Indonesia ICT Institute NewsLetter Edisi November 2012

7
Kami kembali hadir menemui komunitas ICT Indonesia, setelah kehadiran perdana newsletter Indonesia ICT Institute di bulan lalu. Kami juga mengucapkan terima kasih atas masukan, kritik maupun penyebarluasan informasi newsletter ini. Pada edisi kedua November ini, kami mengulas beberapa isu teraktual perkembangan ICT di tanah air, mulai dari laporan Akamai bahwa kecepatan internet Indonesia rendah, dibukanya teknologi netral di pita 900 MHz, serta market review pasar cloud computing di Indonesia. Seperti sudah disampaikan, sangat tidak dianjurkan mencetak e-newsletter ini agar menghemat kertas dan tinta. Dan bagi pembaca yang ingin memberikan masukan, kritikan atau pertanyaan silakan email ke [email protected] . Selamat membaca. Heru Sutadi Direktur Eksekutif Edisi No. 2 Tahun I November 2012 Indonesia ICT Institute Research . Empowerment . Discussion Teknologi Netral Tanpa Arah? Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan teknologi netral di 900 MHz. Namun arah kebijakan ini masih dipertanyakan karena tidak menyinggung refarming 1800 MHz. Halaman 3 Dari Kami Pengguna domain .id hingga akhir 2011 mencapai 59.059. Menurut catatan Direktorat Aplikasi Telematika, Kementerian Kominfo, pengguna terbanyak domain .id adalah komersial (co.id) 29.059 disusul pribadi/komunitas (web.id) dan sekolah (sch.id) dengan masing-masing 15.664 dan 5.602. Terendah adalah militer (mil.id) dengan 155 situs. Wow! Internet Indonesia Masuk Daftar Terlelet Akamai, yang mempunyai intelligent platform global mengeluarkan laporannya dikuartal ke-2 2012 mengenai kecepatan koneksi, ketersediaan, konektivitas maupun serangan trafik dalam laporan bertopik “State of the Internet Report”. Disebutkan ada sekitar 242 negara terkoneksi dengan Akamai Intelligent Platform, yang menggunakan platform tersebar. Dengan begitu, report ini tidak khusus membahas mengenai Indonesia. Adapun metode yang digunakan Akamai adalah dengan memantau berdasar 25 ribu IP yang melakukan permintaan konten ke Akamai. Berdasar laporannya, kecepatan koneksi internet yang paling cepat selama kuartal kedua 2012 ini adalah Korea Selatan dengan 14,2 Mbps, disusul Jepang dengan 10,7 Mbps dan Hong Kong di tempat ketiga dengan 8,9 Mbps. Indonesia sendiri kecepatan rata-rata internet nya adalah 0,8 Mbps atau 800 kbps. Posisi Indonesia di bawah Singapura (5,1 Mbps), Thailand (3,1 Mbps), Malaysia (2,2 Mbps), Vietnam (1,6 Mbps) serta Filipina (1,2 Mbps). Secara global, Indonesia di peringkat 127. Bersambung halaman 2 Market Review Mengulas bagaimana pasar cloud computing di Indonesia setelah dua tahun pengenalan. Halaman 4

description

NewsLetter edisi November berisikan isu-isu mengenai teknologi netral, pasar cloud computing di Indonesia, rencana revisi UU Penyiaran dan dampak terbitnya PP Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik

Transcript of Indonesia ICT Institute NewsLetter Edisi November 2012

Page 1: Indonesia ICT Institute NewsLetter Edisi November 2012

Kami kembali hadir menemui komunitas ICT Indonesia, setelah kehadiran perdana newsletter Indonesia ICT Institute di bulan lalu. Kami juga mengucapkan terima kasih atas masukan, kritik maupun penyebarluasan informasi newsletter ini.

Pada edisi kedua November ini, kami mengulas beberapa isu teraktual perkembangan ICT di tanah air, mulai dari laporan Akamai bahwa kecepatan internet Indonesia rendah, dibukanya teknologi netral di pita 900 MHz, serta market review pasar cloud computing di Indonesia.

