BOOK REVIEW Kekerasan Simbolik di Sekolah

17
SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018 311 SUKMA: JURNAL PENDIDIKAN ISSN: 2548-5105 (p), 2597-9590 (e) www.jurnalsukma.org BOOK REVIEW Kekerasan Simbolik di Sekolah Fuad Fachruddin Sekolah Sukma Bangsa Aceh, Indonesia email: [email protected] Title : Kekerasan Simbolik di Sekolah: Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourieu Author : Nanang Martono Publication : RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012 Pages : xxviii, 240 halaman Buku ini merupakan hasil penelitian sejak 2011-2012 yang kemudian diterbitkan oleh PT Raja Grafindo Persada (hal i) pada 2012 atau enam tahun yang lalu. Meski demikian, isu kekerasan (dalam dunia pendidikan) masih tetap menarik dan penting. Karena kekerasan merupakan fenomena kehidupan yang selalu hadir berhadapan dengan kedamaian (salam) sepanjang sejarah kehidupan manusia. Hal ini tentu saja tidak dapat dilepaskan dari mana pun individu dalam memandu atau mengelola tiga unsur Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018, pp. 311-327 https://doi.org/10.32533/02208.2018

Transcript of BOOK REVIEW Kekerasan Simbolik di Sekolah

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018 311

SUKMA: JURNAL PENDIDIKANISSN: 2548-5105 (p), 2597-9590 (e)

www.jurnalsukma.org

BOOK REVIEWKekerasan Simbolik di SekolahFuad FachruddinSekolah Sukma Bangsa Aceh, Indonesiaemail: [email protected]

Title : Kekerasan Simbolik di Sekolah: Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourieu

Author : Nanang MartonoPublication : RajaGrafindoPersada,Jakarta,2012Pages : xxviii,240halaman

Bukuinimerupakanhasilpenelitiansejak2011-2012yangkemudianditerbitkanolehPTRajaGrafindoPersada(hali)pada2012atauenamtahunyanglalu.Meskidemikian,isukekerasan(dalam dunia pendidikan) masih tetap menarik dan penting.Karenakekerasanmerupakanfenomenakehidupanyangselaluhadirberhadapandengankedamaian(salam)sepanjangsejarahkehidupanmanusia.Halinitentusajatidakdapatdilepaskandarimana pun individu dalam memandu atau mengelola tiga unsur

Volume2Issue2,Jul-Dec2018,pp.311-327https://doi.org/10.32533/02208.2018

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018312

Fuad Fachruddin

atausubstanceyangmelekatpadadirimanusiayaituakal,hatidannafsu.

Dalamkontekspendidikan,tindakkekerasanakanmemberidampak terhadap mutu pendidikan. Lingkungan sekolah yangdidominasi kekerasan akan mempengaruhi mutu pendidikan yangditerimapesertadidik.Anak-anakyangmenjadikorbanke-kerasanakansecarasosialmerasaterisolasi,tertekan(depresi)dan kurang atau lemah motivasi belajar [akademik]. Keadaanini akan mempengaruhi keseluruhan peserta didik (Daniel &Craig 2015). Temuan Studi sebelumnya menunjukkan bahwa,adahubunganantaraperilakubullydenganmerosotnyaprestasisiswa (Woods & Wolke 2004), Sebaliknya, hubungan temansejawat yang baik mempunyai hubungan positif antara gurudan peserta didik dan hubungan peer siswa dengan reputasiakademik (PAR = Peer Academic Reputation) (Huges & Chen2011).

Kekerasan merupakan perilaku agresif yang tujuannyamenyakiti fisikataupsikologisorang lain(Englander,2003). Iamerupakan tindakan yang sengaja dilakukan untuk menyakitiseseorang.Kekerasanterjadimanakalaseseorangmemaksakanataumengancamyangmembuatperasaanatau fisikorang lainterluka atau sakit, dan bahkan kekayaannya hilang (Remboldt1994,citedbyWilliam2003).

Juga, kekerasan merupakan fenomena kehidupan yangmewarnai hampir seluruh aspek kehidupan-- sosial, politikdan budaya, rumah tangga dan bahkan pendidikan. Kekerasanacapkali merupakan jalan pintas dalam menyelesaikan per-soalan yang dihadapi dalam kehidupan sosial, politik, budaya,pendidikan,sepertikasus-kasuskonflikdalamPilkada,sidangdiDPR,kegiatansiswadanmahasiswapadaawalakademik(masaorientasi)ataudalamrumahtangga(KDRT)(Martono2012,14).

