SIKAP TERHADAP RUMAH KOS TANPA INDUK SEMANG...
Transcript of SIKAP TERHADAP RUMAH KOS TANPA INDUK SEMANG...
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 1
SIKAP TERHADAP RUMAH KOS TANPA INDUK SEMANG
DITINJAU DARI JENIS KELAMIN DAN ASAL DAERAH PADA
MAHASISWA UST
Indriyati Eko Purwaningsih
Fakultas Psikologi
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta
ABSTRACT
This study was aimed to find out any differences on university boarders
attitude toward boarding houses without landlords stay with by referring to sex
and origin city amongst the UST Yogyakarta’s students. The study was conducted
at Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta based on a proportional
random sampling. Nomogram of Harry King table was also used to determine the
number of samples of 116 university students. Research data was collected using
an university boarders' attitude toward boarding houses without landlords scale.
Meanwhile, sex and origin city data were taken from identity reports. The validity
of university boarders attitude toward boarding houses without landlord scale
ranged from 0.208 to 0.913 with reliability of 0.914. The data normality of
Kolmogorov-Smirnov and homogenic tests has made the requirement. Hypothesis
was tested by two-way ANOVA technic with 5% significance degree. The result
showed that there was differences on university hoarders' attitude toward
boarding houses without landlords from the perspective of sex, which was male
students had more positive attitude than female students. Even though there
wasnot any differences on university boarders' attitude toward hoarding houses
without landlords from the perspective of origin city.
Keyword: boarding houses without landlord, sex, origin city
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 2
PENDAHULUAN
Sejarah mencatat bahwa Yogyakarta adalah kota pelajar. Sebenarnya tidak
hanya Yogyakarta yang disebut sebagai kota pelajar, ada uga kota-kota lain yang
memiliki sebutan kota pelajar, akan tetapi saat ini Yogyakarta masih
dipertimbangkan sebagai tujuan utama para pencari ilmu dari seluruh pelosok
negeri. Hal ini tidak terlepas dari faktor-faktor yang mendukung Yogyakarta
sebagai kota pendidikan. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah tersedianya
sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, baik yang dikelola oleh
pemerintah maupun swasata. Terdapat 4 PTN yang ternama dan sedikitnya
terdapat 115 PTS dengan program studi yang sangat bervariasi, yang tergabung di
Kopertis wilayah V Yogyakarta (Kopertis 5.org, 2010). Perpustakaan, museum,
warung internet, maupun hotspot area tersebar dimana-mana. Atmosfir belajar
dapat dirasakan disetiap sudut kota sehingga dapat memotivasi pelajar/mahasiwa
untuk belajar lebih serius apalagi biaya hidup di Yogyakarta relatif lebih murah
dibanding di kota lain.
Jumlah mahasiswa yang tergabung di KOPERTIS V Yogyakarta pada tahun
2010 ini mencapai jumlah 164.705 mahasiswa (Wignyosukarto, 2010) yang
berasal dari seluruh wilayah di Indonesia. Jumlah tersebut belum termasuk
mahasiswa yang belajar di PTN dan pars pelajar yang studi di Yogyakarta. Jumlah
mahasiswa yang mencapai ratusan ribu orang tersebut tentunya menuntut
pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa pangan, sandang dan papan yang
memadai, namun hal itu tidak perlu dikhawatirkan, sebab warung makan,
restaurant, pasar tradisional, pasar modern, distro maupun tempat pondokan dapat
dengan mudah ditemui di seluruh area di Yogyakarta.
Namun dalam beberapa tahun yang lalu ikon "kota pelajar" yang melekat pada
kota Yogyakarta, sempat memudar karena berbagai issue tentang persoalan-
persoalan sosial. Hapsoro (2b06) mencatat sejumlah isu yang melanda kota
Yogyakarta mulai dari isu tentang kumpul kebo, disusul dengan isu keperawanan,
isu abortus, isu narkoba dan lain sebagainya. Terlepas dari benar tidaknya isu
tersebut ternyata telah terjadi peningkatan jumlah remaja yang berkonsultasi ke
PKBI, dan menurut Mukhotib (2006) sebagian remaja yang berkonsultasi tersebut
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 3
umumnya telah melakukan hubungan seks sebelumnya.
Mengingat hal tersebut tentunya tidak mudah bagi orang tua untuk melepaskan
anaknya belajar di kota ini, terutama dalam mencari rumah kos yang aman dan
nyaman. Namun karena satu dan lain hal biasanya orang tua mempercayakan
penuh anaknya untuk memilih rumah kosnya sendiri.
Dari hasil observasi ada dua jenis rumah kos yaitu rumah kos dengan "induk
semang" (pemilik/bapak ibu kos tinggal bersama disatu rumah) dan ada pula
rumah kos tanpa "induk semang", artinya rumah kos tersebut tidak ditunggui oleh
pemiliknya/bapak-ibu kos). Data yang diperoleh ternyata banyak pemilik kos/
pondokan yang sebagian berasal dari luar kota, otomatis bapak ibu kos tidak
tinggal bersama anak kosnya (http//infogempajogja.go.id).
