LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

download LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

of 47

Transcript of LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    1/47

    1

    LAPORAN KASUS

    I. IDENTITAS PASIENNama Lengkap : An. T

    Umur : 11th

    Jenis Kelamin : perempuan

    Alamat : menyeli desa sukadanap ujud loteng

    Status dalam keluarga : Anak ke-3 dari 3 bersaudara.

    Masuk RS tanggal : 7 /8/ 2012, pukul 12.00 WITA

    Identitas keluarga :

    ibu ayah

    Nama lasam injid

    Umur 40th 41th

    Pendidikan SD kelas 5 SD kelas 5

    Pekerjaan petani petani

    II.ANAMNESIS (tanggal 9/8/ 2012 diberitahu oleh orang tua pasien)

    Keluhan Utama: tidak sadar

    Riwayat Pengakit Sekarang:

    Pasien rujukan dari puskesmas kute dengan observasi kesadaran menurun, suspect

    tipoid encephalopati, diagnosa banding encephalitis, pasien dikeluhkan tiba-tiba

    pingsan dirumah pada tanggal 7/8/2012, pada hari selasa pagi hari, keluarga pasien

    juga tidak mengetahui bahwa pasien mendadak pingsan begitu saja, satu hari sebelum

    pingsan, pasien panas dan panas meningkat pada waktu malam hari (menurut ibunya).

    Ketika masuk rumah sakit, pasien dalam keadaan gelisah dan muntah 1 kali.

    Riwayat Pengakit Dahulu:

    Riwayat kejang sebelumnya disangkal, riwayat asma disangkal, riwayat batuk lama

    disangkal. Riwayat penyakit lainnya disangkal. Riwayat minum obat sebelumnya

    tidak ada.

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    2/47

    2

    Riwayat Pengakit Keluarga:

    Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.

    Riwayat Keluarga:

    Pasien merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara.

    Riwayat Pribadi:

    1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan:

    Ibu pasien mengaku tidak ada gangguan selama mengandung. Ibu pasien tidak

    pernah melakukan pemeriksaan kehamilan. Pasien dilahirkan di Rumah, dibantu

    oleh dukun, lahir normal dan langsung menangis, cukup bulan. berat badan lahir

    3000gr (menurut ibu).

    2. Riwayat Nutrisi:

    Pasien mendapat ASI sampai usianya 2 tahun, namun ibu pasien tidak ingat sejak

    kapan pasien diberikan makanan pendamping ASI.

    3. Perkembangan dan kepandaian:

    Orang tua pasien menyatakan bahwa perkembangan anaknya sesuai dengan anak

    yang seumuran dengan pasien.

    4. Vaksinasi:

    Ibu pasien tidak mengetahui riwayat vaksinasi anaknya.

    III.PEMERIKSAAN FISIK(tanggal 9/8/ 2012, pukul 16.00 WITA) Keadaan Umum : lemah

    Kesadaran : E 2 V 2 M 5

    Vital sign :

    Nadi : 108 kali/menit, isi dan tegangan kuat, irama teratur

    Pernapasan : 28 kali/menit, tidak teratur, tipe abdominotorakal.

    Temperature ax : 37,0 C

    CRT : > 3 detik

    Status Gizi:

    sde

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    3/47

    3

    Status General:

    Kepala dan Leher:

    1. Bentuk :

    normocephali, bulat lonjong, rambut tipis, UUB cembung.

    2. Mata :

    konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterus (-/-), refleks pupil (+/+), pupil isokor,

    ukuran 2 mm/ 2mm, edema palpebra (-/-), cowong (+/+)

    3. THT :

    Telinga: struktur dan ukuran telinga normal, otorhea -/-, serumen -/-

    Hidung : nafas cuping hidung (-), rinorhea(-)

    4.

    Mulut:

    Bibir sianosis (-), bibir kering (+), lidah dan mukosa mulut : sde

    5. Leher :

    Pembesaran KGB servikal (-), pembesaran KGB supraklavikula (-),

    pembesaran KGB aksiler (-). Kaku kuduk : (-).

    6. Thorax:

    - Inspeksi: retraksi (-), pergerakan dinding dada simetris (+), ictus cordis

    tidak tampak.- Palpasi: pergerakan dinding dada simetris, massa (-)

    - Perkusi:

    o Pulmo: sonor pada kedua lapang paru

    o Cor : Batas atas: SIC 2

    Batas bawah: SIC 4

    Batas kanan: Garis Parasternal kanan

    Batas kiri: Garis axilla anterior sinistra

    -

    Auskultasi:

    o Pulmo: vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

    o Cor: S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)

    7. Abdomen:

    - Inspeksi : distensi (-), massa (-), sikatriks (-), umbilicus normal.

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    4/47

    4

    - Auskultasi : BU (+) N

    - Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen

    - Palpasi : nyeri tekan, hepar, lien dan ginjal tidak teraba, massa (-)

    8. Anggota Gerak:

    Tungkai Atas Tungkai Bawah

    Kanan Kiri Kanan Kiri

    Akral hangat + + + +

    Edema - - - -

    Pucat - - - -

    Kelainan bentuk - - - -

    Pembengkakan

    Sendi

    - - - -

    Pembesaran KGB - - - -

    Spastic - - - -

    R. patologis sde Sde Babinsky Babinsky -

    R. fisiologis sde Sde sde sde

    9.

    Kulit: turgor kulit normal, anemis (-), ikterus (-), pustule (-), Peteki (-)

    10.Urogenital : tidak tampak kelainan.

    11.Vertebra : tidak tampak kelainan. Tanda-tanda fraktur tidak ada.

    Pemeriksaan Laboratorium (7 agustus 2012)

    Darah Lengkap

    WBC : 7,2 x 103/ uL N = 4 x 10

    311 x 10

    3/ uL

    RBC : 4,48 x 106

    / uL N = 3,5 x 106

    5 x 106

    / uLHGB : 12,1 g/dl N = 12

    16 g/dl

    HCT : 35,8% N = 37 - 48 %

    MCV : 79,8 fL N = 8295 fL

    MCH : 27,0 pg N = 2731 pg

    MCHC : 33,8 g/dL N = 3237 g/dL

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    5/47

    5

    PLT : 175 x 103/ uL N = 150 x 10

    3400 x 10

    3/ uL

    Widal (pemeriksaan di Puskesmas tanggal 7 agustus 2012)

    Antigen H : (+)

    Leukosit : 8600

    PLT : 253.000

    Hb : 12,0

    IV. DIAGNOSIS KERJA-

    V. RENCANA AWALPlanning Terapi:

    Antibiotik :

    -ampisilin inj. 2x 350 mg dan gentamisin inj. 1x 17,5 mg

    Terapi supportif :

    -menjaga suhu jangan sampai hipotermi

    - O2 nasal kanul 2-3 lpm

    -Infus RL 35 cc selama lebih dari 5-10 menit jika perfusi jelek. Diulang dengan dosis

    yang sama 1-2 kali selama 30-45 menit jika perfusi makin memburuk.

    - Maintanance KAEN 1 B 12 tpm

    - Transfusi PRC 35 cc untuk mengatasi anemia

    - Bolus dextrose 10% 7 cc IV

    - Injeksi vit K 1 mg IM untuk mencegah perdarahan

    -Injeksi fenobarbital 70 mg IV dalam 5 menit jika kejang. Maintanance fenobarbital1

    x 17,5 mg IV.

    - Pemberian nutrisi melalui NGT

    Planning Diagnostik: Kultur Darah

    Pewarnaan Gram

    CT scan

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    6/47

    6

    TINJAUAN PUSTAKA

    SEPSIS NEONATORUM

    Definisi

    Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah atau

    jaringan lain. Septikemia adalah penyakit sistemik yang berhubungan dengan adanya dan

    bertahannya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah. Bakteremia adalah adanya

    bakteri di dalam darah. Viremia adalah adanya virus di dalam darah.Sepsis neonatorum adalah

    infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah.

    Perjalanan penyakit sepsis dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa

    pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari.1

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    7/47

    7

    Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi

    selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan

    sepsis bayi baru lahir. Menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001),

    sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)

    dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis

    berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian.2

    Klasifikasi

    Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua

    bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis neonatorum

    awitan lambat (late-onset neonatal sepsis).2,3

    Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode

    pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero.

    Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah 3,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup dan 15-

    50% pasien tersebut meninggal.2,3

    Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72 jam) yang

    diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses infeksi pasien

    semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Angka mortalitas SAL lebih

    rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-20%. SAD sering dihubungkan dengan infeksi

    intranatal, sedangkan SAL sering dihubungkan dengan infeksi postnatal terutama nosokomial.2,3

    Tabel di bawah ini mencoba menggambarkan klasifikasi sepsis berdasarkan awitan dan

    sumber infeksi.3

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    8/47

    8

    Di negara berkembang pembagian SAD dan SAL tidak jelas karena sebagian besar bayi

    tidak dilahirkan di rumah sakit. Oleh karena itu, penyebab infeksi tidak dapat diketahui apakah

    berasal dari jalan lahir (SAD) atau diperoleh dari lingkungan sekitar (SAL).

    Etiologi

    Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat menyebabkan

    infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Etiologi penyebab sepsis neonatorum

    berlainan antar negara dan dari waktu ke waktu. Selain itu, kuman penyebab antara Sepsis

    Awitan Dini (SAD) dan Sepsis Awitan Lambat (SAL) pun berbeda. Oleh karena itu,

    pemeriksaan pola kuman secara berkala pada masing-masing klinik dan rumah sakit memegang

    peranan yang sangat penting.2,3

    Di negara maju, kuman tersering yang ditemukan pada kasus Sepsis Awitan Dini (SAD)

    adalah Streptokokus Grup B (SGB) [(>40% kasus)], Escherichia coli, Haemophilus influenza,

    dan Listeria monocytogenes, sedangkan di negara berkembang termasuk Indonesia,

    mikroorganisme penyebabnya adalah batang Gram negatif. Di negara maju, Coagulase-negative

    Staphilococci (CoNS) dan Candida albicans merupakan penyebab utama Sepsis Awitan Lambat

    (SAL), sedangkan di negara berkembang didominasi oleh mikroorganisme batang Gram negatif(E. coli,Klebsiella, danPseudomonas aeruginosa).

    3

    Perubahan pola kuman penyebab sepsis dari waktu ke waktu telah diteliti. Di RSCM

    telah terjadi 3 kali perubahan pola kuman dalam 30 tahun terakhir. Di Divisi Neonatologi

    Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada tahun 2003, kuman terbanyak yang

    ditemukan berturut-turut adalah Acinetobacter sp, Enterobacter sp, Pseudomonas sp. Data

    terakhir bulan Juli 2004-Mei 2005 menunjukkan Acinetobacter calcoacetius paling sering

    (35,67%), diikutiEnterobacter sp (7,01%), dan Staphylococcus sp (6,81%).3

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    9/47

    9

    Pola penyebab sepsis ternyata tidak hanya berbeda antar klinik dan antar waktu, tetapi

    terdapat perbedaan pula bila awitan sepsis tersebut berlainan. Dari survei yang dilakukan oleh

    NICHD Neonatal Network Surveypada tahun 1998-2000 terhadap 5447 pasien BBLR (BL

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    10/47

    10

    Faktor Predisposisi

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    11/47

    11

    Faktor-faktor yang mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir dapat dibagi menjadi tiga

    kategori yaitu:4

    a. Faktor maternal terdiri dari:

    1) Ruptur selaput ketuban yang lama

    2) Persalinan prematur

    3) Amnionitis klinis

    4) Demam maternal

    5) Manipulasi berlebihan selama proses persalinan

    6) Persalinan yang lama

    b. Pengaruh lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang terkena sepsis, tetapi

    tidak terbatas pada buruknya praktek cuci tangan dan teknik perawatan, kateter umbilikus

    arteri dan vena, selang sentral, berbagai pemasangan kateter selang trakeaeknologi

    invasive, dan pemberian susu formula.

    c. Faktor penjamu meliputi jenis kelamin laki-laki, bayi prematur, berat badan lahir rendah,

    dan kerusakan mekanisme pertahanan dari penjamu.

    Beberapa determinan sepsis neonatorum dibedakan berdasarkan host, agent, dan

    environment.4

    1. Host

    Faktor host yang menjadi determinan terjadinya sepsis neonatorum dapat dilihat dari faktor bayi

    dan ibu.

    a. Faktor Bayi

    1. Umur

    Penelitian Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq menyebutkan bahwa secara statistik angka kematian

    akibat sepsis lebih tinggi secara signifikan pada bayi berumur < 7 hari dibandingkan pada bayi

    berumur 7-28 hari (p

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    12/47

    12

    rancangan penelitian uji diagnostik potong lintang di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, proporsi

    penderita sepsis neonatorum berumur 7 hari 22,8%.

    2. Jenis Kelamin

    Laki-laki empat kali lebih beresiko terkena sepsis dibandingkan perempuan, dan kemungkinan

    ini berhubungan dengan kerentanan host berdasarkan jenis kelamin. Dalam penelitian Simbolon

    tahun 2008 dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol di RSUD Curup kabupaten

    Rejang Lebong Bengkulu menyebutkan bahwa menurut faktor bayi, kejadian sepsis neonatorum

    banyak terjadi pada bayi laki-laki (61,2%). Hasil penelitian Patel, dkk (1994) di University of

    Mississippi Medical Center (UMMC), proporsi penderita sepsis neonatorum tertinggi pada bayi

    laki-laki (54,3%). Penelitian Jumah, dkk (2007) di Basrah Maternity and Children Hospital,

    penderita sepsis neonatorum lebih banyak pada bayi laki-laki, diantaranya 56,75% yang hidup

    dan 43,25% yang meninggal.

    3. Prematuritas

    Prematur adalah satu-satunya faktor paling signifikan berkorelasi dengan sepsis. Risiko

    meningkat sebanding dengan penurunan berat lahir. Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada

    usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Bayi yang lahir prematur mempunyai berat badan lahir

    rendah, namun bayi yang mempunyai berat badan lahir rendah belum tentu mengalami kelahiran

    prematur. Bayi prematur rentan mengalami infeksi/sept ikemia. Infeksi/septikemia empat kali

    beresiko menyebabkan kematian bayi prematur. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih

    rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi

    pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus

    menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan

    pertahanan kulit. Incidence rate sepsis neonatorum yang dilaporkan bervariasi, antara 1-8 per

    1.000 kelahiran hidup, dengan kejadian terbanyak pada bayi kurang bulan dengan berat badan

    lahir rendah.

    4. Berat lahir rendah

    Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang kurang atau sama dengan 2500 gram saat lahir. Tujuh

    persen dari semua kelahiran termasuk kelompok ini. Kebanyakan persoalan terjadi pada bayi

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    13/47

    13

    yang beratnya kurang dari 1500 gram dengan angka kematian yang tinggi dan membutuhkan

    perawatan dan tindakan medik khusus.

    5. Status Kembar

    Bayi kembar berisiko tinggi untuk infeksi streptococcus grup B dan infeksi lain walaupun

    sudah dikendalikan untuk prematuritasnya selain itu bayi lahir dengan status kembar

    kemungkinan akan lahir dengan BBLR, sehingga akan berisiko mengalami sepsis karena organ

    tubuhnya belum sempurna sehingga sistem imunnya kurang yang menyebabkan mudah terkena

    infeksi.Menurut Mochtar, berat badan satu janin kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan dari

    janin tunggal. Berat badan masing-masing janin kembar tidak sama, umunya berselisih antara 50

    sampai 1000 gram, dan karena pembagian sirkulasi darah tidak sama, maka yang satu kurang

    bertumbuh dari yang lainnya. Pengaruh kehamilan kembar pada janin adalah umur kehamilan

    tambah singkat dengan bertambahnya jumlah janin dalam kehamilan kembar, sehingga

    kemungkinan terjadinya bayi prematur sangat tinggi. Dalam penelitian Stoll, dari 7.861 bayi

    dengan berat badan lahir sangat rendah (berat lahir 35

    tahun. Ibu hamil dengan umur lebih muda sering mengalami komplikasi kehamilan dengan hasil

    kehamilan tidak baik. Pada kelompok umur risiko tua kejadian berat badan lahir rendah jugameningkat. Menurut penelitian Nyoman Nuada di RS Denpasar pada tahun 1999 ditemukan

    84% ibu yang melahirkan bayi prematur berusia kurang dari 20 tahun dan usia lebih dari 35

    tahun (umur risiko tinggi).

