0911313031_Nevi-Kristi
-
Upload
dwiki-ramadhan -
Category
Documents
-
view
212 -
download
0
description
Transcript of 0911313031_Nevi-Kristi
1
Efek Terapi Yogurt Susu Kambing Terhadap Kadar Malondialdehyde (MDA) dan
Gambaran Histopatologi Ginjal Tikus (Rattus norvegicus) Model Hipertensi
Hasil Induksi Deoxycorticosterone Acetate (DOCA)-salt
Therapeutic Effect of Goat Milk Yogurt on Malondialdehyde (MDA) Level and
Histopathology in Kidney of Hypertension Rats (Rattus norvegicus) Model
induced Deoxycorticosterone Acetate (DOCA)-salt
Nevi Kristi Yunani, Masdiana C. Padaga, dan Rositawati Indrati
Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Program Kedokteran Hewan,
Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang ditandai dengan tekanan
darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg.
Induksi Deoxycorticosterone Acetate (DOCA) merupakan salah satu cara yang digunakan
untuk membuat hewan model hipertensi. Induksi DOCA-salt dapat menyebabkan
peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS), terbentuk reaksi peroksidasi lipid sehingga
terjadi peningkatan MDA. Yogurt susu kambing mengandung peptida bioaktif yang memiliki
efek antihipertensi dan antioksidan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
terapi yogurt susu kambing terhadap kadar MDA dan histopatologi ginjal tikus (Rattus
norvegicus) model hipertensi yang diinduksi DOCA-salt. Penelitian ini dibagi dalam 5
kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok hipertensi, terapi captopril, terapi
yogurt dosis 300 mg/kg BB dan terapi yogurt dosis 600 mg/kg BB. Hasil pengukuran kadar
MDA menunjukkan bahwa pemberian terapi yogurt dosis 300 mg/kg BB (0,471±0,023
µg/mL) dan yogurt dosis 600 mg/kg BB (0,406±0,025 µg/mL) dapat menurunkan kadar
MDA lebih efektif daripada captopril (0,528±0,075 µg/mL). Kadar MDA kelompok terapi
apabila dibandingkan dengan kelompok negatif yang paling efektif adalah kelompok yogurt
dosis 600mg/kg BB. Hasil pengamatan histopatologi ginjal menunjukkan bahwa pemberian
terapi yogurt susu kambing dan captopril dapat memperbaiki kerusakan glomerulus dan
nekrosis tubulus. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terapi yogurt susu kambing dapat
menurunkan kadar MDA dan memperbaiki histopatologi ginjal tikus model hipertensi hasil
induksi DOCA-salt.
Kata kunci : Hipertensi, DOCA-salt, yogurt susu kambing, MDA, histopatologi ginjal
ABSTRACT
Hypertension is blood pressure escalation which marked by the systolic blood
pressure is more than 140 mmHg and the diastolic pressure is more than 90 mmHg.
Deoxycorticosterone acetate (DOCA) is an agent commonly used to induce hypertension in
experimental rats. DOCA-salt induction elevates reactive oxygen species (ROS) causing lipid
peroxidation reaction indicated by increasing of MDA level. Goat milk yogurt contains
bioactive peptide that has anti-hypertensive and anti-oxidant effects. This research was aimed
to evaluate the therapeutic effects of goat milk yogurt against MDA level and kidney
histopathology of hypertension rats model induced by DOCA-salt. There were 2 control
groups consisted of negative control and positive control, and 3 treated groups which were
2
groups treated with captopril, 300 mg/kg body weight of yogurt, or 600 mg/kg body weight
of yogurt. The results of MDA level measurement showed that treatment with 300 mg/kg BW
and 600 mg/kg BW goat milk yogurt could reduce MDA level (0.471±0.023 μg/mL and
0.406±0.025 μg/mL) better than treatment with captopril (0.528±0.075 µg/mL). The most
effective dose between the treatment groups in reduced MDA level, when compared to the
negative control was 600 mg/kg BW goat milk yogurt. Histopatologic observation of kidney
showed that the treatment of both goat milk yogurt and captopril could repair gromelurus
damage and tubulus necrosis. Its proved that goat milk yogurt therapy could reduce MDA
level and repair kidney histopathology of hypertension rats model induced by DOCA-salt.
