Laporan COklat Vindy New
-
Upload
bagas-aelah-baabss-balinesia -
Category
Documents
-
view
229 -
download
0
Transcript of Laporan COklat Vindy New
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
1/37
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara agraris yang sangat tergantung pada
produksi pertanian, oleh karena itu, pembangunan pertanian merupakan syarat
yang mutlak untuk membangun ekonomi nasional. Tanaman kakao (Theobroma
cacao, L) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang dikembang luaskan
dalam rangka peningkatan sumber devisa negara dari sektor nonmigas. Kakao
merupakan salah satu komoditi yang cukup banyak dimanfaatkan pada dunia
industri.
Bagian dari tanaman kakao yang umumnya banyak dimanfaatkan adalah
biji kakao. Biji kakao Indonesia sebagian besar atau sekitar 60% diekspor dan
selebihnya digunakan untuk kebutuhan industri pengolahan biji kakao dalam
negeri. Ekspor kakao yang dilakukan selama ini sebagian besar masih dalam
bentuk produk primer (cocoa bean) sedangkan dalam bentuk olahan baru
mencapai 20% (Sukrisno dan Mulato, 2004). Beberapa produk turunan kakao
masih sangat potensial untuk dikembangkan khususnya untuk pasar dalam negeri
(seperti cocoa powder , cocoa butter , dan cocoa paste).
Coklat merupakan produk olahan biji kakao dengan lemak sebagai
komponen utamanya. Coklat memiliki tekstur yang padat namun akan lembut dan
meluber jika sudah berada di dalam mulut. Perlu pengolahan yang tepat untuk
membuat coklat menjadi bertekstur padat dan mudah leleh saat dimakan. Salah
satu cara untuk memperbaiki mutu cokelat adalah dengan cara tempering yaitu
proses yang melibatkan serangkaian tahapan pemanasan, pendinginan, dan
pengadukan dengan kecepatan rendah. Selain proses tempering , kestabilan cokelat
olahan juga ditentukan oleh proses mixing dan conching .
Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui proses
pengolahan hilir biji kakao mulai dari tahap penyangraian biji kakao, pemisahan
kulit biji, pemastaan, serta pembuatan coklat susu dengan perbedaan suhu
tempering dan penyimpanan coklat susu.
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
2/37
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini sebagai berikut :
1. Memahami perubahan yang terjadi selama penyangraian.
2.
Mengetahui efisiensi pemisahan kulit biji.
3. Mengetahui ukuran partikel pasta hasil pemastaan dibandingkan dengan
pasta komersial.
4. Mengetahui ukuran partikel adonan coklat selama pelembutan.
5. Mengetahui sifat coklat yang dihasilkan dengan suhu akhir tempering yang
berbeda.
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
3/37
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kakao
Theobroma cacao L adalah nama biologis yang diberikan pada pohon
kakao oleh Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma
adalah di bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban
tinggi, dan teduh. Dalam kondisi seperti ini Theobroma cacao jarang berbuah dan
hanya sedikit menghasilkan biji (Spillane, 1995).
Menurut Susanto (1994), jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi
coklat hanya 3 jenis, yaitu :
1. Jenis Criollo
Jenis Criollo terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika
Selatan. Jenis ini menghasilkan biji coklat yang mutunya sangat baik dan dikenal
sebagai coklat mulia. Buahnya berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis dan
berbintil – bintil kasar dan lunak. Biji buahnya berbentuk bulat telur dan
berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah.
2.
Jenis Forastero
Jenis ini menghasilkan biji coklat yang memiliki mutu sedang atau dikenal
juga sebagai Ordinary cocoa. Buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal, biji
buahnya tipis atau gepeng dan kotiledon berwarna ungu pada waktu basah.
3. Jenis Trinitario
Merupakan campuran dari jenis Criollo dengan jenis Forastero. Coklat
Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa dan ada yang
termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau merah dan bentuknya
bermacam – macam. Biji buahnya juga bermacam – macam dengan kotiledon
berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah.
Tanaman kakao memiliki banyak manfaat. Tanaman kakao merupakan
tanaman yang digunakan sebagai penyedap makanan juga sebagai sumber lemak
nabati. Kakao ini juga digunakan sebagai bahan dalam pembuatan minuman,
campuran gula-gula atau jenis makanan lainnya (Siregar dan Riyadi, 1994).
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
4/37
Suatu produk cokelat yang dihasilkan berawal dari buah tanaman kakao
kemudian diproses melalui beberapa tahapan yang relatif panjang. Tanaman
kakao akan meghasilkan buah kakao yang di dalamnya terdapat biji-biji kakao.
Melalui proses pascapanen yang meliputi proses pengolahan dan pengeringan,
akan dihasilkan biji-biji kakao kering yang siap dikirim ke pabrik pengolah. Oleh
pengolah, biji kakao kemudian diolah menjadi produk-produk setengah jadi atau
produk-produk yang sudah jadi (Wahyudi dkk, 2008).
Biji kakao sangat diperlukan dalam berbagai macam industri karena
sifatnya yang khas, yaitu : (1) biji kakao mengandung lemak yang cukup tinggi
(55 %), di mana lemaknya mempunyai sifat yang unik yaitu membeku pada suhu
kamar, akan tetapi mencair pada suhu tubuh, (2) bagian padatan biji kakao
mengandung komponen flavor dan pewarna yang sangat dibutuhkan dalam
industri makanan (Djatmiko dan Wahyudi, 1986). Komposisi pulp kakao
disajikan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Komposisi pulp biji kakao
Komponen Kandungan Rata-rata (%)
AirAlbuminoid, astringents dsb
Glukosa
Sukrosa
Pati
Asam non-volatil
Besi oksida
Garam-garam
80 – 900,5 – 0,7
8 – 13
0,4 – 1,0
–
0,2 – 0,4
0,03
0,4 – 0,45
Sumber : Haryadi dan Supriyanto (2001)
2.2
Coklat
Coklat bukan hanya memiliki nilai nutrisi tetapi sering juga digunakan
sebagai pengungkap perasaan, sebagai hadiah ucapan, tanda terima kasih dan
sebagainya. Lemak kakao adalah formula yang termahal dan terpenting dalam
pembuatan penyalut pada industri permen coklat karena sekitar 29.5% bahan
penyusunnya adalah lemak kakao (Minifie, 1999, Wang, et.al., 2006).
Di pasaran ada beberapa jenis coklat yang dikenal secara umum antara
lain; coklat susu (milk chocolate), coklat putih (white chocolate) dan coklat hitam
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
5/37
(dark chocolate). Berbagai jenis coklat yang beredar di pasar ini memiliki
keragaman dayaguna, sebagai contoh, coklat susu merupakan adonan dari coklat
manis, cocoa powder , gula dan susu. Coklat putih memiliki rasa yang lebih manis
dan berwarna putih yang dapat dicampur dengan berbagai ragam bahan tambahan
yang akan memberikan penampilan dan keindahan lain. Sedangkan coklat hitam
merupakan coklat murni yang mengandung 43% padatan coklat dengan rasa agak
pahit, dengan warna coklat tua kehitaman (Minifie, 1999, Wang, et.al., 2006).
Karakteristik sensori lemak kakao dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Karakteristik sensori lemak kakao
Kristal Suhu Leleh Efek Rasa
I
II
III
IV
V
VI
17°C (63°F)
21°C (70°F)
26°C (78°F)
28°C (82°F)
34°C (94°F)
36°C (97°F)
Lunak, mudah hancur, terlalu mudah melumer
Lunak, mudah hancur, terlalu mudah melumer
Padat, patah kurang sempurna, terlalu mudah lumer
Padat, patah kurang sempurna, terlalu mudah lumer
Mengkilap, padat, renyah, leleh pada suhu tubuh
(37°C)
Keras, sulit menjadi cair
2.3 Fungsi Bahan
2.3.1 Lemak Kakao
Lemak kakao dibuat dari biji kakao dengan beberapa tahap proses yaitu
fermentasi, perendaman, pengeringan, penggosengan, penghalusan dan
pengepresan (Shukla, 2003). Lemak kakao merupakan lemak nabati alami yang
mempunyai sifat unik, yaitu tetap cair pada suhu di bawah titik bekunya. Oleh
karena itu, pabrik makanan cokelat menggunakan teknik tempering khusus
dengan mengubah struktur kristal lemak sedemikian rupa sehingga lemak kakao
tetap padat meskipun sudah mencapai titik lelehnya, 34-35°C. Komposisi lemak
kakao dapat dilihat pada Tabel 2, dengan asam lemak jenuh stearat (33,2%),
palmitat (25,4%) dan asam lemak tak jenuh oleat (32,6%) yang tertinggi.
