SDG 13 Report IPB University

27
Sustainability Report 2020 SDG 13: Take urgent action to combat climate change and its impacts sustainability.ipb.ac.id ipbofficial Supplementary

Transcript of SDG 13 Report IPB University

Page 1: SDG 13 Report IPB University

SustainabilityReport 2020SDG 13: Take urgent action to combat climate change and its impacts

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Supplementary

Page 2: SDG 13 Report IPB University

Learning Program

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Page 3: SDG 13 Report IPB University

1 UN4DRR (University Network for Disaster Risk Reduction in Indian Ocean Rim)

Realisasi dari kerjasama University Network for Disaster Risk Reduction in

Indian Ocean Rim (UN4DRR) yang merupakan konsorsium kerjasama

universitas di Eropa: Universiteit Brussel, Belgium; Polytechnic University of

Valencia, Spain; University of Nicosia, Cyprus; University of Zagreb,

Croatia; dan Asia: The Maldives National University, Maldives; IPB

University, Indonesia; University of Colombo, Sri Lanka; Universitas Syiah

Kuala, Indonesia.

Output•Tersusunnya silabus 6 MK yang terkait dengan Disaster Risk Reduction

and Management

•Tersedianya fasilitas smart class room untuk kegiatan pembelajaran

berbasis IT sebagai implementasi peggunaan aplikasi GIS.

Date 23 Juni - 2 Juli 2020

Link Activity:https://www.un4drr.com/

Kerjasasama ini bertujuan untuk: modernisasi kurikulum untuk topik Disaster Risk Reduction and Management

yang terintegrasi dengan aplikasi GIS.

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Page 4: SDG 13 Report IPB University

2 INTERNATIONAL SUMMER COURSE 2020REDUCING CARBON FOOTPRINTS: FROM INDIVIDUAL TO GLOBALACTIONS

Program Summer course dengan topik “Reducing Carbon Footprints :

From, Individual To Global Actions” dilaksanakan secara daring selama 16

hari, sejak 20 November - 5 Desember 2020. Kegiatan ini diintegrasikan

dalam Mata Kuliah IPB meliputi 90 learning hours, setara dengan bobot 3

sks, dengan tujuan utama adalah memfasilitasi pengetahuan dan keahlian

dalam mengukur emisi gas rumah kaca serta merencanakan upaya

pengurangan emisi tersebut.

Kegiatan ini diikuti 347 peserta meliputi peserta asing sebanyak 76 peserta

(22%), yang berasal dari 19 negara yaitu: Afghanistan, Australia,

Bangladesh, Brazil, Cambodia, China, Philippines, Haiti, India, Kenya,

Malaysia, Egypt, Myanmar, Nepal, Nigeria, Pakistan, Russia, Tanzania dan

Vietnam; 154 peserta dari internal IPB University; dan sisanya 117 orang

dari berbagaiuniversitas(UI, ITB,UGM,Unibraw, UNS,Undip, USU, Unram,

UPH dan lain-lain), serta institusi lain di Indonesia.

Link Activity: https://republika.co.id/berita/qkbnu2374/summer-course-esl-ipb-hadirkan-rektor-wageningen- university

Topik Summer Course Summer Course ini mencakup berbagai

konsep dan pengetahuan terkait emisi karbon dan perubahan iklim;

upaya-upaya mitigasi emisi karbon di tingkat individual; sektoral

maupun global; tinjauan ekonomi - politik; hingga aplikasi

penghitungan jejak karbon. Berbagai upaya yang dapat dilakukan

untuk mengurangi jejak karbon yang dilakukan oleh individu di dalam

lingkungan adalah apa yang diserap tanaman dan berapa banyak

nutrisi yang diserap serta teknologi pendukung sehingga mampu

mendeteksi dan mengukur perilaku pola makan yang alami di

lingkungan.

Image / Documentation

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Page 5: SDG 13 Report IPB University

3 Webinar "Perubahan Iklim di Indonesia: Kondisi Terkini dan Solusi"

https://sil.ipb.ac.id/webinar-series-4-bertemakan-perubahan-iklim-di-indonesia-kondisi-terkini-dan-solusi/ sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

17 Juli 2020

Webinar Series #4 Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB Webinar Series #4 bertemakan "Perubahan Iklim di Indonesia: Kondisi Terkini dan Solusi" menghadirkan Novia Widyaningtyas, SHut, MSc (Sekretarit Direktorat Jenderal Pengendalan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan): Kebijakan Nasional Pengendalian Perubahan Iklim; Ir. Emma Rachmawaty, MSc (Direktur Mitigasi Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan): Kebijakan dan Pelaksanaan Mitigasi Perubahan Iklim; dan Dr. Chusnul Arif, STP, MSi (Sekretaris Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, IPB): Strategi Adaptasi Perubahan Iklim di Bidang Pertanian.

Webinar ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menyosialisasikan dan mendukung kebijakan tersebut untuk menentukan cara-cara yang efektif untuk menahan laju perubahan iklim terhadap ancaman kerusakan lingkungan.

Kegiatan yang diselenggarakan oleh SIL ini memberikan informasi tentang kebijakan dari Pemerintah Republik Indonesia dalam mengendalikan perubahan iklim serta pelaksanaan mitigasi perubahan iklim, serta strategi adaptasi perubahan iklim di bidang pertanian sebagai salah sektor utama penggerak perekonomian nasional.

Page 6: SDG 13 Report IPB University

4 Webinar "Pengelohan Limbah Pertambangan di Indonesia"

https://sil.ipb.ac.id/webinar-series-3-departemen-teknik-sipil-dan-lingkungan-ipb-pengelolaan-limbah-pertambangan-di-indonesia/ sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

6 Juli 2020

Webinar Series #3 Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB, menghadirkan Dr. Eng. Allen Kurniawan, MT (Dosen dan Peneliti Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB), Aseani Ariesta, ST, MT (Pusat Pengembangan SDM Geologi Mineral dan Batubara Kementerian ESDM), dan Leni Nurliana, ST, MT (Pusat Pengembangan SDM Geologi Mineral dan Batubara Kementerian ESDM) sebagai pembicara dalam webinar Pengelolaan Limbah Pertambangan di Indonesia.

