Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

43
IDEOLOGI DAN AKSI PENDIDIKAN TAN MALAKA Mewujudkan Pendidikan Berkarakter Keindonesiaan Oleh: Fridiyanto ABSTRACT Tan Malaka is not only a founding father but also an educator. According to Tan Malaka education is a foundation for Indonesia Liberation. Therefore in many aspects of education must be designed nationalistic. Sarekat Islam School is one of manifestations Tan Malaka’s education concept. Kata Kunci: Tan Malaka, Pendidikan, Keindonesiaan A. PENDAHULUAN Tan Malaka, seorang bapak bangsa yang menghabiskan hidupnya untuk menuju Republik Indonesia. Republik yang dimaksud Tan Malaka adalah sebuah negara yang seratus persen mengatur diri sendiri, mengatur perekonomian sendiri, politik yang bebas menegakkan demokrasi, serta martabat bangsa sejajar dengan negara-negara lain.

description

Sejarah

Transcript of Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

Page 1: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

IDEOLOGI DAN AKSI PENDIDIKAN TAN MALAKA

Mewujudkan Pendidikan Berkarakter KeindonesiaanOleh: Fridiyanto

ABSTRACT

Tan Malaka is not only a founding father but also an educator. According to Tan Malaka education is a foundation for Indonesia Liberation. Therefore in many

aspects of education must be designed nationalistic. Sarekat Islam School is one of manifestations Tan Malaka’s education concept.

Kata Kunci: Tan Malaka, Pendidikan, Keindonesiaan

A. PENDAHULUAN

Tan Malaka, seorang bapak bangsa yang menghabiskan hidupnya untuk menuju

Republik Indonesia. Republik yang dimaksud Tan Malaka adalah sebuah negara

yang seratus persen mengatur diri sendiri, mengatur perekonomian sendiri, politik

yang bebas menegakkan demokrasi, serta martabat bangsa sejajar dengan negara-

negara lain.

Tan Malaka sebagai ahli propaganda, politikus, dan sebagai seorang pendidik

rakyat sangat ditakuti oleh pemerintah Hindia Belanda, dikarenakan proses

penyadaran progresif revolusioner dilakukan terus menerus untuk memperkuat

kesadaran rakyat.

Tan Malaka merupakan ancaman berbahaya bagi pemerintahan kolonial, karena

Tan Malaka dianggap menganggu ketertiban umum dengan berbagai kegiatan

politik dan kegiatan pendidikan untuk rakyat. Pendidikan harus sebagai proses

mewujudkan peserta didik menjadi orang baik dan bajik yang akan memberi

kekuatan kepada peserta didik. Karena itulah pendidikan akhlak harus menjadi

tujuan utama selain pendidikan keterampilan hidup, pergaulan sosial, dan tanggung

jawab sosial. Rakyat Indonesia belajar memberi nilai yang tepat pada moral mereka

dan bersumbangsih bagi peradaban bangsa Indonesia.

Page 2: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

Jauh sebelum pendidikan keterampilan belum dikembangkan di Nusantara, Tan

Malaka sangat menekankan bahwa pendidikan anak-anak tidak hanya sebatas

kognitif, seperti mempelajari Sejarah, Ilmu bumi, dan Ilmu hitung yang sangat

ditekankan di sekolah-sekolah Eropa pada masa itu. Tan Malaka memandang bahwa

sebuah kewajiban untuk menanamkan etos kerja, dan keterampilan praktis yang

akan menimbulkan rasa mencintai kerja kepada pribumi, dan seharusnyalah

pendidikan memberikan nilai tambah.

Berbicara konsep pendidikan kritis, emansipatoris, dan praksis biasanya lebih

dikenal sosok Paulo Freire. ”Pendidikan Kaum Tertindas” dan ”Gerakan

Kebudayaan untuk Kemerdekaan”, ”Politik Pendidikan”, adalah buku karangan

Paulo Freire yang terus dipelajari peminat dan penggerak pendidikan emansipatoris.

Ketika berbicara tentang sejarah pendidikan di Indonesia, Ki Hajar Dewantara selalu

menjadi tokoh utama. Namun, tidak banyak yang mengetahui bahwa Tan Malaka

juga aktif dalam memperjuangkan pendidikan di Indonesia, dan telah lebih dulu

memiliki konsep pendidikan kritis, emansipatoris, dan praksis. Tan Malaka tidak

hanya terjebak dalam filsafat dan teori-teori pendidikannya, tetapi terlibat aktif

dalam memperjuangkan pendidikan rakyat sebagai media penyadaran pembebasan

dari penindasan kolonialisme.

Tan Malaka lebih dikenal dari sisi aktifitas politik, sebenarnya Tan Malaka

memiliki latar belakang pendidikan seorang guru di kweekschool di Bukit Tinggi

dan melanjutkan pendidikan guru di Haarlem Belanda. Tan Malaka masuk ke

pergerakan perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia melalui jalur pendidikan.

Bagi Tan Malaka, pendidikan akan dapat mewujudkan karakter bangsa Indonesia

yang kokoh dan mandiri. Olehkarena itu penulis membahas pemikiran dan aksi

pendidikan Tan Malaka yang dapat menambah khasanah sejarah pendidikan di

Indonesia dan sebagai upaya restorasi nilai-nilai keindonesiaan.

Page 3: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

BIOGRAFI SINGKAT

Tan Malaka, atau Ibrahim Datuk Tan Malaka1 memiliki pertalian keluarga dengan

dua pemimpin desa Pandan Gadang: Datuk Tan Malaka dan Datuk Mahurun Basa.

Tanggal kelahiran Tan Malaka tidak tercatat pasti karena pada masa itu belum ada

pencatatan bagi penduduk Indonesia. Namun Harry A. Poeze menyampaikan

beberapa kemungkinan tahun kelahiran Tan Malaka: 1893, 1894, 1895, 2 Juni 1896,

2 Juni 1897, dan 1899. Poeze lebih cendrung memilih kelahiran Tan Malaka pada

tahun 1894 dengan fakta bahwa pada tahun 1903 Tan Malaka mengikuti pendidikan

di sekolah rendah. Maka dapat ditarik kesimpulan pada masa itu Tan Malaka

berumur lebih kurang 6 tahun. Tan Malaka dalam bukunya “dari Penjara ke Penjara”

menjelaskan bahwa dia mempunyai adik bernama Kamaruddin enam tahun lebih

muda, dan tidak memiliki adik atau kakak perempuan.

Tan Malaka dilahirkan dalam sebuah keluarga pemeluk Islam yang taat, ayah

dan ibu Tan Malaka sangat alim dan menjalankan perintah agama Islam. Dalam

buku Madilog Tan Malaka menulis bagaimana ibunya ketika menjelang ajal

membaca Surat Yasin berkali-kali karena ibunya hampir sebagian hafal Al-Qur’an.

Tan Malaka ketika kecil sering diceritakan tentang nabi-nabi, seperti kisah Adam

dan Hawa, Nabi Yusuf, dan Nabi Muhammad. Ayah dan Ibu Tan Malaka sangat

peduli tehadap akhlak anaknya, sehingga tidak hanya menyekolahkan anaknya di

Sekolah Rakyat, tetapi juga menyuruhnya belajar ngaji di surau. Ayah Tan Malaka

adalah penganut tarekat. Menurut Tan Malaka ketika masih kecil dia sudah bisa

menafsirkan Al-Qur’an dan sudah dijadikan sebagai Guru Muda. Tan Malaka

menguasai bahasa Belanda, Jerman, Perancis, Inggris, China, dan Bahasa Arab. Tan

Malaka sangat mengagumi Bahasa Arab yang indah dan mulia.

