gangguan pendarahan

22
Tabel 22 6 Faktor-faktor koagulasi darah Faktor Nama I Fibrinogen II Prothrombin III Thromboplastin IV Kalsium V Faktor labil, proaccelerin, akselator (Ac) globulin (VI) Belum ada VII Proconvertin, akselator konversi prothrombin serum (SPCA), kotromboplastin, autoprothrombin I VIII Faktor antihemofilik (AHF), globulin antihemofilik (AHG), faktor von Willebrand (vWF) IX Komponen plasma thromboplastin (PTC/Christmas factor) X Faktor Stuart-prower XI Thromboplastin plasma anteseden (PTA) XII Faktor hageman XIII Faktor stabilisasi fibrin Faktor Fitzgerald Kininogen dengan berat molekul tinggi (HMWK) Faktor Fletcher Prekalikrein Disadur dari Harmening DM: Clinical hematology and fundamentals of hemostasis, ed2, Philadelphia, 19992, FA Davis, pp 415-439.

description

gangguan perdarahan

Transcript of gangguan pendarahan

Page 1: gangguan pendarahan

Tabel 22 6

Faktor-faktor koagulasi darah

Faktor Nama

I Fibrinogen

II Prothrombin

III Thromboplastin

IV Kalsium

V Faktor labil, proaccelerin, akselator (Ac) globulin

(VI) Belum ada

VII Proconvertin, akselator konversi prothrombin serum

(SPCA), kotromboplastin, autoprothrombin I

VIII Faktor antihemofilik (AHF), globulin antihemofilik

(AHG), faktor von Willebrand (vWF)

IX Komponen plasma thromboplastin (PTC/Christmas

factor)

X Faktor Stuart-prower

XI Thromboplastin plasma anteseden (PTA)

XII Faktor hageman

XIII Faktor stabilisasi fibrin

Faktor Fitzgerald Kininogen dengan berat molekul tinggi (HMWK)

Faktor Fletcher Prekalikrein

Disadur dari Harmening DM: Clinical hematology and fundamentals of hemostasis, ed2,

Philadelphia, 19992, FA Davis, pp 415-439.

Faktor VII. banyak diantara faktor-faktor koagulasi adalah proenzim yang menjadi teraktivasi

dan berikutnya mengaktivkan faktor lainnya, dan seterusnya dalam urutan berantai.

        Thrombin yang dibentuk dari jalur ekstrinsik yang lebih cepat digunakan untuk

mempercepat jalur intrinsik yang lebih lambat. aktivasi faktor XII bertindak sebagai

penghubung umum antara komponen-komponen mekanisme hemostasis: koagulasi,

fibrinolitik, kinin, dan sistem komplemen. interaksi antara sistem-sistem ini terlihat pada

grafik 22-3. fungsi lain dari pembentukan thrombin terlihat dalam tabel 22-8.

Page 2: gangguan pendarahan

Tabel 22-7

Klasifikasi faktor-faktor koagulasi

1. Substrat

Faktor I Fibrinogen

2. Kofaktor – mengakselerasi reaksi enzimatik

Faktor III Faktor jaringan (thromboplastin)

Faktor V Faktor labil

Faktor VIII Faktor antihemofilik

Faktor fitzgerald HMWK (kininogen berat molekul tinggi)

3. Enzymes

a. Protase Serine

Faktor II Prothrombin

Faktor VII Prokonvertin

Faktor IX Komponen plasma thromboplastin

Faktor X Faktor Stuart-Prower

Faktor XI Plasma Thromboplastin anteseden

Faktor XII Faktor Hageman

b. Transamidase

Faktor XIII Faktor stabilisasi fibrin

4. Protein kontak

Faktor XI Plasma Thromboplastin anteseden

Faktor XII Faktor Hageman

Faktor Fletcher Prekalikrein

Faktor Fitzgerald HMWK

5. Protein Prothrombin (vitamin-K dependen)

Faktor II,VII,IX,X

6. Grup Fibrinogen (berat molekul tinggi)

Faktor I, V, VIII, XIII

Disadur dari Harmening DM: Clinical hematology and fundamentals of hemostasis, ed.2,

