Journal Reading

12
JOURNAL READING CLINICAL FEATURES AND TREATMENTS OF ODONTOGENIC SINUSITIS Pembimbing: dr. Kotë Noordhianta, Sp. THT-KL, M.Kes Penyusun: Melany Intan 2014-061-062

description

sca

Transcript of Journal Reading

JOURNAL READINGCLINICAL FEATURES AND TREATMENTS OF ODONTOGENIC SINUSITIS

Pembimbing:dr. Kot Noordhianta, Sp. THT-KL, M.Kes

Penyusun:Melany Intan2014-061-062

Kepaniteraan KlinikIlmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala LeherFakultas Kedokteran UNIKA Atma Jaya JakartaRSUD Syamsudin, S.H., SukabumiPeriode 27 April 2015 30 Mei 2015ANATOMI SINUS PARANASAL

Sinus paranasal ialah rongga udara yang dilapisi oleh mukosa yang terletak di dalam tulang-tulang wajah dan tengkorak. Terdapat empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus ethmoid, dan sinus sphenoid. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunya ostium ke dalam rongga hidung. Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus ethmoid telah ada sejak anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus ethmoid anterior pada usia kurang lebih 8 tahun. Perkembangan sinus sphenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun. Fungsi dari sinus adalah air conditioning, meredam perubahan tekanan udara, mengurangi berat dari tulang tengkorak, dan resonansi suara.Sekret yang terbentuk di dalam sinus dialirkan ke meatus yang berbeda-beda. Ada 3 meatus, yaitu meatus superior, meatus medius, dan meatus inferior. Meatus superior mengalirkan sekret dari sinus ethmoid posterior dan sinus sphenoid; sinus frontalis, sinus maksilaris, dan ethmoid anterior bermuara ke dalam hidung melalui kompleks osteomeatal yang terletak lateral dari meatus medial; meatus inferior mengalirkan sekret dari duktus nasolakrimalis. Kompleks osteomeatal adalah area kecil yang sangat mudah tersumbat

Sinus MaksilarisSinus maksilaris terletak di antara tulang-tulang maksilaris dan merupakan sinus yang terbesar. Dinding anterior membentuk permukaan maksila, dinding posterior berbatasan dengan fossa infratemporal, dinding medial merupakan dinding lateral rongga hidung, dasar sinus adalah prosesus alveolar, dan dinding superior berfungsi sebagai dasar orbital. Saraf infraorbital melintasi lantai orbital untuk keluar dari bagian anterior rahang atas melalui foramen infraorbital. Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya bersentuhan langsung dengan prosesus alveolaris gigi geligi yaitu Molar 1 dan Molar 2, juga Molar 3 dan Premolar, maka infeksi mudah menyebar lewat sinus, yang disebut sinusitis odontogen. Pasien juga beresiko untuk pengembangan fistula oroantral setelah pencabutan gigi di situs tersebut. Ostium dari sinus maksila tersambung ke rongga hidung melalui saluran kecil yang dinamakan infundibulum. Saluran ini terletak lebih tinggi dari dasar sinus, Dengan demikian saluran ini harus melawan gaya gravitasi untuk mengalirkan mucus ke dalam rongga hidung. Drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus ethmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

Sinus FrontalUkuran sinus frontalis bervariasi tergantung pada tingkat pneumatisasi. Dasar sinus berfungsi sebagai atap supraorbital, dan ostium drainase terletak di bagian posteromedial dari dasar sinus. Drainase dari sinus frontal adalah kompleks dengan saluran keluar yang menyerupai struktur berbentuk jam pasir pada bidang sagital. Bagian sempit dari saluran keluar adalah ostium frontal.

Sinus EthmoidSinus ethmoid sudah ada sejak lahir bersamaan dengan sinus maksilaris. Ethmoid anterior mempunyai saluran kecil yaitu infundibulum yang berfungsi sebagai drainase sinus maksilaris.