1 Nama lengkap yang merupakan sekaligus gelar adat yang diperoleh Tan Malaka untuk melanjutkan kepemimpinan Adat di Minang kabau. Sesuai adat masa itu, setiap anak yang dilahirkan akan diberi nama kecil dengan nama Islam, baru kemudian mendapat nama atau gelar menurut adat, maka Ibrahim adalah nama Islam yang melekat pada Tan Malaka

Page 4: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

Masa kecilnya, Tan Malaka adalah seorang anak yang pemberani, nakal dan

keras kepala. Alam Minang kabau yang asri penuh pemandangan alam; gunung

bebukitan dan sungai, menjadi “guru” bagi Tan Malaka untuk menempa mental dan

fisiknya. Alam takambang jadi guru merupakan ungkapan filosofis Minang kabau

yang bermakna dialektis bahwa seseorang harus dapat membaca alam sekitar, orang

sekitar,dan belajar dari apa yang mereka tampakkan, dimanapun berada kita dapat

menjadikannya pelajaran dalam memaknai dan mejalankan kehidupan.

Menurut Rudolf Mrazek, falsafah Minangkabau pada dasarnya telah membentuk

cara berpikir Barat rasional, logis, dan dialektis. Tan Malaka yang dibesarkan dalam

budaya Minang kabau telah membentuk struktur pengalaman dan visinya.2 Struktur

pengalaman menurut Mrazek yaitu totalitas pola-pola kebudayaan yang terkumpul

dalam diri seseorang, melalui mana ia menghayati atau memahami apa-apa yang

terjadi disekitarnya. Struktur pengalaman tersebut akan mempengaruhi visi tertentu

bagi seseorang dalam mengartikan apa-apa yang berlaku. Struktur pengalaman Tan

Malaka menurut Mrazek tidak terlepas dari budaya masyakat Minang yang memiliki

dinamisme yang tinggi.3

Peni Chalid menjelaskan Tiga Epistemologi Tan malaka (petani, pedagang,

pejuang) yang merupakan manifestasi dari tanah lahirnya Minang kabau.

Epistemologi masyarakat agraris, kehidupan manusia sangat tergantung pada

dialektika alam. Epistemologi pedagang lebih bersifat rasional dan memakai pola

transaksional dengan berbagai kepentingan. Sedangkan epistemologi pejuang,

merupakan pola pikir ideologis dan visioner seseorang untuk kepentingan bangsa,

berjuang demi keyakinan yang dianggapnya kebenaran. Menurut Peni Chalid Tan

Malaka mengalami proses pengembangan pemikiran terhadap masyarakat dengan 2 Alfian. Tan Malaka Ideolog Kesepian. Dalam buku “Manusia dalam Kemelut Sejarah”. Editor Syafii Maarif 3 Dinamisme yang dimaksud Mrazek adalah masyarakat memandang konflik dengan kacamata dialektika merupakan esensi untuk mencapai integrasi masyarakat, sehingga masyarakat Minang kabau terbuka terhadap nilai-nilai baru yang masuk yang dianggap memperkuat dan memperkaya, alam atau adat Minang kabau mempunyai sistem nilai sendiri untuk meyeleksi hal-hal baru

Page 5: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

transisi epistemologi pedagang ke epistemologi pejuang (dari real-materialistik ke

kritis-revolusioner). Keyakinan Tan Malaka tersebut termanifestasi dalam dua

bukunya yang tergolong sebagai filsafat, yaitu Pandangan Hidup, dan Madilog.

Pemikiran dan tindakan Tan Malaka yang selalu berseberangan, tidak hanya

membuat gerah pemerintah kolonial tetapi juga para penguasa ketika Indonesia

telah mencapai kemerdekaan, yang membuat Bapak Republik Indonesia ini wafat

tragis ditembak anak bangsa sendiri di Sungai Brantas di Kediri.4

PENDIDIKAN ALAT MENUJU REPUBLIK INDONESIA

Tan Malaka sangat mencintai dunia pendidikan, karena dia sangat menyadari bahwa

untuk menjadi bangsa merdeka, pendidikan adalah modal utama. Kecintaan Tan

Malaka terhadap pengajaran digambarkan Hary Poeze, ketika Tan Malaka harus

menjalani praktek mengajar di sekolah ekstern dia menampakkan bakat luar biasa

dalam pedagogi, anak-anak sangat merasa sedih ketika Tan malaka harus

meninggalkan mereka. Ketika mengajar Tan Malaka selalu meluangkan waktu

untuk melatih baris berbaris yang sangat disukai mereka.

Bagi Tan Malaka untuk masa depan bangsa Indonesia yang maju, harus dicapai

melalui pendidikan. Karena pendidikan merupakan perkakas membebaskan rakyat

dari keterbelakangan dan kebodohan, karena itu sekolah-sekolah harus didirikan

untuk rakyat. Pendidikan untuk rakyat Indonesia harus berakar kepada budaya

Indonesia yang terus digali dan disampaikan dengan bahasa Indonesia.5

Prinsip kerakyatan adalah landasan filosofis dalam praksis pendidikan.

Pendidikan tidak dapat terpisah dalam mempelajari hakekat realita yang merupakan

4 Berdasarkan hasil penelitian Harry A. Poeze, ditemukan makam Tan Malaka di Selo Panggung, Kediri dan makam tersebut telah dibongkar untuk dites DNA. Namun sampai saat ini belum dilaporkan hasil tes DNA apakah benar jenasah Tan Malaka yang diperiksa tersebut. 5 Pada masa pra kemerdekaan tentulah bahasa Indonesia sangat diperlukan sebagai pemersatu dan identitas diri, karena Belanda mewajibkan dalam proses belajar mengajar menggunakan bahasa Belanda. Olehkarena itu Tan Malaka memprioritaskan penggunaan bahasa Indonesia, namun bahasa Belanda dan Inggris tetap diajarkan.

Page 6: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

pusat dari setiap konsep pendidikan. Pentingnya hal tersebut mengingat program

pendidikan sekolah didasarkan atas fakta dan realita, bukan atas keinginan menjadi

kaum pemodal dengan proses pendidikan yang didasarkan kemodalan. Berikut

adalah Tiga tujuan pendidikan Tan Malaka yang menjadi dasar perjuangan

pendidikanya:

1. Memberi senjata cukup, buat pencarian penghidupan dalam dunia kemodalan

(berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa Belanda, Jawa, Melayu).

2. Memberi hak murid-murid dalam kehidupan sosial, dengan jalan pergaulan

(verenigging).

3. Menunjukkan kewajiban kelak, terhadap berjuta-juta Kaum Kromo (rakyat

kecil).6

Pemikiran pembangunan bangsa melalui pendidikan telah dipikirkan dan akan

dilaksanakan Tan Malaka dalam Tujuh Minimum Program. Pendidikan yang harus

dibangun menurut Tan Malaka, yaitu:

1. Wajib belajar bagi anak-anak semua warga negara Indonesia dengan

Cuma-Cuma sampai umur 17 tahun dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa

pengantar dan bahasa Inggris sebagai bahasa asing yang terutama.

2. Menghapuskan sistem pelajaran sekarang dan menyusun sistem yang

langsung berdasarkan atas kepentingan-kepentingan Indonesia yang sudah

ada dan yang akan dibangun.

3. Memperbaiki dan memperbanyak jumlah sekolah-sekolah kejuruan,

pertanian, perdagangan. Memperbaiki dan memperbanyak jumlah sekolah-

sekolah bagi pegawai-pegawai tinggi di lapangan teknik dan administrasi.7

6 Tan Malaka. SI semarang dan Onderwijs, 1987

7 Tan Malaka, Naar de Republiek Indonesia, 1925 hal.17

Page 7: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

Menghapuskan pembelajaran berbau feodalis merupakan langkah revolusioner

Tan Malaka untuk memutus keterbelakangan dan mental kuli bagi pribumi. Jika

masa penjajahan mendidik pribumi hanya didasarkan kepentingan imprealis sendiri,

dalam artian dipekerjakan sebagai pegawai rendahan mereka. Tan Malaka ingin

pendidikan semestinya mendahulukan kearifan lokal, agar masyarakat memperoleh

bekal bagi penghidupannya. Oleh karena itu pendidikan kejuruan seperti: pertanian,

perdagangan, teknik, dan administrasi harus dibenahi kualitasnya.