Phildelphia, 1992, FA Davis, pp 415-439

Page 3: gangguan pendarahan

Gambar 22-3 Interaksi dari koagulasi, fibrinolitik, kinin, dan sistem komplemen. (disadur

dari Harmening DM: Clinical hematology and fundamentals of hemostasis, ed2, Philadelphia,

1992, FA Davis, p 429.)

        

Sistem lisisnya fibrin (fibrinolitik) dibutuhkan untuk mencegah koagulasi darah

intravaskular jauh dari tempat cidera dan untuk memecah clot segera setelah melaksanakan

perannya dalam hemostasis (gambar 22-4). Sistem ini melibatkan plasminogen (proenzim

untuk enzim plasmin) dan berbagai aktivator plasminogen oan inhibitor plasmin (tabel 22-9).

sistem pembentukan fibrin dan pemecahan fibin (fibrinolisis) sangat berkaitan; aktivasi dari

sistem pembentukan fibrin (koagulasi) juga mengaktivkan sistem fibrinolisis. Aktivator

plasminogen jaringan (TPA/Tissue Plasminogen Activator), dilepaskan oleh sel-sel

Page 4: gangguan pendarahan

endothelial yang terluka, terikat dengan fibrin sementara ia mengaktivkan konversi

plasminogen yang terikat fibrin menjadi plasmin. Plasminogen tersirkulasi (yang tidak terakat

fibrin) tidak teraktivasi oleh TPA. Maka TPA efisien dalam memecah clot tanpa

menimbulkan fibrinolisis sistemik.

Gambar 22-4 Sistem Plasminogen

Kerja plasmin pada fibrin dalam clot bertujuan untuk memecah bagian besar rantai

alfa dan beta dan bagian kecil dari rantai gamma. Fragmen-fragmen yang tersisa disebut

sebagai monomer X dan Y; yang kemudian dipecah lagi menjadi fragmen D dan E. Akhirnya

pecahan akhir dari setiap molekul fibrin adalah fragmen 2D & 1E. Hasil pemecahan dikenal

sebagai produk pecahan fibrin atau degradasi fibrin (FDPs/ Fibrin –split or Fibrin

Degradation Products). Produk-produk ini dapat menjadi penting secara klinis jika dibiarkan

terakumulasi. FDPs meningkatkan permeabilitas vaskular dan menginterfensi pembentukan

fibrin yang diinduksi thrombin. Kerja dari plasmin seperti terlihat dalam tabel 22-10. Tabel

22-9 menyimpulkan sistem fibrinolisis.

Sistem kinin penting dalam inflamasi untuk meningkatkan permeabilitas vaskular dan

untuk kemotaksis. Yang diaktifkan oleh kedua sistem koagulasi dn sistem fibrinolisis

(gambar 22-3). Aktivsi kontak dari jalur intrinsik (fkatur XII) tidak terjadi tanpa faktor

kalikrein atau fitzgerald. Aktivasi faktor XI juga bergantung pada keberadaan faktor

fitzgerald.

Sistem komplemen dibentuk oleh 22 serum protein. Protein-protein ini bekerja sama

dengan antibodi dan faktor pembekuan. Protein komplemen memiliki peran yang penting

sebagai mediator reaksi imun dan alergi. Plasmin adalah aktivator komplemen yang penting.

C3 diaktivasi oleh plasmin menjadi C3a, C3b dan C3c. C3a adalah anafilatoksin yang

menimbulkan degranulasi sel mast, menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular.

Page 5: gangguan pendarahan

Plasmin juga mengaktivasi C5 menjadi C5a, dimana fungsinya adalah sebagai anafilatoksin

dan agregator platelet.

