BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

54
BAB II BAB II SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOM SSA SSA Dr. I Dewa Ketut Sastrawidana, M.Si Jurusan Pendidikan Kimia 2014

description

AAS Istrumen

Transcript of BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Page 1: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

BAB IIBAB II

SPEKTROSKOPI SERAPAN SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMATOM

(( SSASSA ))Dr. I Dewa Ketut Sastrawidana, M.Si

Jurusan Pendidikan Kimia 2014

Page 2: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

PENDAHULUANPENDAHULUAN TEORI DASAR SSATEORI DASAR SSA INSTRUMENTASIINSTRUMENTASI INTERFERENSIINTERFERENSI APLIKASIAPLIKASI

SPEKTROSKOPI SERAPAN SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMATOM

(( SSASSA ))

Page 3: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

What is AAS ?

Metode analisis kuantitatif terhadap logam .

PendahuluanPendahuluan

Light SourceLight Source DetectorDetector

SampleSampleCompartmentCompartment

Page 4: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

ABSORPSI VS EMISI

Pengukuran spektroskopik secara umum dibedakan dalam 2 golongan: absorpsi dan emisi

Transisi elektronik terjadi bila suatu elektron berpindah dari tingkat energi satu ke tingkat energi yang lain.

ABSORPSI

Jika elektron menyerap (mengabsorpsi) foton sehingga elektron berpindah dari orbital dengan tingkat energi rendah ke tingkat energi tinggi.

EMISI

Jika elektron berpindah dari tingkat energi tinggi ke tingkat energi rendah sehingga foton dipancarkan sebanding dengan perbedaan tingkat energi tsb.

Page 5: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

EMISI

ABSORPSI

ABSORPSI VS EMISI

Page 6: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

AAS di dasarkan pada absorpsi energi radiasi oleh atom bebas

dalam bentuk gas

Energi yang terendah yang dimiliki oleh atom disebut keadaan

Ground state sedangkan keadaan energi yang lebih tinggi disebut

dengan Excited state

Absorpsi Energi radiasi oleh Atom

ΔΔEE = = EE11 – – EE00 = = hchc / /

E1 , E2 = excited state . E0 = ground state

h = Planck’s constant .

C = velocity of light = wavelength

Teori Dasar AASTeori Dasar AAS

Perbedaan Energi antara Ground state dan Excited state

Page 7: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Hukum Distribusi Boltzman :

Nj = banyaknya atom dalam keadaan tereksitasi No = banyaknya atom dalam keadaan dasar Ei = energi keadaan tereksitasi (excited state) Eo = energi keadaan dasar (ground state) pj & po = faktor statistik yang ditentukan oleh banyaknya tingkat

energi yang mempunyai energi sama pada setiap tingkat energi

Page 8: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

8

• Mengapa harus dilakukan atomisasi? Tujuan atomizer (atomisasi) adalah untuk membuat rasio Ni/No sebesar mungkin, agar dimungkinkan terjadinya atom pada excited state sebesar mungkin.

• Suhu yang diperlukan untuk atomisasi dapat dihitung dengan persamaan Boltzman diatas.

Page 9: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

InstrumentationInstrumentationLine

sourceMonochromat

or Detector

Read-outNebulize

r

Atomization

Single-Beam Atomic Absorption Spectrometer

Double-Beam Atomic Absorption Spectrometer

Page 10: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

1. Sumber Sinar

Merupakan sistem emisi yang diperlukan untuk menghasilkan sinar yang energinya akan diserap oleh atom bebas.

Seperangkat sumber yang dapat memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur yang spesifik tertentu dengan menggunakan lampu pijar Hollow cathode

Page 11: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Lampu Katoda berongga terdiri atas sebuah anode dan katode yang ditempatkan dalam tabung yang didalamnya berisi gas inert (Ne or Ar ) pada tekanan 1-5 torr.

