Cookies Berbasis Tepung Biji Durian Sebagai Sumber …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal...
Transcript of Cookies Berbasis Tepung Biji Durian Sebagai Sumber …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal...
1
Cookies Berbasis Tepung Biji Durian Sebagai Sumber Pangan Alternatif
Ade Heri Mulyati, M.Si, Diana Widiastuti, M.Sc, Muhamad Fathul Barri
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan
Jalan Pakuan PO.BOX 452 Bogor, Jawa Barat
ABSTRACT
Cookie is one of wheat-based snack. Indonesia has limited quantity of
wheat. Therefor, Indonesia needs to import wheat. This research utilized durian
seed flour for making cookie. Durian seed flour-based cookie was tested for
physical and chemical characteristics and also shelf life estimation. The estimation
of shelf life was conducted by using ASLT method. This research aimed to
determine the best formula of durian seed flour-based cookie, the physical and
chemical characteristics and shelf life of selected formula.
This research methodology included the preparation of durian seed flour
from local varietes (Durio zibethinuss L), formulating, organoleptic testing, the
determination of chemical characteristics and estimation of shelf life of selected
formula. The durian seed flour addition was formulized by variation of
concentration 0% (F1), 25% (F2), 50% (F3), 75% (F4) and 100% (F5). The
organoleptic testings include texture, odour and colour test. After getting the most
preferred formula by organoleptic testings, the selected cookie formula was
determined for chemical characteristics including water content, ash content,
protein, fat, carbohydrates, dietary fibre and minerals. The estimation of shelf life
was conducted by approaching of critical water content (Labuza).
Cookie with 50% formulation (F3) was the best product based on the
organoleptic testings. The chemical characteristics results of cookie F3 are water
content 1,82%, ash content 2,54%, fat 25,34%, protein 5,68%, carbohydrates
64,62%, dietary fibre 11,92%, K 294,09 mg/100g, Na 311,46 mg/100g, Fe 70,43
mg/kg, Ca 48,21 mg/100g and Mg 127,48 mg/100g. The shelf life of cookie F3 is
1,70 years (1 year 8 months) with metallized-plastic package.
Keywords: Cookie, Durian Seed Flour, Shelf Life, ASLT
2
PENDAHULUAN
Cookies merupakan salah satu
jenis makanan ringan yang sangat
digemari masyarakat baik di
perkotaan maupun di pedesaan.
Sebagai makanan yang disukai
masyarakat diperlukan peningkatan
nilai gizi cookies dan
penganekaragaman produk cookies.
Cookies adalah jenis biskuit dari
adonan lunak, berkadar lemak tinggi,
renyah dan bila dipatahkan
penampang potongannya bertekstur
kurang padat (Manley, 2000).
Bentuk dan rasa cookies sangat
beragam tergantung bahan tambahan
yang digunakan. Cookies yang sering
dikonsumsi biasanya berbahan baku
terigu. Tepung terigu yang
digunakan dalam pembuatan cookies
adalah jenis soft wheat yaitu tepung
terigu yang mempunyai kandungan
protein 8% – 9% dan mempunyai
mutu yang baik. Tepung terigu
memiliki keistimewaan, namun
komoditas gandum di Indonesia
kuantitasnya sangat terbatas sehingga
mengharuskan negara kita
mengimpor gandum.
Berdasarkan data BPS (2007),
pada tahun 2003 impor terigu
mencapai 343.144,9 ton sedangkan
pada tahun 2006 mencapai 536.961,6
ton. Impor terigu mengalami
peningkatan sebesar 19%.
Peningkatan permintaaan terigu
disebabkan semakin beragamnya
produk makanan berbasis terigu,
terutama di perkotaan. Jumlah impor
untuk produk tepung terigu sangat
tinggi karena tepung terigu yang
dihasilkan oleh produsen lokal belum
cukup untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi tepung terigu di Indonesia.
Berdasarkan data Aptindo (Asosiasi
Produsen Tepung Terigu Indonesia),
jumlah impor tepung terigu pada
tahun 2011 mencapai 680.125 ton
(Anonim, 2013). Untuk mengurangi
ketergantungan terhadap terigu, perlu
dicari sumber tepung dari bahan
baku lokal. Solusi untuk mengatasi
masalah tersebut adalah
memanfaatkan tepung dari bahan
pangan lokal dalam memproduksi
makanan berbasis terigu.
Indonesia memiliki potensi
sumber daya genetik tanaman buah
tropika, khususnya durian yang
berlimpah. Komoditas durian mampu
bertahan sebagai komoditas buah ke-
4 di Indonesia setelah pisang, jeruk
dan mangga, dengan produksi
682.000 ton dari luas panen 56.655
ha pada tahun 2008 (Departemen
Pertanian, 2009). Fakta ini
merupakan salah satu petunjuk
adanya potensi besar yang dimiliki
durian. Pohon durian banyak ditanam
di seluruh wilayah di Indonesia,
mulai dari Sumatera hingga Irian
Jaya, sehingga pada dasarnya musim
panen durian di Indonesia terjadi
sepanjang tahun.
Manfaat durian selain sebagai
makanan buah segar dan olahan
lainnya, terdapat pula manfaat
lainnya antara lain bijinya yang
memiliki kandungan pati cukup
tinggi, berpotensi sebagai alternatif
pengganti makanan (Deputi
Menegristek, 2012). Biji durian juga
banyak mengandung zat-zat gizi
seperti lemak, protein, karbohidrat,
vitamin, mineral dan lain-lain
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku makanan dengan cara
diolah menjadi tepung. Pengolahan
biji durian menjadi tepung
merupakan salah satu upaya
pengembangan aneka tepung lokal.
Pemanfaatan biji durian ini selain
merupakan upaya mengurangi
jumlah limbah yang dihasilkan dari
konsumsi masyarakat terhadap buah
3
durian, juga dapat meningkatkan
nilai ekonomis dari biji durian yaitu
dengan mengolah biji durian sebagai
produk pangan alternatif.