Rumah kos tanpa induk semang ini tidak jarang diduga sebagai salah satu
penyebab berbagai persoalan (www.detik.com, 2006: Fajar. 2011) diantaranya
adalah penghuni kos menjadi bebas menerima tamu di dalam kamar, baik tamu
yang sesama jenis kelamin maupun dengan tamu lawan jenisnya. Berkaitan
dengan kehidupan di rumah kos ternyata terdapat fenomena lain yang muncul
dimasyarakat yaitu adanya rumah kos campur (laki-laki dan perempuan), dan
dalam kenyataannya masih banyak warga yang tidak memperhatikan rumah kos
yang berada disekitarnya, meskipun diketahui adanya kos campur (http//
infogempajogja.go.id, 2006).
Pemerintah kota Yogyakarta telah mengeluarkan PERDA tentang
penyelenggaraan pondokan No 4 Tahun 2003 yang kemudian disetujui DPRD
dengan keputusan DPRD No 28/K/DPRD/2003 tertanggal 15 Desember 2003,
diikuti dengan petunjuk pelaksanaannya pada tanggal 13 November 2004 melalui
keputusan walikota nomor 134 tahun 2004. Namun meskipun begitu sampai
dengan bulan maret 2006 baru terdapat 195 dari 4.075 pondokan/kos-kosan yang
dilengkapi dengan SIIP atau surat ijin penyelenggaraan pondokan
(http//infogempa. jogja.go.id, 2006).
Kegiatan usaha bisnis kos-kosan yang tidak ada induk semangnya ini, diduga
terjadi karena sebagian masyarakat beranggapan bahwa rumah kos tanpa induk
semang banyak disukai dan dicari oleh mahasiswa. Hasil wawancara dengan
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 4
sebagian mahasiswa juga menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa menyukai
rumah kos tanpa induk semang, dengan alasan mahasiswa dapat bebas melakukan
aktivitasnya. Mengapa hal itu terjadi? Bukankah seharusnya mahasiswa lebih
senang tinggal rumah kos yang ada induk semangnya? Tinggal di rumah kos yang
ada induk semangnya dapat menguntungkan mahasiswa sebab setidaknya para
mahasiswa dapat memperoleh pengganti orang tua yang sewaktu-waktu dapat
dimintai bantuan jika mendapatkan persoalan. Namun apakah benar mahasiswa
lebih senang tinggal dirumah kos tanpa induk semang? Bagaimanakah sebenarnya
sikap mahasiswa terhadap rumah kos tanpa induk semang ?
Sikap adalah derajad afek positif maupun negatif terhadap suatu objek. Sikap
terhadap rumah kos tanpa induk semang yang dimaksud disini adalah perasaan
mendukung atau tidak mendukung terhadap keberadaan rumah kos tanpa induk
semang. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi sikap mahasiswa terhadap
keberadaan induk semang, diantaranya adalah pengalaman pribadi, kebudayaan,
orang lain yang dianggap penting, media massa. Institusi atau lembaga pendidikan
dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu (Azwar, 1 998).
Salah satu hasil kebudayaan yang benar pengaruhnya terhadap 166
pembentukan sikap adalah gender. Gender adalah jenis kelamin yang merupakan
hasil konstruk budaya. Jenis kelamin yang dikonstruksikan secara sosio kultural
ini, merupakan sifat yang melekat atau bahkan dilekatkan pada laki-laki dan
wanita, yang dilabelkan oleh masyarakat. Laki-laki dan wanita sebenarnya
memiliki hak dan kewajiban yang sama dihadapan hukum. Hal itu terdapat pada
pasal 27 UUD 1945, namun dalam kenyataannya laki-laki dan perempuan ini
tidak memiliki akses yang sama dalam berbagai bidang kehidupan, baik dalam
bidang pendidikan, politik, hukum, pekerjaan dan sebagainya. Menurut Astuti,
dkk. (2000) hal itu disebabkan karena adanya perbedaan perlakuan oleh orang tua,
guru dan masyarakat terhadap anak laki-laki dan wanita.
Di samping jenis kelamin, asal daerah tentunya juga mempengaruhi sikap
seseorang terhadap suatu objek. Indonesia yang dikenal memiliki ribuan pulau
dengan keragaman suku dan budaya, tentunya juga telah melahirkan sifat-sifat
kepribadian yang berbeda-beda. Secara umum mahasiswa yang berasal dari Jawa
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 5
memiliki kesamaan ciri dan sifat-sifat dengan para pemilik kos sehingga para
mahasiswa tersebut tidak begitu bermasalah jika harus tinggal bersama dengan
pemilik kos. Hal ini tentunya berbeda dengan para mahasiswa yang berasal dari
luar pulau yang berbeda suku dengan mayoritas pemilik rumah kos di Yogyakarta.
Tentunya para anak kos ini harus menyesuaikan diri dengan adat istiadat para
pemilik kos.
Dari uraian tersebut diatas maka ini dimaksudkan untuk mengetahui:
1. Perbedaan sikap mahasiswa terhadap rumah kos tanpa induk semang ditinjau
dari jenis kelamin dan asal daerah.
