Journal Reading fix.doc
-
Upload
nikomangdhanagitaiswari -
Category
Documents
-
view
29 -
download
6
Transcript of Journal Reading fix.doc
Journal Reading
Visual Outcomes of AmblyopiaTherapy
Melissa Anne M. Santos, MD, Marissa N, Valbuena, MD, MHPEd, dan Andrea Kristina F. Monzon-Pajarillo,MD.
Philippine Journal of Ophthalmology
Oleh
Ni KadekPutri Dwi Jayanti
H1A 009 0049
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2015
1
DATA JURNAL
Nama Penulis : Melissa Anne M. Santos, MD, Marissa N, Valbuena, MD, MHPEd, dan Andrea Kristina F. Monzon-Pajarillo,MD.
Judul Tulisan : Visual Outcome of Amblyopia Therapi
Jurnal Asal : Philipp J Ophthalmol 2012; 37:33-38 Available from :
http://www.apamedcentral.org/Synapse/Data/PDFData/001
4PJO/pjo-37-33.pdf
2
ISI JURNAL
Latar Belakang
Ambliopia didefinisikan sebagai penurunan ketajaman penglihatan / Best
Corrected Visual Acuity (BCVA) walau sudah diberi koreksi terbaik, dapat
unilateral atau bilateral yang tidak dapat dikaitkan dengan efek dari kelainan
struktural mata. Hal ini secara objektif dapat dibuktikan bila BCVA lebih rendah
dari 20/40 (0,30 LogMAR) atau perbedaan BCVA ≥ 2 baris (0,2LogMAR)
dengan menggunakan Snellen Cart atau lainya. Pada Umumnya ambliopia
disebabkan oleh strabismus, anisometropia, atau kesalahan refraksi bilateral dan
visual deprivasi.
Insiden ambliopia dilaporkan sebesar 3,5% diseluruh dunia, 1,6% - 3,5% di
Inggris dan 2,0% - 2,5% di Amerika Serikat. Prevalensi tersebut bervariasi dalam
kelompok-kelompok ethnis yang berbeda. Ambliopia ditemukan ada 2,6% dari
anak Hispanik/ Latin dan 15% anak Afrika-Amerika. Prevalensi keseluruhan di
Singapura adalah 0.35% tanpa perbedaan ras antara Cina (0,34%), Melayu
(0,37%), dan India. Bentuk anisometrofi paling sering terlihat di beberapa studi.
Ambliopia menunjukkan hasil yang bervariasi, menunjukkan bahwa ketajaman
visual lebih buruk pada pasien dengan ambliopia Strabismus, dan ambliopia
anisometropia dibandingkan dengan pasien ambliopia tipe lainnya.
ATS ( The ambliopic Tratment Study) membagi pasien ambliopia menjadi dua
kelompok berdasarkan tingkat keparahan. Ambliopia ringan sampai sedang
dengan karakteristik ketajaman visual 20/40 – 20/80 (0,3 – 0,6 Log MAR),
sedangkan ambliopia berat yaitu pasien yang memiliki ketajaman visual 20/100
(0,7 LogMAR) sampai 20/400 (1,3 LogMAR). Tujuan pengobatan ambliopia
adalah untuk meningkatkan ketajaman visual dan untuk mengembalikan
penglihatan yang buruk. Dengan intervensi yang tepat waktu dapat
mengembalikan ketajaman visual yang disebabkan oleh ambliopia. ATS
menunjukkan bahwa lebih dari 75% anak yang ambliopia kurang dari 7 tahun
memiliki peningkatan yang signifikan pada BCVA untuk 20/30 (0,176 LogMAR)
3
atau lebih baik setelah perawatan. Semua pasien dengan ambliopia seharusnya
dirawat dan diberikan pendidikan.
Prinsip pengobatan ambliopia adalah sebagai berikut : menghilangkan
hambatan penglihatan, koreksi refraksi, melatih menggunakan mata yang
ambliopia dengan cara memberikan atropin atau dengan menutup mata yang
normal, dan operasi untuk mengobati penyebab ambliopia jika dibutuhkan.
