ANALISIS JURNAL
Nama Penulis : Paul P. Lee, John W. Walt, Lisa C. Rosenblatt, Lisa R. Siegartel, dan Lee S.
Stern
Judul Tulisan : Association Between Intraocular Pressure Variation and Glaucoma Progression:
Data from a United States Chart Review
Sumber : American Journal of Ophthalmology Edisi Desember 2007. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17919446
PENDAHULUAN
Lebih dari 2 juta orang di USA terkena glaukoma. Angka ini diprediksikan akan terus
meningkat seiring dengan meningkatnya populasi Lansia di USA, dengan perkiraan sebanyak
3,36 juta penderita pada tahun 2020. Meski diketahui bahwa usia tua, kornea yang tipis, dan
perubahan pada tekanan intraokular merupakan faktor yang terkait dengan defek lapang pandang
yang progresif pada glaukoma, hampir setengah individu yang terkena gloukoma tidak
menyedari bahwa mereka menderita penyakit tersebut, yang membuat mereka berada pada resiko
tinggi untuk mengalami kebutaan. Deteksi dini yang lebih baik dan pemahaman menganai faktor
yang berkontribusi pada perkembangan penyakit diperlukan untuk dapat mencegah timbulnya
kebutaan akibat penyakit ini secara efektif.
Glaukoma sudut terbuka primer memiliki hubungan yang erat dengan tekanan
intraokuler, dimana perogresifitas glaukoma sudut terbuka primer memiliki hubungan langsung
dengan peningkatan tekanan intraokuler. Banyak penelitian berusaha meneliti mengenai faktor
prediktor untuk memprediksi progresifitas glaukoma sudut terbuka primer. Derajat kerusakan
nervus optikus, yang dipengaruhi berbagai faktor seperti variasi sensitifitas dari nervus optikus
terhadap tekanan intraokuler dan insufisiensi vaskular, diketahui merupakan prediktor utama
untuk progresifitas glaukoma. Faktor lain yang berpengaruh antara lain adalah usia, jenis dan
lama terapi yang diberikan dan adanya defek lapang pandang sebelumnya juga merupakan faktor
prediktor penting untuk memprediksi progresifitas glaukoma.
The Early Manifest Glaucoma Trial (EMGT) didesign untuk mengevaluasi efek dari
pemberian terapi awal/segera terhadap progresifitas glaukoma dibanding kelompok yang tidak
diberikan terapi segera/lebih lambat. EMGT menunjukan adanya hubungan antara tekanan
intraokuler baseline yang lebih tinggi dengan peningkatan laju progresifitas glaukoma.
Parameter spesifik untuk tekanan intraokuler, seperti rerata TIO dan variabilitas TIO, belakangan
diteliti pengaruhnya terhadap progresifitas glaukoma primer sudut terbuka. Penurunan TIO
secara kontinyu ditemukan bermanfaat pada pasien glaukoma primer sudut terbuka guna
mengurangi progresifitas penyakit. Berbagai terapi medis/farmakoligis dan terapi operatif telah
dikembangkan untuk menurunkan tekanan intraokuler.
Meski berbagai penelitian mengindikasikan bahwa tekanan intraokuler yang lebih rendah
menghasilkan efek protektif terkait progresifitas glaukoma, namun hal ini tidak mengindikasikan
bahwa seseorang dengan TIO yang lebih rendah bebas resiko. Pada penelitian oleh Oliver and
associates, yang membandingkan pasien yang menjadi buta sosial karena glaukoma dengan
mereka yang tidak mengalami kebutaan. Ditemukan bahwa perkembangan penyakit kearah
kebutaan tidak berhubungan dengan rerata TIO tapi lebih kepada batas bawah (baseline) TIO
yang dapat menyebabkan kerusakan nervus optikus pada pasien dan perubahan TIO yang
berfluktuasi selama kunjungan (follow up). Penelitian lain oleh Nouri-Mahdavi and associates
meneliti tentang hubungan faktor resiko glaukoma dengan progresifitas defek lapang pandang.
Pada data yang didapatkan dari Advanced Glaucoma Intervention Study (AGIS 7), yang
mengevaluasi defek lapang pandang secara sequensial/bekala. Didapatkan hasil yang signifikas
baik secara klinis maupun statistik yang menyatakan adanya peningkatan progresifitas defek
lapang pandang sebesar 30% setiap adanya 1 unit perbedaan pada variasi TIO selama kunjungan.
