krisis hipertensi
description
Transcript of krisis hipertensi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertensi berasal dari dua kata, hiper = tinggi dan tensi = tekanan darah. Menurut
American Society of Hipertension ( ASH ), hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan
gejala kardiovasculer yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling
berhubungan. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Preasure (JNC7) dari Amerika serikat dan badan dunia
WHO dengan Internasional Society of Hipertension membuat definisi hipertensi yaitu apabila
tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90
mmHg.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg atau
lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50
tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih
memastikan keadaan tersebut ( WHO, 2001 )
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat
tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Hipertensi
biasanya merupakan peningkatan kronis dari tekanan darah yang lebih dari 140/90 mmHg,
etiologinya 90 – 95 % tidak diketahui (Hipertensi essensial) .Walaupun Hipertensi merupakan
penyakit yang lazim, gawat darurat pada hipertensi jarang terjadi, ini akibat dari perbaikan
dalam terapi obat yang telah dipertahankan dalam tekanan tertentu (maintenance drug therapy).
Pengobatan gawat darurat menjadi penting bila tekanan arterial sistemik yang menetap tinggi
merusak target organ (end organ),misalnya encefalopati, beban jantung berlebihan (cardiac
overload ) atau memperburuk masalah yang mendasarinya. Faktor resiko kardiovaskular antara
lain, merokok, obesitas (BMI > 30), inaktivitas fisik, dislipidemia, diabetes mellitus,
mikroalbuminuria, usia (laki >55 tahun, perempuan > 65 tahun), riwayat keluarga dengan
penyakit kardiovaskular.
Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20% hipertensi
sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat timbul krisis hipertensi
dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang
merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk
1
menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil
penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi hipertensi, terutama pada
usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini
menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan
hipertensi, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita
hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.
1.2. Tujuan
1.2.1.Tujuan umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah mahasiswa mampu mengetahui dan
memahami tentang penyakit krisis hipertensi sehingga dapat mengatasi kasus krisis hipertensi
dengan tepat dan cepat serta mampu mengedukasikan kepada pasien bagaimana mencegah
terjadinya krisis hipertensi.
1.2.2. Tujuan khusus
Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan mampu menjelaskan :
a. Definisi krisis hipertensi
b. Epidemiologi krisis hipertensi
c. Etiologi krisis hipertensi
d. Klasifikasi penyakit krisis hipertensi
e. Patogenesa krisis hipertensi
f. Patogenesa krisis hipertensi
g. Gejala dan tanda penyakit krisis hipertensi
h. Diagnosa krisis hipertensi
i. Pemeriksaan fisik krisis hipertensi
j. Pemeriksaan penunjang krisis hipertensi
k. Diagnosa Banding krisis hipertensi
l. Penatalaksanaan dan pengobatan krisis hipertensi
1.3. Manfaat
1. Mendapatkan pengetahuan secara detail tentang krisis hipertensi
2. Mengetahui teknik anamnesis terhadap pasien krisis hipertensi
3. Mengetahui tentang pemeriksaan fisik dan penunjang yang dibutuhkan pada
pemeriksaan krisis hipertensi
2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Hipertensi
2.1.1. Definisi
Menurut american society of hipertension ( ASH ), hipertensi adalah suatu sindrom atau
kumpulan gejala kardiovasculer yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang
kompleks dan saling berhubungan.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg atau
lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50
tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih
memastikan keadaan tersebut ( WHO, 2001 )
2.1.2. klasifikasi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi esnsial dan hipertensi sekunder
( Setiawan dan Bustami dalam farmakologi dan terapi. 2005 )
a. Hipertensi Esensial, juga disebut hipertensi primer atau idiopatik, adalah hipertensi
yang tidak jelas etiologinya. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam
kelompok ini. Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi esensial adalah
peningkatan resistensi perifer. Penyebab hipertensi esensial adalah multifaktor terdiri
dari faktor genetik dan lingkungan faktor lingkungan bersifat polinergik dan terlihat
dari adanya riwayat penyakit kardiovaskuler dari keluarga. Faktor presdiposisi
genetik ini dapat berupa sensitivitas pada natrium, kepekaan terhadap stress,
peningkatan reaktivitas vaskuler ( terhadap vasokonstriktor ), dan resistensi insulin.