Tabel 22-8

Fungsi Thrombin

1. Mengubah fibrinogen menjadi fibrin

a. Rantai beta dan alfa memecah

b. Terbentuk monomer fibrin

c. Monomer berpolimerisasi menjadi fibrin dengan ikatan hidrogen yang lemah

d. Faktor XIIIa berkombinasi dengan kalsium, menginduksi hubungan silang ikatan

kovalen

e. Clot fibrin

2. Aktivasi faktor XIII

3. Mempengaruhi aktivitas faktor V dan faktor XIII

4. Menstimulasi agregasi platelet lainnya

Disadur dari Harmening DM: Clinical hematology and fundamentalas of hemostasis, ed.2,

Philadelphia, 1992, FA Davis, pp 415-439

Tabel 22-9

Aksi dari Plasmin

1. Menghancurkan fibrin dan fibrinogen

2. Memproduksi produk degradasi fibrin

3. Menghancurkan faktor V dan VIII

4. Secara tidak langsung mempengaruhi konversi faktor XII menjadi faktor XIIa

5. Mempengaruhi atau mengamplifikasi konversi prekalikrein menjadi kalikrein,

membebaskan kinin dari kininogen

6. Memecah komplemen-3 (C3) menjadi fragmen-fragmen

Disadur dari Harmening DM: Clinical Hematology and fundamentals of hemostasis, ed2,

Philadelphia, 1992, FA Davis, pp 415-439

Page 6: gangguan pendarahan

Tabel 22-10

Sistem Fibrin-lisis (fibrinolitik)

1. Aktivasi sistem koagulasi juga mengaktifkan fibrinolisis

2 Enzim aktif: plasmin

3. Plasminogen diaktifkan menjadi plasmin

a. Aktivator plasminogen jaringan (TPA)

b. Kalikrein (gambar 22-3)

c. Urokinase, streptokinase, stafilokinase

4. Aktivator plasminogen jaringan (TPA)

a. Diproduksi oleh sel endothelial

b. Dilepaskan oleh cidera

c. Mengaktifasi plasminogen untuk berikatan dengan fibrin

d. Plasminogen tersirkulasi tidak diaktifkan

e. TPA akan terdisosiasi clot, tidak menyebabkan fibrinolisis sistemik

5. Kerja dari plasmin

a. Membelah bagian besar polipeptida alfa dan beta dari fibrin

b. Memecah bagian kecil dari rantai gamma

c. Produk pertama adalah monomer x

d. Setiap monomer x membelah menjadi fragmen E dan dua fragmen D

e. Produk yang membelah disebut produk pecahan fibrin (FSP) dan produk degradasi

fibrin (FDP)

6. Aksidari produk degradasi fibrin

a. Meningkatkan permeabilitas vaskular

b. Menintervensi pembentukan fibrin yang diinduksi thrombin

Disadur dari Harmening DM: Clinical hematology and fundamentals of hemostasis, ed.2,

Philadelphia, 1992, FA Davis, pp 415-439

Page 7: gangguan pendarahan

Tabel 22-11

Sistem komplemen

1. Lebih dari 22 serum protein yang terlibat

2. Fungsi dari sistem komplemen

a. Sistem imun

b. Sistem koagualasi

c. Reaksi alergi

3. Plasmin penting sebagai aktivator komplemen

a. Komplemen-3 diaktifkan oleh plasmin untuk

(1) C3a (anafilatoksin) – degranulasi sel mas

(2) C3b (opsonin) – meningkatkan aktivitas sistem imun

b. Komponen-5 diaktifkan oleh plasmin menjadi C5a (anafilatoksin) – agregator

platelet

c. Peran dari C-1 esterase inhibitor

Disadur dari Harmening DM: Clinical hematology and fundamentals of hemostasis, ed.2,

