 2012 adalah sekitar8,5 juta m3, 10 juta m3, dan 11,4 juta m3 per tahun bila kebenaran data luas areal hutan produksi primer yang dilaporkan diasumsikan sebesar 60%, 70%, dan 80% secara berurutan. Pada tahun 2013 sampai 2039 produksi kayu bulat meningkat menjadi 53 juta m3, 61,8 juta m3, dan 70 juta m3.Selanjutnyatahun 2040dan seterusnya produksi kayu bulatmenjadi 93 juta m3, 107juta m3, dan 122 juta m3 per tahun bila riap hutan bekas tebangan 1 m3/ha/tahun dan menjadi 98 juta m3, 112 juta m3, dan 128 juta m3 per tahun bila riap hutan bekas tebangan menjadi 1,5 m3/ha/tahun masing-masing untuk kebenaran data luas hutan produksi dari yang dilaporkan sebesar 60%, 70%, dan 80%. Kata kunci : Kebijakan, pengelolaan, hutan produksi, lestari, tebang pilih, tebang habis

Siarudin, M Evaluasi program pengembangan usaha ekonomi pedesaan (USPED) masyarakat daerah penyangga. studi kasus: resort Cisarua, seksi konservasi wilayah II Bogor, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango = Evaluation of buffer zone village economic development programme. case study: resort Cisarua, conservation section II Bogor, Gede Pangrango National Park / M. Siarudinm, M. Yamin Mile. -- Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2.No.3 ; Halaman 215-229 , 2005

Page 159: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

159

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) serta meningkatkan kepduliannya terhadap upaya pelestarian kawasan, telah dilakukan program: "Pengembangan Usaha Perekonomian Pedesaan Masyarakat Daerah Penyangga", yang lebih dikenal dengan istilah USPED. Sejak tahun 1993/1994, program ini diimplementasikan dalam bentuk pemberian bantuan bib it tanaman multiguna (Multy Purpose Trees Species/MPTS), permodalan untuk kelompok wirausaha, ternak kelinci, ternak domba, dll. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan program bantuan ternak domba serta pengaruhnya terhadap program konservasi hutan di kawasan TNGP. Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi: Desa Sukagalih Kecamatan Megamendung, dan Desa Citeko Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Responden berasal dari para anggota kelompok tani penerima bantuan, serta masyarakat di luar kelompok penerima bantuan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan kuisioner. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Perkembangan usaha secara fisik dari program bantuan tergolong cukup baik, dilihat dari rata-rata tingkat pertumbuhan domba 1,04 ekor per tahun dan perguliran domba yang telah mencapai 34,63 %; 2) Program bantuan cukup berhasil membantu peningkatan pendapatan bersih para anggotanya rata-rata Rp 233.295,-per jiwa per tahun, serta adanya kontribusi bantuan domba terhadap pendapatan bruto per tahun rata-rata sebesar 19,25 %; 3) Masyarakat menunjukkan sikap yang positif terhadap program bantuan yang diterimanya; 4) Program bantuan memiliki dampak positif terhadap keamanan kawasan. Hal ini dapat dilihat dari partisipasi masyarakat terhadap upaya pelestarian hutan cukup baik, ditandai dengan kesediaan yang tinggi untuk bergabung patroli dengan petugas, memberikan infonnasi positif kepada petugas ketika melihat gangguan kawasan, serta mempengaruhi masyarakat disekitarnya untuk turut menjaga kelestarian hutan. Beberapa saran untuk pelaksanaan program ini ke depan antara lain: pemilihan bibit domba yang berkualitas, perlu dibuat peraturan dasar kelompok petani, komunikasi antara petugas TNGP, aparat desa dan masyarakat perlu ditingkatkan lagi. Kata Kunci: Daerah Penyangga, Taman Nasional, konservasi hutan, tingkat

pertumbuhan, program bantuan, perguliran domba

Subarudi Restrukturisasi kelembagaan : sebuah gagasan dalam pemberdayaan Badan Litbang Kehutanan / Subarudi. -- Info Sosial Ekonomi : Vol.5(1) ; Halaman 39-50 , 2005

Restrukturisasi kelembagaan Badan litbang kehutanan adalah suatu tuntutan yang perlu direspon sebagai upaya organisasi pembelajaran (learning organization) dan penyusuaian diri dengan tuntutan re-organisasi lembaga-lembaga pemerintah di tingkat pusat semenjak diterapkannya otonomi daerah tahun 2000. Tujuan penulisan paper ini adalah menganalisis kemiingkinan melakukan restrukturisasi kelembagaan Badan litbang dengan melihat kondisi dan posisi kelembagaan Badan litbang saat ini berikut alasan dibalik restrukturisasi kelembagaannya yang kemudian dibandingkan

Page 160: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

160

dengan suatu kelembagaan riset yang ideal. Dari studi perbandingan antara kedua kondisi kelembagaan tersebut diperoleh hasil sebagai berikut: (I) Pusat-Pusat Litbang Kehutanan yang saat ini terdiri dari 4 (empat) unit direstrukturisasi menjadi 3 unit yang terdiri dari: (i) Pusat kajian Kebijakan Teknologi Hutan dan Hasil Hutan, (ii) Pusat Kajian Kebijakan Hutan Tanaman, dan (Hi) Pusat Kajian Kebijakan Sosial, Budaya dan Ekonomi Kehutanan; (2) Koordinasi antara ketiga Puslitbang dengan UPT-UPTnya dapat lebih terarah danjelas, (3) Riset terpadu (integrated), menyeluruh (comprehensive), efektif (effective) dan efisien (efficient) lebih mudah untuk dicapai melalui koordinasi yang intensif (4) publikasi ilmiah dapat diterbitkan oleh masing-masing Puslitbang sesuai dengan Surat Edaran LIPI, dan (5) Konflik antara Badan Litbang Kehutanan dengan Badan Litbang daerah dapat dihindari. Kata kunci: Restrukturisasi, Kelembagaan, Badan Litbang

Subarudi Evaluasi pelaksanaan kontrak pembangunan hutan rakyat: studi kasus di propinsi Jawa Timur / Subarudi. -- Info Sosial Ekonomi : Vol.5(1) ; Halaman 51-60 , 2005

Pola kemitraan dalam pembangunan hutan rakyat yang berada di Jawa Timur dapat dikatakan sebagai sistem kontrak pembangunan hutan rakyat karena dalam pelaksanaannya dilakukan dengan membuat kontrak perjanjian kerjasama antara petani hutan rakyat dengan pengusaha/mitra usaha pembangunan hutan rakyat. Dalam pelaksanaannya, kontrak pembangunan hutan rakyat belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan rencana karena pembentukan kelompok tani dilakukan hanya pada saat proyek kerjasama muncul dan belum melembaga di lokasi tempat pembangunan hutan rakyat. Hasil analisa rugi laba untuk pelaksanaan kontrak hutan rakyat menunjukkan bahwa tingkat keuntungan lebih banyak diperoleh pengus aha/mitra usaha dibandingkan dengan petaninya sendiri sehingga pelaksanaan kontrak hendaknya diperhitungkan dan ditinjau dari berbagai aspek pengelolaan. Jalan keluar lerbaik adalah menggunakan sistem penyertaan modal bersama antara mitra usaha (pendanaan) dan petani (penyediaan lahan dan tenaga) sehingga prosentase pembagian keuntungan dapat diperhitungkan sesuai dengan kontribusi modal dari masing-masing pihak yang terlibat dalam pembangunan hutan rakyat. Kata Kunci: Evaluasi, Pelaksanaan Kontrak, dan Pembangunan Hutan Rakyat

Supratman Analisis sistem kelembagaan pengelolaan DAS Jeneberang = Analysis of institutional system of Jeneberang watershed management / Supratman, C.Yudilastiantoro. – Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2 No.4 ; Halaman 323-331 , 2005

Penerapan otonomi daerah dalam pengelolaan sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya perubahan sistem penyelenggaraan kehutanan dari sentralistik menjadi