Daribeberapa literature,kekerasanyangdilakukandapatmengambilberbagaiwujudataujenisyaitu:(a)KekerasanMentalyaitupemikiranmenyakitiorang lainataumenuduhorang lainsalahatausesat (tampadasar). (b)Kekerasanverbalatauujar,

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018 313

Book Review: Kekerasan Simbolik di Sekolah

yaitumenggunakan kata-kata tidak simpatik atau jijikmenya-kitkanoranglain.Adaungkapanmenarikdalamsebuahreklame“Ourheartsarewoundedbyawordpeoplespeak.”(c)Kekerasanfisik yaitumenggunakankekuatan fisikuntukmenyakiti oranglain—individu, kelompok, masyarakat, negara (Mukhopadhyay2005).(d)Kekerasanstrukturaladalahketidakadilansepertike-miskinan,diskriminasidanaksesyangtidakadiluntukmendapatkesempatan=kesempatan,danketidakadilanmenjadiakarataupenyebab konflik. (e) Kekerasan simbolik yaitu imposisi ataumemaksa memberlakukan sistem simbol dan arti (budaya)kelompok atau kelas atas dengan cara perlahan/tidak tampak/halus[misrecognition]sehinggamereka[yangmenjadisasaran]merasakanataumengakuinyasebagaisesuatuyangabsah,untukkepentingan kelompok yang mendominasi (Bourdue & Jenkin1991,66;Martono2012,39).

Dalam kehidupan, kita menyaksikan banyak tindak ke-kerasan yang melibatkan anak-anak alias mereka menjadikorban.Misalnya,“GlobalReport2017:EndingViolenceinChild-hood:AGlobalInitiative(hal41)”mengungkapkanestimasianakyang mendapatkan tindak kekerasan interpersonal di negara-negara(dunia).Dalamlaporantersebut,datatentangkekerasanterhadap anak untuk Indonesia pada 2015 adalah sebagaiberikut:(a)hukumanfisikdirumah(anakusia1-14tahun)ber-jumlah49,133,432orang;(b)kekerasanyangdilakukantemansejawat di sekolah dalam bentuk (i) bullying (perundungan)(anak usia 13-15 tahun) berjumlah 6.986.910 orang dan (ii)kelahi atauberantemsecara fisik (melibatkananakusia13-15year) berjumlah4.751.092orang. (c) kekerasanmelawan atauberantemdenganorangdewasadananakperempuanmenjadikorbanmengambilbentuk(i)kekerasanfisik(anakdalamusia15-19years)berjumlah2.472.970orang,(ii)kekerasanseksual(melibatkananakusia15-19years)berjumlah533.297orang.

Berdasarkan laporan tersebut, jenis kekerasan yangacapkali ditemukan dalam sekolah atau melibatkan para pelajar adalah tawuran antar pelajar dan bullying (perundungan).Bullying (perundungan) adalah perilaku yang benar-benar

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018314

Fuad Fachruddin

agresifdanmembahayakandariseseorangataukelompokyangkuat terhadap pihak lain yang lemah, dilakukan berulang kali(Haris;Petrie,2003).Pelakubullyingdengansengajaberupayamenyakitiperasaandanataufisiksikorban.Bullying merupakan pengalaman pribadi dan bentuknya beragam atau berbeda.Bullying dikenal sebagai perilaku yang: (i) membahayakan,dilakukan seseorang atau kelompok, (ii) dilakukan berulangkali, tak mengenal perikemanusiaan atau terus menerus, (iii)dalam kekuatan yang tidak seimbang yang mengakibatkan sikorbandalamposisikalah(tidakmampumempertahankanataumembelakeselamatandiri(Robinson&Maines2008).

Adapunjenisperundungan(bullying)yangacapkaliterjadisebagai berikut:a) Physical Bullying (perundunganfisik)adalahtidaksekadar

memukuldanmenendang,namunmencakupberbagaijenistindakan seperti merampas apa yang dimiliki, merusakbarang yangdimiliki seseorang atau kerja sekolahdenganmaksudmelemahkanataumelumpuhkan,merampasdenganmengancamsikorbanuntukmenyerahkanuangataubarang,menggunakanbahasatubuhatauisyarat(mengancam),

b) Verbal bullying (Perundungan verbal) adalah menandaidengantanda-tandamengancam,menyerangdanmenyakit-kanyangmembuatseseorang/kelompoklaintidakberdaya(bullyingtidaklangsung).

c) Social Bullying (perundungan sosial) yaitu melakukan eksklusi [mengeluarkan, menyingkirkan, mengucilkan] se-seorang dari kelompok sosial atau melakukan intimidasi dalamkelompok.Perundungansosialdapatjugadilakukansecara tidak langsung, namun perlakuan dirasakan ataudialamisikorban.Jugaperundungansosialdapatberbentuktindak sosial yang secara sengajamengeksklusi (mengelu-arkan,menyingkirkan,mengucilkan) seseorang dari suatukelompok dengan menyebarkan rumor tentang seseorangyang dieksklusi [bullying tidak langsung halus tetapi me-nyakitkan si korban, perilaku seperti itu disebut bullying

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018 315

Book Review: Kekerasan Simbolik di Sekolah

relationalatausosial].d) Technobullying, cyberbullying atau e-bullying yaitupenggu-

naan atau pemanfaatan celphone.internetdane-mail[mediasosial] untuk menyakiti orang lain. Misalnya mengirimberitaberulangkaliyangisinyamenyakitiataumengancampenerima e-mail atau cellphone danmengirimkan rahasiaseseorangkemediapublicataumediasosialatauwebsite(Lee2009;Murhpy,Murphy,Banas2009).