Sebelum dapat dipasarkan,
cookies harus melalui serangkaian uji
untuk memastikan kualitas dan
kelayakan sebagai produk pangan
yang bergizi. Parameter yang diuji
adalah analisis fisik, analisis kimia
dan umur simpan cookies untuk
menentukan tanggal kadaluarsa. Dari
pencantuman waktu kadaluarsa
tersebut maka konsumen mendapat
informasi tentang batas waktu
penggunaan produk tersebut.
Produsen dan distributor produk juga
memperoleh manfaat dari
ketersediaan informasi mengenai
umur simpan ini (Larasati, 2013).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung sejak
bulan Maret hingga Mei 2016 dan
dilakukan di Laboratorium Kimia PT
Saraswanti Indo Genetech yang
berlokasi di Jalan Rasamala Nomor
20 Taman Yasmin, Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan untuk
pembuatan tepung biji durian adalah
limbah biji durian. Bahan untuk
pembuatan cookies adalah tepung
biji durian, tepung terigu, telur, gula
halus, coklat batang, margarin,
garam, vanili dan baking powder.
Bahan yang digunakan untuk analisis
proksimat adalah HCl 25%,
Heksana, Air suling, H2SO4 pekat,
Campuran Selen, Indikator BCG-
MM, H3BO3, NaOH 30%, Etanol,
buffer fosfat, α-Amylase, Protease,
Amylogucosidase dan Celite. Bahan
yang digunakan dalam pendugaan
umur simpan metode kadar air kritis
adalah larutan jenuh garam MgCl2,
KI, NaCl, KCl, BaCl2.
Alat
Alat yang digunakan untuk
membuat tepung biji durian antara
lain panci, kompor, ember, grinder,
dan ayakan. Alat yang digunakan
untuk pembuatan cookies antara lain
sendok, wadah plastik, mixer,
loyang, timbangan, dan alat
pemanggang. Alat yang digunakan
untuk analisis organoleptik antara
lain wadah saji dan form kuisioner.
Alat yang digunakan untuk analisis
proksimat meliputi kotak timbang,
desikator, oven, neraca analitik,
cawan porselen, tanur, tabung
digestor, automatic digestor, kjeltec
dengan automatic titrator,
erlenmeyer, pipet volumetri, kertas
saring, thimble, soxhlet, labu lemak,
piala gelas, corong, penangas air.
Alat yang digunakan untuk
pendugaan umur simpan adalah
cawan petri kecil, desikator, RH
meter.
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan
bertujuan untuk mengetahui
karakteristik dari tepung terigu dan
tepung biji durian. Penelitian diawali
dengan pembuatan tepung biji durian
dari varietas lokal (Durio zibethinuss
L) berdasarkan penelitian Lely
Monica (2015). Tepung yang
diperoleh kemudian diuji
karakteristik fisika dan kimianya.
Dari penelitian pendahuluan ini
diharapkan didapatkan tepung biji
durian dengan karakteristik yang
cukup baik yang selanjutnya akan
digunakan dalam pembuatan
cookies.
4
Penelitian Lanjutan Pada tahap penelitian ini
dilakukan pembuatan cookies.
Cookies dibuat dengan bahan-bahan
berupa tepung terigu, tepung biji
durian, margarin, gula halus, telur,
garam, baking powder dan vanili.
Cookies dibuat dengan cara
pencampuran margarin dan gula
halus. Campuran tersebut kemudian
diaduk menggunakan mixer dengan
kecepatan tinggi selama 30 menit.
Setelah semua bahan tersebut
tercampur rata lalu ditambahkan
telur dan diaduk lagi dengan
menggunakan kecepatan tinggi
selama 1-3 menit. Selanjutnya
tepung terigu dan tepung biji durian
dimasukkan. Bersamaan dengan
dimasukannya tepung terigu dan
tepung biji durian juga dimasukkan
garam, vanili dan baking powder
agar adonan mengembang.
Pengadukan dilakukan dengan
menggunakan spatula hingga
tercampur rata. Setelah adonan
selesai dibuat didinginkan dahulu
selama 10 menit di kulkas, lalu
adonan dicetak dengan tebal 3 mm.
Adonan yang telah dicetak
selanjutnya di oven dengan suhu
1500C selama 20 menit. Pada
penelitian ini akan dibuat cookies
dengan 5 formulasi tepung yang
berbeda yaitu : 1. F1 : 100% tepung
terigu dan 0% tepung biji durian
(Standar) 2. F2 : 75% tepung terigu
dan 25% tepung biji durian. 3. F3 :
50% tepung terigu dan 50% tepung
biji durian. 4. F4 : 25% tepung terigu
dan 75% tepung biji durian. 5. F5 :
0% tepung terigu dan 100% tepung
biji durian.
Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan pada
penelitian ini yaitu pengamatan
karakteristik fisik cookies dari
tepung biji durian dengan uji
organoleptik. Karakteristik kimia
cookies dari tepung biji durian
dilakukan melalui analisa kadar air,
analisa kadar abu, analisa kadar
protein, analisa kadar lemak, analisa
karbohidrat, analisa serat pangan,
mineral dan uji dugaan umur simpan.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini menggunakan
bahan baku biji durian varietas lokal
(Durio Zibhetinuss L) yang berasal
dari pohon durian di daerah
Kecamatan Jasinga, Bogor, Jawa
Barat dan perkebunan durian
Sibolga, Sumatera Utara yang sudah
diidentifikasi di Laboratorium
Biologi LIPI Cibinong, Bogor.
Formulasi pembuatan cookies
dilakukan dengan menggunakan
tepung biji durian yang dicampurkan
dengan bahan-bahan lain dengan
perbandingan tertentu. Produk
cookies dibuat dengan lima formula
yang berbeda dengan satu variabel
yaitu perbandingan persentase
jumlah tepung terigu dengan tepung
biji durian yang digunakan. Bahan
baku tepung terigu dan tepung biji
durian dapat dilihat pada gambar 1
dan gambar 2.
