TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

170

Transcript of TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

Page 1: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR
Page 2: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR
Page 3: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

TEORI INTERPRETASIPAUL RICOEUR

Page 4: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR
Page 5: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

TEORI INTERPRETASIPAUL RICOEURPAUL RICOEURPAUL RICOEURPAUL RICOEURPAUL RICOEUR

masykur wahid

ELKAFI

Prolog: Dr. V. Irmayanti Meliono

Epilog: KH. Husein Muhammad

Page 6: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

Teori Interpretasi PAUL RICOEURMasykur Wahid© Masykur Wahid, Elkafi, 2015

xxiv + 144 halaman, 14,5 x 21 cm1. Paul Ricoeur 2. Hermeneutika3. Teks

ISBN 13: 978-602-0809-18-2

Prolog: Dr. V. Irmayanti MelionoEpilog: KH. Husein MuhammadPenyelaras akhir: Ahmala ArifinRancang Sampul: RuhtataSetting/Layout: Tim Redaksi

Penerbit & Distribusi:LKiS YogyakartaSalakan Baru No. 1 Sewon BantulJl. Parangtritis Km. 4,4 YogyakartaTelp.: (0274) 387194Faks.: (0274) 379430http://www.lkis.co.ide-mail: [email protected]

Anggota IKAPI

Bekerjasama dengan Lembaga Kajian Filsafat (ELKAFI) Banten

Cetakan I: 2015

Percetakan:PT LKiS Printing CemerlangSalakan Baru No. 1 Sewon BantulJl. Parangtritis Km. 4,4 YogyakartaTelp.: (0274) 7472110, 417762e-mail: [email protected]

Page 7: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

PROLOGINTERPRETASI TEKS SEBAGAI MEDIA MEMAHAMI

KEHIDUPAN MANUSIA*

Oleh: Dr. V. Irmayanti Meliono

Buku yang ditulis Sdr.Masykur berjudul Teori InterpretasiPaul Ricoeur merupakan kajian berperspektifhermeneutika yang mencoba mengetengahkan, merefleksi-

kan problem bahasa, dan manusia dalam dinamika kehidupankesehariannya. Dalam prolog ini, penjelasan, dan pemahamanmengenai interpretasi sangatlah penting untuk dikemukakanterlebih dahulu. Pengembangan lebih lanjut tentang hal itu akanmembawa kita pada penjelajahan pemikiran Ricoeur, danrelevansinya dalam situasi kekinian.

Interpretasi adalah menafsirkan tentang suatu hal, danberkaitan erat dengan pemahaman. Dalam kaitannya denganinterpretasi tersebut, pemahaman itu sangatlah kompleks,khususnya apabila berada pada manusia. Sulit untuk menentukankapan sebenarnya manusia atau seseorang mulai mengerti tentangsesuatu atau hal tertentu. Seseorang haruslah terlebih dulumemahami atau mengerti untuk dapat memberikan interpretasi.Dua hal itu bukanlah keadaan yang saling terpisah, tetapi sekaligusmerupakan suatu proses yang terjadi secara serentak. Sejalandengan itu, mengerti atau memahami dapat menuju ke prosespenafsiran yang tidak hanya terhenti pada “titik tertentu” tetapisuatu proses yang tidak kenal lelah untuk berusaha memahamisesuatu, semacam “lingkaran penafsiran” yang bergerak secara

Page 8: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

v i

Masykur Wahid

melingkar. Pada lingkaran penafsiran itu, muncullah pengertianorang tentang hermeneutik ataupun lingkaran hermeneutik.

Hermeneutik adalah suatu topik yang menarik dalam filsafat,terutama dalam “perjalanan” dan perkembangan filsafat sertamenjadikannya sebagai sesuatu yang terus menerus digali, dandiperbaharui, kendati sebenarnya topik itu telah tua. Hermeneutiktidak hanya menarik bagi filsafat, melainkan bagi ilmu humanioraataupun ilmu yang sealiran dengan Geisteswissenschaften makahermeneutik mendapat tempat yang tersendiri pada ilmu-ilmutersebut. Secara etimologis hermeneutik berasal dari katahermeneuein (bahasa Yunani) yang artinya ‘menafsirkan’.Berdasarkan arti kata bendanya maka hermeneia dapat diartikanpula sebagai ‘penafsiran’. Pada mulanya hermeneutik berkaitanerat dengan kitab suci dan digunakannya untuk menafsirkankomentar-komentar aktual atas teks kitab suci atau eksegese.

Dalam pengertian yang luas, hermeneutik dapat didefinisikansebagai teori atau filsafat interpretasi tentang makna. Pengertiantersebut tentunya belum dapat memberikan kepuasan oranguntuk mengerti hermeneutik lebih lanjut. Lebih lanjut lagi Bleicher(1980:1-5) mengatakan bahwa dewasa ini hermeneutik dibedakanatau dipisahkan menjadi tiga bidang, yaitu teori hermeneutik,filsafat hermeneutik, dan hermeneutik kritis. Pada umumnya teorihermeneutik lebih menitikberatkan teori itu sebagai epistemologi,dan metode pada problematik teori interpretasi untuk ilmu -ilmukemanusiaan. Melalui analisis tentang pemahaman atau verstehendapatlah metode tersebut secara tepat dipergunakan untukmerasakan dan memikirkan kembali perasaan atau pemikiran yangsebenarnya dari si penulis. Filsafat hermeneutik terfokus padastatus ontologi memahami diri sendiri. Bertitik tolak padaketegasannya dengan memulai pemikiran yang sifatnya netral,kebanyakan ilmuwan sosial atau penerjemah telah memiliki prapemahaman tentang objek yang didekatinya, bahkan kadangdibatasi oleh konteks tradisi. Bagi filsafat hermeneutik, hal yangterpenting yaitu adanya konsepsi tentang sesuatu yang melibatkan

Page 9: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

vii

pemahaman seseorang yang mula-mula berasal dari objek yangada (yang telah diterimanya) untuk bergerak menuju keketerlibatannya dalam komunikasi di masa lalu, dan masa kini.Filsafat hermeneutik lebih mengarah pada eksplikasi, dan deskripsifenomenologis dari manusia - “Dasein” yang bersifat temporalitas,serta “mengukir” sejarah daripada bertujuan mencari objektivitaspengetahuan melalui prosedur metodologis. Dengan kata lain,filsafat hermeneutik lebih mengarah pada status ontologismemahami diri sendiri. Filsuf-filsuf hermeneutik sepertiHeidegger, dan Gadamer lebih berorientasi ke filsafat hermeneutik.

Heidegger menemukan bahwa titik awal hermeneutikontologisnya berbasis pada fenomenologi “ADA”, yaitu membukaapa yang tersembunyi, bukan interpretasi atas suatu interpretasi(misalnya teks), melainkan kegiatan interpretasi yang dibimbingoleh pemahaman tentang objek itu yang dibingkai oleh eksistensimanusia. Pemahaman hendaknya bukan sekadar peristiwakejiwaan, melainkan dilihat sebagai proses ontologis, sebagaipenguakan segalanya sejauh itu sebagai realitas manusia. Gadamerjuga berkata dalam bukunya Truth and Method (1975), bahwahermeneutik hendaknya dipandang sebagai usaha filosofis untukmempertanggungjawabkan pemahaman (verstehen) sebagaiproses ontologis di dalam diri manusia. Pemahaman baginyaadalah sebagai modus existendi manusia, bukan suatu prosessubjektif manusia yang dihadapkan kepada suatu objek. Gadamerpulalah yang mengupayakan bahwa hermeneutik perluditingkatkan menjadi masalah kebahasaan, selain dikaitkan denganestetika, serta pemahaman yang historikal (Gadamer, 1975:420-421). Dengan kata lain, hermeneutik selalu berkaitan denganpemahaman, sejarah, eksistensi, realitas, dan bahasa.

Sedangkan hermeneutik kritis lebih mengarahkanpenyelidikannya dengan membuka “tirai-tirai” penyebab adanyadistorsi dalam pemahaman, dan komunikasi yang berlangsungdalam interaksi kehidupan sehari-hari. Melalui situasi itulahHermeneutik kritis muncul, tetapi oleh pembuktian keaslian

Page 10: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

viii

Masykur Wahid

kondisi masalahnya (sesuatu yang akan di interpretasi) yangditambahkan untuk meningkatkan ketidakbebasannya. Kritikketidakpahaman mengenai dirinya sendiri, dan yang lainnyameminta perhatian yang khusus dari kritik realitas yang diberikankepadanya.

Sebagai “hermeneutik yang mendalam”, hermeneutik kritisberusaha mencari jalan keluar dari distorsi pemahaman dankomunikasi yang terjadi pada interaksi kedua pihak (antara sipeneliti, pengamat-subjek dengan yang diamatinya). Makabermunculanlah para pakar yang tertarik pada bidang hermeneutikkritis, seperti Betti, Apel, Habermas, dan Ricoeur. Hermeneutikkritis yang dilontarkan oleh Apel dan Habermas banyak diwarnaidengan penggabungan antara metodologis, dan pendekatanobjektivitas yang berkaitan dengan pengetahuan praktis.Komentar mereka diarahkan untuk mendapatkan penghargaandari keberadaan suatu state of affairs - tempat kedudukan ataupersoalan-persoalan yang di”turun”kan dari pengetahuan yangdianggapnya baik dan dianggap mempunyai nilai potensial untukdiarahkan di masa , dan itu dituntun oleh prinsip penalaran baikbagi komunikasi yang tidak terbatas serta determinasi diri sendiri.Tokoh lain yang menonjol pada hermeneutik kritis adalah PaulRicoeur. Ia membawa kesegaran dan ketajaman bagi hermeneutikdengan menggabungkan fenomenologi dengan hermeneutik. BagiRicoeur, “manusia adalah bahasa”- Man is language . Bahasa sebagai“institusi” yang dapat mengacu fenomena sosial. la mencobamerangkum filsafat bahasa dengan filsafat sosial. Dengan teoriteksnya yang dianggapnya sebagai formasi dari tanda-tanda yangbersifat semantik, berkaitan dengan realitas, dan sekaligus penuhdengan” kepura- puraan” di dalamnya. Bagaimanapun juga sebuahteks tetap dapat tegak berdiri untuk menjembatani dikotomi antaraverstehen dan explanation /erklaeren pada taraf tekstual yang kritis.

Pada dasarnya manusia tidak pernah lepas dari persoalankehidupan manusia yang sarat dengan kompleksitas sertadinamika yang mengiringinya. Langsung atau tidak langsung,

Page 11: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

i x

dalam kehidupan tersebut manusia menyentuh dengan apa yangdinamakan sebagai simbol. Simbol tersebut terwujud dalamberbagai bentuk dan berada pada situasi, kondisi tertentu danperilaku keseharian manusia. Menulis karya sastra, melukis,beribadah, melakukan upacara siklus kehidupan manusia(kehamilan, pernikahan, kematian) pastilah terkait dengan simbol-simbol tertentu. Sebenarnya simbol itu apa? Sebuah pertanyaanyang mungkin mudah untuk dijawab tetapi juga tidak mudah untukdijawab. Tetapi paling tidak ada konsep dasar tentang simbol. Darisudut etimologi, simbol dari akar kata symbollein (Yunani) yangartinya bertemu. Kata symbollein kemudian diartikan lebih luaslagi menjadi kata kerja symbola yang artinya tanda yangmengidentifikasi dengan membandingkan atau mencocokkansesuatu kepada bagian yang telah ada (Dillistone, 1986:14). Dimasa lalu, masyarakat Yunani Kuna mempunyai suatu kebiasaanuntuk membuat persetujuan (tanda setuju) dengan memecahkansuatu lembaran, cincin, sekeping tembikar menjadi dua pecahanatau kepingan dan masing-masing pihak menyimpan sekeping.Simbol yang selalu berkaitan dengan menghubungkan dua bendayang substansinya sama, mengalami perkembangan dalam artiyang lebih luas . Seperti yang dikatakan Dillistone (1986:14-15)dalam bukunya The power of symbols, simbol adalah kata ataucitra atau konstruksi yang umum dan dipahami oleh akal budi,dan dianggap sebagai kebenaran, dan bahwa hal itu memang telahada, bahkan dinantikan, sebagaimana yang ada, dengan cara yangterbuka dihubungkan dengan symbola yang tepat (cocok). Proseshubungan atau mencocokkan itu tergantung pada tujuan yangdikehendaki oleh manusia. Manusia menyadari bahwa proseshubungan simbol dengan referensinya yang jalin menjalin, dansaling mempengaruhi, tidak pernah berakhir. Dengan mengetahui.dan memahami terlebih dahulu tentang simbol, maka akanditemukan “benang merah” dalam menganalisis sebuah penelitianyang berbasis kemanusiaan, dan filosofis khususnya yang berkaitandengan interpretasi .

Page 12: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

x

Masykur Wahid

Kekhususan gagasan Ricoeur dalam hermeneutik adalahpandangannya yang mencoba menggabungkan antara fenomenologidan metode hermeneutik, sehingga memunculkan pandangannyatentang hermeneutik fenomenologis yang bersifat dinamis.Gagasannya itu memberikan perspektif baru bagi perkembanganhermeneutik. Tetapi bagaimanapun, penggabungan antarafenomenologi dengan hermeneutik yang ia lakukan, berbagaipermasalahan -permasalahan dari hermeneutik yang telah adaselama ini (misalnya dari hermeneutik dari Schleiermacher,Dilthey yang lebih menekankan perlunya keterlibatan si penafsirpada objek yang hendak ditafsirkan) menjadi bahan pertimbangandalam gagasannya itu. Wawasan Ricoeur yang begitu luasnya sertaminatnya terhadap filsafat sangat besar, menyebabkan ia banyakmempelajari karya - karya filsuf, seperti Plato, Descartes, Dilthey,Heidegger, Gadamer, dan sebagainya. Keseriusannya terhadapyang ia pelajari banyak membuahkan karya-karya yang antaralain, misalnya, “Symbolism of Evil”, “The ConfIict of Interpretations”,“Hermeneutic and the human sciences”, “From Text to Action”.Studi tentang Ricoeur cukup sulit, karena ia banyak menulistentang berbagai tema seperti hermeneutik, bahasa, simbol, teoriinterpretasi, dan sebagainya. Untuk itulah penulis mencobamelihat dan bertitik tolak pada cara berpikir Ricoeur dalam melihatpermasalahan fenomena budaya, yaitu interpretasi terhadapfenomena budaya yang dialami oleh manusia. Pemahaman akankehidupan manusia yang tercermin misalnya dalam salah saturitual yang berkaitan dengan siklus kehidupan manusia (lahir,menikah, dan meninggal) dan oleh sebagian manusia dianggapsebagai bagian yang terpenting dalam kehidupannya itu, hal ituakan dipahami dengan lebih baik apabila dilakukan dengan“menembus” kesadaran manusia. Dengan “menembus” kesadaranmanusia dan melalui perantara simbol, orang dapat memahami-nya dengan lebih baik, tidak terjebak dalam kesadaran yang naif.Menurut Ricoeur, peran filsafat sangat penting dan oleh karenanyadibutuhkan dalam memahami hal itu dengan refleksif kritis sehinggapemahaman akan fenomena budaya manusia dapat terkuak denganlebih baik.

Page 13: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

x i

Menurut pendapat Ricoeur, permasalahan metode hermeneutikharuslah dianggap sebagai permasalahan filosofis, karenasesungguhnya usaha interpretasi merupakan penyingkapan sebuahmaksud yang lebih mendalam, yakni menjembatani hal-hal yangsifatnya otonom dengan perbedaan-perbedaan budaya. BagiRicoeur, gagasannya tentang hermeneutik adalah sebagai “perluasan”dari hermeneutik yang tradisional sifatnya, yaitu tidak hanyainterpretasi terhadap gagasan-gagasan teks, kemudian menemu-kan maknanya, la ingin memperluas hermeneutik mirip sepertigagasan dari Aristoteles, bahwa “Peri Hermeneias adalah interpretasiyang bersifat “logis” atau gagasan dari Plato tentang “technehermeneid” adalah seni bagaimana menjelaskan sesuatu hal yangtidak jelas menjadi lebih jelas“, karenanya ia menyebut hermeneutik-nya sebagai filsafat hermeneutik. (Ihde, 1971:6). Agar mengertibagaimana hermeneutik Ricoeur itu diterapkan pada penelitianini, ada baiknya untuk memahami secara tepat bagaimana sebenar-nya filsafat dari Ricoeur itu. Sebenarnya Ricoeur ingin menerapkanfenomenologi pada bahasa atau ingin memindahkan fenomenologike dalam hermeneutik, dan menggarisbawahi konsep tentang“secara tidak langsung dan dialektis” (indirectly and dialectically)daripada “langsung dan univokal” (diretcly and univocally). Untukitu, ia memilih bahwa jalan yang terbaik adalah denganmenentukan bahwa seperangkat ekspresi simbolik (dan mitos),dan manusia akan dapat memahami dirinya dengan lebih baik.Dengan kata lain, simbol adalah sebagai jalan “secara tidak langsung“ atau “perantara” dan melalui konstitusi interpretasi akan membukacakrawala hermeneutik fenomenologi atau filsafat hermeneutik.

Melalui analisis metode pemahaman (verstehen) diupayakansecara tepat kehadiran dan pemikiran kembali tentang apa yangtelah terjadi pada peristiwa tertentu. Karenanya, hermeneutikharuslah dapat beralih dari interpretasi pengertian eksegese(komentar-komentar aktual atas teks) Kitab Suci kepadapermasalahan yang lebih umum, yaitu tentang makna, dan bahasaseperti yang terdapat dalam kebudayaan manusia, misalnya didalam isyarat, perkataan, tulisan, monumen, upacara adat, mitos,

Page 14: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

xii

Masykur Wahid

dunia pesantren dan sebagainya. Memahami itu semuanya berartipula memahami manusia. Hal ini berarti pula seperti apa yangdimungkinkan oleh pendapat Dilthey sebagai historical under-standing atau pemahaman akan kesadaran manusia tentangkehidupannya itu (Bleicher, 1990:19); “Lompatan” atau jarakbudaya yang membuat seseorang tidak bisa menghayati kejadian-kejadian di masa lampau dapat diatasi dengan kesadaran sejarahtersebut, artinya melalui kemampuan manusia atau seseorang, iadapat merekonstruksikan atau memproduksi kembali bagaimanaperistiwa itu di masa lalu dihayati oleh orang yang menulis sebuahtulisan atau sumber tertulis tentang peristiwa tertentu. Dengandemikian, tidaklah mengherankan apabila hermeneutikmempunyai tugas untuk merekonstruksikan dan mereproduksikembali maksud si pengarang tentang perasaannya, pendapatataupun keinginannya itu. Dalam proses metode hermeneutikselanjutnya, muncul “prapengandaian” yaitu kemampuanseseorang untuk melakukan “ transposisi historis”, artinyaseseorang dapat terlepas dari konteks historisnya untuk masuk kedalam situasi historis pengarang. Bagi Dilthey, konsep “transposisihistoris” memang dapat berhasil memisahkan hermeneutika daripenjelasan naturalistik, tetapi di lain pihak, hermeneutika terjebakke dalam psikologisme. Verstehen dicari di dalam psikologi, yaitudi dalam kemampuan primordial manusia untuk mengatasi dirinyadan masuk ke dalam mental atau jiwa orang lain. Untuk itulahRicoeur ingin memperjelas posisi yang menjadi titik tolakhermenutiknya, yakni interpretasi yang dikaitkan dengan hubunganantara kehidupan sebagai pembawa makna dan akal budi sebagaikemampuan mengkaitkan makna-makna itu ke dalam rangkaian-rangkaian yang koheren dan terpadu. Pemahaman tidak mungkinterjadi, apabila kehidupan manusia itu tidak memiliki makna.

