SINDROM NEFROTIK.docx

35
SINDROM NEFROTIK I. Pendahuluan Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia, hiperkoagulabilitas, hipertesi dan kerentanan terhadap infeksi. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan, proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN berat yang disertai kadar albumin serum yang rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Protein juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN. hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipidiuria, gangguan keseibangan nitrogen, hiperkoagulobilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respo yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian yang lain dapat berkembang menjadi kronik. 1,2 Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%), yang merupakan SN primer umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan 1

Transcript of SINDROM NEFROTIK.docx

Page 1: SINDROM NEFROTIK.docx

SINDROM NEFROTIK

I. Pendahuluan

Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang

ditandai oleh proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia,

hiperkoagulabilitas, hipertesi dan kerentanan terhadap infeksi. Pada proses awal

atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus

ditemukan, proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN berat

yang disertai kadar albumin serum yang rendah ekskresi protein dalam urin juga

berkurang. Protein juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi

pada SN. hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipidiuria, gangguan keseibangan

nitrogen, hiperkoagulobilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta

hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal normal

kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir

(PGTA). Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respo

yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian yang lain dapat berkembang

menjadi kronik. 1,2

Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%),

yang merupakan SN primer umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki

dan wanita 2 : 1. Sedangkan SN sekunder pada orang dewasa terbanyak

disebabkan oleh diabetes melitus. 3,4

II. Patofisiologi

Mekanisme patofisiologi sindrom nefrotik didasarkan pada gejala yang

ditimbulkan seperti :

a. Proteinuria

Dalam keadaan normal, membran basal glomerulus mempunyai

mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme

penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua

berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada sindrom nefrotik, kedua

mekanisme penghalang tersebut terganggu. Hilangnya muatan negatif yang

1

Page 2: SINDROM NEFROTIK.docx

biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal

menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar

kapiler glomerulus.3,5

Proteinuria sendiri dibedakan menjadi selektif dan non-selektif

berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif

apabila protein yang keluar terdiri dari molekul-molekul kecil seperti albumin,

sedangkan pada proteinuria non-selektif yang lolos keluar merupakan protein

dengan molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria sendiri

ditentukan oleh keutuhan struktur membran basal glomerulus.2,6,7

b. Hipoalbuminemia

Pada sindrom nefrotik terjadi kehilangan albumin yang banyak melalui

urin dan peningkatan katabolisme dari albumin yang difiltrasi di tubulus

proksimal. Hipoalbuminemia bisa memperlihatkan pita-pita putih melintang pada

kuku (Muerchke’s Band). Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan

onkotik plasma, yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang intravaskuler ke

ruang interstitial. Penurunan volume intravaskuler menurunkan tekanan perfusi

ginjal, mengaktifkan sistem renin angiotensin aldosteron, yang merangsang

absorbsi natrium di tubulus distal. Rasio sintesis albumin di hati meningkat untuk

mengatasi hal ini namun tidak mencapai level yang cukup untuk mencegah

hipoalbuminemia. Pada status SN, protein yang hilang biasanya melebihi 2 gram

per 24 jam dan terutama terdiri dari albumin. Umumnya edema muncul bila kadar

albumin serum turun dibawah 2,5 gr/dl.2,5

Pada SN sering pula dijumpai anoreksia akibat edema mukosa usus

sehingga intake berkurang yang pada gilirannya dapat menimbulkan hipoproteine-

mia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi dapat

mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin.4

c. Edema

Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill.

Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci

terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan

onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan

2

Page 3: SINDROM NEFROTIK.docx

interstisium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan

bergesernya cairan plasma terjadilah hipovolemia, dan ginjal melakukan

kompensasi dengan merangsang sekresi renin yang memicu aktivitas system

renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), hormon katekolamin serta ADH (anti

diuretik hormon) dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine

menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Mekanisme kompensasi ini

akan memperbaiki volume intravaskular tetapi retensi cairan selanjutnya

mengakibatkan pengenceran  plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan

onkotik plasma yang pada akhirnya amempercepat ekstravasasi cairan ke ruang

interstitial sehingga edema akan semakin berlanjut.1,3,8

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal

utama. Penurunan kemampuan nefron distal untuk mengeksresi natrium sehingga

terjadi retensi natrium. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan

ekstrseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus

akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema. Kedua

mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien SN.1

d. Hipertensi

Hipertensi pada penyakit ginjal dapat terjadi pada penyakit ginjal akut

maupun penyakit ginjal kronik. Hal ini berhubungan dengan RAA sistem yang

diproses dalam ginjal, yang merupakan suatu sistem enzimatik yang bersifat

multikompleks dan berperan dalam hal naiknya tekanan darah, pengaturan

keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit.2

e. Hiperlipidemia

Disebut hiperkolesterolemia bila kadar kolesterol > 250 mg/100ml. akhir-

akhir ini disebut juga sebagai hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja

yang meningkat tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah.