Gambar 1. Tepung Terigu
Gambar 2. Tepung Biji Durian
5
Tabel 1. Karakteristik Fisikokimia Tepung Terigu dan Tepung Biji Durian
No Parameter Satuan Tepung
Terigu
Tepung Biji
Durian
SNI Tepung Terigu
(3751:2009)
1 Bentuk - Serbuk Serbuk Serbuk
2 Bau - Normal Normal Normal
3 Warna - Putih Coklat Muda Putih
4 Air % 12,86 10,78* Maks. 14,5
5 Abu % 0,55 4,45* Maks. 0,70
6 Lemak % 1,31 0,52* -
7 Protein % 8,51 8,97* Min. 7,0
8 Karbohidrat % 76,77 75,27* -
9 Serat Pangan % 8,75 21,54 -
10 K mg/100g 153,18 737,68 -
11 Na mg/100g 1,68 59,34 -
12 Fe mg/kg 56,64 72,26 Min. 50
13 Ca mg/100g 28,58 83,29 -
14 Mg mg/100g 28,49 183,05 -
*Monica, L (2015)
Karakteristik Cookies Tepung Biji Durian
Tabel 2. Karakteristik fisik cookies tepung biji durian
Parameter Perlakuan
F1 F2 F3 F4 F5
Warna Coklat Muda Coklat Coklat Tua Coklat Tua Coklat Tua
Tekstur Sedikit Keras Renyah Renyah Sangat
Renyah
Sangat
Renyah
Aroma Aroma khas
adonan terigu
Sedikit aroma
biji durian
Sedikit aroma
biji durian
Aroma biji
durian
menyengat
Aroma biji
durian
menyengat
F1 (100% TT) F2 (75% TT : 25% TBD) F3 (50% TT : 50% TBD)
F5 (100% TBD) F4 (25% TT : 75% TBD)
Ket: TT (Tepung Terigu)
TBD (Tepung Biji Durian)
6
Uji Organoleptik
Uji organoleptik pada penelitian ini
melibatkan 20 orang panelis tidak
terlatih. Uji organoleptik metode
hedonik dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar tingkat kesukaan
konsumen terhadap produk yang
dihasilkan. Uji organoleptik meliputi
atribut warna, aroma, tekstur dan rasa.
Data yang diperoleh pada uji
organoleptik dianalisis secara statistik
menggunakan analisis sidik ragam
ANOVA dan dilanjutkan dengan Uji
Duncan. Uji ranking pada selang
kepercayaan 95% dianalisis secara
statistik menggunakan uji Friedman.
Tingkat kesukaan para panelis
terhadap cookies dengan berbagai
formulasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Rating Cookies
Perlakuan Parameter
Warna Aroma Tekstur Rasa
F1 4,65b 5,05a 4,15b 5,65a
F2 4,50b 4,40b 5,45a 4,40b
F3 5,55a 4,10b 5,25a 4,65b
F4 5,40a 4,25b 5,65a 4,35b
F5 5,75a 4,00b 5,55a 4,25b
Hasil analisis sidik ragam uji
rating parameter warna menunjukkan
bahwa formulasi berpengaruh nyata
terhadap parameter warna pada selang
kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa formula 1 dan 2
berbeda nyata dengan formula 3, 4 dan
5. Adanya perbedaan yang signifikan
ini disebabkan karena warna pada
cookies dipengaruhi oleh penambahan
tepung biji durian yang berwarna
kecoklatan. Semakin banyak
penambahan tepung biji durian maka
warna cookies akan semakin gelap.
Hasil analisis sidik ragam uji
rating parameter aroma menunjukkan
bahwa formulasi berpengaruh nyata
terhadap parameter aroma pada selang
kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa formula 1
berbeda nyata dengan formula 2, 3, 4
dan 5. Aroma cookies F2 – F5 yang
dibuat dengan adanya penambahan
tepung biji durian memiliki aroma
yang khas sedikit berbau biji durian,
berbeda dengan F1 tanpa penambahan
tepung biji durian.
Hasil analisis sidik ragam uji
rating parameter tekstur menunjukkan
bahwa formulasi berpengaruh nyata
terhadap parameter tekstur pada selang
kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa formula 1
berbeda nyata dengan formula 2, 3, 4
dan 5. Cookies F1 tanpa penambahan
tepung biji durian memiliki tekstur
yang sedikit keras, sedangkan Cookies
F2-F5 dengan adanya penambahan
tepung biji durian memiliki tekstur
yang renyah. Semakin banyak jumlah
penambahan tepung biji durian, tekstur
cookies akan semakin renyah.
Hasil analisis sidik ragam uji
rating parameter rasa menunjukkan
bahwa formulasi berpengaruh nyata
terhadap parameter rasa pada selang
kepercayaan 95%. Formula 1 berbeda
nyata dengan formula 2, 3, 4 dan 5.
Semakin tinggi nilai rata-rata skor
menunjukkan rasa semakin enak
karena semakin disukai oleh panelis.
Cookies yang dibuat dengan
penambahan tepung biji durian
memiliki rasa yang kurang disukai.
7
Tabel 4. Hasil Uji Friedman Cookies
Formulasi Rataan Ranking
F1 1,90 1
F2 3,15 3
F3 2,80 2
F4 3,65 5
F5 3,50 4
Hasil uji ranking menunjukkan bahwa formula berpengaruh nyata terhadap
rataan ranking pada selang kepercayaan 95%. Nilai rataannya berkisar 1,90-3,65
(Tabel 4). Formula 1 dan 3 mempunyai rataan terendah diikutin dengan formula 2, 5
dan 4. Dengan demikian cookies formula 1 dan 3 merupakan produk yang paling
disukai panelis.
Karakteristik Kimia Cookies Tepung Biji Durian
Tabel 5. Karakteristik Kimia Cookies Standar (F1) dan Cookies Terpilih (F3)
No Parameter Satuan Cookies
F1
Cookies
F3
SNI
2973:2011
1 Air % 2,24 1,82 Maks. 5,00
2 Abu % 1,89 2,54 -
3 Lemak % 25,54 25,34 -
4 Protein % 6,14 5,68 Min. 5,00
5 Karbohidrat (by difference) % 64,19 64,62 -
6 Karbohidrat (Luff Schrool) % 55,80 50,70 -
7 Serat Pangan % 5,49 11,92 -
8 K mg/100g 162,37 294,09 -
9 Na mg/100g 277,75 311,46 -
10 Fe mg/kg 46,82 70,43 -
11 Ca mg/100g 38,34 48,21 -
12 Mg mg/100g 94,07 127,48 -
Kandungan kadar air pada cookies terpilih yaitu sebesar 1,82%, hasil tersebut
tidak berbeda jauh dengan kadar air cookies standar yaitu sebesar 2,24 %. Air
merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan
menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut (Winarno,
2004). Analisis kadar air dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah air yang
terdapat pada produk cookies yang dihasilkan. Kadar air untuk cookies menurut
karakteristik atau syarat mutu cookies berdasarkan SNI 2973:2011, maksimal adalah
5,00% dengan demikian Cookies terpilih (F3) memenuhi persyaratan.
