SINTESIS DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI AMPAS … · 2020. 6. 4. · Pada proses pembuatan...
Transcript of SINTESIS DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI AMPAS … · 2020. 6. 4. · Pada proses pembuatan...
i
SINTESIS DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI AMPAS TEH
DITINJAU DARI WAKTU DAN SUHU KARBONISASI
Synthesis and Characterization of Activated Carbon Tea Waste Viewed from Time and
Temperature Carbonization
Oleh:
Bonaventura Prasetya Dwi Indrawan
652014013
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi
sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2019
ii
iii
iv
v
vi
7
SINTESIS DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI AMPAS TEH DITINJAU
DARI WAKTU DAN SUHU KARBONISASI
Synthesis and Characterization of Activated Carbon Tea Waste Viewed from Time and
Temperature Carbonization
Bonaventura Prasetya Dwi Indrawan1*
, Yohanes Martono1, Cucun Alep Riyanto
1
1 Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Jl. Diponegoro No.52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia
Abstract
Tea waste is the waste that produced from making tea drinks. Tea waste has not been
exploited maximally. Tea waste processing as activated carbon is one of an easy way to
add the economic point. Activated carbon exploit deep prodigious industrial area,
amongst these as an adsorbent, catalyst, filtering auxiliary materials etc. The quality of
activated carbon depends on the carbonation process, one of which is temperature and
time of carbonation. In this research, the carbonation temperature which is used is 400,
500, 600, 700, and 800°C and the time is 1; 1,5; 2; 2,5; and 3 hours. The impregnation
process is carried out using H3PO4 30% with a ratio of carbon: H3PO4 is 1:4 (%, w/w for
24 hours). On this research can be concluded that the best result of % yield at
temperature of 400°C was 27,5% and 1 hours was 15,13%. The result of the best-
activated carbon which is on carbonation at temperature of 800°C during 2 hours. The
characterization result uses Fourier Transform Infra-Red (FT-IR) showed that the
activated carbon-containing carbon groups (C-H, C=C and C C) which are increasingly
visible and non-carbon groups (OH) was disappearance. The result of activated carbon
obtained is strengthened by the XRD result which showed similarities with standard
activated carbon.
Keywords : activated carbon, carbon, tea, tea waste.
8
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karbon aktif merupakan hasil dari proses karbonisasi atau pembakaran suatu material
yang telah mengalami aktivasi. Para peneliti melihat potensi karbon aktif untuk berbagai aplikasi
yang lebih luas. Beberapa potensi aplikasi karbon aktif antara lain sebagai katalis (Riyanto, dkk.,
2017), absorben ion logam Pb(II) (Saputo dan Fitriana, 2016), adsorben Fenol (Pambayun, dkk.,
2013) dan daya serap iodin (Yuningsih, dkk., 2016). Banyaknya perkembangan penelitian
mengenai karbon aktif menyebabkan instansi berlomba-lomba dalam menemukan ataupun
mensintesis dari suatu bahan. Sintesis karbon aktif banyak dikembangkan terutama dalam
mensintesis bahan alam ataupun bahan limbah masyarakat yang jarang dipergunakan kembali.
Pada perkembangannya, proses karbonisasi dipengaruhi beberapa faktor antara lain suhu
dan waktu. Pada penelitian Siahaan dkk. (2013) melalukan pengoptimalan suhu dan waktu
karbonisasi pada pembuatan arang dari sekam padi dan pada penelitian Junary dkk. (2015)
melakukan karbonisasi untuk melihat pengaruh suhu dan waktu terhadap pembuatan bioarang
berbahan baku pelepah aren. Sehingga setiap metode karbonisasi suatu bahan harus dicari
optimal dengan perlakuan suhu dan waktu. Salah satunya karbonisasi lignoselulosa yang terdapat
pada tanaman teh. Negara Indonesia salah satu negara berkembang menerima devisa dari ekspor
teh sebesar 7,4% dari penerimaan total devisa ekspor (Retnowati, 2005). Teh hitam merupakan
salah satu produk teh terbesar yang diproduksi lebih dari 75% negara di dunia (Tuminah, 2004),
khususnya Indonesia. Menurut data dari Kemendag 2012 dalam pertemuan pelaku industri dan
pedagang teh diketahui, total produksi teh di Indonesia sekitar 150 ribu ton per tahun dimana
sekitar 75 ribu ton teh produksi dalam negeri diekspor, sedangkan dari hasil olahan tersebut
sekitar 30% akan menghasilkan ampas. Ampas teh yang jumlahnya banyak ini sangat
disayangkan apabila sekedar dibuang.
