saddle block anestesi

29
Tinjauan Pustaka HEMORRHOIDECTOMY UNDER SPINAL SADDLE BLOCK ANESTHESIA Oleh : Andi Hermawan pembimbing : dr. Marthunus Judin, Sp.An, KAP PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

description

tinjauan pustaka

Transcript of saddle block anestesi

Tinjauan PustakaHEMORRHOIDECTOMY UNDER SPINAL SADDLE BLOCK ANESTHESIA

Oleh :

Andi Hermawanpembimbing :dr. Marthunus Judin, Sp.An, KAPPROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2014LEMBAR PENGESAHAN

Tinjauan Pustaka dengan judul :

HEMORRHOIDECTOMY UNDER SPINAL SADDLE BLOCK ANESTHESIA, telah dipresentasikan pada :Hari

: Sabtu

Tanggal: 12 April 2014Waktu

:

Tempat: SMF ANESTHESI

Surakarta, 12 April 2014Pembimbing,

dr. Marthunus Judin, Sp.An, KAP

HEMORRHOIDECTOMY UNDER SPINAL SADDLE BLOCK ANESTHESIA

I. SPINAL ANESTHESIA6,7,8Anestesi spinal (subarachnoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal/subarachnoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang sub araknoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5. Jarum spinal hanya dapat diinsersikan di bawah L2 dan di atas vertebra sakralis. Batas atas ini dikarenakan adanya ujung medula spinalis dan batas bawah dikarenakan penyatuan vertebra sakralis yang tidak memungkinkan dilakukan insersi.

Gbr 1. Lokasi Anestesi Spinal

Sejak anestesi spinal/Subarachnoid block (SAB) diperkenalkan oleh August Bier (1898) pada praktis klinis, teknik ini telah digunakan dengan luas untuk anestesi, terutama untuk operasi pada daerah bawah umbilicus. Kelebihan utama teknik ini adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan yang minimal, memiliki efek minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien tetap sadar selama operasi dan menjaga jalan nafas, serta membutuhkan penanganan post operatif dan analgesia yang minimal. A. INDIKASI ANESTESI SPINALAnestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakan-tindakan :

1. Bedah ekstremitas bawah 2. Bedah panggul3. Tindakan sekitar rektum perineum

4. Bedah obstetrik-ginekologI

5. Bedah urologi

6. Bedah abdomen bawah

7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan anestesi umum ringanB. KONTRA INDIKASI ANESTESI SPINAL1. Absolut

1) Kelainan pembekuanBahayanya adalah bila jarum spinal menembus pembuluh darah besar, perdarahan dapat berakibat penekanan pada medula spinalis.

2) Koagulopati atau mendapat terapi koagulan

3) Tekanan intrakranial yang tinggiMenyebabkan turunnya atau hilangnya liquor sehingga terjadi penarikan otak.

4) Pasien menolak persetujuan

5) Infeksi kulit pada daerah pungsi

6) Fasilitas resusitasi minim

7) Kurang pengalaman atau / tanpa didampingi konsultan anestesi.

8) Hipotensi, sistolik di bawah 80 90 mmHg, syok hipovolemik.

Blok simpatis menyebabkan hilangnya mekanisme kompensasi utama.2. Relatif

1) Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)2) Infeksi sekitar tempat suntikan3) Nyeri punggung kronis4) Kelainan neurologis5) Penyakit saluran nafasBlok spinal medium atau tinggi dapat menurunkan fungsi pernafasan.

6) Penderita psikotik, sangat gelisah, dan tidak kooperatif (kelainan psikis)7) Distensi abdomen

Anestesi spinal menaikkan tonus dan kontraktilitas usus yang dikhawatirkan dapat mengakibatkan perforasi usus.

8) Bedah lama

9) Penyakit jantung

C. PERSIAPAN ANESTESI SPINAL

Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:1. Informed consent: dokter tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal.2. Pemeriksaan fisik: Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung.3. Pemeriksaan laboratorium anjuran: Hb, Ht, pt, apttD. PERALATAN ANESTESI SPINAL1. Peralatan monitor: tekanan darah, pulse oximetri, EKG2. Peralatan resusitasi3. Jarum spinalJarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point whitecare).

Gbr 2. Jenis Jarum Spinal

E. TEKNIK ANESTESI SPINAL1. Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.2. Setelah dimonitor,tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala,selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.3. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,missal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.4. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alcohol.5. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml.

6. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,23G,25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obar dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.7. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6 cm.F. POSISI PASIEN UNTUK ANESTESI SPINAL

1. Posisi Lateral Dekubitus. Posisi ini sangat umum digunakan untuk anestesi spinal. Pasien tidur menyamping ke kiri pada batas bed dan dekat dengan anesthesiologist, fleksi lutut ke arah abdomen, dan fleksi leher. Posisi ini memungkinkan agen anestetik lokal hypo, iso, atau hiperbarik untuk dapat diinjeksikan. Kekurangan posisi ini adalah memerlukan bantuan asisten untuk memegang dan mempertahankan supaya posisi pasien tidak berubah.

Gbr 3. Posisi Lateral Dekubitus

2. Posisi Duduk atau Saddle Block (akan dijelaskan lebih lanjut)3. Posisi Prone/bertiarapPosisi ini berguna untuk anestesi spinal bilamana pasien membutuhkan posisi ini berkaitan dengan prosedur pembedahan yang akan dilakukan, seperti rectal, perineal, atau lumbal. Posisi ini sangat memungkinkan agen anestetik lokal dapat menyebar ke arah kaudal dan menjauhi penyebaran ke arah rostral sehingga meningkatkan resiko tindakan anestesi spinal. Sebaiknya posisi ini dipertahankan setidaknya 15 menit setelah pasien diinjeksi sehingga agen anestetik lokal tidak menyebar ke level yang tidak diinginkan. Untuk posisi ini, sebbaiknya digunakan agen anestetik lokal hypo atau isobarik.G. TINGGI BLOK ANESTESI SPINAL

Faktor yang mempengaruhi:1. Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia.

2. Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia.

3. Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah analgetik.4. Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.5. Manuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.6. Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-L5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke kaudal (saddle blok) pungsi L2-L3 atau L3-L4 obat cenderung menyebar ke cranial.7. Berat jenis larutan: hiper, iso atau hipobarik.

8. Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas analgesia yang lebih tinggi.9. Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar dosis yang diperlukan (BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat).

10. Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien.H. KOMPLIKASI ANESTESI SPINALKomplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi delayed. Komplikasi berupa gangguan pada sirkulasi, respirasi dan gastrointestinal.1. Komplikasi sirkulasi

1) Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin tinggi blok makin berat hipotensi. Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infuse cairan kristaloid(NaCl, Ringer laktat) secara cepat sebanyak 10-15ml/kgBB dlm 10 menit segera setelah penyuntikan anesthesia spinal. Bila dengan cairan infuscepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin intravena sebanyak 19 mg diulang setiap 3-4 menit sampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki.2) Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok simpatis,dapat diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV.2. Komplikasi respirasi1) Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi paru-paru normal.2) Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal tinggi.3) Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi berat dan iskemia medulla.4) Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan tanda-tanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan.3. Komplikasi gastrointestinal1) Nausea dan vomitus karena hipotensi, hipoksia, tonus parasimpatis berlebihan, pemakaian obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal serta komplikasi delayed, pusing kepala pasca pungsi lumbal merupakan nyeri kepala dengan ciri khas terasa lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48 jam pasca pungsi lumbal, dengan kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat.Pencegahan:a. Pakailah jarum lumbal yang lebih halusb. Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramaterc. Hidrasi adekuat,minum/infuse 3L selama 3 hariPengobatan:a. Posisi berbaring terlentang minimal 24 jamb. Hidrasi adekuatc. Hindari mengejand. Bila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni penyuntikan darah pasien sendiri 5-10ml ke dalam ruang epidural.

2) Retentio urineFungsi kandung kencing merupakan bagian yang fungsinya kembali paling akhir pada analgesia spinal, umumnya berlangsung selama 24 jam. Kerusakan saraf permanen merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi.I. ANESTETIK LOKAL UNTUK ANALGESIA SPINALBerat jenis cairan cerebrospinalis (LCS) pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008. Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan LCS disebut isobaric. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari LCS disebut hiperbarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari LCS disebut hipobarik. Anestetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anestetik lokal dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.

Anestetik lokal yang paling sering digunakan:

1. Lidokaine (xylobain, lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobaric, dosis 20-100 mg (2-5ml)

2. Lidokaine (xylobain, lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat hyperbaric, dose 20-50 mg (1-2ml)

3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis 5-20 mg

4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15 mg (1-3ml)

Tabel 1. Dosis, Durasi, dan Onset Anestetik Lokal pada Analgesia SpinalPenyebaran anestetik lokal tergantung:

1. Faktor utama:

1) berat jenis anestetik lokal(barisitas)

2) posisi pasien

3) Dosis dan volume anestetik lokal2. Faktor tambahan

1) Ketinggian suntikan

2) Kecepatan suntikan/barbotase

3) Ukuran jarum

4) Keadaan fisik pasien

5) Tekanan intra abdominal

Lama kerja anestetik lokal tergantung:

1. Jenis anestetia lokal2. Besarnya dosis

3. Ada tidaknya vasokonstriktor

4. Besarnya penyebaran anestetik lokalKomplikasi tindakan

1. Hipotensi berat. Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan.

2. Bradikardia. Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai vertebrae torakal II.3. Hipoventilasi. Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas.4. Trauma pembuluh saraf.