Konstituen lemak itu adalah kolesterol, low density lipoprotein (LDL), very low

density lipoprotein (VLDL), dan trigliserida. Hiperlipidemia terjadi sebagai akibat

kelainan pada homeostasis lipoprotein yang terjadi sebagai akibat peningkatan

sintesis dan penurunan katabolisme. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar

terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis

3

Page 4: SINDROM NEFROTIK.docx

albumin ini, sel-sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal,

VLDL diubah menjadi LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi pada SN akitifitas

enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam

lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktifitas lipoprotein lipase ini

disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat

keluarnya protein ke dalam urin.7

f. Hiperkoagulabilitas

Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C

dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII,

VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi

sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI).2

g. Kerentanan terhadap infeksi

Penurunan kadar imunoglobulin IgG dan IgA karena kehilangan lewat

ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan

kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumonia,

Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang

diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan peritonitis.2,7

III. Etiologi

Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan

sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective

tissue disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik. 1

1. Sindrom nefrotik primer

Berdasarkan kelainan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal

dengan mikroskop biasa dan mikroskop electron. Churg membagi dalam 4

golongan yaitu : Kelainan minimal, Nefropati membranosa, Glumerulonefritis

proliferatif, Glumerulosklerosis fokal segmental.1,4

Sindrom nefrotik paling sering disebabkan oleh glomerulonefritis, yang

terdiri glomerulonefritis lesi minimal (GNLM), glomerulosklerosis fokal (GSF),

glomerulonefritis membranosa (GNMN), glomerulonefritis membranoproliferatif

(GNMP), glomerulonefritis proliferatif lain.1,4

4

Page 5: SINDROM NEFROTIK.docx

2. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : akibat infeksi (HIV,

hepatitis virus B dan C, sifilis, Malaria, Skistosomiasis, tuberkulosis, lepra) ,

keganasan (adenokarsinoma paru, limfoma hodgkin, mieloma multiple, karsinoma

ginjal) , penyakit jaringan penghubung (lupus eritematosus sistemik, artritis

reumatoid) , efek obat dan toksin (NSAID, preparat emas, penisilinamin,

probensid, air raksa, captopril, herion) , lain – lain (diabetes melitus, amiloidosis,

pre-eklamsia, refluks vesikoureter).1,4

IV. MANIFESTASI KLINIK

1. Anamnesis

Dari anamnesis dapat ditanyakan adanya bengkak di kedua kelopak mata,

perut, tungkai, atau seluruh tubuh, peningkatan berat badan, dan rasa penuh di

perut hingga dapat menyebabkan sesak. Tanyakan juga mengenai riwayat buang

air kecil, dalam 24 jam sudah berapa yang keluar, adakah oligouria. Keluhan lain

juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan. Kemudian ditanyakan

penyakit yang mengarah ke penyebab penyakit ginjal seperti hipertensi.2

2. Pemeriksaan fisik

Dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata (puffy eyelids), tungkai

atau adanya ascites atau edema skrotum atau labia. Kadang-kadang ditemukan.,

tanda-tanda hipertensi, dan striae pada kulit akibat edema.2

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada urinalisis ditemukan masif proteinuria ( 3+ sampai 4+ ), glukosuria,

sel-sel granular, sel hialin, dan sel-sel lemak. Biasanya sedimen urin normal

namun bila didapati hematuria mikroskopik ( >20 eritrosit / LPB ) bisa dicurigai

adanya lesi glomerular ( misal : sklerosis glomerulus fokal ). Dari makroskopis, urin

tampak berbuih. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemi ( < 3 g/dl),