Pendidikan praxis Tan Malaka diwujudkannya di sekolah Sarekat Islam.

Sekolah SI berprinsip bahwa hawa (geest) harus lebih sehat dan memiliki karakter

keindonesiaan yang membedakan dengan sekolah Eropa. Anak-anak didik dituntut

keras mencari kepandaian membaca, menulis dan berhitung sebagai modal

penghidupan. Konsep pendidikan Tan Malaka yang sangat sederhana tersebut

merupakan hal luar biasa pada masa Tan Malaka merintis sekolah SI.

KAUM INTELEKTUAL DAN KEMERDEKAAN

Kaum intelektual menurut pandangan Tan Malaka pada masa itu jauh dari

kehidupan dan penderitaan rakyat. Tidak adanya semangat pengorbanan dan

pengabdian dikarenakan kebingungan posisinya antara rakyat dan pemerintah

kolonial. Kaum ientelektual yang terasing dari kehidupan rakyat tersebut

dikarenakan exclusivisme Budi Utomo dan National Indische Party yang pada

masa itu dianggap Tan Malaka masih sangat lambat dan masih berdiri jauh dari

kehidupan rakyat serta keaktifan politik. Permasalahan intelektualisme yang ibarat

menara gading tidak akan banyak berdampak bagi rakyat tetapi butuh perbuatan dan

bukti-bukti, salah satunya adalah keaktifan dalam pergerakan dan politik.

Pandangan Tan malaka, apabila kaum intelek tidak terlibat revolusi mereka

tidak akan terlepas dari penderitaan pada masa berikutnya, dimana pemikiran dan

Page 8: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

tenaga mereka akan dipakai oleh penjajah yang selanjutnya akan dicampakkan

seperti kaum proletar, hal ini terjadi di India, Inggris, dan Jepang. Kaum intelektual

harus tanggap terhadap gerakan perubahan, dimana barisan rakyat sedang merebut

kemerdekaan, jangan tutup mata dan tidak perduli terhadap keadaan.

Kaum intelektual tidak bisa hanya menjadi penonton yang berpangku tangan,

sementara mereka juga akan menikmati perjuangan kemerdekaan. Kaum intelektual

harus berbesar hati melepaskan baju intelektual yang dirasanya lebih terhormat, dan

harus ikut berkeringat bersama rakyat. Dengan terlibat dalam revolusi, kaum

intelektual dapat mengabdikan moral dan intelektualitas mereka guna memperlancar

revolusi, disitulah mereka akan rasakan manisnya kerja sosial. Sangat berbeda

apabila mereka menjadi kaum individualis, mereka akan terperangkap dalam

kesunyian kapitalisme. Dengan keterlibatan kaum intelektual dalam barisan rakyat,

makin kokohlah barisan perjuangan. Ilmu pengetahuan akan lebih baik jika

digunakan bangsa sendiri, bukan untuk membantu raksasa imperialis dalam

eksploitasi. Keterlibatan kaum intelektual akan membantu proses perwujudan

kebangkitan ekonomi, sosial, intelektual dan kebudayaan.

Sekolah yang menciptakan kaum intelektual, harus tidak terpisah terhadap cita-

cita politik bangsa. Kaum terdidik dari berbagai bidang keahlian harus terlibat

menjadi tenaga perjuangan kemerdekaan. Karena intelektualitas dan kemampuan

organisasinya memang terlatih. Sebuah surat terbuka yang dimuat De Tribune di

Moskow tanggal 19 Agustus 1923, Tan Malaka menyampaikan pemandangan

tentang mahasiswa dan cendikiawan Indonesia yang masih terbelenggu dan terpisah

tembok dengan kaum proletar, hingga sedikit sekali kaum intelektual yang terlibat

aktif dalam pergerakan kemerdekaan.8 Seruan Tan Malaka kepada kaum intelektual

8 Tan Malaka, Een Open Brief, Tan Malaka aan de Indonesische studenten en intellectueelen” (Surat terbuka. Dari Tan Malaka kepada mahasiswa dan cendikiawan Indonesia), De Tribune, 29-8- dan 31-8-1923, dalam Poeze, Menuju Repuplik Indonesia, hal. 340

Page 9: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

tidak menjanjikan imbalan apa-apa kecuali satu, kemerdekaan bagi Indonesia. Bagi

Tan Malaka perjuangan bangsa-bangsa yang tertindas di Timur hanya akan berhasil

menggempur imperialisme apabila kaum buruh, kaum tani dan cendikiawan bersatu

padu.

Sikap Tan Malaka sangat tegas, kemerdekaan harus direbut, jangan pernah

mengharap belas kasihan dari pihak penguasa kolonial. Kaum terpelajar harus

bergabung memperkuat revolusi, dan merasakan perjuangan bersama rakyat. Tan

Malaka merupakan sosok cerdas yang tegas menyatakan Hindia terlepas dari

Belanda. Tan Malaka bergerak dari segala sudut kehidupan masyarakat, yang

membuat dia terus mendapat tekanan dan pembuangan.

IMPERIALIS ANTI PENDIDIKAN

Soal pendidikan dengan sengaja diabaikan oleh Belanda, sehingga kaum intelektual

menjadi terbatas.9 Kalau penjajahan Belanda selama 300 tahun itu tidak membatasi

pendidikan bagi pribumi, tentunya pada masa pejajahan derajat kaum intelektual

Indonesia jauh berbeda. Akan banyak posisi strategis yang akan diisi oleh pribumi,

seperti saudagar, tuan tanah, dan pegawai bumiputera.

Indonesia tidak mempunyai faktor-faktor ekonomi, sosial ataupun intelektual

buat melepaskan diri dari perbudakan ekonomi dan politik di dalam lingkungan

imperialisme Belanda. Indonesia dapat menaikkan ekonominya jika kekuasaan

politik ada ditangan rakyat. Indonesia akan mendapat kekuasaan politik tidak

dengan apapun, kecuali dengan aksi politik yang revolusioner lagi teratur, dan tidak

mau tunduk. Tentulah perangkat revolusi tersebut adalah pendidikan rakyat.

Belanda ingin memformat pedidikan yang ada harus meniru pendidikan di

Belanda secara utuh, karena bagi Belanda, lembaga pendidikan khususnya

universitas yang ada di Belanda adalah yang terbaik dari universitas manapun. Hal

ini tanpa memperhatikan karakter dan budaya Indonesia. Akibat politik pendidikan

9 Tan Malaka, Aksi Massa . Jakarta: Narasi, 2008. hal 7

Page 10: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

Belanda tersebut, Perguruan Rendah, Menengah, dan Tinggi masa penjajahan tidak

cukup untuk rakyat yang berjumlah 55 juta.10

Tahun 1921 kaum revolusioner memperbaiki keteledoran pemerintah kolonial

dalam pendidikan dengan mendirikan sekolah. Walau menempuh berbagai

kesulitan: teknis, kepegawaian, keuangan, dan politik. Namun akhirnya di seluruh

Jawa dapat didirikan 52 buah sekolah dengan kira-kira 50.000 murid.

Pemerintah kolonial menekan perkembangan pendidikan kaum revolusioner

tersebut dengan kekerasan. Guru-guru dilarang mengajar, dan orangtua murid

ditakut-takuti. Peran penting pemberangusan gerakan pendidikan rakyat tersebut

dimainkan oleh organisasi Serikat Hijau11 mereka diperintah untuk membakar

sekolah, menakut-nakuti, menganiaya murid dan guru.