Penelitian lain juga menemukan laju progresifitas glaukoma berhubungan dengan
variabilitas TIO, baik selama kunjungan pada hari yang berbeda atau pada hari yang sama.
Bertolak dari penelitian sebelumnya, peneliti bertujuan untuk mengkonfirmasi bahwa memang
variasi TIO (dinilai berdasarkan standar deviasi (SD)) selama kunjungan mempengaruhi
progresifitas defek lapang pandang pada pasien yang dirawat oleh konsultan spesialis glaukoma.
Tujuan lain penelitian ini adalah untuk menetapkan bagaimana hubungan atara variasi TIO
dengan progresifitas glaukoma berbeda pada komunitas (penelitian ini) dengan clinical trial
(penelitian AGIS).
METODE PENELITIAN
Populasi penelitian. Pada penelitian cohort retrospektif ini digunakan sampel sebanyak
151 pasien. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif. Dimana data dikumpulkan dari
rekam medis dalam rentang waktu 1 Juni 1990 hingga 22 Januari 2002. Kriteria sampel pada
penelitian ini adalah usia > 18 tahun yang didignosis menderita glaukoma primer sudut terbuka,
glaukoma normo tensi, Hipertensif okular atau susp. Galukoma. Pemilihan sampel dilakukan
secara acak dari 12 praktek spesialis yang tersebar di USA. Hanya pasien dengan data follow up
berkala selama minimal 5 tahun dan masuk kedalam kriteria diagnosis International
Classification of Diseases Ninth Edition yang dijadikan sampel penelitian. Sampel harus
memiliki minimal 5 tahun data pemeriksaan klinis dan pemeriksaan Humphrey Vield Fision.
Staging/tingkat keparahan glaukoma pada penelitian ini berdasarkan glaucoma severity system
(table 1). Rekam medis dikumpulkan dari tiap tempat dan sampel dikelompokkan berdasarkan
tingkat keparahan glaukoma. Data dikumpulkan hingga tiap kelompok dari tiap tempat
setidaknya memiliki dua sampel untuk tiap stage 0-4 dan minimal satu sampel untuk stage 5.
Staging sistem. Staging sistem yang dipakai pada penelitian ini adalah The Bascom
Palmer (Hodapp-Anderson-Parrish) glaucoma staging system (GSS) yang dimodifikasi. Terdiri
dari enam stage/derajat yang menggambarkan progresifitas glaukoma. Berdasarkan data aktual
yang tersedia pada catatan rekam medik pasien dan pendapat ahli, modifikasi dilakukan pada The
Bascom Palmer GSS untuk memastikan batasan yang jelas antar tiap stage tetap konsisten
dengan pola progresifitas defek lapang pandang yang terjadi. Penyesuaian dapat dilakukan
tergantung pada pola koreksi standar deviasi dan hasil test lapang pandang untuk derajat 0 dan1,
alur numeric untuk derajat 2-4. Sedang derajat 5 dinilai dari gangguan tajam penglihatan berat
yang menyebabkan pemeriksaan lapang pandang tidak mungkin dilakukan.
Analisis data. Data dikumpulkan menggunakan database elektronik dari Microsoft
Access. Data yang terkumpul meliputi informasi mengenai demografi pasien, riwayat medis dan
penyakit mata sebelumnya termasuk faktor resiko glaukoma, data mengenai kunjungan
pemeriksaan oftalmologi, pengobatan, riwayat operasi dan data perkembangan defek lapang
pandang. Juga termasuk data mengenai hasil pemeriksaan fisik, penunjang dan penemuan
lainnya termasuk pemeriksaan TIO, pemeriksaan slit-lamp, gonioscopies, pemeriksaan nervus
optikus, pemeriksaan retina dan macula, photografi optik disk dan hasil pemeriksaan reflex
pupil. Pemeriksaan mata yang dilakukan antara lain SD TIO (variabilitas dari pengukuran TIO
berkala), rerata TIO, perubahan antara TIO tertinggi-terendah, perubahan TIO awal-akhir,
progresifitas defek lapang pandang (VFLprogression), derajat penyakit sebelum progress,
riwayat operasi sebelum progress, riwayat pengobatan sebelum progress, dan apakah pengobatan
medikamentosa mendahului operasi. Evaluasi kondisi umum pasien termasuk usia, gender,
derajat terendah VFL dan hari pertama follow up. Terapi dijabarkan sebagai pemberian resep,
obat penurun TIO atau operatif. Subjek penelitian dikelompokan menjadi kelompok yang
mendapat terapi sebelum progressif dan kelompok yang sudah progressif sebelum mendapat
terapi. Analisis dilakukan secara deskriptif dimana data analisis dipresentasikan dalam SAS
software version 9.1.
