WAKTU PENGERINGAN ANTARA 2 ALAT PENGERING...

13
WAKTU PENGERINGAN ANTARA 2 ALAT PENGERING GABAH DENGAN DAN TANPA MENGGUNAKAN KOLEKTOR SEKUNDER THE DRYING TIME BETWEEN 2 GRAIN DRYER TOOLS WITH AND WITHOUT USING SECONDARY COLLECTOR Doddy Suanggana 1 , Syukri Himran 2 , Jalaluddin 2 1 Teknik Mesin, Universitas Kristen Indonesia Paulus, 2 Teknik Mesin, Universitas Hasanuddin Makassar. Alamat Korespondensi: Doddy Suanggana Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar-Sulawesi Selatan HP: 081355844412 Email: [email protected]

Transcript of WAKTU PENGERINGAN ANTARA 2 ALAT PENGERING...

WAKTU PENGERINGAN ANTARA 2 ALAT PENGERING GABAH DENGAN

DAN TANPA MENGGUNAKAN KOLEKTOR SEKUNDER

THE DRYING TIME BETWEEN 2 GRAIN DRYER TOOLS WITH AND WITHOUT USING SECONDARY COLLECTOR

Doddy Suanggana1, Syukri Himran2, Jalaluddin2

1 Teknik Mesin, Universitas Kristen Indonesia Paulus,

2 Teknik Mesin, Universitas Hasanuddin Makassar.

Alamat Korespondensi: Doddy Suanggana Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar-Sulawesi Selatan HP: 081355844412 Email: [email protected]

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi termal alat pengering gabah dengan penambahan kolektor sekunder sesudah alat pengering. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Terbarukan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar. Metode yang digunakan adalah dengan membuat sebuah kolektor sekunder sesudah alat pengering dengan seng plat 0.2 mm sebagai penyerap dengan menggunakan tenaga matahari untuk memanaskan udara sebagai media pengering. Alat ini, diharapkan dapat mengeringkan gabah lebih cepat dan tingkat kekeringan (kandungan air) yang merata jika dibandingkan dengan alat tanpa menggunakan kolektor sekunder. Pada penelitian ini dilakukan 3 variasi ketebalan gabah yaitu 7 cm, 5 cm, dan 3 cm dengan berat masing-masing 7 kg, 4.5 kg dan 2.5 kg. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan efisiensi dari alat pengering. Hasil penelitian menunjukan bahwa waktu yang diperlukan untuk menurunkan kadar air gabah panen dari 24,75% menjadi kadar air gabah kering giling 13.43% – 13,82% adalah 3 jam – 5.5 jam dengan efisiensi 9.88% - 44.96% untuk alat yang menggunakan kolektor sekunder dan 4 jam – 6.5 jam dengan efifiensi 8.65% - 33.72% pada alat tanpa menggunakan kolektor sekunder.

Kata kunci : gabah, efisiensi, kadar air, kolektor sekunder, pengeringan.

Abstract This study aims to find out the thermal efficiency of grain dryers with the addition of a secondary collector after the grain dryer. The research was conducted at the Laboratory of Renewable Energy Department of Mechanical Engineering Faculty of Engineering, University of Hasanuddin, Makassar. A secondary collector after the dryer was made from a zinc plate of 0.2 mm as absorber by using a solar energy to heat up the air as a drying medium. It was expected that this tool can dry grain quickly with evenly distributed drying level or water content if we compare without using secondary collector. There were three variations of grain thickness : 7 cm, 5 cm, and 3 cm with a weight of 7 kg, 4.5 kg and 2.5 kg respectively. The data were then analyzed to obtained the efficiency of the dryer. The results reveal that the time required to lower the water content of the harvest grain from 24.75% to 13.43% - 13.82% of dry milled grain moisture was 3 hours - 5.5 hours with an efficiency of 9.88% - 44.96% for tools that use a secondary collector and 4 hours – 6.5 hours with an efficiency 8.65% - 33.72% for tools without a secondary collector.

