LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
-
Upload
putra-mahautama -
Category
Documents
-
view
229 -
download
0
Transcript of LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
1/47
1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIENNama Lengkap : An. T
Umur : 11th
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : menyeli desa sukadanap ujud loteng
Status dalam keluarga : Anak ke-3 dari 3 bersaudara.
Masuk RS tanggal : 7 /8/ 2012, pukul 12.00 WITA
Identitas keluarga :
ibu ayah
Nama lasam injid
Umur 40th 41th
Pendidikan SD kelas 5 SD kelas 5
Pekerjaan petani petani
II.ANAMNESIS (tanggal 9/8/ 2012 diberitahu oleh orang tua pasien)
Keluhan Utama: tidak sadar
Riwayat Pengakit Sekarang:
Pasien rujukan dari puskesmas kute dengan observasi kesadaran menurun, suspect
tipoid encephalopati, diagnosa banding encephalitis, pasien dikeluhkan tiba-tiba
pingsan dirumah pada tanggal 7/8/2012, pada hari selasa pagi hari, keluarga pasien
juga tidak mengetahui bahwa pasien mendadak pingsan begitu saja, satu hari sebelum
pingsan, pasien panas dan panas meningkat pada waktu malam hari (menurut ibunya).
Ketika masuk rumah sakit, pasien dalam keadaan gelisah dan muntah 1 kali.
Riwayat Pengakit Dahulu:
Riwayat kejang sebelumnya disangkal, riwayat asma disangkal, riwayat batuk lama
disangkal. Riwayat penyakit lainnya disangkal. Riwayat minum obat sebelumnya
tidak ada.
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
2/47
2
Riwayat Pengakit Keluarga:
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.
Riwayat Keluarga:
Pasien merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara.
Riwayat Pribadi:
1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan:
Ibu pasien mengaku tidak ada gangguan selama mengandung. Ibu pasien tidak
pernah melakukan pemeriksaan kehamilan. Pasien dilahirkan di Rumah, dibantu
oleh dukun, lahir normal dan langsung menangis, cukup bulan. berat badan lahir
3000gr (menurut ibu).
2. Riwayat Nutrisi:
Pasien mendapat ASI sampai usianya 2 tahun, namun ibu pasien tidak ingat sejak
kapan pasien diberikan makanan pendamping ASI.
3. Perkembangan dan kepandaian:
Orang tua pasien menyatakan bahwa perkembangan anaknya sesuai dengan anak
yang seumuran dengan pasien.
4. Vaksinasi:
Ibu pasien tidak mengetahui riwayat vaksinasi anaknya.
III.PEMERIKSAAN FISIK(tanggal 9/8/ 2012, pukul 16.00 WITA) Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : E 2 V 2 M 5
Vital sign :
Nadi : 108 kali/menit, isi dan tegangan kuat, irama teratur
Pernapasan : 28 kali/menit, tidak teratur, tipe abdominotorakal.
Temperature ax : 37,0 C
CRT : > 3 detik
Status Gizi:
sde
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
3/47
3
Status General:
Kepala dan Leher:
1. Bentuk :
normocephali, bulat lonjong, rambut tipis, UUB cembung.
2. Mata :
konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterus (-/-), refleks pupil (+/+), pupil isokor,
ukuran 2 mm/ 2mm, edema palpebra (-/-), cowong (+/+)
3. THT :
Telinga: struktur dan ukuran telinga normal, otorhea -/-, serumen -/-
Hidung : nafas cuping hidung (-), rinorhea(-)
4.
Mulut:
Bibir sianosis (-), bibir kering (+), lidah dan mukosa mulut : sde
5. Leher :
Pembesaran KGB servikal (-), pembesaran KGB supraklavikula (-),
pembesaran KGB aksiler (-). Kaku kuduk : (-).
6. Thorax:
- Inspeksi: retraksi (-), pergerakan dinding dada simetris (+), ictus cordis
tidak tampak.- Palpasi: pergerakan dinding dada simetris, massa (-)
- Perkusi:
o Pulmo: sonor pada kedua lapang paru
o Cor : Batas atas: SIC 2
Batas bawah: SIC 4
Batas kanan: Garis Parasternal kanan
Batas kiri: Garis axilla anterior sinistra
-
Auskultasi:
o Pulmo: vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
o Cor: S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
7. Abdomen:
- Inspeksi : distensi (-), massa (-), sikatriks (-), umbilicus normal.
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
4/47
4
- Auskultasi : BU (+) N
- Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
- Palpasi : nyeri tekan, hepar, lien dan ginjal tidak teraba, massa (-)
8. Anggota Gerak:
Tungkai Atas Tungkai Bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral hangat + + + +
Edema - - - -
Pucat - - - -
Kelainan bentuk - - - -
Pembengkakan
Sendi
- - - -
Pembesaran KGB - - - -
Spastic - - - -
R. patologis sde Sde Babinsky Babinsky -
R. fisiologis sde Sde sde sde
9.
Kulit: turgor kulit normal, anemis (-), ikterus (-), pustule (-), Peteki (-)
10.Urogenital : tidak tampak kelainan.
11.Vertebra : tidak tampak kelainan. Tanda-tanda fraktur tidak ada.
Pemeriksaan Laboratorium (7 agustus 2012)
Darah Lengkap
WBC : 7,2 x 103/ uL N = 4 x 10
311 x 10
3/ uL
RBC : 4,48 x 106
/ uL N = 3,5 x 106
5 x 106
/ uLHGB : 12,1 g/dl N = 12
16 g/dl
HCT : 35,8% N = 37 - 48 %
MCV : 79,8 fL N = 8295 fL
MCH : 27,0 pg N = 2731 pg
MCHC : 33,8 g/dL N = 3237 g/dL
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
5/47
5
PLT : 175 x 103/ uL N = 150 x 10
3400 x 10
3/ uL
Widal (pemeriksaan di Puskesmas tanggal 7 agustus 2012)
Antigen H : (+)
Leukosit : 8600
PLT : 253.000
Hb : 12,0
IV. DIAGNOSIS KERJA-
V. RENCANA AWALPlanning Terapi:
Antibiotik :
-ampisilin inj. 2x 350 mg dan gentamisin inj. 1x 17,5 mg
Terapi supportif :
-menjaga suhu jangan sampai hipotermi
- O2 nasal kanul 2-3 lpm
-Infus RL 35 cc selama lebih dari 5-10 menit jika perfusi jelek. Diulang dengan dosis
yang sama 1-2 kali selama 30-45 menit jika perfusi makin memburuk.
- Maintanance KAEN 1 B 12 tpm
- Transfusi PRC 35 cc untuk mengatasi anemia
- Bolus dextrose 10% 7 cc IV
- Injeksi vit K 1 mg IM untuk mencegah perdarahan
-Injeksi fenobarbital 70 mg IV dalam 5 menit jika kejang. Maintanance fenobarbital1
x 17,5 mg IV.
- Pemberian nutrisi melalui NGT
Planning Diagnostik: Kultur Darah
Pewarnaan Gram
CT scan
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
6/47
6
TINJAUAN PUSTAKA
SEPSIS NEONATORUM
Definisi
Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah atau
jaringan lain. Septikemia adalah penyakit sistemik yang berhubungan dengan adanya dan
bertahannya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah. Bakteremia adalah adanya
bakteri di dalam darah. Viremia adalah adanya virus di dalam darah.Sepsis neonatorum adalah
infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah.
Perjalanan penyakit sepsis dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa
pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari.1
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
7/47
7
Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan
sepsis bayi baru lahir. Menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001),
sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis
berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian.2
Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua
bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis neonatorum
awitan lambat (late-onset neonatal sepsis).2,3
Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode
pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero.
Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah 3,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup dan 15-
50% pasien tersebut meninggal.2,3
Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72 jam) yang
diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses infeksi pasien
semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Angka mortalitas SAL lebih
rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-20%. SAD sering dihubungkan dengan infeksi
intranatal, sedangkan SAL sering dihubungkan dengan infeksi postnatal terutama nosokomial.2,3
Tabel di bawah ini mencoba menggambarkan klasifikasi sepsis berdasarkan awitan dan
sumber infeksi.3
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
8/47
8
Di negara berkembang pembagian SAD dan SAL tidak jelas karena sebagian besar bayi
tidak dilahirkan di rumah sakit. Oleh karena itu, penyebab infeksi tidak dapat diketahui apakah
berasal dari jalan lahir (SAD) atau diperoleh dari lingkungan sekitar (SAL).
Etiologi
Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat menyebabkan
infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Etiologi penyebab sepsis neonatorum
berlainan antar negara dan dari waktu ke waktu. Selain itu, kuman penyebab antara Sepsis
Awitan Dini (SAD) dan Sepsis Awitan Lambat (SAL) pun berbeda. Oleh karena itu,
pemeriksaan pola kuman secara berkala pada masing-masing klinik dan rumah sakit memegang
peranan yang sangat penting.2,3
Di negara maju, kuman tersering yang ditemukan pada kasus Sepsis Awitan Dini (SAD)
adalah Streptokokus Grup B (SGB) [(>40% kasus)], Escherichia coli, Haemophilus influenza,
dan Listeria monocytogenes, sedangkan di negara berkembang termasuk Indonesia,
mikroorganisme penyebabnya adalah batang Gram negatif. Di negara maju, Coagulase-negative
Staphilococci (CoNS) dan Candida albicans merupakan penyebab utama Sepsis Awitan Lambat
(SAL), sedangkan di negara berkembang didominasi oleh mikroorganisme batang Gram negatif(E. coli,Klebsiella, danPseudomonas aeruginosa).
3
Perubahan pola kuman penyebab sepsis dari waktu ke waktu telah diteliti. Di RSCM
telah terjadi 3 kali perubahan pola kuman dalam 30 tahun terakhir. Di Divisi Neonatologi
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada tahun 2003, kuman terbanyak yang
ditemukan berturut-turut adalah Acinetobacter sp, Enterobacter sp, Pseudomonas sp. Data
terakhir bulan Juli 2004-Mei 2005 menunjukkan Acinetobacter calcoacetius paling sering
(35,67%), diikutiEnterobacter sp (7,01%), dan Staphylococcus sp (6,81%).3
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
9/47
9
Pola penyebab sepsis ternyata tidak hanya berbeda antar klinik dan antar waktu, tetapi
terdapat perbedaan pula bila awitan sepsis tersebut berlainan. Dari survei yang dilakukan oleh
NICHD Neonatal Network Surveypada tahun 1998-2000 terhadap 5447 pasien BBLR (BL
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
10/47
10
Faktor Predisposisi
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
11/47
11
Faktor-faktor yang mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir dapat dibagi menjadi tiga
kategori yaitu:4
a. Faktor maternal terdiri dari:
1) Ruptur selaput ketuban yang lama
2) Persalinan prematur
3) Amnionitis klinis
4) Demam maternal
5) Manipulasi berlebihan selama proses persalinan
6) Persalinan yang lama
b. Pengaruh lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang terkena sepsis, tetapi
tidak terbatas pada buruknya praktek cuci tangan dan teknik perawatan, kateter umbilikus
arteri dan vena, selang sentral, berbagai pemasangan kateter selang trakeaeknologi
invasive, dan pemberian susu formula.
c. Faktor penjamu meliputi jenis kelamin laki-laki, bayi prematur, berat badan lahir rendah,
dan kerusakan mekanisme pertahanan dari penjamu.
Beberapa determinan sepsis neonatorum dibedakan berdasarkan host, agent, dan
environment.4
1. Host
Faktor host yang menjadi determinan terjadinya sepsis neonatorum dapat dilihat dari faktor bayi
dan ibu.
a. Faktor Bayi
1. Umur
Penelitian Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq menyebutkan bahwa secara statistik angka kematian
akibat sepsis lebih tinggi secara signifikan pada bayi berumur < 7 hari dibandingkan pada bayi
berumur 7-28 hari (p
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
12/47
12
rancangan penelitian uji diagnostik potong lintang di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, proporsi
penderita sepsis neonatorum berumur 7 hari 22,8%.
2. Jenis Kelamin
Laki-laki empat kali lebih beresiko terkena sepsis dibandingkan perempuan, dan kemungkinan
ini berhubungan dengan kerentanan host berdasarkan jenis kelamin. Dalam penelitian Simbolon
tahun 2008 dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol di RSUD Curup kabupaten
Rejang Lebong Bengkulu menyebutkan bahwa menurut faktor bayi, kejadian sepsis neonatorum
banyak terjadi pada bayi laki-laki (61,2%). Hasil penelitian Patel, dkk (1994) di University of
Mississippi Medical Center (UMMC), proporsi penderita sepsis neonatorum tertinggi pada bayi
laki-laki (54,3%). Penelitian Jumah, dkk (2007) di Basrah Maternity and Children Hospital,
penderita sepsis neonatorum lebih banyak pada bayi laki-laki, diantaranya 56,75% yang hidup
dan 43,25% yang meninggal.
3. Prematuritas
Prematur adalah satu-satunya faktor paling signifikan berkorelasi dengan sepsis. Risiko
meningkat sebanding dengan penurunan berat lahir. Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada
usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Bayi yang lahir prematur mempunyai berat badan lahir
rendah, namun bayi yang mempunyai berat badan lahir rendah belum tentu mengalami kelahiran
prematur. Bayi prematur rentan mengalami infeksi/sept ikemia. Infeksi/septikemia empat kali
beresiko menyebabkan kematian bayi prematur. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih
rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi
pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus
menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan
pertahanan kulit. Incidence rate sepsis neonatorum yang dilaporkan bervariasi, antara 1-8 per
1.000 kelahiran hidup, dengan kejadian terbanyak pada bayi kurang bulan dengan berat badan
lahir rendah.
4. Berat lahir rendah
Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang kurang atau sama dengan 2500 gram saat lahir. Tujuh
persen dari semua kelahiran termasuk kelompok ini. Kebanyakan persoalan terjadi pada bayi
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
13/47
13
yang beratnya kurang dari 1500 gram dengan angka kematian yang tinggi dan membutuhkan
perawatan dan tindakan medik khusus.
5. Status Kembar
Bayi kembar berisiko tinggi untuk infeksi streptococcus grup B dan infeksi lain walaupun
sudah dikendalikan untuk prematuritasnya selain itu bayi lahir dengan status kembar
kemungkinan akan lahir dengan BBLR, sehingga akan berisiko mengalami sepsis karena organ
tubuhnya belum sempurna sehingga sistem imunnya kurang yang menyebabkan mudah terkena
infeksi.Menurut Mochtar, berat badan satu janin kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan dari
janin tunggal. Berat badan masing-masing janin kembar tidak sama, umunya berselisih antara 50
sampai 1000 gram, dan karena pembagian sirkulasi darah tidak sama, maka yang satu kurang
bertumbuh dari yang lainnya. Pengaruh kehamilan kembar pada janin adalah umur kehamilan
tambah singkat dengan bertambahnya jumlah janin dalam kehamilan kembar, sehingga
kemungkinan terjadinya bayi prematur sangat tinggi. Dalam penelitian Stoll, dari 7.861 bayi
dengan berat badan lahir sangat rendah (berat lahir 35
tahun. Ibu hamil dengan umur lebih muda sering mengalami komplikasi kehamilan dengan hasil
kehamilan tidak baik. Pada kelompok umur risiko tua kejadian berat badan lahir rendah jugameningkat. Menurut penelitian Nyoman Nuada di RS Denpasar pada tahun 1999 ditemukan
84% ibu yang melahirkan bayi prematur berusia kurang dari 20 tahun dan usia lebih dari 35
tahun (umur risiko tinggi).
