Biodiversitas indonesia-edisi-2-2-2012-ekspedisi-low
-
Upload
jhonnaga-ahimsa -
Category
Education
-
view
3.921 -
download
21
description
Transcript of Biodiversitas indonesia-edisi-2-2-2012-ekspedisi-low
Vol
. 02/
No.
02/
201
2ODIVERSITASN D O N E S I ABBhinneka Flora Fauna Nusantara
ekspedisifotobiodiversitasindonesia
You are Beautiful
Kere Hore
SurgaBiodiversitasyang Mulai Terkuak
HERPETOFAUNATAHURA R. SOERYO
selamat terlahir kembaliselamat suci kembali
keluarga besar mengucapkanselamat idul fitritaqobbalallahu minna wa minkum taqobbal yaa karim
ODIVERSITASN D O N E S I A
BBhinneka Flora Fauna Nusantara
Majalah DigitalDiterbitkan oleh
Vol. 02/No. 02/ 2012
Pemimpin Redaksi: Oka Dwi P.Redaktur: Karyadi Baskoro, Imam TaufiqurrahmanDesain dan Tata Letak: Swiss Winnasis
website: www.fobi.web.id email: [email protected]
Foto Sampul DepanHunting malam di goa Jepang Foto sampul dalamMegophrys montana oleh Swiss WinnasisFoto sampul belakangDendrochirus zebra oleh Eka Ferdian J.
Susunan Redaksi Alamat Redaksi
Oka Dwi P.Pemimpin Redaksi
Ekspedisi Pertama FOBI
Dari Studio FOBI
Sesungguhnya saya merasa kurang nyaman dalam memberikan pengantar ini. Sebab, jauh-jauh hari saya sudah menyatakan untuk tidak bisa ikut dalam kegiatan ekspedisi pertama FOBI di Malang. Untunglah sang ketua ekspedisi, Imam Taufiqurrahman juga berkenan memberikan sambutannya.
Dipilihnya Cangar sebagai lokasi ekspedisi pertama FOBI ternyata memang pilihan yang tepat. Kesan itu saya dapatkan dari kisah-kisah yang masuk kepada saya. Baik ketika bertemu langsung dengan para peserta ekspedisi, chatting via internet, maupun lewat tulisan-tulisan yang ada dalam majalah ini.
Dari kisah-kisah itu saya jadi tahu, bahwa Tahura R.Soerjo ternyata banyak menyimpan potensi biodiversitas yang ironisnya, data tentang itu belumlah banyak tersedia. Padahal lokasinya tidak terlalu sulit dijangkau, banyak universitas di sekelilingnya, dan ada pula para petugas yang menjaga kawasannya. Mungkin inilah salah satu bukti bahwa warga negara Indonesia belum sepenuhnya
sadar akan negaranya yang megabiodiversitas. Atau mungkin sudah paham tetapi belum tahu fungsi nyata dari potensi megabiodiversitas itu untuk apa. Mudah-mudahan, FOBI dalam ekspedisi pertama di Cangar ini bisa sedikit memberi peran. Meskipun memulainya lagi dari bawah.
Yaitu mengumpulkan data-data dasar biota yang ada di satu kawasan.
Majalah BIODIVERSITAS INDONESIA (BI) kali ini adalah edisi sisipan. Dibuat untuk mengakomodasi segala hal yang berkaitan dengan ekspedisi. Oleh karena itulah BI ini dinamakan BI Ekspedisi.
Sebagai edisi sisipan, tentu saja akan ada banyak perbedaan dengan majalah BI reguler. Tetapi tetap diusahakan dengan kualitas yang sama. Baik dengan gaya bercerita maupun kualitas layout. Untuk itu, langsung saja saya ucapkan: Selamat menikmati ekspedisi pertama FOBI.
Daftar IsiVol.02/No.02/ 2012
klik judul untuk langsung ke halaman artikel
Manfaat Perjalanan
74Cahaya
Tuhan di Kaki Arjuna
Kantong Biodiversitas di Jantungnya Jawa TimurSepenggal Doa Dari Cangar
92 24
98 You are Beautiful
Surga Biodiversitas
yang Mulai Terkuak
Hanya Punya Semangat, Kere Ketemu Hore
Behind the Scene
Herpetofauna Tahura R. Soeryo
Mycalesis yang Narsis
46
84
32
114
5464
Bioders20
UndercoverSpecies
104
Mas UntungMinat sesepuh dari organisasi pecinta alam Biolaska ini sangat luas. Tak hanya burung, selama di Cangar
ia pun asyik mengejar kupu-kupu atau mencari laba-laba. Selain perburuannya mencari kupu-kupu, Anda akan menemukan kisahnya tentang praktik perburuan burung yang ada di Cangar.
Heru CahyonoEkspedisi Cangar mungkin tidak akan berjalan mulus tanpa sentuhan alumni Biologi Universitas
Negeri Malang ini. Dengan pengalamannya, ia mampu mengantarkan para peserta ke lokasi-lokasi penting yang ada di Tahura R. Soerjo dan menemukan berbagai jenis flora fauna menarik yang ada.
Kurnia LatifianaCewek aseli Jogja ini berbagi cerita tentang herpetofauna yang ia temukan selama ekspedisi. Sebagai anggota
Kelompok Pengamat, Pemerhati dan Peneliti Herpet (KP3Herpet) Fakultas Kehutanan UGM, misinya ke Cangar memang untuk itu. Misinya tunai.
Mustafid AmnaKeterlibatannya dalam ekspedisi Cangar ternyata memberi kesan mendalam pada pria yang akrab disapa
Avid ini. Mahasiswa Biologi UIN angkatan 2009 ini sepertinya kerap berkontemplasi dan mencari makna dari apa yang dilakukannya.
Nurdin Setio BudiSelama ekspedisi, keahliannya memasak membuatnya layak mendapat julukan “Master
Chef Ekspedisi Cangar”. Namun, keahlian putra Mojokerto ini tidak hanya itu. Santri Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta ini pun memiliki keahlian lain, ngere. Keahliannya itu lah yang ia kisahkan khusus untuk Anda.
Kontributor Edisi EkspedisiLutfian NazarAktifitas alumni Biologi Universitas Negeri Semarang ini sebenarnya lebih banyak di dunia burung dan katak. Namun
selama di Cangar, pria flamboyan nan melankolis ini justru malah asyik mencari berbagai jenis anggrek. Bisa jadi pesona anggrek-anggrek nan cantik yang ia temukan itu telah merebut hatinya.
Terima kasih atas terselenggaranya Ekspedisi FOBI, Tahura R. Soeryo, 1-7 April 2012
8 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 9
Ekspedisi, sebuah kata yang masih asing bagi telinga saya. Kata itu membuat sangat penasaran. Terutama karena saya merupakan pemula di dunia “wildlife animal”. Ketika mendengar kabar diadakannya ekspedisi di Cangar, Tahura R. Soerjo, Batu, Jawa Timur saya sangat antusias dan langsung mendaftarkan diri. Apalagi ekspedisi itu diikuti oleh para bioders Foto Biodiversitas Indonesia (FOBI) dari seluruh Indonesia. Maka, inilah kisah saya.
Sebenarnya, waktu penyelenggaraan ekspedisi kurang tepat untuk saya. Sebab sebagai mahasiswa Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang, saya harus mengikuti jadwal kuliah yang padat di pagi hari dan praktikum di siang hari. Namun saya berusaha tidak mengendorkan semangat dan terus bertekad mengikuti ekspedisi ini.
Bersama anggota IMPROVE KELAWAR, berangkatlah saya menuju kantor Tahura R. Soerjo. Improve
Kelawar sendiri merupakan sebuah kelompok studi mahasiswa yang berminat pada satwa aquatic, eksotik, dan satwa liar. Sesampainya di lokasi, kami menunggu kedatangan peserta dari daerah lain.
Satu hal lain yang membuat semangat semakin menggebu-gebu ikut ekspedisi adalah adanya kesempatan untuk bertemu dengan para Bioders yang berasal dari luar kota Malang. Mereka bahkan rela diguyur hujan saat menuju lokasi. Saya acungi jempol pada mereka semua.
Pepatah ‘Tak kenal maka tak sayang’ diaplikasikan pada hari pertama ekspedisi. Waktu diluangkan untuk saling berkenalan dan mengakrabkan diri antar peserta. Kemudian dilanjutkan dengan pengamatan pada malam hari untuk mencari hewan yang aktif di malam hari (nokturnal).
Pengamatan di malam hari pertama itu sukses dengan
Catatan Panitia Lokal
ekspedisi
Dadang Editya Kurniawan
10 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 11
menemukan seekor
burung hantu Kukuk beluk (Strix leptogrammica). Hal itu merupakan pengalaman yang sungguh berharga buat saya yang baru pertama kali mengikuti sebuah ekspedisi. Dari sinilah saya akhirnya tahu bagaimana melakukan pengamatan pada malam hari. Tahu apa saja yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya, dan apa saja yang diperlukan.
Sayangnya, setelah mendapat pengalaman berharga itu, saya harus kembali kuliah di pagi hari. Sedikit kecewa karena beberapa hari berikutnya saya tidak dapat ikut para bioders lain pengamatan pagi dan siang hari. Jadilah saya dengan teman-teman IMPROVE KELAWAR hanya dapat melakukan pengamatan di malam hari.
Tetapi tetap saja, di malam-malam
selanjutnya banyak sekali hal-hal menarik bagi saya. Utamanya,
pelajaran dan pengalaman yang dibagikan oleh Bioders. Pelajaran dan pengalaman mereka terus membangkitkan semangat saya. Sepertinya memang hal inilah yang paling saya harapkan sebagai peserta pemula ekspedisi. Untuk terus menggali ilmu sebanyak-banyaknya.
Dari sini saya jadi mengetahui, begitu penting peran kita untuk terus menjaga dan melestarikan jenis-jenis biodiversitas yang ada di Indonesia. Ekspedisi ini terasa menyisakan pekerjaan rumah yang besar bagi saya sekaligus meningkatkan kepedulian terhadap jenis biodiversitas di sekitar saya. Sungguh sebuah pengalaman yang sangat berharga. Sangat berkesan dan bermanfaat. Terima kasih FOBI.
Setelah selama dua tahun hanya jadi angan-angan, ekspedisi FOBI akhirnya terealisasi.
Selama satu minggu, sisi selatan Taman Hutan Raya Raden Soerjo—yang berada di kaki Gunung Arjuno-Welirang—menjadi arena blusukan lebih dari 60 Bioders. Cangar, air terjun Watu Ondo dan Gajahmungkur, adalah untuk menyebut beberapa titik sasaran para Bioders dalam upaya mengungkap kekayaan biodiversitas kawasan yang akrab dikenal sebagai Cangar ini.
Terpilihnya Tahura R. Soerjo tentu bukan tanpa alasan. Sebagai lokasi wisata, nama Cangar tentu tak tak asing lagi. Di tempat inilah sumber air dari Kali Brantas bermula. Kawasan hutan pegunungan yang terdapat di sana relatif masih alami dan terjaga.
Itu pertama. Lalu, bagaimana dengan kekayaan flora dan fauna yang ada di dalamnya?
Nah, ini yang menarik. Informasi biodiversitas di kawasan yang sangat layak menjadi taman nasional tersebut ternyata belum banyak terungkap dan tersebar luas. Kalaupun informasinya tersedia, keberadaannya masih parsial. Datanya mungkin terpencar-pencar
dan hanya tersimpan di dalam perpustakaan-perpustakaan kampus atau instansi-instansi terkait.
Latar belakang itulah yang menjadi alasan paling utama. Informasi kekayaan ragam hayati di salah satu kantong biodiversitas di Jawa Timur ini seharusnya dapat pula diketahui masyarakat luas. Tak hanya berupa data, tak hanya sebatas nama dalam deretan angka. Biodiversitas tidak boleh berhenti sebagai hanya konsumsi dalam ranah ilmiah.
Ya, inilah semangat terbesar yang mendasari ekspedisi FOBI, yang sekaligus melatarbelakangi hadirnya FOBI. Masyarakat Indonesia harus mengenal biodiversitas, harta tak ternilai yang jadi kebanggaan bangsa ini. Menyajikan kekayaan itu dalam media yang menarik dan populer adalah keharusan. Indonesia terlalu luas untuk kami jelajahi sendiri. Terlalu banyak flora fauna
***
Dari beragam potensi kehati yang ada, burung menjadi biodiversitas yang paling terdokumentasi dengan baik. Hal ini terutama sekali karena latar belakang kebanyakan peserta ekspedisi adalah pengamat burung.
Terlalu Banyak Flora Fauna
Catatan Koodinator Nasional
Imam Taufiqurrahman
12 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Kemudian, dibandingkan dengan bentuk hayati yang lain, burung menjadi salah satu yang paling mudah dijumpai.
Catatan 94 jenis yang dihasilkan selama ekspedisi menjadi bukti. Dari jumlah tersebut, tujuh jenis menjadi catatan baru bagi Tahura R. Soerjo. Jenis-jenis tersebut tidak tercantum dalam daftar yang menjadi rujukan utama, yakni data dari Susanti (2002), Tahura R. Soerjo (2005) dan kompilasi catatan pengamatan milik kelompok pengamat burung Malang Eyes Lapwing.
Ketujuh jenis baru tersebut, yaitu delimukan zamrud (Chalcophaps indica), kukuk beluk (Strix leptogrammica), kapinis rumah (Apus nipalensis), tepekong jambul (Hemiprocne longipennis), layang-layang api (Hirundo rustica), sepah kecil (Pericrocotus cinnamomeus) dan wergan jawa (Alcippe pyrrhoptera).