Kombinasi terapi dapat dilakukan tergantung dari sifat ambliopia.
ATS 2A menunjukkan bahwa pasien dengan ambliopia berat dapat mengalami
perbaikan dengan menutup mata sepanjang hari dan paling sedikit 6 jam. ATS 2B
menunjukkan bahwa perbaikan pada ambliopia ringan sampai sedang ketika
dilakukan penutupan mata 2-6 jam. Perbaikan yang sama diperoleh dengan
pemberian atropin. Kedua studi dilakukan pada kelompok usia 3-7 tahun.
American Academy of Ophthalmology (AAO) merekomendasikan pengobatan
dan follow up berdasarkan usia tertentu, dengan follow up yang lebih panjang
untuk pasien yang lebih tua. Pada usia 2 - 8 tahun follow up berkisar 3 - 16
minggu untuk > 6 jam per hari dan 2 - 6 bulan untuk < 6 jam per hari. Rata-rata
durasi untuk terapi 6 – 9 minggu sudah cukup untuk meningkatkan fungsi
penglihatan.
Dilaporkan bahwa tingkat kepatuhan untuk menutup mata yaitu bervariasi dari
49% sampai 87%. Rendahnya kepatuhan dapat menurunkan tingkat keberhasilan
terapi. Kepatuhan merupakan faktor yang paling penting yang dapat
mempengaruhi hasil terapi. Pencatatan menutup mata dapat menggunakan
elektronik ODM (Occlusion Dose monitor). Hal ini memungkinkan peneliti untuk
menggunakan buku pencatatan harian “patching” untuk mengukur kepatuhan.
Namun hal tersebut belum cukup, diperlukan juga pengawasan dalam
pelaksanaannya.
Meskipun pada data prevalensi di seluruh dunia, tidak ada data dari Filipina
tentang hasil setelah perawatan , namun data tersebut dapat membimbing para
praktisi dalam pengobatan dan tindak lanjut dari pasien ambliopia di Filipina.
4
Dengan demikian, penelitian ini dapat menentukan hasil terapi ambliopia
dengan menggunakan “patching”. Hal ini juga berhubungan dengan faktor-faktor
yang dapat meningkatkan penglihatan seperti onset usia, usia saat awal konsul,
tipe ambliopia, tingkat keparahan, dan kepatuhan “patching” dengan penggunakan
pencatatan harian.
Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan kasus baru yang
terdiagnosa ambliopia pada Klinik Pediatrik Ophtalmology dan Strabismus di
Rumah Sakit Umum Filipina dari bulan Mei 2010 sampai bulan Desember 2010.
Kriteria inklusi adalah semua pasien semua pasien yang terdiagnosa dengan
ambliopia dengan usia 3 sampai 8 tahun pada saat awal berkonsultasi, tanpa
pengobatan ambliopia sebelumnya, dan sudah mendapatkan persetujuan dari
orang tua pasien untuk berpatisipasi dalam penelitian ini. Sedangkan yang
menjadi kriteria ekslusi adalah Delayed Visual Maturity (DVM) dan Global
Developmental Delay (GDD.)
Penelitian ini sudah disetujui oleh pihak Rumah sakit. Bentuk persetujuan
orang tua ditulis dalam bahasa Inggris dan Filipina dan ditandatangani oleh orang
tua dari peserta. Prosedur penelitian ini sesuai dengan prinsip Deklarasi Helsinki.
Data pasien dirahasiakan dan identitas disimpan anomim.
Pemeriksaan Dasar
Saat konsultasi awal, data awal yang digali seperti identitas pribadi seperti usia,
jenis kelamin, BCVA awal (pada LogMAR dan snellen), refraksi siklopegik,
ocular alignment, pemeriksaan fisik, diagnosis, penyebab yang mendasari,
keparahan ambliopia, dan lateralisasi. Pemeriksaan ketajaman penglihatan dapat
dilakukan berdasarkan tingkat pengenalan huruf LEA chart digunakan untuk yang
tidak dapat membaca, dan Snellen chart untuk yang tahu huruf. Hasil akan
dikonversi menjadi LogMAR. Semua pemeriksaan dilakukan oleh satu orang
dokter.