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
6/37
Tabel 2.3 Sifat-sifat Lemak Kakao
Sifat- sifat Nilai Pengukuran
Bilangan Iod 33-42
Bilangan Penyabunan 188-198
Titik Leleh 32-35 C
Kompisisi asam lemak
Asam miristat 0,1
Asam palmitat 25,4
Asam palmitoleat 0,2
Asam Stearat 33,2
Asam oleat 32,6
Asam Linoleat 2,8
Sumber : O’Brien (2008)Pengganti lemak kakao yang dihasilkan dapat berupa lemak kakao eqivalen
(Abigor, 2003) yaitu pengganti lemak kakao yang mempunyai sifat fisik dan
kimia yang sama dengan lemak kakao, sedangkan pengganti lemak kakao
subtitusi yaitu lemak kakao yang hanya sifat fisiknya saja mirip dengan lemak
kakao. Kualitas yang baik dari lemak kakao adalah keras pada suhu kamar,
mempunyai titik cair yang sama dengan temperatur tubuh, dan mempunyai derajat
kompatibilitas dengan lemak kakao dan lemak susu (Abigor, 2003).
Lemak yang tidak memiliki persamaan dengan lemak kakao tetapi dapat
digunakan dengan baik apabila dicampurkan dalam jumlah kecil pada lemak
kakao atau coklat dapat disebut sebagai pengganti lemak kakao (cocoabutter
substitution). Lemak ini dapat diproduksi dari minyak kelapa, kelapa inti sawit,
serta minyak kacang (Minifie, 1999).
2.3.2 Emulsifier
Emulsifier memberikan kemampuan untuk mempertahankan tekstur dari
pelelehan hal tersebut sebagai akibat adanya disperse lemak bahan dengan
struktur sel udara yang menghasilkan karakter tekstur yang keras dan kering
(Ketaren, 1986). Emulsifier dapat membantu menjaga kestabilan emulsi minyak
dan air. Terdapat beberapa bahan pangan yang dapat difungsikan sebagai
emulsifier, yaitu : kuning telur, lesitin kedelai dan kasein. Emulsifier ini
digunakan untuk menurunkan viskositas dan dapat mengikat atau menyimpan
lemak pada coklat sehingga tidak menimbulkan bunga pada coklat (Minifie,
1999).
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
7/37
Lesitin merupakan sebutan untuk emulsifier utama dari alam dari agen
permukaan yang aktif. Sejak dikenalkan secara komersil sekitar lima puluh tahun,
lesitin telah memberikan pengaruh yang cukup besar dalam industri pangan
khususnya pada industri coklat. Lesitin terbentuk secara alami dalam makhluk
hidup, hewani dan nabati dengan kandungan tertinggi pada kuning telur (8-10)%
basis basah dan mentega mengandung 0,5-1,2% (Minifie, 1999).
Lesitin dapat bersumber dari telur maupun kedele.Lesitin mempunyai
struktur seperti lemak tetapi mengandung asam fosfat, gugus polar dan gugus non
polar. Gugus polar yang terdapat pada ester, fosfatnya bersifat hidrofilik
(cenderung larut air), sedang gugus non polar yang terdapat pada ester asam
lemaknya bersifat lifofilik (cenderung larut dalam lemak). Beberapa zat
pengemulsi diantaranya gom arab, tragakan, gelatin, pektin, lesitin, stearil alkohol,
bentonit, dan zat pembasah atau surfaktan. Berdasarkan strukturnya zat
pengemulsi bersifat amfifilik karena memiliki molekul-molekul yang terdiri dari
bagian hidrofobik (oleofilik) dan hidrofilik (oleofobik) (Swarbrick, 1995).
2.3.3 Gula
Penambahan gula pada produk bukan saja untuk menghasilkan rasa manis
meskipun sifat ini sangatlah penting. Jadi gula bersifat untuk menyempurnakan
rasa asam, cita rasa juga memberikan kekentalan. Daya larut yang tinggi dari gula,
memiliki kemampuan mengurangi kelembapan relatif (ERH) dan daya mengikat
air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan pangan
(Buckle, et al., 1987).
Gula adalah bentuk dari karbohidrat, jenis gula yang paling sering
digunakan adalah krisal sukrosa padat. Gula digunakan untuk merubah rasa dan
keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana seperti glukosa (yang
diproduksi dari sukrosa dengan enzim hidrolisis asam) menyimpan energi yang
akan digunakan oleh sel. Dalam istilah kuliner, gula adalah tipe makanan yang
diasosiasikan dengan salah satu rasa dasar, yaitu manis (Janner, 2010).
2.3.4 Susu
Susu bubuk yang banyak digunakan dalam pembuatan permen cokelat
adalah susu skim dan susu full cream. Dengan kedua susu ini lemak susu akan
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
8/37
tertambah dalam tahapan pembuatan permen cokelat jadi kedua susu ini dapat
digunakan dalam permen cokelat. Kedua susu ini memiliki perbedaan aroma,
tekstur, dan aliran cair yang berbeda (Beckett, 2008). Protein susu menambahkan
rasa creamy pada permen cokelat dimana terdiri dari 80% kasein dan 20% whey
protein. Kasein akan bertindak sebagai surfaktan dan akan menurunkan viskositas
sedangkan whey protein bertindak sebaliknya akan menaikkan viskositas
(Haylock dan Dodds, 1999). Protein tidak hanya menambah kandungan gizi dari
cokelat, protein juga penting dalam menentukan rasa, tekstur dan stabilitas
(Beckett, 2008). Berdasarkan sifat fisik, susu memiliki titik leleh 23-33°C dan
titik beku -55-0,61°C dan fungsi penambahan susu pada pembuatan permen
cokelat adalah sebagai bahan pengisi untuk memadatkan permen (Faridah, 2008).
2.3.5 Vanili
Vanili bubuk sebagai salah satu penguat aroma dari kue milu yang
dihasilkan. Vanili (Vanilla planifolia) adalah tanaman penghasil bubuk vanili
yang biasa dijadikan pengharum makanan. Bubuk ini dihasilkan dari buahnya
yang berbentuk polong. warna buah mula-mula hijau muda, kemudian hijau tua
disertai dengan garis-garis kuning menjelang masak. Buah yang telah masak
berwarna coklat tua. Jika dibiarkan masak di pohon, buah akan pecah menjadi dua
bagian, dan menyebarkan aroma vanili (Ruhnayat, 2003).
2.3.6 Soda Kue
Teknik lain untuk menghasilkan lemak cokelat adalah dengan pemberian
soda kue sebelum proses penyangraian dengan tujuan untuk menurunkan
keasaman cokelat bubuk, sekaligus mempermudah pemisahan massa cokelat dari
lemaknya (Winarno, 1995).
Natrium bikarbonat merupakan bahan pengembang yang banyak dipakai
untuk pembuatan cake dan cookies. Pada saat pemanasan bahan ini dapat
menghasilkan gas CO2. Gas ini diperoleh dari garam karbonat atau garam
bikarbonat. NaHCO3 apabila mengalami pemanasan akan menghasilkan natrium
karbonat, karbondioksida, dan air. Reaksinya adalah sebagai berikut:
2NaHCO3 NaCO3 (s) + H20 (g) + CO2 (g). Gas CO2 yang dihasilkan akan
membentuk gelembung dalam tekstur adonan (Winarno, 1995).
http://id.wikipedia.org/wiki/Buahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Buah
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
9/37
2.4 Proses Pembuatan Coklat
2.4.1 Penyiapan bahan atau penyortiran
Penyiapan bahan dimulai dari tahap pemisahan biji kakao yang akan
diolah dari biji-biji muda, kotoran dan benda-benda asing lain, serta melindungi
alat-alat pengolahan dari benda-benda yang membahayakan, seperti logam-logam.
