Konsep Psikoterapi Kawruh Jiwa - Jurnal Online Universitas ...
Jurnal Reading Jiwa
-
Upload
anita-kusuma -
Category
Documents
-
view
69 -
download
12
Transcript of Jurnal Reading Jiwa
Journal Reading
Efficacy of Single-Dose Chemotherapy (Rifampicin, Ofloxacin, and Minocycline- ROM)
in PB Leprosy Patients With 2 to 5 Skin Lesions, India : Randomized Double-Blind Trial
Dipresentasikan Oleh :
Anita Kusuma Wati / 09711195Pembimbing : dr. Rahajeng Musy, Sp. KK
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMINRSU DR. SOEDONO MADIUN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
1
Author(s) : P Manickam , B Nagaraju , V Selvaraj , S Balasubramanyam , VN Mahalingam ,SM Mehendale , VK Pannikar , MD Gupte , Team of Study Investigators
Short title : Efficacy of Single-Dose Chemotherapy (Rifampicin, Ofloxacin, and Minocycline- ROM) in PB Leprosy Patients With 2 to 5 Skin Lesions, India : Randomized Double-Blind Trial
Journal/Year/Volume/ Pages: Indian Journal Leprosy/2012/84/195 - 207
SEKILAS TENTANG KUSTA / LEPRA
Merupakan penyakit menular yang menahun disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh (mukosa tr. respiratorius, atas, mata, otot, tulang,dll)
Endemik di seluruh benua, kecuali antartikaPenderita Pausibasiler membentuk prpoporsi
yg lebih besar di Asia Tenggara (WHO, 2011)Pengobatannya butuh waktu yang lama.
PENDAHULUAN
Single Dose ROM
Terapi untuk kusta PB dengan 1
lesi (rekomenda
si WHO)
Penelitian sebelumnya
:1.
Single_Lesion Multicenter Trial Group
1997 subjek : kusta PB dg 1 lesi vs WHO-PB-MDT
sama efektifnya
Rekomendasi WHO untuk lesi tunggal
kusta PB2. 2-3 Lesion Multicenter Trial Group
2001 subjek : kusta PB dg 2-3 lesi
sama efektifnya
Meningkatkan kepatuhan minum obat
- Penyebab kegagalan
pengobatan jangka
panjang kurangnya kepatuhan
minum obat
Melanutkan uji coba sebelumnya dengan subjek penelitian penderita kusta PB dengan 2-5 lesi
TUJUAN PENELITIAN
Menentukan efficacy (kemanjuran) regimen dosis tunggal ROM dibandingkan dengan regimen WHO-PB-MDT
Membandingkan timbulnya kejadian kekambuhan / relaps dari kelompok regimen dosis tunggal ROM dengan regimen WHO-PB-MDT
STUDY DESIGN
RandomizedDouble Blind
Tempat PenelitianDilakukan pada 5 center study di India : Chennai,
Chengalpattu, Chittoor, Kadapa, NainiWaktu PenelitianPengumpulan pasien : April 1998 – Oktober 1999Follow-up Terapi : 6 bulanFollow-up pasca Terapi : 36 bulan ( 3 center Study : Chennai,
Chengalpattu, Naini)
Follow-up pasca Terapi : 48 Bulan (2 center study : Chittoor, Kadapa)
SUBJEK PENELITIAN
INKLUSI•Pasien PB : 2-5 lesi kulit tanpa lesi saraf atau 1-4 lesi kulit dengan lesi saraf tunggal (WHO, 1998)•Belum diberi pengobatan•Hasil BTA (-)•Tidak memiliki keterlibatan dengan >1 saraf perifer
EKSKLUSI•Anak-anak <5 tahun•Pasien dengan reaksi reversal dan atau neuritis yang perlu pengobatan kortikosteroid•Wanita hamil•Individu yg diketahui memiliki alergi obat•Diketahui HIV (+)•Pasien dengan keterlibatan >2 saraf / lebih
ALUR PENELITIAN
Penelitian dimulai bulan April 1998 , pengumpulan data data sampai Oktober 1999
Follow-up 2 kelompok penelitian selama 6 bulan terapi dan 36 bulan pasca terapi (pada 3 study center) dan 48 bulan (pada 2 study center)
Dinilai :
Dosis tunggal ROM :
Rifampisin 600mg,
Ofloxacin 400mg,
Minocycline 100mg
Anak <14th : setengah dosisnya
WHO-PB-MDT : Rifampisin
600mg/bulan, Dapson 100mg /hari 6 bulanAnak <14th :
Rifampisin 450mg, dapson 50 mg
1. Efficacy Clearance lesi kulit
2. Relapse / Kasus kambuh3. Kasus adverse events /
efek samping
PEMBANDINGTERAPI
DEFINISI OPERASIONAL Perbaikan hilangnya semua lesi secara lengkap pada akhir
follow-up atau dapat pula pengurangan dalam skor klinis yang dicatat.
Kegagalan pengobatan munculnya lesi kusta aktif yang baru, muncul kerusakan saraf perifer baru, dikonfirmasi oleh positive slit skin smear selama follow-up.
