Post on 25-Aug-2019
D A R I R E D A K S I
3Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
PEMIMPIN REDAKSI: Ida Bagus Rahoela, S.Sos.,M.Si.
REDAKTUR: I WayanDenda, S.Sos, WAKIL REDAKTUR: I Dewa
Gde Rai, S.Sos., M.Si REDAKTUR PELAKSANA: Cokorda Gd
Partha Sudarsana, S.Sos, A.A.Ngurah Mahendra, S.S, EDITOR:
Maria Ekaristi, SE.,MSIE, Putu Oka Santosa FOTOGRAFER:
Gusti Ketut Sudiatmika, S.Sos. LAY OUT: I Wayan Purbawa,
S.Sn, A.A Made Yudistira, S.Sn, PENULIS/KONTRIBUTOR: Unsur Kelompok Ahli Pembangunan Pemerintah Kota Denpasar, Unsur Tenaga
Ahli/Konsultan Humas Pemerintah Kota Denpasar, Unsur Satuan Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Denpasar, Unsur Wartawan,
Unsur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Masyarakat, Unsur Akademisi.
Denpasar telah memasuki
usia ke-226. Sebuah usia
yang sudah cukup matang
bagi perkembangan sebuah kota.
Dan, umumnya kematangan usia
berbanding lurus dengan kemata-
ngan pola pikir dan pola tindak. Ke-
nyataannya memang demikian. Pada
usianya yang melebihi dua seperem-
pat abad itu nilai-nilai kehidupan yang berada di dalamnya
telah mengristal menjadi sikap dan kepribadian warga kota ini.
Nilai-nilai Tri Hita Karana, Tat Twam Asi, Prakanti, dan seba-
gainya, telah menyatu dalam langgam kehidupan kota ini.
Ibarat permata, nilai-nilai itu memancarkan cahanya ma-
sing-masing dan menjadi taksu atau “energi dalam” dari warga
kota Denpasar. Namun, ibarat permata pula, masing-masing
nilai itu memiliki kadar tersendiri. Ada yang tinggi kadar kris-
talnya, ada yang sedang, ada pula yang masih rendah. Itulah
sebabnya kerap terjadi penyimpangan-penyimpangan pada
nilai-nilai kehidupan meski telah dijadikan dasar melangkah
dari abad ke abad. Tak heran di masa kini kita menyaksikan
banyak sikap warga kota yang melenceng dari ajaran Tri Hita
Karana, Tat Twam Asi, Prakanti, dan lain sebagainya. Selain
karena kristalisasinya belum sempurna, juga karena selalu ada
gesekan dalam setiap era yang membuat nilai-nilai itu aus jika
tak ada usaha untuk menjaganya.
Menyadari hal itu Pemerintah Kota Denpasar selalu beru-
paya menggali nilai-nilai kearifan masa lalu untuk diolah kem-
bali dalam bentuk kekinian sebagai bentuk usaha menjaga dan
menyempurnakan kristalisasi nilai-nilai luhur yang ada di kota
ini hingga menjadi satu kepribadian yang kokoh. Dari situlah
lahir antara lain moto Sewaka Dharma dan gerakan Sabha
Upadesa. Dua contoh tersebut merupakan dua nilai penting
dalam hubungan antara pemerintah dan warganya. Yang per-
tama berintikan pelayanan, yang kedua berintikan partisipasi.
Dalam rangka memeringati HUT Kota Denpasar ke-226,
pesan di atas menjiwai edisi ini. Memang tak seluruh tulisan
berhasil mencerminkan hal itu, namun demikianlah semangat
edisi ini sebagai bentuk partisipasi memajukan Kota Denpasar
tercinta. Selamat hari ulang tahun ke-226, Denpasar. Jayalah
selalu kotaku. Damailah selalu rumahku...
Tradisi PanjangPartisipasi Masyarakat Denpasar
DAFTAR ISI
4
24
32
Kayuh
Sepeda
ke Hulu Kota
KOTA PUSAKA 22
PRESTASI KOTA 24
KOLOM 28
LAYANAN PUBLIK 31
CERMIN 32
EKONOMI WARGA 34
GATRA PRAJA 35
20
25
FOTO COVER:
ADITRYA GUNAWAN
Sewaka Dharma
I NYOMAN DARMA PUTRA
Dalam suasana perayaan HUT Kota Denpasar
yang ke-226 tahun 2014, menarik kiranya
melihat perjalanan panjang partisipasi
masyarakat Denpasar dalam pembangunan
warga dan wilayahnya. Masyarakat di kota
ini memiliki tradisi berpartisipasi dalam pembangunan yang
cukup panjang. Hal ini tidak saja terlihat dalam kebiasaan
gotong royong, tetapi juga dalam kreativitas masyarakat
membentuk lembaga modern yang kegiatannya bersifat
sosial, nirlaba, dan bermaksud membantu masyarakat dalam
berbagai bidang seperti pendidikan, sosial, budaya, dan
perekonomian.
Dilihat dari teori capital-nya ahli sosiologi Perancis, Pierre
Bourdieu, usaha-usaha ini adalah untuk meningkatkan modal
sosial (social capital), modal budaya (cultural capital ), dan
modal ekonomi (economic capital). Langkah-langkah kreatif
ini jelas bisa dilihat sebagai usaha masyarakat membantu pro-
gram-program pemerintah.
Bukti munculnya partisipasi kreatif masyarakat Denpasar
L A P O R A N U T A M A
4 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
Tradisi PanjangPartisipasi Masyarakat Denpasar
IBARAT SELEMBAR KAIN ENDEK, PARTISIPASI
MASYARAKAT KOTA DENPASAR MEMILIKI MOTIF
DESAIN YANG POLANYA JELAS: TERBENTUK,
INDAH, DAN KREATIF. SEPERTI APA?
PEMBUKAN SANUR VILLAGE FESTIVAL VIII: Sebentuk partisipasi yang tertata rapi.
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
dalam pembangunan bisa dilihat ke era 1960-an ketika di
beberapa desa muncul lembaga yang kini dikenal dengan
‘yayasan’. Misalnya, di Sanur ada lembaga pembangunan yang
kini dikenal dengan nama Yayasan Pembangunan Sanur
(YPS), di Peguyangan ada Yayasan Dharma Yatera, di Pedung-
an ada Yayasan Dharma Wiweka. Sejak berdiri sampai seka-
rang, yayasan-yayasan ini bergerak di bidang pembangunan
sosial budaya secara umum dan khususnya di bidang pen-
didikan formal.
Dewasa ini, Pemkot Denpasar menerapkan strategi untuk
terus mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan
sosial budaya. Selain bertujuan untuk meneruskan tradisi
yang sudah muncul sejak lama, strategi ini juga dimaksudkan
untuk masyarakat agar selalu sigap menghadapi berbagai tan-
tangan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Atau,
menjadikan mereka masyarakat madani yang menjunjung
tinggi kearifan lokal, nilai, norma, hukum yang ditopang oleh
spiritualitas, ilmu, dan teknologi yang berperadaban, berlan-
daskan falsafah tiga sumber kesejahteraan yaitu Tri Hita
Karana.
KREATIVITAS DARI KEBUTUHAN
Munculnya lembaga modern berupa yayasan di desa-desa
di Denpasar pada tahun 1960-an dan sesudahnya merupakan
hasil kreativitas tokoh masyarakat setempat untuk menyiap-
kan sumber daya manusia (SDM) mengantisipasi fenomena
baru.
Yayasan Pembangunan Sanur sesuai dengan nama dan
spiritnya sejak hadir tahun 1966 bermaksud untuk memuli-
akan desanya mengantisipasi denyut awal Sanur sebagai dae-
rah wisata. Gerak kemajuan kepariwisataan di desa ini diarah-
kan untuk membantu masyarakat bisa berperan aktif, bukan
sebagai penonton, dalam pembangunan pariwisata. Harapan-
nya adalah agar desa secara kolektif menikmati keuntungan
ekonomi-pariwisata.
Sampai sekarang YPS berhasil mengelola berbagai aktivi-
tas mulai dari pendidikan, pasar seni, dan pembinaan seni
budaya melalui Sanur Village Festival, ajang kekayaan seni
tradisi dan kuliner dieksplorasi dalam upaya pengembangan.
Lembaga pendidikan yang dikelola YPS adalah pendidikan
kepariwisataan dan akademi perhotelan, suatu usaha penting
untuk peningkatan keterampilan SDM sehingga mampu
merebut peluang kerja pariwisata.
Yayasan Dharma Yatera di Peguyangan hadir tahun 1967
dan langsung bergerak di bidang pendidikan. Sampai seka-
rang, yayasan ini mengelola jenjang pendidikan TK dan SMP
yang bernama SMP Swa Dharma. Yayasan sama juga terdap-
at di Penatih, Padangsambian, Pedungan, dan desa-desa lain-
nya. Paritispasi masyarakat di tempat ini dalam membuka
sekolah adalah mulia karena
memberikan kesempatan
kepada warga masyarakat
menempuh pendidikan ke-
tika kemampuan pemerin-
tah waktu itu untuk me-
nampung mereka lewat sekolah negeri masih terbatas. Sampai
sekarang, sudah ribuan SDM lokal ditamatkan lembaga pen-
didikan swasta ini, sebuah partisipasi nyata masyarakat dalam
membantu tugas-tugas pemerintah di bidang pendidikan.
SDM itu jelas merupakan social capital masyarakat dalam
menopang pembangunan desanya.
Pada tahun 1980-an, Gubernur Bali Ida Bagus Mantra
(ayah Walikota Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra) mem-
perkenalkan lembaga perkreditan desa (LPD) untuk mem-
bantu ketahanan ekonomi masyarakat. Setelah tiga dasawarsa
berjalan, banyak LPD di Denpasar yang memiliki omset mil-
yaran rupiah sehingga bisa membantu masyarakat dalam
membiayai ongkos upacara yang jumlahnya relatif besar dan
berlangsung secara reguler. LPD Padangsambian yang menda-
pat penghargaan Parama Budaya dari Walikota Denpasar
tahun 2012 misalnya menyisihkan keuntungannya (semacam
CSR) Rp 10 juta/bulan untuk disumbangkan ke Desa Pakra-
man untuk biaya melaksanakan upacara manusia yadnya yang
dilaksanakan secara kolektif. Belakangan dana yang disisihkan
itu ditingkatkan menjadi Rp 15 juta/bulan. Kalau dalam
setahun bisa dikumpulkan sekitar Rp 180 juta, maka setiap
tiga tahun sekali, dapat terkumpul dana sekitar Rp 500 juta,
jumlah yang cukup untuk melaksanakan ritual semisal
ngabŹn massal. Warga masyarakat yang tidak mampu dalam
melaksanakan kewajiban adat-agamanya, bisa tertolong dari
upacara secara bersamaan itu karena dananya dipikul desa.
Penyisihan dana LPD untuk khas desa guna membiayaan
upacara juga terjadi di desa lain seperti Desa Pakraman Ke-
siman. Sudah sejak lama, warga dari Desa Pakraman Kesiman
ini tidak lagi mengeluarkan dana atau iuran untuk biaya
upacara di desanya. Seperti pernah diberitakan tahun 2006 di
5Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
PASAR TRADISIONAL YANG
TELAH DIREVITALISASI:
Partisipasi warga terfasilitasi
dengan baik.
koran lokal, Desa Pakraman Kesiman mendapatkan juga
banyak uang dari dana sewa panggung pertunjukan tari
barong/kecak, keuntungan LPD, dan sewa tanah lainnya.
Dana ini ditambah dengan bantuan dari Pemkot digunakan
membiayai ongkos aci di pura dan kebutuhan pembinaan
sosial budaya lainnya.
REVITALISASI PASAR
Belakangan Pemkot juga mendorong partisipasi masya-
rakat melalui program revitalisasi pasar tradisional. Pasar
sudah sejak lama menjadi bagian dari nafas desa, tempat
kebutuhan hidup diperjual-belikan. Dengan program revi-
talisasi ini, Pemkot mendorong masyarakat untuk men-
jadikan pasar lebih dari sekadar tempat jual-beli, tetapi juga
sumber pendapatan yang dananya bisa digunakan untuk
pembangunan sosial.
Usaha revitalisasi pasar tradisional Pemkot ini yang juga
mendapat bantuan dari Pemerintah Pusat. Program ini seper-
ti merupakan keharusan karena dapat membantu masyarakat
dalam menghadapi pasar swalayan atau menjamurnya toko-
toko modern. Berbelanja di tempat ini tentu relative mahal,
maka kehadiran pasar desa sangat membantu masyarakat
pada umumnya dan golongan ekonomi lemah pada khusus-
nya.
Revitalisasi pasar dilakukan dengan perbaikan fisik dan
pengelolaan secara professional. Jika dikelola secara profes-
sional, penghasilan pasar potensial besar. Sebagai contoh,
pasar tradisional Desa Adat Intaran di Sanur dikabarkan se-
mula hanya memberikan income desa Rp 1 juta/bulan, setelah
direvitalisasi pemasukannya menjadi Rp 60 juta per bulan.
Keuntungan berganda dari revitalisasi pasar desa juga
dirasakan desa-desa lain seperti Desa Peguyangan Kangin dan
Kelurahan Padangsambian, yang dinikmati sebagai economic
capital.
Menariknya, revitalisasi pasar Intaran ini tak hanya mem-
pertebal pendapatan desa, tetapi juga memberikan nilai tam-
bah lain. Pertama, pasca-revitalisasi ini jumlah pedagang atau
masyarakat yang bisa bekerja dan mencari nafkah menjadi
bertambah sejalan dengan bertambahnya jumlah kios, lapak,
dan toko. Pasar bisa menampung tenaga kerja.
Kedua, masyarakat bisa membeli kebutuhan sehari-hari
dengan harga relatif murah dibandingkan dengan harga
komoditas di pasar swalayan. Semakin baik pasar tradisional,
semakin tertarik masyarakat berbelanja ke sana, dan semakin
semangat penjual menggeber dagangannya.
Ketiga, pasar menjadi lebih terkelola dengan baik seperti
tampak dalam kebersihan. Keempat, wisatawan asing di Sa-
nur mulai senang bepergian ke pasar tradisional yang bersih
dan tertata rapi. Menjadikan Sanur destinasi wisata perdesaan
yang mampu menjaga cul-
tural capital yang kuat dan
khas ini, memang meru-
pakan cita-cita awal tokoh-
tokoh Sanur saat mendiri-
kan Yayasan Pembangunan
Sanur pertengahan 1960-an silam.
Kalau selama ini pariwisata budaya sering diartikan
sebatas aktivitas wisatawan menyaksikan seni pertunjukan
atau berkunjung ke objek wisata pura, kini kunjungan wisa-
tawan ke pasar tradisional juga bisa dikatakan bentuk wisata
budaya. Di pasar, wisatawan bisa menyaksikan kehidupan
yang lain dari gaya pasar di negerinya. Mereka bisa melihat
aneka hasil bumi dan komoditas lokal yang dijual di pasar,
dan juga yang dikonsumsi masyarakat.
PARTISIPASI BERKELANJUTAN
Partisipasi masyarakat dalam membangun desanya dan
kehidupan tradisi sosial budaya tampaknya terus berkelanju-
tan. Masyarakat telah merasakan manfaat dari partisipasi itu
sehingga mereka cenderung akan terus melakukan apa yang
terbukti memberikan manfaat ganda.
Peran lembaga tradisional seperti Desa Pakraman dan
lembaga modern seperti yayasan (yang bergerak di bidang
pendidikan) dan LPD telah menjadi wadah bagi masya-
rakat untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam
membangun masyarakat, desa, dan akhirnya Kota Den-
pasar. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, jika
dijelaskan dengan teori capital-nya ahli sosiologi Perancis
Pierre Bourdieu, tidak saja merupakan kebutuhan dan
untuk memperkuat modal sosial (social capital), tetapi juga
memberikan peluang meraih modal ekonomi (economic
capital) untuk menjaga kelestarian modal budaya (cultural
capital).
L A P O R A N U T A M A
6 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
PASAR SINDU SETELAH
REVITALISASI: Membuka
ruang partisipasi memajukan
ekonomi.
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
DRS. DEWA SUYOGA
Sebagaimana kota lainnya di Indonesia, Kota Den-
pasar memiliki pula suatu program terkait dengan
kebersihan kota. Dalam pelaksanaannya, program
tersebut menghadapi beberapa persoalan, salah
satunya adalah masih rendahnya komitmen dan
kesadaran masyarakat tentang kebersihan.
Seiring pertambahan penduduk dan perubahan pola
konsumsi masyarakat di
Kota Denpasar, sampah
yang dihasilkan setiap ta-
hunnya semakin mening-
kat, tercatat pada tahun
2013 sampah Kota Denpasar yang terangkut ke Tempat
Pemrosesan Sampah (TPA) mencapai 1.070.308 m3. Per-
tambahan sampah tersebut tidak terbatas pada volume
7Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
GOTONG-ROYONG WARGA:
Berpartisipasi menciptakan
lingkungan bersih dan sehat.
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
Menggerakkan Partisipasi Dalam
Pengelolaan Sampah MENJADIKAN WAJAH KOTA BERSIH BUKANLAH
HAL YANG SULIT DILAKSANAKAN. SYARATNYA,
KESADARAN DAN KOMITMEN DARI BERBAGAI
PIHAK: PEMERINTAH, SWASTA, INSTITUSI
PENDIDIKAN, MEDIA, DAN MASYARAKAT SENDIRI.
semata, karena mencakup
juga jenis dan karakteris-
tiknya, sementara metode
pengelolaan sampah saat
ini sebagian besar diang-
kut secara langsung menuju TPA Suwung.
Penanganan masalah sampah kebanyakan masih meng-
gunakan manajemen yang sama, yaitu kumpul, angkut, dan
buang. Mekanisme pendekatan ini memiliki kelemahan dan
cenderung merugikan. Tidak hanya bagi lingkungan tapi
juga bagi masyarakat di sekitar lokasi pembuangan.
Sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga
pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan
terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara
ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan,
serta dapat mengubah perilaku masyarakat.
Ditetapkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008
oleh pemerintah dimaksudkan untuk mewujudkan sistem
pengelolaan sampah yang berhasil guna dan berdaya guna,
sehat, aman, dan ramah lingkungan. Hal penting yang
diatur dalam Undang-undang ini adalah perubahan paradi-
ma dalam pengelolaan sampah yang semula sekadar
mengumpulkan, mangangkut, dan membuang sampah ke
TPA berganti menjadi pengelolaan sampah dengan mener-
apkan prinsip 4R: reduce, reuse, recycle, recover.
