Journal Reading

20
JOURNAL READING Identifications of hordeolum pathogens and its susceptibility to antimicrobial agents in topical and oral medications Oleh: Arrum Chyntia Yuliyanti H1A 010 024

description

hordeolum pathogen

Transcript of Journal Reading

11

JOURNAL READING

Identifications of hordeolum pathogens and its susceptibility to antimicrobial agents in topical and oral medications

Oleh:Arrum Chyntia YuliyantiH1A 010 024

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYABAGIAN ILMU PENYAKIT MATARUMAH SAKIT UMUM DAERAH PATUT PATUH PATJU GERUNGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM2015

DATA JURNALNAMA PENULIS: Parima Hirunwiwatkul, Kanitta Wachirasereechai, Mayuree Khantipong, Anan ChongthaleongJENIS TULISAN: Brief communication (Original)JUDUL : Identifications of hordeolum pathogens and its susceptibility to antimicrobial agents in topical and oral medicationsJURNAL ASAL: Asian Biomedicine Vol. 6 No. 2 April 2012; 297-302. Available from:http://www.abm.digitaljournals.org/index.php/abm/article/view/1087/561 ISI JURNALLATAR BELAKANG : Hordeolum adalah penyakit kelopak mata yang tidak mengancam jiwa dan paling sering ditemukan dalam praktik klinis di seluruh dunia. Hordeolum disebabkan oleh sumbatan kelenjar sebaseos yang terinfeksi. Hordeolum biasanya akan menghilang secara spontan dalam 1-2 minggu. Terapi hordeolum dapat berupa kompres hangat atau antibiotik (antibakteri topikal salep mata, tetes mata, dan oral), hingga insisi dan kuretase. Hingga saat ini belum ada guideline standard untuk terapi hordeolum. Akibatnya dokter cenderung menggunakan berbagai antibiotik yang dapat meningkatkan resistensi antibiotik atau memunculkan spesies baru. Informasi tentang penggunaan antibiotik masih sedikit sehingga kesimpulan dari literatur menjadi samar dan kontroversial. Kebanyakan ahli mata di Thailand memutuskan penggunaan antibiotik hanya berdasarkan pengalaman pribadi dan sumberdaya yang tersedia. Misalnya Fraunfelder FT yang menggunakan antibiotik topikal spektrum luas setelah insisi dan kuretase atau pada kasus rekuren, sedangkan literatur lain menyebutkan antibiotik sistemik tidak boleh diberikan sama sekali kecuali terdapat selulitis yang signifikan. Sebaliknya terapi lokal harus minimal terutama jika penggunaan antibiotik dipertimbangkan. Banyaknya pilihan terapi tanpa adanya guideline membuat dokter meresepkan antibiotik yang mungkin tidak diperlukan yang akan meningkatkan resistensi obat dan juga meningkatkan efek samping obat pada pasien.Terapi spesies bakteri tertentu seperti Staphylococcus spp. dikenal lebih sulit karena bakteri ini mudah menjadi resisten. Staphylococcus spp, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis menjadi penyebab tersering hordeolum. Staphylococcus saphropyticus, Diplococcus catarrhus, Moraxella sp., dan Trichopyton mentagrophytes juga dapat menyebabkan hordeolum namun tidak diketahui apakah patogen ini dapat menjadi resisten secepat Staphylococcus spp. sehingga perlu kewaspadaan jika antibiotik diberikan pada pasien. Agen topikal juga dapat menginduksi resistensi pada sisi ekstraokular dibandingkan antibiotik sistemik.Meskipun belum ada laporan mengenai resistensi obat, dokter harus hati-hati dalam meresepkan antibiotik pada pasien hordeolum. Meningkatnya penggunaan antibiotik topikal di seluruh dunia juga menjadi perhatian sehingga peneliti mencoba mengidentifikasi organisme patogen yang ditemukan pada hordeolum dan menentukan kerentanannya terhadap antibiotik topikal mata yang sering digunakan pada pasien di Thailand.

TUJUAN :Untuk mengidentifikasi organisme patogen yang saat ini terdapat pada hordeolum dan menguji kerentanannya terhadap antibiotik pada pengobatan topikal mata pada pasien di Thailand.