Seperti sudah disampaikan, sangat tidak dianjurkan mencetak e-newsletter ini agar menghemat kertas dan tinta. Dan bagi pembaca yang ingin memberikan masukan, kritikan atau pertanyaan silakan email ke [email protected].

Selamat membaca.

Heru Sutadi Direktur Eksekutif

Edisi No. 2 Tahun I November 2012

Indonesia ICT Institute Research . Empowerment . Discussion

Teknologi Netral Tanpa Arah? Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan teknologi netral di 900 MHz. Namun arah kebijakan ini masih dipertanyakan karena tidak menyinggung refarming 1800 MHz.

Halaman 3

Dari Kami

Pengguna domain .id hingga akhir 2011 mencapai 59.059. Menurut catatan Direktorat Aplikasi Telematika, Kementerian Kominfo, pengguna terbanyak domain .id adalah

komersial (co.id) 29.059 disusul pribadi/komunitas (web.id) dan sekolah (sch.id) dengan masing-masing 15.664 dan 5.602. Terendah adalah militer (mil.id) dengan 155 situs.

Wow! Internet Indonesia Masuk Daftar Terlelet Akamai, yang mempunyai intelligent platform global mengeluarkan laporannya dikuartal ke-2 2012 mengenai kecepatan koneksi, ketersediaan, konektivitas maupun serangan trafik dalam laporan bertopik “State of the Internet Report”. Disebutkan ada sekitar 242 negara terkoneksi dengan Akamai Intelligent Platform, yang menggunakan platform tersebar. Dengan begitu, report ini tidak khusus membahas mengenai Indonesia.

Adapun metode yang digunakan Akamai adalah dengan memantau berdasar 25 ribu IP yang melakukan permintaan konten ke Akamai. Berdasar laporannya, kecepatan koneksi internet yang paling cepat selama kuartal kedua 2012 ini adalah Korea Selatan dengan 14,2 Mbps, disusul Jepang dengan 10,7 Mbps dan Hong Kong di tempat ketiga dengan 8,9 Mbps.

Indonesia sendiri kecepatan rata-rata internet nya adalah 0,8 Mbps atau 800 kbps. Posisi Indonesia di bawah Singapura (5,1 Mbps), Thailand (3,1 Mbps), Malaysia (2,2 Mbps), Vietnam (1,6 Mbps) serta Filipina (1,2 Mbps). Secara global, Indonesia di peringkat 127.

Bersambung halaman 2

Market Review Mengulas bagaimana pasar cloud

computing di Indonesia setelah dua tahun pengenalan.

Halaman 4

Page 2: Indonesia ICT Institute NewsLetter Edisi November 2012

2

Edisi No. 2 Tahun I November 2012

Walaupun secara kecepatan rata-rata internet Indonesia dinilai rendah, namun puncak rata-rata kecepatan internet bisa mencapai hingga 8,4 Mbps, dan Indonesia berada di peringkat ke-104. Meski, tetap di bawah negeri jiran Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina maupun Vietnam.

Laporan Akamai, sejalan dengan laporan Komisi Broadband Dunia bahwa broadband kita masih tertinggal. Dan menariknya, karena mayoritas pengguna data di Indonesia adalah mobile broadband, dalam pandangan Indonesia ICT Institute, semua pihak harus fokus bagaimana mobile broadband dapat dikembangkan secara maksimal, dengan tetap memperhatikan pengembangan fixed broadband.

Karena mobile broadband, maka urusan alokasi frekuensi harus diperhatikan betul. Layanan 3G saat ini yang sudah padat, tidak kunjung ada penyelesaian dan kepastian kapan seleksi tambahan blok digelar. Padahal, Desember 2011 lalu, penataan dijanjikan April tahun ini selesai. Jika seleksi blok 3G belum selesai, maka urusan adopsi LTE akan menggunakan frekuensi yang mana, juga akan tertunda.