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
14/47
14
Dalam penelitian Suwiyoga tahun 2007 dengan menggunakan rancangan penelitian studi kohort
di Indonesia menemukan bahwa insiden sepsis neonatorum di kelompok umur ibu kurang dari 20
tahun adalah 14,2 %, lebih tinggi dari insidens sepsis di kelompok umur 20 tahun atau lebih.
Usia ibu kurang dari 20 tahun diketahui berhubungan dengan kolonisasi kuman Streptococcus
Grup Beta di jalan lahir.
2. Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan ibu dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan bayi.
Dengan berbekal pendidikan yang cukup, seorang ibu dinilai lebih banyak memperoleh
infromasi yang dibutuhkan. Selain itu, ibu dengan tingkat pendidikan relatif tinggi lebih mudah
menyerap informasi atau himbauan yang diberikan. Dengan demikian mereka dapat memilih
serta menentukan alternatif terbaik dalam melakukan perawatan dan pemeriksaan kehamilan
sehingga dapat melahirkan bayi sehat. Menurut Bachroen, tingkat pendidikan mempunyai
pengaruh besar terhadap derajat kesehatan. Penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa
pendidikan paling berpengaruh adalah pendidikan ibu.
3. Pekerjaan Ibu
Variabel pekerjaan akan mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga. Penelitian Yahya K,
dkk menyebutkan bahwa presentase terbanyak adalah pada golongan berpenghasilan rendah.
Dimana suami bekerja sebagai buruh, kemudian diikuti pedagang kecil, pegawai negeri golongan
I dan II. Sedangkan istrinya (ibu hamil) pada umumnya tidak bekerja. Rendahnya kedudukan
tingkat dan macam pekerjaan ini adalah akibat dari tingkat pendidikan yang juga rendah.
Di Negara berkembang, banyak ibu bekerja keras untuk membantu menopang kehidupan
keluarganya di samping tugas utama mengelola rumah tangga, menyiapkan makanan, mengasuh
dan merawat anak. Salah satu studi menunjukkan bahwa 25% dari rumah tangga sangat
bergantung pada pendapatan kaum perempuan. Jika ibu hamil bekerja terlalu keras dan intake
kalori kurang selama hamil akan lebih mudah melahirkan bayi dengan berat lahir rendah yang
merupakan faktor risiko terjadinya infeksi.
4. Umur Kehamilan
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
15/47
15
Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari pertama haid yang terakhir.
Lama kehamilan dapat dibedakan atas:
Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan 28-36 minggu,
janin dapat hidup tetapi prematur. Berat janin antara 1.000-2.500 gram.
Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah partus pada kehamilan 37-40 minggu,
janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.
Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari
waktu partus cukup bulan.
5. Ketuban pecah dini (KPD)
Ketuban pecah dini (KPD) yaitu bocornya cairan amnion sebelum mulainya persalinan, terjadi
pada kira-kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Paling sering ketuban pecah pada atau mendekati
saat persalinan; persalinan terjadi secara spontan dalam beberapa jam. Bila ketuban pecah dini
dihubungkan dengan kehamilan preterm, ada risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas
perinatal akibat imaturitas janin.
Sepsis neonatorum dini sering dihubungkan dengan KPD karena infeksi dengan KPD saling
mempengaruhi. Infeksi genital bawah dapat mengakibatkan KPD, demikian pula KPD dapat
memudahkan infeksi asendens. Infeksi asendens ini dapat berupa amnionitis dan korionitis,
gabungan keduanya disebut korioamnionitis. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian
sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan
meningkat menjadi 4 kalinya.
Dalam penelitian Suwiyoga, dkk tahun 2007 dengan menggunakan rancangan penelitian studi
kohort di Indonesia menemukan bahwa resiko SAD pada ketuban pecah kurang 12 jam adalah
1,5 kali, sesudah 12-18 jam adalah 7 kali dan pada 18-24 jam adalah 9 kali. Selain itu, KPD
merupakan faktor risiko utama prematuritas yang merupakan penyumbang utama SAD dan
kematian perinatal.
6. Infeksi dan demam (>38C) pada masa peripartum
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
16/47
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
17/47
17
Pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care) yang teratur berfungsi sebagai kontrol untuk
mendeteksi terjadinya tanda-tanda komplikasi kehamilan, sehingga dapat mengantisipasi
kemungkinan bahaya kehamilan dan persalinan. Pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan oleh
ibu semasa hamil, mulai dari trimester pertama sampai saat berlangsungnya persalinan. Tujuan
pemeriksaan kehamilan adalah untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai risiko tinggi
sehingga risiko kematian ibu atau bayi dapat dikurangi.
Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan dapat mengurangi kejadian kelahiran prematur pada bayi
yang sangat rentan terkena sepsis. Selain itu dengan melakukan pemeriksaan selama hamil dapat
dideteksi secara dini penyakit infeksi yang diderita oleh ibu yang nantinya akan mengakibatkan
infeksi pada bayinya. Menurut Ulina (2004) dalam penelitiannya di Kelurahan Tanjung Jati
Kecamatan Binjai, hasil cakupan kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan antenatal yaitu
K1 (81%) dan K4 (66,7%). Dari hasil cakupan tersebut terlihat relatif tinggi drop out antara K1
dan K4 yaitu sebesar 14,3%. Rendahnya pencapaian cakupan K4 ini disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti ibu hamil merasa kurang membutuhkan pelayanan antenatal karena beranggapan
dirinya sehat, pendidikan ibu rendah, kurangnya pengetahuan ibu hamil akan pentingnya
perawatan pada masa kehamilan secara berkala, bagi ibu hamil yang bekerja kurang memiliki
waktu untuk memeriksakan kehamilannya, tingkat pendapatan keluarga sehubungan dengan
kondisi ibu hamil.
2. Agent
Agent/organisme tersering sebagai penyebab penyakit adalah Escherichia coli dan
Streptococcus group B (yang bersama-sama bertanggungjawab atas 50-75% kasus pada
kebanyakan pusat pelayanan kesehatan). Streptococcus termasuk kelompok bakteri yang
heterogen, dan tidak ada satu sistem pun yang mampu untuk mengklasifikasikannya. Ada dua
puluh jenis, termasuk streptococcus pyogenes (group A), streptococcus agalactiae (group B)
dan jenis enterococcus (group D), dapat dicirikan dengan berbagai tampilannya yang bervariasi:
dari karakteristik koloni pertumbuhan, pola hemolisis pada media agar darah (hemolisis ,
hemolisis , atau tanpa hemolisis), komposisi antigen pada substansi dinding sel dan reaksi
biokimia. Selain itu penyebab lain dari sepsis neonatorum adalah Staphylococcus aureus,
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
18/47
18
Klebsiella, Enterobacter sp, Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp,Listeria monocytogenes dan
bakteri anaerob. E. coli dan streptococcus B mungkin bertanggung jawab atas terjadinya sepsis
awitan dini atau lambat, sedangkan S. aureus, Klebsiella, Enterobacter sp, P. aeruginosa dan
Serratila sp, lebih lazim menyebabkan sepsis awitan lambat.
3. Environment
Beberapa faktor lingkungan yang menjadi determinan sepsis neonatorum terutama berasal
dari keadaan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) yaitu jumlah pasien yang terlalu banyak,
kurangnya tempat dan sabun untuk mencuci tangan, kurangnya handuk atau tissue, tempat
penyimpanan sarana kesehatan yang tidak nyaman, buruknya kebersihan, buruknya ventilasi
aliran udara dan fasilitas ruangan isolasi, dapat meningkatkan angka kejadian sepsis neonatorum.
Semua faktor-faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan masih menjadi
masalah sampai saat ini. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab tidak adanya perubahan
pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir ini. Faktor-faktor risiko ini walaupun
tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila
disertai gambaran klinis.