Penulismemfokuskan riset pada kekerasan yangmunculdalam dunia pendidikan dengan konsep kekerasan simbolik sebagairujukanstudinya.Hal inididugakuatbahwapenelitiandenganmenggunakankonsepkekerasansimbolikbelumbanyak,Jugarisetyangmenggunakankonsepatauperspektifiniterutamadikaitkandenganbuku-bukusekolahberbasiselektronik(BSE)khususnyauntuksekolahdasardidugamasihlangka.

Dalambagian kedua, penulismenjelaskan dua perspektifsosiologiuntukmelihat isuyangditeliti. Penulismenggunakanteori/konsep-konsep Bourdieu. Namun uraian tentang posisiBourdieu dalam dua range perspektif sosiologi yang disajikandalambukuinitidaktampaktegas.IdedanteoriyangdibangunolehBourdieutidakbisalepasdaribeberapafilsufsebelumnya.Beberapa filsuf dan pemikirannya di antaranya adalah, Sartredenganeksistensialismenya,LeviStraussdenganstrukturalisme-nya, danBachelarddengan epistemologi historisnya. Selain itu,Bourdieu jugasangatdipengaruhiolehHusserl,PontydanHei-deggeryaitudalambahasantentangfenomenologi.Marx,Weberdan Durkheim juga filosuf dan sosiolog yang sangatmewarnaipemikiran Bourdieu (Bahar 2013). Karya-karya Bourdieu danpara pendukungnya,menurutMorrow& Torress, tidakmudahdiklasifikasikan karena Bourdieu memang tidak ingin dirinyaberadadalamsatukubupemikiran.PikiranatauteoriBourdieubisa dikatakan sebagai critical functionlist dan juga bisa dikat-egorikan dalam teori kritis (critial theory) sebagai neo-Marxistatau kelompok liberal theory secaratersembunyi.Olehkarenan-

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018316

Fuad Fachruddin

ya, istilahataubahasaapapunyangdigunakanBourdieuuntukmengartikulasikanteorinya,frameworkdiaadalahWeberian.Ideatau teori Bourdieu lebih dekat atau tepat dikategorikan dalam structuralist class-reproductive theorist of education.TeorikonflikBourdieu tidak persis seperti Marxist, ia seorang penganutDurkheim (Durkheimian) dalam pengertian bahwa ia berkaryadalam tradisi utama sosiologi Prancis [distinctive tradition of Frenchsociology]danmenggunakanmodelstrukturalyangme-mungkinkan dia mengombinasikan fungsionalisme metodologi [methodological functionalism]danteorikonfliksecarasubstan-tive [substantive conflict theory](Morrow&Torres1995,177).

Penulis mengungkapkan konsep-konsep dasar Bourdieuuntukmengkajiisu,yaitumodal,kelas,habitusdankekerasandankekuasan.TigadariempatkonsepdasarBourdieu,yaitumodal,kelas dan kekuasan tampak hasil atau pengaruh pemikiran Marxmeskidemikian terdapatperbedaan.Uraian secaradetailkonsep-konsep pokok atau dasar yang melandasi kekerasansimbolik, yaitu: Pertama, modal. Modal yang dimaksud bukanhanyamateri,melainkan sebuahhasil kerja yang terakumulasi(dalam bentuk yang terbendakan dan menubuh atau terjiwaidalamseseorang).Modalmencakuphal-halmaterialyangdapatmemilikinilaisimbolikdanmemilikisignifikansisecarakultural.Modal juga adalah sekumpulan sumber daya dan kekuasaanyangbenar-benardapatdigunakan(Bourdieu1996,114)dalamrelasisosialyang terdapatdalamsistempertukaran,yaituper-tukarandalambentukmaterialmaupunsimbol.modalekonomi,budaya(kultural),sosialdansimbolik(Ritzer&Goodman2011,525-523; Bahar 2013). Dengan kata lain, modal terdiri darimodal sosial,modal budaya danmodal simbolik. Modal sosialmenunjuk kepada sekumpulan sumber daya yang potensialyang terkait dengan pemilikan jaringan, hubungan yang salingmengenal dan/atau saling mengakui dan memberi dukungan.Modal budaya adalah serangkaian kemampuan atau keahlianindividutermasuksikapdantuturkata,carabergauldansejen-isnya.Jugamodalbudayaterwujuddalambenda-benda(cultural material)sertabentukkhasyaitukeikutsertaandanpengakuan

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018 317

Book Review: Kekerasan Simbolik di Sekolah

dari lembagapendidikandalambentukgelar akademik.Modalsimbolikmerupakansumberkekuasaan(Martono2012,33).