2. Kecenderungan sikap mahasiswa terhadap rumah kos tanpa induk semang
3. Sumbangan efektifaspek-aspek pembentuk sikap mahasiswa kos per kos
hadap rumah kos tanpa induk semang.
A. Sikap Mahasiswa Kos Terhadap Rumah Kos Tanpa Induk Semang
Menurut Allport (dalam Azwar, 1998) sikap didefinisikan sebagai
kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap faktor-faktor lingkunganyang dapat
bersifat positif maupun negatif.
Reaksi positif dan negatif tersebut akan ditunjukkan oleh perasaan mendukung
atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau menolak
(unfavourable) terhadap suatu objek (Berkowitz dalam Azwar 2008). Perasaan
senang, menerima, atau setuju dan sebaliknya terhadap suatu objek inilah yang
oleh Thurstone (dalam Walgito, 2004) disebut sebagai tingkatan afeksi.
Jika Thursthone memandang sikap hanya pada tingkatan afeksi saja dan belum
mengaitkan dengan perilaku, maka lain halnya dengan kelompok yang
berorientasi pada skema triadic. Kelompok ini menyatakan bahwa sikap adalah
konstelasi komponen-komponen kognitig afektif dan konatif yang saling
berinteraksi dalam memahami merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek
(Azwar, 1998).
Myers (dalam Walgito, 2004) selanjutnya menjelaskan bahwa komponen
kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai sesuatu yang benar tentang suatu
objek, yang kemudian akan menjadi dasar bagi pengetahuan, pandangan dan
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 6
keyakinan seseorang mengenai sesuatu yang diharapkan dari objek sikap tersebut.
Adapun komponen afektif adalah komponen yang berhubungan dengan masalah
emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap, yaitu rasa senang atau
tidak senang terhadap suatu objek sikap. Rasa senang menunjukkan sikap positif
dan rasa tidak senang menunjukkan sikap yang negatif. Jadi komponen ini
menunjukkan arah sikap positif atau negatif. Sedangkan komponen
konatifperilaku yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan
bertindak terhadap suatu objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas
sikap, yaitu besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku pada diri
seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
Dalam kenyataannya pendekatan yang kedua ini sering memunculkan adanya
inkonsistensi diantara ketiga komponennya. Oleh sebab itu penelitian ini
membatasi pads konsep sikap dari Thursthone sebagai derajad afek positif
(perasaan mendukung) atau afek negatif (perasaan tidak mendukung) terhadap
suatu objek. Objek sikap dalam penelitian ini adalah rumah kos tanpa induk
semang.
Dan berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan
suatu kesiapan atau kecenderungan individu untuk bertindak yang didasari oleh
adanya suatu perasaan yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif, yang
secara potensial menjadi daya dorong bagi individu untuk berespon/perperilaku
terhadap suatu objek atau situasi tertentu.
B. Fungsi Sikap
Katz dalam Secord dan Backman seperti dikutip oleh Walgito (2004)
menjelaskan 4 fungsi sikap, yaitu: 1) Fungsi instrumental. Fungsi ini merupakan
fungsi sikap untuk mencapai tujuan.Individu memandang sampai sejauh mana
objek sikap ini dapat digunakan sebagai sarana / alat untuk mencapai tujuan. Jika
objek sikap dapat membantu seseorang mencapai tujuannya maka ia akan
bersikap positif dan sebaliknya. 2) Fungsi pertahanan ego, yaitu sikap yang
diambil seseorang untuk mempertahankan egonya. 3) Fungsi ekspresi nilai, yaitu
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 7
fungsi yang digunakan oleh individu untuk mengekspresikan nilai yang ada pada
dirinya, dan 4) Fungsi Pengetahuan yaitu fungsi sikap terhadap objek yang
menunjukkan pengetahuan seseorang terhadap suatu objek sikap tersebut.
C. Komponen Sikap Mahasiswa Kos Terhadap Rumah Tanpa induk
Semang
Identifikasi tentang komponen-komponen atau aspek-aspek sikap
mahasiswa kos terhadap rumah kos tanpa induk semang dilakukan dengan
mengacu pada pengertian sikap, faktor-faktor pembentuk objek sikap dan juga
pengetahuan mengenai fungsi sikap. Penentuan objek sikap dilakukan melalui
suatu proses Focus Group Discussion (FGD) dengan para mahasiswa dan
mahasiswi yang kos di tempat kos yang ada induk semangnya maupun yang tidak
ada induk semangnya.
Rumah kos yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rumah tinggal
sementara yang disewa oleh para mahasiswa selama belajar di Yogyakarta.
Rumah kos dengan induk semang adalah rumah kos yang ditunggui pemiliknya,
sedangkan namah kos tanpa induk semang adalah rumah kos yang tidak ditunggui
oleh pemiliknya.
Dari hasil FGD diperoleh enam komponen objek sikap terhadap rumah kos
tanpa induk semang. Keenam komponen tersebut adalah:
1) Keamanan. Keamanan yang dimaksud disini adalah keamanan fisik material
maupun keamanan psikis.