Dan karena terkait jalur internasional, pembukaan seleksi sambungan internasional juga harus dipercepat. Pembukaan ini bukan cuma bicara kode akses, tapi diharapkan dapat memberikan jalur alternatif keluar negeri yang saat ini masih didominasi ke Singapura. Dengan memecah bottle neck, maka sumbatan trafik akan terbuka dan internet kita akan makin lancar karena jalur ke Tier-2 atau Tier-1 yang dipakai berbeda.

Webinar Bahas Adopsi LTE

13 Oktober lalu, digelar webinar membahas adopsi LTE di Indonesia bersama dengan Indonesian Telecommunication Proffesionals (ITP), sebuah komunitas para profesional telekomunikasi yang bekerja di beberapa negara. Pembahasan sangat produktif dan konstruktif, sebab selain memaparkan kondisi rencana adopsi LTE di sini, juga saling berbagi pengalaman negara lain dalam adopsi LTE. Yang utama perlu jadi perhatian adalah ekosistem dimana selain regulasi, standardisasi juga edukasi dan sosialisasi ke pengguna.

Selintas Perkembangan ICT Indonesia Pengguna internet Indonesia, dipertengahan 2012 ini menurut catatan Indonesia ICT Institute telah melebihi angka psikologis 100 juta pengguna. Pertumbuhan dan jumlah angka yang fantastis tentunya. Namun begitu, jika menilik Alexa.com, per akhir Oktober ini Facebook menempati peringkat atas situs yang paling sering dikunjungi pengguna internet Indonesia baru kemudian Google. Di 10 besar, masuk situs lokal Kaskus (7) dan Detik.com (10). Yang menarik, posisi Kaskus masih di atas pengakses Twitter. Pengakses Twitter saat ini, 29,4 juta akun dan Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia. Dari Wakil Presiden, para Menteri, selebriti, politisi sampai orang biasa dapat dibaca kicauannya di Twitter.

Salah satu dampak penggunaan telepon seluler dengan hadirnya ponsel kian cerdas (smartphone) adalah

penggunaan data. Dengan pengguna seluler yang melebihi populasi penduduk 237,5 juta, ledakan pengguna internet bergerak hanya soal waktu. Dan kini, Indonesia sedang

menikmati ledakan pengguna internet tersebut. (Sumber: Laporan Q2 Operator Seluler, data diolah)

(dalam Juta)

Wow! Internet Indonesia.. (Sambungan dari halaman 1)

Page 3: Indonesia ICT Institute NewsLetter Edisi November 2012

3

Edisi No. 2 Tahun I November 2012

Mau Dibawa ke Mana Teknologi Netral Kita?

Pemerintah telah mengeluarkan keputusan yang membolehkan PT Indosat menggunakan frekuensi yang dialokasikannya di 900 MHz untuk dapat digunakan selain teknologi GSM yang dipakainya selama ini. Kebijakan yang dikenal dengan istilah teknologi netral ini hampir sama dengan yang dikeluarkan pemerintah untuk frekuensi 2,3 GHz. Namun, karena belum ada kebijakan umum mengenai refarming, muncul pertanyaan, mau dibawa kebijakan teknologi netral kita?

Adopsi teknologi netral bukanlah sesuatu yang salah. dua bulan, walaupun pengertian mengenai hal perlu dipertegas kembali. Sebab, seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No. 11/2008, memandang teknologi netral sebagai sebuah konsep kebebasan memilih teknologi untuk pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dari sisi pengguna bukan penyedia.

Konsep teknologi netral menjadi kecenderungan kebijakan di banyak negara. Hal itu karena, khusus terkait dengan penggunaan spektrum frekuensi, sebagai sumber daya terbatas, maka spektrum yang ada harus dimanfaatkan seoptimal mungkin. Dan yang menariknya, teknologi-teknologi baru, selain membutuhkan pita frekuensi yang lebar, juga tidak ditentukan menempati satu rentang yang lebar, juga tidak ditentukan menempati satu rentang frekuensi tertentu. Seperti Broadband Wireless Access, dimana WiMax bisa ditempatkan di 2,3 GHz, 2,5 GHz, 3,3 GHz ataupun 3,5 GHz. Disesuaikan dengan region mananya, serta kebijakan masing-masing negara menentukan dimana WiMax akan dialokasikan.

