gangguan pendarahan
description
Transcript of gangguan pendarahan
Tabel 22 6
Faktor-faktor koagulasi darah
Faktor Nama
I Fibrinogen
II Prothrombin
III Thromboplastin
IV Kalsium
V Faktor labil, proaccelerin, akselator (Ac) globulin
(VI) Belum ada
VII Proconvertin, akselator konversi prothrombin serum
(SPCA), kotromboplastin, autoprothrombin I
VIII Faktor antihemofilik (AHF), globulin antihemofilik
(AHG), faktor von Willebrand (vWF)
IX Komponen plasma thromboplastin (PTC/Christmas
factor)
X Faktor Stuart-prower
XI Thromboplastin plasma anteseden (PTA)
XII Faktor hageman
XIII Faktor stabilisasi fibrin
Faktor Fitzgerald Kininogen dengan berat molekul tinggi (HMWK)
Faktor Fletcher Prekalikrein
Disadur dari Harmening DM: Clinical hematology and fundamentals of hemostasis, ed2,
Philadelphia, 19992, FA Davis, pp 415-439.
Faktor VII. banyak diantara faktor-faktor koagulasi adalah proenzim yang menjadi teraktivasi
dan berikutnya mengaktivkan faktor lainnya, dan seterusnya dalam urutan berantai.
Thrombin yang dibentuk dari jalur ekstrinsik yang lebih cepat digunakan untuk
mempercepat jalur intrinsik yang lebih lambat. aktivasi faktor XII bertindak sebagai
penghubung umum antara komponen-komponen mekanisme hemostasis: koagulasi,
fibrinolitik, kinin, dan sistem komplemen. interaksi antara sistem-sistem ini terlihat pada
grafik 22-3. fungsi lain dari pembentukan thrombin terlihat dalam tabel 22-8.
Tabel 22-7
Klasifikasi faktor-faktor koagulasi
1. Substrat
Faktor I Fibrinogen
2. Kofaktor – mengakselerasi reaksi enzimatik
Faktor III Faktor jaringan (thromboplastin)
Faktor V Faktor labil
Faktor VIII Faktor antihemofilik
Faktor fitzgerald HMWK (kininogen berat molekul tinggi)
3. Enzymes
a. Protase Serine
Faktor II Prothrombin
Faktor VII Prokonvertin
Faktor IX Komponen plasma thromboplastin
Faktor X Faktor Stuart-Prower
Faktor XI Plasma Thromboplastin anteseden
Faktor XII Faktor Hageman
b. Transamidase
Faktor XIII Faktor stabilisasi fibrin
4. Protein kontak
Faktor XI Plasma Thromboplastin anteseden
Faktor XII Faktor Hageman
Faktor Fletcher Prekalikrein
Faktor Fitzgerald HMWK
5. Protein Prothrombin (vitamin-K dependen)
Faktor II,VII,IX,X
6. Grup Fibrinogen (berat molekul tinggi)
Faktor I, V, VIII, XIII
Disadur dari Harmening DM: Clinical hematology and fundamentals of hemostasis, ed.2,
Phildelphia, 1992, FA Davis, pp 415-439
Gambar 22-3 Interaksi dari koagulasi, fibrinolitik, kinin, dan sistem komplemen. (disadur
dari Harmening DM: Clinical hematology and fundamentals of hemostasis, ed2, Philadelphia,
1992, FA Davis, p 429.)
Sistem lisisnya fibrin (fibrinolitik) dibutuhkan untuk mencegah koagulasi darah
intravaskular jauh dari tempat cidera dan untuk memecah clot segera setelah melaksanakan
perannya dalam hemostasis (gambar 22-4). Sistem ini melibatkan plasminogen (proenzim
untuk enzim plasmin) dan berbagai aktivator plasminogen oan inhibitor plasmin (tabel 22-9).
sistem pembentukan fibrin dan pemecahan fibin (fibrinolisis) sangat berkaitan; aktivasi dari
sistem pembentukan fibrin (koagulasi) juga mengaktivkan sistem fibrinolisis. Aktivator
plasminogen jaringan (TPA/Tissue Plasminogen Activator), dilepaskan oleh sel-sel
endothelial yang terluka, terikat dengan fibrin sementara ia mengaktivkan konversi
plasminogen yang terikat fibrin menjadi plasmin. Plasminogen tersirkulasi (yang tidak terakat
fibrin) tidak teraktivasi oleh TPA. Maka TPA efisien dalam memecah clot tanpa
menimbulkan fibrinolisis sistemik.