Webinar ini menjelaskan dampak aktivitas pertambangan di pada perubahan kualitas lingkungan, jenis-jenis pengolahan, dan upaya reklamasi terhadap lahan tambang.

Melalui webinar ini diharapkan dapat menggugah, menginsipirasi, meningkatkan komitmen seluruh pihak untuk terus menyelaraskan pembangunan pertambangan dan pelestarian lingkungan hidup.

Page 7: SDG 13 Report IPB University

5 Diskusi Ekonomi Hijau dan Pembangunan Berkelanjutan di Departemen IPTP

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Fakultas Peternakan

IPB University mengadakan Kuliah Umum Bagi Mahasiswa tentang

“Climate Change, Sustainable Development Goals ( and Green Production

Industry”. Kuliah umum ini dihadiri oleh 400 mahasiswa dari berbagai

program studi peternakan Kuliah umum kali ini menghadirkan narasumber

dari lintas bidang ilmu yang berbeda yaitu Hizbullah Arief, SIP Climate

Leader, founder Hijauku com dan Dr Eng M Donny Koerniawan, Dosen

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut

Teknologi Bandung. Ketua Departemen IPTP, Prof Irma Isnafia Arief

mengatakan kuliah umum tersebut diadakan untuk membahas konsep

umum agrikultur dan peternakan yang mempengaruhi SDGs 2030 dan

perlunya perhatian atas kontribusi sektor peternakan dari hulu sampai hilir

bagi perkembangan SDGs

Websitehttp :://iptp fapet ipb ac id/?p= 4213 sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Page 8: SDG 13 Report IPB University

6 Mengenalkan Iklim Sejak Dini, Himagreto Mengadakan Indonesian Climate Student Forum (ICSF)

Latar Belakang dan Deskripsi Kegiatan Cuaca dan iklim merupakan peristiwa alam yang sangat dekat dengan kehidupan manusia. Proses yang terjadi di dalamnya juga memiliki keterkaitan dengan kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa bahaya terkait iklim yang terjadi seperti banjir dan tanah longsor disebabkan karena kurangnya kemampuan adaptasi masyarakat dengan kondisi cuaca dan iklim disekitarnya seperti membuang sampah sembarangan, pembakaran hutan secara besar-besaran. Sehingga, peningkatan kemampuan adaptasi diperlukan untuk mengatasinya. Mengajarkan sikap siaga bencana terkait iklim sebaiknya dikenalkan sejak dini, terutama kepada anak-anak, agar anak-anak lebih peduli terhadap lingkungan sekitarnya, dapat memahami ilmu meteorologi, sadar dan tanggap terhadap fenomena iklim dan meteorologi dalam lingkup yang sederhana, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, sikap cinta lingkungan juga penting untuk diajarkan kepada anak- anak supaya mereka menjaga lingkungannya untuk masa yang akan datang. ICSF dibentuk sebagai media untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak mengenai pentingnya sikap siaga bencana terkait iklim dan cinta lingkungan sejak dini. Pemberian ilmu terkait iklim disampaikan melalui metode yang mengasyikan dan mudah dipahami oleh siswa-siswa tingkat sekolah dasar. Kegiatan ICSF dilaksanakan secara langsung di SDN Cihideung Udik 1 dan 2 sebelum adanya pandemi Covid-19.

Proses ImplementasiKegiatan mengajar dan berbagi ilmumengenai iklim di sekolah dasar dilaksanakan sebelum adanya pandemi COVID-19, pada Sabtu, 1 dan 15 Februari2020. Diikuti oleh 19 mahasiswa MeteorologiTerapan dan 61 siswa-siswi SDN Cihideung Udik 01 dan SDN Cihideung Udik 02. Penyampaian materi dilakukan oleh kakak pengajar, kemudian review materi dengan memberikan pertanyaan kepada siswa-siswi sekolah dasar. Metode pengajaran dilakukan menyisipkan permainan dan nyanyian agar menarik perhatian dan tidak membosankan.

Hasil dan Dampak KegiatanKegiatan pengajaran ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada siswa-siswi sekolah dasar mengenai ilmu iklim, menumbuhkan jiwa peduli lingkungan dan sikap kesiapsiagaan bencana sejak dini kepada siswa-siswi sekolah dasar, meningkatkan soft skill mahasiswa melalui kegiatan mengajar, menumbuhkan jiwa sosial mahasiswa, serta memberikan pengetahuan terhadap anak-anak tentang pentingnya lingkungan sekitar dan caramenjaganya. Dari kegiatan ini juga dihasilkan kerja sama antar Himagreto dengan pihak SDN Cihideung Udik 1 dan 2.

Tantangan dan Lesson LearnedPelaksanaan kegiatan secara langsung dengan turun ke sekolah dasar yang letaknya cukup jauh dari kampus menjadi tantangan tersendiri, kurangnya kendaraan untuk menjangkau lokasi menjadi penghambat kegiatan sehingga pelaksanaan kegiatan kurang tepat waktu. Selain itu, kurangnya permainan yang berhubungan dengan materi agar siswa-siswi memahami materi yang diberikan juga menjadi kendala, padahal antusias dari siswa-siswi cukup tinggi dengan kegiatan yang dilakukan.

ReplicabilityKegiatan Indonesian Climate Student Forum(ICSF) menghasilkan dampak yang positif terhadap peningkatan kesadaran dan pengetahuan siswa-siswi tingkat sekolah dasar, selain itu peningkatan kemampuan mahasiswa dalam menyampaikan informasi kepada anak-anak juga dilatih dalam kegiatan ini. Pada waktu mendatang, kegiatan ini berpeluang besar untuk dilaksanakan kembali secara luring jika kondisi sudah memungkinkan.