Politik pendidikan pemerintah kolonial dalam soal pengajaran dapat

diungkapkan dengan: ”Bangsa Indonesia, harus tetap bodoh supaya ketentraman dan

keamanan umum terpelihara.” Pergerakan pendidikan dan pemimpin rakyat yang

dipercayai rakyat dicap dan diperlakukan seperti penghasut dan bandit, mereka

dimasukkan ke penjara.

Petani kebanyakan buta huruf dan bodoh, mereka ditekan dalam satu kontrak

yang diakui oleh pemerintah. Dalam kontrak disebutkan mereka tidak boleh

berorganisasi dan mogok. Agar dapat mengadakan pemerasan atas kelas buruh yang

jumlahnya lebih besar, kelas kapitalis yang jumlahnya lebih kecil mempergunakan

pendidikan untuk melemahkan perjuangan buruh.

Kalaupun pendidikan diberikan kepada rakyat, Belanda tetap menanam

kepentingan kapitalistis. Rakyat diajar melupakan pertentangan kebangsaan,

melupakan adat budaya, dan jati diri sebagai bangsa. Sehingga menyerahkan hidup

nya kepada kemodalan kolonialis. Bangsa Hindia yang terpelajar telah ”berdamai”

dengan Belanda dan melupakan bangsanya sendiri. Inilah politik etis Belanda,

10 Ibid. Hal. 6111 Sebuah kumpulan penyamun yang dikerahkan, diupah dan dipimpin oleh pemerintah kolonial

Page 11: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

memberikan pendidikan kepada kaum tertindas tetapi tetap berimbas kepada

penindas dengan menjadi alat industri.

PENDIDIKAN BARAT

Menurut Tan Malaka apabila mempelajari dunia Barat, Eropa dan Amerika, maka

terdapat tiga garis pokok kebudayaan yaitu agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan

empirik. Sementara cabang kebudayaan yang lain akan bersandar pada tiga garis

kebudayaan tersebut.12 Dari tahun 500 SM sampai 1500 M, agama memperoleh

kedudukan tertinggi, filsafat masih mengabdi kepada agama. Dari 1500 sampai 1850

M, filsafat mendapat kedudukan tertinggi dalam masyarakat Barat. Tahun 1850

sampai sekarang ilmu empiris memperoleh nilai dan kedudukan tertinggi di Eropa

dan Amerika.

Pandangan Tan Malaka, Indonesia yang maju harus terlepas dari logika mistis,

lepas dari kekuatan-kekuatan gaib dan mulai mempergunakan ilmu pengetahuan. 13Sebagai patokan sains dan teknik maka Barat adalah acuan. Menurut Franz

Magnis Suseno, Tan Malaka tidak malu mengakui bahwa dia adalah murid Barat,

karena di zaman modern Baratlah dirintis pemikiran materialistis, dialektik, dan

logika.

Indonesia harus merdeka berpikir dan berikhtiar, sudah saatnya berdiri atau

berubah dengan mengerahkan daya upaya dengan kecakapan, perasaan dan

kemauan. Manusia sebagai individu atau bangsa harus mempergunakan pemikiran

dan tenaga buat memajukan kebudayaan manusia. Tan Malaka secara keras

menyatakan bahwa manusia ataupun bangsa yang tidak menggunakan pemikiran

dan tenaga bagi kemanusiaan maka tidak layak menjadi seorang manusia atau

bangsa dan pada hakikatnya tidak ada perbedaan dengan binatang.

12 Tan Malaka. Pandangan Hidup13 Frans Magnis Suseno. Op.Cit., 212

Page 12: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

Tan Malaka menganjurkan untuk mempelajari pengetahuan Barat. Rakyat

pribumi jangan terjebak romantisme sejarah bahwa kebudayaan dan pengetahuan

Timur lebih tua dan lebih mulia daripada Barat. Kondisi yang masih percaya kepada

mitos dan mistis sungguh tidak layak untuk dianggap lebih agung dan pintar

daripada Barat. Budaya tahayul harus dihapus dan diganti dengan pemikiran ilmiah,

setidaknya ini adalah langkah awal bagi pribumi untuk menjadi murid bagi Barat.

Tidak perlu malu dan bimbang dalam upaya merampas kemerdekaan dengan

menjadi murid Barat. Kekuatan keinginan untuk merdeka dan belajar sendiri adalah

modal utama dalam rangka menjadi murid Barat tersebut. Pribumi tidak boleh kalah

oleh orang Barat dalam hal pemikiran, penyelidikan, kejujuran, kegembiraan,

kerelaan dalam segala rupa pengorbanan. Mengakui dengan tulus, bahwa kita

sanggup dan harus belajar dari orang Barat, tentunya tanpa harus menjadi peniru

total dari Barat melainkan harus cerdas, suka mengikuti dialektika alam, dan harus

melampaui kelebihan Barat.

Pengagungan Tan Malaka terhadap ilmu pengetahuan Barat dalam konteks masa

kolonial, tentu tidak dapat disalahkan. Karena kondisi masa itu, pribumi nusantara

benar-benar dalam kondisi kritis, jauh dari sikap ilmiah dan rasional. Sehingga

belajar ke Barat menjadi solusi untuk membangun kesadaran merdeka dan bangsa

bermartabat, bukan bangsa yang terjebak tahayul. Kritik Tan Malaka terhadap tidak

berkembangnya sikap ilmiah dikalangan pribumi, ditulisnya secara detail dalam

buku Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika).

PERAN NEGARA DALAM PENDIDIKAN

Konsep pendidikan gratis dan subsidi, sudah pernah dipikirkan dan

diimplementasikan oleh Tan Malaka. Bagi Tan Malaka pendidikan harus diberikan

kepada seluruh rakyat Indonesia sampai berumur 17 tahun secara gratis. Konsep

tersebut menjadi bahan perdebatan Tan Malaka di Belanda dengan seorang tokoh

Belanda bernama Fabius yang berperan penting dalam kebijakan pendidikan.

Page 13: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

Menurut Tan Malaka pendidikan tidak hanya berada di bawah negara tetapi negara

juga harus membiayai pendidikan rakyat.

Pemikiran Tan Malaka tentang peran negara dalam pendidikan mendapat

tentangan keras dari Fabius. Menurut Fabius, politik pendidikan yang dianjurkan

Tan Malaka akan menambah banyak lulusan pendidikan namun akan mengurangi

nilai intelektual. Kebijakan pendidikan yang memberi akses luas kepada rakyat akan

menambah banyak jumlah pengangguran dikalangan intelek.

Namun argumentasi Fabius tersebut mendapat pertentangan dari Tan Malaka,

pandangannya di suatu masyarakat dimana produksi dijalankan menurut rencana,

bersamaan dengan itu adanya pendidikan yang terencana, pengangguran tidak

mungkin ada. Kalaupun tetap ada pengangguran, hal itu tidak akan berlangsung

lama, karena pendidikan telah dicocokkan dengan kebutuhan produksi masyarakat.

Pada masa perdebatan Tan Malaka dan Fabius ini terjadi, kebijakan pendidikan

masih berdasarkan supply and demand dimana kaum kapitalis berbuat semaunya.

Sementara untuk menentang tentang intelektualitas yang akan berkurang, menurut

Tan Malaka kecerdasan tidak akan menurun, karena murid yang melanjutkan studi

tidak lagi didasarkan finansial keluarga, melainkan kecerdasan otak. Kondisi saat

itu, banyak anak cerdas tidak dapat melanjutkan studi karena ketidakmampuan

finansial. Sementara anak yang mempunyai uang namun tidak memiliki kemampuan

bisa memperoleh titel.