Pada pasal 12 ayat (1) Undang-undang Nomor 18
Tahun 2008 dijelaskan bahwa “Setiap orang dalam pengelo-
laan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah ru-
mah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah de-
ngan cara berwawasan lingkungan”. Dengan kata lain, un-
dang-undang mendorong masyarakat untuk melakukan
daur ulang dalam pengelolaan sampah.
Pada Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 disebut-
kan bahwa masyarakat juga dapat dan harus berpartisipasi
dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah seje-
nis rumah tangga, baik dalam hal pengurangan sampah (me-
liputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pen-
dauran ulang) dan penanganan sampah (meliputi pemila-
han, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pem-
rosesan akhir). Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan
sampah dianggap strategis, karena masyarakat terbukti
mampu melaksanakan berbagai program secara efektif dan
bahkan dengan tingkat keberhasilan yang sangat tinggi
terutama bila keikutsertaan mereka dilibatkan sejak awal.
Implementasi nyata dari upaya untuk melibatkan
masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah melalui
kegiatan Pengelolaan Sampah Berbasis Maysarakat (PSBM
atau Community Based Solid Waste Management/CBSWM).
PSBM adalah sistem penanganan sampah yang diren-
canakan, disusun, diope-
rasikan, dikelola, dan di-
miliki oleh masyarakat
berdasarkan keinginan,
minat, kemauan, serta
inisiatif masyarakat sendiri. Tujuannya adalah agar tercapai
kemandirian masyarakat dalam mempertahankan kebersi-
han lingkungan melalui pengelolaan sampah yang ramah
lingkungan. Prinsip-prinsip utama dari pelaksanaan PSBM
secara garis mencakup partisipasi masyarakat, kemandirian,
efisiensi, perlindungan lingkungan, serta keterpaduan.
PSBM murni berdasarkan kemauan masyarakat sendiri
dan bersifat voluntarily (kerelawanan). Kegiatan ini dimulai
boleh dibilang dengan sedikit modal, dan beberapa dimulai
dari sebuah program/proyek yang dibiayai oleh pemerintah,
swasta, maupun LSM, sehingga jelas perbedaan antara
PSBM dengan pengelolaan sampah oleh swasata, terutama
dalam hal permodalan.
Masyarakat dapat memulai dari tingkat rumah tangga
sendiri, kemudian menyebar ke rumah tangga lain, dan
dapat juga dilaksanakan berdasarkan kesepakatan kelompok
warga tertentu seperti misalnya di tingkat banjar. Partisipasi
dapat dimulai dari kegiatan pengumpulan sederhana berupa
L A P O R A N U T A M A
8 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
WALIKOTA DENPASAR MEM-
BERSIHKAN GOT: Teladan ge-
rakan bersih lingkungan.
GERAKAN KEBERSIHAN DI
UBUNG KAJA: Sadar keber-
sihan sejak usia belia.
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
menaruh sampah di tempat sampah, memisahkan sampah
organik dan anorganik, menaruh sampah pada waktu dan
tempat yang tepat, komposting rumah tangga, kemudian
pengelolaan sampah daur ulang dengan dijual atau dibuat
produk baru.
Di Kota Denpasar sendiri kegiatan PSBM telah cukup
lama dilakukan, namun dampak dari pelaksanaan kegiatan
ini masih dirasakan belum cukup signifikan. Hal ini diaki-
batkan oleh masih sedikitnya partisipasi aktif warga dalam
kegiatan PSBM karena rendahnya komitmen dan kesadaran
masyarakat itu sendiri. Beberapa kegiatan PSBM yang telah
dilaksanakan masih bersifat sporadis, masing-masing ber-
jalan sendiri dan tidak terkoordinasi satu sama lainnya.
Tantangan/kendala pelaksanaan PSBM dihadapi oleh
kelompok masyarakat khususnya yang berpendapatan ren-
dah karena mempunyai keterbatasan terhadap akses pada
sumber pembiyaan. Pembiayaan seringkali masih bergan-
tung pada sumber luar untuk penyediaan peralatan dasar
untuk menyelenggarakan pelayanan persampahan.
Mengingat amanat dari Undang-undang Nomor 18 Ta-
hun 2008 dan manfaat yang begitu besar dari kegiatan
PSBM apabila dapat diselenggarakan secara optimal, Peme-
rintah Kota Denpasar melalui Dinas Kebersihan dan Per-
tamanan (DKP) berupaya untuk merevitalisasi pelaksanaan
kegiatan PSBM ini. Syarat keberhasilan utama penyeleng-
garaan PSBM adalah partisipasi rumah tangga. Jika pengelo-
laan sampah tidak menjadi sebuah kebutuhan tentu akan
berdampak pada tingkat partisipasi, sehingga membangk-
itkan kesadaran masyarakat adalah langkah awal mendorong
timbulnya kebutuhan masyarakat terhadap pengelolaan
sampah.
Upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
ditempuh dengan cara mengadakan pelatihan keder persam-
pahan dan sosialisasi ke masyarakat. Pembentukan Juru
Pemantau Lingkungan (Jumali) diharapakan dapat mening-
katkan intensitas sosialisasi melalui pembinaan dan penyu-
luhan. Pelaksanaan pelatihan kader persampahan diharap-
kan akan memunculkan tokoh-tokoh yang menjadi pelopor
pengelolaan sampah di wilayahnya, selain itu upaya replikasi
sistem melalui media ini akan lebih mudah dilakukan. DKP
Kota Denpasar melaksanakan kegiatan bimbingan teknis
persampahan yang diikuti oleh beberapa elemen masyarakat
(perangkat desa/kelurahan, sekaha teruna, kader lingkung-
an, dan lain-lain) secara berkesinambungan dan terus me-
nerus. Selain itu terdapat pula kelompok relawan masyara-
kat yang melaksanakan pelatihan kader persampahan secara
mandiri, salah satunya adalah DCG Berlians yang bergan-
dengan dengan beberapa kelompok LSM yang menaruh
perhatian serius di bidang persampahan. Kegiatan pelatihan
kader persampahan kedepannya akan semakin diinsentifkan
sebagai media untuk semakin meningkatkan kesadaran
masyarakat.
Pemerintah Kota Denpasar berupaya untuk mem-
berikan insentif guna mengembangkan dan semakin meng-
gairahkan PSBM. Paradigma insentif disini lebih meru-
pakan sebagai bentuk penghargaan karena masyarakat telah
melaksanakan sesuatu, dalam hal ini PSBM. Hal ini berbe-
da dengan paradigma subsidi yang mengandaikan masya-
rakat yang tidak mampu harus diberi bantuan. Pemberian
insentif ditujukan untuk membiasakan masyarakat dengan
tanggung jawab sampah dan menjadikan masyarakat sebagai
subjek dalam pengelolaan sampah. Contoh dan realisasi dari
kegiatan pemberian in-
sentif ini diantaranya de-
ngan cara pemberian pe-
ngayak sampah dan per-
alatan pengompos bagi
beberapa bank sampah, pemberian motor angkutan sam-
pah, dan beberapa insentif lainnya kepada kelompok masya-
rakat.
Hal lainnya yang ditempuh, yaitu dengan mendorong
peran serta korporasi diluar pemerintah dalam pengelolaan
sampah dalam bentuk program Corporate Social Responsi-
bility (CSR), karena keterbatasan kemampuan finansial
maupun SDM pemerintah. Pola CSR yang ditempuh tidak
lagi hanya sekedar memberi bantuan dan setelah itu diting-
galkan, karena dapat dipastikan hasilnya tidak akan maksi-
mal. Pola CSR di bidang lingkungan tentunya akan lebih bi-
jak apabila memasukkan unsur strategi edukasi didalamnya,
sehingga akan lebih mampu mempengaruhi masyarakat.
Hal yang terpenting dari semua itu adalah komitmen,
konsistensi, dan kemitraan diantara berbagai pelaku agar
tercipta sinergi pelaksanaan PSBM. Ayo warga kota, saatnya
beraksi nyata untuk mewujudkan Kota Denpasar yang
bersih dan bebas dari sampah melalui PSBM!
9Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
T U M P U K A N S A M P A H D I S U -
D U T J A L A N : Warga sering tak
disiplin.
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
W. MEGANADA
Mulanya adalah sebuah Se-
miloka bertopik “Badan
Usaha Milik Desa” yang
diselenggarakan pada 21-
22 Januari 2013. Semi-
loka ini melibatkan para peserta dari lemba-
ga-lembaga desa, pakar dan praktisi di berba-
gai bidang, tim ahli penyusunan produk hu-
kum, unsur institusi pemerintahan kota ter-
kait, seluruh ketua parum bendesa desa pakraman di Kota
Denpasar; ketua forum kepala desa/lurah Kota Denpasar,
ketua BKS LPD Kota Denpasar, dan Ketua Forum Pengelola
Pasar Desa Kota Denpasar. Acara yang dibuka oleh Bapak Wa-
likota Denpasar, IB Rai Dharmawijaya Mantra tersebut ber-
langsung di Gedung Nayakaloka, Kebun Raya, Bedugul, Taba-
nan. Semiloka tersebut berupaya mencari formulasi terbaik
bagi lembaga-lembaga usaha milik desa agar hasilnya berma-
faat sebesar-besarnya bagi kepentingan warga desa, sekaligus
mencari jalan keluar bagi berbagai permasalahan yang meng-
hadang eksistensi dan keberlangsungan lembaga-lembaga
tersebut.
Dalam paparan pengarahan sebagai pembicara kunci,
Walikota Denpasar menyampaikan kegelisahannya mengenai
eksistensi Desa Adat menghadapi tantangan global dan mena-
warkan strategi kebudayaan dalam globalisasi memperkuat
nilai-nilai tradisi. Inti paparannya adalah bagaimana lembaga-
lembaga sosial-ekonomi di pedesaan memanfaatkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menjawab tantangan
perekonomian di desa adat dan kemungkinan-kemungkinan
program aksi yang secara kreatif menemukan
cara percepatan pembangunan bagi kesejahter-
aan masyarakat, tanpa sedikit pun tercerabut
dari akar kulturnya.
Menyusul paparan Walikota tersebut, para
pakar memaparkan secara pleno materi-materi
mengenai tata kelola Lembaga Perkreditan Desa
(LPD) dan Pasar Desa berkaitan dengan hu-
kum adat, sumber daya manusia, kewirausaha-
an dan manajemen keuangan. Selanjutnya se-
mua itu dibahas di masing-masing sidang kelompok. Ada
empat kelompok yang bersidang, mereka masing-masing
adalah Kelompok I yang terdiri dari para Kepala Desa/Ke-
lurahan, Kelompok II beranggotakan para Jero Bendesa se-
Kota Denpasar; Kelompok III terdiri dari para kepala dan pe-
ngawas internal LPD, serta Kelompok IV yang terdiri dari para
pengelola Pasar Desa di seluruh Kota Denpasar.
Semua hasil sidang kelompok kembali dipaparkan dalam
sidang pleno dan lebih lanjut dirumuskan oleh Tim Ahli. Ru-
musan hasilnya menyakup delapan poin yang intinya meny-
atakan komitmen untuk meningkatkan wirausaha baru di
seluruh krama desa adat/pakraman di Kota Denpasar. Ko-
mitmen yang kemudian dinamai “Deklarasi Bedugul” tersebut
ditandatangani oleh Ketua Parum Bendesa Desa Pakraman se-
Kota Denpasar, Ketua Forum Kepala Desa/Kelurahan se-Kota
Denpasar, Ketua BKS LPD Kota Denpasar, Ketua Forum
Pengelola Pasar Desa se-Kota Denpasar.
Sebagai tindak lanjut dari Deklarasi Bedugul, pada 13 Fe-
bruari 2013 kembali digelar semiloka dengan topik “Penguat-
an Kelembagaan dan Basis Komunitas dalam Dinamika
L A P O R A N U T A M A
10 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
Sebentuk Gerakan Partisipasi Bernama
“Sabha Upadesa”SABHA UPADESA ADALAH SEBUAH WADAH YANG MEMPERTEMUKAN
KINERJA BIROKRASI DENGAN POLA GERAK LEMBAGA-LEMBAGA
TRADISIONAL. SEBUAH TEROBOSAN CERDAS DALAM MENGGERAKKAN
PARTISIPASI MASYARAKAT GUNA MENJAGA KETAHANAN WILAYAH,
PANGAN, DAN EKONOMI. BERIKUT KRONOLOGI PROSES TERBENTUKNYA.
KETUA SABHA UPADESA
IR I WAYAN MEGA NADA MSI
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
Urban”. Semiloka kali ini bertempat di Hotel Puri Dalem
Sanur, Denpasar, membahas sinkronisasi Desa Dinas, Desa
Pakraman, dan Subak di Kota Denpasar dari persepektif
hukum formal, sistem subak dan sistem desa adat sendiri. Isu
terpenting dalam pertemuan ini upaya membuat kesepaham-
an antara Desa Dinas, Desa Pakraman, dan Subak.
Untuk menemukan formula yang terbaik, hasil semiloka
tersebut selanjutnya dibahas kembali secara mendalam oleh
Tim Ahli pada Selasa, 2 April 2013. Hasilnya dipertajam lagi
24 hari kemudian di dalam Focus Group Discussion (FGD) di
Ruang Pertemuan Enjung Beji Resort, Bedugul, Tabanan.
Pembicaraan intensif dalam FGD ini membahas draft Pera-
turan Walikota (Perwali) Badan Usaha Milik Desa yang
menyakup LPD dan Pasar Desa di Kota Denpasar.
Sebagai tindak lanjut dalam tataran praktis, guna
meningkatkan wawasan para Prajuru Subak di Kota Denpasar
pada 6 -7 Nopember 2013 diselenggarakan Bimbingan Teknis
bagi mereka dengan materi yang menyangkut masalah-ma-
salah pengairan di aliran Subak, alih fungsi lahan, peranan
Pemerintahan Desa/Kelurahan dan Desa Pekraman dalam pe-
lestarian Subak di wilayah masing-masing, penguatan organ-
isasi, peran awig-awig dalam upaya mencegah konflik pesub-
akan, dan upakara di Pesubakan.
Setelah beberapa pertemuan formal maupun informal
menyangkut hal ini, pada 29-30 Nopember 2013 kembali
digelar lokakarya untuk membentuk sebuah lembaga yang
mewadahi Subak, Desa Pakraman, dan Desa Dinas. Acara dia-
wali dengan pemaparan konsep pembentukan lembaga terse-
but menyangkut struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi,
program kerja.
Setelah beberapa si-
dang kelompok digelar di
mana kelompok pertama
membahas tentang struk-
tur, tugas pokok, dan
fungsi, dan kelompok kedua membahas program kerja, dan
disampaikan kembali dalam sidang Pleno, acara dilanjutkan
dengan pembentukan formatur untuk membentuk personalia
pengurus wadah baru yang diberi nama Sabha Upadesa Kota
Denpasar itu.
Setelah terpilih secara mufakat, kepengurusan Sabha Upa-
desa Kota Denpasar itu dikukuhkan dengan Keputusan Wali-
kota Denpasar Nomor: 188.45/1104/HK/2013.
TENTANG SABHA UPADESA
Kata “Sabha Upadesa” sendiri berasal dari kata “Sabha”
yang berarti pertemuan atau rapat atau musyawarah untuk
mencapai mufakat dan “Upadesa” yang berarti petunjuk yang
harus diketahui atau harus dipelajari dan dipahami baik oleh
perorangan atau komunitas berkaitan dengan nilai-nilai kebu-
dayaan (mental, intelektual, spiritual).
Sebagaimana yang telah terpapar dalam kronologi pem-
bentukan di atas, fungsi “Sabha Upadesa” adalah memberda-
yakan dan menumbuhkan menumbuhkan partisipasi masya-
rakat dalam pembangunan di lingkungan sendiri maupun di
kawasan yang lebih luas.
Menghadapi laju perubahan yang demikian derasnya di
masa depan, Sabha Upadesa memegang peran yang sangat
penting. Pertama, adanya suatu musyawarah untuk mening-
katkan peran serta masyarakat dalam pengembangan dan
11Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
RAZIA MERCON DAN KEM-
BANG API: Pendekatan adat
yang teduh.
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
kemajuan pembangunan, akan memunculkan berbagai kreati-
vitas guna menjadikan diri mereka sebagai komunitas yang
mandiri.
Kedua, dengan kemampuan masyarakat yang terhimpun
dalam wadah tersebut dinamika nilai-nilai kebudayaan akan
dapat difasilitasi secara baik, bahkan membuka kemungkinan
untuk berkembangnya nilai-nilai positif di masyarakat sekali-
gus menjadi benteng yag kokoh dalam mengelimnasi nilai-
nilai negatif yang mungkin akan mendegradasi sikap mental
masyarakat.
Ketiga, wadah ini dapat diberdayakan untuk merumuskan
turunan-turunan konsep Tri Hita Karana yang bersifat praktis
dan aplikatif yang dapat menjadi acuan dalam pembangunan
tingkat desa atau kelurahan (Musrenbang Tingkat Desa/Kelu-
rahan), yakni menjabarkan indikator-indikator program yang
berkaitan dengan parahyangan, pawongan, dan palemahan.
Ketiga, lembaga ini merupakan satu kesatuan konsep
yang kait berkait antara Sewaka Dharma, Kotaku Rumahku,
dan Sabha Upadesa. Sebuah rangkaian konsep pembangunan
berwawasan budaya dalam sebuah keseimbangan menuju
keharmonisan masyarakat baik yang bersifat material maupun
yang mengarah pada spiritual.
KELEMBAGAAN DALAM LINTAS SEKTORAL
Sabha Upadesa Kota Denpasar terdiri dari empat kelemba-
gaan yang masing-masing
memiliki aturan tersendiri
dalam menjalankan tugas-
tugasnya. Beberapa peratu-
ran tersebut antara lain:
Peraturan Pemerintah RI
Nomor 72 Tahun 2005
Tentang Desa; Peraturan
Pemerintah RI Nomor 73 Tahun 2005 Tentang Kelurahan;
Peraturan Daerah Provisi Bali Nomor 3 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3
Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman; Peraturan Daerah
Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Subak; Demikian
juga dengan Bendega dengan Awig-Awignya.
Sedangkan keberadaan keempat lembaga ini adalah untuk
bersama-sama memajukan pembangunan di Kota Denpasar
khususnya. Merujuk kepada Konsep Sewaka Dharma -
Kotaku Rumahku - Sabha Upadesa, yang merupakan grand
design concept, yang harus dipahami secara filosofis, teoritis,
praktis.