Link Evidence:

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Page 9: SDG 13 Report IPB University

7 Climate Hazards, Land Management, and Community Participation.

sustainability.ipb.ac.id

ipbofficialURL :https://youtu.be/L43SyLzsoKk

This webinar was organized by PSB and PIAREA through a zoom meeting on Tuesday, September 15, 2020, at 09.30 WIB. The topics raised were Climate Hazards, Land Management, and Community Participation. This webinar was held to provide an understanding of concepts and good practices in responding to climate hazards in relation to land functions and community participation. The webinar began with remarks by Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si (Head of the Center for Disaster Studies (PSB) IPB University), and there were 4 resource persons who filled in, namely Dr. Ir. R.A. Belinda Arunarwati Margono, M.Sc., (Director of Forest Resources Inventory and Monitoring, KLHK), Dra. Sri Tantri Arundhati, M.Sc (Director of Climate Change Adaptation, KLHK), Abdul Muhari, Ph.D (Director of Disaster Risk Mapping and Evaluation, National Disaster Management Agency); and Dr. Ir. Dodo Gunawan, DEA (Head of Climate Change Center. Meteorology, Climatology and Geophysics Agency). The number of participants who took part in this webinar was 335 participants.

Page 10: SDG 13 Report IPB University

8 LCDI Talk: Low Carbon-Based Technological Innovation In Agriculture

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

1.1 Implementation Time September 24th, 2020

1.2 Brief Description

LCDI in collaboration with PPLH IPB held the LCDI Talkshow September 2020 Edition: Low Carbon-Based Technological Innovations in Agriculture on September 24, 2020. The purpose of the September 2020 LCDI Talkshow was to educate and disseminate low-level development, especially in the agricultural sector, and the branding of Low Carbon Development Indonesia in the campus environment.

In this event, Irfan Darliazi, SE., MERE (Staff of the Directorate of Environment of Bappenas), Dr. Ai Dariah (Researcher from Land Agency, Ministry of Agriculture), Prof. Y. Aris Purwanto (Dept. Mechanical and Biosystem Engineering, Fateta IPB), and Sutan Muhammad Sadam Awal (CEO and Founder of Kharisma Crop) were the speakers. Bayu Aji Krisandi from BEM KM IPB is in charge of moderating this event. About 250 participants attended this event. Participants came from several universities, ministries, NGOs, and other agencies.

1.3 Benefits

This activity could provide education and socialization of low carbon development, especially in the agricultural sector, and the branding of Low Carbon Development Indonesia in the campus environment.

1.4 Obstacles & challenges

The implementation of online activities sometimes runs the risk of network disruption on the committee, speakers, and participants. In addition, the limited time for organizing the event meant that not all questions submitted by participants could be answered during the event.

1.5 Outcomes / achievements

The outputs of this discussion activity are as follows:1. Students gained an understanding of

Indonesia's Low Carbon Development.2. Students gained knowledge about

low-carbon-based technological innovations in the agricultural sector.

3. Students got a certificate as an appreciation for participating in talkshow activities (issued by PPLH IPB).

https://republika.co.id/berita/qh5rmk457/bappenasuji-coba-smart-farming-di-ntt

Page 11: SDG 13 Report IPB University

Research, Innovation and Business

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Page 12: SDG 13 Report IPB University

9 SMART INVEST: SISTEM CERDAS DALAM PENILAIAN KELAYAKAN INVESTASI PESISIR DAN PULAU KECIL BERBASIS RISIKO BENCANA

Coastal areas and small islands in Indonesia have reliable investment feasibility potential. The

location of small islands that must be developed must assess the ecosystem's carrying capacity, the

environment, including disaster risk. Research on investment feasibility based on disaster risk is

necessary to support small islands' investment plans and development. This area is known as a

vulnerable and potentially high risk from natural or human-made disasters. The research conducted

in the Kepulauan Seribu will adopt digital technology to assess the eligibility criteria as the start of an

investment step. The intervention of digital technology on investment feasibility assessment in line

with the digital era in the Industrial Revolution 4.0.

The outputs of the research are (1) Investment feasibility indicators in coastal areas and small

islands based on disaster risk; (2) Strengthening systems and institutions related to

investment feasibility assessment in coastal areas and small islands; (3) The prototype of

smart system technology for assessing investment feasibility in coastal areas and small

islands based on disaster risk as part of the adaptation of revolution 4.0 to support the policy of

integrated electronic business licensing services.

Link Evidence:

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Page 13: SDG 13 Report IPB University

10 BASELINE STUDY MARADA PROJECT IN EAST NUSA TENGGARAManagement of Resource for Agroforestry Dev in East Sumba (MARADA) is an activity in four villages in

Kanatang Regency and Waingapu City Regency that focuses on aspects of forest conservation, burning

methods, and alternative livelihoods for the savanna and forest landscape. MARADA aims to reduce

vulnerability to climate change in the East Sumba region. The implementation of the project is carried out

through a forest conservation approach and reducing the burning of the savanna. The Center for Disaster

Studies was instrumental in conducting the baseline study for the MARADA project. Baseline studies are

used to determine the level of vulnerability to climate change and develop recommendations regarding

the implementation of climate change control actions. Action recommendations are selected based on the

results of the analysis of basic socioeconomic conditions as well as the level of community knowledge

and capacity from interviews or field surveys, and the scores for each indicator are used to determine the

Adaptive Capacity Index (IKA) and Sensitivity Index (IKS) based on SIDIK – KLHK. The Baseline

Study was conducted for 3 (three) months from April to June 2020. The implementation of the MARADA

project facilitates and encourages local communities to conserve forests, such as initiatives to protect,

reforest, or agroforestry in the context of community-based forest management. In addition, the reduction

of savanna burning is carried out by improving livestock raising practices (sustainable grazing practices

and animal feed production) and the application of managed burning practices.

Link Evidence:

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Page 14: SDG 13 Report IPB University

11Kajian Potensi Penyerapan Karbon Dioksida (CO2) oleh Tumbuhan Bakau (Rhizophora stylosa) dan Sentigi (Pemphis acidula) pada Kegiatan Penghijauan di Lapangan Pagerungan - PT Kangean Energi Indonesia Tahun 2020

Pagerungan, milik PT Kangean Energy Indonesia (KEI), Ltd. Upaya penanaman vegetasi berupa mangrove dan vegetasi lainnya diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap penyerapan CO2, serta lepasan oksigen ke lingkungan sekitar. Namun demikian, besaran kontribusi terhadap lingkungan dari upaya penanaman mangrove serta tanaman lain tersebut belum diketahui. Oleh karena itu dilakukan kajian manfaat tanaman / pohon terhadap kualitas udara terutama terhadap peningkatan kandungan oksigen serta penyerapan karbondioksida oleh vegetasi di area Lapangan Pagerungan, yang terletak di Pulau Kangean.