Perkembangan terkininya adalah frekuensi eksisting yang sudah dipakai lama seperti 700 MHz, 900 MHz maupun 1800 MHz dapat dioptimalkan untuk menggunakan teknologi terkini. Pengalihan penggunaan teknologi yang dikenal dengan refarming ini banyak dilakukan di frekuensi 900 Mhz dan 1800 Mhz. 900 MHz dapat dibawa untuk

UMTS atau 3G serta 1800 dapat dipakai untuk LTE.

Idealnya, sebelum dikeluarkan kebijakan perlu ada uji coba apa dampak teknologi netral jika dalam satu rentang frekuensi menggunakan teknologi yang berbeda. Saat akan lelang 3G di 2006 lalu, Indosat Starone dan Telkom Flexi saja harus dipindah ke 850 MHz karena metode hybrid teknologi dikhawatirkan mengganggu frekuensi tetangganya.

Dan kebanyakan negara, melakukan refarming secara bersamaan antara 900 MHz dengan 1800 Mhz, dengan beberapa metode. Salah satunya adalah mengembalikan semua frekuensi yang dipegang operator ke negara, baru kemudian dilakukan penataan baru. Konsep ini menyangkut biaya spektrum yang baru serta besaran alokasi frekuensi yang baru. Metode lainnya adalah hanya berupa penyesuaian harga spektrum, ataupun pengalokasian besaran lebar pita spektrum baru.

Sayangnya, Indonesia tidak mengadopsi metode-metode seperti itu. Pengubahan berdasar permintaan satu operator, dalam pandangan Indonesia ICT Institute, tidak menunjukkan tata kelola manajemen spektrum yang baik dan terkesan tanpa arah karena harusnya dibuat dulu kebijakan umum mengenai refarming. Apalagi, kondisi saat ini, alokasi jumlah spektrum frekuensi untuk operator tidak sama serta ada juga yang tidak berdampingan. Dari tabel terlihat, Indosat dapat alokasi frekuensi terbanyak.

Tabel Alokasi Frekuensi di Indoensia

MHz

Page 4: Indonesia ICT Institute NewsLetter Edisi November 2012

4

Edisi No. 2 Tahun I November 2012

Perizinan NAP Dibuka Lagi Kembali Pemerintah kembali membuka Perizinan penyelenggaraan Network Access Point (NAP), setelah dimoratorium sejak 21 April 2010. Penghentian saat itu dikarenakan total penyediaan bandwith internasional secara nasional telah melebihi kebutuhan bandwidth akses internet secara nasional (oversupply). Namun karena dalam perkembangannya kebutuhan bandwidth internet Indonesia secara nasional, perizinan untuk NAP dibuka kembali.

Pembukaan kembali pelayanan perizinan Jasa NAP tersebut dilakukan secara terbatas dengan persyaratan dan kualifikasi sebagai berikut:

1. Telah memiliki izin penyelenggaraan jaringan tetap tertutup dengan komitmen pembangunan hingga keluar wilayah Republik Indonesia.

2. Bersedia memiliki komitmen untuk menyediakan bandwidth internasional minimal sebesar 1 x 10 Gbps pada masa izin prinsip dan minimal sebesar 5 x 1 0 Gbps pada 5 (lima) tahun pertama masa izin penyelenggaraan.

3. Bersedia memiliki komitmen untuk membangun titik penyelenggaraan layanan ( Point of Presence/PoP ) di 2 kota besar / ibu kota propinsi yang berbeda pada masa izin prinsip dan minimal di 10 kota besar / ibu kota propinsi berbeda pada 5 (lima) tahun pertama masa izin penyelenggaraan .

4. Bersedia untuk menyelenggarakan pengaturan trafik dan ruting bagi penyelenggara ISP serta saling terhubung dengan penyelenggara NAP lainnya melalui interkoneksi.