Keberadaan wergan jawa menjadi yang paling menarik. Selama ini, Gunung Merapi menjadi lokasi keberadaan paling timur burung endemik Jawa tersebut. Temuan di Cangar menjadi catatan baru yang mengungkap perluasan wilayah sebaran burung kecil itu. Selain itu, kukuk beluk yang jarang tercatat di Jawa, berhasil ditemukan oleh para peserta ekspedisi dan terdokumentasi dengan baik.
Dilihat dari tingkat endemisitasnya, lima jenis dari total yang tercatat merupakan endemik Jawa. Dua jenis adalah endemik Sumatera dan Jawa, endemik Jawa dan Bali (7), endemik Sumatera dan Jawa (2), endemik Sumatera, Jawa dan Bali (3). Untuk
endemik Jawa dan Nusa Tenggara serta Jawa, Bali dan Nusa Tenggara masing-masing satu jenis. Kekayaan ini menjadi satu bukti akan arti penting kawasan Tahura R. Soerjo bagi biodiversitas.
Untuk jenis mamalia, data untuk kawasan Tahura R. Soerjo terbilang cukup baik. Datanya mencakup 17 jenis. Hasil temuan selama ekspedisi menambahkan beberapa jenis baru, yakni dua jenis kelelawar (Megaderma spasma dan Rhinolophus sp) dan dua jenis mamalia kecil, bajing kelapa (Callosciurus notatus) dan bajing-terbang raksasa-merah (Petaurista petaurista).
Di Tahura R. Soerjo, catatan untuk jenis herpetofauna (amfibi dan reptil) masih sangat minim. Data yang tersedia hanya catatan dua jenis reptil, yakni biawak (Varanus salvator) dan piton (Phyton reticulatus). Meski tim ekspedisi tidak menjumpai dua jenis tersebut, namun temuan lima jenis katak dan tiga jenis reptil semuanya menjadi catatan baru untuk Tahura R. Soerjo.
Untuk keragaman jenis serangga, data yang terkompilasi hanya berasal dari kelompok lepidoptera (kupu-kupu dan ngengat). Kemudian, mengingat ngengat merupakan kelompok jenis yang relatif sulit diidentifikasi, data yang tersaji hanya dari kelompok kupu-kupu. Tim ekspedisi mencatat 29 jenis, terdiri dari enam jenis famili Papilionidae, lima Pieridae, 13 Nymphalidae, empat Lycaenidae dan satu jenis Hesperiidae.
Terakhir merupakan data mengenai keragaman jenis anggrek. Dari 21
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 13
Famili NoNama
LokasiIndonesia Ilmiah
ACCIPITRIDAE
1 Sikep-madu asia Pernis ptilorhynchus WO
2 Elang-ular bido Spilornis cheela Ca, WO
3 Elang hitam Ictinaetus malayensis PA
4 Elang jawa Spizaetus bartelsi PA, WO
FALCONIDAE 5 Alap-alap sapi Falco moluccensis GM
PHASIANIDAE 6 Ayam-hutan hijau Gallus varius PA
COLUMBIDAE 7 Walik kepala-ungu Ptilinopus porphyreus Ca, WO
8 Pergam hijau Ducula aenea Ca
9 Pergam punggung-hitam Ducula lacernulata WO
10 Uncal loreng Macropygia unchall GM
11 Uncal buau Macropygia emiliana Ca, GM
12 Uncal kouran Macropygia ruficeps Ca
13 Tekukur biasa Sterptopelia chinensis Ca
14 Delimukan zamrud Chalcophaps indica GM
PSITTACIDAE 15 Serindit jawa Loriculus pusillus WO, GM
CUCULIDAE
16 Kangkok ranting Cuculus saturatus Ca, WO
17 Wiwik kelabu Cacomantis merulinus Ca
18 Kadalan birah Rhamphococcyx curvirostris LB
19 Bubut besar Centropus cinensis Ca
TYTONIDAE 20 Serak bukit Phodilus badius Ca
STRIGIDAE21 Beluk-watu jawa Glaucidium castanopterum GM
22 Kukuk beluk Strix leptogrammica WO
CAPRIMULGIDAE 23 Cabak Caprimulgus sp PA
APODIDAE
24 Walet linci Collocalia linchi Ca, PA, WO, GM
25 Kapinis rumah Apus nipalensis Ca
26 Walet Collocalia sp ?
HEMIPROCNIDAE 27 Tepekong jambul Hemiprocne longipennis PA
TROGONIDAE 28 Luntur harimau Harpactes oreskios Ca
ALCEDINIDAE 29 Cekakak jawa Halcyon cyanoventris GM
BUCEROTIDAE 30 Julang emas Rhyticeros undulatus WO, GM
CAPITONIDAE31 Takur tulung-tumpuk Megalaima javensis Ca
32 Takur tohtor Megalaima armillaris WO, GM
Daftar burung yang ditemukan selama ekspedisi dan lokasi perjumpaannya
14 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Famili NoNama
LokasiIndonesia Ilmiah
33 Takur tenggeret Megalaima australis GM
PICIDAE34 Pelatuk sayap-merah Picus puniceus Ca
35 Caladi ulam Dendrocopos macei Ca, WO
EURYLAIMIDAE 36 Sempur-hujan rimba Eurylaimus javanicus ?
PITTIDAE 37 Paok pancawarna Pitta guajana LB
HIRUNDINIDAE 38 Layang-layang api Hirundo rustica GM
39 Layang-layang batu Hirundo tahitica GM
MOTACILIDAE40 Kicuit hutan Dendronanthus indicus Ca
41 Kicuit Motacilla sp PA
CAMPEPHAGIDAE
42 Kepudang-sungu gunung Coracina larvata Ca, WO
43 Kepudang-sungu kecil Coracina fimbriata Ca
44 Sepah kecil Pericrocotus cinnamomeus PA
45 Sepah gunung Pericrocotus miniatus Ca, WO
46 Jinjing batu Hemipus hirundinaceus Ca
CHLOROPSEIDAE 47 Cica-daun sayap-biru Chloropsis cochinchinensis wo
PYCNONOTIDAE
48 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Ca, GM
49 Cucak gunung Pycnonotus bimaculatus Ca, WO
50 Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier Sn
51 Brinji gunung Ixos virescens Ca, WO
LANIIDAE 52 Bentet kelabu Lanius schach Ca
TURDIDAE
53 Cingcoang coklat Brachypterix leucophrys Ca, PA
54 Meninting kecil Enicurus velatus Ca
55 Meninting besar Enicurus leschenaulti WO
56 Ciung-batu kecil-sunda Myophonus glaucinus Ca
57 Ciung-batu siul Myophonus caeruleus Ca
58 Anis hutan Zoothera andromedae LB
59 Anis sisik Zoothera dauma Ca
TIMALIIDAE
60 Pelanduk semak Malacocincla sepiarium Ca
61 Cica-kopi melayu Pomatorhinus montanus Ca
62 Berencet kerdil Pneopyga pusilla PA
63 Tepus leher-putih Stachyris thoracica Ca
64 Tepus pipi-perak Stachyris melanothorax Ca
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 15
Famili NoNama
LokasiIndonesia Ilmiah
65 Ciu besar Pteruthius flaviscapis Ca, WO
66 Ciu kunyit Pteruthius aenobarbus Ca
67 Wergan jawa Alcippe pyrrhoptera Ca
SYLVIIDAE
68 Ceret gunung Cettia vulcania Ca
69 Cica-koreng jawa Megalurus palustris Ca, PA
70 Perenjak coklat Prinia polychroa GM
71 Cinenen gunung Orthotomus cuculatus Ca
72 Cikrak kutub Phylloscopus borealis Ca
73 Cikrak daun Phylloscopus trivirgatus Ca, WO
74 Cikrak muda Seicercus grammiceps Ca, WO
MUSCICAPIDAE
75 Sikatan bubik Muscicapa dauurica Ca
76 Sikatan ninon Eumyias indigo Ca, WO
77 Sikatan bodoh Ficedula hyperythra Ca
78 Sikatan belang Ficedula westermanni Ca, WO
79 Sikatan biru-muda Cyornis unicolor Ca
80 Sikatan kepala-abu Culicicapa ceylonensis Ca
RHIPIDURIDAE 81 Kipasan bukit Rhipidura euryura LB
PACHYCEPHALIDAE 82 Kancilan emas Pachycephala pectoralis Ca
PARIDAE 83 Gelatik-batu kelabu Parus major Ca
SITTIDAE 84 Munguk loreng Sitta azurea Ca, WO
DICAEIDAE 85 Cabai gunung Dicaeum sanguinolentum Ca, GM
NECTARINIIDAE
86 Burung-madu gunung Aethopyga eximia Ca, WO
87 Kacamata biasa Zosterops palpebrosus Ca, WO, GM
88 Kacamata gunung Zosterops montanus Ca, WO
89 Opior jawa Lophozosterops javanicus WO
ESTRILDIDAE
90 Bondol-hijau dada-merah Erythrura hyperythra Ca
91 Bondol jawa Lonchura leucogastroides WO
92 Bondol peking Lonchura punctulata WO
PLOCEIDAE 93 Burung-gereja erasia Passer montanus Ca
DICRURIDAE 94 Srigunting kelabu Dicrurus leucophaeus Ca. WO
jenis baru yang tidak tercantum dalam Susanti (2002) dan data Malang Eyes Lapwingendemik Sumatera, Jawa dan Baliendemik Jawa dan Bali
endemik Jawaendemik Jawa, Bali dan Nusa Tenggaraendemik Jawa, dan Nusa Tenggaraendemik Sumatera dan Jawa
16 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
jenis yang tercatat selama ekspedisi, 13 jenis tidak terdapat dalam daftar milik Tahura R. Soerjo. Terdapat tiga jenis endemik, yakni Appendicula elegans yang merupakan endemik Sumatera, Jawa dan Bali, Dendrobium tenellum yang menjadi endemik Jawa,
Famili No Nama
LokasiIlmiah Indonesia Inggris
Megadermatidae 1 Megaderma spasma Vampir palsu Lesser False Vampire GJ
Rhinolophidae 2 Rhinolophus sp Kelelawar-ladam Horseshoe Bat GJ
? 3 ? Marmut hutan* ? ?
Sciuridae
4 Ratufa bicolor Jelarang Black Giant Squirrel ?
5 Callosciurus notatus Bajing kelapa Plantain Squirrel Ca
6 Petaurista petaurista Bajing-terbang raksasa-merah
Red Giant Flying Squirrel
?
Tupaiidae 7 Tupaia javanica Tupai kekes - Ca
Viverridae 8 Paradoxurus hermaphroditus Luwak Asian Palm Civet Ca
Cercopithecidae9 Trachypithecus auratus Lutung budeng Javan Monkey Ca,WO
10 Macaca fascicularis Kera ekor-panjang Long-tailed Macaque GM
Cervidae 11 Muntiacus muntjak Kijang Common Muntjak ?
Daftar mamalia yang ditemukan selama ekspedisi dan lokasi perjumpaannya
* Ditemukan oleh Heru Cahyono, berukuran kecil 10-14 cm, warna coklat tidak memiliki ekor
Famili No Nama
Loka
si
Indonesia Ilmiah Inggris
MEGOPHRYDAE 1 Katak serasah Leptobrachium haseltii Hasselt’s Litter Frog ?
2 Katak bertanduk Megophrys montana Horned Frog WO
RANIIDAE 3 Kongkang jeram Huia masonii Javan Torrent Frog WO
RHACOPHORIDAE4 Katak pohon emas Philautus aurifasciatus Gold-stripes Tree Frog Ca,
WO
5 Katak pohon bergaris Polypedates leucomystax Stripped Tree Frog Ca
SCINCIDAE 6 Kadal Eutropis multifasciata Common Sun Skink Ca
AGAMIDAE 7 Cicak terbang Draco volans Javanese Flying Lizard LB
8 - Gonochephalus kuhlii Kuhl’s Angle-headed Lizard
Ca, WO
Daftar herpetofauna yang ditemukan selama ekspedisi dan lokasi perjumpaannya
serta Ceratostylis crassifolia, endemik Jawa yang sebelumnya hanya tercatat untuk Jawa bagian barat dan tengah. Catatan perjumpaan di Tahura R. Soerjo menjadi catatan baru mewakili Jawa bagian Timur.
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 17
Famili Sub-Famili NoNama
LokasiIlmiah Inggris
PAPILIONIDAE Papilioninae
1 Graphium agamemnon Tailed Jay ?
2 Graphium sarpedon Common Bluebottle WO
3 Papilio memnon Great Mormon JT
4 Papilio peranthus Blue Swallowtail ?
5 Papilio paris Paris Peacock GM
6 Troides helena Common Birdwing JT
PIERIDAE
Coliadinae7 Catopsilia pomona Lemon Emigrant JT
8 Eurema hecabe Common Grass Yellow
?
Pierinae
9 Appias lybthea - JT
10 Delias periboea Jezebel JT
11 Leptosia nina Psyche ?
NYMPHALI-DAE
Danainae
12 Danaus chrysippus Plain Tiger GM
13 Euploea mulciber Striped Blue Crow GM
14 Ideopsis juventa Wood Nymph ?
15 Parantica albata Zinken’s Tiger JT
Limenitidinae 16 Neptis hylas Common Sailor ?
Morphinae 17 Faunis cannens Common Faun JT
Nymphalinae18 Junonia iphita Chocolate Pansy ?
19 Symbrenthia hypselis Himalayan Jester JT
Satyrinae
20 Elymnias hyperm-nestra
Common Palmfly JT
21 Lethe confusa Banded Treebrown GM
22 Mycalesis moorei - Ca
23 Ypthima pandocus Common Three Ring Ca
24 Yptima baldus - GM
LYCAENIDAE
25 Heliophorus epicles Purple Saphire ?
26 Prosotas dubiosa Tailess Line Blue ?
27 Prosotas nora Common Line Blue GM
28 Zizina otis Common Grass Blue ?
HESPERIIDAE 29 Pseudocoladenia dan Fulvous Pied Flat ?