2) Kenyamanan. Aspek ini diharapkan dapat menjamin penghuni kos merasa
enak, tenang, tidak banyak masalah dan merasa betah tinggal di rumah kos.
3) Kebebasan. Kebebasan yang dimaksudkan disini adalah kebebasan yang dapat
membuat penghuni kos dapat melakukan aktivitas-aktivitasnya tanpa ada yang
selalu mengontrolnya.
4) Kebersihan, rumah kos yang bersih dan sehat dapat membuat para penghuni
kos merasa enak, nyaman dan betah tinggal dirumah kos.
5) Suasana kekeluargaan, aspek ini berkait dengan relasi antara pemilik kos
dengan para penghuni kos, dan
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 8
6) Pertimbangan ekonomi, berkait dengan harga sewa.
D. Jenis Kelamin
Chaplin (2002) menjelaskan bahwa jenis kelamin merupakan sesuatu yang
khas membedakan antara laki-laki dan perempuan atau antara organisme yang
memproduksi sel telur dan sperma.
Jenis kelamin ini merupakan atribut permanen yang dibawa anak sejak
lahir. Jenis kelamin ini menunjuk pada atribut biologis yang dimiliki oleh
individu. Perbedaan jenis kelamin ini dapat dilihat dari adanya perbedaan
kromosom (laki-laki memiliki kromosom XY dan wanita memiliki kromosom
XX).Secara biologis wanita dapat mengandung dan melahirkan anak, sedangkan
laki-laki tidak dapat.
Menurut Setyawati terdapat dua macam jenis kelamin yaitu jenis kelamin
secara kodrati yang disebut sebagai sexe dan kedua jenis kelamin secara sosio-
kultural yang biasa disebut sebagai gender.
Sexe merupakan kodrat Tuhan yang tidak dapat dipertukarkan oleh
manusia sebagai makluk ciptaan Tuhan, meskipun teknologi kedokteran telah
berkembang dengan pesat. Sedangkan gender adalah jenis kelamin yang
dikonstruksikan secara sosial budaya atau yang sering disebut sebagai kodrat
budaya. Di dalam setiap komunitas perbedaan status pria dan wanita membawa
dampak perbedaan dalam status maupun perannya di masyarakat, sebab
masyarakat menuntut peran yang berbeda untuk masing-masing pemilik sexe ini.
Jenis kelamin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenis kelamin
yang pertama yaitu sexe. Yang merupakan karakteristik khusus yang dimiliki oleh
individu sekaligus menjadi identitas diri secara seksualitas yang dapat
dikategorikan sebagai pria dan wanita.
E. Asal Daerah
Secara geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki
ribuan pulau dengan variasi suku, agama, ras, dan sosio-budaya yang sangat luas.
Keberagaman sosio budaya dari berbagai wilayah yang berbeda-beda tersebut
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 9
kemudian melahirkan individu-individu yang tentu saja memiliki pribadi yang
sangat berbeda antara satu denganyang lain. Secara umum anal daerah yang
dimaksud dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu Jawa dan luar
Jawa. Pemilihan daerah "Jawa" didasarkan pada alasan bahwa Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa terletak di Jawa, tepatnya di kota Yogyakarta. Meski
terdapat beragam budaya dari masyarakatnya, namun secara umum masyarakat
yang tinggal di Jawa lebih memiliki kesamaan dalam strukur budaya dan adat
istiadat dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal diluar pulau Jawa.
F. Perbedaan Sikap Mahasiswa Kos Terhadap Rumah Kos Tanpa Induk
Semang Ditinjau dari Jenis Kelamin dan Asal Daerah Pada Mahasiswa
UST Yogyakarta.
Meski Indonesia memiliki berbagai jenis kebudayaan yang sangat
bervariasi, namun ada juga kesamaan sistem yang dianut oleh berbagai suku
bangsa di Indonesia, yaitu sistem patriarkhat. Sistem ini menempatkan laki-laki
dan wanita secara berbeda. Laki-laki lebih banyak diberi kebebasan untuk
mengekspresikan diri, sedangkan wanita lebih banyak dikontrol. Hal ini tentunya
tidak terlepas dari ideologi gender pads masyarakat. Ideologi ini berupa gagasan
dominan yang berlaku dalam masyarakat mengenai perbedaan peran pria dan
wanita baik dalam keluarga.
Maccoby (dalam Berns, 2004) melihat bahwa di dalam kehidupan
masyarakat perbedaan peran gender telah ditanamkan pada anak sejak awal
kelahirannya. Hal ini dapat dilihat di dalam realitas sejarah perkembangan
sepanjang kehidupan manusia. Sejak saat kelahiran, kesadaran seseorang sebagai
pria dan wanita mulai ditanamkan, melalui nama, warna pakaian, permainan-
permainan yang diberikan dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Banyak studi menyimpulkan bahwa secara khusus orang tua telah
mendorong anak lelakinya menjadi laki-laki yang kuat dibandingkan anak
perempuannya (Lamb, Lytton & Romsey dalam Berns, 2004). Orang tua lebih
banyak memberikan kebebasan dan kesempatan yang lebih luas untuk
bereksplorasi dan mengembangkan diri kepada anak lelakinya dibandingkan
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 10
kepada anak wanitanya. Pria lebih memiliki kesempatan untuk berekspresi dan
memecahkan masalah secara sendiri, sedangkan wanita lebih banyak diawasi dan
dibatasi.