Pemanfaatan ampas teh masih terbatas dan dalam ruang lingkup yang kecil. Bidang
peternakan menggunakan teh sebagai tambahan dalam pembuatan kompos (Syaifudin, 2013),
tambahan dalam pakan ternak (Manullang, 2010) dan bahan baku adsorben alternatif, ampas teh
telah digunakan untuk menjerap ion logam (Mahvi et al., 2005). Pada proses pembuatan karbon
aktif sangat dipengaruhi dari faktor waktu dan suhu karbonisasi, faktor ini sangat penting karena
proses karbonisasi yang opitimal dinilai mampu menghasilkan karbon aktif yang berkualitas .
Tujuan
Sintesis karbon aktif dari ampas teh ditinjau dari waktu dan suhu karbonisasidan menentukan
sifat dan karakteristik karbon aktif yang diperoleh.
9
TINJAUAN PUSTAKA
Teh
Teh merupakan bahan minuman yang dibuat dari daun teh yang telah mengalami proses
pengolahan tertentu seperti pelayuan, penggilingan, oksidasi enzimatis, dan pengeringan.
Berdasarkan proses pengolahannya, jenis teh dapat dibedakan menjadi teh tanpa fermentasi (teh
putih dan teh hijau), teh semi fermentasi (teh oolong), serta teh fermentasi (teh hitam). Di bidang
sains istilah fermentasi menjadi kurang populer dan diganti dengan istilah yang lebih tepat, yaitu
oksidasi enzimatis atau disingkat menjadi oksimatis.
Teh hitam ini merupakan teh dengan proses pengolahan yang cukup rumit. Berdasarkan
prosesnya teh hitam dibedakan menjadi teh hitam ortodoks dan crushing-tearing-curling (CTC).
Pada proses pengolahan teh hitam ortodoks, daun teh dilayukan semalam 14-18 jam. Setelah
layu, daun teh digulung, digiling, dan dioksimatis selama kurang lebih 1 jam. Sementara itu,
proses pengolahan CTC, pelayuannya lebih singkat yaitu, 8-11 jam dan diikuti dengan proses
penggilingan yang sangat kuat untuk mengeluarkan cairan sel semaksimal mungkin. Proses
selanjutnya adalah pengeringan yaitu proses pengolahan yang bertujuan untuk menghentikan
proses oksimatis dan menurunkan kadar air. Teh kering selanjutnya disortasi dan digrading untuk
menghasilkan jenis mutu teh tertentu (Rohdiana, 2015).
Manfaat yang dihasilkan dari minuman teh adalah memberi rasa segar, dapat memulihkan
kesehatan badan, dan terbukti tidak menimbulkan dampak negatif. Khasiat yang dimiliki oleh
minuman teh tersebut berasal dari kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam daun teh.
Komposisi susunan kimia dalam daun teh sangat bervariasi bergantung pada beberapa faktor
diantaranya yaitu jenis klon, variasi musim dan kondisi tanah, perlakuan kultur teknis, umur
daun, dan banyaknya sinar matahari yang diterima.
Kandungan senyawa kimia dalam daun teh dapat digolongkan menjadi 4 kelompok besar
yaitu golongan fenol, golongan bukan fenol, golongan aromatis, dan enzim. Keempat kelompok
tersebut bersama-sama mendukung terjadinya sifat-sifat baik pada teh, apabila pengendaliannya
selama pengolahan dapat dilakukan dengan tepat. Salah satu kandungan teh yang cukup tinggi
adalah kandungan karbonya, sehingga telah ada penelitian dalam pembuatan karbon aktif dari
ampas teh. Pada penelitian dalam pembuatan karbon aktif, kandungan ampas teh yang
diperhitungkan adalah holoselulosa yaitu sebesar 60,81% dan terdiri dari selulosa sebesar
29,42%, lignin sebesar 36,94%, dan abu sebesar 4,53%, dan ekstraktif 15,22 (Tutuş,
Kazaskeroğlu, and çiçekler, 2015). Kandungan karbon yang tinggi ini menyebabkan peneliti
memilih ampas teh sebagai pembuatan karbon aktif.