Page 161: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

161

desentralistik. Perubahan tersebut berimplikasi kepada adanya kewenangan yang lebih besar kepada daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam penyelenggaraan kehutanan. Pada sisi yang lain, desentralisasi kehutanan dapat berdampak sosial-ekonomi negatif terhadap pengelolaan sumberdaya hutan. Penelitian dilaksanakan selama lima bulan, yaitu pada bulan Agustus sampai Desember 2003. Lokasi penelitian adalah di Kabupaten Gowa dan Kota Makassar. Di Kabupaten Gowa di pi l ih Kecamatan Tinggi Moncong (mewakili wilayah hulu DAS) dan Kecamatan Parangloe (mewakili wilayah tengah DAS). Pada kedua kecamatan tersebut dipilih lima desa untuk disurvei intensif, yaitu Desa Manimbahoi, Bulutana, Parigi, Manuju, dan Desa Borisallo. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer terdiri atas data kondisi bio-fisik dan sosial ekonomi masyarakat di wilayah DAS Jeneberang. Data sekunder diperoleh melalui survei, wawancara dengan masyarakat setempat dan dinas-dinas yang terkait, serta diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion), analisis data yang digunakan adalah Qualitative - Descriptive Analysis dan Quantitative - Descriptive Analysis serta analisis tabulasi frekwensi dan tabulasi silang Hasil penelitian adalah perlunya dibangun suatu sistem kelembagaan perencanaan dan pengelolaan DAS yang terinterkoneksi antara hulu-hilir. Sistem kelembagaan perencanaan dan pengelolaan DAS Jenneberang yang terinterkoneksi mensyaratkan adanya peran yang jelas dan saling terkait antara kelembagaan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah desa, masyarakat setempat, dan lembaga penyangga seperti swasta, perguruan tinggi, dan LSM. Kata kunci: Institusi/lembaga, otonomi daerah, DAS Jeneberang

Syahadat,Epi Kajian pelaksanaan pelelangan kayu hasil sitaan dan temuan : studi kasus di kabupaten Barito Utara Propinsi Kalimantan Tengah / Epi Syahadat dan Hendro Prahasto. -- Info Sosial Ekonomi : Vol.5(1) ; Halaman 25-37 , 2005

Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari sektor kehutanan. Nilai PSDH-DR tergantung dari tingkat produksi dan besarnya tarif untuk setiap jenis kayu, semakin banyak produksi kayu (yang legal) semakin besar PSDH-DR yang dapat dipungut. Sedangkan PSDH dan DR dari kayu hasil illegal logging hanya dapat di pungut apabila kayu tersebut laku terjual melalui proses pelelangan tahap pertama sampai dengan ketiga. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengevaluasi mengenai pelaksanaan pelelangan di Propinsi Kalimantan Tengah khususnya di Kabupaten Barito Utara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan pelelangan di Kabupaten Barito Utara masih banyak kelemahan dan kebijakan yang ada sangat tidak kondusif dan berpotensi merugikan keuangan negara. Kelemahan tersebut diantaranya adalah dalam menentukan batas harga dasar (yang terlalu rendah), peserta lelang (sebagian besar perseorangan), dokumen lelang (tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku), penawar lelang (umumnya hanya satu dan sekaligus ditetapkan sebagai

Page 162: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

162

pemenang lelang), biaya lelang dan biaya pengganti tidak sesuai dengan ketentuanyang berlaku dalam hal ini adalah Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 319/Kpts-II/1997 dan atau Surat Keputusan lainnya mengenai petunjuk pelaksanaan lelang. Kata kunci : PSDH-DR, lelang kayu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),

kayu illegal

Syahadat, Epi Upaya penanganan lahan kritis di Propinsi Jawa Barat / Epi Syahadat. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.2 ; Halaman 109-120 , 2005

Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (GERHAN) merupakan gerakan moral secara nasional untuk tnenanam pohon di setiap kawasan hutan dan lahan kosong. Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) merupakan penjabaran dari GERHAN yang lebih dikhususkan pada gerakan rehabilitasi lahan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dan diprioritaskan untuk lahan kritis milik negara maupun milik masyarakat. Sasaran dari kegiatan tersebut adalah : a) terehabilitasinya lahan-lahan kritis baik milik negara maupun milik masyarakat, b) terlaksananya alih profesi eks para perambah hutan di hutan negara maupun di zona inti hutan negara, c) lancarnya operasional pembinaan dan pengendalian dalam rangka menunjang keberhasilan gerakan rehabilitasi lahan kritis (GRLK), d) pulihnya daya dukung dan daya tampung lingkungan di seluruh wilayah Jawa Barat. Kegiatan tersebut dicapai melalui berbagai upaya diantaranya; penyediaan bantuan bibit tanaman buah-buahan untuk per Kabupaten / Kota; penyediaan bantuan bibit tanaman perkebunan untuk per Kabupaten / Kota; penyediaan bantuan bibit tanaman siap tanam khusus untuk Kota Bandung dan penyediaan bantuan ternak domba untuk alih profesi eks perambah hutan negara maupun perambah hutan di zona inti hutan negara. Biaya yang diperlukan untuk kegiatan GRLK ini sebesar Rp 11 Milyar. Kata kunci: Lahan kritis, rehabilitasi lahan, pengendalian dan pembinaan masyarakat

Syahadat, Epi Pengembangan pariwisata alam nasional di kawasan hutan / Epi Syahadat. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.2 ; Halaman 153-169 , 2005

Pembangunan Kepariwisataan Nasional (PKN) Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Selain daripada itu pembangunan kepariwisataan nasional ini memiliki arti yang sangat penting dan strategis bagi bangsa Indonesia dalam mendukung kelangsungan dan keberhasilan pembangunan nasional. Kegiatan ini merupakan salah satu penopang atau pengganti komoditas andalan berupa minyak bumi yang potensi semakin berkurang. Sehubungan dengan hal tersebut maka pelaksanaan pembangunan kepariwisataan nasional harus mampu

Page 163: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

163

menjadi sarana untuk mengejawantahkan cita-cita dan tujuan nasional dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keberhasilan penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan nasional dapat dicapai atau di raih berkat keterpaduan dan kesinergian antara kekuatan masyarakat, pemerintah, media masa, dan pelaku usaha pariwisata. Dalam pengembangan pariwisata alam perlu memperhatikan beberapa aspek, yaitu : pariwisata nasional, perencanaan kawasan, pengelolaan lingkungan, sosial ekonomi dan budaya, penataan ruang serta peraturan perundangan. Adapun strategi pengembangan Obyek dan Day a Tarik Wisata Alam meliputi pengembangan : aspek perencanaan pembangunan, aspek kelembagaan, aspek sarana dan prasarana, aspek pengelolaan, aspek pengusahaan, aspek pemasaran, aspek per an serta masyarakat dan penelitian dan pengembangan. Kata kunci : Pembangunan pariwisata, kawasan hutan, wisata alam, Kesejahteraan

masyarakat, kelestarian alam

Sylviani Studi kemungkinan pengembangan sosial forestry di kawasan hutan Lindung Nanggala, Sulawesi Selatan / Sylviani. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.2 ; Halaman 145-152 , 2005

Kawasan Hutan Lindung Nanggala berpotensi untuk dikembangkan program sosial forestry melalui penggalian potensi sumber daya alam melalui peningkatan kualitas dan produktivitas lahan melalui berbagaijenis tanaman lokal dan kearifan tradisional setempat, Produk tanaman perkebunan andalan seperti Vanili, kopi, lada dan coklat. Sedang tanaman kehutanan antara lainjenis kayu Uru ( ElmerMia Sp ) dan Buangin serta Matoa ( Pometia Pinnata ) dan bambu perlu dibudidayakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu dilakukan pemberdayaan yang lebih intensif dalam membangun potensi diri, potensi alam, keinginan dan motovasi untuk memperbaiki pola pikir yang telah tertanam oleh budaya yang telah berakar cukup lama dan hal ini akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan serta penguatan kelembagaan. Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui kordinasi antara pemerintah daerah atau Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan instansi terkait melalui pelatihan-pelatihan untuk fasilitator daerah seperti pelatihan penyuluhan, pelatihan metode PRA.