Analisis Univariat. Analisis multivariate diterapkan pada dua tipe Cohort. Cohort 1
merupakan kelompok yang menjalani dua atau lebih pemeriksaan TIO sebelum mendapat terapi
atau mengalami progresifitas penyakit. Cohort 2 adalah kelompok yang menjalani dua atau lebih
pemeriksaan TIO sebelum ada progresif tanpa menghiaraukan apakah pasien sudah mendapat
terapi atau tidak. Kedua kelompok studi ini tidak sepenuhnya ekslusif sehingga semua subjek
penelitian cohort 1 memenuhi kriteria cohort 2 sehingga dimasukan dalam kelompok cohort 2.
Kedua tipe cohort didasarkan pada penelitian retrospektif dengan analisis post hoc, dengan data
yang dikumpulkan dengan baik setelah kunjungan pasien. Pada Cohort 1, pemeriksaan TIO yang
dilakukan pada hari sebelum dimulai terapi atau progresifitas penyakit digunakan untuk
menentukan rerata TIO dan SD TIO. Pada Cohort 2 pemeriksaan TIO yang dilakukan pada hari
sebelum progresifitas penyakit digunakan untuk menentukan rerata TIO dan SD TIO.
Pemeriksaan dilakukan minimal dua kali dalam hari yang berbeda.
Analisis Multivariat. Analisis multivariate pada cohort 1 dikembangkan berdasarkan SD
TIO sebagai variable bebas dan POAG VFL sebagai variable tergantung. Beberapa variable yang
terkait kondisi mata dan pasien secara umum dimasukan kedalam analisis sebagai covariative.
Model akhir adalah Cox proportional hazard model dimana progresifitas penyakit sebagai
outcome dan SD TIO sebagai prediktor utama, dimana faktor covariative dikontrol. Variable
dengan P>2 dikeluarkan dari model akhir. Cox proportional hazard model untuk cohort 2 juga
didasarkan pada prinsip yang sama dengan cohort 1.
HASIL
Statistik deskriptive. Pada penelitian ini didapat data sebanyak 302 mata dari 151
pasien. Usia rerata sampel adalah 66,3% (SD 11,9%). Enam puluh dua orang sampel adalah laki-
laki (42%) dan 86 laki-laki (57%). Dari segi ras didapatkan 70 orang berkulit putih (46%), 33
berkulit hitam (22%) dan tujuh (5%) lainnya adalah orang asia. Sedangkan 27% dari sampel
tidak diketahui darimana asalnya. Dari semua sampel yang diketahui riwayat keluarga menderita
glaukoma (n 109, 72%), 53% memiliki riwayat keluarga menderita galukoma.
Analisis Univariat. Analisis univariat pada cohort 1 dilakukan untuk menetapkan variasi
TIO, yang dinilai dengan SD TIO, sebelum pengobatan atau progresifitas defek lapang pandang.
Terdapat 55 pasien (84 mata) yang menjadi sampel dalam Cohort 1. Lima puluh delapan koma
dua persen dianatarnya adalah perempuan. Rentang usia subjek penelitian adalah 37-85 tahun
dengan rerata usia 62,9 tahun (SD 11,4tahun). Rerata TIO sebelum terapi atau progresifitas
penyakit adalah 16,5mmHg (SD 2mmHg) dengan rentang 14,2-22,1mmHg. Sembilan belas
persen dari seluruh sampel ditemukan mengalami progresifitas pada defek lapang pandang.
(table 2)
Analisis univariat untuk Cohort 2 dilakukan untuk menentukan variasi TIO sebelum
progresifitas defek lapang pandang, tanpa menghiraukan terapi yang sudah diberikan. Pada
Cohort 2 terdapat 129 pasien sebagai sampel. Data demographis hamper sama dengan Cohort 1,
55% sampel adalah perempuan, rerata usia 66 tahun (SD 12tahun, rentang usia 19-88tahun).