Paling sedikit ada 3 faktor lingkungan yang dapat menyebabkan hipertensi yakni,
makan garam ( natrium ) berlebihan, stress psikis, dan obesitas.
b. Hipertensi sekunder. Prevalensinya hanya sekitar 5-8% dari seluruh penderita
hipertensi. Hipertensi ini dapat disebabkan oleh penyakit ginjal ( hipertensi renal ),
penyakit endokrin ( hipertensi endorin ), obat dan lain-lain.
3
Hipertensi renal dapat berupa :
1. Hipertensi renovaskuler, adalah hipertensi akibat lesi pada arteri ginjal sehingga
menyebabkan hipoperfusi ginjal.
2. Hipertensi akibat lesi pada parenkim ginjal menimbulkan gangguan fungsi ginjal.
Hipertensi endokrin terjadi misalnya akibat kelainan korteks adrenal, tumor di medula
adrenal, akromegali, hipotiroidisme, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, dan lain-lain.
WHO dan International Society Of Hypertension Working Group ( ISHWG ) telah
mengelompokkan hipertensi ke dalam klasifikasi hipertensi normal, hipertensi ringan,
hipertensi sedang dan hipertensi berat.
Kategori Tekanan darah
Sistole Diastole
Normal
Ringan
Sedang
berat
< 130
140-159
160-179
>180
<85
90-99
100-109
>110
2.2. Krisis Hipertensi
2.2.1.Definisi
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target.
Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakan
obat anti hipertensi.
Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :
1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg,
walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan
kepatuhan pasien.
2. Hipetensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan
funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.
3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 – 130
mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peninggian tekanan
4
intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila
penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita
dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita
yang sebelumnya mempunyai TD normal.
4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit
kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible bila
TD diturunkan.
2.2.2.Epidemiologi
Hipertensi merupakan penyakit yang lazim, tapi gawat darurat pada hipertensi jarang
terjadi, ini akibat dari perbaikan dalam terapi obat yang telah dipertahankan (maintenance
drug therapy). Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT
sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi dimana
tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang merupakan
suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk
menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil
penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi HT, terutama pada usia
40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi
lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT,
seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi.
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.
2.2.3.Etiologi
Pada umumnya krisis hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Penyebab
yang tersering adalah tidak adekuatnya pengobatan hipertensi sebelumnya. Krisis hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan kardiak output atau peningkatan tekanan perifer. Namun
ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya krisis hipertensi yaitu:
1. Genetik : respon neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi.
2. Obesitas : terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah
meningkat.
3. Stress lingkungan
5
4. Hilangnya eksistensi jaringan dan atrerosklerosis pada orang tua serta pelebaran
pembuluh darah.
2.2.4.Klasifikasi
Krisis hipertensi meliputi 2 kelompok:
a. Hipertensi darurat ( emergency hipertensi)
Dimana selain tekanan darah yang sangat tinggi terdapat kelainan/ kerusakan target
organ yang progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam
menit sampai jam) agar dapat mencegah/ membatasi kerusakan target organ yang terjadi.
b. Hipertensi mendesak( urgency hipertensi)
Dimana terdapat tekanan darah yang sangat tinggi tetapi tidak disertai
kelainan/kerusakan organ target yang progresif, sehingga pe nurunan tekanan darah
dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari)
Tabel I : Hipertensi Emergensi ( darurat )
TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut
perdarahan intra cranial, atau perdarahan subarakhnoid.
hipertensi encefalopati
diseksi aorta akut
oedema paru akut
Eklampsia
Feokhromositoma
funduskopi KW III atau IV
insufisiensi ginjal akut
infark miokard akut, angina unstabelsindroma, kelebihan kathekolamin yang lain :
sindrome withdrawal obat anti hipertensi
cedera kepala hebat
perdarahan setelah operasi pembuluh darah
interaksi obat
Tabel II : hipertensi urgensi ( mendadak )
6
Hipertensi berat dengan tekanan diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau tanpa
kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel
KW I atau II pada funduskopi
hipertensi post operasi
hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif
hipertensi maligna
tromboemboli serebri
rebound hypertension setelah pengobatan dengan anti hipertensi
penderita pasca transplantasi ginjal
luka bakar yang luas.