Perjalanan Penyakit/Patogenesis
Infeksi bukan merupakan keadaan yang statis. Adanya patogen di dalam darah
(bakteremia, viremia) dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan dari infeksi (FIRS: Fetal
Inflammatory Response Syndrome/SIRS:Systemic Inflammatory Response Syndrome) ke sepsis,
sepsis berat, syok septik, kegagalan multi organ, dan akhirnya kematian.1,3
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
19/47
19
Berdasarkan International Concensus Conference on Pediatric Sepsis tahun 2002,
definisi sepsis neonatorum ditegakkan bila terdapat SIRS yang dipicu oleh infeksi, baik
tersangka infeksi (suspected) maupun terbukti infeksi (proven).3
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
20/47
20
Patofisiologi
Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena
terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan beberapa
faktor anti infeksi dari cairan amnion. Walapun demikian, kemungkinan kontaminasi dapat
timbul melalui berbagai jalan.Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan
pascanatal. Lintas infeksi perinatal dapat digolongkan sebagai berikut:3,6,7
a. Infeksi Antenatal.
Infeksi antenatal pada umumnya infeksi transplasenta, kuman berasal dari ibu, kemudian
melewati plasenta dan umbilikus dan masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi bayi. Infeksi
bakteri antenatal antara lain oleh Streptococcus Group B. Penyakit lain yang dapat melalui
lintas ini adalah toksoplasmosis, malaria dan sifilis. Pada dugaan infeksi tranplasenta biasanya
selain skrining untuk sifilis, juga dilakukan skrining terhadap TORCH(Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus dan Herpes).
b.
Infeksi Intranatal
Infeksi intranatal pada umumnya merupakan infeksi asendens yaitu infeksi yang berasal dari
vagina dan serviks. Karena ketuban pecah dini maka kuman dari serviks dan vagina menjalar ke
atas menyebabkan korionitis dan amnionitis. Akibat korionitis, maka infeksi menjalar terus
melalui umbilikus dan akhirnya ke bayi. Selain itu korionitis menyebabkan amnionitis dan liquor
amnion yang terinfeksi ini masuk ke traktus respiratorius dan traktus digestivus janin sehingga
menyebabkan infeksi disana.
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
21/47
21
Infeksi lintas jalan lahir ialah infeksi yang terjadi pada janin pada saat melewati jalan
lahir melalui kulit bayi atau tempat masuk lain. Pada umumnya infeksi ini adalah akibat kuman
Gram negatif yaitu bakteri yang menghasilkan warna merah pada pewarnaan Gram dan kandida.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat
bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat
mengkontaminasi bayi selama melahirkan.
Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan
dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga uterus dan bayi
dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian
kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah pecah
lebih dari 18-24 jam.
c.
Infeksi Pascanatal
Infeksi pascanatal pada umumnya akibat infeksi nosokomial yang diperoleh bayi dari
lingkungannya di luar rahim ibu, seperti kontaminasi oleh alat-alat, sarana perawatan dan oleh
yang merawatnya. Kuman penyebabnya terutama bakteri, yang sebagian besar adalah bakteri
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
22/47
22
Gram negatif. Infeksi oleh karena kuman Gram negatif umumnya terjadi pada saat perinatal yaitu
intranatal dan pascanatal.
Bila paparan kuman ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons tubuh
yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan
memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan
penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan
selain pemberian antibiotika, harus memperhatikan pula gangguan fungsi organ yang timbul
akibat beratnya penyakit.3
Respons inflamasi
Sepsis terjadi akibat interaksi yang kompleks antara patogen dengan pejamu. Meskipun
memiliki gejala klinis yang sama, proses molekular dan selular yang memicu respon sepsis
berbeda tergantung dari mikroorganisme penyebab, sedangkan tahapannya sama dan tidak
bergantung pada organisme penyebab.3,5,6
Respon sepsis terhadap bakteri Gram negatif dimulai dengan pelepasan lipopolisakarida
(LPS), yaitu endotoksin dari dinding sel bakteri. Lipopolisakarida merupakan komponen penting
pada membran luar bakteri Gram negatif dan memiliki peranan penting dalam menginduksi
sepsis. Lipopolisakarida mengikat protein spesifik dalam plasma yaitu lipoprotein binding
protein (LPB). Selanjutnya kompleks LPS-LPB ini berikatan dengan CD14, yaitu reseptor pada
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
23/47
23
membran makrofag. CD14 akan mempresentasikan LPS kepada Toll-like receptor 4 (TLR4)
yaitu reseptor untuk transduksi sinyal sehingga terjadi aktivasi makrofag.3,5,6
Bakteri Gram positif dapat menimbulkan sepsis melalui dua mekanisme, yakni (1)
dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen dan (2) dengan melepaskan
fragmen dinding sel yang merangsang sel imun. Superantigen mengaktifkan sejumlah besar sel T
untuk menghasilkan sitokin proinflamasi dalam jumlah yang sangat banyak. Bakteri Gram positif
yang tidak mengeluarkan eksotoksin dapat menginduksi syok dengan merangsang respon imun
non spesifik melalui mekanisme yang sama dengan bakteri Gram negatif.3,5,6
Kedua kelompok organisme diatas, memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan
pelepasan mediator inflamasi sepsis (Gambar 2). Mediator inflamasi primer dilepaskan dari sel-
sel akibat aktivasi makrofag. Pelepasan mediator ini akan mengaktivasi sistem koagulasi dan
komplemen.3,5,6
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
24/47
24
Infeksi akan dilawan oleh tubuh, baik melalui sistem imunitas selular yang meliputi
monosit, makrofag, dan netrofil serta melalui sistem imunitas humoral dengan membentuk
antibodi dan mengaktifkan jalur komplemen. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pengenalan
patogen oleh CD14 dan TLR-2 serta TLR-4 di membran monosit dan makrofag akan memicu
pelepasan sitokin untuk mengaktifkan sistem imunitas selular. Pengaktifan ini menyebabkan sel
T akan berdiferensiasi menjadi sel T helper-1 (Th1) dan sel T helper-2 (Th2). Sel Th1
mensekresikan sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon (IFN- ),
interleukin 1- (IL-1), IL-2, IL-6 dan IL-12 serta menjadi. Sel Th2 mensekresikan sitokin
antiinflamasi seperti IL-4, -10, dan -13. Pembentukan sitokin proinflamasi dan anti inflamasi
diatur melalui mekanisme umpan balik yang kompleks. Sitokin proinflamasi terutama berperan
menghasilkan sistem imun untuk melawan kuman penyebab. Namun demikian, pembentukan
sitokin proinflamasi yang berlebihan dapat membahayakan dan dapat menyebabkan syok,
kegagalan multi organ serta kematian. Sebaliknya, sitokin anti inflamasi berperan penting untuk
mengatasi proses inflamasi yang berlebihan dan mempertahankan keseimbangan agar fungsi
organ vital dapat berjalan dengan baik. Sitokin proinflamasi juga dapat mempengaruhi fungsi
organ secara langsung atau secara tidak langsung melalui mediator sekunder (nitric oxide,
tromboksan, leukotrien, platelet activating factor (PAF), prostaglandin), dan komplemen.
Kerusakan utama akibat aktivasi makrofag terjadi pada endotel dan selanjutnya akan
menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan mikrotrombi sehingga menyebabkan
kerusakan organ. Aktivasi endotel akan meningkatkan jumlah reseptor trombin pada permukaan
sel untuk melokalisasi koagulasi pada tempat yang mengalami cedera. Cedera pada endotel ini
juga berkaitan dengan gangguan fibrinolisis. Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor
pada permukaan sel untuk sintesis dan ekspresi molekul antitrombik. Selain itu, inflamasi pada
sel endotel akan menyebabkan vasodilatasi pada otot polos pembuluh darah.3
Aktivasi inflamasi dan koagulasi
Pada sepsis terlihat hubungan erat antara inflamasi dan koagulasi. Mediator inflamasi
menyebabkan ekspresi faktor jaringan (TF). Ekspresi TF secara langsung akan mengaktivasi
jalur koagulasi ekstrinsik dan melalui lengkung umpan balik secara tidak langsung juga akan
mengaktifkan jalur instrinsik. Kaitan antara jalur ekstrinsik dan intrinsik adalah melalui faktor
VIIa dan faktor IXa. Hasil akhir aktivasi kedua jalur tersebut saling berkaitan dan sama;
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
25/47
25
protrombin diubah menjadi trombin dan fibrinogen diubah menjadi fibrin. Kolagen dan kalikrein
juga mengaktivasi jalur intrinsik.Trombin mempunyai pengaruh yang beragam terhadap
inflamasi dan membantu mempertahankan keseimbangan antara koagulasi dan fibrinolisis.