8
Kandungan kadar abu pada
cookies terpilih (F3) yaitu sebesar
2,54%, sedangkan kadar abu cookies
standar (F1) yaitu sebesar 1,89%.
Dengan adanya subtitusi tepung biji
durian terhadap tepung terigu
sebanyak 50% pada cookies F3
didapatkan hasil kadar abu yang lebih
tinggi jika dibandingkan kadar abu
cookies standar yang menggunakan
100% tepung terigu (F1). Hal ini
dikarenakan tepung biji durian
mengandung kadar abu yang lebih
tinggi daripada tepung terigu.
Protein merupakan zat makanan
yang penting bagi tubuh manusia,
karena berfungsi sebagai bahan bakar
dalam tubuh dan juga sebagai bahan
pembangun dan pengatur (Winarno,
2004). Kandungan kadar protein pada
cookies terpilih (F3) yaitu sebesar
5,68% sedangkan kadar protein
cookies standar (F1) yaitu sebesar
6,14%. Kadar protein cookies F3 tidak
berbeda jauh dengan cookies F1, hal
tersebut dikarenakan kandungan
protein dari tepung biji durian dan
tepung terigu yang digunakan tidak
berbeda signifikan. Kadar protein
cookies terpilih memenuhi persyaratan
(SNI) 2973:2011, yaitu minimal 5%.
Kandungan kadar lemak pada
cookies terpilih (F3) yaitu sebesar
25,34% sedangkan kadar lemak
cookies standar (F1) yaitu sebesar
25,54%. Lemak yang berasal dari
tepung terigu maupun tepung biji
durian tidak berpengaruh signifikan
terhadap lemak dalam cookies.
Kandungan lemak yang cukup tinggi
ini diduga berasal dari bahan yang lain
seperti margarin dan telur. Seperti
halnya karbohidrat, lemak merupakan
sumber energi bagi tubuh yang dapat
memberikan nilai energi lebih besar
daripada karbohidrat dan protein, yaitu
9 kkal per gram (Kurtzweil, 2006).
Kandungan kadar karbohidrat
dilakukan dengan dua cara, yaitu
perhitungan by difference dan
pengujian metode Luff Schrool. Pada
perhitungan by difference didapatkan
hasil pada cookies terpilih (F3) yaitu
sebesar 64,62% sedangkan cookies
standar (F1) yaitu sebesar 64,19%.
Pengujian dengan metode Luff Schrool
didapatkan kadar karbohidrat untuk
cookies terpilih (F3) sebesar 50,68%
sedangkan cookies standar (F1)
sebesar 55,80%. Karbohidrat by
difference merupakan perhitungan
kadar karbohidrat dalam bahan pangan
secara teoritis, diperoleh melalui
perhitungan yaitu 100% - (%Air +
%Abu + %Protein + %Lemak). Seperti
yang diketahui, senyawaan dalam
bahan pangan terdiri atas komponen
makro (karbohidrat, lemak, protein,
air, abu) dan komponen mikro
(vitamin dan mineral). Metode by
difference ini memperhitungkan
senyawaan makro saja, yaitu
mengurangi 100% dengan jumlah
senyawaan makro lainnya maka kadar
karbohidrat dapat diperoleh .
Sedangkan metode Luff Schrool
adalah penentuan kadar karbohidrat
secara praktik. Metode ini
memanfaatkan sifat-sifat kimia
karbohidrat, yaitu karbohidrat
dihidrolisis menjadi monosakarida lalu
bereaksi dengan dengan larutan Luff
dan seterusnya hingga titrasi. Kadar
karbohidrat yang diperoleh cukup
tinggi, ini menunjukkan bahwa cookies
yang dihasilkan bisa dijadikan sebagai
sumber karbohidrat yang berfungsi
sebagai sumber energi di dalam tubuh.
Kandungan serat pangan pada
cookies terpilih (F3) adalah 11,92%
9
dan cookies standar (F1) sebesar
5,49%. Peningkatan kadar serat
pangan ini berasal dari tepung biji
durian yang mempunyai kadar serat
pangan lebih tinggi daripada tepung
terigu yaitu sebesar 21,54%. Serat
pangan memiliki manfaat untuk
memperlancar sistem percernaan tubuh
dan juga untuk menurunkan berat
badan. Menurut Departemen of
Nutrition, Ministry of Health and
Institute of Health (1999) seperti yang
dikutip oleh Friska (2002) menyatakan
bahwa makanan bisa diklaim sebagai
sumber serat pangan jika mengandung
serat pangan sebesar 3-
6gram/100gram. Maka berdasarkan
data tersebut cookies terpilih (F3)
dapat dijadikan makanan sumber serat
pangan.
Cookies terpilih (F3) memiliki
kandungan mineral yang lebih tinggi
dibandingkan dengan cookies standar
(F1). Kandungan mineral pada cookies
terpilih (F3) yaitu K sebesar 294,09
mg/100g, Na sebesar 311,46 mg/100g,
Fe sebesar 70,43 mg/kg, Ca sebesar
48,21 mg/100g dan Mg sebesar 127,48
mg/kg. Kandungan mineral pada
cookies standar (F1) yaitu K sebesar
162,37 mg/100g, Na sebesar 277,75
mg/100g, Fe sebesar 46,82 mg/kg, Ca
sebesar 38,34 mg/100g dan Mg
sebesar 94,07 mg/100g. Hasil ini
menunjukkan bahwa penambahan
tepung biji durian juga dapat
meningkatkan kadar mineral dalam
produk cookies tersebut.