10
Karbonisasi
Karbonisasi adalah proses pembakaran material organik pada bahan baku yang akan
menyebabkan terjadinya dekomposisi material organik dan pengeluaran pengotor dimana
sebagian besar unsur non-karbon akan hilang pada tahap ini. Proses karbonisasi ini telah banyak
digunakan sebagai pensintesis karbon. Karbon hasil karbonisasi ini telah banyak digunakan,
sebagai contohnya adalah absorben, penyimpan energi elektrokimia (Labanni et al., 2015), serta
masih banyak aplikasi lainnya. Hasil karbonisasi masih banyak mengalami kendala salah satu
contohnya pengaplikasian yang tidak tepat. Hal ini disebabkan karena hasil karbonisasi tidak
dilihat karakteristik awal serta sifat-sifat awal, sehingga terjadi aplikasi yang tidak tepat guna.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil karbonisasi adalah suhu dan waktu, sebab suhu dan
waktu karbonisasi optimal setiap bahan berbeda-beda sehingga perlu dioptimalkan.
Pada penelitian Siahaan dkk. (2013) melalukan pengoptimalan suhu dan waktu
karbonisasi pada pembuatan arang dari sekam padi. Percobaan dilakukan dengan variasi
temperatur 400 ºC, 500 ºC, dan 600 ºC dan variasi waktu 30, 60, 90, dan 120 menit. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa semakin lama waktu dan semakin tinggi suhu karbonisasi maka
rendemen yang dihasilkan semakin sedikit, semakin lama proses karbonisasi maka semakin kecil
kadar airnya, semakin meningkatnya suhu dan waktu karbonisasi maka kadar abu akan semakin
tinggi, peningkatan suhu dan waktu karbonisasi akan mengurangi kadar zat mudah menguap dan
didapat Suhu dan waktu karbonisasi optimum untuk sekam padi, yaitu 400 ºC selama 120 menit
dengan kadar karbon terikat 41,3 %, kadar air 6,1 %, kadar abu 32,6 %, dan kadar zat mudah
menguap 20,5 % .
Pada penelitian Junary dkk (2015) melakukan karbonisasi untuk melihat pengaruh suhu
dan waktu terhadap pembuatan bioarang berbahan baku pelepah aren. Percobaan dilakungan
dengan variasi suhu 300, 350, 400, 450 dan 500 ºC dan variasi waktu 60, 90 dan 120 menit.
Hasil penelitian terbaik yang diperoleh adalah pada temperatur 350 ºC dan waktu 120 menit
dengan nilai kalor sebesar 8611,2581 kal/g, kadar air sebesar 5,87 %, kadar abu sebesar 8,6 % ,
kadar bahan volatil sebesar 17,4 % dan kadar karbon terikat sebesar 68,1 %.
Karbon aktif mempunyai potensi cadangan yang melimpah karena sumber daya alam
sebagian besar mampu menghasilkannya. Kesediaan alam yang besar inilah yang seharusnya
menjadi potensi besar dalam perkembangan pembuatan karbon aktif.