Keywords: Hypertension, DOCA-salt, goat milk yogurt, MDA, kidney histopathology
PENDAHULUAN
Menurut The Joint National Community
on Preventation, Detection evaluation and
treatment of High Blood Preassure dari
Amerika Serikat dan badan dunia WHO
dengan International Society of Hipertention
definisi hipertensi adalah kondisi dimana
tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan
tekanan diastolik > 90 mmHg (David et al.,
2008). Berdasarkan data World Health
Organization (WHO) tahun 2002 angka
prevalensi hipertensi didunia sebanyak 1
milyar orang dan hipertensi dapat
menyebabkan kematian sekitar 7,1 juta orang
pertahun. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007 sebagaimana dipublikasikan oleh
Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa
prevalensi hipertensi di Indonesia satu
diantara tiga penduduk dewasa. Patogenesis,
pengobatan dan pencegahan penyakit
hipertensi dapat dipahami dengan
mengembangkan hewan coba model
hipertensi (Badyal et al., 2003).
Induksi Deoxycorticosterone Acetate
(DOCA) merupakan salah satu cara yang
digunakan untuk membuat hewan model
hipertensi sekunder yang dipengaruhi oleh
hormon. Hipertensi induksi DOCA
menyebabkan peningkatan tekanan darah
pada ginjal, penurunan plasma rennin
activity (PRA), hipertrofi pada ginjal dan
terjadinya stres oksidatif dengan adanya
peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS)
(Ortiz & Garvin, 2001). Peningkatan ROS
menyebabkan peroksidasi lipid, akhir dari
reaksi menyebabkan terputusnya asam lemak
yang disebut Malondialdehyde (MDA) yang
dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan
terjadi nekrosis (Yasuo et al., 2000).
Terapi hipertensi dilakukan dengan cara
farmakologis dan nonfarmakologis.
Pengobatan hipertensi membutuhkan jangka
waktu yang lama dan memiliki efek samping
seperti hiperlipidemia, hipoglikemia, pusing,
mual, batuk kering (Yui et al., 2004). Terapi
nonfarmakologis dapat menjadi pilihan
karena aman untuk dikonsumsi dalam jangka
waktu yang panjang dan tidak menimbulkan
efek samping. Salah satu terapi
nonfarmakologis yang dapat digunakan
adalah yogurt susu kambing.
Yogurt didefinisikan sebagai produk yang
dihasilkan dari susu yang difermentasikan
dengan starter bakteri asam laktat (Shah,
2003). Hasil penelitian Dogrell & Brown
(1998), yogurt dapat menurunkan stress
oxidative. Stres oksidatif dapat ditentukan
dengan mengukur Malondialdehyde (MDA)
karena MDA sebagai indikator kerusakan
oksidatif terutama dari asam lemak tidak
jenuh (Kevin et al., 2006). Berdasarkan latar
belakang, penelitian ini untuk mengetahui
apakah yogurt susu kambing dapat
menurunkan tekanan darah, yang ditinjau
dari kadar MDA dan gambaran histopatologi
ginjal.
MATERI DAN METODE
Pembuatan Starter
Susu kambing Peranakan Etawa (PE)
sebanyak 100 ml dipasteurisasi pada suhu
72o C selama 5 menit didinginkan hingga
suhu mencapai 40-45oC. Starter Yόgourmet
0,5 gram dicampur dengan susu kambing.
3
Inkubasi pada suhu 40-45oC selama 4-8 jam,
sampai pH rata-rata yogurt 4,5 (www.
yogourmet. com).
Pembuatan Yogurt Susu Kambing
Susu kambing sebanyak 500 ml
dipasteurisasi pada suhu 72o C selama 5
menit didinginkan hingga suhu mencapai 40-
45oC. Inokulasi starter cair 15 ml, inkubasi
pada suhu 40-45oC selama 4–8 jam sampai
PH rata-rata yogurt 4,5.
Freeze Dry Yogurt Susu Kambing
Freeze dry yogurt susu kambing
dilakukan menggunakan freeze dryer (Christ
Beta 1-8 K) di Laboratorium Farmakognosi
dan Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas
Airlangga.
Persiapan Hewan Coba
Tikus yang dipelihara dalam kandang besi
ukuran 41 cm x 31 cm x 27 cm, 4
ekor/kandang dalam suhu ruang 25-26oC
dengan kelembaban 76-87%.
Induksi Tikus Hipertensi dengan DOCA-
salt
Tikus diberikan pakan komersial dan
diberikan NaCl 2% (w/v) sebagai air minum.