Mengapa “Sewaka Dharma”? Dalam Tatwa Jnana terdapat
ungkapan ”Nihan kayatnakna de sang sewaka dharma” artinya;
Inilah (yang patut) diperhatikan oleh seorang pengabdi dhar-
ma. Dharma di antaranya dapat berarti: Hukum; kebiasaan;
kebajikan; aturan; kebenaran; tugas; keadilan; jiwa. Jadi, kewa-
L A P O R A N U T A M A
12 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
WALIKOTA DI ANTARA PE-
MUKA MASYARAKAT SEU-
SAI PENGUKUHAN SABHA
UPADESA: Pertemuan biro-
krasi formal dan langgam
informal.
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
jiban yang dilakukan dalam
hidup ini adalah melayani
sang jiwa/roh.
Mengapa “kotaku ru-
mahku”? Ada satu ungkap-
an menarik dari Snyder, se-
orang ahli pembangunan kota, yakni “perbedaan antara ge-
dung dan kawasan pemukiman (kota) adalah pada skalanya.
Sebuah gedung adalah kota kecil, sebuah kota adalah gedung
yang besar”. Kalau diikuti faham ini bahwa perbedaan antara
kota dengan rumah adalah dalam bentuk skala. Rumah adalah
kota dalam skala kecil dan kota adalah rumah yang besar.
Peristiwa ini akan tampak jelas terimplementasi pada saat
menunjukan identitas diri, selain menunjuk alamat rumah
juga harus mencantumkan alamat kota kita. Dalam tataran
budaya dan agama Hindu di Bali, juga antara pempatan
Agung (crossroad) dengan halaman rumah yang disebut Natah
mempunyai keserupaan, terutama pada saat terjadinya upacara
pecaruan sasih. Pada pempatan Agung carunya lebih besar di
bandingkan dengan di halaman rumah. Dari sudut pandang
fungsional ruang juga dapat dikatakan ada keserupaan sama-
sama berfungsi menjadi
ruang bersama dan ruang
umum (commons space,
public space) dengan kea-
daan berbeda skala.
Nah, pada Sabha Upa-
desa yang berbentuk fisik
terstruktur dan bergerak, dengan didampingi Dewan Pakar,
diharapkan untuk dapat mensinkronisasikan semua program
yang terbangun pada masing-masing lembaga tersebut dalam
rangka pembangunan yang maju dan berkembang serta berke-
lanjutan.
13Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
Dengan memanjatkan rasa angayu bagia serta puji
syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa, kami seluruh Bendesa, Pekaseh dan
Kades/Lurah se-Kota Denpasar, sebagai peserta Loka-
karya bersepakat membentuk Sabha Upadesa Kota
Denpasar sebagai forum yang mengemban tugas secara
terbatas melakukan koordinasi dan sinkronisasi untuk
pemberdayaan Subak, Desa Pakraman, dan Desa Dinas di
wilayah Kota Denpasar yang berwawasan Budaya menu-
ju keharmonisan.
Bedugul, 30 Nopember 2013
Ketua Parum Desa Pakraman Kota Denpasar
Ketua Forum Subak Kota Denpasar
Ketua Forum Kepala Desa/Lurah Kota Denpasar
Mengetahui:
Walikota Denpasar.
DEKLARASI BEDUGUL
DEMONSTRASI MENGOLAH
MAKANAN TRADISIONAL:
Sabha upadesa melebur sekat
antar wilayah.
SANGKEPAN (RAPAT) DI SU-
BAK POH MANIS: Aspirasi
lintas lembaga adat dan biro-
krasi terjembatani oleh Sabha
Upadesa.
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
Keberadaan Sabha Upadesa di Kota Denpasar sangat
penting, karena dapat menumbuhkan rasa partisipasi
masyarakat dalam pembangunan Desa/Kelurahan,
Kecamatan, Kota, bahkan Provinsi Bali. Sabha Upadesa akan
lentur dalam menjawab tantangan zaman, karena terdapat
beberapa unsur terkait seperti Kepala Desa, Lurah, Bendesa,
Pekaseh, Bendega, dengan
Dinas.
Jika ada masalah antar
desa, segala sesuatunya dapat
diselesaikan dengan menga-
dakan rapat Sabha Upadesa.
Denpasar-Berdasarkan keputusan Walikota Denpasar
tentang pembentukan Sabha Upadesa di Kota
Denpasar periode tahun 2013-2018. Bertujuan
untuk melakukan pendekatan dan pembinaan serta sinkro-
nisasi terhadap keberadaan potensi pemberdayaan Desa
Pakraman, Desa Dinas dan Subak yang ada di wilayah Kota
Denpasar. Sehingga, terbentuknya Sabha Upadesa sangat
bermanfaat bagi seluruh masyarakat baik dari tingkat
Desa/Lurah, Kecamatan dan Kota, dalam membangun
Denpasar. Berikut pandangan beberapa tokoh masyarakat:
Sabha UpadesaMenyelesaikan Masalah Lintas Lembaga Desa
L A P O R A N U T A M A
14 Sewaka Dhrama Februari 2014
IDA BAGUS BIMA PUTRA, SE
Kepala Desa Kesiman Kertalangu
Sabha Upadesa sangat bermanfaat
bagi masyarakat Bali pada umumnya
dan masyarakat Denpasar pada khu-
susnya, untuk kehidupan ke depan. Sebab
mereka yang ikut terlibat di dalam Sabha
Upadesa adalah para Bendesa, Pekaseh,
Kepala Desa, Lurah, dan Tokoh Bendega.
Yang penting lagi bahwa Sabha Upadesa
ini merupakan tindak lanjut dari hasil be-
berapa Lokakarya Pembentukan Wadah
Koordinasi Subak, Desa Pakraman, dan
Desa Dinas Kota Denpasar, yang berarti
bahwa segala sesuatu mengenai lembaga ini telah diawali
dengan proses diskusi dan pembahasan konsep yang men-
dalam.
Tidak hanya itu, dengan terbentuknya Sabha Upadesa
ke empat lembaga dapat menyelesaikan masalah dengan
berkoordinasi antara satu dengan yang lainnya. Sehingga
setiap permasalahan yang terjadi di
antara empat lembaga bisa diselesaikan
secara rembug-wirasa untuk menem-
patkan masing-masing lembaga pada
tugas pokok dan fungsinya yang tepat.
Karena dapat menyelesaikan secara
baik masalah yang timbul di dalam em-
pat lembaga, maka secara ekonomi Sabha
Upadesa dapat meringankan dan mengu-
rangi biaya-biaya yang tidak jelas peman-
faatannya. Keamanan, kenyamanan Kota
Denpasar dapat terjaga dan terpelihara
dengan baik.
Tapi, lembaga ini tak bisa berjalan sempurna tanpa
dukungan masyarakat. Karena itu, saya menyarankan
agar ke-empat lembaga yang terlibat dalam Sabha Upa-
desa mensosialisasikan lembaga baru ini kepada masya-
rakat.
AA PUTU OKA SUWETJA, SH. M.SI
Bendesa Desa Pakraman Denpasar
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
Di situ akan dicarikan jalan keluarnya secara koordinasi dari
permasalahan yang ada dengan melibatkan semua komponen,
sehingga keputusan diambil secara kesepakatan bersama.
Pembangunan desa yang belum telaksana dapat dirap-
atkan bahas melalui Sabha Upadesa. Jika tidak ada kesepa-
katan, akan terus dicarikan jalan keluarnya. Sehingga dalam
rapat Sabha Upadesa bisa terlihat prioritas mana yang harus
didahulukan, mana yang harus ditunda.
Dari sisi lain, Sabha Upadesa bermanfaat dalam men-
gontrol pemberian ijin pembangunan atau usaha yang
berpotensi mengganggu lingkungan seperti penjualan mercon
atau kembang api, pendirian kafe, dan sebagainya.
Juga bermanfaat terhadap penataan lingkungan seperti
halnya proses pembuatan patung “Makendang” di Kesiman
yang dibuat berdasarkan hasil keputusan rapat dengan berba-
gai komponen masyarakat.
Bagi kami apapun bentuk wadah untuk membangun
keterpaduan atau koordinasi yang terpenting adalah
kerja nyata yang sungguh-sungguh dalam menye-
jahterakan masyarakat. dalam hal ini saya kami
sangat menghargai perhatian
Bapak Walikota Denpasar ter-
hadap masalah-masalah yang
ada di desa seperti kebersihan
lingkungan, keamanan dan
lein sebagainya. Kami di Dusun
Sumilajati sangat mendukung
program-program yang dilun-
curkan Bapak Walikota melalui
kerja nyata.
Di dusun kami masalah sekaa
kesenian dan masalah bebantenan
merupakan isu penting saat ini.
Melalui Sabha Upadesa ini kami berharap keinginan kami
untuk melestarikan kebudayaan Bali setidaknya dalam ben-
tuk yang kami sampaikan tadi dapat difasilitasi. Hal ini kami
sampaikan karena kami mengetahui Bapak Walikota sangat
peduli terhadap pelestarian dan pengembangan budaya.
Dalam hal lain, Sabha Upadesa dapat menjadi lembaga
koordinasi untuk mengendalikan masalah kependudukan.
Hal ini mengingat semakin gencarnya penduduk pendatang
membanjiri kawasan-kawasan tertentu tanpa melalui prose-
dur yang benar. Kami sama sekali tidak anti penduduk pen-
datang, tapi kalau mereka datang dan bermukim secara liar
hal tersebut sangat potensial menimbulkan gesekan-gesekan
di masyarakat, rawan kriminalitas, dan membuka peluang
bagi bersembunyinya jaringan oknum-oknum yang
menginginkan adaya ketidaktentraman dalam masyarakat
kita.
Sabha Upadesa kedepannya mempunyai peran yang
sangat strategis terhadap pelaksanaan pembangu-
nan di tingkat Desa terutama dalam bidang kea-
manan. Karena apapun yang dibangun di tingkat desa
atau banjar terutama
pembangunan fisik,
kepala desa/lurah, pe-
kaseh dan bendega
yang ada di tingkat
banjar atau desa terse-
but pasti tahu. Hal ini-
lah secara koordinasi
disampaikan kepada
instansi pada tingkat
yang lebih tinggi, se-
hingga dapat diketahui
apa yang dibangun,
untuk apa, dan sebagainya, sehingga semuanya dapat se-
gera diketahui dan dimanfaatkan sesuai peruntukannya.
Sebagaimana yang telah terjadi pada Pasikian
Pecalang yang membangun jaringan antar-pecalang di
seluruh desa di Kota Denpasar, komunikasi melalui
jaringan radio atau perangkat elektronik lainnya dapat
digunakan pada Sabha Upadesa. Memang itu bukan hal
yang utama, tapi setidaknya dapat membantu berkomu-
nikasi dan berkordinasi secara cepat dalam menjalankan
tugas-tugas.
Ke depan, kami berharap Sabha Upadesa dengan sin-
ergitasnya yang baik ini akan betul-betul mampu menga-
jegkan dan menyelamatkan Bali dari rongrongan keku-
atan dan pengaruh-pengaruh negatif dari mana pun asal-
nya.
15Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
I WAYAN LANDEP
Kepala DusunSumila Jati,Pemecutan Kaja
I MADE MUNDRA
Ketua PesikianPecalang KotaDenpasar
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
Denpasar sebagai Kota Metro dengan mo-
bilisasi penduduk yang sangat tinggi ber-
dampak pada berbagai permasalahan di-
antaranya keamanan, kebersihan dan ke-
tertiban. Berbagai permasalahan ini dibu-
tuhkan sentuhan kreatif lewat program inovatif dengan
memadukan kearifan lokal sehingga mampu menyatukan
perbedaan yang ada di lingkungan masyarakat. Hal ini
tidak hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota Den-
pasar saja namun juga harus mendapatkan dukungan dari
seluruh aparat terbawah dari kelian adat, dinas, desa, hing-
ga tingkat kecamatan sehingga mampu menata kawasan
setempat dari permasalahan kebersihan lingkungan hingga
keamanan dan ketertiban. Seperti yang dilakukan Banjar
Gemeh, lewat sentuhan program inovatif dengan mema-
dukan kearifan lokal masyarakat Banjar Gemeh, lewat ko-
mando kelian Adat setempat mampu mewujudkan pena-
taan lingkungan setempat yang bersih dari pemasangan
atribut parpol maupun baliho ormas.
“Penataan kawasan Banjar Gemeh yang bersih dari
berbagai atribut membutuhkan pendekatan emosial den-
gan memadukan kearifan lokal yang ada, seperti adanya
kepercayaan masyarakat dengan keberadaan “sesuhunan”
di pura banjar,” ujar Kelian Adat Banjar Gemeh Dr.
Nyoman Suartha, SE, SH, M.Si saat ditemui di Kampus
Ngurah Rai Denpasar, Senin (17/2).
Lebih lanjut dikatakan dalam menangani permasala-
han ini merupakan suatu tantangan, mengingat saat ini
perkembangan teknologi begitu pesat yang berdampak
pada perubahan perilaku masyarakat terutama di kalangan
generasi muda banjar yakni Sekaa Teruna. Jika tidak dila-
kukan sentuhan yang kreatif lewat kearifan lokal menurut
Wakil Rektor I Universitas Ngurah Rai ini dapat memba-
wa dampak pada perpecahan yang tentunya akan menim-
bulkan gangguan keamanan dan ketertiban. Disamping
itu dari segi penataan lingkungan kota terlihat kotor dan
kumuh, akibat dari banyaknya pemasangan berbagai
atribut baik parpol maupun ormas.
Mengingat Banjar Adat merupakan benteng pelestari-
an budaya dibutuhkan
Perareman banjar da-
lam mewujudkan ling-
kungan yang aman,
dan tertib, serta hal ini
harus terus di sosialisasikan kepada masyarakat. Menu-
rutnya langkah – langkah ini telah dilakukan dengan pen-
dekatan-pendekatan kearifan lokal yang ada di banjar
Gemeh. Di samping itu menciptakan rasa kekeluargaan
dan berani “tuyuh” menjadi moto bersama warga masya-
rakat dalam mewujudkan kawasan setempat bebas atribut
Parpol dan Organisasi Masyarakat.
“Kami juga langsung bertemu dan bertatap muka de-
ngan para tokoh masyarakat yang nantinya dapat secara
bersama-sama mewujudkan kawasan Banjar Gemeh yang
bersih, aman, dan tertib,” ujar Dr. Nyoman Suartha.
Sementara Ketua Sabha Upadesa Kota Denpasar Ir.
Wayan Meganada mengatakan dalam mewujdukan ling-
kugan desa yang bersih, aman, dan tertib harus dimulai
dari masing-masing warga banjar. Apa yang telah dilaku-
kan Banjar Gemeh diharapkan dapat memberikan vibrasi
kepada banjar Banjar yang lain, sehingga dapat mewujud-
kan hal yang serupa dimasing-masing bajar. Terlebih lagi
pendekatan yang dilakukan Banjar Gemeh dalam menata
kawasannya bebas dari atribut menggunakan pendekatan
emosional dengan memadukan kearifan lokal yang ada.
Hal ini juga tidak terlepas dari Tri Hita Karana yakni
palemahan, pawongan dan prahyangan yang membingkai
kehidupan sosial masyarakat di Bali.
L A P O R A N U T A M A
16 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
Pendekatan Kearifan Lokal, Tata Kawasan Br. Gemeh
SPANDUK LARANGAN ATRI-
BUT PARPOL DI BANJAR GE-
MEH: Melarang dengan santun.
FO
TO
: B
P/A
RA
I GUSTI WAYAN MURJANA YASA
Perencanaan pembangunan partisipatif meru-
pakan pola pendekatan perencanaan pemba-
ngunan yang melibatkan peran serta masyarakat
pada umumnya, bukan saja sebagai obyek, tetapi
sekaligus sebagai subyek pembangunan. Pende-
katan yang dikembangkan dalam perencanaan adalah peren-
canaan dari bawah. Perencanan semacam ini bertujuan
mewujudkan pembangunan yang didasarkan pada kenya-
taan riil, harapan, dan kebutuhan masyarakat. Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah merupakan kerangka dasar otonomi daerah yang
17Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
OTONOMI DAERAH MEMBERIKAN KEWENANGAN KEPADA DAERAH
OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS KEPENTINGAN
DAERAHNYA SENDIRI BERDASARKAN ASPIRASI MASYARAKAT
SETEMPAT. INI MELAHIRKAN POLA PENDEKATAN PERENCANAAN
PEMBANGUNAN PARTISIPATIF MELALUI MUSYAWARAH DARI
TINGKAT BANJAR, DESA, KECAMATAN, DAN KOTA. SEPERTI APA?
Perencanaan PembangunanPartisipatif Melalui Musrenbangdes
PERTEMUAN DENGAN TOKOH MASYARAKAT DI KESIMAN: Menggerakkan partispasi dari bawah.
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
salah satunya mengamanatkan dilaksanakannya peren-
canaan pembangunan dari bawah secara partisipatif. Pelak-
sanaan perencanaan partisipatif juga diatur dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencana-
an Pembangunan Nasional. Secara teknis implementasi pe-
rencanaan pembangunan partisipatif diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang tahapan, tata cara
penyusunanm pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan pem-
bangunan daerah.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008,
Pasal 2 (2) menyebutkan bahwa perencanaan pembangunan
daerah dilakukan pemerintah daerah bersama para
pemangku kepentingan berdasarkan peran dan kewenangan
masing-masing. Dalam paradigma good governance, tiga go-
longan pemangku kepentingan yang merupakan pilar
penunjang pembangunan di daerah yaitu pemerintah dae-
rah, swasta, dan masyarakat.
Pembangunan yang berhasil dan berkesinambungan
akan terwujud apabila diantara ketiga komponen pemba-
ngunan tersebut mau dan mampu bekerjasama secara har-
monis. Kerjasama yang harmonis akan terwujud ketika azas
tranparan, responsif,
efisien, efektif, akunt-
abel, partisipatif, teru-
kur, berkeadilan dan ber-
kelanjutan diterapkan se-
cara konsisten sebagaimana disebutkan dala pasal 3 PP Noor
8 tahun 2008.
Melalui pembangunan partisipatif diharapkan terjadi
perubahan pola pikir masyarakat, bahwa mereka telah
membantu membuat perbaikan dan membantu memper-
baiki kehidupan masyarakat melalui partisipasi dalam
pembangunan. Selain itu diharapkan dapat terbangun hu-
bungan sosial yang semakin kuat, meningkatnya keper-
cayaan diri baik individu maupun kelompok dalam masya-
rakat. Beberapa ahli menyebut, partisipasi masyarakat yang
substansial dalam pengambilan keputusan telah terbukti
sangat berarti dalam menunjukkan demorasi partisipatif,
efektivitas dari proses perencanaan dan kualitas dari ren-
cana yang dihasilkan, dan meningkatkan kualitas dan vali-
dasi dari pengambilan keputusan dari pengabilan keputu-
san politik.