Kata kunci: Social forestry, hutan lindung

Sylviani Kajian sistem penguasaan dan pemanfaatan lahan adat / Sylviani. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.2 ; Halaman 171-185 , 2005

Page 164: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

164

Luas hutan adat (331,17 ha di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba Propinsi Sulawesi Selatan berada di kawasan hutan produksi yang dikelola sudah sejak lama secara turun temurun oleh sekelompok masyarakat adat/komunal yang diketuai oleh seorang ammatoa. Sedangkan di Kabupaten Sanggau Propinsi Kalimantan Timur pengelolaannya berdasarkan hak kepemilikan dan diakui oleh seorang tumenggung / kepatihan. Persepsi masyarakat adat ammatoa tentang fungsi hutan yaitu sebagai suatu wilayah yang sakral karena berbagai upacara adat dilakukan di dalam hutan, dan berfungsi sebagai ekologis yaitu sebagai pengatur tata air, penghasil kayu, pelindung tumbuh-tumbuhan dan satwa. Sedangkan masyarakat dayak hutan sebagai sumber kehidupan baik sebagai petani sawah, peladang, pencari ikan, berburu dan sebagainya. Penggolongan hutan oleh masyarakat ammatoa terdiri atas ; hutan keramat (hutan lindung yang dijaga kelestariannya), hutan tebangan (hutan produksi adat yang bisa dimanfaatkan kayunya), hutan rakyat (baru terbentuk dengan jenis tanaman kapas, coklat kopi dan merica ). Sedangkan masyarakat dayak mengelompokkan lahan hutan menjadi : lahan laman (pekarangan), lahan Ladang, lahan bawas (bekas ladang), lahan tembawang, lahan pekuburan dan lahan rimbah untuk berburu ). Kelembagaan adat masyarakat ammatoa ada 4 yaitu : organisasi masyarakat adat di dalam kawasan hutan, organisasi masyarakat adat di luar kawasan hutan, organisasi khusus penjaga hutan keramat dan organisasi formal kepemerintahan. Sedangkan pada masyarakat dayak ada tiga yaitu: organisasi tingkat. rumah tangga, organisasi sosial tingkat kampung dan organisasi sosial tingkat desa. Kata kunci: Lahan Adat, Kelembagaan, Ammatoa, Fungsi dan Pemanfaatan Hutan

Tuharea, Abdullah Kajian pengembangan kegiatan pariwisata di kepulauan Padaido / Abdullah Tuharea ...[et al] . -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.3 ; Halaman 311-322 , 2005

Provinsi Papua dengan segala keanekaragaman sumberdaya alamnya, termasuk hutan dan kawasan konservasi lainnya, di era reformasi ini banyak mengalami "tekanan-tekanan" terutama dari masyarakat setempat. Tekanan-tekanan tersebut terjadi karena masih tingginya ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya alam yang ada di sekitar mereka. Hal ini tanpa disadari mengakibatkan rusaknya kawasan konservasi tersebut, termasuk yang memiliki nilai wisata. Begitu pula yang dialami oleh Kepulauan Padaido yang ditunjuk sebagai salah satu kawasan konservasi oleh Pemerintah. Pengembangan kegiatan pariwisata yang bersifat partisipatif sudah sangat perlu diterapkan guna mengurangi tekanan-tekanan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi terakhir tentang pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan (ekowisata) di Kepulauan Padaido sejak ditetap-kannya sebagai kawasan Taman Wisata Alam Laut. Penelitian yang berlokasi di Kecamatan Padaido, Kabupaten Biak Numfor ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa potensi wisata yang ada di Kepulauan Padaido tidak hanya wisata alamnya, tapi juga wisata budaya dan wisata sejarah. Kegiatan kepariwisataan di Kepulauan Padaido hanya berlangsung dari tahun

Page 165: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

165

1997 sampai dengan pertengahan tahun 1998. Karena dalam pengelolaannya tidak optimal, sehingga pemerintahan desa dan masyarakat di lokasi wisata tidak merasakan kontribusi nyata dari kegiatan pariwisata tersebut. Kata kunci: Pengembangan, Pariwisata, Partisipatif

Yeny, Irma Struktur Sosial Budaya Masyarakat Dofonsoro: Sebuah tinjauan Budaya dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam di Sekitar Danau Sentani / Irma Yeny; Hidayat Alhamid. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.3 ; Halaman 257-270 , 2005

Keragaman suatu budaya amat dipengaruhi oleh keragaman ekologi dan ekosistem dimana kelompok masyarakat tersebut berdiam. Beragamnya keadaan tersebut mengkondisikan masyarakat meragamkan pemanfaatan sumberdaya alam sesuai kebutuhan hidup mereka. Untuk melahirkan sikap mendukung dan menghargai dari masyarakat terhadap usaha rehabilitasi lahan kritis pada DAS sentani, sudah selayaknya bila informasi tentang struktur budaya masyarakat sentani diinventarisir. Penelitian dilakukan pada tiga desa, yang berada disekitar Daerah Tangkapan Air (DTA) Sentani Jayapura, yaitu meliputi kampung Asai Kecil (Kleublou) yang mewakili ekosistem danau sentani, Kampung Amay yang mewakili ekosistem laut and Kampung Buper yang mewakili ekosistem pegunungan dofonsoro. Penelitian ini bertujuan menyajikan informasi dan pemahaman tentang struktur budaya masyarakat Sentani dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. Metode penelitian yang digunakan adalah secara deskriptif dengan teknik survey. Dari hasil penelitian menunjukkan ditemukan tatanan kehidupan masyarakat yang memegang posisi kunci dalam menggerakkkan masyarakat. Tidak terjadi struktur sosial antara masyarakat pendatang (suku Dani dari Lembah Baliem). Rehabilitasi yag dilakukan selama ini tidak menunjukkan hasil akibat pemerintah tidak menjawab kebutuhan dasar dari masyarakat. Perubahan sosial terjadi pada semua sendi kehidupan di Sentani baik perubahan positive maunpun perubahan negative yang menimbulkan menurunnya kualitas hidup.

Kata kunci: Struktur Sosial Budaya, Management Pengelolaan, Masyarakat Sentani

Yeny, Irma Kajian hukum adat Suku Mooi dalam pemanfaatan sumberdaya alam di Sorong / Irma Yeny; Wilson Rumbiak; Arif Hasan. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.3 ; Halaman 283-295 , 2005

Beberapa wilayah di Papua aturan adat masih diakui keberadaannya dan dianggap mempunyai kekuatan hukum yang dapat membuat jera dan cukup efektif. Sehingga untuk dapat mengakomodir potensi adat dalam penegakan sanksi adat maka

Page 166: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

166

kajian hukum adat perlu dilakukan. Penelitian dilakukan pada masyarakat sekitar hutan produksi di kabupaten Sorong provinsi Irian Jaya Barat. Penelitian ini bertujuan mengkaji dan mengelompokkan adat istiadat dalam mengatur masyarakat adat dalam pemanfaatan sumberdaya alam di Papua. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey, yang terdiri dari 2 (dua) kegiatan pokok berupa pencarian fakta dan penafsiran data/ fakta tersebut dengan tepat (Whitney, 1960 dalam Nazir, 1988). Hasil penelitian menunjukkan adanya paranata adat yang hidup sampai saat ini dan mampu mewadahi segala kepentingan adat yang dapat memperkuat kedudukan hutan adat dalam hukum formal. Selanjutnya Hukum adat Suku Mooi terdiri dari norma dan aturan adat (hukum adat). Sebagaimana hak-hak adat yang ada di Indonesia hukum adat tersebut tidak tertulis dan tidak statis, sehingga hukum adat waktu lampau berbeda isi dan sanksinya dengan hukum adat dimasa sekarang. Kata kunci: Hukum Adat, Pemanfaatan, Sumberdaya Alam

Yudilastiantoro, C. Partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan hutan lindung di DAS Palu (Hulu), Sulawesi Tengah / C. Yudilastiantoro. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.3 ; Halaman 219-231 , 2005

Hutan lindung merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.(UU 41/1999). Pemanfaatannya dapat berupa pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu Penelitian ini dilakukan di tiga desa, yaitu desa Toro, Matauwe dan Bolapapu; di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala, Propinsi Sulawesi Tengah. Pelaksanaan penelitian pada bulan Januari - Desember 2003. Penentuan responden secara "purposive sampling", dengan jumlah sample 75 responden. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder; kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis kuantitatif dan Chi Square (X"). Hasil penelitian menunjukan bahwa kontribusi pemungutan hasil bukan kayu di hutan lindung terhadap pendapatan kelaurga antara 25% - 33%. Hasil uji Chi Square (X2) dan uji koefisien keeratan hubungan (nilai C) menunjukan bahwa faktor sosial ekonomi, yaitu: umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah pendapatan tidak berpengaruh nyata terhadap partisipasi pengelolaan hutan lindung; tetapi luas lahan (kebun) berpengaruh nyata terhadap partisipasi mengelola hutan lindung. Nilai keeratan hubungannya sangat rendah sampai rendah. Model partisipasi masyarakat setempat bernuansa gotongroyong dengan dasar kearifan lokal. Masyarakat berpartisipasi aktif dalam menjaga, melindungi dan melestarikan hutan lindung, karena adanya motivasi menggunakan sebagian kawasan lindung untuk berkebun.

