Jurnal Reading ESWT

24
Efektivitas Klinis yang Relevan dari Fokus terapi Extracorporeal Shock Wave dalam Pengobatan Plantar Fasciitis Kronik` A Randomized, Controlled Multicenter Study Hans Gollwitzer, MD; Amol Saxena, DPM; Lawrence A. DiDomenico, DPM; Louis Galli, DPM; Richard T.Bouché, DPM; David S. Caminear, DPM; Brian Fullem, DPM; Johannes C. Vester ; Carsten Horn, MD; Ingo J. Banke, MD; Rainer Burgkart, MD; Ludger Gerdesmeyer, MD J Bone Joint Surg Am, 2015 May 06; 97 (9): 701 -708 . http://dx.doi.org/10.2106/JBJS.M.01331 Abstrak Latar belakang: Efektivitas dari terapi extracorporeal shok wave dalam penatalaksanaan plantar fasciitis masih kontrovesi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah fokus terapi extracorporeal shock wave adalah terapi efektif dalam menghilangkan rasa nyeri kronis pada tumit yang didiagnosis sebagai plantar fasciitis. Metode: Sebanyak 250 subjek didaftar sebagai calon, multi center, double-blind, random dan kontrol plasebo dari uji U.S Food and Drug Administration. Subjek- subjek tersebut secara random mendapat terapi extracorporeal shok wave (0.25 mJ/ mm 2 ) atau intervensi placebo, dengan tiga sesi 2000 impuls dalam interval mingguan. Hasil utamanya adalah perubahan persentase baik dari nyeri tumit pada skor komposit visual analog scale(VAS) (nyeri tumit saat mengambil langkah pertama di pagi hari, nyeri tumit saat melakukan aktifitas sehari-hari, dan nyeri tumit ketika melakukan penekanan lokal standar dengan Force meter) maupun dari skor roles and maudsley pada dua belas minggu setelah intervensi dibandingkan dengan nilai awal.

description

efectivness of shockwave therapy

Transcript of Jurnal Reading ESWT

Efektivitas Klinis yang Relevan dari Fokus terapi Extracorporeal Shock Wave dalam Pengobatan Plantar Fasciitis Kronik`A Randomized, Controlled Multicenter StudyHansGollwitzer,MD;AmolSaxena,DPM;Lawrence A.DiDomenico,DPM;LouisGalli,DPM;Richard T.Bouch,DPM;David S.Caminear,DPM;BrianFullem,DPM;Johannes C.Vester;CarstenHorn,MD;Ingo J.Banke,MD;RainerBurgkart,MD;LudgerGerdesmeyer,MDJ Bone Joint Surg Am,2015 May 06;97(9):701-708. http://dx.doi.org/10.2106/JBJS.M.01331AbstrakLatar belakang: Efektivitas dari terapi extracorporeal shok wave dalam penatalaksanaan plantar fasciitis masih kontrovesi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah fokus terapi extracorporeal shock wave adalah terapi efektif dalam menghilangkan rasa nyeri kronis pada tumit yang didiagnosis sebagai plantar fasciitis.Metode: Sebanyak 250 subjek didaftar sebagai calon, multi center, double-blind, random dan kontrol plasebo dari uji U.S Food and Drug Administration. Subjek- subjek tersebut secara random mendapat terapi extracorporeal shok wave (0.25 mJ/ mm2) atau intervensi placebo, dengan tiga sesi 2000 impuls dalam interval mingguan. Hasil utamanya adalah perubahan persentase baik dari nyeri tumit pada skor komposit visual analog scale(VAS) (nyeri tumit saat mengambil langkah pertama di pagi hari, nyeri tumit saat melakukan aktifitas sehari-hari, dan nyeri tumit ketika melakukan penekanan lokal standar dengan Force meter) maupun dari skor roles and maudsley pada dua belas minggu setelah intervensi dibandingkan dengan nilai awal.Hasil: Dua ratus empat puluh enam pasien ( 98.4 %) yang tersedia untuk terapi intensif di analisis dalam follow up selama dua belas minggu. Yang berkaitan dengan titik akhir primer pertama, skor komposit visual analog scale (VAS), ada perbedaan yang signifikan (p= 0.0027 di satu sisi) dalam pengurangan nyeri tumit pada kelompok terapi extracorporeal shock wave (69.2 %) dibandingkan dengan terapi kelompok plasebo (34.5 %). Terapi extracorporeal shock wave ini juga secara signifikan lebih unggul dibandingkan terapi plasebo dari skor roles and maudsley (p = 0.0006, satu sisi). Sementara rasa sakit dan bengkak selama dan setelah mendapat perawatan adalah satu-satunya kejadian buruk yang diamati.