Philadelphia, 1992, FA Davis, pp 415-439

Page 8: gangguan pendarahan

Tabel 22-12

Inhinbitor-inhibitor protease

1. Plasmin dan kalikrein dalam sirkulasi dieliminasi oleh

a. Hati

b. Sistem limfoid

c. Inhibitor protease serine dalam darah

2. Inhibitor-inhibitor protease plasma

a. Antithrombin III (AT-III)

b. Alfa 2 makroglobulin

c. Alfa 2 antiplasmin

d. Alfa 2 antitripsin

e. C1 esterase inhibitor

f. Protein C dan S inhibitor*

3. Antithrombin III (AT-III)

a. Juga disebut kofaktor heparin dari inhibitor faktor Xa

b. Inhibitor fisiologis mayor dari thrombin dan faktor Xa

c. Dalam kondisi naturalnya sebagai inhibitor lambat

d. Aktivitas ditingkatkan 100 kali lipat dengan heparin

e. Defisiensi dapat menyebabkan thrombosis

4. Protein C (protease serine)

a. Membelah faktor V dan VIII

b. Meningkatkan pelepasan TPA

c. Bertindak sebagai kofaktor dengan protein S

d. Defisiensinya menyebabkan thrombosis

*Protein S (agen fibrinolitik vitamin K-dependen yang diproduksi di dalam hati) dibutuhkan,

juga dengan protein C (agen fibrinolitik lainnya dari hati), untuk destruksi faktor V dan XIII.

Disadur dari Harmening DM: Clinical hematology and fundamentals of hemostasis, ed.2,

Philadelphia, 1992, FA Davis, oo 415-439.

Gangguan yang signifikan terhadap fase vaskular atau platelet akan menuju terjadi

problem pendarahan klinis yang timbul setelah cidera dan pembedahan. Fase-fase ini

Page 9: gangguan pendarahan

berkaitan dengan kontrol kehilangan darah setelah cidera; dan jika defektif, hal ini

merupakan masalah awal. Namun apabila fase-fase vaskular dan platelet normal dan fase

koagulasi abnormal, gangguan pendarahan tidak akan terdeteksi samapai beberapa jam

setelah cidera atau prosedur bedah. Dalam kasus luka kecil (lecet), misalnya, pendarahan

kecil akan timbul setelah beberapa jam setelah cidera, dan kemudian perdarahan kecil yang

lambat akan dimulai. Jika defek koagulasi berat, kehilangan darah yang lambat ini akan

berlangsung sampai berhari-hari. Walaupun dengan nilai seperti ini kehilangan darah yang

signifikan – 0,5 ml per menit atau hampir 3 unit per hari.

Berbagai faktor antiplasmin juga ditemukan di dalam peredaran darah, yang

kemudian segera menghancurkan plasmin bebas namun relatif tidak efektif terhadap plasmin

yang terikat dengan fibrin (tabel 22-12). Dimana dalam keadaan normal, jika telah terjadi

cidera, koagulasi akan berlanjut sampai kepada pembentukan fibrin. Pada saat yang sama

plasminogen terikat maupun plasminogen bebas keduanya menjadi aktiv oleh plasmin.

Plasmin bebas dengan cepat dihancurkan; sehingga tidak mengganggu pembentukan clot.

Plasmin yang terikat tidak diinaktivasi, dan ia bebas untuk membuang clot fibrin setelah

fungsinya dalam hemostasis telah terpenuhi. Dpat disimpulkan, clot diprogram untuk

menghancurkan dirinya sendiri pada saat dibentuk.

PEMERIKSAAN FISIK (TANDA-TANDA)

Sangatlah penting kulit dan mukosa mulut yang terekspos diperiksa untuk tanda-tanda

objektif yang dapat mengindikasiskan keberadaan kelainan pendarahan. Jaundice, spider

angioma, dan ekimosis dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit hati. Tremor yang

terlihat dari tangan yang direntangkan juga dapat ditemukan pada pasien-pasien ini. Pada

hampir 50% dari pasien dengan penyakit hati ada pengurangan platelet sekunder terhadap

hipersplenisme dan sebagai akibat dari hipertensi portal, dan pada individu-individu ini

mungkin menunjukkan ptechiea pada kulit dan mukosa.