G. Hipotesis
1. Mahasiswa memiliki sikap positif terhadap rumah kos tanpa induk semang
dibandingkan mahasiswi.
2. Mahasiswa kos yang berasal dari luar Jawa memiliki sikap yang positif
terhadap rumah kos tanpa induk semang dibandingkan mahasiswa yang
berasal dari Jawa.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Yogyakarta dengan melibatkan tiga buah variabel yaitu variabel "Sikap
Mahasiswa Kos Terhadap Rumah Kos Tanpa Induk semang sebagai variabel
tergantung dan dua buah variabel bebas yaitu "jenis Kelamin" dan "Asal Daerah”.
Sikap mahasiswa kos terhadap rumah kos tanpa induk semang yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah perasaan mendukung/memihak atau tidak
mendukung/tidak memihak terhadap keberadaan rumah kos tanpa induk semang,
yang diukur dari komponen-komponen keamanan, kenyamanan, kebebasan,
kebersihan dan suasana kekeluargaan.
Jenis Kelamin Mahasiswa adalah jenis kelamin biologis yang dilihat dari
data identitas sexe mahasiswa yang tertulis pada skala sikap mahasiswa kos
terhadap rumah kos tanpa induk semang. Identitas jenis kelamin diklasifikasikan
menjadi dua yaitu pria dan wanita. Sedangkan Asal Daerah Mahasiswa adalah
identitas daerah asal mahasiswa yang dilihat dari data yang ditulis oleh mahasiswa
pada skala sikap mahasiswa kos terhadap rumah kos tanpa induk semang.
Identitas asal daerah diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Jawa dan Luar Jawa.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswa UST yang Kos dan
aktif kuliah pada semester gasal 2006-2007. Sampel penelitian diambil secara
random. Jumlah sampel ditentukan dengan nomogram Harry King pada eror 5 %.
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 11
Keseluruhan data yang diperoleh berjumlah 120. Data dijaring dari
mahasiswa UST yang kos, dari tiga fakultas yang terkena random sampling. Dari
120 sampel penelitian hanya 115 data subjek penelitian yang dapat diolah, sebab
lima subjek penelitian tidak mengisi skala secara lengkap.
Metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data penelitian adalah
metode testing. Adapun alat ukur yang digunakan adalah skala Sikap Mahasiswa
Kos Terhadap Rumah Kos Tanpa Induk Semang. Data jenis kelamin dan identitas
mahasiswa diketahui dari data identitas jenis kelamin dan asal daerah yang tertera
pada skala sikap mahasiswa kos terhadap rumah kos tanpa induk semang
Skala ini disusun berdasarkan komponen–komponen: keamanan,
kenyamanan, kebebasan, suasana kekeluargaan, dan pertimbangan ekonomi
(harga sewa). Skala dikembangkan berdasarkan aitem favourable dan
unfavourable. Keseluruhan skala ini terdiri dari 60 item dengan lima kategori
respon yaitu sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju.
Skoring terhadap respon item bergerak dari 1 s.d 5 untuk aitem favorable dan
sebaliknya untuk aitem unfavourable.
Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Sesuai dengan tujuan pengukuran psikologis, maka validitas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi diestimasi melalui
pengujian terhadap isi tes dengan analisa rasional atau profesional judgement
(Azwar, 1999). Analisa dilakukan melalui pertanyaan sejauhmana butir-butir tes
tersebut telah mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi
objek yang hendak diukur serta sejauh mana butir-butir tes tersebut
mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur.
Prosedur yang dilakukan untuk melakukan seleksi aitem, guna memilih aitem-
aitem yang dapat digunakan untuk mengambil data penelitian adalah dengan
berpedoman pada kekuatan daya beda atau daya diskriminasi butir, yaitu
sejauhmana butir-butir/aitem-aitem tersebut mampu membedakan kelompok yang
memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Seleksi daya beda aitem ini akan
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 12
dilakukan dengan menggunakan batas norma 0,3 keatas, untuk menyeleksi aitem
yang memiliki daya beds bagus. Meskipun demikian peneliti akan mengambil
aitem yang memiliki daya beda kurang dari 0,3 sejauh aitem tersebut tidak
menurunkan reliabilitas secara signifikan.
Prosedur pengujian daya beda dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor
yang diperoleh pada masing-masing pernyataan/ aitem dengan skor totalnya.
Teknik yang dipergunakan adalah teknik korelasi part-whole yaitu korelasi antara
satu aitem dengan total skor aitem dikurangi skor aitem yang bersangkutan
(korelasi aitem dengan sisanya). Hal itu dilakukan guna memperoleh hasil yang
lebih bersih dan menghindari over estimate, sedangkan penghitungannya
dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program statistik SPSS.