hiperkolesterolemia lebih dari 200 mg/dl, selain itu juga dilakukan pemeriksaan

darah rutin.2,4

5

Page 6: SINDROM NEFROTIK.docx

Jika rasio protein urin terhadap kreatinin urin lebih dari 2, pasien dianggap

menderita sindrom nefrotik. Pemeriksaan tambahan seperti venografi diperlukan

untuk menegakkan diagnosis trombosis vena yang dapat terjadi akibat

hiperkoagulabilitas. Pada SN primer, untuk menentukan jenis kelainan

histopatologi ginjal yang menentukan prognosis dan respon terhadap terapi,

diperlukan biopsi ginjal.2

VI. PENATALAKSANAAN

Sindrom nefrotik diobati dengan obat kortikosteroid dan imunosupresif

yang langsung berhubungan dengan asal lesi, makanan tinggi protein dan garam

yang dibatasi, diuretik, dan membatasi aktivitas selama fase akut. Jika memakai

diuretik, harus digunakan dengan hati-hati karena diuresis yang berlebihan akan

menyebabkan penurunan volume ECF dan meningkatkan risiko trombosis dan

hipoperfusi ginjal. Pemberian inhibitor ACE menjadi pilihan lini pertama untuk

mengurangi protenuria dan penanganan hipertesi secara agresif untuk

memperlambat proses kerusakan ginjal.9,10

A. Diet

Pemberian diit tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap

kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa

metabolism protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis

glomerulus. Jadi cukup diberikan diit protein 0,8 g/kgBB ideal/hari + ekskresi

protein dalam urin/24jam. Bila fungsi ginjal sudah menurun, diet protein

disesuaikan hingga 0,6 g/kgBBideal/hari + ekskresi protein dalam urin/24 jam.(3)

Pembatasan garam atau asupan natrium sampai 1 ± 2 gram/hari. Menggu-

nakan garam secukupnya dalam makanan dan menghindari makanan yang

diasinkan, hanya diperlukan selama anak menderita edema. Diet rendah kolesterol

< 600 mg/hari. Pembatasan asupan cairan terutama pada penderita rawat inap 900

sampai 1200 ml/ hari.3, 11

Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari untuk mengevaluasi edema

dan keseimbangan cairan harus dicatat. BB diharapkan turun 0,5-1 kg/hari.Bila

6

Page 7: SINDROM NEFROTIK.docx

perlu tirah baring, terutama untuk orang tua dengan edema tungkai berat karena

kemungkinan adanya insufisiensi venous.11

B. Farmakologi

1. Terapi penyebab SN sekunder

Pada SN sekunder, hal yang harus kita tangani adalah penyebab utamanya,

diharapkan setelah penyebab dasar ditangani, gejala-gejala SN juga dapat

tertangani, misalnya SN karena infeksi ditangani penyebab infeksinya, SN karena

DM dengan mengobati DM.11

2. Kortikosteroid

Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di

antaranya prednison 125 mg setiap 2 hari sekali selama 2 bulan kemudian dosis

dikurangi bertahap dan dihentikan setelah 1-2 bulan jika relaps, terapi dapat

diulangi. Regimen lain pada orang dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5

mg/kg berat badan/hari selama 4 minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari

selama 4 minggu. Sampai 90% pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai

20-24 minggu, namun 50% pasien akan mengalami kekambuhan setelah

kortikosteroid dihentikan.2

Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi

lengkap, remisi parsial dan resisten. Dikatakan remisi lengkap jika proteinuri

minimal (< 200 mg/m²/24 jam) selama 3 hari berturut-turut, albumin serum >3

g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar dan edema hilang. Remisi

parsial jika proteinuri 200-350 mg/m²/24jam, albumin serum >2,5 g/dl, kolesterol

serum <350 mg/dl, diuresis kurang lancar dan masih edema. Dikatakan resisten

jika klinis dan laboratoris tidak memperlihatkan perubahan atau perbaikan setelah

pengobatan 4 bulan dengan kortikosteroid.2

3. Diuretik

Restriksi cairan diperlukan selama ada edema berat. Biasanya diberikan

loop diuretik seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila diperlukan dikom-

binasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3

mg/kgBB/hari. Pada pemakaian diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu

dilakukan pemantauan elektrolit darah (kalium dan natrium).11

7

Page 8: SINDROM NEFROTIK.docx

Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma sebanyak

20 ml/kgBB/hari secara perlahan-lahan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya

komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, albumin dan plasma dapat

diberikan selang sehari untuk memberikan kesempatan pergeseran dan mencegah

overload cairan. Perlu diperhatikan bahwa pemberian diuretikum harus

memperhatikan kadar albumin dalam darah, apabila kadar albumin kurang dari 2

gr/l darah, maka penggunaan diuretikum tidak dianjurkan karena dapat

menyebabkan syok hipovolemik. Volume dan warna urin serta muntahan bila ada,

harus dipantau secara berkala.3, 11

4. ACEI atau ARB

Pada pasien yang tidak responsif terhadap kortikosteroid, untuk

mengurangi proteinuri digunakan terapi simptomatik. Angiotensin Converting

Enzyme Inhibitor (ACEI) paling sering digunakan, cara kerjanya menghambat

vasokonstriksi pada arteriol eferen, misal kaptopril atau enalapril dosis rendah,