Kata Kunci: distribusi pendapatan, partisipasi, faktor sosial ekonomi

Page 167: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

167

Yudilastiantoro, C. Kelembagaan pengelolaan DAS dalam konteks desentralisasi di DAS Saddang dan Bilawalanae, Sulawesi Selatan = Watershed management institution in the context of decentralization in Saddang and Bilawalanae Watersheds, South Sulawesi / C.Yudilastiantoro; Iwanuddin. – Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan : Volume 2 No.4 ; Halaman 313-322 , 2005

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 memberikan kewenangan pengelolaan sumber daya alam (termasuk sumber daya alam di wilayah DAS) kepada daerah, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota. Akibatnya muncul ego sektoral dari masing-masing daerah dalam pengelolaan sumber daya alamnya yang menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian sumber daya alam, khususnya sumber daya hutan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya guna menentukan suatu kelembagaan pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang mantap dalam rangka desentralisasi dengan cara melakukan identiflkasi tugas pokok dan fungsinya. Selanjutnya dianalisis dan ditelaah untuk dapat menyusun suatu pemantapan kelembagaan pengelolaan DAS dengan mengkaji kekurangan dan kelebihan dari kelembagaan pengelolaan DAS yang sudah ada. Lokasi penelitian di DAS Saddang dan DAS Bilawalanae di Propinsi Sulawesi Selatan. Hasil kajian : seluruh instansi/lembaga yang terkait dengan pengelolaan DAS di tingkat Kabupaten, setuju dengan upaya pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS Tingkat Propinsi sebagai koordinator pengelolaan DAS Lintas Kabupaten/Kota untuk DAS Bilawalanae yang terdiri dari beberapa kabupaten.Untuk DAS Saddang; semua instansi terkait di tingkat kabupaten, setuju bila Balai Pengelolaan DAS Saddang ditunjuk sebagai Koordinator Pengelolaan DAS Saddang ( sebagai leading sector DAS Saddang). Diperlukan SK Menteri atau Gubernur, untuk mendukung tugas pokok dan fungsi suatu Badan Pengelolaan DAS Tingkat Propinsi sebagai koordinator pengelolaan DAS lintas kabupaten. Diperlukan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Lintas Kabupaten. Kata kunci: Desentralisasi, Kelembagaan, Daerah Aliran Sungai, Para pihak

Page 168: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

168

Dwiprabowo, Hariyatno Analisa kebijakan skema kredit dan pembiayaan usaha tani hutan = An analysis on credit scheme and funding policy of smallholder private forests / Hariyatno Dwiprabowo. -- Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan : Volume 2 No.2 ; Halaman 89-100 , 2005

Kredit usaha tani hutan merupakan suatu upaya untuk melaksanakan penghijauan pada lahan milik berupa kebun kayu dan atau aneka usaha kehutanan lain, disamping untuk tujuan konservasi melalui partisipasi masyarakat. Departemen Kehutanan menyelenggarakan Kredit Usaha Hutan Rakyat (KUHR) yang dimulai sejak tahun 1997. Kredit ini berakhir dengan dihentikannya pemberian kredit pada tahun 1999. Meskipun demikian dimasa mendatang kredit usaha bagi petani tetap perlu mendapat perhatian sebagai salah satu alternatif untuk mendukung program di sektor kehutanan.Tujuan dari kajian ini adalah untuk melihat faktor-faktor penyebab kegagalan kredit hutan rakyat, perbaikannya di masa mendatang, serta sumber pembiayaannya. Kajian bersifat sintesis dari berbagai sumber laporan, data primer dan sekunder, dan forum diskusi dengan pelaku kredit seperti bank dan mitra kelopok tani. Hasil kajian menunjukkan kredit usaha tani dimasa mendatang perlu memperhatikan, antara lain: (i) Pemberian paket kredit perlu disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi wilayah; (ii) Mitra kelompok tani perlu dipilih secara lebih selektif; (iii) Peranan bank dalam penyaluran kredit perlu dilihat secara lebih proporsional; (iv) Sumber pembiayaan selain berasal dari dana reboisasi, juga berasal dari perbankan nasional, dan sumber dana dari luar negeri. Kata kunci: Skema kredit, usaha tani hutan, hutan rakyat

Malik, Jamaludin Kajian efisiensi pemanfaatan kayu merbau dan relokasi industri pengolahannya bagian 1: propinsi Papua sebagai penghasil kayu merbau dan tujuan relokasi = Evaluation on utilization efficiency of merbau and relocation of its wood industry part 1: a case study in Papua province as merbau wood resource and destination of relocation / Jamaludin Malik ...[et al] . -- Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan : Volume 2 No.1 ; Halaman 59-76 , 2005

The processing of Merbau wood (Intsia spp.) has become an important issue as Papua Province asked the Central Government for log export dispensation. However, in order to keep the value added of the log, Indonesian Government through Presidential Decree No. 7, 2002 offered industries that handling Merbau's wood to relocate from East Java to Papua. In the aim of evaluating objective condition of wood merbau utilization and merbau wood based industries relocation urgency, The comprehensive study has to be done on raw material potency, recent log distribution, relevant regulation and labour involved in

ANALISIS KEBIJAKAN KEHUTANAN

Page 169: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

169

industries. The study is divided into two parts. Part one of this study focused on recent condition in Papua, includes data collecting of merbau wood potency and reviewing merbau wood industries. While, the second part, which will publish in different paper, concerning about merbau wood industries in East Java that will be relocated. The result of part one study shows that merbau's potency in Papua is large. The potency is about 2.662 million m3/year from natural forest. The wood industries in Papua is relatively sufficient for merbau wood utilization. The industries contain 9 large wood mills and 66 units of small-medium scale wood-mills, which process merbau wood. Mostly, they sawed merbau wood into sawn timber type S2S and S4S. It is also noted, that there are a lot of small sawmill in forest area that saws merbau wood into balken using chainsaw. In fact, the industries in Papua lacks of merbau wood as raw material. Based on evaluation, it can be concluded that the relocation of merbau wood industry is not sufficient alternative. Merbau wood still can be utilized by local industry. The important thing to do is improving the technical ability of local industry to increase wood yield and improvement of merbau wood products marketing. Key words: Merbau wood, utilization, industry, relocation, Papua

Noorhidayah Keanekaragaman tumbuhan berkhasiat obat di Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur = Diversity of Medicinal Plant Species in Kutai National Park, East Kalimantan / Noorhidayah, Kade Sidiyasa. -- Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan : Volume 2 No.2 ; Halaman 115-128 , 2005

Sebagian besar (49%) dari tumbuhan obat yang teridentifikasi ada di kawasan Taman Nasional Kutai tersebut adalah berupa jenis pohon, sedangkan herba yang selama ini sudah banyak dikenal sebagai sumber utama produksi bahan obat-obatan tradisional hanya mencapai 10%. Dilihat dari bagian tumbuhan yang digunakan maka penggunaan daun merupakan yang terbanyak yakni dihasilkan oleh 53 jenis, diikuti oleh penggunaan kulit batang (37 jenis) dan akar atau umbi (35 jenis). Kegiatan sosialisasi dan pengembangan tumbuhan obat di kawasan Taman Nasional dan sekitarnya dengan melibatkan semua instansi terkait, terutama masyarakat setempat dapat merupakan satu upaya positif dalam mendukung program konservasi. Kata kunci : Tumbuhan berkhasiat obat, masyarakat, Taman Nasional Kutai, Kalimantan

Timur

Pudjiharta, Ag. Permasalahan aspek hidrologis hutan tusam dan upaya mengatasinya = problem of pine forest hydrological aspects and their possible solutions / Ag. Pudjiharta. -- Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan : Volume 2 No.2 ; Halaman 129-144 , 2005

Tusam adalah jenis pohon pionir yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Jenis ini telah berkembang dan telah ditanam secara meluas, terutama setelah tusam menjadi