2.2.5.Patofisiologi
7
.
Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi tidaklah begitu jelas, namun demikian ada dua
peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut yaitu :
1. Peran langsung dari peningkatan TD
2. Peran mediator endokrin dan parakrin
Peran peningkatan Tekanan Darah akibat dari peningkatan mendadak TD yang berat
maka akan terjadi gangguan autoregulasi disertai peningkatan mendadak resistensi vaskuler
sistemik yang menimbulkan KOT dengan sangat cepat. Gangguan terhadap sistem autoregulasi
8
Natrium intra seluler
hipertensi
Berlawanan (countrers )
Kalsium intra seluler
Tonus dan reaktivitas vaskular
Tahanan vaskularRenin angiotensin
aldosteron ( RAA )
Na-K ATP aseaseVolume
cairan vaskula
Penyerapan natrium
Fraksi filtrasi
Pengerutan arteri ginjal
Aktivitas simpatik
Asupan tinggi natrium
Hipotesis Penyebab tekanan darah tinggi
stress
Gangguan dinding sel
Gangguan genetik dinding sel + asupan natrium tinggi
vaskular
Teori seluler
Teori vaskular
Hormon natriuretik
ginjal
Ekskresi natrium
Teori nefron
secara terus-menerus akan memperburuk keadaan pasien selanjutnya. Pada keadaan tersebut
terjadi keadaan kerusakan endovaskuler (endothelium pembuluh darah) yang terus-menerus
disertai nekrosis fibrinoid di arteriolus. Keadaan tersebut merupakan suatu siklus (vicious circle)
dimana akan terjadi iskemia, pengendapan platelet dan pelepasan beberapa vasoaktif. Trigernya
tidak diketahui dan bervariasi tergantung dari proses hipertensi yang mendasarinya. Bila stress
peningkatan tiba-tiba TD ini berlangsung terus-menerus maka sel endothelial pembuluh darah
menganggapnya suatu ancaman dan selanjutnya melakukan vasokontriksi diikuti dengan
hipertropi pembuluh darah. Usaha ini dilakukan agar tidak terjadi penjalaran kenaikan TD
ditingkat sel yang akan menganggu hemostasis sel. Akibat dari kontraksi otot polos yang lama,
akhirnya akan menyebabkan disfungsi endotelial pembuluh darah disertai berkurangnya
pelepasan nitric oxide (NO). Selanjutnya disfungsi endotelial akan ditriger oleh peradangan dan
melepaskan zat-zat inflamasi lainnya seperti sitokin, endhotelial adhesion molecule dan
endhotelial. Mekanisme ditingkat sel ini akan meningkatkan permeabilitas dari sel endotelial,
menghambat fibrinolisis dan mengaktifkan sistem koagulasi. Sistem koagulasi yang
teraktifasi ini bersama-sama dengan adhesi platelet dan agregasi akan mengendapkan materi
fibrinoid pada lumen pembuluh darah yang sudah kecil dan sempit sehingga makin
meningkatkan TD. Siklus ini berlangsung terus dan menyebabkan kerusakan endotelial
pembuluh darah yang makin parah dan meluas.