Pembersihan biji kakao umumnya dilakukan secara mekanis, namun di tingkat
petani umumnya dilakukan secara manual (Widyotomo et al., 2004).
Pembersihan secara mekanis memanfaatkan perbedaan sifat fisik (ukuran)
dan sifat magnet (logam dan monilogam) antara biji kakao dan kontaminan-
kontaminannya sebagai proses pembersihan. Kontaminan padat dari bahan
anorganik akan menyebabkan pencemaran produk, kesulitan proses lanjut dan
kerusakan mesin. Beberapa peralatan dasar untuk pembersihan biji secara mekanis
adalah pengayak bertingkat, pengisap debu dan penangkap logam dengan sistem
magnet (Widyotomo et al., 2004).
Untuk mendapatkan hasil pengolahan yang optimal, maka syarat mutu
bahan baku sebaiknya menggunakan biji kakao yang telah difermentasi secara
sempurna, bebas dari jamur, ukuran biji yang seragam. Fermentasi tidak hanya
bertujuan untuk membebaskan biji kakao dari pulp dan mematikan biji, namun
terutama juga untuk memperbaiki dan membentuk citarasa coklat yang enak dan
menyenangkan serta mengurangi rasa sepat dan pahit pada biji (Widyotomo et al.,
2004). Persyaratan mutu biji kakao disajikan pada Tabel 1.
Tabel 2.4 Syarat mutu biji kakao untuk bahan baku produk olahan.
Kriteria Mutu Syarat
Tingkat fermentasi, hari 5Kadar air (%) 7
Kadar kulit (%) 12-13
Kadar lemak (%) 50-51
Ukuran biji Seragam
Kadar kotoran Nihil
Jamur Nihil
Benda asing lunak Nihil
Benda asing keras Nihil
Sumber: Mulato et al., (2004)
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
10/37
2.4.2
Penyangraian
Penyangraian (roasting) merupakan pengolahan pendahuluan untuk semua
hasil olahan akhir kakao. Tujuan penyangraian adalah mengembangkan cita rasa
dan aroma khas cokelat, menurunkan kadar air, mematikan mikroba,
menggelembungkan kulit biji hingga mudah dipisahkan dari nib, dan membuat
nib lebih renyah sehingga memudahkan penghancuran dan penghalusan (Wahyudi
dkk, 2008).
Sebelum penyangraian, biji kakao memiliki rasa sepat, pahit, asam dan
tanpa ada citarasa khas cokelat. Biji kakao yang telah disangrai memiliki aroma
cokelat khas yang inten dengan rasa sepat, pahit dan asam yang rendah. Kualitas
citarasa cokelat sangat ditentukan oleh kondisi penyangraian, khususnya pada
waktu dan suhu penyangraian. Senyawa pembentuk aroma khas cokelat, seperti
pirazin, karbonil, dan ester meningkat secara nyata selama penyangraian dari 35
menit sampai 65 menit pada suhu 140 °C (Misnawi, 2004).
Suhu penyangraian merupakan faktor utama penyebab terjadinya
pewarnaan cokelat dalam biji kakao yang disangrai. Pembentukan pigmen warna
cokelat yang dinamis pada saat penyangraian bergantung pada tingkat suhu
penyangraian. Penyangraian pada umumnya dilakukan menggunakan kombinasi
waktu panjang dengan suhu rendah dan waktu pendek dengan suhu tinggi.
Konsentrasi pigmen warna cokelat dalam biji kakao yang disangrai mencapai
puncaknya pada suhu 135 °C dan akan menurun secara bertahap bila suhu proses
pemanasan berlanjut mengalami kenaikan/peningkatan (Agus, 2008).
Suhu yang digunakan dalam penyangraian biji kakao sekitar 120 °C
sampai 140 °C selama 15 – 120 menit. Proses penyangraian akan selesai apabila
warna bagian dalam keeping biji berubah menjadi coklat tua dan rasa pahitnya
berkurang. Kadar air setelah melakukan penyangraian berkisar 2.5% (Muchtadi
dan Sugiyono, 1992).
Mutu produk kakao hasil sangrai ditentukan oleh mutu biji dan kondisi
penyangraiannya. Oleh karena itu, penyangraian merupakan yang harus benar –
benar diperhatikan untuk menghasilkan produk kakao yang bermutu baik. Biji
kakao bervariasi ukurannya tergantung pada negara asal tempat tumbuh tanaman
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
11/37
kakao, kondisi iklim, musim ketika buah dipetik, dan sejumlah faktor lainnya.
Ketika kondisi penyangraian telah diatur untuk menentukan ukuran rata – rata biji
kakao ternyata biji kakao yang lebih kecil ukurannya mengalami over roasted dan
akibatnya komponen flavor yang terbentuk adalah komponen flavor tidak
diinginkan. Sedangkan biji kakao yang lebih besar ternyata kurang cukup
tersangrai pada bagian tengahnya akibatnya tidak semua komponen pemicu flavor
telah terkonversi dan akibatnya flavor cokelat akan berkurang (Minifie, 1999).
2.4.3 Pengupasan Kulit Biji Kakao
Komponen biji kakao yang berguna untuk bahan pangan adalah daging biji
(nib), sedangkan kulit biji merupakan limbah yang saat ini banyak dimanfaatkan
sebagai campuran pakan ternak, sebab adanya shell atau kulit yang terikat dalam
produk kakao akan memberikan flavor inferior. Oleh karena itu kulit biji perlu
dikupas sehingga terpisah antara kulit dengan daging biji kakao (Mulato, 2005).
Menurut Minifie (1999), pemisahan kulit biji secara manual pada biji
kakao berkadar air 6,5 persen diperoleh komponen nib sebanyak 87,1 persen
sedangkan pemisahan secara mekanis jarang dapat mencapai lebih dari 83 persen
dan nib lazimnya masih mengandung 1,5-2 persen kulit biji. Hal ini berarti
kandungan murni tidak lebih dari 82 persen.
Penghancuran dalam proses pengolahan kakao bertujuan untuk
memperbesar luas permukaan nib, sehingga pada saat perlakuan pengepresan
dengan bantuan pemanasan massa kakao akan memberikan pengaruh semakin
banyaknya kakao yang dapat diekstrak. Kadar kulit dan kadar air biji kakao akan
mempengaruhi tingkat kesulitan dalam penghancuran nib menjadi massa kakao
(Mulato dkk, 2004).
2.4.4 Pemastaan
Tahap proses berikutnya adalah penggilingan nib menjadi pasta kakao
sebagai produk primer kakao pertama. Oleh karena setengah dari berat nib adalah
lemak, pengaruh dari kegiatan penggilingan bersama – sama dengan panas yang
ditimbulkan adalah nib padat menjadi pasta cair. Proses ini menyebabkan titik cair
lemak kakao turun di bawah titik cair sesungguhnya (Wahyudi dkk, 2008).
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
12/37
Pengoperasian mesin penggiling bervariasi menurut keadaan nib dan
produk yang dimaksudkan. Sebagai contoh, suhu penggilingan untuk nib sumber
aroma dipertahankan agar tetap rendah sehingga cita rasa yang mudah menguap
tidak hilang. Oleh karena itu, idealnya peralatan modern untuk penggilingan harus
dilengkapi dengan pendingin air (Wahyudi dkk, 2008).
2.4.5 Penghalusan
Proses penghalusan (conching ) adalah proses pencampuran untuk
menghasilkan coklat dengan flavor yang baik dan tekstur yang halus. Biasanya
dilakukan dua tahap, proses dilakukan pada suhu 80°C selama 24-96 jam. Adonan
coklat dihaluskan terus-menerus dan lesitin ditambahkan pada akhir conching
untuk mengurangi kekentalan coklat. Pada tahapan ini, air dan senyawa
pengganggu flavor menguap, lemak kakao akan menyelimuti partikel coklat, gula
dan susu secara sempurna sehingga memberikan sensasi tekstur yang halus
(Abigor, 2003).
Lemak coklat memiliki beberapa bentuk polimorfik dan proses
pendinginan yang dilakukan akan sangat mempengaruhi bentuk kristalnya. Jika
pemadatan (kristalisasi) coklat cair dilakukan dengan proses pendinginan yang
tidak terkontrol, akan dihasilkan coklat padat dengan tekstur yang bergranula dan
spot-spot warna kelabu dipermukaan (Abigor, 2003).