Karbon Aktif
Karbon aktif dalam perkembangnya sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang, salah
satunya dibidang industri yang menggunakan karbon aktif sebagai campuran produk maupun
dalam penjerapan limbah. Beberapa metode dikembangkan untuk menghasilkan karbon aktif
11
dengan kualitas yang unggul. Secara umum proses pembuatan karbon aktif terdiri dari proses
fisika dan kimia. Aktivasi fisika terdiri dari 2 Tahap; (I) Karbonisasi: Material dengan
kandungan karbon yang di pirolisis pada suhu antara 600-900 °C, tanpa oksigen. (II) Aktivasi/
Oksidasi: bahan baku atau bahan yang telah dikarbonisasi dioksidasi atmosfer (karbon
monoksida, oksigen, atau steam) pada suhu di atas 250 °C, biasanya dalam kisaran suhu 600-
1200 °C (Turmuzi, 2015). Aplikasi karbon aktif dalam industri memerlukan produksi karbon
aktif dalam skala besar sehingga sangat diharapkan karbon aktif dapat diproduksi dengan biaya
murah. Pembuatan karbon aktif mulai dikembangan dengan proses yang tidak memerlukan biaya
mahal dengan hasil karbon aktif yang lebih banyak.
Banyak riset mengenai karbon aktif yang telah menggunakan banyak metode sederhana.
Penelitian yang dilakukan dengan sintesis karbon terhadap limbah kulit pisang menggunakan
metode pirolis dengan suhu 400-600ºC namun metode ini kurang efektif sebab metode yang
digunakan masih menyebabkan tingkat kemurnian karbon kurang baik. Metode ini menyebabkan
kandungan karbon belum mampu melepaskan unsur logam Fe yang bertindak sebagai katalis.
(Nurdenti dkk., 2013).
Penelitian yang dilakukan Labanni et al. (2015) yaitu mensintesis dan menentukan
karakterisasi karbon nanopori ampas tebu. Metode yang digunakan adalah furnace dengan
perlakuan suhu 350ºC selama 1 jam. Pemurnian dari kandungan silika dilakukan dengan cara
merendam karbon ke dalam NaOH dan karbon di aktifkan dengan ZnCl2. Karbon aktif ampas
tebu yang ditunjukan instrumen Scanning Electron Microscope (SEM) menunjukan pada
perbesaran skala 2 μm menunjukan terbentuknya pori, pori ini terbentuk karena penguapan
komponen volatil serta lepasnya senyawa-senyawa anorganik.
Pada penelitian aktivasi karbon dengan metode furnace daun tembakau pada suhu 400°C
dan mengaktifkan karbon menggunakan orto H3PO4. Penelitian ini menghasilkan karbon
sebanyak 50,5 %, yang kemudian karbon di uji dengan FT-IR untuk menunjukan gugus
fungsional yang masih tertinggal dalam karbon aktif. Pada hasil FT-IR ditunjukan gugus
karbonil, eter, dan alkohol telah mengalami peregangan dan mulai banyak bands yang
menunjukan senyawa organik mulai menghilang (Shamsuddin et al., 2016).
Banyak penelitian menunjukan karbon aktif yang dihasilkan dan kemudian diuji karakteristiknya
ternyata masih banyak mengandung unsur non karbon. Unsur non karbon salah satu contohnya
adalah unsur logam, sebab itu telah dilakukan beberapa cara untuk memurnikannya. Beberapa
logam seperti Al, Fe, dan Cu menjadi bersifat pasif apabila dioksidasi di dalam HNO3. Selain itu,
pemurnian dengan asam juga mampu mengurangi karbon-karbon yang tidak membentuk karbon
aktif (Herrera, 2003).
12
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia, Fakultas Sains dan Matematika,
Universitas Kristen Satya Wacana.
Bahan dan Piranti
Sampel ampas teh diperoleh dari limbah pabrik teh. Bahan yang digunakan meliputi orto
H3PO4, NaOH, akuades, dan HNO3. Semua bahan yang digunakan berderajat PA (Pro-Analysis)
diperoleh dari E-Merck Germany.
Piranti yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya moisture analyzer (Ohaus MB
25) , vakun Buchner, seperangkat peralatan refluks, neraca dengan ketelitian 0,01 g (Ohaus
TAJ601), neraca analitis dengan ketelitian 0,1 mg (Ohaus PA214), pH meter (Hanna HI 9812),
dan furnace (Vulcan A-550). Karakterisasi hasil dilakukan dengan Spektrofotometer Inframerah
(FT-IR Shimadzu 8201 PC), dan Difraktometer Sinar-X (XRD Shimadzu 6000).