5. Bersedia memiliki komitmen perjanjian kerjasama jangka panjang minimal selama 5 (lima) tahun keterhubungan ( transit ) dengan 2 (dua) penyelenggara internet Tier-1 luar negeri di dua benua yang berbeda.

Penerapan persyaratan dan kualfikasi tersebut menurut pemerintah bertujuan untuk menjaga kesinambungan (continuity) penyediaan bandwidth internasional seiring dengan meningkatnya kebutuhan nasional. Sebagai informasi, sampai dengan September 2012, data resmi di Kementerian Kominfo menunjukkan, bahwa jumlah perusahaan pemegang izin penyelenggaraan NAP adalah sebanyak 49 penyelenggara.

Berdasar analisis Indonesia ICT Institute, sebelum pembukaan perlu adanya clustering, mana NAP yang menggunakan satelit dan mana berbasis kabel serat optik. Karena banyak yang menggunakan satelit, pembukaan lebih diarahkan ke penyelenggara yang membangun serat optik internasional. Ini bisa dilakukan satu paket, seperti dengan penyelenggaraan SLI, siapa yang mau bangun internasonal, diberikan sweetener ijin NAP dan SLI. Penyelenggara NAP yang 49 bisa jadi percuma dan sudah banyak jika tidak ada penambahan infrastruktur ke luar negeri yang masih minim dan mayoritas melalui Singapura saja.

Potensi Cloud Computing

E-Commerce Komputasi awan, cloud computing, di 2012 ini memasuki tahun kedua pengenalannya di Indonesia. Sebagai produk baru, memang cloud computing tidak bisa begitu saja diterima masyarakat. Dari beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia, ada tiga hal utama yang menjadi perhatian ketika individu maupun korporasi memutuskan berpindah ke cloud computing, yaitu keamanan (security), privasi dan integrasi antara sistem yang baru dengan sistem yang lama.

Saat ini pemain-pemain lokal, dan juga luar negeri, mulai memasuki bisnis cloud computing di Indonesia. Operator besar seperti Telkom, Indosat dan XL Axiata secara resmi menyatakan masuk ke bisnis ini. Pemain luar semisal EMC maupun Equinix juga mensasar pasar Indonesia.

Seberapa potensial pasar Indonesia? Sangat potensial. Saat ini, UKM yang bisa disasar menggunakan cloud computing berjumlah 520 ribu, BUMN sekitar 117, sekolah 4900, perguruan tinggi sekitar 3 ribuan, ada lebih dari 1000 rumah sakit, belum lagi operator telekomunikasi, baik berbasis teknologi GSM/UMTS, CDMA maupun WiMax.

Indonesia ICT Institute melihat bahwa pasar menjadi kian terbuka untuk dimasuki karena kompetisi belum ketat dan regulasi yang mengatur masih belum jelas. Tambah lagi, big data akan jadi tantangan dan harapan bisnis cloud ke depan.

Page 5: Indonesia ICT Institute NewsLetter Edisi November 2012

5

Edisi No. 2 Tahun I November 2012

Perkembangan teknologi ke arah digital dan berbasis internet protocol (IP) serta terjadinya konvergensi antara telekomunikasi, penyiaran dan internet, membuat UU Penyiaran saat ini tidak bisa lagi dipertahankan. Karena itu, sebagaimana dikutip dari Kontan Online (24/10/2012), DPR sudah siap membahas RUU Revisi UU Penyiaran. Komisi I DPR yang membawahi salah satunya adalah sektor penyiaran, RUU dalam 14 Bab dan 99 Pasal.

Indonesia ICT Institute menilai bahwa pembahasan RUU akan menarik, mengingat penyiaran tidak hanya dilihat sebagai industri saja, namun juga terkait penguasaan media, pemanfaatan sebagai corong politik partai, serta kepentingan publik untuk dapat dilindungi dari tayangan yang tidak berkualitas, tidak mendidik dan tidak sesuai dengan budaya bangsa. Penyiaran, seperti televisi, telah menjadi tamu yang terus-menerus hadir di ruang keluarga, meski tidak diundang.