Berbicara tentang sesuatu yang disimbolkan itu makaperhatian orang akan mengacu atau mengungkapkan kembalimanisfestasi kepada yang sakral dan ke hirofani di mana yang sakralitu dipertunjukkan di dalam fragmen dari kosmos, yang kadangkalahilang, tak terlihat secara nyata, mengandung makna, berintegrasi

Page 15: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

xiii

dan bersatu di dalam sejumlah pengalaman antropokosmik.Dengan kala lain, matahari, bulan dan air adalah simbol di dalamaspek kosmos tetapi sekaligus juga sebagai simbol bila berada padabahasa. Meskipun tidak seluruhnya, tetapi sebagai suatu realitasyang menjadi simbol maka simbol itu bekerja sama pada satu titikyang signifikan. Sebelum simbol itu dipikirkan lebih lanjut lagi,haruslah dapat dipikirkan melalui kata-kata atau bahasa dahulu.Manisfestasi simbolik sebagai suatu benda adalah sebagai matriks,makna-makna simbolik dari kata-kata (Ricoeur, 1969:11).

Lebih lanjut lagi, Ricoeur merumuskan simbol sebagaisemacam struktur yang signifikan yang mengacu pada sesuatusecara langsung dan mendasar dengan makna literal dan ditambahk-an dengan makna yang lain, yaitu makna yang mendalam -maknakedua (secondary meaning) dan figuratif dan itu hanya akan terjadiapabila menembus makna yang pertama. Oleh karena itulah iamengatakan bahwa ekspresi simbol selalu bermakna ganda didalam bidang kajian hermeneutis. Begitu juga dengan konsepinterpretasi, la mengembangkan konsep tersebut seperti padakonsep simbolnya. Interpretasi menurut Ricoeur yang dirumuskandi dalam “The Conflict of Interpretation” (Ricoeur, 1988:13) adalahsebagai berikut:

“Interpretation, we will say, is the work of thought which consistsin deciphering the hidden meaning in the apparent meaning, in un-folding the levels of meaning implied in literal meaning” - The Conflictof Interpretation (Ricoeur, 1988:13,)

Interpretasi adalah proses berpikir yang teratur dalammenemukan makna yang tersembunyi pada makna yang munculdalam “lipatan” taraf yang berada pada makna literal. Antarasimbol dan interpretasi dapat menjadi konsep yang korelatifsifatnya, akan ada interpretasi yang mempunyai makna banyak-‘multiple meaning’ (Ricoeur, 1988:13). Pada kesempatan lain,Ricoeur mengatakan juga bahwa “filsafat pada dasarnya adalahsebuah hermeneutik, yaitu telaah atas makna yang tersembunyidi dalam teks yang kelihatannya mengandung makna”. Oleh karena-

Page 16: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

xiv

Masykur Wahid

nya setiap interpretasi tak lain adalah suatu usaha untuk menguakmakna yang masih tersirat dan tersembunyi dalam suatu teks.

Teks sendiri seperti diketahui, merupakan kumpulan katayang tersusun dalam suatu pola tertentu dan maksud tertentuSetiap kata tersebut yang berada di dalam teks merupakan suatusimbol, di sisi lain kata-kata itu sebenarnya menyimpan maknadan tujuan tertentu yang belum diketahui orang. Ricoeur sendirimengatakan bahwa teks sebagai realisasi dari diskursus - discourseatau wacana. Diskursus atau wacana selain sebagai bentuk lisan,dapat juga sebagai bentuk distansiansi, yang memberikan kondisidari kemungkinan seluruh karakteristik peristiwa (event) danmakna (meaning) suatu Bahasa.

Lebih lanjut lagi tentang penjelasannya itu, menurutnyadiskursus memiliki empat ciri dasar yaitu temporalitas, subjek,acuan ke suatu dunia, dan lawan bicara -interlocutor (Ricoeur,1991:145-146). Ciri yang pertama, sebuah diskursus selaludinyatakan dengan waktu dan saat tertentu, meskipun sistembahasa adalah sistem yang mandiri dan tidak terikat waktu. Ciriyang kedua, bahasa tidak menuntut adanya subjek. Dalam artibahwa siapa yang berbicara tidak diterapkan pada tingkat itu,sedangkan diskursus selalu menunjuk pada pembicara, selalumengacu pada referensial diri -self referential. Ciri dasar yangketiga, acuan pada dunia artinya adalah menggambarkan duniasebagaimana situasi yang diungkapkan, dilukiskan, dandirepresentasikan oleh si pembieara beserta lawan bicaranya.Hanya pada diskursus bahwa fungsi simbolik dari bahasadiaktualisasikan. Sedangkan tanda sebuah bahasa hanya mengacupada pada tanda-tanda lain di dalam sistem yang sama. Mengacupada “dunia” menyebabkan adanya suatu dialog yang ditandaidengan kata-kata seperti keterangan tempat, waktu dansebagainya. Situasi itulah mewarnai dialog tersebut. Teks ataudiskursus membebaskan makna dari cengkeraman apa yangdimaksudkan oleh si pengarang, teks membebaskan acuannya dariketerbatasan “ostensive reference”.

Page 17: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

xv

Di sisi lain, teks itu sendiri haruslah ditafsirkan ke dalambahasa yang tidak lepas dari suatu pengandaian dan kontekstertentu. Di sinilah problema muncul, apakah teks itu dijelaskansecara struktural ataukah pemahaman hermeneutik? Untuk itulahRicoeur ingin mencari jalan keluar, suatu jalan tengah di antarapemahaman struktural dan pemahaman hermeneutik. Pada teksterdapat dikotomi antara skema subjek dan objek Pemahamanstruktural cenderung bersifat objektif, sedang pemahamanhermeneutik lebih cenderung ke subjektif. Tugas hermeneutikadalah membuka diri terhadap teks itu, yaitu dengan membukadiri kita membiarkan teks itu memberikan kepercayaan kepadakita secara objektif. Teks itu sendiri mempunyai otonomi, yaituintensi atau maksud pengarang, kondisi kultural dan kondisi sosial,serta sasaran teks. Melalui otonominya, maka teks dapat sajabersifat “dekontekstualisasi” atau “rekontekstualisasi”.“Dekontektualisasi” artinya teks melepaskan diri dari cakrawalamaksud si pengarang yang mungkin saja terbatas. Sedang“rekontekstualisasi” adalah upaya untuk membuka diri terhadapkemungkinan dibaca secara lebih luas. Di samping itu, terdapatproses distansiasi, yaitu proses tentang otonomi teks dalamhubungannya dengan si pengarang, dengan situasi awal, dandengan sidang pembaca awalnya. Distansiasi membantu pelestarianmakna dari teks dan menghindarkannya dari menghilangnyadalam waktu. Dengan demikian sebenarnya distansiasi jugamencabut teks dari konteks aslinya, dari situasi awal, dan sebagaiakibatnya teks menjadi terbuka untuk interpretasi-interpretasiselanjutnya yang barangkali amat bertolak belakang denganmaksud si penulisnya (Ricoeur, 1991:83-64). Konsekuen atau akibatitu menjadi “lahan pengolahan” bagi apropriasi. Lalu apakahapropriasi itu?

Apropriasi adalah apa yang asing pada teks haruslah menjadimilik sendiri. Dengan apropriasi, maka teks mampu membukahorison baru, yaitu dunia dari teks yang harus dipahami sebagaidunia eksistensial, dunia yang mampu menampilkan realitas.Melalui upaya hermeneutik, maka seorang penafsir mengajukan

Page 18: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

xvi

Masykur Wahid

pertanyaan, membuka dunia teks baru dan menemukanpemahaman baru tentang makna yang tersembunyi di belakangisi teks itu. Di sisi lain, menurut Ricoeur teks tidak hanya sekadarmembahas masalah partikular dari komunikasi intersubjektif,tetapi harus dapat mengungkapkan komunikasi yang lebih luasdari sekadar itu. Oleh karenanya teks tersebut dapat disebut sebagai“paradigma distansiasi di dalam komunikasi”- ‘paradigm ofdistanciation in communication’ (Ricoeur, 1991:76). Dengandemikian pada tahap apropriasi menyangkut juga distansiasi yangdiperluas melalui semacam kritik ideologi terhadap ilusi-ilusi,motivasi-motivasi di bawah sadar, kepentingan- kepentingan sipenafsir. Ini berarti kritik yang datang dari luar sebagai suatuserangan diubah oleh subjek menjadi kritik intern untukpemurnian pandangan atau perbaikan pemahaman diri. Distansiasimenjadi kondisi untuk pemahaman. Selain itu, dalam prosesapropriasi terdapat juga “distansiasi kreatif’, teks menjadikehidupan sehari-hari yang nyata dan berkembang karenaimajinasi. Dengan imajinasi, kita dapat mengambil jarak terhadapkehidupan sehari-hari. Imajinasi menjadi dimensi dasar subjek-tifitas pembaca. Bahkan imajinasi menjadi sumber kreatifitas, sertamendorong tindakan baru, dan pola pemahaman baru, karenaimajinasi mendahului kehendak (Ricoeur, 1991: 88).

Salah hal yang ditawarkan oleh Ricoeur, dan menjadi menarikuntuk dikaji adalah pendapatnya tentang tindakan yang bermaknayang dapat dianggap sebagai sebuah teks. Pendapatnya inimerupakan perluasan dari metode interpretasi dan itu dianggap-nya sebagai paradigma interpretasi bagi ilmu-ilmu kemanusiaan-‘human sciences’ (Ricoeur, 1991:144-145). Ada beberapa kategoriatau kriteria untuk mengatakan bahwa teks sebagai konseptindakan bermakna - “the concept of meaningful action” . Empatkriteria atau kategori tindakan bermakna itu adalah (1)terpalerinya tindakan - “the fixation of action”, (2) mandirinyatindakan- “the autonomization of action”, (3) relevansi danpentingnya tindakan - “relevance and importance”, (4) tindakansebagai karya terbuka- “human action as an ,open work”(Ricoeur,1991:1550-156).

Page 19: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

xvii

Tindakan bermakna adalah tindakan yang dianggapmempunyai arti tertentu. Sebagai tindakan yang bermakna makatindakan itu dapat dijadikan objek bagi ilmu pengetahuan, menjadibagian dari objektivasi. Objektivasi muncul karena adanya “sisikejiwaan dari tindakan” - ‘mental acts’ (misalnya mempercayai,berpikir, membayangkan, menginginkan, dsb), yang menyebabkanobjektivasi itu mirip dengan struktur dari tindak bicara dan itulahsebagai ungkapan yang telah dikerjakan. “Terpaterinya tulisan”memungkinkan adanya dinamika perluasan dari tindak bicara itusendiri dalam proses pengupayaan makna dari tindakan suatuperistiwa tertentu dalam sebuah tindakan, Kategori tindakanbermakna yang lain adalah tindakan yang mandiri atau tindakanyang otonom, yaitu tindakan yang “terlepas” atau “berjarak” darisi pelaku, yang karena kemandirian tindakannya itu berkembangsebagai akibat dari pertaliannya dengan dimensi social. Sedangkategori ketiga, kategori “relevansi” sangat berkaitan dengantindakan bermakna. Tindakan bermakna adalah tindakan yangpenting karena relevansinya dengan situasi yang ditandai olehdimensi ontologis, fenomena budaya, dan kondisi sosialmasyarakatnya. Kategori keempat, merupakan tindakan sebagai‘karya terbuka’, artinya seluruh kehidupan manusia merupakanperilaku yang dapat dicatat secara tertulis mirip seperti sebuahnaskah atau karya terbuka yang penuh dengan beragam pendapatatau pandangan dari si pelaku. Kategori ini mirip seperti teks .Iniberarti tindakan itu terbuka dan menerima terhadap referensi-referensi baru, sangat relevan dengan tulisan-tulisan yang selalumenanti interpretasi baru dalam menemukan maknanya.

Uraian yang telah disampaikan di atas dapat menjadi titikawal untuk diterapkan pada berbagai penelitian yang berbasiskajian empiris- sosial humaniora, filsafat dan sebagainya.Berangkat dari fenomena ontologis yang sarat dengan masalahyang kompleks, seperti ritual perkawinan Jawa, kehidupanmasyarakat dengan tradisi pesantren, maka masalah tersebutdapat direduksi ke analisis hermeneutik Ricoeur, Mereduksipersoalan agama, pandangan hidup, sosial politik, budaya dari

Page 20: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

xviii

Masykur Wahid

berbagai kasus kehidupan konkret manusia, dan berangkat dari“titik tolak yang tepat” , maka akan terkuak pencarian maknamendalam yang sarat dengan beragam nilai, seperti nilai moral,nilai substansial, nilai estetika, nilai kebersamaan, nilai harmonidan sebagainya.

Melalui interpretasi yang dicari dalam beragam kasuspenelitian, maka setiap kegiatan interpretasi mengandung, danmenyingkap makna yang masih tersirat, dan tersembunyi padateks. Oleh karena itu pentinglah mendeskripsikan secara tertulissebuah peristiwa atau situasi. Langkah awal ini merupakan usahamembuat dan menjembatani fenomena kehidupan manusiasebagai sebuah karya yang terbuka untuk dikritisi, diinterpretasi.Sejalan dengan pendapat Ricoeur, pada teks itu sebenarnyamemiliki dua hal yang penting, yaitu pertama adanya keter-hubungan yang bersifat “segitiga” dan fenomenologis pada teks.“Segitiga Keterhubungan” ini bermula dari orang yang bercerita;orang yang mendengarkan cerita itu dan dunia “kehidupanmanusia” (dibaca objek riset) yang menjadi inti teks dan dibicara-kan orang. Di samping itu, teks tersebut menampilkan sisifenomenologis, karena teks itu dapat dipilah (to clarify) danditerangkan (to explain). “Memilah” berarti mencoba mencari danmemahami struktur teks, menemukan “landasan” pada tekstersebut. Sedang “menerangkan” adalah usaha untuk mencarihubungan dengan penulisnya, dengan masyarakat dan itulahsebenarnya dunia kehidupan manusia dapat terkuak secara kritisdan kita memahaminya dengan arif.

Jakarta, 15 Juni 2015

Irmayanti Meliono

*Disarikan dari Simbolisme Perkawinan Jawa-Simbolisme Wiwahan,semua acuan referensi berada pada buku tersebut--penulis.

Page 21: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

PENGANTAR PENULIS

Interpretasi teks dalam hermeneutika Paul Ricoeur merupakanproblem sentral untuk menjelaskan dan memahami filsafatmanusia dan filsafat bahasa. Manusia dan bahasa bagi Ricoeur

adalah seperti tubuh dan jiwa yang hadir di dalam dunianya,karena filsafat pada hakikatnya adalah hermeneutika. Untuk tujuanitu, Ricoeur menuturkan secara kritis bahwa teks dengan kekuatanuniversalnya menyingkap dunia yang menampakkan diri padaego. Dalam konteks itu, interpretasi teks Ricoeur dapat digunakanuntuk menyingkap makna kenyataan yang tersembunyi di dalamteks yang mengandung makna yang tampak.

Buku ini merupakan publikasi dari karya ilmiah “tesis” yangditulis di dalam ruang perkulihan Program Studi Ilmu FilsafatDepartemen Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan BudayaUniversitas Indonesia. Penulis meyadari benar bahwa buku inijauh dari kata sempurna. Kekurangan dan kelemahan buku ini adadi dalam setiap dimensi metodologis dan analisisnya, namunberhasil menemukan perbedaan yang distingtif posisihermeneutika Ricoeur di dalam cakrawala hermeneutika. Atastemuan tersebut, penulis senantiasa bersyukur telah mampu

It is the text with its universal power of world disclosure which gives a self to theego (Ricoeur, 1976: 95).

Page 22: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

xx

Masykur Wahid

menyelesaikan buku ini dengan baik. Dengan kenyataan itu, penulistak hanya bersyukur ke haribaan Allah yang Maha Mengetahui,melainkan juga menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih kepada: Dr. AkhyarYusuf Lubis selaku Pembimbing I dan Ketua Program Studi IlmuFilsafat Departemen Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan BudayaUniversitas Indonesia, yang dengan kritis menuntun penulismenyusuri teks-teks filsafat; Dr. V. Irmayanti Meliono selakuPembimbing II, yang dengan sabar membimbing ketaatan menulisteks filsafat; Prof. Dr. Ida Sundari Husen selaku Dekan FakultasIlmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Prof. Dr.Soerjanto Poespowardjojo selaku Penguji yang taat berfilsafat;Prof. Dr. Alois Agus Nugroho selaku Penguji yang menekankanistilah ostensive dalam pemahaman interpretasi teks; Dr. GadisArivia selaku Ketua Penguji dan Sekretaris Program Studi IlmuFilsafat Departemen Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan BudayaUniversitas Indonesia; dan Dr. Haryatmoko selaku Pengajarhermeneutika yang mengajarkan hermeneutika “Pariyem”.

Alm. H. Abdul Wahid dan Hj. Mahmudah; Alm. H. Mukhdzirdan Hj. Muryati selaku kedua Abah di dunia lain dan kedua Mimiyang senantiasa mendoakan penulis menjadi manusia yangberpikir; istri tersayang Roikhatul Jannah yang selalu bersabaruntuk menerima luapan filosofis yang sering kali membuatemosional; Kang Marzuki Wahid, Almh. Mba Lia Aliyah Himmah,Kang Mahrus el-Mawa, Mba Ala’i Najib, Maryam el-Wahdah, IwanZainul Fuad, Muhammad Musni, Nany Zubaedah, Zaenab, dan SigitSantoso yang selalu memberi semangat untuk berbagi ilmu di manasaja dan kapan saja.

Tak lupa sahabat-sahabat diskusi di Lembaga Kajian FilsafatBanten (elkafi) yang selalu bersemangat untuk mendiskusikan danmenyuarakan ilmu filsafat di ruang publik. Penerbit LKiS,khususnya kepada Manajer Redaksi, Mas Ahmala Arifin, yangberkenan menerbitkan buku ini, dan elkafi, khususnya Ketua Elkafi,Asep Furqonuddin, yang telah berkontribusi untuk penerbitannya.

Page 23: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

xxi

Selain itu, pembaca yang suka rela menghadirkan teks untukmenyuarakan hermeneutika.

Buku ini dipersembahkan untuk puteri kami tercinta, JossieElaine Wahid, yang sedang lantang membaca dan belajar meng-interpretasikan teks yang berbahasa Jawa, Indonesia, Inggris, danArab di dalam kenyataan hidupnya.