SATURNIIDAE30 Antheraea helferi - ?
31 Loepa megacore - ?
Daftar lepidoptera yang ditemukan selama ekspedisi dan lokasi perjumpaannya
18 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
No Nama
Loka
si
Ilmiah Inggris Indonesia
1 Appendicula alba The White Appendicula Anggrek putih Ca
2 Appendicula elegans The Elegant Appendicula Anggrek lonceng Ca, Kb
3 Bulbophyllum absconditum The Hidden Bulbophyllum Anggrek warung kopi Ca
4 Bulbophyllum obtusipetalum The Scented Bulbophyllum Anggrek padi Ca
5 Bulbophyllum ovalifolium The Oval-Leafed Bulbophyllum Anggrek rante Ca
6 Ceratostylis crassifolia - Anggrek tegak Ca, Kb
7 Coelogyne longifolia - Anggrek pastel Ca
8 Coelogyne miniata The Rust Red Coelogyne Anggrek merah Ca
9 Dendrochilum aurantiacum The Orange Dendrochilum Anggrek bulb oranye Ca
10 Dendrobium nudum The Naked Dendrobium Anggrek lidah ungu Ca
11 Dendrobium tenellum The Very Delicate Dendrobium Anggrek tangkai panjang
Ca, WO
12 Dendrobium sp - Anggrek kebon wortel Kb
13 Eria multiflora - Anggrek kabe Ca
14 Eria sp - Anggrek backlight Kb
15 Flickingeria sp - Anggrek bulb pink Ca, Pb
16 Liparis cespitosa / caespitosa The Clumping Liparis Anggrek kutilang Ca
17 Nervilia punctata The Spotted Nervilia Anggrek watu-ondo WO
18 Phreatia secunda The One-Sided Phreatia Anggrek upil Ca, Kb
19 Schoenorchis juncifolia The Reed-Like Leaf Schoe-norchis
Anggrek pensil Ca
20 Trichotosia annulata The Ring-Shaped Trichotosia Anggrek bintang Ca
21 Arundina graminifolia Bamboo Orchid Anggrek bambu GM
Daftar anggrek yang ditemukan selama ekspedisi dan lokasi perjumpaannya
Tidak tercatat dalam list TahuraEndemik JawaEndemik Jawa, Bali dan SumatraEndemik Jawa bagian tengah. Catatan baru untuk Jawa bagian timur
Kerangan nama lokasi:Ca: Cangar, GM: Gajahmungkur, WO: Watu Ondo, PA: Perkebunan-Arboretum, LB: Lemahbang, Sn: Sendi, JT: Jogging Track Cangar, Kb: Kebun (wortel) atas.
Dari hasil ini, harus disadari bahwa banyak sekali data yang tidak tercakup. Terlalu banyak flora dan fauna Tahura R. Soerjo yang luput dari mata dan lensa kamera, terlalu banyak yang
tidak sempat terdokumentasi. Namun, semoga hasil yang tidak seberapa itu dapat memberikan sedikit gambaran akan kekayaan salah satu kantong biodiversitas Indonesia ini.
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 19
Bioders
20 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 21
Malang Eyes Lapwing, Zoothera Wildbird Community dan Improve
Kelawar adalah nama-nama komunitas pemerhati biodiversitas di Malang. Dalam ekspedisi FOBI di Tahura R. Soerjo, keberadaan tiga komunitas ini menjadi salah satu kunci penting dari suksesnya kegiatan. Mereka berperan selayaknya tripod yang menjadi penumpu dan penyangga ekspedisi.
Keterlibatan mereka dimulai dari proses persiapan. Dalam urusan perijinan kegiatan, merekalah yang menghubungkan tim ekspedisi dengan instansi setempat. Segala kebutuhan teknis di lapangan; mulai dari transportasi, konsumsi hingga genset, mampu mereka sediakan dengan baik. Atas jasa mereka itu, tak salah bila BIODIVERSITAS INDONESIA mengupas mereka satu per satu dalam rubrik Bioders ini.
Malang Eyes Lapwing (MEL)Kelompok
pengamat burung dari Biologi Universitas Negeri Malang ini terbentuk pada 5 Mei 2010. Pendirinya adalah Heru Cahyono,
mahasiswa angkatan 2004. Saat itu, demi mengikuti lomba pengamatan burung di Lombok, Heru mengajak dua temannya untuk berlomba atas nama tim Malang Eyes Lapwing.
Menurut Heru, Malang Eyes Lapwing memiliki arti tersendiri. Kata ‘Malang’ merujuk pada Kota tempat klub ini berada. ‘Eyes’ berarti banyak mata dan bisa diartikan sebagai kumpulan para pengamat burung. Kemudian, ‘Lapwing’ merupakan bagian dari nama Inggris burung trulek jawa yang kini diduga punah,” urainya.
Rangkaian tiga kata itu mempunyai arti filosofi yang mendalam, yakni kelompok pengamat burung asal Malang yang mempunyai semangat tinggi dalam upaya menemukan kembali sesuatu yang hilang. Semangat itu teraplikasikan dalam pengamatan serta pelestarian burung melalui penelitian dan pendokumentasiannya. Baik tertulis maupun visual. Mungkin semangat itulah yang membawa Heru mengambil inisiatif untuk mengumpulkan dan mengkoordinir komunitas biodiversitas di Malang guna menangani segala kebutuhan tim ekspedisi.
Zoothera Wildbird CommunitySebagaimana
MEL, Zoothera juga bergerak dalam bidang perburungan. Klub pengamat burung
yang terbentuk pada Oktober 2011 ini memiliki slogan unik, yakni “Free, educated and independent”. Menjelang satu tahun usianya, Zoothera sudah cukup sering mengadakan kegiatan, baik di lingkup Malang maupun yang lebih luas.
Di lingkup kampus Biologi Universitas Brawijaya, Zoothera pernah melakukan kegiatan pengamatan dan inventarisasi burung malam (nokturnal). Di bidang akademik, Zoothera bahkan ikut berkontribusi dengan memberikan kuliah “kelas aves” dalam mata kuliah Sistematika Hewan.
Menurut Agung, ketua Zoothera,
organisasinya ini ingin mengajak para mahasiswa untuk berpikir out of the box. Terutama yang berada di lingkup kampus Biologi Universitas Brawijaya. “Kegiatan kemahasiswaan cenderung tidak berkembang, tidak mengedepankan konservasi, ” demikian urainya.
Improve KelawarIkatan Minat Profesi
Veteriner Kelompok Aquatik, Eksotik, dan Satwa Liar (Improve Kelawar) berdiri pada 10 Oktober 2010. Sebagaimana
tercermin dari namanya, organisasi yang bernaung di bawah Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya ini memiliki bidang minat kegiatan pada satwa perairan dan satwa liar.
Bidang minat yang luas itu dibagi ke dalam beberapa kelompok kajian. Seluruhnya terdapat enam kelompok, yakni herbivora, karnivora, aves, primata dan satwa akuatik. Hal ini tentu sangat berguna dan relevan dengan lingkup perkuliahan para anggota Improve Kelawar.
Selama ekspedisi, antusiasme anggota Improve Kelawar layak diacungi jempol. Setiap pagi hari mereka harus turun ke Malang untuk kuliah. Baru pada malam hari mereka dapat bergabung bersama tim ekspedisi. Begitu terus yang berlangsung setiap hari selama ekspedisi. Udara dingin ataupun hujan tak menghalangi mereka untuk selalu datang.
TIGA KAKI PENYANGGA EKSPEDISIImam Taufiqurrahman
Paradoxurus hermaproditusImam Taufiqurrahman
21 | Biodiversitas Indonesia 3 Biodiversitas Indonesia 3 | 22
Blusukan
TAHURAR. SOERYOKantong Biodiversitas
Jawa Timurdi Jantungnya
oleh: Heru Cahyono
Keindahan Cangar sudah tak diragukan lagi. Hampir setiap hari pengunjung
selalu datang untuk menikmati pemandian air panas yang bersumber dari kaki Gunung Welirang ini. Keindahan itu sering kali diabadikan dalam berbagai sudut kamera.
Kawasan Cangar dapat dicapai dari 2 jalur yaitu dari Kota Batu, Malang dan Pacet, Kabupaten Mojokerto. Namun tidak setiap hari terdapat kendaraan umum. Hanya hari libur saja dan itupun hanya dari Kota Batu. Bagi pengunjung yang hendak pergi ke sana sangat disarankan menggunakan kendaraan pribadi, karena lebih bebas untuk menikmati keindahan
kawasan Cangar.
Cangar selain mempunyai sumber air panas yang terkenal ternyata juga menjadi suatu kantong biodiversitas yang cukup tinggi. Sayangnya biodiversitas tersebut sangat minim sekali informasinya yang tersampaikan dengan mudah ke masyarakat luas.
Tahura R. Soerjo, nama lain Cangar, merupakan kawasan yang paling potensial di Jawa Timur karena mempunyai sumber mata air terbesar. Tercatat lebih dari 163 sumber mata air. Banyaknya sumber mata air tersebut sangat berperan untuk kehidupan biodiversitas di dalamnya.
Kawasan yang paling banyak
Tahura R. Soerjo sebelum ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kehutanan pada tanggal 19 Desember 1992 bernama Hutan Arjuno Lalijiwo.
26 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
biodiversitasnya ada di sebelah barat. Salah satunya di kawasan Cangar dan data burung merupakan data yang masuk dalam barisan utama. Data biodiversitas lain sangat minim sekali. Saat ekspedisi FOBI data-data biodiversitas mulai terkuak, terlihat dari data tersebut kelimpahan yang ada di kawasan Cangar.
Data biodiversitas itu dapat dimanfaatkan dalam hal positif oleh masyarakat luas. Ia bisa menjadi data dasar dan memancing kajian-kajian biodiversitas yang lebih mendalam. Untuk itulah pendataan biodiversitas di kawasan cangar diharapkan tidak berhenti pada saat ekspedisi FOBI saja, namun akan selalu berkelanjutan untuk
kedepannya.
Kegiatan ekspedisi FOBI tersebut memberikan banyak sekali hikmah dan saya sangat berterima kasih kepada semua pihak dari Tahura R. Soerjo, semua peserta FOBI khususnya Pak Baskoro, Mas Imam Taufiqurrahman serta Mas Swiss Winnasis. Saya biasanya ke Tahura R. Soerjo hanya mengamati burung saja, setelah ekspedisi FOBI saya ketularan wong-wong aneh, sehingga mulai membelalakkan mata saya dalam kajian biodiversitas lainnya mulai kupu-kupu, ngengat, mamalia, anggrek hutan, amfibia, serta reptilian. Kabeh flora fauna pokok e !!
Saya sebenarnya termasuk
Tahura R. Soerjo memiliki 4 air terjun; Air terjun Tretes, Air terjun Gumandar, Air terjun Puthuk kursi, serta Air terjun Watu ondo.
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 27
Biodiversitas Cangar
sebagai warga Tahura R. Soerjo yang tumbuh besar di kaki Gunung Welirang. Tepatnya di daerah Pecalukan Prigen, dimana lokasi tersebut sangat buruk sekali image-nya. Sebab banyak pengunjung datang kesana hanya untuk memuaskan keinginannya yang negatif. Selain itu cukup sedih juga saya melihat bagian dari Tahura R. Soerjo sekarang banyak alih fungsi dari hutan konservasi menjadi lahan pertanian. Penebangan pohon yang dulu sering dilakukan dan masih maraknya perburuan liar di hutan mengakibatkan menurunnya biodiversitas di Tahura R. Soerjo.
Tahura R. Soerjo mempunyai sumber mata air sebanyak 163 titik sumber/mata air yang menyebar di 13 wilayah kecamatan dengan penduduk sebanyak ± 190.000 jiwa. Mempunyai 8 gunung yaitu Gunung
Arjuno, G. Welirang, G. Anjasmoro, G. kembar 1 dan 2, G. Ringgit, G. Argowayang, G. Gede.
Tahura R. Soerjo mempunyai kawasan yang sangat luas sekali. Total luasnya 27.868,30 Ha, seperti yang terlihat dalam profil Tahura R. Soerjo. Enampuluh sembilan titik sumber mata airnya terletak di wilayah Mojokerto. Hal itu mengindikasikan di sanalah kemungkinannya kandungan biodiversitas yang tinggi. Sehingga diperlukan peran Bioders untuk mau mengkaji kekayaan biodiversitas di keseluruhan kawasan. Semoga, data yang sudah terkumpulkan dapat memunculkan lebih banyak pihak yang peduli akan kelestarian Cangar dan alam pada umumnya. Amin.
Dengan ketinggian lebih dari 1.000 mdpl suhu udara di Tahura R. Soerjo selalu berkisar antara 5-10 derajat Celcius. Curah hujannya pun tinggi, 2.500 -4.500 mm pertahun .
28 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Biodiversitas Cangar
Jantung Si Tampan Arjuna
Gunung Arjuna dan beberapa gunung di sekitarnya merupakan daerah 1. tangkapan air untuk kota-kota besar Jawa Timur: Malang, Batu, Pasuruan, Surabaya, Sidoarjo, dan Mojokerto. DAS Brantas melingkupi 10 Kabupaten dan 7 Kota dengan jumlah penduduk 16.855.528 jiwa (Statistik BPDAS Brantas 2006)
Gunung Arjuna menyimpan sumber mata air sungai Brantas yang merupakan 2. sungai terpanjang kedua di Jawa setelah Bengawan Solo.
Sungai Brantas kemudian banyak dimanfaatkan untuk sumber irigasi dan 3. pembangkit listrik tenaga air (PLTA), beberapa bendungan yang terhampar sepanjang sungai ini antara lain: Bendungan Sengguruh, Bendungan Sutami, Bendungan Lahor, Bendungan Selorejo, Bendungan Wlingi, Bendungan Bening, dan Bendungan Serut.