DOCA diinjeksi subcutan (SC) selama 5
minggu, seminggu 2 kali injeksi dengan
dosis 20 mg/kg BB diinjeksi 5 kali kemudian
injeksi dengan dosis 10 mg/kg BB diinjeksi 5
kali. DOCA dilarutkan pada 0,5 ml minyak
jagung (Modifikasi Badyal et al., 2003).
Pemberian Terapi Captopril
Captopril (CPT) dengan cara sonde
lambung selama 28 hari dosis 5 mg/kg
BB/hari, captopril dilarutkan dalam 1 ml air
(Contreras et al., 2009).
Pengukuran Tekanan Darah
Metode tail cuff untuk pengukuran
tekanan darah dengan menggunakan blood
pressure analyzer. Cara pengukuran tekanan
darah sama dengan sphygmomanometer
seperti pada manusia (Prahalathan et al.,
2012).
Pengukuran Kadar MDA
Pengukuran kadar MDA dilakukan
dengan metode Thiobarbituric Acid (TBA)
menurut Aulanni’am (2012), dimulai dengan
Ginjal sebanyak 0,5 gram dipotong kecil-
kecil dan digerus dalam mortar hingga halus.
Ditambahkan 500 μl NaCl 0,9% kemudian
homogenasi. Homogenat dipindah dalam
eppendorf, disentrifugasi dengan kecepatan
8000 rpm selama 20 menit. Supernatan
dipipet 100μL dimasukkan dalam apendof,
ditambahkan akuades 550μL dihomogenkan
dengan, ditambahkan 100μL TCA 10%
dihomogenkan, ditambahkan 250μL HCl 1N
dihomogenkan, ditambahkan 100μL Na-
Thiol kemudian dihomogenkan. Dilakukan
sentrifugasi dengan kecepatan 500 rpm
selama 10 menit. Supernatan dimasukkan
dalam eppendorf, dimasukkan dalam
waterbath pada suhu 100ºC selama 30 menit,
supernatan dibiarkan pada suhu ruang.
Supernatan yang dihasilkan diukur
absorbansinya pada λmaks, selanjutnya
diplotkan pada kurva standar MDA sehingga
diperoleh nilai kadar MDA.
Pengamatan Histopatologi
Pengamatan histopatologi ginjal
dilakukan menggunakan mikroskop Olympus
BX 51 perbesaran 400x. Pengambilan
gambar histopatologi menggunakan kamera
Olympus DP 71, gambar ditampilkan di layar
monitor menggunakan Olympus Viewer for
Imaging Applications (Oly Via). Pengamatan
histopatologi pada ginjal yaitu adanya
kerusakan glomerulus dan nekrosis tubulus.
Analisis Data
Parameter yang diamati dalam penelitian
ini meliputi perubahan morfologi jaringan
organ ginjal dan perubahan kadar
malondialdehyde (MDA). Data yang
diperoleh dari hasil pengukuran kadar MDA
ginjal dianalisis dengan uji one way analysis
of variance (ANOVA) dengan menggunakan
Statistical Package for the Social Science
(SPSS) versi 16.0 For Windows. Antar
perlakuan yang berpengaruh nyata dilakukan
analisa lebih lanjut dengan uji beda nyata
jujur (BNJ) / Uji Tukey taraf kepercayaan
4
sebesar 95% dan untuk mengetahui
signifikansi antar kelompok perlakuan
dengan α = 0,05 (Kusriningrum, 2008).
Analisis gambar histopatologi ginjal
dilakukan secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh yogurt susu kambing terhadap
kadar Malondialdehid (MDA) ginjal tikus
hipertensi induksi DOCA-salt
Pengukuran kadar MDA ginjal dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang
(λ) 530 nm. Hasil analisa statistik
menggunakan uji One Way ANOVA yang
dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur
(BNJ) atau Tukey dengan tingkat
kepercayaan 95%. Kelompok kontrol negatif
dan kelompok hipertensi menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (p < 0,05),
sedangkan pada kelompok captopril dan
yogurt tidak memberikan perbedaan yang
nyata. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh
yogurt susu kambing terhadap kelompok
perlakuan hipertensi. Terapi yogurt susu
kambing dosis 300 mg / kg BB dan 600 mg /
kg BB tidak memberikan perbedaan yang
nyata. Rata-rata kadar MDA ginjal dapat
dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 1. Rata-rata kadar MDA ginjal tikus induksi DOCA-salt
Kelompok Perlakuan N Rata-rata Kadar MDA
( + SD) µg/mL
Tikus normal (A) 4 0,31 + 0,08 a
Tikus hipertensi (B) 4 0,61 + 0,09 c
Tikus terapi captopril dosis 5 mg/kg BB(C) 4 0,52 + 0,02 bc
Tikus terapi kasein dosis 300 mg/kg BB (D) 4 0,43 + 0,08 ab
Tikus terapi kasein dosis 600 mg/kg BB (E) 4 0,42 + 0,04 ab
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (p<0,05)
Kelompok B berbeda nyata apabila
dibandingkan dengan kelompok yang lain,
ditandai dengan kadar MDA yang tinggi.
Hasil penelitian Prahalathan, et al. (2012)
menyatakan bahwa induksi DOCA
menyebabkan peningkatan ROS yang
ditandai dengan meningkatnya kadar MDA.
Induksi DOCA dapat meningkatkan
aldosteron sehingga terjadi peningkatan
reabsorbsi Na dan air kemudian peningkatan
volume cairan menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Hipertensi dapat
menyebabkan terjadinya pembentukan ROS.
Perbedaan perlakuan yang tidak nyata
antara kelompok terapi superoksida
dismutase (SOD). Superoksida dismutase
bekerja dengan cara mengkatalisis reaksi
dismutase dari radikal anion superoksida
menjadi H2O2.
Kelompok terapi D dan kelompok terapi
E tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan
bahwa kelompok terapi yogurt dosis 300
mg/kg BB dan dosis 600 mg/kg BB memiliki
pengaruh yang sama dalam menurunkan
kadar MDA. Kelompok terapi E apabila
dibandingkan dengan kelompok A
menunjukkan tidak berbeda nyata.
Kelompok yogurt dosis 600 mg/kg BB
merupakan kelompok dengan dosis terapi
yang efektif menurunkan kadar MDA.
Menurut Ling & Yen (1999), yogurt
yang difermentasikan dengan bakteri
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus dapat menghambat peroksidasi
lipid melalui perubahan radikal oksigen
reaktif, seperti radikal hidroksil atau
hidrogen peroksida. Peptida dapat dilepaskan
dari protein dalam susu melalui fermentasi
dengan kultur starter bakteri asam laktat.
Hasil penelitian Fitzgerald & Murray (2006),
yogurt yang difermentasikan dengan bakteri
berfungsi sebagai antioksidan endogen
dengan meningkatkan superoksida dismutase
dan glutation peroksidase.
Efek Suplementasi Yogurt Susu Kambing
terhadap Histopatologi Ginjal Tikus
Induksi DOCA-salt
5
6
Pengamatan histopatologi ginjal tikus
dengan menggunakan mikroskop cahaya
(Olympus BX 51) dan pengambilan gambar
menggunakan Olympus XC 10 disajikan
pada Gambar 5.1. Hasil pengamatan
histopatologi ginjal pada kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan ditemukan adanya
perubahan pada struktur glomerulus,
bowman’s space, struktur tubulus dan inti
sel.
Gambaran histopatologi ginjal kelompok
normal (Gambar 5.A) menunjukkan struktur
glomerulus dan tubulus terlihat normal.
Struktur glomerulus normal bulat yang
diselubungi oleh dua lapis epitel yang
disebut bowman’s space. Lapisan dalam
kapsul atau lapisan visceral bowman’s space
menyelimuti kapiler glomerulus. Struktur
tubulus terlihat normal karena terdapat sel
epitel kubus selapis yang dilapisi membran
basalis. Tubulus ginjal terdiri dari tubulus
distal dan tubulus proksimal. Tubulus distal
memiliki sel yang lebih kecil, lumen yang
lebih besar, lebih banyak mitokondria, tidak
ada mikrovili. Tubulus proksimal memiliki
sel yang lebih besar, lumen kecil, apeks sel
yang menghadap lumen mempunyai banyak
mikrofili membentuk brush border
(Junqueira et al., 2007).
Kelompok hipertensi pada Gambar 5.B,
tampak kerusakan pada glomerulus yang
ditandai dengan glomerulus yang tidak
berbentuk bulat, Bowman’s space yang
mengalami penyempitan karena sel podosit
dalam glomerulus mengalami hipertropi.
Menurut Fang, et al. (2005), induksi DOCA
dapat menyebabkan hipertropi yang
mengakibatkan kerusakan sel. Hipertropi
kerusakan glomerulus disebabkan oleh
sitoplasma dari sel podosit yang melebar.