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    14/47

    14

    Dalam penelitian Suwiyoga tahun 2007 dengan menggunakan rancangan penelitian studi kohort

    di Indonesia menemukan bahwa insiden sepsis neonatorum di kelompok umur ibu kurang dari 20

    tahun adalah 14,2 %, lebih tinggi dari insidens sepsis di kelompok umur 20 tahun atau lebih.

    Usia ibu kurang dari 20 tahun diketahui berhubungan dengan kolonisasi kuman Streptococcus

    Grup Beta di jalan lahir.

    2. Pendidikan Ibu

    Tingkat pendidikan ibu dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan bayi.

    Dengan berbekal pendidikan yang cukup, seorang ibu dinilai lebih banyak memperoleh

    infromasi yang dibutuhkan. Selain itu, ibu dengan tingkat pendidikan relatif tinggi lebih mudah

    menyerap informasi atau himbauan yang diberikan. Dengan demikian mereka dapat memilih

    serta menentukan alternatif terbaik dalam melakukan perawatan dan pemeriksaan kehamilan

    sehingga dapat melahirkan bayi sehat. Menurut Bachroen, tingkat pendidikan mempunyai

    pengaruh besar terhadap derajat kesehatan. Penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa

    pendidikan paling berpengaruh adalah pendidikan ibu.

    3. Pekerjaan Ibu

    Variabel pekerjaan akan mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga. Penelitian Yahya K,

    dkk menyebutkan bahwa presentase terbanyak adalah pada golongan berpenghasilan rendah.

    Dimana suami bekerja sebagai buruh, kemudian diikuti pedagang kecil, pegawai negeri golongan

    I dan II. Sedangkan istrinya (ibu hamil) pada umumnya tidak bekerja. Rendahnya kedudukan

    tingkat dan macam pekerjaan ini adalah akibat dari tingkat pendidikan yang juga rendah.

    Di Negara berkembang, banyak ibu bekerja keras untuk membantu menopang kehidupan

    keluarganya di samping tugas utama mengelola rumah tangga, menyiapkan makanan, mengasuh

    dan merawat anak. Salah satu studi menunjukkan bahwa 25% dari rumah tangga sangat

    bergantung pada pendapatan kaum perempuan. Jika ibu hamil bekerja terlalu keras dan intake

    kalori kurang selama hamil akan lebih mudah melahirkan bayi dengan berat lahir rendah yang

    merupakan faktor risiko terjadinya infeksi.

    4. Umur Kehamilan

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    15/47

    15

    Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari pertama haid yang terakhir.

    Lama kehamilan dapat dibedakan atas:

    Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan 28-36 minggu,

    janin dapat hidup tetapi prematur. Berat janin antara 1.000-2.500 gram.

    Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah partus pada kehamilan 37-40 minggu,

    janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.

    Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari

    waktu partus cukup bulan.

    5. Ketuban pecah dini (KPD)

    Ketuban pecah dini (KPD) yaitu bocornya cairan amnion sebelum mulainya persalinan, terjadi

    pada kira-kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Paling sering ketuban pecah pada atau mendekati

    saat persalinan; persalinan terjadi secara spontan dalam beberapa jam. Bila ketuban pecah dini

    dihubungkan dengan kehamilan preterm, ada risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas

    perinatal akibat imaturitas janin.

    Sepsis neonatorum dini sering dihubungkan dengan KPD karena infeksi dengan KPD saling

    mempengaruhi. Infeksi genital bawah dapat mengakibatkan KPD, demikian pula KPD dapat

    memudahkan infeksi asendens. Infeksi asendens ini dapat berupa amnionitis dan korionitis,

    gabungan keduanya disebut korioamnionitis. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian

    sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan

    meningkat menjadi 4 kalinya.

    Dalam penelitian Suwiyoga, dkk tahun 2007 dengan menggunakan rancangan penelitian studi

    kohort di Indonesia menemukan bahwa resiko SAD pada ketuban pecah kurang 12 jam adalah

    1,5 kali, sesudah 12-18 jam adalah 7 kali dan pada 18-24 jam adalah 9 kali. Selain itu, KPD

    merupakan faktor risiko utama prematuritas yang merupakan penyumbang utama SAD dan

    kematian perinatal.

    6. Infeksi dan demam (>38C) pada masa peripartum

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    16/47

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    17/47

    17

    Pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care) yang teratur berfungsi sebagai kontrol untuk

    mendeteksi terjadinya tanda-tanda komplikasi kehamilan, sehingga dapat mengantisipasi

    kemungkinan bahaya kehamilan dan persalinan. Pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan oleh

    ibu semasa hamil, mulai dari trimester pertama sampai saat berlangsungnya persalinan. Tujuan

    pemeriksaan kehamilan adalah untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai risiko tinggi

    sehingga risiko kematian ibu atau bayi dapat dikurangi.

    Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan dapat mengurangi kejadian kelahiran prematur pada bayi

    yang sangat rentan terkena sepsis. Selain itu dengan melakukan pemeriksaan selama hamil dapat

    dideteksi secara dini penyakit infeksi yang diderita oleh ibu yang nantinya akan mengakibatkan

    infeksi pada bayinya. Menurut Ulina (2004) dalam penelitiannya di Kelurahan Tanjung Jati

    Kecamatan Binjai, hasil cakupan kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan antenatal yaitu

    K1 (81%) dan K4 (66,7%). Dari hasil cakupan tersebut terlihat relatif tinggi drop out antara K1

    dan K4 yaitu sebesar 14,3%. Rendahnya pencapaian cakupan K4 ini disebabkan oleh beberapa

    faktor, seperti ibu hamil merasa kurang membutuhkan pelayanan antenatal karena beranggapan

    dirinya sehat, pendidikan ibu rendah, kurangnya pengetahuan ibu hamil akan pentingnya

    perawatan pada masa kehamilan secara berkala, bagi ibu hamil yang bekerja kurang memiliki

    waktu untuk memeriksakan kehamilannya, tingkat pendapatan keluarga sehubungan dengan

    kondisi ibu hamil.

    2. Agent

    Agent/organisme tersering sebagai penyebab penyakit adalah Escherichia coli dan

    Streptococcus group B (yang bersama-sama bertanggungjawab atas 50-75% kasus pada

    kebanyakan pusat pelayanan kesehatan). Streptococcus termasuk kelompok bakteri yang

    heterogen, dan tidak ada satu sistem pun yang mampu untuk mengklasifikasikannya. Ada dua

    puluh jenis, termasuk streptococcus pyogenes (group A), streptococcus agalactiae (group B)

    dan jenis enterococcus (group D), dapat dicirikan dengan berbagai tampilannya yang bervariasi:

    dari karakteristik koloni pertumbuhan, pola hemolisis pada media agar darah (hemolisis ,

    hemolisis , atau tanpa hemolisis), komposisi antigen pada substansi dinding sel dan reaksi

    biokimia. Selain itu penyebab lain dari sepsis neonatorum adalah Staphylococcus aureus,

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    18/47

    18

    Klebsiella, Enterobacter sp, Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp,Listeria monocytogenes dan

    bakteri anaerob. E. coli dan streptococcus B mungkin bertanggung jawab atas terjadinya sepsis

    awitan dini atau lambat, sedangkan S. aureus, Klebsiella, Enterobacter sp, P. aeruginosa dan

    Serratila sp, lebih lazim menyebabkan sepsis awitan lambat.

    3. Environment

    Beberapa faktor lingkungan yang menjadi determinan sepsis neonatorum terutama berasal

    dari keadaan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) yaitu jumlah pasien yang terlalu banyak,

    kurangnya tempat dan sabun untuk mencuci tangan, kurangnya handuk atau tissue, tempat

    penyimpanan sarana kesehatan yang tidak nyaman, buruknya kebersihan, buruknya ventilasi

    aliran udara dan fasilitas ruangan isolasi, dapat meningkatkan angka kejadian sepsis neonatorum.

    Semua faktor-faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan masih menjadi

    masalah sampai saat ini. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab tidak adanya perubahan

    pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir ini. Faktor-faktor risiko ini walaupun

    tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila

    disertai gambaran klinis.