5
Pasien diklasifikasikan menurut subtipe ambliopia :
1. Ambliopia strabismus : berkaitan dengan strabismus dimana
terdapat fiksasi yang kuat pada mata yang dominan dan supresi yang
konstan pada mata yang tidak dominan.
2. Ambliopia refraksi : anisometropia atau ametropia 1 D atau
lebih besar dalam ekuivalen sferis atau 1,5 D atau perbedan lebih besar
dalam silindris dan tidak adanya strabismus atau patologi okular.
3. Ambliopia deprevasi sensoris : diketahui penyebab deprevasi sensoris.
Tingkat keparahan ambliopia dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
ringan/sedangdengan BCVA antara 20/40 dan 20/80 (0,3-0,6 LogMAR) dan berat
dengan BCVA 20/100-20/400 (0,7-1,3LogMAR).
Intervensi
Pasien diberikan resep kacamata jika diperlukan. Kemudian diberikan buku
pencatatan harian per bulan serta pencatatan waktu sudah ditentukan. Mata yang
baik ditutup dalam beberapa jam kemudian orang tua mencacat di buku harian dan
kemudian buku tersebut dibawa kembali untuk kunjungan follow up selanjutnya.
Pengobatan diberikan berdasarkan pada AAO.
Kunjungan Follow Up
Setiap bulan dilakukan kunjungan selama 6 bulan. Untuk meningkatkan follow
up dan mencegah pasien keluar dari penelitian, tanggal follow up sebelumnya
sudah disepakati baik oleh pemeriksa dan pengasuh atau pada hari yang sama
dengan jadwal kunjungan pasien di klinik subspesialis. Pada setiap kunjungan,
BCVA pertama diukur pada mata yang ambliopia, kemudian mata sebelahnya.
Ocular aligment dan refraksi siklopegik jangka pendek dapat diukur. Catatan
harian untuk “patching” dapat diberikan pada pengasuh. Ketika pengasuh tidak
membawa buku harian saat melakukan kunjungan, maka dilakukan pencatatan
dan apabila absen, juga dilakukan pencatatan pada buku harian serta menyebutkan
alasannya.
6
Dalam kasus dimana tidak didapatkan perbaikan pada BCVA mata ambliopia
setelah 3 bulan, maka akan dilakukan evaluasi kembali, jika diperlukan dilakukan
perubahan resep lensa atau interensi bedah.
Hasil Tindakan
Pegobatan dikatakan berhasil apabila BCVA pada mata ambliopia 20/30 (0,17
LogMAR) atau lebih baik, atau peningkatan 3 baris dari data awal setelah 6 bulan,
atau ketajaman mata tetap stabil dan dipertahankan minimal 3 bulan dengan terapi
berkelanjutan.
Pengobatan dikatakan gagal apabila BCVA 20/50 atau lebih buruk, penurunan
2 baris dari data awal setelah 3 bulan oklusi .
Persentase kepatuhan terhadap pengobatan didefinisikan sebagai :
Kepatuhan dapat diklasifikasikan sebagai “ baik ”jika >90%, “ sedang” jika 70-
90%, dan “ rendah ” jika >70% atau jika data yang masuk pada buku harian tidak
teratur.
Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 Windows (SPSS Inc.
Chicago, IL). Dilakukan statistik deskriptif pada data dasar dan korelasi Spearman
untuk menganalisis hubungan antara kepatuhan, usia saat onset, usia saat
terdiagnosa, subtipe ambliopia dan keparahan BCVA pada akhir pengobatan 6
bulan.
Hasil
Penelitian ini menggunakan 32 peserta, 19 perempuan (59,4%) dan 13 laki-laki
(40,6%). Usia yang melakukan konsultasi yaitu usia 3-8 tahun dengan rata-rata
7
Jam Oklusi aktual perbulan X100%
Jam yang diresepkan perbulan
usia 6 tahun dan usia 8 tahun (29%). Usia onset tercatat berkisar antara 2-6 tahun
dengan rata-rata 4,6 .