METODOLOGI :Subyek Penelitian79 pasien yang tidak pernah berobat dengan kasus hordeolum tanpa komplikasi dengan abses berukuran lebih dari 5 mm dan kurang dari 7 hari direkrut dari pasien rawat jalan Departemen Oftalmologi King Chulalongkorn Memorial Hospital, Bangkok, Thailand.Kriteria eksklusi antara lain jika pasien memiliki riwayat penggunaan antibiotik apapun saat menderita hordeolum, kecenderungan terjadi perdarahan, tidak bisa dilakukan insisi dan drainase di bawah pengaruh anestesi lokal, alergi xilocain atau povidine, dan memiliki komplikasi terkait dengan hordeolum seperti selulitis preseptal dan blefaritis. Setiap pasien yang ikut serta telah mengisi informed consent yang telah disetujui oleh Institutional Review Board of the Faculty of Medicine, Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand.Prosedur Pengumpulan dan kultur bakteri dan uji kerentanan (Susceptibility Testing)Pus diambil dengan teknik steril selama insisi dan drainase. Pus diambil melalui tempat insisi yang sama menggunakan beberapa swab steril dan segera diletakkan pada tiga agar plates, dilakukan smear pada objek glass, dan diinokulasikan pada tabung berisi media tioglikolat. Kultur dilakukan pada tiga macam agar yang berbeda: Brucella agar untuk pertumbuhan bakteri anaerob, agar darah untuk pertumbuhan bakteri aerob, dan agar coklat untuk pertumbuhan bakteri mikroaerofilik. Kemudian dilakukan pewarnaan gram pada objek glass. Media tioglikolat digunakan untuk meyakinkan pertumbuhan bakteri pada spesimen tersebut berisi sangat sedikit pathogen. Kit anaerob (Mitsubishi Gas Chemical Company, Inc, Tokyo, Japan) digunakan untuk menumbuhkan bakteri anaerob dalam lingkungan anaerob. Indikator anaerob digunakan untuk menjamin bahwa lingkungan adalah anaerob (Oxoid Ltd, Hants, UK). Sampel yang didapat selanjutnya dikirim ke department mikrobiologi fakultas kedokteran, Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand. Pemeriksaan bakteriologis dilakukan terhadap isolat yang didapat dari lokasi insisi menggunakan teknik standard dan dilakukan identifikasi strain bakteri melalui kultur bakteri dan teknik biokimia. Isolat juga diuji kerentanannya (susceptibility testing) terhadap kloramfenikol, asam fusidat, tetrasiklin, tobramycin, dan siprofloksasin menggunakan Etest (AB Biodisk, Solna, Sweden).

Analisis StatistikData yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara statistik deskriptif.

HASIL :Didapatkan pertumbuhan bakteri pada 50 pasien (63,3%) dari total 79 pasien. Sebanyak 54 isolat dideteksi dan didentifikasi sebagai Staphylococcus epidermidis (19 isolat; 35,2%), Proprionibacterium acnes (13 isolat; 24,1%), Staphylococcus aureus (10 isolat; 18,5%), Corynebacterium spp. (10 isolat; 18,5%), Aerococcus viridans (1 isolat; 1,85%), dan Prevotella intermedia (1 isolat; 1,85%). Pada pengecatan gram didapatkan organisme positif hanya 14 dari 50 kultur pasien. Hasil dari 13 spesimen (92,9%) konsisten dengan organisme dari kultur spesimen menunjukkan karakteristik organisme penyebab. Hanya 1 yang tidak menunjukkan pertumbuhan dari kultur.Berdasarkan uji kerentanan antibiotik, kebanyakan isolat rentan (susceptible) terhadap semua antibiotik yang diujikan, kecuali Staphylococcus spp. yang beberapa resisten terhadap tetrasiklin. Kebanyakan bakteri memiliki nilai MIC50 dan MIC90 10 kali lebih rendah dibandingkan konsentrasi kloramfenikol, asam fusidat, tetrasiklin, tobramycin, dan siprofloksasin kecuali Propionibacterium acnes terhadap Tobramycin dan Polymyxin. Hal ini menunjukkan kebanyakan antibiotik dalam rentang susceptible untuk semua isolat kecuali Tobramycin dan Polymyxin.