L A P O R A N U T A M A
18 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
SUASANA MUSRENBANGDES:
Menyerap aspirasi masyarakat
hingga ke lapisan bawah.
L A P O R A N U T A M A
MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PARTISIPASI
Musyawarah Perencaaan Pembangunan Desa (Musren-
bangdes) merupakan salah satu sarana peningkatan partisi-
pasi masyarakat dalam pembangunan. Tujuan dilak-
sanakannya Musrenbangdes adalah menampung dan
menetapkan prioritas kebutuhan masyarakat yang diper-
oleh dari musyawarah perencanaan pada tingkat di bawah-
nya, menetapkan prioritas kegiatan desa yang akan dibi-
ayai melalui alokasi dana desa yang berasal dari APBD
maupun sumber pendanaan lainnya, dan menetapkan pri-
oritas kegiatan yang akan diajukan untuk dibahas pada
musrenbang kecamatan.
Keluaran yang diharapkan dari kegiatan musren-
bangdes adalah adanya daftar priortas kegiatan yang akan
dilaksanakan seniri oleh desa/kelurahan yang bersangku-
tan; daftar kegiatan yang akan dilaksanakan melalui
Alokasi Dana Desa, baik secara swadaya maupun melalui
pendanaan lainnya; daftar priorotas kegiatan yang akan
diusulkan ke kecamatan untuk dibiayai melalui APBD
Kota dan APBD Provinsi; dan daftar nama aggita delegasi
yang akan membahas hasil musrenbang desa/kelurahan
pada forum Musrenbang Kecamatan.
Sebagai bagian dari proses perencanaan partisipatif,
musrenbangdes diikuti oleh kom-
ponen masyarakat (individu/ke-
lompok) yang berada di desa/ke-
lurahan, seperti Kapala Dusun-
/Lingkungan, Lembaga Swadaya
Masyarakat, Lembaga Pember-
dayaan Masyarakat (LPM), Ben-
desa Adat, Pekaseh, Bendega, Ke-
lompok perempuan, Sekaa Teru-
na, Organisasi Masyarakat, Pe-
ngusaha, kelompok tani/nelayan,
komite sekolah, dan lainnya. Ber-
bagai unsur tersebut secara partisipatif bersama-sama
berpartisipsi dalam pengambilan keputusan.
Dalam realisasinya, meskipun ‘event musrenbangdes’
merupakan kegiatan yang rutin dilakukan setiap tahun,
namun kenyataannya, masih relatif sedikit usulan dari
musrenbangdes dapat diakomodir dalam APBD. Hal ini
menunjukkan masih relatif rendahnya kualitas musren-
bangdes sebagai wahana pengembangan perencanaan ber-
kualitas di tingkat pemerintahan paling bawah.
Beberapa studi menunjukkan, rendahnya kualitas mus-
renbangdes terutama disebabkan beberapa hal, diantaranya
adalah persyaratan dan proses musrenbangdes sebagai wa-
hana pelaksanaan proses perencanaan partisipatif di
tingkat desa/kelurahan belum dilaksanakan sepenuhnya
oleh pemerintah desa/kelurahan, aparat desa/kelurahan
belum mempunyai kemampuan dan kompetensi untuk
melaksanakan proses perencanaan partisipatif sesuai den-
gan metode ilmiah yang standar dan sudah diakui keefek-
tifannya, belum adanya pendamping atau fasilitator
desa/kelurahan yang mampu dan kompeten untuk melak-
sanakan perencanaan partisipatif, dan rendahnya ako-
madasi terhadap hasil musrenbangdes dalam perencanaan
kecamatan dan renja SKPD untuk didanai dan dilak-
sanakan juga menjadi pemicu kurangnya partisipasi
masyarakat dalam musrenbangdes.
TANTANGAN KE DEPAN
Proses perencanaan partisipatif merupakan wahana
pengembangan dan peningkatan efektivitas partisipasi
masyarakat (termasuk swasta) dalam pembangunan. Guna
menghasilkan perencanaan yang berkualitas, selain men-
gacu pada visi pembangunan, juga perlu didukung oleh
para ahli. Perencanaan yang dihasilkan juga harus ber-
dasarkan pada kondisi dan potensi wilayah yang dibantu
dimantapkan oleh para ahli.
Dalam upaya meningkatkan kualitas perencanaan
partisipatif melalui musrenbangdes, selain mengacu pa-
da visi pembangunan, beberapa hal yang perlu memper-
oleh perhatian adalah tersedianya aparat desa/kelurahan
yang memiliki kompetensi, adanya fasilitator, tersedi-
anya data dan informasi yang berkualitas sebagai dasar
penyusunan perencanaan, dan juga penetapan delegasi
musrenbang yang didasarkan atas musyawarah, bukan
penunjukan, pembekalan terhadap tim delegasi terkait
dengan presentasi dan negosiasi juga perlu, bahwa usu-
lan yang disampaikan memang benar-benar sesuai kebu-
tuhan masyarakat dan potensi wilayah. Kualitas suatu
rencana yang dihasilkan juga sangat ditentukan oleh
kualitas data dan informasi serta proses-proses yang
digunakan dalam memperoleh data dan informasi yang
dibutuhkan.
19Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
Dalam realisasinya, meskipun ‘event musrenbangdes’merupakan kegiatan yang rutin dilakukan setiap tahun,namun kenyataannya, masih relatif sedikit usulan darimusrenbangdes dapat diakomodir dalam APBD. Hal inimenunjukkan masih relatif rendahnya kualitas musren-bangdes sebagai wahana pengembangan perencanaanberkualitas di tingkat pemerintahan paling bawah.
Seorang peserta dari negara tetangga Malaysia tak
kuasa menyembunyikan kekagetannya menyak-
sikan gegas para pesepeda ke garis start Psyclo
100K di seputaran Renon, Denpasar. Ia pun
berdecak kagum saat mengetahui Walikota
Denpasar, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra hadir di
tengah kerumunan puluhan pesepeda; menyalami dan
bercengkerama dengan para peserta sembari bersiap melepas
peleton.
Di pagi yang cerah itu, Psyclo 100K, jelajah sepeda jarak
jauh yang dikhususkan bagi sepeda gigi tetap (fixed gear)
kembali diadakan untuk kedua kalinya.
Setelah kesuksesannya di tahun 2012 menyusuri skena
urban Denpasar, hijau perbukitan Gianyar, panorama
budaya tradisi Klungkung dan pesisir pantai berkilau dan
samudera biru di garis finish Virgin Beach Karangasem, rute
Psyclo 100K 2013 sama menantangnya; melintasi pedesaan
di utara kota Denpasar menapaki desa internasional Ubud,
Gianyar, lanjut melintasi keagungan Pura Taman Ayun,
menembus aura kosmopolitan Canggu sebelum diakhiri
dengan pendakian panjang mencapai Pantai Sawangan,
Nusa Dua, Badung.
Kesertaan puluhan pesepeda dari berbagai kota di
Indonesia dan negara asing termasuk Singapura, Malaysia,
Finlandia dan Australia menjadi catatan penting tentang
budaya bersepeda, khususnya subkultur fixed gear di Bali dan
Indonesia, setara dengan perkembangannya di skena global.
Walikota Denpasar, yang juga getol bersepeda, menga-
takan bahwa jelajah sepeda seperti ini mesti didukung dan
dilakoni secara berkelanjutan sebagai bukti nyata pergerakan
industri kreatif bernafaskan sport-adventure dan sebagai
aktivitas unggulan pengalaman turisme kreatif di Denpasar.
“Sedari dulu, keterbukaan Denpasar dengan dimensi
alam, budaya dan aktivitas urban yang beragam adalah
stimulus untuk menghadirkan even-even internasional di
kota kita. Mari bersama-sama tingkatkan sinergi dan partisi-
pasi lintas komunitas, swasta dan pemerintah,” ungkapnya
saat akan melepas para pesepeda.
Masih lekat di benak, bagaimana sepanjang dekade
1980an, Denpasar disesaki beragam grup anak-remaja yang
masing-masing disatukan gelora “pemberontakan” dan
kayuh sepeda.
Bagai koboi dengan kuda andalannya, pemuda-pemu-
di Denpasar bergerombol menyusuri lengang jalanan, bera-
traksi, membarakan gairah komunal dengan kombinasi
warna rangka sepeda yang khas petanda indentitas kelom-
poknya; hitam merah BCC, kuning merah GAS, hitam biru
Radikal, putih kuning Lapendoz, hitam oranye Batry dan
lain-lain. Sekumpulan para muda mencari dan mengede-
pankan banalnya jati diri, dengan riang mengarungi laju
perkembangan kota. Kemudian, rada jauh di depan, kelebat
kilat para atlit dari berbagai komunitas balap sepeda
semacam Gajah Merapi Club yang legendaris, “mengaksel-
erasi” Denpasar untuk melaju stabil dalam kayuhan sepeda
generasi mudanya.
Walau sempat meredup dengan deru grup motor, tra-
disi bersepeda kembali menyeruak beberapa tahun belakan-
gan ini. Car Free Day Renon setiap Minggu pagi, mengu-
larnya lajur sepeda di kota dan hadirnya berbagai komuni-
tas pesepeda dalam naungan SAMAS (Sekretariat Bersama
Sepeda) menegaskan kegairahan publik akan Denpasar yang
bersahaja, komunal dan bercucur peluh.
Aktivitas fisikal layaknya bersepeda adalah petanda
ketangguhan yang melengkapi karakter masyarakat
Denpasar yang terbuka, cerdas, peduli dan jujur.
Di Denpasar, bersepeda sudah menjadi sebuah lifestyle
yang fit, fun, dan fashionable. Dari sepeda onthel yang klasik
sampai road bike berikut kekinian teknologinya, ruas jalanan
K O L O M
20 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
Kayuh Sepeda ke Hulu Kota
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
Denpasar yang mulus setia digerus roda sepeda.
Dari catatan SAMAS, di Denpasar saja terdapat lebih
dari 57 komunitas sepeda yang aktif dengan berbagai menu
bersepeda dari morning ride, sunset ride, night ride, long dis-
tance ride, downhill ride, trick, culinary ride, criterium race,
alley cat race dan tentunya “gowes cantik CFD” setiap pekan.
Rasanya tak mustahil menjadikan Denpasar sebagai
cycling capital of Bali, seperti halnya Amsterdam sebagai the
cycling capital of the world. Di sini, sinergi antara pemerintah
dengan publik pun nyata, partisipasi marak, fasilitas banyak,
regulasi ada; namun yang membedakannya dengan Amster-
dam adalah penegasan hak jalan bagi pesepeda yang dikenal
sebagai the right of the way.
Secara sederhana namun tegas, pemerintah setempat
mengharuskan pengguna sarana publik, dalam hal ini jalan,
diprioritaskan bagi pesepeda. Wacana pelebaran ruas sepeda
di Denpasar tentu akan mubazir, bilamana komitmen seru-
pa tidak dijalankan. Makin banyak pesepeda di jalan, makin
menguntungkan bagi semua.
Bersepeda bisa menjadi solusi
meringankan Denpasar dari
kemacetan lalu-lintas dan polusi.
Tak sulit rasanya melintasi pelosok
kota Denpasar dari hulu ke hilir
dalam waktu yang singkat. Kam-
panye bike to work dan bike to school pun bergulir kian man-
tap. Car Free Day Renon pun sudah ditiru dan diterapkan di
beberapa kabupaten lainnya di Bali.
Dari pengalaman, bersepeda di Denpasar dari A ke B
adalah lebih efektif dan efisien dibanding berkendaraan den-
gan mobil dan motor. Bayangkan padatnya kota Denpasar
yang selalu sesak kendaraan bermotor di saat jam produktif
dan bubaran kantor dan sekolah. Hanya pesepeda yang
mudah meloloskan dirinya dari jebakan macet itu. Di
Jakarta, jasa kurir bersepeda (messenger bike) telah menjadi
solusi pengantaran dokumen dan paket penting ditengah
carut-marut kemacaten ibukota.
Denpasar, the heart of Bali, pun menawarkan jelajah
sepeda yang menarik. Lanskapnya datar, simpel dan mena-
warkan pengalaman desa dalam kota dan kota dalam desa
yang unik.
Tikum (titik kumpul) populer adalah Monumen Bajra
Sandhi Renon dan sekitar Patung Catur Muka. Dari ka-
wasan tersebut, opsi rute menjelajah Denpasar terbuka lebar.
Serangan, Sanur, Penatih, Ubung dan Benoa hanya belasan
kilometer.
Bagi mereka yang menyempatkan bersepeda pagi hari,
finish point kuliner Men Weti di Pantai Segara, Sanur adalah
morning glory; berkah
pagi. Demikian pula
bagi mereka yang gigih,
Denpasar menuju Ubud
(Gianyar), Tanah Lot
(Tabanan), Water Blow
(Nusa Dua) atau megi-
bung di Karangasem pu-
lang pergi pun tak men-
guras seluruh energi.
HUT Kota Denpasar yang akan datang adalah momen-
tum tepat bagi Denpasar untuk bersepeda sebagai salah satu
aktivitas merayakan kekinian kota.
Hari Jumat, 28 Februari 2014, sehari setelah hari jadi
Kota, hadir tepat pada hari Jumat terakhir bulan Februari.
Bagi masyarakat pesepeda dunia, hari Jumat terakhir dalam
setiap bulannya adalah hari sakral untuk melakoni Critical
Mass, dimana pada petang harinya - tanpa memusingkan
jenis sepeda dan umumnya sambil
mengenakan kostum-kostum unik
- para pesepeda dalam jumlah
besar turun ke jalan bersepeda
bersama-sama ke hulu dan pusat
kota.
Dengan slogan “For once we
are the traffic”, Critical Mass adalah medan kesadaran akan
nikmatnya bersepeda dan ajakan bagi semua pengguna jalan
untuk saling berbagi ruas dan saling memperhatikan satu
sama lain.
Kolaborasi komunitas pesepeda gigi tetap Psyclo dan
SAMAS Denpasar di bulan Februari 2012 mengawali
kehadiran Critical Mass di Bali, yang diadakan secara
serentak di 26 kota di seluruh Indonesia. Ini adalah tawaran
menarik bagi para pimpinan kota untuk meluangkan wak-
tunya bersepeda, nglawang dan magebag bersama komunitas
dan publik, melihat keniscayaan masa kini Denpasar dari
dekat.
Walau ungkapan bahwa bersepeda mendekatkan diri
dengan alam itu tak keliru, esensi bersepeda dalam lingkup
sebuah komunitas adalah kenyataan untuk memilih; memil-
ih memimpin di depan dan meninggalkan peleton atau
memilih tertinggal dan mengejar peleton dari belakang. Di
tengah buru nafas, pesepeda tak pernah sendiri. Sama halnya
dengan Denpasar.
Dirgayusa ke-226, mari kayuh masa depan Denpasar
dengan kuat.
*Marlowe Bandem adalah anggota Psyclo, komunitas pesepeda
gigi tetap terbesar dan teraktif di Bali, bermarkas di Denpasar.
21Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
MARLOWE BANDEM*
Rasanya tak mustahil men-jadikan Denpasar sebagai cyclingcapital of Bali, seperti halnyaAmsterdam sebagai the cyclingcapital of the world.
PUTU RUMAWAN SALAIN
Menurut Piagam Pelestarian dan Pengelolaan
Pusaka Indonesia, pengertian pusaka
meliputi Pusaka Alam, Pusaka Budaya,
dan Pusaka Saujana. Pusaka Alam, yaitu
bentukan alam yang istimewa. Pusaka Bu-
daya meliputi hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa
dari berbagai suku bangsa sebagai kesatuan bangsa Indonesia
dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjang sejarah
keberadaannya. Pusaka budaya ini menyakup pusaka berwu-
jud (tangible) dan pusaka tidak berwujud (intangible).
Sedangkan Pusaka Saujana merupakan gabungan antara Pusa-
ka Alam dan Pusaka Budaya dalam kesatuan ruang dan waktu.
Lalu bagaimana dengan Kota Pusaka? Sebuah kota diny-
atakan sebagai Kota Pusaka mula-mula apabila kota tersebut
memiliki kekentalan sejarah yang bernilai. Selanjutnya, apakah
kota tersebut memiliki pusaka alam, pusaka budaya, serta raju-
tan berbagai pusaka tersebut secara utuh sebagai aset pusaka
dalam kota atau bagian dari kota tersebut yang hidup, berkem-
bang, dan dikelola secara efektif.
Dalam kaitan tersebut, dalam pengembangannya ada tiga
aspek penting yang masing-masing saling berkait dan tak dapat
dipisahkan satu sama lain. Aspek pertama adalah asset. Dalam
hal ini pengembangan aset pusaka difokuskan pada upaya iden-
tifikasi aset-aset potensial yang memenuhi kriteria Outstanding
Indonesian Value (OIV) dan Outstanding Universal Value
(OUV) sehingga layak dikembangkan sebagai aset pusaka.
Aspek ke-dua adalah pengelolaan berkelanjutan. Hal ini
menyangkut komitmen pengelolaan aset pusaka yang diawali
dengan menyusun peraturan dan pedoman pengelolaan, lelu
membangun institusi pengelola baik formal maupun non for-
mal, dan disertai dengan dukungan pendanaan berkelanjutan.
Aspek terakhir adalah kemanfaatan. Dalam hal ini,
pengembangan aset pusaka harus memberikan manfaat bagi
kota dan masyarakatnya. Tentang manfaat pengembangan
kota pusaka secara umum antara lain (1) terciptanya ruang
yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan; (2) adanya
pertumbuhan ekonomi nasional, regional, dan kawasan, serta
(3)terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat
(lihat gambar).
DENPASAR MENYONGSONG KOTA PUSAKA
Dari ke tiga aspek tersebut Kota Denpasar yang saat ini
genap berusia 226 tahun, menyimpan aset warisan pusaka
kota yang sangat kaya. Warisan pusak budaya tersebut tersebar
di seluruh wilayah kota dengan keragaman lapisan zaman.
Dari sisi aset kuantitas dan kualitas cukup dapat dibanggakan.
Dari sisi benefit, beberapa asset-aset pusaka budaya tersebut
sudah memberikan memberi kemanfaatan bagi masyarakat
sekitar. Hanya saja, dari sisi pengelolaan berkelanjutan, asset-
aset tersebut belum dilindungi dengan peraturan dan institusi
khusus untuk itu.