Gambar 22-4 Sistem Plasminogen
Kerja plasmin pada fibrin dalam clot bertujuan untuk memecah bagian besar rantai
alfa dan beta dan bagian kecil dari rantai gamma. Fragmen-fragmen yang tersisa disebut
sebagai monomer X dan Y; yang kemudian dipecah lagi menjadi fragmen D dan E. Akhirnya
pecahan akhir dari setiap molekul fibrin adalah fragmen 2D & 1E. Hasil pemecahan dikenal
sebagai produk pecahan fibrin atau degradasi fibrin (FDPs/ Fibrin –split or Fibrin
Degradation Products). Produk-produk ini dapat menjadi penting secara klinis jika dibiarkan
terakumulasi. FDPs meningkatkan permeabilitas vaskular dan menginterfensi pembentukan
fibrin yang diinduksi thrombin. Kerja dari plasmin seperti terlihat dalam tabel 22-10. Tabel
22-9 menyimpulkan sistem fibrinolisis.
Sistem kinin penting dalam inflamasi untuk meningkatkan permeabilitas vaskular dan
untuk kemotaksis. Yang diaktifkan oleh kedua sistem koagulasi dn sistem fibrinolisis
(gambar 22-3). Aktivsi kontak dari jalur intrinsik (fkatur XII) tidak terjadi tanpa faktor
kalikrein atau fitzgerald. Aktivasi faktor XI juga bergantung pada keberadaan faktor
fitzgerald.
Sistem komplemen dibentuk oleh 22 serum protein. Protein-protein ini bekerja sama
dengan antibodi dan faktor pembekuan. Protein komplemen memiliki peran yang penting
sebagai mediator reaksi imun dan alergi. Plasmin adalah aktivator komplemen yang penting.
C3 diaktivasi oleh plasmin menjadi C3a, C3b dan C3c. C3a adalah anafilatoksin yang
menimbulkan degranulasi sel mast, menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular.
Plasmin juga mengaktivasi C5 menjadi C5a, dimana fungsinya adalah sebagai anafilatoksin
dan agregator platelet.
Tabel 22-8
Fungsi Thrombin
1. Mengubah fibrinogen menjadi fibrin
a. Rantai beta dan alfa memecah
b. Terbentuk monomer fibrin
c. Monomer berpolimerisasi menjadi fibrin dengan ikatan hidrogen yang lemah
d. Faktor XIIIa berkombinasi dengan kalsium, menginduksi hubungan silang ikatan
kovalen
e. Clot fibrin
2. Aktivasi faktor XIII
3. Mempengaruhi aktivitas faktor V dan faktor XIII
4. Menstimulasi agregasi platelet lainnya
Disadur dari Harmening DM: Clinical hematology and fundamentalas of hemostasis, ed.2,
Philadelphia, 1992, FA Davis, pp 415-439
Tabel 22-9
Aksi dari Plasmin
1. Menghancurkan fibrin dan fibrinogen
2. Memproduksi produk degradasi fibrin
3. Menghancurkan faktor V dan VIII
4. Secara tidak langsung mempengaruhi konversi faktor XII menjadi faktor XIIa
5. Mempengaruhi atau mengamplifikasi konversi prekalikrein menjadi kalikrein,
membebaskan kinin dari kininogen
6. Memecah komplemen-3 (C3) menjadi fragmen-fragmen
Disadur dari Harmening DM: Clinical Hematology and fundamentals of hemostasis, ed2,
Philadelphia, 1992, FA Davis, pp 415-439
Tabel 22-10
Sistem Fibrin-lisis (fibrinolitik)
1. Aktivasi sistem koagulasi juga mengaktifkan fibrinolisis
2 Enzim aktif: plasmin
3. Plasminogen diaktifkan menjadi plasmin
a. Aktivator plasminogen jaringan (TPA)
b. Kalikrein (gambar 22-3)
c. Urokinase, streptokinase, stafilokinase
4. Aktivator plasminogen jaringan (TPA)
a. Diproduksi oleh sel endothelial
b. Dilepaskan oleh cidera
c. Mengaktifasi plasminogen untuk berikatan dengan fibrin
d. Plasminogen tersirkulasi tidak diaktifkan