DISKUSI :Peneliti menyatakan penelitian ini merupakan pertama yang sejenis dan mewakili langkah awal dalam identifikasi semua patogen dalam patogenesis hordeolum dan kerentanannya terhadap antibiotik yang digunakan saat ini. Sebanyak 29 kasus dari 79 pasien tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri. Menurut peneliti hal ini dikarenakan hordeolum dapat self-limitting atau oklusinya kekurangan patogen.Peneliti mendapatkan pertumbuhan bakteri pada 54 isolat dari 50 pasien (63,3%) dan diidentifikasi 6 spesies bakteri yang berhubungan dengan hordeolum yaitu Staphylococcus epidermidis, Proprionibacterium acnes, Staphylococcus aureus, Corynebacterium spp., Aerococcus viridans, dan Prevotella intermedia. Kebanyakan bakteri ini merupakan flora normal kulit kecuali Aerococcus viridans. Beberapa dekade yang lalu Staphylococcus spp merupakan pathogen yang paling sering menimbulkan hordeolum dan hingga saat ini Staphylococcus spp masih tetap menjadi pathogen dominan pada hordeolum. Dalam penelitian ini juga didapatkan flora normal kulit lain yaitu P.acne dan Corynebacterium spp dengan insidensi lebih tinggi. Kedua bakteri ini belum pernah dilaporkan sebagai pathogen hordeolum. Peneliti menduga terdapat peningkatan prevalensi bakteri tersebut atau mungkin prosedur pengumpulan pus dan teknik transfer yang digunakan saat ini lebih berkembang sehingga dapat mengidentifikasi pathogen dengan lebih efisien. Peneliti mengaku metode pengumpulan pus yang dilakukan sangat akurat dan prosedur kultur bakteri dilakukan dengan tepat, sehingga dapat ditumbuhkan dan terdapat cukup bakteri untuk identifikasi.Nilai MIC90 P.acne terhadap Tobramycin dan Polymyxin tinggi. Peneliti mendapatkan hanya satu strain bakteri yaitu P.acne yang resistensi terhadap Tobramycin dan Polymyxin sekaligus.Peneliti juga menemukan Staphylococcus epidermidis resisten terhadap Teramycin (36,84%) yang merupakan salep antibiotik tersering untuk hordeolum di Thailand. Staphylococcus spp juga resisten terhadap tetrasiklin: 36,84% pada S. epidermidis dan 30% pada S.aureus. Meskipun hanya terdapat 2 strain Staphylococcus spp yang resisten terhadap tetrasiklin, namun harus diperhatikan bagaimana antibiotik disalurkan karena organisme ini mampu mengembangkan beberapa strategi untuk menghindari kematian. Resistensi intermediat terhadap tetrasiklin ini mengharuskan dokter untuk memperhatikan konsep resistensi. Misalnya Staphylococci resisten terhadap Methicillin, penicillin, glikopeptida, dan vankomycin namun tahun 1994 hanya resisten terhadap penicillin. Resistensi ini terjadi dalam periode waktu yang relatif singkat. S.aureus juga menjadi resisten terhadap Nafcillin, Cloxacillin, dan Dicloxacillin. Hasil penelitian ini menjadi sulit dianalisis karena tidak ada kriteria interpretasi untuk penggunaan eksternal antimikroba. Kriteria interpretasi oleh Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) dan the British Society for Antimicrobial Chemotherapy (BSAC) hanya berdasarkan konsentrasi serum dan tidak bisa dikonversi menjadi efikasi in vivo untuk agen topikal mata. Tantangan lain dalam analisis hasil penelitian ini yaitu apakah penetrasi intraokular setiap antibiotik dipengaruhi oleh inflamasi lokasi target. Antibiotik tertentu memiliki penetrasi ke dalam mata lebih baik dibandingkan yang lain. Kadar obat yang cukup mungkin tidak dapat berpenetrasi ke dalam mata untuk secara efektif menghambat pertumbuhan bakteri akibat adanya inflamasi di tempat infeksi. Peneliti tidak mengetahui jumlah pasti antibiotik yang masuk ke mata untuk menentukan efikasi terapi hordeolum tanpa meningkatkan strain resisten. Oleh karena itu ditentukan titik susceptible menggunakan nilai MIC 10 kali lebih rendah daripada konsentrasi agen antibiotik yang digunakan pada sediaan. Untuk aplikasi klinis data penelitian ini harus digunakan hati-hati mengingat banyak faktor dan keterbatasan yang dapat mempengaruhi terapi hordeolum seperti sarana oftalmik, farmakokinetik obat dalam jaringan yang terinfeksi, dan respons imun host. Kriteria inklusi yang ketat membuat jumlah sampel kecil dan berpotensi membatasi penelitian ini. Diperlukan 5 tahun untuk merekrut sampel yang sesuai kriteria inklusi. Hal ini karena pasien di Thailand lebih sering membeli obat tetes mata sendiri di apotik untuk mengobati hordeolum dan hanya datang ke dokter jika masalah mata menetap dan mengganggu kualitas hidupnya. Rumah sakit tempat pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah rumah sakit tersier sehingga rata-rata pasien yang datang sudah pernah berobat sebelumnya. Peneliti berspekulasi jika sampel lebih besar maka akan didapatkan spesies bakteri lainnya dan jumlah patogen resisten lebih signifikan.Berdasarkan penelitian ini didapatkan resistensi terhadap isolat hordeolum. Dengan hasil ini maka peneliti hanya dapat memberi peringatan awal kepada dokter bahwa terdapat patogen lain terkait hordeolum dan berpotensi resisten terhadap antibiotik jika digunakan secara tidak rasional. Peneliti tidak merekomendasikan penggunaan antibiotik tunggal untuk mengobati hordeolum, terutama tetrasiklin, tobramycin, atau polymyxin karena telah diidentifikasi strain yang resisten. Kombinasi antibiotik lebih dipilih daripada monoterapi. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menilai penggunaan antibiotik topikal tersebut dalam situasi klinis dan dengan MIC pada jumlah sampel yang besar.SIMPULAN :Kebanyakan patogen pada hordeolum adalah flora normal kulit. Spesies Staphylococcus spp masih tetap menjadi patogen dominan pada hordeolum. Selain itu didapatkan Proprionibacterium acnes resisten terhadap tobramycin dan polymyxin.