Hal yang paling umum ditemukan pada pasien dengan gangguan koagulasi genetik

adalah ekimosis, hemarthrosis, hematoma diseksi (gambar 22-5). Tanda-tanda yang

umumnya terlihat pada pasien-pasien dengan platelet abnormal atau thrombositopenia adalah

petechiae dan ekimosis (gambar 22-6).

Pasien dengan leukemia akut atau kronik mungkin menunjukkan satu atau lebih dari

tanda-tanda berikut: ulserasi pada mukosa oral, hiperplasi ginggiva, petechiae pada kulit atau

membran mukosa, ekimosis pada kulit dan mukosa membran, dan lymphadenopati (gambar

22-7 dan 22-8).

Page 10: gangguan pendarahan

Beberapa pasien dengan gangguan pendarahan mungkin tidak menunjukkan tanda

apapun terhadap keberadaan penyakitnya.

TES LABORATORIUM

Beberapa tes dapat digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan gangguan

pendarahan dan menentukan defisiensi tertentu.

Tes PTT (Partial Thromboplastyn Time) digunakan untuk memeriksa sistem intrinsik

dan common pathways. Untuk tes PTT, aktivasi diperoleh dengan dinding kaca atau dengan

tabung tes atau dengan aktivator kontak seperti kaolin. Ketika aktivator kontak telah

ditambahkan, tes ini dianggap sebagai ‘PTT teraktivasi”. Kontrol harus dilakukan pada tes

sampel, dan hasilnya hanya dapat diinterpretasi jika nilai kontrol jatuh jauh dari rentang

normal dari laboratorium tempat tes dilakukan. PTT teraktivasi berbeda dari satu

laboratorium dengan laboratorium lainnya; maka seorang dokter gigi harus waspada terhadap

rentang normal dari laboratorium yang digunakan. Pada umumnya PTT teraktivasi berkisar

antara 25 sampai 35 detik, dan hasil di atas 35 detik dianggap abnormal atau memanjang.

Tes PT (Prothrombin Time) digunakan untuk memeriksa jalur ekstrinsik (faktor VII)

dan common pathways. Untuk tes ini, thromboplastin jaringan ditambahkan pada sampel tes

sebagai agen aktivasi. Sekali lagi kontrol harus dijalankan dan hasilnya berbeda untuk tiap

laboratorium. Pada umumnya, rentang normal adalah 11 sampa 15 detik dan hasil lebih dari

15 detik dianggap abnormal atau memanjang.

Tes TT (Thrombin Time), thrombin ditambahkan sebagai agen aktivasi. Ia mengubah

fibrinogen dalam darah menjadi fibrin tak terlarut (insolubel), yang kemudian menggantikan

keberadaan porsi besar dari clot darah. Sekali lagi, kontrol harus dijalankan, dan hasilnya

juga berbeda untuk tiap laboratorium. Umumnya rentang normal antara 9 sampai 13 detik,

dan hasil yang melebihi 16 sampai 18 detik dianggap abnormal atau memanjang.

Ivy Bleeding Time/BT (waktu pendarahan) digunakan untuk mengevaluasi platelet dan

fase vaskular dari titik fungsional. Tes ini dianggap kasar namun memiliki nilai interpretasi

yang baik dan dilakukan dengan mengukur berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk

berhentinya pendarahan dari potongan segar dalam ukuran tertentu. Manset

sphygmomanometer dipasang pada lengan dan tekanannya dinaikkan sampai 30 mmHg. Pada

lengan dalam dibuat luka dengan lanset steril, dan setiap 15 detik dititikkan pada selembar

Page 11: gangguan pendarahan

kertas filter steril. Tes ini berakhir apabila tidak ada lagi darah yang diabsorbsi oleh kertas

filter. Rentang normal dari waktu pendarahan adalah 1 hingga 6 menit dengan nilai lebih 6

menit dianggap abnormal atau memanjang.