Kedua, kelas. pemikiran Bourdieu tentang kelas dipenga-ruhi oleh idedasar teori konflik.Kelas adalahkumpulan aktoryangmendudukiposisiserupa,ditempatdalamkondisiserupadiarahkan pada pengondisian serupa. Setiap kelas memilikisikap,selera,kebiasaan,perilaku,modalberbedadanperbedaanyangdimilikiolehmasing-masingkelasmenimbulkanhubunganyang tidak seimbang.Modal-modal tersebutmenentukankelasmasyarakat.Kelasmasyarakatdibagidalamtigayaitu:(a)Kelasdominan mampu mengakumulasi berbagai modal dan mampu memaksakanidentitasnyakepadakelaslainnya.(b)kelasborjuasikecilmemilikikesamaandengankaumborjuasiyaitukeinginanuntuk menaiki tangga sosial, namun mereka menengah danmerekatidakpunyakemampuanuntukmemaksakanidentitas-nyakepadakelaslain.(c)Kelaspopulermenerimaapasajayangdipaksakankelasdominan(Martono2012,34-36).

BourdieumengambilkonsepMarx,meskipuntidakpercis.MenurutMarxmasyarakatkapitalisterdiridaritigakelasyaitukaum buruh (mereka hidup dari upah), kaum pemilik modal(hidupdarilaba)danparatuantanah(hidupdarirentetanah).Namun, karena dalam analisis keterasingan tuan tanah tidakdibicarakan. Oleh sebab itu, ada dua kelas yang berlawanan,yaitu(a)Kelasmajikanmemilikifaktorproduksi—pabrik,mesindan tanah, (b) kelas buruh atau pekerja tidakmemiliki faktorproduksi,merekaterpaksamenjualtenagakerjakepadapemilikfaktorproduksi(Magnis-Suseno1999,113).

Ketiga habitus. Kata habitus merupakan terjamahan dari hexis (Aristoteles).ThomasAquinasmenerjemahkankatahexis ke dalam bahasa latin menjadi habitus, kemudian diekplorasi secara mendalam oleh Bourdieu. Habitus adalah strukturkognitifyangmemperantaraiindividudenganrealitassosialnya,misalnyagayahidup,nilai,watak[disposition],harapankelompoksosial;sistemdisposisi–disposis[skema-skemapersepsi,pikirandan tindakan yang diperoleh dan tahan lama]. Habitus adalah

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018318

Fuad Fachruddin

pengondision berkaitan dengan keberadaan kelas; keterampi-lan yangmenjadi tindakan praktis; kerangka penafsiran untukmemahami atau menilai realitas dan menghasilkan praktik ke-hidupan;keberadaannilaiataunorma.Habitusadalahstrukturyang selalu berada dalamproses strukturisasi (Martono2012,36-38). Habitus berbentuk pola-pola yang terinternalisasi dandengan pola atau skema tersebut agen memproduksi tindakan merekasertamemberikanevaluasi(Bahar2013).

Keempat kekerasan dan kekuasaan. Kekerasan beradadalam lingkup kekuasaan dan muncul sebagai usaha kelas dominan untuk melanggengkan dominasi dalam struktur sosial. Modal simbolik merupakan media yang menghantar-kan hubungan kekuasan dan kekerasan. Kekerasan simbolikberjalandenganperlahannamunpasti,kelasterdominasitidaksadardirinyamenjadiobjekkekerasanyangmenerimaapayangdipaksakansecarahalusolehkelasdominan.Kekerasansimbolikditarik atau didasarkanpada kenyataan bahwadi seluruhma-syarakattatanandankontroldiperolehmelaluimekanismetidaklangsung dan mekanisme kultural. Kekerasan simbolik adalahimposisi sistem simbol dan arti (budaya) kelompok-kelompokatau kelas dengan cara perlahan/sedemikian rupa sehingga mereka[yangmenjadisasaran]merasakansebagaisesuatuyangabsah.Halinidapatdicapaimelaluiprosesyangtidakkelihatan[misrecognition],yaknihubungankekuasaan itusecaraobjektifbukanuntukkelasyangdidominasinamunkelompokmendomi-nasi (Jenkin1991, 66;Martono2012, 39).Kekerasan simbolikdimulai dengan imposisi kebiasaanbudaya (cultural arbitrary)melalui tiga model, yaitu: diseminasi pendidikan yang terjadimelalui interaksi dengan, misalnya, kelompok sejawat tidakformal;pendidikankeluarga;danmelaluipendidikanyang ter-lembaga(misalnyaritual-ritualdansekolah(Jenkin1991,67).