Semua pasien dilakukan follow up minimal 6 bulan. Tidak ada pasien yang
dikeluarkan dalam penelitian ini. Pasien yang diberikan perlakuan sebelum usia 3-
5 tahun memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi (75%) dibandingkan
dengan pasien yang dirawat setelah usia 5 tahun (25%) (Tabel 1). Rata-rata
tingkat kepatuhan antara 2 kelompok serupa dan secara statistik tidak signifikan.
Semua pasien strabismus, 67% sensoris dan 25% refraksi memiliki ambliopia
yang berat (Tabel 2). Sebuah korelasi linier sedang (r = 0,39, P = 0,05) antara
subtipe dan tingkat keparahan ambliopia.
Tabel 1. Hasil terapi berdasarkan usia
Usia N (%) Outcome Kepatuhan Berhasil Gagal
3-5 12 (37,5%) 75% 25% 87,9%6-8 20 (62,5%) 35% 65% 88,5%
Tabel 2. Subtipe ambliopia, tingkat keparahan, hasil, dan kepatuhan pada studi populasi
Subtipe Keparahan Hasil KepatuhanRingan- sedang
Berat Berhasil Gagal
Refraksi N=20 (63%)
15 (75%) 5 (25%) 11(55%) 9 (45%) 92,3% (baik)
Sensoris N = 9 (28%)
3 (33%) 6(67%) 2(22%) 7(78%) 81% (sedang)
StrabismusN= 3 (9%)
0 (0%) 3 (100%) 3(100%) 0(0%) 83,3%(sedang)
Total 18 (56%) 14(44%) 16 (50%) 16(50%)Korelasi Spearman antara diagnosa dan tingkat keparahan r = 0,39, p = 0,05
8
Tabel. 3 Hasil terapi dari 3 subtipe ambliopia.
Hasil Subtipe Keparahan KepatuhanSensoris Strabismus Refraksi Ringan -
sedangBerat
Berhasil( n = 16)
2 (12%) 3 (19%) 11 (69%) 11 (69%) 5 (31%) 92,2% (baik)
Gagal(n = 16)
7 (44%) 0% 9 (56%) 7 (44%) 9 (56%) 84,4% (sedang)
Perubahan 1-2 baris(n = 7)(44%)
3 (43%) 4 (57%) 3 (43%) 4 (57%)
Tidak ada perubahan(n= 9)(56%)
4 (44%) 5 (56%) 4 (44%) 5 (56%)
Setengah dari pasien dalam penelitian ini mencapai keberhasilan terapi.
Mayoritas (69%) didiagnosa dengan ambliopia refraksi dan kepatuhan terhadap
pengobatan dapat dilihat di tabel.3. Pada kelompok gagal pengobatan, 56%
memiliki ambliopia refraksi sementara 44% memiliki ambliopia sensoris dengan
kepatuhan sedang. 44% mengalami perbaikan dari 1-2 baris di BCVA dan 56%
tidak mengalami perubahan. Lebih dari setengah (56%) dari pasien kelompok
gagal pengobatan didiagnosa dengan ambliopia berat (tabel 3). Terdapat korelasi
negatif yang kuat (r = -0,48, p = 0,01) antara keparahan ambliopia dan
peningkatan BCVA. Tidak ada pasien yang mengalami penurunan BCVA.
Gambar 1 menunjukkan perubahan rata-rata BCVA mata ambliopia pada 6 bulan.
Secara keseluruhan kepatuhan terhadap menutup mata dalam penelitian ini
adalah 88±18%. Pasien yang berhasil diterapi memiliki kepatuhan 92 %
dibandingkan dengan 84 % pada kelompok yang gagal terapi. Terdapat korelasi
sedang antara kepatuhan dan perubahan BCVA (r= 0,37, p = 0,05). Alasan
kepatuhan yang rendah yaitu anak yang menolak untuk ditutup matanya (44%),
ketidakmampuan untuk melakukan penutupan mata karena anak yang sekolah
(31%), takut menutup mata yang salah (16%), dan ketakutan anak diejek (9%).