Bagian katoda dilapisi dengan elemen /logam yang dianalisis (misal Na, Ca, K, Fe)

Mo (gas) M*

Lampu katoda berongga

Page 12: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA
Page 13: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

2. Sistem Pengatoman

Sistem Pengatoman dengan Nyala (Flame atomization)

Sistem Pengatoman dengan Tungku Grafit (Graphite Furnace)

Sistem Pengatoman dengan Pembentukan Hidride (Hydride

atomization)

Sistem Pengatoman dengan Uap Dingin (Cold-Vapor atomization)

Bagian yang penting karena pada tempat ini senyawa akan dianalisa.

Pada sistem pengatoman, unsur-unsur yang akan dianalisa diubah bentuknya dari bentuk ion menjadi bentuk atom bebas

Sistem Pengatoman Dalam AAS

Page 14: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

A. Flame Atomization

Flame Atomizer merupakan perangkat spektroskopi Atom yang proses pengatomannya dilakukan melalui pemanasan nyala api.

Page 15: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

NebulizationNebulization - Pengubahan - Pengubahan sampel cairan sampel cairan

menjadi menjadi fine spray / aerosolfine spray / aerosol

DesolvationDesolvation - Padatan atom - Padatan atom dicampur dicampur dengandengan

gaseous fuelgaseous fuel

VolatilizationVolatilization - Padatan atom - Padatan atom dirubah dirubah

menjadi uap di dalam flame.menjadi uap di dalam flame.

Processes occurring during atomization

Page 16: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA
Page 17: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

[M+,X-]aq[M+,X-]aq

nebulization

solution

mist

[MX]solidvaporizationdesolvation

[X0]gas[M0]gas

[MX]gas

atom

izatio

n

[M+]gas [X+]gas

atom

izat

ion

[M*]gas[M0]gasemission

excitation or absorption

(via heat or light)ground state excited state

Page 18: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Nebulizer - burner

Mengkonversi larutan sampel menjadi atom gas

Nebuliser : Pengubahan larutan sampel menjadi mist atau aerosol

Burner head : Tempat flame ( 10-12 cm)

Page 19: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Pembentukan Atom-Atom Bebas dengan Nyala

Titik-titik air yang halus dihasilkan dari nebulizer yang menghisap larutan cuplikan yang kemudian disemburkan ke bagian tengah pembakar yang telah menyala.

Misal : Reaksi terjadinya atom bebas dari Natrium.

Atomisasi NaCl Na + Cl

Eksitasi Na + hv Na*

Bila suhu nyala terlalu tinggi akan terjadi peristiwa ionisasi

Ionisasi Na Na+ + e-

Page 20: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Untuk menghasilkan nyala dipakai bermacam-macam campuran gas sebagai gas pengoksidasi dan bahan bakar yang jenis serta komposisinya tergantung pada suhu nyala api yang dikehendaki.

Page 21: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Kelemahan Atomisasi dengan Nyala Hanya sampel dalam bentuk larutan yang bisa

dianalisis Memerlukan jumlah sampel yang cukup banyak 1-2 mL Sensitivitas lebih rendah dibandingkan dengan Graphite

furnace

Keunggulan Atomisasi dengan Nyala

Relatif murah Pengoperasian sederhana Akurat

Page 22: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Jenis Logam Yang dapat dianalisis Flame AAS

Page 23: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

2. Pengatoman dengan Graphite furnace

シール

Graphite cap Graphite holder

Cooling block

Aperture plate socket

Sampleinlet

Seal Graphite tube

Eject arm Spring Fixing knob

Graphite tube

Page 24: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Sampel diinjeksikan dalam graphite tube. Graphite tube dialiri arus listrik maksimum 300 ampere.