    Perjalanan Penyakit/Patogenesis

    Infeksi bukan merupakan keadaan yang statis. Adanya patogen di dalam darah

    (bakteremia, viremia) dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan dari infeksi (FIRS: Fetal

    Inflammatory Response Syndrome/SIRS:Systemic Inflammatory Response Syndrome) ke sepsis,

    sepsis berat, syok septik, kegagalan multi organ, dan akhirnya kematian.1,3

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    19/47

    19

    Berdasarkan International Concensus Conference on Pediatric Sepsis tahun 2002,

    definisi sepsis neonatorum ditegakkan bila terdapat SIRS yang dipicu oleh infeksi, baik

    tersangka infeksi (suspected) maupun terbukti infeksi (proven).3

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    20/47

    20

    Patofisiologi

    Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena

    terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan beberapa

    faktor anti infeksi dari cairan amnion. Walapun demikian, kemungkinan kontaminasi dapat

    timbul melalui berbagai jalan.Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan

    pascanatal. Lintas infeksi perinatal dapat digolongkan sebagai berikut:3,6,7

    a. Infeksi Antenatal.

    Infeksi antenatal pada umumnya infeksi transplasenta, kuman berasal dari ibu, kemudian

    melewati plasenta dan umbilikus dan masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi bayi. Infeksi

    bakteri antenatal antara lain oleh Streptococcus Group B. Penyakit lain yang dapat melalui

    lintas ini adalah toksoplasmosis, malaria dan sifilis. Pada dugaan infeksi tranplasenta biasanya

    selain skrining untuk sifilis, juga dilakukan skrining terhadap TORCH(Toxoplasma, Rubella,

    Cytomegalovirus dan Herpes).

    b.

    Infeksi Intranatal

    Infeksi intranatal pada umumnya merupakan infeksi asendens yaitu infeksi yang berasal dari

    vagina dan serviks. Karena ketuban pecah dini maka kuman dari serviks dan vagina menjalar ke

    atas menyebabkan korionitis dan amnionitis. Akibat korionitis, maka infeksi menjalar terus

    melalui umbilikus dan akhirnya ke bayi. Selain itu korionitis menyebabkan amnionitis dan liquor

    amnion yang terinfeksi ini masuk ke traktus respiratorius dan traktus digestivus janin sehingga

    menyebabkan infeksi disana.

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    21/47

    21

    Infeksi lintas jalan lahir ialah infeksi yang terjadi pada janin pada saat melewati jalan

    lahir melalui kulit bayi atau tempat masuk lain. Pada umumnya infeksi ini adalah akibat kuman

    Gram negatif yaitu bakteri yang menghasilkan warna merah pada pewarnaan Gram dan kandida.

    Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat

    bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat

    mengkontaminasi bayi selama melahirkan.

    Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan

    dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga uterus dan bayi

    dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian

    kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah pecah

    lebih dari 18-24 jam.

    c.

    Infeksi Pascanatal

    Infeksi pascanatal pada umumnya akibat infeksi nosokomial yang diperoleh bayi dari

    lingkungannya di luar rahim ibu, seperti kontaminasi oleh alat-alat, sarana perawatan dan oleh

    yang merawatnya. Kuman penyebabnya terutama bakteri, yang sebagian besar adalah bakteri

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    22/47

    22

    Gram negatif. Infeksi oleh karena kuman Gram negatif umumnya terjadi pada saat perinatal yaitu

    intranatal dan pascanatal.

    Bila paparan kuman ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons tubuh

    yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan

    memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan

    penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan

    selain pemberian antibiotika, harus memperhatikan pula gangguan fungsi organ yang timbul

    akibat beratnya penyakit.3

    Respons inflamasi

    Sepsis terjadi akibat interaksi yang kompleks antara patogen dengan pejamu. Meskipun

    memiliki gejala klinis yang sama, proses molekular dan selular yang memicu respon sepsis

    berbeda tergantung dari mikroorganisme penyebab, sedangkan tahapannya sama dan tidak

    bergantung pada organisme penyebab.3,5,6

    Respon sepsis terhadap bakteri Gram negatif dimulai dengan pelepasan lipopolisakarida

    (LPS), yaitu endotoksin dari dinding sel bakteri. Lipopolisakarida merupakan komponen penting

    pada membran luar bakteri Gram negatif dan memiliki peranan penting dalam menginduksi

    sepsis. Lipopolisakarida mengikat protein spesifik dalam plasma yaitu lipoprotein binding

    protein (LPB). Selanjutnya kompleks LPS-LPB ini berikatan dengan CD14, yaitu reseptor pada

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    23/47

    23

    membran makrofag. CD14 akan mempresentasikan LPS kepada Toll-like receptor 4 (TLR4)

    yaitu reseptor untuk transduksi sinyal sehingga terjadi aktivasi makrofag.3,5,6

    Bakteri Gram positif dapat menimbulkan sepsis melalui dua mekanisme, yakni (1)

    dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen dan (2) dengan melepaskan

    fragmen dinding sel yang merangsang sel imun. Superantigen mengaktifkan sejumlah besar sel T

    untuk menghasilkan sitokin proinflamasi dalam jumlah yang sangat banyak. Bakteri Gram positif

    yang tidak mengeluarkan eksotoksin dapat menginduksi syok dengan merangsang respon imun

    non spesifik melalui mekanisme yang sama dengan bakteri Gram negatif.3,5,6

    Kedua kelompok organisme diatas, memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan

    pelepasan mediator inflamasi sepsis (Gambar 2). Mediator inflamasi primer dilepaskan dari sel-

    sel akibat aktivasi makrofag. Pelepasan mediator ini akan mengaktivasi sistem koagulasi dan

    komplemen.3,5,6

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    24/47

    24

    Infeksi akan dilawan oleh tubuh, baik melalui sistem imunitas selular yang meliputi

    monosit, makrofag, dan netrofil serta melalui sistem imunitas humoral dengan membentuk

    antibodi dan mengaktifkan jalur komplemen. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pengenalan

    patogen oleh CD14 dan TLR-2 serta TLR-4 di membran monosit dan makrofag akan memicu

    pelepasan sitokin untuk mengaktifkan sistem imunitas selular. Pengaktifan ini menyebabkan sel

    T akan berdiferensiasi menjadi sel T helper-1 (Th1) dan sel T helper-2 (Th2). Sel Th1

    mensekresikan sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon (IFN- ),

    interleukin 1- (IL-1), IL-2, IL-6 dan IL-12 serta menjadi. Sel Th2 mensekresikan sitokin

    antiinflamasi seperti IL-4, -10, dan -13. Pembentukan sitokin proinflamasi dan anti inflamasi

    diatur melalui mekanisme umpan balik yang kompleks. Sitokin proinflamasi terutama berperan

    menghasilkan sistem imun untuk melawan kuman penyebab. Namun demikian, pembentukan

    sitokin proinflamasi yang berlebihan dapat membahayakan dan dapat menyebabkan syok,

    kegagalan multi organ serta kematian. Sebaliknya, sitokin anti inflamasi berperan penting untuk

    mengatasi proses inflamasi yang berlebihan dan mempertahankan keseimbangan agar fungsi

    organ vital dapat berjalan dengan baik. Sitokin proinflamasi juga dapat mempengaruhi fungsi

    organ secara langsung atau secara tidak langsung melalui mediator sekunder (nitric oxide,

    tromboksan, leukotrien, platelet activating factor (PAF), prostaglandin), dan komplemen.

    Kerusakan utama akibat aktivasi makrofag terjadi pada endotel dan selanjutnya akan

    menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan mikrotrombi sehingga menyebabkan

    kerusakan organ. Aktivasi endotel akan meningkatkan jumlah reseptor trombin pada permukaan

    sel untuk melokalisasi koagulasi pada tempat yang mengalami cedera. Cedera pada endotel ini

    juga berkaitan dengan gangguan fibrinolisis. Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor

    pada permukaan sel untuk sintesis dan ekspresi molekul antitrombik. Selain itu, inflamasi pada

    sel endotel akan menyebabkan vasodilatasi pada otot polos pembuluh darah.3

    Aktivasi inflamasi dan koagulasi

    Pada sepsis terlihat hubungan erat antara inflamasi dan koagulasi. Mediator inflamasi

    menyebabkan ekspresi faktor jaringan (TF). Ekspresi TF secara langsung akan mengaktivasi

    jalur koagulasi ekstrinsik dan melalui lengkung umpan balik secara tidak langsung juga akan

    mengaktifkan jalur instrinsik. Kaitan antara jalur ekstrinsik dan intrinsik adalah melalui faktor

    VIIa dan faktor IXa. Hasil akhir aktivasi kedua jalur tersebut saling berkaitan dan sama;

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    25/47

    25

    protrombin diubah menjadi trombin dan fibrinogen diubah menjadi fibrin. Kolagen dan kalikrein

    juga mengaktivasi jalur intrinsik.Trombin mempunyai pengaruh yang beragam terhadap

    inflamasi dan membantu mempertahankan keseimbangan antara koagulasi dan fibrinolisis.