Simpulan: Hasil penelitian ini memberikan bukti efektifitas klinis yang relevan dari fokus terapi extracorporeal shock wave tanpa anestesi lokal dalam pengobatan plantar fasciitis kronis, dengan tingkat keberhasilan antara 50% dan 65%.

Plantar fasciitis adalah penyebab paling umum keluhan nyeri tumit 1-3, dan sekitar 90% pasien berhasil dilakukan perawatan non-operasi 1,2,4. Sementara sebagian pasien yang gagal dengan perawatan non-operasi diterapi dengan operasi 1,2,4,5. Terapi extracorporeal shok wave telah diperkenalkan untuk terapi inflamasi kronik dan terapi proses degeneratif pada hubungan tendon-tulang sejak diperkenalkannya induksi hiperemia, neovaskularisasi dan regenerasi jaringan tendon. Terapi ini juga diindikasikan untuk beberapa kasus diataranya pengapuran tendinitis pada bahu, Achiles tendinopati, dan sindrom nyeri tumit kronis 6-9. Namun, efektifitas terapi extracorporeal shock wave masih kontroversi 2,5,7,10-14, dan keunggulan terapi extracorporeal shock wave dibandingkan dengan plasebo dirangkum dalam tinjaun sistematis sebagai yang signifikan, akan tetapi tidak relevan secara klinis 2,15. Parameter pengobatan khusus terapi extracorporeal shock wave yang terpenting adalah untuk keberhasilan pengobatan tetapi hal tersebut telah diabaikan dalam tinjauan sistematis3,7,11,12,16. Pertama, anestesi lokal telah terbukti mengurangi khasiat17,18. Kedua, jumlah energi gelombang kejut yang lebih tinggi terlah terkait dengan pengurangan nyeri yang lebih besar 7,19,20. Ketiga, fokus gelombang kejut telah menunjukkan keunggulan klinis dibandingkan gelombang kejut radial21. Akibatnya, penyatuan data dalam protokol pengobatan yang kurang lebih efektif dalam tinjauan sistematik, meremehkan efektifitas nyata dari protokol terapi extracorporeal shock wave yang dioptimalkan. Efektifitas klinis yang relevan dari terapi extracorporeal shock wave telah ditunjukkan dalam penelitian sebelumnya yang menerapkan energi gelombang kejut tinggi tetapi masih ditoleransi ke titik kelembutan maksimum tanpa anestesi lok7,8,12,22. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas protokol pengobatan yang optimal dari terapi extracorporeal shock wave pada plantar fasciitis kronik.Bahan dan MetodeDesain Penelitian dan Tindak Lanjut

Penelitian double-blind, random, kontrol plasebo ini dengan desain kelompok paralel dilakukan di lima pusat penelitian di Amerika Serikat .Total dari 250 paisen dipilih secara acak untuk memperoleh baik terapi extracorporeal shock wave terfokus atau intervensi plasebo. Pengacakan dilakukan dengan alokasi tersembunyi di blok permutasi dari 4-8, dikelompokkan berdasarkan pusat pengobatan, dengan menggunakan daftar acak yang dihasilkan komputer dan amplop tidak transparan. Sedangkan, dokter yang merawat (AS, LAD, LG, RTB, dan DSC) adalah non-blinded, sedangkan untuk peserta dan dokter yang mengevaluasi adalah blinded dalam proses pengacakan. Penelitian ini didaftar dan dilakukan sebagai sebuah studi persetujuan dari U.S Food and Drug Administration (FDA) (Investigation Device Examption number IDE G050236). Pedoman standar praktek klinis yang baik dari sebuah Konferensi Internasional tentang Harmonisasi Persyaratan Teknis Pendaftaran Farmasi untuk Penggunaan Manusia (ICH) yang dihormati.