Preparasi (Güler et al., 2017 yang dimodifikasi)
Seberat 100 g ampas teh dicuci dengan akuades panas kemudian dikeringkan pada suhu
105°C selama 4 jam. Setelah kering, sampel dihaluskan dan diayak dengan ayakan 40 mesh.
Karbonisasi ( Shamsuddin et al., 2016 yang dimodifikasi)
Karbonisasi dilakukan dengan memasukkan 100 gram sampel ke dalam furnace selama 2
jam pada suhu 400°C, 500°C, 600°C, 700°C, dan 800°C serta variasi waktu dilakukan pada 1;
1,5; 2; 2,5; dan 3 jam. Variasi waktu dilakukan setelah suhu optimal karbonisasi didapatkan
dengan dilihat dari kandungan gugus fungsional hasil pengujian dengan FT-IR. Karbon
diimpregnasi dalam 30% orto H3PO4 dengan rasio 1:4 (b/b) selama 24 jam. Setelah itu sampel
disaring dengan vakum Buchner dan dioven (T=105°C) semalam. Kemudian diaktivasi pada
suhu 500°C selama satu jam lalu dicuci dengan NaOH 1M dan di bilas dengan akuades sampai
pH 7. Karbon aktif dipanaskan dalam oven (T=110oC) selama 24 jam.
Pemurnian (Subagio et al., 2013)
Karbon aktif direfluks selama 4 jam dengan pelarut 65% HNO3 kemudian dicuci dengan
akuades hingga pH 7. Setelah itu dikeringkan (T=110°C) semalam. Karbon aktif yang telah
dikeringkan kemudian dihaluskan dan diayak dengan ayakan 61 mesh. Hasil kemudian
ditimbang dengan ketelitian 0,01.
13
Karakterisasi Hasil
Analisa gugus fungsional karbon aktif dapat diamati dengan Fourier Transform Infra Red
(FT-IR) pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1
. Analisa sifat kristal dari hasil diuji dengan
Difraktometer Sinar-X (XRD) dari pengoptimalan suhu dan waktu karbonisasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen
Hasil perhitungan % rendemen disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Rendemen ampas teh dengan variasi suhu
Suhu (°C) Massa sebelum
karbonisasi (gram)
Massa sesudah
karbonisasi (gram)
% Rendemen
400 100 27,50 27,5 %
500 100 10,82 10,82 %
600 100 9,20 9,2 %
700 100 8,00 8 %
800 100 6,12 6,12 %
Tabel 2. Rendemen ampas teh dengan variasi Waktu
Waktu (jam) Massa sebelum
karbonisasi (gram)
Massa sesudah
karbonisasi (gram)
% Rendemen
1 100 15,13 15,13 %
1,5 100 13,23 13,23 %
2 100 9,52 9,52 %
2,5 100 9,56 9,56 %
3 100 5,98 5,98 %
14
Hasil persen didapat bahwa semakin naiknya suhu dan waktu karbonisasi membuat
persen rendemen semakin menurun. Hasil % rendemen pada variansi suhu terbesar pada 400°C
dan variasi waktu pada 1 jam.
Indentifikasi Gugus fungsi
Karbon teraktivasi dari ampas teh yang diperoleh dianalisis menggunakan FTIR untuk
mengetahui gugus fungsi yang ada dan gugus fungsi yang hilang setelah adanya proses
karbonisasi dan aktivasi. Hasil karakterisasi FTIR karbon dengan perlakuan variasi suhu
karbonisasi (T = 0°C, 400°C, 500°C, 600°C, 700°C, dan 800°C) pada Gambar 1 dan variasi
waktu karbonisasi (t = 1 jam; 1,5 jam; 2 jam; 2,5 jam; dan 3 jam) pada Gambar 2.