AKTIFITAS PENDIDIKAN TAN MALAKA

Foreign Language School di Tiongkok. Selama di Tiongkok, Tan Malaka tidak

ingin menyia-nyiakan waktu, dia memanfaatkannya dengan mendirikan sebuah

sekolah bahasa asing. Pada perkembangannya foreign language school tidak hanya

semata-mata belajar bahasa asing tapi berkembang pada diskusi tentang Politik,

Ekonomi, dan Filsafat. Pelajaran tambahan tersebut menjadi daya tarik tersendiri

bagi pemuda Tiongkok untuk belajar disana. Tan Malaka juga menambahkan materi

pelajaran dengan jurnalisme, book keeping, untuk itu dia membutuhkan guru

Page 14: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

pembantu sehingga dibukalah penerimaan guru. Karena Tan Malaka memiliki misi

politik, maka foreign language school pun harus ditinggalkan. Menurut Tan Malaka

ketika foreign language school ditinggalkannya untuk melawat ke Singapura,

sekolah tersebut tetap diminati para murid.

Menjadi Guru di Singapura. Di Singapura, Tan Malaka menjadi guru bahasa

Inggris sekaligus sebagai kepala sekolah. Selama di Singapura proses belajar

mengajar terganggu karena serangan pesawat tempur Jepang. Membuat para guru

mempunyai tugas ekstra, yaitu melindungi murid dari serangan bom. Tentara

sukarela dibentuk di sekolah Tionghoa tempat Tan Malaka mengajar, dan banyak

murid yang terlibat, terutama dalam penyadaran politik. Sekolah ditutup dan beralih

fungsi menjadi tempat pelatihan tentara sukarela dan sebagai asrama. Tan Malaka

tidak memberikan penjelasan lebih lanjut tentang sekolah di Singapura tersebut.

Menjadi Guru Kaum Kuli di Medan. Tan Malaka Menjadi guru kaum kuli di

Tanah Deli Medan, dikarenakan tawaran Dr. Jansen.14 Kesepakatan Tan Malaka

dengan Dr. Jansen adalah memberikan pendidikan yang dibutuhkan anak-anak kuli.

Tugas yang akan diembannya adalah sebagai pembantu pengawas semua sekolah

bagi kaum kuli di Senembah Mij.15 Perkembangan berikutnya, penindasan,

penderitaan, dan pembodohan sistematis yang diamati dan dirasakan Tan Malaka,

membuat Tan Malaka banyak bertentangan dengan pemerintah kolonial.

Pengalaman selama menjadi guru kaum kuli di Tanah Deli sangat mempengaruhi

corak pemikirannya dalam berbagai bidang. Visi pendidikan Tan Malaka tentang

kaum kuli menjadi landasan setiap aktifitas pendidikannya, mulai dari menjadi guru

di Deli sampai ketika dia mendirikan sekolah Sarekat Islam.

Menurut Harry A.Poeze, Dr. Jansen sebelumnya telah merumuskan pendidikan

kaum kuli dengan tetap mengikat mereka kepada perkebunan, karena kurikulum dan

14 Dr. Jansen telah terlebih dahulu merintis dan meletakan prinsip dasar di sekolah kaum kuli di Tanah Deli. Dr. Jansen mendapatkan gelar Dr nya di sebuah universitas di Jerman, dengan disertasi tentang adat istiadat di Tanah Batak, dia seorang peminat budaya Batak15 Tan Malaka. Dari Penjara ke Penjara I. hal. 43

Page 15: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

kegiatan di sekolah selalu berorientasi perkebunan. Dalam aktifitas sekolah, pada

pagi hari waktu satu jam dihabiskan untuk bekerja di kebun sekolah, anak-anak

diajar merawat kebun dengan rapi, dan di sore hari anak-anak bekerja di perkebunan

dengan mendapat bayaran sekaligus meningkatkan keahlian mereka dalam

berkebun. Strategi ini dibuat agar kelak anak-anak mempunyai cita-cita bekerja di

perkebunan. Fokus pembelajaran yang dirancang Dr. Jansen adalah adat, tertib,

disiplin, dan kerapian. Guru juga dituntut untuk mengurangi kebiasaan buruk kaum

kuli, seperti berjudi, sehingga pembelajaran moral juga menjadi perhatian. Rumusan

pendidikan kaum kuli Dr. Jansen dan Tan Malaka tidak jauh berbeda dengan

rumusan awal, yaitu membiasakan pekerjaan tangan kepada murid.

Kekhawatiran Tan Malaka tentang kaum kuli yang akan meninggalkan kegiatan

fisiknya, setelah merasakan nikmatnya kegiatan otak ini terus disampaikannya

dalam setiap kesempatan. Bahwa antara kognitif dan motorik harus diseimbangkan,

pribumi yang mengenyam pendidikan jangan sampai memandang rendah kegiatan

fisik orang tua mereka, kaum tani, kaum buruh. Tan Malaka juga menjelaskan

bahwa disekolahnya pekerjaan tangan sangat diberi penghargaan, karena pekerjaan

tangan sama mulianya dengan kerja otak, atau orang yang bekerja dengan pena.16

Tan Malaka mengkritik keras orang Barat ataupun orang pribumi yang kebarat-

baratan yang merasa lebih dihormati dan disegani karena intelektualitas mereka

serta menghina orang yang bekerja tangan.17

Pada tahun 1921 mulai didirikan sekolah untuk guru pembantu, 10 murid

terbaik dari 15 murid, dilatih di sebuah asrama di Tanjung Morawa. Tahun 1922

sudah berdiri dua belas sekolah perkebunan dengan jumlah murid 581.18 Perjuangan

Tan Malaka untuk pendidikan kaum kuli sangatlah berat, dia harus berhadapan

16 Poeze., Op.Cit., hal. 21617 Pidato Tan Malaka dalam rapat Buruh di semarang tanggal 22 Januari dimuat Sinar hindia, 23-31-1-1922, di IPO 1922, no.5. sebagaimana dikutip oleh Poeze, Ibid., hal. 216)18 Data ini dikutip Harry A. Poeze dari sekolah Senembah, Medan, Rencana Pelajaran untuk sekolah-sekolah perusahaan senembah Medan, 1921

Page 16: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

dengan orang-orang Belanda yang sangat anti pendidikan diberikan kepada kaum

kuli. Bagi mereka pendidikan yang diberikan kepada anak-anak kuli selain

membuang uang dan waktu, juga akan membuat mereka menjadi liar, dan brutal.

Tentu keliaran dan kebrutalan yang dimaksudkan orang Belanda disini bukanlah

anarkisme fisik, tapi kecerdasan dan kesadaran mereka akan arti kemerdekaan dan

kemanusiaanlah yang paling ditakuti. Untuk itulah orang Belanda yang anti

pendidikan selalu menganjurkan bahwa tidak perlu pendidikan rendah selama 5

tahun.

Dr. Jansen adalah mitra sejati Tan Malaka dalam menjalankan pendidikan untuk

anak-anak kuli, sehingga ketika Dr. Jansen kembali ke Nederland, Tan Malaka

sangat terguncang, karena dia harus berjuang sendiri menghadapi orang Belanda

yang sangat anti dengan dia dikarenakan haluan politik, dan pekerjaannya sebagai

guru. Kebimbangan Tan Malaka tersebut memunculkan sebuah keputusan

pengunduran diri dari sekolah tersebut.