Setelah tiga intervensi dari gelombang kejut atau plasebo dalam interval mingguan, lalu dilakukan pengamatan terhadap pasien/ subjek penelitian selama dua belas minggu setelah intervensi terakhir (follow-up 1). Pada tahap ini, respon peserta dalam pengobatan dinilai. Individu yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan untuk keberhasilan pengobatan pada saat follow-up 1 berlanjut hingga dua belas bulan setelah intervensi terakhir (follow-up 2) untuk menilai stabilitas jangka menengah dari kebehasilan pengobatan. Sedangkan subjek penelitian yang tidak menunjukkan peningkatan yang cukup, dihentikan dari penelitian setelah follow-up 1 dan tidak masuk dalam follow-up 2. Pengobatan dianggap berhasil jika ada minimal 60% pengurangan rasa nyeri/sakit pada dua per tiga dari skor visual analog scale (VAS) atau, jika semua dari ketiga kriteria berikut terpenuhi: peserta penelitian dapat bekerja, peserta penelitian puas dengan hasil pengobatan, dan tidak diperlukannya terapi gabungan untuk mengontrol nyeri pada tumit.Subjek Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh FDA dan lembaga independen yang bertanggung jawab. Informed consent tertulis diperoleh dari semua peserta penelitian. Peserta/ subjek penelitian diperoleh berdasarkan lokasi penelitian yang berpartisipasi dan dari masyarakat berdasarkan rujukan dari dokter (dokter pelayanan primer, dokter spesialis anak, dan dokter spesialis bedah tulang). Sebanyak 250 pasien diacak. Diagram Standar Konsolidasi dari Pelaporan Penelitian (CONSORT) ditampilkan pada Gambar 1.

Kriteria inklusi

Kriteria inklusi yang diperlukan adalah peserta memiliki riwayat plantar fasciitis/ nyeri tumit selama enam bulan yang resisten terhadap pengobatan non operasi. Seluruh peserta telah gagal setidaknya empat terapi modalitas pengobatan non operasi, termasuk setidaknya dua non farmakologi dan setidaknya dua perawatan farmakologi. Diagnosis plantar fasciitis ditegakkan oleh spesialis kaki dan pergelangan kaki yang telah berpengalaman lebih dari sepuluh tahun dari pengalaman profesional menurut pedoman praktek klinis American College of Foot and Ankle Surgeon 1. Magnetic Resonance Imagine (MRI), elektromiografi (EMG), atau uji diagnostik lainnya yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnostik plantar fasciitis atau untuk menyingkirkan diagnosis lain.

Peserta harus memiliki 5 poin pada ketiga skor VAS (nyeri tumit saat mengambil langkah pertama di pagi hari, nyeri tumit saat melakukan aktifitas sehari-hari, dan nyeri tumit ketika melakukan penekanan lokal standar dengan Force meter [Fmeter, Storz Medical, Tagerwilen, Switzerland]). Nyeri diukur menggunakan parameter VAS dengan angka 0 sampai 10. Angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 10 menunjukkan nyeri yang sangat menyiksa. Untuk memenuhi syarat, peserta juga harus memiliki skor Roles and Maudsley yang wajar atau lemah 23. Fase washout minimum setelah sebelumnya perawatan non-operasi diperlukan sebelum pendaftaran (kesenjangan waktu minimal enam minggu sejak terakhir injeksi kortikosterid; empat minggu sejak injeksi anestesi lokal, iontophoresis, USG, atau elektromiostimulasi; satu minggu sejak terakhir menggunakan obat NSAID; dan dua hari sejak analgesik terakhir,panas, es, massage, peregangan, modifikasi splin malam dan orthosis).Kriteria Eksklusikriteria ekslusi utama adalah infeksi atau riwayat infeksi kronis pada daerah yang mengalami perlakuan, penyakit inflamasi sistemik, nerve and vascular insufficiencies, nerve entrapment, masalah koagulasi, nyeri tumit pada kedua kaki yang memerlukan pengobatan medis, dam kehamilan. Daftar lengkap kriteria ekslusi terdapat pada tabel I.Penelitian eksperimental