Dari hasil analisa terhadap 60 butir aitem skala sikap terhadap rumah kos tanpa
induk semang tersebut, sejumlah 17 aitem dinyatakan gugur karena tidak
memiliki daya beda yang bagus. Butir-butir yang dinyatakan sahih memiliki
sebaran koefisien korelasi part-whole sebesar 0,208 sampai dengan 0,913. Meski
ada 17 aitem yang gugur namun validitas isi dari skala ini tetap terpenuhi.
Masing-masing aspek masih tetap berisi aitem-aitem secara proporsional seperti
yang direncanakan.
2. Reliabilitas
Reliabilitas mengandung konsep keterpercayaan hasil ukur. Azwar (1997)
mendefinisikan sebagai sejauh mana pengukuran tersebut dapat memberikan hasil
yang tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap objek yang sama.
Tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan oleh koefisien korelasi antara
skor pada dua tes paralel yang dikenakan pada dua kelompok individu yang sama.
Untuk menghindari masalah-masalah yang mungkin timbul karena karena
pendekatan tes ulang, seperti terjadinya carry over effect, maka reliabilitas yang
dipergunakan dalam skala ini adalah reliabilitas konsistensi internal, yaitu
reliabilitas yang hanyamemerlukan satu kali pengenaan sebuah tes kepada
sekelompok individu sebagai subjek (single trial adinistration).
Formula yang dipergunakan untuk melakukan estimasi terhadap besarnya
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 13
reliabilitas skala penelitian ini menggunakan formula umum koefisien alpha
(Azwar, 1997). Penghitungannya dilakukan dengan menggunakan komputer
program statistik SPSS
Dari hasil analisis, koefisien reliabilitas Alfa dari skala ini adalah sebesar
0,914. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis ini adalah
anava 2 jalur. Penghitungannya juga dilakukan dengan menggunakan komputer
program statistik SPSS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil uji normalitas data skala sikap mahasiswa kos terhadap rumah kos
tanpa induk semang dilakukan dengan menggunakan teknik One sample
Kolmogorov Smirnov. Hasil uji asumsi menunjukkan nilai KS-Z sebesar 0.968
dengan p sebesar 0.306, p e" 0.5 yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan
antara frekuensi empirik (yang diamati) dengan frekuensi teoritis dari kurva
normal. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa data sikap mahasiswa kos
terhadap rumah kos tanpa induk semang sebarannya normal.
Selain itu hasil uji homogenitas varian data skala sikap mahaiswa kos terhadap
rumah kos tanpa induk semang antara subjek mahasiswa dan mahasiswi
menunjukkan bahwa harga koefisien Levene test sebesar F= 2.202 dengan harga p
sebesar 0.141, p e" 0.05 dan pada mahasiswa yang berasal dari jawa dan luar jawa
F= 0.156 dengan harga p sebedar 0.693, p e" 0.05 sehingga dapat dikatakan
bahwa distribusi data pada kedua variabel jenis kelamin dan asal daerah normal.
Selanjutnya Uji hipotesis dilakukan dengan teknik ANAVA dua (2) Jalur,
menggunakan bantuan computer program SPSS. 17. Hasil uji hipotesis
menunjukkan bahwa: Harga FoA = 9.859 dengan peluang ralat atau p = 0.002,
pd" 0.05 signifikan. Sedangkan FoB = 0.732 dengan harga p = 0.394, pe" 0.05
tidak signifikan, serta harga FoAB sebesar 0.195 dengan harga p = 0.660 , pe"
0.05, tidak signifikan (tidak ada saling pengaruh/interaksi antara variabel jenis
kelamin dan Asal daerah dengan Sikap Mahasiswa Kos Terhadap Rumah Kos
Tanpa Induk semang). Dari hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat perbedaan sikap mahasiswa kos terhadap rumah kos tanpa induk
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 14
semang berdasarkan jenis kelamin (FoA = 9.859 dengan peluang ralat atau p
= 0.002 ,p d" 0.05). Mahasiswa lebih mendukung terhadap rumah kos tanpa
induk semang, dengan rerata skor sebesar 20.565, lebih besar dari rerata sikap
mahasiswi putri, yaitu dengan rerata skor sikap sebesar 17.743. Oleh sebab
itu maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat
perbedaan sikap mahasiswa kos terhadap rumah kos tanpa induk semang
antara mahasiswa dan mahasiswi, dapat diterima.
2. Tidak terdapat perbedaan sikap mahasiswa kos terhadap rumah kos tanpa
induk semang antara mahasiswa yang berasal dari jaws clan yang berasal dari
luar jawa (FoB = 0.732 dengan harga p = 0.394 , pe" 0.05 tidak signifikan),
dengan demikian hipotesis yang menyatakan terdapat perbedaan sikap
mahasiswa kos terhadap rumah kos tanpa induk semang berdasarkan asal
daerah, ditolak.