Tubulus ginjal mengalami nekrosis, ditandai
dengan inti sel tubulus yang mengalami
piknotik dan karioreksis. Piknotik dan
karioreksis merupakan tahap kematian sel
(nekrosis). Hal ini sesuai dengan pendapat
Ricardo, et al. (1999) bahwa tikus hipertensi
DOCA-salt mengalami lesi pada ginjal yang
ditandai dengan nekrosis.
Mekanisme kerusakan membran sel
yang dapat menyebabkan terjadinya nekrosis
yaitu: adanya radikal bebas menyerang
membran plasma yang terdiri dari komponen
lipid dan komponen protein. Komponen lipid
akan mengalami peroksidasi dengan cara
menarik atom H dari rantai samping PUFA,
sehingga menghasilkan radikal karbon.
Kemudian radikal karbon akan bereaksi
dengan oksigen menjadi radikal peroksil,
radikal peroksil menyerang ulang rantai
samping PUFA menghasilkan radikal karbon
baru dan peroksida lipid.
Gambaran histopatologi kelompok tikus
yang diberi terapi captopril dapat dilihat pada
Gambar 5.C dengan perbesaran 400x. Dari
gambaran ini terlihat struktur glomerulus dan
tubulus yang mengalami perbaikan apabila
dibandingkan dengan kontrol positif.
Bowman’s space di glomerulus memiliki
batasan yang jelas. Inti sel tubulus masih
terlihat piknotik dan karioreksis. Aktivitas
antioksidan captopril kurang efektif dalam
perbaikan histopatologi kelompok C karena
penggunaan dosis captopril yang rendah.
Hasil penelitian Kojsova, et al. (2006)
pemberian captopril dengan dosis 10 mg/kg
BB/hari tidak memberikan hasil yang efektif
sebagai antioksidan dibandingkan dengan
captopril dosis 100 mg/kg BB/hari.
Kelompok hipertensi yang diterapi
dengan yogurt susu kambing dosis 300
mg/kg BB pada Gambar 5.D menunjukkan
perbaikan struktur glomerulus dan tubulus
dibandingkan dengan Gambar 5.B dan C.
Glomerulus berbentuk bulat, dilapisi
bowman’s space. Tubulus terlihat sel epitel
dan lumen yang mengalami perbaikan,
meskipun masih terdapat inti sel tubulus
yang mengalami piknotik dan karioreksis.
Kelompok D mengalami perbaikan karena
mendapat terapi yogurt dosis 300 mg/kg BB.
Gambar 5.E merupakan perlakuan
hipertensi yang diterapi yogurt susu kambing
600 mg/kg BB. Terlihat struktur glomerulus
yang mendekati normal apabila
dibandingkan dengan kelompok terapi
captopril dan yogurt dosis 300 mg/ kg BB.
Tubulus terlihat sel epitel dan lumen yang
7
mengalami perbaikan, walaupun masih
terdapat inti sel tubulus yang mengalami
piknotik dan karioreksis. Dosis 600 mg/kg
BB yang diberikan merupakan dosis tertinggi
untuk terapi yogurt, sehingga gambaran
histopatologi lebih baik dibandingkan
dengan dosis 300 mg/kg BB. Yogurt susu
kambing dosis 600 mg/kg BB mengandung
lebih banyak peptida bioaktif termasuk
laktoferin. Menurut Michal et al., (1993),
laktoferin dapat menurunkan nekrosis,
mengurangi inflamasi dan infeksi. Yogurt
sebagai antioksidan, mekanisme kerja
antioksidan antara lain berinteraksi langsung
dengan radikal bebas, mencegah
pembentukan oksigen reaktif dan
memperbaiki kerusakan jaringan (Ong et al.,
1995).
KESIMPULAN
Terapi yogurt susu kambing dapat
menurunkan kadar malondialdehid (MDA)
organ ginjal dan memperbaiki gambaran
histopatologi ginjal tikus hipertensi induksi
DOCA-salt. Terapi yogurt dosis 600 mg/kg
BB merupakan terapi yang paling efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Aulanni’am., A. Rosdiana., and N. L.
Rahmah. 2012. The Potency of
Sargassum duplicatum Bory Extract on
Inflamatory Bowel Disease Therapy on
Rattus norvegicus. J of Life Science 6 :
144-154
Badyal, D.K., H. Lata., and A.P. Dadhich.
2003. Animal models of hypertension
and effect of drugs. Indian J
Pharmacol. 35 349–362
Cavanagh, E.M.V., Piotrkowski, B., Basso,
N., Stella, I., Inserra, F., Ferder, L.,
Fraga, C.G. 2003. Enalapril and
losartan attenuate mitochondrial
dysfunction in aged rats. FASEB J 17:
1096-8.