Pada tahun 2019 telah dilakukan kajian laju penyerapan CO2 oleh vegetasi secara umum yang terdapat di Lapangan Pagerungan. Tahun 2020 kajian dilanjutkan dengan vegetasi yang spesifik yang ditanam oleh PT Kangean Energi Indonesia pada Kegiatan Penghijauan di Lapangan Pagerungan, yaitu Tumbuhan Bakau (Rhizophora stylosa) dan Sentigi (Pemphis acidula).

Kajian ini dilaksanakan untuk mengetahui manfaat penanaman jenis tumbuhan bakau (Rhizophora stylosa) dan Sentigi (Pemphis acidula) sebagai tanaman penghijauan di wilayah operasi PT KEI. Adapun tujuan khususnya adalah untuk Mengkaji potensi penyerapan CO2 dan lepasan O2 oleh tumbuhan bakau (Rhizophora stylosa) dan Sentigi (Pemphis acidula) yang ditanam di area Pagerungan, menghitung jumlah cadangan karbon biomassa jenis tumbuhan serta mengkaji kontribusi jenis tumbuhan penghijauan berupa tumbuhan bakau (Rhizophora stylosa) dan Sentigi (Pemphis acidula) yang ditanam di dalam area PT KEI terhadap mitigasi gas rumah kaca (GRK) khususnya CO2. Kajian ini juga merupakan bagian komitmen perusahaan untuk pengelolaan lingkungan yang baik dan berkontribusi bagi usaha-usaha mitigasi perubahan iklim dan gas rumah kaca (GRK).

Kajian ini dilaksanakan pada bulan September – Desember 2020, dengan lingkup area kajian adalah seluruh areal kerja PT KEI di pulau Pagerungan Besar seluas 60 ha. Pulau ini terletak di Kabupaten Sumenep-Provinsi Jawa Timur. Lokasi-lokasi pengamatan dan pengukuran diprioritaskan pada area-area yang menjadi tempat program penanaman mangrove dan sentigi di areal PT KEI.

Link Evidence:

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Page 15: SDG 13 Report IPB University

12 Pendugaan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Setelah Intervensi Restorasi Lahan Gambut

Latar Belakang dan Deskripsi Kegiatan

Sektor kehutanan dan lahan berkontribusi besar terhadap emisi nasional, yaitu mencapai setengah dari emisi gas rumah kaca nasional (Ministry of Environment and Forestry, 2018). Sumber emisi terbesarnya berasal dari lahan gambut, yakni kebakaran gambut dan dekomposisi gambut. Pencegahan konversi hutan gambut, perbaikan pengelolaan tata air di lahan gambut dan pemulihan ekosistem lahan gambut yang terdegradasi (restorasi lahan gambut) merupakan salah satu kegiatan utama dari sektor lahan dan kehutanan untuk pencapaian target Nationally Determined Contributions (NDC).

Badan Restorasi Gambut (BRG) sejak tahun 2016 – 2019 telah melakukan kegiatan pemulihan ekosistem gambut terdegradasi melalui restorasi di 7 Provinsi dengan luasan target sebesar 2.4 juta ha (Peraturan Kepala BRG P5/KB BRG-SB/11/2016). Kegiatan restorasi diharapkan akan menurunkan emisi GRK dari 4 komponen utama (sumber emisi) yakni perubahan tutupan lahan, dekomposisi gambut, kanal, kebakaran gambut. Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan restorasi terhadap penurunan emisi, BRG telah menentukan tingkat acuan (reference level) dari keempat komponen sumber emisi. Emisi Tingkat Acuan (RL) untuk periode 2016-2030 diperkirakan meningkat dengan laju 10.8 juta tCO2 per tahun dan pada tahun 2030 emisi pada tingkat rujukan akan mencapai 612 juta tCO2. Kegiatan restorasi gambut yang dilakukan mencakup: pembasahan kembali (R1) untuk mengurangi dekomposisi bahan organik pada gambut dan berulangnya kebakaran hutan dan lahan, penanaman kembali (R2) untuk meningkatkan serapan karbon, dan revitalisasi (R3) mata pencaharian masyarakat yang dapat mengurangi tekanan perubahan hutan rawa gambut. Ketiga kegiatan restorasi (3R) diharapkan dapat menurunkan emisi dari tingkat rujukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan program restorasi yang dilakukan oleh BRG selama periode 2016-2019.

Proses Implementasi

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini diantaranya adalah; (1) Analisis tutupan lahan dan hotspot untuk memperoleh data aktivitas untuk perhitungan emisi, (2) Penyusunan model hidrologi untuk mengestimasi perubahan dimensi kanal akibat sedimentasi sekat kanal, (3) Estimasi emisi dari empat komponen sumber emisi, (4) Analisis pelaksanaan R3 terhadap penurunan emisi, dan (5) Analisis kontribusi intervensi 3R BRG terhadap total penurunan emisi. Selain ke-5 tahapan tersebut, juga dilakukan pengumpulan data melalui survei dan pengamatan lapangan ke lokasi pelaksanaan kegiatan restorasi 3R. Tujuannya adalah untuk dapat memperkirakan besar dampak atau kontribusi dari pelaksanaan program restorasi BRG terhadap 4 komponen sumber emisi.

Hasil dan Dampak Kegiatan

Hasil dari kegiatan ini mencakp beberapa hal yaitu; (1) Policy Brief Perubahan Iklim Melalui Kegiatan Restorasi Gambut (2) Laporan Kajian Ilmiah Perhitungan Perkiraan Penurunan Emisi Karbon dari gambut alam periode 2016-2019 dan kontribusi pelaksanaan program restorasi gambut (3R) BRG yang disusun berdasarkan ke tiga output sebelumnya.