Pada pemanasan terjadi 3 proses1.Pengeringan sampel2.Pengabuan bahan organik.3.Penguapan atom/analit

Penghilangan bahan organik untuk meminimalkan interferensi

Grafit berfungsi untuk mengubah zat yang dianalisis menjadi bentuk atom-atom netral. Sistem elektris melewatkan arus listrik pada grafit

Page 25: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Proses pada Graphite furnace

Drying stage(100oC)

Ashing stage(400-1000oC)

Atomization stage

(1400-3000oC)

Page 26: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Advantages

Small sample sizes ( as low as 0.5 uL)Very little or no sample preparation is neededSensitivity is enhanced

( 10 -10 –10-13 g , 100- 1000 folds)

Direct analysis of solid samples

Page 27: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Disadvantages

Background absorption effects

Analyte may be lost at the ashing stageThe sample may not be completely atomizedThe precision was poor than the flame method

(5%-10% vs 1%)The analytical range is relatively narrow

(less than two orders of magnitude)

Page 28: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

3. Mercury Cold vapour

Hg2+ + Sn2+ = Hg + Sn (IV) Sistem ini hanya dilakukan untuk analisa unsur Hg, karena Hg mempunyai tekanan uap yang tinggi, sehingga pada suhu kamar Hg akan berada pada kesetimbangan antara fasa uap dan fasa cair

Page 29: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

4. Hydride generation methods

For arsenic (As), antimony (Te) and selenium (Se)

As (V) AsH3As0

(gas) + H2

NaBH4

(sol)

heat

[H+]

Analisis As dan Se dengan mengkonversi menjadi bentuk hidrida dengan menambahkan NaBH4 dan mentransfernya ke sistem HCL

Page 30: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA
Page 31: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

--- diffraction grating

3. Monochromator

Page 32: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

4. Detector

--- photomultiplier

Page 33: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Interferensi dalam SSA

Interferensi Spektral

Interferensi Kimia

Interferensi Ionisasi

Interferensi Matrik

Page 34: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Interferensi Spektral

Target element Spectral line(nm)

Interferingelement

Spectral line(nm)

Al V Ca Ge Cd As Co In Cu Eu Fe Pt Ga Mn Hg Co Mn Ga Sb Pb Si V Zn Fe

• Garis spektral dari spesies lain overlap/sangat dekat dengan garis spektral analit, sehingga pemisahan dengan monokromator sulit dilakukan.

Akibatnya :

Sinar dari lampu katoda diserap oleh oleh atom pengganggu

Cara Pemecahan:

Gunakan lebar celah lebih sempit untuk memilahkan garis spektra tertentu

Gunakan garis spektra sekunder selain garis spektra primer.

Page 35: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA
Page 36: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Interferensi Kimia

Interferensi akibat terbentuknya senyawa yang lebih stabilContoh : analisis Ca karena kenaikan konsentrasi sulfat atau pospat

Al dalam analisis Mg, karena terbentuknya Al/Mg oksida yang stabil

CaSO4 and Ca3(PO4)2 memiliki ikatan ionik yang sangat kuat;

akibatnya proses atomisasi tidak dapat berjalan sempurna

Page 37: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Dengan menggunakan nyala dengan suhu yang lebih tinggi.

Penambahan releasing agent yaitu suatu kation yang mudah bereaksi dengan interferen sehingga dapat mencegah interaksi dengan analat.

Contoh : Pada analisis Ca dengan adanya sulfat dan posfat maka Tambahkan La, yang mempunyai ikatan ionik lebih kuat terhadap sulfat dan fosfat, sehingga dapat membebaskan ion Ca.

Penambahan protective agent yaitu suatu pereaksi yang dapat mencegah pembentukan senyawa stabil tapi volatil seperti EDTA, APDC dan 8-hidroquinolin. Dengan penambahan EDTA, maka interferensi Al, Si, pospat dan sulfat dalam analisis Ca dapat dikurangi.

Cara Penanggulangan

Page 38: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Interferensi Ionisasi

Pada temperatur nyala tinggi mengakibatkan beberapa bagian dari analit akan mengion sehingga memunculkan spktral yang baru

M (g) M+ (g) + e M+ mempunyai spektral yang berbeda dengan M*

Page 39: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

39

Cara Mengatasi

Jika analit terionisasi pada suhu yang cukup rendah, maka proses atomisasi menggunakan menggunakan nyala dengan temperatur yang lebih rendah

Ionisasi atom dalam nyala dengan udara sebagai oksidan dapat diabaikan. Akan tetapi jika menggunakan oksigen atau N2O sebagai oksidan maka kemungkinan terjadi ionisasi sangat besar.