Peranan Mediator Endokrin dan Parakrin Sistem renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA)
memegang peran penting dalampatofisiologi terjadinya krisis hipertensi. Peningkatan renin
dalam darah akan meningkatkan vasokonstriktor kuat angiotensin II, dan akan pula
meningkatkan hormon aldosteron yang berperan dalam meretensi air dan garam sehingga
volume intravaskuler akan meningkat pula. Keadaan tersebut diatas bersamaan pula dengan
terjadinyapeningkatan resistensi perifer pembuluh darah yang akan meningkatkan TD. Apabila
TD meningkat terus maka akan terjadi natriuresis sehingga seolah-olah terjadi hipovolemia
danakan merangsang renin kembali untuk membentuk vasokonstriktor angiotensin II sehingga
terjadi iskemia pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi berat atau krisis hipertensi.
2.2.6. Gejala klinis
Tekanan darah Tekanan darah tinggi Urgensi Emergency
9
> 180/110 >180/110 >220-140
Gejala Sakit kepala,
kecemasan, sering
asimptomatik.
Sakit kepala berat,
sesak napas.
Sesak napas, nyeri dada,
nokturia, disarteria,
kelemahan umum sampai
dengan penurunan
kesadaran.
Pemeriksaan Tidak dijumpai
keruskan organ target,
tidak ada penyakit
kardiovascular secara
klinis.
Ada kerusakan organ
target, penyakit
kardivascular yang
stabil
Encefalopati, edema
pulmonum, insufisiensi
ginjal, cerebrovascular
accident, iskemik cardiac
Terapi Observasi 1-3 jam,
tentukan pengobatan
awal, tingkatkan dosis
yang sesuai.
Observasi 3-6 jam,
turunkan tekana darah
dengan obat oral,
berika terapi
penyesuaian.
Pemeriksaan laabor dasar,
infus, pengawasan tekanan
darah, mulai pengobatan
awaldi ruang emergency.
Perencanaan Rencanakan
pengawasan <72 jam,
jika tidak ada indikasi
dapat rawat jalan.
Rencanakan
pengawasan < 24 jam.
Segera rawat di ICU, obati
mencapai target tekanan
darah, investigasi penyakit
lain.
Terjadi peningkatan tekanan darah yang hebat, biasanya diastolik lebih dari 130 mmHg disertai
spasme arteriolar, arteriolitis, nekrosis atau kerusakan target orga. Gambaran klinis yang timbul
berupa:
1. Ensefalopati hipertensif.
Kenaikan tekanan darah sudah melampaui batas autoregulasi otak dengan mekanisme sebagai
berikut.
Kenaikan tekanan arteri
10
Kerusakan membran endothelia breakdown Vasodilation
Peningkatan permeabelitas blood brain barrier peningkatan peredaran darah lokal
Edema serebri
Ensefalopati hipertensif
Batas rendah autoregulasi otak pada normotensi adalah 60-70 mmHg, pada hipertensi
adalah 120 mmHg. Batas tertinggi autoregulasi otak pada normotensi adalah 150 mmHg.
Sedangkan pada hipertensi adalah 200 mmHg. Dengan mengetahui batas tersebut maka
penurunan tekanan darah secara drastis harus dihindari agar perfusi di otak tetap baik. Dari
segi patologi anatomi dijumpai adanya edema, bercak perdarahan maupun infark kecil dan
nekrosis arterioler.
2. Hipertensi maligna
Dijumpai adanya nekrotisasi sebagai akibat tekanan yang sangat tinggi terutama di otak
dan ginjal. Gejala klinis dapat berupa peningkatan tekanan diastolik yang hebat, serta
kelainan retina, ginja, dan serebral. Pada retina terjadi kerusakan sel endothelial sehingga
menimbulkan robeknya retina maupun obliterasi ( cotton wool exudate, perdarahan dan papil
edema ). Pada ginjal ditandai dengan proteinuria, hematuria, azotenia sampai dengan gagal
ginjal.
3. Perdarahan intra serebral
Terjadi karena pecahnya sistem vaskularisasi intra serebral yang disebabkan terjadinya
perubahan degeneratif pembuluh darah, berlanjut menjadi aneurisma oleh sebab lain
misalnya arterosklerosis. Mekanisme lain dapat terjadi oleh karena nekrosis pembuluh darah
otak, trombosis multipel atau spasme pembuluh darah sebagai reaksi meningkatnya tekanan
darah secara tiba-tiba. Gejala klinis berupa sakit kepala hebat mendadak disertai penurunan
11
kesadaran. Dengan pemeriksaan CT scan dapat diketahui dengan pasti lokasi dan luas
jaringan otak yang terkena.