Rerata nilai TIO awal 16,4mmHg (SD 2,7mmHg, rentang 4,6-27,3mmHg). Dua puluh tujuh
persen dari subjek penelitian didapatkan mengalami progresifitas defek lapang pandang. (table 3)
Analisis Multivariat. Cox proportional hazards model untuk cohort 1 mendapatkan
bahwa rerata TIO dan SD TIO sebelum terapi dan progresi penyakit berhubungan secara
signifikan dengan progresifitas glaukoma. Tiap peningkatan SD TIO sebesar 1 mmHg didapat
peningkatan kemungkinan terjadinya glaukoma progresif sebesar 4,2. Tiap peningkatan 1 mmHg
pada rerata TIO menyebabkan peningkatan progresifitas glaukoma sebesar 20%. Dan
meningkatkan perbedaan antara TIO tertinggi-terendah terkait dengan penurunan kemungkinan
terjadinya progresifitas penyakit. (table 4)
Cox proportional hazards model untuk cohort 2 mendapatkan bahwa rerata TIO dan SD
TIO sebelum progresi penyakit berhubungan secara signifikan dengan progresifitas glaukoma.
Meski rerata TIO kurang kuat hubungannya dengan progresifitas penyakit dibanding SD TIO.
Tiap peningkatan SD TIO sebesar 1 mmHg didapat peningkatan kemungkinan terjadinya
glaukoma progresif sebesar 5,5. Tiap peningkatan 1mmHg pada rerata TIO menyebabkan
peningkatan progresifitas glaukoma sebesar 10%. Dan meningkatkan perbedaan antara TIO
tertinggi-terendah terkait dengan penurunan kemungkinan terjadinya progresifitas penyakit.
Prediktor lain untuk progresifitas glaukoma adalah peningkatan usia, gender laki-laki dan
menerima pengobatan pada tahap awal. (table 5)
DISKUSI
Sesuai dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini juga menunjukan bahwa variasi TIO
selama kunjungan follow up adalah prediktor signifikan untuk progresifitas defek lapang
pandang. Terutama dari hasil analisis multivariate yang menunjukan bahwa tiap 1mmHg
peningkatan SD TIO, didapatkan peningkatan progresifitas glaukoma sebanyak 4,2 kali lebih
besar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh AGIS yang menunjukan variasi TIO
meningkatkan progresifitas lapang pandang sebesar 30% untuk tiap peningkatan 1 mmHg SD
TIO. Ini menunjukan variasi TIO pada tiap kunjungan merupakan prediktor penting untuk
menilai progresifitas glaukoma baik dalam clinical trail atau pada praktek klinik umum.
Penelitian ini juga menemukan bukti adanya hubungan antara rerata TIO dengan
progresifitas penyakit. Analisis multivariate menunjukan adanya hubungan yang bermakna
antara rerata TIO dan progresifitas defek lapang pandang. Hal ini berbeda dengan penelitian
AGIS. Meski secara statistik kedua penelitian menunjukan hasil yang signifikan. Perbedaan ini
mungkin disebabkan perbedaan seting penelitian dan perbedaan populasi penelitian. Pada
penelitian AGIS, dilakukan intervensi dengan menerapkan terapi khusus untuk subjek penelitian
sedang pada penelitian ini tidak dilakukan intervensi khusus pada terapi pasien melainkan terapi
standar pada praktek klinik.
Rentang TIO seringkali digunakan untuk menilai variasi dan dihubungkan dengan
berkurangnya kemungkinan progresifitas penyakit. Tetapi, penting untuk dicatat, penilaian ini
didasarkan pada murni perbedaan dan tidak menghiraukan riwayat nilai TIO tertinggi atau
terendah. Dan sangat mungkin bahwa subjek penelitian memiliki rentang TIO yang luas lebih
karena keberhasilan pengobatan yang menyebabkan TIO yang lebih rendah, sehingga lebih kecil
kemungkinan progresifitas glaukoma.
Beberapa keterbatasan yang ada pada penelitian ini atara lain jumlah sampel yang relative
kecil pada kedua penelitian. Meski demikian, subjek penelitian cukup beragam baik pada sebaran
gender atau ras sehingga cukup mewakili populasi. Ditambah lagi, meski dengan jumlah sampel
yang kecil hasil penelitian menunjukan hasil yang signifikan secara statistik yang menunjukan
adanya hubungan antara variasi TIO dengan progresifitas glaukoma.