Keywords: grain, efficiency, moisture content, secondary collector, drying procces

PENDAHULUAN

Pengolahan hasil pertanian padi (gabah) menggunakan teknologi lama (teknologi

turun temurun). Proses pengolahan gabah menjadi beras diawali dari penjemuran dengan

menggunakan cahaya matahari. Proses ini membutuhkan waktu tiga hari supaya dapat diolah

menjadi beras. Pada proses pengeringan gabah para petani sering mengalami kesulitan karena

cuaca tidak panas (musim hujan) dan dapat memperlama proses produksi beras. Dalam hal ini

proses pengeringan gabah merupakan salah satu faktor penentu kualitas beras. Hal ini

dikarenakan gabah pada awalnya dalam keadaan basah dan harus dikeringkan terlebih dahulu

agar kadar airnya sesuai dengan standar yang disesuaikan yakni (1) gabah kering panen

(GKP), gabah yang mengandung kadar air lebih besar dari 18% tetapi lebih kecil atau sama

dengan 25% (18%<KA<25%), hampa/kotoran lebih besar dari 6% tetapi lebih kecil atau sama

dengan 10% (6%<HK<10%), butir hijau/mengapur lebih besar dari 7% tetapi lebih kecil atau

sama dengan 10% (7%<HKp<10%), butir kuning/rusak maksimal 3% dan butir merah

maksimal 3%, (2) gabah kering simpan (GKS), adalah gabah yang mengandung kadar air lebih

besar dari 14% tetapi lebih kecil atau sama dengan 18% (14%<KA<18%), kotoran/hampa lebih

besar dari 3% tetapi lebih kecil atau sama dengan 6% (3%<HK<6%), butir hijau/mengapur

lebih besar dari 5% tetapi lebih kecil atau sama dengan 7% (5%<HKp<7%), butir kuning/rusak

maksimal 3% dan butir merah maksimal 3%, (3) gabah kering giling (GKG), adalah gabah yang

mengandung kadar air maksimal 14%, kotoran/hampa maksimal 3%, butir hijau/mengapur

maksimal 5%, butir kuning/rusak maksimal 3% dan butir merah maksimal 3%.

Melihat kasus yang dialami oleh petani dalam mengeringkan gabah, penulis akan

membuat sebuah alat pengering gabah yang nantinya akan meneliti proses pengeringan gabah

sampai dapat diolah menjadi beras dalam waktu yang lebih cepat. Ada beberapa alat

pengering gabah yang sudah dibuat oleh peneliti sebelumnya, diantaranya Zuhri Tamam

(2005), melakukan penelitian perancangan mesin pengering tipe aliran campur (mixed-flow

dryer) kapasitas 10 ton/proses. Dia memperoleh hasil waktu pengeringan 6 jam 43 menit

dengan laju aliran 40 menit dan temperatur udara panas 75 – 90 0C. Cleryel Cahyono (2007),

merancang dan membuat sebuah alat pengering gabah dengan tenaga matahari. Dari hasil

perencanaan alat pengering gabah, bahan yang digunakan adalah plat aluminium 0,5 mm,

dengan ukuran alat pengering (700 × 500) mm, dengan kapasitas gabah yang dikeringkan 10

kg. Dari hasil perencanaan ini didapatkan gabah dengan persentase kadar air 8-13.4% dalam

waktu 5 jam dan massa gabah setelah dikeringkan 8.6 kg. Rahmat Altin dan Syahrir (2010),

merancang dan membuat sebuah alat pengering gabah dengan tungku sekam sebagai pemanas

udara kamar pengering. Dari hasil perencanaan alat pengering gabah, bahan yang digunakan

adalah plat seng 0.3 mm, dengan ukuran alat pengering 1350 × 600 mm dan ukuran rak

pengering 500 × 500 × 70 mm, dengan kapasitas gabah yang dikeringkan 7.5 kg. Dari hasil

perencanaan ini didapatkan gabah dengan persentase kadar air 12-14 % dalam waktu 4.16 jam

dan massa gabah setelah dikeringkan 6.55 kg. Selyus Rantepulung (2012), merancang dan

membuat alat pengering gabah (tray dryer) dengan pelat seng dengan tebal 0,2 mm sebagai

kolektor dengan menggunakan udara panas dan tenaga matahari sebagai media pengering.