4. Disseksi aorta
Terjadinya robekan tunika intima, hematom disekitar tuniaka media yang lambat laun
mengakibatkan pecahnya aorta secara mendadak. Biasanya terjadi pada kelainan di tunika
media seperti penyakit marfan, arterosklerosis, kuarktasio aorta. Gejala klinis biasanya
berupa nyeri dada yang menyerupai angina pektoris atau infark miokard dengan penjalaran
ke punggung, perut, samapai tungkai bawah serta adanya tanda-tanda insufisiensi aorta.
Pemeriksaan radiologis foto thoraks dijumpai adanya pelebaran mediastinum.
5. Payah jantung kiri akut
mekanisme terjadinya berupa :
a. peningkatan tahanan vaskular perifer akibat tekanan darah yang tinggi sehingga terjadi
kenaikan afterload diventrikel kiri.
b. Terjadi hipertrofi vetrikel kiri yang berakibat disfungsi ventrikel kiri.
c. Terjadi retensi air dan garam pada seluruh sistem sirkulasi sehingga menimbulkan
pertambahan preload.
d. Bila disertai infark miokardium maupu iskemik pembuluh darah koroner dapat berakibat
payah jantung kongestif.
Gejala klinis yang timbul merupakan akibat edema paru akut yaitu sesak nafas yang
hebat, ortopnoe, batuk, air hunger, panik, sianotik, kadang-kadang batuk berdarah, ronki
basah dikedua paru. Foto toraks menunjukkan adanya hipervaskularisasi pembuluh darah
paru sampai dengan gambaran edema paru. Pada kasus berat ditemukan kardiomegali
terutama pembesaran ventrikel kiri, dari EKG ditemukan LVH (left ventrikel hipertrofi) dan
LV strain.
6. Feokromositoma
Merupakan tumor medula adrenal atau tempat-tempat lain yang banyak mengeluarkan
katekolamin seperti pada bifurkatio aorta, paraganglion simpatik di abdomen atau dada.
Gejala klinis berupa sakit kepala hebat, palpitasi, tremor, banyak berkeringat, gelisah yang
timbul mendadak dan diperngaruhi oleh stress, emosi maupun trauma. Diagnosis pasti
ditemukan dengan pemeriksaan kadar katekolamin atau metaboliknya diurin, serta penguuran
kadar Vanilil Mandelic Acid (VMA) dari urin.
7. Eklamsia
12
Merupakan salah satu penyulit kehamilan yang ditandai dengan edema tungkai,
hipertensi berat, kesadaran menurun, kejang, proteinuria. Lebih sering dijumpai pada
primipara muda. Patogenesis belum jelas, hipotesis kearah terjadinya pelepasan renin dari
uterus dan meningkatnya sensitifitas terhadap angiotensin.
2.2.7.Faktor predisposisi
Krisis hipertensi dapat terjadi pada hipertensi primer atau hipertensi sekunder. Faktor
predisposisi terjadinya krisis hipertensi yaitu:
1. Hipertensi yang tidak terkontrol
2. Hipetensi yang tidak terobati. Penderita hipertensi yang minum obat: MAO inhibitor,
dekongestan, kokain.
3. Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis esensial (tersering)
4. Hipertensi renovaskular
5. Glomerulonefritis akut.
6. Eklampsia
7. Feokromositoma
8. Sindroma putus obat antihipertensi
9. Trauma kepala berat
10. Tumor yang mengeksresikan urine
2.2.8.Diagnosa
Tidak terdapat tekanan darah yang tertentu yang merupakan krisis hipertensi, namun
merupakan kombinasi pemburukan cepat pada satu atau lebih organ vital ( susunan saraf pusat,
kardiovaskuler, ginjal ) disertai peningkatan tekanan darah yang tidak sesuai.