Keterbatasan penelitian lainnya adalah kemungkinan adanya bias akibat metode
pemilihan sampel. Dimana sampel yang digunakan harus memenuhi kriteria minimal dua kali
pemeriksaan sebelum dimulai pengobatan atau progresifitas penyakit dan minimal dua tahun
follow up. Hal ini menyebabkan hilangnya kemungkinan kasus dengan hanya satu kali
pemeriksaan sebelumnya untuk dimasukan sebagai subjek penelitian, padahal masih ada
kemungkinan bahwa pasien tersebut memiliki kecendrungan untuk terkena glaukoma progresif.
Meski demikian, laju progresifitas pada penelitian ini hampir sama dengan laju progresifitas
yang didapatkan pada penelitian sebelumnya. Selain itu, dua tahun follow-up juga dapat
menyebabkan bias. Hal ini dikarenakan bahwa pasien yang membutuhkan follow up lebih
mungkin merupakan pasien yang memang memiliki kecendrungan progresifitas penyakit.
Faktor penting yang harus dipertimbangkan jika menggunakan SD TIO untuk menilai
variasi adalah melihat banyaknya pengukuran TIO yang dilakukan. Semakin jauh rentang
pengukuran TIO semakin besar SD, dan sebaliknya. Maski demikian, membatasi jumlah
kunjungan sepertinya tidak bermakna banyak sehingga SD dan IOP tetap menjadi prediktor
utama progresifitas. Pada penelitian Cohort 2, dimana jumlah sampel ditambah yang
menghasilkan hubungan yang lebih signifikan antara SD TIO dan Eve dibanding cohort 1.
Kelebihan utama penelitian ini adalah populasi penelitian yang melibatkan pasien
langsung. Penelitian sebelumnya berupa clinical trial dimana pasien cenderung mendapat
pengobatan yang lebih intensif. Sehingga generalisasi lebih mungkin dilakukan pada hasil
penelitian ini.
Penelitian ini menunjukkan bahwa SD TIO merupakan faktor penting yang terkait
dengan perkembangan POAG yang harus diselidiki lebih lanjut. Hasil ini menunjukkan bahwa
stabilitas TIO dari waktu ke waktu memiliki pengaruh terhadap perkembangan penyakit yang
mungkin setara atau bahkan lebih besar dari parameter lain seperti mean TIO, usia, atau tahap
glaukoma. Pemantauan SD pengukuran TIO adalah metode praktis yang dapat digunakan untuk
mengukur potensial untuk perkembangan penyakit. Praktisi harus mempertimbangkan
monitoring pasien SD TIO selama jangka panjang untuk memastikan bahwa perawatan yang
tepat diimplementasikan untuk pencegahan perkembangan POAG, sedangkan pihak lain
mungkin ingin mengukur potensi perkembangan penyakit. Praktisi harus mempertimbangkan
monitoring pasien SD TIO selama jangka panjang untuk memastikan bahwa perawatan yang
tepat diimplementasikan untuk pencegahan perkembangan POAG, sedangkan pihak lain
mungkin ingin menjelajahi cara membuat data ini mudah diakses dan diinterpretasi sambil
melihat pasien.
Manfaat yang didapat dari Journal
Pada jurnal ini didapat kesimpulan bahwa progresifitas lapang pandang pada glukoma
dapat dideteksi dengan menilai variasi tekanan intraokular. Semakin besar variasi tekanan
intraokuler maka kemungkinan penyakit akan menjadi progresif akan mekin tinggi. Selain
variasi tekanan intraokuler, progresifitas defek lapang pandang juga dapat dideteksi dengan
menilai nilai rerata tekanan intraokular yang juga berbanding lururs dengan progresifitas defek
lapang pandang pada gloukoma. Kedua aspek ini merupakan prediktor penting yang dapat
digunakan pada praktek klinik untuk membantu memprediksi perkembangan penyakit yang pada
akhirnya dapat membantu penatalaksanaan glaukoma.