9
Gambar.1 Perubahan BCVA pada mata ambliopia dalam waktu 6 bulan
Sepuluh pasien dilaporkan memiliki buku harian yang tidak teratur dan
memiliki catatan follow up yang tidak baik. Dari 10, 4 peserta tidak memiliki
buku harian dalam 2 bulan follow up berturut-turut. Dan 6 lainnya memiliki satu
kunjungan follow up tanpa buku harian. Hal ini mengakibatkan 18 kunjungan
follow up dari total 192 (32 peserta x 6 follow up), atau 9,3% tidak hadir. Alasan
paling umum tidak membawa buku harian saat follow up adalah lupa membawa
saat kunjungan (60 %). Alasan lain termasuk kehilangan atau lupa tempat
menyimpan buku harian dan buku harian yang rusak. Tidak ada alergi atau
intoleransi yang dilaporkan ada kulit yang menggunakan patch.
Diskusi
Selama lebih dari dua ratus tahun, oklusi mata telah berhasil digunakan
dalam pengobatan ambliopia. Penelitian ini menemukan faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil visual yang menggambarkan pengaruh terhadap BCVA
setelah 6 bulan pengobatan.
Subtipe
Studi prospektif di Ethopia dan New Delhi menunjukkan bahwa ambliopia
strabismus lebih sering terjadi daripada ambliopia refraksi dan sensoris. Tidak
serupa dengan hasil kami yang menunjukkan ambliopia refraksi yang lebih sering
10
terjadi daripada strabismus dan sensoris. Dalam review grafik oleh Tamayo
(Tamayo C dan Valbuena MV. Ambliopia pada profil Rumah Sakit Umum
Filifina, 2010, data tidak dipublikasian), ambliopia sensoris paling sering terjadi
pada kelompok umur anak.
Usia
Usia awal ditentukan oleh ingatan pengasuh. Pada ambliopia sensoris dan
strabismus biasanya terdeteksi karena mata yang terlihat tidak selaras atau
terdapat opasitas yang padat. Kebanyakan pasien dengan anisometrofi
memperlihatkan mata yang orthoforia sehingga memperlihatkan mata yang
normal pada orangtuanya. Hal ini yang mengakibatkan keterlambatan mengetahui
onset dari ambliopia, biasanya terdeteksi saat usia sekolah dan apabila sudah ada
keluhan penglihatan kabur. Karena penentuan onset ambliopia berdasarkan
ingatan dari orangtua, korelasi antara hasil visual dengan usia onset tidak dapat
diandalkan. Variabel yang lebih handal yaitu usia pasien pada saat awal
konsultasi dengan pengobatan awal. Studi kami menunjukkan tingkat
keberhasilan yang lebih tinggi pada mereka yang dirawat pada usia lebih dini.
Kepatuhan dan penggunaan buku harian “Patch”
Kepatuhan yang baik terlihat pada kelompok yang berhasil, dan kepatuhan
yang sedang menghasilkan kelompok yang gagal dalam pengobatan. Pada statistik
terdapat hubungan kepatuhan dan perubahan BCVA yang sudah di
demonstrasikan oleh London yang menunjukan peningkatan yang rendah pada
ketajaman mata pada kelompok yang kepatuhan rendah.
Dalam penelitian kami, terjadinya pencatatan harian yang rendah (9,3%)
kemudian pada jadwal follow up dibuatkan rekaman tingkat kepatuhan. Namun
demikian alasan kurangnya kepatuhan ditangani dengan penjelasan yang lebih
menyeluruh tentang “patch”. Pada Penelitian lain menyarankan bahwa kepatuhan
yang kurang dikaitkan dengan pemahaman yang kurang tentang ambliopia,
pengobatan dan faktor psikososial lainnya. Pada studi kami memiliki persentase
kepatuhan 88% dibandingkan dengan studi sebelumnya yaitu berkisar antara 30-
60%. Peningkatan kepatuhan ini mungkin dihasilkan dari beberapa faktor seperti
11
instruksi tertulis yang lebih menyeluruh pada buku harian “patch” yang
menggunakan diagram dan kartun. Pada follow up bulanan, instruksi akan diulang
dan pasien akan didorong untuk dapat melakukan umpan balik serta memeriksa
dan mengumpulkan buku harian “patch”. Selama kunjungan bulanan, orang tua
dan pengasuh didorong untuk mengajukan pertanyaan sehingga kesalahpahaman
bisa dikoreksi.