Apabila banyak atom yang terionisasi dalam nyala maka absorbansi yang teramati akan berkurang.

Page 40: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Interefensi Matriks

Perbedaan kondisi fisik (viscositas) antara larutan standar dengan larutan sampelContoh : Sampel pada sirup sedangkan standar dalam pelarut air

Page 41: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

ANALISIS KUANTITATIF DENGAN SSA

Timbang ± 2,5 g sampel, masukkan ke dalam gelas beker. Tambahkan 25 mL HNO3 pekat, tutup dengan gelas arloji, didihkan selama 30 – 45 menit untuk mengoksidasi senyawa organik. Dinginkan larutan secara perlahan, tambahkan 10 mL HClO4 70%. Didihkan kembali hingga larutan menjadi jernih.

Timbang ± 2,5 g sampel, masukkan ke dalam porselin. Panaskan dalam oven hingga suhu 550oC selama 4 jam. Dinginkan, tambahkan 10 mL HCl 3 N. Tutup dengan gelas arloji, didihkan selama 10 menit. Dinginkan, saring dan masukkan ke dalam labu takar 100 mL, encerkan hingga batas dengan air bebas ion.

CARA BASAH

CARA KERING

PREPARASI SAMPEL

Page 42: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Jumlah unit sinar ( tertentu) yang diabsorpsi (A) berbanding lurus dengan koefisien absorptifitas (), jarak tempuh sinar di dalam daerah populasi atom (b), dan jumlah atom (konsentrasi, C).

p0 p

Transmitan (T) = P/P0 x 100%

A = log 1/T = -log T

A = .b.C (Lambert-Beer)

b

PENGUKURAN KADAR

Page 43: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Metode Seri Standar (Standar eksternal)

1. Ukur absorbansi dari seri larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya.

2. Buat kurva hubungan antara absorbansi versus konsentrasi (Kurva Kalibrasi).

3. Dengan metode analisis regresi linier, turunkan persamaan regresi linier, y = mx + c

Hasil plotting ke persamaan regresi:Konsentrasi Cr = 3,45 ppm

Page 44: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Metode Adisi Standard (Cara 1)

1. Siapka dua buah larutan sampel yang identik.2. Tambahkan sejumlah volume tertentu larutan

standar pada salah satu larutan sampel.3. Ukur absorbansi masing-masing larutan.4. Hitung konsentrasi analit dengan persamaan

berikut.

Page 45: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

45

PENGGUNAAN KURVA STANDAR EKSTERNAL

Page 46: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

METODE ADISI Standard (Cara 2)

Mg concentrationafter filled up

X X+0.1 X+0.2 X+0.3

100 ml

Pelarut

No.1 No.2 No.4No.3

10 ml Sampel

10 ml 10 ml 10 ml 10 ml

Larutan Standard X 1,0 ppm (ppm : mg/1000 ml)

20 ml30 ml

10 ml

Page 47: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

47

Page 48: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

Kurva kalibrasi Standard Adisi

Konsentrasi Sampel

Page 49: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

49

PENGGUNAAN METODE ADISI STANDAR

Page 50: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

50

Pemilihan Teknik Analisis

Yang diperhatikan : Biaya Sensitivitas dan Limit Deteksi Ketersediaan Instrumen

Sensitivitas: Konsentrasi suatu element yang mampu menghasilkan sinyal sebesar 0,0044 A (1% A)

Limit Deteksi : Konsentrasi terkecil yang dapat ditentukan secara teliti dan tepat

Page 51: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

concentration

LOD (Limit of detection)

LOQ (Limit of quantitation)

LOL (Limit of linearity)

Dynamic range

LOD = 3x SD of blankLOQ = 10x SD of blank

Page 52: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

concentration

Sensitivitas berhubungan dengan slope

Page 53: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

53

LIMIT DETEKSI DAN SENSITIVITAS

Page 54: BAB II - AAS- SASTRAWIDANA

semoga memahami