Pemandian air panas Cangar merupakan sumber air panar yang berasal dari 4. dapur api Gunung Welirang. Lokasi ini bisa dijangkau dari dua jalur: jalur utara lewat Pacet, Kab. Mojokerto dan jalur selatan lewat Batu (via Malang).
Daerah Aliran Sungai BrantasSumber: http://blog.ub.ac.id
Sumber: http://blog.ub.ac.id
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 29
Dendrobium nudum Lutfian Nazar
100 Biodiversitas Indonesia 3
BeautifulYou Are
“You are beautiful, beautiful, beautiful. Kamu cantik, cantik
seperti pacarku.” (adaptasi lirik Cherrybell)
Teks: Lutfian NazarFoto: Lutfian Nazar & Imam Taufiqurrahman
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 33
Biodiversitas Cangar
Penggalan lirik lagu cantik karya girlband Cherrybell itu selalu didendangkan oleh Imam Taufiqurahman ketika menjumpai anggrek yang berbunga di kawasan Tahura R. Soerjo. Dengan senyum sumringah dan kamera di tangan, bersegera ia mendokumentasikan setiap bunga anggrek yang ditemuinya dari berbagai sudut.
Dendrobium tenellum bisa berbunga sepanjang tahun. Jika tidak sedang berbunga, batangnya mirip seperti daun bawang.
34 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Biodiversitas Cangar
Entah apa yang telah merasuki Bioders satu itu. Sehingga ia sering bernyanyi ketika menemukan anggrek yang sedang berbunga. Saya memang sering mendengar cerita-cerita tentang anggrek hutan dengan berbagai keunikan darinya. Tetapi baru pada gelaran Ekspedisi FOBI pertama ini, saya berkesempatan mengisi keingintahuan tentang anggrek. Sekaligus tentu saja, mengetahui apa gerangan yang telah membuatnya begitu sumringah.
Hari pertama ekspedisi, kami sudah mengantongi beberapa spesies anggrek. Bahkan tidak perlu jauh-jauh ke belantara hutan. Di sekitar aula yang digunakan untuk berkumpul dan tempat tidurnya peserta, kami menemukan salah satu anggrek endemik Jawa, Dendrobium tenellum. Ia dengan cantiknya tumbuh menempel (epifit) di depan aula. Anggrek tersebut menempel agak tinggi, membuat kami harus menggunakan meja kecil sebagai pancikan. Bergantian memegang meja tersebut, kami dengan leluasa mendokumentasikannya.
Sebelumnya saya tidak menyangka bahwa itu adalah anggrek. Dengan daun yang mengalami modifikasi seperti batang dan bunga serta berukuran sekitar 1 cm dan berwarna putih, orang awam seperti saya pasti sulit membedakan antara anggrek dan tumbuhan epifit lainnya. Begitu pula dengan Appendicula elegans yang memiliki bunga berukuran sangat kecil sekitar 3,5 mm yang tumbuh di ranting pohon belakang aula. Dengan arahan dan penjelasan dari Imam, akhirnya saya pun menjadi tahu sedikit demi sedikit.
Berlanjut menyusuri jalan aspal menuju air terjun Watu Ondo, kami banyak menemukan anggrek yang sudah jatuh ke tanah. Hal itu terjadi karena tumbangnya pohon yang digunakan sebagai tempat
Biodiversitas Indonesia 3 | 28
Apendiculla elegans. Jenis ini bisa ditemukan di Sumatera, Jawa, dan
Bali mulai dari ketinggian 15 1450 mdpl. Biasanya berbunga pada awal
musim kemarau.
Biodiversitas Cangar
Dari kiri atas ke kanan bawah:Nervilia punctata. Persebarannya luas, mulai dari India hingga kepulauan fiji di selatan.
Berukuran kecil dan butuh panas yang cukup untuk berbunga. Appendicula alba. Belum banyak informasi mengenai anggrek tanah yang satu ini.
Sangat menarik untuk dijadikan bahan penelitian.Bulbophyllum absconditum. Sering juga disebut sebagai Bulbophyllum yang
bersembunyi, sebab selain berukuran kecil ia juga sering terkamuflase.Dendrobium nudum. Ukuran bunganya berkisar 2-3 cm. Berwarna kuning dengan
labellum sedikit ungu. Hidupnya bergerombol dalam jumlah bulb yang banyak dalam 1 rumpun.
36 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
tumbuhnya anggrek (pohon inang). Mungkin karena sudah lapuk.
Peristiwa itu sangat menguntungkan buat kami. Sebab kami tak perlu susah-susah memanjat pohon dan bisa melihat secara jelas bentuk bunga serta daun anggrek. Hal yang lebih penting lagi, kami jadi bisa menjepretnya dengan leluasa. Terasa seperti surga anggrek buat kami.
Beberapa anggrek kami temukan hidup sepanjang jalan menuju air terjun Watu Ondo. Di antaranya adalah Schoenorcis juncifolia, Liparis cespitosa, Bulbophylum absconditum dan yang paling menarik adalah anggrek tanah Nervilia punctata.
Anggrek tanah tersebut memiliki fase reproduksi generatif dan vegetatif yang bergantian. Pada masa vegetatifnya akan terlihat bagian daun sedangkan pada masa generatifnya akan dijumpai organ bunganya. Ketika itu, yang kami jumpai di pinggir jalan aspal adalah masa vegetatifnya.
Hari selanjutnya, kami menjadi lebih sering mencari anggrek di daerah wisata Cangar. Menyusuri jogging track dan sesekali menembus hutan. Sebuah usaha yang memang tak sia-sia.
Ketika sedang menembus hutan dan mentok berhadapan dengan bukit, kami kembali menemukan anggrek yang sedang berbunga. Kali ini bunganya juga berwarna putih sesuai dengan namanya Appendicula alba (alba = putih ---red). Ukuran bunganya hampir sama dengan Appendicula elegans, yaitu sekitar 3,5 mm.
Hari berikutnya kami memulai dari pintu keluar jogging track, dan di sinilah kami menemukan bunga anggrek terbesar sepanjang sejarah muter-muter di Cangar. Walaupun hanya berukuran sekitar 3,5 cm, bunga anggrek Dendrobium nudum menjadi yang terbesar di antara yang lainnya. Demi mendapatkan foto yang ciamik dari bunga
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 37
Biodiversitas Cangar
ini, Imam sampai rela memanjat pohon, padahal sebelah kanan jalan setapak adalah jurang.
Ya, ini merupakan suatu bentuk rasa cinta yang mendalam terhadap bunga pujaan, sehingga jurang pun tak menjadi halangan. Saya sendiri tidak berani memanjat pohon tersebut. Belum sampai tujuan sudah keok nyali saya.
Tidak jauh dari Dendrobium nudum terdapat dua anggrek yang sedang berbunga, yaitu Bulbophylum obtusipetalum dan Trichostosia annulata. Tapi ternyata, yang kami jumpai pada anggrek Trichostosia annulata hanyalah “potnya”. Bunganya sudah luruh.
Masih di hari yang sama menyusuri jogging track, sampailah kami pada pohon besar yang sudah tumbang menghalangi jalan setapak. Di situ sudah ada Nurdin (salah satu peserta ekspedisi dari Biolaska UIN Jogja), mengabarkan bahwa ada
anggrek cantik berwarna ungu. Lagi-lagi pohon tumbang menjadi suatu berkah bagi kami. Kalau tidak tumbang sepertinya sulit bagi kami bisa melihatnya secara gamblang. Sebab setelah kami ukur dengan metode kiranologi, tempat tumbuhnya anggrek tersebut sekitar 15 m dari tanah.
Terbukti memang betul apa yang dikatakan Nurdin, ternyata bunganya cantik bukan buatan. Bunga anggrek itu bernama Ceratostylis crassifolia. berbalut warna keunguan dan tengah-tengahnya kuning terang. Berukuran sekitar 2,5 cm, mekrok secara sempurna. Menurut catatan Comber (1990) dalam Orchids of Java, sebarannya hanya terbatas di Jawa bagian barat. Akan tetapi menurut sumber yang dapat dipercaya, di Jawa bagian tengah pun ditemukan Sedangkan untuk Jawa bagian timur, ini merupakan sebuah suatu catatan baru.
38 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Tepat di atasnya, bunga anggrek berwarna merah mempesona bernama Coelogyne miniata berukuran sekitar 2,5 cm sudah siap untuk dijepret. Berbeda dengan bunga Ceratostylis crassifolia yang mekrok ke atas, bunga Coelogyne miniata menghadap ke bawah.
Setelah puas menikmati kedua anggrek tersebut, kami meneruskan perjalanan kembali dan tetap di jogging track. Tak jauh dari pohon tumbang, terlihatlah bunga anggrek terkecil selama kami di cangar. Ukuran bunganya hanya 3 mm. Anggrek tersebut bernama ilmiah Phreatia secunda. Setengah bercanda, karena saking kecilnya, anggrek tersebut kami namakan anggrek upil.
Setelah pengamatan selama satu minggu di kawasan Tahura R. Soerjo, telah terkumpul 20 jenis spesies anggrek. Teridentifikasi dengan baik sekitar 21 spesies. Sedangkan sisanya masih kami namai dengan nama yang
dibuat sendiri. Disesuaikan dengan tempat ditemukan ataupun dilihat dari ciri-cirinya. Seperti; Anggrek Warung Kopi, Anggrek Kebun Wortel, Anggrek Kutilang, Anggrek Pabrik Jamur, dan Anggrek Pinky.
Di akhir ekspedisi, saya pun jadi memiliki imaji sendiri. Mulai memahami bagaimana wajah saya selalu tersenyum seperti melihat wanita pujaan hati ketika menemukan dan mengamati anggrek. Dengan serta merta, saya pun ikut bernyanyi. “You are beautiful, beautiful, beautiful. Kamu cantik, cantik seperti pacarku hu hu hu.”
Ceratostylis crassifolia. Genus ceratostylis memiliki lebih dari 60 spesies tersebar dari India, Asia Tenggara, Papua Nugini, Filiphina, hingga kepulauan pasific.
Coelogyne miniata. Pertama kali dideskripsi dan dipublikasikan oleh Carl Ludwig von Blume yang kemudian diklasifikasikan oleh John Lindley pada tahun 1883.
Phreatia secunda. Agak sulit dibedakan dengan saudaranya Phreatia plantaginifolia
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 39
Biodiversitas Cangar
Mutiara di pohon tumbang
40 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
F enomena anggrek-anggrek yang masih setia berbunga meski pohon atau batang
tempatnya hidup telah tumbang sangatlah menarik. Betapa tidak? Biarpun tempat naungannya tumbang, anggrek-anggrek tersebut ternyata masih mampu hidup dan berbunga.
Selain itu, bila pohon atau batang tersebut tidak tumbang, tentu sangat sulit untuk bisa melihat dari dekat anggrek-
anggrek yang berbunga itu. Pohon atau batang yang tumbang itu menjulang puluhan meter tak terjangkau. Padahal dari temuan selama ekspedisi, dalam satu batang bisa ditemukan hingga 11 jenis anggrek!
Karenanya, jangan abaikan pohon atau batang tumbang di hutan. Siapa tahu, dengan sedikit perhatian, Anda akan menemukan mutiara-mutiara di pohon tumbang itu.
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 41
Dimana Saya Bisa Motret Apa? Kurnia Latifiana
Culicicapa ceylonensis Kurnia Latifiana
46 | Biodiversitas Indonesia 3
Surga BiodiversitasTerkuakyang Mulai
Biodiversitas Cangar
Biodiversitas Indonesia 3 | 47
Spesies
Teks: Heru CahyonoFoto: Heru Cahyono & Agung
Begitulah para bioders menyebut kawasan Tahura R. Soerjo. Kawasan yang mempunyai banyak jenis burung yang mudah dijumpai dan juga mudah untuk diambil fotonya. Saya jamin, para birder akan terpesona saat birdwatching di tempat ini. Setelah melihat banyaknya jenis burung yang seolah-olah narsis minta difoto.
Apalagi ketika melihat maskot Cangar (nama lain dari Tahura R. Soerjo –red), Anis sisik (Zoothera dauma) sedang melompat-lompat di tanah. Baik saat sedang banyak ataupun sedikit pengunjung. Sehingga menurut saya, kondisi itu membuat kawasan Cangar merupakan spot pengamatan terbaik se-Jawa Timur untuk
pengamatan burung anis sisik.
Selain Anis sisik, ada juga burung lain yang merupakan kanca dari burung pemakan cacing tersebut. Ia adalah Ciung-batu kecil (Myophoneus glaucinus). Burung yang sering membuka dan menutupkan ekornya ini tak kalah unik dengan anis sisik. Selain warna hitam kebiruan pada bulu, ia punya sifat tidak pemalu. Bahkan seringkali terlihat melompat-lompat dengan jarak yang sangat dekat dengan pengamat.
Pada saat Ekpedisi FOBI April 2012, lokasi diguyur hujan setiap hari. Tetapi hal itu tidak menurunkan semangat para birder untuk birdwatching. Jumlah total burung yang terkompilasi dari
Spesies
48 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Spesies
data Susanti (2002), KSBL Malang Eyes Lapwing (Biologi UM), Zoothera (Biologi UB), Kelawar (FKH UB), dan Ekspedisi Fobi adalah sebanyak 120 jenis.
Jumlah tersebut termasuk sangat banyak. Apalagi jika mengingat birders kota malang hanya masih mengeksplorasi kawasan dari jalan utamanya saja. Tidak sampai blusukan masuk ke dalam hutan.
Dari catatan itu di ketahui bahwa kawasan Cangar selain memiliki burung yang bersifat “narsis” juga terdapat jenis yang sulit ditemukan. Meskipun di tempat lain cukup mudah ditemui.