Page 170: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

170

jenis pohon reboisasi. Daerah tanaman tusam telah berkembang meluas di beberapa daerah, yang menimbulkan beberapa isu kontroversi di beberapa daerah di mana tusam ditanam. Pengaruh isu kontroversi mengenai tusam menyebabkan masyarakat mengajukan beberapa keluhan mengenai keberadaan hutan tanaman tusam di daerahnya. Keluhan mengatakan bahwa hutan tanaman tusam mempunyai pengaruh merugikan pada keseimbangan hidrologi dan tusam bukan jenis pohon asli setempat. Beberapa pendapat mengenai pengaruh penanaman dan penebangan hutan termasuk tusam pada hidrologi telah muncul sejalan dengan perkembangan dan meluasnya penanaman tusam dan meningkatnya kebutuhan sumber mata air pada musim kemarau yang panjang. Respon yang proposional dan pendekatan secara kelembagaan dibutuhkan untuk mitigasi masalah di atas. Kata kunci: Tusam, aspek hidrologis, sisi baik, sisi buruk

Pudjiharta, Ag. Strategi pengamanan jangka panjang penggunaan lahan dan air = long term strategy for sustaining land and water utilization / Ag. Pudjiharta. -- Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan : Volume 2 No.1 ; Halaman 27-44 , 2005

Air adalah bagian dari lingkungan dan tidak dapat dipisahkan dari sumber daya alam lainnya, seperti lahan, iklim, sumber daya hutan dan lingkungan sosial budaya masyarakat. Dari kenyataan tersebut perencanaan mengenai penggunaan dan pengelolaan sumber daya lahan dan air tidak dapat dipisahkan dari perencanaan tata ruang dan penataan kawasan pada sistem daerah aliran sungai yang didasarkan atas karakteristik biofisik, hidrologi, iklim, sosial budaya dan persediaan serta kebutuhan akan sumber daya alam. Penggunaan terpadu lebih diutamakan untuk pengendalian banjir, konservasi dan rehabilitasi daerah resapan air dan daerah hulu, pembangunan pedesaan, perhutanan sosial, fasilitas penyediaan air, dan fasilitas drainase. Kata kunci : Pengelolaan, penggunaan, lahan, air

Puspitojati, Triyono Kajian persaingan usaha antar industri kecil mebel rotan di kabupaten kota Palu, Sulawesi Tengah = Study on business competition among small furniture rattan industries in kota Palu regency, Central Sulawesi / Triyono Puspitojati. -- Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan : Volume 2 No.1 ; Halaman 1-12 , 2005

The aims of this study were to find out how business competition among 5 small rattan furniture indutries in Kota Palu Regency, Central Sulawesi influence the income of the owners and the development of the industries. Results of the study showed that market of ratan furniture was limited. At normal demand, production of rattan furniture was around 40 - 50 set per month and increased to become 150 - 200 set per month at high demand. In addition, the business competition among industries was high. As a result, the income obtained by the owners was low, around Rp 393,095 - Rp 1,836,604

Page 171: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

171

per industry per month. In the future, the business competition among them will still be high and the development of the industries is difficult to be conducted. Regional government can help the development of the industry by enlarging the market of rattan furniture through increasing regional budget for rattan furniture.

Keywords: Business competition, furniture rattan industry, limited market

Subarudi Analisis kebijakan pengelolaan hutan lindung : kemungkinan penyadapan getah pinus di hutan lindung = Policy analysis on protected forest management : the possibilities to tap pine resin in protection forest / Subarudi, Ngaloken Gintings, Suwardi Sumadiwangsa. -- Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan : Volume 2 No.2 ; Halaman 101-113 , 2005

Penghentian sementara kegiatan penyadapan getah pinus oleh Perum Perhutani karena perubahan status dari hutan produksi menjadi hutan lindung (sekitar 30%). Hal ini membawa dampak kepada penurunan luas sadapan getah pinus dan sekaligus kepada kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, dimana kegiatan penyadapan ini telah membudaya dan menjadi pekerjaan utama dan sampingan. Oleh karena itu kajian kebijakan tentang kemungkinan pemanfaatan hutan lindung untuk penyadapan menjadi sangat penting. Hasil kajian menunjukkan bahwa: (1) penyadapan getah pinus di Hutan Lindung dapat dikatagorikan sebagai salah satu upaya pemanfaatan hutan dalam bentuk pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) oleh masyarakat setempat dengan binaan oleh Perhutani; (2) dari segi yuridis formal, penyadapan getah diperkenankan dan dapat dilakukan hanya pada blok pemanfaatan dengan tidak melakukan penebangan pohon; (3) dari segi teknis penyadapan, penyadapan getah hanya dapat dilakukan dengan metoda penyadapan sersan terbalik (riil method) yang secara teknis tidak akan menyebabkan pohon roboh/rebah; (4) dari segi konservasi tanah dan air, penyadapan getah diperkenankan sepanjang tidak mengabaikan faktor-faktor penyebab terjadinya aliran permukaan dan erosi, seperti lereng lapangan, lapisan tajuk, tanaman bawah, jenis tanah, curah hujan, serasah dan daerah-daerah yang rawan longsor; dan (5) dari segi teknis pelaksanaan, penyadapan getah dapat dilakukan oleh masyarakat atau koperasi. Hal ini tentunya dapat diwujudkan dalam kerangka PHBM dengan sistem bagi hasil yang proporsional antara Perhutani dengan masyarakat. Kata kunci: Kebijakan, penyadapan pinus, dan pengelolaan hutan lindung

Suhaendi, Hendi Kajian konservasi Pinus merkusii strain Tapanuli di Sumatera = Investigation on conservation of Pinus merkusii strain Tapanuli at Sumatera / Hendi Suhaendi. -- Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan : Volume 2 No.1 ; Halaman 45-57 , 2005

Di Indonesia, Pinus yang tumbuh secara alami hanyalah Pinus merkusii di Sumatera yang terdiri dari strain Tapanuli, strain Kerinci dan strain Aceh. Berdasarkan persebarannya, strain Tapanuli tidak banyak dijumpai karena tercampur dengan jenis-

Page 172: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

172

jenis kayu daun lebar. Secara alami, strain Tapanuli ditemukan di Cagar Alam Dolok Sipirok dan Cagar Alam Dolok Saut. Dalam bentuk hutan tanaman, strain Tapanuli dibuat oleh masyarakat atau rakyat dengan anakan alam dan diambil secara cabutan di Tegakan Benih Dolok Tusam, dan sekarang sudah habis ditebang karena digantikan oleh tanaman kopi. Di wilayah kerja Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara hampir tidak pernah didapatkan informasi tentang keberadaan strain Tapanuli. Konservasi in situ dalam bentuk Cagar Alam perlu dilengkapi dengan konservasi ex situ. Sebagai langkah awal konservasi, terlebih dahulu perlu dikaji permudaan alamnya. Di samping itu, analisis kebijakan berkaitan dengan pentingnya eksplorasi dengan metode sensus pada semua kawasan konservasi di Sumatera perlu dipertimbangkan, dan pertemuan formal antar pengambil kebijakan di Departemen Kehutanan perlu direkomendasikan. Kata kunci : Pinus merkusii strain Tapanuli, cagar alam, permudaan alam, kebijakan

Suryandari, Elvida Yosefi Peluang usaha ekowisata Cagar Alam/Taman Wisata Alam Kawah Ijen di Kawasan Taman Nasional Alas Purwo = The opportunity of ecoturism business at Kawah Ijen Nature Preserve and Nature Conservation Parks, in Alas Purwo National Park / Elvida Yosefi Suryandari. -- Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan : Volume 2 No.1 ; Halaman 13-26 , 2005

Cagar Alam/Taman Wisata Alam Kawah Ijen di Taman Nasional Alas Purwo memiliki kekayaan dan daya tarik yang beranekaragam sehingga dapat dijadikan modal besar dalam pengembangan ekowisata dengan obyek yang dapat dipasarkan kepada konsumen baik dalam maupun luar negeri. Analisa SWOT dilaksanakan untuk menyusun strategi peluang usaha ekowisata di kawasan konservasi ini. Membangun kerjasama antara pengelola taman nasional, pemerintah daerah dan pengusaha swasta, sangat diperlukan dalam meningkatkan peluang usaha ekowisata. Disamping itu adanya kebijakan khusus diharapkan dapat mendukung usaha ekowisata, sehingga menciptakan keseimbangan yang positif antara tujuan komersial usaha, lingkungan yang baik dan peningkatan nilai ekonomi bagi masyarakat lokal. Kata kunci : Ekowisata, CA/TWA Kawah Ijen, analisa SWOT, kebijakan khusus