Namun pengunduran diri Tan Malaka di sekolah kuli bukan semata-mata

perginya Dr. Jansen, tetapi juga karena alasan politis orang Belada masa itu. Karena

di Deli Tan Malaka tidak hanya aktif kegiatan pendidikan tetapi juga aktif dalam

pergerakan kaum proletar. Bahkan Tan Malaka berada di balik pemogokan-

pemogokan kaum buruh dan juga aktif menulis yang dipublikasikan melalui surat

kabar sehingga membangkitkan kesadaran dan sikap kritis masyarakat. Aktifitas

politik Tan Malaka tersebut mengkhawatirkan pihak Belanda, sehingga ancaman

terus ditujukan kepada Tan Malaka. Kondisi politik yang tidak kondusif tersebut

membuat Tan Malaka harus merubah strategi perjuanganjuang, salah satunya dia

memilih hijrah ke Jawa, tujuannya adalah Semarang.

SEKOLAH SAREKAT ISLAM

Di Yogyakarta Tan Malaka menemui Sutopo mantan pemimpin Surat Kabar Budi

Utomo. Sutopo mengajak Tan Malaka berkeliling dalam usaha mendirikan sekolah

yang akan Tan Malaka pimpin. Salah satu tokoh yang dikenalnya adalah

Page 17: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

Tjokroaminoto, dalam pertemuan tersebut Tojkroaminoto berkata pada Tan Malaka

”Pintu Sarekat Islam terbuka untuk saudara.” Pertemuan dengan tokoh-tokoh politik

terus bergulir, Tan Malaka berkenalan dengan Darsono, dan Semaun.

Pertemuan Tan Malaka dengan semaun telah membuat kesepakatan bahwa dia

akan mengajak Tan Malaka ke Semarang guna memimpin sebuah perguruan.

Kepergian Tan Malaka ke Semarang membuat harus berpisah dengan Sutopo yang

sedang berusaha mendirikan sekolah untuk Tan Malaka di Yogyakarta. Semaun

mengadakan rapat istimewa buat anggota Sarekat Islam yang membahas agenda

rapat utama mendirikan perguruan.

Usul pendirian sekolah Sarekat Islam mendapat sambutan dan dukungan sangat

baik, pada hari itu juga sidang menyetujui didirikan Sekolah Sarekat Islam.

Permasalahan fasilitas tidak begitu menjadi masalah, karena Sarekat Islam memiliki

gedung yang bisa dijadikan tempat sementara untuk belajar. Sedangkan perangkat

tulis menulis dengan cepat bisa diperoleh, hanya dalam waktu dua hari saja, Tan

Malaka sudah memperoleh murid sebanyak 50 orang. Pemikiran dan visi misi

sekolah Sarekat Islam dijabarkan Tan Malaka dalam sebuah brosur kecil berjudul

”S.I. Semarang dan Oderwijs”. Prinsip sekolah sarekat Islam, sebenarnya

merupakan kelanjutan gagasan Tan Malaka, Dr, Jansen, dan De Way ketika masih di

sekolah kuli di Deli Sumatera Utara.

Sekolah Sarekat Islam didirikan bukan untuk mencetak juru tulis bagi

kepentingan pemerintah kolonial, tetapi sebagai bekal hidup mereka dan keterlibatan

aktif bagi pergerakan kemerdekaan Indonesia. Dasar yang dipakai Tan Malaka

adalah dasar kerakyatan dalam masa penjajahan. Sekolah Sarekat Islam yang

didirikan Tan Malaka bukan bermaksud mencari keuntungan, seperti sekolah-

sekolah partikulir. Program sekolah rakyat ini memungut biaya ringan bahkan gratis.

Prinsip yang dianut dan diterapkan si sekolah sarekat Islam yaitu:

Page 18: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

1. Memberi senjata cukup, buat pencarian penghidupan dalam dunia kemodalan

(berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa Belanda, Jawa, Melayu, dan

sebagainya)

2. Memberi hak murid dalam kehidupannya dengan jalan pergaulan

(verenniging).

3. Menunjukkan kewajibannya kelak terhadap berjuta-juta kaum kromo (rakyat

jelata).

Pemikiran anti kolonialisme dan anti kapitalisme menjadi landasan pemikiran

Tan Malaka yang mewarnai sekolah SI. Anak-anak memang didik menjadi manusia

merdeka. Pengalaman selama 2 tahun di Tanah Deli, menjadi bekal utama bagi Tan

Malaka dalam mengintegrasikan kurikulum pembebasan nasional, kecakapan hidup,

dan intelektualisme. Pemikiran politik Tan Malaka sangat kental terasa di sekolah

SI, bahwa kaum terdidik setelah melewati bangku pendidikan mereka jangan lupa

terhadap perjuangan rakyat tertindas yang hidup dalam kemelaratan. Banyak

pribumi yang melupakan rakyat kecil setelah mereka selesai pendidikan di sekolah

pemerintah kolonial.

Disekolah SI budaya Timur menjadi geest (hawa) yang dirasakan peserta didik,

tidak seperti yang diterapkan di sekolah partikulir atau HIS Gouvernment. Peserta

didik di sekolah SI dituntut suka bekerja keras mencari ilmu, karena itulah bekal

bagi kehidupan mereka. Tan Malaka yang memang mendalami ilmu pendidikan

sadar betul bahwa anak-anak didik tidak boleh tercerabut dalam masa yang

seharusnya mereka alami, yaitu kesukaan bergaul sebagai anak-anak.

Belanda sangat khawatir dengan perkembangan sekolah yang mereka sebut

sebagai ”Sekolah Model Tan Malaka” yang dianggap Belanda menganut komunis

internasional, akan membahayakan pemerintah kolonial karena melahirkan kader

pergerakan kemerdekaan. Pada saat itu permintaan pendirian sekolah SI datang dari

pelosok Malang, namun tetap Semarang sebagai pusat.

Page 19: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

Menurut R. Kern, seorang penasehat pemerintah kolonial dalam masalah-

masalah pribumi, Kesuksesan sekolah Sarekat Islam tersebut dikarenakan hal

berikut: (1) Kurangnya tempat bagi pribumi untuk belajar di HIS. (2) Bakat Tan

Malaka dalam mengorganisir. (3) Penguasaan Tan Malaka dalam bidang

pendidikan. (4) Bakat improvisasi Tan Malaka dalam mengatasi permasalahan

penyelenggaraan pendidikan. (5) Biaya pendidikan rendah bahkan gratis. (6)

Berideologi anti kolonialisme.

Pada perkembangan sekolah SI, Bandung adalah daerah kedua berdirinya

Sekolah Sarekat Islam. Pada masa ini terdapat 300 orang murid, yang membuat Tan

Malaka mengerahkan tenaga guru baru ke Bandung. Setelah Tan Malaka ditangkap

dan dibuang ke Eropa, sekolah SI tidak hanya mendapat pemboikotan dari

pemerintah kolonial, tetapi juga perpecahan internal. Kepentingan politik kelompok

ideologis secara perlahan menghacurkan sekolah yang didirikan Tan malaka

tersebut.

PENDIDIKAN BERKARAKTER KEINDONESIAAN

Belanda, Inggris, dan Jepang, mengatakan bahwa Tan Malaka adalah seorang

pengacau besar karena gerakan penyadaran makna kemerdekaan bagi Bangsa

Indonesia melalui pendidikan. Pemikiran pendidikan kritis emansipatoris yang

digagas dan diimplementasikan Tan Malaka pada masa pra kemerdekaan

selayaknya menjadi inspirasi dan landasan pembangunan pendidikan nasional yang

berkarakter keindonesiaan.

Sekolah adalah tempat mendidik anak-anak bangsa agar berjiwa merdeka.

Peserta didik tidak bisa dianggap sebagai robot dalam proses pendidikan dan

menjadi mesin kapitalis ketika menyelesaikan pendidikan. Pendidik harus

internalisasikan nilai-nilai perjuangan dan kemandirian kepada peserta didik yang

Page 20: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

akan berdampak kepada kemandirian bangsa sehingga tidak bergantung kepada

negara lain. Di abad kapitalisme, out put pendidikan cendrung hanya dijadikan alat

produktifitas kapitalisme. Keadaan ketergantungan kepada pemodal dan bermental

sebagai tenaga kerja ini menjadikan mental budak di dalam masyarakat yang tingkat

ketergantungan sangat tinggi kepada pemodal.