Seperti Ayam-hutan merah (Gallus gallus) dan Ayam-hutan
hijau (Gallus varius) yang sangat mudah dijumpai di Baluran, ternyata di lokasi Ekpedisi FOBI kemarin ayam-ayam tersebut sangat sulit ditemui. Padahal sudah semenjak pagi sampai sore sengaja mencarinya. Terasa seperti spesies kunci saja mereka.
Kadangkala saat pagi hari, terdengar suaranya. Tetapi itu pun hanya pada spot-spot tertentu saja. Burung-burung yang cukup sering ditemukan pada saat pengamatan diantaranya adalah Sikatan ninon (Eumias indigo), Sikatan belang (Ficedula westernmanni), Kepudang-
Meninting Kecil, Ceret Gunung dan Munguk Loreng adalah jenis-jenis burung penghuni hutan pegunungan yang tidak sulit ditemukan di Cangar.
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 49
sungu gunung (Coracina larvata), Brinji gunung (Lole virescens), Sikatan kepala-abu (Culicicapa ceylonensis)¸ Cikrak muda (Seicercus grammiceps), Cikrak daun (Phyloscopus trivirgatus), Opior Jawa (Lophozosterops javanicus), Cingcoang coklat (Brachypteryx leucophrys), Anis sisik (Zoothera dauma), Ciung-batu kecil (Myiophoneus glaucinus), Sepah gunung (Pericrocotus miniatus), Walik-kepala ungu (Ptilinopus porphyreus) serta masih banyak yang lainnya.
Beberapa jenis burung juga sangat menarik untuk dikupas-tuntas. Seperti status keberadaannya untuk diteliti karena minim data koleksi atau ditempat lain sulit ditemukan, atau juga menjadi obyek para
photografer karena warna bulunya yang indah.
Burung-burung yang dimaksud adalah Luntur harimau (Harpactes oriskios), Sempur-hujan rimba (Eurylaimus javanicus), Puyuh-gonggong Jawa (Arborophila javanica), Pelatuk kumis-kelabu (Picus mentalis), Bondol-hijau dada-merah (Erythrura hyperythra), dan Bubut besar (Centropus chinensis). Untuk jenis lengkapnya bisa dilihat dalam Tabel identifikasi jenis burung di kawasan Ekspedisi Fobi 2012!
Monggo apabila masih penasaran silahkan dicek dan segera lakukan pengamatan ke Tahura R. Soerjo. Saya yakin Snda akan menemukan kepuasan birdwatching di sana.
Elang Hitam, bisa jadi adalah raptor yang paling sering ditemui sepanjang ekspedisi
50 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Anis sisik merupakan burung yang memiliki sebaran cukup luas, mulai dari Eropa, India, Cina, Filipina hingga Indonesia. Oleh pakar burung, anis sisik yang terdapat di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa ditetapkan sebagai subspesies tersendiri, yakni Zoothera dauma horsfieldi. Pun Nigel Collar, ornitolog asal Inggris, menegaskan hal yang sama lewat paper berjudul Spesies limits in some Indonesian Trushes (2004).
Menurut Collar, keberadaan ras horsfieldi yang oleh Inskipp dkk. (1996) tercantum sebagai spesies terpisah dari Z. dauma dianggap tidak cukup kuat, bahkan kesalahan. Hal yang mendasari adalah kenyataan bahwa tidak terdapat perbedaan morfologi yang cukup signifikan untuk memisahkan Z. d. horsfieldi untuk menjadi spesies dengan nama Z. horsfieldi.
Uniknya, Daftar Burung Indonesia no. 2 atau DBI 2 (2007) mencantumkan nama Z. horsfieldi yang terpisah dengan Z. dauma. Pencantuman ini dengan memberikan keterangan bahwa, “Zoothera horsfieldi dianggap spesies tersendiri dari Zoothera
dauma berdasarkan perbedaan morfologi antara keduanya (Collar 2004).”
Dengan kenyataan paper Collar (2004) tidak menganggap keberadaan Z. Horsfieldi, keterangan dalam DBI 2 itu menjadi aneh dan
membingungkan.
Anis Sisik
Gonochephalus kuhlii Kurnia Latifiana
HERPETOFAUNATAHURA R. SOERYO
Teks dan foto: Kurnia Latifiana
54 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Herpetofauna adalah sebuah istilah untuk menyebut kelompok satwa amfibi dan reptil. Sayangnya, data herpetofauna di Indonesia masih minim. Untuk kawasan konservasi saja, hanya sebagian kecil yang memiliki data dasar tentang itu. Seperti di kawasan Tahura R. Soerjo yang sampai saat ini belum ada data dasar mengenai herpetofauna. Jenis-jenis herpetofauna apa saja yang ada di Tahura R. Soerjo? Untuk menjawab pertanyaan tersebut para Bioders Indonesia yang tergabung dalam FOBI, selama tujuh hari berusaha menggali potensi flora dan fauna yang ada di Tahura R. Soerjo. Tentu saja termasuk herpetofauna.
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 55
56 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Udara malam yang dingin menusuk tak mengelakkan niat kami berburu herpetofauna. Berbekal senter dan kamera, kami berjalan menuju pemandian air panas. Di sepanjang jalan terdengar suara “tik tik tik tik” yang kami tengarai merupakan suara Philautus aurifasciatus. Ketika itu, saya, Sitta, dan Fian sibuk mencari sumber suara katak.
Malam Hari
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 57
Bersegera kami berusaha mendekat ke sumber suara.
Kami pikir, dengan enam pasang mata pencarian katak akan lebih mudah. Nyatanya, baru setelah sekitar 30 menit terdiam di titik suara itu berasal, ditemukanlah sang katak pohon emas (Philautus aurifasciatus). Katak itu begitu kecil dan pandai bersembunyi dengan suara nyaring. Tak buang-buang waktu, kami bertiga berebut mendokumentasikan katak kecil tersebut.
Di jalan menuju pemandian air panas, terdapat rerumputan yang di tengahnya ada kolam. Kira-kira berdiameter 3 m yang dipenuhi air. Entah kolam itu dibuat dengan tujuan apa. Mungkin untuk penampungan air atau lainnya. Satu hal yang pasti, kolam itu dimanfaatkan oleh katak untuk berkembang biak.
Banyak berudu-berudu gemuk
yang berceceran di kolam itu. Serta dijumpai pula katak berekor dan katak kecil yang berlompat-lompatan. Katak-katak tersebut ternyata adalah katak pohon bergaris (Polypedates leucomystax). Katak ini ketika dijumpai masih pada fase katak berekor, tetapi ekornya mulai mereduksi dan akan menjadi katak kecil. Sayangnya kami tidak berjumpa dengan katak jenis ini pada fase dewasa. Bahkan suaranya pun tak terdengar. Padahal biasanya katak ini cukup senang bernyanyi.
Seresah-seresah tebal di sisi kanan kiri jalan utama Tahura R. Soerjo juga merupakan perlintasan bagi katak-katak. Terutama katak yang habitatnya di lantai hutan atau terrestrial. Tak perlu sampai jauh-jauh masuk ke hutan, di pinggir jalan kami jumpai katak seresah (Leptobrachium haseltii) dan katak bertanduk (Megophrys montana).
58 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Pencarian herpetofauna yang paling larut dimulai kira-kira pukul 23.00 WIB. Saya, Mas Imam, dan Mas Fian berjuang menahan kantuk dan dinginnya udara malam. Tujuan kami adalah Objek Wisata Alam (OWA) Watu Ondo.
Sampai di pintu masuk, kami disambut kerasnya suara
Leptobrachium hasseltii. Kami terus mencari dan mencari. Namun kami tidak berhasil menemukan katak tersebut. Akan tetapi di tengah-tengah pencarian kami berjumpa dengan Gonocephalus kuhlii yang sedang tidur, dan Huia masonii di tepi selokan.
Dari kiri atas sampai kanan: Megophrys montana, Leptobrachium haseltii, Huia masonii, Polypedates leuconystax; empat jenis katak yang terekam dengan baik oleh para Bioders
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 59
Biodiversitas Cangar
Habitat dan KebiasaanPagi menjelang siang kala berjalan
di jalan utama sambil mengamati burung, banyak terdapat Eutropis multifasciata atau kadal kebun yang sedang berjemur. Kadal ini merupakan satwa diurnal atau aktif pada pagi/siang hari. Jenis reptil ini biasanya melakukan ritual berjemur saat sang surya mulai menampakkan sinarnya.
Menurut saya, pencarian herpetofauna saat ekspedisi FOBI di Tahura R. Soerjo masih belum maksimal. Hal itu dikarenakan cuaca saat ekspedisi yang memang sedang tidak bersahabat. Setiap hari diguyur hujan yang dapat mengakibatkan longsor lahan. Sehingga pencarian
belum bisa sampai turun ke curug dan hanya di dekat air mengalir serta di pinggir jalan dan sekitarnya. Perlu diingat bahwa keselamatan surveyor jauh lebih penting dibanding apapun.
Kawasan Tahura R. Soerjo sangat potensial bagi habitat herpetofauna, karena di dalamnya merupakan hutan hujan tropis dan terdapat beberapa mata air serta sungai yang mengalir sepanjang tahun. Diharapkan survey lebih menyeluruh ke semua kawasan Tahura R. Soerjo agar didapat pula data distribusi herpetofauna. Teliti dan kaji seluruh kawasan Tahura R. Soerjo agar semua potensi keanekaragaman hayati dapat terungkap.
60 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Air sungai yang jernih, dan tanah yang lembab menjadi habitat paling ideal bagi kelompok herpetofauna di Cangar
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 61
Indonesia memiliki 22 taman hutan raya yang tersebar mulai dari Sumatera (7), Jawa (6), Bali (1), Kalimantan (2), Sulawesi (4) hingga Nusa Tenggara (2). Luas kawasan yang biasa disebut tahura ini sangat bervariasi. Tahura Pancoran Mas di Depok, Jawa Barat, menjadi yang terkecil. Kawasan yang telah jadi area perlindungan semenjak abad ke-17 ini luasnya hanya 6 hektar. Sementara, Tahura Sultan Adam di Kalimantan Tengah, dengan luas 112 ribu hektar, menjadi yang terbesar. Tahura Raden Soerjo, satu-satunya tahura di Jawa Timur, luasnya mencapai lebih dari l 27 ribu hektar. Ini menem-patkannya sebagai tahura terbesar di Jawa, sekaligus yang terbesar ketiga untuk Indonesia setelah Taman Hutan Raya Sultan Adam, Kalimantan Selatan (112 ribu ha) dan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kalimantan Timur (61.850 ha).
Heliophorus epicles Joko Setiyono
MycalesisNarsisyang
64| Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Biodiversitas Cangar
Teks: Untung SarmawiFoto: Joko Setiyono & Nurdin Setio B.
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 65
Biodiversitas Cangar
Nekat, satu kata itu rasanya tepat untuk menggambarkan keikutsertaan saya dalam Ekspedisi FOBI di Tahura R. Soerjo Malang. Betapa tidak, dengan hanya bermodalkan kamera saku, ongkos dan logistik yang pas-pasan, serta sedikit pengetahuan tentang lepidoptera (karena kebetulan beberapa hari sebelum berangkat ke Cangar saya dan teman-teman Biolaska baru saja menyelesaikan buku tentang inventarisasi kupu-kupu di kampus) dirasa cukup untuk
Mycalesis moorei. Bersifat polymorphic alias memiliki lebih dari satu bentuk dalam spesies yang sama. Khususnya pada ukuran dan jumlah
eyespot pada sayap bagian bawah.
66 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Tidak terbayang sebelumnya, kalau motret kupu-kupu di Cangar ternyata lebih sulit dari yang diperkirakan. Bayangan saya pasti kesulitannya tak jauh beda seperti saat mengambil gambar beragam jenis kupu-kupu di kampus karena jenis yang ditemukan juga pasti banyak. Tapi semua itu terbantahkan. Selain jumlahnya yang sedikit, jenis yang ditemukan pun tidak banyak, hanya itu-itu saja. Tapi hal semacam itu saya rasakan di dua hari ekspedisi, pikirku kekayaan Cangar pasti tidak cuma dari jenis burungnya saja. Terbukti 29 jenis Lepidoptera yang terbagi dalam 6 famili berhasil diidentifikasi selama seminggu ekspedisi di Cangar.
Jika burung yang dibilang murahan oleh para ekspeditor di Cangar adalah Anis Sisik (Zoothera dauma), saya juga punya jenis kupu-kupu murahan. Tak lain adalah Mycalesis moorei. Jenis kupu-kupu yang termasuk dalam genus kaki bersikat ini hampir selalu bisa dijumpai di semua tipe habitat yang ada di Cangar. Usut punya usut, melimpahnya populasi Mycalesis moorei
bekal saya berangkat ke kawasan yang katanya menjadi salah satu lumbung biodiversitas di daerah Jawa Timur itu. Awal mula berada di Cangar saya seolah jadi orang yang sama sekali tidak tahu apa yang harus saya cari, karena selain tidak tahu medan, kamera yang saya bawa juga sepertinya tak akan mampu mengejar kegesitan beragam jenis burung walaupun katanya ada beberapa jenis yang dibilang “murahan” untuk difoto, ditambah lagi minder juga maksain pake kamera saku sementara kebanyakan peserta lain bawa kamera dengan moncong sepanjang paralon. “Owalah rek… adoh-adoh mbudal ning Cangar gur arep foto semut…” celetuk Kang SW saat melihat hasil jepretan kamera saya. Hehehe.. menyebalkan memang, tapi mendokumentasikan serangga dan beberapa jenis tumbuhan bawah dirasa menjadi pilihan yang paling tepat dari pada harus memaksakan diri ngejar-ngejar burung yang cuma bikin blur. Toh yang namanya ekspedisi kan tujuannya memang mencari/mendokumentasikan yang belum ada..