5. Trauma saraf

6. Mual-muntah

7. Gangguan pendengaran

8. Blok spinal tinggi atau spinal total

Komplikasi pasca tindakan:1. Nyeri tempat suntikan

2. Nyeri punggung

3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor

4. Retensio urine

5. MeningitisII. SADDLE BLOCK ANESTHESIA2Saddle Block merupakan bentuk dari anestesi spinal bawah. Posisi ini memungkinkan agen anestetik lokal dapat dikontrol dan menghasilkan anestesi yang terbatas sepenuhnya pada wilayah saddle. Dengan sedikit variasi dalam teknik, memungkinkan penggunaan berbagai agen anestetik. Anestesi berkepanjangan mungkin harus diamankan dengan penggunaan obat-obatan long acting, seperti pontocaine atau nupercaine.Posisi duduk sangat baik digunakan untuk anestesi lumbal bawah atau sacral, pada kasus pasien gemuk/obesitas, dan bila ada kesulitan dalam mencari garis tengah di posisi lateralis. Banyak ahli anestesi yang menggunakan posisi duduk karena memudahan identifikasi batas. Dengan menggunakan bangku untuk pijakan kaki dan bantal untuk pasien supaya dapat mempertahankan posisi ini. Leher pasien harus fleksi dan mendorong keluar punggung bawah untuk membuka ruang vertebra lumbalis.

Gbr 4. Pasien dalam posisi duduk dengan L4-L5 yang sudah ditandai

Ketika melakukan blok saddle, pasien harus tetap dalam posisi duduk setidaknya 5 menit setelah hyperbaric anestesi spinal diinjeksikan sehingga memungkinkan agen anestetik lokal bekerja pada daerah anelgesia. Jika diperlukan level blokade yang lebih tinggi, pasien harus dibaringkan supine segera setelah anestetik lokal diinjeksikan dan meja operasi telah disesuaikan.III. SADDLE BLOCK ANESTHESIA PADA HEMORRHOIDECTOMYHemorrhoidectomy bisa dilakukan dengan beberapa cara anestesi. Di negara barat hemorrhoidectomy biasanya dilakukan di bawah anestesi umum, namun mungkin ada komplikasi yang dihasilkan dari anestesi umum yang berkaitan dengan penyakit pada usia lanjut. Anestesi caudal atau anestesi spinal telah digunakan sebagai alternatif untuk anestesi umum (General Anesthesia, GA) untuk operasi hemorrhoid; namun membutuhkan pengawasan ahli anestesi dan telah dikenal memiliki banyak komplikasi. Karena ahli anestesi yang tidak selalu ada ditempat, menjadikan anestesi lokal sebagai alternatif cara anestesi yang memungkinkan para ahli bedah dapat dengan aman melakukan sendiri.

Anestesi lokal (Local Anesthetia, LA) menghasilkan hilangnya sensasi dan kelumpuhan otot di area tubuh yang dibatasi oleh efek anestesi pada ujung saraf perifer. Anestesi lokal mampu memberikan relaksasi kanal anus sepenuhnya yang merupakan pengaturan ideal untuk berbagai prosedur bedah anorectal. Hasil operasi hemorrhoid di bawah model anestesi ini telah dibuktikan dalam banyak publikasi ilmiah. Anestesi lokal adalah teknik yang aman dan efektif dengan sedikit risiko dan komplikasi dibandingkan dengan anestesi umum atau anestesi spinal. Di Thailand, anestesi spinal dan lokal perianal blok telah digunakan rutin untuk berbagai macam operasi anorectal. Namun, sejauh ini tidak ada penelitian yang valid untuk membandingkan antara kedua teknik anestesi tersebut.5