Link Evidence:

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

2020

Bogor, Jawa Barat Rizaldi Boer

Page 16: SDG 13 Report IPB University

13 Pendugaan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Setelah Intervensi Restorasi Lahan Gambut

Link Evidence:

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Policy Brief Perubahan Iklim Melalui Kegiatan Restorasi Gamb Total emisi dan tingkat rujukan di wilayah target

restoras

Emisi dari kebakaran gambut di wilayah target

Peta tren kelembaban tanah 2017 – 2018 di Provinsi Riau (a) untuk periode Maret-April-Mei (MAM), dan (b) periode

Desember-Januari-Februari (DJF), dan (c) peta tutupan lahan (budidaya dan non budidaya) dan lokasi sekat kanal di Provinsi Riau

Page 17: SDG 13 Report IPB University

Community Development

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Page 18: SDG 13 Report IPB University

14 Kerjasama Antara Belanda dan Indonesia dalam Meningkatkan Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi

Latar Belakang dan Deskripsi Program

Indonesia sebagai salah satu negara yang turut andil dalam mengatasi isu terkait mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, telah meratifikasi Paris Agreement melalui Undang-Undang No. 16 Tahun 2016. Komitmen Indonesia melalui First Nationally Determined Contribution (NDC) yaitu menurunkan emisi GRK sebesar 29% dibandingkan emisi Business as Usual (BAU) pada tahun 2030 dengan usaha sendiri dan hingga 41% dengan bantuan internasional (untuk sektor energi, IPPU, pertanian, penggunaan lahan & kehutanan, dan limbah). Hingga saat ini emisi hanya bisa diduga melalui perhitungan inventarisasi GRK, bukan diukur. Oleh sebab itu, metode yang akurat dan terpercaya untuk menduga emisi GRK dibutuhkan dalam proses inventarisasi. Sistem pelaporan IGRK perlu memiliki data berkualitas tinggi yang terpercaya dan transparan. Semakin bagus data yang dimiliki dan metode yang digunakan, inventarisasi GRK dapat menangkap pencapaian upaya penurunan emisi GRK maupun kegiatan pembangunan sektor yang berkontribusi pada pembangunan rendah karbon sesuai dengan target NDC.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan target penurunan emisi, diantaranya Kerjasama antara Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan Belanda (Kementerian Infrastruktur dan Lingkungan Hidup) dalam meningkatkan Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan, dan Verifikasi (MPV). Kegiatan ini merupakan program kerja sama 4 tahun (2016-2020) yang ditandatangani oleh Kementerian Infrastruktur dan Lingkungan Belanda dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia. Melalui kerjasama ini, Indonesia akan mendapatkan manfaat berupa transfer pengetahuan, pengalaman, prinsip kerja dan pembelajaran dari keahlian Belanda yang sudah jauh lebih maju dalam bidang ini.

Proses Implementasi

Program peningkatan Sistem Inventarisasi GRK dan MPV yang telah berlangsung sejak tahun 2017 sampai saat ini. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan diantaranya: a. mengidentifikasi kondisi kesenjangan Inventarisasi GRK Indonesia saat ini (untuk sektor energi, IPPU, penggunaan lahan & kehutanan, limbah), b. menyusun Buku Pedoman Penjaminan dan Pengendalian Mutu (QA/QC) Inventarisasi GRK Indonesia, dan c. Pelatihan pengenalan dan penggunaan tools untuk meningkatkan kualitas dan evaluasi Inventarisasi GRK. Kegiatan tersebut dilakukan melalui beberapa pertemuan atau Focus Group Discussion dan dari kuesioner. Hal ini dilakukan agar pemerintah dapat mengidentifikasi kebutuhan di Kementerian/Lembaga terkait hal-hal untuk peningkatan inventarisasi GRK.

Hasil dan Dampak Kegiatan

Program ini menghasilkan beberapa hal. Melalui kuesioner didapatkan hasil penilaian kesenjangan Inventarisasi GRK Nasional saat ini dengan kondisi seharusnya yang dilakukan per sektor (energi, IPPU, limbah, dan AFOLU). Dari penilaian ini didapatkan bahwa masih banyak hal yang perlu ditingkatkan diantaranya penggunaan metodologi tier yang lebih tinggi dan juga proses QA/QC (penjaminan dan pengendalian mutu) dalam inventarisasi GRK. Kemudian melalui program ini dikeluarkan buku pedoman QA/QC yang juga sudah disosialisasikan ke stakeholder terkait. Pelatihan online pengenalan tools (gap-filling, uncertainty analysis, key category analysis, dan check differences tool) terkait peningkatan kualitas dan evaluasi inventarisasi GRK sedang dalam proses pelaksanaan yang diutamakan untuk untuk koordinator sektor. Melalui program ini, ditekankan pentingnya kegiatan inventarisasi GRK karena sangat berkaitan dengan aksi mitigasi yang dilakukan sektor dan juga sudah sejala dengan peraturan internasional. Keluaran utama dari program ini adalah disusunnya Policy brief mengenai pengembangan kelembagaan sektor untuk pemantauan dan pelaporan capaian penurunan emisi gas rumah kaca.

Link Evidence:

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Page 19: SDG 13 Report IPB University

15 Kajian Baseline untuk Program NI-SCOP (National Initiative for Sustainable and Climate Smart Oil Palm Smallholders) Indonesia. Kerjasama Yayasan Solidaridad dan CCROM

Link Evidence:

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

2020 – 2020

Bogor, Jawa Barat Rizaldi Boer

Latar Belakang dan Deskripsi Program

Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer akibat aktivitas manusia telah menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Tanpa upaya yang signifikan untuk mengurangi emisi, dampak perubahan iklim akan sangat besar terutama bagi kelompok rentan seperti petani kecil. Dampak perubahan iklim pada pertanian petani kecil kemungkinan akan meningkat di tahun-tahun mendatang, karena intensitas dan/atau frekuensi kejadian cuaca ekstrem kemungkinan akan meningkat. Salah satunya adalah petani sawit yang mulai merasakan dampak perubahan iklim. Langkah penyesuaian terhadap budidaya perkebunan kelapa sawit diperlukan untuk memastikan keberlanjutan produksi sawit di masa mendatang.