PELAJARAN YANG DAPAT DIPEROLEH :Hordeolum merupakan penyakit kelopak mata tersering yang disebabkan oleh sumbatan kelenjar sebaseos yang terinfeksi dan dapat self-limitting. Kebanyakan bakteri yang ditemukan pada hordeolum merupakan flora normal kulit kecuali Aerococcus viridans. Bakteri Staphylococcus spp masih tetap menjadi pathogen dominan pada hordeolum.Dalam studi ini didapatkan Proprionibacterium acnes resisten terhadap Tobramycin dan Polymyxin sehingga hal ini dapat peringatan awal kepada dokter bahwa terdapat patogen lain terkait hordeolum dan berpotensi resisten terhadap antibiotik jika digunakan secara tidak rasional. Dokter harus berhati-hati dalam pemberian antibiotik topikal mata pada pasien hordeolum. Berdasarkan penelitian ini tidak direkomendasikan penggunaan antibiotik tunggal untuk mengobati hordeolum, terutama tetrasiklin, tobramycin, atau polymyxin karena telah diidentifikasi strain yang resisten. LAPORAN ANALISIS JURNAL READINGTopikNoKeteranganHalaman dan penjelasan

Judul dan abstrak1a. Menjelaskan tujuan, metode, hasil penelitianb.Memberikan ringkasan yang informatif dan seimbang atas apa yang dilakukan dan apa yang ditemukanYa, pada abstrak jurnal menjelaskan tujuan, metode, hasil penelitian secara ringkasDijelaskan di halaman awal secara lengkap serta memberikan ringkasan yang sesuai dengan hasil yang didapatkan di penelitian

Introduksi

Latar belakang2Menjelaskan latar belakang yang ilmiah dan rasional mengapa penelitian perlu dilakukan Ya, pada latar belakang dijelaskan data penelitian sebelumnya, namun tidak dijabarkan secara kuantitatif mengenai prevalensi masing-masing patogen penyebab hordeolum dalam penelitian sebelumnya, dan definisi kasusnya tidak ditetapkan.

Tujuan 3Menentukan tujuan spesifikYa, pada halaman pertama disampaikan bahwa penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi organisme patogen yang saat ini terdapat pada hordeolum dan menguji kerentanannya terhadap antibiotik pada pengobatan topikal mata pada pasien di Thailand. Tidak ada hipotesis yang diajukan.

Metodologi penelitian

Populasi4Menjelaskan bagaimana populasi ditentukanTidak, pada halaman kedua hanya disampaikan bahwa populasi penelitian diambil dari pasien rawat jalan Departemen Oftalmologi King Chulalongkorn Memorial Hospital, Bangkok, Thailand, namun tidak dijelaskan rinci.

Subyek penelitian 5Kriteria subyek penelitian

Ya. Pada penelitian disampaikan kriteria inklusi dan eksklusi dari subyek penelitian. Pada penelitian ini tidak dijabarkan definisi kasus dan karateristik hordeolum yang digunakan.

Besar sampel6Menjelaskan kriteria penentuan sampel minimal yang diperlukan untuk menghasilkan kekuatan penelitianTidak, tidak dijabarkan mengenai kriteria penentuan besar sampel minimal. Juga tidak dijelaskan secara eksplisit metode sampling yang digunakan. Pada bagian diskusi akhirnya dijelaskan bahwa penelitian dilakukan selama 5 tahun dengan mengambil 79 pasien yang masuk kriteria inklusi dari lebih dari 200 pasien yang berobat hordeolum di Departemen Oftalmologi King Chulalongkorn Memorial Hospital, Bangkok, Thailand.

Prosedur penelitian7Menjelaskan secara rinci dan sistematik prosedur penelitian (teknik pengambilan data)Ya. Pada penelitian dijabarkan dengan baik prosedur penelitian yang meliputi pengambilan sampel pasien dan prosedur pengumpulan dan kultur bakteri dan uji kerentanan (susceptibility testing) beserta alat-alat yang digunakan.

Rancangan penelitian8Menjelaskan rancangan penelitian Tidak dijelaskan mengenai rancangan penelitian yang dilakukan. Namun penelitian ini adalah eksperimental.

Teknik analisis data 9Teknik analisis data yang digunakan Pada penelitian ini data studi dianalisis secara statistik deskriptif

Hasil

Alur penelitian 10Menjelaskan waktu penelitianPada hasil penelitian tidak disampaikan waktu penelitian

Outcome penelitian11Untuk outcome hasil penelitianHasil penelitian telah dijabarkan secara deskriptif dalam bentuk persentase dan dilampirkan dalam bentuk tabel.

Diskusi

Interpretasi 12Interpretasi hasilInterpretasi hasil pada penelitian ini dijabarkan cukup jelas dan sangat ringkas. Namun hasil penelitian ini menjadi sulit dianalisis karena tidak ada kriteria interpretasi untuk penggunaan eksternal antimikroba. Peneliti menggunakan kriteria interpretasi oleh Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) dan the British Society for Antimicrobial Chemotherapy (BSAC) yaitu berdasarkan konsentrasi serum dan tidak bisa dikonversi menjadi efikasi in vivo untuk agen topikal mata.

Generalizability13Apa hasil bisa digeneralisasikan di masyarakat Hasil dari penelitian ini tidak bisa secara keseluruhan digeneralisasikan karena tidak mencakup seluruh wilayah Thailand dan pengambilan hanya dilakukan di sebuah rumah sakit tersier. Selain itu mungkin jika sampel lebih besar dan mencakup wilayah yang luas maka akan didapatkan spesies bakteri lainnya dan jumlah patogen resisten lebih signifikan.

Overall evidence 14Interpretasi umum terhadap hasil dalam konteks penelitianPenelitian ini menggunakan literatur dan data penelitian sebelumnya yang kurang banyak sehingga tidak dapat menjadi bukti yang menguatkan adanya resistensi patogen terhadap obat topikal mata pada hordeolum.

KELEBIHAN PENELITIAN :1. Peneliti menyatakan penelitian ini merupakan pertama yang sejenis dan mewakili langkah awal dalam identifikasi semua patogen dalam patogenesis hordeolum dan kerentanannya terhadap antibiotik yang digunakan saat ini.2. Judul dan abstrak memberikan ringkasan yang informatif dan seimbang atas apa yang dilakukan dan apa yang ditemukan pada penelitian.3. Latar belakang dan tujuan penelitian dijabarkan secara cukup jelas.4. Penelitian ini dilakukan dengan seluruh sampel pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan peneliti sangat ketat dalam pemilihan sehingga memakan waktu penelitian yang cukup lama yaitu 5 tahun.5. Peneliti menggunakan prosedur standard dalam proses pengumpulan pus dari insisi dan drainase hordeolum dan alat-alat canggih yang terstandardisasi untuk kultur dan uji kerentanan mikroba terhadap antibiotik.6. Data dalam penelitian ini merupakan data primer jadi hasil penelitian lebih akurat.

KEKURANGAN PENELITIAN :1. Peneliti tidak menjelaskan definisi kasus hordeolum.2. Populasi penelitian dan bagaimana penentuan jumlah sampel minimal yang digunakan tidak dijelaskan.3. Hasil penelitian ini menjadi sulit dianalisis karena tidak ada kriteria interpretasi untuk penggunaan eksternal antimikroba.4. Hasil dari penelitian ini tidak bisa secara keseluruhan digeneralisasikan karena tidak mencakup seluruh wilayah Thailand dan pengambilan hanya dilakukan di sebuah rumah sakit tersier.