dan dosis ditingkatkan setelah 2 minggu. ACEI berfungsi untuk menurun-

kan pembuangan protein dalam air kemih dan menurunkan konsentrasi lemak

dalam darah. Tetapi pada penderita yang memiliki kelainan fungsi ginjal yang

ringan sampai berat, obat tersebut dapat meningkatkan kadar kalium darah

sehingga tidak dianjurkan bagi penderita dengan gangguan fungsi ginjal.2,4

Angiotensin receptor blocker (ARB) mempunyai efektivitas yang sama

dengan ACEI, dapat memperbaiki proteinuri karena menghambat inflamasi dan

fibrosis interstisium, menghambat pelepasan sitokin, faktor pertumbuhan, adesi

molekul akibat kerja angiotensin II lokal pada ginjal. Kombinasi ACEI dan ARB

dilaporkan memberi efek antiproteinuri lebih besar pada glomerulonefritis primer

dibandingkan pemakaian ACEI atau ARB saja.2,4

5. Terapi hiperlipidemia

Walaupun belum ada bukti yang jelas bahwa hiperlipidemia pada SN

meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular, tetapi apa yang terjadi pada

populasi umum perlu dipakai sebagai pertimbangan untuk menurunkan kadar lipid

pada penderita SN. Untuk mengatasi hiperlipidemi dapat digunakan penghambat

8

Page 9: SINDROM NEFROTIK.docx

hidroxymethyl glutaryl co-enzyme A (HMG Co-A) reductase yang efektif menu-

runkan kolesterol plasma.2,4

C. Respon Terapi

1. Remisi

Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi

lengkap, remisi parsial dan resisten. Dikatakan remisi lengkap jika proteinuri

minimal (< 200 mg/m²/24 jam), albumin serum >3 g/dl, kolesterol serum < 300

mg/dl, diuresis lancar dan edema hilang. Remisi parsial jika proteinuri 200-350

mg/m²/hari, albumin serum >2,5 g/dl, kolesterol serum <350 mg/dl, diuresis

kurang lancar dan masih edema. Relaps tidak sering : Kambuh < 2 kali dalam

masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan.11

2. Relaps

Relaps, proteinuria 2+ atau proteinuria > 400 mg/m²/24jam selama 3 hari

berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi. Diberikan prednison

dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan prednison

dosis alternating selama 4 minggu. Pada SN yang mengalami proteinuria ≥ 2+

kembali tetapi tanpa edema, sebelum dimulai pemberian prednison terlebih dahulu

dicari pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila ada infeksi diberikan

antibiotik 5-7 hari, dan bila setelah pemberian antibiotik kemudian proteinuria

menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan

proteinuria ≥2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps.11

Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial,

sangat penting, karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya.

Berdasarkan relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan steroid

inisial, pasien dapat dibagi dalam beberapa golongan : tidak ada relaps sama

sekali (30%), relaps jarang : jumlah relaps <2, relaps frekuen : jumlah relaps ≥2

kali (40-50%).11

3. Relaps frekuen

Relaps frekuen : Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons

awal, atau 4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan. Pertahankan steroid

alternating 0,1-0,5 mg/kg/hari selama 3-6 bulan, kemudian diturunkan.11

9

Page 10: SINDROM NEFROTIK.docx

4. Dependen steroid

Bila pasien telah dinyatakan sebagai SN dependen steroid, yaitu 2 kali

kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14

hari setelah terapi steroid dihentikan, setelah mencapai remisi dengan prednison

dosis penuh, diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan

perlahan/bertahap 0,2 mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan

relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/ kgBB alternating. Dosis ini disebut dosis threshold

dan dapat diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Bila terjadi

relaps pada dosis prednison rumat >0,5 mg/kgBB, tetapi < 1,0 >2.11

Cyclophosphamide biasa digunakan untuk penderita yang mengalami

relaps setelah steroid dihentikan (steroid-dependent) atau mengalami relaps >3

kali dalam setahun (frequently relapsing) bisa diberikan cyclophosphamide

2mg/kgBB/hr selama 8-12 minggu. Pada penggunaan cyclophosphamide perlu

diwaspadai terjadinya efek samping berupa infertilitas, cystitis, alopecia, infeksi,

malignansi. Chlorambucil digunakan dengan alasan yang sama  dengan

cyclophosphamide. Dosis 0,1-0,2/kgBB/hr selama 8-12 minggu.4

Pada penderita yang mengalami relaps setelah pemberian

cyclophosphamide, diberikan Cyclosporine A (CyA) dengan dosis awal 4-5

mg/kgBB/hari, di mana dosis selanjutnya perlu disesuaikan dengan kadar CyA

dalam darah. Pemberian berlangsung selama 1 tahun kemudian diturunkan

perlahan-lahan. Mengingat CyA mempunyai efek nefrotoksik, perlu memonitor

fungsi ginjal.4

5. Pengobatan SN resisten steroid

Pengobatan SN resisten steroid (SNRS) Gagal mencapai remisi meskipun

telah diberikan terapi prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu, sampai