Peningkatan pesat dalam permintaan komoditas kelapa sawit meningkatkan permintaan lahan, yang mengarah pada peningkatan deforestasi. Di Indonesia, banyak konsumen dan organisasi masyarakat sipil memandang bahwa komoditas pertanian dituding sebagai faktor penyebab deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati dan konflik sosial. Strategi yang menjanjikan untuk memisahkan pertumbuhan ekonomi dari deforestasi adalah melalui penerapan perencanaan tata guna lahan yang efektif, kebijakan dan insentif yang memungkinkan untuk mengarahkan kembali kegiatan dengan biaya tinggi ke tempat-tempat dengan nilai karbon lebih rendah tanpa mengorbankan pembangunan ekonomi, dan penerapan intensifikasi berkelanjutan.

Intensifikasi berkelanjutan adalah untuk meningkatkan produktivitas tanaman tanpa berdampak pada lingkungan dan mengolah lebih banyak lahan. Intensifikasi memungkinkan produksi lebih banyak di lahan yang lebih sedikit, sehingga permintaan akan produk pertanian dapat dipenuhi dengan perluasan areal tanam yang terbatas. Peningkatan hasil panen yang mengarah pada keuntungan yang lebih besar dapat mendorong perluasan perkebunan mereka melalui penerapan kebijakan yang efektif yang mengatur perlindungan lingkungan dan rencana tata ruang yang lebih baik, yang menargetkan perluasan ke kawasan yang terdegradasi.

Kajian baseline diperlukan untuk mengetahui kondisi profil petani kelapa sawit yang ada di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Melalui profil petani tersebut, maka akan dilakukan beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan mata pencaharian petani, meningkatkan kapasitas adaptasi dan kapasitas petani serta dalam rangka menurunkan emisi GRK yang dihasilkan dari kegiatan pertanian oleh petani. Pengembangan metodologi untuk pelaksanaan dan monitoring juga disusun dalam rangka memastikan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan.

Proses Implementasi

Penilaian profil petani di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama adalah menyusun kuesioner survei untuk petani (kecil) kelapa sawit untuk 10 Kabupaten (7 di Propinsi Kalimantan Barat dan 3 di Propinsi Kalimantan Timur). Selanjutnya dilakukan pelatihan enumerator untuk melakukan survei kepada petani dengan target petani mencapai 1500 orang. Hasil survei selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan Key Performance Index (KPI) petani terkait budidaya kelapa sawit. Hasil kajian menjadi basis dalam menentukan Langkah adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim

Page 20: SDG 13 Report IPB University

16 Kajian Baseline untuk Program NI-SCOP (National Initiative for Sustainable and Climate Smart Oil Palm Smallholders) Indonesia. Kerjasama Yayasan Solidaridad dan CCROM (Lanjutan)

Link Evidence:

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Hasil dan Dampak KegiatanProyek NI-SCOPS mengusulkan delapan Key Performance Index (KPI) untuk mengevaluasi dampak intervensi proyek terhadap perkebunan kelapa sawit rakyat. Delapan KPI tersebut berkaitan dengan kinerja perkebunan kelapa sawit rakyat dalam hal praktik pertanian mereka yang memenuhi praktik lingkungan, ekonomi dan sosial-organisasi (KPI1) yang baik, mengadopsi produksi/manajemen berkelanjutan (KPI2), produktivitas tanaman (KPI3), pendapatan ( KPI4), peningkatan kapasitas (KPI5) dan layanan keuangan yang diterima (KPI6), Kemitraan Pemerintah Swasta (KPI7), dan emisi GRK (KPI8).

Target proyek NI-SCOPS meliputi area sekitar 72 ribu hektar yang terletak di sepuluh kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Proyek mengembangkan baseline KPI melalui survei kepada 1.599 petani. Survei dilakukan di 56 desa dari tujuh kabupaten di Kalimantan Barat dan 18 desa di tiga kabupaten di Kalimantan Timur. Bagian desa yang disurvei berdasarkan kondisi indeks iklim. Indeks iklim merupakan kondisi desa dalam hal tingkat risikonya terhadap risiko emisi gas rumah kaca dan kerentanan terhadap dampak iklim ekstrem. Indeks iklim desa yang dipilih untuk survei berkisar dari 1 sampai 10. Desa dengan indeks yang lebih tinggi memiliki risiko yang lebih tinggi.

Hasil analisis KPI menunjukkan bahwa kondisi KPI desa di semua kecamatan relative rendah. Kurang dari 50% petani di desa terpilih menerapkan praktik pertanian yang memenuhi praktik lingkungan, ekonomi dan sosial-organisasi (KPI1) yang baik, mengadopsi produksi/manajemen berkelanjutan (KPI2). Petani yang sudah menerapkan praktik pertanian yang baik cenderung memiliki hasil dan pendapatan yang lebih tinggi. Ada hubungan positif yang signifikan antara hasil/pendapatan (KPI3 dan KPI4) dan praktik budidaya yang baik (KPI1 dan KPI2). Namun demikian, KPI yang terkait dengan peningkatan kapasitas dan penerimaan jasa keuangan dan kemitraan publik-swasta sangat rendah, bahkan beberapa kabupaten tidak memiliki layanan tersebut. Indikator penyebab rendahnya KPI antar kecamatan dan antar desa dalam satu kabupaten cukup bervariasi. Jenis intervensi proyek NI-SCOPS di lokasi sasaran harus mempertimbangkan dengan cermat variasi indikator ini, untuk memastikan efektivitas proyek NI-SCOPS dalam mencapai peningkatan KPI.

Tantangan dan Lesson Learned

Tantangan yang dihadapi adalah masih rendahnya pemahaman petani dalam praktek budidaya yang baik sehingga secara tidak langsung berdampak pada peningkatan gas rumah kaca. Konflik lahan juga masih menjadi hambatan dalam menerapkan praktek budidaya yang baik, sehingga seringkali produktivitasnya masih rendah. Permasalahan tata guna lahan, terutama daerah hutan yang menjadi lahan perkebunan sawit perlu diselesaikan dalam rangka mengurangi deforestasi.