Tabel 2. Perbandingan Hemmorhoidectomy dengan berbagai Anestesi LokalAnestesi spinal untuk operasi perianal dapat dipilih dengan berbagai variasi berkaitan dengan sasaran blokade sensorik, tergantung pada jenis operasi, posisi selama operasi, atau jenis anestesi lokal. Dalam kasus-kasus di mana pasien mengalami operasi dalam sebuah posisi jack-knife, saddle block biasanya dapat dilakukan menggunakan anestesi lokal hyperbaric. Induksi anestesi menggunakan saddle block konvensional ini relatif mudah; namun, hal ini juga memiliki beberapa kekurangan. Untuk mencegah terjadinya hipotensi karena re-distribusi anestesi setempat mengikuti perubahan posisi untuk prosedur bedah, pasien dianjurkan untuk mengambil posisi duduk selama beberapa menit setelah injeksi agen anestesi. Hal ini berpengaruh pada waktu penundaan dari inisiasi prosedur bedah dan untuk menambah dukungan selama perubahan posisi karena perpanjangan blokade motorik ke ekstremitas bawah. Juga, akan menghasilkan perpanjangan waktu rawat inap di rumah sakit yang dapat meningkatkan kejadian retensi urine post operasi. Faktor risiko retensi urine postoperasi yang berkaitan dengan pembedahan perianal dibawah anestesi spinal telah banyak dilaporkan dalam rentang 7.9%-20.3%.7 Dalam hubungannya dengan anestesi spinal, otot detrusor kandung kemih akan menerima reflek kekosongan (voiding reflex) ketika lingkup anestesia diturunkan lebih rendah dari tingkat sacral III. Berdasarkan karakteristik posisi jack-knife, dipertimbangkan adanya peningkatan tekanan abdominal yang berefek pada distribusi intratechal anestetik lokal; namun hal ini tidak berkaitan dengan Body Mass Index (BMI).Rasa tidak nyaman selama operasi mungkin berkaitan dengan peningkatan paralisis intestinal karena blokade sistem saraf simpatis dari persebaran anestesi lokal. Rendahnya insiden retensi urine pada beberapa penelitian mungkin dikarenakan adanya pembatasan penggantian kebutuhan cairan selama operasi. Akan tetapi, hal ini dapat juga disimpulkan bahwa anestesi lokal yang di re-distribusikan tanpa menetap di daerah sacral ketika posisi duduk hanya akan bertahan selama satu menit. Meskipun retensi urine post operasi mungkin dapat terjadi karena kontraktur reflektif dari sfingter uretra interna yang terinduksi oleh rasa nyeri anal setelah operasi, hal ini diduga bahwa rasa nyeri itu diperburuk oleh retensi urine, bukan sebaliknya. Posterior perineal blok memungkinkan ahli bedah untuk melakukan hemorrhoidectomy radikal dengan analgesia durante dan postperasi yang aman dan efektif, relaksasi sfingter, dan insiden retensi urine yang rendah.4Telah terdapat beberapa penelitian yang meneliti tentang hubungan antara durasi posisi duduk sebelum perubahan postur dan distribusi intrathecal yang diberi anestesi lokal. Jika pasien harus ditempatkan di posisi supine/terlentang setelah pemeliharaan terus-menerus dalam posisi duduk selama sepuluh menit dengan saddle block, daerah blokade sensorik akan terbatas pada tingkat sacral atau spinal lumbal.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Park SY, MD, et. al. (2010) menggunakan fiksasi intrathecal dengan bupivakain, dalam waktu 10 menit untuk maintenance dalam posisi lateral decubitus sangat cukup untuk memblokade motorik unilateral. Akan tetapi, untuk pengeblokan saraf sensorik unilateral dan sistem saraf autonom dibutuhkan waktu lebih dari 30 menit dalam posisi lateral decubitus. Selanjutnya, penggunaan fiksasi intratechal dengan bupivakain membutuhkan waktu setidaknya 60 menit. Selama waktu itu anestesi lokal secara terus-menerus dipindahkan ke Cerebrospinal Fluid (CSF), dan lingkup blokade sensorik secara maksimal akan muncul setelah sekitar 20 menit. Bahkan dalan kasus dimana posisi duduk dipertahankan selama 2 menit kemudian diubah menjadi posisi supine, lingkup blokade sensorik secara maksimal muncul 20-30 menit kemudian.Anestesi lokal pertama kali diperkenalkan dalam melakukan prosedur operasi hemorrhoid dengan tujuan mengontrol nyeri yang biasanya menjadi komplikasi dari prosedur pembedahan. Lama kelamaan prosedur LA ini dilakukan sepenuhnya untuk setiap operasi hemorrhoid. Banyak pasien merasa takut dengan komplikasi postoperasi dan karenanya sebagian besar menolak operasi padahal grade hemmorhoid sudah terindikasi untuk dilakukan operasi.