sekarang belum memuaskan. Sebelum pengobatan dimulai, pada pasien SNRS

dilakukan biopsi ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi ginjal, karena

gambaran patologi anatomi tersebut mempengaruhi prognosis. Pengobatan dengan

CPA memberikan hasil yang lebih baik bila hasil biopsi ginjal menunjukkan

SNKM daripada GSFS. Dapat juga diberikan siklosporin, metilprednisolon, dan

obat imunosupresif lainnya.11

10

Page 11: SINDROM NEFROTIK.docx

VII.Komplikasi

1. Penyakit Ginjal Kronik (CKD)

2. Infeksi sekunder

3. Tromboemboli

4. Gangguan keseimbangan hormon dan mineral

VIII. Prognosis

Prognosis makin baik jika dapat didiagnosis segera. Pengobatan segera

dapat mengurangi kerusakan glomerulus lebih lanjut akibat mekanisme kompen-

sasi ginjal maupun proses autoimun. Prognosis minimal lesion lebih baik daripada

golongan lainnya; sangat baik untuk anak-anak dan orang dewasa, bahkan bagi

mereka yang tergantung steroid.3

Prognosis buruk pada glomerolunefritis proliferatif membranosa (MPGN),

kelainan ini sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi streptococcus yang

progresif dan pada sindrom nefrotik.3

11

Page 12: SINDROM NEFROTIK.docx

LAPORAN KASUS

Nama Penderita : Tn. S

Kelamin : Laki-laki

Umur : 36 tahun

Tanggal Masuk : 07/10/12

Nama RS : Labuang Baji

Anamnesis : Autoanamnesis

Keluhan Utama : Bengkak seluruh badan

Anamnesis Terpimpin

Dialami sejak ± 20 hari yang lalu, awalnya pasien hanya merasakan

bengkak pada kedua kelopak mata, bengkak terutama pada pagi hari dan

berkurang pada siang hari. Kemudian ± 1 minggu terakhir pasien mulai

merasakan bengkak di kedua kaki dan perut. Demam (-) riwayat demam (-).

Batuk(-) sesak (+), tidak dipengaruhi oleh posisi dan aktivitas. Mual (-) muntah

(-).

BAB : biasa

BAK : ± 1 mggu terakhir pasien merasa kencingnya kurang lancar, tidak ada

nyeri, BAK berpasir (-), batu (-), riwayat BAK batu (-), darah (-).

RPS :

Riwayat pernah berobat di PKM dengan keluhan yang sama. Namun tidak

ada perubahan, obat yang diberikan tidak diketahui.

Riwayat pemakaian obat-obatan yang lama (-)

Riwayat HT dan DM (-)

Riwayat penyakit ginjal (-)

12

Page 13: SINDROM NEFROTIK.docx

Pemeriksaan Fisis

Status Present : Sakit Sedang / Gizi kurang / Composmentis

BB : 67 kg, BBK : 41 kg; TB : 165 cm

IMT : 15,07 (gizi kurang)

Tanda Vital :

o Tensi : 120/80

o Nadi : 72 x/menit

o Pernapasan : 24x/menit

o Suhu : 36,5°

Kepala

o Ekspresi : biasa

o Simetris muka : simetris

o Deformitas : (-)

o Rambut : hitam, lurus, sukar dicabut

Mata

o Eksoftalmus / enoftalmus : (-)

o Gerakan : dbn

o Tekanan bola mata : dbn

o Kelopak mata : edema +/+

o Konjungtiva : Anemis (-),

o Kornea : tak

o Sclera : ikterus (-)

Telinga

o Pendengaran : dbn

o Tophi : (-)

o Nyeri tekan di prosessus mastoideus : (-)

Hidung

o Perdarahan : (-)

o Secret : (-)

13

Page 14: SINDROM NEFROTIK.docx

Mulut

o Bibir : tak tonsil : tap

o Gigi geligi : tak farings : tak

o Gusi : tak lidah : tak

Leher

o Kelenjar getah bening : tap

o Kelenjar gondok : tap

o DVS : R-2 cmH2O

o Pembuluh darah : tak

o Kaku kuduk : (-)

o Tumor : (-)

Dada

o Inspeksi

Bentuk : normochest, simetris ki=ka

Pembuluh darah : tak

Buah dada : simetris, gynecomasti (-)