Replicability

Kajian ini turut mengembangkan metodologi untuk melakukan penilaian baseline kondisi petani dalam rangka adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Metodologi ini dapat digunakan untuk melakukan kajian yang sama untuk wilayah lainnya. Misalnya saja wilayah Sumatra Utara yang juga menjadi salah satu lokasi perkebunan rakyat.

Page 21: SDG 13 Report IPB University

Campus Operation

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Page 22: SDG 13 Report IPB University

17 Kerjasama Antara Belanda dan Indonesia dalam Meningkatkan Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi

Latar Belakang dan Deskripsi Program

Indonesia sebagai salah satu negara yang turut andil dalam mengatasi isu terkait mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, telah meratifikasi Paris Agreement melalui Undang-Undang No. 16 Tahun 2016. Komitmen Indonesia melalui First Nationally Determined Contribution (NDC) yaitu menurunkan emisi GRK sebesar 29% dibandingkan emisi Business as Usual (BAU) pada tahun 2030 dengan usaha sendiri dan hingga 41% dengan bantuan internasional (untuk sektor energi, IPPU, pertanian, penggunaan lahan & kehutanan, dan limbah). Hingga saat ini emisi hanya bisa diduga melalui perhitungan inventarisasi GRK, bukan diukur. Oleh sebab itu, metode yang akurat dan terpercaya untuk menduga emisi GRK dibutuhkan dalam proses inventarisasi. Sistem pelaporan IGRK perlu memiliki data berkualitas tinggi yang terpercaya dan transparan. Semakin bagus data yang dimiliki dan metode yang digunakan, inventarisasi GRK dapat menangkap pencapaian upaya penurunan emisi GRK maupun kegiatan pembangunan sektor yang berkontribusi pada pembangunan rendah karbon sesuai dengan target NDC.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan target penurunan emisi, diantaranya Kerjasama antara Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan Belanda (Kementerian Infrastruktur dan Lingkungan Hidup) dalam meningkatkan Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan, dan Verifikasi (MPV). Kegiatan ini merupakan program kerja sama 4 tahun (2016-2020) yang ditandatangani oleh Kementerian Infrastruktur dan Lingkungan Belanda dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia. Melalui kerjasama ini, Indonesia akan mendapatkan manfaat berupa transfer pengetahuan, pengalaman, prinsip kerja dan pembelajaran dari keahlian Belanda yang sudah jauh lebih maju dalam bidang ini.

Proses Implementasi

Program peningkatan Sistem Inventarisasi GRK dan MPV yang telah berlangsung sejak tahun 2017 sampai saat ini. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan diantaranya: a. mengidentifikasi kondisi kesenjangan Inventarisasi GRK Indonesia saat ini (untuk sektor energi, IPPU, penggunaan lahan & kehutanan, limbah), b. menyusun Buku Pedoman Penjaminan dan Pengendalian Mutu (QA/QC) Inventarisasi GRK Indonesia, dan c. Pelatihan pengenalan dan penggunaan tools untuk meningkatkan kualitas dan evaluasi Inventarisasi GRK. Kegiatan tersebut dilakukan melalui beberapa pertemuan atau Focus Group Discussion dan dari kuesioner. Hal ini dilakukan agar pemerintah dapat mengidentifikasi kebutuhan di Kementerian/Lembaga terkait hal-hal untuk peningkatan inventarisasi GRK.

Hasil dan Dampak Kegiatan

Program ini menghasilkan beberapa hal. Melalui kuesioner didapatkan hasil penilaian kesenjangan Inventarisasi GRK Nasional saat ini dengan kondisi seharusnya yang dilakukan per sektor (energi, IPPU, limbah, dan AFOLU). Dari penilaian ini didapatkan bahwa masih banyak hal yang perlu ditingkatkan diantaranya penggunaan metodologi tier yang lebih tinggi dan juga proses QA/QC (penjaminan dan pengendalian mutu) dalam inventarisasi GRK. Kemudian melalui program ini dikeluarkan buku pedoman QA/QC yang juga sudah disosialisasikan ke stakeholder terkait. Pelatihan online pengenalan tools (gap-filling, uncertainty analysis, key category analysis, dan check differences tool) terkait peningkatan kualitas dan evaluasi inventarisasi GRK sedang dalam proses pelaksanaan yang diutamakan untuk untuk koordinator sektor. Melalui program ini, ditekankan pentingnya kegiatan inventarisasi GRK karena sangat berkaitan dengan aksi mitigasi yang dilakukan sektor dan juga sudah sejala dengan peraturan internasional. Keluaran utama dari program ini adalah disusunnya Policy brief mengenai pengembangan kelembagaan sektor untuk pemantauan dan pelaporan capaian penurunan emisi gas rumah kaca.

Link Evidence:

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Page 23: SDG 13 Report IPB University

18 Kerjasama Antara Belanda dan Indonesia dalam Meningkatkan Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi (Lanjutan)

Tantangan dan Lesson Learned

Tantangan yang dihadapi adalah belum terlibat aktifnya stakeholder terkait terutama Lembaga penyedia data untuk inventarisasi GRK dan masih banyaknya kesenjangan terhadap good practice yang dikeluarkan oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). Selama ini Direktorat Invetarisasi GRK dan MPV (KLHK) sebagai lembaga penanggungjawab IGRK nasional mengumpulkan data dari K/L terkait untuk kemudian menghitung Inventarisasi GRK, sedangkan berdasarkan mandat dalam Permen LHK No. 73 Tahun 2017 diharapkan penanggung jawab sektor (K/L) dapat menghitung IGRK, mengumpulkan data aktivitas dari penyedia data, dan melakukan QA/QC dan pengarsipan. Kementerian/Lembaga yang merupakan koordinator sektor inventarisasi GRK perlu mengeluarkan peraturan mengenai mekanisme penyelenggaraan inventarisasi GRK sektoral dan juga nota kesepakatan dengan Lembaga terkait untuk pengumpulan data yang dibutuhkan. Harapannya dengan mekanisme ini, kualitas data dan faktor emisi yang dihasilkan untuk estimasi emisi akan lebih akurat dan akan bermanfaat untuk memantau aksi penurunan emisi yang dilakukan sektor.

