61. konservasi - Sangon, Yogyakarta

download 61. konservasi - Sangon, Yogyakarta

of 17

Transcript of 61. konservasi - Sangon, Yogyakarta

PENYEBARAN MERKURI AKIBAT USAHA PERTAMBANGAN EMAS DI DAERAH SANGON, KABUPATEN KULON PROGO, D.I. YOGYAKARTA Oleh: Bambang Tjahjono Setiabudi SUBDIT KONSERVASI ABSTRACT Inventory of mercury distribution in the people mining area that was conducted at Sangon aims to document the possibility of environmental degradation and to provide quantitative data on the extent and magnitude of the environmental impact. Analytical results of water samples from the investigated area indicate that the surface water has not been contaminated by mercury and other heavy metals. However, gold processing using amalgamation techniques has resulted in contamination of mercury in the stream sediments as shown by high values of Hg, Pb, Zn, As and Cd. This leads to environmental pollution and may affect people health in the mine area and surrounding. Soil sample analyses show very high values of mercury content, i.e. > 50 ppm Hg. Tailing samples contain 800 - 6900 ppm Hg, which is considered very high. The highly elevated values of mercury in the tailing samples are closely related to the use of mercury in the trommel mill operation. In addition, tailing materials have not been treated appropriately and contain significant values of gold, silver and base metals, indicating that the processing recovery using this technique have not been optimal. Mercury contamination arising from illegal mining activities has affected local areas, but this should be anticipated to prevent larger environmental damage. SARI Inventarisasi sebaran merkuri di wilayah usaha pertambangan emas rakyat yang dilakukan di Daerah Sangon bertujuan untuk meneliti kemungkinan perubahan kualitas lingkungan. Hasil analisis conto air menunjukkan tidak terdeteksi adanya kontaminasi merkuri dan logam berat lainnya dalam air permukaan. Meskipun demikian pengolahan emas dengan cara amalgamasi telah menyebabkan kontaminasi pada sedimen sungai, dimana kadar Hg, Pb, Zn, As dan Cd menunjukkan nilai yang sangat tinggi dan berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat di sekitar lokasi penambangan. Hasil analisis conto tanah menunjukkan kadar merkuri yang sangat tinggi >50 ppm Hg. Demikian pula dengan conto tailing yang semuanya menunjukkan nilai konsentrasi Hg yang sangat tinggi, yaitu 800 6900 ppm. Kenaikan konsentrasi merkuri dalam tailing berhubungan erat dengan pemakaian merkuri dalam proses penggilingan bijih dengan gelundung. Selain itu material tailing masih mengandung emas, perak dan logam berat lainnya dalam jumlah yang tinggi, menunjukkan recovery pengolahan yang tidak optimal dan tidak dilakukannya penanganan tailing secara baik. Penyebaran merkuri akibat usaha pertambangan emas rakyat di daerah Sangon diperkirakan bersifat lokal, tetapi perlu mendapatkan perhatian untuk mencegah dampak negatif yang lebih besar.

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Usaha pertambangan, oleh sebagian masyarakat sering dianggap sebagai penyebab kerusakan dan pencemaran lingkungan. Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam iniKolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah. Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas. Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan merkuri61-1

untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas. Pendataan penyebaran merkuri akibat penambangan emas rakyat pernah dilakukan di wilayah pertambangan emas Pongkor dan hasilnya menunjukkan adanya penurunan kualitas lingkungan akibat limbah merkuri yang cukup tinggi baik pada endapan sungai, tanah maupun air. Oleh karenanya pendataan penyebaran merkuri di lokasi pertambangan emas Sangon perlu dilakukan sebagai implementasi dari pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Sejalan dengan tugas pokok dan fungsinya, Subdit Konservasi Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral telah melakukan Pendataan Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas di Daerah Sangon, Kec. Kokap, Kab. Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.2 Maksud dan Tujuan Pendataan penyebaran merkuri di lingkungan usaha pertambangan emas rakyat dimaksudkan untuk menginventarisasi sebaran merkuri dan logam berat lainnya, yang dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pencegahan penurunan kualitas lingkungan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui zona penyebaran merkuri dan logam berat lainnya sehingga penyebarluasan logam berbahaya ini dapat diantisipasi sedini mungkin, serta daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan dapat dideteksi agar tidak terjadi pencemaran lingkungan yang lebih luas. 1.3 Lokasi Kegiatan dan Kesampaian Daerah Kabupaten Kulon Progo terletak di bagian paling barat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, secara geografis terletak antara 7o 38 42 LS - 7o 59 03 LS dan 110o 01 37 BT - 110o 16 26 BT. Kabupaten Kulon Progo berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Bantul di sebelah Timur, Kabupaten Magelang (Jawa Tengah) di sebelah utara, Kabupaten Purworejo (Jawa Tengah) di sebelah barat, serta Samudra Indonesia di sebelah selatan. Lokasi penelitian secara administrasi berada di Daerah Sangon, Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY (Gambar 1). Daerah ini dapat dicapai dengan perjalanan darat dari Bandung ke Yogyakarta menggunakan bus atau kereta api. Sangon dapat dicapai dari Yogyakarta dengan menggunakan mobil melalui Wates selama 1,5 jam.Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