Sela iga : dbn

Lain lain : tak

Paru

o Palpasi

Fremitus raba : vocal fremitus kiri = kanan

Nyeri tekan : (-)

o Perkusi

Paru kiri : sonor

Paru kanan : sonor

Batas paru hepar : ICS V

Batas paru belakang kanan : setinggi CV Th.IX

Batas paru belakang kiri : setinggi CV Th. XI

14

Page 15: SINDROM NEFROTIK.docx

o Auskultasi

Bunyi pernapasan : vesikuler

Bunyi tambahan : Rh -/- Wh -/-

Jantung

o Inspeksi : Iktus Cordis tidak tampak

o Palpasi : Ictus Cordis teraba

o Perkusi : pekak, batas jantung kiri (Atas: ICS II  kiri  di

l inea parastrenalis kiri (pinggang

jantung) Bawah: SIC V kiri agak ke medial

linea midklavikularis kiri) , kanan (Bawah ICS

III-IV kanan,di linea parasternalis kanan, batas

atasnya di ICS II linea parasternalis kanan).

o Auskultasi : BJ I/II murni regular, bising (-)

Perut

o Inspeksi : cembung

o Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal

o Palpasi : NT (-), MT (-)

Hepar : ttb

Lien : ttb

Ginjal : ttb

o Perkusi : ascites (+), (shifting dullness)

Punggung :

o Palpasi : NT (-), MT (-)

o Nyeri ketok : (-)

o Auskultasi : BP vesicular, Rh -/- Wh -/-

o Gerakan : dbn

o Lain lain : (-)

Alat Kelamin : edema scrotum (+)

15

Page 16: SINDROM NEFROTIK.docx

Anus dan Rektum : tdp

Ekstremitas : edema dorsum pedis dan pretibial +/+

Diagnosis Sementara : Sindroma Nefrotik

Penatalaksanaan awal :

connecta

furosemid 1amp/12jam/iv

prednison 5mg 8-0-0

Permintaan :

DR, LED, Prot. Total, Albumin, GDS, Ur, Cr, GOT, GPT, As. Urat,

profil lipid, urinalisa, esbach.

CXR, USG Abdomen

Follow Up Harian

Tanggal Perjalanan PenyakitInstruksi/terapi yang

diberikan

08/10/12T : 130/70N: 60xP: 20xS: 36,5°CBBK: 41 kgWBC : 8000HGB : 12.1PLT : 359000LED : 12Cholesterol : 535Trigliserida : 318Albumin : 1.0Protein : 4.2Ureum : 108Kreatinin : 2.29GOT : 75GPT : 15Urinalisa :Protein : +4

PH-2

S :

Bengkak pada kaki diikuti

bengkak seluruh badan

Demam (-)

Batuk (-) sesak (-)

O:

SS/GK/CM

Anemis( -), ikterus( –)

Peristaltik (+) kesan N

Ascites (+)

Ext : edema dorsum pedis

dan pretibial +/+

Edema scrotum (+)

P:

- Conecta

- Furosemide 1amp/12j/iv

- Prednison 5mg 8-0-0

- Simvastatin 20mg 0-0-1

16

Page 17: SINDROM NEFROTIK.docx

1000mg/dlBlood : 3-5Lekosit : 5-10Glukosa : neg

USG Abdomen

A :

Susp SN

Kesan :

- Ascites

- Lain-lain normal

09/10/12

T : 140/80

N: 64x/i

P: 20x/i

S: 36,7°C

BBK: 41 kg

Urinalisa :

Protein : +4Blood : 3-5Lekosit : 5-10Glukosa : neg

Prot. Esbach :

1.8gr/dl

PH-3

S :

Bengkak seluruh tubuh

terutama pada pagi hari

pada kedua kelopak mata

Batuk (-) sesak (-)

BAB : biasa

BAK : kurang, dalam sehari 2x warna kuning jernih.

O:

Anemis( -), ikterus( –)

Peristaltik (+) N

Ascites (+)

Ext : edema dorsum

pedis dan pretibial +/+

Edema scrotum (+)

A :

Susp SN

P:

- Diet rendah garam, rendah purin, rendah kalium, rendah protein 0.6gr/KgBB/hr

- Conecta

- Furosemide 1amp/12j/iv

- Prednison 5mg 8-0-0

- Simvastatin 20 mg 0-0-1

10/10/12

T : 130/80

N: 64x/i

P: 20x/i

PH-4

S :

Bengkak seluruh tubuh

terutama pada pagi hari

pada kelopak mata

P:

- Diet rendah garam, rendah purin, rendah kalium, rendah protein 0.6gr/KgBB/hr

17

Page 18: SINDROM NEFROTIK.docx

S: 36,5°C

BBK: 40 kg

Batuk (-) sesak (-)

O :

Anemis( -), ikterus( –)

Peristaltik (+) kesan N

Ascites(+)

Ext : edema dorsum

pedis dan pretibial +/+

Edema scrotum (+)

A : SN

- Off Conecta

- Prednison 5mg 8-0-0

- Simvastatin 20 mg 0-0-1

11/10/12

T : 140/70

N: 64x/i

P: 20x/i

S: 36,5°C

BB : 38 kg

PH-5

S :

Bengkak seluruh tubuh

berkurang

BAB : biasa

BAK : lancar, volume kesan

banyak dari sebelumnya, warna

kuning jernih.