    Trombin memiliki efek proinflamasi pada sel endotel, makrofag dan monosit untuk

    menyebabkan pelepasan TF, faktor pengaktivasi trombosit dan TNF-. Selain itu, trombin

    merangsang chemoattractantbagi neutrofil dan monosit untuk memfasilitasi kemotaksis serta

    merangsang degranulasi sel mast yang melepaskan bioamin untuk meningkatkan permeabilitas

    pembuluh darah dan menyebabkan kebocoran kapiler.33 Pada sepsis, aktivasi kaskade koagulasi

    umumnya diawali pada jalur ekstrinsik yang terjadi akibat ekspresi TF yang meningkat akibat

    rangsangan dari mediator inflamasi. Selain itu, secara tidak langsung TF juga akan megaktifkan

    jalur intrinsik melalui lengkung jalur umpan balik. Terdapat kaitan antara jalur ekstrinsik dan

    intrinsik dan hasil akhir aktivasi kedua jalur tersebut adalah pembentukan fibrin.3,6,7

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    26/47

    26

    Gangguan fibrinolisis

    Fibrinolisis adalah respon homeostasis tubuh terhadap aktivasi sistem koagulasi.

    Penghancuran fibrin penting bagi angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru),

    rekanalisasi pembuluh darah, dan penyembuhan luka.3,5,6

    Aktivator fibrinolisis [tissue-type plasminogen activator (t-PA) dan urokinase-type

    plasminogen activator (u-PA)] akan dilepaskan dari endotel untuk merubah plasminogen

    menjadi plasmin. Jika plasmin terbentuk, akan terjadi proteolisis fibrin.33,37,38 Tubuh juga

    memiliki inhibitor fibrinolisis alamiah yaitu plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) dan

    trombin-activatable fibrinolysis inhibitor (TAFI). Aktivator dan inhibitor diperlukan untuk

    mempertahankan keseimbangan.3,5,6

    Sepsis mengganggu respons fibrinolisis normal dan menyebabkan tubuh tidak mampu

    menghancurkan mikrotrombi. TNF- menyebabkan supresi fibrinolisis akibat tingginya kadar

    PAI-1 dan menghambat penghancuran fibrin.33,35,39,40 Hasil pemecahan fibrin dikenal sebagai

    fibrin degradation product (FDP) yang mencakup D-dimer, dan sering diperiksa pada tes

    koagulasi klinis. Mediator proinflamasi (TNF- dan IL-6) bekerja secara sinergis meningkatkan

    kadar fibrin, sehingga menyebabkan trombosis pada pembuluh darah kecil hingga sedang dan

    selanjutnya menyebabkan disfungsi multi organ. Secara klinis, disfungsi organ dapat

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    27/47

    27

    bermanifestasi sebagai gangguan napas, hipotensi, gagal ginjal dan pada kasus yang berat dapat

    menyebabkan kematian.33 Pada sepsis, saat aktivasi koagulasi maksimal, sistem fibrinolisis akan

    tertekan. Respon akut sistem fibrinolisis adalah pelepasan aktivator plasminogen khususnya t-PA

    dan u-PA dari tempat penyimpanannya dalam endotel. Namun, aktivasi plasminogen ini

    dihambat oleh peningkatan PAI-1 sehingga pembersihan fibrin menjadi tidak adekuat, dan

    mengakibatkan pembentukan trombus dalam mikrovaskular.3,5,6

    Disseminated intravascular coagulation (DIC) atau Pembekuan intravaskular

    menyeluruh (PIM) merupakan komplikasi tersering pada sepsis. Konsumsi faktor pembekuan

    dan trombosit akan menginduksi komplikasi perdarahan berat. PIM secara bersamaan akan

    menyebabkan trombosis mikrovaskular dan perdarahan. Pada pasien PIM, kadar PAI-1 yang

    tinggi dihubungkan dengan prognosis buruk.3

    Efek kumulatif kaskade sepsis menyebabkan ketidakseimbangan mekanisme inflamasi

    dan homeostasis. Inflamasi yang lebih dominan terhadap anti inflamasi dan koagulasi yang lebih

    dominan terhadap fibrinolisis, memudahkan terjadinya trombosis mikrovaskular, hipoperfusi,

    iskemia dan kerusakan jaringan. Sepsis berat, syok septik, dapat menyebabkan kegagalan multi

    organ, dan berakhir dengan kematian. Patofisiologi sepsis terdiri dari aktivasi inflamasi, aktivasi

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    28/47

    28

    koagulasi, dan gangguan fibrinolisis. Hal ini mengganggu homeostasis antara mekanisme

    prokoagulasi dan antikoagulasi.3

    DIAGNOSIS

    Berbagai penelitian dan pengalaman para ahli telah digunakan untuk menyusun kriteria sepsis

    neonatorum baik berdasarkan anamnesis (termasuk adanya faktor risiko ibu dan neonatus

    terhadap sepsis), gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Kriteria sepsis berbeda antara satu

    tempat dengan tempat lainnya.3

    a. Faktor RisikoTerjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu, bayi dan lain-lain.

    2,3,7

    Faktor risiko ibu:

    1. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam,

    kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian

    sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.

    2. Infeksi dan demam (>38C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis, infeksi saluran

    kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli,

    dan komplikasi obstetrik lainnya.

    3. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.

    4. Kehamilan multipel.

    5. Persalinan dan kehamilan kurang bulan.

    6. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu.

    Faktor risiko pada bayi:

    1. Prematuritas dan berat lahir rendah.

    2. Dirawat di Rumah Sakit.

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    29/47

    29

    3. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang mengalami fetal distress dan

    trauma pada proses persalinan.

    4. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter, infus,

    pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal.

    5. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun, atau

    asplenia.

    6. Asfiksia neonatorum.

    7. Cacat bawaan.

    8. Tanpa rawat gabung.

    9. Tidak diberi ASI.

    10.Pemberian nutrisi parenteral

    11.Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang terlalu lama.

    12.Perawatan di bangsal bayi baru lahir yang overcrowded.

    13. Buruknya kebersihan di NICU.

    Faktor risiko lain:

    Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi pada bayi

    laki-laki daripada perempuan, pada bayi kulit hitam daripada kulit putih, pada bayi dengan status

    ekonomi rendah, dan sering terjadi akibat prosedur cuci tangan yang tidak benar pada tenaga

    kesehatan maupun anggota keluarga pasien, serta buruknya kebersihan di NICU.

    Divisi Perinatologi FKUI/RSCM mencoba melakukan pendekatan diagnosis dengan

    menggunakan faktor risiko dan mengelompokkan faktor risiko tersebut dalam risiko mayor dan

    risiko minor. Bila terdapat satu faktor risiko mayor dan dua faktor risiko minor maka pendekatan

    diagnosis dilakukan secara aktif dengan melakukan pemeriksaan penunjang (septic work-up)

    sesegera mungkin.3,8

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    30/47

    30

    b.Gambaran KlinisGambaran klinis sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik. Gejala sepsis

    klasik yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan dalam

    menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang terlihat

    sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respontubuh terhadap masuknya

    kuman.3

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    31/47

    31

    Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia dan memerlukan

    resusitasi karena nilai Apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan tampak gambaran

    klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia.

    Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat

    kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang

    terdengarhigh pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan kardiovaskular

    (hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan

    hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi (perdarahan, ikterus, muntah, diare,

    distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea,

    apnea, merintih dan retraksi).3,9

    Selain itu, menurut Buku Pedoman Integrated Management of Childhood Illnesses tahun

    2000 mengemukakan bahwa kriteria klinis Sepsis Neonatorum Berat bila ditemukan satu atau

    lebih dari gejala-gejala berikut ini:

    Laju napas > 60 kali per menit

    Retraksi dada yang dalam

    Cuping hidung kembang kempis

    Merintih

    Ubun ubun besar membonjol

    Kejang

    Keluar pus dari telinga

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    32/47

    32

    Kemerahan di sekitar umbilikus yang melebar ke kulit

    Suhu >37,7C (atau akral teraba hangat) atau < 35,5C (atau akral teraba dingin)

    Letargi atau tidak sadar

    Penurunan aktivitas /gerakan

    Tidak dapat minum

    Tidak dapat melekat pada payudara ibu

    Tidak mau menetek.

    Beberapa rumah sakit di Indonesia mengacu pada buku Panduan Manajemen Masalah

    Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat dan Bidan di Rumah Sakit tahun 2003 untuk menentukan

    kriteria sepsis neonatorum. Pada buku ini gambaran klinis pada sepsis dibagi menjadi dua

    kategori. Penegakan diagnosis ditentukan berdasarkan usia pasien dan gambaran klinis sesuai

    dengan kategori tersebut.2,3,7

    Neonatus diduga mengalami sepsis (tersangka sepsis) bila ditemukan tanda-tanda dan

    gejala yang akan dijelaskan sebagai berikut:2,3

    a. Untuk bayi berumur sampai dengan tiga hari

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    33/47

    33

    1. Bila ada riwayat ibu dengan infeksi intrauterin, demam yang dicurigai sebagai infeksi

    berat atau KPD (ketuban pecah dini);

    2. Bila bayi mempunyai dua tanda atau lebih pada Kategori A (tabel 6), atau tiga tanda atau

    lebih pada Kategori B

    3. Bila bayi mempunyai satu tanda pada Kategori A dan satu tanda pada Kategori B, atau

    dua tanda pada Kategori B

    4. Bila selama pengamatan terdapat tambahan tanda sepsis, kapan saja timbulnya

    5. Bila selama pengamatan tidak terdapat tambahan tanda sepsis, tetapi tanda awalnya tidak

    membaik, lanjutkan pengamatan selama 12 jam lagi.

    b. Bayi berumur lebih dari tiga hari

    1. Bila bayi mempunyai dua tanda atau lebih pada Kategori A atau tiga tanda atau lebih pada

    Kategori B;

    2. Bila bayi mempunyai satu tanda pada Kategori A dan satu tanda pada Kategori B, atau

    dua tanda pada Kategori B.

    Namun demikian, seringkali gambaran klinis sepsis pada neonatus tidak menunjukkan gejala

    yang khas. Dibawah ini merupakan gambaran klinis sepsis neonatorum yang tidak spesifik yang

    dikemukakan oleh Vergnano S et al.

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    34/47

    34

    C.Pemeriksaan Penunjang

    1.Pemeriksaan Kuman

    Kultur

    Sampai saat ini pemeriksaan biakan (kultur) darah merupakan baku emas dalam

    menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil biakan baru

    akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Hasil kultur perlu dipertimbangkan secara hati-

    hati apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan dari jenis kuman yang biasa ditemukan di

    masing-masing klinik. Kultur darah dapat dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum awitan

    dini maupun lanjut.2,3

    Kultur urin dilakukan pada anak yang lebih besar. Pemeriksaan ini untuk mengetahui ada

    atau tidaknya infeksi di saluran kemih. Kultur urin lebih baik dilakukan pada kasus sepsis

    neonatorum awitan lambat. Spesimen urin diambil melalui kateterisasi steril atau aspirasi

    suprapubik kandung kemih.2,3

    Kultur lainnya seperti kultur permukaan kulit, endotrakea dan cairan lambung

    menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang kurang baik

    Pewarnaan Gram

    Selain biakan kuman, pewarnaan Gram merupakan teknik tertua dan sampai saat ini masih

    sering dipakai di laboratorium dalam melakukan identifikasi kuman. Pemeriksaan dengan

    pewarnaan Gram ini dilakukan untuk membedakan apakah bakteri penyebab termasuk golongan

    bakteri Gram positif atau Gram negatif. Walaupun dilaporkan terdapat kesalahan pembacaan

    pada 0,7% kasus, pemeriksaan untuk identifikasi awal kuman ini dapat dilaksanakan pada rumah

    sakit dengan fasilitas laboratorium terbatas dan bermanfaat dalam menentukan penggunaan

    antibiotic pada awal pengobatan sebelum didapatkan hasil pemeriksaan kultur bakteri.3

    2. Pemeriksaan Hematologi

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    35/47

    35

    Beberapa parameter hematologi yang banyak dipakai untuk menunjang diagnosis sepsis

    neonatorum adalah sebagai berikut:2,3

    Hitung trombosit.

    Pada bayi baru lahir jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/L jarang ditemukan

    pada 10 hari pertama kehidupannya. Pada penderita sepsis neonatorum dapat terjadi

    trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.000/L), MPV (mean platelet volume) dan

    PDW (platelet distribution width) meningkat secara signifikan pada 2-3 hari pertama kehidupan.

    Hitung leukosit dan hitung jenis leukosit.

    Pada sepsis neonatorum jumlah leukosit dapat meningkat atau menurun, walaupun

    jumlah leukosit yang normal juga dapat ditemukan pada 50% kasus sepsis dengan kultur bakteri

    positif. Pemeriksaan ini tidak spesifik. Bayi yang tidak terinfeksi pun dapat memberikan hasil

    yang abnormal, bila berkaitan dengan stress saat proses persalinan. Jumlah total neutrofil (sel-sel

    PMN dan bentuk imatur) lebih sensitif dibandingkan dengan jumlah total leukosit (basofil,

    eosinofil, batang, PMN, limfosit dan monosit). Jumlah neutrofil abnormal yang terjadi pada saat

    mulainya onset ditemukan pada 2/3 bayi. Walaupun begitu, jumlah neutrofil tidak dapat

    memberikan konfirmasi yang adekuat untuk diagnosis sepsis. Neutropenia juga ditemukan pada

    bayi yang lahir dari ibu penderita hipertensi, asfiksia perinatal berat, dan perdarahan

    periventrikular serta intraventrikular.

    Rasio neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T).

    Pemeriksaan ini sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis neonatorum. Semua

    bentuk neutrofil imatur dihitung, dan rasio maksimum yang dapat diterima untuk menyingkirkan

    diagnosis sepsis pada 24 jam pertama kehidupan adalah 0,16. Pada kebanyakan neonatus, rasio

    turun menjadi 0,12 pada 60 jam pertama kehidupan. Sensitivitas rasio I/T berkisar antara 60-

    90%, dan dapat ditemukan kenaikan rasio yang disertai perubahan fisiologis lainnya; oleh karena

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    36/47

    36

    itu, rasio I/T ini dikombinasikan dengan gejala-gejala lainnya agar diagnosis sepsis neonatorum

    dapat ditegakkan. Pemeriksaan hematologi sebaiknya dilakukan serial agar dapat dilihat

    perubahan yang terjadi selama proses infeksi, seperti trombositopenia, neutropenia, atau

    peningkatan rasio I/T. Pemeriksaan secara serial ini berguna untuk mengetahui sindrom sepsis

    yang berasal dari kelainan nonspesifik karena stress pada saat proses persalinan.

    Pemeriksaan kadar D-dimer.

    D-dimer merupakan hasil pemecahan cross-linked fibrin oleh plasmin. Oleh karena itu,

    D-dimer dipakai sebagai petanda aktivasi sistem koagulasi dan sistem fibrinolisis.63 Pada sepsis,

    kadar D-dimer meningkat tetapi pemeriksaan ini tidak spesifik untuk sepsis karena

    peningkatannya juga dijumpai pada DIC oleh penyebab lain seperti trombosis, keganasan dan

    terapi trombolitik. Pemeriksaan kadar D-dimer dapat dikerjakan dengan berbagai metode antara

    lain, aglutinasi lateks, enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan whole blood

    agglutination (WBA).

    Berbagai petanda sepsis banyak dilaporkan di kepustakaan dengan spesifisitas dan

    sensitivitas yang berbeda-beda. Ng et al melakukan studi kepustakaan berbagai petanda sepsis

    tersebut dan mengemukakan sejumlah petanda infeksi yang sering dipakai sebagai penunjang

    diagnosis sepsis pada neonatus dan bayi prematur.