2.4.6 Tempering
Tempering bertujuan untuk membentuk salah satu jenis kristal tertentu
yang terdapat pada lemak coklat. Cara yang paling umum adalah pertama-tama
memanaskan coklat sampai bersuhu lebih dari 45°C untuk melelehkan keenam
jenis kristal. Melalui proses thermal ini, struktur coklat akan leleh. Pendinginan
cepat menjadi suhu 26-27°C akan menyebabkan pembentukan polimorf stabil dan
tidak stabil menjadi kristal. Suhu dipertahankan pada titik ini untuk meratakan
pembentukan kristal secara menyeluruh pada campuran pasta dan untuk
pembentukan kristal secara lengkap. Selanjutnya suhu dinaikkan kembali menjadi
30-32°C untuk melelehkan semua kristal yang tidak stabil. Tempering akan
membentuk kristal coklat yang lebih stabil. Ketika melakukan proses tempering,
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
13/37
coklat dipertahankan agar dalam keadaan kering oleh karena itu dibutuhkan
proses conching sebelum dilakukan tempering (Faridah, 2008).
Tempering dilakukan dengan tujuan untuk memberikan perubahan bentuk
kristal pada lemak karena jika tidak dilakukan tempering maka bentuk kristal
lemak tidak stabil sehingga coklat yang dihasilkan akan mudah meleleh (Minifie,
1999).
2.5 SNI Pasta Kakao
Menurut SNI 3749:2009 menyatakan bahwa syarat mutu pasta kakao
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.5 Syarat Mutu Pasta Kakao
Parameter Satuan Syarat Mutu
Keadaan
- Bau - Khas kakao massa
- Rasa - Khas kakao massa
- Warna - Coklat
Kadar lemak Min 48
Kadar air Maks. 2
Kehalusan (lolos ayakan 200 mesh) Min. 99,0
Kadar abu dari bahan kering tanpa
lemak (b/b)
Maks. 14
Kulit ( shell ) dihitung dari alkali free
nibs (b/b)
Maks. 1,75
Cemaran logam- Timbal (Pb) mg/kg Maks 2,0
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks 1,0
- Timah (Sn) mg/kg Maks 40
-Cemaran arsen (As) mg/kg Maks 1,0
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2009)
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
14/37
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a. Roaster
b. Pisau
c. Timbangan
d. Gelas arloji
e. Tempat sampel
f.
Mesin winnowing
g. Pinset
h. Alat pemasta
i.
Thickness meter
j. Ball mill refiner
k. Mesin conching
l.
Wadah stainless steel
m.
Pengaduk
n. Cetakan
o.
Thermometer
3.1.1 Bahan
a. Biji kakao
b.
Pasta komersil
c. Pasta kakao
d.
Lemak kakao
e.
Susu full cream
f. Fine sugar
g. Lesitin
h. Vanili
i. Soda kue
j. Tissue
k.
Kuisioner
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
15/37
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 Penyangraian
Proses pertama pengolahan hilir kakao dalam pembuatan coklat adalah
penyangraian biji kakao. Proses penyangraian dimulai dengan proses penimbangan biji kakao seberat 100gram untuk mengetahui berat awal. Biji kakao
tersebut kemudian di sangrai menggunakan roaster menggunakan suhu 110-115oC
selam 15 menit. Suhu tersebut merupakan suhu optimum dimana kulit kakao telah
mengendur dan menghindari terbentuknya akrilamida yang merupakan karsinogen
dan tidak sampai terjadi pirolisis, serta waktu 15 menit merupakan proses
penyangraian biji kakao optimum dimana sedikit senyawa volatile yang teruapkan
terutama pyrazina yang merupakan komponen penting dalam pembentukan
flavour coklat. Setelah proses penyangraian biji kakao di keluarkan dari roaster
dan dinginkan. Tujuan pendinginan yaitu agar biji kakao tidak mengalami over
roasting yang dapat menyebabkan biji kakao kehilangan flavor. Setelah dilakukan
pendinginan maka berat ditimbang untuk mengetahui perbedaan berat pada biji
kakao awal. Proses selanjutnya yaitu dilakukan pengamatan pada biji kakao yang
telah di roasting tersebut dengan parameter yang meliputi aroma, tekstur, dan
100 gram biji kakao
Penyangraian, T : 110-115°C, ± 15 menit
Pengeluaran dari mesin sangrai
Penimbangan
Pengamatan sensoris
Dibandingkan dengan biji
kakao sebelum sangrai
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
16/37
warna bagian luar maupun bagian dalam biji kakao serta dibandingkan dengan biji
kako yang tidak dilakukan penyangaian.
3.2.2 Pemisahan Kulit Biji
Pemisahan kulit biji kakao dilakukan untuk mengetahui efisiensi
pemisahan kulit biji. Pertama yaitu biji kakao hasil sangrai (acara 1) dimasukkan
ke dalam masin winnowing untuk memisahkan kulit dan nib. Mesin winnowing
berfungsi untuk memisahkan kulit dari nib kakao berdasarkan densitasnya. Mesin
winnowing akan memecahkan biji kakao kemudian nib yang telah rapuh turun
melalui lubang-lubang dan kulit di sedot dengan penghisap udara. Setelah proses
pemisahan selesai dilakukan penimbangan nib tersebut sebanyak 50 gram dan
kulit yang terkelupas, kemudian nib tadi dilakukan pemisahan kulit yang masih
terikut bersama dengan nib secara manual dan ditimbang berat kulit yang terikut
bersama nib tersebut, tujuan dari beberapa perlakuan tersebut adalah untuk
mengetahui efisiensi dari mesin winnowing yaitu persentase perbandingan antara
100 gr Biji Kakao hasil
sangrai acara 1
Pemisahan kulit dengan
mesin Winnowing
Nib Kulit
PenimbanganPenimbangan 50 gram
Pemisahan kulit yang terikut
Kulit yang terikut Nib
Penimbangan
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
17/37
kulit yang terikut dengan berat nib hasil pemisahan (pemisahan yang baik bila
kulit yang terikut maksimal 1,75%).
3.2.3 Pemastaan
Proses ketiga adalah pemastaan. Pada perlakuan ini bertujuan untuk
mengetahui partikel hasil pemastaan dibandingkan dengan pasta komersil. Hal
pertama yang dilakukan adalah penimbangan sebanyak 100 g nib hasil pemisahan
kulit (acara 2) untuk mengetahui berat awal nib yang digunakan dalam proses
pemastaan. Nib kemudian dimasukkan kedalam ke dalam alat pemasta, alat
pemastaan ini bekerja dengan cara menghancurkan/menggiling nib sampai ukuran
yang sangat halus disertai adanya panas sehingga lemak kakao meleleh. Setelah
melalui proses pemastaan maka didapatkan pasta kakao. Pasta kakao hasil
pemastaan kemudian ditimbang untuk mengetaui berat pasta yang dihasilkan dari
proses pemastaan. Proses selanjutnya yaitu dilakukan pengukuran partikel dengan
menggunakan alat yaitu thickness meter dan dilakukan perbandingan antara pasta
kakao komersial dengan pasta kakao hasil praktikum.