Pendugaan Umur Simpan Cookies
Tepung Biji Durian (F3)
Penentuan umur simpan cookies
yang dilakukan menggunakan model
kadar air kritis. Model ini digunakan
untuk pendugaan umur simpan produk
pangan yang relatif mudah rusak
akibat penyerapan kadar air dari
lingkungan. Cookies merupakan
produk yang dapat mengalami
kerusakan akibat pengaruh uap air
sehingga kadar air meningkat.
Kerusakan produk disebabkan oleh
penyerapan uap air oleh produk
dengan menembus kemasan, sehingga
produk meningkat kadar airnya dan
berubah teksturnya (Labuza, 1982).
Saat dimana produk tidak dapat
diterima lagi secara sensori
menunjukkan masa kadaluarsanya.
Melalui persamaan yang
diturunkan oleh Labuza (1985) tentang
umur simpan terdapat beberapa faktor
yang menentukan umur simpan dengan
pendekatan kadar air kritis. Faktor-
faktor tersebut adalah kadar air awal
produk (Mi), kadar air kritis (Mc),
kadar air kesetimbangan (Me),
konstanta permeabilitas uap air
kemasan (k/x), rasio luas kemasan
dengan berat kering produk (A/Ws),
tekanan uap air jenuh pada kondisi
penyimpanan (Po) dan kemiringan
(slope) kurva sorpsi isotermis (b).
Kadar Air Awal (Mi) dan Kadar Air
Kritis (Mc)
Kadar air awal merupakan
kadar air yang dimiliki suatu produk
sesaat setelah diproduksi dan siap
untuk dipasarkan. Selama
penyimpanan akan terjadi proses
penyerapan uap air dari lingkungan
yang menyebabkan produk kering
mengalami penurunan mutu menjadi
lembab. Kadar air kritis merupakan
kadar air pada saat produk sudah tidak
memenuhi kriteria penerimaan (rusak
secara bentuk fisik). Kadar air awal
(Mi) cookies merupakan data yang
perlu diketahui dalam pendugaan umur
simpan metode labuza. Kadar air kritis
juga perlu diketahui sebagai batas
10
penerimaan produk. Kadar air kritis
ditentukan berdasarkan atribut sensori
yang terpenting dari cookies, yaitu
pada saat hilangnya tekstur renyah.
Tabel 6 menyajikan data skor
kesukaan panelis selama periode
pengamatan untuk produk cookies.
Tabel 6. Perubahan skor kesukaan
cookies F3 selama periode pengamatan
Waktu
(jam)
Rata-rata skor
kerenyahan
0 5,00
24 3,40
48 2,20
Keterangan nilai (skor) :
1 = sangat berbeda dengan standar
2 = berbeda dengan standar
3 = mulai berubah lebih banyak
4 = sedikit berbeda
5 = sama dengan standar
(Skor nilai yang ditolak = 2)
Semakin tinggi nilai kerenyahan,
skor kesukaan panelis terhadap cookies
juga semakin meningkat. Sebaliknya,
semakin rendah nilai kerenyahan, skor
kesukaan panelis terhadap cookies juga
semakin menurun. Rata-rata skor
kerenyahan pada saat produk ditolak
secara sensori adalah 2,20 yang artinya
produk sudah berbeda nyata dengan
standar. Pada saat produk cookies
dinyatakan sudah ditolak oleh panelis,
maka dilakukan pengujian kadar air
pada produk tersebut. Kadar air ini
yang kemudian dihitung sebagai kadar
air kritis.
Tabel 7. Kadar Air Awal (Mi) dan
Kadar Air Kritis (Mc)
Jika dibandingkan dengan syarat
mutu cookies pada SNI 2973-2011,
kadar air cookies setelah ditolak secara
sensori oleh panelis yaitu sebesar
5,56%. Sehingga kadar air cookies
sudah melebihi batas yang disyaratkan
yaitu maksimal 5,00%. Artinya
penurunan mutu cookies sesuai dengan
standar yang telah ditentukan dan juga
sesuai dengan penolakan secara
sensori oleh panelis. Pada tabel 14
diketahui bahwa kadar air awal (Mi)
sebesar 0,0186% sedangkan kadar air
kritis (Mc) sebesar 0,0589%.
Perhitungan kadar air dalam penentuan
umur simpan ini berdasarkan kadar air
basis kering, artinya satuan yang
dihitung yaitu sebagai g H2O/g
padatan. Dari hasil ini dapat dilihat
bahwa adanya peningkatan kadar air
karena selama proses penyimpanan,
produk akan menyerap uap air dari
lingkungan. Semakin banyak uap air
yang diserap, maka akan berpengaruh
terhadap tekstur produk tersebut. Pada
penelitian ini sampel cookies
mengalami perubahan tekstur dari
renyah menjadi lembek.
Kurva Isotermis Sorpsi Air
Isotermis Sorpsi Air (ISA)
adalah istilah yang digunakan dalam
bidang pangan yang berkaitan dengan
sifat higroskopis dari suatu produk
No Parameter Hasil SNI 2973
- 2011
1 Kadar Air
Awal
1,82% (g
H2O/g
sampel)
0,0186%
(g H2O/g
padatan) Maks. 5%
(g H2O/g
sampel) 2
Kadar Air
Kritis
5,56% (g
H2O/g
sampel)
0,0589%
(g H2O/g
padatan)
11
bahan makanan. Isotermis berarti suhu
tetap, sorpsi berarti penyerapan dan
lembab adalah uap air. Jadi ISA
menjelaskan karakter suatu bahan
makanan dalam kaitannya dengan
penyerapan uap air pada suhu tertentu
(Septianingrum, 2008). Kurva sorpsi
isotermis merupakan kurva yang
menggambarkan hubungan antara
aktivitas air (aw) atau kelembaban
relative kesetimbangan pada ruang
penyimpanan (ERH) dengan
kandungan air per gram suatu bahan
pangan (Winarno, 2004). Untuk dapat
mengetahui pola penyerapan uap air
cookies tepung biji durian dilakukan
dengan cara mengkondisikan produk
pada berbagai tingkat aktivitas air (aw)
dengan menggunakan garam jenuh
(NaOH, MgCl2, KI, NaCl, KCl, BaCl2)
pada suhu 250C. Selama penyimpanan
akan terjadi pelepasan uap air dari
larutan garam dan penyerapan uap air
oleh cookies tepung biji durian
maupun sebaliknya. Hal ini akan
berlangsung terus menerus sampai
kadar air cookies tepung biji durian
mengalami keseimbangan dengan
kadar air pada ruang penyimpanan.