Perburukan cepat artinya jika tidak diberikan terapi secara efektif dalam waktu
tertentu, terdapat kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan. Hipertensi ini memerlukan
penurunan t ekanan da rah s ege ra mesk ipun t i dak pe r l u men j ad i no rma l , un tuk
memba ta s i a t au mencegah terjadinya kerusakan organ sasaran.
Krisis hipertensi adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan
darah segera karena akan mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya
tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah.
Krisis hipertensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi.
13
Hipertensi emergency adalah situasi di mana diperlukan penurunan tekanan darah
yang segera dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ
target akut atau progresif.
Hipertensi Urgency adalah s i t ua s i d i mana t e rdapa t pen ingka t an t ekanan
da rah yang bermakna (ada yang menyebut tekanan darah sistolik > 220 mmHg
atau tekanan darahdiastolik > 125 mmHg) tanpa adanya gejala berat atau kerusakan target
organ progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam.
Diagnosis, Prinsip-prinsip penegakan diagnosis Hipertensi emergency dan Hipertensi
Urgency tidak berbeda dengan penyakit lainnya ;
1. Amamnesis :
Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat, tekanan darah rata-rata,
riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan steroid, kelainan hormonal, riwayat
penyakit kronik lain, gejala-gejala serebral, jantung dan gangguan penglihatan.
2. pemeriksaan fisik:
a. Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan denyut nadi
perifer (raba nadi radialis kedua lengan dan kemungkinan adanya selisih
dengannadi femoral, radial femoral pulse leg
b . Ma ta : L iha t adanya pap i l edema , penda rahan dan eksuda t ,
penyempi t an yang hebat arteriol.
c. Jantung: Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi jantungS3 dan S4
serta adanya murmur.
d. Paru: perhatikan adanya ronki basah yang mengindikasikan CHF.
e. Status neurologic: pendekatan pada status mental dan perhatikan adanya
defisit neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan refleks fisiologisdan patologis.
3. Pemeriksaan Penunjang :Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan penyakit
dasarnya, penyakit penyerta, dan kerusakan target organ. Yang sering dilakukan antara
lain ; pemeriksaan elektrolit, BUN, glukosa darah, kreatinin, urinalisis., hitung
jeniskomponen darah dan SADT. Pemeriksaan lainnya antara lain foto rontgen
toraks, EKG dan CT Scan.
2.2.9.Penatalaksaan
14
Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu dipertimbangkan yaitu
berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus diturunkan. Penurunan tekanan darah
sampai normal pada umumnya tidak diperlukan bahkan pada keadaan tertentu bukan merupakan
tujuan pengobatan.
Tujuan pengobatan Hipertensi emergency adalah memperkecil kerusakan organ target
akibat tingginya tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk akibat pengobatan.
Berdasarkan prinsip ini maka obat anti hipertensi pilihan adalah yang bekerja cepat, efek
penurunan tekanan darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Tujuan pengobatan
menurunkan tekanan arteri rata-rata (MABP) sebanyak 25 % atau mencapai tekanan darah
diastolik 100 – 110 mmHg dalam waktu beberapa menit sampai satu atau dua jam. Kemudian
tekanan darah diturunkan menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam. Tekanan darah diukur
setiap 15 sampai 30 menit. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan
iskemia renal, cerebral dan miokardium. Pada stroke penurunan tekanan darah hanya boleh 20
% dan khusus pada stroke iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap bila tekanan darah
> 220/130 mmHg.
Tujuan pengobatan Hipertensi Urgency adalah penurunan tekanan darah sama seperti
Hipertensi emergency, hanya dalam waktu 24 sampai 48 jam. Setelah target tercapai harus
diikuti program terapi Hipertensi jangka panjang. Anti hipertensi yang dipilih dapat per oral atau
parenteral sesuai fasilitas yang tersedia.