Ukuran alat pengering yang digunakan yakni 500 × 500 mm. Alat ini dapat mengeringkan

gabah dengan cepat dan tingkat kekeringan (kandungan air) yang merata. Pada penilitian ini

dilakukan variasi ketebalan gabah yaitu : 7 cm, 5 cm, dan 3 cm dengan masing-masing berat 7

kg, 4.5 kg, dan 2.5 kg. Dari hasil penilitian didapatkan waktu pengeringan untuk menurunkan

kadar air gabah dari 24.6% menjadi 13.5 – 13.8% dibutuhkan waktu 4 – 6.5 jam dengan

efisiensi rata-rata 12.07 – 22.16% untuk alat yang menggunakan cerobong dan 3.5 – 6 jam

dengan efisiensi rata-rata 11.18 – 21.49% untuk alat yang menggunakan kipas.

Dalam penelitian ini penulis akan mengembangkan alat pengering gabah yang telah

dibuat oleh Selyus Rantepulung dengan menambahkan kolektor sekunder sesudah alat

pengering gabah (tray dryer) dengan dimensi kolektor sekunder yang sama dengan kolektor

primer. Dengan penambahan kolektor sekunder ini diharapkan udara yang digunakan untuk

mengeringkan gabah (udara jenuh) dapat mengalir lebih cepat sehingga sirkulasi udara dan

waktu yang dipakai untuk mengeringkan lebih cepat.

BAHAN DAN METODOLOGI

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2014 dengan cakupan

kegiatan antara lain pembuatan alat pengering gabah dengan menggunakan kolektor sekunder,

dan pengambilan data. Pembuatan alat pengering gabah dilakukan pada bengkel Isjar,

Manuruki Makassar, pengambilan data dilakukan pada Laboratorium Energi Terbarukan

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasauddin, Makassar. Keseluruhan data

berupa kadar air gabah, temperatur untuk setiap titik-titik pengukuran, tekanan udara,

intensitas matahari, massa gabah yang di tampilkan pada penelitian ini bersumber dari

pengukuran pada eksperimen yang dilakukan di laboratorium, sedangkan rumus-rumus yang

digunakan untuk menghitung penurunan kadar air gabah setelah pengeringan, massa udara

pengering, massa air yang diuapkan dan efisiensi thermal, diperoleh dari beberapa buku

referensi.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan membuat alat

pengering gabah yang menggunakan kolektor sekunder. Selanjutnya dilakukan pengambilan

data pada alat pengering dan dibandingkan dengan alat yang tanpa menggunakan kolektor

sekunder. Adapun tujuan penambahan kolektor sekunder setelah alat pengering untuk

mempercepat waktu pengeringan gabah. Dan pada (Tabel 1) dapat dilihat data hasil

pengukuran untuk alat pengering yang menggunakan kolektor sekunder.

Untuk memudahkan analisis, maka data-data yang diperoleh dari pengujian diolah

dengan menggunakan microsoft excel dalam bentuk tabel dan grafik hasil perhitungan.

Adapun parameter-parameter karakteristik yang dihitung adalah penurunan kadar air gabah

setelah pengeringan, massa udara pengering, massa air yang diuapkan, efisiensi termal alat

pengering.

Penurunan Kadar Air Gabah

Kandungan air suatu bahan dapat dinyatakan dalam wet basis (basis basah) atau dry

basis (basis kering). Kandungan kelembaban dalam wet basis menyatakan perbandingan

massa air dalam bahan dengan massa total bahan. Persentase kadar air dari sampel bahan

berdasarkan basis basah sesuai dengan persamaan (Syukri Himran, 2011):

%100

w

dwM

dimana :

M : persentase kadar air sampel (%)

w : massa sampel basah (kg)

d : massa sampel kering (kg)

Massa Udara Kering

Pengujian dilakukan untuk mengetahui berpa banyak massa udara kering yang

digunakan dalam proses pengeringan (Syukri Himran, 2011) :

ma = ṁa x t x 3.600 (kg)

)/(.

skgVAm uda

)/(2 smpVud

n

Dimana:

ma : massa udara pengering (kg)

ṁa : laju aliran massa udara pengering (kg/s)

ud : massa jenis udara pengering (kg/m3)

A : luas penampang cerobong udara (m2)

V : kecepatan udara (m/s)

Pn : tekanan pada manometer (Pa)

t : lama pengeringan (jam)

Massa Air Yang Diuapkan

Selama proses pengeringan, temperatur bola kering berkurang sedangkan kelembaban

absolut dan kelembaban relatif bertambah, temperatur bola basah dan entalpi tetap, dari

diagram psikrometrik juga bisa didapatkan jumlah massa air yang diuapkan dan dapat

dihitung dengan persamaan berikut (Syukri Himran, 2011):

mw = ma × (2 - 1) (kg)