e. TPA akan terdisosiasi clot, tidak menyebabkan fibrinolisis sistemik
5. Kerja dari plasmin
a. Membelah bagian besar polipeptida alfa dan beta dari fibrin
b. Memecah bagian kecil dari rantai gamma
c. Produk pertama adalah monomer x
d. Setiap monomer x membelah menjadi fragmen E dan dua fragmen D
e. Produk yang membelah disebut produk pecahan fibrin (FSP) dan produk degradasi
fibrin (FDP)
6. Aksidari produk degradasi fibrin
a. Meningkatkan permeabilitas vaskular
b. Menintervensi pembentukan fibrin yang diinduksi thrombin
Disadur dari Harmening DM: Clinical hematology and fundamentals of hemostasis, ed.2,
Philadelphia, 1992, FA Davis, pp 415-439
Tabel 22-11
Sistem komplemen
1. Lebih dari 22 serum protein yang terlibat
2. Fungsi dari sistem komplemen
a. Sistem imun
b. Sistem koagualasi
c. Reaksi alergi
3. Plasmin penting sebagai aktivator komplemen
a. Komplemen-3 diaktifkan oleh plasmin untuk
(1) C3a (anafilatoksin) – degranulasi sel mas
(2) C3b (opsonin) – meningkatkan aktivitas sistem imun
b. Komponen-5 diaktifkan oleh plasmin menjadi C5a (anafilatoksin) – agregator
platelet
c. Peran dari C-1 esterase inhibitor
Disadur dari Harmening DM: Clinical hematology and fundamentals of hemostasis, ed.2,
Philadelphia, 1992, FA Davis, pp 415-439
Tabel 22-12
Inhinbitor-inhibitor protease
1. Plasmin dan kalikrein dalam sirkulasi dieliminasi oleh
a. Hati
b. Sistem limfoid
c. Inhibitor protease serine dalam darah
2. Inhibitor-inhibitor protease plasma
a. Antithrombin III (AT-III)
b. Alfa 2 makroglobulin
c. Alfa 2 antiplasmin
d. Alfa 2 antitripsin
e. C1 esterase inhibitor
f. Protein C dan S inhibitor*
3. Antithrombin III (AT-III)
a. Juga disebut kofaktor heparin dari inhibitor faktor Xa
b. Inhibitor fisiologis mayor dari thrombin dan faktor Xa
c. Dalam kondisi naturalnya sebagai inhibitor lambat
d. Aktivitas ditingkatkan 100 kali lipat dengan heparin
e. Defisiensi dapat menyebabkan thrombosis
4. Protein C (protease serine)
a. Membelah faktor V dan VIII
b. Meningkatkan pelepasan TPA
c. Bertindak sebagai kofaktor dengan protein S
d. Defisiensinya menyebabkan thrombosis
*Protein S (agen fibrinolitik vitamin K-dependen yang diproduksi di dalam hati) dibutuhkan,
juga dengan protein C (agen fibrinolitik lainnya dari hati), untuk destruksi faktor V dan XIII.
Disadur dari Harmening DM: Clinical hematology and fundamentals of hemostasis, ed.2,
Philadelphia, 1992, FA Davis, oo 415-439.
Gangguan yang signifikan terhadap fase vaskular atau platelet akan menuju terjadi
problem pendarahan klinis yang timbul setelah cidera dan pembedahan. Fase-fase ini
berkaitan dengan kontrol kehilangan darah setelah cidera; dan jika defektif, hal ini
merupakan masalah awal. Namun apabila fase-fase vaskular dan platelet normal dan fase
koagulasi abnormal, gangguan pendarahan tidak akan terdeteksi samapai beberapa jam
setelah cidera atau prosedur bedah. Dalam kasus luka kecil (lecet), misalnya, pendarahan
kecil akan timbul setelah beberapa jam setelah cidera, dan kemudian perdarahan kecil yang
lambat akan dimulai. Jika defek koagulasi berat, kehilangan darah yang lambat ini akan
berlangsung sampai berhari-hari. Walaupun dengan nilai seperti ini kehilangan darah yang
signifikan – 0,5 ml per menit atau hampir 3 unit per hari.