Relaps/kekambuhan terjadinya lesi aktif baru dengan atau tanpa positive slit skin smear.
Reaksi diklasifikasikan menjadi tipe 1 dan tipe 2. Reaksi tipe 1 dengan atau tanpa gejala konstitusional seperti demam dan malaise : (a) lesi kulit yang ada menjadi kemerahan dan bengkak, (ii) nyeri, tanda-tanda kerusakan saraf seperti hilangnya sensasi dan kelemahan otot. Reaksi tipe 2 munculnya nodul subkutan yang mungkin dapat menjadi ulseratif dengan tanda-tanda keterlibatan sistemik seperti demam, peradangan pada kelenjar getah bening, saraf, mata, sendi, testis, jari kaki, atau organ lain.
Neuritis munculnya hilang sensasi pada area baru atau kelemahan otot baru dengan atau tanpa disertai nyeri pada saraf yang terkena.
ETIKA PENELITIAN
Penelitian ini telah disetujui oleh:- Komite etika dari NIE (ICMR) dan WHO- Semua study center yang dipilih dalam
penelitian ini- Peserta penelitian Informed Consent
ANALISIS DATA
Membandingkan 2 variabel dengan p-value Fisher Exact / mid-P exact test
Menghitung Person-year (PY) dari waktu perekrutan sampai observasi primer & observasi sekunder
Pada 2 pusat penelitian dg penambahan waktu follow-up analisis regresi berganda
HASIL
DISKUSI
Clearance lesi komplit antara kelompok ROM dan WHO-PB-MDT adalah sama, namun kasus relaps secara signifikan lebih tinggi terjadi pada kelompok ROM.
Sangat penting sekali pengobatan dalam penyakit kusta ini, namun masih ada masalah dalam kepatuhan dalam minum obat mengingat regimen obat anti kusta berkepanjangan.
DISKUSI
Secara global, kebutuhan untuk mengobati pasien PB dengan regimen yang lebih sederhana saat ini dibutuhkan terapi dosis tunggal ROM secara konseptual menawarkan alternatif yang menarik dalam mengobati pasien PB.
Ditemukan adanya kasus efek samping yg lebih besar dari WHO-PB-MDT berdasar pengamatan tersebut yakni tingkat relaps yang terjadi dapat dikelola dan efek samping minimal yang terjadi pada dosis tunggal ROM kami menganjurkan dosis tunggal ROM sebagai terapi alternative untuk pasien PB.
KESIMPULAN
Dosis tunggal ROM sama-sama khasiatnya dengan regimen WHO-PB-MDT dalam meningkatkan clearance lesi kulit bagi penderita kusta PB dengan 2-5 lesi kulit.
Meskipun kasus relaps lebih tinggi (hanya 1 /PY) pada dosis tunggal ROM dapat dikelola dengan dilakukan pengawasan selama ±2 tahun
CRITICAL APPRAISAL
VALIDITAS
1a.Apakah alokasi pasien terhadap terapi / perlakuan secara random?
Penelitian ini dilakukan secara acak, yakni dalam pembagian menjadi 2 kelompok uji penelitian, dipilih secara acak Dilakukan secara random Hal 196 bagian “Material and Methods” sub bagian “Study Design” paragraf 1, kalimat ke 1.
1b. Apakah antara subyek penelitian dan peneliti “blind” terhadap terapi /perlakuan yang akan diberikan?
Ya, peneliti tidak mengetahui terapi regimen apa yang diberikan kepada subjek penelitian, begitu pula dengan subjek penelitian juga tidak mengetahui diberi obat jenis apa. Hal 196, bagian “Material and Methods” sub bagian “Study Design” paragraf 1, kalimat ke 1.
2a. Apakah semua subyek yang ikut serta dalam penelitian diperhitungkan dalam hasil / kesimpulan? (apakah pengamatannya cukup lengkap?)
- Semua subjek penelitian diperhitungkan dalam penelitian ini. Pada awal penelitian terdaftar 1.526 subjek. Dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok dosis tunggal ROM sebanyak 762 subjek dan kelompok WHO-PB-MDT 764 subjek. Namun setelah follow-up 36 bulan pasca pengobatan, terjadi lost-to-follow-up sebanyak 88 subjek untuk kelompok ROM dan 79 subjek untuk kelompok WHO-PB-MDT.
- Hal. 200 bagian “Results”, paragraf 1, kalimat ke 1
2b. Apakah pengamatan yang dilakukan cukup panjang?
- Penelitian dimulai pada bulan April 1998 sampai Oktober 1999. Setelah dilakukan pengobatan selama 6 bulan pada kedua kelompok, dilakukan follow-up selama 36 bulan pada 3 pusat studi (Naini, Chengalpattu, Chennai) dan 48 bulan pada 2 pusat studi penelitian (Chittoor dan Kadapa).
- Hal. 197 bagian “Material and Methods “ subbagian “Study drugs and treatment schedule”, paragraf 1, kalimat ke 2
- Hal. 197 bagian “Materials and Methods” subbagian “Setting” paragraf 1, kalimat ke-3
- Hal. 200 bagian “Results” paragraph 1, kalimat 1
2c. Apakah subyek dianalisis pada kelompok dimana subyek tersebut dikelompokkan dalam randomisasi?