Trombin memiliki efek proinflamasi pada sel endotel, makrofag dan monosit untuk
menyebabkan pelepasan TF, faktor pengaktivasi trombosit dan TNF-. Selain itu, trombin
merangsang chemoattractantbagi neutrofil dan monosit untuk memfasilitasi kemotaksis serta
merangsang degranulasi sel mast yang melepaskan bioamin untuk meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah dan menyebabkan kebocoran kapiler.33 Pada sepsis, aktivasi kaskade koagulasi
umumnya diawali pada jalur ekstrinsik yang terjadi akibat ekspresi TF yang meningkat akibat
rangsangan dari mediator inflamasi. Selain itu, secara tidak langsung TF juga akan megaktifkan
jalur intrinsik melalui lengkung jalur umpan balik. Terdapat kaitan antara jalur ekstrinsik dan
intrinsik dan hasil akhir aktivasi kedua jalur tersebut adalah pembentukan fibrin.3,6,7
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
26/47
26
Gangguan fibrinolisis
Fibrinolisis adalah respon homeostasis tubuh terhadap aktivasi sistem koagulasi.
Penghancuran fibrin penting bagi angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru),
rekanalisasi pembuluh darah, dan penyembuhan luka.3,5,6
Aktivator fibrinolisis [tissue-type plasminogen activator (t-PA) dan urokinase-type
plasminogen activator (u-PA)] akan dilepaskan dari endotel untuk merubah plasminogen
menjadi plasmin. Jika plasmin terbentuk, akan terjadi proteolisis fibrin.33,37,38 Tubuh juga
memiliki inhibitor fibrinolisis alamiah yaitu plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) dan
trombin-activatable fibrinolysis inhibitor (TAFI). Aktivator dan inhibitor diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan.3,5,6
Sepsis mengganggu respons fibrinolisis normal dan menyebabkan tubuh tidak mampu
menghancurkan mikrotrombi. TNF- menyebabkan supresi fibrinolisis akibat tingginya kadar
PAI-1 dan menghambat penghancuran fibrin.33,35,39,40 Hasil pemecahan fibrin dikenal sebagai
fibrin degradation product (FDP) yang mencakup D-dimer, dan sering diperiksa pada tes
koagulasi klinis. Mediator proinflamasi (TNF- dan IL-6) bekerja secara sinergis meningkatkan
kadar fibrin, sehingga menyebabkan trombosis pada pembuluh darah kecil hingga sedang dan
selanjutnya menyebabkan disfungsi multi organ. Secara klinis, disfungsi organ dapat
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
27/47
27
bermanifestasi sebagai gangguan napas, hipotensi, gagal ginjal dan pada kasus yang berat dapat
menyebabkan kematian.33 Pada sepsis, saat aktivasi koagulasi maksimal, sistem fibrinolisis akan
tertekan. Respon akut sistem fibrinolisis adalah pelepasan aktivator plasminogen khususnya t-PA
dan u-PA dari tempat penyimpanannya dalam endotel. Namun, aktivasi plasminogen ini
dihambat oleh peningkatan PAI-1 sehingga pembersihan fibrin menjadi tidak adekuat, dan
mengakibatkan pembentukan trombus dalam mikrovaskular.3,5,6
Disseminated intravascular coagulation (DIC) atau Pembekuan intravaskular
menyeluruh (PIM) merupakan komplikasi tersering pada sepsis. Konsumsi faktor pembekuan
dan trombosit akan menginduksi komplikasi perdarahan berat. PIM secara bersamaan akan
menyebabkan trombosis mikrovaskular dan perdarahan. Pada pasien PIM, kadar PAI-1 yang
tinggi dihubungkan dengan prognosis buruk.3
Efek kumulatif kaskade sepsis menyebabkan ketidakseimbangan mekanisme inflamasi
dan homeostasis. Inflamasi yang lebih dominan terhadap anti inflamasi dan koagulasi yang lebih
dominan terhadap fibrinolisis, memudahkan terjadinya trombosis mikrovaskular, hipoperfusi,
iskemia dan kerusakan jaringan. Sepsis berat, syok septik, dapat menyebabkan kegagalan multi
organ, dan berakhir dengan kematian. Patofisiologi sepsis terdiri dari aktivasi inflamasi, aktivasi
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
28/47
28
koagulasi, dan gangguan fibrinolisis. Hal ini mengganggu homeostasis antara mekanisme
prokoagulasi dan antikoagulasi.3
DIAGNOSIS
Berbagai penelitian dan pengalaman para ahli telah digunakan untuk menyusun kriteria sepsis
neonatorum baik berdasarkan anamnesis (termasuk adanya faktor risiko ibu dan neonatus
terhadap sepsis), gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Kriteria sepsis berbeda antara satu
tempat dengan tempat lainnya.3
a. Faktor RisikoTerjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu, bayi dan lain-lain.
2,3,7
Faktor risiko ibu:
1. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam,
kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian
sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.
2. Infeksi dan demam (>38C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis, infeksi saluran
kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli,
dan komplikasi obstetrik lainnya.
3. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.
4. Kehamilan multipel.
5. Persalinan dan kehamilan kurang bulan.
6. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu.
Faktor risiko pada bayi:
1. Prematuritas dan berat lahir rendah.
2. Dirawat di Rumah Sakit.
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
29/47
29
3. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang mengalami fetal distress dan
trauma pada proses persalinan.
4. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter, infus,
pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal.
5. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun, atau
asplenia.
6. Asfiksia neonatorum.
7. Cacat bawaan.
8. Tanpa rawat gabung.
9. Tidak diberi ASI.
10.Pemberian nutrisi parenteral
11.Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang terlalu lama.
12.Perawatan di bangsal bayi baru lahir yang overcrowded.
13. Buruknya kebersihan di NICU.
Faktor risiko lain:
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi pada bayi
laki-laki daripada perempuan, pada bayi kulit hitam daripada kulit putih, pada bayi dengan status
ekonomi rendah, dan sering terjadi akibat prosedur cuci tangan yang tidak benar pada tenaga
kesehatan maupun anggota keluarga pasien, serta buruknya kebersihan di NICU.
Divisi Perinatologi FKUI/RSCM mencoba melakukan pendekatan diagnosis dengan
menggunakan faktor risiko dan mengelompokkan faktor risiko tersebut dalam risiko mayor dan
risiko minor. Bila terdapat satu faktor risiko mayor dan dua faktor risiko minor maka pendekatan
diagnosis dilakukan secara aktif dengan melakukan pemeriksaan penunjang (septic work-up)
sesegera mungkin.3,8
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
30/47
30
b.Gambaran KlinisGambaran klinis sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik. Gejala sepsis
klasik yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan dalam
menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang terlihat
sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respontubuh terhadap masuknya
kuman.3
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
31/47
31
Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia dan memerlukan
resusitasi karena nilai Apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan tampak gambaran
klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia.
Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat
kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang
terdengarhigh pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan kardiovaskular
(hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan
hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi (perdarahan, ikterus, muntah, diare,
distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea,
apnea, merintih dan retraksi).3,9
Selain itu, menurut Buku Pedoman Integrated Management of Childhood Illnesses tahun
2000 mengemukakan bahwa kriteria klinis Sepsis Neonatorum Berat bila ditemukan satu atau
lebih dari gejala-gejala berikut ini:
Laju napas > 60 kali per menit
Retraksi dada yang dalam
Cuping hidung kembang kempis
Merintih
Ubun ubun besar membonjol
Kejang
Keluar pus dari telinga
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
32/47
32
Kemerahan di sekitar umbilikus yang melebar ke kulit
Suhu >37,7C (atau akral teraba hangat) atau < 35,5C (atau akral teraba dingin)
Letargi atau tidak sadar
Penurunan aktivitas /gerakan
Tidak dapat minum
Tidak dapat melekat pada payudara ibu
Tidak mau menetek.