Akhirul kalam, buku ini diharapkan dapat memberikankontribusi bagi pengembangan ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial, serta manfaat bagi pemahaman kemanusiaan.

Jatiwarna, 17 Juni 2015

Penulis

Pengantar Penulis

Page 24: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR
Page 25: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

Prolog oleh: Dr. V. Irmayanti Meliono vPengantar Penulis xixDaftar Isi xxiii

BAB I PENDAHULUAN 1A. Kajian Pustaka 5B. Kerangka Teori dan Konsep 10

BAB II SEJARAH HERMENEUTIKA 15A. Asal-Usul Hermeneutika 16B. Hermeneutika Kuno 20C. Hermeneutika Modern 25

BAB III HERMENEUTIKA ROMANTIS 29A. Friedrich Schleiermacher 30B. Wilhelm Dilthey 31

BAB IV HERMENEUTIKA ONTOLOGIS-EKSISTENSIAL 37

A. Martin Heidegger 38B. Hans-Georg Gadamer 41

BAB V RIWAYAT HIDUP DAN PEMIKIRAN PAULRICOEUR 47A. Riwayat Hidup 47

DAFTAR ISI

Page 26: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

xxiv

Masykur Wahid

B. Pemikiran Paul Ricoeur 561. Filsafat Manusia 572. Filsafat Kehendak 573. Filsafat Bahasa 634. Hermeneutika 64

BAB VI INTERPRETASI TEKS PAUL RICOEUR 75A. Teks 76B. Dialektika Distansiasi dan Apropriasi 84C. Dialektika Penjelasan dan Pemahaman 86D. Tindakan Penuh Makna sebagai Teks 92E. Hermeneutika Fenomenologis 95F. Ikhtisar 110

BAB VII HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR: SEBUAHTITIK MEDIASI 113A. Mediasi antara Hermeneutika Romantis dan Hermeneutika

Ontologis-Eksistensial 114B. Mediasi antara Fenomenologi Edmund Husserl dan

Strukturalisme Ferdinand de Saussure 119C. Ikhtisar 120

BAB VIII PENUTUP 121A. Kesimpulan 121B. Memahami Tradisi Pesantren 124

EPILOG: KH. Husein Muhammad 129

Daftar Pustaka 139Tentang Penulis 143

Page 27: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

Hermeneutika merupakan studi klasik yang banyakdiperhatikan oleh para filsuf, teolog, dan sastrawan.Perhatian mereka terhadap hermeneutika untuk

menafsirkan kenyataan kehidupan manusia, terutama untukmenafsirkan kenyataan di dalam bidang filsafat, teologi, dan sastra.Dalam bidang filsafat, hermeneutika dianggap studi yang substantif.Filsafat sendiri, menurut Paul Ricoeur, pada hakikatnya adalahhermeneutika.1 Begitu juga, Martin Heidegger mengatakan bahwafilsafat itu bersifat atau harus bersifat hermeneutis.2 Ketertarikanpara filsuf terhadap hermeneutika sudah lama diperbincangkanoleh para filsuf sejak Plato, Aristoteles, Philo, Schleiermacher,Dilthey, Betti, Heidegger, Bultmann, Gadamer hingga Ricoeur.

Kini hermeneutika telah bangkit kembali dari masa silam dandianggap penting dan bermakna bagi masyarakat masakontemporer dan masa mendatang. Pada masa kontemporer ini

BAB IPENDAHULUAN

1 Lihat Paul Ricoeur, The Conflict of Interpretations: Essays in Hermeneutics (ed.)Don Ihde (Evanston: Northwester University Press, 1974), hlm. 22.

2 Lihat dalam Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory inSchleiermacher, Dilthey, Heidegger and Gadamer (Evanston: NorthwesternUniversity Press, 1969), hlm. 3.

Page 28: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

2

Masykur Wahid

Ricoeur dianggap filsuf yang mewarisi hermeneutika. KlaimRicoeur dan Heidegger terhadap hermeneutika itu cukupberalasan karena hermeneutika berakar dan lebih berkembangdalam bidang filsafat sejak zaman Yunani kuno hingga sekarang.Pada zaman Yunani kuno hermeneutika digunakan untukmengatakan, menerjemahkan, menjelaskan, atau menginter-pretasikan dalam hubungannya dengan istilah herméneia.Selanjutkan, pada masa modern dan kontemporer hermeneutikadicirikan dengan pemikiran-pemikiran yang dipenuhi denganperdebatan mengenai beberapa persoalan: teori hermeneutika,filsafat hermeneutika, dan hermeneutika kritis.3

Dengan adanya hermeneutika, manusia memiliki kebebasanuntuk menginterpretasikan sebuah teks, baik teks suci maupunteks lainnya, sesuai dengan Weltanschauung (pandangan hidup)dirinya. Manusia yang memiliki kebebasan adalah makhlukrasional. Jika kita mengakui manusia adalah makhluk rasional,maka mengakui manusia adalah makhluk filosofis. Artinya,manusia sebagai makhluk rasional, ia mau merefleksikankehidupan secara mendalam. Ini mengindikasikan bahwa manusiatidak mau jatuh dalam waktu kekinian dan terbelenggau dalamkondisi dan situasi kekiniannya.4 Menurut Ricoeur dan Heidegger,hal itu terjadi karena manusia adalah makhluk yang berbahasa(man is language). Melalui bahasalah, manusia yang berada-dalam-dunia (being-in-the-world) mampu menginterpretasikandirinya dan kenyataan yang tertulis.5

Di antara fenomena-fenomena budaya, mitos dan agamapaling sulit didekati hanya sekadar dengan analisis logis. Sekilasmitos tampak sebagai chaos saja, sebuah gagasan yang tidak

3 Lihat Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics as Method,Philosophy and Critique (London: Routledge & Kegan Paul, 1980), hlm. 1.

4 Baca Richard Taylor, Metaphysics (Englewood Cliffs: H.J. Prentice Hall Inc.,1974), hlm. 5-6.

5 Lihat Paul Ricoeur, The Conflict of Interpretations: Essays in Hermeneutics, hlm.350.

Page 29: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

3

coherent dan tanpa bentuk. Mencari “penalaran” dibalik gagasan-gagasan itu dirasakan sangat sia-sia, meskipun mitos memiliki cirikhas tetapi ciri khas itu “tanpa sebab dan alasan.” Sementara itu,sebenarnya pemikiran agama tidak perlu dipertentangkan denganpemikiran rasional atau pemikiran filosofis. Untuk menentukanhubungan antara keduanya, cara berpikir itu merupakan salahsatu tugas pokok filsafat Abad Pertengahan. Dalam puncak sistemSkolastik, masalah hubungan agama dan filsafat itu tampakterpecahkan. Menurut Thomas Aquinas:

Religious truth is supra-natural and supra-rational; but it is not“irrational.” By reason alone we cannot penetrate into the mysteriesof faith. Yet these mysteries do not contradict, they complete andperfect reason.6

(Kebenaran agama itu supranatural dan suprarasional, akan tetapitidak ‘irrasional.’ Dengan pikiran sendiri, kita tidak dapat menembuske dalam misteri-misteri kepercayaan. Misteri-misteri ini tidakkontradiktif, akan tetapi melengkapi dan menyempurnakan pikiran).

Pada abad ini, mitos dan agama dikatakan oleh Cassirer dapatdiinterpretasikan dalam perspektif filsafat kebudayaan. Dalamperspektif filsafat kebudayaan masalah agama tidak dilihat sebagaisistem metafisis dan teologis. Begitu juga dalam masalah mitos,tidak ada gejala alam dan gejala manusiawi yang tidak dapatdiinterpretasikan secara mitos.7

Lebih mendalam dari pemikiran Aquinas, dalam karyanyaThe Symbolism of Evil (1976b), Ricoeur membahas mitos danagama dalam wilayah hermeneutika. Menurutnya, melaluiinterpretasi simbol-simbol dan mitos-mitos dalam struktur bahasa,kejahatan (evil) manusia yang religius dapat dijelaskan bukansemata-mata etis. Dalam simbolisme kejahatan, manusia bukan

6 Dikutip dari Ernst Cassirer, An Essay on Man: Introduction to a Philosophy ofHuman Science (London: Yale University Press, 1945), cet. III, hlm. 72.

7 Ibid., hlm. 73.

Bab I Pendahuluan

Page 30: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

4

Masykur Wahid

saja bersalah karena ia melakukan kejahatan dengan cara bebas,secara tidak terelakan, melainkan juga ia menjadi korban darikejahatan karena ia menyerah kepada kejahatan yang sudahmerajalela.8 Bahkan, Ricoeur secara kritis mengembangkanhermeneutika bukan hanya pada interpretasi dan pemahamanterhadap simbol dan mitos saja, melainkan meletakkan teks sebagaidasar interpretasi. Penekanan hermeneutika Ricoeur padainterpretasi teks untuk membaca makna yang tersembunyi didalam teks yang mengandung makna yang tampak. Menafsirkanteks, menurutnya, berarti menafsirkan seorang individu.Interpretasi teks Ricoeur itu membedakan pemikiranhermeneutikanya dengan para filsuf hermeneutika Romantis danhermeneutika ontologis-eksistensial.

Dalam hermeneutika romantis seperti dikatakan olehSchleiermacher bahwa bahasa gramatikal merupakan syaratberpikir setiap orang dan aspek psikologis interpretasi membentukpembaca mampu menangkap kecenderungan pribadi pengarang.Oleh karenanya, pembaca hanya dapat memahami pernyataan-pernyataan pengarang dengan memahami bahasanya sebaikmemahami psikologisnya.9 Namun, di dalam hermeneutikaontologis-eksistensial, sebagaimana dikatakan oleh Gadamerbahwa hermeneutika memahami teks, bukan pribadi pengarangnya.Teks dipahami bukan karena suatu hubungan antara pribadi-pribadi yang dilibatkan, akan tetapi karena partisipasi yang terjadidi dalam pokok pembahasan di mana teks itu sendiri dapatberkomunikasi. Partisipasi itu menekankan kenyataan bahwaseseorang tidak harus lebih jauh keluar dari dunianya sendiri untukmembiarkan teks mengarahkan pada dirinya di dalam dunia

8 Dalam konteks itu Ricoeur tidak berpijak pada teori-teori kejahatan, akan tetapibermaksud menampakkan eksistensi manusia yang beragama untuk mengakuikejahatan yang telah dilakukannya.

9 Lihat dalam Gayle L. Ormiston and Alan D. Schrift (ed.), The HermeneuticTradition: From Ast to Ricoeur (Albany: State University of New York Press,1990), hlm. 87.

Page 31: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

5

kekiniannya, akan tetapi seseorang itu harus membiarkan teks ituhadir bagi dirinya yang bersifat kontemporer.10

Dengan hermeneutika itu, tugas para pemikir yang harusdilakukan sebagai kebebasan adalah interpretasi. Relevansiinterpretasi teks, misalnya pembenaran agama tradisional perludiinterpretasikan dalam suatu kerangka baru yang sesuai denganWeltanschauung modernitas. Perbedaan interpretasi gramatikalyang digunakan untuk tujuan pencarian kerangka baru itutergantung pada kebebasan (pilihan) para pemikir dalammerumuskan permasalahan.11 Oleh karena itu, interpretasi teksdalam pemikiran hermeneutika Ricoeur menjadi penting untukdipahami sebagai kebutuhan untuk mencari kerangka pemikiranbaru dalam kehidupan manusia masa kini.

A.A.A.A.A. Kajian PKajian PKajian PKajian PKajian Pustakaustakaustakaustakaustaka

Pada dasarnya dengan membaca karya-karya Ricoeur, sepertiThe Conflict of Interpretations: Essays in Hermeneutics (1974),Interpretation Theory: Discourse and the Surplus Meaning(1976), dan From Text to Action: Essays in Hermeneutics (1991),yang sebelumnya beberapa artikel dalam karya itu sudahditerbitkan dalam karyanya juga Hermeneutics and the HumanSciences: Essays on Language, Action and Interpretation (1981),masalah hermeneutika secara umum dan interpretasi teks dalamhermeneutikanya sudah dapat dimengerti dan dipahami secarajelas dan mendalam. Walaupun demikian, pembacaan literatur-literatur lain diperlukan untuk memperkuat dan memperjelascakrawala pemikiran hermeneutikanya.

10 Lihat Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher,Dilthey, Heidegger and Gadamer (Evanston: Northwestern University Press, 1969),hlm. 185.

11 Baca Peter L. Berger, Kabar Angin dari Langit: Makna Teologi dalam MasyarakatModern (terj.) J.B. Sudarmanto (Jakarta: LP3ES, 1994), cet. II, hlm. 26.

Bab I Pendahuluan

Page 32: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

6

Masykur Wahid

Gerald L. Bruns, dalam karyanya Hermeneutics: Ancient andModern, membagi sejarah hermeneutika menjadi dua, yaituhermeneutika kuno dan hermeneutika modern. Pembagianhistorisitas hermeneutika ini didasarkan pada pemikiranhermeneutika para filsuf. Burns memosisikan pemikiranhermeneutika Ricoeur bersama dengan Heidegger ke dalamhermeneutika modern, yang sebelumnya menjelaskanhermeneutika Plato, Aristoteles, dan Philo ke dalam hermeneutikakuno.12

Dalam karyanya Contemporary Hermeneutics: Hermeneuticsas Method, Philosophy and Critique, Bleicher memosisikanhermeneutika Ricoeur sebagai hermeneutika fenomenologis(phenomenological hermeneutics) pada era kontemporer yangdibedakan dengan hermeneutika Schleiermacher, Dilthey, Betti,Heidegger, Bultmann, Gadamer, Apel, Habermas, Lorenzer, danSandkühler. Bleicher secara khusus membahas pemikiranhermeneutika Ricoeur sebagai hermeneutika fenomenologis danbahkan tulisan Ricoeur tentang Existence and Hermeneuticsdibahas sebagai bacaan.13

Richard E. Palmer, dalam karyanya Hermeneutics:Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey, Heidegger andGadamer, menjelaskan secara komprehensif asal-usul dan sejarahhermeneutika. Ia juga secara kritis membahas pemikiran filosofisAst, Wolf, Schleiermacher, Dilthey, Betti, Heidegger, Bultmann,Gadamer, Ricoeur. Kekurangan Palmer terletak pada penjelasanpemikiran filosofis Ricoeur mengenai interpretasi dalamhermeneutika. Palmer hanya melihat pada teori interpretasiRicoeur yang menekankan interpretasi teks pada tataran semantikdan linguistik, sehingga interpretasi Ricoeur hanya tampak

12 Gerald L. Bruns, Hermeneutics: Ancient and Modern (New Haven and London:Yale University Press, 1992).

13 Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics as Method, Philosophyand Critique (London: Routledge & Kegan Paul, 1980).

Page 33: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

7

mengungkapkan makna simbolik dari mimpi dan mitos saja,seperti dalam karya Ricoeur Freud and Philosophy: An Essay onInterpretation, Husserl: An Analysis of His Phenomenology, danThe Symbolism and Evil.

Dalam hermeneutika modern, menurut Palmer, ada enampendekatan yang digunakan, yaitu pertama, “teologis” yangmenekankan penafsiran Bibel. Kedua, “filologis” yang memper-hatikan metodologi filologi secara umum. Ketiga, “linguistik” yangmenekankan pemahaman linguistik. Keempat, “ilmu-ilmukemanusiaan” yang meletakkan fondasi metodologis. Kelima,“eksistensial” yang menekankan fenomenologi eksistensial danpemahaman eksistensial. Keenam, “budaya” yang meletakkansistem interpretasi baik hermeneutika bermenung maupunpenggambaran orang suci yang digunakan manusia untukmengungkapkan makna dari simbol dan mitos.

Kekurangan Palmer membaca interpretasi teks dalamhermeneutika Ricoeur dapat dipahami, karena Palmer hanyamembaca tiga karya Ricoeur tersebut. Sebenarnya karya Ricoeuritu masih banyak lagi yang menjelaskan interpretasi teks secarakomprehensif, karena Ricoeur sendiri mengatakan bahwahermeneutika adalah teori pengoperasian pemahaman dalamhubungannya dengan interpretasi teks. Meskipun demikian, yangperlu dicatat dalam karya Palmer ini bahwa Ricoeur telah berhasilmenginterpretasi karya Freud The Future of an Illusion sebagaiilusi kekanakan dan memberikan kontribusi mengenai“demitologisasi” dan “demistifikasi” dalam bidang teologi.14

Roy J. Howard, dalam karyanya Three Faces of Hermeneutics:An Introduction to Current Theory of Understanding,menjelaskan bahwa sekarang ini teori pemahaman dalamhermeneutika dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu hermeneutika

14 Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher,Dilthey, Heidegger and Gadamer, hlm. 43-44.

Bab I Pendahuluan

Page 34: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

8

Masykur Wahid

analitis, hermeneutika psikososial, dan hermeneutika ontologis.Pertama, hermeneutika analitis diungkapkan oleh Georg Henrikvon Wright dan Peter Winch. Hermeneutika analitis itumenunjukkan suatu pilihan cara-cara formal atau logis untukmenguraikan masalah pemahaman intersubyektivitas. Kedua,hermeneutika psikososial ini diungkapkan oleh Habermas. Ketiga,hermeneutika ontologis diungkapkan oleh Gadamer dan Dilthey.15

K. Bertens membahas hermeneutika menurut Gadamer danRicoeur dalam karyanya Filsafat Barat Abad XX: Inggris-Jerman,Jilid I, khususnya pada pembahasan Gadamer dan hermeneutika.Selain itu, Bertens juga secara khusus membahas pemikiran filosofisRicoeur di dalam Filsafat Barat Abad XX: Prancis, Jilid II,khususnya pada bab 12 tentang Ricoeur. Dalam dua karya itu,Bertens secara kritis dan analitis menjelaskan hermeneutika secaraumum dan pemikiran hermeneutika Gadamer sebagai pendahulupemikiran filosofis Ricoeur mengenai hermeneutika.16

Bertens mengkategorikan pemikiran filosofis Ricoeurmenjadi dua, yaitu “filsafat kehendak” dan “menuju filsafat bahasa.”Dalam filsafat kehendak, Ricoeur membahas manusia dalamkaryanya Freedom and Nature: The Voluntary and theInvoluntary. Manusia dijelaskan oleh Ricoeur, bahwa:

Manusia selalu berbentur pada oposisi antara kebebasan dankeniscayaan; selalu ada hubungan timbal-balik antara yangdikehendaki dan yang tidak dikehendaki. Dan, yang tidakdikehendaki itu harus dimenerti dengan bertitik tolak dari subjek,sebab unsur yang pertama ialah bahwa saya mengerti diri sayasebagai “saya berkehendak” (volo, sejajar dengan cogitoDescartes).17

15 Baca Roy J. Howard, Three Faces of Hermeneutics: An Introduction to CurrentTheory of Understanding (Berkeley and Los Angeles: University of CaliforniaPress, 1982).

16 Baca K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX: Prancis, (Jakarta: Gramedia, 1996), jilidII.

17 Ibid., hlm. 260.

Page 35: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

9

Penjelasan manusia tersebut dipahami oleh Ricoeur denganmetode fenomenologis. Dalam karyanya The Symbolism of Evil,Ricoeur berefleksi tentang kejahatan dalam manusia yangberagama. Menurut Bertens, Ricoeur membahas masalahkejahatan itu dengan metode partisipasi eksistensial dan metodehermeneutika, karena metode fenomenologi tidak mungkin lagiditerapkan dalam masalah kejahatan. Metode hermeneutika itumembicarakan simbol-simbol yang mengungkapkan pengalamantentang kejahatan dalam kebudayaan-kebudayaan besar masalalu, baik simbol-simbol primer (noda, dosa, dan kebersalahan)maupun simbol-simbol sekunder (mitos-mitos yang menceritakantentang asal-usul dan cara mengatasi kejahatan).

Dalam filsafat bahasa, perhatian Ricoeur bergeser darifenomenologi dan eksistensialisme menuju ke strukturalisme.Dalam strukturalisme itu, ia banyak mengikuti pemikiranstrukturalisme Ferdinand de Saussure untuk mengembangkanpermasalahan filsafat bahasa dan hermeneutika. Posisi filsafatbahasa Ricoeur dipertegas oleh M.S. Kaelan dalam karyanyaFilsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya. MenurutKaelan, filsafat bahasa Ricoeur mengarahkan pada persoalanmakna dan pemahaman dalam hermeneutikanya (Kaelan, 2002).18

Dalam hermeneutikanya, Ricoeur lebih memfokuskan padateks. Teks dipahami oleh Ricoeur sebagai:

Sebuah teks adalah otonom atau berdiri sendiri: tidak bergantungpada maksud pengarang, pada situasi historis karya atau karya dimana teks tercantum, dan pada pembaca-pembaca pertama. Kalauhermeneutika diterapkan pada teks, sifat hermeneutika sendiriberubah.19

Dalam karyanya Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat, E.Sumaryono menjelaskan secara kritis pengertian hermeneutika

18 Baca M.S. Kaelan, Filsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya (Yogyakarta:Paradigma, 2002), cet. III.

19 Ibid., hlm. 274.

Bab I Pendahuluan

Page 36: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

10

Masykur Wahid

dan pemikiran-pemikiran hermeneutika menurut Schleiermacher,Dilthey, Gadamer, Habermas, Ricoeur, dan Derrida. Denganmemahami pemikiran tentang hermeneutika menurut para filsuftersebut, Sumaryono menegaskan bahwa hermeneutika sebagaimetode pembahasan filsafat akan selalu relevan, sebab kebenaranyang diperoleh tergantung pada orang yang melakukan interpretasidan ‘dogma’ hermeneutik bersifat luwes sesuai dengan per-kembangan zaman dan sifat open-mindedness-nya. Penegasannyaitu cukup beralasan, karena baginya: “hermeneutika atauinterpretasi tercakup dalam kesusastraan dan linguistik, hukum,sejarah, agama, dan disiplin ilmu yang lainnya yang berhubungandengan teks, namun akarnya adalah tetap filsafat”.20

W. Poespoprodjo, dalam karyanya, Interpretasi, membahasinterpretasi dalam ranah hermeneutika. Ia membagi hermeneutikamenjadi dua jenis, yaitu hermeneutika filosofis dan hermeneutikabaru. Hermeneutika filosofis dijelaskan oleh Schleiermacher,Dilthey, Heidegger, dan Gadamer. Sedangkan hermeneutika barudijelaskan oleh Bultmann, Betti, Hirsch, Popper, Hans Albert, danRicoeur. Poespoprodjo menyimpulkan bahwa interpretasi dapatdipahami dengan arti: mengatakan (to say), menerangkan (toexplain), dan menerjemahkan (to translate).21

Dengan demikian, buku ini memperbincangkan hermeneutikaRicoeur yang difokuskan pada interpretasi teks. Buku ini tentunyaakan melengkapi karya-karya sebelumnya dengan memposisikanhermeneutika Ricoeur di dalam pemetaan antara hermeneutikaRomantis dan hermeneutika ontologis-eksistensial.

B.B.B.B.B. KKKKKerangka erangka erangka erangka erangka TTTTTeori dan Keori dan Keori dan Keori dan Keori dan Konseponseponseponseponsep

Berdasarkan hasil pembacaan literatur-literatur di atas,kerangka teori (theoretical framework) yang digunakan dalam

20 E. Sumaryono, Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1993).21 Baca W. Poespoprodjo, Interpretasi (Bandung: Remaja Karya CV, 1987).

Page 37: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

11

penulisan buku ini adalah pada dasarnya mengikuti alur pemikiranhermeneutika Ricoeur, karena penelitian ini merupakan studitokoh. Dengan mengikuti pemikiran hermeneutika Ricoeur,kerangka teori yang digunakan bahwa teori interpretasi teksRicoeur hanya dapat dipahami dengan memahami teks, dialektikadistansiasi dan apropriasi, dialektika penjelasan dan pemahaman,dan tindakan penuh makna sebagai teks.

Menurut Ricoeur, dalam karyanya From Text to Action:Essays in Hermeneutics, teks (text) adalah suatu diskursus yangdifiksasi dengan tulisan. Menurut definisi itu, fiksasi dengan tulisanmerupakan ketentuan teks itu sendiri (Ricoeur, 1991: 106).22 Dalamstruktur semantik, diskursus (discourse) adalah peristiwa bahasaatau penggunaan linguistik. Peristiwa bahasa itu apa yang terucap(spoken) dan tertulis (written).23 Untuk memahami teks tersebutdiperlukan dialektika distansiasi dan apropriasi serta dialektikapenjelasan dan pemahaman.

Dalam konsep dialektika distansiasi dan apropriasi,apropriasi (appropriation) dalam The Interpretation Theory:Discourse and the Surplus Meaning adalah partner otonomisemantik yang membebaskan teks dari pengarangnya. Sedangkandengan distansiasi (distanciation) teks dapat diselamatkan darikerenggangan budaya dan meletakkannya dalam proksimitasbaru. Proksimitas ini mempertahankan dan memilihara jarakbudaya dan memasukkan hal kelainan (otherness) menjadikemilikan (ownness).24

Dalam konsep dialektika penjelasan (explanation– erklären)dan pemahaman (understanding–verstehen), pemahaman adalah

22 Paul Ricoeur, From Text to Action: Essays in Hermeneutics (trans.) KathleenBlamey and John B. Thompson (Evanston: Northwestern University Press, 1991),hlm. 106.

23 Ibid., hlm. 145.24 Lihat Paul Ricoeur, Interpretation Theory: Discourse and the Surplus Meaning

(Texas: The Texas Christian University Press, 1976), hlm. 43.

Bab I Pendahuluan

Page 38: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

12

Masykur Wahid

untuk membaca apa peristiwa diskursus itu yang merupakanucapan dari diskursus. Sedangan, penjelasan adalah untukmembaca apa otonomi verbal dan tekstual itu yang merupakanmakna obyektif dari diskursus.25 Dengan penjelasan itu seseorangdapat mengeksplisitkan atau menguraikan proposisi dan maknateks. Sedangkan dengan pemahaman, seseorang dapat memahamidan mengerti sebagai keseluruhan dari mata rantai makna parsialteks dalam tindakan sintesis. Lebih jauh lagi, teks ditempatkandalam konteks sosial. Dengan begitu, konsep tindakan penuhmakna sebagai teks berarti mengizinkan teks memberikankepercayaan kepada diri manusia dengan cara yang obyektif.

Dengan penjelasan tersebut, Ricoeur menyatakan bahwamemahami teks berarti memahami seorang individu. Dalamhermeneutika romantis, memahami teks itu sebaik memahamipsikologis pengarang. Sedangkan dalam hermeneutika ontologis-eksistensial, memahami teks menyatu dengan memahami psikologispengarang. Dengan kerangka teori dan konsep itu, penulis dapatmenganalisis interpretasi teks dalam hermeneutika Ricoeur.

***

Buku filsafat ini secara metodologis bersifat deskriptif-analitisyang tampak pada metode-metode yang digunakan. Buku inimerupakan studi pustaka. Pustaka primer yang digunakan adalahThe Conflict of Interpretations: Essays in Hermeneutics,Interpretation Theory: Discourse and the Surplus Meaning, danFrom Text to Action: Essays in Hermeneutic. Sedangkan, pustakasekunder yang digunakan adalah pustaka yang menjelaskanhermeneutika dan interpretasi teks Ricoeur. Persoalaninterpretasi teks dalam hermeneutika Ricoeur dideskripsikan,dianalisis, dan diinterpretaslkan dengan metode deskripsi, metodepemahaman, dan metode hermeneutika Ricoeur yang didasarkanpada interpretasi teks.

25 Ibid., hlm. 71-72.

Page 39: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

13

Penulisan buku ini dilakukan secara sistematis yang terbagimenjadi tujuh bab dan diawali dengan bab pendahuluan. Babpertama membicarakan sejarah hermeneutika yang dimulai dariasal usul hermeneutika. Selanjutnya, penelusuran historismengenai hermeneutika kuno dan hermeneutika modern. Babkedua dan bab ketiga merupakan pemetaan heremenetika sebagaititik antara hermeneutika romantik dan hermeneutika ontologis-eksistensial di mana hermeneutika Ricoeur diposisikan di antarakedua hermeneutika tersebut.

Bab keempat membahas riwayat hidup dan pemikiranRicoeur. Di dalam bab ini pemikiran Ricoeur akan dijelaskanmengeni filsafat manusia dan hermeneutika. Bab kelimamerupakan bab utama yang membahas interpretasi teks Ricoeur.Pada bab kelima akan dijelaskan mengenai teks, dialektikadistansiasi dan apropriasi, dialektika penjelasan dan pemahaman,tindakan penuh makna sebagai teks, dan hermeneutikafenomenologis sebagai karakteristik dari hermeneutika Ricoeur.

Pada bagian akhir bab keenam dan ketujuh merupakan analisiskritis refleksif, kesimpulan, dan implementasi interpretasi teksRicoeur. Analisis kritis dari buku ini akan menjelaskan bahwahermeneutika Ricoeur merupakan titik mediasi antarahermeneutika romantik dan hermeneutika ontologis-eksistensial,dan mediasi antara fenomeneologi Husserl dan strukturalismeSaussure. Sementara itu, setelah kesimpulan, ditutup denganimplementasi intepretasi teks Ricoeur akan tampak pada temuanpemahaman baru atas tradisi pesantren di Banten pada masakontemporer. []

Bab I Pendahuluan

Page 40: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR
Page 41: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

BAB IISEJARAH HERMENEUTIKA

Hermeneutika secara istilah muncul dan berkembang taklepas dari sejarah awal perkembangan ilmu pengetahuan.Para ahli sejarah filsafat mengakui bahwa hermeneutika

berakar pada filsafat sebagai sebuah cabang ilmu. Kemunculannyapada ranah filsafat, hermeneutika dapat memberikan suatukerangka pemikiran kritis refleksif pada ranah ilmu yang lainnya,yang dikategorikan ke dalam ilmu-ilmu kemanusiaan(Geisteswissenscheften). Perkembangnya pada ranah ilmu-ilmukemanusiaan tersebut, hermeneutika menjadi wacana yangbanyak diperbincangkan oleh para ilmuwan dan teolog padadisiplin ilmu mereka masing-masing, khususnya yang berkaitandengan “pemahaman” dan “interpretasi teks”.

Sejarah hermeneutika dapat ditelusuri sejak zaman Yunanikuno dalam diskursus Socrates yang dibahas oleh Plato1 hinggazaman kontemporer ini dalam diskursus Paul Ricoeur. Melaluipenelusuran sejarah ini, kita akan menemukan hermeneutikaRomantis dan hermeneutika ontologis-eksistensial. Denganmemahami hermeneutika Romantis dan hermeneutika ontologis-eksistensial, kita dapat bertanya apakah sudut pandanghermeneutika pada puisi, teks legal, tindakan manusia, bahasa,

1 Lihat Plato dalam karyanya Apology.

Page 42: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

16

Masykur Wahid

budaya asing, atau diri-sendiri? Untuk menjawab pertanyaan itu,pembahasan bab pertama ini menjadi landasan dan penting untukmengetahui epistemologi interpretasi dan ontologi pemahaman,walaupun pembahasannya sangat singkat dan sederhana.

A. Asal UA. Asal UA. Asal UA. Asal UA. Asal Usul Hsul Hsul Hsul Hsul Hermeneutikaermeneutikaermeneutikaermeneutikaermeneutika

Istilah “hermeneutika” (hermeneutics), dalam ConciseRoutledge: Encyclopedia of Philosophy, secara etimologis berasaldari bahasa Yunani herméneuein yang merupakan derivasi darikata kerja hermeneuô yang berarti “mengartikan,” “menginter-pretasikan,” “menafsirkan,” dan “menerjemahkan,” sedangkankata sifatnya hermeneuticos dan kata bendanya herméneia, berarti“penafsiran” dan “interpretasi”.2 Istilah hermeneutika(hermeneutics) dibedakan dari istilah hermeneutik (hermeneutic).Penulis lebih memilih istilah hermeneutics daripada hermeneutic,karena istilah hermeneutics menunjukkan wilayah kerjahermeneutika.3

Istilah hermeneutics juga menunjukkan pada bidanghermeneutika secara umum. Sedangkan kata hermeneuticmenunjukkan teori tertentu, misalnya hermeneutik Bultmann.Selain itu, istilah hermeneutics itu dapat dibedakan dari kataadjektif hermeneutic atau hermeneutical, karena kata adjektif itutetap tampak sebagai kata sifat kecuali disertai dengan “the” ataubeberapa modifikasi, sedangkan istilah hermeneutics memberikesan pada aturan dan teori. Dengan argumen itu, hal itu tidak mem-persoalkan alasan filosofis yang dikatakan oleh James M. Robinson.

2 Baca “Hermeneutics” di dalam Concise Routledge: Encyclopedia of Philosophy(London & New York: Routledge, 2000), hlm. 348. Asal usul kata “Hermeneutics”dapat juga ditelusuri di dalam K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX: Inggris-Jerman(Jakarta: Gramedia, 1983), Jilid I, hlm. 224; dan E. Sumaryono, Hermeneutik:Sebuah Metode Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm. 23.

3 Sebagaimana apa yang dijelaskan oleh Richard E. Palmer di dalam karyanyaHermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey, Heidegger andGadamer (Evanston: Northwestern University Press, 1969), hlm. xiv.

Page 43: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

17

Dalam karyanya New Hermeneutic, Robinson menjelaskanbahwa tidak ada justifikasi filosofis penggunaan huruf “s” padakata akhir hermeneutic, karena istilah hermeneutic disamakandengan istilah arithmetic ataupun rhetoric yang tetap menunjuk-kan bidang umum. Sementara itu, kata hermeneutics merupakanbentuk singular perempuan dalam bahasa modern yang lain(Jerman, hermeneutik–Prancis, herméneutique) dan berasal daribahasa Latin hermeneutica. Robinson menegaskan bahwamenghilangkan huruf “s” dapat mendorong arah baru bagi teorihermeneutis, yang dapat disebut Hermeneutik Baru (NewHermeneutic).4 Dengan mengikuti pemikiran tersebut, istilahhermeneutics dalam buku ini menunjukkan bidang umum yangdapat disamakan dengan istilah physics, politics, economics,maupun ethics.

Dalam perspektif mitologi Yunani, istilah herméneuein ituberasal dari nama dewa “Hermes,” tokoh mitos Yunani, yangbertugas menjadi perantara antara dewa Zeus (dewa keteraturan)dan manusia. Pada waktu Hermes dihadapkan pada persoalan yangsulit ketika harus menyampaikan pesan Zeus kepada manusia.Hermes menjelaskan bagaimana bahasa Zeus yang menggunakan“bahasa langit” supaya dapat dimengerti oleh manusia yangmenggunakan “bahasa bumi.” Dengan cerdik dan bijaksana,Hermes menafsirkan atau menginterpretasikan bahasa Zeus kedalam bahasa manusia, sehingga menjelma menjadi sebuah tekssuci. Kata “teks” berasal dari bahasa Latin, yang berarti “produktenunan” atau “pintalan.” Dalam konteks ini, yang dipintal olehHermes adalah gagasan dan kata-kata supaya diproduksi sebuahnarasi dalam bahasa manusia yang bisa dipahami oleh manusia.5

4 Ibid.5 Baca Vincent Crapanzano, Hermes’ Dilemma and Hamlet’s Desire: On the

Epistemology of Interpretation (Cambridge: Harvard University Press, 1992),hlm. 16. Lihat juga Zygmunt Bauman, Hermeneutics and Social Science (NewYork: Columbia, University Press, 1978), hlm. 76.

Bab II Sejarah Hermeneutika

Page 44: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

18

Masykur Wahid

Pada pemikiran yang lain, Hermes itu diinterpretasikansebagai seorang duta yang mempunyai tugas menyampaikan pesanJupiter kepada manusia. Ia diilustrasikan sebagai seorang yangmempunyai kaki bersayap. Dalam bahasa Latin, Hermes lebihbanyak dikenal dengan sebutan Mercurius. Tugas Hermes inimenginterpretasikan pesan-pesan dari dewa di gunung Olympuske dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh umat manusia. TugasHermes sangat penting, karena apabila terjadi kesalahpahamanterhadap pesan dewa-dewa tersebut dapat mengakibatkan bahayabagi seluruh umat manusia. Dalam konteks itu Hermes harusmampu menginterpretasikan sebuah pesan ke dalam bahasa yangdipergunakan oleh manusia. Sejak saat itu Hermes menjadi simbolseorang duta yang dibebani dengan sebuah misi tertentu. Berhasiltidaknya misi itu sepenuhnya tergantung pada cara bagaimanapesan itu diinterpretasikan.6

Kedua pemikiran tersebut sama-sama memperhatikaninterpretasi terhadap pesan dewa sebagai teks suci. Padasubstansinya Hermes yang menyampaikan pesan dewa kepadamanusia itu, dapat dikatakan bahwa:

He not only announced them verbatim but acted as an ‘interpreter’who renders their words intelligible–and meaningful–which mayrequire some point of clarification or other, additional, commentary.7

(Ia tidak hanya mengatakan kepada mereka kata demi kata saja,tetapi juga bertindak sebagai interpreter yang membuat kata-katadewa dapat dimengerti dengan jelas–dan bermakna–yang dapatmemunculkan beberapa klarifikasi atau lainnya, tambahan, komentar).

Dalam konteks Hermes itu, hermeneutika secara konsekuenterikat dengan dua tugas. Pertama, memastikan isi makna(meaning-content) kata, kalimat, atau teks. Kedua, menemukan

6 Baca E. Sumaryono, Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat, hlm. 23-24.7 Lihat Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics as Method,

Philosophy and Critique (London: Routledge & Kegan Paul, 1980), hlm. 11.

Page 45: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

19

instruksi-instruksi yang terkandung di dalam bentuk simbolis(symbolic forms).

