2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf
-
Upload
ryan-chavez -
Category
Documents
-
view
223 -
download
9
Transcript of 2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf
19
IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU (Penaeus monodon Fabricus)
DI TAMBAK TRADISIONAL KOTA TARAKAN
Azis
1), Heppi Iromo
1), Darto
2)
1)
Staf Pengajar FPIK Universitas Borneo Tarakan 2)
Mahasiswa FPIK Universitas Borneo Tarakan
ABSTRACT
Indonesia is a very potential country on fishery bussiness. As we know indonesia large in
sea than on land. One of the fishery businness which very advantages is Windu shrimp
aquaculture.
Through with the development of that businness,problems comes which annoying the
bussiness, include parasite problem and it sources. According to the research parasites
consist to ectoparasite and endoparasite.
The research is oriented to distinguished about ectoparasite on shrimp (Penaeus monodon
Fabricus) at traditioanl embank on Tarakan. Samples take on from several plales includes
embank at East Tarakan, West Tarakan, North Tarakan and the last at Central Tarakan.
Every check location representative by two samples of shrimp (Penaeus monodon
Fabricus) embank traditional, and total samples is eight shrimp. Shrimp observation focus
on, eye, foot stroke, feglestal, skin, stub born and tail. Observation leave done on the fish
Quarantina of Tarakan.
Based on the results of indentification of shrimp (Penaeus monodon Fabricus) on
traditional embank, researcher find of out three of parasit, which inflect to shrimp
(Penaeus monodon Fabricus) thats : Carchesium sp, Vorticella sp, and Epistylis sp.
According to the result, researcher consider that Carchesium sp more dominant inflect to
the shrimp. The othres Vorticella sp and Epistylis sp.
Keyword : Ectoparasite, Penaeus monodon, and Traditional Embank
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki perairan seluas 328,87 juta ha, terdiri dari perairan laut
seluas 275,41 juta ha dan perairan umum seluas 53,46 juta ha yaitu rawa 39,46 juta ha,
danau 2,18 juta ha dan sungai 11,95 juta ha, maka sangat potensial untuk usaha bidang
perikanan. Dengan demikian sumber daya ikan merupakan satu diantara subsektor
perikanan yang memegang peranan penting dalam pembangunan nasional dan
mempunyai prospek yang cerah dimasa sekarang dan mendatang (Anonim 2009).
Propinsi Kalimantan Timur sebagai satu diantara daerah yang memiliki
sumberdaya perikanan yang potensial, mempunyai luas perairan 14.047.000 ha., terdiri
dari perairan laut seluas 12.000.000 ha dan perairan umum seluas 2.047.000 ha yaitu
rawa 150.000 ha, danau 91.335 ha dan sungai 1.805.665 ha, serta lahan yang tersedia
untuk usaha tambak seluas 122.360 ha. Pemanfaatan sumberdaya tersebut adalah 25 %
penangkapan di laut, 40% penangkapan di perairan umum dan 9% untuk tambak
(Anonim, 2009)
Kota Tarakan yang memiliki luas daerah 657,33km2 dengan luasa daratan
250,80km2dan luas lautan sekitar 406,53km
2 atau sekitar 61,85% dari luas keseluruhan
merupakan lautan yang mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang mempunyai
nilai ekonomis yang cukup tinggi adalah udang windu (Anonim, 2009). Udang windu
(Penaeus monodon, Fab.) merupakan primadona komoditas non migas dari sektor
Borneo University Library
20
perikanan. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam budidaya udang
antara lain kualitas air, mutu benih, pakan, penerapan teknologi dan penyakit.
Sejalan dengan berkembangnya usaha budidaya udang tersebut, terdapat pula
beberapa masalah yang mengganggu, sehingga menghambat perkembangan usaha
budidaya, yaitu hama dan penyakit ikan. Apabila keadaan tersebut tidak segera
ditanggulangi lebih awal, maka kegiatan budidaya ikan akan terganggu,akibatnya
produksi ikan akan menurun karena tingkat kematiannya tinggi.
Adanya hama dan penyebab penyakit di dalam tambak sangat merugikan bagi
para pembudidaya dan spesies itu sendiri. Untuk itu para pembudidaya juga perlu
memahami lebih dalam jenis – jenis hama dan penyebab penyakit yang dapat
mengganggu, merusak bahkan memangsa spesies yang di budidayakan. Dengan di
ketahuinya jenis – jenis hama tersebut maka pembudi daya dapat mencegahnya atau
memberantasnya dengan memberi obat sesuai dengan jenis hama dan penyebab
penyakit yang di ketahui.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, sudah banyak udang yang
dibudidayakan di tambak tradisional terserang berbagai penyakit, salah satunya adalah
Ektoparasit. Untuk itu identifikasi penyakit udang adalah langkah awal yang harus
dilakukan.
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui berbagai jenis ektoparasit yang
terdapat pada udang windu di tambak tradisional yang terdapat di Kota Tarakan.
C. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya, dan dapat
dijadikan bahan informasi tentang ektoparasit yang menempel pada udang windu di
tambak tradisional Kota Tarakan.
METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Penilitian ini dilakukan selama dua yaitu : Juli - Agustus. Tempat untuk
melakukan penelitian ini di tambak tradisional Kota Tarakan dan pengamatan
ektoparasit dilakukan di Laboratorium Karantina Ikan
B. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah : Mikroskop eletrik, Obyek glass, Gunting,
Pipet tetes
Pinset, Water Checker, Hand Refractometer, Jala, Gerijen, Aerator baterai.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah : Udang windu, Aquades.
Borneo University Library
21
C. Metode
1. Prosedur Pengambilan Sample
Sample yang digunakan adalah Udang Windu (Penaeus monodon) yang
diambil di 8 (Delapan) lokasi tambak tradisional di Kota Tarakan, masing –
masing lokasi diwakili dua ( 2 ) tambak yaitu : tambak tradisional di Tarakan
Timur, Barat, Tengah dan Utara. Jumlah sample masing – masing lokasi sebanyak
8 ekor. Sample yang diambil selanjutnya dibawa ke Laboratorium Karantina Ikan
untuk dilakukan identifikasi ektoparasit.
2. Data yang akan diambil berupa data perimer yang terdiri :
a. Pengamatan Ektoparasit
Pengamatan ektoparasit pada udang windu meliputi : mata, kaki renang,
kaki jalan, ekor, kulit,dan insang dengan cara memotong dengan mengunakan
gunting sample yang akan diamati. Sample yang telah digunting diambil dengan
menggunakan pinset dan ditaruh di obyek glass, selanjutnya tetesi sample dengan
aquades dengan menggunakan pipet tetes, kemudian mengamati dengan
menggunakan mikroskop eletrik.
b. Identifikasi Parasit
Hasil pengamatan ektoparasit selanjutnya di identifikasi menurut :
Lightner 1996 A Handbook of Shrimp Pathology and Diagnostic Procedures
for Diseases of Cultured penaeid Shrimp. The World Aquaculture Society.
Baton Rouge, Louisiana, 70803 USA.
Johson 1975 Handbook Of Shrimp Diseases. Seegrand College Program,
Texas A & M University.
3. Data yang akan diambil berupa data pendukung yang terdiri Parameter Kualitas
Air secara Insitu (suhu, salinitas, pH,dan DO).
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tambak Tradisional Tarakan Timur
Dari hasil pengukuran selama penelitian didapatkan, parameter kualitas
airss yang terdapat di kecamatan Tarakan Timur, tersaji pada tabel 2 berikut ini:
Borneo University Library
22
Tabel 2. Data Parameter Kualitas Air Di Kecamatan Tarakan Timur
TAMBAK PARAMETER DATA KISARAN OPTIMAL
1
PH 7,5 6,8 – 8,7
Salinitas 28,5 10 – 35 ppt
Oksigen (O2) 7,8 4 – 8 ppm
Suhu 31,3 28 – 32 0 C
2
PH 7.4 6,8 – 8,7
Salinitas 23,2 10 – 35 ppt
Oksigen (O2) 6,7 4 – 8 ppm
Suhu 30,8 28 – 32 0 C
Sumber : Kisaran Optimal, Amri, 2003
a. Derajat Keasaman (pH)
pH berpengaruh terhadap pertumbuhan dan tingkat produksi udang.
Fluktuasi pH air sangat mengganggu aktivitas udang. Fluktuasi pH air juga sangat
menentukan berhasil tidaknya pemeliharaan udang,(Ghufron, 1996).
Pada Tabel 2 pH yang di peroleh di wilayah Kecamatan Tarakan Timur,
pada tambak 1 yaitu: 7,5 dan pada tambak 2 yaitu: 7,4. Secara fisik bahwa pH
yang tedapat di wilayah Kecamatan Tarakan Timur masih dalam kisaran yang
optimal, pendapat ini diperkuat dengan hasil penelitian Rakhmatun dan Mudjiman
(2003), di peroleh tingkat pH terbaik bagi kehidupan dan pertumbuhan udang
windu adalah diantara 6,8 – 8,7 dan akan mematikan bila pH mencapai angka
terendah di bawah 6 dan tertinggi 9.
b. Salinitas
Tabel 2 menunjukkan bahwa salinitas yang di peroleh di wilayah
kecamatan tarakan timur yaitu berkisar antara 28,5 dan 23,2 ppt. Kisaran salinitas
tersebut, untuk pembesaran udang windu berada dalam kondisi yang optimal,
karena Menurut Khairul, (2003) dalam Jumani (2008) salinitas untuk
pertumbuhan udang windu yang baik diperoleh pada kisaran 10 – 35 ppt.
c. Oksigen Terlarut
Dilihat dari tabel di atas oksigen terlarut yang di peroleh di wilayah
Kecamatan Tarakan Timur yaitu berkisar antara 7,8 dan 6,7 ppm, dari hasil
penelitian didapatkan bahwa, oksigen terlarut di Kecamatan Tarakan Timur masih
dalam kisaran yang optimal untuk standar budidaya, hal ini diperkuat dengan
pendapat (Susanto, 1992) bahwa kisaran oksigen yang dibutuhkan oleh jenis-jenis
suatu organisme kadang berbeda, namun perbedaan itu tidak jauh. Oksigen
terlarut sebanyak 4 – 8 ppm dianggap ideal.
d. Suhu
Tabel 2 suhu yang diperoleh di wilayah Kecamatan Tarakan Timur yaitu
31,3 dan 30,8 0C. Kisaran tersebut sangat cocok untuk standar budidaya udang
windu, menurut (Soetomo, 2002), kisaran suhu yang baik adalah berkisar 28 0C –
Borneo University Library
23
32 0C. Bila suhu terus meningkat, udang akan mengalami stress dan akan
mengeluarkan lendir yang berlebihan, sebaliknya bila suhu terlalu rendah akan
kurang aktif makan dan bergerak, sehingga pertumbuhannya akan semakin
lambat.
e. Jenis Ektoparasit
Sample udang diambil dengan menggunakan alat tangkap jala, penagkapan
dilakukan didalam areal tambak tersebut sebanyak delapan ekor masing – masing
tambak.
Dari data yang di dapat pada lampiran 1 (tambak 1 & 2 ) bahwa sebagian
besar udang terserang parasit, hal ini disebabkan karena udang yang hidupnya
bersifat menyebar, sehingga memudahkan proses terserang parasit pada
organisme yang hidup diperairan tersebut (Lom dan Dykopa, 1992). Di mana
seringnya udang yang terserang parasit melakukan kontak atau gesekan dengan
udang yang lainnya.
Jenis parasit yang paling dominan yang terdapat pada daerah tambak
tradisional Tarakan Timur adalah Carchesium sp, umumnya jenis ini berkembang
secara aseksual dengan pembelahan , Carchesium juga dapat berkembang secara
seksul, sehingga berkembangnya jenis parasit ini sangat pesat (webb, 2003).
Dari penelitian yang telah dilakukan dilapangan, jenis ektoparasit yang
ditemukan pada tubuh udang adalah sebagai berikut :
Mata : Negatif parasit
Kaki renang : Epistylis sp, Carchesium sp, Vorticella sp
Kaki jalan : Carchesium sp, Epistylis sp, Vorticella sp
Ekor : Vorticella sp, Carchesium sp
Kulit : Epistylis sp, Carchesium sp
Insang : Carchesium sp, Vorticella sp
B. Tambak Tradisional Tarakan Barat
Di daerah tambak Tarakan Barat kualitas air yang diperoleh pengamat dapat dilihat pada
Tabel 3, berikut ini :
Tabel 3. Data Parameter Kualitas Air Di Tarakan barat
TAMBAK PARAMETER UJI DATA KUALITAS AIR KISARAN OPTIMAL
1 PH 7,6 6,8 – 8,7
Salinitas 22,2 10 – 35 ppt
Oksigen (O2) 6,7 4 – 8 ppm
Suhu 31,9 28 – 32 0 C
2
PH 8,3 6,8 – 8,7
Salinitas 25,7 10 – 35 ppt
Oksigen (O2) 5,9 4 – 8 ppm
Suhu 32 28 – 32 0 C
Sumber Kisaran Optimal, Amri, 2003
Borneo University Library
24
a. Derajat Keasaman (pH)
Pada daerah tambak tardisional Tarakan Barat pH pada lokasi tersebut
masih optimal untuk lokasi budidaya, adapun pH yang dapat pada tambak 1 yaitu
: 7,6 dan pada tambak 2 yaitu : 8,3. Diperkuat dengan nilai optimal pH untuk
tambak udang windu adalah 6 – 9. Nilai pH diatas 10 dapat membunuh udang,
sementara nilai pH dibawah 5 mengakibatkan pertumbuhan udang terhambat
(Khairul, 2003).
b. Salinitas
Data Tabel 3 pada tambak tradisional Tarakan Barat dimana salinitasnya
cukup bagus dalam pengembangan usaha budidaya udang windu, adapun salinitas
yang diperoleh pada (tambak 1) 22,2 ppt dan (tambak 2) 25,7 ppt. Di mana udang
windu menyukai air bersalinitas 10 – 35 ppt. Salinitas ini lebih rendah daripada
salinitas yang dikehendaki jenis udang yang lain. Penurunan salinitas dibawah 10
ppt sebaiknya dihindari karena kondisi udang menjadi lemah (Khairul, 2003)
c. Oksigen Terlarut
Oksigen Terlarut merupakan salah satu unsur utama regulator pada proses
metabolisme dan tanaman dan hewan air, terutama untuk proses respirasi
(Ondum, 1971) kisaran yang baik tidak boleh kurang dari 3 ppm karena akan
mengakibatkan udang mengalami stress. Adapun data Oksigen Terlarut (DO)
yang diperoleh peneliti pada tambak tradisional Tarakan barat pada tambak 1
yaitu : 6,7 ppm dan tambak 2 yaitu : 5,9 ppm sangat optimal untuk budidaya
udang windu.
d. Suhu
Pada Tabel 3 suhu yang diperoleh peneliti pada tambak tradisional Tarakan
barat pada tambak 1 adalah 31,9 oC dan tambak 2 adalah 32
oC, dimana masih
standar dalam usaha budidaya udang. ini diperkuat dengan (Suyatno, 2001)
dimana kisaran suhu air dikawasan tambak udang adalah 28 – 32 oC
e. Jenis Ektoparasit
Berdasarkan lampiran 2 (tambak 1 & 2) parasit paling dominan yang
menyerang udang budidaya adalah jenis Carchesium sp, hal ini diduga bawaan
dari patogen melalui media air. Lokasi tambak tradisional Tarakan Barat
ditemukan tiga jenis parasit yaitu : Carchesium sp, vorticella sp, dan Epitylis sp.
sample yang diperoleh pada lokasi ini sama dengan lokasi sebelumnya yaitu
dengan menggunakan alat tangkap jala didalam area tambak tersebut.
Berdasarkan pendapat Kei Yuasa et al,(2003) timbulnya parasit disebabkan
oleh dua kelompok yaitu penyebab dari dalam (internal) dan luar (Eksternal),
penyakit Internal : genetic, sekresi interna, Imunodefisiensi, saraf, dan metabolic.
Sedangkan Eksternal terbagi dua yaitu non pathogen dan pathogen. Dimana non
pathogen terdiri dari penyakit lingkungan seperti kualitas air dan penyakit nutrisi
karena kekurangan nutrisi, gejala keracunan bahan pakan. Sedangkan pathogen
bersifat parasit yang terdiri dari penyakit viral, jamur, bakterial dan parasitic.
Borneo University Library
25
Jenis ektoparasit yang ditemukan pada tubuh udang di daerah tambak tradisional
Tarakan Barat adalah sebagai berikut :
Mata : Negatif parasit
Kaki renang : Epistylis sp, Carchesium sp, Vorticella sp
Kaki jalan : Carchesium sp
Ekor :Vorticella sp, Carchesium sp
Kulit : Epistylis sp, Carchesium sp
Insang : Carchesium sp
Jenis ektoparasit yang paling banyak ditemui di tubuh udang tersebut adalah jenis
Carchesium sp.
D. Tambak Tradisional Tarakan Utara
Hasil pengukuran kulaitas air di tambak tradisional Tarakan Utara dapat dilihat pada
tabel 4:
Tabel 4. Data Parameter Kualitas Air Di Tarakan utara
Tambak Parameter Uji Data Kualitas Air Kisaran Optimal
1
PH 7,8 6,8 – 8,7
Salinitas 24,5 10 – 35 ppt
Oksigen (O2) 7,8 4 – 8 ppm
Suhu 31 28 – 32 0 C
2
PH 8,3 6,8 – 8,7
Salinitas 23,8 10 – 35 ppt
Oksigen (O2) 7,0 4 – 8 ppm
Suhu 32 28 – 32 0 C
Sumber Kisaran Optimal, Amri, 2003
a. Derajat Keasaman (pH)
Daerah tambak tradisonal Tarakan Utara diperoleh pH 7,8 pada tambak 1
dan pH 8,3 pada tambak 2. Berdasarkan pada pH tersebut daerah tambak
tradisonal Tarakan Utara cocok untuk usaha budidaya udang windu. Karena
menurut Manik dan Mintarjo, 1980, pH air pada kisaran 6 – 8 pada tambak udang
tergolong cukup baik untuk mendukung kehidupan udang, maupun organisme
akuatik lainnya.
b. Salinitas
Salinitas yang diperoleh pada lokasi tambak Tarakan Utara yaitu 24,5 pada
tambak 1 dan 23,8 ppt pada tambak 2. Kisaran salinitas tersebut optimal untuk
pertumbuhan udang windu yang baik pada kisaran 10 – 35 ppt. Salinitas air
media pemeliharaan yang tinggi (>35) kurang menguntukan untuk kegiatan
budidaya udang windu, karena itu udang windu akan lebih cocok untuk salinitas
yang optimal (Amri, 2003)
Borneo University Library
26
c. Oksigen Terlarut
Yang masih oksigen terlarut pada tambak (1) : 7,8 dan tambak (2) : 7,0 ppm
masih ideal dalam usaha budidaya yang berkisar 4 - 8 ppm untuk pemeliharaan
udang windu, dimana menurut (Mintarjo et al, 1984) bila kandungan oksigen
rendah akan menganggu kebutuhan oksigen udang, hal ini disebabkan karena
udang selalu berada dasar perairan dan tidak suka mengambil oksigen bebas
dipermukaan air.
d. Suhu
Pada Tabel 4 diperoleh suhu tambak tradisional Tarakan Utara pada tambak
1 yaitu : 31 oC dan tambak 2 yaitu : 32
oC yang masih cocok untuk pembesaran
udang. menurut (Khairul, 2003) dimana kisaran suhu air tambak yang baik bagi
kehidupan udang windu adalah 25 – 32 oC. Perubahan suhu yang bisa ditoleransi
tidak lebih dari 2 oC. Karena itu, harus dihindari perubahan suhu secara mendadak
karena berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan udang
e. Jenis Ektoparasit
Dimana tambak daerah tersebut sangat jauh dari pasang surut perairan,
sehingga perputaran air sangat kecil dan sangat mendungkung pertumbuhan
parasit. Berdasarkan hasil penelitian Soedjearti et al (1985) penyebaran penyakit
suatu perairan disebabkan siklus perputaran air sangat rendah atau sulit
mengadakan pergantian air karena elevasi tambak yang terlalu tinggi atau
amplitude daerah tersebut sangat kecil. Berdasarkan lampiran 3 (tambak 1 & 2 )
terdapat tiga jenis ektoparasit yang menyerang udang budidaya tersebut.
Adapun ektoparasit pada udang yang telah diidentifikasi oleh peneliti pada
tambak tradisional Tarakan Utara adalah sebagai berikut :
Mata : Carchesium sp, Epistylis sp
Kaki renang : Epistylis sp, Carchesium sp, Vorticella sp
Kaki jalan : Carchesium sp
Ekor :Vorticella sp, Carchesium sp
Kulit : Epistylis sp, Carchesium sp
Insang : Carchesium sp, Vorticella sp
Borneo University Library
27
D. Tambak Tradisional Tarakan Tengah
Hasil pengukuran parameter kualitas air dilokasi tambak tradisional Tarakan Tengah
tersaji pada tabel 5, berikut ini:
Tabel 5. Data Parameter Kualitas Air Di Tarakan Tengah
Tambak Parameter Uji Data Kualitas Air Kisaran Optimal
1
PH 7,7 6,8 – 8,7
Salinitas 27,8 10 – 35 ppt
Oksigen (O2) 6,1 4 – 8 ppm
Suhu 31 28 – 32 0 C
2
PH 8,3 6,8 – 8,7
Salinitas 24,7 10 – 35 ppt
Oksigen (O2) 6,7 4 – 8 ppm
Suhu 32 28 – 32 0 C
Sumber Kisaran Optimal, Amri, 2003
a. Derajat Keasaman (pH)
Tabel 5 adapun pH yang di peroleh di daerah tambak Tarakan Tengah yaitu
berkisar antara 7,7 dan 8,3 . Secara fisik bahwa pH yang tedapat di wilayah
Kecamatan Tarakan Timur masih dalam kisaran yang optimal, pendapat ini
diperkuat oleh (Ghufran H K, 1997) pH mempengaruhi tingkat kesuburan perairan
karena mempengaruhi kehidupan jasad renik, perairan asam akan kurang
produktif, malah dapat membunuh ikan atau udang budidaya. Pada pH rendah
(keasaman tertinggi) kandungan oksigen terlarut akan berkurang. Hal ini
sebaliknya pada suasana basa. Atas dasar ini maka usaha budidaya yang optimal
adalah dengan pH 6,8 – 8,7 ppt
b. Salinitas
Dilihat dari Tabel 5 adapun salinitas yang di peroleh di wilayah Tarakan
Tengah yaitu tambak ( 1 ) : 27,8 dan tambak ( 2 ) :24,7 ppt yang masih optimal
dalam kegiatan pemeliharaan udang windu. Diperkuat dengan pendapat
Rakhmatun dan Mudjiman (2003) karena udang windu tumbuh paling baik pada
kadar garam 15 – 35 ppt. Namun bukan berarti udang windu tidak bisa dipelihara
pada air lebih kecil dari 15 ppt dan lebih tinggi dari 35 ppt asalkan pergantian air
sering dilakukan.
Borneo University Library
28
c. Oksigen Terlarut
Pada Tabel 5 oksigen terlarut yang di peroleh di wilayah Kecamatan
Tarakan Tengah yaitu 6,1 dan 6,7 ppm, dari hasil penelitian didapatkan bahwa,
oksigen terlarut di Kecamatan Tarakan Tengah masih dalam kisaran yang optimal
untuk standar budidaya. Menurut Alie Poernomo ( 1988), kadar oksigen yang
terlalu rendah yang secara kronis belum mematikan tetapi dapat menganggu
kesehatan udang ditandai dengan adanya pertumbuhan yang lambat.
d. Suhu
Di lihat pada Tabel 5 suhu yang diperoleh pada tambak tradisional Tarakan
Tengah yaitu pada tambak ( 1 ) 31 oC dan tambak ( 2 )32
0C. diperkuat dengan
Boyd (1988) dalam Sutaman (1993) Baik secara langsung maupun tidak
langsung, suhu air mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan
udang. suhu air juga dapat mempengaruhi kelarutan oksigen dalam air dan
kepadatan air serta meningkatkan reaksi kimia termaksud aktivitas jasad renik.
Kisaran suhu yang optimal antara 28oC – 32
oC.
e. Jenis Ektoparasit
Pada lokasi ini ditemukan tiga jenis Ektoparasit, sama halnya dengan daerah
- daerah lainnya yaitu Carchesium sp, Vorticella sp, dan Epitylis sp. Dimana
dapat dilihat lampiran 4 (tambak 1 & 2). Alat yang digunakan untuk mengambil
sample adalah jala.Data jenis ektoprasit udang windu yang didapat pada tambak
tradisional Tarakan Tengah adalah sebagai berikut:
Mata : Carchesium sp
Kaki renang : Epistylis sp, Carchesium sp, Vorticella sp
Kaki jalan : Carchesium sp
Ekor : Vorticella sp, Carchesium sp
Kulit : Epistylis sp, Carchesium sp
Insang : Carchesium sp, Vorticella sp, Epistylis sp
Dari pengamatan yang dilakukan secara mikroskopik pada parasit udang windu di
empat lokasi tambak tradisional Kota Tarakan diperoleh parasit sebanyak 3 jenis.
Parasit tersebut diperoleh melalui uji yang dilakukan di laboratorium karantina ikan
kota Tarakan dengan mengunakan metode mikroskopik kamera, dengan mengamati
bagian tubuh udang yang meliputi : mata, kaki renang, kaki jalan, kulit, insang, dan ekor
seperti yang terdapat pada gambar 5, berikut ini:
Gambar 5.Organ target pada udang
kulit
Borneo University Library
29
E. Deskripsi Jenis Ektoparasit
Deskripsi jenis ektoparasit yang di temukan pada empat lokasi tambak tradisional Kota
Tarakan adalah sebagai berikut:
1. Carchesium sp
Gambar 6. Carchesium sp
Carchesium sp merupakan kelompok siliata yang hidup berkoloni seperti pohon
dengan banyak batang dengan ukuran koloni dapat mencapai 6 µm. Koloni dapat
tumbuh sampai mencapai ukuran diameter beberapa senti meter dengan ribuan individu
yang tersebar dalam 9 cabang utama dalam satu bulan. Stimulasi yang terjadi pada
beberapa individu dalam satu koloni akan memicu terjadinya reaksi berantai sehingga
keseluruhan koloni akan menggulung membentuk suata bulatan (Bruce, 2003).
Klasifikasi Carchesium adalah sebagai berikut: Kingdom : Protozoa; Subkingdom :
Biciliata; Filum Ciliophora; Subfilum : Intrramacronucleata; Klas:
Oligohymenophorea; Subklas : Peritrichia, Ordo: Carchesium Famili: Vorticellidae,
Genus: Carchesium (kabata. 1985).
Carchesium bereproduksi secara aseksual dengan pembelahan, Mikronukleus
akan mengalami mitosis, kemudian akan membagi menjadi dua bagian, meskipun
demikian Carchesium juga dapat berproduksi secara seksual, reproduksi secara seksual
dilakukan melalui proses konjugasi ketika Carchesium sedang dalam kondisi
kekurangan nutrisi. Selama konjugasi dua Carchesium akan berdekatan dan membentuk
jembatan sitoplasmik diantara dua sel; mikronukleus akan membelah secara meiosis,
mikronukleus akan mengalami isintegrasi, dan hubungan antara sel menyebabkan
terjadinya pertukaran mikronukleus. Kedua sel kemudian terpisah, membentuk
mikronukleus dari mikronukleus, (Lightner, 1996). Populasi mengalami peningkatan
yang pesat. Koloni Carchesium yang menempel pada organisme hidup dapat
mengakibatkan gangguan baik secara langsung oleh Carchesium maupun tidak
langsung. Adanya koloni Cacrhesium pada insang, akan mengakibatkan pertukaran gas
dalam insang terganggu sehingga insang, akan tampak pucat, selain itu carchesium
dapat memicu terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri lain ( webb, 2003).
Borneo University Library
30
2. Vorticella sp
Gambar 7. Vorticella sp
Vorticella sp termasuk dalam genus protozoa, dengan lebih dari 100 spesies di
dalamnya. Protozoa ini berbentuk seperti bel, dengan tangkai yang panjang dan bersilia,
letak silia besifat peritrik. Pada tiap-tiap sel memiliki tangkai berjangkar yang
digunakan untuk menembus substrat, dan mengandung fibril kontraktil yang disebut
myoneme, tangkai akan memendek dan menggulung ketika distimulasi dangan gerakan.
Vorticella masuk ke dalam : Filium: Ciliophora; Klas: Oligohymenophorea; Subklas:
Peritrichia, Ordo: Sessillida: Family: Vorticellidae,Genus: Verticella. Parasit ini biasa
hidup menempel pada suatu tempat dan jarang sekali terlihat hidup bebas. Ketika
memasuki masa reproduksi pembelahan, vorticella akan membagi diri pada sepanjang
garis axis longitudinal dalam suatu proses yang dikenal sebagai budding. Ketika parasit
ini tengah membelah, salah satu belahannya akan tetap memiliki myoneme dan bagian
yang lainnya akan berenang bebas. Fungsi dari silia yang berada di bagian atas adalah
untuk mengambil makanan masuk kedalam corongnya.
Parasit baru hasil pembelahan akan memisahkan diri dari induknya kemudian
berenang bebas, sampai kemudian menemukan tempat baru untuk menempel. Vorticella
juga dapat bereproduksi secara seksual (webb, 2003). Dalam perkembangan
kehidupannya. Vorticella memanfaatkan zat-zat tempat menempelnya sebagai sumber
nutrisi. Selain hal tersebut, bakteri – bakteri perairan dan algae juga merupakan sumber
makanan Vorticella sp.
Dikenal sebagai Fouling disease karena mengakibatkan penampilan udang
menjadi tidak menarik. Tubuh udang kelihatan seperti berlumut, dengan warna
kecoklatan yang diakibatkan oleh penempelan protozoa jenis Varticella sp. Protozoa ini
juga sering menempel pada insang sehingga kelihatan berwama kecoklatan dan pada
akhirnya akan mengakibatkan warna insang menjadi kehitaman (Lukrejo, 2008).
Borneo University Library
31
3. Epistylis sp
Gambar 8. Epistylis sp
Epistylis sp adalah sejenis protozoa bertangkai seperti Vorticella berkoloni
dengan ukuran Tubuhnya ± 60 μm, yang menyerang hewan – hewan perairan. Siklus
hidup Epistylis hampir sama dengan Vorticella. Parasit ini bereproduksi secara seksual
maupun aseksual. Pembelahan secara aseksual terjadi melalui pembelahan biner.
Epistylis merupakan parasit opportunistic, ketika wilayah perairan dipenuhi bahan –
bahan organik, maka populasi Epistylis akan meledak dan menimbulkan masalah, hal
tersebut dapat terjadi karena koloni Epistylis mampu mensekresikan enzim yang dapat
menghancurkan jaringan hospes sehingga juga memicu terjadinya infeksi sekunder (
ruth dan ruth, 2003 ).
Epistylis menginfestasi bagian kepala, pectoral, insang dan juga kulit hospes.
Epistylis akan menginfestasi hospes lain dalam kolam melalui ceraian tangkainya.
Epistylis yang belum dewasa akan berenang mencari hospes dengan melekatkan dirinya
pada badan hospes (anonim, 2005 ). Klasifikasi Epistylis menurut Kabata (1985 ) adalah
sebagai berikut : Kingdom: Animalia; Filum : Ciliophora ; Klas : Ciliatea; Subklas :
Peritrichia: Ordo ; Peritricidu Subordo : Sesilina; Famili : Epistylidae; Genus:
Epistylis.
Udang yang terserang parasit Epistylis sp mula – mula memperlihatkan gejala
“flas – ing” timbul dipermukaan pada siang hari. Parasit ini melekat dipermukaan tubuh
udang yaitu kulit dan insang, sehingga menimbulkan kerusakan pada bagian yang
ditempel parasit tersebut ( Ghufran H K, 2004).
Dari ketiga jenis parasit yang ditemukan diempat lokasi yaitu tambak tradisional
Tarakan Timur, Tarakan Barat, Tarakan Utara, Dan Tarakan Tengah. Menurut
Keputusan Mentri Kealutan dan Perikanan Nomor : Kep:17/Men/2003 Tentang
Penetapan jenis – jenis Hama dan Penyakit Ikan dan Karantina, Golongan, Media
Pembawa dan Sebarannya, ketiga jenis parasit yang ditemukan masih belum tergolong
dalam golongan jenis – jenis hama penyakit, artinya parasit ini masih dapat
dikendalikan dan tidak terlalu menghawatirkan serta masih tergolong dalam HPI (Hama
Penyakit Ikan), parasit tergolong menghawatirkan apabila tergolong HPIK (Hama
Penyakit Ikan Karantina), hal ini dibuktikan dari sejumlah sampel yang diambil dari
empat tambak tradisional Kota Tarakan.
Borneo University Library
32
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
bahwa:
1. Ektoparasit pada udang windu (penaeus monodon) yang terdapat didaerah
tambak tradisional Kota Tarakan ada tiga jenis yaitu : Carchesium sp,
Vorticella sp, dan Epistylis sp.
2. Jenis ektoparasit yang dominan didaerah tambak tradisional Kota Tarakan
adalah Carchesium sp.
A. Saran
1. Perlu adanya kajian lebih lanjut terhadap keberadaan parasit di tambak
tradisional Kota Tarakan
2. Dengan waktu penelitian yang terbatas, maka pada penelitian ini hanya melihat
bahwa ada tiga jenis ektoparasit, untuk menjadi referensi penelitian yang akan
datang agar memperhatikan faktor yang dapat melengkapi proses penelitian.
3. Ektoparasit yang terdapat di tambak tradisional Kota Tarakan yang terlihat
melalui penelitian terbatas ini, perlu dikaji secara intensif dan spesifik untuk
mengetahui pengaruh lain yang tidak terlihat pada penelitian ini.
4. Sosialisasi mengenai upaya menjaga kebersihan lingkungan perairan Kota
Tarakan oleh pemerintah kota melalui instansi terkait, kepada masyarakat
untuk menjaga kelangsungan hidup udang windu dan biota air yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, 2003. Pedoman Pembenihan Udang Penaeid. Cetakan kedua. Balai Budidaya Air
Payau Jepara. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan
dan Perikanan.
Amri K, 2003. “Budidaya Udang Windu Secara Intensif” Agro Media Pustaka, Jakarta.
Anonim, 2004. “Penyakit Utama Penyebab Kematian Udang di Tambak dan Cara
Penanggulangannya” Departemen Kelautan dan Perikanan.
Anonim, 2005. “Pedoman Teknis Penanggulangan Penyakit Ikan Budidaya Laut”,
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Anonim, 2009.„ Perkembangan Tambak. http//walhi.or.i/tambak.com
Bruce J, 2003. Biomedia Associates, http://ebiomedia.com/prod/
Ghufron H. K, 1997. “Budidaya Air Payau”. Penerbit Dahara Prize. Semarang.
Ghufron, M H Kordi K. 2004 “Penangulangan Hama dan Penyakit Ikan” Asdi
Mahasatya, Jakarta.
Johnson, S.K. 1975. Handbook Of Shrimp Diseases. Seegrand College Program, Texas
A & M University.
Jumani, 2008. “Kajian Tambak Tradisional Kota Tarakan” Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Borneo
Kabata, Z.,1985. Parasite and Diseases of Fish Cultured in the Tropice. London and
Philadelphia.
Borneo University Library
33
Lightner, D. V. 1996. A Handbook of Shrimp Pathology and Diagnostic Procedures for
Diseases of Cultured penaeid Shrimp. The World Aquaculture Society. Baton
Rouge, Louisiana, 70803 USA.
Lom, J, dan Dykova I, 1992. Protozoa Parasites of Fishes, Develoments in Aquaculture
and Fisheries. Amsterdam
Luksrejo 2008 “Jenis Penyakit Udang pada Budidaya Air Payau” kalitengah, Lamongan
Manik, R dan Mintarjo 1980 “ Pedoman Pembenihan Udang Panaed ” Balai Budidaya
Air Payau Jepara
Mintarjo 1984 “ Pedoman Budidaya Tambak” Departemen Perikanan Balai Budidaya
Air Payau Jepara
Ondum 1971 “ Ekologi Umum “ Direktorat Jendral Perikanan Budidaya
Poenomo, Alie, 1988, “Faktor Lingkungan Dominan Pada Budidaya Udang Intensif”
Makalah Seminar Usaha Budidaya Tambak di Jawa Timur, Surabaya
Rakhmatun. S dan Mudjiman, A (2003) “Budidaya Udang Windu”. Penebar Swadaya,
Jakarta. 2003
Ruth E.K., dan Ruth F,F,. 2003. Introduction to Freshwater Fish Parasite, University of
Florida
Soedjearty, T, E.1985. Pengamatan Ektoparasit Hewani pada Udang Tambak sekitar
Kodya Tegal. Lembaga Penelitian Universitas Jendral Soedirman. Purwekerto
Soetomo, 2002. “Teknik Budidaya Udang Windu”. Penerbit Sinar Baru Algensindo
Bandung. Anggota IKAPI. Bandung
Susanto, 1992. “Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Perikanan”. Penerbit Insitut
Pertanian Bogor. Bogor
Sutaman Ir 1993 “Petunjuk Peraktis Pembenihan Udang Windu” Penerbit Kanisius,
Yogyakarta
Suyatno 2001 “ Budidaya Udang Windu “ Penebar Swadaya Jakarta
Webb, H, 2003. A Vorticella Colony, Micscape Magazine.
Wyban, J.A., dan Sweeney, J.N., 1991. Intensive Shrimp Production Technology.
Hawai: The Oceanic Institute.
Borneo University Library