100 gram nib
Pemasukan dalam alat pemasta
Penimbangan
Penimbangan pasta
Pengukuran besar partikel
Dibandingkan dengan partikel
pasta kakao komersial
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
18/37
3.2.4 Pembuatan Coklat
Pasta kakao 25%, lemak kakao 27,5%, susu full
cream 22,5%, fine sugar 25%
Pemasukan dalam ball mill refiner 2 : 1
Pengoperasian ball mill refiner T : 60°C,
6 jam
Pengamatan ukura partikel 0,5. 2, 4 dan
6 jam
Conching , T : 60-70°C, 4 Jam
Adonan cokelat
Leisitin 0,3%, vanili0,1% dan soda kue
0,3% setelah 2 jam
Tempering dengan perlakuan T : 35°C,
30°C. Dan 25°C
Pencetakan
Pendiaman 1 hari
Pengeluaran dari cetakan
Penyimpanan dalam wadah kedap udara
Pengamatan tekstur, kenampakan, kecepatan leleh
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
19/37
Pembuatan coklat dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel adonan
coklat selama pelembutan dan mengetahui sifat coklat yang dihasilkan dengan
suhu akhir tempering berbeda. Pada proses pembuatan coklat, langkah pertama
yang dilakukan adalah preparasi bahan yaitu menimbang bahan-bahan pembuat
coklat dengan formula pasta kakao 25%, lemak kakao 27,5%, susu full cream
22,5%, fine sugar 25%, lesitin 0,3%, vanili 0,1% dan soda kue 0,3%. Langkah
pertama yang dilakukan yaitu mencampurkan beberapa bahan seperti pasta kakao,
lemak kakao, susu full cream, fine sugar ke dalam panci atau wadah berputar
dengan dasar (biasanya terbuat dari granit) dimana terdapat roler berputar. Pasta
kakao merupakan bahan dasar kakao sedangkan lemak kakao berfungsi untuk
untuk memadatkan (Ketaren, 1986). Fine sugar berfungsi sebagai pemberi rasa
manis, memperkeras tekstur dan sebagai pengawet alami. Lemak coklat berfungsi
untuk menghomogenkan bahan baku pada proses pencampuran, meningkatkan
kadar lemak, dan menentukan kepadatan cokelat yang berpengaruh terhadap
tekstur produk. Susu berfungsi sebagai penambah cita rasa dan kelezatan. Pada
proses ini dilakukan pula proses refining (pelembutan) untuk memperoleh pasta
cokelat dengan kehalusan tertentu. Suhu dan waktu pun dikontrol yakni dengan
menggunakan suhu 60oC selama 6 jam namun ukuran partikel coklat diamati pada
0,5; 2; 4; dan 6 jam dengan menggunakan thickness meter setelah suhu ball mill
refiner mencapai 60oC.
Tahap kedua yaitu proses conching . Proses conching dilakukan untuk
menentukan rasa coklat yang lebih enak. Conching berperan sebagai
pengembangan flavor dan tekstur. Conching dilakukan pada suhu 60-70oC selama
4 jam. Lesitin dan soda kue dimasukkan 2 jam sebelum proses conching berakhir.
Penambahan lesitin berfungsi sebagai emulsifier yang menghomogenkan seluruh
bahan baku dan bahan penunjang dan menstabilkan adonan cokelat serta
mengurangi kekentalan sehingga lemak kakao bisa meresap. Penambahan soda
kue dilakukan untuk penetral karena soda bersifat basa dan pasta coklat bersifat
asam.
Tahap ketiga proses tempering yaitu perlakuan awal semua proses coklat
agar dapat membentuk padatan mantap dengan warna dan kilau yang tetap. Proses
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
20/37
tempering dilakukan dengan cara mendinginkan adonan coklat sambil diaduk
sampai suhu tertentu. Perlakuan tempering pada praktikum kali ini dilakukan
dengan suhu 25°C sebagai perlakuan 1, suhu 30°C sebagai perlakuan 2 dan suhu
35oC perlakuan 3. Perbedaan perlakuan suhu tempering dilakukan untuk
mengetahui suhu tempering yang dapat menghasilkan produk akhir coklat yang
baik. Setelah itu, coklat dicetak pada berbagai macam bentuk cetakan dan
didiamkan selama satu hari untuk memberi kesempatan partikel-partikel coklat
untuk memadat. Setelah itu coklat dikeluarkan dari cetakan. Hasil secatakan
coklat yang telah dihasilkan kemudian disimpan dalam wadah kedap udara
kemudiam dilakukan uji organoleptik dan dibandingkan kenampakan, tekstur dan
kecepatan leleh di mulut pada ketiga jenis perlakuan tempering coklat.
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
21/37
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
4.1.1 Penyangraian
Berat awal Berat Akhir
Ulangan I Ulangan II
100 gram 96,36 gram 94,53 gram
Rata-rata 95,5 gram
Biji Pembeda Kakao Sangrai Kakao Tidak Sangrai
Utuh Warna Gelap Lebih terang
Aroma Aroma berkurang Normal biji kakao
kering
Tekstur Rapuh (tersegmentasi) Sulit dipatahkan
Dibelah Warna Lebih cerah Lebih gelap
Tekstur Rapuh (tersegmentasi) Keras (liat)
Gambar
4.1.2 Pemisahan kulit (Winnowing )
Ulangan Berat Awal
(gram)
Berat Akhir
Kulit Biji (gram) Nib (gram)
1 75 16,22 40,53
2 94,53 25,81 61,31
Rata-rata 84,77 21,015 50,92
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
22/37
Ulangan Berat Awal
(gram)
Kulit Biji yang
Terikut (gram)
Efisiensi (%)
1 40,53 0,32 0,7895
2 50,03 0,09 0,1799
Rata-rata 45,28 0,205 0,4847
4.1.3 Pemastaan
Pemisahan
ke-
Berat pasta
(gram)Ukuran partikel (µ)
Ukuran
partikel pasta
komersial (µ)
1 92,02 88
112 95,86 68,5
Rata-rata 93,94 78,25
4.1.4 Coklat
a. Ukuran Partikel
No Kelas A Kelas B Kelas C
1 23,7µ 13 µ 10 µ
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
23/37
b.
Parameter Tekstur
No.
Nama Panelis Parameter Tekstur179 247 513 681 191 715
91
6
42
7831
1 Nur Yanti 2 5 7 3 6 1 4 8 9
2 Citra Wahyu 8 2 7 6 5 3 4 1 9
3 Lailatul N 3 9 1 4 5 2 6 7 8
4 Nofal Ilhami 4 6 1 6 7 5 9 8 3
5 Nurul Ummah 3 7 4 2 1 5 8 9 2
6 Fiska Fibi 3 7 4 1 5 1 6 8 9
7 Hasna Amalia 6 7 4 9 3 8 5 9 2
8 Dwi Tari W 5 8 6 2 3 1 2 4 7
9 Rina Dias 7 4 6 8 5 1 3 8 9
10 Hujjah 5 7 6 2 3 1 2 4 9
11 Esthi 7 6 8 2 4 1 3 5 9
12 Sri Dewi 8 9 4 1 7 1 3 6 5
13 Dwi Putri W 3 6 5 7 8 2 5 4 7
14 Rahmawati Indah 3 2 4 2 8 9 5 6 1
15
Novika Tri
Hardini6 3 5 2 1 8 9 7 4
16 Maisaroh 5 4 3 7 1 9 8 6 717 Dewi Ruhael 7 4 1 3 3 9 5 2 8
18 Oriza Krisnata W 4 1 9 8 8 6 5 7 2
19 Angga Setiawan 3 4 6 2 5 7 1 8 9
20 M. Dwi Nurcahyo 4 5 2 9 6 8 1 3 7
21 Herninda 1 4 2 9 3 8 7 6 5
Rata - rata4,6
1
5,2
4
4,5
24,2
4,6
2
4,5
74,8 6
6,2
4
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
24/37
c.
Parameter Kenampakan
No. Nama Panelis Parameter Kenampakan179 247 513 681 191 715 916 427 831
1 Nur Yanti 1 6 3 2 5 9 8 7 4
2 Citra Wahyu 8 3 2 1 4 9 6 7 5
3 Lailatul N 7 5 3 1 2 9 8 6 4
4 Nofal Ilhami 5 7 3 1 2 8 9 4 6
5 Nurul Ummah 7 3 5 2 6 9 8 4 1
6 Fiska Fibi 8 3 2 1 5 9 6 4 7
7 Hasna Amalia 6 2 3 4 8 5 7 9 1
8 Dwi Tari W 5 2 3 1 7 9 8 6 4
9 Rina Dias 4 7 6 1 8 9 2 5 3
10 Hujjah 4 3 2 1 7 9 8 6 5
11 Esthi 3 4 2 1 6 9 7 5 8
12 Sri Dewi 8 9 4 2 7 1 3 6 5
13 Dwi Putri W 3 5 2 1 7 8 6 4 6
14
Rahmawati
Indah3 5 2 1 7 8 6 4 6
15
Novika Tri
Hardini5 4 1 2 9 7 8 3 6
16 Maisaroh 5 4 3 8 2 9 6 1 717 Dewi Ruhael 6 4 1 7 3 9 5 2 8
18
Oriza Krisnata
W6 3 7 1 4 9 8 2 5
19 Angga Setiawan 2 1 7 4 6 8 9 5 3
20
M. Dwi
Nurcahyo1 4 5 2 9 7 8 3 6
21 Herninda 1 7 2 6 8 9 4 3 5
Rata - rata4,7
1
4,3
8
3,1
92,4
5,6
28,1
6,7
6
4,6
2
5,0
1
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
25/37
d.