Tinambunan, Djaban Penggunaan alat dan mesin besar-besar dalam pembangunan Hutan : Keuntungan, kerugian dan upaya mengoptimalkannya = The use of Large Machineries and equipment in Forest development : advantages and Optimalization efforts / Djaban Tinambunan : Yuniawati. -- Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan : Volume 2 No.2 ; Halaman 77-87 , 2005

Alat dan mesin berkekuatan 50 HP atau lebih masuk dalam kategori alat dan mesin besar. Oleh karena sebagian besar alat dan mesin dalam pembangunan hutan

Page 173: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

173

(alsinhut) di Indonesia berkekuatan di atas 50 HP maka mereka pun termasuk kategori alat dan mesin yang besar. Penggunaan alsinhut yang besar-besar telah terbukti memberi banyak keuntungan, namun sekaligus juga membawa banyak kerugian yang sulit untuk diatasi. Oleh karena itu, untuk masa datang, upaya pengoptimalannya perlu diusahakan dengan cara melakukan analisa krisis terhadap berbagai aspek pengoperasian alsinhut besar tersebut seperti aspek-aspek teknis, ekonomi, sosial, lingkungan, kelembagaan dan sumberdaya manusia dan kemudian mengelola pengoperasiannya secara profesional. Pengambil kebijakan dan pelaksana pembangunan hutan perlu memahami semua aspek pengoptimalan penggunaan alsinhut di atas dan merealisasikannya dalam praktek di lapangan agar pembangunan hutan dapat berjalan baik dengan dampak negatif yang minimal. Kata kunci : Alat dan mesin besar, pembangunan hutan, keuntungan, kerugian dan

pengoptimalan

Page 174: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

174

INDEKS PENULIS

Abdurachman, p. 93, 100 Abdurrohim, Sasa, p. 93, 94 Adinugraha, Hamdan A, 73 Akbar, Acep, p. 74 Andadari, Lincah, p. 1 Antoko, Bambang S, p. 2, 5 Anwar, Chairil, p. 2 Astana, Satria, p. 133, 134, 135 Aswandi, p. 3, 4 Barly, p. 94, 115, 116 Basri, Efrida, p. 94, 95 Bismark, M., p. 5 Cahyono, S. Andy, p. 136 Charomaini, M, p. 74, 75, 76 Charomaini,M., p. 75 Darwiati, Wida, p. 6, 7 Dewi, Indah Novita, p. 136 Diniyati, Dian, p. 137 Dwiprabowo, Hariyatno, p. 137, 168 Edriana, E, p. 97 Ekawati, Sulistya, p. 138, 139 Endom, Wesman, p. 95, 96, 97 Garsetiasih, R, p. 7, 8 Ginoga, Kirsfianti, p. 140 Gintings, A. Ngaloken, p. 12 Gunawan, Hendra, p. 8, 9, 10, 11 Gusmailina, p. 98, 99, 103 Hadisoesilo, Soesilowati, p. 13 Hadjib, Nurwati, p. 100 Hakim, Ismatul, p. 13, 142, 143 Hakim, Lukman, p. 76 Handadhari, Transtoto, 141 Hardi TW, Teguh, p. 77, 78 Hariyanto, Liliek, p. 78 Haryanti, Nana, p. 145 Hastanti, Baharinawati W., p. 146 Hayati, Nur, p. 147 Hendalastuti R, Henti, p. 14 Hendromono, p. 14, 15 Herawan, Toni, p. 79, 80 Herawati, Tuti, p. 16, 17 Heriansyah, Ika, p. 18

Heriyanto, N.M, p. 19 Hidayat, Asep, p. 100 Imanuddin, Rinaldi, p. 19 Intari, Sri Esti, p. 20, 21, 22 Irawanti, Setiasih, p. 147 Iskandar, M.I, p. 101 Iskandar, Sofian, p. 22, 23 Ismail, Burhan, p. 80 Jariyah, Nur Ainun, p. 148 Jayusman, p. 81, 82 Kadir W, Abd, p. 149 Kadir W, Abdul, p. 150 Kadir W.,Abdul, p. 149 Kalima, Titi, p. 24, 25 Karlina, Endang, p. 26 Kartikawati, Noor Khomsah, p. 82 Karyono, O.K, p. p. 151, 152 Kayat, p. 26 Komarayati, Sri, 101 Kosasih, A Syafari, p. 27,28 Krisdianto, p. 102, 103 Kuntadi, p. 29 Kusmiyati, Evi, p. 103 Kusumedi, Priyo, p. 153, 154 Kuswanda, Wanda, p. 29, 30, 31 Kuswandi, R, p. 32 Kwatrina, Rozza Tri, p. 32, 33 Langi, Liafrida Tangke, p. 34 Lekitoo, Krisma, p. 34, 35, 36, 37 Leksono, Budi, p. 83 Lelana, Neo Endra, p. 105 Lempang, Mody, p. 104 Lestari, Setyani B, p. 104 Mahfudz, p. 83, 84 Mairi, Kristian, p. 154 Malik, Jamaludin, p. 105, 106, 168 Mandang, Yance I, p. 106 Mashudi, p. 4, 85 Mile, Yamin, p. 155 Mindawati, Nina, p. 37, 38, 39, 40 Murniati, p. 41, 42, 52 Muslich, Mohammad, p. 107

Page 175: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

175

Nazif, M, p. 43 Noorhidayah, p. 50, 86, 169 Novriyanti, Eka, p. 43, 108 Nurapriyanto, Iga, p. 156 Pari, Gustan, p. 109 Pasaribu, Ridwan Achmad, p. 108 Prabawa, Sigit Baktya, p. 109 Prameswari, Diana, p. 44 Pratiwi, p. 45, 46 Pudjiharta, A, p. 46 Pudjiharta, Ag., p. 169, 170 Pudjiono, Sugeng, p. 86, 87 Purnomo, p. 110 Puspitojati, Triyono, p. 170 Rimbawanto, Anto, p. 88 Rochmayanto, Y, p. 110 Rochmayanto, Yanto, p. 156, 157 Roliadi, Han, p. 111, 112, 113, 114 Rostiwati, Tati, p. 47 Santoso, Adi, p. 115, 116, 117 Santoso, Erdi, p. 48 Sawitri, Reny, p. 48, 49 Setiadi, Dedi, p. 88, 89 Siagian, Y. Togu, 90 Sianturi, Apul, p. 157 Siarudin, M, p. 158 Sidiyasa, Kade, p. 49 Sinaga, Marolop, p. 117 Siregar, Chairil Anwar, p. 50 Sofyan, Agus, p. 51 Subarudi, p. 152, 159, 160, 171 Sudradjat, R, p. 118, 119, 120 Suhaendi, Hendi, p. 171 Suhartana, Sona, p. 120, 121, 122

Suharti, Sri, p. 52, 53, 54 Suharti, Tati, p. 53, 55 Sukadaryati, p. 123 Sukartana, P, p. 122 Sulastiningsih, p. 124, 125 Sumadiwangsa, E Suwardi, p. 125 Sumarhani, p. 55, 56 Sunarti, Sri, p. 90, 91 Supratman, p. 160 Suryanto, p. 57 Susanty, Farida Herry, p. 58 Susila, I Wayan Widhana, p. 59 Sutiyono, p. 60 Suwandi, p. 60, 126 Syahadat, Epi, 161, 162 Sylviani, p. 13, 163 Tinambunan, Djaban, 127, 172 Triantoro, R.G.N, 62 Tuharea, Abdullah, p. 164 Wahyono, Rachmat, p. 62 Wibowo, Ari, p. 63, 64, 65, 66 Wibowo, Santiyo, p. 127, 128 Widiarti, Asmanah, p. 68 Widyati, Enny, p. 66, 67, 69 Winarni, Ina, p. 129, 130 Yafid, Bugris, p. 69 Yelnititis, p. 91 Yeny, Irma, p. 165 Yudilastiantoro, C., p. 166, 167 Yuliah, p. 92 Yuliana, Sarah, p. 70, 71 Yuniarti, Karnita, p. 130, 131 Yuniawati, p. 121, 122, 131, 132, 172