K O T A P U S A K A
22 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
Usia 226 Tahun Kukuhkan Posisi Denpasar Sebagai
Kota Pusaka DINAMIKA PEMBANGUNAN DI DENPASAR SUDAH DIJEJAK SETIDAKNYA SEJAK
DITEMUKANNYA PRASASTI BELANJONG-SANUR, LALU BERLANJUT PADA ERA
KERAJAAN YAITU SAAT RAJA PURI KESIMAN MENJALIN KERJASAMA DENGAN
TUAN LANGE,PERISTIWA TRAGIC PERANG PUPUTAN BADUNG, HINGGA
PEMBANGUNAN BALI BEACH HOTEL DI SANUR. BAGI KOTA DENPASAR BERBAGAI
LAPISAN PERUBAHAN ITU TERPETAKAN SEJAK 226 TAHUN LALU.
CATATAN-CATATAN TERSEBUT MENGUATKAN POSISINYA SEBAGAI KOTA PUSAKA…
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
Tebaran pusaka berwujud sebagai aset utama di Kota
Denpasar antara lain Pura Maospahit, Puri Jero Kuta, Puri
Pemecutan, Puri Satria, Puri Kesiman, Kawasan Catus Pata,
Pecinan sepanjang Jalan Gajah Mada, Museum Bali, Bali
Hotel, Perkampungan Muslim di Desa Kepaon dan Serangan,
dan banyak lagi. Deretan asset tersebut belum termasuk
temuan-temuan arkeologi di Pura Belanjong, Pura Ayun,
Pura Dalem Sukun, Pura Desa Peguyangan, yang telah dite-
tapkan sebagai Cagar Budaya. Semua aset fisik pusaka kota
tersebut secara lengkap telah dipublikasikan dalam tiga buku
hasil penelitian yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota
Denpasar yaitu “Penelusuran Sejarah Kota Denpasar”,
“Pusaka Budaya Kota Denpasar”, dan “Kebudayaan Unggul
Inventori Unsur Unggulan Sebagai Basis Kota Denpasar
Kreatif”.
Mengacu kepada pandangan Antropolog I Wayan Geriya,
aset budaya fisik di Kota Denpasar setidaknya terkonfigurasi
dalam delapan nilai yaitu spiritual, unicum, estetika, sains,
ekonomi, kebersamaan, keserasian, dan multikultural. Kon-
figurasi ini semakin kokoh jika ditambahi dua nilai lagi yaitu
jatidiri dan keberlanjutan. Kesepuluh nilai tersebut dapat men-
dukung OIV dan OUV sehingga layak untuk dikembangkan
sebagai aset pusaka yang pada gilirannya sekaligus menjadikan
Denpasar sebagai Kota Pusaka Nasional dan Kota Pusaka
Internasional.
Artinya, bagian dari studi maupun proyek penataan fisik di
kawasan Z Zone (Puri Pemecutan-Catus Pata- Puri Satria),
Kawasan Jalan Patimura “Banjar Taensiat” – Jalan Supratman
“Puri Kertalangu” merupakan serpihan kecil dari kerja besar
cetak biru Kota Denpasar sebagai Kota Pusaka. Untuk
kepentingan tersebut diperlukan Master Plan Kota Pusaka
Denpasar disertai dengan aturan pengelolaannya.
MELINDUNGI ASET PUSAKA
Perubahan adalah sesuatu yang pasti berlangsung di dalam
berbagai aspek kehidupan. Tidak ada sesuatu pun di dunia ini
yang luput dari perubahan. Sebagian perubahan diakibatkan
oleh ritme alam sendiri (iklim), sebagian lagi akibat rekayasa
manusia sendiri. Kota Denpasar tentu bukan merupakan per-
kecualian. Selama 226 tahun sangat banyak perubahan yang
terjadi padanya. Sebagian dari perubahan itu teraa mengkha-
watirkan karena berpotensi menghilangkan nilai-nilai yang
telah tertancap selama berabad-abad. Satu contoh yang paling
nyata adalah terancam punahnya tradisi subak dan kehidupan
agraris akibat pesatnya peralihan fungsi lahan untuk pemuki-
man dan fungsi ekonomi lainnya. Seperangkat warisan budaya
yang menyertai tradisi subak pun terancam punah semisal
ketungan, jineng, ani-ani, dan lain sebagainya.
Akibat perubahan yang terjadi, selain subak yang terancam
punah, beberapa aset warisan fisik kota pusaka yang hilang
adalah wajah kota, elemen-elemen arsitektur, ornamen, bahan
bangunan, dan lain sebagainya. Hal di atas ditandai dengan
hilangnya bangunan-bangunan lama dan bersejarah seperti
gedung kantor pos, kantor gubernur, kantor PU, kantor CPM,
bangunan eks kantor Garuda di Jalan Sugianyar, rumah ting-
gal Ida Bagus Rurus, dan lain sebagainya. Termasuk hilangnya
Subak Renon akibat sebagian lahannya dialihfungsikan sebagai
pusat pemerintahan provinsi Bali yang di kemudian hari mem-
pengaruhi peralihan fungsi lahan di kawasan sekitarnnya.
Diperlukan berbagai aturan yang berhubungan dengan
konservasi warisan kota, baik Pusaka Alam, Pusaka Budaya,
maupun Pusaka Saujana yang menata, melindungi, serta
memberi nilai manfaat secara ekonomi agar maksud mulia
untuk melestarikan pusaka kota tidak berbenturan dengan
kepentingan lainnya.
Di samping itu aturan diperlukan pula diperlukan kelem-
bagaan baru yang khusus menangani urusan pusaka kota.
Lembaga tersebut dapat saja diberi nama Dewan Pusaka Kota
yang terdiri dari akademisi, praktisi, tokoh masyarakat, dan
unsur pemerintah. Aturan dan kelembagaan dipandang seba-
gai jawaban atas lemahnya aspek pengelolaan berkelanjutan.
Namun kekhawatiran terhadap kepunahan berbagai aset
Pusaka Alam, Pusaka, Budaya, dan Pusaka Saujana di Kota
Denpasar akibat pesatnya pembangunan masih menyisakan
optimisme asalkan delapan kunci pengendalian perubahan
benar-benar dipahami dan diterapkan. Ke-delapan kunci
tersebut adalah (1) visi Denpasar Kreatif Berwawasan Budaya
dalam Keseimbangan Menuju Keharmonisan, (2) Prospek
Kota Pusaka sebagai sumber perekonomian, (3) Denpasar
sebagai bagian Jaringan Kota Pusaka, (4) penghormatan pada
sejarah, (5) Pusaka sebagai Sarana Pendidikan, (6) Pusaka
sebagai Living Monument, (7) Pusaka sebagai bagian dari
agenda City Tour, dan (8) Kota Pusaka sebagai tujuan
Pariwisata abad 21.
Ke delapan kunci tersebut menjadi semakin kuat setelah
Kota Denpasar diakui sebagai Kota Pusaka oleh UNESCO.
Denpasar adalah kota kedu-dua setelah Solo mendapatkan
pengakuan tersebut. Muaranya, perbaikan di masa depan ber-
pangkal pada penyusunan Rencana Induk atau Master Plan
Kota Pusaka bagi Kota Denpasar.
Agar tertata baik, sinergi membangun kota pusaka dapat
dilakukan dengan selalu menjalin hubungan dan koordinasi
yang baik dengan Kementrian Pekerjaan Umum yang memi-
liki Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP),
Kementrian Pendidikan, serta Kementrian Parekraf. Kepada
masyarakat khususnya pemilik aset pusaka penting untuk di-
pikirkan insentif dan disinsentifnya bagi “pengorbanan” mere-
ka melepas aset miliknya menjadi aset Kota.
23Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
Tari Gandrung, salah satu jenis kesenian tari yang
mulai langka di Bali. Oleh Pemerintah Kota
Denpasar, tari ini kini mulai dihidupkan kem-
bali setelah sempat redup selama berpuluh-pu-
luh tahun lamanya. Tarian ini kini masih tersisa
di Pura Dalem Tembau Kelod; Pura Majapahit Munang -man-
ing; Pura Dalem Suwung Batan Kendal; dan Pura Delem
Ketapean Kelod.
Tari Gandrung biasanya dibawakan oleh lima penari pria
yang mengenakan busana wanita dan dengan karakter yang
benar-benar menyerupai wanita. Instrumen pengiringnya ada-
lah tingklik atau rindik yakni instrumen gamelan yang terbuat
dari bambu yang juga biasa digunakan untuk mengiringi tari
joged.
Pada masa-masa awalnya, para penari yang membawakan
tari Gandrung menari dalam keadaan trance. Saat menari me-
reka seperti dituntun oleh kekuatan di luar dirinya. Jadi mere-
ka bergerak di luar kesadarannya sendiri. Bahkan, kerap kali,
tidak hanya penarinya yang mengalami trance, penonton yang
didaulat untuk mengibing pun ikut trance.
Mengenai asal-usul tari Gandrung ini, beberapa sumber
mengatakan bahwa tari tersebut sudah muncul di Bali sejak
masa pemerintahan I Dewa Agung Anom yang bergelar I
Dewa Agung Mantuk Ring Petemon di Sukawati, abad XVIII
atau tahun 1800 Masehi. Pada era tersebut tarian Gandrung
dipentaskan untuk menghibur raja yang biasanya beristri ba-
nyak. Konon, dengan menonton Tari Gandrung, sang raja
akan tergugah hatinya agar bisa membagi cinta kasihnya kepa-
da semua istrinya. Gandrung juga dipertunjukkan untuk
tujuan memperoleh kekuatan magis.
Di Denpasar Tari Gandrung diperkirakan sudah ada pada
akhir abad ke-19. Di Banjar Ketapian Kelod, misalnya, tari
tersebut diperkirakan sudah dikenal masyarakat setempat sejak
tahun 1896. Generasi pertama (1896) dimotori oleh Pekak
Kerta dan Pan Regeg, Generasi kedua (1925) dimotori oleh I
Regeg, I Urip, dan Pan Kerta; Generasi ketiga (1935) dimotori
oleh I Made Kerta, I Wayan Regug, dan I Nyoman Sarin;
Generasi keempat (1946) digerakkan oleh Ni Liah, Ni Ras-
min, Ni Rasmon, dan Ni Seken, kemudian Generasi kelima
(1972) ditulangpunggungi oleh Ni Dani, Wayan Sudani, Ni
Made Waru, dan Ni Nyoman Narti.
Ketika Gandrung mulai muncul di Ketapian, pementasan-
nya lebih ditujukan pada hiburan di kalangan keraton. Ben-
tuknya hanya berupa tarian tunggal oleh penari laki-laki.
P U S A K A B U D A Y A
24 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
GandrungTak Lagi Murung
25Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
PUSAKA BUDAYA
Karena diperankan oleh laki-laki, tarian ini juga sering disebut
joged muani yang artinya joged laki-laki. Saat menari, Joged
muani tersebut ditemani seorang penari laki-laki lainnya yang
berfungsi sebagai juru tandak dan juru banyol. Juru tandak
berpakaian adat Bali dan duduk di depan gamelan semar peg-
ulingan. Bentuk tarian Gandrung seperti itu berlangsung
hingga angkatan kedua tahun 1925.
Pada angkatan ketiga, atas prakarsa seniman I Nyoman
Kaler, diadakan penambahan bentuk tari dengan memasukkan
beberapa unsur legong keraton. Ini membuat gandrung
Ketapian memiliki keragaman gerak tari. Penambahan itu
membuat pula adanya perubahan bentuk penyajian.
Sebelum menginjak pada tarian pokok dengan gending
gegandrangan, tarian gandrung didahului dengan tarian pem-
bukaan yang diambil dari beberapa unsur tari
legong keraton antara lain lasem dengan petikan
cerita Panji Malat Rasmin.
Dalam perkembangan selanjutnya, pen-
garuh legong keraton tidak hanya pada tamba-
han gerak tari, tapi juga pada gelungan. Untuk
dua pemeran condong menggunakan gelungan
seperti legong keraton, sedangkan pemeran
legong dibuatkan gelungan seperti gelungan
gandrung. Tiga gelungan itu saat ini disimpan
dan di Pura Banjar Ketapian Kelod. Sedangkan
gelung aslinya dikeramatkan dan diupacarai seti-
ap piodalan dan hari kajeng kliwon.
Perubahan juga terjadi pada gamelan pengir-
ing yang sebelumnya Semar Pegulingan diganti dengan
Tingklik atau Rindik.
Saat ini sekaa atau kelompok Gandrung yang paling aktif
di Kota Denpasar adalah sekaa Gandrung di Pura Majapahit,
Banjar Munang Maning. Namun, tidak seperti di banjar
Ketapean Kelod, di Munang maning tidak terdapat cukup ca-
tatan mengenai asal-usul tari gandrung di situ. Ketut Manda,
Penari Gandrung tertua yang masih tersisa saat ini mengatakan
bahwa dirinya sama sekali tidak mengetahui asal-usul tari gan-
drung di desanya. Ia sendiri mengatakan bahwa ia mulai bela-
jar menarikan tarian tersebut karena didaulat oleh warga ban-
jar sekitar tahun 1946. Saat itu Manda masih duduk di Seko-
lah Rakyat. Ia dipilih karena tetua banjar itu menerima paw-
isik bahwa Mandalah yang harus menarikan tari gandrung
yang gelungnya disemayamkan di Pura Majapahit, di banjar
tersebut.
Setelah terpilih, Manda yang lahir pada 18 Oktober 1938
itu belajar menari Gandrung dari Ketut Bina dan I Gst Putu
Geria, dua guru tari dari Banjar Buagan. Dari kedua guru itu-
lah Manda memperoleh pengetahuan tentang menari dan
menabuh gamelan untuk pementasan Gandrung. Setelah me-
nguasai, ia pun didaulat untuk menggantikan penari gandrung
generasi sebelumnya yang sudah renta. Penari generasi sebe-
lumnya yang masih diingat Manda bernama Nyoman Cekog.
Setelah generasi Ketut Manda, pemilihan penari sudah
mulai melonggar. Kini tidak lagi harus laki-laki, perempuan
pun diperbolehkan menarian tarian ini di Pura Majapahit Mu-
nang Maning, asal penari-penari tersebut kasudi (dipilih) oleh
Pemangku Pura. Hal itu mulai berlaku sekitar tahun 1946.
Keterangan serupa disampaikan oleh I Ketut Godra,
tukang ugal (penabuh utama) gamelan Gandrung di Banjar
Munang Maning sejak 1946. Menurut Godra, karena gending
tetabuhan yang ada di Banjar Munang Maning lebih lengkap
dan terjaga, belakangan Sekaa Tari Gandrung di Banjar
Ketapian datang mempelajari gending tetabuhan gandrung ke
Munang -Maning.
Keterangan itu dikukuhkan
oleh I Made Seneng, penabuh
gamelan gandrung kelahiran 31
Desember 1944 yang mulai
menabuh sejak 1963. Menurut
Seneng tingkat kesulitan kesulitan gending yang ada di
Munang Maning lumayan tinggi sehingga jarang ada Sekaa
lain yang menguasainya. Itulah menurut Seneng yang mem-
buat sekaa gandrung di banjarnya menjadi unik.
Kini, regenerasi tari Gandrung di Banjar Munang-maning
mulai berjalan. Meski tetap terseok-seok menghadapi gempu-
ran berbagai tawaran hiburan di era modern ini, setidaknya
masih ada anak-anak muda yang menekuni tari ini sebagai
bentuk pengabdian dan persembahan mereka kepada para
Dewa.
Upaya rekonstruksi dan regenerasi kini terus diupayakan
oleh Pemerintah Kota Denpasar. Sebuah dorongan yang mem-
buat kesenian tari gandrung ini tak lagi murung.
(Disarikan dari buku “Rekam Pusaka Budaya Kota
Denpasar” terbitan Dinas Kebudayaan Kota Denpasar)
I WAYAN GEDE DEDDY
MERTHA (KEDUA DARI
KANAN): Digerakkan oleh
kekuatan sangat hebat
FO
TO
: M
AR
IA E
KA
RIS
TI
2008
1. Penghargaan diberikan kepada Kelurahan Sanur Kauh sebagai pelak-
sana terbaik Pakarti Madya I pada lomba Kesatuan Gerak PKK – KB –
Kesehatan kategori Kota dari Tim Penggrak PKK Pusat
2. Piagam Langit Biru dibrikan kepada Kota Denpasar dalam
meningkatkan kualitas udara dari Menteri Negara Lingkungan Hidup
2009
1. Penghargaan kepada Ny. Ida Ayu Selly D. Mantra sebagai pengelola
Bina Keluarga Balita (BKB) Terbaik tingkat Provinsi dari Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
2. Penghargaan Adipura kategori Kota Besar dari Menteri Negara
Lingkungan Hidup
3. Penghargaan Adiupaya Puritama sebagai peringkt ke III kategori
Pemerintah Kota Metropolitan/Besar Bidang Penyelenggaraan
Pengembangan Perumahan dan Pemukiman dalam rangka
Memperingati Hari Perumahan Nasional Tahun 2009 dari Menteri
Negara Perumahan Rakyat
4. Penghargaan Adiwiyata diberikan kepada SDN 4 Panjer Denpasar
sebagai sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan dari Menteri
Pendidikan Nasional dan Menteri Negara Lingkungan Hidup
5. Penghargaan Adiwiyata diberikan kepada SMPN 4 Denpasar sebagai
sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan dari Menteri Pendidikan
Nasional dan Menteri Negara Lingkungan Hidup
6. Penghargaan diberikan kepada Kelurahan Panjer atas prestasinya
sebagai juara pertama Perlombaan Desa dan Kelurahan tingkat
Provinsi Bali Tahun 2009 dari Mentri Dalam Negeri
7. Penghargaan dibeikan kepada Ny. Ida Ayu Selly D. Mantra sebagai
pengelola Bina Keluarga Balita (BKB) Terbaik tingkat Provinsi dari
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
dan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
8. Penghargaan dalam penyelenggaraan pemukiman nominasi kategori
kota metropolitan dari Menteri Pekerjaan Umum.
9. Hasil survei Integritas Sektor Publik Komisi Pemberantasan Korupsi
pada tahun 2009, Pemerintah Kota Denpasar mendapatkan nilai ter-
tinggi diantara 50 Kabupaten/Kota di Indonesia yaitu 7,48.
2010
1. Indonesia Tourism Award 2010 dari Mentri Kebudayaan dan
Pariwisata Republik Indonesia sebagai Kota Terfavorit
2. Penghargaan Citra Pelayanan Prima kepada Puskesmas II Denpasar
Selatan dari Kementerian PAN dan RB
3. Investment Award diberikan kepada Dinas Perijinan Kota Denpasar
sebagai nominasi Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) Bidang Penanaman Modal Terbaik Tahun 2010 dari Badan
Koordinasi Penanaman Modal
4. Penghargaan Prakerti Utama I diberikan kepada Kelurahan Sanur
Kecamatan Denpasar Selatan atas keberhasilannya sebagai
Pelaksana Terbaik Kesatuan Gerak PKK – KB – Kesehatan katagori
Kota Tahun 2009-2010 dari Tim Penggerak PKK Pusat
5. Penghargaan ata prestasi sebagai juara pertama perlombaan Desa
dan Kelurahan tingkat Provinsi Bali Tahun 2010 diberikan kepada
Desa Sanur Kaja dari Menteri Dalam Negeri
6. Penghargaan Manggala Karya Kencana diberikan kepada Walikota
Denpasar atas karya yang menonjol dalam kepemimpinan, kepelopo-
ran, keteladanan khususnya dedikasi dalam mendukung keberhasilan
Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional untuk
mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera dari Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional
7. Penghargaan Adiwiyata diberikan kepada SMAN 6 Denpasar sebagai
sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan dari Menteri Pendidikan
Nasional dan Menteri Negara Lingkungan Hidup
8. Penghargaan Adiwiyata diberikan kepada SDN 4 Panjer Denpasar
sebagai sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan dari Menteri
Pendidikan Nasional dan Menteri Negara Lingkungan Hidup
9. Penghargaan Adiwiyata diberikan kepada SMAN 5 Denpasar sebagai
sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan dari Menteri Pendidikan
Nasional dan Menteri Negara Lingkungan Hidup
10. Penghargaan kepada Kelompok Nelayan Pesisir Karya Segara
Serangan yang masuk nominasi calon penerima Penghargaan
Kalpataru kategori Penyelamat Lingkungan dari Menteri Negara
Lingkungan Hidup.
11. Penghargaan kepada Dwi Pantes Wahyudi Perum DAMRI Sta
Denpasar sebagai awak kendaraan umum teladan tingkat Nasional
Tahun 2010 dari Menteri Perhubungan
12. Perhargaan sebagai finalis Indonesia Open Source Award (IOSA)
2010 dari Indonesia Open Source Award
13. hasil survei dari Transparansi Internasional Indonesia (TII) pada tahun
2010 bahwa Kota Denpasar juga meraih skor tertinggi (6,71) untuk
keberhasilan dalam menekan terjadinya korupsi.
14. Piagam penghargaan dari Presiden Republik Indonesia diberikan
P R E S T A S I K O T A
26 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
Prestasi NasionalKota Denpasar Empat Tahun Terakhir
KLAPenghargaan Best Achievment,
Kementerian Pariwisata Penghargaan IGA Penghargaan Kota Layak Anak
FO
TO
-FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
kepada Kota Denpasar yang telah mampu meningkatkan produksi
beras diatas 5 persen.
15. Indonesia Tourism Award 2010 dari Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata Republik Indonesia sebagai Kota dengan Pelayanan
Terbaik
16. Penghargaan kepada BKD Kota Denpasar sebagai pengelola kepe-
gawaian instansi daerah terbaik sewilayah kantor regional X BKN
Denpasar Tahun 2010 dari Kepala Badan Kepegawaian Negara.
2011
1. Penghargaan Kota Layak Anak dari Kementerian Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
2. Satya Lencana Karya Bakti Pembangunan Bidang Koperasi dari
Presiden RI
3. Smart City Award dari Kementerian Kominfo dan Majalah SWA
4. Peringkat I Katagory Smart Economy dari Kementerian Kominfo dan
Majalah SWA
5. Peringkat I Katagory Smart Living dari Kementerian Kominfo dan
Majalah SWA
6. Peringkat II Katagory Smart Environment dari Kementerian Kominfo
dan Majalah SWA
7. Peringkat III Katagory Smart Governance dari Kementerian Kominfo
dan Majalah SWA
8. Green Region Award dari Kementerian Lingkungan Hidup
9. The Best Performance Taourism Award dari Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata
10. Citra Pesona Wisata Award Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
11. Palmes Academiques Pemerintah Republik Perancis
12. Manggala Karya Kencana Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak
13. Pakarti Utama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak RI
14. BKN Award BKN Wilayah X
15. Kota Terbersih dari Korupsi Masyarakat Transparansi Indonesia
16. Nilai Tertinggi Survey Integritas Pelayanan Publik score 7,48 dari
KPK
17. ICT Pura dari Kementerian Kominfo
18. Indonesia Open Source Award (IOSA) dari Kementerian Kominfo
19. Indonesia Tourism Award (The Most Favorite Tourist Destinaton
Award, The Best Service Tourism Award) dari Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
20. Penghargaan Produksi beras di atas 5 persen dari Menteri Pertanian
21. Juara Bina Keluarga Balita dari Kepala BKKBN Pusat
2012
1. Penghargaan Pembinaan Perpustakaan dan Arsip dari Arsip Nasional
Republik Indonesia (ANRI)
2. Trofi Wahana Tata Nugraha di Bidang Angkutan dari Kementrian
Perhubungan
3. Penghargaan Adi Wiyata dari Kementrian Lingkungan Hidup
4. Satya Lencana Wirakarya Bidang KB dari Presiden Republik
Indonesia
5. Penghargaan Menuju Kota Layak Anak Kategori Nindya
danKategori Kebijakan Pemberian Akta Kelahiran Secara Gratis
dari Kementrian PP & PA
6. Penghargaan Inovasi Govenrmant Award ( IGA ) dari Kementrian
Dalam Negeri
7. Penghargaan Upakarti Jasa Kepedulian terhadap UMKM dari
President RI di Istana Negara
8. Penghargaan Anugrah Parahita Ekapraya (APE) Untuk keberhasilan
dalam membangun kesetaraan gender dari Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar
2013
1. Piagam Penghargaan Jasa Kepedulian Terhadap Industri Kecil di
Kota Denpasar President dari Republik Indonesia,
2. Citra Bhakti Abdi Negara (CIBAN) dari Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara (MENPAN)
2. Penghargaan Wahana Tata Nugraha( WTN) Tahun 2012 di Terima
Tahun 2013 dari Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal
Perhubungan RI
3. Piagam dan Plakat Adipura dari Kementrian Lingkungan Hidup RI
4. Penghargaan WTP ( Laporan Pengelola Keuangan ) dari BPKP Pusat
5. Penghargaan Kota Layak Anak Kategori “Nindya” dari Kementrian
Pemberdayaan Perempuan dan Anak
6. Penghargaan Piala Wahana Tata Nugraha dari Kemenhub tentang
Tertib Lalu Lintas dari Kementrian Perhubungan
7. Juara I Puskesmas Berprestasi Tingkat Nasional, di raih Puskesmas
Densel II dari Kementrian Kesehatan RI
8. Penghargaan Swasti Saba Wiwenda ( Kota Sehat Taraf Pembinaan)
dari Kementrian Kesehatan
9. Penghargaan Penggerak Koperasi Paramadhana Utama Nugraha
Kementrian Koperasi
27Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
Penghargaan Penggerak KoperasiParamadhana Utama Nugraha.
Penghargaan Upakartri
Penghargaan Upakarti
Denpasar layak mendapat julukan Kota
Konferensi. Alasannya, sejak lebih 50 tahun
terakhir, ibu kota Pulau Bali ini sudah sering
dan terus menerus dipilih sebagai tempat se-
minar, rapat, sidang, munas, kongres, dan
sejenisnya, baik untuk tingkat nasional maupun internasional,
baik yang diselenggarakan oleh partai politik maupun organ-
isasi profesi.
Pejabat tinggi seperti Presiden kerap hadir membuka kon-
ferensi atau musyawarah, seperti yang terakhir adalah Musya-
warah Nasional XIII Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional
Indonesia (Gapensi) pada 19-22 Januari 2014, yang dibuka
Presiden SBY. Dalam industri pariwisata, kegiatan konferensi
(conference), pertemuan (meeting), pameran (exhibition) dan
wisata insentif (incetive) biasa disingkat dengan MICE (meeting,
incentive, conference, exhibition) merupakan pasar-ceruk (niche
market) yang memberikan keuntungan yang potensial.
Peserta konferensi biasanya berjumlah banyak, mereka
memerlukan banyak akomodasi, makanan, berwisata, sou-
venir, dan jasa-jasa lainnya. Makanya, mengembangkan Den-
pasar sebagai Kota Konferensi, bukan saja penting untuk per-
kembangan ekonomi-pariwisata tetapi juga mengukuhkan
pengalaman Denpasar sejak zaman kolonial.
KONFERENSI ERA KOLONIAL
Bila ditengok ke masa silam, dapat diketahui sejumlah
konferensi yang berlangsung di Denpasar yang bisa dijadikan
alasan untuk menjadikan Denpasar Kota Konferensi.
Acara konferensi besar pertama yang berlangsung di
Denpasar pada zaman kolonial adalah Kongres Kebudayaan
Bali, 18-23 Oktober 1937, dilaksanakan oleh Java Institut,
diikuti 200 orang. Biasanya Java Institut melaksanakan kon-
gresnya di kota-kota di Jawa, dan membahas kebudayaan-
kebudayaan Jawa atau Sunda. Ketika giliran membahas kebu-
dayaan Bali, lembaga milik Belanda itu memilih melak-
sanakannya di Bali, termasuk dan terutama di Denpasar.
Kongres Kebudayaan diikuti sejumlah sarjana Belanda,
yang diangkut ke Bali dengan kapal layar melalui Pelabuhan
Singaraja atau Padangbai. Dari kedua pelabuhan itu, peserta
diangkut dengan kendaraan ke Puri Denpasar, tempat kongres
berlangsung. Peserta kongres menikmati makan siang di Bali
Hotel, akomodasi mewah pertama di Bali yang dibangun oleh
Belanda tahun 1928.
Kegiatan kongres diselingi dengan acara wisata-budaya ke
berbagai objek seperti Tampaksiring, Goa Gajah, dan Kerta-
gosa. Dalam beberapa tempat, rombongan disuguhkan seni
pertunjukan Bali. Topik kebudayaan yang dibahas dalam
Kongres disaksikan langsung para peserta dalam realitas.
Acara penutupan Kongres berlangsung di Denpasar, diisi
dengan ceramah tentang Museum Bali oleh pengelolanya Ir.
H. Resink. Acara pamungkas diisi dengan pentas pertunjukan
wayang dengan lakon Ramayana.
KONFERENSI DENPASAR
Sesudah kemerdekaan, konferensi penting yang berlang-
sung di Denpasar adalah Konferensi Denpasar. Konferensi
yang diprakarsai oleh Belanda ini dilaksanakan pada tanggal
K O L O M
28 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
DenpasarKota Konferensi, Mengapa Tidak?
FO
TO
-FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
18-24 Desember 1946. Bali Hotel di Jalan Veteran merupakan
tempat konferensi ini dilaksanakan. Itulah satu-satunya fasili-
tas memadai dan bertaraf internasional untuk itu.
Konferensi Denpasar merupakan rangkaian dari Kon-
ferensi Malino yang berlangsung, 17-20 Juli 1946. Keduanya
dilaksanakan Belanda untuk mengotak-atik strategi politik
pecah-belah agar mereka bisa kembali menjajah Indonesia
yang sudah merdeka tahun 1945. Pemerintah kolonial
Belanda secara de facto hanya mau mengakui otoritas kaum
Republik atas Sumatra, Jawa, dan Madura. Daerah-daerah
lainnya, termasuk Bali, tidak diakui kemerdekaannya alias
berada di bawah kekuasaan Belanda.
Konferensi Denpasar melahirkan Negara Indonesia Timur
(NIT), yang berada di bawah kontrol Belanda. Delegasi Bali
yang hadir dalam Konferensi Denpasar, seperti dicatat
Geoffrey Robinson dalam bukunya The Dark Side of Paradise
(1995:151), adalah Cokorda Gde Raka Sukawati, Anak Agung
Gde Agung, Gde Paneca, I Gusti Bagus Oka, Anak Agung
Nyoman Panji Tisna, dan Made Mendra.
Setelah NIT terbentuk, Belanda memilih Cokorda Gde
Raka Sukawati sebagai President dan Anak Agung Gde
Agung sebagai perdana menteri NIT. Wilayah NIT menca-
pai Bali dan seluruh dari Indonesia Timur kecuali Irian
Barat. Belakangan NIT dipelesetkan sebagai “Negara Ikut
Tuan”.
Terlepas dari riwayat NIT yang akhirnya ambruk karena
kekuatan kaum Republik untuk mempersatukan Indonesia,
kota Denpasar telah menjadi saksi sejarah ambisi Belanda hen-
dak menguasai Nusantara kembali. Riwayat Denpasar sebagai
kota konferensi bermula dari sini karena namanya disebut den-
gan ‘Konferensi Denpasar’. Jika dilihat ke belakang, Denpasar
sudah menjadi tempat kongres tahun 1937.
KONFERENSI KEBUDAYAAN NASIONAL
Tahun 1958, Denpasar menjadi tuan rumah pertemuan
kebudayaan tingkat nasional. Tempatnya juga di Bali Hotel,
seperti mengulang kembali peristiwa Kongres Kebudayaan
Bali dua dekade sebelumnya. Konferensi ini dilaksanakan oleh
Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN). Magnet
Bali sebagai kota wisata yang sudah populer sejak zaman kolo-
nial membuat banyak budayawan Indonesia mengalir ke Bali
untuk mengikuti pertemuan BMKN.
Menurut laporan yang ada, acara pembukaan pertemuan
kebudayaan ini ramai dan meriah, aula Bali Hotel penuh.
Namun, saat sidang-sidang komisi atau pembahasan makalah,
ruangan pada sepi karena
banyak peserta pertemuan
yang ngelencer ke luar men-
jadi turis. Andaikan per-
temuan ini dilaksanakan di
kota lain di Indonesia,
mungkin pesertanya tak seramai kalau diadakan di Denpasar.
Sastrawan Ajip Rosidi, asal Bandung, yang ketika itu tentu
masih muda usia, adalah salah satu peserta pertemuan kebu-
dayaan BMKN. Dia pun tampaknya sempat keliling Bali,
menjadi wisatawan. Kesan manisnya ditulis dalam sebuah
puisi tentang Bali yang mengiaskan bahwa dia tidak ingin
pulang ke Bandung, ingin tetap tinggal di Bali karena keinda-
han alam dan budaya pulau ini.
Tentu saja bukan Ajip Rosidi saja yang jatuh cinta, tetapi
juga sastrawan dan budayawan lain. Buktinya, tak lama kemu-
dian, Denpasar kembali dipilih menjadi tempat konferensi.
Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), pendukung Partai
Komunis Indonesia (PKI), memilih Denpasar sebagai lokasi
Konferensi Nasional (Konfernas) pada 25-27 Februari 1962,
29Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
INNA BALI HOTEL DENPA-
SAR & INNA GRAND BALI
BEACH: Konferensi telah
digelar sejak 1937.
empat tahun setelah pertemuan kebudayaan BMKN. Lokasi
Konfernas Lekra lagi-lagi di Bali Hotel, Denpasar.
Konfernas Denpasar merupakan salah satu pertemuan
nasional Lekra yang sangat penting setelah Kongres Solo 22-28
Januari 1959 karena untuk pertama kalinya sejak Lekra diben-
tuk 1950, melaksanakan pertemuan bertaraf nasional di luar
Jawa.
Peserta Konfernas Lekra pun terpincut pada keindahan
Bali. Banyak yang tidak mau pulang, makanya konfernas ini
juga dikenal dengan ‘konfernas tak seorang berniat pulang’.
Kesan-kesan seniman lekra banyak dituangkan dalam puisi,
tentu sajak puisi propaganda ideologi komunis dengan menja-
di Bali sebagai alat tembak estetikanya. Nyoto, salah seorang
tokoh Lekra misalnya, mendapat inspirasi
dari tari kecak Bali, menulis puisi yang
antara lain berbunyi: cak-cak-cak-cak/ impe-
rialisme/ kanan baru/ feodalisme/ si kepala
batu/ kita tinju/ satu per satu.
Sukses Konfernas Lekra kembali mem-
buat Denpasar terpilih sebagai lokasi pelak-
sanaan Sidang Komite Eksekutif Konferensi
Pengarang Asia-Afrika (SKE-KPAA). Perte-
muan internasional ini berlangsung 16-21
Juli 1963 di Hotel Segara Village, Sanur,
satu dari sedikit hotel yang mulai tumbuh di
Sanur, mendahului kehadiran Bali Beach
Hotel.
Sidang Konferensi Eksekutif KPAA ini diikuti delegasi sen-
iman dan budayawan negara-negara Asia Afrika. Sidang ini
dibuka Presiden Sukarno dan ditutup oleh Menlu Subandrio
di Hotel Bali, Denpasar—di tempat berlangsungnya Konfer-
nas Lekra setahun sebelumnya.
Tidak jelas apakah Sukarno hadir langsung atau diwakili
dalam pembukaan SKEKPAA, yang jelas Sukarno menyam-
paikan pidatonya yang ringkasannya dimuat di Harian Rakjat
(21/7/1963, hlm 1). Dalam amanatnya itu, Presiden Sukarno
mendesak pengarang Asia Afrika berani menjadi manusia yang
mampu mengabdikan pikirannya bagi semua Rakyat Asia
Afrika, harus melihat sekeliling dirinya, harus menyelidiki,
harus menyelam dalam kedalaman dasar jiwa revolusi yang
besar ini.
BALI BEACH
Hadirnya Hotel Bali Beach mulai tahun 1966, membuat
Denpasar kian ramai dipilih sebagai tempat konferensi. Salah
satu pertemuan dunia yang besar yang berlangsung awal 1980-
an, adalah kongres internasional taman nasional, berlangsung
di Bali Beach Hotel. Dari sanalah kiranya Bali mendapat inspi-
rasi untuk mempopulerkan ambisinya menjadi ‘Bali sebagai
Pulau Taman’, walaupun belum sepenuhnya terwujud sampai
sekarang.
Ada banyak lagi pertemuan nasional dan internasional di
Denpasar atau Bali termasuk yang kemudian diadakan di
kawasan Kuta dan Nusa Dua setelah hotel-hotel di sana ram-
pung. Pertemuan itu biasanya menghasilkan deklarasi,
namanya pun kerap disebut dengan Deklarasi Bali. Pertemuan
OPEC dan ASEAN yang diliput wartawan dunia membuat
Bali mendapat promosi pariwisata cuma-cuma. Ini jelas meru-
pakan keuntungan yang tak ternilai harganya.