Kekerasansimbolikjugadisebut“kuasasimbolik(symbolic power)” dan “dominasi simbolik (symbolic dominance). Ke-kerasansimbolik,menurutpenulis,dilakukanmelaluiduacarayaitu (a) cara halus (Eufemisme) dalam bentuk kepercayaan,kewajiban, kesetiaan, sopan santun, pemberian hutang, belas

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018 319

Book Review: Kekerasan Simbolik di Sekolah

kasihan. (b) Sensoris: menampak dalam bentuk pelestariansemuabentuknilaiyangdianggapsebagai“moralkehormatan”seperti santun, kesucian, kedermawanan dsb yang diperten-tangkan dengan “moral rendah” seperti kekerasan, kriminal,ketidakpantasandsb(Martono2012,38-40).

Bab 4 dan 5 mengungkap hasil analisis atau temuanpenulisberkaitankekerasansimbolikdalamkalimat(bab4)dankekerasan simbolik melalui gambar (bab 5). Temuan penulismenunjukkanbahwahabituskelasataslebihbanyakdalamkata,kalimat,gambarilustrasidangambarcoverbuku(BSE).Habituskelasdominandalam teksBSEadalah istilahatau simbolyangdigunakan dalam sapaan seperti papa mama atau kata yanglumrah digunakan di kalangan kelals atas. Habitus kelas atasditunjukkandalamaktivitasyanglumrahdikalangankelasatassepertibertamasya,danmembuatdeskripsibenda-bendayangdimiliki yang galib dipunyai oleh kelas atas seperti akuarium,mobil, komputer, televisi. Habitus kelas atas yang ditemukanBSEdalambentukaktivitasyang lumrahnyamenunjukkepadakegiatankelasatas,misalnyamembacakoran,nontonbioskop,ayahberangkatkekantor,akumenabungdibank.Adahalyangperlumemperoleh catatan dalam bagian ini. Kata-kata sepertisapaan“eyang”termasukdalamhabituskelasatas.Perlukiranyadijelaskankata-katayangmasukdalamBSEsecarakulturalatauberdasarkankulturetnisyangadadi Indonesiadalamkategorikelas elit. Juga apabila kata-kata serapan dari etnik nusantarayang digunakan dalam BSE dinilai sebagai bahasa kelas atas.Penjelasantentanghalinidiperlukanatausangatpentinguntuk,selain,menghantarkanpembacamemahamitemuanpenulisdanmemperkayapenjelasanatauanalisisbukujugamemberipenge-tahuankepadamasyarakat.

Temuanpenulisadalahbahwahabituskelasbawahmasihsedikit atau porsinya kecil dibanding habitus kelas atas dalamgambar(lihatbab5).Gambardanceritakehidupanmasyarakatdesa, petani, nelayan, pedagang informal seperti tukang sayuratau penjual makanan termasuk gambar masih sedikit atau tidaksebanding.Usulanpenulisuntukmenyeimbangkanjumlah

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018320

Fuad Fachruddin

antarahabituskelasatasdanhabituskelasbawah(kata,kalimat,gambar) dalam buku-buku teks dan non-tek penting dalamkonteks memberikan pemahaman atau membangun kesadaran akan arti keragaman budaya (multicultural) danmenanamkansikap atau karakter utama diperlukan untuk membangun kelas atausekolahdamaidandemokrasidamai(peaceclassandpeaceschool]sertaerasejagat(globalera).

Kekerasansimbolikterjadimanakalakata,kalimat,uraiangambar-gambar dalam buku yang mencerminkan kelas elitmenjadihalyanglumrahatauberlakuataumenjadibagianpesertadidik kelas bawah. Tidak hanya itu, kata, kalimat atau gambardalambuku teksyangmerepresentasikanhabituskelasbawahyangdeskripsinyamengandungpandanganstereotip,atausikaptidakmenghargaikelompoksosiallainnya;makabukutersebuttelah menjadi sarana untuk melahirkan kekerasan simbolik.Reviewersependapatbahwauntukmenghilangkanataupalingtidakmemperkecilkekerasansimbolik.Untukitu,otoritaspendi-dikan(pemerintah)perlumelakukankajianlebihsaksamaatauteliti terhadapbuku-buku teksdannon-teks tentangungkapandan gambar yang dapat menimbulkan kekerasan simbolik.Habitus dari kedua kelasmasyarakat perlu disuguhkan dalamsetiap teks untuk menghindarkan pemaksaan habitus kelas atas terhadap kelas bawah.Usulandimaksudkanuntukmenumbuh-kan kesadaran bahwa realita beragam dan saling menghargaiataskeragamanatauperbedaanyangada.