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 67
Biodiversitas Cangar
ternyata bukan tanpa sebab. Menurut tulisan yang pernah saya baca, keberadaan kupu-kupu pada suatu habitat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ketinggian tempat, iklim, vegetasi dan waktu harian. Secara memang si Mycalesis moorei ini lebih menyukai tempat yang sejuk dan sebisa mungkin menghindari terpaan sinar matahari langsung, sepertinya memang pilihannya menjadikan Cangar sebagai habitat memang tepat mengingat suhunya yang selalu sejuk, minim sinar matahari karena kanopi hutannya yang lumayan rapat, dan di beberapa tempat tergolong sangat lembab. Meski demikian dalam suatu habitat tidak menutup kemungkinan hidup beberapa jenis kupu-kupu lain, ada yang memiliki anggota yang sangat besar dan ada pula yang terdiri dari beberapa individu saja. Semua individu-individu jenis di dalam habitat tersebut membentuk suatu populasi untuk mempertahankan hidupnya. Nah loh.. jadi sebenarnya gak heran juga kalau populasi Mycalesis moorei di Cangar jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan jenis kupu-kupu lainnya.
Tak hanya murahan, Mycalesis moorei ini juga terbilang narsis. Tentu saja bukan narsis dalam
arti yang sebenarnya, maksudnya lebih mudah untuk difoto jika dibandingkan dengan jenis kupu-kupu lainnya. Saking narsisnya juga malah ada yang sempat-sempatnya berpose diatas kotoran, seketika pikiran saya saat itu langsung tertuju pada istilah coprophagia yang sempat dijelaskan Mas IT dalam tulisannya “Kotor[an] itu Baik” (majalah digital FOBI Edisi-1-2-2011). Jika Mas IT bilang “..saya tidak tahu kotoran itu produksi siapa.”, tapi saya menduga kotoran yang dihinggapi Mycalesis moorei ini hasil produksi dari dua jenis primata penghuni Cangar. Antara Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) atau kemungkinan lain Kera Ekor-panjang (Macaca fascicularis), entahpun... Masih menurut penjelasan Mas IT dalam tulisannya, hal semacam itu memang bukan tanpa alasan, aktifitas yang mungkin bagi sebagian dari kita dianggap hal yang menjijikkan itu ternyata dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Menghisap feses juga jika berdasarkan pengelompokakannya dibagi tiga; heterospesific yaitu menghisap cairan kotoran dari hewan lain, allocoprophagy bila yang dimakan merupakan kotoran dari individu lain dari spesiesnya,
68 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Biodiversitas Cangar
Papilio paris, salah satu kupu-kupu cantik dan jarang ditemukan yang berhasil terdokumentasikan dengan baik.
dan autocoprophagy untuk yang memakan feses produksi sendiri.
Tidak adil rasanya jika hanya membahas satu jenis saja sementara masih banyak temuan menarik dari ekspeditor lainnya yang mungkin lebih seru untuk dibicarakan, karena Cangar
memang benar-benar “cangar..!!!” (baca: sangar). Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, dalam satu habitat dikatakan wajar jika suatu jenis memiliki anggota yang sangat besar dengan tujuan untuk mempertahankan hidup atau karena memang habitatnya
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 69
Biodiversitas Cangar
yang sangat mendukung mereka untuk berkembang biak dengan baik. Dalam satu habitat ada pula yang terdiri dari segelintir individu. Siapa sangka ternyata mereka yang dianggap minoritas itu justru membuat saya lebih semangat nguber. Sebut saja Papilio paris dan Prosotas nora yang ditemukan Nurdin di jalur Gajah Mungkur. Atau berbagai jenis kupu-kupu dan ngengat dari Joko dan Afid yang menyebutkan nama ilmiahnya saja sudah cukup membuat saya kerepotan. Khusus catatan untuk Papilio paris, Nurdin mengaku perjumpaannya dengan kupu-kupu cantik yang satu ini memang hanya beberapa kali saja, terdokumentasi pun hanya sekali di jembatan sebelum menuju Gajah Mungkur.
Saya juga tak mau ketinggalan, meski sempat dibuat frustasi dengan kemelimpahan Mycalesis moorei, saya yakin pasti ada kupu-kupu cantik lainnya yang mungkin belum beruntung saya temukan. Kesabaran nguber-uber dan ketelatenan saya menggunakan kamera saku untuk mengabadikan para penerbang cantik nan agresif benar-benar diuji selama seminggu penuh di Cangar. Tapi seolah semua itu terbayar sudah. Graphium agamemnon, Papilio peranthus, Papilio paris,
Troides helena, Parantica albata, Faunis cannens, Lethe confusa, Heliophorus epicles, Prosotas dubiosa, dan Prosotas nora, adalah sederetan nama-nama yang benar-benar baru saya kenal dalam dunia lepidoptera.
Terlepas dari itu “kenekatan” saya mengikuti ekspedisi bisa dibilang meninggalkan kesan yang sangat luar biasa. Sungguh luar biasa… Temuan jenis baru
70 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Biodiversitas Cangar
Beberapa jenis kupu-kupu lain yang berhasil direkam dengan baik oleh para Bioders Dari kiri-kenan, atas-bawah:Junonia iphita, Symbrenthia hypselis, Heliophorus epiclesLethe confusa, Ypthima pandocus, Parantica aspasia
dan wawasan keilmuan terkait beragam lepidoptera dari para Bioders kawakan yang secara cuma-cuma membagikan berbagai macam ilmu terkait biodiversitas dan fotografi yang bersemayam dalam tempurung kepala mereka tanpa membuat
saya sedikit pun merasa canggung meminta untuk sharing selama mengikuti Ekspedisi FOBI di Cangar sungguh amat sangat berharga, jauh lebih berharga dibandingkan susahnya mencari ongkos Jogja-Malang PP.
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 71
Biodiversitas Cangar
Burn the Spider Swiss Winnasis
Cahaya TuhanKaki Arjuna
di
74 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 75
Teks dan Foto: Swiss Winnasis
Saya selalu menyukai cahaya pagi pegunungan. Udara dinginnya, langit birunya, hangat cahaya mataharinya, serta berlian embunnya! Dan Cangar memenuhi semua kesukaan saya itu. Maka mulailah saya berjalan mengendap-endap menyusuri pagi. Menyelinap di sela-sela rerumputan. Memicingkan mata sembari mencari posisi terbaik menghadapkan lensa. Menemukan sudut terbaik penangkap cahaya pagi: Cahaya Tuhan di Kaki Arjuna.
76 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Saat pagi tiba, anugerah terbesar di tanah tinggi, apa lagi kalau bukan embun yang tumpah ruah. Menyelimuti apa saja yang tinggal di bawah naungan langit nan biru. Embun adalah inspirasi terbesar untuk menemukan jalan menuju Cahaya Tuhan. Laba-laba Leucauge magnifica ini seperti terkepung oleh jutaan embun yang mengitarinya.
Biodiversitas Cangar
78 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Bunga rumput yang belum saya ketahui namanya ini berdiri tegak. Angkuh. Berusaha menghindari udara basah di sekitarnya. Embun adalah reflektor cahaya matahari paling ideal untuk mengungkap Cahaya Tuhan.
Itu bukan bayangan bunga di depannya. Cahaya Tuhan adalah bagaimana kita memainkan appeture dan angle lalu berdamai dengan reflektor untuk menangkap sifat optic tentang cahaya dan bayangan.
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 79
Biodiversitas Cangar
Menyisir ke bawah semak dan pohon tinggi, keluarga lumut pun tak luput dari sergapan embun. Pantulan sinar matahari oleh butiran air cukup mewakili peran embun untuk mendapatkan serpihan cahaya lembut dan menyulapnya menjadi noktah-noktah cahaya yang menyembur dari balik kerumunannya.
Si Leucauge magnifica yang masih terkepung oleh ribuan embun di sekitar sarangnya. Pada saat seperti ini, biasanya sarang laba-laba juga diselimuti ribuan embun yang lembut menyebabkan fungsi perekat benang sarangnya kurang berfungsi dengan baik. Maka menunggu adalah pilihan paling logis.
80 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Biodiversitas Cangar Biodiversitas Cangar
Trio Mesra Kurnia Latifiana
KERE KETEMU HORETeks: Nurdin Setio BudiFoto: Nurdin, Kurnia, Guruh
Hanya Punya Semangat
84 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Apa Kata Mereka
D imulai dari obrolan ringan di sela aktivitas dan desas-desus kenaikan BBM,
terbesitlah jayus comunication (guyonan/bercandaan) tentang berita Ekspedisi Foto Biodiversitas Indonesia pertama di Cangar, Malang, Jawa Timur. Cangar itu di Malang dan kita di Jogja. Berapa ongkos ke sana? BBM sudah naik belum ya? Makan aja susah. Pertanyaan dan pernyataan mendasar itu begitu menohok ketika saya melihat isi dompet yang menyisakan beberapa lembar kertas bergambar Pattimura, KTM, KTP, SIM, dan ATM khusus uang dollar.
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 85
Apa Kata Mereka
H - 1 bioders Jogja rapat luar biasa. Sekali lagi kecamuk Indonesia kami kesampingkan. Lalu kami duduk dalam meja panjang dan saling berhadapan. Secangkir kopi setia menemani perbicangan yang belum menemukan ujung tujuan. Mata mulai gelisah, mencari sudut berharap ada celah menjadi jalan. Singkat cerita, sore itu tersepakati harus masak, naik mobil panjang (bus), iuran 100.000. Sembari menghela nafas dan berjabat tangan tertarik ucapan dalam hati “aman bos”.
Ayam bakar Ny. Suharti Janti, 23.00 WIB awalnya menjadi rujukan menu makan tengah malam. Hhhuuh, tapi apa boleh
buat, di pintu masuk terpampang close. Ya sudah. Ngelih, lesu, hungry dari siang sudah tidak terasa tergantikan candaan renyah dari para bioders Jogja yang mengantar kepergian kami. Tinggal menunggu kedatangan dua senior, Kang Imam dan Mas Tomple yang izin datang agak terlambat karena harus menunggu banner selesai di cetak dan kaos kegiatan.
Lima belas menit kemudian merekapun datang. Masing-masing menenteng dua tas ransel besar yang terisi penuh. Senyum yang terlempar seolah-olah menggambarkan ringannya
86 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
beban yang mereka bawa. Tidak ada kata yang pas kecuali “edan” buat mereka berdua. Kota Pahlawan, kami menuju kotamu.
Sumber Slamet nama baru Sumber Kencono awalnya menjadi bus pilihan kami. Sebagian besar dari kami memang memilih bus yang terkenal liar di jalan dan kejam di tikungan tersebut. Sepertinya memang ada keinginan tuk menguji adrenaline sebelum ekspedisi. Namun
keberuntungan selalu berkata lain, bus yang ditunggu tak kunjung datang. Waktu yang terus bergulir membawa kecemasan yang semakin bertambah karena malam semakin larut.
Tanpa pikir panjang kamipun memutuskan mencari bus seadanya. MIRA AC tarif ekonomi akhirnya menjadi pilihan kami menuju kota Pahlawan Surabaya. Saya, Joko, Avid, Mas Untung, Mbak Nia, Mbak Sitta, Arman, Mas Tompel, Kang Imam bergegas naik dan mencari tempat duduk masing-masing. Huuuuh.. sampai jumpa 7 hari lagi Jogja. Tampak dari luar jendela lambaian tangan menambah suasana haru, hemmm dalam hati kayak Telenovela aja.
Kere ketemu hore
Cerita ekspedisi 100.000 ala kere ketemu hore mari kita mulai bro. Jogja-Surabaya jarak yang di tempuh 350 Km, estimasi waktu ± 8 jam, kecepatan rata-rata bus 70-90 Km/jam. Transit 30 menit di Solo, dengan ongkos 30.000. Pemandangan perjalanan tengah malam, selalu saja hanya tampak lampu berkelipan. Sesekali dari kejauhan membius mata untuk terpejam. Sampai akhirnya suara kenek membangunkan mimpi indah ini kembali ke alam sadar.
Gapura selamat datang di terminal Bungur Asih Surabaya telah terlewati. Nampak kepadatan aktivitas manusia dalam terminal yang sudah sangat terasa. Konon, kata mbah Google terminal Mbungur menjadi salah satu terminal yang tersibuk di Indonesia. Hmmm..
Tapi perjalanan belum usai kawan, kini kami berlanjut ke terminal berikutnya, Arjosari Malang. Jaya Utama bus ekonomi jurusan Malang menjadi pilihan selanjutnya. Start jam 07.30 WIB, dengan kocek 10.000, dengan ± 2,5 waktu tempuh dan kecepatan rata-rata bus 50 Km/jam.
Perjalanan kami mulai melewati Porong, Sidoarjo. Porong tidak cuma terkenal dengan Lapindo
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 87
Apa Kata Mereka
tapi juga kemacetannya, karena menjadi jalur persimpangan arah menuju Malang, Mojokerto dan Gresik. Apalagi saat Week end. Ciri khas Suara bising knalpot kendaraan dan bau Lumpur yang tidak lagi sedap membuat mata ini lebih memilih untuk terpejam, sembari menyumpal hidung dengan sapu tangan berharap bau tak lagi tercium.
Tak terasa, Ngalam..Ngalam... panggilan khas warga masyarakat Malang menyebut kotanya beberapa kali terdengar tak asing di telinga. 10.30 WIB, waktu dalam Hp kami masuk terminal Arjosari Malang tanda sampai pada pos bayangan lokasi ke-2. Pos 2 adalah kantor Tahura R. Soerjo, Malang-Jl. Simpang Panji Suroso Kav. 144 Malang, Jawa Timur (Dekat pintu keluar Terminal Bus Arjosari, Malang), ± 5 menit ditempuh dengan jalan kaki.
Istirahat dulu… alih-alih nyantai berlagak all is well sambil menunggu jemputan tanpa sadar suara kokokan ayam dari dalam perut mendadak semakin nyaring. Orang Indonesia kalo disuruh makan pasti nggak langsung nyari makan tapi pasti harus mikir “mau makan apa dan di mana??”.