Misalnya saja sektor transportasi yang selama ini diestimasi dari total penjualan bahan bakar untuk seluruh jenis transportasi dari Kementerian ESDM menjadi sangat penting melibatkan Kementerian Perhubungan secara aktif. Dengan keterlibatan Kemenhub, kategori dapat didetailkan per transportasi darat, laut, penerbangan, dan kereta api maupun menggunakan metode tier yang lebih tinggi untuk memudahkan pemantauan kegiatan aksi mitigasi spesifik. Hal ini juga akan sejalan dengan peraturan internasional yang mewajibkan pencatatan bahan bakar pesawat dan kapal oleh ICAO (International Civil Aviation Organization) yang akan mengikuti skema COARSIA (Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation) untuk penerbangan dan IMO (International Marine Organization) untuk transportasi laut.

Link Evidence:

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Page 24: SDG 13 Report IPB University

19 From NDCs to Pathways and Policies: Transformative Climate Action After Paris

Link Evidence:

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Background and Project description

In 2016, the Government of Indonesia has ratified Paris Agreement and submitted the First Nationally Determined Contribution (NDC), aimed for 29% emission reduction unconditionally and 41% under the presence of international support. More than half of the ambitions are expected to come from the Agriculture, Forestry, and Land Use (AFOLU) sector.

Following Article 2 Para 1/CP.21 of the Paris Agreement (PA), ratifying parties of the PA should put an effort to limit the temperature increase to 1.5°C relative to the preindustrial level. Aiming for 1.5°C in 2100 requires massive land-based carbon dioxide removal in the second half of the century.

The latest assessment from UNEP found that the current national and global climate commitment is considered insufficient and there should be an increased ambition, particularly from the LUCF sector. Extend and boost the ambition of the LUCF sector is crucial, reflecting the high contribution of this sector to the national emission reduction.

These findings underscore the urgency to aim for more ambitious mitigation pathways and transitions to net zero-emission in 2050 for the AFOLU sector. Though achievable, the challenge was extremely high, as this scenario mainly emphasizes the progressive target to reduce deforestation, the increase of land productivity and crop intensity, and the utilization of unproductive land.

Under support from Institute for Sustainable Development and International Relations (IDDRI), the objective of the project is to assess sectoral roadmaps and scenario development, while conducting engagement with national stakeholders and national and international dissemination. The expected outputs from the activity were:

1. Sectoral detailed and country-driven long-term low GHG emission development pathways and clear evidence of their use to engage with national stakeholders is provided.

2. Long-term low GHG emission pathways are broken down into transformative policies and strategies to inform the design of NDCs and/or LTS.

3. Dissemination of the results and methodological lessons on LTS internationally by countries outside the project in their LTS/NDC processes.

Implementation process

Under the 1st year of the project period, the team was more focused on assisting the Ministry of Environment and Forestry (MoEF) in developing the roadmap of NDC which was used as the main basis for developing the strategic roadmap for deepening mitigation in key sectors. During these processes, several discussions with related stakeholders, and interviews with experts were held to evaluate the NDC and identify potential actions that can deepen mitigation in the sectors.

In the second-year program, the engagement process with national stakeholders benefits to identify the gap in reaching deep decarbonization. Feedback from national stakeholders is used to revise the pathway and mitigation actions from the NDC into a sturdier assumption for long-term decarbonization. Several coordination meetings with the related ministries (Ministries of Environment and Forestry, Ministry of Agriculture) have been conducted in the formulation of the LTS storylines. In addition, synchronization of the LTS with the low carbon development initiative (LCDI) of the National Planning Board (BAPPENAS) was also assessed.

For designing the LTS strategy to deepen the mitigation of this sector, the team conducted several discussions with experts from different organizations including privates to identify other potential mitigation actions that are not fully included in the NDC but potential to be fully implemented in the long-term with the presence of relevant innovative policies.

Page 25: SDG 13 Report IPB University

20 From NDCs to Pathways and Policies: Transformative Climate Action After Paris

Link Evidence:

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Results and Impacts of The ProjectThe main output of the project is two long-term mitigation scenarios of the AFOLU’s sector (e.g., Current Policy Scenario and Low Carbon Scenario Compatible with Paris), embodied in the Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR) document.

Challenge and Lesson LearnedOne of many challenges in developing low carbon pathways lays in the cross-cutting issues (e.g., high land demand for agriculture and infrastructure development, low investment for renewable energy and CCS technology, low capacity to enable technology transfer, etc.) and the necessity to deliver a just transition during the process towards low carbon development compatible with Paris Agreement.

Page 26: SDG 13 Report IPB University

This webinar was organized by PSB and KLHK through a zoom meeting on Wednesday,

September 9, 2020, at 09.30-12.00 WIB. The topic raised is Governance of Data and

Information Services in Responding to Climate Change. This webinar was held to

provide an understanding of the services and utilization of climate information, as an effort

to increase the capacity and literacy of the community, and is expected to be one of the

policy inputs in the context of increasing national climate resilience. The webinar begins

with a keynote speech by Dra. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc (Director General

of Climate Change Control, KLHK), and there were 4 resource persons who filled in,

namely Drs. Herizal, M.Sc (Deputy for Climatology, BMKG), Ferrari Pinem, S.Si., M.Sc

(Head of Mapping and Disaster, BIG), Dr. Margo Yuwono, S.Si., M.Si (Deputy for Social

Statistics, BPS); and Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc (Remote Sensing, LAPAN). A total of

200 participants attended this event.

21 WEBINAR : DATA AND INFORMATION SERVICES GOVERNANCE IN RESPONDING TO CLIMATE CHANGE

URL : https://youtu.be/SdpV2h0MNKI

sustainability.ipb.ac.id ipbofficial

Page 27: SDG 13 Report IPB University