Parameter Kecepatan Leleh
No. Nama Panelis Parameter Kecepatan Leleh (Sekon)179 247 513 681 191 715 916 427 831
1 Nur Yanti 15 20 13 10 11 5 12 22 8
2 Citra Wahyu 4 3 7 4 6 2 5 3 5
3 Lailatul N 14 13 9 8 6 5 10 12 16
4 Nofal Ilhami 8 9,5 6 7 8 4 6 7 11
5 Nurul Ummah 15 13 10 5 7 3 8 9 20
6 Fiska Fibi 12 15 9 6 8 5 10 10 18
7 Hasna Amalia 23 20 23 20 30 20 25 50 16
8 Dwi Tari W 17 24 22 11 15 8 17 12 15
9 Rina Dias 21 24 15 5 12 7 20 12 20
10 Hujjah 17 24 25 5 14 7 17 16 23
11 Esthi 17 22 17 13 16 7 17 20 15
12 Sri Dewi 19 18 15 9 20 4 21 12 16
13 Dwi Putri W 28 31 33 34 28 12 43 34 26
14 Rahmawati Indah 14 18 9 7 13 6 16 12 13
15 Novika Tri Hardini 14 16 15 11 12 6 18 13 17
16 Maisaroh 27 30 25 10 41 5 20 23 12
17 Dewi Ruhael 21 17 12 17 14 10 15 14 17
18 Oriza Krisnata W 36 29 45 9 40 8 30 56 34
19 Angga Setiawan 92 101 95 19 105 30 79 133 103
20 M. Dwi Nurcahyo 80 133 119 36 122 9 81 14 114
21 Herninda 58 73 76 24 83 16 72 90 75
Rata - rata 26,3 31,11 28,6 13 29,1 8,54 25,8 27,4 28,3
Keterangan kode :
427 : suhu tempering 28°C tanpa pengadukan (refiner 6 jam)
916 : suhu tempering 28°C dengan pengadukan (refiner 6 jam)
715 : suhu tempering 28°C terus dinaikkan suhu 33°C (refiner 6 jam)
191 : suhu tempering 28°C dengan pengadukan (refiner 8 jam)
681 : suhu tempering 28°C terus dinaikkan suhu 33°C (refiner 8 jam)
513 : suhu tempering 28°C tanpa pengadukan (refiner 8 jam)
247 : suhu tempering 28°C tanpa pengadukan (refiner 10 jam)
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
26/37
179 : suhu tempering 28°C dengan pengadukan (refiner 10 jam)
831 : suhu tempering 28°C terus dinaikkan suhu 33°C (refiner 10 jam)
4.2 Pembahasan
4.2.1 Penyangraian
Ditinjau tabel pengamatan penyangraian diatas, biji kakao yang telah
mengalami penyangraian cenderung mengalami perubahan yakni pada parameter
beratnya. Pada praktikum yang telah dilakukan, berat awal biji kakao yang
digunakan adalah sebanyak 100 gram. Setelah proses penyangraian berat biji
kakao mengalami penyusutan. Pada ulangan I diperoleh berat biji kakao akhir
sebanyak 96,36% sedangkan pada ulangan II diperoleh berat akhir sebanyak 94,53
gram. Pengurangan berat ini terjadi karena pengurangan kadar air melalui
penguapan air pada biji kakao akibat adanya panas. Sebagaimana menurut Datta
dan Winarno (1995), medium udara sekeliling bahan lebih panas daripada bahan,
sehingga terjadi penguapan air di permukaan bahan, menyebabkan terjadinya
driving force oleh perbedaan konsentrasi molekul air antara permukaan dengan
bagian dalam bahan. Hal tersebut mengakibatkan terjadi perpindahan massa
molekul air dari bagian dalam ke permukaan secara difusi, denga kecepatan
sangat terbatas dipengaruhi oleh banyak faktor.
Selanjutnya biji kakao yang telah disangrai akan diuji organoleptiknya,
pengamatan dilakukan pada biji kakao utuh dan biji kakao yang telah dibelah.
Pada biji kakao utuh, parameter yang diamati meliputi warna, aroma dan tekstur.
Dalam segi warna, biji kakao sangrai memiliki warna lebih gelap dari pada bijikakao yang tidak disangrai. Warna coklat pada biji kakao sangrai disebabkan
karena reaksi maillard. Reaksi maillard terjadi karena adanya pemanasan gugus
amina pada kakao sehingga warna biji kakao menjadi coklat. Menurut Winarno
(1995), reaksi maillard adalah reaksi yang terjadi antara gugus amina primer pada
rantai protein dengan gula reduksi sehingga terbentuk senyawa mellanoidin
(pigmen coklat). Oleh sebab itu, dengan adanya browning (pencoklatan) dengan
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
27/37
suhu yang tinggi yang menyebabkan warna biji yang dihasilkan menjadi coklat
akibat terbentuknya senyawa mellanoidin.
Berdasarkan hasil praktikum, aroma biji kakao setelah penyangraian
menjadi berkurang. Hal ini dimungkinkan terjadi penguapakan senyawa
penyumbang flavor atau proses penyangraian yang kurang sempurna sehingga
flavor khas coklat yang kuat belum sepenuhnya terbentuk. Menurut Jinap et al
(1998), selama penyangraian terjadi reaksi-reaksi kimia pembentukan aroma khas
cokelat melalui reaksi Maillard. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat diketahui
penyebab aroma biji kakao sangrai kurang kuat dan warna lebih cerah saat dibelah
adalah karena proses penyangraian yang kurang sempurna. Menurut Misnawi
(2005), aroma pada cokelat terbentuk setelah melalui proses penyangraian,
khususnya waktu dan suhu penyangraian. Senyawa pembentuk aroma khas
cokelat seperti pirazin, karbonil dan ester meningkat secara nyata selama
penyangraian.
Pengamatan tekstur dapatdiperoleh data sebgai berikut yaitu tektur biji
kakao utuh yang disangrai rapuh, biji kakao utuh yang tidak disangrai sulit
dipatahkan, biji kakao yang dibelah disangrai bertekstur rapuh (tersegmentasi) dan
biji kakao yang dibelah tanpa disangrai bertekstur keras (liat). Dari data tersebut
dapat kita simpulkan bahwa tekstur pada biji kakao yang disangrai lebih rapuh
dari pada biji kakao yang tidak disangrai. Hal ini dikarenakan kadar air yang ada
dalam biji kakao pada saat penyangraian berkurang (menguap) sehingga
menyebabkan tekstur pada biji kakao yang telah disangrai berkurang. Menurut
Wahyudi (2008) menyatakan bahwa penyangraian biji kakao menyebabkan
penguapan kadar air dan senyawa-senyawa volatile (senyawa yang mudah
menguap). Berdasarkan literature diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
pemanasan pada proses penyangraian akan menyebabkan berkurang kadar air
pada bahan. Terjadinya proses penguapan air menyebabkan tekstur biji kakao
menjadi rapuh disebabkan karena adanya pengendoran kulit biji yang turut
membantu pelunakan biji. Dengan berkurangnya kadar air pada bahan tekstur biji
kakao akan lebih berongga dan menyebabkan tekstur biji kakao menjadi rapuh.