Beberapa rumah sakit di Indonesia mengacu pada buku Panduan Manajemen Masalah
Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat dan Bidan di Rumah Sakit tahun 2003 untuk menentukan
kriteria sepsis neonatorum. Pada buku ini gambaran klinis pada sepsis dibagi menjadi dua
kategori. Penegakan diagnosis ditentukan berdasarkan usia pasien dan gambaran klinis sesuai
dengan kategori tersebut.2,3,7
Neonatus diduga mengalami sepsis (tersangka sepsis) bila ditemukan tanda-tanda dan
gejala yang akan dijelaskan sebagai berikut:2,3
a. Untuk bayi berumur sampai dengan tiga hari
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
33/47
33
1. Bila ada riwayat ibu dengan infeksi intrauterin, demam yang dicurigai sebagai infeksi
berat atau KPD (ketuban pecah dini);
2. Bila bayi mempunyai dua tanda atau lebih pada Kategori A (tabel 6), atau tiga tanda atau
lebih pada Kategori B
3. Bila bayi mempunyai satu tanda pada Kategori A dan satu tanda pada Kategori B, atau
dua tanda pada Kategori B
4. Bila selama pengamatan terdapat tambahan tanda sepsis, kapan saja timbulnya
5. Bila selama pengamatan tidak terdapat tambahan tanda sepsis, tetapi tanda awalnya tidak
membaik, lanjutkan pengamatan selama 12 jam lagi.
b. Bayi berumur lebih dari tiga hari
1. Bila bayi mempunyai dua tanda atau lebih pada Kategori A atau tiga tanda atau lebih pada
Kategori B;
2. Bila bayi mempunyai satu tanda pada Kategori A dan satu tanda pada Kategori B, atau
dua tanda pada Kategori B.
Namun demikian, seringkali gambaran klinis sepsis pada neonatus tidak menunjukkan gejala
yang khas. Dibawah ini merupakan gambaran klinis sepsis neonatorum yang tidak spesifik yang
dikemukakan oleh Vergnano S et al.
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
34/47
34
C.Pemeriksaan Penunjang
1.Pemeriksaan Kuman
Kultur
Sampai saat ini pemeriksaan biakan (kultur) darah merupakan baku emas dalam
menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil biakan baru
akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Hasil kultur perlu dipertimbangkan secara hati-
hati apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan dari jenis kuman yang biasa ditemukan di
masing-masing klinik. Kultur darah dapat dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum awitan
dini maupun lanjut.2,3
Kultur urin dilakukan pada anak yang lebih besar. Pemeriksaan ini untuk mengetahui ada
atau tidaknya infeksi di saluran kemih. Kultur urin lebih baik dilakukan pada kasus sepsis
neonatorum awitan lambat. Spesimen urin diambil melalui kateterisasi steril atau aspirasi
suprapubik kandung kemih.2,3
Kultur lainnya seperti kultur permukaan kulit, endotrakea dan cairan lambung
menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang kurang baik
Pewarnaan Gram
Selain biakan kuman, pewarnaan Gram merupakan teknik tertua dan sampai saat ini masih
sering dipakai di laboratorium dalam melakukan identifikasi kuman. Pemeriksaan dengan
pewarnaan Gram ini dilakukan untuk membedakan apakah bakteri penyebab termasuk golongan
bakteri Gram positif atau Gram negatif. Walaupun dilaporkan terdapat kesalahan pembacaan
pada 0,7% kasus, pemeriksaan untuk identifikasi awal kuman ini dapat dilaksanakan pada rumah
sakit dengan fasilitas laboratorium terbatas dan bermanfaat dalam menentukan penggunaan
antibiotic pada awal pengobatan sebelum didapatkan hasil pemeriksaan kultur bakteri.3
2. Pemeriksaan Hematologi
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
35/47
35
Beberapa parameter hematologi yang banyak dipakai untuk menunjang diagnosis sepsis
neonatorum adalah sebagai berikut:2,3
Hitung trombosit.
Pada bayi baru lahir jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/L jarang ditemukan
pada 10 hari pertama kehidupannya. Pada penderita sepsis neonatorum dapat terjadi
trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.000/L), MPV (mean platelet volume) dan
PDW (platelet distribution width) meningkat secara signifikan pada 2-3 hari pertama kehidupan.
Hitung leukosit dan hitung jenis leukosit.
Pada sepsis neonatorum jumlah leukosit dapat meningkat atau menurun, walaupun
jumlah leukosit yang normal juga dapat ditemukan pada 50% kasus sepsis dengan kultur bakteri
positif. Pemeriksaan ini tidak spesifik. Bayi yang tidak terinfeksi pun dapat memberikan hasil
yang abnormal, bila berkaitan dengan stress saat proses persalinan. Jumlah total neutrofil (sel-sel
PMN dan bentuk imatur) lebih sensitif dibandingkan dengan jumlah total leukosit (basofil,
eosinofil, batang, PMN, limfosit dan monosit). Jumlah neutrofil abnormal yang terjadi pada saat
mulainya onset ditemukan pada 2/3 bayi. Walaupun begitu, jumlah neutrofil tidak dapat
memberikan konfirmasi yang adekuat untuk diagnosis sepsis. Neutropenia juga ditemukan pada
bayi yang lahir dari ibu penderita hipertensi, asfiksia perinatal berat, dan perdarahan
periventrikular serta intraventrikular.
Rasio neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T).
Pemeriksaan ini sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis neonatorum. Semua
bentuk neutrofil imatur dihitung, dan rasio maksimum yang dapat diterima untuk menyingkirkan
diagnosis sepsis pada 24 jam pertama kehidupan adalah 0,16. Pada kebanyakan neonatus, rasio
turun menjadi 0,12 pada 60 jam pertama kehidupan. Sensitivitas rasio I/T berkisar antara 60-
90%, dan dapat ditemukan kenaikan rasio yang disertai perubahan fisiologis lainnya; oleh karena
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
36/47
36
itu, rasio I/T ini dikombinasikan dengan gejala-gejala lainnya agar diagnosis sepsis neonatorum
dapat ditegakkan. Pemeriksaan hematologi sebaiknya dilakukan serial agar dapat dilihat
perubahan yang terjadi selama proses infeksi, seperti trombositopenia, neutropenia, atau
peningkatan rasio I/T. Pemeriksaan secara serial ini berguna untuk mengetahui sindrom sepsis
yang berasal dari kelainan nonspesifik karena stress pada saat proses persalinan.
Pemeriksaan kadar D-dimer.
D-dimer merupakan hasil pemecahan cross-linked fibrin oleh plasmin. Oleh karena itu,
D-dimer dipakai sebagai petanda aktivasi sistem koagulasi dan sistem fibrinolisis.63 Pada sepsis,
kadar D-dimer meningkat tetapi pemeriksaan ini tidak spesifik untuk sepsis karena
peningkatannya juga dijumpai pada DIC oleh penyebab lain seperti trombosis, keganasan dan
terapi trombolitik. Pemeriksaan kadar D-dimer dapat dikerjakan dengan berbagai metode antara
lain, aglutinasi lateks, enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan whole blood
agglutination (WBA).
Berbagai petanda sepsis banyak dilaporkan di kepustakaan dengan spesifisitas dan
sensitivitas yang berbeda-beda. Ng et al melakukan studi kepustakaan berbagai petanda sepsis
tersebut dan mengemukakan sejumlah petanda infeksi yang sering dipakai sebagai penunjang
diagnosis sepsis pada neonatus dan bayi prematur.