Guna mencapai tujuan pendidikan maka seorang guru haruslah menguasai

prinsip-prinsip pengajaran. Proses pembelajaran di sekolah seharusnya tidak

mencerabut siswa dari akar budaya. Olehkarena itu guru harus menggali kearifan

lokal dimana dia memberikan pengajaran. Sehingga proses internalisasi informasi

memang benar berdasarkan kondisi kehidupan masyarakat, tentunya tanpa

mengabaikan perkembangan dunia.

Bagaimana nilai-nilai pergaulan sosial ditanamkan kepada anak-anak di sekolah-

sekolah di Indonesia sekarang? Perlu penelitian untuk menjawab pertanyaan

sederhana tersebut. Namun sistem pendidikan telah memerangkap peserta didik

dalam tekanan hanya fokus pada pelajaran. Banyak kebijakan pendidikan nasional

yang tidak memperhatikan peserta didik sebagai mahluk sosial. Kelas akselerasi,

kelas standar internasional, kelas excellent dan berbagai istilah lainnya membuat

siswa sibuk dari pagi sampai sore dengan pelajaran-pelajaran. Tidak hanya sampai

disitu, beban belajar berbentuk tugas-tugas masih mereka bawa ke rumah, hingga

malamnya mereka disibukan lagi dengan materi pelajaran. Tidak hanya itu,

program-program sekolah unggulan dengan memakai konsep sekolah terintegrasi,

dengan waktu yang padat sampai sore telah merampas waktu anak-anak untuk

sekedar bersantai, bermain, dan memperluas pergaulan mereka. Sehingga mereka

tidak memilki kecerdasan sosial dan menjadi sosok individualis.

Aspek tanggung jawab sosial mendapat perhatian penting dalam pemikiran

pendidikan Tan Malaka. Kekhawatiran eksklusivisme kaum intelektual, yang seakan

menjadi kasta tersendiri telah diantisipasi oleh Tan Malaka. Pada masanya

superioritas kaum terpelajar memang terasa mencolok, terutama yang memperoleh

Page 21: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

pendidikan Eropa. Dalam ceramah dan tulisan, Tan Malaka tidak henti-henti

mengkritisi kaum intelektual yang hidup dalam menara gading. Tentang alienasi

kaum intelektual tersebut masih terasa saat ini. Kaum intelektual masih banyak

terpenjara di kampus dalam idealisme dan teori-teori. Kehidupan kaum intelektual

yang seakan bertembok dengan rakyat tersebut masih tetap terasa walaupun

sebenarnya perguruan tinggi memiliki prinsip Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Perguruan tinggi sebagai wadah kaum intelektual belum bisa diandalkan sebagai

agen perubahan ketika secara individu mereka masih berpikir bahwa kelas mereka

lebih tinggi daripada masyarakat banyak yang bergelut dengan kerasnya kehidupan

sekedar mempertahankan hidup.

Kaum intelektual dan kaum teknokrat selayaknya tidak terasing dalam

pergulatan kehidupan masyarakat, karena pekerjaan fisik masyarakat tidaklah lebih

rendah dari kerja intelektual. Kerja tangan dan fisik merekalah yang membangun

bangsa ini. Tan Malaka pernah ingin menguji mana yang lebih penting pekerjaan

kaum proletar atau kaum intelektual, dengan mengajak mogok kerja kaum buruh

dimana segala produksi akan terhenti, disinilah disadari bahwa antara intelektual dan

kaum pekerja adalah suatu kesatuan yang bergerak menuju satu tujuan bangsa

berdaulat, dan masyarakat sejahtera.

Pendidikan di Indonesia diselenggarakan bukan untuk mempersiapkan sumber

daya manusia handal yang dipergunakan bagi Neo Imperialisme global. Para

stakeholder harus menyadari bahwa pendidikan yang diselenggarakan untuk rakyat

adalah sebagai pondasi untuk menjadi bangsa merdeka dalam berbagai bidang:

Politik, Budaya, Ekonomi, Militer, Teknologi. Globalisasi sebagai realitas

seharusnya menjadi tantangan agar Indonesia tidak menjadi bangsa yang

membebek, dan terjebak dalam pendidikan untuk menciptakan tenaga ahli dan

intelektual yang hanya menghamba kepada kepentingan kapitalisme, dengan apologi

globalisasi dan kepentingan ekonomi.

Page 22: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

Anthony Giddens mendefinisikan globalisasi sebagai peningkatan

interdependensi masyarakat dunia, dimana tidak ada lagi batas sosial politik di

antara negara. Ada enam komponen globalisasi yang disampaikan oleh Cohen dan

Kennedy: pertama, perubahan konsep ruang dan waktu. Kedua, peningkatan

interaksi budaya. Ketiga, permasalahan sama yang dihadapi masyarakat. Keempat,

pertumbuhan interkoneksi dan interdependensi. Kelima, meningkatnya jaringan

kekuatan transnasional aktor-aktor dan organisasi-organisasi. Keenam, sinkronisasi

seluruh dimensi yang meliputi globalisasi. Sedangkan Gunawan Wiradi memahami

globalisasi sebagai gerakan internasional yang dilandasi neo liberalisme, yang

meyakini prinsip pasar bebas, sebebas-bebasnya, mencakup perdagangan bebas,

gerak tenaga kerja bebas, investasi bebas, dan gerak modal bebas. Guna

melanggengkan liberalisasi tersebut menurut Wiradi maka peran negara harus

diminimalkan sekecil mungkin dalam berbagai aspek demi kepentingan kapitalisme.

Globalisasi sebagai keniscayaan dengan motif utamanya adalah pasar bebas

bukan berarti bangsa Indonesia tidak memiliki karakter bangsa karena terbawa

godaan mimpi-mimpi indah yang ditawarkan kapitalisme. Neo kolonial dengan

muka barunya Globalisasi tidak lagi dengan membawa armada perang. Senjata

modal neo kolonial dari negara-negara maju perlahan merampas kekayaan

Indonesia, sehingga negara ini ada hanya di atas kertas. Secara fakta, modal-modal

dan lahan telah dikuasai kapitalisme. Korporasi-korporasi besar menancapkan

kukunya ditanah air mencari tenaga kerja ahli namun murah. Kaum buruh yang

semakin tergilas teknologi dan peraturan pabrik yang menindas dihantui kehilangan

pekerjaan. Kaum tani tidak lagi memiliki lahan, penyerobotan-penyerobotan tanah

perusahaan asing semakin menyengsarakan. Lapangan kerja semakin sempit, impor

tenaga kerja ahli dari luar telah menyingkirkan tenaga-tenaga domestik. Para sarjana

berebut menjadi tenaga kerja dengan sistem outsourcing dimana tidak ada jaminan

kesejahteraan, asuransi kesehatan, namun dengan tuntutan kerja di bawah tekanan

Page 23: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

dan dibawah ancaman pemecatan yang tanpa uang tolak karena tidak mencapai

target.

Globalisasi dengan senjata kapital semakin mengancam kehidupan masyarakat

Indonesia. Selama masih ditemukan penindasan layaknya kerja rodi yang penulis

gambarkan tersebut, wajarlah kalau muncul pertanyaan, apakah Indonesia sudah

merdeka. Dengan wajah barunya, neo kolonial mengeksplorasi kekayaan alam

maupun memanfaatkan tenaga rakyat demi kepentingan industri dan berbagai

bidang bisnis mereka. Bangsa Indonesia tidak dapat berbuat banyak selain menjadi

penonton.