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
28/37
4.2.2 Pemisahan Kulit
Setelah biji kakao disangrai perlakuan selanjutnya yakni pemisahan kulit
biji kakao dengan menggunakan mesin winnowing . Mesin winnowing ini dapat
memisahkan nib biji kakao dan kulit biji kakao. Berdasarkan hasil pengamatan
kulit biji dan nib didapatkan berat awal 75 gram dilakukan winnowing dengan
hasil kulit biji 16,22 gram dan nib 40,53 gram sedangkan biji kakao sangrai yang
berat awalnya 94,53 gram diperoleh kulit biji 25,81 dan nib 61,31 gram. Dari data
tersebut dapat diketahui nib yang diperoleh yaitu rata-rata di atas 70%. Hal ini
sesuai dengan literatur bahwa proses winnowing menghasilkan rata-rata nib 78-
80%, kulit biiji 10-12% dengan sejumlah kecil lembaga, dan 4% partikel non
kakao sebagai pengotor (Belitz and Grosc, 1999). Pemisahan kulit biji kakao
berfungsi agar kulit tidak memberikan flavour interior (Beckett, 1994).
Hal yang sangat diinginkan dalam proses ini winnowing ini adalah
menjaga agar nib tetap dalam potongan besar (bukan berupa serpih kecil)
sehingga mudah dipisahkan dari kulit atau shell. Adanya sepotong kecil nib yang
masih melekat dengan shell akan ikut terbuang. Oleh karena itu, secara ekonomis
sangat penting untuk melakukan proses winnowing dengan tepat dan teliti
(Beckett, 1994). Nib yang diperoleh dari proses winnowing tersebut diambil 50
gram dan diambil kulit yang terikut pada nib. Dari praktikum yang telah dilakukan
dapat diperoleh data pada ulangan I kulit biji yang terikut 0,32 gram sehingga
didapatkan efisiensi 0,7895% sedangkan pada ulangan II, kuli biji yang t erikut
yaitu 0,09 gram sehingga diperoleh efisiensi 0,1799%. Hal ini sesuai dnegan
literatur yang ada yaitu kadar kulit yang terikut maksimal 1,75 % (b/b) (SNI,
2009). Proses winnowing memiliki titik kritis untuk dua alasan. Pertama ialah
kemurnian pada produk akhir dan yang kedua ialah profitabilitas. Kandungan nib
setelah proses Winnowing haruslah 83-84%, dan mengandung 1-1,75% kulit biji
dan kadar air setelah penyangraian sekitar 1,5-3% tergantung dari derajat
penyangraian (Beckett, 1994).
4.2.3 Pemastaan
Pemastaan merupakan hal yang terpenting dalam pembuatan coklat karena
pada pemastaan ini yang membuat coklat akan jadi sempurna atau tidak. Dari
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
29/37
praktikum yang telah dilakukan, diperoleh ukuran partikel pasta kakao sebanyak
µ sedangkan ukuran partikel pasta komersial lebih besar yaitu sebesar 88 µ dari
berat awal 92,02 gram dan 68,5 µ dari berat awal 95,86 gram pada pengulangan 1
dan 2. Ukuran pasta kakao komersial memiliki ukuran partikel 11 µ. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil pemastaan pada saat praktikum tidah sesuai dengan
SNI, dimana SNI mensyaratkan pasta kakao memiliki kehalusan partikel yang
lolos 200 mesh sebanyak 99%. Ukuran partikel komersial lebih halus
dibandingkan dengan pasta praktikum. Mulato, dkk (2005) yang menyatakan
bahwa untuk dapat digunakan sebagai bahan baku makanan dan minuman, nib
yang semula berbentuk butiran padat kasar harus dihancurkan samapai ukuran
tertentu (
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
30/37
partikel pada adonan sehingga bahan seperti gula yang memiliki tekstur berpasir
dapat menyebar ke seluruh adonan coklat. Setelah mengalami proses refining
dengan ball mill coklat akan lebih halus dan glossy.
4.2.5 Uji Organoleptik
a. Parameter Tekstur
Uji organoleptik pada tekstur menggunakan 21 panelis agak terlatih.
Panelis menguji 9 sampel coklat yang telah disajikan dengan masing-masing
perlakuan yang berbeda. Pengujian yang digunakan yaitu uji kesukaan
ranking. Uji kesukaan ranking yaitu panelis menilai suatu bahan produk
yang telah disajikan dengan cara mengurutkan mulai dari produk yang
paling disukai hingga produk yang paling tidak disukai.
Berdasarkan hasil pengamatan tekstur tersebut, dapat diperoleh data
dengan kode 179 diperoleh 4,61, kode 247 diperoleh 5,24, kode 513
diperoleh 4,52, kode 681 diperoleh 4,2, kode 715 diperoleh 4,57, kode 9,16
diperoleh 4,8, kode 427 diperoleh 6, dan kode 831 diperoleh 6,24.
Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui produk coklat yang paling
disukai yaitu produk coklat yang berkode 681. Produk coklat 681 ini
dilakukan tempering dnegan suhu 28oC kemudian dinaikkan suhu menjadi
33 oC dan lama refinningnya yaitu 8 jam. Hal ini dikarenakan produk coklat
yang dihasilkan bertekstur rapuh dan mudah dipatahkan. Menurut Lip &
Anklam (1998), menyatakan bahwa produk hasil olahan kakao memiliki
sifat yang spesial dari pangan lainnya, bukanlah karena rasa dan nutrisinya
yang baik, tetapi lebih karena sifatnya yang tidak dimiliki oleh pangan lain
yaitu bersifat padat di suhu ruang, rapuh saat dipatahkan dan meleleh
sempurna pada suhu tubuh.
Pada sampel 681 yang menyimpulkan bahwa memiliki kerapuhan
karena pada perlakuan ini dilakukan refining selama 8 jam sehingga ukuran
partikel menjadi kecil. Pada refining 8 jam tersebut didapatkan ukuran
partikel yang sesuai dengan keinginan konsumen yaitu diatas 25 mikron.
Menurut Andrae-Nightingale et al. (2009) dan Afoakwa et al. (2008),
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
31/37
kekerasan dan tekstur produk cokelat dipengaruhi oleh suhu yang
terfluktuasi dan kelembaban yang dilalui selama masa penyimpanan.
Sedangkan sampel yang tidak disukai oleh panelis yaitu pada sampel yang
berkode 427. Pada sampel 427 dilakuakan tempering dengan suhu 28 oC
kemudian dinaikkan suhunya menjadi 33 oC dengan lama refining 10 jam.
Pada sampel ini coklat yang dihasilkan terlalau rapuh. Menurut, Sih (2015)
Hal ini terjadi karena lamanya proses refining sehingga ukuran partikel yang
dihasilkan terlalu kecil. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa bila
pelembutan berlebihan hingga ukuran partikel coklat mencapai kurang dari
25 mikron yang memiliki tekstur lembek seperti lumpur.
b. Parameter Kenampakan
Parameter kenampakan dengan uji organoleptik yang menggunakan sebanyak
21 panelis agak terlatih. Berdasarkan data yang diperoleh, dari rata-rata
kesembilan sampel yang diuji, nilai tertinggi ada pada sampel 191 (perlakuan
tempering 28°C dengan pengadukan (refiner 8 jam) yaitu 5,62 dan nilai terendah
ada pada sampel 681 (suhu tempering 28°C terus dinaikkan suhu 33°C (refiner 8
jam) yaitu 2,4. Rata-rata yang didapatkan bahwa sampel coklat 681 yang paling
disukai dan sampel 191 tidak disukai. Pada uji ranking nilai terkecil merupakan
yang paling baik karena ranking didasarkan pada urutan. Sampel 681 lebih disukai
dikarenakan proses tempering dilakukan secara bertahap dimana saat suhu telah
diturunkan menjadi 28oC dinaikan kembali menjadi 33oC sehingga menghasilkan
kenampakan coklat yang glossy. Menurut Faridah (2008), coklat yang melewati
proses tempering akan mengalami perubahan seperti glossy dan brittle. Disamping
itu, produk tanpa proses tempering akan menyebabkan cokelat mengalami
blooming.