UU yang ada sekarang seolah-olah hanya menjadi hiasan karena standar program siaran tidak diikuti sanksi yang membuat jera bahkan terkesan gampang dipermainkan. Contoh paling nyata adalah tayangan yang dipandu Tukul Arwana, yang tadinya “Empat Mata”, setelah ditegur kemudian hanya diganti “Bukan Empat Mata”, “Silet” yang juga pernah ditegur kemudian muncul kembali, artis Olga yang juga diberi teguran, tetap tampil seperti sebelumnya hingga saat ini.

Bukan cuma itu. Stasiun penyiaran berjaringan juga tidak jalan. Padahal, keinginan dari UU No. 32/2002

adalah adanya keberagaman isi dan keberagaman pemilik, tidak seperti yang ada sekarang, menjadi konglomerasi media. Secara tersamar, ada beberapa stasiun yang dimiliki pemilik yang sama.

Menyikapi kemajuan teknologi dan tantangan zaman yang berbeda, UU Penyiaran nantinya tentulah harus menjawab semua itu. Seperti digitalisasi penyiaran dimana UU No. 32/2002 hanya bicara soal penyiaran analog. Begitu juga dengan kemajuan hadirnya IPTV, internet TV, maupun internet radio dimana tidak perlu korporasi besar tapi sudah pada tingkat individu dapat menyiarkan program siaran.

Soal kepemilikan, sesuai semangat keberagaman pemiliki, perlu aturan jelas apakah kepemilikan silang dilarang atau dibolehkan. Termasuk tingkat dimana silang kepemilikan itu tidak boleh. Yang terjadi, kepemilikan silang tidak secara langsung, tapi pada dua atau tiga tingkat di atasnya. Yang juga perlu kejelasan, apakah dibolehkan pemilik terafiliasi dengan partai politik tertentu. Sebab, dikhawatirkan, agenda publik kalah dengan agenda pemilik atau agenda partai.

Yang juga penting dikedepankan adalah bagaimana dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang saat ini tidak memiliki hubungan dengan KPID. Dan dibanyak negara, sebut saja seperti Singapura, Malaysia, Australia, regulator di sana menjadi satu, antara sektor yang mengatur penyiaran, telekomunikasi maupun internet, jadi Komisi Multimedia. Apakah di sini akan dipertahankan regulator yang terpisah?

Pembahasan tentu bukan wilayah vacuum, akan ada perebutan kekuasaan atas kepentingan: pemerintah, pengusaha maupun publik. Kita lihat saja siapa yang akan dimenangkan.

RUU Revisi UU Penyiaran N0.32/2002 Siap untuk Dibahas

Meski hampir sepuluh tahun sebagai Undang-Undang (UU), UU No. 32/2002 tentang Penyiaran sejatinya baru berjalan efektif sekitar tujuh tahun. UU yang tidak ditandatangani Presiden RI saat itu, Megawati Soekarnoputri, saat ini sudah siap dibahas revisinya di DPR.

Page 6: Indonesia ICT Institute NewsLetter Edisi November 2012

6

Edisi No. 2 Tahun I November 2012

Akhirnya PP Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transkasi Elektronik Terbit

Siap untuk Dibahas

Setelah ditunggu lama, melalui www.setkab.go.id diketahui bahwa akhirnya Peraturan Pemerintah mengenai Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Eletronik sebagai penjabaran dari Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada 12 Oktober. Lalu, apa yang diatur dalam PP tersebut? Berikut ulasannya.

Dalam PP setebal 41 halaman yang berisikan 90 pasal ini mengatur antara lain: a. Penyelenggaraan Sistem Elektronik; b. Penyelenggaraan Transkasi Elektronik; c. Tanda Tangan Elektronik; d. Penyelenggaraan Sertfikasi Elektronik; e. Lembaga Sertifikasi Kendalan; dan f. Pengelolaan Nama Domain.