Keadaan seimbang disini mempunyai
arti kecepatan penyerapan uap air dari
udara ke dalam produk dan kecepatan
uap air yang keluar dari produk ke
udara sudah sama besar, atau dengan
kata lain berat dari produk sudah
konstan.
Gambar 4. Kurva Isotermis Sorpsi Air
Cookies Tepung Biji Durian
Kurva sorpsi isothermis diperoleh
dengan memplotkan kadar air
kesetimbangan yang dihasilkan dengan
nilai aktivitas air.
Tabel 8. Kadar Air Kesetimbangan
(Me) Pada Berbagai Kondisi RH
Garam
Jenuh
RH
(teoritis)
RH
(hasil) Aw
Kadar Air
(% dry
based)
NaOH - 12,4 0,124 0,0257
MgCl2 32,8 37,5 0,375 0,0439
KI - 69,3 0,693 0,1071
NaCl 75,3 70,8 0,708 0,1299
KCl 84,3 79,3 0,793 0,1892
BaCl2 90,3 82,1 0,821 0,2328
Untuk membuat kurva sorpsi
isotermis diperlukan beberapa nilai
kondisi RH, dimulai dari yang
terendah hingga tertinggi. Dalam hal
ini diambil enam titik sebagai
perwakilan setiap RH. Garam jenuh
yang dipakai menghasilkan nilai RH
yang spesifik sesuai kebutuhan untuk
mewakili setiap titiknya. Dimulai dari
NaOH yang menghasilkan nilai RH
12,4% hingga BaCl2 dengan nilai RH
82,1%. Ada beberapa faktor yang
12
mempengaruhi terjadinya perbedaan
antara nilai RH teoritis dengan RH
hasil pembacaan, antara lain yaitu
kualitas garam yang digunakan,
kemampuan alat RH meter untuk
membaca RH dan kerapatan chamber
yang digunakan. Namun demikian,
hasil yang berbeda dengan teoritis ini
tidak menjadi masalah karena nilai RH
hasil pembacaan akan masuk ke dalam
perhitungan dan kadar air yang
diperoleh pun akan menyesuaikan.
Semakin tinggi RH penyimpanan,
semakin tinggi kadar air
kesetimbangan dan semakin lama pula
waktu tercapainya kesetimbangan. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi RH penyimpanan, maka
semakin lama proses difusi uap air
berlangsung menuju tercapainya
kesetimbangan.
Nilai kemiringan kurva isoterm
sorpsi air ditentukan pada daerah
linear dari kurva isoterm sorpsi air
(Arpah, 2001). Menurut Labuza
(1982), daerah linear untuk
menentukan kemiringan (slope) kurva
sorpsi isotermis diambil pada daerah
yang melewati Mi (kadar air awal)
pada model kurva isoterm sorpsi air.
Berdasarkan grafik kurva isoterm
sorpsi air (Gambar 9), maka nilai
kemiringan kurva isoterm sorpsi air (b)
untuk produk cookies F3 adalah
0,2623. Menurut Fennema (1996)
bentuk kurva sangat beragam
tergantung pada beberapa faktor
seperti sifat alami bahan pangan,
perubahan fisik yang terjadi selama
perpindahan air, suhu, kecepatan
desorpsi atau adsorpsi dan tingkatan
air yang dipindahkan selama desorpsi
atau adsorpsi.
Kadar Air Kesetimbangan (Me)
Kadar air kesetimbangan pada
suatu bahan pangan adalah kadar air
bahan pangan ketika uap air bahan
tersebut dalam kondisi setimbang
dengan lingkungannya dan ketika
produk sudah tidak mengalami
penambahan atau pengurangan bobot
produk. Dari kurva isotermis sorpsi air
untuk produk cookies tepung biji
durian, maka dapat ditentukan kadar
air kesetimbangan (Me) pada RH
penyimpanan (70%).
KESIMPULAN DAN SARAN
Keterangan :
Me = (Slope x Aw) + Intercept
Permeabilitas Kemasan Terhadap
Uap Air
Laju transport uap air dan
oksigen dari udara adalah faktor utama
dalam melakukan kontrol umur simpan
dari makanan kering dan produk-
produk lain yang mengandung lipid
atau komponen-komponen yang
sensitif terhadap oksigen. Semakin
tingginya suhu, maka pori-pori plastik
akan semakin membesar sehingga
permeabilitas plastik meningkat.
Permeabilitas kemasan terhadap uap
air (k/x) adalah kecepatan atau laju
transmisi adanya perbedaan unit
tekanan uap air antara permukaan
produk dengan lingkungannya pada
suhu dan kelembaban tertentu
(Robertson, 1993 dalam Hasnaini,
2012). Penentuan permeabilitas
kemasan harus dilakukan dengan suhu
yang konstan untuk menghindari
peningkatan ukuran pori-pori plastik.
Semakin rendah nilai k/x suatu
kemasan maka semakin baik
Perkiraan penyimpanan suhu 25°C RH 70%, Aw = 0,7
Kadar Air Kesetimbangan (Me) = 0,1511
13
digunakan sebagai pengemas atau barrier terhadap uap air sehingga umur simpan
bahan pangan yang dikemas semakin lama. Proses difusi yang terjadi pun semakin
sedikit sehingga dapat mempertahankan kerenyahan produk.