Selain hasil uji hipotesis, peneliti juga menemukan beberapa temuan
penelitian lain yang berkaitan dengan kecenderungan tnggi rendahnya sikap
mahasiswa kos terhadap rumah kos tanpa induk semang. Eta square dari variabel
jenis kelamin terhadap variabel sikap mahasiswa kos terhadap rumah kos tanpa
induk semang adalah sebesar .082, dengan demikian sumbangan variabel bebas
jenis kelamin terhadap pembentukan sikap mahasiswa kos terhadap rumah kos
tanpa induk semang adalah sebesar atau sebesar 8.2 %.
Secara umum hasil analisis kategorisasi, tertera pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1.Hasil analisa
Kategorisasi Skor F %
Sangat Tinggi ≥ 186 0
Tinggi 149 - 185 20 17.40
Sedang 110 - 148 73 63.47
Rendah 72 -109 22 19.13
Sangat Rendah ≤ 71 0
Total 115 100
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 15
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa memiliki sikap yang
biasa-biasa saja, cenderung netral, tidak mendukung tetapi jugs tidak menolak
terhadap keberadaan induk semang di tempat kos. Secara lengkap hasil analisis
terlihat pada table berikut:
Penelitian ini juga melihat besaran sumbangan efektif dari masing-masing
aspek pembentuk sikap mahasiswa kos terhadap rumah kos tanpa induk semang.
Untuk itu maka data dari masing-masing aspek/ komponen sikap mahasiswa kos
terhadap rumah kos tanpa induksemang dikorelasikan dengan skor totalnya.
Analisis dilakukan dengan analisis regresi (ANAREG) menggunakan bantuan
computer program SPSS-2005 edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih.
Hasil analisis regresi menunjukkan korelasi R sebesar 0,991 dan koefisien
determinan ( Rz ) sebesar 0,982 yang berarti bahwa keenam aspek tersebut
memberikan kontribusi sebesar 98,2 % terhadap pembentukan sikap mahasiswa
kos terhadap rumah kos tanpa induk semang. Adapun sumbangan efektif masing-
masing aspek tersebut tertera pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2.Sumbangan efektif masingmasing aspek.
No. Aspek Korelasi
rxy- sisax
p Sumb. Efektif
(SE %)
1. Keamanan 0.766 0.000 20.297
2 Kenyamanan 0.758 0.000 26.126
3 Kebebasan 0.761 0.000 16.971
4 Kebersihan 0.654 0.000 7.960
5 Suasana Kekeluargaan 0.733 0.000 15.903
6 Harga Sewa 0.630 0.000 10.894
Jumlah 98.151
Dari Tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa komponen-komponen yang
dipertimbangkan mahasiswa dalam memilih rumah kos adalah pertama aspek
kenyamanan, aspek ini memberi kontribusi sebesar 26.126 % dalam membentuk
sikap, kedua adalah keamanan (20.297 %), ketiga kebebasan (16.971 %), keempat
suasana kekeluargaan (15.907 %), kelima harga sewa (10.894 %) dan keenam
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 16
kebersihan yang memberi kontribusi sebesar 7.960 %.
Temuan penelitian yang menyatakan terdapat perbedaan sikap antara
mahasiswa kos terhadap numah kos tanpa induk semang antara mahasiswa dan
mahasiswi dapat diterima. Temuan penelitian ini didukung oleh budaya
patriarkhat yang masih melekat di dalam masyarakat. Budaya patriarkhat ini
cenderung memberikan kebebasan pada pria untuk bereksplorasi terhadap
lingkungannya dibandingkan pada mahasiswi, sehingga menjadi sesuatu yang
tidak aneh lagi ketika pria selalu ingin mencari kebebasan dan tidak mau terikat
dengan orang lain.
Berbeda dengan mahasiswa, mahasiswi selalu diawasi dan dikontrol dalam
setiap geraknya.Kebanyakan orang tua masih merasa takut melepaskan anaknya
sendiri tanpa ada pengawasan.
Perbedaan perlakuan dan perbedaan tuntutan peran terhadap anak pria dan
wanita ini sebenarnya telah dikonstruksi oleh budaya sejak anak masih bayi.
Kesadaran akan perbedaan peran tersebut begitu melembaga pada masyarakat
sehingga membentuk pola perilaku yang khas pada pria dan wanita. Namun hal
itu tidak perlu dirisaukan sebab harga dari harga eta square –nya, variabel Jenis
Kelamin ini hanya memberikan kontribusi sebesar 8,2 % saja terhadap sikap
mahasiswa terhadap rumah kos tanpa induk semang. Ini berarti masih terdapat
faktor-faktor lain yang lebih kuat pengaruhnya terhadap terbentuknya sikap
tersebut.
Kecilnya sumbangan variabel jenis kelamin tersebut dapat menjadi indikator
akan ketidakpedulian mahasiswa akan keberadaan induk semang di tempat kos.
Hal itu didukung oleh temuan penelitian iniyang menyatakan bahwa mayoritas
(63.47 %) mahasiswa berada pada kategorisasi sedang, ini menunjukkan bahwa
mahasiswa memiliki sikap yang netral, biasa-biasa saja, tidak terlalu mendukung
maupun juga tidak terlalu menolak terhadap keberadaan rumah kos tanpa induk
semang.