Dimana :

mw : massa air yang diuapkan (kg)

ma : massa udara pengering (kg)

1 : rasio kelembaban pada awal pengeringan (kg air/kg udara kering)

2 : rasio kelembaban setelah pengeringan (kg air/kg udara kering)

Efisiensi Termal

Efisiensi sistem pengeringan matahari dapat dievaluasi berdasarkan kinerja termal atau

tingkat pengeringan produk. Efisiensi termal dari pengering tenaga surya dapat didefinisikan

sebagai energi termal digunakan untuk pengeringan dibagi dengan energi termal yang tersedia

untuk pengeringan (M. Mohanraj dan P. Chandrasekar, 2009) :

Dimana :

Pp : Daya yang diperlukan untuk penguapan (kW)

Pt : Daya total (kW)

: laju aliran massa air yang diuapkan (kg/s)

: laju aliran massa udara pengering (kg/s)

Cp : panas spesifik udara pengering (kJ/kg. 0C)

Ti : temperatur udara masuk ruang pengering (0C)

Tf : temperatur udara meninggalkan ruang pengering/cerobong (0C)

Ta : temperatur udara luar (0C)

hfg : kalor laten untuk penguapan (kJ/kg)

HASIL

Untuk memudahkan analisis, maka hasil yang diperoleh dibuat dalam bentuk tabel dan

grafik hasil perhitungan dengan uraian sebagai berikut:

(Tabel 2). Merupakan tabel waktu yang diperlukan untuk pengeringan gabah. Dari

tebel terlihat bahwa waktu pengeringan (t) berbanding lurus dengan ketebahan gabah, dimana

semakin tebal gabah yang akan dikeringkan maka semakin lama pula waktu yang digunakan

untuk mengeringkan gabah sampai kadar air gabah kering giling 12 – 14 %. Hal ini

disebabkan karena gabah yang tebal mengandung lebih banyak uap air dibandingkan dengan

gabah yang ketebalannya lebih kecil sehingga dibutuhkan waktu lebih banyak untuk

mengeringkan gabah yang mempunyai ketebalan yang lebih besar.

(Gambar 1). Merupakan grafik hubungan antara prosentase kadar air gabah terhadap

waktu pengeringan. Dari grafik hubungan antara prosentase kadar air (M) dengan waktu

pengeringan (t) dimana semakin besar waktu yang digunakan dalam pengeringan maka

prosentase kadar air dari gabah semakin kecil baik untuk ketebalan 7 cm, 5 cm maupun 3 cm.

Hal ini disebabkan karena adanya penguapan yang terjadi pada gabah. Pada saat t = 0 (jam

08.30), gabah belum mengalami proses pengeringan, dimana kadar air gabah masih tinggi

(24.75%). Pengeringan gabah bertujuan untuk menurunkan kadar air gabah dari 24.75 %

menjadi 12-14% (Standar Bulog). Dari grafik terlihat bahwa semakin lama waktu yang

digunakan maka proses pengeringan akan semakin lama pula, dimana semakin lama proses

pengeringan maka prosentase kadar air dari gabah akan semakin kecil karena semakin banyak

uap air yang menguap dari gabah akibat adanya aliran udara panas yang melewati gabah.

(Gambar 2). Merupakan grafik hubungan antara massa udara pengering dengan waktu

pengeringan. Pada grafik terlihat bahwa semakin lama waktu yang digunakan untuk

menurunkan prosentase kadar air dari gabah maka massa udara yang digunakan juga semakin

besar. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk

menurunkan persentase kadar air gabah dari 24.75 % menjadi 12-14% (Standar Bulog), maka

akan semakin banyak air yang diuapkan dari gabah sehingga semakin banyak pula massa

udara yang digunakan untuk menguapkan air tersebut. Pada proses pengeringan gabah tanpa

menggunakan kolektor sekunder untuk waktu pengeringan 4 jam pada tebal gabah 3 cm

dibutuhkan massa udara pengering sebesar 130.4046 kg sedangkan proses pengeringan gabah

5.5 jam untuk tebal 5 cm dibutuhkan massa udara pengering sebesar 168.82 kg dan proses

pengeringan gabah 6,5 jam untuk tebal 7 cm dibutuhkan massa udara pengering sebesar