Hermeneutika secara sporadis muncul dan berkembangketika interpretasi diperlukan untuk menerjemahkan literaturotoritatif dalam kondisi-kondisi yang tidak mungkin diakses,karena persoalan jarak ruang dan waktu atau perbedaan bahasa.Dengan mengikuti maksud itu, makna asli teks dapat sajadiperdebatkan atau tetap tersembunyi, sehingga diperlukanpenjelasan interpretatif supaya transparan. Sebagai teknik untukmemperoleh pemahaman (understanding) yang benar,hermeneutika pada awalnya dipergunakan dalam tiga jeniskapasitas. Pertama, untuk membantu pembahasan mengenaibahasa teks (vocabulary dan grammar), yang memunculkanfilologi (philology). Kedua, untuk memfasilitasi penafsiranliteratur Kitab Suci (exegesis of Biblical literature). Ketiga, untukmenuntun yurisdiksi.8

Secara sederhana hermeneutika, sebagaimana yangdidefinisikan oleh Bruns, adalah “sebuah tradisi pemikiran ataurefleksi filosofis yang mencoba mengklarifikasi konsep verstehen,yaitu pemahaman” (a tradition of thinking or of philosophicalreflection that tries to clarify the concept of verstehen, that is,understanding).9 Berdasarkan pada isi interpretasi danpemahaman, disiplin ilmu yang pertama dan yang banyakmenggunakan hermeneutika adalah ilmu tafsir Kitab Suci. SemuaKitab Suci yang mendapatkan inspirasi ilahi, seperti al-Qur’an, Injil:Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Taurat, Talmud, Veda, danUpanishad, supaya dapat dipahami, maka diperlukan interpretasi.Interpretasi yang digunakan sangat tergantung pada bagaimanahermeneutika dioperasionalkan.

8 Ibid., hlm. 11.9 Lihat Gerald L. Bruns, Hermeneutics: Ancient and Modern (New Haven and

London: Yale University Press, 1992), hlm. 1.

Bab II Sejarah Hermeneutika

Page 46: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

20

Masykur Wahid

Atas penelusuran etimologis istilah hermeneutika di atas,hermeneutika menjadi perhatian para filsuf dan pemikir lainnyasejak zaman Yunani kuno hingga zaman modern. Secara historishermeneutika dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaituhermeneutika kuno dan hermeneutika modern.

Dalam hermeneutika kuno, para filsuf memperhatikanmasalah interpretasi dan pemahaman terhadap “apa yangdiucapkan”. Hermeneutika kuno ini dapat ditelusuri sejarahnyapada pemikiran filosofis Plato, Aristoteles, dan Philo. Sedangkan,dalam hermeneutika modern, para filsuf dan pemikir lainnya lebihjauh memperhatikan masalah interpretasi dan pemahamanterhadap “teks dari apa yang diucapkan”. Hermeneutika modernini dapat ditelusuri sejarahnya pada pemikiran filosofis Ast, Wolf,Schleiermacher, Dilthey, Betti, Heidegger, Bultmann, danGadamer. Pemikiran-pemikiran filosofis pada hermeneutika kunodan modern ini akan memberi corak distingtif pemikiranhermeneutika kontemporer yang diungkapkan Ricoeur.

B. B. B. B. B. Hermeneutika KunoHermeneutika KunoHermeneutika KunoHermeneutika KunoHermeneutika Kuno

Perbincangan dalam hermeneutika kuno, concern-nya padaistilah herméneia yang diinterpretasikan dari Hermes. Istilahtersebut mempunyai intensitas yang berbeda-beda tergantungpada sudut pandang tokoh (subyek) memahami istilah itu. Dalamhermeneutika kuno persoalan hermeneutika pertama muncul padabatas-batas penafsiran, yaitu dalam kerangka disiplin yangcenderung memahami teks, memahami teks mulai denganmaksudnya, berdasarkan pada apa yang terucap.10

Persoalan tersebut lebih lanjut dimunculkan karena adanyapenafsiran adalah “interpretasi,” karena setiap pembacaan sebuahteks selalu diletakkan di dalam sebuah komunitas, tradisi, atau

10 Baca Paul Ricoeur, The Conflict of Interpretations: Essays in Hermeneutics (ed.)Don Ihde (Evanston: Northwester University Press, 1974), hlm. 3.

Page 47: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

21

pemikiran tertentu yang menunjukkan praduga-praduga danpenafsiran-penafsiran (presuppositions and exigencies), tidakmemandang bagaimana secara tertutup pembacaan mungkinterikat dengan quid (sudut pandang yang teks ditulis). Persoalanawal hermeneutika kuno tampak pada pemikiran filosofis Plato,Aristoteles, dan Philo.

Plato membicarakan hermeneutika ketika ia menginter-pretasikan diskursus Socrates. Diskursus Socrates tampak padabagaimana ia berbicara dan mendengar (how he talks and how hesounds). Plato menginterpretasikan bahwa pertanyaan itumemberi makna tentang “diri Socrates” dan “klaim kebenarantentang dirinya.” Kebenaran pada diskursus Socrates diinter-pretasikan sebagai aléthia (ketidak-tersembunyi-an).11 Itumerupakan bentuk interpretasi sastra terhadap diskursus Socratesdalam pemikiran Plato. Oleh karena itu, bentuk interpretasi Platoterhadap diskursus Socrates itu sebagai mengatakan (to say).12

Interpretasi sastra itu pertama kali digunakan pada tataranpendidikan Yunani untuk memberi interpretasi dan kritisismeterhadap puisi Homer dan puisi lainnya. Dari pendidikan itu,interpretasi dapat memunculkan disiplin ilmu, seperti retorikadan puisi. Selanjutnya, interpretasi dapat memunculkan seniverifikasi teks. Pada kedua kali interpretasi literer digunakan didalam rumusan metodologi untuk memberi interpretasi terhadapteks-teks profan (profane)13 pada masa Renaissance danHumanisme yang memunculkan penelitian secara cermat terhadapmonumen-monumen sastra kuno. Investigasi filologis ini munculdari ketertarikan praktis, karena kebudayaan Yunani tidak hanyamempresentasikan sebuah model pendidikan seni dan ilmupengetahuan saja, melainkan kehidupan secara umum.14

11 Gerald L. Bruns, Hermeneutics: Ancient and Modern, hlm. 21-22.12 Lihat Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher,

Dilthey, Heidegger and Gadamer, hlm. 14.13 Teks-teks profan dimaksudkan sebagai lawan dari teks-teks suci (sacred).14 Baca Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics as Method,

Philosophy and Critique, hlm. 11-12.

Bab II Sejarah Hermeneutika

Page 48: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

22

Masykur Wahid

Ketertarikan etis-pedagogis seperti itu lebih tampak dalampenafsiran Kitab Suci untuk mengembangkan hermeneutika,karena secara praktis semua agama tergantung pada teks suciuntuk mengembangkan sistem-sistem aturan interpretasi.Misalnya, para Rabbi telah menyusun aturan-aturan untukmenginterpretasikan Talmud dan Madraschim.15

Aristoteles mendefinisikan “interpretasi” sebagai ucapan(interpretation as enunciation). Definisi interpretasi Aristotelesitu mengacu pada operasionalitas pikiran dalam membuatpernyataan-pernyataan (statements) yang berhubungan dengankebenaran atau kesalahan sesuatu. Dengan kata lain, interpretasiAristoteles itu merupakan kerja pokok intelektual dalammemformulasikan keputusan yang benar mengenai sesuatu.

Interpretasi itu bukan pernyataan yang bertujuan ke arahsuatu penggunaan, seperti do’a atau perintah, melainkanpernyataan mengenai yang benar atau salah. Oleh karenanya,retorika dan puisi merupakan bidang di luar interpretasi Aristoteles,karena keduanya ditujukan untuk merangsang pendengar.16

Untuk memposisikan interpretasi dalam kerja pokokintelektual, Aristoteles membagi tiga kerja dasar intelektual, yaitupertama, memahami obyek. Kedua, memilah dan mengkonstruksi.Ketiga, menalar dari sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yangtidak diketahui. Interpretasi Aristoteles diposisikan pada usahamemilah dan mengkonstruksi dalam membuat pernyataan yangberhubungan dengan kebenaran atau kesalahan. Berhubungandengan ucapan berarti interpretasi ini beroperasi pada tataranbahasa yang belum logis. Dalam perspektif teologis, interpretasiAristoteles bukan pesan dari Tuhan, tetapi kerja intelektual yangrasional.

15 Ibid., hlm. 1216 Baca Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher,

Dilthey, Heidegger and Gadamer, hlm. 21.

Page 49: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

23

Dalam proses memilah dan mengkonstruksi untuk mendapat-kan kebenaran pernyataan, menurut Aristoteles, diperlukanpemahaman sebagai penjelasan. Pemahaman ini merupakan dasarbagi interpretasi. Pemahaman ini juga membuat semuanyaberbeda, karena pemahaman menentukan tahapan interpretasiselanjutnya. Proses dari interpretasi menuju pemahaman sebagaipenjelasan dalam setiap pernyataan akan terus menerusberproses. Proses tersebut tampak dalam karyanya Periherméneias bahwa:

Kata-kata yang kita ucapkan adalah simbol dari pengalaman mentalkita, dan kata-kata yang kita tulis adalah simbol dari kata-kata yangkita ucapkan itu. Sebagaimana seseorang tidak mempunyai kesamaanbahasa tulisan dengan orang lain, maka demikian pula ia tidakmempunyai kesamaan bahasa ucapan dengan yang lain. Akan tetapi,pengalaman-pengalaman mentalnya yang disimbolkannya secaralangsung itu adalah sama untuk semua orang, sebagaimana jugapengalaman-pengalaman imajinasi kita untuk menggambarkansesuatu.17

Dengan kata lain, setiap individu memiliki perbedaan dalambahasa tulisan dan bahasa lisan. Bahasa sebagai sarana komunikasiantarindividu dapat juga tidak bermakna, karena individu yangsatu berbicara dengan individu yang lain dengan bahasa yangberbeda. Dengan demikian, interpretasi yang dilakukan Aristotelesmerupakan untuk menjelaskan.18

Ricoeur memahami herméneia Aristoteles tidak hanyaterbatas kepada kiasan (allegory), melainkan juga menyangkutdiscourse yang penuh makna, karena ternyata diskursus penuhmakna adalah herméneia, kenyataan “menginterpretasikan,”tepatnya ucapan ‘sesuatu tentang sesuatu.’ Selain itu, diskurusadalah herméneia, karena pernyataan diskursus itu berarti

17 Baca E. Sumaryono, Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat, hlm. 24.18 Baca Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher,

Dilthey, Heidegger and Gadamer, hlm. 20.

Bab II Sejarah Hermeneutika

Page 50: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

24

Masykur Wahid

memahami terhadap yang nyata dengan ucapan-ucapan penuhmakna, bukan pilihan terhadap impresi-impresi yang dikenal dari“sesuatu itu sendiri”.19

Philo memiliki peran yang sangat berarti bagi perkembanganhermeneutika. Philo adalah pemikir Aleksandrian yang pernahberusaha mendamaikan agama Yahudi dengan filsafat Yunani,khususnya filsafat Plato. Interpretasi Philo tampak pada ketika iamenerjemahkan nama-nama Hebrew ke dalam konsep Yunani,yaitu Adam diinterpretasikan sebagai pikiran (mind); Evediinterpretasikan sebagai perasaan (senses); Israel diinterpretasi-kan sebagai seorang yang melihat Tuhan (one who sees God),Moses diinterpretasikan sebagai kebijaksanaan (wisdom); Egyptdiinterpretasikan sebagai tubuh (body); Eden diinterpretasikansebagai pemikiran yang benar (right reason); Judah diinterpretasi-kan sebagai dia yang mengakui (he who confesses); dan Aarondiinterpretasikan sebagai ucapan (speech–eloquence).20 Olehkarena itu, interpretasi yang dilakukan Philo merupakan untukmenerjemahkan.21

Hubungan antara diskursus dan herméneia seperti di atasmerupakan yang pertama dan paling primordial di dalamhubungan antara konsep interpretasi dan pemahaman. Hubunganyang pertama ini menghubungkan persoalan teknis penafsirantekstual dengan persoalan makna dan bahasa lebih umum.Sedangkan, penafsiran yang dapat mudah menuju ke hermeneutikaumum hanya dengan cara pengembangan filologi kuno dan ilmu-ilmu sejarah yang muncul pada akhir Abad ke-18 dan awal abadke-19. Hermeneutika umum ini dikembangkkan oleh para filsufhermeneutika modern.

19 Lihat Paul Ricoeur, The Conflict of Interpretations: Essays in Hermeneutics, hlm.4.

20 Baca Gerald L. Bruns, Hermeneutics: Ancient and Modern, hlm. 93.21 Lihat Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher,

Dilthey, Heidegger and Gadamer, hlm. 26.

Page 51: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

25

C. C. C. C. C. Hermeneutika ModernHermeneutika ModernHermeneutika ModernHermeneutika ModernHermeneutika Modern

Penetapan hermeneutika modern ditandai dengan persoalanpemahaman dan interpretasi terhadap teks-teks zaman kuno.Hermeneutika modern dipresentasikan dalam enam pendekatan,yaitu pertama, “filologis” yang memperhatikan metodologi filologisecara umum. Kedua, “linguistik” yang menekankan pemahamanlinguistik. Ketiga, “ilmu-ilmu kemanusiaan” yang meletakkanfondasi metodologis. Keempat, “teologis” yang menekankanpenafsiran Kitab Suci. Kelima, “eksistensial” yang menekankanfenomenologi eksistensi dan pemahaman eksistensial. Keenam,“budaya” yang meletakkan sistem interpretasi, baik recollectivemaupun iconoclastic, yang digunakan manusia untuk meng-ungkapkan makna dari simbol dan mitos.22

Secara historis keenam pendekatan dalam hermeneutikatersebut saling terkait dan seringkali tumpang tindih dalampraktiknya, karena tergantung pada bidang di mana hermeneutikadigunakan. Untuk itu, pembahasannya dijelaskan berdasarkanpemikiran filosofis para tokoh hermeneutika. Dalam menguraikanhermeneutika menurut para tokoh hermeneutika itu dapatmemberikan penjelasan yang berbeda-beda tergantung padapemaknaan “pemahaman” dan “interpretasi.” Perbedaanpendekatan dalam hermeneutika ini memperjelas posisi pemikiranhermeneutika Ricoeur, khususnya interpretasi teks.

Pada hermeneutika modern, pertama-tama hermeneutikadiuraikan oleh Ast dan Wolf di bidang filologi. Friedrich Astmembahas hermeneutika untuk tujuan studi filologi adalah untukmengungkap “spirit” antiquity (zaman atau sesuatu yangpurbakala) yang diterima dengan sangat jelas dalam warisan sastra.Bentuk fisik dari antiquity menunjukkan pada bentuk dalamnya,kesatuan dalam keberadaan, harmonis dalam bagian-bagiannya,yang disebut Geist dari zaman kuno. Antiquity dipahami bukan

22 Ibid., hlm. 33.

Bab II Sejarah Hermeneutika

Page 52: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

26

Masykur Wahid

hanya paradigma (Muster) artistik dan pengolahan ilmiah,melainkan juga kehidupan secara umum.23

Menurut Ast, spirit antiquity tidak dapat ditangkap tanpamemahami istilah itu sendiri karena bahasa adalah media utamabagi transmisi spiritual. Oleh karenanya, kita harus mempelajaritulisan-tulisan zaman kuno. Untuk mempelajarinya dibutuhkangrammar, yang dikenal dengan Grammatik. Sedangkan, untukmembacanya dibutuhkan prinsip fundamental tertentu untukmemahami dan menjelaskan kebenarannya, sehingga belajarbahasa kuno harus selalu dihubungkan dengan hermeneutika.Dalam filologi ini, hermeneutika Ast merupakan teori yangmengungkapkan makna geistige (spiritual) dari teks.24

Konsep kesatuan spiritual kemanusiaan (Einheit des Geistes)itu, menurut Ast, dasar konsep lingkaran hermeneutis (herme-neutical circle). Ia menegaskan bahwa tugas hermeneutika ituuntuk membawa keluar makna internal dari sebuah teks bersamasituasi berdasarkan zamannya. Baginya, tugas hermeneutika dibagimenjadi tiga bagian, yaitu historis, grammar, dan aspek spiritual.Korespondensi antara ketiga bagian atau taraf pemahaman itu jugamerupakan tiga taraf penjelasannya, yaitu: hermeneutika atashuruf (Hermeneutik des Buchstabens) yang menentukan “bahanbaku” sebuah teks, hermeneutika atas makna (Hermeneutik desSinnes) atau bentuk “teks,” dan hermeneutika atas aspek spiritual(Hermeneutik des Geistes) atau “jiwa teks”.25

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa, pertama,pemahaman historis merupakan pemahaman yang berhubungandengan isi karya yang dapat berupa karya artistik, saintifik, atauumum. Kedua, pemahaman gramatikal merupakan pemahamanyang berhubungan dengan bahasa. Ketiga, pemahaman geistige

23 Ibid., hlm. 76.24 Ibid.25 Baca E. Sumaryono, Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat, hlm. 37.

Page 53: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

27

merupakan pemahaman karya yang berhubungan denganpandangan utuh pengarang dan pandangan utuh (Geist) zamanitu.26 Tiga pemahaman dalam hermeneutika itu merupakankontribusi hermeneutika Ast. Selanjutnya, pemahaman geistigedalam hermeneutika Ast itu akan dikembangkan olehSchleiermacher.

Sementara itu, Friedrich August Wolf mendefinisikanhermeneutika sebagai “ilmu tentang kaidah yang dengannyamakna tanda-tanda diungkap.” Kaidah itu berbeda dengan obyek,sehingga hermeneutika digunakan untuk menginterpretasikankarya puisi, sejarah, atau hukum. Wolf menegaskan bahwahermeneutika adalah kumpulan kaidah yang dipraktikkan, bukanyang teoretis. Tujuan hermeneutika Wolf untuk mengungkappemikiran yang ditulis atau bahkan yang dikatakan pengarang,sehingga interpretasi dalam hermeneutika adalah dialog denganpengarang.27

Dengan pengertian hermeneutika tersebut, Wolf membagi tigatahap atau jenis hermeneutika atau interpretasi, yaitu interpretasigramatikal (interpretatio grammatica), sejarah (historica), danfilosofis (philosophica). Pertama, interpretasi gramatikal iniberhubungan dengan semua masalah pemahaman bahasa yangdapat membawa pada tujuan interpretasi. Kedua, interpretasihistoris ini memperhatikan tidak hanya fakta-fakta sejarah,melainkan juga pengetahuan faktual dari kehidupan pengarangsupaya mendapatkan pengetahuan mengenai apa yang pengarangketahui. Ketiga, interpretasi filosofis digunakan sebagai uji logikaatau kontrol terhadap dua interpretasi sebelumnya. Tigainterpretasi atau hermeneutika Wolf itu merupakan kontribusidalam hermeneutika umum.28

26 Lihat Gayle L. Ormiston and Alan D. Schrift (ed.), The Hermeneutic Tradition:From Ast to Ricoeur (Albany: State University of New York Press, 1990), hlm. 43.