Persyaratan utama dari bahan pengemas adalah memberikan perlindungan dan
mempertahankan kualitas produk dalam kemasan tersebut. Permeabilitas bahan
kemasan perlu diketahui untuk menentukan umur simpan suatu bahan yang dikemas
dan kriteria kemunduran mutu bahan yang dikemas. Dengan diketahuinya
permeabilitas bahan kemasan maka dapat dihitung jumlah uap air yang masuk dalam
jangka waktu tertentu sehingga dapat diketahui berapa kenaikan kadar air bahan yang
dikemas yang nantinya dapat mempengaruhi kerusakan bahan pangan. Pada
penelitian ini kemasan plastik yang digunakan permeabilitasnya terhadap uap air
adalah metallized plastic
Gambar 5. Contoh pengemasan cookies dengan metallized plastic
Data permeabilitas kemasan tersaji pada tabel 9 sebagai berikut :
Tabel 9. Permeabilitas Kemasan Terhadap Uap Air (37,8ºC)
Kemasan Ketebalan
(mm)
Luas
(m2)
WVTR
(g/m2.hari)
Po
(mmHg)
k/x
(g/m2.hari.mmHg)
Metallized
Plastic 0,05 0,0154 0,4416 49,2 0,0090
Pendugaan Umur Simpan Cookies Tepung Biji Durian
Berdasarkan teori Labuza (1985) Umur simpan sebuah produk dalam kemasan
dapat diprediksikan berdasarkan teori difusi atau penyerapan oleh atau dari produk
tersebut. Umur simpan ditetapkan berdasarkan beberapa faktor dalam pendekatan
kadar air kritis. Adapun faktor-faktor tersebut adalah kadar air awal produk (Mi),
kadar air kritis (Mc), kadar air kesetimbangan (Me), konstanta permeabilitas uap air
kemasan (k/x), rasio luas kemasan dengan berat kering produk (A/Ws), tekanan uap
air jenuh pada kondisi penyimpanan (Po) dan kemiringan kurva sorpsi isothermis (b).
Teori tersebut dijabarkan dalam persamaan matematikasebagai berikut :
14
Umur simpan erat kaitannya dengan sifat bahan atau produk, permeabilitas
kemasan dan kondisi lingkungan (suhu dan kelembaban udara). Sifat produk
meliputi kadar air awal (Mi) dan kadar air kritis (Mc). Kondisi penyimpanan
cookies tepung biji durian diasumsikan pada suhu 25oC dan RH = 70%. Untuk
penyimpanan cookies tepung biji durian, ukuran kemasan yang digunakan yaitu
kemasan dengan ukuran 15,7 cm x 4,9 cm, sehingga luas permukaan kemasannya
adalah 0,0154 m2. Berat cookies tepung biji durian untuk tiap kemasan sebesar 21
gram. Dengan memasukkan data-data yang diperoleh ke dalam rumus, maka umur
simpan cookies tepung biji durian ditunjukkan pada Tabel 10
Tabel 10. Data-data untuk perhitungan umur simpan model kadar air kritis
Kadar air awal (g H20/g solid) 0,0186
Kadar air kritis (g H20/g solid) 0,0589
Slope kemiringan kurva 0,2623
Permeabilitas kemasan (g/m2hr.mmHg) 0,0090
Kadar air produk pd RH penyimpanan (g H2O/solid) 0,1511
Berat kering produk (g) 21,0616
Tekanan uap air jenuh (mmHg) 23,78
Luas kemasan (m2) 0,0154
Hari 610,71
Bulan 20,36
Tahun 1,70
Hasil perhitungan menunjukkan umur simpan cookies dengan kemasan
metalized plastic yaitu 1,70 tahun (1 tahun 8 bulan) pada suhu 25°C RH 70%.
Cookies mempunyai sifat mudah mengalami kerusakan ditandai dengan
menghilangnya tekstur renyah akibat laju penyerapan air sehingga berpengaruh
terhadap tekstur produk. Berdasarkan parameter kritis tersebut, maka digunakan
metode akselerasi dengan pendekatan kadar air kritis dalam pendugaan umur
simpan cookies. Awal kerusakan cookies ditandai dengan mulai tidak diterimanya
tekstur oleh konsumen yang tercapai pada kadar air kritis 0,0589 g H2O/g padatan
15
Kesimpulan
1. Tepung biji durian dapat diolah
menjadi cookies dengan
perbandingan tepung terigu : tepung
biji durian (50% : 50%), kaya akan
mineral dan serat sehingga dapat
menjadi sumber pangan alternatif.
2. Cookies tepung biji durian terpilih
mempunyai kadar air 1,82%, kadar
abu 2,54%, kadar lemak 25,34%,
kadar protein 5,68%, kadar
karbohidrat 64,62%, kadar serat
pangan 11,92% dan kadar mineral
K sebesar 294,09 mg/100g, Na
sebesar 311,46 mg/100g, Fe sebesar
70,43 mg/kg, Ca sebesar 48,21
mg/100g dan Mg sebesar 127,48
mg/100g.
3. Umur simpan cookies tepung biji
durian yang dikemas dalam
kemasan metallized plastic adalah
1,70 tahun (1 tahun 8 bulan).
Saran
1. Perlu dilakukan analisis umur
simpan dengan metode lainnya
sebagai perbandingan, yaitu dengan
metode ESS atau dengan ASLT
metode Arrhenius.
2. Sebaiknya dilakukan pengamatan
atau monitoring terhadap kondisi
distribusi dan penyimpanan
sehingga pendugaan umur simpan
memiliki dasar yang baik.
Daftar Pustaka
Aak. 1997. Budidaya Durian. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Afif, M. 2007. Pembuatan Jenang
Dengan Tepung Biji Durian
(Durio Zibethinus). Fakultas
Teknik Universitas Negeri
Semarang. Semarang.
Anonim. 2013. Pengujian
Organoleptik. Program Studi
Teknologi Pangan. Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Semarang.
Anonim. 2013. Overview Industri
Tepung Terigu Nasional
Indonesia. Asosiasi Pengusaha
Tepung Terigu Indonesia.
Jakarta.
AOAC (Association of Official
Analytical Chemist). 2005.
Official Methods of
Analysis.Washington, D.C:
AOAC International.
Badan Standardisasi Nasional. 1992.
Cara Uji Makanan dan Minuman
SNI 01-2891-1992. Badan
Standardisasi Nasional: Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2011.
Standar Nasional Indonesia:
Biskuit (SNI 2973:2011). Badan
Standardisasi Nasional: Jakarta.
Belitz, HD, Grosch, W, dan
Schieberle,P. 2008. Food
Chemistry 4th revised and
extended ed. Springer. Munchen,
Germany.