Penggunan buku harian tersebut mengharuskan kedua orangtua atau
pengasuh pasien untuk mengambil peran aktif dalam pengobatan yang ada dalam
buku harian. Buku ini juga merupakan sarana dimana pengasuh diingatkan akan
tugas mereka serta dapat menuliskan pertanyaan mereka untuk ditanyakan saat
follow up. Konsistensi dengan penelitian sebelumnya, menjalin hubungan yang
baik dengan orang tua pasien agar dapat meningkatkan kesadaran akan kebutuhan
“patch”. Penggunaan buku harian “patch” ditambah dengan waktu yang lama saat
jadwal follow up memungkinkan orang tua dan pengasuh memiliki gagasan yang
jelas tentang penyakit dan pengobatan.
Keparahan penyakit
Pasien dengan ambliopia ringan sampai sedang memiliki angka
keberhasilan yang lebih tingi terhadap pengobatan (61%) dibandingkan ambliopia
yang berat (36%). Tinggat kepatuhan tidak memberikan perbedaan yang
signifikan antara kedua kelompok. Terdapat korelasi negative yang kuat antara
tingkat keparahan dan perubahan BCVA seperti yang ditunjukkan pada penelitian
ini. Tingkat keparahan ambliopia merupakan faktor penting yang mempengaruhi
hasil visual pada kepatuhan yang baik. Meskipun masih terdapat respon parsial
pada ambliopia parah terhadap pengobatan 6 bulan seperti peningkatan 2 baris
dalam BCVA .
Hasil dan periode Follow up
Ketajaman penglihatan stabil setelah 9-10 minggu pengobatan (2-3 bulan).
Perubahan BCVA tidak menunjukkan perubahan pada bulan 3-4 (gambar 1) dan
dapat disalahartikan sebagai pencapaian BCVA yang stabil. Namun, peningkatan
minimal 1 baris di snellen chart dapat terlihat dari bulan 5-6, yang
12
mengindikasikan penggunan “patch” yang lebih lama dan follow up nya
membutuhkan waktu lebih dari 6 bulan.
Dengan demikian, studi selanjutnya harus menggunakan sampel yang
lebih besar dari masing-masing subtype ambliopia dengan periode follow up yang
lebih lama.
Singkatnya, pengobatan ambliopia dengan oklusi paling efektif pada
ambliopia ringan dan sedang. Terapi lebih awal pada ambliopia memberikan hasil
yang lebih baik. Dengan kepatuhan yang baik, terlihat perbaikan pada ambliopia
berat. Penggunaan catatan harian “patch” dapat meningkatkan kepatuhan dan
meningkatkan pemahaman tentang terapi oklusi.
13
RANGKUMAN PEMBACA
Ambliopia didefinisikan sebagai penurunan ketajaman penglihatan / Best
Corrected Visual Acuity (BCVA) walau sudah diberi koreksi terbaik, dapat
unilateral atau bilateral yang tidak dapat dikaitkan dengan efek dari kelainan
struktural mata. Hal ini secara objektif dapat dibuktikan bila BCVA lebih rendah
dari 20/40 (0,30 LogMAR) atau perbedaan BCVA ≥ 2 baris (0,2LogMAR)
dengan menggunakan Snellen Cart atau lainya. Pada Umumnya ambliopia
disebabkan oleh strabismus, anisometropia, atau kesalahan refraksi bilateral dan
visual deprivasi.