Tiba-tiba gaya sok cool dengan
senyum santai gambar pecahan uang lima puluh ribu jaman petrok keluar di wajah saya. Sosok itu seakan menunjukkan harus ke mana kaki ini bergegas mengisi perut. Anggukan kepala tampak dari seberang jalan menjadi tanda bahwa kondisi oke. Yap, itulah gaya Kang IT (dalam inisial) yang khas. Lebih kurang 10.000 sudah dapet penyet tahu, tempe tambah telur, es teh dan roti goring. Pokok e mak nyuss penyetan khas Jawa Timur yang selalu didominasi rasa asin dan pedas menambah gairah. Kami menyantap hidangan sampe air dalam hidung turun naik,,jangan ngileer bro!!. Selamat makan!!!
Langitpun terharu melihat perjuangan para bioders. Tetesan air dari langit menjadi sambutan awal yang bikin semriwing (dingin-dingin empuk). Itulah kesan pertama sebelum merasakan dinginnya Cangar. Rung..rung.. Akhirnya… bus bak terbuka yang mulai dipanasi dengan atap terpal serta bau asap knalpot yang sedikit bocor, berangkat membawa kami ke tujuan sebenarnya. ± 15.000/orang kocek yang harus keluar, terbayar dengan liukan tikungan dan setiap tanjakan membuat andrenalin terpacu. Termasuk yang nggak enak body juga harus ekstra dan siap-siap kantong
88 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Apa Kata Mereka
plastik.
Tidak lama kemudian firasat gejala mabuk perjalanan tercium. Kali ini pak jendralnya ekspedisi yang terserang. Sebut saja beliau (dalam inisial) K A R Y A D I B A S K O R O mulai tak tenang mencari plastik. Tapi dengan wajah yang pucat pun,
beliau masih berusaha tersenyum seolah-olah tidak ada apa-apa. Lah ternyata menular. Mendadak berganti MA Bioders dari Jogja yang kelihatannya segar bugar mengambil kantong plastik dengan mulut yang malu-malu masuk ke kantong seolah-olah bersembunyi. Bus bak terbuka melengkapi cerita perjalanan sore itu sampai akhir tempat tujuan.
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 89
Apa Kata Mereka
Tinggal 35.000 sisa uang
sampai kaki ini bergetar karena hawa dingin menginjak bumi Cangar. Sore itu juga tanpa menghiraukan rasa lelah, kaki menyusur jalan arah jogging track. Awalnya terkesan biasa saja, tapi ada pertanyaan dalam hati, burung apa tadi??
Burung apa yang saya jumpai
tersebut baru bisa terjawab pada hari ke-5 e k s p e d i s i . M e m a n g
sangat unik, di tempat yang penuh
manusia masih ada burung primadona yang berperilaku tidak wajar. Ia bisa berbagi tempat mengais cacing tanah sambil sesekali pindah tempat dan menggoyangkan ekornya. Anis sisik, begitulah nama yang disematkan buku panduan SKJB ujar Kang Swis Winasis yang lebih suka menyebut burung cangar yang amat sangat murahan. Analogi yang pas untuk menggambarkan betapa
90 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
burung itu tidak punya malu bak seorang free model atau Geisha. Dijepret dari berbagai posisi bahkan dengan kamera poket sekalipun tanpa harus di zoom ia tetap santai. Sungguh keterlaluan sekali.
Ketika malam selalu terjadi diskusi yang selalu dibuka dengan perkenalan. Ibarat pepatah “tak kenal maka tak sayang” menjadi perkenalan itu menjadi menu utama sebelum memulai Ekspedisi Nocturnal. Gambaran besar malam pertama diskusi selain teknis ekspedisi juga membahas mengenai cash gedung menginap dan solar bahan bakar genset sebagai sumber penerangan. Kurang tahu pasti berapa total anggaran yang harus dikeluarkan perorang. Koordinasi itu langsung ditangani bendahara umum Bioders Jogja mbak Sitta Y.A yang begitu fasih mengatur keuangan. Memecah keping demi keping rupiah selama 7 hari kegiatan. Sampai hari penghabisan ekspedisi tanpa diduga masih menyisakan kas 10.000 sungguh sangat tak terduga. Banyak sekali berkah seolah Tuhan tak berhenti membuka pintu rizki.
“Tidak tahu dari mana pintu rizki itu dibuka” inilah kalimat yang menginpirasi
lahirnya kata “Kere Ketemu Hore”. Sepenggal kata lugu (bukan berarti Lucu Guilani loh) bak mantra itulah yang membuat hati lebih tenang untuk kembali bersyukur.
Tidak berlebihan jika saya berterima kasih. Tapi memang atas jasa dan kemurahan hati Kang Swiss dan Mas Tomple yang merupakan warga Ngalam tulen telah sangat berkontribusi besar dalam urusan dapur biar tetap ngebul. Bapak Karyadi Bakoro juga selalu tidak canggung untuk berbagi gelas berisi kopi.
Rasa senasib sepenanggungan itulah yang mengevolusi semangat menjadi sebuah keluarga FOBI selama ekspedisi berlangsung. Dalam berbagai kesempatan, kejadian dan kegejean entah saat masak, hunting, berdiskusi, sampai makan seolah-olah menjadi semangat untuk tetap berjuang walaupun bermodal “Hore”. Sekedar iso ngguyu rame-rame.
Terimakasih FOBI, Terimakasih Cangar, Terimakasih teman, Terimakasih pada semua teman-teman yang namanya tidak bisa saya sebut satu-satu.
.....Salam lestari untuk semua Bioders...
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 91
Apa Kata Mereka
MANFAAT PERJALANAN
“Berkat do’a orang tua dan teman-teman semua,
alhamdulillah perjalanan kami pun tak ada halangan”
92 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 93
Teks: M. Mustafid Amna
Apa Kata Mereka Apa Kata Mereka
Foto: Kurnia Latifiana
Teks dan foto:Ady Kristanto
“Surga biodiversitas” adalah sebutan saya untuk puncak Cangar yang berada di Kabupaten Malang. Sebutan itu saya sematkan karena Cangar adalah suatu tempat dengan keanekaragaman flora dan fauna yang sungguh luar biasa.
Selain itu, Cangar juga memiliki sumber air panas yang dapat menghangatkan badan kita. Ada beberapa jalur sungai yang dibuat kolam renang dan tempat perendaman yang dimanfaatkan oleh pengunjung. Ada yang hanya menghangatkan badan karena udara di sana yang sangat dingin dan ada pula yang digunakan sebagai pengobatan. Seperti penyakit kulit (panu, kadas, kurap, kutu air), penyakit dalam (encok, pegel, linu, reumatik), dan lain sebagainya.
Tujuan utama kami berkunjung kesana adalah ikut menghadiri acara Ekspedisi Foto Cangar yang diselenggarakan oleh FOBI pada tanggal 01 – 07 April 2012. Kami dari Biolaska beranggotakan empat orang. Yaitu Bang Untung, Joko, Nurdin, dan saya sendiri. Sebenarnya pada awalnya saya ragu untuk datang ke acara tersebut. Hanya modal nekat dan rasa keingintahuanlah yang mendorong kami akhirnya pergi ke acara ekspedisi itu.
Satu minggu sebelum
berangkat, kami diundang oleh beberapa admin FOBI untuk rapat di Taman Kuliner. Tujuan rapat itu adalah merencanakan keberangkatan dan rangkaian acara di sana. Selain itu, para admin FOBI juga merayu agar kami bisa ikut berpartisipasi dalam acara ekspedisi.
Acara tersebut memang gratis, namun perjalanan kesana pun membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Itulah yang menyebabkan saya dan teman-teman ragu, karena waktu itu prediksi keuangan perjalanan dan makan diperkirakan tidak cukup untuk bertahan selama satu minggu.
Berkat do’a orang tua dan teman-teman semua, alhamdulillah perjalanan kami pun tak ada halangan. Setelah sampai di sana, kami disambut meriah oleh teman-teman Malang yang kemudian mengantarkan kami menuju ke Puncak Cangar. Nyanyian mahluk Tuhan yang bersayap pun menyambut kami dengan suara yang merdu. Kicauannya menghiasi keindahan alam ciptaan-Nya, semakin membuatku penasaran tuk menafsirkannya. Sungguh, alam itu meyakinkanku bahwa Tuhan benar-benar Maha Besar dengan segala yang telah diciptakan.
Mulai Dari situ, timbulah beberapa pertanyaan:
94 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 95
Apa Kata Mereka
Apa yang harus kita lakukan?•
Mampukah kita mengenalnya?•
Mampukah kita untuk menjaga • dan melestarikannya?
Mampukah kita • mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalamnya?
Bisakah kita untuk tidak • mengeksploitasinya?
Bisakah kita untuk tidak • memburunya hanya untuk kesenangan pribadi?
Pertanyaan-pertanyaan itu muncul setelah kita berinteraksi dengan mereka, dan seolah- olah melebur menjadi satu. Di benakku, mungkin sangat berat untukku jawab sendiri. Ibaratnya saya hanya punya “semangat kuda tenaga ayam”. Akhirnya yang kupikirkan saat itu adalah bagaimana untuk memulainya. Bagaimana agar bisa menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang muncul ketika kita berada di alam. Proses konservasi dimulai dari diri kita sendiri untuk melakukan sesuatu. Setelah itu, baru bisa mengajak orang lain untuk beranjak dan melangkah bersama-sama menuju konservasi.
Apa sih manfaat ekspedisi
Saya dan teman-teman bisa dibilang orang gila. Tetapi kegilaan yang dijalankan mungkin agak berbeda dengan yang
dilakukan oleh orang gila lainnya. Saya pribadi pun sempat bercita-cita menadi orang gila seperti teman-teman semua, tetapi gila disini diartikan sebagai “gila dalam hal mencari ilmu”.
Banyak hal yang saya dan teman-teman dapatkan di sana. Di antaranya adalah:
1. Ilmu
Kata guru, ilmu itu memang mahal, tetapi dengan niat yang sungguh-sungguh untuk mencarinya, maka Allah selalu memberikan jalan untuk kita semua. Ternyata itu benar, buktinya kami yang hanya bermodal kurang lebih 100 ribu bisa sampai ke cangar Malang dan bertahan hingga seminggu. Alhamdulillah… yah…
2. Pengalaman
Apabila kita hanya berdiam diri, maka pengalaman itu tidak akan muncul dengan sendirinya. Terus berjuang mencari pengalaman siapa tau nanti menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
3. Jaringan dan teman baru
Bagi saya pribadi, jaringan adalah hal yang sangat penting untuk dikembangkan. Karena segala informasi yang kita dapatkan adalah dari orang lain.
4. Bertemu dengan orang-orang
Apa Kata Mereka
hebat
Ekspedisi Cangar yang diselenggarakan FOBI kemarin, menurut saya adalah forum yang sangat besar dan merupakan momen penting yang tidak saya dapatkan di tempat lain. Di sana saya bertemu dengan Admin FOBI (Pak Baskoro, Mas Swiss, Mas Imam T, dll) serta dapat mengobrol secara langsung. Mereka adalah para Ilmuwan tanpa mengharapkan imbalan apapun untuk menciptakan sebuah karya. Saya mendapatkan banyak ilmu dari mereka dan di sisi lain saya belajar bagaimana semangat dan perjuangan mereka untuk mendapatkan ilmu.
5. Sesuatu hal yang baru
Hal-hal yang baru pasti akan kita dapatkan di manapun berada. Di sana, hal baru yang saya dapatkan adalah tempat baru yang belum pernah saya kunjungi, spesies baru (burung, anggrek, kupu-kupu, dll), keakraban dengan para senior, ilmu baru tentang fotografi, dan masih banyak yang lainnya.
Teringat kata-kata Pak Somadikarta yang intinya, apapun yang kita lakukan, yang paling penting adalah “membaca”. Membaca di sini bukan berarti selalu membaca buku, novel, koran dan lain-lain. Namun yang paling penting
adalah bisa membaca situasi dan kondisi. Setelah mampu membacanya, maka selanjutnya adalah mengambil tindakan yang sesuai dengan situasi dan kondisi tersebut.
Setelah membaca situasi dan kondisi di sana, ada berbagai permasalahan yang muncul ketika kami melakukan ekspedisi. Cangar yang dianggap sebagai “jantungnya biodiversitas Jawa Timur”, ternyata banyak sekali keanekaragamannya yang belum tereksplorasi dan terpublikasikan. Selain itu, yang memprihatinkan lagi adalah orang-orang yang hidup di lingkungan tersebut hampir tidak mengetahui bahwa di sana adalah tempat yang sangat penting untuk dikaji lebih dalam.
Informasi penting yang seharusnya menjadi aset pun belum dilakukan pendataan. Mungkin itu disebabkan kurangnya rasa keingintahuan terhadap apa yang seharusnya kita ketahui. Akibatnya, kita kecolongan oleh peneliti luar hingga akhirnya mengobrak-abrik tanah kita. Maka timbullah pertanyaan kembali, “kita yang memiliki, kenapa orang lain yang harus menikmati?”.
Sekian dan terimakasih……
96 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Apa Kata Mereka Apa Kata Mereka
Foto
: Unt
ung
Sarm
awi
BirdraceTahuraR. Soeryo26-28Oktober 2012
AreYouReady?
Tunggu kabar selanjutnya diwww.fobi.web.id
sEPENGGALdOA DARI cANGAR
ini hanya sekelumit dari segudang cerita pada acara Ekspedisi Fobi di Cangar. Mungkin kalau bukan karena faktor kere
(kehabisan duit) cerita ini tidak akan muncul ke permukaan.