Gambar 1. Spektra FT-IR: a) ampas teh tanpa karbonisasi; karbon aktif dari ampas teh
dengan variasi suhu: b) 400°C; c) 500°C; d) 600°C; e) 700°C; dan f) 800°C
Gambar 1a-1f mempunyai vibrasi yang sama pada bilangan gelombang 1627,03-
1604,84 cm-1
; 2325,29-2309,86; 2925,17-2922,28 cm
-1; dan 3434,40-3408,36 cm
-1 yang masing-
masing merupakan vibrasi gugus fungsi C=C (Safii dan Mitarlis, 2013), C C , C-H (Sulistyani
dan Huda, 2017), dan OH (Sastrohamidjojo, 2001). Gambar 1c-1f mempunyai vibrasi yang
sama pula pada bilangan gelombang 1097,54-1093,69 cm-1
yang merupakan vibrasi gugus fungsi
C-O (Lusianti., 2015). Intensitas puncak gugus fungsi C-H, C C dan C=C paling tinggi
terbentuk di suhu 800°C (Gambar 1f), C-O paling tinggi terbentuk di suhu 600°C (Gambar 1c),
dan OH paling rendah terbentuk di suhu 800°C (Gambar 1f).
15
Gambar 2. Spektra FT-IR: a) karbon aktif standard; Karbon Aktif Ampas Teh dengan
variasi waktu: b) 1 jam; c) 1,5 jam; d) 2 jam; e) 2,5 jam; dan f) 3 jam
Gambar 2b-2f mempunyai vibrasi yang sama pada bilangan gelombang 1096,58-
1094,65 cm-1
; 1635,64-1601,96 cm-1
; 2354,22-2312,75; dan 3432,48-3416,08 cm
-1 yang masing-
masing merupakan vibrasi gugus fungsi C-O (Lusianti, 2015), C=C (Safii dan Mitarlis, 2013), C
C , dan OH (Sastrohamidjojo, 2001). Gambar 2b, 2d dan 2e mempunyai vibrasi yang sama
pula pada bilangan gelombang 2903,96-2837,41 cm-1
yang merupakan vibrasi gugus fungsi C-H
(Sulistyani dan Huda, 2017). Intensitas puncak gugus fungsi C-H, C C dan C=C paling tinggi
terbentuk di waktu 2 jam (Gambar 2d), C-O paling tinggi terbentuk di waktu 3 jam (Gambar
2f), dan OH paling rendah terbentuk di waktu 2 jam (Gambar 2d).
Berdasarkan hasil karakterisasi FTIR pada Gambar 1 dan 2 maka hasil terbaik karbon
aktif ampas teh adalah pada suhu karbonisasi 800°C selama 2 jam, karena pada perlakuan suhu
dan waktu tersebut dapat menghilangkan gugus organik seperti gugus fungsi OH dan C-O dan
semakin terlihatnya vibrasi gugus fungsi C-H, C=C dan C C (Rahmadani dan Kurniawati,
2017). Hasil terbaik untuk suhu dan waktu karbonisasi dari analisa FTIR, selanjutnya dianalisa
menggunakan XRD untuk mengetahui karakter kristal dari sampel karbon aktif yang diperoleh.
16
Analisa XRD
Gambar 3. Difraktogram Sinar X a) Karbon Aktif Standard dan b) Karbon Aktif Ampas
Teh
Pada Gambar 3a memiliki puncak (002) di sudut (2) = 24,48 dan puncak (100) di
sudut (2) = 42,68. Pada Gambar 3b memiliki puncak (002) di sudut (2) = 24,454 dan
puncak (100) di sudut (2) = 42,479. Girgis (2007) berpendapat bahwa profil karbon aktif
standard tampak sederhana dan hanya memperlihatkan dua difraksi luas dalam rentang sudut (2θ
= 20-30° dan 43-48). Terlihatnya difraksi yang luas, intensitas latar yang tidak teratur, dan tidak
adanya puncak yang tajam mengungkapkan struktur yang amorf (Nurdenti dkk., 2013). Menurut
Nashrullah dan Darminto (2014), sampel yang berasal dari bahan organik atau bahan alam
biasanya memiliki struktur zat padat amorf, dan karbon aktif ampas teh juga merupakan
bahan alam.