Sampel 191 panelis kurang menyukai dikarenakan kenampakannya yang
kurang bagus. Perbedaan dengan perlakuan pada sampel 681 yaitu pada suhu dan
adanya pengadukan.. Hal ini dapat dikarenakan suhu tempering proses
pengadukan yang kurang benar. Menurut literatur yang ada, pengadukan lambat
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
32/37
pada proses tempering menimbulkan gaya geser pada pembentukan inti kristal
sehingga mempercepat transformasi kristal dari α ke β’ ke β. Kristal β
menghasilkan permukaan cokelat batang yang licin, mengkilap, mencegah
blooming (Becket, 2000; Windhab et al., 2002).
c. Parameter Kecepatan Meleleh
Coklat akan disukai oleh para konsumen jika produk ini jika dimakan akan
cepat meleleh atau lumer di mulut. Berdasarkan hasil pengujian yang telah
dilakukan, dapat diketahui bahwa dari kesembilan sampel yang telah dilakukan
pengujian, sampel dengan kecepatan leleh paling lambat terdapat pada sampel 247
yaitu sampel coklat yang dilakukan tempering dengan cara menurunkan suhu
hingga 28oC tanpa pengadukan dan dilakukan refiner selama 10 jam, dengan
kecepatan leleh dimulut 31,11 detik. Sedangkan sampel coklat yang memiliki
kecepatan leleh paling cepat terdapat pada sampel 715 yaitu sampel coklat yang
dilakukan tempering dengan cara menurunkan suhu hingga 28oC kemudian
dinaikkan lagi hingga suhu 33oC dengan pengadukan dan dilakukan refiner
selama 6 jam, dengan kecepatan leleh dimulut 8,54 detik. Dapat disimpulkan bahwa sampel 715 merupakan sampel coklat yang paling cepat leleh daripada
sampel 247. Kecepatan leleh yang disukai oleh konsumen umumnya yang lebih
cepat leleh dimulut ketika dimakan atau dapat disebut dengan lumer, namun
konsumen lebih menyukai coklat yang tidak mudah leleh di suhu ruang dan
memiliki struktur yang kompak dan kokoh. Kecepatan leleh coklat dimulut
dipengaruhi oleh cara tempering dan lamanya proses refining. Proses Tempering
merupakan suatu proses tahapan yang bertujuan untuk memperoleh struktur coklat
yang stabil. Penggunaan suhu yang sesuai akan menghasilkan coklat yang stabil.
Kristaal-kristal lemak yang dihasilkan berukuran kecil dan memiliki titik leleh
yng tinggi. Proses tempering dengan cara menurunkan suhu hingga 28oC dan
dinaikkan kembali hingga suhu 33oC akan membentuk lemak coklat dengan
kristal tipe β. Lemak pada tipe β ini memiliki karakteristik titik leleh yang tinggi
pada suhu ruang, namun akan cepat meleleh atau lumer ketika dimakan. Hal ini
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
33/37
sesuai dengan literatur menurut Talbot (1999), yang menyatakan bahwa proses
tempering merupakan proses untuk pengaturan ikatan kristal pada lemak kakao.
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
34/37
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.
Penyangraian biji kakao terjadi perubahan warna dan aroma yaitu menjadi
berwarna gelap (biji utuh), aromanya berkurang, terkturnya rapuh, sedangkan
biji kakao yang tidak disangrai memiliki warna lebih terang, beraroma normal
biji kakao dan teksturnya sulit dipatahkan.
2. Efisiensi pemisahan kulit biji kakao sebesar 0,1799%. Hal ini sudah sesuai
dengan standart dengan maksimal 1,75%.
3. Ukuran partikel pasta kakao komersil lebih kecil dari pada pasta kakao hasil
praktikum. Ukuran partikel pasta kakao hasil praktikum tidak sesuai dengan
literatur karena adanya kulit yang terikut pada nib dan tingginya kadar air.
4. Refining atau pelembutan akan menjadikan ukuran partikel adonan coklat
lebih kecil karena adanya tekanan dari ball mill .
5. Panelis lebih menyukai coklat dengan tempering 28oC dinaikkan ke 33oC
dikarenakan coklat lebih glossy dan cepat meleleh di mulut.
5.2 Saran
Dalam melakukan praktikum coklat lebih teliti dan memahami setiap
langkahnya dikarenakan proses pembuatan yang panjang dan rumit. Terima kasih
atas semua ilmu yang kami dapatkan dari asisten.
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
35/37
DAFTAR PUSTAKA
Afoakwa, E. O., Paterson, A., Fowler, M., & Ryan, A. 2008. Flavor Formationand Character in Cocoa and Chocolate: A Critical Review. Critical
Reviews in Food Science and Nutrition, 48, 840-857.
Abigor, R.D., P.O. Uadia, T. A. Foglia, M. J. Haas, K. Scott, and J. Savary, 2003.
Partial Purification and Properties of Lipase from Germinating Seeds of
Jatropha curcas L., JAOCS, 79 (11): 1123-1126.
Agus, Sudibyo, 2008. Pengaruh kondisi penyangraian. Jurnal Riset Industri
Vol.2, Jawa Timur.
Badan Standarisasi Nasional. 2009. Standart Nasional Indonesia 3749:2009.Jakarta: BSN.
Beckett,S.T. 2000. The Science of Chocolate. RSC Paperbacjs. Cambridge CB40
WF, UK.
Beckett, S. T. 2008. Industrial Chocolate Manufacture and Use. 4th edition.
Wiley-Blackwell, United Kingdom.
Belitz, H.D. dan W. Grosch, 1999. Food Chemistry Second Edition. Berlin:
Springer.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Press. Jakarta. 365 hlm.
Djatmiko, B. dan T. Wahyudi, 1986. Aspek Pengolahan dan Mutu Coklat Lindak
dan Mulia. Jember : Balai Penelitian Perkebunan.
Faridah, Anni. 2008. Patiseri Jilid 3. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Haryadi, M. dan Supriyanto. 2001. Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada,Yogyakarta. Hlm 56-70.
Janner, Simarmata. 2010. Rekayasa Makanan.Yogyakarta: Penerbit Andi
Jinap, S.; W.I. Wan Rosli; A.R. Russly & L.M. Nurdin (1998). Effect of roasting
time and temperature on volatile components profile during nib roasting of
cocoa beans (Theobroma cacao). Journal of the Science and Food
Agriculture, 77, 441 — 448.
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
36/37
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan
Pertama. Jakarta : UI-Press. Minifie, B. W, 1999. Chocolate, Cacao, and
Consectionery. Avi Publishing Company, Inc. West Port, Connecticut.
Misnawi. 2004. Pola Agroindustri Untuk Pengembangan Industri Kakao Skala
Usaha Kecil/Menengah Di Indonesia. Prosiding Simposium Kakao.
Yogyakarta, 4-5 Oktober 2004.
Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: PAU
IPB.
Mulato, S., S. Widyotomo, Misnawi, Sahali dan E. Suharyanto. 2004. Petunjuk
Teknis Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Bagian Proyek
Penelitian dan Pengembangan Kopi dan Kakao, Pusat Penelitian Kopi danKakao Indonesia.
Mulato,2005. Petunjuk Teknis Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia; edisi 2, Jember.
Ruhnayat, A. 2003. Bertanam Vanili. Jakarta: Agro Media Pustaka.
O’Brien, R.D., 2008, Fats and Oils, Formulating and Processing For Aplication,
Edition second, Technomic Publishing Company, Inc. USA.
Shukla, V, K, S, 2003, Confectionery Fats, In R. J. Hamilton (Ed.), Developments
in Oils and Fats, Glasglow: Blackie Academic and Professional.
Spillane, J.J., 1995. Komoditi Kakao Peranannya Dalam Perekonomian
Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.
Sukrisno, W. dan Sri Mulato. 2004. Rekayasa Proses dan Alat-Mesin Pengolahan
Produk Hilir Kakao untuk Skala Usaha Kecil Menengah. Prosiding
Simposium Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Yogyakarta,
4-5 Oktober 2004.
Susanto, F. X. Ir. 1994. Tanaman kakao (Budidaya dan Pengolahan Hasil). Kanisius, Yogyakarta.
Swarbick, J. dan Boylan, J.C., 1995, ― Encyclopedia of Pharmaceutical
Technology‖, Marcel Dekker Inc, New York, 375-384.
Wahyudi, T., Pujiyanto, dan T. R. Panggabean, 2008. Panduan Lengkap Kakao,
Penebar Swadaya, Jakarta.
Widyotomo, S., Sri Mulato dan Handaka. 2004. Mengenal Lebih Dalam
Teknologi Pengolahan Biji Kakao. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 26 (2): 2 halaman.
-
8/18/2019 Laporan COklat Vindy New
37/37
Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.