Brown, Michael J. 1997. Durio – A
Bibliographic
Review.International Plant
Genetic Resources Institute.
India.
Brown, W.E, 1992. Plastic in Food
Packaging.Marcel Dekker, Inc,
New York.
Dalimunthe, Nurfatimah. 2011.
Pengaruh Penambahan Tepung
Biji Durian (Durio Zibethinus
Murr) Terhadap Cita Rasa Mi
Basah. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Departemen Pertanian. 2009. Statistik
Pertanian tahun 2009.
16
Departemen Pertanian, 2012. Durian.
http://kalteng.litbang.deptan.go.i
d. [01 Maret 2012].
Deputi Menegristek Bidang
Pendayagunaan dan
Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.
2012. http://www.ristek.go.id
[diakses 9 Oktober 2014]
Direktorat Gizi Depkes RI, 1996.
Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Bhratara Karya
Aksara, Jakarta.
Hasnaini.2012. Pendugaan Umur
Simpan Kerupuk Rame’ Rumput
Laut (Euchema cottoni L)
Menggunakan Metode
Accelerated Shelf Life Testing.
Fakultas Ilmu Pangan,
Universitas Hasanudin. Makasar.
Hariyadi, P. 2006. Handout dan Modul
Pendugaan dan Penentuan Umur
Simpan Produk Pangan.
SEAFAST Center / Departemen
ITP, FATETA, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Irawati. 2008. Model Pengawasan
Mutu 1. Diploma IV PDPPTK
VEDCA. Cianjur.
Isa, N., 2011. Manfaat Buah Durian
Bagi Kesehatan.
http://pusatmedis.com. [01
Maret 2012].
Joseph, G. 2002. Manfaat Serat
Makanan Bagi Kesehatan Kita.
Bogor: IPB Bogor. 200 hlm.
Juntak Indonesia Corporation, 2005.
Tanya-Jawab Mengenai Durian
Juntak (Part C).
http://[email protected].[
02 Maret 2012].
Ketaren, 1986.Pengantar Teknologi
Minyak dan Lemak Pangan. UI
Press, Jakarta
Kurtzweil, P. 2006. Daily Valves
Encourage Healthy Diet.
http://www.fda.gov/fdac/spectual
/foodlabel/dvs.htm. Diakses
tanggal 18 Februari 2012.
Surakarta.
Labuza, T.P. 1982. Shelf Life dating
of Foods. Food and Nutrition
Press Inc., Westport,
Connecticut.
Labuza, T.P. and M.K. Schmidl. 1985.
Accelerated shelf life testing of
foods. Food Technology.
Labuza, T.P., 1980b, The effect of
water activity on reaction
kinetics of food deterioration,
Food Technology 34:36.
Larasati, Annisa Sita. 2013.
Pendugaan Umur Simpan
Tepung Lidah Buaya Dengan
Metode Kadar Air Kritis.
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Magdalena, Kristiana, dkk. 2010.
Pengaruh Imbangan Tepung Biji
Durian dengan Daging Babi
Terhadap Sifat Fisik dan
Akseptabilitas Naget Bumbu
Andaliman. Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran.
Bandung.
Manley, D. J. R. 1998. Secondary
Processing in Biscuit
Manufacturing. Woodhead
Publishing Limited. Cambridge.
Manley, D. 2000. Technology of
Biscuits, Crackers, and Cookies.
Woodhead Publishing Limited:
Cambridge.
Mona F. 2007. Kajian metode
penentuan umur simpan produk
biscuit dengan metode akselerasi
berdasarkan pendekatan model
17
kadar air kritis [Skripsi]. Bogor:
Departemen Teknologi
Pertanian. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
Monica, Lely. 2015. Pendugaan Umur
Simpan Tepung Biji Durian
Lokal (Durio Zibhetinuss L)
Dengan Metode Akselerasi
Pendekatan Kadar Air Kritis
[Skripsi]. Fakultas MIPA
Universitas Pakuan. Bogor.
Piliang, W.G dan S. Djojosoebagio.
1996. Fisiologi Nutrisi. Edisi
Kedua. UI-Press. Jakarta.
Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian. 2013. Statistik SDM,
Penduduk dan Kemiskinan.
Jakarta: Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian,
Kementerian Pertanian.
Robertson GLa. 1993. Food
Packaging Principle and
Practices. Marcel Dekker,
Inc.NY.
Saragih, Indah P. 2011. Penentuan
Kadar Air Pada Cake Brownies
dan Roti Two In One Nenas Dan
Es. Skripsi. Fakultas Pertanian.
USU. Sumatera Utara.
Septianingrum, Elis. 2008. Perkiraan
Umur Simpan Tepung Gaplek
Yang Dikemas Dalam Berbagai
Kemasan Plastik Berdasarkan
Kurva Isoterm Sorpsi Lembab.
Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya. Malang.
Smith. W. H. 1972. Biscuit, Crackers
and Cookies Technology
Production and Management.
London : Aplied Science
Publisher : LTD.
Susiwi. 2009. Penentuan Kadaluwarsa
Produk Pangan. Jurusan
Pendidikan Kimia Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung.
Syarief, Rizal Dan Anies Irawati,
1988. Pengetahuan Bahan Untuk
Industri Pertanian. Mediyatama
Sarana Prakasa. Jakarta.
Taokis, S. Petros, Labuza, Theodore
P., Saguy, I.Sam. 1997. Kinetics
of Food Deterioration And Shelf
Life Prediction : Handbook of
Food Engineering . CRC Press,
LLC.
Wahyuni, Dewi EA. 2006. Prospek
Usaha Dalam Pembuatan Kue
Kering dari Biji Sorghum.
Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang.
Wasono, M. Subhan Edi, dkk.2014.
Pendugaan Umur Simpan
Tepung Pisang Goreng
Menggunakan Metode ASLT
Pendekatan Arrhenius. Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang.
Whiteley, P. R. 1971. Biscuit
Manufacture : Fundamentals of
In-Line Production. Applied
Science Publishers Ltd: London.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan
dan Gizi. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan.
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Wirawan, Yudha. 2010. Pengaruh
Penambahan Pati Biji Durian
Terhadap Kualitas Kimia dan
Organoleptik Bakso Ayam.
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang.