157175851 case-anak-hepatitis-a
-
Upload
homeworkping6 -
Category
Education
-
view
645 -
download
1
Transcript of 157175851 case-anak-hepatitis-a
Get Homework/Assignment Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
PRESENTASI KASUS
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT HUSADA
1
Disusun oleh :
Asyakah Dewantoro
11.2011.180
Pembimbing :
Dr. Roestanti
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
2013FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
2
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT : RS HUSADA
Nama : Asyakah DewantoroTanda Tangan
NIM : 11-2011-180
dr. Pembimbing : dr.Roestanti
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An N
Tanggal lahir : 2 November 1999
Umur : 13 tahun 2 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Kartini 13 dalam no 30 Jakarta Pusat
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Tanggal masuk RS : 4 Juni 2013 pukul 22 : 25
II. IDENTITAS ORANG TUA
Ayah
Nama lengkap :Tn. A
Umur : 45 tahun
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Jl.Kartini 13 dalam no 30 Jakarta Pusat
Agama :Islam
Pendidikan : SMA (tamat)
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Penghasilan : ± Rp. 2.000.000,- / bulan
Ibu
Nama lengkap : Ny. S
3
Umur : 42 tahun
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Jl.Kartini 13 dalam no 30 Jakarta Pusat
Agama : Islam
Pendidikan : SMA (tamat)
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Penghasilan : -
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
RIWAYAT PENYAKIT
Autoanamnesis dan Alloanamnesis (ibu pasien) Tanggal: 05 Juni 2013 pukul : 08.00 WIB
Keluhan Utama:Demam sejak 6 hari SMRS
Keluhan Tambahan:nyeri perut kanan atas, mata kuning, mual dan lemas
Riwayat Penyakit Sekarang :
6 hari SMRS, os mengeluh demam. Demam terus menerus dirasakan sepanjang hari.
Demam mencapai 39oC saat diukur dengan termometer. Demam sempat turun dengan pemberian
obat panas. Setelah panas turun Os merasa lemas. Os tidak mengeluh batuk, pilek, nyeri
tenggorokan, menggigil maupun mimisan.Os merasakan nyeri perut kanan atas. Selain itu, Os
juga mengatakan badannya terasa pegal-pegal. Nafsu makan menurun. Os merasa mual dan
muntah 3 x berisi makanan bercampur air. BAB 1x/hari konsistensi lunak, warna kuning. BAK 3
x/hari, warna kuning bening. Tidak ada nyeri saat BAK.
3 hari SMRS, Os berobat ke puskesmas terdekat karena tidak ada perbaikan setelah
minum obat yang dibeli oleh Ibu Os. Os masih demam dan masih merasakan nyeri perut kanan
atas. Nafsu makan menurun. BAB 1x/hari, konsistensi keras, warna kuning kecoklatan. BAK
3x/hari, warna kuning tua. Tidak ada nyeri BAK.
1 hari SMRSOs masih merasa demam yang sama seperti hari pertama. Os mengatakan
merasa mual namun sudah tidak muntah. Nafsu makan masih menurun. Badan masih terasa
pegal-pegal. Os juga sudah tidak BAB selama 2 hari. Os mengeluh adanya BAK yang berwarna
4
seperti teh, coklat pekat. BAK tidak dirasakan nyeri. BAK 3 x sehari.Nyeri perut kanan atas
masih dirasakan oleh Os.Orang tua OS menyadari bahwa mata dan badan OS terlihat kuning.
Os tidak ada riwayat transfuse darah atau pemakaian jarum suntik secara tidak steril. Os
mengatakan dirinya mempunyai kebiasaan makan di pinggir jalan dekat sekolahnya.Os tidak
memelihara kucing, selalu menggunakan alas kaki jika bepergian, di rumah os tidak terdapat
tikus. Oleh karena tidak ada perbaikan selama mengkonsumsi obat-obatan dari puskesmas dan
mata serta badan OS mulai terlihat kuning, ibu os membawake Rumah Sakit Husada untuk
mendapatkan pengobatan lebih lanjut.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Diare (+) Jantung (-)
Otitis (-) Ginjal (-)
Radang paru (-) Darah (-)
Tuberkulosis (-) Operasi (-)
Kejang (-) Lain-lain (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit Ya Tidak HubunganAlergi √Asma √Tuberkulosis √Hipertensi √Kejang demam √Epilepsi √
Silsilah Keluarga ( Family’s Tree )
5
45 421
17 13
Pasien anak kedua dari dua bersaudara, dan merupakan anak kandung dari kedua orang tuanya.DATA KELUARGA
AYAH/WALI IBU/WALI
Umur (thn) 45 42
Perkawinan ke 1 1
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Keadaan kesehatan /
penyakit bila ada
Sehat Sehat
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan
Perawatan antenatal : Teratur di bidan
Penyakit kehamilan : Tidak ada
Kelahiran
Tempat kelahiran : Rumah Bersalin
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Spontan pervaginam
Masa gestasi : cukup bulan (39 minggu)
Keadaan bayi : Berat badan lahir : 3.100 gram
Panjang badan lahir : 46 cm
Lingkar kepala : Ibu pasien lupa
Setelah lahir : Langsung menangis, tidak pucat, tidak biru, tidak
kuning, tidak kejang
Nilai APGAR : Ibu pasien tidak tahu
Kelainan bawaan : Tidak ada
6
Kurva Lubchenko
Kesan : Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan
RIWAYAT PERTUMBUHAN
Umur ( tahun ) Berat badan (gram/Kg)
7
0 bulan 3,1 kg
13 tahun 48 kg
Kesan : Riwayat pertumbuhan pasien tidak dapat dinilai.
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi pertama : 7 bulan
Psikomotor
- Tengkurap : 3 bulan - Berjalan : 12 bulan
- Duduk : 6 bulan - Berlari : 13 bulan
- Merangkak: 7 bulan - Berbicara : 13 bulan
- Berdiri : 9 bulan - Membaca dan menulis : 4 tahun
Pendidikan
TK.A : dapat mengikuti pelajaran dengan baik
TK.B : dapat mengikuti pelajaran dengan baik
SD : dapat mengikuti pelajaran dengan baik, masuk rangking 10 besar
SMP kelas 1 : dapat mengikuti pelajaran dengan baik, masuk rangking 10 besar
Kesan : Perkembangan sesuai usia tumbuh kembang anak normal.
Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar
8
Imunisasi Waktu Pemberian
Bulan Tahun
0 1 2 3 4 5 6 9 15 18 3 5 6
BCG I
DPT I II III IV V
Polio (OPV) I II III IV IV V
Hepatitis B I II III
Campak I II
Non-PPI / Dianjurkan
Vaksin Usia
Hepatitis A - - - -
HiB - - - -
Typhim - - - -
MMR - - - -
Varicela - - - -
Pneumokokus - - - -
Kesan : Imunisasi dasar lengkap, booster sudah dilakukan, Imunisasi non-PPI belum
dilakukan
Status imunisasi : cukup
Riwayat Makanan
Usia ASI/Susu Buah/Biskuit Bubur susu Nasi tim saring
9
Formula
0-4 bulan ASI ad libitium
on demand
4-6 bulan ASI ad libitium
on demand
Pepaya/pisang
2x/hari
6-8 bulan ASI ad libitium
on demand, susu
formula SGM
3x200 cc (7
sendok takar)
Pepaya/pisang
2x/hari
Bubur promina
1x/hari
(mangkuk kecil)
Nasi tim saring
mangkuk kecil
1x/hari
8-10 bulan Susu formula
SGM 2x 200 cc
Pepaya/pisang/
apel 2x/hari
Bubur promina
1x/hari
(mangkuk kecil)
Nasi tim saring
mangkuk kecil
2x/hari
10-12 bulan Susu formula
SGM 2x 200 cc
Pepaya/pisang/
apel 2x/hari
Nasi tim saring
mangkuk kecil
3x/hari
12 bulan - 2 tahun : - Susu Dancow coklat 1 gelas, 3x/hari
-Menu keluarga : nasi ( masing-masing 1 piring kecil ) + sayur ( bayam /
labu/wortel ) + lauk ( 1 potong ikan/daging/telur/ayam/tempe/tahu ) makan
dihabiskan, 3x/hari (makanan dicincang atau disaring kasar )
3 tahun – Sekarang : - Susu Dancow coklat 1 gelas, 3x / hari
-Menu keluarga : nasi ( masing-masing 1 piring sedang ) + sayur ( bayam /
labu/wortel ) + lauk ( 1 potong ikan/daging/telur/ayam/tempe/tahu ) makan
dihabiskan, 3x/hari
- Buah pepaya/ apel/ pisang/ semangka/ jeruk 1x/hari
Kesan : kuantitas :baik kualitas : baik
DATA PERUMAHAN
Kepemilikan Rumah : Milik orang tua pasien
10
Keadaan Rumah : 1 rumah ditinggali 4 orang (ayah, ibu, kakak, os ), luas bangunan 7m x
10 m (70m2), terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur, 1 ruang
tamu berfungsi juga sebagai ruang keluarga.
Ventilasi : Terdapat 1 jendela di masing-masing kamar, 1 jendela di ruang tamu
sehingga sinar matahari dapat masuk ke rumah dan kamar depan, 2 jendela
di dapur. Terdapat lubang udara diatas tiap pintu sebagai tempat
pertukaran udara.
Cahaya : Sinar matahari dapat masuk ke ruang tamu, kamar dan dapur. Terdapat
lampu dengan sinar putih di setiap kamar tidur, ruang tamu dan dapur.
Keadaan lingkungan : Saluran air sekitar rumah lancar, rumah berdempetan dengan rumah
tetangga, sanitasi lingkungan baik.
Kesan: keadaan rumah, ventilasi, pencahayaan, dan keadaan lingkungan baik
B. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan : 5-6-2013 Pukul 08 : 00
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital:
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 97 x/ menit (kuat)
Suhu (aksila) : 38°C
Frekuensi nafas : 20x/menit
Data Antropometri:
Tinggi badan : 158 cm
Berat badan : 48 kg
- Berdasarkan kurva NCHS perbandingan usia dengan berat badan terletak di antara
persentil 50 dan 75
- Berdasarkan kurva NCHS perbandingan usia dengan panjang badan terletak di antara
persentil 50 dan 75
11
Kesan : Status gizi cukup baik
Pemeriksaan Sistematis
Kepala :Normocephali, rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.
Mata : Kedudukan simetris, kedua palpebra superior dan inferior tidak terlihat udem.
Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik +/+, kornea kanan dan kiri jernih,
pupil
Kanan dan kiri bulat simetris (2mm/2mm), refleks cahaya +/+
Telinga : Normotia, MAE kanan dan kiri lapang, kedua membran timpani intak, hiperemis
-/-, bulging -/-, refleks cahaya +/+, serumen tidak ada
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum tidak ada, sekret -/-, napas cuping hidung tidak
Ada
Bibir : Mukosa bibir tidak kering, pucat (-), sianosis (-)
12
Gigi geligi : Tidak ada karies
Mulut : Bentuk normal
Lidah : Bentuk normal, tidak kotor
Tonsil : T1-T1 tenang
Faring : Tidak tampak hiperemis, uvula ditengah
Leher : Bentuk normal, KGB tidak teraba membesar, kel.tiroid tidak teraba membesar
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran
Thorax
Paru-paru :
Inspeksi : bentuk normal, tampak simetris dalam keadaan statis maupun dinamis,
tidak ada retraksi sela iga.
Palpasi : sela iga normal, tidak melebar maupun mengecil, tidak teraba massa,
vokal fremitus simetris kiri dan kanan
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru, batas paru hati normal
Auskultasi :suara nafas vesikuler, ronkhi -/- wheezing-/-
Jantung :
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : teraba ictus cordis pada 1cm sebelah mediallinea midklavikula kiri sela
iga V
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJI-II reguler, murmur (-), gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : datar, tidak tampak benjolan, tidak tampak gerakan peristaltik usus dan
ruam di abdomen
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) pada Kuadran kanan atas
Hepar: hepar teraba membesar 2 jari di bawah arkus kosta, tepi tajam,
konsistensi kenyal, permukaan rata.
Lien: tidak teraba membesar
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Anus dan Rektum : tidak dilakukan
13
Genitalia eksterna : laki-laki, tidak tampak adanya tanda radang, tidak ada phimosis, tidak
ada hernia
Kulit : warna sawo matang, turgor kulit normal, petekie (-), sianosis (-), ikterus
(-), pucat (-)
Extremitas : akral teraba hangat, tidak ada udema, deformitas tidak ada
Pemeriksaan neurologis : gerak normal, refleks fisiologis (+), rangsang meningeal (-),
refleks patologis (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 5 Juni 2013 jam 07 :04
Hematologi Hasil Satuan Rujukan
Darah rutin
Hemoglobin 13,5 g/dL 11.8-15.0
Leukosit 9.21 Ribu 3.6-11.0
Eosinofil 1 % 1-5
Basofil 0.3 % 0-1
Neutrofil 62.1 % 50-70
Limfosit 29.8 % 25-50
Monosit 7.5 % 1-6
MCV 80 Fl 80-100
MCH 26 Pg 26-34
MCHC 32.2 % 32-36
Hematokrit 40 % 35-47
Trombosit 440 Ribu 154-442
Eritrosit 4.62 Juta 3.8-5.2
RDW 11.5 % 11.5-14.5
LED 5/10 mm/jam 0-20
Gol. Darah A/+
Kimia
SGOT 789.6 U/I 0-35
SGPT 1397.0 U/I 0-35
14
Imunoserologi
HBsAg 0.772 NEGATIF S/CO Cutoff index <0.90
Anti HBs <5 NEGATIF IU/L
Anti HAV >400 POSITIF IU/L Batas nilai <20
RINGKASAN
Pasien laki-laki umur 13 tahun datang ke Rumah Sakit Husada. Dari anamnesis
didapatkan keluhan demam sejak 6 hari. Demam naik turun. Os mengeluh mual dan muntah 3x
berisi makanan bercampur air. Os merasakan nyeri perut kanan atas dan badan terasa pegal-
pegal.BAB 1x/hari, konsistensi keras, warna kuning.Tetapi sudah 2 hari SMRS Os tidak BAB.
BAK 3-4 x/hari, warna kuning tua. Tidak ada nyeri BAK. Os sudah berobat ke puskesmas tetapi
tidak membaik.
Os tidak pernah dirawat dengan keluhan seperti ini sebelumnya. Os tidak ada riwayat
transfuse darah atau pemakaian jarum suntik secara tidak steril. Os mengatakan dirinya
mempunyai kebiasaan sering makan di pinggir jalan dekat sekolahnya.Di dalam keluarga tidak
ada yang sedang atau pernah menderita hepatitis atau sakit kuning.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan :
Tekanan darah: 120/70 mmHg
Denyut nadi : 107 x/ menit (kuat)
Suhu (rectal) : 38°C
Laju nafas : 20x/menit
Mata : Sklera ikterik +/+
Abdomen :
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada kuadran kanan atas
Hepar : teraba hepar membesar 2 jari di bawah arcus costae, konsistensi lunak, tepi
tajam, permukaan rata.
15
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
Anti HAV : > 400 POSITIF
DIAGNOSIS KERJA
- Hepatitis Virus A
DIAGNOSIS DEFERENSIAL
-
PENATALAKSANAAN
Non-Medika mentosa:
- Tirah baring
- Makan diet lunak cukup kalori 4800 kal/hari
Medikamentosa
- IVFD KAEN 3A 2100cc/24 jam, 20 tpm, Infus Makroset
- Paracetamol500mg tab 3x/hari p.o.
- Ondansentroniv 8 mg
- Bisacodyl supp 5 mg
- Asam ursodeoksikolat tab 2 x250 mg p.o
EDUKASI
- Istirahat yang cukup selama sakit
- Peningkatan aktifitas secara bertahap
- Menjaga selalu higiene makanan dan minuman
- Menjaga sanitasi lingkungan dan pribadi
- Melakukan imunisasi yang dianjurkan ( hepatitis A, varicela, typhim, influenza )
PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
16
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : bonam
FOLLOW UP6 Juni 2013 7 Juni 2013 8 Juni 2013
S Os masih mengeluh demam naik turun, nyeri perut kanan atas, mata kuning, nafsu makan masih menurun, belum BAB, BAK seperti teh 3x/hari. Mual (-), Pegal (-)
Os sudah tidak demam, masih sedikit nyeri perut kanan atas, nafsu makan sudah membaik. Sudah bisa BAB. BAK masih seperti teh. Mual (-)
Os sudah tidak demam, masih sedikit nyeri perut kanan atas, nafsu makan sudah membaik. Sudah bisa BAB. BAK warna kuning. Mual (-)
O Suhu : 37,80CTD : 110/70 mmHgN : 85 x/menitRR : 20 x menit
Kepala : normocephaliMata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik +/+Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-Abdomen : Supel, nyeri tekan kuadran kanan atas (+), hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, konsistensi kenyal, tepi tajam, permukaan rataEkstremitas : akral hangat, nadi teraba kuat, edema (-)
Laboratorium urin jam 08 :45Urin lengkapAlbumin : (+ 1)Reduksi : (-)Bilirubin : (+)Reaksi/pH : 6.0Urobilinogen : normalBenda keton (-)Nitrit : (-)Berat jenis : 1.020Darah samar :(-)Leukosit : (-)Vitamin C : (-)Epitel ren (sedimen) : 0Epitel sel : 5-7Eritrosit : 1-2Leukosit : 1-2Silinder : 0Parasit (-)Bakteri : (-)Jamur : (-)
Suhu : 36,90 CTD : 110/70 mmHgN : 90 x/menitRR : 20 x/menit
Kepala : normocephaliMata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik +/+Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-Abdomen : Supel, nyeri tekan kuadran kanan atas (+), hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, konsistensi kenyal, tepi tajam, permukaan rataEkstremitas : akral hangat, nadi teraba kuat, edema (-)
Suhu : 36,70 CTD : 110/70 mmHgN : 87 x/menitRR : 20 x/menit
Kepala : normocephaliMata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik +/+Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-Abdomen : Supel, nyeri tekan kuadran kanan atas (+), hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, konsistensi kenyal, tepi tajam, permukaan rataEkstremitas : akral hangat, nadi teraba kuat, edema (-)
A Hepatitis virus A Perbaikan Hepatitis virus A Perbaikan Hepatitis virus A
17
P - Terapi teruskan - Terapi teruskan
- Rencana pulang
- Pulang
TINJAUAN PUSTAKA
18
Hepatitis adalah proses terjadinya inflamasi dan nekrosis jaringan hati yang dapat
disebabkan oleh infeksi, obat-obatan, toksin, gangguan metabolik, maupun kelainan autoimun.
Infeksi yang disebabkan virus, bakteri, maupun parasit merupakan penyebab terbanyak hepatitis
akut.Virus hepatitis merupakan penyebab terbanyak dari infeksi tersebut.
Hepatitis virus masih merupakan masalah kesehatan utama, baik di negara yang sedang
berkembang, maupun negara maju.Infeksi virus hepatitis merupakan infeksi sistemik dimana hati
merupakan organ target utama dengan kerusakan yang berupa inflamasi atau nekrosis hepatosit
serta infiltrasi panlobular oleh sel mononuklear. Terdapat sedikitnya 6 jenis virus hepatotropik
penyebab utama infeksi akut, yaitu virus hepatitis A, B, C, D , E, dan G.
Semuanya memberi gejala klinis yang hampir sama, bervariasi mulai dari asimtomatis,
bentuk klasik, sampai hepatitis fulminan yang dapat menyebabkan kematian. Kecuali hepatitis
virus G, yang memberikan gejala sangat ringan, semua infeksi virus hepatitis dapat berlanjut
dalam bentuk subklinis atau penyakit hati yang progresif dengan komplikasi sirosis atau
timbulnya karsinoma hepatoselular. Virus hepatitis A, C, D,E dan G adalah virus RNA
sedangkan virus hepatitis B adalah virus DNA. Virus hepatitis A dan virus hepatitis E tidak
menyebabkan penyakit kronis sedangkan virus hepatitis B, D dan C dapat menyebabkan infeksi
kronis
1. HEPATITIS A
1.1. Etiologi
HAV adalah virus yang mengandung RNA berdiameter 27 nm yang termasuk dalam genus
Hepatovirus, famili Picornavirus.HAV bersifat termostabil, tahan asam dan tahan terhadap
empedu sehingga efisien dalam transmisi fekal oral.Terdapat 4 genotipe tetapi hanya 1
serotipe.Virus ini diisolasi pada mulanya dari tinja penderita yang terinfeksi. Strain HAV
laboratorium telah diperbanyak pada biakan jaringan. Infeksi akut didiagnosis dengan
mendeteksi imunoglobulin (Ig)M, antibodi (IgM) (antiHAV) dengan radioimunoassay atau
jarang, dengan mengidentifikasi partikel virus dalam tinja.1,2,3
1.2. Epidemiologi
19
Infeksi HAV terjadi di seluruh dunia tetapi paling sering di negara yang sedang
berkembang, dimana angka prevalensinya mendekati 100% pada anak umur 5 tahun. Di Amerika
serikat, sekitar 30% populasi dewasa mempunyai bukti infeksi HAV sebelumnya; frekuensi
infeksi serupa pada usia dekade pertama, kedua dan ketiga. Hepatitis A hanya menyebabkan
hepatitis akut.Penyakit ini jauh lebih mungkin bergejala pada orang dewasa; kebanyakan infeksi
pada anak sebelum umur 5 tahun tidak bergejala atau mempunyai manifestasi nonspesifik,
ringan.
Penyebaran terutama dengan rute fekal-oral.Infeksi HAV selama kehamilan atau pada
saat persalinan tidak tampak menimbulkan komplikasi kehamilan atau penyakit klinis pada
neonatus.Infektivitas ludah, urin dan semen manusia belum diketahui.Wabah dari sumber yang
lazim dibawa makanan atau air telah terjadi, termasuk beberapa akibat dari kerang yang
terkontaminasi.Ekskresi virus melalui tinja terjadi pada akhir masa inkubasi, mencapai
puncaknya tepat sebelum mulainya gejala dan minimal satu minggu sesudah mulai ikterus. Rata-
rata masa inkubasi HAV sekitar 4 minggu.1,2,3
1.3. Patologi
Respon akut hati terhadap HAV serupa dengan respon akut empat virus hepatitis yang
lain. Seluruh hati terlibat nekrosis, paling mencolok pada daerah sentrilobuler, dan bertambah
selularitas, yang dominan pada daerah porta.Arsitektur lobularnya tetap utuh, walaupun terjadi
degenerasi balon dan nekrosis sel parenkim pada mulanya.Perubahan lemak jarang.Reaksi
radang sel mononuklear difus menyebabkan perluasan dalam saluran porta; sering ada proliferasi
duktus tetapi cedera saluran empedu tidak sering ditemukan.Hiperplasia sel Kupfer difus ada
dalam sinusoid bersama dengan infilrasi leukosit polimorfonuklear dan eosinofil.Neonatus
berespon terhadap cedera hati dengan membentuk sel raksasa.Pada 3 bulan sesudah mulai
hepatitis akut akibat HAV, hati biasanya secara morfologis normal.
Sistem organ lain dapat terkena selama infeksi HAV. Limfonodi regional dan limpa mungkin
membesar.3
1.4. Patogenesis
20
HAV masuk ke sel hati dari saluran pencernaan melalui aliran darah, menuju hepatosit,
dan melakukan replikasi di hepatosit yang melibatkan RNA-dependent polymerase. Proses
replikasi ini tidak terjadi di organ lain. Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa HAV diikat
oleh imunoglobulin A (igA) spesifik pada mukosa saluran pencernaan yang bertindak sebagai
mediator antara HAV dengan hepatosit melalui reseptor asialoglikoprotein pada hepatosit. Selain
IgA, fibronectin dan alfa 2-makroglobulin juga dapat mengikat HAV.
Dari hepar HAV dieliminasi melalui sinusoid, kanalikuli, masuk ke dalam usus sebelum
timbulnya gejala klinis maupun laboratoris. Kerusakan sel hati disebabkan oleh aktivasi sel T
limfosit sitolitik terhadap targetnya, yaitu antigen virus hepatitis A. Gambaran histologis dari sel
parenkim hati yaitu terdapatnya nekrosis sel hati berkelompok, dimulai dari senter lobulus yang
diikuti dengan infiltrasi sel limfosit, makrofag, sel plasma, eosinofil dan neutrofil. Ikterus terjadi
sebagai akibat hambatan aliran empedu karena kerusakan sel parenkim hati, terdapat peningkatan
bilirubin direk dan indirek dalam serum.Kadang-kadang hambatan aliran empedu ini
mengakibatkan tinja berwarna pucat seperti dempul dan juga terjadi peningkatan alkali fosfatase,
5 nukleotid dan gamma glutamil transferase (GGT). Kerusakan sel hati akan menyebabkan
pelepasan enzim transaminase ke dalam darah. Peningkatan SGPT memberi petunjuk adanya
kerusakan sel parenkim hati lebih spesifik dari peningkatan SGOT, karena SGOT juga akan
meningkat bila terjadi pada kerusakan miokardium, dan sel otot rangka. Juga akan terjadi
peningkatan enzim laktat dehidrogenase (LDH) pada kerusakan sel hati. Kadang-kadang
hambatan aliran empedu (kolestasis) yang lama menetap setelah gejala klinis sembuh.1
1.5. Gejala klinis
Gejala muncul secara mendadak : panas, mual, muntah, tidak mau makan dan nyeri perut.
Pada bayi dan balita, gejala-gejala ini sangat ringan dan jarang dikenali, dan jarang terjadi ikterus
(30%). Sebaliknya pada orang dewasa yang terinfeksi HAV, hampir semuanya (70%)
simptomatik dan dapat menjadi berat.1,3 Dibedakan menjadi 4 stadium yaitu :
1. Masa inkubasi, berlangsung selama 18-50 hari (rata-rata 28 hari)
2. Masa prodromal, terjadi selama 4 hari sampai 1 minggu atau lebih. Gejalanya adalah
fatique, malaise, nafsu makan berkurang, mual, muntah, rasa tidak nyaman di daerah
21
kanan atas, demam (biasanya < 390 C), merasa dingin, sakit kepala, gejala seperti flu.
Tanda yang ditemukan biasanya hepatomegali ringan dengan nyeri tekan
3. Fase ikterik, dimulai dengan urin berwarna kuning tua seperti teh, diikuti oleh feses yang
berwarna seperti dempul, kemudian warna sclera dan kulit perlahan-lahan menjadi
kuning. Gejala anoreksia, lesu, mual dan muntah bertambah berat.
4. Fase penyembuhan, ikterik menghilang dan warna feses kembali normal dalam 4 minggu
setelah onset.
Gejala klinis terjadi tidak lebih dari 1 bulan, sebagian besar penderita sembuh total, tetapi relaps
dapat terjadi dalam beberapa bulan. Tidak dikenal adanya petanda viremia persisten maupun
penyakit kronis.
1.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan gejala klinis dengan sarana penunjang laboratorium3
1. Anamnesa : gejala prodromal, riwayat kontak
2. Pemeriksaan jasmani :
- Warna kuning terlihat paling mudah pada sklera, kulit, selaput lendir langit-langit
mulut
- Pada kasus yang berat (fulminant) didapatkan mulut yang berbau spesifik (foetor
hepaticum)
- Pada perabaan hati membengkak, 2-3 jari di bawah arkus aorta dengan konsistensi
lunak, tepi tajam dan sedikit nyeri tekan.
- Limpa kadang-kadang teraba lunak
3. Pemeriksaan laboratorium :
- Tes fungsi hati (bilirubin, SGOT, SGPT, GGT, fosfatase alkali)
- Tes serologi anti-HAV
22
Gambar 1. Grafik pemeriksaan serologis HAV
Diagnosis hepatitis A dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan IgM anti-HAV.Antibodi ini
ditemukan 1-2 minggu setelah terinfeksi HAV dan bertahan dalam waktu 3-6 bulan.Sedangkan
IgG anti-HAV dapat dideteksi 5-6 minggu setelah terinfeksi, bertahan sampai beberapa dekade,
memberi proteksi terhadap HAV seumur hidup.RNA HAV dapat dideteksi dalam cairan tubuh
dan serum menggunakan polymerase chain reaction (PCR) tetapi biasanya mahal dan biasanya
hanya dilakukan untuk penelitian.
Pemeriksaan ALT dan AST tidak spesifik untuk hepatitis A. Kadar ALT dapat mencapai
5000 U/I, tetapi kenaikan ini tidak berhubungan dengan derajat beratnya penyakit maupun
prognosisnya. Pemanjangan waktu (masa) protrombin mencerminkan nekrosis sel yang luas
seperti pada bentuk fulminan.Biopsi hati tidak diperlukan untuk menegakan diagnosis hepatitis
A.
1.7. Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan infeksi virus hepatitis A sama dengan hepatitis lainnya
yaitu bersifat suportif, tidak ada yang spesifik.2,3
1. Tirah baring
Terutama pada fase awal penyakit
2. Diet
Makanan tinggi protein dan karbohidrat, rendah lemak untuk pasien yang dengan
anoreksia dan nausea
3. Simtomatik
23
- Pemberian obat-obatan terutama untuk mengurangi keluhan misalnya tablet
antipiretik parasetamol untuk demam, sakit kepala, nyeri otot dan nyeri sendi
- Food suplement
4. Perawatan di rumah sakit
Terutama pada pasien dengan sakit berat, muntah yang terus menerus sehingga
memerlukan pemberian cairan parenteral
1.8. Prognosis
Prognosis penyakit ini baik dan sembuh sempurna.3
1.9.Pencegahan
Upaya pencegahan merupakan upaya terpenting, dilakukan dengan pola hidup bersih dan
sehat serta imunisasi pasif maupun aktif.1
Imunisasi pasif
Normal human immune globulin (NIHG) setiap milimiternya mengandung 100 IU anti
HAV diberikan sebagai upaya pencegahan setelah kontak atau upaya profilaksis pasca
paparan.Diberikan pula sebagai upaya profilaksis pra paparan atau sebelum kontak.
Imunoglobulin diberikan secara intramuskular dalam dengan dosis 0,002 ml/ kgBB, pada
anak besar dan dewasa ≤ 5 ml, sedangkan pada anak kecil atau bayi tidak melebihi 3 ml.
Imunisasi aktif
Jadwal imunisasi :
- Vaksin hep A diberikan pada umur lebih dari 2 tahun
- Vaksin kombinasi hepB/hepA tidak diberikan pada bayi kurang dari 12 bulan. Maka
kombinasi diindikasikan pada anak umur lebih dari 12 bulan, terutama untuk catch up
immunization yaitu mengejar imunisasi pada anak yang belum pernah mendapat
imunisasi hep B sebelumnya atau imunisasi hep B yang tidak lengkap
Dosis pemberian :
- Kemasan liquid 1 dosis/ vial prefilled syringe 0,5 ml
- Dosis pediatrik 720 ELISA units diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan,
intramuskular di daerah deltoid
24
- Kombinasi hepB/hepA (berisi hepB 10 µgr dan hepA 720 ELISA units) dalam
kemasan prefilled syringe 0,5 ml intramuskular
- Dosis hepA untuk dewasa (≥ 19 tahun) 1440 ELISA units, dosis 1 ml, 2 dosis,
interval 6-12 bulan.
2. HEPATITIS B
2.1. Etiologi
Virus hepatitis B ( HBV) manusia (human HBV) termasuk golongan hepadnavirus tipe 1
dan merupakan virus hepadna yang pertama kali ditemukan. Hepadnavirus juga ditemukan pada
marmut, tupai dan bebek; tetapi virus yang menginfeksi binatang tersebut tidak dapat menular
pada manusia. Virus ini mengandung DNA dengan cincin ganda sirkular yang terdiri dari 3200
nukleotida dengan diameter 42 nm dan terdiri dari 4 gen. HBV dapat ditemukan dalam 3
komponen yaitu partikel lengkap berdiameter 42 nm, partikel bulat berdiameter 22 nm dan
partikel batang dengan lebar 22 nm dengan panjang bervariasi sampai 200 nm. Pada sirkulasi
komponen terbanyak adalah bentuk bulat dan batang yang terdiri atas protein, cairan, dan
karbohidrat yang membentuk hepatitis B surface antigen (HBsAg) dan antigen pre-S.Bagian
dalam dari virion adalah core.Core dibentuk oleh selubung hepatitis B core antigen (HBcAg)
yang membungkus DNA, DNA polimerase, transkriptase dan protein kinase untuk replikasi
virus.Komponen antigen yang terdapat dalam core adalah hepatitis B e antigen
(HBeAg).Antigen ini menjadi petunjuk adanya replikasi virus yang terjadi pada limfosit, limpa,
ginjal, pankreas dan terutama hati. HBeAg merupakan petanda tak langsung derajat beratnya
infeksi.1,2,3,4,5
Gambar 2. Struktur virus hepatitis B
25
2.2. Epidemiologi
WHO memperkirakan adanya 400 juta orang sebagai pengidap HBV pada tahun 2000. Di
negara maju seperti Inggris, Amerika Serikat dan negara-negara Skandinavia prevalensi HBsAg
bervariasi antara 0,1%-0,2% sedangkan di Afrika 10%-15%. Pada komunitas terisolasi seperti
orang Eskimo di Alaska prevalensi dapat mencapai 45% dan Aborigin di Australia mencapai
85%.
Pada daerah dengan endemisitas tinggi infeksi sering terjadi pada usia dini, ditularkan
secara vertikal dari ibu ke anak maupun horisontal diantara anak kecil. Sebagai contoh di daerah
pedesaan Senegal (Afrika Barat) angka infeksi mencapai 25% populasi pada umur 2 tahun, 50%
pada umur 7 tahun, dan 80% pada umur 15 tahun. Sedangkan pada daerah dengan endemisitas
sedang-tinggi antara 8-20% infeksi terjadi pada umur yang lebih tua, ditularkan secara horisontal
pada masa anak dengan kontak erat seperti penggunaan sikat gigi, pisau cukur atau berciuman,
dan kontak seksual pada dewasa muda. Sebaliknya pada daerah dengan prevalensi rendah
penularan secara horisontal terjadi oleh penyalahgunaan obat, penggunaan instrumen yang tidak
steril pada klinik gigi, tusuk jarum, tindik daun telinga dan tato. Di Indonesia pada penelitian
terhadap donor di beberapa kota besar didapatkan angka prevalensi antara 2,5%-36,2%.2,3
Pada ibu yang melahirkan dengan HBeAg positif, bayi memiliki risiko tertular sebesar
90%, sedangkan bila hanya HBsAg yang positif maka risikonya 10% apabila tidak dilakukan
tindakan imunoprofilaksis. Sembilan puluh persen bayi yang tertular akan berkembang menjadi
infeksi kronis dan 25% akan meninggal karena penyakit hati kronis. Penularan vertikal dapat
terjadi pada masa intrauterin maupun pada saat kelahiran dan masa perinatal. HBV tidak selalu
didapatkan dalam air susu ibu, namun yang dikhawatirkan adalah luka pada puting susu sehingga
bayi menelan ASI yang mengandung darah dan HBV. Bayi dari ibu pengidap HBV yang
mendapat ASI dan belum menerima imunoprofilaksis mempunyai risiko tertular hampir sama
besar dengan bayi yang minum susu formula (PASI). HBV dapat dideteksi pada semua sekret
dan cairan tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi terdapat pada serum. Infeksi terjadi
apabila seseorang mendapat paparan terhadap cairan tubuh orang yang terinfeksi melalui kulit
atau mukosa.4
26
Bayi dari ibu dengan HBsAg positif berisiko terinfeksi HBV, akan tetapi infeksi HBV
paling sering terjadi pada bayi dengan ibu HBeAg positif atau menderita hepatitis B akut pada
trimester ketiga kehamilan. Faktor-faktor yang berkaitan langsung dengan keadaan HBsAg
positif pada bayi, antara lain :
1. Titer HBsAg ibu
2. Status HBeAg ibu ( hampir 90% bayi yang lahir dari ibu dengan HBeAg positif
menderita hepatitis B kronis; sedangkan bayi dari ibu dengan HBeAg negatif karier
memiliki risiko sebesar 20%)
3. DNA HBV positif pada serum ibu
4. HBsAg positif pada darah plasenta
5. Saudara kandung dengan HBsAg positif
98% transmisi terjadi pada saat proses kelahiran diduga melalui ingesti darah maternal
oleh bayi pada saat proses kelahiran. Meskipun demikian, transmisi virus dapat terjadi in utero
melalui kebocoran transplasenta (2%).HbeAg dapat menembus plasenta dari ibu ke fetus.Belum
ditemukan bukti bahwa menyusui merupakan salah satu rute transmisi HBV.
Bayi yang terinfeksi HBV dari ibu dengan HBsAg positif tidak akan menunjukkan
manifestasi infeksi HBV secara serologis sampai berumur 1-3 bulan. Meskipun infeksi HBV
perinatal memiliki manifestasi klinis yang minimal, akan tetapi 90% bayi dengan HBsAg positif
akan menderita hepatitis kronis atau keadaan karier kronis. Hal ini diduga disebabkan karena
sistem imun bayi yang belum matur.Hepatitis fulminan dapat terjadi pada transmisi perinatal ini,
meskipun jarang terjadi (1-2%).Bayi yang terinfeksi juga memiliki risiko tinggi menderita
hepatitis B kronis, sirosis, dan karsinoma hepatoseluler.
Virus hepatitis B merupakan virus nonsitopatik dan menyebabkan kerusakan jaringan
melalui reaksi imunologis.Beratnya kerusakan hati menggambarkan derajat respons imunologis.
Pada hepatosit yang terinfeksi oleh HBV melalui mekanisme imunitas selular terjadi eksposisi
antigen virus yaitu HbcAg dan HbeAg pada permukaan sel yang bergabung dengan class I major
histocompability complex (MHC I) dan menjadi target dari sel T sitotoksik (CTL) untuk
terjadinya proses lisis. Partikel virus yang tidak utuh dan berasal dari sel yang lisis tidak
menimbulkan infeksi, sedangkan virus utuh yang keluar akan dinetralisir oleh antibodi penetral
27
(neutralizing antibody). Mekanisme imunologis juga berperan pada manifestasi
ekstrahepatik.Mekanisme timbulnya infeksi kronis mungkin disebabkan oleh gangguan
imunologis; sehingga HbcAg dan MCH I tidak dapat dieksposisi pada permukaan sel atau sel T
sitotoksik tidak teraktivasi.Anak laki-laki lebih mudah mengalami infeksi kronis daripada anak
perempuan.Selain itu umur timbulnya infeksi sangat berpengaruh terhadap kejadian infeksi
kronis.Infeksi HBV di bawah umur 3 tahun lebih sering menimbulkan hepatitis kronis daripada
infeksi di atas umur 3 tahun.
2.3. Transmisi virus hepatitis B
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar infeksi virus hepatitis B yang
menetap timbul sebagai akibat infeksi pada waktu bayi dan anak-anak. Makin muda usia
seseorang terkena infeksi virus hepatitis B, lebih besar kemungkinannya untuk menderita infeksi
virus hepatitis B yang menetap, dengan demikian lebih besar pula risiko menjadi sirosis hati dan
kanker hati primer di kemudian hari.3
Infeksi pada bayi terjadi pada saat persalinan dari ibu pengidap HBsAg dan penularan ini
disebut sebagai penularan vertikal. Selain itu juga terdapat penularan secara horizontal berupa
kontak erat dengan pengidap hepatitis B.3
Kultur virus hepatitis B dalam jaringan sampai saat ini belum berhasil dan ini membuat
pengetahuan mengenai cara-cara inaktivasi virus hepatitis B sangat terbatas.Dari berbagai
pengamatan bahwa virus hepatitis stabil di dalam darah, plasma dan serum dan dapat bertahan
lama dalam variasi temperatur yang besar serta berbagai tingkat kelembaban udara.
Infektivitasnya dalam serum dapat bertahan lama sampai 15 tahun dalam temperatur -200 C, 6
bulan dalam temperatur ruangan dan 4 jam dalam temperatur 600 C. Dalam pengenceran 1:10,
dalam serum infektivitasnya menurun sesudah pemanasan selama 1 menit, walaupun sifat
antigenisitasnya tidak berubah. Virus hepatitis B akan mati pada air mendidih (1000 C) dan juga
akan mati terhadap zat kimia Chlorox.Sumber penularan infeksi virus hepatitis b antara lain :3
Darah
Dalam perjalanan infeksi virus hepatitis B hati dan darah merupakan tempat yang
mengandung konsentrasi virus hepatitis B yang tertinggi.Pada perjalanan hepatitis virus
akut, HBsAg sudah bisa ditemukan 1-2 bulan sebelum timbul gejala dan tanda dan bahkan 1
28
minggu setelah terkena infeksi. Pada saat timbul ikterus HBsAg umumnya masih bisa
ditemukan dan menetap selama 6 minggu dalam 50% kasus dan akan menghilang setelah 3
bulan dalam perjalanan infeksi akut. Pada pengidap virus hepatitis B ditemukan dalam
jumlah yang bervariasi.Pada umumnya individu dalam stadium replikatif bersifat lebih
menularkan virus hepatitis B dibandingkan dengan individu dalam stadium non replikatif.
Air seni
HBsAg dapat ditemukan dalam jumlah yang kecil dalam air seni penderita hepatitis B akut
dan pengidap dengan fungsi ginjal yang normal.Bukti yang nyata bahwa air seni dapat
menularkan infeksi tidak jelas.
Air liur dan sekresi nasofaring
HBsAg sering dijumpai pada air liur pada kasus hepatitis akut maupun pengidap.Partikel
virus hepatitis B telah diperlihatkan pada pemeriksaan mikroskop elektron air liur pengidap
hepatitis B, HBsAg ditemukan dalam air liur 3 minggu sesudah timbul gejala dan
menghilang sebelum HBsAg dalam serum menjadi negatif.
Walaupun air liur dapat mengandung sejumlah kecil partikel virus hepatitis B namun
agaknya daya infeksinya rendah.Namun demikian ada laporan penularan HBsAg secara
perkutan melalui gigitan seorang anak dengan HBsAg positif pada seorang gurunya dan juga
adanya penularan hepatitis B dari seorang dokter gigi pengidap hepatitis B kepada beberapa
orang pasiennya.
Semen, sekresi vagina dan darah menstruasi
HBsAg telah dijumpai pada semen, baik pada kasus akut maupun pengidap, demikian pula
sekret vagina dan darah menstruasi.Kontak seksual merupakan salah satu penularan HBsAg
yang penting.
Air susu, keringat dan berbagai cairan tubuh lain
HBsAg telah dilaporkan dapat dijumpai pada air susu, keringat dan pada eksudat seperti
pada asites, cairan amnion dan cairan sendi. Namun peranan dalam penularan HBsAg
agaknya kecil.
2.4. Perjalanan penyakit
Masa inkubasi sekitar 40-100 hari dengan rata-rata sekitar 75 hari.Panjangnya masa
inkubasi berhubungan erat dengan jumlah partikel yang masuk.Semakin besar jumlah partikel
yang masuk, semakin pendek masa inkubasinya.HBsAg merupakan petanda (marker) virus
29
hepatitis B yang muncul pertama dan dapat dijumpai pada masa inkubasi. HBsAg akan mencapai
puncaknya pada saat atau pasca peningkatan aminotransferase. Bila terjadi perbaikan klinis dan
penurunan kadar enzim ini, maka titer HBsAg akan menurun bahkan hilang sama sekali.4
HBeAg muncul setelah HBsAg dapat dijumpai dalam serum, tetapi kehadiran HBeAg
biasanya lebih singkat dibandingkan dengan HBsAg.HBeAb biasanya muncul setelah HBeAg
menghilang.Konversi serologik HBeAg ke HBeAb yang terjadi pada saat puncak aktivitas
penyakit merupakan tanda bahwa penyakit tersebut sudah mulai mereda.Bila konversi serologik
tidak terjadi, maka penyakit tersebut telah menuju ke arah yang menahun.Oleh karena itu,
menghilangnya HBeAg dapat ditafsirkan sebagai tanda pulih serta mulai menghilangnya
HBsAg.HBcAg tidak dapat dideteksi dalam serum, sedangkan zat antinya HBcAb (anti HBc)
biasanya muncul tidak lama setelah gejala penyakit kelihatan.Anti HBc (IgM) dapat dipakai
sebagai tanda bahwa pemyakit sedang berlangsung atau baru saja terjadi. IgM anti HBc akan
menurun setelah 6-18 bulan yang kemudian akan digantikan oleh IgG. Oleh karena itu IgM anti
HBc dapat dipakai untuk menentukan penyakit hepatitis akut. Munculnya anti HBs tidak sama
dengan anti HBe dan anti HBc. Antibodi ini munculnya bukan pada fase akut, tetapi justru
setelah penyembuhan, sehingga HBsAb dapat dipakai sebagai tanda kesembuhan dan kekebalan.
Beberapa penderita memperlihatkan periode jendela (window period) yaitu saat hilangnya
HBsAg tanpa munculnya anti HBs. Pada saat ini anti HBc lah satu-satunya petanda adanya
infeksi hepatitis virus B.4
Anti HBs merupakan antibodi terbesar untuk melindungi badan terhadap hepatitis B.
Selain terjadi secara alamiah, setelah penderita mengalami penyakit, anti HBs dapat diberikan
secara aktif, yaitu melalui vaksinasi dengan HBsAg yang telah dimurnikan.HBsAg dapat
menghasilkan/merangsang timbulnya anti HBs tanpa timbulnya zat anti lain seperti HBc dan
Hbe. Kekebalan dapat juga diperoleh dengan imunisasi pasif yaitu melalui pemberian serum
yang kaya zat anti HBs (Hepatitis B immune globulin, HBIG).4
30
Gambar 3. Grafik pemeriksaan serologis virus hepatitis B akut
2.5. Patogenesis
Pada seorang individu yang terkena hepatitis B, proses perjalanan infeksi virus hepatitis
B tergantung pada aktivitas terpadu sistem pertahanan tubuh individu yang terdiri dari interferon
dan respons imun.3
Bila aktifitas sistem pertahanan ini baik, akan terjadi infeksi virus hepatitis B akut yang
diikuti oleh proses penyembuhan, sebaliknya bila salah satu sistem pertahanan ini terganggu
akan terjadi proses infeksi virus hepatitis B kronik.3
Pada infeksi virus hepatitis B akut reaksi imunologik yang timbul di dalam tubuh
individu dapat bersifat humoral maupun seluler.Reaksi humoral dapat dilihat dengan timbulnya
anti HBs, anti HBc maupun anti HBe. Reaksi imunologik seluler ditandai dengan aktifasi sel
sitotoksik yang dapat menghancurkan HBcAg atau HBsAg yang terdapat pada dinding sel hati
yang telah dikenalna dengan bantuan Major Histo Compability (MHC) kelas I.3
Mula-mula pada tahap awal infeksi akut, sel hati memproduksi MHC dalam jumlah
cukup banyak bersamaan dengan produksi alfa interferon (a IFN).
Interferon dapat mengaktifkan beberapa enzym, termasuk diantaranya 2-5A
oligoadgenylate synthetase yang mempunyai peran menghambat sintesa protein virus dan diduga
melindungi sel hati yang masih sehat terhadap infeksi virus hepatitis B.3
31
Sel hati yang mengalami infeksi virus hepatitis B ternyata dapat memproduksi sejenis
protein yang disebut “Liver Spesifik Protein (LSP)” yang bersifat antigenik. Protein ini
menempel pada dinding sel hati dan dapat berperan sebagai antigen sasaran (“target antigen”)
oleh sel T sitotoksik.3
Pada saat terjadi infeksi virus hepatitis B, di dalam sirkulasi darah virion mengadakan
ikatan dengan pHSA (“polymerized human serum albumin”) untuk selanjutnya menuju
hepatosit.Dengan perantaraan pSHA yang telah terikat ini, terbentuk pula ikatan dengan reseptor
pHSA yang terdapat pada dinding sel hati. Tahap berikutnya adalah proses endositosis.3
Replikasi genom virus terjadi di dalam sel hati yang menghasilkan virion yang utuh serta
protein virus yang bebas seperti HBsAg dan HbcAg. Dengan timbulnya protein virus ini tubuh
terangsang untuk membentuk antibodi baik humoral maupun seluler melalui suatu proses
“immune recognition” yang melibatkan “antigen presenting cell” (APC). Reseptor pHSA pada
virion utuh yang baru terbentuk ini juga merangsang respons imun dengan timbulnya antibodi
yang disebut “anti reseptor pHSA” (anti-PAR) yang dapat menahan masuknya HBV ke dalam
sel-sel hati yang belum mengalami infeksi.3
Dalam proses penghancuran sel hati ini berlangsung suatu kompetisi antara sel T
sitotoksik dengan faktor-faktor penghambat. Faktor penghambat disini yang berfungsi adalah
anti HBc dan faktor-faktor yang terdapat dalam serum misalnya “ Rosette Inhibiting Factor”
(SIR) yang keduanya diproduki oleh limfosit serta faktor-faktor yang dikeluarkan oleh sel hati
sendiri yaitu “Liver Derived Inhibitory Protein” (LIP). Hasil akhir ditentukan oleh resultan dari
kedua komponen yang berkompetisi.3
Pada kasus akut sel T sitotoksik berhasil membersihkan semua sel hati yang terinfeksi
yang kemudian diakhiri dengan proses penyembuhan. Bila sel T ini tidak berhasil
menghancurkan seluruh sel hati yang mengalami infeksi, makan proses akan berkepanjangan
hingga kasus menjadi kronik. Perjalanan infeksi virus hepatitis B pada anak berbeda dengan pada
orang dewasa. Pada anak sekitar 90% bayi yang dilahirkan oleh ibu HbeAg positif akan
mengalami infeksi virus hepatitis B, dan 95% diantaranya akan berkembang menjadi kronik.3
32
Sedangkan pada orang dewasa ratio ini terbalik yaitu hanya sekitar 5-10% saja yang
berkembang menjadi kronik, sisanya akan sembuh sendiri. Hal ini disebabkan karena sistem
imunologi bayi belum sempurna dan bersifat toleran terhadap virus.3
Gambar 4. Patogenesis infeksi virus hepatitis B akut
Gambar 5. Patogenesis infeksi virus hepatitis B kronis
33
2.6. Pemeriksaan virus hepatitis B
Seperti telah banyak diketahui virus hepatitis B (VHB) adalah virus dengan ukuran 42 nm (Dane
particle) dan terdiri dari :4
a. Surface (HBsAg) dapat berbentuk bulat dan tubuler ukuran 15-25 mm
Antigen HBsAg dengan ukuran 15-25 mm dapat berbentuk bulat maupun tubuler.Pada
keadaan infeksi akut, HBsAg terdapat dalam darah penderita selama 1-6 bulan.Hilangnya
HBsAg tidak langsung diikuti dengan timbulnya anti-HBs dan fase ini dikenal sebagai
windows period.Anti-HBs dan HBsAg pada keadaan tertentu dapat ditemukan bersama-
sama dalam serum penderita.
b. Core (HBcAg) di dalamnya terdapat DNA dan DNA polimerase
Antigen HBcAg ini tidak dapatkan dalam sirkulasi darah, hanya dapat ditemukan dalam
sel hati.Hanya anti HBc dapat ditemukan dalam sirkulasi dalam 2 bentuk, yaitu IgM anti
HBc dan IgG anti-HBc. Sedangkan pada fase lanjut terutama didapatkan adanya IgG
anti-HBc.
c. DNA dan DNA polimerase
Di dalam core dapat ditemukan enzim polimerase dan DNA yang terdiri dari 2 benang
pada 2/3 bagian dan satu benang pada 1/3 bagian.Dengan didapatkannya HBsAg dan
aktivitas enzim DNA polimerase dalam sirkulasi dapat diperkirakan adanya virus
hepatitis B (VHB) dalam bentuk sempurna (Dane particle).Pada keadaan adanya virus
hepatitis B lengkap (Dane particle) maka sangat mudah menular.
d. HbeAg
Ini merupakan protein yang mudah larut. Asal antigen e ini masih belum diketahui
dengan jelas, hanya dapat ditemukan di dalam core dari VHB. Didapatkannya HbeAg
positif pada penderita dengan HBsAg positif merupakan sifat yang sangat mudah
menular.
Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan petanda serologis virus hepatitis B (VHB), seperti telah diterangkan di atas, ada 3
macam petanda serologis virus hepatitis B (VHB), yaitu :4
a. HBsAg/ anti-HBs
34
b. HBcAg/anti-HBc (IgM dan IgG)
c. HbeAg/anti-Hbe
Pada keadaan akut
Disini dapat ditemukan adanya HBsAg, HBcAg dan IgM anti-HBc dalam darah penderita
a. HBsAg mulai ditemukan antara 2-8 minggu setelah terjadinya infeksi dan menghilang
setelah 4-6 bulan. Biasanya hilangnya HBsAg tidak diikuti dengan timbulnya anti-HBs.
Hanya pada keadaan tertentu, misalnya infeksi oleh subtipe VHB dan pada hepatitis
fulminan, HBsAg didapatkan bersama dengan anti-HBs. Gejala klinis dari infeksi virus
hepatitis B biasanya timbul pada saat titer HBsAg tinggi. Pada keadaan infeksi akut,
HBsAg ditemukan bersama-sama dengan adanya aktivitas enzim DNA polimerase.
b. HBeAg ditemukan dalam darah 1-2 bulan setelah terjadinya infeksi VHB dan menghilang
setelah 4-5 bulan. Seperti juga pada HBsAg tidak langsung disertai dengan timbulnya
anti-HBe.
c. HBcAg tidak pernah ditemukan di dalam sirkulasi darah tetapi hanya di dalam sel-sel hati.
Sedang di dalam sirkulasi hanya terdapat anti-HBc. Ditemukannya anti-HBc dalam darah
biasanya bersama-sama dengan timbulnya gejala klinis. Pada keadaan akut terutama
didapatkan anti-HBc bentuk IgM. Anti-HBc dan anti-HBs merupakan petanda kekebalan
terhadap virus hepatitis B (VHB).
Bentuk karier
Pada bentuk ini ditandai dengan ditemukannya HBsAg positif lebih dari 6 bulan tanpa
adanya gejala klinis infeksi virus hepatitis B (VHB).
Bentuk kronik
Disini tampak bahwa HBsAg tetap positif lebih dari 6 bulan. Di samping itu dalam darah
penderita didapatkan pada HbeAg positif dan anti-HBc positif dengan titer lebih dari 1 :
1000.
Apabila pada pemeriksaan didapatkan :
a. HBsAg, HBcAg dan anti-HBc positif dan disertai dengan gejala klinis, maka
kemungkinan terbesar adalah infeksi virus hepatitis B akut.
35
b. HBsAg positif lebih dari 6 bulan dan disertai dengan HbeAg positif tanpa adanya gejala
klinis; infeksi VHB bentuk karier.
c. Ada dua macam bentuk kronis infeksi virus hepatitis B, yaitu yang masih mudah
menular dan tidak mudah menular
- HBsAg positif lebih dari 6 bulan dan disertai dengan HbeAg dan IgM anti-HBc
positif kemungkinannya infeksi VHB bentuk kronis yang mudah menular.
- HBsAg positif lebih dari 6 bulan, disertai/tidak oleh anti-HBc kemungkinannya
adalah infeksi VHB bentuk kronis yang tidak menular.4
2.7. Gejala klinis
a. Hepatitis akut
Manifestasi klinis infeksi HBV cenderung ringan.Kondisi asimptomatis ini
terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya riwayat hepatitis akut. Apabila
menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi
dengan intensitas yang lebih berat. Gejala yang muncul terdiri atas gejala seperti flu
dengan malaise, lelah, anoreksia, mual dan muntah, timbul kuning atau ikterus dan
pembesaran hati dan berakhir setelah 6-8 minggu. Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan peningkatan kadar ALT dan AST sebelum timbulnya gejala klinis, yaitu 6-7
minggu setelah terinfeksi. Pada beberapa kasus dapat didahului gejala seperti serum
sickness, yaitu nyeri sendi dan lesi kulit (urtikaria, purpura, makula dan
makulopapular).Ikterus terdapat pada 25% penderita, biasanya mulai timbul saat 8
minggu setelah infeksi dan berlangsung selama 4 minggu. Gejala klinis ini jarang terjadi
pada infeksi neonatus, 10% pada anak di bawah umur 4 tahun dan 30% pada dewasa.
Sebagian besar penderita hepatitis B simptomatis akan sembuh tetapi dapat menjadi
kronis pada 10% dewasa, 25% anak, dan 80% bayi.4
b. Hepatitis kronis
Definisi hepatitis kronis adalah terdapatnya peningkatan kadar aminotransferase
atau HBsAg dalam serum, minimal selama 6 bulan. Sebagian besar penderita hepatitis
kronis adalah asimtomatis atau bergejala ringan dan tidak spesifik. Peningkatan kadar
aminotransferase serum (bervariasi mulai dari minimal sampai 20 kali nilai normal)
menunjukkan adanya kerusakan jaringan hati yang berlanjut. Fluktuasi
kadaraminotransferase serum mempunyai korelasi dengan respons imun terhadap HBV.
36
Pada saat kadar aminotransferase serum meningkat dapat timbul gejala klinis hepatitis
dan IgM anti-HBc. Namun gejala klinis ini tidak berhubungan langsung dengan beratnya
penyakit, tingginya kadar aminotransferase serum, atau kerusakan jaringan hati pada
biopsi. Pada penderita hepatitis kronis-aktif yang berat, 50% diantaranya akan
berkembang menjadi sirosis hati setelah 4 tahun, sedangkan penderita hepatitis kronis-
aktif sedang akan menjadi sirosis setelah 6 tahun. Kecepatan terjadinya sirosis mungkin
berhubungan dengan beratnya nekrosis jaringan hati yang dapat berubah dari waktu ke
waktu sehingga untuk melakukan perkiraan kapan timbulnya sirosis pada individu sukar
untuk ditentukan.4
c. Gagal hati fulminan
Gagal hati fulminan terjadi pada tidak lebih dari 1 % penderita hepatitis B akut
simptomatik. Gagal hati fulminan ditandai dengan timbulnya ensefalopati hepatikum
dalam beberapa minggu setelah munculnya gejala pertama hepatitis, disertai ikterus,
gangguan pembekuan dan peningkatan kadar aminotransferase serum hingga ribuan unit.
Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya reaksi imunologis yang berlebihan dan
menyebabkan nekrosis jaringan hati yang luas.4
d. Pengidap sehat
Pada golongan ini tidak didapatkan gejala penyakit hati dan kadar aminotransferase
serum berada dalam batas normal. Dalam hal ini terjadi toleransi imunologis sehingga
tidak terjadi kerusakan pada jaringan hati. Kondisi ini sering terjadi pada bayi di daerah
endemik yang terinfeksi secara vertikal dari ibunya.4
2.8. Diagnosis
Dasar diagnosis hepatitis B adalah diagnosis klinis dan serologis.Pada saat awal infeksi
HBV terjadi toleransi imunologis, dimana virus masuk ke dalam sel hati melalui aliran darah dan
dapat melakukan replikasi tanpa adanya kerusakan jaringan hati dan tanpa gejala klinis.Pada saat
ini DNA HBV, HBsAg, HbeAg, dan anti-HBc terdeteksi dalam serum.Keadaan ini berlangsung
terus selama bertahun-tahun terutama pada neonatus dan anak yang dinamakan sebagai pengidap
sehat.Pada tahap selanjutnya terjadi reaksi imunologis dengan akibat kerusakan sel hati yang
terinfeksi. Pada akhirnya penderita dapat sembuh atau berkembang menjadi hepatitis kronis.1,2,3,4,5
Tabel 1. Penanda serologis infeksi HBV
37
Antigen Interpretasi Bentuk klinis
HBsAg Sedang infeksi Hepatitis akut, hepatitis kronis,
penanda kronis
HBeAg Proses replikasi Hepatitis akut, hepatitis kronis
Antibodi
Anti-HBs Resolusi infeksi Kekebalan
Anti-HBc total Sedang infeksi atau pernah
terinfeksi
Hepatitis akut, hepatitis kronis,
penanda kronis, kekebalan
IgM anti-HBc Infeksi akut atau infeksi kronis
yang kambuh
Hepatitis akut, hepatitis kronis
Anti-HBe Penurunan aktivitas replikasi Penanda kronis, kekebalan
Pemeriksaan Molekular
PCR DNA HBV Infeksi HBV Hepatitis akut, hepatitis kronis,
penanda kronis
Hibridisasi DNA HBV Replikasi aktif dan sangat
menular
Hepatitis akut, hepatitis kronis
2.9. Pengobatan
Pada hepatitis virus akut, sebagian besar kasus akan sembuh dan sebagian kecil menjadi
kronis. Prinsipnya adalah suportif dan pemantauan gejala penyakit. Pasien dirawat bila ada
dehidrasi berat dengan kesulitan masukan per oral, kadar SGOT-SGPT >10 kali nilai normal atau
bila ada kecurigaan hepatitis fulminan. Namun tidak demikian pada neonatus, bayi dan anak di
bawah 3 tahun dimana infeksi HBV tidak menimbulkan gejala klinis hepatitis akut dan sebagian
besar (80%) akan menjadi kronis. Pengobatan hepatitis B kronis merupakan masalah yang sulit;
sampai saat ini hasilnya tidak memuaskan, terutama pada anak. Tujuan pengobatan hepatitis B
kronis adalah penyembuhan total dari infeksi HBV sehingga virus tersebut dieliminasi dari tubuh
dan kerusakan yang ditimbulkan oleh reaksi imunologis di dalam hati terutama sirosis serta
komplikasinya dapat dicegah. Hanya penderita dengan replikasi aktif (ditandai dengan HBeAg
dan DNA HBV serum positif) dan hepatitis kronis dengan peningkatan kadar aminotransferase
serum yang akan memberikan hasil baik terhadap pengobatan.1,5
a. Interferon alfa
38
Pengobatan dengan interferon-alfa-2b (IFN-α2b) adalah pengobatan standar untuk penderita
hepatitis B kronis dengan gejala dekompensasi hati (asites, ensefalopati, koagulopati dan
hipoalbuminemia) dengan penanda replikasi aktif (HBeAg dan DNA HBV) serta peningkatan
kadar aminotransferase serum. Kontraindikasi penggunaan interferon adalah neutropenia,
trombositopenia, gangguan jiwa, adiksi terhadap alkohol, dan penyalahgunaan obat. Dosis
interferon adalah 3 MU/m2 secara subkutan tiga kali dalam seminggu, diberikan selama 16
minggu.
Efek samping interferon dapat berupa efek sistemik, autoimun, hematologis, imunologis,
neurologis dan psikologis.Efek sistemik dapat berupa lelah, panas, nyeri kepala, nyeri otot,
nyeri sendi, anoreksia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare, nyeri perut dan rambut
rontok.Efek autoimun ditandai dengan timbulnya autoantibodi, antibodi anti-interferon,
hipertrioidisme, hipotiroidisme, diabetes, anemia hemolitik dan purpura trombositopenik.
Efek hematologis dapat berupa penurunan jumlah trombosit, jumlah sel darah putih dan kadar
hemoglobin. Efek imunologis berupa mudah terkena infek bakteri seperti bronkitits, sinusitis,
abses kulit, infeksi saluran kemih, peritonitis, dan sepsis.Efek neurologis berupa kesulitan
konsentrasi, kurang motivasi, gangguan tidur, delirium dan disorientasi, kejang, koma,
penurunan pendengaran, tinitus dan vertigo, penurunan penglihatan.Sedangkan efek
psikologis berupa gelisah, iritabel, depresi, paranoid, penurunan libido dan usaha bunuh diri.
Penderita yang mendapat pengobatan interferon harus dievaluasi secara klinis dan laboratoris
(ALT, AST, albumin, bilirubin, pemeriksaan darah tepi) setiap 4 minggu selama pengobatan.
Pemeriksaan HBsAg, HBeAg dan DNA HBV dilakukan pada saat mulai, selesai pengobatan
dan 6 bulan paska pengobatan. Dosis interferon harus diturunkan atau pengobatan dihentikan
apabila didapatkan gejala dekompensasi hati, depresi sumsum tulang, depresi kejiwaan berat,
dan efek samping yang berat.Antara 10-40% penderita memerlukan pengurangan dosis dan 5-
10% pengobatan harus dihentikan.Sekitar 2% timbul efek samping berat termasuk infeksi
bakteri penyakit autoimun, depresi kejiwaan berat, kejang, gagal jantung, gagal ginjal dan
pneumonia.
Timbulnya anti-HBe dan hilangnya DNA HBV menurunkan kejadian gagal hati dan angka
kematian. Relaps terjadi pada 14% penderita pada tahun pertama setelah pengobatan.1,5
b. Analog nukleosida
39
Lamivudin, famsiklovir, dan adefovir adalah golongan analog nukleosida yang menghambat
replikasi HBV.Lamivudin efektif dan kurang menimbulkan efek samping daripada
interferon.Dosisnya 3 mg/kgBB sekali sehari selama 52 minggu atau 1 tahun.Terjadi
perbaikan gambaran histologis pada 52%-67% kasus, sedangkan hilangnya HBeAg dan
timbulnya anti-HBe sebesar 17-18%.Penelitian pada anak menunjukkan serokonversi HBeAg
menjadi anti-HBe sebesar 23%.Pada penderita dekompensasi hati, lamivudin memperbaiki
skor Child-pugh. Lamivudin adalah obat utama untuk penderita dengan replikasi aktif dan
peningkatan kadar aminotransferase serum dengan spesifikasi : kontraindiksi penggunaan
interferon terutama penderita yang mengalami dekompensasi hati. Pada penderita yang
mengalami kegagalan pengobatan dengan interferon dapat diberikan lamivudin.Apabila
dengan pemberian lamivudin terjadi mutasi pada HBV, maka dapat diberikan adefovir atau
gansiklovir.Penggunaan lamivudin pada anak selama 52 minggu dengan dosis 3 mg/kgBB
memberi respons yang signifikan terhadap virus. Kombinasi terapi antara interferon dengan
lamivudine tidak lebih baik dibanding pengobatan dengan lamivudin.1,5
2.10. Pencegahan
Saat ini program imunisasi masal HBV dilakukan di 130 dari 216 negara, tetapi pada
negara berkembang cakupan imunisasi masih terbatas karena permasalahan dana. Vaksin
pertama yang beredar sejak tahun 1981 adalah derivat plasma. Vaksin jenis ini relatif murah,
diproduksi dengan cara konsentrasi, pemurnian dan pemrosesan kimiawi HBsAg yang diisolasi
dari plasma karier HBV. Vaksin ini mempunyai imunogenisitas dan efikasi perlindungan yang
sangat baik.Vaksin HBV rekombinan pertama diperkenalkan pada tahun 1986 dan yang kedua
pada tahun 1989. Saat ini ada 10 produk vaksin rekombinan.6
Prioritas utama vaksinasi adalah bayi, anak, kelompok berisiko tinggi (misalnya kontak
erat dengan pengidap), petugas laboratorium, petugas rumah sakit (terutama unit hemodialisis)
dan penderita penyakit darah.
Untuk pencegahan penularan secara vertikal pada masa perinatal, terhadap seorang ibu
yang melahirkan dengan HBsAg positif dengan atau tanpa adanya HBeAg, maka bayinya
diberikan vaksinasi pasif HBIG dan vaksinasi aktif.Pemberian HBIG saja tanpa vaksinasi aktif
hanya memberi perlindungan selama 6 bulan sehingga masih memungkinkan terjadinya infeksi
40
HBV.Faktor yang berpengaruh dalam reaksi imunologsis adalah dosis vaksin, umur dan kondisi
imunologis.Sebaiknya diberikan dosis sesuai dengan rekomendasi yakni, antara 5-10 mcg.Bila
dosis dikurangi maka nilai titer antibodi juga turun.Lebih tua umurm serokonversi makin
berkurang.Biasanya nonresponder terdapat pada mereka yang mengalami gangguan imunitas.
Kadang terjadi nonresponder palsu karena kesalahan penyuntikan yaitu masuk ke subkutan
bukan ke otot.6
Vaksinasi hepatitis B tidak perlu diulang, namun apabila pada pemeriksaan laboratorium
menunjukan tidak adanya pembentukan antibodi atau kadar terhadap hepatitis B rendah di bawah
ambang pencegahan (<10 microgram/dL), imunisasi ulangan harus diberikan. Kadar anti-HBs
akan berkurang dari tahun ke tahun, namun ternyata memori imunitas tetap bertahan selamanya
setelah mendapatkan imunisasi primer yang lengkap. Meskipun kadar anti-HBs sudah menurun
sekali bahkan negatif, seorang masih terlindungi dari sakit secara klinis dan sakit kronis. Berarti
dosis ulangan untuk hepatitis B tidak diperlukan lagi bagi orang yang jelas telah mendapatkan
imunisasi primer lengkap tiga kali dan memberikan respons yang baik setelah imunisasi.6
a. Uji saring sebelum vaksinasi
Uji saring pravaksinasi dianjurkan pada kelompok khusus berisiko tinggi termasuk pengguna
obat secara intravena, homoseksual, multiple sex partner, dan kontak erat dengan penderita
HBV. Hasil uji saring sangat bervariasi antara 0,1%-20% dengan anti-HBc positif dan 80%
dari mereka memberi respons positif terhadap vaksinasi. Hal ini menyebabkan
direkomendasikannya vaksinasi hanya untuk penderita dengan anti-HBc positif.Bayi baru
lahir dengan risiko rendah (ibu HBsAg negatif saat melahirkan) dan anak-anak di luar Asia
atau kepulauan Pasifik tidak memerlukan uji saring dan imunisasi dapat diselesaikan dalam
waktu 6-18 bulan.
b. Pemeriksaan paska vaksinasi
Secara luas, dalam program vaksinasi tidak dilakukan pemeriksaan paska vaksinasi.
Pemeriksaan ini biasanya hanya dilakukan pada pekerja kesehatan dengan risiko tinggi
tertular melalui darah maupun cairan tubuh.Pemeriksaan paska vaksinasi dilakukan satu atau
dua bulan setelah suntikan ketiga.Pada bayi dengan HBsAg positif yang telah divaksinasi
sebaiknya dilakukan pemeriksaan penanda infeksi HBV pada umur 12 bulan.
41
c. Penanganan nonresponder
Untuk para nonresponder dilakukan vaksinasi ulangan dengan 3 kali suntikan. Biasanya
setengah dari mereka akan mencapai kadar retrospektif. Bagi yang anti-HBs-nya tidak muncul
atau anti HB-nya kurang dari 10 mU/ml, tampaknya tidak akan memberikan hasil yang
memuaskan walaupun dilakukan penggantian jenis vaksin.
Tabel 2. Imunoprofilaksis hepatitis B pada bayi berdasarkan status HBsAg ibu
Status HBsAg ibu Berat lahir ≥ 2000 gram Berat lahir < 2000 gram
HBsAg positif Vaksin hepatitis B + HBIg
(dalam rentang umur 12 bulan)
Imunisasi dengan 3 dosis
vaksin pada 0, 1 , dan 6 bulan
umur kronologis
Periksa anti HBs dan HBsAg
pada umur 9-15 bulan
Bila HBsAg dan anti HBs
negatif, reimunisasi dengan 3
dosis, dengan interval 2 bulan,
dan periksa kembali HBsAg
dan anti-HBs
Vaksin hepatitis B + HBIg (dalam rentang
umur 12 bulan)
Imunisasi dengan 4 dosis vaksin pada 0, 1 ,
2-3 dan 6 bulan umur kronologis
Periksa anti HBs dan HBsAg pada umur 9-
15 bulan
Bila HBsAg dan anti HBs negatif,
reimunisasi dengan 3 dosis, dengan interval 2
bulan, dan periksa kembali HBsAg dan anti-
HBs
HBsAg tidak diketahui Vaksin hepatitis B ( dalam 12
jam) + HBIg ( dalam 7 hari
bila hasil pemeriksaan HBsAg
ibu positif
Periksa HBsAg ibu segera
Vaksin hepatitis B + HBIg ( dalam 12 jam)
Periksa HBsAg ibu segera, bila tidak dapat dilakukan dalam 12 jam, berikan HBIg
HBsAg negatif Dianjurkan vaksin hepatitis B
saat lahir
Imunisasi hepatitis B dalam 3
dosis pada umur 0-2, 1-4 dan
Vaksin hepatitis B dosis 1 dalam 30 hari umur kronologis, bila secara klinis keadaannya stabil atau pada saat keluar dari RS sebelum 30 hari umur kronologis
Imunisasi hepatitis B dalam 3 dosis pada
umur 1-2, 2-4 dan 6-18 bulan umur
42
6-18 bulan umur kronologis
Bila vaksinasi kombinasi
mengandung hepatitis B,
berikan saat usia 6-8 minggu
umur kronologis
Evaluasi anti HBs dan HBsAg
tidak perlu dilakukan
kronologis
Bila vaksinasi kombinasi mengandung
hepatitis B, berikan saat usia 6-8 minggu
umur kronologis
Evaluasi anti HBs dan HBsAg tidak perlu dilakukan
Tabel 3. Kebijakan imunisasi pada needle stick injury
Kontak yang terpapar Tatalaksana bila sumber penularan
HBsAg (+) HBsAg (-)
Imunisasi (-) HBIg dan vaksin atau
periksa anti HBs bila
tergolong risiko tinggi
Vaksin atau periksa anti
HBs bila tergolong risiko
tinggi
Imunisasi (+) responder Tidak perlu profilaksis Tidak perlu profilaksis
Imunisasi (+) non responder HBIg 2x ( jarak 1 bulan)
atau HBIg dan vaksin
Bila sumber penularan
risiko tinggi VHB,
perlakukan seperti HBsAg
(+)
3. HEPATITIS C
3.1. Etiologi
HCV merupakan virus RNA dengan genom positif, termasuk famili Flaviviridae dan
Pestivirus karena organisasi genetikannya yang saling menyerupai. HCV berdiameter 30-60 nm,
dengan panjang 9,4 kb atau 9413 nukleotida, mempunyai suatu open reading frame (ORF) dapat
mengkode suatu protein yang tersusun atas 3010 asam amino.1,2,3
RNA HCV terdiri atas bagian-bagian :
43
a. 5’noncoding region
b. Gen yang mengkode core protein
c. Gen yang mengkode envelope protein
d. Gen yang mengkode protein nonstruktural (NS1 sampai NS5)
e. 3’noncoding region
Saat ini telah ditemukan 6 group HCV dengan 11 subtipe dan isolat yang sangat banyak.
Pemberian tatanama HCV adalah dengan cara membandingkan persentase kesamaan nukleotida.
Dikatakan adanya group atau tipe baru apabila terdapat kesamaan susunan nukleotida kurang
dari 72% daripada tipe atau group yang telah diketahui.Apabila kesamaan susunan nukleotida
terjadi antara 75%-86% maka yang ditemukan adalah subtipe baru. Tetapi apabila persamaan
urutan nukleotida lebih dari 88%, maka yang ditemukan adalah isolat baru.1,3
Heterogenitas tersebut merupakan akibat dari mutasi selama proses replikasi, yang
merupakan mekanisme untuk menghindarkan diri dari sistem kekebalan tubuh sehingga infeksi
dapat terus terjadi. Ini berarti bahwa dalam tubuh seseorang penderita HCV dapat ditemukan
virus-virus yang berbeda susunan nukleotidanya.3
Akibat dari heterogenitas tersebut adalah :
a. HCV mempunyai kemampuan untuk menghindarkan diri dari respon imunologis
menyebabkan kurangny daya proteksi dan terjadinya persistensi virus.
b. Mempengaruhi patogenesis perjalanan penyakit, seperti genotipe I dan infeksi dengan
beberapa menyebabkan penyakit hati yang berat.
c. Kemampuan host dalam hal respons terhadap pengobatan antivirus adalah rendah seperti
pada genotip 1 dan 4.
d. Kesulitan menentukan region yang dipakai sebagai target dalam tes diagnosis.
e. Kesulitan dalam pembuatan vaksin karena respon imun diduga sangat spesifik terhadap
tipe.
3.2. Epidemiologi
44
a. Prevalensi
Survey epidemiologi memperkirakan terdapatnya 170 juta pengidap HCV kronis di
seluruh dunia. Prevalensi infeksi kronis pada dewasa bervariasi antara 0,5%-25%. Di Amerika
Serikat seroprevalensi infeksi HCV adalah 1,8% dari seluruh populasi. Untuk anak di bawah
12 tahun, seroprevalensinya adalah 0,2% dan untuk usia 12-18 tahun seroprevalensinya
sebesar 0,4%. Di Jepang seroprevalensi HCV adalah 1,3% untuk seluruh populasi; sampai
usia 20 tahun jumlah carrier rendah dan meningkat sesuai pertambahan umur.1
Di Indonesia prevalensi HCV sangat bervariasi, sekitar 0,5% sampai 3,37%. Dari
pemeriksaan darah donor di kota-kota, yaitu Jakarta sebesar 2,5%, Surabaya 2,3%, Medan
1,5%, Bandung 2,7%, Yogyakarta 1%, Bali 1,3%, Mataram 0,5%, Manado 3,0%, Makasar
1,0% dan Banjarmasin 1,0%.1
Angka tersebut akan sangat berbeda apabila kelompok yang diteliti merupakan kelompok
yang lebih khusus, misalnya : penderita yang mendapat hemodialisis berulang sebesar 76,3%,
penderita hepatitis kronis sebesar 80,4% dan penderita talasemia pada anak yang mendapat
transfusi berulang sebesar 21,4%. Sedangkan penderita karsinoma hepatoselular mempunyai
prevalensi anti HCV sebesar 64,7%.1
Secara umum, angka tertinggi prevalensi anti HCV didapatkan pada mereka yang sering
mengalami direct percutaneous exposure seperti pada pengguna obat bius dengan suntikan
dan penderita yang mendapat transfusi berulang (antara 60%-90%). Angka yang sedang
didapatkan pada penderita hemodialisis (20%) dan harga yang rendah didapat pada
inapparent parenteral atau paparan terhadap mukosa seperti kelakuan seksual yang berisiko
tinggi, kontak seksual maupun keluarga dari penderita.1
b. Penularan
Epidemiologi virus hepatitis C (HCV) masih belum jelas karena lebih dari separuh jumlah
pengidap kronis tidak diketahui dengan jelas dari mana sumber infeksinya.Walaupun dapat
mengenai seluruh golongan umur, tetapi infeksi pada anak relatif sangat jarang terjadi.
Distribusi yang berkaitan erat dengan umur ini, berhubungan erat dengan cara penularannya.
Penularan melalui transfusi darah, penggunaan obat-obatan intravena, hemodialisis, tertusuk
jarum suntik, tato, dan hubungan seksual, lebih banyak terjadi pada orang dewasa daripada
anak-anak.Penularan melalui kontak keluarga adalah rendah. Transmisi vertikal saat ini
45
merupakan cara penularan yang paling sering dijumpai pada anak. Di bawah ini diuraikan
cara penularan virus hepatitis C.1
- Penularan terhadap darah dan produk yang berasal dari darah
Cara penularan paling efisien adalah dengan pemaparan langsung kerusakan kulit dengan
darah penderita HCV, misalnya transfusi darah yang terinfeksi HCV dan produk-produknya,
transplantasi organ dari donor pengidap kronis HCV, dan pengguna obat bius dengan suntikan
intravena. Cara yang paling aman dalam pencegahan penularan melalui tranfusi darah adalah
memeriksakan sampel darah dengan uji anti HCV sebelum diberikan kepada penderita.1
- Penularan melalui hubungan seksual
Diantara pasangan seksual pengidap HCV kronis yang tidak mempunyai risiko lain untuk
terjadinya infeksi, rata-rata prevalensi anti HCV adalah 5% (antara 0%-15%). Ada studi yang
mendapatkan hasil bahwa pasangan wanita dari pria pengidap HCV lebih banyak tertular
dibanding apabila yang menderita pengidap kronis adalah wanitanya.Penularan infeksi HCV
juga meningkat dengan bertambahnya jumlah pasangan hubungan seksual dan tidak
digunakannya kondom.
- Penularan vertikal dari ibu ke bayi
Penularan (transmisi) vertikal HCV dari ibu kepada bayinya relatif lebih jarang terjadi
daripada penularan vertikal HBV, karena titer HCV secara umum lebih rendah daripada HBV.
Penularan vertikal HCV dapat terjadi pada proses kelahiran, baik pervaginam maupun
operasi. Pecahnya ketuban lebih dari 6 jam merupakan faktor risiko terjadinya penularan
HCV. Pada bayi yang lahir dari ibu dengan anti-HCV positif, didapatkan angka 5% (antara 3-
6%). Dengan metode polymerase chain reaction (PCR) untuk medeteksi adanya RNA HCV
tidak memberi angka yang lebih tinggi.1
Bila ibu menderita infeksi HIV bersama dengan infeksi HCV, maka kemungkinan tertular
bagi bayi yang lahir akan lebih besar yaitu 14% (antara 5%-36%) daripada ibu yang hanya
menderita infeksi HCV saja. Dihipotesiskan bahwa Ibu yang mengidap infeksi HIV
mengalami penurunan daya imunitas sehingga mengalami viral load dari HCV yang lebih
tinggi menyebabkan mudahnya penularan secara vertikal.1
46
Tingginya titer RNA HCV mempunyai peranan penting terhadap terjadinya penularan.
Pada ibu dengan anti-HCV positif, tetapi RNA HCV negatif tidak ditemukan viremia pada
bayinya dan tidak diperlukan pemeriksaan RNA HCV.
Ohto dkk mendapatkan bahwa Ibu dengan titer RNA HCV sebesar 106/ml akan
menularkan infeksi kepada bayinya. Di samping tingginya titer RNA HCV, genotip juga
diduga mempunyai peranan dalam penularan vertikal dari ibu ke bayi. Zucati dkk
mendapatkan dalam penelitiannya bahwa hanya ibu yang terinfeksi HCV bergenotip Ib dan 3a
yang menularkan infeksi HCV terhadap bayinya. Genotip 3a dan 1b mempunyai virulensi
tinggi dan kurang responsif terhadap pengobatan dengan interferon.Kemungkinan penularan
in-utero dibuktikan dengan ditemukannya viremia pada bayi baru lahir. Tetapi viremia
mungkin saja tidak terjadi pada waktu lahir; dalam hal ini apabila seorang bayi dicurigai
tertular HCV maka sebaiknya uji anti HCV dilakukan pada usia 15 bulan dimana antibodi ibu
sudah sangat turun. Selain pemeriksaan anti HCV, pemeriksaan fungsi hati juga penting pada
bayi walaupun RNA HCV negatif waktu lahir, tetapi bila terjadi peningkatan hasil uji fungsi
hati, yaitu ALT setelah umur 3 bulan, diduga kuat bahwa bayi tersebut tertular secara
perinatal.1
Gejala klinis hepatitis akan terlihat pada usia di atas 3 bulan, apabila bayi berumur 3
bulan sampai 18 bulan tidak terjadi gejala hepatitis, maka kemungkinan tidak terjadi
penularan secara perinatal.
Penularan infeksi HCV melalui ASI belum pernah dilaporkan walaupun anti HCV dan
RNA HCV juga ditemukan pada ASI.
Kemungkinan rendahnya penularan infeksi HCV melalui ASI dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Jumlah RNA HCV pada ASI sangat rendah sehingga tidak terjadi infeksi
b. Mungkin jumlah yang kecil tersebut dapat dinetralisir pada saluran cerna
c. Mukosa saluran cerna yang intak mencegah penularan melalui oral
47
3.3. Patogenesis
HCV mempunyai kemampuan menimbulkan infeksi kronis yang tergantung pada infeksi
non-sitopatik terhadap sel hati dan respons imunologis dari host. Seperti pada infeksi virus
lainnya, eradikasi HCV melibatkan antibodi penetral ( neutralising antibodies) terhadap virus
yang beredar dalam sirkulasi dan aktivasi sel T sitotoksik untuk merusak sel yang terinfeksi dan
menghambat replikasi intraselular melalui pelepasan sitokin. HCV dapat menghindar dari
aktivitas antibodi penetral dengan cara mutasi komposisi antigeniknya.1,3
Mekanisme ini dapat menyebabkan timbulnya kuasi spesies yakni dalam sirkulasi
seorang penderita terdapat virus yang homogen tetapi mempunyai variasi imunologis yang
menyebabkan efikasi dari antibodi penetral turun. HCV mungkin juga menurunkan respons imun
antivirus dengan cara infeksi langsung pada sel limfosit dan mengganggu produksi interferon.
Kerusakan hepatoselular masih menjadi pertanyaan.Diduga terjadi melalui efek sitopatik dengan
ditemukannya perubahan degeneratif yang disertai infiltrasi sel radang. Genotip HCV 1b
mungkin lebih bersifat sitopatik daripada genotip yang lain. Mekanisme sitotoksisitas yang
diperantarai sel diduga juga berperan dalam kerusakan sel hati, yang ditunjukkan dengan
ditemukannnya sel T sitotoksik yang bereaksi dengan HLA kelas I dan core beserta antigen
envelope HCV pada serum penderita HCV kronis.1,3
Gambar 6. Siklus hidup virus hepatitis C
48
3.4. Gambaran klinis infeksi HCV
Gambar 7. Gambaran klinis infeksi HCV
a. Hepatitis C akut
Infeksi HCV merupakan 20% bagian dari hepatitis akut di Amerika
Serikat.Perkiraan masa inkubasi sekitar 7 minggu yakni antara 2-30 minggu.Anak
maupun dewasa yang terkena infeksi biasanya tidak menunjukan gejala dan apabila ada,
gejalanya tidak spesifik yaitu rasa lelah, lemah, anoreksia dan penurunan berat
badan.Sehingga dapat dikatakan bahwa diagnosis hepatitis C pada fase akut sangat
jarang.Pada penderita dewasa dengan gejala klinis, 30% menunjukkan adanya
ikterus.Pada pemeriksaan fungsi hati, harga ALT dapat meningkat sampai 10 kali harga
normal.Antibodi terhadap HCV (anti HCV) mungkin belum terdeteksi dan didapatkan
setelah beberapa minggu atau bulan setelah terjadinya infeksi akut.
Kadar transaminase serum meningkat selama fase akut, dan pada 40% penderita
akan menjadi normal walaupun tidak berhubungan dengan status virologis. Hanya 15%
penderita sembuh secara spontan dengan pembuktian menggunakan metode PCR dan
85% akan menjadi kronis. Tidak seperti HAV maupun HBV, HCV jarang menyebabkan
kegagalan hati fulminan.1
b. Hepatitis C kronis
Tidak kurang dari 85% penderita hepatitis C akut berkembang menjadi
kronis.Mekanisme mengenai mengapa virus masih tetap ada atau persisten setelah infeksi
akut belum diketahui.Data menunjukkan adanya diversitas dan kemampuan virus untuk
melakukan mutasi secara cepat. Sebagian besar penderita tidak sadar akan penyakitnya,
49
selain gejala minimal dan tidak spesifik seperti rasa lelah, mual, mialgia, rasa tidak enak
pada perut kanan atas, gatal-gatal dan penurunan berat badan. Sekitar 30% penderita
menunjukkan kadar ALT serum yang normal sedangkan yang lainnya meningkat sekitar
3 kali harga normal. Kadar bilirubin dan fosfatase alkali serum biasanya normal kecuali
pada fase lanjut.1
c. Sirosis hati
Perkembangan dari hepatitis C kronis menjadi sirosis berlangsung dalam dua atau tiga
dekade.Prevalensi terjadinya sirosis pada penderita hepatitis C kronis bervariasi antara
20-30% bahkan ada yang dilaporkan mencapai 76%.Gejala klinis sangat minimal sampai
timbulnya komplikasi akibat sirosis. Terdapat beberapa faktor prediktif terjadinya
progresifitas penyakit yaitu :1
- Umur lebih dari 40 tahun saat terinfeksi
- Laki-laki
- Derajat fibrosis pada saat biopsi awal
- Status imunologi
- Ko-infeksi dengan virus hepatotropik lainnya atau dengan virus HIV
- Infeksi genotip I
- Adanya quasi-spesies
- Overload besi
- Konsumsi alkohol
d. Karsinoma hepatoselular
Perkiraan insidens karsinoma hepatoselular sekitar 0,25-1,2 juta kasus baru setiap tahun,
sebagian besar berasal dari penderita dengan sirosis. Resiko terjadinya karsinoma
hepatoselular pada penderita sirosis karena hepatitis C kronis diperkirakan sekitar 1%-
4%. Perkembangan sejak terjadinya infeksi HCV sampai timbulnya karsinoma
hepatoselular berkisar antara 10-50 tahun.1
3.5. Diagnosis
Secara garis besar diagnosis terhadap infeksi HCV dibagi dalam 2 golongan besar yaitu :1
50
a. Uji saring
Uji saring merupakan uji terhadap antibodi.Uji ini mempunyai beberapa keuntungan
yaitu mudah tersedia, mudah dilakukan dan murah.Negatif palsu didapatkan pada
penderita dengan gangguan imunologi yang tidak mampu membentuk antibodi, misalnya
pada penderita transplantasi organ, hemodialis, penderita HIV dan juga awal perjalanan
penyakit dengan adanya window period yakni belum terbentuknya antibodi.
b. Uji konfirmasi
Oleh karena uji saring kurang sensitif dan spesifik, diperlukan uji konfirmasi walaupun
perbaikan pemeriksaan serologis EIA (Enzyme Immuno Assays) generasi ketiga dapat
menyamai atau tidak memerlukan uji konfirmasi.Tes konfirmasi digunakan juga pada
mereka dengan hasil pemeriksaan yang rendah tetapi dicurigai tertular HCV seperti pada
donor darah. Uji konfirmasi ini meliputi :
- Recombinant immunoblot assay (RIBA-1, RIBA-2, RIBA-3)
- Deteksi virologis
- Biopsi hati
Tes konfirmasi dan genotip rutin dilakukan sebelum memulai pengobatan dengan obat-
obat antivirus.
3.6. Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengeliminasi virus dan mencegah progresivitas penyakit
menjadi sirosis maupun karsinoma hepatoselular.Saat ini rekomendasi FDA adalah pengobatan
dengan kombinasi interferon dan ribafirin.Sampai saat ini belum ada laporan yang memadai
untuk pengobatan infeksi HCV akut pada anak.Sedangkan pada infeksi kronis ada beberapa
laporan tetapi tidak berskala besar, bukan penelitian multisenter, dan bukan uji klinis. Dari
laporan-laporan tersebut didapatkan sustained virologic responce berkisar 33%-45%. Hasil ini
ternyata lebih besar dari respon pada orang dewasa.1
Dosis interferon adalah 3 MU/m2 tiga kali dalam seminggu.Dosis ribavirin adalah 8, 12,
atau 15 mg/kgBB per hari. Pada penderita hepatitis C kronis yang mengalami koinfeksi dengan
HIV, konsentrasi virus lebih tinggi dan gambaran histologis cenderung lebih progresif, maka
51
pemberian pegylated interferon bersama ribavirin diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih
baik.1
4. HEPATITIS D
4.1. Etiologi
HDV adalah virus RNA berdiameter 36 mm, Lapisan luarnya adalah HBsAg yang
membungkus genomRNA dan antigen delta.Genom ini terdiri dari 1700 nukleotida rantai
tunggal sirkular dengan kandungan G dan C yang tinggi (60%). HDAg adalah protein yang
dikodeoleh RNA HDV ditemukan pada serum dan sel hati penderita dengan masa molekul
27000 kD dan 24000 kD. Oleh karena dibungkus HBsAg maka cara masuknya HDV ke dalam
sel hati kemungkinan besar menggunakan reseptor untuk HBV. Apabila sudah berada di dalam
sel hati maka HDV melakukan replikasi tanpa adanya HBV. Replikasi dari HDV terjadi di dalam
inti sel hati dengan cara yang sama seperti virus lain walaupun mekanisme transkripsi RNA
HDV belum jelas. Cara interaksi antara HDAg dengan HBsAg masih belum jelas.1
4.2. Epidemiologi
Diperkirakan minimal terdapat minimal 15 juta orang terinfeksi HDV di seluruh dunia
dengan asumsi 5% pengidap HBV terinfeksi oleh HDV.Infeksi HDV terjadi di seluruh dunia
dengan prevalensi tertinggi di Amerika Selatan, Afrika Barat, Timur tengah, Mediterania dan
beberapa pulau di Kepulauan Pasifik. Masa inkubasi pada superinfeksi antara 2-8 minggu
sedangkan pada ko-infeksi sama dengan infeksi HBV. HDV tidak menimbulkan infeksi tanpa
adanya HBV sebagai virus pembantu. Infeksi HDV dapat terjadi pada saat awal yang sama
dengan infeksi HBV (koinfeksi) atau menimbulkan infeksi pada penderita yang sudah terinfeksi
HBV (superinfeksi). HDV adalah virus blood born sehingga penularan terjadi secara parenteral.1
4.3 Patogenesis
Oleh karena dibungkus HBsAg maka cara masuknya HDV ke dalam sel hati
kemungkinan besar menggunakan reseptor untuk HBV. HDV merupakan virus sitopatik
menyebabkan kerusakan langsung pada sel hati. Tidak ditemukan adanya gambaran spesifik
pada pemeriksaan histopatologi hati kecuali tingkat kerusakan yang lebih berat.1
52
Mekanisme bagaimana infeksi HDV menyebabkan kerusakan hati masih belum
jelas.Peran sistem imun pada infeksi HDV tidak jelas.Terjadi infiltrasi sel radang kronis pada
portal trek yang menandakan peranan sistem imun, namun pengobatan kortikosteroid tidak
memberikan efek yang menguntungkan. Terdapat beberapa auto-antibodi pada serum penderita
dan infeksi kronis HDV namun peranannya pada terjadinya kerusakan sel hati tidak jelas.1
4.4. Gambaran Klinis
Gambaran klinis infeksi HDV tergantung pada mekanisme infeksi.Pada koinfeksi gejala
klinis hepatitis akut lebih berat daripada gejala klinis HBV saja.Namun untuk menjadi hepatitis
kronis kemungkinannya adalah rendah.Pada superinfeksi jarang terjadi gejala klinis hepatitis
akut namun sering terjadi hepatitis kronis dan pada kejadian superinfeksi risiko terjadinya
hepatitis fulminan lebih tinggi. Pada anak yang menderita gagal hati fulminan harus dipikirkan
kemungkinan infeksi HDV.1
Terdapat bentuk gejala klinis yang khusus berupa ikterus yang diikuti dengan panas
mendadak, hematemesis dan gejala gagal hati fulminan. Terjadi terutama di daerah lembah
sungai Amazon, Amerika Selatan dan disebut sebagai hepatitis Labrea, black fever atau hepatitis
santa marta.
4.5. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan adanya IgM anti HDV yang timbul sekitar 2-4 minggu
setelah infeksi secara koinfeksi dan 10 minggu pada superinfeksi, menggunakan metoda RIA
atau ELISA.HDAg dapat ditemukan pada sel hati menggunakan pengecatan khusus
immunofluoresence. HDAg juga terdapat pada serum penderita menggunakan metoda analisis
Western blot. RNA HDV hepatik dan RNA HDV serum dapat ditemukan dengan cara Northren
blot, hibridisasi Insitu. Metode PCR juga dapat digunakan untuk mencari HDV RNA.1
53
Gambar 8. Pemeriksaan serologis virus hepatitis D
4.6. Pengobatan
Adanya infeksi secara bersamaan antara HBV dengan HDV menyebabkan pengobatan
lebih sukar daripada pengobatan pada infeksi kronis HBV.Penggunaan interferon-alfa pada
penderita HDV kronis minimal dilakukan selama satu tahun. Bila tidak ada hasil dimana kadar
ALT tetap tinggi dan RNA HDV tetap ada, maka pengobatan dihentikan. Bila terjadi respons
positif ditandai dengan hilangnya RNA HDV dan ALT menjadi normal, maka pemberian
interferon diteruskan sampai HBsAg hilang dari serum.1
4.7. Pencegahan
Belum ditemukan vaksin terhadap HDV, namun karena replikasi HDV tidak dapat terjadi
tanpa adanya infeksi HBV maka imunisasi terhadap HBV juga mencegah terjadinya infeksi
HDV.1
5. HEPATITIS E
5.1. Etiologi
Virus hepatitis E mempunyai berdiameter 32-34 nm, berbentuk sferis dan merupakan
partikel yang tidak mempunyai penutup. Merupakan virus RNA yang terdiri dari 7500 pasangan
nukleotida rantai tunggal.1
5.2. Epidemiologi
54
Pada tahun 1987 telah terjadi letupan hepatitis di kabupaten Sintang, Propinsi Kalimantan
Barat yang diduga terjadi akibat pencemaran dari sungai yang dipakai untuk aktifitas sehari-
hari.1
5.3. Patogenesis
HEV dianggap sebagai virus yang bersifat sitopatik. Gambaran histopatologisnya
menyerupai hepatitis virus yang lain. Terdapat 2 macam gambaran histopatologis yaitu tipe
kolestatik dan tipe standar. Tipe standar ini sama dengan perubahan pada infeksi virus hepatitis
lain yaitu pembengkakan sel hati, degenerasi asidofilik serta infiltrasi leukosit PNM pada daerah
intralobular dan traktus portal. Sedangkan pada tipe kolestatik ditandai dengan stasis empedu
pada kanalikuli dan parenkim sel. Respons imun humoral menimbulkan IgM dan IgG anti HEV.
IgM menurun dengan cepat dan hampir hilang pada masa konvalesens sedangkan IgG anti HEV
dapat bertahan sampai 10 tahun. Mekanisme kerusakan sel hati pada infeksi HEV masuh belum
jelas, namun adanya infiltrasi limfosit di hati dan ditemukannya cytotoxic supresion
immunophenotype menandakan bahwa kerusakan sel hati disebabkan oleh mekanisme
imunologis selular dan humoral.1
5.4. Gambaran klinis
Gambaran klinis hepatitis E bervariasi antara bentuk ringan atau subklinis sampai kasus
fatal yang menyebabkan kematian.Masa inkubasinya 2-9 minggu.Bentuk subklinisnya tidak
dapat dikenali karena memberikan gejala seperti flu. Bentuk klinis yang manifes dengan ikterus
akan sembuh sendiri seperti hepatitis A. Perbaikan hiperbilirubinemia dan ALT dicapai setelah 3
minggu sejak timbulnya sakit. Kasus yang ringan terutama terjadi pada kelompok anak muda
berupa gejala subklinis.Bentuk klinis dan simtomatis timbul pada dewasa muda dan umur
pertengahan.Kasus yang berat dan menyebabkan kematian terjadi pada wanita hamil. Tidak
pernah didapatkan bentuk kronis.1
5.5. Diagnosis
Diagnosis hepatitis E akut ditentukan dengan cara :1
55
a. Mikroskop elektron imun (IEM); memeriksa virus pada tinja penderita
b. Deteksi antibodi spesifik terhadap virus menggunakan fluorescent antibody blocking
assay.
c. IgM dan IgG anti HEV secara Western blot dan EIA; IgM anti HEV ditemukan satu
minggu timbulnya gejala klinis
d. PCR untuk mencari RNA HEV dari serum dan tinja
5.6. Pencegahan
Belum terdapat vaksin terhadap HEV.Imunoglobulin tidak efektif untuk mencegah HEV.
Karena tidak adanya vaksin pencegah hepatitis E, maka usaha utama untuk pencegahan adalah
penyediaan air yang bersih.1
6. HEPATITIS G
6.1. Etiologi
Virus hepatitis G merupakan virus RNA rantai tunggal yang terdiri atas 9400 pasang
nukleotida dan termasuk golongan flaviviridae, ditularkan secara parenteral.1
6.2. Epidemiologi
HGV adalah virus yang ditularkan melalui darah, sering didapatkan pada penderita
penyakit darah yang mengalami transfusi berulang.Juga pengguna obat secara intravena.Cara
lain adalah inapparent parenteral. Juga dikenal penularan secara vertikal dari ibu ke bayi yang
terjadi selama proses kelahiran dan perinatal. HGV tidak mampu menembus plasenta.Prevalensi
HGV pada donor darah dan populasi umum di negara maju antara1%-2%.Di negara tropis dan
subtropis prevalensi antara 5%-10%. Tingginya prevalensi HGV di daerah tropis dan subtropis
mungkin disebabkan adanya serangga dan vektor lain. Sebagian besar penderita yang terinfeksi
di masyarakat mempunyai kadar ALT serum normal.1
6.3. Patogenesis
Sebagian besar penderita yang terinfeksi HGV mengalami viremia tetapi tidak didapatkan
perubahan gambaran histopatologis yang berarti dan kadar ALT dalam batas normal. Sampai
56
saat ini tidak didapatkan bukti bahwa infeksi HGV menyebabkan gejala klinis. Ditemukannya
HGV pada limfosit dianggap bahwa virus ini mempunyai sifat biologis seperti virus Epstein-Bar
atau CMV.1
6.4. Gambaran klinis
Infeksi HGV tidak menimbulkan gejala peradangan pada hati. Koinfeksi dengan virus
lain tidak memperberat perjalanan penyakit HBV maupun HCV. Tidak ditemukan kasus hepatitis
kronis pada penderita yang terinfeksi HGV.1
6.5. Diagnosis
Diagnosis HGV berdasarkan ditemukannya virus RNA dengan cara RT-PCR. Cara lain
adalah metode branched DNA. Antibodi terhadap protein E2 secara ELISA dapat ditemukan
pada fase kesembuhan atau infeksi lampau.1
6.6. Pencegahan
Tidak ada metode pencegahan terhadap infeksi HGV.1
KESIMPULAN
57
Hepatitis virus yang dikenal saat ini adalah hepatitis virus A, B, C, D, E, dan G. Masing-
masing jenis hepatitis virus mempunyai cara penularan dan karakteristik yang berbeda satu
dengan yang lain. Hepatitis virus A dan E tidak menyebabkan hepatitis kronis sedangkan
hepatitis virus B, C, D dapat menyebabkan hepatitis kronis. Berbagai pemeriksaan seperti
pemeriksaan antigen maupun antibodi virus penting dalam mendiagnosa kasus hepatitis akibat
virus.Pengobatan dibagi menjadi pengobatan non farmakologis dan farmakologis.Pada hepatitis
kronis memerlukan pengobatan signifikan berupa antivirus untuk mencegah terjadinya
perburukan.Selain itu berbagai jenis imunisasi juga tersedia untuk beberapa jenis hepatitis virus
yang dapat memberikan kekebalan secara aktif maupun pasif.
58
DAFTAR PUSTAKA
1. Arief, Sjamsul. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid I. Hepatitis Virus. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI. 2010. h.285-328.
2. Synder J.D, Pickering L.K. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Vol.2. Hepatitis A
sampai E. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. h. 1118-1124.
3. Sulaiman A.H, Julitasari. Virus Hepatitis A sampai E di Indonesia. Jakarta : Yayasan
Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia. 1995. h.1-113.
4. Wiharta A.S. Gastroenterologi Anak Praktis. Hepatitis B pada Anak. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 1988. h.285-295.
5. Davis A.R,Rosenthal P. Hepatitis B in Children. Diunduh dari
http://pedsinreview.aappublications.org/content/29/4/111. 20 April 2013.
6. Hendrarto T.W.Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi 4.Imunisasi Bayi dari Ibu Berisiko.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2011. h.109-110.
59