Mengenai temuan penelitian yang kedua, yang menyatakan bahwa tidak
terdapat perbedaan sikap mahasiswa kos terhadap rumah kos tanpa induk semang
berdasarkan lokasi tempat tinggal, tentunya juga dipengaruhi oleh kondisi
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 17
masyarakat sekarang yang telah mengalami perkembangan sangat pesat, terutama
karena pengaruh teknologi modern. Perkembangan teknologi komunikasi yang
begitu cepat telah memperpendek jarak antar kelompok masyarakat satu dengan
yang lain, sehingga perbedaan budaya menjadi tidak terasa lagi. Apalagi di kota
Yogyakarta yang kaya dengan ragam penduduk dari seluruh Indonesia, telah
menjadikan masyarakat lokal maupun pendatang menyatu dan tidak begitu
merasakan adanya perbedaan budaya tersebut. Bahkan ada kecenderungan bahwa
masyarakat akan menunjukkanketidak peduliannya terhadap perilaku anak kos
(http// infogempa jogja.go.id).
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa: Terdapat perbedaan sikap
mahasiswa kos terhadap rumah kos tanpa induk semang, mahasiswa lebih
mendukung atau memiliki sikap yang positif terhadap rumah kos tanpa induk
semang dibandingkan mahasiswi. Hipotesis diterima.
b. Tidak terdapat perbedaan sikap mahasiswa kos terhadap rumah kos tanpa
induk semang ditinjau dari asal daerah. Hipotesis ditolak
c. Sikap mahasiswa kos terhadap rumah kos tanpa induk semang menunjukkan
kecenderungan netral.
d. Beberapa aspek/faktor yang dipertimbangkan oleh mahasiswa dalam memilih
rumah kos adalah pertama kenyamanan, kedua adalah keamanan , ketiga
kebebasan, keempat suasana kekeluargaan, kelima harga sewa kekeluargaan,
kelima harga sewa dan dan keenam adalah kebersihan. keenam adalah
kebersihan.
2. Saran
Penelitian ini menemukan bahwa secara umum baik pria maupun wanita
menyatakan sikap yang biasa-biasa saja atau netral terhadap keberadaan induk
semang di tempat kos. Keberadaan induk semang yang seharusnya menjadi
pengganti orang tua sudah cenderung tidak begitu diperlukan oleh anak kos
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 18
sehingga perlulah kiranya bagi PEMDA atau masyarakat dan orang tua khususnya
untuk lebih memperhatikanpara anak kos ini agar tidak terjerumus pada hal-hal
yang negatif seperti yang sering diberitakan di mass media akhir-akhir ini. salah
satunya adalah berita bahwa rumah kos sering disalah gunakan oleh pasangan
yang bukan muhrimnya (Fajar, 2011).
Kedua bagi para pemilik kos beberapa pertimbangan yang seharusnya
diperhatikan untuk mengembangkan usaha rumah kos ini adalah pertama faktor
kenyamanan, kedua adalah keamanan, ketiga kebebasan, keempat suasana
kekeluargaan, kelia harga sewa, dan keenam adalah kebersihan.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, M, Indati A, dan Satriyani, 2000, Pengembangan Model Pendidikan
Berperspektif Gender, hasil penelitian Hibah Bersaing Pusat Studi wanita.
Yogyakarta : Universitas Gadjah mada.
Azwar, S, 1997, Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Azwar, S, 1998. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset.
Baron & Byrne (2003), Psikologi Sosial, alih bahasa Ratna Juwita, Jakarta:
Erlangga
Chaplin, JP. 2002. Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: PT raja Grafindo Persada.
Fajar. 2011. Rumah Kos Rawan Disalah gunakan ,http:// www.fajar.co.id/read.
Diunduh 26 Agustus 2011.
Hapsoro. D.2006, Dari Keprihatinan, Datanglah Harapan, Menggagas Recovery
Pendidikan Kerjasama Dewan Pendidikan DIY KR (2), Yogyakarta: KR, 24
Juni 2006-08-29
Http://infogempa.jjogja.go.id/ Perth Kos Di Jogyakarta Jalan terus, diunduh
tanggal 6 september 2006.
Mukhotib (2006), Meningkat Jumlah Remaja yang Berkonsultasi ke PKBI,
Yogyakarta, Jakarta: Kompas 14 Agustus 2006
Setiawati. T, 2002, Kajian Perempuan & Jender, Kumpulan makalah Pelatihan
Metodologi Penelitian Berperspektif Jender (Tidak Diterbitkan) Yogyakarta:
Universitas Islam Indonesia
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 19
Suryabrata, S. 2000, Pengembangan Alat Ukur Psikologis, Yogyakarta Andi
Offset.
Walgito B, 1994, Psikologi Sosial, Suatu Pengantar, Yogyakarta: Andi Offset.
www Detik.com/gudangdata/ survei, keperawanan/satu shtml-32 k, diunduh
September 2006.
Wignyosukarto.BS, 2010, http://bws.stafugm.ac.id, diunduh 5 juli 2010.