Kulon Progo merupakan dataran pantai pada bagian selatan, perbukitan bergelombang di bagian tengah dan timur, serta perbukitan terjal dan pegunungan dibaguian barat dan utara (dikenal sebagai Perbukitan Menoreh). Di Kab. Kulon Progo terdapat 2 Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Progo dan DAS Serang. Sungai Serang dengan anak-anak sungainya memiliki daerah pengaliran seluas 3636 hektar dengan debit air minimum 0.03m3/detik dan maksimum 153,6 m3/detik. Kulon Progo merupakan daerah beriklim tropis yang mengalami musim kemarau (Mei Oktober) dan musim hujan (November April) dengan curah hujan rata-rata 1430 mm per tahun dengan hari hujan rata-rata 12 hari per bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari (689 mm; 18 hari hujan), tetapi daerah ini mengalami kekeringan dan kekurangan air pada musim kemarau, terutama pada bulan Agustus-September. 1.4 Merkuri, Pertambangan Emas Rakyat dan Pencemaran Lingkungan Merkuri, ditulis dengan simbol kimia Hg atau hydragyrum yang berarti perak cair (liquid silver) adalah jenis logam sangat berat yang berbentuk cair pada temperatur kamar, berwarna putih-keperakan, memiliki sifat konduktor listrik yang cukup baik, tetapi sebaliknya memiliki sifat konduktor panas yang kurang baik. Merkuri membeku pada temperatur 38.9 oC dan mendidih pada temperatur 357 oC (Stwertka, 1998). Dengan karakteristik demikian, merkuri sering dimanfaatkan untuk berbagai peralatan ilmiah, seperti termometer, barometer, termostat, lampu fluorescent, obat-obatan, insektisida, dsb. Sifat penting merkuri lainnya adalah kemampuannya untuk melarutkan logam lain dan membentuk logam paduan (alloy) yang dikenal sebagai amalgam. Emas dan perak adalah logam yang dapat terlarut dengan merkuri, sehingga merkuri dipakai untuk mengikat emas dalam proses pengolahan bijih sulfida mengandung emas (proses amalgamasi). Amalgam merkuri-emas dipanaskan sehingga merkuri menguap meninggalkan logam emas dan campurannya. Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini dapat bercampur dengan enzyme didalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzyme untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap kedalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifat beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat61-2

berbahaya jika terhisap, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri diantaranya adalah kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf. Kegiatan penambangan emas tradisional di Indonesia dicirikan oleh penggunaan teknik eksplorasi dan eksploitasi yang sederhana dan murah. Untuk pekerjaan penambangan dipakai peralatan cangkul, linggis, ganco, palu dan beberapa alat sederhana lainnya. Batuan dan urat kuarsa mengandung emas atau bijih ditumbuk sampai berukuran 1-2 cm, selanjutnya digiling dengan alat gelundung (trommel, berukuran panjang 55-60 cm dan diameter 30 cm dengan alat penggiling 3-5 batang besi). Proses pengolahan emasnya biasanya menggunakan teknik amalgamasi, yaitu dengan mencampur bijih dengan merkuri untuk membentuk amalgam dengan media air. Selanjutnya emas dipisahkan dengan proses penggarangan sampai didapatkan logam paduan emas dan perak (bullion). Produk akhir dijual dalam bentuk bullion dengan memperkirakan kandungan emas pada bullion tersebut. Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003). Lingkungan yang terkontaminasi oleh merkuri dapat membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Merkuri terakumulasi dalam mikro-organisme yang hidup di air (sungai, danau, laut) melalui proses metabolisme. Bahan-bahan yang mengandung merkuri yang terbuang kedalam sungai atau laut dimakan oleh mikro-organisme tersebut dan secara kimiawi terubah menjadi senyawa methyl-merkuri. Mikro-organisme dimakan ikan sehingga methyl-merkuri terakumulasi dalam jaringan tubuh ikan. Ikan kecil menjadi rantai makanan ikan besar dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Berdasarkan penelitian, konsentrasi merkuri yang terakumulasi dalam tubuh ikan diperkirakan 40-50 ribu kali lipat dibandingkan konsentrasiKolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