Bab6“HabitusdanDominasiKelasDalamBSE”menyajikanbeberapahalatauisu,antaralain,pembahasantentang“Pemba-hasan sekolah milik siapa”. Bagian ini merupakan olahan daribeberapa tulisan orang Indonesia dan tokoh pendidikan yangberperspektifkritisataupendidikantransformatifsepertiFreire.Tulisan ini cukup bagus namun tampak lepas dari keterkaitan dengan kekerasan simbolik dalam konteks studi BSE. Tulisantersebut tidak memunculkan secara tegas benang merah antara proyekpengadaanBSEdenganpenciptaan segregasikelasma-syarakat. Dalam sajian isu tentang “Kelas Dominan Sebagaisubjek” menjelaskan bahwa habitus kelas bawah sebagian

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018 321

Book Review: Kekerasan Simbolik di Sekolah

besardiposisikan sebagai objekbukan subjekyangmencerita-kan (Martono 2012, 192). Buku-buku materi pelajaran tidakmengidentifikasikondisipsikologissiswa-siswakelas2SD.Halini,misalnya,dapatdicermatidalamsajianceritayangmemuatistilah“istrisimpanan”(Martono2012,194).Carapenyampaiansubstansi materi ditengarai bias. Ada tiga bentuk bias yaitu:pertamabiaskelasatasyaitusemuamateridalamBSEberangkatdari sudut pandang orang kaya karena kelas atas mendomi-nasi.Kedua,biasmasyarakatkota—sebagianbesarkalimatdangambardalamBSEmenggambarkanaktivitasorangkota.Ketigabiaswilayah pesisir. Hal inimisalnya dapat dilihat dari denahrumah yang digambarkan ruang-ruang seperti ruang makanyang selalu disertai dengan lemari es kulkas (Martono 2012,194-195).

Setelah membaca buku ini, penulis atau reviewer sam-paikan, mudah-mudahan catatan kecil ini menjadi bahan ataumasukanuntukmengembangkanisibukuini.Suatukeunggulanbuku ini adalah kemampuan penulis menjelaskan atau menjabar-kanperspektifBourdieudankonsep-konsepyangadadalamnyadenganbahasayang‘mudahdipahami’danmenggunakancontohdari kehidupan kita (konteks Indonesia).Misalnya isu tentangpendidikandanreproduksisosial(cultural reproduction).Dengancarapenyajiansepertiini,pembacabukuterutamamerekayangkurang terbiasa membaca teori tidak harus mengerutkan dahi untukmemahamiisitulisanbukuini,namunjugajangansampaiterjadireduksi.

Dalamkaitandenganpendidikansebagaireproduksisosialada isu yang dapat dieksplorasi yang dapat memperkaya per-nyataan riset [research problem],misalnya, penerapan konsepkeadilan dalam pendidikan [equity to education] atau kebijakan aksesterbukauntukmendapatpendidikanuntuksemuawargabangsa [open access to quality education for all].Contoh,halyangseringdiperdebatkandalamkonteksiniadalahtessaringan.Tessaringandalamtahapanataujenjangpendidikan,sepertidising-gungdalambukuini,sebenarnyatesberfungsisebagaiinstrumenuntukmendapatkanpesertadidikdarianakwargabangsayang

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018322

Fuad Fachruddin

layaksecaraakademik.Padasisilain,instrumentersebutdapatmelahirkan ketimpangan dalam mengakses pendidikan (yangbermutu).Anak-anakdarikeluargaberadaataukelasatasakanlebih siap untuk menghadapi tes saringan dan meraih pendidi-kan yang bermutu.Merekamenyiapkan diri dengan,misalnya,mengundang guruprivate ataumengikuti programbimbingan.Kegiatan tambahan ini tentu akan memberi anak-anak darikeluarga kelas berada atau kelas atas learning experience yangjauh lebih maju dari pada anak-anak keluarga biasa (miskin).Olehkarenanyaanak-anakdarikeluargaberada[kelasatas]jauhlebih siap untuk menghadapi perebutan peluang mendapatkan pendidikan yang baik [sekolah-sekolah dan perguruan tinggi/universitas].

Oleh sebab itu, pada kesempatan ini, apresiasi terhadappenulis buku ini perlu disampaikan. Semoga kehadiran bukuini akanmemicuparadosendanmahasiswa lebihmemanfaat-kan perspektif kritis sebagai pisau analisis untuk karya-karyailmiah mereka seperti buku, tesis, disertasi, artikel dan riset.Jugaotoritaspendidikankitamemberidorongan[peluanglebihterbuka]untuk riset-riset yangmenggunakanperspektif kritis.Sebagaimana kita ketahui bersama otoritas pendidikan atau lembaga pemerintah lebih condong memilih atau menggunakan perspektif fungsionalis atau positifistik. Sikap birokrasi pendi-dikan seperti sangat mudah dipahami. Penggunaan perspektifkritis penting untuk memperkaya karya-karya keilmuan danmengembangkanbudayaakademis/keilmuandanpotensikritisyangadapadawargabangsa.

Sebagaimanadiungkapkandimukabahwaobjekpenelitianadalahbukuyangdisiapkanpemerintah[BSE].Pengadaanbukumerupakanupayapemerintahuntukmemfasilitasiwargabangsamendapat pembelajaran yang baik di suatu jenjang misalnyasekolah dasar. Dalam pandangan otoritas pendidikan [pemer-intah],kebijakanpengadaanbukutersebut[BSE]dimaksudkansebagaisalahsatupewujudanaksesterbukamendapatkanpen-didikanbermutu[openaccesstoqualityeducation]untuksemuawarga bangsa [for all] terlepas latar belakang sosial ekonomi

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018 323

Book Review: Kekerasan Simbolik di Sekolah

mereka. Untuk lebih mempertajam uraian riset problem,eksplorasikebijakanpemerintahtentangpengadaanbuku[BSE]perlu dilakukan. Misalnya, pertama-tama apakah semua anakwargabangsaataumurid-muridSDinidapatmengaksesinternetsehingga BSE dapat diakses. Juga apakah seluruh anak wargabangsa ataumurid-murid SD dari keluarga kelas bawah/tidakmampu dapat memanfaatkan internet untuk mengakses BSE.Berdasarkan pertanyaan tersebut, kita akanmengetahui siapasebenarnya yang lebih dapat memanfaatkan BSE atau jumlahsecararilpesertadidikyangdapatmemanfaatkanBSE.Tentukitadapatmendugakuatbahwaanak-anakSDdarikelasmasyarakatatas akan lebihmudahmengakses buku [BSE] dari rumahnyamelaluiinternetkarenamerekalebihmungkin,misalnya,orangtua mereka berlangganan internet, memiliki gadget, android,memilikikomputer.Anak-anaktersebutakandapatmengunduhdanmenyimpannya dalam folder file. Sedangkanmurid-muridSD dari keluarga masyarakat bawah atau tidak mampu dapatdipastikantidakdapatmelakukansepertiteman-temanmerekadari kelaurga masyarakat kelas atas karena mereka tidakmemilikifasilitassepertiyangdimilikiolehteman-temannyadarikeluargamasyarakatkelasatas.Lantaskalaulahmurid-muridSDdarikeluargamasyarakatkelasbawahatautidakmampudapatmengunduhdenganmemasukanBSEpadafolderfiledalamflaskdisk[mampubeliflaskdisk],adaisuataupertanyaanlainyangperludiajukanyaitu“apakahmerekamampumenyiapkandanayangdiperlukanuntukmemprint out[mencetak]BSEdarimata-mata pelajaran yang digunakan untukmasing-masing kelas diSD?”Informasitersebutakandapatmembantukitaberapadanapendidikan yang harus ditanggung oleh orang tua murid darikelas bawah walau pemerintah telah menetapkan dan men-jalankan program pendidikan dasar gratis. Apakah pekerjaanorangtuamurid/pesertadidikSDdanberapapendapatanorangtuamerekadarikeluargamasyarakatbawahatautidakmampu?Informasiperludigalidanmenjadibahankajiankritis.Informasiatau data tentang hal tersebut penting untuk melihat implemen-tasi kebijakan pendidikan [pengadaan buku—BSE] bagiwarga

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018324

Fuad Fachruddin

masyarakat kelas.Data-data tersebut akan lebihmempertajamkajianterhadapisuini.

Hal lain yang berkaitan pernyataan riset adalah uraiantentang urgensi penelitian ini. Ada paragraf-paragraf yanglebihbaikdipindahkeposisipendahuluan[researchproblem].Urgensi penelitian di universitas-universitas AS biasa disebutdengan‘audience’yaknisiapayangakanmendapatkanmanfaatatau memanfaatkan hasil riset atau kontribusi riset kepada siapa sajadandalamhal–teori,kebijakanataulainnya.

Bagianmetodologimenguraikanapayangakanatauseha-rusnyadilakukandenganpilihanjenisrisetdandesainrisetolehpengajuproposalataupenelitidalamkaitandengan(a)pengum-pulandata, (b)pengolahandan(c)analisisdata.Dalambagianini,seringditemukanuraianberupakutipandaribuku-buku;dantidakmencerminkanapayangrildilakukan(proses)dalamtigahaltersebutdimuka.Hal-haltersebutiniseringterabaikan.Halini ditemukandalambuku ini padahalaman9. Semogauraiantentang “(D) sebuah otokritik” tentang kelemahan-kelemahanstudimerupakan pernyataan ketawadhuan penulis tersirat isuinisebagaimanaterteradalamhalaman200-204.Misalnya,peng-katagorianhabitusdalamrisetsebagianbesarhanyadidasarkanpada kondisi masyarakat secara umum, sangat hiperbolis danekstrim.