Sinus SphenoidSinus sphenoid berkembang pada umur 8-10 tahun dan selesai terbentuk sekitar usia 12 tahun.

SINUSITISSinusitis adalah inflamasi pada mukosa sinus paranasal. Sinusitis dibagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan, dan kronik jika lebih dari 3 bulan. Sinusitis akut rekuren adalah bila terdapat lebih dari 4 episode akut dalam 1 tahun dengan resolusi diantara episode.

PatofisiologiPada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu obstruksi drainase sinus, kerusakan pada silia, dan kuantitas dan kualitas mukosa. Infeksi akan menyebabkan terjadinya edema pada dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan atau obstruksi pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase dalam sinus. Selain itu inflamasi, polip, tumor, trauma, skar, variasi anatomi juga dapat mengganggu aliran sinus. Agen infeksi juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Silia yang kurang aktif fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya akumulasi cairan pada sinus. Terganggunya fungsi silia tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kehilangan lapisan epitel bersilia, udara dingin, aliran udara yang cepat, virus, bakteri, mediator inflamasi, kontak antara dua permukaan mukosa, parut, primary cilliary dyskinesia (Kartagener syndrome). Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus.Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa bakteri patogen. Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi bakteri menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak. Pada pulpa yang terbuka, kuman akan masuk pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya sinusitis maksila.

DiagnosisSinusitis ditegakkan bila terdapat 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor Gejala major: Facial pain or pressure Facial congestion or fullness Nasal obstruction or blockage Nasal discharge, purulene, or discolored postnasal drainage Hyposmia or anosmia Purulence in nasal cavity Fever (untuk sinusitis akut) Gejala minor Headache Fever (untuk sinusitis kronis) Halitosis Fatique Dental pain Cough Ear pain, pressure, or fullnessTUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui apakah gambaran klinis seperti jenis kelamin, usia, faktor etiologi, dan gejala yang muncul pada sinusitis odontogenic berbeda dari tipe sinusitis yang lainnya Untuk menemukan cara supaya angka kejadian sinusitis odontogenik berkurang

PENDAHULUANInfeksi gigi adalah faktor predisposisi utama terjadinya sinusitis maksilaris. Sebanyak 10% dari seluruh kasus sinusitis maksilaris adalah sinusitis odontogenik, Sinusitis odontogenik disebabkan karena membrane Schneidarian mengalami perforasi. Ini dapat terjadi pada orang-orang yang mengalami karies dan trauma pada gigi yang dekat dengan sinus maksilaris. Sinusitis dapat juga disebabkan oleh iatrogenik seperti implan gigi dan ekstraksi gigi. Pengobatan sinusitis odontogenik membutuhkan tatalaksana dari penyebab sinusitisnya yaitu gigi. Penelitian ini adalah retrospective study, dengan jumlah responden sebanyak 27 orang yang mengalami sinusitis odontogenik untuk menentukan gambaran klinis, seperti jenis kelamin, usia, faktor etiologi, gejala, therapeutic tools, dan gambaran radiologi.

MATERIAL DAN METODEPeneliti meneliti 30 orang yang didiagnosis sinusitis odontogen di Rumah Sakit Kangbuk Samsung, Seoul dari Februari 2006 sampai bulan Agustus 2008. Terdapat 3 orang yang mengalami pansinusitis dengan polip nasi dikeluarkan dari penelitian ini. Sinusitis odotogenik didiagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan gigi. Hal ini termasuk mengevaluasi gejala pasien (menurut kriteria American Academy of Otolaryngology-Head and Neck surgery), diagnosis untuk sinusitis mencakup sekurang-kurangnya 2 gejala major atau sekurang-kurangnya 1 gejala major dan 2 gejala minor), riwayat pemeriksaan gigi sebelumnya, dan gambaran radiologi termasuk CT scan sinus paranasal. Konsultasi dengan dokter gigi juga membantu menunjang diagnosis sinusitis odontogenik.