merkuri dalam air yang terkontaminasi (Stwertka, 1998). Oleh karenanya, usaha pengolahan emas dengan menggunakan merkuri seharusnya tidak membuang limbahnya (tailing) kedalam aliran sungai sehingga tidak terjadi kontaminasi merkuri pada lingkungan disekitarnya, dan tailing yang mengandung merkuri harus ditempatkan secara khusus dan ditangani secara hati-hati. 1.5 Metodologi Kegiatan pendataan penyebaran merkuri akibat usaha pertambangan emas di Daerah Sangon, Yogyakarta dilakukan dengan tahapan berikut ini: a) Pengumpulan data sekunder dan penentuan lokasi pengambilan conto geokimia dengan pengeplotan rencana lokasi pada peta wilayah kegiatan. b) Survei lapangan meliputi pengumpulan data dan informasi di daerah penambangan dan pengolahan emas, khususnya Sangon, Plampang, Gunung Kukusan dan sekitarnya dalam wilayah Kec. Kokap. Pengumpulan data dilaksanakan dengan cara pemantauan langsung kondisi geologi dan lingkungan tambang serta dengan menggali informasi dari penambang dan masyarakat pada lokasi tambang tersebut. Pengukuran posisi geografis lokasi tambang dan lokasi gelundung dilakukan dengan menggunakan GPS (Garmin 12XL) dan peta topografi skala 1:25.000. Pengamatan geologi didasarkan pada referensi Peta Geologi Lembar Yogyakarta skala 1:250000 (Rahardjo, drr., 1995). c) Pengumpulan data geokimia dilakukan dengan pengambilan conto sedimen sungai, tanah, tailing, batuan dan air sungai. Conto sedimen sungai (300-400 gram; 80 mesh) diambil secara sistematis pada cabang-cabang sungai dengan mempertimbangkan Daerah Aliran Sungai dimana terdapat usaha pertambangan emas rakyat. Conto tanah dan tailing (300-400 gram) diambil dari lokasi pengolahan emas (gelundung). Conto air (400-500 ml) diambil dari sungai di daerah hulu sampai ke hilir, serta di sekitar tempat pengolahan emas. Sedangkan conto batuan dan bijih diambil secara selektif dari beberapa lokasi tambang dan lokasi mineralisasi sulfida yang ada di wilayah Kec. Kokap. Semua conto geokimia dianalisa dengan peralatan AAS di Laboratorium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral Bandung.61-3

d) Pengolahan data dan laporan dilakukan di Bandung, mencakup informasi tentang keadaan wilayah Kulon Progo, keadaan geologi, usaha pertambangan emas rakyat, pembahasan penyebaran merkuri dan logam berbahaya lainnya, dan tingkat penurunan kualitas lingkungan akibat limbah merkuri. 2. GEOLOGI DAERAH KULON PROGO SANGON,

50mm) membentuk stockwork veinlets pada batuan andesit terubah. Emas dan perak terdistribusi secara acak dalam urat kuarsa dengan kadar 1 - 13,8 ppm Au dan 5,4 - 63,2 ppm Ag (Gunawan, drr., 2001). Urat-urat kuarsa mengandung emas berkadar tinggi dijumpai di Dusun Sangon 2, Plampang, Gabus dan Gunung Kukusan. 3. HASIL PENELITIAN

Daerah Kulon Progo dibentuk oleh batuan berumur Tersier sampai Kuarter, diantaranya Formasi Nanggulan, Formasi Kebobutak, Formasi Jonggrangan dan Formasi Sentolo, serta batuan intrusi intermediet-felsik. Formasi Nanggulan (Eosen - Oligosen) disusun oleh batupasir bersisipan lignit, napal pasiran, batulempung limonitik, sisipan napal dan batugamping, batupasir dan tuf. Formasi Kebobutak (Oligosen - Miosen) berupa breksi andesit, tuf, tuf lapili, aglomerat dan lava andesit. Formasi Jonggrangan (Miosen) disusun oleh konglomerat, napal tufan, batupasir gampingan bersisipan lignit, batugamping berlapis dan batugamping koral. Formasi Sentolo (Miosen - Pliosen) disusun oleh batugamping dan batupasir napalan. Sedangkan batuan intrusi, yang menerobos Formasi Kebobutak (Miosen), berkomposisi andesit hipersten, andesit augit, trakiandesit sampai dasit (Rahardjo, drr., 1995). Daerah Sangon didominasi oleh batuan andesit porfiri dan sedikit endapan aluvial kuarter. Sebagian andesit mengalami breksiasi, silisifikasi dan ubahan propilitik sampai filik. Beberapa urat kuarsa yang mengisi bidang rekahan dan zona geser menunjukkan mineralisasi emas berasosiasi dengan pirit dan sulfida logam dasar (Foto 1). Struktur geologi lokal dijumpai berupa kekar dan breksiasi pada batuan andesit. Sesar normal minor berarah Barat Laut - Tenggara dan Timur Laut - Barat Daya juga dijumpai di daerah Sangon dan sekitarnya. Mineralisasi emas di Sangon tersebar tidak merata dalam urat kuarsa mengandung sulfida, dan kadang-kadang berasosiasi dengan lempung ubahan filik-argilik yang penyebarannya dikontrol oleh bidang-bidang rekahan membentuk stockwork veins. Urat kuarsa dengan tebal bervariasi,