Page 176: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

176

INDEKS KATA KUNCI

AA. squamosa, 22 Acacia mangium, 15, 37, 38, 43, 44,

45, 50, 51, 54, 55, 64, 65, 82, 90, 94, 108, 109, 116, 123, 134

Acacia mangium Willd, 37, 38, 43, 44, 45, 54, 55, 94

Adat budaya, 154 Agathis alba Foxw, 46, 47 air, hutan, 9 alang-alang, 41, 50 alat pemotong dahan, 96 Alnus nepalensis Don, 46, 47 Alstonia scholaris, 36, 84 Amfibi, 71 analisa SWOT, 171 Annona glabra, 22 Aphis cassivora, 21 Apis cerana, 13, 28, 29 Apis nigrocincta, 13 Aquastore, 83 Aquillaria malaccensis. See Gaharu,

See Gaharu arang aktif, 108, 117, 118, 119 Arang aktif, 108, 119 Araucaria cunninghamii, 88 Arenga pinnata. See Nira Aren Artocarpus altilis, 41, 72 Asam humat, 14 asam lemak bebas, 117, 128 asam oksalat, 14 BBacilus thuringiensis, 20, 21 bagan pengeringan, 94 bahan pengawet, 92, 93, 104, 106 balok lamina, 92, 105 balsa, 74, 75 Balsa, 74, 75 Bambu, 37, 43, 44, 60, 74, 106, 107,

123, 124 Banteng, 31 Bekantan, 6, 49, 50

benang sutera, 109, 110, 125 benih, 12, 17, 18, 27, 28, 74, 75, 76, 79,

81, 82, 84, 85, 88, 89, 90, 91 bibit kemiri, 12 Biji tengkawang, 128 bilah sambung, 114, 116 Biodisel, 117, 119 Biomassa, 33, 34 bioremediasi, 66, 67 biostimulan, 82, 83 Bombyx mori L, 1 Bos javanicus d'Alton, 1832. See

Banteng, buah merah, 151 Burahol, 102, 103 Ccagar alam, 29, 30, 32, 33, 34, 35, 171 Cagar Alam Dolok Sibual-buali, 29, 30 Cagar Alam, Dolok Tinggi Raja, 33 Calliandra callothyrsus Meissn.. See

Kaliandra Cassia siamea. See Johar Castanopsis argentea A.DC, 46, 47 cendana, 76, 77, 78, 79, 91, 97, 132 Cendana, 77, 79 Cendawan penyekat, 122 Cetronella oil, 155 Coccinellidae, 21 Coelophora inaequalis, 21 Collocalia maxima Hume 1878, 6, See

Walet Sarang Hitam Conventional Logging, 49 cuka kayu, 129 cuka kayu pinus, 20, 21 Ddaerah aliran sungai, 8, 9, 137, 169 Daerah Penyangga, 158 damar mata kucing, 99 Danau Tempe, 135 daya saing ekspor, 132 Desentralisasi, 144, 166 dinamika hutan, 57, 58 Diptera, 21

Page 177: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

177

Dipterocarpaceae, 32, 58 EEkologi, 19 ekowisata, 23, 24, 27, 151, 164, 171 Ekowisata, 171 Ekowisata Otak Kokok, 27 Emydura subglobosa subglobosa Kreff,

1876. See Kura-Kura Perut Merah erosi, 44, 45, 74, 140, 141, 149, 165 Estuaria, 52 Eucalyptus grandis, 33, 34 Eucalyptus pellita, 44, 72 Evapotranspirasi, 46, 47 FFagraea fragrans Roxb. See Tembesu Flora rotan, 25 forest for people, 144 fungsi taper, 3, 4 Ggaharu, 156 Gaharu, 80 Gambir, 126, 127 Gmelina arborea, 4, 14, 80, 115 Gorontalo, 8, 9 gua Sungai Pinang, 5, 6 Gula aren, 127 Hhak pengusahaan hutan, 137 hama, 77 hara tanah, 39, 51 Harga Karbon, 139 hasil hutan, 132, 133 hasil hutan bukan kayu, 16, 29, 97,

102, 126, 128, 129, 155, 165, 170 Hasil Hutan Bukan Kayu, 155 Haurbentes, 18, 25, 27, 28, 38, 40, 53,

54 herbisida, 42, 43 Heterosis, 85, 86 HHBK, 125, See Hasil Hutan Bukan

Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu,

See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu, See Hasil Hutan Bukan Kayu

Hidrologi, 9 Hopea odorata, 89 Hukum Adat, 165 Hutan rawa-gambut, 15 hutan adat, 154 hutan adat Rumbio, 146 hutan bekas tebangan, 15, 58, 157 Hutan Campuran, 64 Hutan gambut, 65 hutan kemasyarakatan, 156 hutan lestari, 53, 56, 95, 126, 133, 154,

157 hutan lindung, 162 Hutan Penelitian, 18, 25, 27, 28, 38,

40, 53 hutan primer, 15, 36, 39, 58, 71, 136 hutan rakyat, 16, 95, 127, 135, 136,

138, 139, 144, 147, 151, 152, 153, 159, 163, 167

hutan rawa, 4, 5, 15, 63, 68 hutan tanaman, 4, 7, 12, 18, 19, 20, 39,

45, 50, 54, 55, 59, 62, 63, 64, 65, 73, 79, 90, 94, 95, 98, 99, 101, 104, 105, 107, 114, 116, 122, 123, 134, 140, 169, 171

Hutan tanaman, 18, 62, 64, 105, 117, 141

Hutan Tanaman Industri, 44, 55, 108 Hutan Tanaman Jati, 139 Hutan wisata, 152 Hymenoptera, 21 IIdentifikasi klon, 87

Page 178: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

178

indeks tebang, 99, 100 industri kecil, 170 inokulasi, 2, 41 Insektisida, 1 JJambi, 25, 30, 44, 63, 69, 129 jarak pagar, 117, 118, 119 jarak tanam, 38, 79, 82 jati, 51, 52, 55, 56, 82, 83, 87, 104, 124 Jati, 51, 83, 154 Jatropha curcas L., 117, 119 Jawa Tengah, 11, 22, 26, 74, 79, 122,

147, 148, 153, 154 Jenis bambu, 34 Jenis burung, 9 jenis perdu, 25, 26 jenis pohon, 15, 16, 25, 27, 28, 30, 35,

38, 39, 41, 44, 45, 46, 50, 73, 96, 168

jenis-jenis kayu Indonesia, 106 Jernang, 129 Johar, 59 Kkali Waramui, 37 kaliandra, 78, 128, 129 Kalimantan Timur, 28, 38, 39, 49, 50,

58, 76, 108, 126, 163, 168 karakteristik pengunjung, 22, 23, 26 karat puru, 76 karbon, 18, 33, 34, 50, 65, 108, 118,

119, 139 kawasan esensial, 23 kayu hasil hutan rakyat, 95 kayu illegal, 161 Kayu jaha, 27 Kayu kelapa, 104, 114 Kayu kowakan, 96 Kayu kuku, 85 Kayu kurang dikenal, 101 kayu lamina, 115 kayu mangium, 93, 94, 99, 108, 109,

115, 122, 123 kayu pertukangan, 3, 62, 96, 114 kayu putih, 81, 82, 97 Kayu sama-sama, 104 Kayu sambung, 114

Kayu tusam, 92 keanekaragaman hayati, 23, 24, 69,

150 Keanekaragaman hayati, 69 Keanekaragaman jenis burung air, 23 keanekaragaman jenis hayati, 52 Keanekaragaman tumbuhan, 26, 168 Kearifan tradisional, 146 Keawetan, 106 kebakaran hutan, 56, 63, 64, 65 Kebakaran hutan, 64, 66 Kebijakan, 140 Kebijakan ekspor, 134 kebijakan ekspor, 133, 134 kebun benih, 82, 91 Kebun pangkas, 88 kedawung, 19 kelembagaan, 11, 14, 17, 42, 137, 138,

139, 141, 143, 144, 152, 156, 158, 160, 162, 169, 172

Kelembagaan, 137, 142, 152, 156, 159, 163, 166

Kelompok Tani, 97, 136 keragaman jenis, 2, 32, 33 Keragaman jenis tumbuhan, 2, 32 Keragaman manfaat, 25, 26 kesejahteraan masyarakat, 17, 42,

52, 53, 54, 68, 97, 129, 158, 170 keteguhan rekat, 100, 115 kokon, 1, 109, 110, 125 konservasi ex-situ, 25, 28, 40, 75 konservasi hutan, 158 konservasi jenis, 23 Konservasi tanah dan air, 46 Kontribusi Penghijauan, 149 Kriteria dan indikator, 10, 32 Kulit kayu medang landit, 127 Kultur in vitro, 90 kupu-kupu, 33 kura-kura perut merah, 70 LLahan Adat, 163 lahan bekas tambang batubara, 66,