Apabila pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia hanya berdasarkan

pemenuhan kebutuhan industrialisme Barat, lalu apa bedanya kondisi saat ini

dengan masa penjajahan Belanda. Pemerintah kolonial hanya memberikan akses

pendidikan kepada pribumi sebagai strategi memenuhi kebutuhan mereka terhadap

kerja-kerja klerikal, buruh, dan mandor-mandor perkebunan. Masa kolonial akses

pendidikan yang dibatasi dan selalu dipersulit, semata-mata untuk terus

memerangkap Indonesia dalam jurang kebodohan. Dengan kebodohan abadi

tersebut, Imperialisme semakin mencengkramkan kekuasaan mengeksploitasi

Indonesia.

Kebodohan yang masih menjajah Indonesia tersebut dapat dilihat dari data

bahwa kekayaan Indonesia hanya dikuasai 0,2% oleh penduduk.17 Fakta kemiskinan

dalam aspek penguasan kekayaan Indonesia ini mencerminkan bahwa bangsa

Indonesia belum merdeka, karena masih dikuasai oleh pihak asing. Pertanyaan yang

muncul, mengapa ini bisa terjadi? Apakah pendidikan yang dibangun selama ini

tidak cukup membangun bangsa yang mandiri dan berdaulat dinegeri sendiri?

Apakah sedemikian bodohnya bangsa Indonesia sehingga tidak dapat

mengeksplorasi kekayaan dan mengelola kekayaannya sendiri?

17 Kompas, 13 Oktober 2010

Page 24: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

Pendidikan sebagai social capital yang akan menggerakkan roda pembangunan

harus dipandang sebagai kebutuhan pokok. Namun pendidikan yang diberikan

jangan mengabaikan prinsip-prinsip nasionalisme dan humanisme. Fenomena

melunturnya nasionalisme dapat dijadikan sebuah premis bahwa penanaman

pemikiran kebangsaan, keindonesiaan belum terselenggara dengan baik. Betapa

mengerikan kondisi Indonesia di masa beberapa tahun mendatang, ditengah arus

informasi teknologi dan budaya pop hedonisme, generasi muda terjebak dalam

perangkap ketidakpastian.

Sehingga kalaupun muncul ilmuwan handal, teknokrat ahli, birokrat, maupun

pekerja yang tidak menyadari posisinya sebagai warga dunia namun merupakan

entitas bangsa Indonesia. Ketika arus dunia tanpa batas ini menghilangkan jati diri

dan karakter nasionalisme dan keindonesiaan, tidaklah aneh apabila dalam berbagai

sendi kehidupan masyarakat Indonesia akan menjadi chaos. Korupsi akan semakin

merajalela karena nilai-nilai dasar sebagai warga negera yang baik tidak

terinternalisasi. Ketika konsep nilai-nilai adi luhung pada masa pergerakan

kemerdekaan terus digali, diinternalisasi dalam level pendidikan tertinggi, minimal

perilaku bobrok dalam pengelolaan negara akan dapat dikurangi.

Guru merupakan agen pembebasan terpenting untuk menuju Indonesia

merdeka seratus persen. Sebagaimana yang telah diterapkan Tan Malaka dalam

berbagai kegiatan pendidikannya. Tan Malaka selalu menekankan bahwa guru yang

dilatih dan dilibatkan dalam proyek pendidikannya selalu dituntut memiliki

kompetensi. Bisa dikatakan empat kompetensi (pedagogik, profesional, sosial, dan

kepribadian) yang termaktub dalam Undang-undang Guru dan Dosen No 15 tahun

2005 yang menjadi acuan perbaikan kualitas pendidikan saat ini sebenarnya telah

diterapkan Tan Malaka. Bahkan empat kompetensi tersebut pada masa Tan Malaka

sebenarnya bisa ditambahkan dengan kompetensi ketabahan dan keikhlasan demi

bangsa dan negara. Nilai patriotisme inilah yang luntur dalam proses pendidikan

saat ini.

Page 25: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

Jika direfleksikan pengabdian guru pada masa Tan Malaka, disatu sisi mereka

dituntut memiliki kompetensi yang diperoleh melalui proses pendidikan guru yang

berat dengan standar pemerintah kolonial. Ketika mereka mengaplikasikan ilmu,

ternyata bukan hanya bermotif kesejahteraan. Jika dilihat dari penghasilan yang

diperoleh sangatlah tidak berimbang. Seperti yang diperoleh Tan Malaka ketika

mengajar di Deli, maupun ketika di sekolah Sarekat Islam, yang bisa dikatakan tidak

dibayar. Motif utama mereka adalah pengabdian kepada negara dengan

memanusiakan anak bangsa agar dapat melihat dunia, merenungkan posisi mereka

yang tertindas, dengan mengajarkan mereka aksara, berhitung, dan keterampilan

tangan.

Guru sebagai penjaga karakter bangsa Indonesia merupakan profesi yang

memiliki peran sosial tinggi sebagai model manusia ideal. Pendidikan karakter yang

digaungkan akhir-akhir ini tidak akan mencapai hasil maksimal jika guru sebagai

pionir perubahan tidak menginternalisasikan karakter ideal kepada peserta didik.

KESIMPULAN

Pemikiran dan aksi pendidikan Tan Malaka meliputi: Pedagogi, Manajemen dan

Kebijakan Pendidikan, Kurikulum. Tinjauan pedagogi, seorang guru harus

menyadari perannya sebagai pendidik dan pelatih masyarakat yang terperangkap

dalam kebodohan. Melalui pendidikan yang diberikan dengan memperhatikan aspek

psikologis, sosial, maupun budaya peserta didik maka seorang guru telah berusaha

untuk memanusiakan manusia dan memerdekakan bangsa dari ketergantungan

terhadap kapitalisme.

Tentang kurikulum, terdapat tiga poin penting, yaitu: Pendidikan sebagai bekal

hidup, Pendidikan dan pergaulan sosial, Pendidikan dan tanggung jawab sosial.

Pendidikan nasional masih memandang ilmu dan budaya yang datang dari luar

selalu dianggap baik dan terbaik. Seharusnya pendidikan dapat menggali khasanah

ilmu, dan budaya bangsa Indonesia. Bangsa yang berkarakter unggul adalah ketika

Page 26: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka

mampu berdiri sama tinggi dengan peradaban luar, barat khususnya, dengan

memperlihatkan keunggulan pengetahuan, teknologi dan budaya yang digali dan

diciptakan sendiri.

Masyarakat dididik bukan untuk menjadi kelompok intelektual ataupun

teknokrat yang ekslusif. Kaum intelektual dan teknokrat dengan senjata pikiran dan

teknologi bukan berarti membangun tembok dari kehidupan masyarakat banyak.

Sebaliknya kaum terdidik harus melebur dalam sebuah interaksi yang saling

mendukung.

Fridiyanto. Alumni PPs IAIN Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi. Dosen

Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara.

KEPUSTAKAAN

Alfian. Tan Malaka Ideolog Kesepian. Dalam buku “Manusia dalam Kemelut

Sejarah”. Editor Syafii Maarif, Jakarta: LP3ES

Giddens, Anthony. Runaway World: Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan

Kita, Jakarta: Gramedia, 2003

Kompas, 13 Oktober 2010

Malaka, Tan . SI semarang dan Onderwijs, 1987

_________, Naar de Republiek Indonesia, 1925

_________, Aksi Massa, Jakarta: Narasi, 2008

_________, Madilog: Materialsme, Dialektika, Logika, Jakarta: LPPM, 2000

Poeze, A. Harry. Pergulatan Menuju Republik 1897-1925. Jakarta: Grafiti, 2000

Page 27: Pemikiran Dan Aksi Pendidikan Tan Malaka