202.286 kg. Hal yang sama juga didapatkan pada proses pengeringan dengan menggunakan

kolektor sekunder di mana untuk pengeringan 3 jam tebal gabah 3 cm dibutuhkan massa

udara sebesar 100.347 kg sedangkan proses pengeringan gabah 4.5 jam untuk tebal 5 cm

dibutuhkan massa udara pengering sebesar 159.586 kg dan proses pengeringan gabah 5.5 jam

untuk tebal 7 cm dibutuhkan massa udara pengering sebesar 196.2322 kg, jadi terjadi

peningkatan massa udara pengering

(Gambar 3). Merupakan grafik hubungan antara massa air yang diuapkan terhadap waktu

pengeringan. Terlihat bahwa semakin besar waktu yang digunakan untuk menurunkan

persentase kadar air dari gabah maka massa air yang diuapkan juga semakin besar. Hal ini

disebabkan karena semakin lama waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk menurunkan

persentase kadar air gabah dari 24.75 % menjadi 12-14% (Standar Bulog), maka semakin

banyak pula massa air yang menguap dari gabah dalam proses pengeringan karena adanya

energi atau panas yang dibawah oleh aliran udara yang melalui gabah. Pada awal pengeringan

terlihat grafik agak landai pada kondisi ini air yang diuapkan dari gabah baru sedikit

kemudian akan meningkat setelah 2 sampai 5 jam seiring dengan bertambahnya waktu dan

temperatur udara pengering sampai mencapai kadar air gabah kering giling (12% - 14%).

Pada proses pengeringan gabah tanpa menggunakan kolektor sekunder untuk waktu

pengeringan 4 jam pada tebal gabah 3 cm massa air yang diuapkan sebesar 0.3544 kg

sedangkan proses pengeringan gabah 5.5 jam untuk tebal 5 cm massa air yang diuapkan

sebesar 0.6985 kg dan proses pengeringan gabah 6.5 jam untuk tebal 7 cm massa air yang

diuapkan sebesar 0.8905 kg. Hal yang sama juga didapatkan pada proses pengeringan yang

menggunakan kolektor sekunder dimana untuk pengeringan 3 jam pada tebal gabah 3 cm

massa air yang diuapkan sebesar 0.38025 kg sedangkan proses pengeringan gabah 4.5 jam

untuk tebal 5 cm massa air yang diuapkan sebesar 0.76009 kg dan proses pengeringan gabah

5.5 jam untuk tebal 7 cm massa air yang diuapkan sebesar 0.9552 kg, jadi terjadi peningkatan

massa air yang diuapkan seiring dengan bertambahnya ketebalan gabah yang dikeringkan.

(Gambar 4). Merupakan grafik hubungan antara efisiensi termal alat pengering terhadap

waktu pengeringan. Terlihat bahwa efisiensi alat pengering akan naik seiring dengan

bertambahnya waktu pengeringan hal ini disebabkan karena semakin tingginya temperatur

udara yang masuk ke ruang pengering akibat bertambahnya intensitas cahaya matahari yang

diterima oleh kolektor sehingga akan meningkatkan laju aliran massa udara yang masuk ke

ruang pengering karena semakin besarnya perbedaan densitas udara luar dengan udara dalam

ruang pengering. Pada kondisi ini energi panas yang dibawa oleh udara akan semakin besar

pula sehingga akan semakin banyak air yang diuapkan dari gabah sampai dicapai efisiensi

tertinggi kemudian akan turun kembali seiring dengan bertambahnya waktu pengeringan

sampai dicapai kadar air gabah kering giling yaitu 12% – 14%. Pada kondisi ini energi panas

yang dibawa oleh udara tidak lagi dimanfaatkan secara maksimal untuk menguapkan air dari

gabah karena kandungan kadar air gabah semakin kecil sehingga efisiensi akan turun.