Insiden ambliopia dilaporkan sebesar 3,5% diseluruh dunia, 1,6% - 3,5% di
Inggris dan 2,0% - 2,5% di Amerika Serikat. Prevalensi tersebut bervariasi dalam
kelompok-kelompok ethnis yang berbeda. Ambliopia ditemukan ada 2,6% dari
anak Hispanik/ Latin dan 15% anak Afrika-Amerika. Prevalensi keseluruhan di
Singapura adalah 0.35% tanpa perbedaan ras antara Cina (0,34%), Melayu
(0,37%), dan India. Bentuk anisometrofi paling sering terlihat di beberapa studi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi hasil visual terhadap BCVA pada pasien ambliopia setelah
diberikan terapi selama 6 bulan. Dengan adanya penelitian ini diharapkan tenaga
kesehatan lebih menyadari pentingnya melakukan skrining pada setiap pasien
anak yang melakukan pemeriksaan mata agar dapat melakukan terapi dan
tindakan lebih awal.
Penelitian ini dilakukan terhadap 32 pasien, 19 perempuan (59,4%) dan 13
laki-laki (40,6%) yang telah terdiagnosis ambliopia. Usia pasien yang digunakan
sebagai sampel yaitu 3-8 tahun. Pasien-pasien tersebut telah dilakukan
pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu BCVA awal (pada LogMAR dan
snellen), refraksi siklopegik, ocular alignment, pemeriksaan fisik, diagnosis,
penyebab yang mendasari, keparahan ambliopia, dan lateralisasi. Pemeriksaan
ketajaman penglihatan dapat dilakukan berdasarkan tingkat pengenalan huruf LEA
chart digunakan untuk yang tidak dapat membaca, dan Snellen chart untuk yang
tahu huruf. Hasil akan dikonversi menjadi LogMAR. Setelah data terkumpul
14
kemudian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17.0 Windows (SPSS
Inc. Chicago, IL).
Penemuan terbanyak adalah jenis ambliopia refraksi (63%) yang diikuti dengan
sensoris (28%) dan strabismus (9%). Diagnosa ambliopia berat terjadi pada
pasien subtipe strabismus (100%), sensoris (67%), dan refraksi (25%). Terdapat
kolerasi antara diagnosa subtipe dengan tingkat keparahan yang di uji dengan
korelasi spearman didapatkan korelasi linier sedang (r = 0,39, P = 0,05).
Setengah dari pasien dalam penelitian ini mencapai keberhasilan terapi.
Mayoritas (69%) didiagnosa dengan ambliopia refraksi dan kepatuhan terhadap
pengobatan. Pada kelompok gagal pengobatan, 56% memiliki ambliopia refraksi
sementara 44% memiliki ambliopia sensoris dengan kepatuhan sedang. Lebih dari
setengah (56%) dari pasien kelompok gagal pengobatan didiagnosa dengan
ambliopia berat. Terdapat korelasi negatif yang kuat (r = -0,48, p = 0,01) antara
keparahan ambliopia dan peningkatan BCVA. Tidak ada pasien yang mengalami
penurunan BCVA.
Secara keseluruhan kepatuhan terhadap menutup mata dalam penelitian ini
adalah 88±18%. Pasien yang berhasil diterapi memiliki kepatuhan 92 %
dibandingkan dengan 84 % pada kelompok yang gagal terapi. Terdapat korelasi
sedang antara kepatuhan dan perubahan BCVA (r= 0,37, p = 0,05).
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi hasil visual terhadap BCVA pada pasien ambliopia setelah
diberikan terapi. Selain itu dapat memberikan edukasi yang lebih pada orang tua
pasien mengenai ambliopia, pentingna penanganan yang lebih dini pada
ambliopia, serta pentingnya peran orangtua dan anak untuk dalam pelaksanaan
terapi ambliopia.
Kekurangan dari penelitian ini adalah jumlah sampel yang kurang banyak.
Sehingga dapat dilakukan variasi lama terapi yang diberikan. Pada penelitian juga
tidak menjelaskan secara patofisiologi dampak terapi oklusi terhadap ambliopia .
15
Penjabaran yang terdapat di dalam jurnal ini menurut pembaca telah dilakukan
dengan baik oleh penulis dimana metode serta penjabaran hasil ditampilkan
dengan sederhana yang disertai dengan tabel dan grafik yang representatif
sehingga pembaca merasa cukup mudah untuk memahami apa yang ingin
disampaikan oleh penulis. Hasil dari penelitian ini menurut pembaca akan sangat
berguna dan dapat diterapkdan di negara Indonesia.