67, 68, 69 lahan kritis, 15, 17, 40, 46, 73, 143,

149, 161

Page 179: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

179

Lahan kritis, 161 Lak, 16, 17 lalat rumah, 22 lapisan kayu, 124 lebah hutan, 109 lelang kayu, 161 Lembah Harau, 33 Lepidoptera, 21 Licuala tilifera Becc. See Palem, See

Palem, See Palem, See Palem lignin, 115 Lignin, 116 limbah, 113 Limbah, 113 limbah industri kayu, 107 limbah kayu, hutan tanaman, 123 limbah pembalakan, 104, 105, 107 Limbah pembalakan, 107 Limbah penggergajian, 112 limbah udang, 86 Mmahoni, 7, 19, 20, 41, 59 Mahoni, 60, 154 Mangrove, 3, 11, 147 Masyarakat adat, 150 Masyarakat Sentani, 164 masyarakat Suku Moi, 145 masyarakat tradisional, 25, 26 meranti, 3, 4, 6, 27, 28, 31, 38, 90, 93,

100, 128 Meranti, 15, 28, 90 Merbau wood, 168 mikoriza, 1, 2, 41, 69, 107 minyak atsiri, 7, 17, 18, 96, 97, 98 Minyak atsiri, 96, 97 Moms alba var Kanva 2, 89, 90 mortality, 5Morus spp.. See Murbei multipihak, 53 multi-stakeholder, 144 murbei, 1, 60, 78, 85, 86, 89, 109, 125 Murbei, 2, 86 mutu benih, 18 NNasalis larvatus Wurmb. See Bekantan

nilai ekonomi, 24, 26, 27, 51, 55, 96, 128, 155, 168, 171

Nilam, 98 nira aren, 148 Nira aren, 148 Oobat, bahan baku industri, 17 Ochroma sp.. See Balsa Orang utan, 29, 30 otonomi daerah, 137, 160 Ppakan rusa, 8 palem, 36 Pandanus conodicus Lamk. See Buah

Merah pantai utara, 11, 23 Paraseanthes falcataria, 79 Paraserianthes falcataria, 16, 21, 100 Pariwisata, 164 Parkia roxburghii G Don. See

Kedawung pasokan kayu, 147 pemadatan tanah, 130, 131 Pemanenan, 5, 19, 95, 99, 100, 126 Pemanenan hutan, 131 Pemanfaatan bambu, 124 pemanfaatan lahan, 145 pembangunan hutan, 172 Pembangunan Hutan Rakyat, 159 Pembangunan pariwisata, 162 pembibitan, 3, 12, 28 pemetaan partisipatif, 153 Pemilihan jenis, 40 pemuliaan bibit, 28, 29 Pendapatan Masyarakat, 149 Penebangan liar, 66 Penebangan serendah mungkin, 120,

121 pengawetan, 92, 93, 102 Pengawetan, 92, 93, 104 Pengelolaan Taman Nasional, 151 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai,

138, 142, 166 Pengelolaan Hutan, 32, 52, 57 pengelolaan hutan lindung, 166 Pengendalian hama, 20, 21

Page 180: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

180

penggerek pucuk Hypsiphylla, 7penggunaan lahan dan air, 169 penyadapan pinus, 170 Penyaradan Kayu, 122 Penyerapan Karbon, 139 Penyu, 62 perekat, 92, 100, 105, 110, 113, 115,

116, 124 Perekat kayu, 115 perladangan berpindah, 2 Persepsi Masyarakat, 135 persilangan terkendali, 85, 86 persuteraan alam, 1, 78, 125 pestisida, 7, 17 Pestisida nabati, 7 PHBM, 13, 14, 42, 52, 56, 170 Pinus merkusii, 15, 24, 25, 26, 63, 69,

70, 105, 115, 121, 123, 147, 148, 170, 171

Pinus merkusii Jungh. et de Vriese, 24, 25, 63

Pinus radiata, 130 polinator, 21 polusi asap, 66 polusi udara, 65, 66 Pongo abelii Lesson 1827. See ORang

Utan, See ORang Utan, See ORang Utan

Potensi hutan, 123 Potensi sumberdaya hutan, 31 program komputer, 105, 106 Proses Hiraki Analitik, 16 Pulau Moor, 35 pupuk NPK, 51 Pupuk organik, 86, 101 Rramin, 15, 47 Ranca Upas, 8 Reduced Impact Logging, 49 rehabilitasi, 2, 3, 11, 15, 17, 39, 40, 42,

46, 47, 48, 54, 56, 66, 137, 146, 147, 152, 161, 169

Rehabilitasi, 67 Rehabilitasi hutan dan lahan, 42 rente ekonomi, 141 Rhophalosivum maydis, 21

robusta Moore, 7 rosot karbon, 34 rotan, 25, 31, 37, 125, 129, 155 Rusa Totol, 7, 8 SSantalum album Linn, 77, 78, 79, 91 satwaliar, 10, 19, 22, 26, 29, 30, 32, 33,

49 Sebaran alam, 25 sengon, 21, 56, 76, 77, 79, 94, 100,

108, 112, 152, 153 Sentani Barat, 34 serangga, 16, 17, 20, 21, 104, 121 Serbuk gergaji, 100 Shorea leprosula. See Meranti Shorea spp., 4, 20, 21, 27, 28 Shorea stenoptera, 18, 38 sifat fisis dan mekanis, 124 sifat pengeringan, 94 Sinjai, 147 sisa kreosot, 111 sistem silvikultur, 15 sitka spruce, 129, 130 skarifikasi, 27 Skema kredit, 167 Sludge industri kertas, 68 social forestry, 149 Social forestry, 155 Social Forestry, 46, 52, 53, 54, 68 Sonneratia caseolaris, 49, 50 Sosial ekonomi, 69 sosial ekonomi masyarakat, 49, 54, 66,

138, 150 spora, 41, 69 stek akar, 72 stek batang, 74, 80 stek cabang, 43, 44, 73, 74 Struktur Sosial Budaya, 164 struktur tegakan, 5, 58 suaka margasatwa, 35 suaka margasatwa Jamursba Medi, 61 suaka margasatwa Langkat Timur Laut,

52 Subsidi BBM, 135 sukun, 41, 72, 87, 88 Sukun, 89

Page 181: HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan 2005

181

Sulawesi Selatan, 3, 9, 12, 103, 132, 133, 162, 163, 166

Sulawesi Tenggara, 9, 10, 11, 12 Sumatera Selatan, 3, 51, 69, 126 Sumatera Utara, 3, 4, 5, 24, 29, 30, 32,

33, 52, 81, 110, 126, 127, 171 Sumatra Utara, 25 Suplai-diman, 109, 110 Sweitenia macrophylla King. See Mahoni Ttabel volume, 4 Taman Nasional Bukit Tigapuluh, 2, 30,

31 Taman Nasional Kerinci Seblat, 69, 70 Taman Nasional Kutai, 168 Taman Nasional Meru Betiri, 19 Taman Nasional Rawa Aopa, 9, 10, 11 Taman Nasional Rawa Aopa

Watumohai, 10, 11, 12 Taman Nasional Ujung Kulon, 23, 31 Taman Nasional. Ujung Kulon, 24 taman wisata alam, 32, 33, 49, 151 Taman wisata alam, 23 Taman Wisata Alam Pananjung

Pangandaran, 49 tanaman inang, 17 Tanduk Rusa, 61 Tapanuli, 24, 25, 81, 127, 170, 171 Tataniaga, 133, 155 Tectona grandis. See Jati

Tectona grandis I.. See Jati tegakan tinggal, 58 Teknik penebangan, 120 teknik sambungan, 72 tembaga-khrom-boron, 106 tembesu, 51 Terminalia bellerica Roxb., 27 timber harvester lengkap, 120 Tinggi tegakan, 20 Toksisitas, 22 Tumbuhan berkhasiat obat, 168 tumpang sari, 97, 98 Tusam, 169 Uulin, 76 Uncaria gambir Roxb. See Gambir Vvegetasi, 2, 8, 9, 10, 15, 19, 26, 28, 29,

33, 34, 35, 36, 49, 65, 73 Volume pohon, 4 WWalet sarang hitam, 5, 6 wanafarma, 54 wanariset, 9 Wanatani Sereh wangi, 155 wisata alam, 162 YYlang-ylang, 98 Zzero waste, 107, 123