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    37/47

    37

    3. PemeriksaanC-reactive protein

    (CRP)C-reactive protein (CRP) merupakan protein yang disintesis di hepatosit dan muncul pada fase

    akut bila terdapat kerusakan jaringan. Protein ini diregulasi oleh IL-6 dan IL-8 yang dapat mengaktifkan

    komplemen. Sintesis ekstrahepatik terjadi di neuron, plak aterosklerotik, monosit dan limfosit. CRP

    meningkat pada 50-90% bayi yang menderita infeksi bakteri sistemik. Sekresi CRP dimulai 4-6 jam

    setelah stimulasi dan mencapai puncak dalam waktu 36-48 jam dan terus meningkat sampai proses

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    38/47

    38

    inflamasinya teratasi. Cut-off yang biasa dipakai adalah 10 mg/L. Pemeriksaan kadar CRP tidak

    direkomendasikan sebagai indikator tunggal pada diagnosis sepsis neonatorum, tetapi dapat digunakan

    sebagai bagian dari septic work-up atau sebagai suatu pemeriksaan serial selama proses infeksi untuk

    mengetahui respon antibiotik, lama pengobatan, dan/atau relapsnya infeksi. Faktor yang dapat

    mempengaruhi kadar CRP adalah cara melahirkan, umur kehamilan, jenis organisme penyebab sepsis,

    granulositopenia, pembedahan, imunisasi dan infeksi virus berat (seperti HSV, rotavirus, adenovirus,

    influenza).3

    Alur pemeriksaan CRP serta indikasi pemberian antibiotik pada sepsis awitan dini dan

    sepsis awitan lambat dapat dilihat pada berikut ini.

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    39/47

    39

    4. Pemeriksaan Biomolekuler/Polymerase Chain Reaction(PCR)Akhir-akhir ini di beberapa negara maju, pemeriksaan biomolekular berupa Polymerase

    Chain Reaction (PCR) dikerjakan guna menentukan diagnosis dini pasien sepsis. Dibandingkan

    dengan biakan darah, pemeriksaan ini dilaporkan mampu lebih cepat memberikan informasi jenis

    kuman. Di beberapa kota besar Inggris, pemeriksaan cara ini telah dilakukan pada semua fasilitas

    laboratorium guna mendeteksi dini kuman tertentu antara lainN.meningitidis dan S.pneumoniae.

    Selain bermanfaat untuk deteksi dini, PCR juga dapat digunakan untuk menentukan prognosis

    pasien sepsis neonatorum.3

    5. Pencitraan Pemeriksaan radiografi toraks dapat menunjukkan beberapa gambaran, misalnya:

    2,3

    o Menunjukkan infiltrat segmental atau lobular, yang biasanya difus, pola

    retikulogranular, hampir serupa dengan gambaran pada RDS (Respiratory

    Distress Syndrome).

    o Efusi pleura juga dapat ditemukan dengan pemeriksaan ini.

    o Pneumonia. Penting dilakukan pemeriksaan radiologi toraks karena ditemukan

    pada sebagian besar bayi, meninggal akibat sepsis awitan dini yang telah terbukti

    dengan kultur.

    Pemeriksaan CT Scan diperlukan pada kasus meningitis neonatal kompleks untuk melihat

    hidrosefalus obstruktif, lokasi obstruksi dan melihat infark ataupun abses.

    USG kepala pada neonatus dengan meningitis dapat menunjukkan ventrikulitis, kelainan

    ekogenesitas parenkim, cairan ekstraselular dan perubahan kronis. Secara serial, USG kepala

    dapat menunjukkan progresivitas komplikasi.

    Saat ini, upaya penegakan diagnosis sepsis mengalami beberapa perkembangan. Pada tahun

    2004, The International Sepsis Forum mengajukan usulan kriteria diagnosis sepsis pada neonatus

    berdasarkan perubahan klinis sesuai dengan perjalanan infeksi. Gambaran klinis sepsis

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    40/47

    40

    neonatorum dikelompokkan menjadi 4 variabel, yaitu variabel klinik, variabel hemodinamik,

    variabel perfusi jaringan, dan variabel inflamasi.3

    Penatalaksanaan

    Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana sepsis neonatorum,

    sedangkan penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu dan mempunyai kendala tersendiri.

    Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan

    pengobatan akan berakibat peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan

    hal tersebut, penggunaan antibiotik secara empiris dapat dilakukan dengan memperhatikan pola

    kuman penyebab yang tersering ditemukan di klinik tersebut. Antibiotik tersebut segera diganti

    apabila sensitivitas kuman diketahui. Selain itu, beberapa terapi suportif (adjuvant) juga sudah

    mulai dilakukan walaupun beberapa dari terapi tersebut belum terbukti menguntungkan. Terapi

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    41/47

    41

    suportif meliputi transfusi granulosit, intravenous immune globulin (IVIG) replacement,

    transfusi tukar (exchange transfusion) dan penggunaan sitokin rekombinan.2,3,10

    a. Pemberian Antibiotik

    Pada kasus tersangka sepsis, terapi antibiotik empirik harus segera dimulai tanpa

    menunggu hasil kultur darah. Setelah diberikan terapi empirik, pilihan antibiotik harus dievaluasi

    ulang dan disesuaikan dengan hasil kultur dan uji resistensi. Bila hasil kultur tidak menunjukkan

    pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari dan bayi secara klinis baik, pemberian antibiotik harus

    dihentikan. Antibiotik awal yang diberikan ampisilin dan gentamisin. Bila organisme tidak dapat

    ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti ampisilin dan beri

    cefotaxime, sedangkan gentamisin tetap dilanjutkan. Pada sepsis nosokomial, pemberian

    antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat. Jika disertai dengan meningitis, terapi

    antibiotik diberikan dengan dosis meningitis selama 14 hari untuk kuman gram positif dan 21

    hari untuk kuman gram negatif. Lanjutan terapi dilakukan berdasarkan hasil kultur dan

    sensitivitas, gejala klinis, dan pemeriksaan laboratorium serial.2,7

    Antibiotik Cara PemberianDosis dalam mg

    Hari 1-7 Hari 8+

    Ampisilin IV, IM 50 mg/kg setiap 12

    jam

    50 mg/kg setiap 8

    jam

    Ampisilin

    (meningitis)

    IV 100 mg/kg setiap 12

    jam

    100 mg/kg setiap 8

    jam

    Cefotaxime IV 50 mg/kg setiap 8

    jam

    50 mg/kg setiap 6

    jam

    Cefotaxime

    (meningitis)

    IV 50 mg/kg setiap 6

    jam

    50 mg/kg setiap 6

    jam

    Gentamisin IV, IM < 2 kg : 3 mg/kg

    sekali sehari

    > 2 kg : 5 mg/kg

    sekali sehari

    7,5 mg/kg setiap 12

    jam

    7,5 mg/kg setiap 12

    jam

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    42/47

    42

    b. Terapi suportif(adjuvant)

    Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ atau lebih yang

    disebut disfungsi multi organ, seperti gangguan fungsi respirasi, gangguan kardiovaskular

    dengan manifestasi syok septik, gangguan hematologik seperti koagulasi intravaskular

    diseminata (KID), dan/atau supresi sistem imun. Pada keadaan tersebut dibutuhkan terapi

    suportif seperti pemberian oksigen, pemberian inotropik, dan pemberian komponen darah. Terapi

    suportif ini dalam kepustakaan disebut terapi adjuvant dan beberapa terapi yang dilaporkan di

    kepustakaan antara lain pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG), pemberian transfusi dan

    komponen darah, granulocyte-macrophage colony stimulating factor (G-CSF dan GM-CSF),

    inhibitor reseptor IL-1, transfusi tukar (TT) dan lain-lain termasuk dukungan nutrisi.3

    Sistem granulopoetik pada bayi baru lahir khususnya bayi kurang bulan masih belum

    berkembang dengan baik. Neutropenia sering ditemukan pada pasien sepsis neonatal dan

    keadaan ini terutama terjadi karena defisiensi G-CSF dan GM-CSF. Padahal neonatus yang

    menderita sepsis dengan neutropenia memiliki angka mortalitas lebih tinggi dibandingkan yang

    tidak mengalami neutropenia. G-CSF merupakan regulator fisiologis terhadap produksi dan

    fungsi neutrofil. Fungsinya adalah untuk menstimulasi proliferasi prekursor neutrofil dan

    meningkatkan aktivitas kemotaksis, fagositosis, memproduksi superoksida dan bakterisida.