Tahun 1990-an dan 2000-an, Denpasar juga menjadi tuan
rumah berbagai pertemuan partai politik, seperti yang dilak-
sanakan PDIP dan Golkar. Dalam pertemuan Bali-lah, Ketua
DPP PDIP Megawati Soekarnoputri ditetapkan
sebagai calon presiden untuk pemilu 1999.
Perayaan HUT partai-partai besar juga
dilaksanakan di Denpasar atau di kota lainnya di
Bali. Contohnya, Partai Demokrat juga melak-
sanakan Kongres Luar Biasa awal 2013 di Bali
Beach, Sanur.
BANYAK KEUNTUNGAN
Banyak keuntungan bisa diambil sebagai
kota konferensi, termasuk keuntungan politik
dan ekonomi. Secara politik, Denpasar atau Bali
akan senantiasa diperhitungkan dalam konste-
lasi kekuatan politik nasional. Paling tidak,
hubungan politisi lokal dengan pusat menjadi lebih akrab,
yang bisa membukakan jalan untuk ke level nasional.
Misalnya, politik pemenang pemilu atau yang tokohnya men-
jadi pemimpin, akan memperhitungkan untuk memasukkan
wakil Bali dalam jajaran kekuasaan.
Secara ekonomi, keuntungan akan dirasakan sektor pari-
wisata dan transportasi. Dalam sekali kongres, bisa dibayang-
kan, berapa ratus juta atau milyar uang dikucurkan ke lokasi
konferensi. Para pengelola hotel, restoran, dan bahkan sopir
taksi pun akan ikut menikmati. Penyedia souvenir juga akan
laris, bukan saja untuk disediakan bagi peserta kongres (beru-
pa tas atau kipas) tetapi juga bagi mereka yang membelinya
untuk oleh-oleh buat keluarga atau kolega sebagai tanda mata
dari Bali.
Mumpung berbagai fasilitas akomodasi, transportasi
(khususnya udara), dan magnet Bali yang begitu komplet seba-
gai daerah tujuan wisata, Denpasar mestinya mengibarkan diri
dengan tegas dan mantap sebagai kota konferensi, kota kon-
gres, atau kota munas.
Klaim sebagai Kota Konferensi adalah sebuah usaha kre-
atif, cocok dengan tekad Denpasar mewujudkan impian men-
jadi Kota Kreatif.
K O L O M
30 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
Dharma Putra
FO
TO
: A
RY
BE
STA
RI
PELAYANAN PUBLIK
ANOM PRASETYA, DINAS KOMINFO
Telah kerap disampaikan dalam berbagai
paparan bahwa tujuan akhir dari penerapan e-
Goverment adalah peningkatan pelayanan
kepada public. Baik dalam hal peningkatan
pelayanan dalam pengurusan perijinan
maupun pelayanan-pelayanan lainnya. Satu di antaranya ada-
lah pelayanan dalam hal menangani pengaduan masyarakat.
Dalam hal ini Pemerintah Kota Denpasar sangat menyadari
bahwa dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih,
bertanggung jawab serta mampu menjawab tuntutan peruba-
han adalah dengan menyediakan ruang / akses komunikasi
yang terbuka antara pemerintah dan masyarakat. Untuk itu-
lah dibangun satu sistem yang lebih cepat, tepat, akurat dan
dapat dipertanggungjawabkan dalam pengelolaan penan-
ganan pengaduan masyarakat, yaitu
melalui Pengaduan Rakyat Online dis-
ingkat PRO Denpasar.
PRO Denpasar merupakan aplikasi
berbasis web yang memberikan kesem-
patan kepada publik untuk melakukan
komunikasi dua arah untuk berperan
serta dalam melakukan pengawasan ter-
hadap jalannya pemerintahan dilingkungan Pemkot Denpasar.
Apa yang disampaikan publik melalui PRO Denpasar tersebut,
baik berupa pengaduan, kritik, saran maupun masukan lainnya
adalah merupakan salah satu bentuk dari Pengawasan
Masyarakat.
Publik dapat mengakses PRO Denpasar melalui situs
http://pengaduan.denpasarkota.go.id atau melalui mobile
aplikasi di sistem operasi Android. Tentunya harus didahului
dengan melakukan pendaftaran secara online dengan mengisi
form yang telah tersedia dengan mencantumkan data diri/iden-
titas yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pengaduan yang disampaikan publik melalui situs web
tersebut akan dikelompokkan kedalam dua kategori, yaitu
Pengaduan Berkadar Pengawasan dan Pengaduan yang Tidak
Berkadar Pengawasan. Pengaduan Berkadar Pengawasan
meliputi hambatan dalam pelayanan masyarakat, KKN serta
pelanggaran disiplin pegawai. Sementara Pengaduan yang
Tidak Berkadar Pengawasan meliputi kritik, saran serta keluhan
masyarakat.
Dengan menggunakan media online tersebut publik dapat
menyampaikan masukannya dengan gaya bahasa sesuai dengan
karakter masing-masng orang. Namun admin PRO Denpasar
hanya akan memroses masukan yang disampaikan dengan baik.
Masukan yang mengandung caci-maki, ancaman, kekerasan,
menyinggung SARA atau pornografi diabaikan.
Untuk pengaduan yang “layak diterima”, admin PRO
Denpasar akan memilah serta meneruskan ke SKPD yang ber-
wenang. Misal, masukan yang menyangkut masalah kebersihan
akan diteruskan ke Dinas Kebersihan dan
Pertamanan. Masukan yang menyangkut
pengurusan akta kependudukan akan
diteruskan ke Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil. Pada intinya semua
masukan publik tersebut akan diteruskan
ke SKPD terkait, karena semua SKPD di
Pemkot Denpasar telah terhubung den-
gan PRO Denpasar. Di SKPD bersangkutan, pengaduan akan
dilanjutkan dengan pemrosesan lebih lanjut untuk secepatnya
mendapatkan tanggapannya. Proses yang dilakukan di SKPD
dimonitor perkembangannya di admin PRO Denpasar se-
hingga dapat diketahui bagaimana perkembangan penanganan
pengaduan pada tiap-tiap SKPD.
Alur penanganan pengaduan masyarakat melalui PRO
Denpasar terlihat seperti pada bagan.
Melalui PRO Denpasar, di mana pun anda berada, asalkan
sudah terhubung dengan jaringan internet, publik dapat
berperanserta dalam melakukan pengawasan masyarakat
melalui penyampaian masukan-masukannya ke situs PRO
Denpasar yang sudah terintegrasi dengan semua SKPD.
31Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
Pro DenpasarIntegrasikan Pengaduan Secara On line
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL PENGEMBANGAN E-GOVERNMENT
MENGAMANATKAN AGAR PEMERITAH MENERAPKAN E-GOV UNTUK MENINGKATKAN
PELAYANAN PUBLIK SECARA EFEKTIF DAN EFISIEN. DI DENPASAR AMANAT ITU
ANTARA LAIN DIAPLIKASIKAN MELALU “PRO DENPASAR”…
Tujuan untuk menyejahterakan seluruh anggo-
tanya adalah sesuatu yang lumrah pada setiap
koperasi di mana pun ia beroperasi. Tujuan itu
tercantum hampir di semua anggaran dasar kop-
erasi. Yang sulit menjadi sesuatu yang lumrah
adalah bagaimana mewujudkan tujuan yang tersurat tersebut
menjadi sesuatu yang nyata dan benar-benar dirasakan oleh
seluruh anggota. Di Kota Denpasar, Koperasi Serba Usaha
(KSU) Dana milik Banjar Dangin Peken, Desa Adat Intaran,
Sanur adalah contoh dari sangat sedikit koperasi yang berhasil
meralisasikan hal itu. Dengan memadukan konsep modern
dan kearifan lokal yang bertumbuh di masyarakat, KSU Dana
mampu memberikan kesejahteraan bagi warganya.
Menjalankan fungsinya mengelola keuangan dari usaha
yang diamanatkan anggotanya, semua kuntungan yang diper-
oleh KSU Dana dikelola kembali dan pada saat-saat di-
perlukan disalurkan untuk menyantuni para anggotanya yang
memerlukan. Semisal untuk biaya persalinan, pendidikan,
kesehatan, upacara agama, bahkan kematian. Mungkin inilah
satu-satunya koperasi di Bali yang telah mampu menyokong
keperluan anggotanya sedari proses persalinan hingga persitiwa
kematian. Yang menarik, hal ini bukanlah sesuatu yang baru
Banjar Dangin Peken, Sanur. Sejak 1982 telah para tokoh di
banjar tersebut telah membuat gerakan bersama dalam pen-
gelolaan uang yang keuntungannya ditujukan bagi sebesar-
besarnya kesejahteraan para anggota.
“Waktu tetua-tetua banjar kami telah melakukan kegiatan
simpan-pinjam tapi pengelolaannya masih sederhana.
Namanya pun bukan koperasi,” ujar Kelihan Adat Banjar
Dangin Peken I Made Sunarta, yang ditemui di sela-sela
kegiatan Seminar dalam rangka HUT ke-226 Kota Denpasar,
Selasa, 18 Pebruari 2014
di Inna Grand Bali Beach
Hotel, Sanur.
Lebih lanjut dikatakan
perkembangan KSU Da-
na dilakukan dengan pen-
ingkatan sumber daya manusia (SDM) dengan pengelolaan
yang baik pada tahun 2004 dengan modal awal Rp7 Juta yang
mewajibkan seluruh warga banjar sebagai anggota koperasi.
Sejak tahun 2006 hingga saat ini KSU Dana telah memiliki
omset Rp140 Millyar lebih. Dengan aset sebanyak itu Banjar
Dangin Peken memberikan berbagai macam santunan kepa-
da warganya seperti santunan kelahiran mendapatkan Rp5
juta, menikah mendapatkan 10 juta, dan bagi warga mening-
gal mendapatkan santunan Rp10 juta. Sementara untuk warga
banjar yang sakit pihaknya juga telah membuat fasilitas rumah
C E R M I N
32 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
SUKSES PADUKAN KONSEP MODERN DAN KEARIFAN LOKAL
KSU DanaSantuni Anggota dari Kelahiran hingga Kematian
SETIAP KOPERASI MEMILIKI TUJUAN YANG SAMA DALAM MENSEJAHTERAKAN
ANGGOTANYA, NAMUN TIDAK SEMUA KOPERASI MAMPU MENCAPAI TUJUAN
TERSEBUT. DIBUTUHKAN MANAJERIAL YANG MATANG, SERTA TIM WORK YANG
SOLID DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN ANGGOTANYA. ITU YANG
TERLIHAT DI KSU DANA DI SANUR
UPACARA MELASTI: Koperasi
yang sukses membuat masya-
rakat tak terbebani biaya-biaya
upacara.
FO
TO
: G
ED
E W
IDIA
TM
IKA
sehat Banjar Dangin Peken dengan memberikan fasilitas kese-
hatan umum, hingga pemeriksaan kanker serviks, dengan
pembayaran sukarela.
“Bagi warga masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas
rumah sehat ini tidak saja untuk warga Banjar Dangin Peken,
namun sleuruh warga masyarakat dapat menggunakan fasilitas
kesehatan ini, yang juga bekerjasama dengan yayasan luar
negeri,” ujar Sunarta.
Dengan memiliki jumlah warga banjar tertinggi di Desa
Sanur, yang mencapai 1608 orang, dengan 322 Kepala
Keluarga yang menjadi suatu tantangan dalam memberikan
kesejahteraan warganya. Sehingga komitmen untuk seluruh
warga banjar dangin peken tidak boleh putus sekolah, yang
saat ini pihaknya telah memberikan beasiswa kepada 9 orang
anak dari keluarga kurang mampu dari tingkat SD hingga
SMA. disamping memberikan beasiswa pihaknya juga mem-
berikan santunan kepada 32 Dadya yang ada di wilayah ban-
jar setempat, serta juga memberikan bantuan tanah dan rumah
kepada 10 KK Banjar Dangin Peken yang tidak memiliki
tempat tinggal.
“Kami telah siapkan 10 are tanah yang akan dibangun
rumah tipe 21 yang nantinya dapat tempati oleh 10 KK ini de-
ngan menabung setiap bulannya sebesar Rp500 ribu,” ujarnya.
Berbagai bantuan yang telah diberikan lewat program kop-
erasi milik banjar Dangin Peken ini dilakukan dengan meli-
batkan tim ekonomi dengan ketua pengawas kelihan Banjar
Adat, dan dibahas pada rapat banjar Adat lewat koordinasi dan
komunikasi yang baik. disamping itu dengan dibentuknya
Sabha Upadesa oleh Walikota I.B Rai Dharmawijaya Mantra
bersama Wakil Walikota I GN Jaya Negara suatu kebijakan
yang baik, hal ini telah dilakukan banjar dangin peken sejak 10
tahun lalu dengan melakukan pertemuan untuk mufakat di
banjar setempat, dengan membentuk kepala dusun yang
sekaligus sebagai kelihan adat banjar. Hal ini nantinya dihara-
pkan banjar dapat mandiri mengelola berbagai permaslahan
yang ada di banjar adat.
Di samping itu dalam mewujudkan rasa kekeluaragaan di
sekitar lingkungan banjar pihaknya juga secara berke-
sinambungan memberikan bantuan kepada banjar tetangga
yang sedang melangsungkan pembanguanan banjar.
Dari perjalan KSU Dana ini menurut Suarta masyarakat
telah merasa terbantu dengan pengurangan pengeluaran baik
dibidang kesehatan, kegiatan agama, hingga pendidikan. Di-
samping itu juga masyarakat dibantu dengan secara berke-
sinambungan memfasilitasi warga banjar untuk memberikan
kredit tanpa anggunanan dengan besaran dana Rp5 juta.
“Yang mendasar sekali pendidikan dan kesehatan yang
menjadi fokus utama dalam memberikan kesejahteraan bagi
para anggota banjar, disamping dorongan terus dari
Pemerintah Kota untuk mewujudkan kesejahteraan kepada
masayarakat,” ujarnya.
Sementara Manager KSU Dana, Banjar Dangin Peken I
Made Kembar Ariani mengatakan saat ini KSU. Dana telah
memilki 1500 nasabah yang terdiri dari warga banjar setempat
dan warga dari luar banjar. Perjalan KSU Dana ini menurut
Kembar Ariani telah banyak memberikan Kontribusi untuk
kesejahteraan masyarakat yang telah disiapkan pada pos dana
sosial. Pemberian bantuan ini tidak hanya pada kelahiran hing-
ga kematian warga, namun juga memberikan kegiatan upacara
agama yang dilakukan warga masyarakat Banjar Dangin
Peken. Untuk mempersipakan dana sosial ini pihak koperasi
setiap tahunnya memperisiapkan dana sebesar Rp150 juta.
Hal ini bisa mengalami peningkatan yang dipengaruhi oleh
kegiatan masyarakat seperti kelahiran, kematian, dan beasiswa
siswa sekolah.
Di sisi lain Ketua Forum Kades/ Lurah Kota Denpasar IB
Bima Putra mengatakan bahwa apa yang telah diterapkan oleh
Banjar Dangin Peken
dapat ditiru oleh koperasi
yang ada di lingkungan
banjar maupun desa/kelu-
rahan di Kota Denpasar.
bila ini dapat dilaksanakan nantinya mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. hal ini sejalan dengan program Pe-
merintah Kota Denpasar yang konsen pada ekonomi keraky-
atan. Dengan menejemen yang telah dilakukan KSU Dana
Banjar Dangin Peken dalam mensejahterakan anggota perlu
ditiru, dengan memberikan santunan kepada warganya dari
kelahiran, kematian, kesehatan, pendidikan, hingga peruma-
han.
“Kami mengharapkan hal ini dapat ditiru banjar dan desa
lain yang nantinya mampu mewujudkan kesejahteraan
masyarakat, secara bersama-sama,” tandas IB Bima.
33Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
KANTOR PELAYANAN KSU
DANA: Pelayanan modern,
spirit "penyamabrayan".
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
Rapat Koordinasi Lembaga Perkreditan Desa
(LPD) Padangsambian yang berlangsung, Selasa
28 Januari 2014 di Kantor LPD Desa
Padangsambian dihadiri Walikota I.B Rai
Dharmawijaya Mantra, serta tokoh masyarakat
desa setempat.
Dalam kesempatan tersebut Walikota Rai Mantra men-
gatakan perjalanan LPD harus mendapatkan pandangan yang
baik dengan berjalan dari kasus dan tantangan kedepan. dis-
amping itu kemanfaatan LPD agar selalu dapat dimanfaakan
untuk kepentingan masyarakat dengan selalu berpartisipasi
terhadap pembangunan palemahan, pawongan dan prahyan-
gan yang dikaji dengan baik, serta perjuangan LPD dengan
undang-undang yang ada diatasnya. Pada tahun 2013 ini per-
jalanan LPD menurut Rai Mantra di Kota Denpasar dengan
Aset Rp1 Triliun lebih dan laba mencapai Rp45 Millyar lebih
yang menjadi tantangan tersendiri bagi kita semua untuk lebih
fokus, dan lebih profesional dalam mengelola aset tersebut.
Sehingga pada gilirannya dengan aset yang tinggi akan lebih
bermanfaat bagi masyarakat desa pakraman maupun pemban-
gunan Kota Denpasar baik dari segi eknomi, sosial dan
budaya.
“LPD ini suatu kekuatan partisipasi dimasyarakat laba desa
sehingga dapat memberikan pengembangan lebih,” ujar Rai
Mantra.
Saat ini LPD diperkuat dengan Undang-Undang LKM
dan Perda yang harus dihadapi dengan profesionalisme, akun-
table, dan transparan. Per-
kembangan LPD antara pe-
ngurus dan pengawas tidak
terlepas dari sinkronisasi yang
baik, sehigga LPD yang ada
saat ini terkait dengan kesehatan LPD sesuai dengan komit-
men pengurus LPD dan badan pengawas yakni Bendesa Adat.
“Kita berdiri dalam suatu payung undang-undang LKM
yang diharapkan dapat mendorong, memberdayakan, dan
memperkuat sistem basis perekonomian rakyat dengan dikem-
bangannya lembaga keuangan mikro dimasyarakat, tapi dalam
hal ini banyak pertimbangan untuk memperkuat mereka,”
tandas Rai Mantra.