O :

Anemis( -), ikterus( –)

Peristaltik (+) kesan N

Ascites (+)

Ext : edema dorsum

pedis dan pretibial +/+

Edema scrotum (+)

A :

Susp SN

P:

- Diet rendah garam, rendah purin, rendah kalium, rendah protein 0.6gr/KgBB/hr.

- Prednison 5mg 8-0-0- Simvastatin 20mg 0-0-1

18

Page 19: SINDROM NEFROTIK.docx

RESUME

Seorang pasien laki-laki berusia 36 tahun masuk rumah sakit dengan

keluhan bengkak seluruh badan, Dialami sejak ± 20 hari yang lalu, awalnya

pasien hanya merasakan bengkak pada kedua kelopak mata, bengkak terutama

pada pagi hari dan berkurang pada siang hari. Kemudian ± 1 minggu terakhir

pasien mulai merasakan bengkak di kedua kaki dan perut.. Batuk (-) sesak (+),

tidak dipengaruhi oleh posisi dan aktivitas.

BAB : biasa. BAK : ± 1 mggu terakhir pasien merasa kencingnya kurang

lancar, tidak ada nyeri, BAK berpasir (-), batu (-), riw. BAK batu (-), darah (-).

Riwayat pernah berobat di PKM dengan keluhan yang sama. Bengkak berkurang,

tapi muncul kembali. Obat yang diberikan tidak diketahui. Riwayat pemakaian

obat-obatan yang lama (-). Riwayat HT dan DM (-). Riwayat penyakit ginjal (-).

Dari pemeriksaan fisis, pasien sakit sedang, gizi kurang, composmentis.

Tanda vital: tensi: 120/80 mmHg, nadi: 72x/menit, pernapasan: 24x/menit, suhu:

36,50C. Anemis (-) Ikterus (-) Edema Palpebra (+/+). Thorax: simetris kiri =

kanan, massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus kiri = kanan, batas paru

hepar setinggi intercosta V dextra, bunyi pernapasan bronkovesikuler. Abdomen

cembung, ikut gerak napas, shifting dullness (+). Terdapat edema pada dorsum

pedis dan pretibial serta edema scrotum.

Dari pemeriksaan hasil laboratorium didapatkan WBC 8.0 x 103/ul, HGB

12,1 g/dl, PLT 359 x 103/ul, Ureum 108, Kreatinin 2.29, SGOT 75, SGPT 15,

Protein total 4,2, Albumin 1,0, Kolesterol total 535, Trigliserida 318. Dari

pemeriksaan USG didapatkan ascites, sedangkan lain-lain normal.

Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisis dan hasil laboratorium

serta pemeriksaan penunjang lainnya, pasien didiagnosis sementara sebagai

Sindrom Nefrotik.

19

Page 20: SINDROM NEFROTIK.docx

DISKUSI

Pasien masuk dengan keluhan edema seluruh badan maka kita dapat

memikirkan berbagai kemungkinan. Ada beberapa penyakit yang dapat

menimbulkan keluhan edema seluruh badan misalnya sindrom nefrotik,

Congestive Heart Failure (CHF), CKD dan malnutrisi berat. Dari hasil anamnesis

pada pasien, edema yang dirasakan diawali pada kelopak mata, diikuti pada perut

dan ekstremitas serta pada alat genital, terjadi secara tiba-tiba. Edema pada

palpebra dirasakan saat bangun pagi hari dan kemudian berkurang pada siang hari.

Pasien juga merasakan sesak jika duduk, yang kemungkinan besar oleh karena

ascites.4

Edema pada  wajah terutama dialami pada pagi hari dan berkurang di

siang hari. Hal ini berkaitan dengan sifat cairan yang menempati tempat terendah. 