27 Baca Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher,Dilthey, Heidegger and Gadamer, hlm. 81.

28 Ibid., hlm. 82.

Bab II Sejarah Hermeneutika

Page 54: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

28

Masykur Wahid

Pemikiran Ast dan Wolf mengenai hermeneutika dalampendekatan filologis di atas merupakan inspirasi Schleiermacheruntuk menjelaskan pemahaman dan interpretasi dalam membahashermeneutika umum (general hermeneutics). MenurutSchleiermacher, hermeneutika kuno sampai hermeneutika Ast danWolf hermeneutika hanya sebagai seni pemahaman atau hanyasebagai pluralitas dari hermeneutika, belum menjadi sebuahdisiplin umum.29 []

29 Ibid., hlm. 84.

Page 55: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

Hermeneutika Romantis dikenal karena muncul pada masaRomantisisme, tepatnya sejak akhir Abad ke-18 hinggapertengahan Abad ke-19. Masa romantisisme ditandai

dengan karakteristik yang khas. Yakni, pertama, penekanan padasensasi langsung dan perasaan-perasaan kuat karena peristiwaalam. Kedua, kecenderungan mempersonifikasikan alam. Ketiga,penekanan pada keunikan, kepentingan, dan kesucian tertinggiindividu dan kekuatannya. Terakhir, keempat, hasrat akankebebasan. Kebebasan diperoleh dari kekangan masa lampau yangmematikan.

Dari karakteristik tersebut, secara umum Romantisismemerupakan suatu gerakan yang mempengaruhi kehidupanspiritual dalam segala dimensinya, seperti tampak padahermeneutika yang diungkapkan oleh Schleiermacher. Secarakhusus gerakan Romantis ini menentang rasionalisme ImmanuelKant, seperti yang dilakukan oleh Dilthey dalam mengungkapkanhermeneutikanya. Lebih lanjut secara praktis, hermeneutikaDilthey dikembangkan oleh Betti dalam teori interpretasi.

BAB IIIHERMENEUTIKA ROMANTIS

Page 56: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

30

Masykur Wahid

A. A. A. A. A. FFFFFriedrich Schleiermacherriedrich Schleiermacherriedrich Schleiermacherriedrich Schleiermacherriedrich Schleiermacher

Friedrich Schleiermacher adalah seorang teolog dan filsufpertama yang memberikan konsep pemahaman menjadi“hermeneutika umum” (allegeine hermeneutik–generalhermeneutics). Untuk membuat hermeneutika umum itu,Schleiermacher mengembangkan pemahaman geistige Ast sebagaiinterpretasi psikologis dan merekonstruksi pemahamangramatikal Ast dan interpretasi gramatikal Wolf dalam pendekatanlinguistik. Schleiermacher mendefinisikan hermeneutika sebagaiseni berbicara dan seni memahami berhubungan satu sama lain,maka berbicara hanya merupakan sisi luar dari berpikir,hermeneutika adalah bagian dari seni berpikir itu, dan olehkarenanya bersifat filosofis.1

Dengan definisi tersebut, Schleiermacher membagi dua tugashermeneutika yang pada hakikatnya identik satu sama lain, yaituinterpretasi gramatikal (grammatical interpretation) daninterpretasi psikologis (psychological interpretation). Bahasagramatikal merupakan syarat berpikir setiap orang. Sedangkaninterpretasi psikologis memungkinkan seseorang menangkap“maksud” pribadi penulis. Oleh karenanya, untuk memahamipernyataan-pernyataan pembicara, seorang harus mampumemahami bahasanya sebaik memahami psikologinya. Semakinlengkap pemahaman seseorang atas sesuatu bahasa dan psikologipengarang, akan semakin lengkap pula interpretasinya.2

Interpretasi gramatikal ini diawali dengan menempatkanpernyataan berdasarkan aturan objektif dan umum. Sedangkaninterpretasi psikologis fokus pada apa itu subjektif dan individual.

Schleiermacher menempatkan interpretasi gramatikal daninterpretasi psikologis dalam lingkaran hermeneutis. Dalam

1 Baca Gayle L. Ormiston and Alan D. Schrift (ed.), The Hermeneutic Tradition:From Ast to Ricoeur (Albany: State University of New York Press, 1990), hlm.85-86.

2 Ibid., hlm. 87.

Page 57: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

31

lingkaran hermeneutis itu, pemahaman merupakan tindakanreferensial, kita dapat memahami sesuatu karena mengomparasi-kannya dengan sesuatu yang telah kita ketahui.3 Dalampenerapannya, untuk mengerti sebuah teks dari masa lampaupembaca perlu ke luar dari zaman yang ditempatinya sekarangdengan merekonstruksi zaman si pengarang dan menampilkankembali keadaan pengarang ketika menulis teks itu.4 Prosesinterpretasi dalam lingkaran hermeneutika Schleiermachertersebut dikenal sebagai “hermeneutika umum”.

Melalui pendekatan linguistik, signifikansi dalam hermeneutikaSchleiermacher merupakan konsep pemahaman “di luar hubungandengan kehidupan.” Konsep pemahaman dalam hermeneutikaSchleiermacher mengimplikasikan kritik radikal dari pendekatanfilologis, karena konsep pemahamannya melebihi konsephermeneutika sebagai kumpulan kaidah. Konsep pemahamannyamembuat hermeneutika sistematis-koheren, sehingga memuncul-kan hermeneutika umum dalam bidang disiplin umum. Konseppemahaman itu menjadi starting point pemikiran hermeneutikaDilthey. Dengan penjelasan hermeneutika umum Schleiermachertersebut, dapat dijelaskan dan dipahami bahwa Schleiermacheradalah bapak hermeneutika modern dalam bidang umum.

B. B. B. B. B. Wilhelm DiltheyWilhelm DiltheyWilhelm DiltheyWilhelm DiltheyWilhelm Dilthey

Wilhelm Dilthey adalah seorang filsuf dan sejarawan sastrayang berbakat yang meneruskan dan meneguhkan hermeneutikaAst dan Schleiermacher. Dilthey membahas hermeneutika sebagaidasar metodologi Geisteswissenschaften. Awal masalah filosofisDilthey tampak pada kritiknya terhadap karya Immanuel KantCritique of Pure Reason. Critique of Historical Reason Dilthey

3 Baca Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher,Dilthey, Heidegger and Gadamer, hlm. 87.

4 Baca K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX: Inggris-Jerman (Jakarta: Gramedia, 1983),jilid I, hlm. 227.

Bab III Hermeneutika Romantis

Page 58: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

32

Masykur Wahid

terhadap Kant sebenarnya untuk melengkapi “rasio murni” Kantdengan “rasio historis”-nya, karena pemahaman yang berorientasisejarah atas segala sesuatu yang berhubungan dengan manusiadiharapkan membawa pada kedalaman yang sama. Hal itudilakukan, seperti yang telah dieksplorasikan Kant di dalam“kesadaran metafisis” manusia, sekaligus pada saat yang samamengizinkan dirinya melampaui Kant ketika menunjukkan bahwarasio murni itu sendiri didasarkan pada kehidupan.5

Dengan melengkapi rasio murni Kant dengan rasio historis,Dilthey mengembangkan kategori-kategori yang digunakan untukmemperoleh pengetahuan dalam bidang sejarah bagi Geisteswis-senschaften (filsafat, agama, dan seni) dan hermeneutika.“Kategori-kategori Kehidupan” (categories Life) digunakan dalambidang Geisteswissenschaften ketika orang mengacu kembali dariobyektivitas Kehidupan (Life) kepada apa yang diobyektivasikandalam dirinya. Jumlah kategori-kategori tidak dapat dibatasi,seperti yang dipikirkan oleh Aristoteles, Kant, dan Husserl, denganmeminjam pada dinamika Kehidupan.

Kategori-kategori Kehidupan itu dapat dipahami, menurutDilthey, pertama, secara khusus dapat dibedakan dengan kategori-kategori yang digunakan dalam ilmu alam (natural science).Perbedaan ini tampak ketika orang menunjukkan perbedaanantara konsep “penyebab” (cause) dan “struktur daya-dayainteraktif” (structure of interactive forces). Kejadian tunggal tidakdikelompokkan di bawah hukum umum untuk menjelaskannya,tetapi dipahami dengan menunjukkan pada apa yang darinyaorang itu menjadi bagian sehingga dapat mendefinisikan makna,tujuan, dan lainnya. Kedua, kategori itu bersifat dasar. Kehidupanmerupakan bagian dari manusia, eksistensi manusia, dan hanyadapat muncul bersama manusia. Oleh karena itu, dapat dikatakanbahwa kerangka meta-ilmu (metascience) Dilthey menerapkan

5 Baca Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics as Method,Philosophy and Critique, hlm. 19.

Page 59: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

33

pandangan-pandangan hermeneutika pada epistemologi untukmenentukan kemungkinan bagi pengetahuan hermeneutis(hermeneutical knowledge) melalui proses aktual pemahaman.6

Pemikiran filosofis Dilthey mengenai Kehidupan itu dikenal dengan“filsafat kehidupan” (Philosphie des Lebens).

Dengan filsafat kehidupan itu, Geisteswissenschaften dapatdipahami hanya jika obyeknya dapat diakses melalui suatuprosedur yang didasarkan pada hubungan sistematis antarapengalaman, ekspresi dan pemahaman. Pengalaman (erfahrung–Erlebnis) dimaknai oleh Dilthey sebagai unit yang secara bersamaandiyakini mempunyai makna umum. Dalam hermeneutika, Erlebnisini mempresentasikan kontak langsung dengan hidup yang dapatdisebut “pengalaman hidup langsung.” Ekspresi (Ausdrücke)dipahami oleh Dilthey sebagai “obyektivikasi” pemikiran(pengetahuan, perasaan, dan keinginan) manusia. Pemahamandipahaminya sebagai proses jiwa (geistige) di mana kitamemperluas pengalaman hidup (erlebnis) manusia. Denganmeletakkan hermeneutika sebagai dasar Geisteswissenschaften,Dilthey mengatakan bahwa manusia adalah “makhluk historis” (eingeschichtliches wesen).7

Dalam praktiknya, Dilthey meletakkan hermeneutika sebagaiseni menginterpretasikan naskah yang bersifat monumental ataukarya-karya besar. Menurutnya, tugas hermeneutika adalahmengatasi “keasingan” suatu teks. Hermeneutika ini digunakanuntuk mengalami waktu lampau. Ia mengatakan bahwa saya tidakdapat mengalami (erleben) secara langsung peristiwa-peristiwadari waktu lampau, tetapi saya dapat membayangkan bagaimanaorang dulu mengalami peristiwa-peristiwa tersebut (nacherleben).Ia memberikan contoh:

6 Ibid., hlm. 22-23.7 Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher,

Dilthey, Heidegger and Gadamer, hlm. 101.

Bab III Hermeneutika Romantis

Page 60: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

34

Masykur Wahid

Jika dewasa ini kita membaca surat-surat Luther, maka kitadikonfrontasikan dengan peristiwa-peristiwa religius dari masalampau yang terlalu emosional dan bergejolak untuk dapat dihayatioleh orang modern. Kita tidak sanggup menghayati peristiwa-peristiwa itu, tetapi kita dapat membayangkan bagaimana Luthersendiri menghayati peristiwa-peristiwa tersebut.8

Dengan kata lain, jika pengalaman hidup manusia yangdiungkapkannya dalam bentuk bahasa tampak asing bagi pembacaberikutnya, maka diperlukan interpretasi secara benar.9 Dalamrefleksi filosofisnya, kebutuhan dan fungsi dari pemahamanterhadap kondisi seseorang atau ekspresi manusia untuk eksistensiindividual dan sosial yang telah berhasil disusun. Hermeneutikadiletakkan sebagai dasar Geisteswissenschaften pada dasarnyamerupakan problematika tersendiri lagi, sehingga dapat dijelaskandan dipahami bahwa Dilthey adalah bapak “problematika”hermeneutika kontemporer.

Hermeneutika Dilthey tersebut dikembangkan oleh Bettisebagai teori interpretasi yang dapat dipraktikkan. Emilio Bettiadalah seorang sejarawan hukum Italia dan pengikut tradisihermeneutika Dilthey. Emilo Betti memfokuskan pada hakikat“obyektif” interpretasi dalam teori interpretasinya. Mengikutihermeneutika Dilthey, teori interpretasi Betti menjelaskanbagaimana “obyektivasi” ekspresi manusia dapat diinterpretasikan.Betti menegaskan otonomi obyek interpretasi dan memungkinkan“obyektivitasi” sejarah dalam membuat interpretasi yang valid.10

Tujuan dari teori interpretasi Betti adalah untuk mengklasifikasikandistingsi esensial antara objek interpretasi (Auslegung-interpretation) dan fungsi interpreter sebagai subyek yangmemberi makna terhadap obyek (Sinnegebung).11

8 K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX: Inggris-Jerman, hlm. 227.9 Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher,

Dilthey, Heidegger and Gadamer, hlm. 115.10 Ibid., hlm. 52.11 Ibid., hlm. 62.

Page 61: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

35

Betti menjelaskan otomomi obyek interpretasi denganmengikuti filsafat bahasa Wilhelm von Humboldt, yaitu padahakikatnya manusia mengandung ide kosmos ideal tentang nilaiyang mengatasi manusia, bahkan melampaui bentuk penuh maknaapa pun, dan yang secara aktual dibatasi oleh bahasa. Lebihtepatnya, oleh bentuk yang spesifik itu. Pada waktu yang sama,bahasa dan bentuk-bentuk penuh makna itu hanya bermaksudmemberi pada kita penyelidikan dunia ideal ini.12

Untuk menjelaskan Sinnegebung, Betti membahasinterpretasi sebagai “proses triadik” (triadic process), yaitu:pertama, interpreter dan bentuk-bentuk penuh makna sama-samadapat ditemukan di dalam setiap proses kesadaran. Kedua, hanyasaja interpreter dan bentuk-bentuk penuh makna dicirikan olehjejak-jejak spesifik yang berasal dari fakta bahwa kita tidakberhadapan dengan hanya sekadar obyek, namun juga denganobyektivasi-obyektivasi pikiran. Ketiga, sehingga tugas subyekuntuk menyadari terletak pada tindakan untuk menyadaripemikiran yang kreatif dan terilhami dalam obyektivasi-obyektivasi ini, untuk memikirkan kembali konsepsi ataumenangkap kembali intuisi yang berkembang dalam diriinterpreter dan bentuk-bentuk penuh makna.13

Dengan proses triadik tersebut, penyadaran kembali danmengkonstruksi kembali terhadap sebuah makna menjadikanpikiran dapat diketahui melalui bentuk-bentuk makna penuh, yangmengalamatkan diri pada sebuah pikiran yang sedang berpikir danyang cocok dengannya terhadap dasar kemanusiaan. Proses itumerupakan jembatan untuk mempertemukan dan menyatukanbentuk-bentuk penuh makna dan totalitas batin interpreter. Inisemua adalah internalisasi dari bentuk-bentuk penuh makna yangisinya telah diubah menjadi subyektivitas yang berbeda dari Yang

12 Baca Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics as Method,Philosophy and Critique, hlm. 29.

13 Ibid., hlm. 56-57.

Bab III Hermeneutika Romantis

Page 62: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

36

Masykur Wahid

lain (Other). Tiga interpretasi di atas diformulasikan dalam kanon(canon) interpretasi bahwa “sensus non est inferendus sedefferendus” (makna yang ditentukan bukan diambil darikesimpulan menjadi bentuk-bentuk penuh makna, melainkanharus diturunkan) yang bersifat instruktif.

Sebagai implikasi metodologis dari interpretasi triadiktersebut, Betti membuat dialektika subyektivitas dan obyektivitas,aktulitas subyek dan ke-yang-lain-an obyek dalam praktikhermeneutis. Implikasi metodologis tersebut adalah “kanon-kanon hermeneutik” yang dikelompokkan menjadi dua kanon yangsaling berhubungan, yaitu pertama, yang berhubungan denganobyek interpretasi. Kedua, yang berhubungan dengan subyekinterpretasi.

Yang berhubungan dengan obyek interpretasi dibagi menjadidua, yaitu “kanon otonomi obyek hermeneutis dan imanensiaturan hermeneutis” dan “kanon totalitas dan koherensi evaluasi.”Sedangkan, yang berhubungan dengan subyek interpretasi dibagimenjadi dua juga, yaitu “kanon aktualitas pemahaman” dan “kanonharmonisasi pemahaman–korespondensi hermeneutis danperjanjian.” Di antara kanon-kanon itu ada kesulitan yang samaawalnya, karena rumusannya mengenai rekonsialisasi subjektivasiyang tak terhindarkan dan objektivitas yang diperlukan. Olehkarenanya, terjadi “persilangan antar kanon mengenai otonomidan aktualitas pemahaman”.14

Pemikiran hermeneutika Betti sangat mendalam dan cukupbanyak. Singkatnya, melalui teori interpretasi itu, Betti meletakkanhermeneutika sebagai dasar metodologi Geisteswissenshaftenuntuk mencari apa nilai praktis dan manfaat bagi interpreter. []

14 Ibid., hlm. 37.

Page 63: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

Dalam tradisi hermeneutika ontologis-eksistensial (existential-ontological hermeneutics), fokus hermeneutikaadalah interpretasi ontologis (ontologi pemahaman)

terhadap eksistensi Dasein. Dengan hermeneutika itu, memahamiteks berarti eksteriorisasi eksistensi Dasein. Heidegger sebagaipelopor hermeneutika ini. Dalam konteks ini Heidegger menekankandan menginterpretasikan pandangan Aristoteles dan ThomasAquinas bahwa “sesuatu yang lahir untuk sepadan dengan semuayang-ada (adalah jiwa) ke arah rasionalitas metafisik dalam dirimanusia”. Dari Dasein itulah, Heidegger menekankan bahwaontologi dasar harus dicari dalam analisis eksistensi.

Lebih jauh lagi dalam ranah teologi, hermeneutika ontologis-eksistensial ini digunakan oleh Bultmann sebagai pemahamaneksistensial yang menuntun interpretasi interpreter menuju keTuhan, sehingga mampu memahami makna keselamatan. Denganhermeneutika itu, bagi Gadamer, dalam memahami yang pentingdiperhatikan adalah isi teks, bukan opini pengarang.