Variasi tekanan intraokuler dan rerata tekanan intraokuler pada tiap kunjungan/folloe up
adalah prediktor yang baik bukan hanya signifikan untuk memprediksi progresifitas defek lapang
pandang tetapi juga karena hanya membutuhkan pemeriksaan sederhana, yaitu pemeriksaan
tekanan intraokuler dengan tonometer Schiotz yang dapat dilakukan pada pelayanan kesehatan
primer.
Analisis Metodologi Jurnal
No Topik Keterangan
1 Judul dan Abstrak Abstrak jurnal menjelaskan secara ringkas isi jurnal
dan memberikan gambaran mengenai tujuan,
metode penelitian dan hasil.
Pendahuluan
2 Latar Belakang Ya, pada pendahuluan dijabarkan latar belakang
dilakukan penelitian ini dengan menampilkan data-
data dari penelitian sebelumnya terkait penelitian
yang dilakukan.
3 Tujuan Tujuan penelitian dijabarkan pada pendahuluan,
yaitu untuk mengetahui hubungan antara variasi
TIO dengan progresifitas glaukoma.
Metodologi Penelitian
4 Populasi Populasi pada penelitian ini tidak dijabarkan secara
rinci, tetapi berdasarkan analisis dapat ditentukan
bahwa populasi target pada penelitian ini adalah
pasien glaukoma, dengan populasi terjangkau
adalah data rekam medis pasien glaukoma dari
United Stated Chart Reviem dalam jangka waktu 1
Juni 1990 hingga 22 Januari 2002
5 Sampling Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini
tidak disebutkan secara pasti. Dari penjabaran
sample penelitian, didapatkan bahwa sampel
diambil secara random dari kelompok yang telah
dipilih berdasarkan kriteria ekslusi dan inklusi.
6 Besar sampel Tidak dijabarkan mengenai penentuan sampel
minimal yang diperlukan untuk menghasilkan
kekuatan penelitian.
7 Rancangan penelitian Disebutkan bahwa penelitian ini merupakan study
Cohort retrospektif yang menggunakan data
sekunder yang berupa time series/berkala.
8 Prosedur penelitian Prosedur penelitian dijabarkan secara jelas dalam
penelitian. Dimana data yang dikumpulkan adalah
data rekam medis pasien yang berupa times series.
Definisi operasional variable bebas dan terikat juga
dijabarkan secara cukup rinci.
9 Teknik analisis data Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian
ini adalah analisis univariat dan analisis multivariat.
Adapun analisis data pada penelitian ini dijelaskan
secara terperinci.
Hasil Penelitian
10 Alur penelitian Alur penelitian tidak dijabarkan secara jelas. Hanya
dijelaskan bahwa penelitian ini merupakan
penelitian retrospektif.
11 Outcome dan Hasil Penelitian Hasil penelitian dijabarkan secara deskriptif dan
dalam bentuk presentase yang dilampirkan dalam
bentuk table.
Diskusi
12 Interpretasi hasil Diskusi menjabarkan hasil penelitian secara lebih
sederhana dan makna klinis hasil penelitian. Juga
membandingkan antara hasil analisis pada Cohort 1
dan Cohort 2 serta beberapa perbandingan dari
penelitian sebelumnya. Selain itu, peneliti juga
memaparkan kekurangan dan kelebihan dari
penelitian ini.
13 Generalisasi Hasil penelitian ini bisa digeneralisasikan pada
populasi. Karena meskipun jumlah sampel pada
penelitian ini kecil, tetapi hal ini dapat diimbangi
dengan pemilihan sampel dengan kharakteristik
beragam sehingga cukup representative untuk
mewakili populasi penelitian.
14 Overall Evidence Penelitian ini menggunakan literature dan bukti
pada penelitian sebelumnya untuk menguatkan hasil
yang didapat pada penelitian.
Kelebihan dan Kekurangan Penelitian
Kelebihan Kekurangan
a.Latar belakang dan tujuan dijabarkan dengan
jelas
b. Analisis data dijabarkan secara
terperinci
c.Diskusi dan aspek ilmiah dalam penelitian
a. Pemilihan sampel lebih kearah non-
probability sampling sehingga
memungkinkan timbulnya bias penelitian.
b. Tidak ada kelompok kontrol.
dijabarkan dengan jelas
ANALISIS JURNAL
Association Between Intraocular Pressure Variation and Glaucoma
Progression: Data from a United States Chart Review
Nisia Putri Rinayu
H1A 007 046
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2012