Pencapaian analgesia yang adekuat selama ligasi-eksisi hemorrhoidectomy membuat para ahli bedah lebih memilih anestesi spinal atau general. Beberapa studi terkini memperlihatkan bahwa kontrol nyeri yang adekuat dapat dicapai dengan penggunaan anestesi lokal ketika pasien benar-benar siap secara medis dan psikologis untuk prosedur operasi. Penelitian yang dilakukan Alatise OI et. al (2010) memperkuat fakta bahwa hemorrhoidectomy dengan anestesi lokal bukan hanya baik ditoleransi tapi juga praktis dan layak dilakukan.1Penelitian terkini menunjukkan bahwa bupivakain intratechal dosis rendah (1,5 mg) dapat bermanfaat untuk tindakan perianal singkat. Pembatasan blokade sebagian besar serabut saraf spinal caudal (S4-coccygeal) yang mempersarafi daerah perianal, berkurangnya blokade sensorik dan motorik pada tungkai bawah dan kemampuan ambulasi yang lekas pulih dan memberikan waktu hospitalisasi yang lebbih singkat. Semua pasien tidak menunjukkan rasa ketidaknyamanan terhadap tindakan pembedahan.8Teknik spinal perianal bertujuan untuk pembatasan bupivakain dosis rendah bekerja di ujung-ujung saraf dan dural sac. Waktu yang dibutuhkan sepenuhnya dalam teknik posisi duduk ini berefek pada blokade dermatom S4. Sekitar 5% pasien mengungkapkan perasaan subjektif kelemahan otot yang sangat ringan (Skala Bromage = 0, proprioception utuh) secara tiba-tida pada akhir operasi yang menghilang setelah 10-15 menit setelah regresi blok sensorik S4. Hal ini menguatkan bukti bahwa blok spinal perianal sepenuhnya dapat diterima dan tidak memiliki komplikasi.8IV. DAFTAR PUSTAKA

1. Alatise, Olusegun Isaac. Open hemorrhoidectomy under local anesthesia for symptomatic hemorrhoids; our experience in Ile Ife, Nigeria. Department of Surgery, Obafemi Awolowo University Teaching Hospital Complex, Ile Ife, Nigeria. African Journal of Health Sciences Vol. 17, No. 3-4, July- December 2010. [Afr J Health Sci. 2010; 17:42-46]. Downloaded at:http://www.bioline.org.br/request?jh100082. Andriani, John. and Vega, Roman D. Saddle block anesthesia. Department of Anesthesia, Charity Hospital of Louisiana New Orleans, Louisiana, USA. The American Journal of Surgery Volume 71, Issue 1, January 1946, Pages 1218. Downloaded at:

http://www.sciencedirect.com/science/journal/00029610/71/13. Chang Seok Oh, M.D et.al. Clinical Analysis of the Hemorrhoidectomy with Pure Local Anesthesia. Department of Surgery, Kwang-Hae General Hospital, Departmentof Surgery, Busan St. Marys Medical Center, Busan, Korea. Korean Journal of Pain, September 2010; Vol. 23, No. 3: 190-197. Downloaded at:http://synapse.koreamed.org/Synapse/Data/PDFData/0009JKSC/jksc-23-22.pdf4. Gabrielli, Francesso Prof MD. et al. Hemorrhoidectomy with posterior perineal block. Diseases of the Colon & Rectum, June 2000, Volume 43, Issue 6, pp 809-812. Downloaded at: http://link.springer.com/content/pdf/10.1007/BF02238019.pdf5. No Name. A Trial of Closed Hemorrhoidectomy Under Local Perianal Block Versus Spinal Anesthesia. Phramongkutklao College of Medicine and Hospital. June 18, 2009. Downloaded at:http://clinicaltrials.gov/show/NCT009259126. No Name. Spinal Anesthesia. New York School of Regional Anesthesia, 2009. Downloaded at: http://www.nysora.com/regional_anesthesia/neuraxial_techniques/3119-spinal_anesthesia.html 7. Park, Soo Young MD. Is It Useful and Safe to Maintain the Sitting Position During Only One Minute before Position Change to the Jack-knife Position?Department of Anesthesiology and Pain Medicine, Jeju National University College of Medicine, Jeju. The Korean Journal of Pain, 2010 September; Vol. 23, No. 3: 190-197. Downloaded at:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2935981/pdf/kjpain-23-190.pdf8. Wassef, Medhat R. MB, BCh, DA, FRCA. Spinal Perianal Block: A Prospective, Randomized, Double-Blind Comparison with Spinal Saddle Block. International Anesthesia Research Society. DOI: 10.1213/01.ane.0000261510.37489.00 Vol. 104, No. 6, June 2007

http://jvsmedicscorner.com/Anaesth-Regional_Anesthesia_files/Spinal%20perianal%20block.pdf19