BAB IVHERMENEUTIKA ONTOLOGIS-

EKSISTENSIAL

Page 64: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

38

Masykur Wahid

A. A. A. A. A. Martin Heidegger Martin Heidegger Martin Heidegger Martin Heidegger Martin Heidegger

Martin Heidegger secara eksplisit membahas hermeneutikadalam hubungannnya dengan pemahaman eksistensial-ontologisterhadap fenomenologi Dasein. Meskipun Heidegger tidak pernahmengarahkan analisis Dasein sebagai sesuatu yang hermeneutis,akan tetapi ia memperlihatkan kekuatan metode-metodenyasecara keseluruhan untuk dapat menunjukkan dirinya sebagaiseorang filsuf hermeneutis par exellence.1

Pada awalnya Dasein dipahami dengan metode fenomenologiHusserl, akan tetapi selanjutnya fenomenologi Heidegger berbedadengan fenomenologi Husserl. Perbedaan antara keduanya tampakpada kecenderungan Husserl pada bidang matematika, sedangkanHeidegger pada bidang teologi. Bagi Husserl, filsafat sebagai ilmuyang kaku (rigid) dan empirisme yang lebih tinggi. Sedangkan bagiHeidegger, filsafat sebagai pemikiran historis, penemuan kreatifmasa lalu, dan bentuk reinterpretasi. Fenomenologi, menurutHeidegger, tidak harus hanya dibentuk sebagai sesuatu yangmembuka kesadaran manusia saja, melainkan dapat dijadikansebagai sarana untuk mengungkap suatu keberadaan dalamkeseluruhan fakta dan historisitasnya.

Dengan pemahaman fenomenologi tersebut, kata Dasein yangdimaksudkan Heidegger tidak dapat diterjemahkan ke dalambahasa-bahasa lain. Dasein selalu dipahami oleh Heidegger denganmanusia itu “Ada” (Sein - Being) dan berada “di situ” (Seiendes-entities). Dasein selalu diletakkan dalam kerangka temporalitas:waktu lampau sebagai Benifindlichkeit, waktu sekarang sebagaiRede, dan waktu mendatang sebagai Sorge.2

Dasein disifatkan sebagai eksistensi dan Being-in-the-world(in-der-Welt-sein–Berada-dalam-dunia). Hanya dengan pengertian

1 Baca, Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics as Method,Philosophy and Critique, hlm. 145.

2 Ibid., hlm. 100-101.

Page 65: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

39

itu, Dasein dapat dipahami sebagai struktur-struktur eksistensialBeing-in-the-world yang mencakup pemahaman, Benifindlichkeit(kondisi pikiran), dan Rede (ucapan), menjadi syarat bagikemungkinan munculnya pengetahuan baru serta menemukanekspresi total dan Sorge (perhatian) sebagai Being-nya Dasein.

Dengan hermeneutika ontologis-eksistensial tersebut, Daseinmemiliki ciri khas dalam masa lampaunya sebagai Befindlichkeit(dalam kondisi “ditemukan”) atau ditemukan dalam kebebasannya.Waktu sekarang Dasein sebagai Rede–parole (ucapan bahasa)adalah artikulasi penemuan diri di waktu lampau dan antisipasi kewaktu mendatang sebagai Sorge (keprihatinan). Walau demikian,kekinian menemukan Dasein tersembunyi dalam situasi danmanusia hanya dapat mempertahankan autensitasnya denganmelakukan aktivitas dalam waktu sekarang. Waktu mendatangDasein menjadikan Dasein sadar bahwa waktu depannya itubergantung kepada dirinya sendiri, bukan pada nasib.3

Dalam hermeneutika, Heidegger menegaskan bahwa Daseinselalu dilihat dalam konteks ruang dan waktu yang dialami ataudihayatinya. Untuk memahami Dasein itu, ada tiga tahapinterpretasi yang didasarkan pada struktur pemahaman. Pertama,Heidegger mengistilahkan konteks dan menginterpretasikanmakna Vorhabe-fore having, yaitu sesuatu yang kita milikikemudian. Kedua, pemahaman itu didasarkan pada sesuatu yangkita lihat kemudian–in a foresight-Vorsicht. Ketiga, kerangkainterpretasi dan intuisi interpretasi menuntun untuk kemungkinanpemahaman interpretatif, yaitu fore-conception-Vorgrift: sesuatuyang kita pahami kemudian. Struktur pemahaman itu dikenal jugastruktur existenz. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwapemahaman kita diinterpretasi oleh yang lain dengan mengacukonsep-konsep yang digunakan, atau dengan mendorongnya kedalam kategori-kategori pra-mengada yang tidak berhubungan

3 Baca, E. Sumaryono, Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat, hlm. 31-32.

Bab IV Hermeneutika Ontologis-Eksistensial

Page 66: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

40

Masykur Wahid

dengan Being-nya. Dengan demikian, hermeneutika Dasein jugatergantung pada kategori-kategori dan konsep-konsep yangdigunakan, seperti kognisi entitas-entitas, dan harus memper-juangkan ketepatan konsep dan obyek yang diinterpretasikan.4

Dari pemaparan di atas, hermeneutika Heidegger tidakmengacu pada ilmu atau kaidah interpretasi teks atau padametodologi bagi Geisteswissenshaften, tetapi pada pemahamaneksistensial-ontologis tentang fenomenologi Dasein. HermeneutikaHeidegger ini akan mempengaruhi pemikiran hermeneutikaBultmann, Gadamer, dan Ricoeur.

Rudolf Bultmann adalah seorang teolog Protestan.Pemikirannya mengenai hermeneutika jelas-jelas dipengaruhi olehhermeneutika Heidegger. Inti pemikiran hermeneutika Bultmannterlihat ketika ia melakukan “demitologisasi” dalam menafsirkanPerjanjian Baru. Demitologisasi Bultmann dimaksudkan untukmenegaskan “otensitas” dan keselamatan makna Perjanjian Baru,bukan menghilangkan unsur mitos dari Perjanjian Baru. Dengankata lain, demitologisasi Bultmann bukan sebagai instrumendemistifikasi Perjanjian Baru.5

Pengaruh Heidegger tampak pada demitologisasi Bultmannyang memproyeksikan hermeneutika secara esensial dalaminterpretasi eksistensial. Bultmann mengatakan bahwa gerakanPerjanjian Baru itu menuju ke arah pemahaman diri yang barudan otentik. Untuk itu, Bultmann berusaha mendalami analisisstruktur eksistensial Dasein yang dimaksud oleh filsafathermeneutika Heidegger. Ia menggunakan dialektika antarabahasa mitologi dan pemahaman eksistensial interpreter.

Bahasa mitologi, menurut Bultmann, adalah “Kerygma,”pesan tentang kedatangan Tuhan dalam Yesus Kristus yang

4 Baca, Bleicher, Contemporary Hermeneutics, hlm. 102.5 Baca Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher,

Dilthey, Heidegger and Gadamer, hlm. 48-49.

Page 67: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

41

diungkapkan di dalam Perjanjian Baru dan pemahaman eksistensialinterpreter (the message about the advent of God in Jesus Christ,found expression in the New Testament and the existentialunderstanding of the interpreter). Sebagai penguatan pandanganBultmaan, Ernst Fuchs dan Gerhard Ebeling memandang kerygmaitu sebagai peristiwa bahasa atau peristiwa kata.

Pemahaman eksistensial Bultmann dikendalikan oleh pra-pemahaman Heidegger terhadap Vorhabe, Vorsicht, dan Vorgrift.Dengan dialektika tersebut dapat, dikatakan lingkaran hermeneutikayang muncul dalam penafsiran di sini mengharuskan interpretermenjadi seorang yang percaya supaya menjadi paham, sementaramemahami pesan itu sendiri sangat diperlukan untuk memperolehiman. Namun, formulasi itu masih akan terjebak dalam konsepsipemahaman yang psikologis yang bertujuan sampai pada maknayang dimaksud pengarang, seperti pendengar asli memahaminya.6

Prasangka-prasangka interpreter dimunculkan dalam konseppemahaman psikologis tersebut. Keterlibatan pemahamaneksistensial interpreter dalam menginterpretasikan pesan ituterkandung di dalam teks. Pemahaman eksistensial itu menuntuninterpretasi interpreter menuju ke Tuhan, sehingga mampumemahami makna keselamatan. Sederhananya, hermeneutikaBultmann ini merupakan hermeneutika yang menekankanpendekatan teologis melalui bahasa mitologi.

B. B. B. B. B. Hans-Georg GadamerHans-Georg GadamerHans-Georg GadamerHans-Georg GadamerHans-Georg Gadamer

Hans-Georg Gadamer menjelaskan bahwa hermeneutika tidakdimaksudkan sebagai metode dan berada jauh dari kebenaran.Hermeneutika Gadamer banyak dipengaruhi oleh hermenenutikaDilthey, Heidegger, dan Bultmann. Pengaruh hermeneutikamereka tampak pada pemikiran Gadamer yang membangkitkan

6 Baca, Bleicher, Contemporary Hermeneutics, hlm. 104.

Bab IV Hermeneutika Ontologis-Eksistensial

Page 68: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

42

Masykur Wahid

kesadaran filosofis Geisteswissenschaften Dilthey, melengkapikonsep interpretasi fore-structure of understanding (strukturpemahaman vorhabe-vorsicht-vorgrif) Heidegger, danmenekankan konsep prejudices (prasangka) yang merupakanhorizon of understanding (cakrawala pemahaman) Bultmann.

Sebagai inti pemikirannya, Gadamer meletakkan hermeneutikafilosofis dalam memahami teks. Menurutnya, tugas hermeneutikafilosofis adalah “untuk membuktikan peristiwa sejarah dalammemahami dunia dan menentukan produktivitas hermeneutika-nya” (to evidence the historic moment in the comprehension ofthe world and to determine its hermeneutic productivity).7

Interpretasi Heidegger terhadap Dasein dikatakan olehGadamer bahwa Waktu (Time) sebagai dasar dalam menemukanakar-akar Dasein, ketika historisisme berusaha menjembatanidistansi antara masa kini dan masa lalu. Dalam hermeneutikafilosofis, “distansi” itu dilihat sebagai sebuah kelanjutan(continuous) yang dijembatani oleh tradisi untuk menyediakanpotensi kognitif bagi interpreter. Dengan pemikiran ini, Gadamermenegaskan bahwa:

Understanding is not to be thought of so much as an action ofone’s subjectivity, but as the placing of oneself within a tradition, inwhich past and present are constantly fused.8

(Pemahaman tidak dapat dipikirkan sebanyak tindakan subyektivitasseseorang, melainkan dengan menempatkannya dalam sebuahtradisi, di mana masa lalu dan masa kini bercampur terus-menerus).

Dalam pemahaman (verstehen), menurutnya, satuprasangkanya adalah tentang “perfection” (kesempurnaan) antaraunsur-unsur formal dan material yang melebur ketika memahami

7 Ibid., hlm. 109.8 Dikutip dari Ibid., hlm. 110.

Page 69: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

43

isi teks, yang sebelumnya diasumsikan menyatu dalam satu maknadan menceritakan kebenaran. Dalam memahami, yang pentingdiperhatikan adalah isi teks, bukan opini pengarang. Dalamhermeneutika metodologis, pembaca yang asli diobjektivasi dandiganti dengan interpreter. Menurutnya, dengan menempatkandiri dalam tradisinya interpreter dapat memainkan prasangka-prasangkanya sendiri dalam usaha menilai klaim-klaim tekstentang kebenaran, sehingga menggantikan pandangan awalnyayang terisolir dan perhatiannya terhadap individualitas pengarang.

Dengan cara seperti itu, penyaringan prasangka-prasangkayang legitimate muncul dalam dialektika antara yang lain dan yangtelah dikenal, antara obyek dan tradisi, yang telah diinisiasikanoleh distansi temporal. Hal itu bukan hanya membiarkanprasangka-prasangka yang merupakan wujud tertentu, terbatasdan mati begitu saja, melainkan juga karena cara itu memberikanpemahaman sebenarnya supaya muncul dengan jelas.

Sebagai hasil refleksi filosofis terhadap hermeneutika filosofis,Gadamer menyatakan bahwa Ada (Being) yang dapat dipahamiadalah bahasa. Hermeneutika adalah pertemuan dengan Beingmelalui bahasa. Oleh karenanya, linguistikalitas Being diekspresikandalam konsep-konsep, seperti sejarah efektif (Wirkungsgeschichte),kemilikan (Zugehörigkeit), permainan (Spiel), dan dialog(Gespräch) yang hampir-hampir secara utuh dapat saling berubahdan menunjuk pada kemungkinan kebenaran sebagai penyingkapanatau penyatuan cakrawala (Horizontverschmelzung).9

Sejarah efektif itu merepresentasikan kemungkinanpemahaman positif dan produktif. Dalam sejarah efektif, inter-preter menemukan dirinya berada di dalam situasinya sendiri dimana harus memahami tradisi melalui prasangka-prasangka yangdiperoleh dari dalam dirinya. Kesadaran terhadap fenomenahistoris selalu dituntun oleh hasil-hasil sejarah efektif yang

9 Ibid., hlm. 118.

Bab IV Hermeneutika Ontologis-Eksistensial

Page 70: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

44

Masykur Wahid

menentukan sebelumnya apa yang harus dianggap berharga untukdiketahui. Kesadaran sejarah efektif diidentifikasikan olehGadamer sebagai “kesadaran hermeneutis” yang merupakan satucakupan antara kesadaran historis dan sejarah.10

Kemilikan yang dimaksudkan Gadamer merupakan hal yangpaling signifikan bagi pengalaman hermeneutis, karena merupakandasar bagi adanya kemungkinan perjumpaan dengan warisanbudaya seseorang dalam teks. Dengan rasa memiliki kita terhadapbahasa menjadi mungkin milik teks terhadap bahasa, sehinggacakrawala umum (general horizon) mungkin terjadi. Kemunculancakrawala umum ini disebut sebagai peleburan cakrawala yangterjadi bagi kesadaran aktual historis. Oleh karenanya,linguistikalitas menjadi dasar bagi kesadaran historis otentik.11

Dengan konsep permainan, bagi Gadamer, pemahaman dapatberhasil hanya dalam revisi yang konstan atas pendirian seseorangdengan mengizinkan pokok persoalan (subject-matter) muncul.Prasangka-prasangka yang dipegang teguh oleh interpreter dapatmemainkan bagian penting pembukaan cakrawala daripertanyaan-pertanyaan yang mungkin. Ini merupakan tanda bagiusaha yang benar-benar ilmiah menuju kesadaran.

Dialog, menurut Gadamer, dapat dianalogikan denganinterpretasi terhadap sebuah teks. Dalam dialog ini, tugasinterpreter adalah menemukan pertanyaan di mana teks itumenghadirkan jawabannya, sehingga memahami sebuah teksberarti memahami pertanyaan. Pada waktu sama, teks hanyamenjadi obyek interpretasi dengan menghadirkan interpreteryang bertanya. Dengan logika tanya-jawab ini, teks ditarik ke dalamperistiwa yang diaktualisasikan di dalam pemahaman yangmempresentasikan kemungkinan historis.

10 Ibid., hlm. 111.11 Lihat Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory, hlm. 208.

Page 71: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

45

Keterbukaan teks terhadap interpreter menentukan strukturdalam peleburan cakrawala. Dalam pemahaman dialogis ini,konsep-konsep yang digunakan oleh Yang lain (Other), teks atauthou, diperoleh kembali dengan masuk ke dalam pemahamaninterpreter. Pemahaman dialogis ini memunculkan kemungkinan-kemungkinan makna yang lain.12 Konsep-konsep tersebutmerupakan kontribusi hermeneutika filosofis Gadamer.

Berdasarkan pemikiran hermeneutika menurut para filsuf diatas, ada dua tradisi hermeneutika yang secara kategoris beradapada hermeneutika modern. Pertama, tradisi hermeneutikaromantis yang meletakkan hermeneutika sebagai hermeneutikaumum yang diungkapkan oleh Schleiermacher dan hermeneutikametodologis yang diungkapkan oleh Dilthey. Kedua, tradisihermeneutika ontologis-eksistensial yang diungkapkan olehHeidegger dan Gadamer.

Selain dua tradisi hermeneutika tersebut, ada tiga tradisihermeneutika lagi secara kategoris, yaitu: pertama, hermeneutikafenomenologis (phenomenological hermeneutics) yangdiungkapkan oleh Ricoeur. Tradisi hermeneutika ini akan jelaskanlebih dalam bab IV dan V. Kedua, hermeneutika kritis (criticalhermeneutics) yang dipelopori oleh Karl-Otto Apel dan JürgenHabermas. Hermeneutika kritis memfokuskan pada kritikterhadap teori hermeneutika dan filsafat hermeneutis. Kritiknyapada penolakan untuk mempertimbangkan faktor-faktor di luarbahasa yang membantu untuk menetapkan konteks pemikiran dantindakan, yaitu kerja dan dominasi (work and domination), sepertiyang dilakukan Apel dalam bidang antropologi dan Habermasdalam bidang filsafat sosial, aspek komunikasi khususnya.

Ketiga, hermeneutika materialistis (materialistic hermeneu-tics) yang dipelopori oleh Lorenzer dan Sandkühler. Bagi Lorenzer,hermeneutika materialistis ini juga menekankan kritik sebagai

12 Lihat Bleicher, Contemporary Hermeneutics, hlm. 114.

Bab IV Hermeneutika Ontologis-Eksistensial

Page 72: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

46

Masykur Wahid

rekonstruksi asal asul fenomena intelektual dan menganggapinterpretasi terhadap makna sebagai sesuatu yang “idealistic.”Begitu juga bagi Sankühler, kritik sama esensialnya dengan refleksidiri dan pembebasan (self-reflexive and liberating) dan bahkan iamenempatkan makna di atas konstelasi sosio-historis konkret.13

Dua jenis hermeneutika terakhir sengaja tidak dijelaskan, karenahermeneutika terakhir itu merupakan hermeneutika yangmemperhatikan pada interpretasi sebagai kritik dan tidakmenghubungannya dengan teks. []

13 Ibid., hlm. 3-4.

Page 73: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

Untuk memahami hermeneutika Paul Ricoeur ini, secaraumum diperlukan adanya penelusuran riwayat hidup,karya, dan pemikirannya sebagai seorang filsuf. Riwayat

hidup Ricoeur dibahas bersama-sama dengan pembahasan karya-karyanya supaya memahami keutuhan cakrawala pemikirannyayang senantiasa berhubungan erat dengan kondisi budaya, sosial,dan politik yang melingkupinya. Berdasarkan karya-karyanya,pemikiran filosofis Ricoeur secara umum dapat dikategorikanmenjadi dua cabang bidang filsafat, yaitu “filsafat manusia” dan“filsafat bahasa.” Dalam filsafat manusia, ia membahas filsafatkehendak yang merupakan pemikiran filosofisnya yang orisinil.Sedangkan dalam filsafat bahasa, ia lebih berkonsentrasi padahermeneutika sebagai pemikiran filosofisnya.

A. A. A. A. A. Riwayat HidupRiwayat HidupRiwayat HidupRiwayat HidupRiwayat Hidup

Paul Ricoeur (1913-2005) dikenal sebagai seorang filsufPrancis yang terkemuka pada era kontemporer ini. Pada tanggal27 Pebruari 1913, ia dilahirkan di Valence, Prancis Selatan. Duatahun kemudian, ia menjadi anak yatim piatu. Ia dibesarkan di

BAB VRIWAYAT HIDUP DAN PEMIKIRAN

PAUL RICOEUR

Page 74: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

48

Masykur Wahid

Rennes. Ia berasal dari keluarga Kristen Protestan yang saleh,sehingga ia dianggap sebagai salah satu seorang intelektualProtestan yang terkemuka di Prancis. Pada tanggal 20 Mei 2005ia wafat dan meninggalkan selamanya diskursus heremeneutika,serta dimakamkan di Chatenay Malabry, Prancis. Wafatnyamerupakan peristiwa kehilangan yang menggegerkan dunia filsafat.Bahkan, Perdana Menteri Prancis Jean Poerre Raffarin mengatakanbahwa “kini kita telah kehilangan seorang humanis besar Eropayang sangat bertalenta”.