HASILPada penelitian ini, perbandingan jumlah pria dan wanita yang mengalami sinusitis odontogenik adalah 15:12. Usia yang memiliki insiden tertinggi menderita sinusitis odontogenik adalah dekade ke-4. Semua responden tidak memiliki riwayat mengalami sinusitis sebelumnya. Pada penelitian ini, penyebab paling sering terjadinya sinusitis odontogenik adalah karena implan gigi, lalu diikuti oleh karena ekstraksi gigi, kista gigi, kista radikuler, karies gigi, dan gigi berlebih.

Penyebab%

Implan gigi37 %

Ekstraksi gigi29,6 %

Kista gigi11,1 %

Kista radikuler, karies gigi, dan gigi berlebih22,3 %

Jumlah100 %

Interval waktu dari pasien melakukan tindakan pada giginya sampai datang ke klinik dengan keluhan sinusitis adalah 1 bulan sebanyak 40,8 %, 1 sampai 3 bulan sebanyak 18,5 %, 3 bulan sampai 1 tahun sebanyak 29,6 %, dan lebih dari 1 tahun sebanyak 11,1 %.Interval waktu%

1 bulan40,8 %

1 bulan sampai 3 bulan18,5 %

3 bulan sampai 1 tahun29,6 %

Lebih dari 1 tahun11,1 %

Jumlah100 %

Konsultasi preoperative antara dokter ahli telinga hidung dan tenggorokan dengan dokter gigi sangat penting untuk mengurangi resiko dari berkembangnya sinusitis odontogenik.Gejala yang sering dikeluhkan oleh pasien adalah rhinorrhea purulent unilateral sebanyak 66,7 %, diikuti oleh nyeri pipi, offensive odor, nasal congestion, postnasal dripping, gingival swelling. Tidak ada responden yang mengeluhkan adanya demam. Dari penelitian yang telah dilakukan, tidak ada perbedaan gejala antara sinusitis odontogenik dengan gejala pada tipe sinusitis yang lainnya. Kebanyakan pasien dengan sinusitis odontogenik memiliki gejala unilateral.

Pada gambaran CT scan sinus paranasal ditemukan adanya erosi tulang yang melibatkan sinus maksilaris sebanyak 44,4 % dan oroantral fistula sebanyak 25,9 %.Distribusi gigi pada rahang atas yang memiliki masalah adalah pada molar 2 sebanyak 40,8 %, molar 1 sebanyak 33,3 %, premolar 2 dan molar 1 sebanyak 11,1 %, molar 1 dan molar 2 sebanyak 7,4 %, premolar 2 sebanyak 3,7 %, dan molar 3 sebanyak 3,7 %.

Pada penelitian ini, 14 dari 27 pasien melakukan kultur bakteri. Pada hasil kultur, ternyata yang terinfeksi hanya oleh bakteri aerob sebanyak 21,4%, hanya bakteri anaerob sebanyak 7,1%, dan gabungan bakteri aerob dan anaerob sebanyak 21,4%. Bakteri aerob yang paling banyak menginfeksi sinusitis odontogenik adalah S.aureus. Bakteri anaerob yang paling banyak menginfeksi pada sinusitis odontogenik adalah bakteri gram negative dan Peptostreptococcus spp. Tidak ada hubungan kondisi odontogenik dengan penemuan mikrobiologi.Modalitas terapeutik yang digunakan adalah transnasal endoscopic sinus surgery sebanyak 70,4 %, Caldwell-Luc operation sebanyak 7,4%, dental management termasuk ekstraksi gigi dan melepas implan gigi sebanyak 7,4 %, dan sebanyak 14,8 % hanya dengan antibiotik.