Focused shock wave dihasilkan oleh doulith shock wave device secara elektromagnetik. (Stroz Medical). Total kerapatan fluks energi yang meningkat terus menerus 0.01-0.25 mj / mm2 dalam 500 impuls pengantar. Setelah itu, pengobatan 2000 impuls dalam 0.25 mj / mm2 (empat impuls per detik) yang diberikan per sesi, dan intervensi diulang sampai total dari tiga sesi dalam interval mingguan.

Kelompok plasebo menerima intervensi palsu yang identik dengan kantong berisi udara yang mencegah transmisi gelombang kejut. Plasebo tersebut identik dalam desain, bentuk, dan berat untuk memastikan bahwa peserta tidak akan mampu mengidentifikasi alat plasebo tersebut.

Aplikator diarahkan ke titik paling lembut , penempatan dikontrol dengan baik sebagaimana respon dari pasien, dan disesuaikan selama pengobatan jika diperlukan. Tidak ada radiografi atau USG digunakan. Para peserta memiliki pilihan untuk meminta anestesi lokal.

Para peserta diizinkan untuk menggunakan obat penghilang nyeri standar saat perlakuan (2 g acetaminophen per hari sampai empat belas hari setelah intervensi terakhir, setelah itu, 2 g acetaminophen per minggu). Tidak ada terapi lain yang diizinkan. Hasil Utama

Salah satu hasil utama adalah pengurangan nyeri tumit yang berkurang , diukur dengan persentase perubahan dari VAS nilai menyeluruh, dua belas minggu setelah intervensi lalu dibandingkan dengan skor pada awal. Nilai menyeluruh nyeri tumit didefinisikan sebagai jumlah dari tiga skala VAS tunggal: (1) nyeri tumit saat mengambil langkah pertama di pagi hari, (2) nyeri tumit saat melakukan aktivitas sehari-hari, dan (3) nyeri tumit sementara menerapkan standar tekanan lokal dengan F-Meter.Penyidik (salah satunya [BF] adalah seorang penulis dari studi ini) menggunakan F-Meter untuk mengukur sensitivitas tekanan pada titik kelembutan maksimal. Tingkat tekanan yang hanya menimbulkan rasa sakit tak tertahankan (skor VAS dari 10 poin) yang dihitung oleh F-Meter dan didokumentasikan sebagai nilai dasar individu untuk setiap peserta. Pada setiap kunjungan tindak lanjut, individu tekanan F-Meter yang sama kemudian diterapkan dan subjek diminta untuk mencetak rasa sakit pada VAS. Peningkatan toleransi nyeri tekanan menghasilkan skor menurun dalam VAS.Perbaikan fungsional diukur dengan Roles dan Maudsley score23, yang merupakan skala penilaian empat tingkat: sangat baik menunjukkan tidak ada rasa sakit pada gerakan penuh, dan kegiatan; menunjukkan ketidaknyamanan pada gerakan penuh, dan kegiatan; menunjukkan beberapa ketidaknyamanan setelah aktivitas berkepanjangan; dan menunjukkan nyeri yang membatasi kegiatan. Karena kami ingin mempertahankan tingkat alpha keseluruhan untuk penelitian, kedua kriteria efikasi primer akan perlu secara signifikan lebih unggul (satu sisi p