Efisiensi terbaik pada pengujian tanpa menggunakan kolektor sekunder untuk tebal gabah 7

cm dicapai setelah pengeringan berlangsung selama 4 jam dengan efisiensi 33.72% dan untuk

tebal gabah 5 cm setelah 3.5 jam dengan efisiensi 22.06% sedangkan tebal 3 cm setelah 3 jam

dengan efisiensi 17.42%, demikian juga pada pengujian yang menggunakan kolektor

sekunder untuk tebal gabah 7 cm dicapai setelah pengeringan berlangsung selama 3.5 jam

dengan efisiensi 44.96% dan untuk tebal gabah 5 cm setelah 3.5 jam dengan efisiensi 32.36%

sedangkan tebal 3 cm setelah 2.5 jam dengan efisiensi 23.57%. Hal ini disebabkan karena

pada jam ini energi atau panas yang dibawah oleh udara pengering dapat dimanfaatkan secara

maksimal untuk menguapkan air dari gabah dan pada jam ini alat pengering gabah bekerja

secara optimum. Untuk alat pengering yang menggunakan kolektor sekunder memberikan

efisiensi yang lebih baik dari pada yang tanpa menggunakan kolektor sekunder karena laju

aliran udara panas yang dipakai dalam proses pengeringan lebih cepat.

PEMBAHASAN

Hasil ini menunjukkan bahwa dengan penambahan kolektor sekunder sesudah alat

pengering gabah dapat meningkatkan atau mempercepat waktu pengeringan gabah sehingga

lebih cepat mencapai kadar air gabah kering giling. Waktu yang didapatkan tanpa

menggunakan kolektor sekunder untuk ketebalan gabah 7 cm selama 6.5 jam, 5 cm selama 5.5

jam dan 3 cm selama 4 jam. Sedangkan untuk alat pengering dengan menggunakan kolektor

sekunder didapatkan waktu lebih cepat satu jam yakni untuk ketebalan 7 cm selama 5.5 jam, 5

cm selama 4.5 jam, dan untuk 3 cm selama 3 jam,

Hasil pengujian alat yang menggunakan kolektor sekunder menggunakan massa udara

pengering lebih sedikit, ini disebabkan karena waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan

kadar air gabah menjadi kadar air gabah kering giling (12-14%) lebih cepat, sehingga massa

udara pengering yang digunakan jauh lebih sedikit, begitu pun halnya dengan efisiensi termal

alat pengering yang dihasilkan. Dimana efisiensi alat pengering yang menggunakan kolektor

sekunder lebih baik jika dibandingkan dengan tanpa menggunakan kolektor sekunder. Oleh

karena itu, alat pengering yang menggunakan kolektor sekunder lebih efisien digunakan untuk

mengeringkan gabah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : alat pengering

gabah dengan menggunakan kolektor sekunder ini mempunyai spesifikasi sebagai berikut :

bahan yang digunakan adalah pelat seng tebal 0,2 mm, ukuran alat pengering 3100 × 500 x

1936 mm, ukuran plat absorber 500 × 1000 x 0.2 mm, ukuran rak pengering 500 × 500 × 80

mm, tebal kaca penutup 20 mm, ukuran saluran udara masuk masing-masing kolektor 20 x

500 mm, diameter cerobong 87 mm dengan tinggi 500 mm. Persentase kadar air gabah yang

dikeringkan berbanding terbalik dengan waktu pengering baik untuk alat pengering yang

menggunakan kolektor sekunder maupun yang tanpa menggunakan kolektor sekunder. Kadar

air sebelum dikeringkan sebesar 24.75% dan sesudah dikeringkan berkisar antara 13.4%

sampai dengan 13.8%. Waktu yang diperlukan untuk mencapai persentase kadar air gabah

kering giling berbanding lurus dengan ketebalan gabah baik yang tanpa menggunakan

kolektor sekunder yaitu selama 6.5 jam untuk tebal gabah 7 cm, 5.5 jam untuk tebal gabah 5

cm dan 4.0 jam untuk tebal gabah 3 cm sedangkan pada alat yang menggunakan kolektor

sekunder yaitu selama 5.5 jam untuk tebal gabah 7 cm, 4.5 jam untuk tebal gabah 5 cm dan 3

jam untuk tebal gabah 3 cm. Jadi pengeringan gabah lebih cepat pada alat yang menggunakan

kolektor sekunder. Dari penelitian ini juga didapatkan bahwa waktu yang diperlukan oleh alat

pengering yang mennggunakan kolektor sekunder untuk mengeringkan gabah dari kadar air

panen 24.75% sampai kadar air gabah kering giling 13.4% -13.8 % dibutuhkan waktu 3 – 5.5

jam jauh lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan secara alami yang bisa mencapai 2 – 3

hari Massa udara pengering yang dibutuhkan selama proses pengeringan pada alat yang