Tabel : Obat yang biasa digunakan pada keadaan hipertensi emergensi
Obat Dosis Onset Lama kerja Indikasi khusus
Diuretik furomide 20-40mg dalam 1-
2min, ulangi dan
tingkatkan dosis pada
insufisiensi ginjal.
5-15 menit 2-3 jam Biasanya diperlukan
obat jenis lain untuk
mencapai target
tekanan darah.
15
Vasodilators
Nitropruside
( nipride,
nitropress ).
Nitroglycerin
(Nitro-bid IV)
Fenoldopam
( corlopam )
Nicardipine
(cardiprin i.v)
Hydralazine
(apresoline)
Enalaprilat
(vasotec iv)
0.2510.00µg/mnt/dlm
infus IV
5-100µg/mnt dalam
infuse intravena.
0.1-0.6 µg/mnt/min
dalam infus intravena
5-15mg/h.i.v
10-20mg i.v
10-20mg i.m
1.25-5.00mg setiap 6
jam.
segera
2-5 mnt
4-5 mnt
5-10 mnt
10-20 mnt
20-30 mnt
15 mnt
1-2 mnt
5-10 mnt
10-15 mnt
1-4 jam
3-8 jam
6 jam
Kebanyakan pada
hipertensi emergency ;
hati-hati pada keadaan
peningkatan tekanan
intracranial atau
azotemia.
Iskemia koroner
Insufisiensi ginjal,
tanpa komplikasi
Kebanyakan hipertensi
emergency ; hati-hati
dengan payah jantung
akut.
Eklamsia; hati-hati
dengan peningkatan
tekanan intracranial.
Payah jantung kiri akut
Adrenergik
inhibitors
Phentolamine
Esmolol
(brevibloc)
5-15mg i.v
200-500µg
/kg/mntuntuk 4 mnt,
kemudian 50-300
µg/kg/mnt i.v
20-80 mg i.v bolus
1-2 mnt
1-2 mnt
3-10 mnt
10-20mnt
Ekses ketokolamin
Diseksi aorta pasca
operasi.
16
Labetolol
(Normodinyne
, trandate)
setiap 10 mnt.
2mg /min infus i.v
5-10 mnt 3-6 jam Kebanyakan ipertensi
emergency kecuali
payah jantung akut.
Tabel : Obat yang biasa digunakan pada hipertensi urgensi
obat Kelas dosis Onset Lama kerja (jam)
Captopril
(capoten)
Angiotensin-
converting
enzym inhib.
6.5-50.0mg 15 mnt 4-6
Clonidine
(catapres )
Central α-agonist 0.2 mg awal,
kemudian 0.1
mg/h, naikkan
sampai total 0.8
mg
0.2-2.0 h 6-8
Furosemode
(lasix)
Diuretik 20-40 mg 0.5-1.0 h 6-8
Labetalol
(normodyne,
trandate)
α dan β blocker 100-200 mg 0.5-2.0 h 8-12
Nifedipine
(procardia,
adalat)
Calsium channel
blocker
5-10 mg 5-15 min 3-5
Propanolol
(inderal)
Β-blocker 20-40 mg 15-30 min 3-6
2.2.10. Diferensial diagnosa
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti :
1. Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
2. Ansietas dengan hipertensi labil.
3. Oedema paru dengan payah jantung kiri.
17
2.2.11. Komplikasi
a. Komplikasi Hipertensi Urgensi
Pada hipertensi urgensi terjadi pelonjakan tekanan darah secara tiba-tiba, tetapi tidak ada
kerusakan pada organ-organ tubuh dan tekanan darah dapat diturunkan dengan aman
dalam waktu beberapa jam dengan obat anti-hipertensi.
b. Komplikasi Hipertensi Emergensi
Hipertensi Emergensi terjadi ketika terjadi kerusakan organ akibat dari tekanan darah
sangat tinggi, ini dianggap sebagai darurat hipertensi. Ketika hal tersebut terjadi, tekanan
darah harus dikurangi segera untuk mencegah terjadinya kerusakan organ. Kerusakan
organ berhubungan dengan hipertensi darurat dapat meliputi:
1. Perubahan status mental seperti kebingungan atau koma (ensefalopati).
2. Perdarahan ke dalam otak (stroke).
3. Gagal jantung
4. Nyeri dada (angina)
5. Serangan jantung
6. Oedem paru
7. Aneurisme
8. eklampsia (terjadi selama kehamilan).