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
37/47
37
3. PemeriksaanC-reactive protein
(CRP)C-reactive protein (CRP) merupakan protein yang disintesis di hepatosit dan muncul pada fase
akut bila terdapat kerusakan jaringan. Protein ini diregulasi oleh IL-6 dan IL-8 yang dapat mengaktifkan
komplemen. Sintesis ekstrahepatik terjadi di neuron, plak aterosklerotik, monosit dan limfosit. CRP
meningkat pada 50-90% bayi yang menderita infeksi bakteri sistemik. Sekresi CRP dimulai 4-6 jam
setelah stimulasi dan mencapai puncak dalam waktu 36-48 jam dan terus meningkat sampai proses
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
38/47
38
inflamasinya teratasi. Cut-off yang biasa dipakai adalah 10 mg/L. Pemeriksaan kadar CRP tidak
direkomendasikan sebagai indikator tunggal pada diagnosis sepsis neonatorum, tetapi dapat digunakan
sebagai bagian dari septic work-up atau sebagai suatu pemeriksaan serial selama proses infeksi untuk
mengetahui respon antibiotik, lama pengobatan, dan/atau relapsnya infeksi. Faktor yang dapat
mempengaruhi kadar CRP adalah cara melahirkan, umur kehamilan, jenis organisme penyebab sepsis,
granulositopenia, pembedahan, imunisasi dan infeksi virus berat (seperti HSV, rotavirus, adenovirus,
influenza).3
Alur pemeriksaan CRP serta indikasi pemberian antibiotik pada sepsis awitan dini dan
sepsis awitan lambat dapat dilihat pada berikut ini.
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
39/47
39
4. Pemeriksaan Biomolekuler/Polymerase Chain Reaction(PCR)Akhir-akhir ini di beberapa negara maju, pemeriksaan biomolekular berupa Polymerase
Chain Reaction (PCR) dikerjakan guna menentukan diagnosis dini pasien sepsis. Dibandingkan
dengan biakan darah, pemeriksaan ini dilaporkan mampu lebih cepat memberikan informasi jenis
kuman. Di beberapa kota besar Inggris, pemeriksaan cara ini telah dilakukan pada semua fasilitas
laboratorium guna mendeteksi dini kuman tertentu antara lainN.meningitidis dan S.pneumoniae.
Selain bermanfaat untuk deteksi dini, PCR juga dapat digunakan untuk menentukan prognosis
pasien sepsis neonatorum.3
5. Pencitraan Pemeriksaan radiografi toraks dapat menunjukkan beberapa gambaran, misalnya:
2,3
o Menunjukkan infiltrat segmental atau lobular, yang biasanya difus, pola
retikulogranular, hampir serupa dengan gambaran pada RDS (Respiratory
Distress Syndrome).
o Efusi pleura juga dapat ditemukan dengan pemeriksaan ini.
o Pneumonia. Penting dilakukan pemeriksaan radiologi toraks karena ditemukan
pada sebagian besar bayi, meninggal akibat sepsis awitan dini yang telah terbukti
dengan kultur.
Pemeriksaan CT Scan diperlukan pada kasus meningitis neonatal kompleks untuk melihat
hidrosefalus obstruktif, lokasi obstruksi dan melihat infark ataupun abses.
USG kepala pada neonatus dengan meningitis dapat menunjukkan ventrikulitis, kelainan
ekogenesitas parenkim, cairan ekstraselular dan perubahan kronis. Secara serial, USG kepala
dapat menunjukkan progresivitas komplikasi.
Saat ini, upaya penegakan diagnosis sepsis mengalami beberapa perkembangan. Pada tahun
2004, The International Sepsis Forum mengajukan usulan kriteria diagnosis sepsis pada neonatus
berdasarkan perubahan klinis sesuai dengan perjalanan infeksi. Gambaran klinis sepsis
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
40/47
40
neonatorum dikelompokkan menjadi 4 variabel, yaitu variabel klinik, variabel hemodinamik,
variabel perfusi jaringan, dan variabel inflamasi.3
Penatalaksanaan
Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana sepsis neonatorum,
sedangkan penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu dan mempunyai kendala tersendiri.
Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan
pengobatan akan berakibat peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan
hal tersebut, penggunaan antibiotik secara empiris dapat dilakukan dengan memperhatikan pola
kuman penyebab yang tersering ditemukan di klinik tersebut. Antibiotik tersebut segera diganti
apabila sensitivitas kuman diketahui. Selain itu, beberapa terapi suportif (adjuvant) juga sudah
mulai dilakukan walaupun beberapa dari terapi tersebut belum terbukti menguntungkan. Terapi
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
41/47
41
suportif meliputi transfusi granulosit, intravenous immune globulin (IVIG) replacement,
transfusi tukar (exchange transfusion) dan penggunaan sitokin rekombinan.2,3,10
a. Pemberian Antibiotik
Pada kasus tersangka sepsis, terapi antibiotik empirik harus segera dimulai tanpa
menunggu hasil kultur darah. Setelah diberikan terapi empirik, pilihan antibiotik harus dievaluasi
ulang dan disesuaikan dengan hasil kultur dan uji resistensi. Bila hasil kultur tidak menunjukkan
pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari dan bayi secara klinis baik, pemberian antibiotik harus
dihentikan. Antibiotik awal yang diberikan ampisilin dan gentamisin. Bila organisme tidak dapat
ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti ampisilin dan beri
cefotaxime, sedangkan gentamisin tetap dilanjutkan. Pada sepsis nosokomial, pemberian
antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat. Jika disertai dengan meningitis, terapi
antibiotik diberikan dengan dosis meningitis selama 14 hari untuk kuman gram positif dan 21
hari untuk kuman gram negatif. Lanjutan terapi dilakukan berdasarkan hasil kultur dan
sensitivitas, gejala klinis, dan pemeriksaan laboratorium serial.2,7
Antibiotik Cara PemberianDosis dalam mg
Hari 1-7 Hari 8+
Ampisilin IV, IM 50 mg/kg setiap 12
jam
50 mg/kg setiap 8
jam
Ampisilin
(meningitis)
IV 100 mg/kg setiap 12
jam
100 mg/kg setiap 8
jam
Cefotaxime IV 50 mg/kg setiap 8
jam
50 mg/kg setiap 6
jam
Cefotaxime
(meningitis)
IV 50 mg/kg setiap 6
jam
50 mg/kg setiap 6
jam
Gentamisin IV, IM < 2 kg : 3 mg/kg
sekali sehari
> 2 kg : 5 mg/kg
sekali sehari
7,5 mg/kg setiap 12
jam
7,5 mg/kg setiap 12
jam
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
42/47
42
b. Terapi suportif(adjuvant)
Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ atau lebih yang
disebut disfungsi multi organ, seperti gangguan fungsi respirasi, gangguan kardiovaskular
dengan manifestasi syok septik, gangguan hematologik seperti koagulasi intravaskular
diseminata (KID), dan/atau supresi sistem imun. Pada keadaan tersebut dibutuhkan terapi
suportif seperti pemberian oksigen, pemberian inotropik, dan pemberian komponen darah. Terapi
suportif ini dalam kepustakaan disebut terapi adjuvant dan beberapa terapi yang dilaporkan di
kepustakaan antara lain pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG), pemberian transfusi dan
komponen darah, granulocyte-macrophage colony stimulating factor (G-CSF dan GM-CSF),
inhibitor reseptor IL-1, transfusi tukar (TT) dan lain-lain termasuk dukungan nutrisi.3
Sistem granulopoetik pada bayi baru lahir khususnya bayi kurang bulan masih belum
berkembang dengan baik. Neutropenia sering ditemukan pada pasien sepsis neonatal dan
keadaan ini terutama terjadi karena defisiensi G-CSF dan GM-CSF. Padahal neonatus yang
menderita sepsis dengan neutropenia memiliki angka mortalitas lebih tinggi dibandingkan yang
tidak mengalami neutropenia. G-CSF merupakan regulator fisiologis terhadap produksi dan
fungsi neutrofil. Fungsinya adalah untuk menstimulasi proliferasi prekursor neutrofil dan
meningkatkan aktivitas kemotaksis, fagositosis, memproduksi superoksida dan bakterisida.