Hitung trombosit (platelet count) digunakan untuk menapis kemungkinan adanya

gangguan pendarahan. Nilai total trombosit yang normal adalah antara 140.000 hingga

400.000 /mm3 dari darah; namun problem perdarahan klinis ditemukan pada hitung trombosit

lebih kecil dari 50.000/mm3. Hapus darah tepi juga dapat digunakan untuk memeriksa

keberadaan trombosit.

Fibrinolisis yang dipercepat dapat didiagnosa dengan demonstrasi pemecahan produk-

produk fibrin dalam serum ataupun dengan menemukan peningkatan aktivasi plasminogen

dalam sirkulasi. Pemecahan produk-produk fibrin dapat dilakukan dengan penghitungan

langsung atau parakoagulasi.

Pada staphylococcal clumping assay (tes langsung) S.aureus diaglutinasi oleh produk-

produk pecahan fibrin. Jika tidak ada produk pecahan fibrin, tidak ada aglutinasi yang

sedang berlangsung; semakin banyak konsentrasi produk-produk pecahan fibrin, akan

semakin besar nilai aglutinasi stafilokokus.

Tes parakoagulasi ethanol dapat digunakan untuk mengukur keberadaan produk-

produk pecahan fibrin. Tes ini berdasarkan fakta produk-produk pecahan fibrin dapat

membentuk kompleks terlarut dengan monomer fibrin, mencegah ikatan monomer dari

polimerisasi menjadi clot fibrin. Jika ethanol ditambahkan pada serum yang kompleks

tersebut, kompleks-kompleks mengalami degenerasi, melepaskan monomer fibrin. Monomer

yang dibebaskan mengalami polimerasi dalam kondisi normal, membentuk clot yang terlihat.

Waktu lisis euglobulin digunakan untuk mendemonstrasikan peningkatan aktivasi

plasminogen dalam sirkulasi. Dalam tes ini plasma pasien dimanipulasi dengan asam terdilusi

fibrinogen terpresipitasi. Fibrinogen terpresipitasi, membawanya dengan beberapa faktor-

faktor clotting, plasmin, plasminogen, dan aktivator plasminogen manapun; namun, inhibitor

tersirkulasi sistem fibrinolitik tertinggal dalam larutan. Yang terpresipitasi disebut fraksi

euglobulin, dan hal ini dapat diisolasi dan dicampur ulang dalam buffer yang mengandung

antikoagulan yang terikat kalsium. Kalsium kemudian ditambahkan ke dalam larutan fraksi

euglobulin dan clot fibrin yang terbentuk akan terlarut selama beberapa jam jika aktivator

plasminogen ditemukan. Rasio dimana clot terlarut berkaitan dengan kuantitas aktivator

Page 12: gangguan pendarahan

plasminogen dalam plasma asal. Waktu yang dibutuhkan untuk euglobulin terpresipitasi

untuk terlarut (waktu lisis euglobulin) juga merupakan ukuran aktivitas fibrinolitik plasma;

maka semakin pendek waktu lisis euglobulin, semakin besar aktivitas fibrinolitik.

Adhesi platelet dapat dievaluasi dengan mengukur agregasi platelet sebagai respon

terhadap ristocetin. Walaupun ristocetin menimbulkan agregasi bersifat artifisial, ia

merupakan indeks yang baik untuk adhesi platelet in vivo. Agregasi ristocetin defektif dalam

penyakit von willebrand dan penyakit bernard-soulier namun biasanya normal dalam

penyakit platelet lainnya.