Penyelenggaraan Sistem Elektronik dilaksanakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik, yang dapat dilakukan untuk pelayanan publik dan non pelayanan publik. Khusus untuk penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib melakukan pendaftaran , yang harus dilakukan sebelum Sistem Eketronik mulai digunakan publik. Sementara untuk non pelayanan publik hanya diberi ketentuan dapat melakukan pendaftaran.

Disebutkan dalam PP itu, Penyelenggara Sistem Elektronik harus memiliki tenaga ahli yang kompeten di bidang Sistem Elektronik atau Teknologi Informasi. Khusus untuk Penyelenggara Sistem Elektronik yang bersifat strategis harus menggunakan tenaga ahli berkewarganegaraan Indonesia.

Selain itu, Penyelenggara Sistem Elektronik wajib: a. Menjaga rahasia, keutuhan, dan ketersediaan Data Pribadi yang dikelolanya; b. Menjamin bahwa perolehan, penggunaan, dan pemanfaatan Data Pribadi berdasarkan persetujuan pemilik Data Pribadi; dan c. Menjamin penggunaan atau pengungkapan data dilakukan berdasarkan persetujuan dari pemilik Data Pribadi tersebut. Aturan ini memperkuat mengenai pentingnya jaminan terhadap data pengguna. Informasi yang dalam beberapa waktu ini jadi pertanyaan karena seolah-olah data pengguna berpindah dari satu pihak ke pihak lain, dari satu jasa ke jasa lain.

Aturan yang juga memberikan perlindungan kepada pengguna adalah Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyampaikan informasi kepada Pengguna paling sedikit mengenai: a. Identitas Penyelenggara Sistem Elektronik; b. Obyek yang ditransaksikan; c. Kelaikan atau keamanan Sistem Elektronik; d. Tata cara penggunaan perangkat; e. Syarat kontrak; f. Prosedur mencapai kesepakatan; dan g. Jaminan privasi dan/atau perlindungan Data Pribadi

Dan yang ditunggu-tunggu adalah aturan soal kewajiban menempatkan pusat data di Indonesia. Menurut PP ini, Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan Pusat Data dan Pusat Pemulihan Bencana di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya.

Terhadap aturan ini, dalam implementasinya, menurut Indonesia ICT Institute perlu penjabaran lebih jauh melalui Peraturan Menteri, mana yang dikategorikan layanan publik. Sebab dalam prakteknya ada tiga jenis layanan publik, yaitu berbayar, tidak berbayar tapi ada transaksi berbayar seperti online shop, serta tidak berbayar. Dan tentu saja, perlu ada konsultasi publik dengan semua pemangku kepentingan. Sebab pekerjaan yang tidak mudah adalah menentukan mana yang harus menempatkan pusat data di Indonesia, mana yang tidak. Bukan cuma pemain asing, tapi juga bagi pemain lokal yang selama ini menempatkan pusat data di luar negeri seperti tyang terjadi di layanan publik perbankan.

Page 7: Indonesia ICT Institute NewsLetter Edisi November 2012

Edisi No. 2 Tahun I

SSSeeekkkiiilllaaasss UUUpppdddaaattteee

Hingga akhir Oktober, menyusul putusan pailit Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terhadap Telkomsel, pemerintah belum membuka proses seleksi penambahan blok 2,1 GHz atau 3G.

* * *

Sejak keluarnya Surat Edaran BRTI No. 177/2011 tertanggal 14 Oktober 2011, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan baru mengenai pengaturan layanan konten premium sebagai revisi Peraturan Menteri No. 1/2009. Namun begitu, kini para operator kembali mencoba menghidupkan kembali layanan terutama ring back tone (RBT).

* * *

Sebanyak 30 Kabupaten dan Kota yang dinilai berhasil dalam aplikasi ICT memperoleh penghargaan ICT Pura dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Penyerahan penghargaan dilakukan di Medan, pertengahan Oktober.

HUBUNGI KAMI:

Jika Pembaca memiliki pertanyaan , kritik maupun saran, silakan hubungi

kami melalui email di [email protected]

November 2012