Berdasarkan fungsi tersebut, G-CSF digunakan sebagai terapi adjuvant pada sepsis
neonatorum.Pemberian G-CSF secara langsung akan memperbanyak neutrofil di dalam sirkulasi
karena pembentukan dan pelepasan neutrofil dari sumsum tulang meningkat.3
Pemberian IVIG terbukti memiliki keuntungan untuk mencegah kematian dan kerusakan otak
bila diberikan pada sepsis neonatorum awitan dini. Dosis yang dianjurkan adalah 500-
750mg/kgBB IVIG dosis tunggal.Pemberian IVIG terbukti aman dan dapat menurunkan angka
kematian sampai 45%.3
Transfusi tukar adalah prosedur untuk menukarkan sel darah merah dan plasma resipiendengan sel darah merah dan plasma donor. Tujuan TT pada sepsis adalah untuk memutuskan
rantai reaksi inflamasi sepsis dan memperbaiki keadaan umum pasien. Dikatakan demikian
karena berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah ada telah menunjukkan kesimpulan bahwa
TT dapat meningkatkan kadar IgG, IgA dan IgM dalam waktu 12-24 jam; meningkatkan fungsi
granulosit; meningkatkan aktivitas opsonisasi antibodi dan fungsinya serta jumlah neutrofil;
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
43/47
43
mengeluarkan endotoksin dan mediator inflamasi; meningkatkan oxygen-carrying capacity
darah; memperbaiki perfusi jaringan; meningkatkan konsentrasi oksihemoglobin di otak; serta
memperbaiki perfusi perifer dan distres pernapasan. Darah yang digunakan untuk TT adalah
darah lengkap. Volume darah yang diperlukan untuk tindakan TT adalah 80-85 ml/kgBB untuk
bayi cukup bulan atau 100 ml/kgBB untuk bayi prematur dan ditambah lagi 75-100 ml untuk
priming the tubing.3
Tujuan terapi suportif untuk menormalkan temperatur, menstabilkan status
kardiopulmonal, mengkoreksi hipoglikemia, dan mencegah perdarahan. Neonatus sepsis
sebaiknya dirawat dalam lingkungan dengan suhu normal. Jika hipotermi, temperatur sebaiknya
ditingkatkan dengan pemanas. Pasang jalur IV. Jika perfusi jelek yang ditunjukkan dengan
CRT> 3 detik, normal salin bolus sebaiknya diberikan segera. Bolus dekstrose dapat membantu
mengkoreksi hipoglikemia yang seringkali terjadi pada sepsis neonatus. Vitamin K sebaiknya
diberikan untuk mencegah perdarahan. Oksigen sebaiknya diberikan jika bayi mengalami
retraksi, merintih, atau sianosis. Bila apneu sebaiknya diberikan stimulasi fisik dan ventilasi
dengan sungkup. Pemberian nutrisi enteral sebaiknya dihindari jika bayi tampak sangat sakit atau
mengalami distensi abdomen. Cairan intravena rumatan yang tepat diperlukan. Pada neonatus
dengan sklerema, transfusi tukar dengan Whole Blood dapat dipertimbangkan. Terapi
imunoglobulin intravena tidak memiliki peranan pada sepsis neonatal.10
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
44/47
44
Sepsis merupakan keadaan stress yang dapat mengakibatkan perubahan metabolik tubuh.
Pada sepsis terjadi hipermetabolisme, hiperglikemia, resistensi insulin, lipolisis, dan katabolisme
protein. Pada keadaan sepsis kebutuhan energi meningkat, protein otot dipergunakan untuk
meningkatkan sintesis protein fase akut oleh hati. Beberapa asam amino yang biasanya non-
esensial menjadi sangat dibutuhkan, diantaranya glutamin, sistein, arginin dan taurin pada
neonatus. Pada keadaan sepsis, minimal 50% dari energy expenditure pada bayi sehat harus
dipenuhi atau dengan kata lain minimal sekitar 60 kal/kg/hari harus diberikan pada bayi sepsis.
Kebutuhan protein sebesar 2,5-4 g/kg/hari, karbohidrat 8,5-10 g/kg/hari dan lemak 1 g/kg/hari.
Pemberian nutrisi pada bayi pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu parenteral
dan enteral. Pada bayi sepsis, dianjurkan untuk tidak memberikan nutrisi enteral pada 24-48 jam
pertama. Pemberian nutrisi enteral diberikan setelah bayi lebih stabil.3,10
Komplikasi
Komplikasi sepsis neonatorum antara lain:2,3
Meningitis
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
45/47
45
Neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/atau
leukomalasia periventrikular.
Pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi acute respiratory
distress syndrome (ARDS).
Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida, seperti ketulian
dan/atau toksisitas pada ginjal.
Komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari gangguan
perkembangan sampai dengan retardasi mental
Kematian
Prognosis
Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik; tetapi bila tanda dan
gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan angka kematian.
Pada meningitis terdapat sekuele pada 15-30% kasus neonatus. Rasio kematian pada sepsis
neonatorum 24 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dibandingkan bayi cukup bulan. Rasio
kematian pada sepsis awitan dini adalah 1540 % (pada infeksi SBG pada SAD adalah 2 30
%) dan pada sepsis awitan lambat adalah 10 20 % (pada infeksi SGB pada SAL kira kira 2
%).2,3
Pencegahan
a. Pada masa antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan
terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera
terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat
pelayanan yang memadai bila diperlukan.2,3,7
b. Pada saat persalinan
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
46/47
46
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, yang artinya dalam melakukan
pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi
seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin
yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan
menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.2,7
c. Sesudah persalinan
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI
secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan
peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan
dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit,
mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang
setiap bayi.2,7
Pemantauan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua
personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit
menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan
mikrobiologi dan tes resistensi.2,7
-
7/30/2019 LAPORAN KASUS Sepsis New All in One
47/47
DAFTAR PUSTAKA
1.
Haque KN. Definitions of bloodstream infection in the newborn. Pediatr crit Care med2005; 6 (3) : S45-9.
2. Tim Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Departemen Kesehatan RI. 2007. Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum. Available in :
www.buk.depkes.go.id/index.php
4. Hegar B, Trihono PP, Ifran EB. Update in neonatal infections. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Cetakan Pertama 2005.
5. Remington, Klein. Bacterial Sepsis and Meningitis. In: Infectious Diseases of the Fetus
and Newborn, Infant. 4th Edition. W. B. Saunders. 1995. h: 836-90
6. Gotoff SP.Infections of the neonatal infant. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, penyunting. Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia: WB Saunders; 2000.
h.538-52.
7. WHO. 2008.Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta : WHO Indonesia.
8. Pusponegoro TS. Sepsis pada neonatus (Sepsis Neonatal). Sari Pediatri 2000; 2:96-102.
9. Aminullah A. Masalah Terkini Sepsis Neonatorum. Dalam: Update in neonatal infection.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2005. hlm 17-31.
10.NNF Teaching Aids:Newborn Care. 2005. Neonatal Sepsis. Available in :
www.newbornwhocc.org/pdf/.../neonatalsepsi
http://www.buk.depkes.go.id/index.phphttp://www.buk.depkes.go.id/index.phphttp://www.newbornwhocc.org/pdf/.../neonatalsepsihttp://www.newbornwhocc.org/pdf/.../neonatalsepsihttp://www.newbornwhocc.org/pdf/.../neonatalsepsihttp://www.newbornwhocc.org/pdf/.../neonatalsepsihttp://www.newbornwhocc.org/pdf/.../neonatalsepsihttp://www.newbornwhocc.org/pdf/.../neonatalsepsihttp://www.buk.depkes.go.id/index.php