Contreras, M.M., R. Caro’n., M.J., Montero.,
M. Ramos., and I. Recio. 2009. Novel
Casein-derived Peptides with
Anthypertensive Activity.
International Dairy J 19: 566-573
David, A.C., Daniel, J., Stephen, T., David,
C. G., Timothy, P., Murphy., Robert,
D. T., Anthony, W., William, C.
Cushman., William, W., Domenic, S.,
Keith, F., Thomas, D., Giles., Bonita,
F., and Robert, M. C. 2008. Resistant
Hypertension: Diagnosis, Evaluation,
and Treatment. American Heart
Association, Inc 51:1403-1419.
Doggrell, S. A., and Brown, L. 1998. Rat
models of hypertension, cardiac
hypertrophy and failure.
Cardiovascular. Res. 39 89–105
Fang, X. C., Grant, B., Lee, C., and Julie, C.
2005. Kallikrein gene transfer reduces
renal fibrosis, hypertrophy and
proliferation in DOCA-salt
hypertensive rats. J Physiol Renal
Physiol 289: F622–F631
Fitzgerald, R.K., and Murray, B.A. 2006.
Bioactive peptides and lactic
farmentations. Internat.J.Dairy
Technol. 59, 118–125
Junquiera, L.C., and J, Carneiro. 2007. Basic
Histology. The McGraw-Hill
Companies
Kevin, C., Kregel, Hannah, J., Zhang. 2006.
An integrated view of oxidative stress
in aging: basic mechanisms, functional
effects, and pathological
considerations. Am J Physiol Regul
Integr Comp Physiol. 292:R18-R36
Kojsova, S., L. Jendekova., Z. Csizmadiova.,
R. Janikova., L. Paulis., and O.
Pechanova. 2006. The Combine Effect
of Indapamide and Captopril on Blood
Pressure, Nitric Oxide Generation and
Oxidant Status in Spontaneously
Hypertensive Rats. J Hypertension
24(4) : S340.
8
Kusriningrum. 2008. Dasar Perancangan
Percobaan dan Rancangan Acak
Lengkap. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Airlangga. Surabaya
Ling, M. Y., and Yen, C.L. 1999.
Antioxidative ability of lactic acid
bacteria. J.Agric.Food Chem. 47,
1460–1466
Michal, M., Michal, Z., and Tadeusz, Z.
1993. Lactoferrin regulates the release
of tumour necrosis factor alpha and
interleukin 6 in vivo. Int. J, Exp. Path :
74, 433-439
Ong, A.S.H., E. Niki., and L. Packer. 1995.
Nutrition Lipid and Disease. AOCS,
Press, Champaign, pp. 245-253
Ortiz, P.A., and Garvin, J.L. 2001. Intrarenal
transport and vasoactive substances in
hypertension. Hypertension 38 621–
624
Prahalathan, P., S. Kumar, and B. Raja.
2012. Effect of morin: A flavonoid
against DOCA-Salt hypertensive rats.
A dosedependent study. Asian Pacific
J of Tropical Biomedicine: 443-448
Ricardo, R., Praveen, N., Chander., Andrea,
Z., and Charles, T. S. 1999. Role of
Aldosteron in Renal Vascular Injury in
Stroke-Prone Hypertensive Rats.
American Heart Association ISSN:
1524-4563
Shah, N., Caballero, B., Trugo, L. C., and
Finlas, P. M. 2003. Yogurt: The
Product and its Manufacture. In
Encyclopedia of Food Sciences and
Nutrition Academic Press: New York,
U.S.A. pp 6252-6259.
Yasuo, M., Toshihiko, K., Yutaka, K.,
Fumiko, K., Masanori, T., Jerry, L. W.,
Terry, J. O., Cheryl, E. G., and
Masashi, Y. 2000. Exaggerated
Vascular and Renal Pathology in
Endothelin-B Receptor-Deficient Rats.
American Heart Association 1524-
4539
Yui, Y., Sumiyoshi, T., Kodama, K.,
Hirayama, A., Nonogi, H.,
Kanmatsuse, K. 2004. Comparison of
nifedipine retard with angiotensin
converting enzyme inhibitors in
Japanese hypertensive patients with
coronary artery disease: the Japan
Multicenter Investigation for
Cardiovascular Diseases‐B (JMIC‐B)
randomized trial. Hypertension
Research;27:449‐56.