Pada pagi hari pasien dalam posisi berbaring setelah semalaman tidur sehingga

muncul edema pada wajah. Pada siang hari pasien lebih banyak duduk dan berdiri

sehingga edema pada wajah menurun.4

Selain itu dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan bahwa pasien

juga mengalami hiperlipidemia (Kolesterol total 535 mg/dl, Trigliserida 318

mg/dl), proteinuria (protein pada pemeriksaan urine rutin = 1000 mg/dl, dan

protein esbach = 1,8 gr/dl), hipoalbuminemia (albumin = 1,0 gr/dl). Hal ini sesuai

dengan kriteria diagnosis untuk sindrom nefrotik yaitu:4

1. Edema anasarka

2. Proteinuria massif (≥3,5 gr/hari)

3. Hipoalbuminemia (< 3,5 gr/dl)

4. Hiperlipidemia

Menurut teori, edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill

dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan

factor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan

penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravascular ke

jaringan interstisium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma

dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan

kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme

20

Page 21: SINDROM NEFROTIK.docx

kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan

mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema akan semakin

berlanjut.1, 3, 8

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal

utama. Penurunan kemampuan nefron distal untuk mengeksresi natrium sehingga

terjadi retensi natrium. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan

ekstrseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus

akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema. Kedua

mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien SN.1

Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein

akibat kerusakan glomerulus yang diduga disebabkan oleh suatu proses autoimun.

Pasien ini juga mengalami hipoalbuminemia yang disebabkan oleh proteinuria

massif. Selain itu, pasien juga mengeluhkan mual dan nafsu makan menurun yang

diduga disebabkan oleh akibat edema mukosa usus. Hal ini dapat menyebabkan

intake berkurang yang pada gilirannya dapat menimbulkan hipoproteinemia.2,4,6

Pada pasien ini juga terjadi hiperlipidemia. Menurut teori hiperlipidemia

terjadi oleh karena peningkatan produksi lipoprotein oleh hati. Akibat

hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-

banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel-sel hepar juga akan

membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL oleh

lipoprotein lipase. Tetapi pada SN, akitifitas enzim ini terhambat oleh adanya

hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu

menurunnya aktifitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar

apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urin.7

Pengobatan pada pasien dilakukan dengan terapi umum dan terapi

spesifik. Terapi umum antara lain diet rendah garam untuk mengurangi terjadinya

retensi cairan oleh natrium yang juga berperan dalam terjadinya edema. Diet

cukup protein 0,8 gr/dl oleh karena pemberian protein yang tinggi walaupun dapat

meningkatkan sintesis albumin hati namun dapat mendorong peningkatan ekskresi

albumin melalui urin. Furosemid sebagai diuretik karena adanya overload cairan.

Diet rendah kolesterol karena terjadinya hiperlipidemia serta pemberian

21

Page 22: SINDROM NEFROTIK.docx

simvastatin untuk menurunkan kadar lipid. Sedangkan terapi spesifik adalah

dengan pemberian methylprednisolon 0,8 mg/kgBB sebagai imunosupressan

karena pada pasien ini sindrom nefrotik diduga disebabkan oleh proses

autoimun.2, 4

22

Page 23: SINDROM NEFROTIK.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Prodjosudjadi W. Sindrom nefrotik. Dalam : Sudoyo Aru W. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta : Departement ilmu penyakit dalam

Fakultas kedoktera Universitas Indonesia ; 2006.

2. Shafa R. Sindroma Nefrotik. Ilmu penyakit dalam. 20 Februari 2011

3. Salme U. Sindrom Nefrotik. Journal [serial on the Internet]. oktober 2012. Available from: www.scribd.com.

4. Richard E.Berhman, Robert M. Kligman, Ann M. Arvin. Keadaan-keadaan yang terutama disertai dengan proteinuria. Dalam : Wahab A. Samik. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta : EGC; 2000.

5. Churg J, Grishman E,dkk. idiopathic nephrotic syndrome in adults - a study and classification based on renal biopsies. The New England Journal of Medicine.2012.

6. Karl Tryggvason, Jaakko Patrakka. Hereditary proteinuria syndromes and mechanisms of proteinuria. The New England Journal of Medicine.2012

7. Stephan R. Orth, Eberhard Ritz. The nephrotic syndrome. The New England Journal of Medicine.2012

8. Eric P Cohen. Pathophysiology nephrotic syndrome. Journal [serial on the internet]. oktober 2012. Available from : www.medscape.com

9. Price S, Wilson L. Gagal ginjal kronik. In : Huriawati Hartanto. Patofisiologi konsep klinis Proses-proses penyakit. edisi ke-6. jakarta :EGC; 2006.

10. Davey Patrick. Sindrom nefrotik dan nefritik. In : Safitri Amaliah. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga ; 2006

11. Israr Y. Sindrom Nefrotik. Riau: Belibis; 2008 [cited. Available from: www.belibis17.tk.

23