KESIMPULAN
Hasil karbon aktif ampas teh terbaik dilakukan dengan karbonisasi di suhu 800°C selama
2 jam. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, % rendemen paling besar pada suhu 400°C
yaitu 27,5% dan waktu 1 jam yaitu 15,13%. Hasil karakterisasi dengan spektrofotometer FTIR
menunjukkan bahwa karbon aktif hasil sintesa dari ampas teh ini mengandung gugus fungsi O-H,
C-O, C-H, C C, dan C=C serta hasil XRD memiliki kemiripan dengan karbon aktif standard
yang dilihat melalui letak pergeseran sudut 2 pada 2= 24,48 (002) dan 42,68° (100).
17
DAFTAR PUSTAKA
Girgis, B. S., Temerk, Y. M., Gadelrab, M. M., and Abdullah, I. D, (2007), X-ray Diffraction
Patterns of Activated Carbons Prepared under Various Conditions, Carbon Letters, 8(2),
95–100.
Güler, O., Boyrazlı, M., Başgöz, O., and Bostancı, B., (2017), The synthesis of carbon
nanostructures from tea plant wastes, Canadian Metallurgical Quarterly, Taylor and
Francis, 56(3), pp. 349–359.
Herrera, J.E., D.E., (2003), Resasco. In situ TPO/ Raman to Characterize Single-Walled Carbon
Nanotubes, Chemical Physics Letters, 376, 302–309.
Junary, E., Pane, J. P. dan Herlina, N, (2015), Pengaruh Suhu dan Waktu Karbonisasi Pada
Pembuatan Bioarang Berbahan Baku Pelepah Aren (Arenga pinnata ), Jurnal Teknik
Kimia USU, 4(2), pp. 46–52.
Labanni, Arniati, Nasir La Hasan, Maming, dan Muhammad Zakir, (2015), Synthesis and
Characterization of Nanoporous Carbon from Sugarcanne Bagasse ( Saccharum
officianarum ) with ZnCl 2 Activator by Ultrasonic Irradiation as Electrochemical
Energy Storage Material, Indonesia Chimica Acta, 8(1).
Lursianti, Balatif, N., dan Zamri, A., (2015), Sintesis dan Uji Toksisitas Senyawa Analog Kalkon
dari 4’-Hidroksiasettofenon dengan Dimetoksibenzaldehid, Jurnal Photon, Vol.6 No. 1.
Mahvi, A. H., Naghipour, D., Vaezi, F., and Nazmara, S., (2004), Tea waste as An Adsorbent for
Heavy Metal Removal from Industrial Wastewaters, American J. Applied Sci., 2 (1): 372-
375.
Manullang, S. P., (2010), Pengaruh pemberian ampas teh dalam Pakan Terhadap Analisa Usaha
Domba Lokal Jantan Lepas Sapih Selama 3 Bulan Penggemukan, Universitas Sumatera
Utara.
Muhammad Turmuzi, Arion Syaputra, (2015), Pengaruh Suhu dalam Pembuatan Karbon Aktif
dari Kulit Salak (Salacca edulis) dengan Impregnasi Asam Fosfat (H3PO4), Jurnal Teknik
Kimia USU, Vol. 4, No. 1
Mukmilah, Y., Lela., Mulyadi, D., dan Kurnia, A. J., (2016), Pengaruh Aktivasi Arang Aktif dari
Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Terhadap Luas Permukaan dan Daya Jerap Iodin,
Jurnal Kimia VALENSI, 2(1), Mei 2016, 30-34
18
Nashrullah, M., dan Darminto, (2014), Analisis Fasa dan Lebar Celah Pita Energi Karbon Pada
Hasil Pemanasan Tempurung Kelapa, Seni Dan Sains Pomits.
Nurdenti, I., Dyah, P., dan Wulan, K, (2013), Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Pisang Untuk
Produksi Cnt ( Carbon Nanotube ) Menggunakan Metode Pirolisis Dengan Katalis Besi,
Universitas Indonesia.