    Berdasarkan fungsi tersebut, G-CSF digunakan sebagai terapi adjuvant pada sepsis

    neonatorum.Pemberian G-CSF secara langsung akan memperbanyak neutrofil di dalam sirkulasi

    karena pembentukan dan pelepasan neutrofil dari sumsum tulang meningkat.3

    Pemberian IVIG terbukti memiliki keuntungan untuk mencegah kematian dan kerusakan otak

    bila diberikan pada sepsis neonatorum awitan dini. Dosis yang dianjurkan adalah 500-

    750mg/kgBB IVIG dosis tunggal.Pemberian IVIG terbukti aman dan dapat menurunkan angka

    kematian sampai 45%.3

    Transfusi tukar adalah prosedur untuk menukarkan sel darah merah dan plasma resipiendengan sel darah merah dan plasma donor. Tujuan TT pada sepsis adalah untuk memutuskan

    rantai reaksi inflamasi sepsis dan memperbaiki keadaan umum pasien. Dikatakan demikian

    karena berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah ada telah menunjukkan kesimpulan bahwa

    TT dapat meningkatkan kadar IgG, IgA dan IgM dalam waktu 12-24 jam; meningkatkan fungsi

    granulosit; meningkatkan aktivitas opsonisasi antibodi dan fungsinya serta jumlah neutrofil;

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    43/47

    43

    mengeluarkan endotoksin dan mediator inflamasi; meningkatkan oxygen-carrying capacity

    darah; memperbaiki perfusi jaringan; meningkatkan konsentrasi oksihemoglobin di otak; serta

    memperbaiki perfusi perifer dan distres pernapasan. Darah yang digunakan untuk TT adalah

    darah lengkap. Volume darah yang diperlukan untuk tindakan TT adalah 80-85 ml/kgBB untuk

    bayi cukup bulan atau 100 ml/kgBB untuk bayi prematur dan ditambah lagi 75-100 ml untuk

    priming the tubing.3

    Tujuan terapi suportif untuk menormalkan temperatur, menstabilkan status

    kardiopulmonal, mengkoreksi hipoglikemia, dan mencegah perdarahan. Neonatus sepsis

    sebaiknya dirawat dalam lingkungan dengan suhu normal. Jika hipotermi, temperatur sebaiknya

    ditingkatkan dengan pemanas. Pasang jalur IV. Jika perfusi jelek yang ditunjukkan dengan

    CRT> 3 detik, normal salin bolus sebaiknya diberikan segera. Bolus dekstrose dapat membantu

    mengkoreksi hipoglikemia yang seringkali terjadi pada sepsis neonatus. Vitamin K sebaiknya

    diberikan untuk mencegah perdarahan. Oksigen sebaiknya diberikan jika bayi mengalami

    retraksi, merintih, atau sianosis. Bila apneu sebaiknya diberikan stimulasi fisik dan ventilasi

    dengan sungkup. Pemberian nutrisi enteral sebaiknya dihindari jika bayi tampak sangat sakit atau

    mengalami distensi abdomen. Cairan intravena rumatan yang tepat diperlukan. Pada neonatus

    dengan sklerema, transfusi tukar dengan Whole Blood dapat dipertimbangkan. Terapi

    imunoglobulin intravena tidak memiliki peranan pada sepsis neonatal.10

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    44/47

    44

    Sepsis merupakan keadaan stress yang dapat mengakibatkan perubahan metabolik tubuh.

    Pada sepsis terjadi hipermetabolisme, hiperglikemia, resistensi insulin, lipolisis, dan katabolisme

    protein. Pada keadaan sepsis kebutuhan energi meningkat, protein otot dipergunakan untuk

    meningkatkan sintesis protein fase akut oleh hati. Beberapa asam amino yang biasanya non-

    esensial menjadi sangat dibutuhkan, diantaranya glutamin, sistein, arginin dan taurin pada

    neonatus. Pada keadaan sepsis, minimal 50% dari energy expenditure pada bayi sehat harus

    dipenuhi atau dengan kata lain minimal sekitar 60 kal/kg/hari harus diberikan pada bayi sepsis.

    Kebutuhan protein sebesar 2,5-4 g/kg/hari, karbohidrat 8,5-10 g/kg/hari dan lemak 1 g/kg/hari.

    Pemberian nutrisi pada bayi pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu parenteral

    dan enteral. Pada bayi sepsis, dianjurkan untuk tidak memberikan nutrisi enteral pada 24-48 jam

    pertama. Pemberian nutrisi enteral diberikan setelah bayi lebih stabil.3,10

    Komplikasi

    Komplikasi sepsis neonatorum antara lain:2,3

    Meningitis

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    45/47

    45

    Neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/atau

    leukomalasia periventrikular.

    Pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi acute respiratory

    distress syndrome (ARDS).

    Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida, seperti ketulian

    dan/atau toksisitas pada ginjal.

    Komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari gangguan

    perkembangan sampai dengan retardasi mental

    Kematian

    Prognosis

    Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik; tetapi bila tanda dan

    gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan angka kematian.

    Pada meningitis terdapat sekuele pada 15-30% kasus neonatus. Rasio kematian pada sepsis

    neonatorum 24 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dibandingkan bayi cukup bulan. Rasio

    kematian pada sepsis awitan dini adalah 1540 % (pada infeksi SBG pada SAD adalah 2 30

    %) dan pada sepsis awitan lambat adalah 10 20 % (pada infeksi SGB pada SAL kira kira 2

    %).2,3

    Pencegahan

    a. Pada masa antenatal

    Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan

    terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera

    terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat

    pelayanan yang memadai bila diperlukan.2,3,7

    b. Pada saat persalinan

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    46/47

    46

    Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, yang artinya dalam melakukan

    pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi

    seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin

    yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan

    menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.2,7

    c. Sesudah persalinan

    Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI

    secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan

    peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan

    dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit,

    mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang

    setiap bayi.2,7

    Pemantauan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua

    personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit

    menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan

    mikrobiologi dan tes resistensi.2,7

  • 7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One

    47/47

    DAFTAR PUSTAKA

    1.

    Haque KN. Definitions of bloodstream infection in the newborn. Pediatr crit Care med2005; 6 (3) : S45-9.

    2. Tim Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter

    Anak Indonesia. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.

    3. Departemen Kesehatan RI. 2007. Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum. Available in :

    www.buk.depkes.go.id/index.php

    4. Hegar B, Trihono PP, Ifran EB. Update in neonatal infections. Departemen Ilmu

    Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Cetakan Pertama 2005.

    5. Remington, Klein. Bacterial Sepsis and Meningitis. In: Infectious Diseases of the Fetus

    and Newborn, Infant. 4th Edition. W. B. Saunders. 1995. h: 836-90

    6. Gotoff SP.Infections of the neonatal infant. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson

    HB, penyunting. Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia: WB Saunders; 2000.

    h.538-52.

    7. WHO. 2008.Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta : WHO Indonesia.

    8. Pusponegoro TS. Sepsis pada neonatus (Sepsis Neonatal). Sari Pediatri 2000; 2:96-102.

    9. Aminullah A. Masalah Terkini Sepsis Neonatorum. Dalam: Update in neonatal infection.

    Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2005. hlm 17-31.

    10.NNF Teaching Aids:Newborn Care. 2005. Neonatal Sepsis. Available in :

    www.newbornwhocc.org/pdf/.../neonatalsepsi

    http://www.buk.depkes.go.id/index.phphttp://www.buk.depkes.go.id/index.phphttp://www.newbornwhocc.org/pdf/.../neonatalsepsihttp://www.newbornwhocc.org/pdf/.../neonatalsepsihttp://www.newbornwhocc.org/pdf/.../neonatalsepsihttp://www.newbornwhocc.org/pdf/.../neonatalsepsihttp://www.newbornwhocc.org/pdf/.../neonatalsepsihttp://www.newbornwhocc.org/pdf/.../neonatalsepsihttp://www.buk.depkes.go.id/index.php