2.2.12. Prognosa
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah 20%
dalam 1 tahun. Kematian disebabkan oleh uremia (19%), payah jantung kongestif (13%),
cerebro vascular accident (20%), payah jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak Miocard
(1%), diseksi aorta (1%). Prognosa menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif
dan penaggulangan penderita gagal ginjal dengan analysis dan transplantasi ginjal. Whitworth
melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival dalam 1 tahun berkisar 94% dan
survival 5 tahun sebesar 75%.Tidak dijumpai hasil perbedaan diantara retionopati KWIII dan
IV.Serum creatine merupakan prognostik marker yang paling baik dan dalam studinya
didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan creatinite <300 umol/l memberikan hasil yang
baik dibandingkan dengan penderita yang mempunyai fungsi ginjal yang jelek yaitu 9 %.
18
2.2.13. Pencegahan
1. Disiplin minum obat anti hipertensi sebelum terjadi krisis hipertensi.
2. Berperan aktif dalam menjaga gaya hidup (berhenti merokok, berolahraga).
3. Penurunan berat badan pada penderita hipertensi yang gemuk melalui perubahan pola
makan dan olah raga.
4. Pembatasan intake garam hingga 4 – 6 gram per hari, makanan yang mengandung soda
kue, bumbu penyedap dan pengawet makanan.
5. Meningkatkan komsumsi lemak tak jenuh dan mengurangi konsumsi lemak jenuh (daging
sapi, kerbau, kambing, babi, susu, keju, dan kelapa).
6. Mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi (jeroan, kuning telur, cumi-
cumi, kerang, kepiting, coklat, mentega, dan margarin)
7. Meningkatkan intake makanan yang berserat tinggi seperti buah-buahan (jambu biji,
belimbing, jambu bol, kedondong, jeruk, pisang, nangka masak, markisa, dan lain-lain),
sayuran (daun bawang, kecipir muda, jamur segar, bawang putih, daun dan kulit melinjo,
dan lain-lain), ikan, agar-agar, dan rumput laut)
8. Menghentikan kebiasaan merokok
9. Olah raga teratur
10. Hindari ketegangan mental dan stres
19
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat
tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Krisis
hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi emergensi dan urgensi. Krisis hipertensi
biasanya selalu memiliki hubungan dengan kelainan aktivitas simpatik, meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer (SVR) atau meningkat keduanya. Tapi penyebab paling umum dari
krisis hipertensi adalah meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Pasien dengan krisis
hipertensi cenderung memiliki ketidakstabilan haemodinamik.
Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu dipertimbangkan yaitu
berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus diturunkan. Penurunan tekanan darah
sampai normal pada umumnya tidak diperlukan bahkan pada keadaan tertentu bukan merupakan
tujuan pengobatan. Manajemen pada pasien krisis hipertensi dengan pemberian obat anti
hipertensi. Obat Anti hipertensi yang dipilih dapat per oral atau parenteral sesuai dengan tipe
dari krisis hipertensi. Manajemen asuhan keperawatan pasien hipertensi akan menurunkan angka
kesakitan dan kematian.
20
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Alatas Husein, Taralan Tambunan, dkk.2010. Buku Ajar Nefrologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Bakta, Made, Ketut Suastika. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Berg, Dale.2000. Referensi Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Hipocrates.
Doungoes, marylin E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Gunawan, Lany. 2005. Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Potter, Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.
Purnawan, Junadi. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Aesculavius.
Stein, Jay H. 2001. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W, Bambang Setiyohadi, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Interna Publishing.
Suyono, Slamet.2001. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
Yundini.2006. Faktor Risiko Hipertensi. Jakarta.
21