Tes laboratorium terakhir yang patut untuk dipertimbangkan adalah pengukuran

Platelet Faktor 3 (PF3) untuk mengevaluasi reaksi pelepasan platelet. Untuk tes ini, darah

yang telah diantikoagulasi dengan pengikat kalsium (sitrat atau oksalat) dibagi dalam tabung

tes yang terpisah. Satu tabung tes disentrifugasi dan serum dipisahkan dari platelet dan

elemen seluler lainnya. Tabung tes yang lain dibiarkan tidak diputar dan mengandung platelet

yang tertinggal dalam suspensi. Berikutnya, kaolin juga ditambahkan ke dalam kedua tabung

tes (yang dengan dan tanpa platelet); hal ini menyebabkan platelet semakin poten menjadi

promotor koagulasi (membuat PF3-nya semakin mudah didapatkan). Pada akhirnya, kalsium

ditambahkan ke dalam setiap tabung tes, dan waktu yang diperlukan bagi sampel untuk

membentuk clot diukur. Plasma yang kaya platelet harusnya membentuk clot lebih cepat dari

plasma kurang platelet karena PF3 ada. Perbedaan dalam waktu clotting antara kedua sampel

digunakan sebagai indeks terhadap aktivitas PF3. Penyebab utama reaksi pelepasan defektif

adalah penggunaan aspirin. Semakin hebatnya efek, semakin kecil perbedaan waktu clotting

antara sampel kaya platelet dan kurang platelet.

Seorang dokter gigi akan memperoleh hasil tes tapisan – PT, PTT, BT, TT dan hitung

trombosit. Jika hasil abnormal dilaporkan, pasien harus dirujuk untuk tes yang lebih spesifik

untuk mengetahui problema defisiensi yang paling tepat.

PENATALAKSANAAN MEDIS

Pada bagian ini, kondisi yang dapat menyebabkan pendarahan klinis harus

dipertimbangkan. Yang paling penting adalah mendeteksi pasien dengan kemungkinan

problem pendarahan dan penatalaksanaan terhadap pasien ini jika diperlukan prosedur bedah.

Page 13: gangguan pendarahan

Hemofilia, penyakit von Willebrand, penyakit Bernard-Soulier, DIC, gangguan

pelepasan platelet, fibrinolisis primer akan dijelaskan dalam detil tertentu untuk

mendemostrasikan perjalanan gangguan pendarahan genetik ataupun didapat. Penyakit-

penyakit ini menunjukkan peran berbagai faktor yang terlibat dalam mengontrol pendarahan

yang berlebihan akibat cidera dan apa yang terjadi apabila faktor-faktor ini defektif.

Penyakit von Willebrand

Penyakit von Willebrand adalah penyakit yang diwariskan berkaitan dengan adhesi

platelet. Gen yang terlibat dilokalisasi dalam kromosom 12. Penyakit ini memiliki beberapa

varian bergantung pada ekspresi genetik. Kebanyakan dari varian itu ditransmisikan sebagai

trait autosomal dominan (tipe IA, IIA, dan IIIB). Varian-varian dari penyakit ini cenderung

menghasilkan problema pendarahan klinis ringan sampai berat. Dua dari varian, tipe IIC, dan

tipe II, ditransmisikan sebagai trait autosomal resesif. Mereka biasanya menyebabkan

problema pendarahan klinis sedang sampai berat.

Penyebab disfungsi platelet adalah defisiensi faktor von Willebrand (vWF), yang

disusun dari sekelompok glikoprotein. Glikoprotein-glikoprotein ini diproduksi oleh

megakariosit dan sel-sel endothelial. Mereka membentuk monomer tunggal yang

berpolimerisasi menjadi kompleks yang besar, yang dibutuhkan untuk mengangkut faktor

VIII dan untuk mengijinkan platelet untuk bergerak ke permukaan. Faktor VIII yang tidak

terikat tidak bertahan lama dalam darah. Maka defisiensi vWF akan menghasilkan