Pambayun, Gilar S., Yulianto, R. Y. E., Rachimoellah, M., dan Endah, M. M. P., (2013),
Pembuatan Karbon Aktif dari Arang Tempurung Kelapa dengan Aktivator ZnCl2 dan
Na2Co3 sebagai Adsorben untuk Mengurangi Kadar Fenol dalam Air Limbah, Jurnal
Teknik Pomits Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539
Rahmadani, N., dan Kurniawati, P, (2017), Sintesis dan Karakterisasi Karbon Teraktivasi Asam
dan Basa Berbasis Mahkota Nanas, Prosiding Seminar Nasional Kimia Dan Pembelajaran,
(November), 154–161.
Retnowati, (2005), Efektivitas ampas teh sebagai adsorben alternatif limbah cair industri
tekstil. Institut Pertanian Bogor.
Riyanto, R. F., Daniel, dan Sitorus, S., (2017), Pemanfaatan Karbon Aktif dari Arang
Tempurung Kelapa Sebagai katalis pada Sintesis n-Butil Ester dari Minyak Jelantah,
Prosiding Seminar Nasional Kimia 2017, Universitas Mulawarman
Rohdiana, D, (2015), Proses, Karakteristik dan Komponen Fungsional Teh, Foodreview
Indonesia, 10(Agustus), p. 8.
Safii, F. F., dan Mitarlis, (2013), Pemanfaatan Limbah Padat Proses Sintesis Pembuatan Furfural
dari Sekam Padi sebagai Arang Aktif, UNESA jounal of Chemistry, Vol. 2 No.2.
Saputro, Sulistyo dan Fitriana, (2016), Aplikasi Karbon Aktif dari Serbuk Gergaji Kayu Jati
(Tectona Grandis L.F.) sebagai Adsorben Ion Logam Pb(II) dan Analisisnya
Menggunakan Solid-Phase Spectrophotometry (Sps), Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia
(JKPK), Vol.1, No.2, Agustus 2016.
Sastrohamidjojo, H, (2001), Dasar-Dasar Spektroskopi (2nd ed.), Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta.
Shamsuddin, M. S., Yusoff, N. R. N., and Sulaiman, M. A, (2016), Synthesis and
Characterization of Activated Carbon Produced from Kenaf Core Fiber Using H3PO4
Activation, Procedia Chemistry, Elsevier Ltd., 19, pp. 558–565.
19
Siahaan, Satriyani, Melvha Hutapea, dan Rosdanelli Hasibuan, (2013), Penentuan Kondisi
Optimum Suhu Dan Waktu Karbonisasi, Jurnal Teknik Kimia USU, 2(1), pp. 26–30.
Subagio A., Pardoyo, Priyono, Rike Yudianti, Khasan Rowi, dan M. Imam Taufiq, (2013),
Pemurnian Carbon Nanotubes menggunakan Larutan HNO3 dengan metode Pencucian
Biasa dan Reflux, Jurnal Fisika Indonesia, XVII(April), pp. 1–4.
Sulistyani, M., dan Huda, N., (2017), Optimasi pengukuran spektrum vibrasi sampel protein
menggunakan spektrofotometer fourier transform infrared ( FT-IR ), Indonesian Journal of
Chemical Science, 6(2), 173–180.
Syaifudin, L. N., (2013), Pemanfaatan Limbah Sayur-Sayuran untuk Pembuatan Kompos dengan
Penambahan Air Kelapa (Cocos nucifera) dan Ampas Teh Sebagai Pengganti Pupuk Kimia
Pada Pertumbuhan Tanaman Semangka(Citrullus vulgaris L ), Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Tuminah, S., (2004), Teh [Camellia sinensis O.K. var. Assamica (Mast)] sebagai Salah Satu
Sumber Antioksidan, Cermin Dunia Kedokteran, 144, 52-54.
Tutuş , Ahmet, Yasar Kazaskeroğlu, and Mustafa çiçekler, (2015), Evaluation of Tea Wastes In
Usage Pulp and Paper Production, BioResources 10 (3), 5407-5416.
Yuningsih, Lela Mukmilah, Dikdik Mulyadi, dan A. Jaka Kurnia, (2016), Pengaruh Aktivasi
Arang Aktif dari Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Terhadap Luas Permukaan dan
Daya Jerap Iodin, Jurnal Kimia VALENSI: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ilmu
Kimia, 2(1), Mei 2016, 30-34.