Berbagai faktor antiplasmin juga ditemukan di dalam peredaran darah, yang
kemudian segera menghancurkan plasmin bebas namun relatif tidak efektif terhadap plasmin
yang terikat dengan fibrin (tabel 22-12). Dimana dalam keadaan normal, jika telah terjadi
cidera, koagulasi akan berlanjut sampai kepada pembentukan fibrin. Pada saat yang sama
plasminogen terikat maupun plasminogen bebas keduanya menjadi aktiv oleh plasmin.
Plasmin bebas dengan cepat dihancurkan; sehingga tidak mengganggu pembentukan clot.
Plasmin yang terikat tidak diinaktivasi, dan ia bebas untuk membuang clot fibrin setelah
fungsinya dalam hemostasis telah terpenuhi. Dpat disimpulkan, clot diprogram untuk
menghancurkan dirinya sendiri pada saat dibentuk.
PEMERIKSAAN FISIK (TANDA-TANDA)
Sangatlah penting kulit dan mukosa mulut yang terekspos diperiksa untuk tanda-tanda
objektif yang dapat mengindikasiskan keberadaan kelainan pendarahan. Jaundice, spider
angioma, dan ekimosis dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit hati. Tremor yang
terlihat dari tangan yang direntangkan juga dapat ditemukan pada pasien-pasien ini. Pada
hampir 50% dari pasien dengan penyakit hati ada pengurangan platelet sekunder terhadap
hipersplenisme dan sebagai akibat dari hipertensi portal, dan pada individu-individu ini
mungkin menunjukkan ptechiea pada kulit dan mukosa.
Hal yang paling umum ditemukan pada pasien dengan gangguan koagulasi genetik
adalah ekimosis, hemarthrosis, hematoma diseksi (gambar 22-5). Tanda-tanda yang
umumnya terlihat pada pasien-pasien dengan platelet abnormal atau thrombositopenia adalah
petechiae dan ekimosis (gambar 22-6).
Pasien dengan leukemia akut atau kronik mungkin menunjukkan satu atau lebih dari
tanda-tanda berikut: ulserasi pada mukosa oral, hiperplasi ginggiva, petechiae pada kulit atau
membran mukosa, ekimosis pada kulit dan mukosa membran, dan lymphadenopati (gambar
22-7 dan 22-8).
Beberapa pasien dengan gangguan pendarahan mungkin tidak menunjukkan tanda
apapun terhadap keberadaan penyakitnya.
TES LABORATORIUM
Beberapa tes dapat digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan gangguan
pendarahan dan menentukan defisiensi tertentu.
Tes PTT (Partial Thromboplastyn Time) digunakan untuk memeriksa sistem intrinsik
dan common pathways. Untuk tes PTT, aktivasi diperoleh dengan dinding kaca atau dengan
tabung tes atau dengan aktivator kontak seperti kaolin. Ketika aktivator kontak telah
ditambahkan, tes ini dianggap sebagai ‘PTT teraktivasi”. Kontrol harus dilakukan pada tes
sampel, dan hasilnya hanya dapat diinterpretasi jika nilai kontrol jatuh jauh dari rentang
normal dari laboratorium tempat tes dilakukan. PTT teraktivasi berbeda dari satu
laboratorium dengan laboratorium lainnya; maka seorang dokter gigi harus waspada terhadap
rentang normal dari laboratorium yang digunakan. Pada umumnya PTT teraktivasi berkisar
antara 25 sampai 35 detik, dan hasil di atas 35 detik dianggap abnormal atau memanjang.
Tes PT (Prothrombin Time) digunakan untuk memeriksa jalur ekstrinsik (faktor VII)
dan common pathways. Untuk tes ini, thromboplastin jaringan ditambahkan pada sampel tes
sebagai agen aktivasi. Sekali lagi kontrol harus dijalankan dan hasilnya berbeda untuk tiap
laboratorium. Pada umumnya, rentang normal adalah 11 sampa 15 detik dan hasil lebih dari
15 detik dianggap abnormal atau memanjang.
Tes TT (Thrombin Time), thrombin ditambahkan sebagai agen aktivasi. Ia mengubah
fibrinogen dalam darah menjadi fibrin tak terlarut (insolubel), yang kemudian menggantikan
keberadaan porsi besar dari clot darah. Sekali lagi, kontrol harus dijalankan, dan hasilnya
juga berbeda untuk tiap laboratorium. Umumnya rentang normal antara 9 sampai 13 detik,
dan hasil yang melebihi 16 sampai 18 detik dianggap abnormal atau memanjang.
Ivy Bleeding Time/BT (waktu pendarahan) digunakan untuk mengevaluasi platelet dan
fase vaskular dari titik fungsional. Tes ini dianggap kasar namun memiliki nilai interpretasi
yang baik dan dilakukan dengan mengukur berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
berhentinya pendarahan dari potongan segar dalam ukuran tertentu. Manset
sphygmomanometer dipasang pada lengan dan tekanannya dinaikkan sampai 30 mmHg. Pada
lengan dalam dibuat luka dengan lanset steril, dan setiap 15 detik dititikkan pada selembar
kertas filter steril. Tes ini berakhir apabila tidak ada lagi darah yang diabsorbsi oleh kertas
filter. Rentang normal dari waktu pendarahan adalah 1 hingga 6 menit dengan nilai lebih 6
menit dianggap abnormal atau memanjang.
Hitung trombosit (platelet count) digunakan untuk menapis kemungkinan adanya
gangguan pendarahan. Nilai total trombosit yang normal adalah antara 140.000 hingga
400.000 /mm3 dari darah; namun problem perdarahan klinis ditemukan pada hitung trombosit
lebih kecil dari 50.000/mm3. Hapus darah tepi juga dapat digunakan untuk memeriksa
keberadaan trombosit.
Fibrinolisis yang dipercepat dapat didiagnosa dengan demonstrasi pemecahan produk-
produk fibrin dalam serum ataupun dengan menemukan peningkatan aktivasi plasminogen
dalam sirkulasi. Pemecahan produk-produk fibrin dapat dilakukan dengan penghitungan
langsung atau parakoagulasi.
Pada staphylococcal clumping assay (tes langsung) S.aureus diaglutinasi oleh produk-
produk pecahan fibrin. Jika tidak ada produk pecahan fibrin, tidak ada aglutinasi yang
sedang berlangsung; semakin banyak konsentrasi produk-produk pecahan fibrin, akan
semakin besar nilai aglutinasi stafilokokus.
Tes parakoagulasi ethanol dapat digunakan untuk mengukur keberadaan produk-
produk pecahan fibrin. Tes ini berdasarkan fakta produk-produk pecahan fibrin dapat
membentuk kompleks terlarut dengan monomer fibrin, mencegah ikatan monomer dari
polimerisasi menjadi clot fibrin. Jika ethanol ditambahkan pada serum yang kompleks
tersebut, kompleks-kompleks mengalami degenerasi, melepaskan monomer fibrin. Monomer
yang dibebaskan mengalami polimerasi dalam kondisi normal, membentuk clot yang terlihat.
Waktu lisis euglobulin digunakan untuk mendemonstrasikan peningkatan aktivasi
plasminogen dalam sirkulasi. Dalam tes ini plasma pasien dimanipulasi dengan asam terdilusi
fibrinogen terpresipitasi. Fibrinogen terpresipitasi, membawanya dengan beberapa faktor-
faktor clotting, plasmin, plasminogen, dan aktivator plasminogen manapun; namun, inhibitor
tersirkulasi sistem fibrinolitik tertinggal dalam larutan. Yang terpresipitasi disebut fraksi
euglobulin, dan hal ini dapat diisolasi dan dicampur ulang dalam buffer yang mengandung
antikoagulan yang terikat kalsium. Kalsium kemudian ditambahkan ke dalam larutan fraksi
euglobulin dan clot fibrin yang terbentuk akan terlarut selama beberapa jam jika aktivator
plasminogen ditemukan. Rasio dimana clot terlarut berkaitan dengan kuantitas aktivator
plasminogen dalam plasma asal. Waktu yang dibutuhkan untuk euglobulin terpresipitasi
untuk terlarut (waktu lisis euglobulin) juga merupakan ukuran aktivitas fibrinolitik plasma;
maka semakin pendek waktu lisis euglobulin, semakin besar aktivitas fibrinolitik.
Adhesi platelet dapat dievaluasi dengan mengukur agregasi platelet sebagai respon
terhadap ristocetin. Walaupun ristocetin menimbulkan agregasi bersifat artifisial, ia
merupakan indeks yang baik untuk adhesi platelet in vivo. Agregasi ristocetin defektif dalam
penyakit von willebrand dan penyakit bernard-soulier namun biasanya normal dalam
penyakit platelet lainnya.
Tes laboratorium terakhir yang patut untuk dipertimbangkan adalah pengukuran
Platelet Faktor 3 (PF3) untuk mengevaluasi reaksi pelepasan platelet. Untuk tes ini, darah
yang telah diantikoagulasi dengan pengikat kalsium (sitrat atau oksalat) dibagi dalam tabung
tes yang terpisah. Satu tabung tes disentrifugasi dan serum dipisahkan dari platelet dan
elemen seluler lainnya. Tabung tes yang lain dibiarkan tidak diputar dan mengandung platelet
yang tertinggal dalam suspensi. Berikutnya, kaolin juga ditambahkan ke dalam kedua tabung
tes (yang dengan dan tanpa platelet); hal ini menyebabkan platelet semakin poten menjadi
promotor koagulasi (membuat PF3-nya semakin mudah didapatkan). Pada akhirnya, kalsium
ditambahkan ke dalam setiap tabung tes, dan waktu yang diperlukan bagi sampel untuk
membentuk clot diukur. Plasma yang kaya platelet harusnya membentuk clot lebih cepat dari
plasma kurang platelet karena PF3 ada. Perbedaan dalam waktu clotting antara kedua sampel
digunakan sebagai indeks terhadap aktivitas PF3. Penyebab utama reaksi pelepasan defektif
adalah penggunaan aspirin. Semakin hebatnya efek, semakin kecil perbedaan waktu clotting
antara sampel kaya platelet dan kurang platelet.
Seorang dokter gigi akan memperoleh hasil tes tapisan – PT, PTT, BT, TT dan hitung
trombosit. Jika hasil abnormal dilaporkan, pasien harus dirujuk untuk tes yang lebih spesifik
untuk mengetahui problema defisiensi yang paling tepat.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada bagian ini, kondisi yang dapat menyebabkan pendarahan klinis harus
dipertimbangkan. Yang paling penting adalah mendeteksi pasien dengan kemungkinan
problem pendarahan dan penatalaksanaan terhadap pasien ini jika diperlukan prosedur bedah.
Hemofilia, penyakit von Willebrand, penyakit Bernard-Soulier, DIC, gangguan
pelepasan platelet, fibrinolisis primer akan dijelaskan dalam detil tertentu untuk
mendemostrasikan perjalanan gangguan pendarahan genetik ataupun didapat. Penyakit-
penyakit ini menunjukkan peran berbagai faktor yang terlibat dalam mengontrol pendarahan
yang berlebihan akibat cidera dan apa yang terjadi apabila faktor-faktor ini defektif.
Penyakit von Willebrand
Penyakit von Willebrand adalah penyakit yang diwariskan berkaitan dengan adhesi
platelet. Gen yang terlibat dilokalisasi dalam kromosom 12. Penyakit ini memiliki beberapa
varian bergantung pada ekspresi genetik. Kebanyakan dari varian itu ditransmisikan sebagai
trait autosomal dominan (tipe IA, IIA, dan IIIB). Varian-varian dari penyakit ini cenderung
menghasilkan problema pendarahan klinis ringan sampai berat. Dua dari varian, tipe IIC, dan
tipe II, ditransmisikan sebagai trait autosomal resesif. Mereka biasanya menyebabkan
problema pendarahan klinis sedang sampai berat.
Penyebab disfungsi platelet adalah defisiensi faktor von Willebrand (vWF), yang
disusun dari sekelompok glikoprotein. Glikoprotein-glikoprotein ini diproduksi oleh
megakariosit dan sel-sel endothelial. Mereka membentuk monomer tunggal yang
berpolimerisasi menjadi kompleks yang besar, yang dibutuhkan untuk mengangkut faktor
VIII dan untuk mengijinkan platelet untuk bergerak ke permukaan. Faktor VIII yang tidak
terikat tidak bertahan lama dalam darah. Maka defisiensi vWF akan menghasilkan