Buku teks merupakan salah satu unsur dari proses pem-belajaran. Analisis konten yang dilakukan dalam buku untukmenjelaskankekerasansimbolik.Kiranyakitaperludikajisecaracermatbagaimananaskah-naskahyangadadalambukumemberipengaruh terhadap sikap atau pandangan peserta sehingga apa yangmerekadiakuiabsahsebagaimanadalamtulisan(Jen1992,66).“Symbolicviolence,accordingtoBourdieu,istheimpositionofsystemsofsymbolismandmeaning(i.e.culture)upongroupsor classes in such away that they are experienced as legiti-mate”.

Dalamanalisiskontenanalisis,eksplorasimaknabeyond the text dan intentionyangterundungbeyondpernyataanperludi-

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018 325

Book Review: Kekerasan Simbolik di Sekolah

lakukan.Halinidapatdigalimelaluieksplorasiperspektif(emic)peserta riset yang dalam hal ini penulis atau penyusun buku.Olehsebab itu, studi lebih lanjut,misalnya, tentangbagaimanakekerasan simbolik berjalan melalui pembelajaran atau buku-buku patut dapat dipertimbangkan sebagai kelanjutan dari studi iniuntuklebihmempertajamtemuanbukuini.

Adahalyangakanmenjadikrusialdansensitifketikakitamenceritakan proses atau mekanisme penumbuhan kekerasan simbolik sebagaimana disebutkan di muka apabila dikaitkan dengan agama. Mengajarkan nilai-nilai agama yang tercantumdalamkitabsucikepadakeluargaataumasyarakatdianggapke-kerasansimbolik.Kitaharushati-hatimenanggapideataukonsepkekerasan simbolik (Bourdieu), meski dalam realita mungkinditemukandalammenyampaikannilaiagamaterselubungpesanyang dapat ditafsirkan sebagai kekerasan simbolik, misalnya,membuat pengaruh kepentingan politik pada saat Pilkades,Pilkada,PilegatauPilpres—dakwahuntukpolitikbukanpolitikuntukkepentingandakwah.

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018326

Fuad Fachruddin

DAFTAR PUSTAKA

Bahar,MohammadSyaiful.2013.“BahasadanKekuasaanSimbolik:UpayaMemahamiFilsafatSosialPierreBourdieu.”Makalah.ProgramPascasarja,FISIPUNAIR

Grenfel,Michael (ed.). 2008.Pierre Bourdieu: Key Concepts. Stocksfield:ACUMEN,

Huges, JanN.&QiChen.2011. “Reciprocal effectsof student-teachersandstudent-peerrelatedness:EffectsonAcademicefficacy.”Journal of Applied Developmental Psychology 32(5):278-287.

Jenkins,Richard(1992).Pierre Bourdiue.Canada:Routledge.Englander,ElizabethKandel (2003) Undertanding Violence 2nd

edition.NerJersey,London:LawrenceErlbaumAssociationMagnis-Suseno,Franz.1999.Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme

Utopis Ke Perselisihan Relativisme. Jakarta: PTGramadiaPustakaUtama.

Martono,Nanang.2012.Kekerasan di Sekolah: Sebuah Ide Sosiologi Pierre Bourdieu.Jakarta:RajaGrafindoPersada.

Mukhopadhyay,Marmar.2005.Peace Education Framework for Teacher Education.India:UNICEF.

Murphy,AlexaGordon,MadonnaMMurphy,SharonLBanas.2009.Character Education: Dealing with Bullying.NewYork:ChelseaHousePublisher.

Morrow,RaymondAllen,CarlosAlbertoTorres.1995.Social Theory and Education: A Critique of Theories of Social and Cultural Reproduction.NewYork:StateUniversityofNewYorkPress.

Page,Jonathan,JeffreyA.Daniel,StevenJ.Craig.2015.Violence in Schools.London:Springer.

Ritzer,George&DouglasJ.Goodman.2011.Teori Sosiologi Modern.transNurhadi.Yogyakarta:KreasiWacana.

Robinson,George,BarbaraMaines.2008.Bullying A Complete Guide to the Support Group Method.LosAngeles,London,NewDelhi:SAGE.

SUKMA: Jurnal Pendidikan, Volume 2 Issue 2, Jul-Dec 2018 327

Book Review: Kekerasan Simbolik di Sekolah

Williams,KimberlyM. 2003.The Peace Approach to Violence Prevention: A Guide for Administrators and Teachers.Oxford,Maryland:TheScarecrowPress.

Webel,Charles.2007. “Introduction: Towardaphilosophyandmetapsychologyofpeace”InHandbook of Peace and Conflict Studies. EditedbyCharlesWebelandJohanGaltung.NewYork,London:Routledge.

Woods,Sarah,DieterWolke.2004.“DirectandRelationalBullyingamongprimaryschoolchildrenandacademicachievement.”Journal of School Psychology 42(2):135-155.