Hari itu, Selasa tanggal 3 April 2012, atau hari ketiga ekspedisi. Nurdin, Joko dan Afid mengajakku tuk pergi ke perkampungan terdekat. Bukan untuk hunting foto atau pengamatan burung, tapi cuma mau nyari signal sekalian belanja sayuran. Maklum selama tiga hari di Cangar kami seakan lupa dengan rasa nasi sayur berkuah.
Sesampainya di salah satu perkampungan terdekat, aku sibuk jadi operator dadakan melayani Joko dan Afid karena cuma HP-ku yang dapat sinyal. Kesempatan saat itu benar-benar mereka optimalkan untuk merayu dan berharap mendapatkan transfer-an rupiah dari orang-orang yang mereka hubungi. Bukan untuk membeli oleh-
oleh: Untung Sarmawi
98 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 99
Apa Kata Mereka
oleh, hanya untuk ongkos pulang kembali ke Jogja.
Sementara, si Nurdin memisahkan diri mencari sayuran. Entah apa yang ada dalam benak pikiran anak itu. Dia seolah sudah sangat percaya diri hanya dengan Rp. 100.000,00 tak perlu lagi meminta tambahan ongkos untuk pulang. Mungkin juga gara-gara sudah terlanjur termakan omonganku sebelum berangkat ke Cangar; “Masalah ongkos percoyo wae karo Gusti Allah..”. Atau mungkin juga memikirkan sayuran dan masakan apa yang akan dibuatnya sore nanti, jauh lebih penting ketimbang meminta tambahan ongkos pulang ke orang tuanya.
Setelah sayuran didapat dan kepastian mendapat transfer sejumlah uang dari ibunya Joko dan kakaknya Afid sudah di terima, kami memutuskan kembali ke basecamp. Di tengah perjalanan pulang, kami melihat warung kopi pinggir jalan yang
seperti sedang melambai untuk dihampiri.
Jadilah kami memesan dua cangkir kopi untuk berempat [penghematan biaya]. Mencomot beberapa potong gorengan dan juga sebungkus rokok buatan lokal. Rokok itu begitu terasa aneh di mulut, tapi tetap nikmat.
Di sela waktu warung kopi itulah tiba-tiba dan tanpa diundang, seekor Elang Hitam (Ictinaetus malayensis) meluncur cepat. Tinggi di atas kepala kami ke arah bukit di belakang perkampungan. Disusul setelahnya dengan kehadiran tiga individu Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) dari arah Gunung Welirang. Dua ekor sedang soaring, sementara yang satu individu lagi sedang di mobbing. Entah oleh jenis burung apa. Tidak terlalu jelas, karena memang jaraknya yang sudah teramat jauh. Sampai-sampai binokuler yang kami bawa pun tak mampu mengidentifikasi.
Setelah puas dengan suguhan
Apa Kata Mereka
kopi dan tontonan gratis dari para raptor, kami melanjutkan perjalanan pulang ke basecamp. Bermaksud memotong jalan supaya lebih dekat, kami melewati sederetan gudang jamur. Bangunan itu jika dilihat dari kondisi dan tampilannya mungkin sudah bertahun-tahun tak dipakai. Di sinilah kami menemukan kejutan mencengangkan.
Masih tersimpan rapi dalam ingatan kami, pada malam sebelumnya Kepala Seksi Tahura R. Soerjo menyampaikan seluk-beluk tentang Cangar lengkap dengan berbagai masalah yang ada di dalamnya. Salah satu dari permasalahan tersebut ternyata kami jumpai saat itu. Jaring perangkap dengan panjang sekitar 30 m dan lebar 2,5 m. Perangkap itu terpasang rapi di antara tingginya barisan pohon cemara. Bahkan kami saksikan ada seekor Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster) yang tanpa daya terjerat di dalamnya. Kasihan.
Cukup lama kami terdiam, tak tahu apa yang harus dilakukan menyaksikan peristiwa di hadapan kami berempat saat itu. Tidak menyangka bahwa akan menemukan hal yang pada malam sebelumnya disampaikan oleh Kepala Seksi. Mungkin bermaksud memecah kegalauan, Joko maju menghampiri si kutilang. Ia bergerak untuk mengambil
gambar. Saya, Afid, dan Nurdin tanpa diperintah langsung mengikutinya dari belakang.
Seolah tanpa peduli, kilatan cahaya dari kamera kami berempat tanpa ampun terus ditembakkan kearah si kutilang. Sampai-sampai dia terus bersuara. Seakan merasa tidak nyaman dengan kehadiran kami berempat sembari terus berontak berharap bisa terlepas dari jeratan jaring.
Entah berapa jepretan gambar yang kami dapatkan hanya untuk si kutilang yang menggantung. Akhirnya, mungkin terdorong rasa kasihan melihat kondisi kutilang yang terus meronta, nurdin mengambil inisiatif cepat dengan naik ke atas pohon. Ia bermaksud melepaskan kutilang dari jeratan.
Tidak mudah bagi Nurdin untuk naik, selain batang pohon yang lumayan licin tanpa pijakan, jaring yang terpasang pun cukup tinggi di atas permukaan tanah. Sempat dia terjatuh hingga masuk dalam saluran air yang cukup dalam setelah berhasil melepas kutilang. Rasa was-was kami rasakan saat itu, karena tak jauh dari lokasi kami mendengar suara percakapan dari penduduk setempat. Takut kalau nanti sampai terlihat orang malah jadi masalah, mengingat kami hanya pendatang di daerah yang tidak kami kenal.
100 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
Apa Kata Mereka
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 101
Sebenarnya saya tidak ingat betul apa-apa saja yang di sampaikan oleh Kepala Seksi pada malam sebelumnya, mungkin karena faktor sudah mengantuk. Tapi saya masih ingat betul kalau di Tahura R. Soerjo seperti yang disampaikan memang masih ada saja para pemburu satwa liar, terutama pemburu burung. Bahkan sama halnya dengan kami, Kang Swiss Winnasis pun menjumpai hal yang sama. Malah berdasarkan ceritanya, dia sempat ngobrol dengan si empunya perangkap yang notabene adalah seorang petugas.
Cangar memang luar biasa, kawasan yang dikatakan sebagai jantungnya Jawa Timur ini tak bisa dipungkiri memang menyuguhkan potensi flora-fauna. Potensi yang tidak cukup hanya waktu tujuh hari untuk dieksplorasi. Sangat disayangkan jika apa yang diceritakan kang Swiss terbukti benar. Betapa tidak, kawasan yang seharusnya dijaga kekayaan biodiversitasnya tapi justru malah dijadikan ladang peruntungan pribadi para segelintir oknum.
Setelah mendengar cerita itu kami termenung sambil berdoa, semoga ke depan makin banyak orang yang mau mengeksplorasi kekayaan biodiversitas dan peduli dengan kawasan cangar. Semoga ke depan Cangar dieksplorasi tidak hanya pada saat ekspedisi dan tidak hanya oleh 1-2 orang saja. Sebab (mungkin) dengan banyaknya pengunjung yang ingin melihat kekayaan biodiversitas Cangar, akan membuat para pemburu merasa risih. Hingga menjadi enggan memasang alat perangkap apapun untuk menangkap beragam ‘aset’ Cangar.
Terakhir, semoga ke depan Cangar tidak hanya didatangi untuk berendam saja.
Cucak Kutilang yang terkena jaring pemburu liar sebelum diselamatkan oleh para Bioders
Apa Kata Mereka
Macro CangarSwiss Winnasis
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 103
(Some)
UNDERCOVER
SPECIES
104 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 105
106 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 107
Unidentified PlantsAdakah dari para Bioders ada yang tahu nama jenis dari keempat tumbuhan di bawah ini?
Swis
s Win
nasi
sSw
iss W
inna
sis
Her
u Ca
hyon
oSw
iss W
inna
sis
108 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 109
Loepa megacore Ngengat berukuran besar ini merupakan anggota dari famili Saturnidae.
PhasmatodeaMemilik banyak nama, stick insects, walking sticks, leaf insects. Memiliki bentuk-bentuk unik, ada yang seperi ranting, daun tumbuhan, yang berguna untuk penyamaran.
Cosmophasis umbraticaDipanggil dengan Shiny Jumping Spider, karena warnanya yang mengkilap. Anggota famili Salticidae ini tidak membuat sarang, namun langsung mengejar mangsanya
OpilionesHarvestmen. Salah satu kelompok arachnida yang biasa dijumpai di habitat gua. Memiliki kaki ramping dan panjang.
Swis
s Win
nasi
sK
urni
a La
tifian
a
Swis
s Win
nasi
sSw
iss W
inna
sis
110 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 111
Ratufa bicolorBajing pohon yang dikenal dengan nama jelarang ini aktif pada siang hari (diurnal). Di Indonesia, sebarannya mencakup Sumatera, Jawa dan Bali.
Rhinolophus spSatu dari dua jenis kelelawar yang ditemukan di Gua Jepang Cangar. Identifikasi jenis kelelawar-ladam ini terutama dari pola-pola pada cuping hidungnya.
Tupaia javanicaTupai kekes merupakan salah satu mamalia endemik. Sebarannya terbatas di Sumatera Barat, P. Nias, Jawa dan Bali.
ArachnidaSalah satu laba-laba penguhi Gua Jepang. Sejauh ini belum bisa diidentifikasi. Ada yang bisa membantu?
Kur
nia
Latifi
ana
Swis
s Win
nasi
s
Gur
uh Ja
ya W
isnu
war
dhan
aA
gung
Sih
Kur
nian
to
112 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 113
Orthotomus cuculatusJenis yang dikenal dengan nama cinenen gunung ini habitatnya berada di gunung-gunung tinggi di ketinggian antara 1.000-1.500 m.
Ficedula hyperythraJantan dari burung yang punya nama Indonesia Sikatan bodoh. Dalam ekspedisi, para Bioders menjumpai beberapa pasang yang tengah bersarang.
Spilornis cheelaDikenal dengan nama elang-ular bido, burung pemangsa paling umum di Jawa ini dapat dengan mudah dikenali dari garis putih di sepanjang sayap dan ekornya. Suaranya yang khas, berupa lengkingan nyaring “kliu-liu” dan “kwiik-kwi” membuatnya semakin mudah dikenali.
Channa striataBiasa disebut sebagai Ikan Gabus atau Kutuk (Jawa). Ikan yang tersebar luas di Asia Selatan dan Tenggara ini mempunyai adaptasi yang kuat. Tahan kekeringan, membenam di lumpur atau bergerak didaratan. Tak heran juga bila dijumpai pada aliran air panas di kawasan Tahura.
Agu
ng S
ih K
urni
anto
Kur
nia
Latifi
ana
Her
u Ca
hyon
oBo
as E
man
uel
Mohon maaf, ini bukan foto prewedding
114 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi
BEHINDSCENE
the
Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 115
Malam ke empat, para pemburu binatang nocturnal sedang hunting malam di dalam lorong-lorong Goa Jepang
Saat Malam Tiba
Pak Seksi, “Saya ini ndak ngantuk lo ya, memang mata saya kalau kedip agak lama, kira-kira 30 menitan lah.”Boas, “Maaf pak kurang jelas, ada katak masuk ke telinga saya.”Khaleb, “3j*#hc 0@*Ho*09)((Y.. “
116 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 117
Mengunjungi sebuah kolam air dingin, para tim herpet menangkap beberapa ekor katak untuk dibawa ke base camp dan di-morfo.
Sok serius.Woi, kataknya di air gan!
1. Karena obyeknya sangat kecil, ruang memotretpun jadi sempit. Tapi kalau sampe tunggang-tunggangan gini ya kebangeten!2. Lagaknya Nurdin sok motret, padahal dia sedang PDKT sama cewek yang sudah punya pacar.3. Pasangan fotografer paling mesra selama ekspedisi: Imam dan Lutfian.4. Gaya fotografer kere hore, digibinos dengan kepala teman jadi tripodnya.
Photographer in Couples
118 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 119
Kisah Burung Murahan dan Fotografer Pengacau.
Segala sesuatunya berjalan baik, range optimal, obyek manis (kiri). Sampai datanglah para fotografer pengacau membuat semuanya berantakan (bawah) :D
Bioders dan Satwa
Dongeng “Katak Dikutuk Jadi Manusia” itu ternyata nyata! Kini mereka tampak mesra sekali
Terus kalau sudah begitu, kameramu dipake buat apa?
120 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 121
Seperti pepatah: bermain api kau
hangus, bermain air kau basah, bermain-main
sama pacet sikilmu sing bocor!
Onok-onok Ae...
Batman? Bioder kehujanan? Atau ojek mantel?
Tips cepat pintar mahasiswa DO: Tutup mata, tutup telinga, taruh buku di bawah kepala terus tidur!
Penampakan di siang bolong
122 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 123
Pengamatan mamalia besar di kolam air panas:Nia yang begitu bangganya berendam diamati oleh lelaki-lelaki jelalatan (kanan). Sekelompok lelaki kerempeng dan dua gadis yang mengaguminya.
Penemuan spesies baru: Ular tanpa gigi! Aseekkk...
Waktunya Berkumpul
Menunggu si Elja di bukit Gajahmungkur.
KB stress nggak dapat foto akhirnya alih profesi menjadi dirijen paduan suara, “Di pojok belakang ditarik suaranya..”
124 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 125
Para Bioders dengan senjatanya. Fotografer juga manusia (yang butuh narsis juga).
Photographer in Action
Polidigit, yang artinya: satu kamera digilir empat lelaki!
Motret anggrek? Sujud syukur? Kentut? atau kesurupan?
126 | Biodiversitas Indonesia Ekspedisi Biodiversitas Indonesia Ekspedisi | 127
Teknik memotret sangat bermacam-macam: mulai dari yang ortodok fundamentalis (kiri atas), progresif arus kiri (kanan atas) atau neo-radikal (bawah)
ODIVERSITASN D O N E S I ABBhinneka Flora Fauna Nusantara
edisi berikutnya
Dunia BawahAir