16
LAPORAN ANALISA JURNAL READING
Topik No Keterangan Halaman dan penjelasanJudul dan abstrak 1 a. Menjelaskan tujuan,
metode, hasil penelitian
b. Memberikan ringkasan yang informatif dan seimbang atas apa yang dilakukan dan apa yang ditemukan
Ya, pada abstrak jurnal menjelaskan tujuan, metode, hasil penelitian secara ringkasDijelaskan di halaman awal secara lengkap serta memberikan ringkasan yang sesuai dengan hasil yang didapatkan di penelitian
IntroduksiLatar belakang 2 Menjelaskan latar belakang
yang ilmiah dan rasional mengapa penelitian perlu dilakukan
Ya, pada halaman awal di jelaskan angka kejadian dan beberapa literatur dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh orang lain dan manfaat penelitian telah dijabarkan dengan jelas.
Tujuan 3 Menentukan tujuan spesifik, termasuk hipotesis yang diajukan
Ya, pada halaman pertama pada disampaikan bahwa bahwa tujuan penelitian mengetahui dampak dari terapi oklusi pada pasien ambliopia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metodelogi penelitian Populasi 4 Menjelaskan bagaimana
populasi ditentukanYa, pada halaman pertama disampaikan bahwa populasi penelitian yang diambil yaitu semua pasien yang didiagnosis ambliopia serta sudah dijelaskan periode pengambilan populasi.
Subyek penelitian 5 Kriteria subyek penelitian Ya. Pada penelitian sudah disampaikan secara rinci mengenai kriteria inklusi dan eksklusi dari subyek penelitian.
Besar sampel 6 Menjelaskan kriteria penentuan sampel minimal yang diperlukan untuk menghasilkan kekuatan penelitian
Ya, sudah dijabarkan secara jelas mengenai kriteria penentuan besar sampel, metode sampling, dan kriteria pengambilan sampel. Karena pada penelitian ini seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.
Prosedur penelitian
7 Menjelaskan secara rinci dan sistematik prosedur penelitian (teknik pengambilan data)
Ya. Pada penelitian dijabarkan prosedur penelitian yang meliputi pemeriksaan klinis dan pemeriksaan ketajaman penglihatan.
Rancangan penelitian
8 Menjelaskan rancangan penelitian
Ya, sudah ada penjelasan mengenai rancangan penelitian yang dilakukan.
Teknik analisa data
9 Teknik analisa data yang digunakan untuk membandingkan hasil penelitian
Ya. Analisa data pada penelitian ini menggunakan program SPSS 17
HasilAlur penelitian 10 Menjelaskan waktu
penelitianYa sudah dijelaskan waktu (periode) penelitian. Pada penelitian ini hanya disampaikan, pasien yang didiagnosis ambliopia kemudian
17
diberikan buku harian “patch” lalu dilakukan follow up selama 6 bulan.
Outcome dan estimasi penelitian
11 Untuk outcome hasil penelitian
Hasil penelitian hanya dijabarkan secara deskriptif dalam bentuk persentase dan dilampirkan dalam bentuk tabel dan grafik
DiskusiInterpretasi 12 Interpretasi hasil Interpretasi hasil hanya
dibandingkan hasil penelitian dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya serta hal yang dapat menyebabkan adanya perbedaan persentase dibanding penelitian lainnya. Namun pada penelitian ini tidak dibahas mengenai patofisiologi kelainan ambliopia yang ditemukan di penelitian ini.
Generalizability 13 Apa hasil bisa digeneralisasikan di masyarakat
Masyarakat harus diberikan edukasi tentang penyakit ambliopia,agar dapat melakukan deteksi yang lebih awal,agar penanganan lebih dini dapat dilakukan.
Overall evidence 14 Interpretasi umum terhadap hasil dalam konteks penelitian
Penelitian ini menggunakan literatur dan data penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagai bukti yang menguatkan adanya berbagai kelainan pada segmen anterior mata akibat diabetes mellitus.
18