Semua diperhitungakan dalam kelompoknya masing-masing. Kelompok WHO-PB-MDT mendapat terapi Rifampicin 600mg sekali sebulan dan Dapsone 100mg. Untuk anak <14 tahun diberikan Rifampicin 450mg dan Dapsone 50mg. kelompok ROM diberikan dosis tunggal ROM aktif drugs yaitu Rifampicin 600mg, Ofloxacin 400mg dan Minocycline 100mg.
Hal. 197 bagian “Materials and Methods” sub bagian “Study Drugs and Treatment Schedule” . Paragraf 1, kalimat ke-3-7.
3a. Selain perlakuan yang dieksperimenkan, apakah subyek diperlakukan sama?
Semua pasien diperlakukan sama pada awal intervensi. Kedua kelompok studi sama-sama diberikan informed consent untuk mendapatkan persetujuan. Hal. 199 bagian “Materials and Methods” sub bagian “Human Subject Protection” Paragraf 1 kalimat ke-2.
3b. Apakah kelompok dalam penelitian sama pada awal penelitian?
Kelompok dalam penelitian sama pada awal penelitian, yakni kelompok yang diberikan dosis tunggal ROM (kelompok ROM) dan kelompok yang diberikan regimen WHO (kelompok WHO-PB-MDT)Hal. 197 bagian “Materials and Methods” subbagian “Study Drugs and Treatment Schedule”Hal. 199 figure. 1
IMPORTANCE & APPLICABLE
1. Apakah pasien yang kita miliki sangat berbeda dengan pasien dalam penelitian?
Jurnal ini ditujukan kepada pasien kusta pausibasiler dengan 2-5 lesi pada kulit.
2. Apakah hasil yang baik dari penelitian dapat diterapkan dengan kondisi yang kita miliki?
Ya, Salah satu penyebab kegagalan dalam pengobatan adalah kurangnya kepatuhan dalam minum obat, mengingat pengobatan kusta membutuhkan pengobatan yang panjang, diperlukan alternatif pengobatan yang lebih efektif dan simpel. Regimen dosis tunggal ROM untuk pengobatan kusta PB ini terbukti sama khasiatnya dengan regimen WHO-PB-MDT yang diberikan selama 6 bulan. Walaupun butuh perhatian khusus bagi penderita karena kejadian relaps yang lebih tinggi daripada regimen WHO-PB-MDT, namun dalam hal clearance lesi pada kulit menunjukkan hasil yang sama. Dalam penelitian ini pula lebih sedikit efek samping yang ditimbulkan oleh dosis tunggal ROM dibandingan WHO-PB-MDT.
3. Apakah semua outcome klinis yang penting dipertimbangkan (efek samping yang mungkin)?
Semua hasil maupun dampak klinis yang akan timbul dalam pengobatan diperhitungkan dalam penelitian ini. Dijelaskan pada halaman 198 sub bagian “Management of Special events” dimana segala bentuk kejadian khusus yang mungkin akan terjadi seperti keadaan relaps, reaksi reversal, reaksi efek samping obat, penolakan pengobatan telah ada manajemennya berdasarkan guideline WHO. Subjek penelitian yang nantinya setelah diterapi timbul reaksi reversal ringan akan diresepi analgetik, reaksi reversal berat akan dirawat di rumah sakit dan diberi kortikosteroid. Semua kemungkinan yang terjadi telah diperhitungkan oleh peneliti.
4. Apakah sudah memahami harapan dan pilihan pasien?
Harapan dan pilihan pasien adalah yang tidak memberatkan dan kemudahan dalam minum obat. Diharapkan dengan regimen dosis tunggal ini kepatuhan minum obat akan meningkat sehingga pengobatan kusta dapat terkendali.
5. Apakah intervensi yang akan diberikan akan memenuhi harapan pasien? Pasien siap akan konsekuensinya?
Intervensi yang diberikan kepada pasien sudah memenuhi harapan pasien karena tujuan utama dalam pengobatan kusta adalah menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya kecacatan yang akan terjadi. Dengan diberikannya kombinasi antibiotika (Rifampisin, Ofloksasin, dam Minosiklin) dengan tujuan mengatasi resistensi antibiotika. Pasien harus siap dengan konsekuensinya karena jika kusta tidak diobati akan timbul kecacatan dan menimbulkan kerusakan saraf yang ireversibel.
KESIMPULAN CRITICAL APPRAISAL
Jurnal ini layak untuk dijadikan referensi dan dapat diaplikasikan kepada pasien kusta jenis Pausibasiler dalam proses penyembuhan, mengingat pengobatan kusta merupakan pengobatan panjang dan dibutuhkan kepatuhan pasien dalam minum obat, regimen dosis tunggal ROM ini dapat dijadikan sebagai alternatif untuk mengobati kusta pausibasiler dengan 1-5 lesi pada kulit.
TERIMA KASIH