Aturan Pemerintah ini kita harus hadapi dengan melaku-
kan pembahasan bersama, sesuai dengan perjalanan LPD yang
telah baik. Saat ini perlu ada pemikiran internalisasi LPD akan
lebih kuat dalam pengelolaannya. Saat ini tantangan LPD san-
gat berat sehingga dapat selalu memberikan arah petunjuk dan
perkembangan sesuai gambaran tantangan kedepan. Rai
Mantra juga mengharapkan para pengurus LPD dapat melihat
sejarah LPD, tantangan kedepan, serta apa yang harus diper-
buat kedepan tanpa membe-
nani hal-hal baru yang berat
untuk LPD berkembang ke
depan.
E K O N O M I W A R G A
34 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
SALAH SATU LPD YANG
EKSIS DAN MAJU: Potensi
besar ekonomi pedesaan.
LPD MELAYANI NASABAH:
menghimpun dana dari yang
terkecil.
RAPAT KOORDINASI LPD SE-KOTA DENPASAR:
LPD Kekuatan Besar Ekonomi di Pedesaan
FO
TO
: M
AR
IA E
KA
RIS
TI
FO
TO
: M
AR
IA E
KA
RIS
TI
G A T R A P R A J A
Adalah Jro Bendesa Desa Pakraman Intaran-Sa-
nur yang berjasa besar dalam memajuan masyarakat
yang dipimpinnya dengan menggabungkan nilai-ni-
lai agama, kearifan Budaya Bali, dan manajemen mo-
dern dalam tata kelola kepemimpinannya. Berkat
penggabungan ketiga nilai tersebut, yang salah satu
bentuk nyatanya terwujud adalam revitalisasi pasar
tradisional, kini perekonomian masyarakat Sanur
Kauh mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Memeringati HUT Kota Denpasar ke 226,
Pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas
Kebudayaan memberi penghargaan
“Parama Budaya” kepada para tokoh seni,
budayawan, maupun insan kreatif telah
berperan dan ambil bagian dalam menggali, mengembangkan,
dan melestarikan seni dan budaya di Kota Denpasar.
Penghargaan ini merupakan wujud apresiasi Pemerintah bagi
warganya yang mendedikasikan waktu, pikiran, tenaga,
bahkan maternya untuk turut mewujudkan Denpasar sebagai
kota kreatif.
Beberapa nama penting seperti Jro Bendesa Desa
Pakraman Intaran Sanur A.A. Kompyang Raka, Penglingsir
Puri Kesiman A.A. Kusuma Wardana, IB Kompyang, cendiki-
awan dan budayawan asal Puri Grenceng Prof. Palgunadi, dan
Grup Musik Pop Bali “XXX” yang terdiri Rah Tut, Rah Man
dan Rah Ming, masuk ke dalam jajaran nama-nama yang
diunggulkan untuk memperoleh penghargaan ini.
35Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
PENGHARGAAN PARAMA BUDAYA DAN KERTI BUDAYA 2014
Apresiasi Jasa dan Prestasi Para Tokoh Seni
A.A. Kompyang Raka
Adalah tokoh dan penglingsir Puri Kesiman.
Hampir separuh usianya ia curahkan bagi upaya
pelestarian budaya dan alam di sekitarnya. Kusuma
Wardana tak pernah ragu untuk tampil di muka
begitu melihat ada upaya penghancuran lingkungan
dan pengikisan budaya terjadi di sekitarnya. Di
samping itu, ia aktif dalam melahirkan kader-kader
seni melalui sanggar dan sekeha kesenian yang di-
pimpinnya.
A.A. Ngurah Kusuma Wardana
Adalah seorang budayawan dan ilmuwan yang
melalui ide dan gagasan yang telah dituangkannnya ke
dalam buku memberikan refrensi, pedoman, sekaligus
gambaran seputar se-
jarah perkembangan
agama Hindu di Bali.
Dosen luar biasa Uni-
versitas Hindu Indo-
nesia, Denpasar ini
juga banyak mela-
hirkan karya-karya
yang menjadi acuan
dalam memandang
Hindu sebagai aga-
ma tertua di Indo-
nesia.
Merupakan sosok perintis, inspirator dan motiva-
tor bagi perkembangan sektor pari-
wisata di Bali,
bahkan di Indo-
nesia. Berbagai
jabatan strategis
pernah disan-
dangnya di hotel
dan beberapa pe-
rusahaan sebe-
lum mengetuai
Legiun Veteran
Republik Indo-
nesia (LVRI) Ba-
li.
Personilnya terdiri dari tiga bersaudara
I Gusti Ngurah Marianta (Rah Tut), I
Gusti Ngurah Adiartha (RahMink) dan I
Gusti Ngurah Budiartha (Rahtwo) meru-
pakan kelompok musik yang konsisten
menekuni musik pop Bali sehingga musik
jenis ini tampil sebagai tuan rumah di daer-
ah sendiri, bahkan terkenal hingga ke man-
canegara. Kemunculan “Triple X” juga
banyak menginspirasi pemuda Bali yang
dengan bangga endirikan grup musik yang
mengusung lagu Pop Bali.
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, Drs. I Made
Mudra, M.Si, menyatakan bahwa Penghargaan “Parama
Budaya” diberikan kepada para seniman, budayawan, insan
kreatif baik perorangan maupun secara kelembagaan yang
memenuhi criteria yang telah ditetapkan oleh Maka Tim
Penilai yang terdiri dari I Komang Astita, S.Sn, Prof. Dharma
Putra, Dewa Gde Windu Sancaya, I Gusti Panji Tisna dan Luh
Anggreni.
“Dari puluhan yang diseleksi, akan dipilih lima nominee
penerima penghargaan Parama Budaya. Tiga untuk mewakili
perorangan, dua mewakili kelompok atau kelembagaan,” ucap
Mudra.
Untuk penghargaan “Kerti Budaya”
diberikan kepada para seniman tari, tabuh,
sastra, lukis, dan topeng. Tahun ini, mere-
ka yang mendapat penghargaan tersebut
adalah Wayan Sueca dari Kayu Mas
(tabuh), Wayan Kawi dari Sanur (tari),
Made Sudiana dari lingkungan Banjar
Taensiat (sastra), I Made Sura dari lingkun-
gan Banjar Yang Batu Kauh (topeng), dan
Jro Mangku Parka dari Banjar Bun (lukis).
Menurut Mudra pemberian penghar-
gaan ini merupakan agenda rutin yang
digelar setiap tahun sejak tahun 2011 dalam rangka mem-
peringati HUT Kota Denpasar. Pola penilaian dan seleksi
pemberian penghargaan ini adalah dengan mendatangi tokoh
bersangkutan dan wawancarainya. Setelah itu hasil wawancara
tersebut diperbandingkan dengan data dan informasi lain
untuk mengecek kebenarannya. Proses penilaian berlangsung
selama sebulan. Para unggulan yang terpilih nantinya akan
mendapat penghargaan Parama Budaya dan Kerti Budaya
yang akan diserahkan langsung oleh Walikota Denpasar
bertepatan dengan perayaan HUT Kota Denpasar ke 226.
Tahun ini profil para pemenang akan ditayangkan dalam
tayangan visual dan dipublikasi kan di media umum.
G A T R A P R A J A
36 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
Group Musik “Triple X”
Prof. DR. I Gusti Putu Palgunadi Ida Bagus Kompyang
G A T R A P R A J A
Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Denpasar,
memenuhi janjinya untuk lalukan Uji Kir di tem-
pat umum. Hal ini dilakukan untuk menekan aksi
calo yang biasa memanfaatkan jasa tersebut. Uji Kir di tem-
pat umum ini adalah pertama kalinya digelar diluar tempat
umum. Kabid Teknik Sarana & Prasarana Uji, Gde Redika
didampingi Ka. UPT Pengujian kendaraan bermotor Dis-
hub Kota Denpasar, Dewa Sutarja langsung meninjau kela-
pangan.
Model ini untuk menepis anggapan keterlambatan
pelayanan sepanjang persyaratan sudah dipenuhi pasti pro-
ses pelayanan akan cepat. Uji Kir Dishub tersebut dengan
menggunakan mobil Unit Keliling pinjaman dari Balai Pe-
ngujian Kendaraan Bermotor milik Kementrian Per-
hubungan. Dalam Uji Kir ini Sejumlah indikator Kelayakan
dilihat dari beberapa pemeriksaan seperti uji emsi, kelayakan
teknis dan kelaikan jalan dari kendaraan bermotor.
Untuk pengujian kendaraan ditempat umum ini akan
dilakukan sampai bulan maret 2014 dengan mengambil
tempat - tempat yang strategis seperti di terminal, lapangan
dan tempat umum lainya.
37Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
UJI KIR KELILING DALAM RANGKA HUT KOTA DENPASAR KE 226
Dalam rangka mensosialisasikan Peraturan Dirjen
Pajak Nomor: PER- 14/PJ/2013 Tentang Ben-
tuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26, Kamis (13/2) lalu
bertempat di Aula Kantor Kementerian Agama Kota
Denpasar diadakan pelatihan pengisian E-SPT kepada 20
orang pegawai di lingkungan Kantor Kementerian Aga-
ma Kota Denpasar. Pelatihan yang berlangsung 1 hari
kerja ini dimentori langsung oleh 2 orang tim dari Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Denpasar Utara, yaitu Putu
Parwata dan Bayu. e-SPT ini merupakan data SPT WP
dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh WP dengan
menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh DJP,
dan setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap,
dan jelas.
Sosialisasi ini dibuka oleh Kepala Sub Bagian Tata
Usaha mewakili Kepala Kantor Kementerian Agama Kota
Denpasar. Dalam sambutannya, Kepala Sub Bagian Tata
Usaha I Made Subawa, SE mengungkapkan bahwa tun-
tutan di era globalisasi ini semakin kompleks, terlebih lagi
demi memudahkan dan mempercepat pertukaran infor-
masi, saat ini segala sesuatu sifatnya menggunakan
‘e’/elektronik, mulai dari e-mail, e-KTP, bahkan kini ada
e-SPT. Ka. Sub Bag TU juga mengharapkan, agar segenap
peserta yang hadir mengikuti sosialisasi ini dengan baik,
karena nantinya sebagai wajib pajak, kita dituntut untuk
bisa mengisi dan melaporkan SPT ini dengan benar,
lengkap, dan jelas.
SOSIALISASI E-SPT
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
Berbagai potensi Pasar Tradisional terus digalai melalui
perhelatan Festival Pasar Tradisional yang dilaksankan
Pemerintah Kota Denpasar melalui Badan Pember-
dayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPM PemDes)
Kota Denpasar. Tidak saja merevitalisasi pasar desa dengan
merubah fisik pasar secara menyeluruh, baik itu kebersihan,
keamanan, kenyaman, dan pengelolaan pasar itu sendiri, na-
mun juga lewat program berkelanjutan revitalisasi pasar den-
gan melakukan perubahan maindset dan membangkitkan
potensi pasar desa seperti kuliner, dan pengolahan sampah or-
ganik menjadi kompos. Seperti yang dilaksanakan Pasar
Agung Peninjoan, Desa Peguyangan Kangin, Kecamatan
Denpasar Utara dengan menyacah sampah yang dibubuhi
dengan Mikro Organisme Lokal (MOL) telah mampu meng-
hasilkan kompos dan dimanfaatkan oleh warga sekitar. Pe-
ngolahan sampah organik menjadi kompos ini ditunjukan pe-
ngelola pasar Agung pada, Kamis (20/2) serangkaian kegiatan
Sepekan Festival Pasar Tradisional yang dihadiri Walikota I.B
Rai Dharmawijaya Mantra, Wakil Walikota I GN Jaya
Negara, dan SKPD terkait Pemkot Denpasar.
Kepala Pasar Agung, Nyoman Suwarta mengatakan pem-
buatan pupuk kompos ini sudah dilakukan tahun lalu dengan
bantuan mesin pencacah sampah, serta pihaknya juga mem-
buat pupuk cair (MOL) dengan bahan yang mudah didapat
dilingkungan pasar, seperti air kelapa, gula aren, dan ikan
tenggiri. “dari hasil pembuatan pupuk kompos dan pupuk
cari ini kami berikan gratis kepada para petani setempat, jika
sudah berjalan dengan baik, mungkin kedepannya akan kami
jual dengan harga yang relatif terjangkau oleh para petani,”
ujar Nyoman Suwarta. Saat ini hasil dari pupuk kompos
dipergunakan untuk menyuburkan tanaman yang ada di sek-
itar lingkungan pasar. Suwarta juga mengaku setiap minggun-
ya mampu menghasilkan 100 Kg pupuk kompos. “semoga
hal ini dapat memberikan manfaat bagi lingkungan, serta
pengurangan jumlah sampah untuk dibuang ke TPA,” ujar
Suwarta.
Sementara Kepala BPM PemDes Kota Denpasar, Made
Mertajaya mengatakan Event Festival Pasar Tradisional diha-
rapkan menjadi pemicu sekaligus motivator munculnya pa-
sar-pasar berkategori bersih, rapi, aman, dan nyaman bukan
saja dari pasar namun juga diharapkan munculnya semangat
para pedagang di dalam pasar. “Serbuan masuknya pasar
modern tidak bisa kita bendung, apalagi jika yang masuk
adalah perusahaan ritel asing raksasa. Mereka datang bukan
hanya dengan modal, tetapi dengan pengelolaan yang sangat
modern. Jika pasar tradisional tidak berubah, maka bukan
mustahil pasartradisional hanya akan menjadi kenangan kare-
na tidak menarik lagi bagi pengunjung,” katanya. Festival
Pasar dilaksanakan selama empat bulan penuh nantinya be-
nar-benar dapat dipakai sebagai ajang “kebangkitan pasar tra-
disional” sekaligus pembuktian kepada masyarakat luas, bah-
wa pasar tradisional bisa
maju dan bisa disejajarkan
dengan pasar-pasar modern
karena kualitas dan seman-
gat tradisionalnya.
G A T R A P R A J A
38 Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
SEPEKAN FESTIVAL PASAR TRADISIONAL
WALIKOTA MENGHADIRI PE-
KAN PASAR TRADISIONAL:
Menggairahkan ekonomi dan
partisipasi rakyat
FO
TO
: H
UM
AS
KO
TA
DE
NP
AS
AR
Pusat Tumbuh Kembang Anak Berkebutuhan Khusus
(PTKABK) Pemerintah Kota Denpasar yang telah
rampung dipugar, dengan berbagai sarana terapi. Serta
pada Jumat (14/2) lalu yang bertepatan dengan Purnama Sa-
sih Kawulu dilakukan upacara Pemelaspasan Alit. Sekolah
PTKABK ini satu-satunya yang ada di Bali digagas Walikota
I.B Rai Dharmawijaya Mantra bersama Wakil Walikota I GN
Jaya Negara pada tahun 2010 lalu. Sekolah PTKABK akan
diresmikan oleh Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya
Mantra Kamis, (20/2) ini. Serta bersiap untuk menyambut
kedatangan UNESCO serangkaian pertemuan tingkat tinggi
Walikota/Bupati Se- Indonesia. Sebelum diresmikan sekolah
tersebut Rai Mantra yang didampingi Ny. Selly Dharma-
wijaya Mantra meninjau persiapan sekolah, Rabu (19/2).
Kepala Sekolah PTKABK I Nyoman Handika men-
gatakan, pemugaran Sekolah PTKABK ini telah rampung
dilaksanakan dengan fasilitas yang sangat bagus dan lengkap.
Sarana dan prasarana sangat mendukung siswa berkebutuhan
khusus dalam mengenyam pendidikan, maupun tindakan ter-
apis. Sekolah PTKABK ini juga untuk mendukung mewu-
judkan Kota Denpasar layak anak dengan memberikan
kesempatan yang sama pada anak-anak berkebutuhan khusus.
Meskipun anak-anak cacat, mereka berhak mendapat
pendidikan yang sama seperti anak-anak normal. Tidak hanya
itu,pihaknya dibantu K3S Kota Denpasar bersama Dinas
Sosial Tenaga Kerja Kota Denpasar. Serta dibantu oleh para
donatur, BUMN, dan LSM untuk memberikan pendidikan,
pelatihan, serta meningkatkan mental spiritual penyandang
disabilitas dengan melaksanakan tirtayatra.
Dalam menyambut kedatangan UNESCO menurutnya
pihaknya juga akan menggelar pementasan terapi, dengan
melibatkan anak-anak Penyandang Disabilitas di Kota Den-
pasar. Seperti anak-anak tuna netra, tuna rungu, tuna daksa,
dan tuna grahita bakal terlibat dalam pementasan Drama
Musikal yang rutin dilaksankan ini.
“Mereka bakal menunjukan kreatifitasnya diatas pang-
gung dengan kemampuannya, menyanyi, menari, dan berak-
ting seperti layaknya orang normal,” katanya.
Menurutnya, Sekolah PTKABK ini sebagai pusat pela-
yanan, pendampingan, terapi bagi anak-anak autis yang dirin-
tis sejak tahun 2010 lalu. Sekolah PTKABK ini juga telah di-
jadikan model percontohan oleh pemerintah pusat sebagai
tempat yang memberikan pendidikan, terapis bagi anak-anak
autis yang ada di Bali. Sekolah PTKABK ini telah memiliki
siswa 80 orang anak dari berbagai jenis gangguan autis dengan
memberikan pelayanan terapi perilaku, terapi okupasi,
fisioterapi dan terapi wicara. Bahkan Sekolah PTKABK ini
juga telah dilengkapi dengan fasilitas ruang sensori integrasi,
ruang bermain, ruang Snow Talent, ruang terapi bermain,
ruang poliklinik, dan ruangan asesmen, dengan 19 tenaga ter-
api dan pengajar.
Handika menambahkan, dalam menyambut HUT ke-
226 Kota Denpasar, Sekolah PTKABK bekerjasama dengan
Pemerintah Kota Denpasar akan menggelar seminar keluarga
untuk para orang tua. Dengan mengambil tema “Bagaimana
Memahami dan Mendukung Anak Anda yang Berkebutuhan
Khusus”. Seminar ini dilaksanakan pada Sabtu (22/2) men-
datang di Gedung Sewaka Dharma Lumintang. Serta men-
datangkan Pembicara dari Jepang, yakni Chisako Higashitani.
“Sehingga dengan seminar ini anak Autis yang belum
mendapat akses pelayanan akan dapat pelayanan dengan
baik,” ungkapnya.
39Sewaka Dharma Edisi # 01 - 2014
WALIKOTA RAI MANTRA RESMIKAN SEKOLAH PTKABK
WALIKOTA TINJAU SEKOLAH PENYANDANG DISABILITAS