Caldwell luc operation dapat digunakan untuk mempermudah mengangkat kista radikular yang berukuran besar dan gigi berlebih yang berlokasi di lateral sinus, yang tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan endoscopy. Antibiotik (cefditoren pivoxil 300 mg per hari atau amoxicillin-asam clavulanat 1,875 mg per hari ) sebaiknya digunakan rutin selama 3 minggu setelah operasi

DISKUSIPada penelitian ini, perbandingan jumlah pria dan wanita adalah 1,25:1. Tidak ada perbedaan bermakna antara kedua jenis kelamin. Usia yang paling banyak mengalami sinusitis odontogenik adalah decade ke 4. Penyebab paling sering terjadinya sinusitis odontogenik adalah komplikasi dari implant gigi. Pada penelitian ini, sebanyak 66,7 % responden mengeluhkan adanya gejala rhinorrhea purulent unilateral. Tidak ada perbedaan signifikan antara gejala sinusitis odontogenik dengan sinusitis tipe lain. Hampir seluruh responden memiliki gejala unilateral. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis gejala, riwayat medis, riwayat tatalaksana pada gigi, gambaran radiologis dan pemeriksaan gigi. Akar molar2 paling dekat dengan sinus maksilaris, diikuti dengan molar 1, premolar 2, premolar 1. Jarak yang dekat ini menjelaskan mudahnya proses infeksi dari gigi tersebut menyebar ke sinus maksilaris. Gambaran radiologi adalah alat yang sangat baik untuk mendiagnosis sinusitis odontogenik. CT scan adalah teknik radiologi yang paling baik untuk menegakkan diagnosis sinusitis odontogenik. Tatalaksana pada gigi yang menyebabkan sinusitis akan mencegah rekuren dan komplikasi. Kombinasi medikamentosa dan operasi dibutuhkan untuk tatalaksana sinusitis odontogenic. Sumber infeksi harus dieliminasi untuk mencegah sinusitis rekuren. Mengangkat akar gigi penyebab sinus digunakan untuk mengeliminasi sumber infeksi. Infeksi gigi biasanya disebabkan oleh gabungan polimikroba aerob dan anaerob yang disebabkan oleh famili yang sama dengan mikroorganisme gigi yaitu anaerob obligat dan aerob gram positif. Penggunaan antibiotik oral selama 21 sampai 28 hari efektif untuk melawan kuman pathogen pada gigi. Kebanyakan transnasal endoscopic sinus surgery diperuntukkan untuk tatalaksana sinusitis odontogenik. Setelah pelaksanaan rhinologic surgical treatment, terapi antibiotic dan tetalaksana gigi (pengangkatan implant gigi atau karies gigi, menutup fistula oroantral) dilakukan oleh dokter gigi pada seluruh pasien. Penyebab sinusitis odontogenik paling sering adalah komplikasi dari implant gigi. Efek yang paling sering terjadi adalah infeksi lokal pada jaringan di sekitar implant gigi. Hal ini mungkin berhubungan dengan penyerapan pada tulang sekitar. Implan gigi lebih mudah menyebabkan sinusitis odontogenik pada pasien yang memiliki faktor predisposisi yaitu dasar sinus maksila yang tipis. Peneliti merekomendasikan sebaiknya dilakukan evaluasi preoperatif untuk pasien yang pernah menderita gejala sinusitis sebelumnya atau punya faktor predisposisi memiliki masalah drainase sinus paranasal dengan observasi intranasal dan pemeriksaan radiologi.

KESIMPULANTidak ada perbedaan bermakna antara pria dan wanita untuk insiden sinusitis odontogenik. Insiden tertinggi pada usia decade 4. Tidak ada perbedaan bermakna gejala sinusitis odontogenik dan sinusitis lainnya. Hampir semua pasien memiliki gejala unilateral. Kemungkinan sinusitis odontogenik harus selalu dipikirkan bila pasien memilik gejala unilateral. Konsultasi antara dokter ahli telinga hidung dan tenggorokan dengan dokter gigi sebelum tindakan pada gigi penting untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki faktor resiko sinusitis odontogenic supaya dapat mencegah berkembangnya sinusitis odontogenic, karena penyebab paling sering terjadinya sinusitis odontogenik adalah iatrogenic.