menggunakan kolektor sekunder lebih sedikit jika dibandingkan dengan alat pengering tanpa

menggunakan kolektor sekunder. Pada alat pengering yang menggunakan kolektor sekunder

untuk ketebalan 7 cm membutuhkan massa udara pengering sebesar 196.2322 kg, 159.586 kg

untuk ketebalan 5 cm, dan 100.347 kg untuk ketebalan 3 cm. Sedangkan pada alat pengering

tanpa menggunakan kolektor sekunder untuk ketebalan 7 cm membutuhkan 202.286 kg,

168.82 kg untuk ketebalan 5 cm, dan 130.4046 kg untuk ketebalan 3 cm. Hal ini disebabkan

karena laju aliran massa udara pengering untuk alat pengering yang menggunakan kolektor

sekunder lebih cepat dari alat pengering tanpa menggunakan kolektor sekunder. Efisiensi

termal alat pengering gabah akan meningkat seiring dengan bertambahnya tebal gabah dimana

efisiensi maksimum diperoleh pada ketebalan gabah 7 cm yaitu sebesar 44.96% dengan alat

yang menggunakan kolektor sekunder. Sedangkan efisiensi alat pengering tanpa

menggunakan kolektor sekunder yaitu sebesar 33.72%. Oleh karena itu alat yang

menggunakan kolektor sekunder lebih baik daripada alat tanpa menggunakan kolektor

sekunder. Maka pembuatan dan analisis alat berikutnya sebaiknya dilakukan penambahan rak

pengering dan penambahan tinggi cerobong.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kepada dosen pembimbing 1 dan 2 atas bimbingannya selama penelitian ini, Orang

Tuaku, saudara-saudaraku, teman-teman mahasiswa teknik mesin pascasarjana Unhas tahun

2012 khususnya Konversi Energi, serta seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian

penelitian ini.

LAMPIRAN

Douglas, M. Considene. (1977). Energy Technology Handbook. McGraw-Hill Book Company Inc., USA.

Duffie, A. John, Beckman, A. William. (1980). Solar Engineering Of Thermal Processes. Wiley and Sons, New York, USA.

Dirk E. Maier, Fred W. Bakker-Arkema. (2002). Grain Drying Systems. St. Charles, Illinois, U.S.A.

Holman J.P. (1988). Perpindahan Kalor, 6th Ed, Erlangga, Jakarta. Jansen, J. Ted, Arismunandar, W. (1995). Teknologi Rekayasa Surya. PT. Pradnya Paramita,

Jakarta. M. Mohanraj, P. Chandrasekar. (2009). Performance of a Forced Convection Solar Drier

Integated With Gravel as Heat Storage Material For Chili Drying, Journal of Engineering and Technologi, Karunya University, Kucing Serawak.

Noble & Andrizal. (2003). Kajian Praktis Penggilingan Padi. . Deptan. Jakarta. Selyus R. (2012). Analisa Efisiensi Pengering Gabah Dengan Tenaga Surya. Makassar:

Universitas Hasanuddin. Syukri Himran, (2011). Kajian Pada Alat Pengering Gabah Dengan Tungku Sekam Sebagai

Pemanas Udara Pengering. Mekanika, Jurnal Teknik Mesin dan Industri, Makassar.

Tabel 1. Kadar air gabah sebelum dan sesudah pengeringan

Tebal

Gabah

(cm)

Tanpa kolektor sekunder Dengan kolektor sekunder

Kadar air awal,

Mi (%)

Kadar air akhir,

Mf (%)

Kadar air awal,

Mi (%)

Kadar air akhir,

Mf (%)

3 24.60 13.70 24.75 13.43

5 24.60 13.80 24.75 13.69

7 24.60 13.70 24.75 13.82

Tabel 2. Waktu yang diperlukan untuk pengeringan gabah

Tebal Gabah (cm) Waktu pengeringan (jam)

Tanpa kolektor sekunder Dengan kolektor sekunder

3 4.0 3

5 5.5 4.5

7 6.5 5.5

Gambar 1. Grafik hubungan antara kadar air gabah dengan waktu pengeringan

Gambar 2. Grafik hubungan antara massa udara pengering dengan waktu pengeringan

Gambar 3. Grafik hubungan antara massa air yang diuapkan dengan waktu pengeringan

Gambar 4. Grafik hubungan efisiensi termal vs waktu pengeringan