Ricoeur memahami ilmu filsafat pertama kali di Lycée, yangdiajarkan oleh R. Dalbiez, seorang filsuf beraliran Thomisme yangterkenal dan salah seorang Kristen yang pertama mengadakanstudi besar tentang psikoanalisa Sigmund Freud. Pada tahun 1933ia memperoleh licence de philosophie. Dengan lisensi itu, iamelanjutkan studinya pada bidang filsafat di Universitas Sorbonne,Paris. Selanjutnya, agrégation de philosophie pun diperolehnyapada tahun 1935. Di Paris juga, ia mempelajari eksistensialismeketika berkenalan dengan Gabriel Marcel, seorang filsufeksistensialis terkemuka, yang mempengaruhi pemikirannyasecara mendalam.

Sesudah mengajar selama setahun di Colmar, Ricoeurdipanggil untuk memenuhi wajib militer selama dua tahun, daritahun 1937 sampai 1939. Pada waktu mobilisasi, ia masuk kembalike dalam ketenteraan Prancis. Ia dijadikan tahanan perang sampaiakhir perang pada tahun 1945. Dalam tahanan di Jerman itu, iamempelajari karya-karya Edmund Husserl (1859-1938), MartinHeidegger (1889-1976) dan Karl Jaspers (1883-1969). Pada tahun1947 ia bersama dengan sahabat dan sesama tahanannya, MikelDufrenne, menulis Karl Jaspers et la philosophie de l’existence.Pada tahun itu bukunya tentang Gabriel Marcel et Karl Jaspersditerbitkan. Buku ini merupakan sebuah studi perbandingan antaradua tokoh eksistensialisme yang menarik banyak perhatian padawaktu itu.

Page 75: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

49

Setelah Perang Dunia ke-II berakhir, Ricoeur menjadi dosenfilsafat pada Collège Cévenol, pusat Protestan internasional untukpendidikan dan kebudayaan di Chambon-sur-Lignon, Haute Loire.Pada tahun 1948 ia menggantikan Jean Hyppolite (1907-1968)sebagai profesor filsafat sejarah di Universitas Strasbourg.

Pada tahun 1950 Ricoeur memperoleh gelar docteur èsletters. Sebagai tesis utama, ia mengajukan Philosophie de lavolonté (Filsafat Kehendak) jilid I, yang diberi anak judul Levolontaire et l’involontaire1 (yang Dikehendaki dan yang TidakDikehendaki). Sebagai tesis tambahan adalah terjemahan karyaHusserl Ideen I dengan pendahuluan dan komentar, yang sudahdikerjakan sejak dalam tahanan di Jerman. Pada tahun itu tesisutamanya dibukukan dengan judul yang sama. Dalam buku itu iamembahas suatu “deskripsi murni” tentang kehendak dan aktus-aktusnya. Deskripsi murni dipahami dalam arti fenomenologis,yaitu deskripsi dari sudut pandangan subyek bagi siapa sesuatutampak. Dengan dua karya ini, ia segera dianggap sebagai seorangahli fenomenologi terkemuka.

Pada waktu itu Ricoeur memiliki kebiasaan dalam setiap tahunmembaca karya-karya lengkap salah seorang filsuf besar, mulaidari Plato dan Aristoteles hingga dengan Immanuel Kant, G.W.Friedrich Hegel, dan Friedrich Nietzsche. Dengan kebiasaan itu,ia memperoleh suatu pengetahuan mendalam dan luas tentangseluruh tradisi filsafat Barat. Dengan kebiasaan ini pula, ia tidakpernah membiarkan diri terjerumus dalam suatu mode filosofisyang sempit, seperti eksistensialisme pada waktu itu.

Selain itu, Ricoeur mendalami dan menggunakan juga filsafatanalitis, misalnya Ludwig Wittgenstein, John L. Austin, Searle,dan lainnya. Pandangan luas dan terbukanya tidak hanya terbataspada studi filsafat saja, ia menyoroti juga berbagai studi politik,

1 Karya ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Freedomand Nature: The Voluntary and the Involuntary (trans.) Erazim V. Kohák, (1966).

Bab V Riwayat Hidup dan Pemikiran Paul Ricoeur

Page 76: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

50

Masykur Wahid

sosial, budaya, pendidikan, dan teologi. Misalnya, pada tahun 1968ia dianugerahi gelar doktor teologi honoris causa oleh UniversitasKatolik Nijmegen, Nederland, atas kontribusi pemikirannya padabidang teologi.

Setelah itu, Ricoeur seringkali diundang sebagai pembicaramengenai beraneka ragam tema pada kongres, seminar danlokakarya, baik di dalam maupun di luar negeri. Ia selalumerepresentasikan dirinya sebagai filsuf yang berusaha menyorotitema yang bersangkutan dari sudut pandangan filosofisnya. Ia jugabanyak menulis dan sekaligus menjadi editor dalam majalahEsprit, yang didirikan tahun 1932 oleh Emmanuel Mounier,seorang tokoh personalisme Kristen dan majalah Christianismesocial, yang diorganisasi oleh gerakan sosial Protestan di Prancis.Selain itu, pada tahun 1955 ia mempublikasikan buku Histoire etvérité.2 Buku itu merupakan kumpulan karangannya tentangmasalah-masalah sosial dan politik. Buku itu juga diperluas padatahun 1964.

Pada tahun 1956 Ricoeur diangkat sebagai Profesor filsafatdi Universitas Sorbonne. Pada tahun 1960 ia menerbitkan bukuPhilosophie de la volonté jilid II dengan anak judul Finitude etculpabilité (Keberhinggaan dan Kekesalahan). Buku jilid kedua ituterdiri dari dua bagian (dua buku tersendiri), yang berjudulL’homme faillible3 (Manusia Yang Dapat Salah) dan La symboliquedu mal4 (Simbol-simbol tentang Kejahatan). Dalam buku L’hommefaillible, ia membahas eksistensi manusia dari sudut metodefenomenologi Husserl dan metode transendental Kant. Sedangkan,dalam buku La symbolique du mal ia membahas kejahatan konkretdi dalam eksistensi manusia. Buku itu juga merupakan:

2 Karya ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul History andTruth, (1965).

3 Karya ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul FallibleMan: Philosophy of the Will, (trans.) Charles Kelbley, (1965).

4 Karya ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul TheSymbolism of Evil, (trans.) Emerson Buchanan, (1967b).

Page 77: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

51

The search for a comprehensive philosophy of the language thatcan account for the multiple functions of the human act of signifyingand for all their interrelations.5

(Penelitian terhadap filsafat bahasa yang komprehensif yang dapatmenjelaskan multifungsi tindakan manusia dalam menandai sesuatu,juga pada interrelasi antara bahasa dan manusia).

Setelah menyelesaikan buku Philosophie de la volonté jilid Idan III, Ricoeur sampai sekarang belum menyediakan jilid III-nya. Sekarang ia lebih memperhatikan pada masalah-masalah lain,khususnya masalah-masalah yang menyangkut bahasa, yaitumetode hermeneutika. Menurutnya, metode fenomenologi tidakmungkin diterapkan ketika berefleksi tentang kejahatan dalammembahas Philosophie de la volonté. Pada tahun 1965 iamenerbitkan buku De l’interprétation: Essai sur Freud6

(Interpretasi: Esei tentang Freud) sebagai karya besar. Karya inimerupakan tulisan dari ceramah-ceramahnya yang diberikan diYale University, Amerika Serikat pada tahun 1961 dan diUniversitas Leuven, Belgia pada tahun 1962. Dalam buku itu iamembahas kebersalahan manusia dengan hermeneutika yangdipraktikkan dalam teori psikoanalisa Freud dan strukturalisme.Sejalan dengan perubahan besar dalam situasi filosofis di Prancis,perhatiannya untuk fenomenologi dan eksistensialisme telahbergeser dengan timbulnya strukturalisme. Pada tahun yang samaia menerbitkan buku Existence et herméneutique.7 Dalam bukuitu ia menjelaskan hermeneutika eksistensial dalam hubungannyadengan studi fenomenologi.

5 Paul Ricoeur, Interpretation Theory: Discourse and the Surplus Meaning (Texas:The Texas Christian University Press, 1976), hlm. viii.

6 Karya ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul Freud andPhilosophy: An Essay on Interpretation, (ed.) Denis Savage, (1970).

7 Karya ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Existenceand Hermeneutics, (trans.) Kathleen Mclaughlin, dalam Paul Ricoeur, The Conflictof Interpretations: Essays in Hermeneutics, (ed). Don Ihde, (1974).

Bab V Riwayat Hidup dan Pemikiran Paul Ricoeur

Page 78: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

52

Masykur Wahid

Pada tahun 1966 permohonan Ricoeur dikabulkan.Permohonannya tentang supaya Universitas Sorbonne itudipindahkan ke Nanterre, karena dua alasan. Pertama, secarainternal ia sudah lama ingin mendapat kontrak lebih erat denganpara mahasiswa dan sekaligus ingin pembaharuan perguruan tinggiyang dianggapnya suatu tantangan yang tidak boleh dilewati.Kedua, secara eksternal Universitas Sorbonne sudah lama tidaksanggup menampung jumlah mahasiswa yang membengkak terus.Di samping itu, sekitar akhir tahun 1950-an pemerintah Prancissudah merencanakan suatu kampus universitas baru di Nanterre,pinggiran kota Paris. Kemudian, di kampus baru juga serentakdiusahakan suatu pembaharuan universitas dengan metode-metode pengajaran yang baru dan tempat tinggal bagi mahasiswa-mahasiswa dan dosen-dosen.

Kenyataannya, dua tahun kemudian yang terjadi sebaliknya,justru kampus Nanterre dengan gedung-gedung beton raksasa ditengah perkampungan buruh menjadi pusat “revolusi mahasiswa”.Pada waktu itu revolusi mahasiswa terjadi dan hampirmenjatuhkan kekuasaan pemerintahan Jenderal De Gaulle. Dalamgerakan revolusi itu diketahui bahwa mahasiswa-mahasiswaRicoeur yang menjadi pelopor revolusi. Ia mendukung harapanpara mahasiswa untuk pembaharuan lebih radikal atas sistempenggunaan kekerasaan dan ekses-ekses lainnya.

Pada saat itu Ricoeur dibujuk untuk memangku jabatan DekanFakultas Sastra, karena dekan masa itu mengundurkan diri denganadanya kerusuhan di Nanterre. Ia adalah profesor yang dianggappopuler dan terpercaya oleh mahasiswa dan dinilai sebagai tokohyang tepat untuk dapat mengatasi krisis di kampus itu. Akan tetapi,ia hanya setahun (Maret 1969–Maret 1970) menjabat pimpinanfakultas. Baginya, masa itu merupakan suatu periode yang beratsekali. Bahkan, ketika kampus diduduki oleh mahasiswa dan unsur-unsur kiri dari luar kampus bercampur dengan mereka, ia terpaksaminta pertolongan polisi. Di luar persetujuan dekan, polisimemasuki bukan hanya kampus melainkan juga gedung-gedung

Page 79: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

53

universitas dan bertindak anarkhis terhadap mahasiswa. Di tengah-tengah hiruk-pikuk itu, ia sudah terkena serangan jantung dankemudian ia mengajukan permohonan untuk dibebaskan darijabatannya dalam sepucuk surat dramatis kepada MenteriPendidikan.

Dengan pengalaman buruk itu, Ricoeur mengajar sebagaiProfesor tamu di Universitas Leuven, Belgia. Pada tahun 1969 iamenerbitkan buku Le conflit des interprétations. Essaisd’herméneutique8 (Konflik Interpretasi: Esei Hermeneutika).Dalam buku itu ia menjelaskan hermeneutika yang berkaitandengan semiotika. Sejak tahun 1973 ia kembali ke Nanterre, yangsekarang disebut Universitas Paris X. Di samping itu, setiap tahunia mengajar juga di Universitas Chicago dalam beberapa bulan. Iajuga pernah menjadi Direktur pada Centre d’étudesphéménologiques et herméneutiques di Paris. Pada periode itu iabanyak menaruh perhatian pada masalah-masalah filsafat bahasadan hermeneutika.

Pada tahun 1975 Ricoeur menerbitkan sebuah buku tebal Lamétaphore vive. L’ordre philosophique9. Buku itu berisi delapanstudi tentang metafora dengan mengikutsertakan hasil penelitianlinguistik, retorika lama dan baru, semiotik, dan filsafat bahasa.Selanjutnya, pada tahun 1976 ia mempublikasikan buku Discourseand the Surplus of Meaning dengan anak judul InterpretationTheory, sebagai penghargaan kepada Universitas Kristen Texasdalam memperingati 100 tahunnya. Buku tersebut merupakankumpulan tulisan saat memberikan kuliah di Universitas KristenTexas pada tanggal 27-30 Nopember 1973 dan ditambah denganhasil workshop tentang interpretasi serta simposium tentang

8 Karya ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul The Conflictof Interpretations: Essays in Hermeneutics, (ed.) Don Ihde, (1974).

9 Karya ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul The Rule ofMetaphor: Multi-Disciplinary Studies of the Creation of Meaning in Language(trans.) Robert Czerny, (1978).

Bab V Riwayat Hidup dan Pemikiran Paul Ricoeur

Page 80: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

54

Masykur Wahid

bahasa 1975 di universitas yang sama. Dalam buku itu juga iamembahas “keutuhan bahasa manusia dalam pandangankeragaman fungsi - bahasa integral” (the unity of human languagein view of this diversity of function-integral language).

Pada tahun 1983 Ricoeur menerbitkan buku Temps et récit(Waktu dan Cerita) jilid I. Pada tahun 1991 buku itu diberi anakjudul L’intrique et le récit historique (Plot dan Cerita Sejarah).Dalam buku pertama itu ia membahas hubungan timbali-balikantara narativitas dan temporalitas. Sebagai lanjutan bukutersebut, pada tahun 1984 ia menerbitkan buku Temps et récit. Laconfiguration dans le récit de fiction (Waktu dan Cerita: Konfigurasidalam Cerita Fiksi) jilid II. Dalam buku kedua tersebut iamenjelaskan narativitas dalam fiksi, artinya dalam kesusastraan.Sebagai kelengkapan buku kedua itu, pada tahun 1985 iamenerbitkan buku Temps et récit. Le temps reconté (Waktu danCerita: Waktu Yang Diceritakan) jilid III. Dalam buku ketiga itu iamembahas bagaimana pengalaman waktu sehari-hari dimodifikasimelalui pengaruh cerita, baik sejarah maupun fiktif.10

Pada tahun 1986 Ricoeur mempublikasikan buku Du texte àl’action. Essais d’herméneutique11. Dalam buku tersebut iamembahas hermeneutika dalam hubungannya dengan memahamiteks dan memaknai tindakan manusia. Pada dasarnya buku iniberisis sepuluh judul tulisannya yang sudah diterbitkan dalambuku Hermeneutics and the Human Sciences: Essays onLanguage, Action and Interpretation. Pada tahun yang sama, iamendapat kehormatan untuk berceramah pada The GiffordLectures yang sangat prestisius dengan judul On Selfhood: TheQuestion of Personal Identity di Universitas Edinburgh,

10 Tiga jilid karya itu sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul Timeand Narrative, Trans. Kathleen McLaughlin and David Pellauer, (1984).

11 Karya ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul From Text toAction: Essays in Hermeneutics, Trans. Kathleen Blamey and John B. Thompson,(1991).

Page 81: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

55

Skotlandia. Pada 1990, hasil cermahnya ini, ditambah dengan hasilceramah-cermahnya di Universitas München, Jerman, UniversitasRoma, Italia, dan tempat lain dibukukan dengan judul Soi-mêmecomme un autre12 (Dirinya Seperti Orang Lain). Buku tersebutterdiri atas sepuluh studi besar sebagai suatu puncak terakhirdalam kariernya di bidang filsafat. Dalam buku itu ia menjelaskansuatu hermeneutika tentang “kedirian” (selfhood) manusia.

Selain menulis dan mengajar, Ricoeur juga adalah anggotabeberapa lembaga akademis dan mendapat penghargaan dari TheHegel Award, Stuttgart; The Karl Jaspers Award, Heidelberg; TheLeopold Lucas Award, Tübingen; dan The Grand Prix del’Académie francaise. Ia juga pernah menjadi Direktur Revue deMétaphysique et de Morale. Bersama Francois Wahl, ia menjadiEditor pada L’ordre philosophique di Paris.

Pada tahun 1999 Ricoeur dinobatkan sebagai pemenanghadiah Balzan Price for Philosophy dengan alasan:

His capacity in bringing together all the most important themesand indications of 20th century philosophy and reelaborating theminto an original synthesis which turns language–in particular, thatwhich is poetic and metaphoric–into a chosen place revealing areality that we cannot manipulate, but interpret in diverse ways,and yet all coherent.13

(Kapasitasnya memberikan seluruh tema dan indikasi filsafat abadke-20 yang paling penting secara bersama-sama dan menguraikannyakembali ke dalam sebuah sintesis orisinil yang bermuara padabahasa, khususnya puisi dan metafora, menjadi tempat pilihan untukmengembangkan sebuah kenyataan yang kita tidak bisamemanipulasi, melainkan menginterpretasikan dalam cara yangberagam dan koheren seluruhnya).

12 Karya ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul Oneself asAnother, Trans. Katheen Blamey, (1992).

13 Lihat Ahmad Norma Permata, “Hermeneutika Fenomenologis Paul Ricoeur,”dalam Paul Ricoeur, Filsafat Wacana: Membelah Makna dalam Anatomi Bahasa(terj.) Musnur Hery (Yogyakarta: IRCiSoD, 2002), hlm. 200.

Bab V Riwayat Hidup dan Pemikiran Paul Ricoeur

Page 82: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

56

Masykur Wahid

Pemberian hadiah terhadap Ricoeur tersebut membuktikanbahwa ia salah satu seorang filsuf kontemporer yang mampumenjelaskan filsafat Abad ke-20 secara komprehensif dalam ranahbahasa.

Ia juga termasuk tokoh yang banyak diperbincangkan denganpanjang lebar selama masa hidupnya. Berbagai studi tentangdirinya diselenggarakan di berbagai tempat, baik secara personalinsidentil oleh para pemikir dan penulis maupun secara kolektifsistematis oleh lembaga-lembaga perguruan tinggi. Tentunya,riwayat hidup dan karya-karya Ricoeur masih banyak lagi yangbelum dimuat dalam penulisan buku ini.14

B. B. B. B. B. PPPPPemikiran Pemikiran Pemikiran Pemikiran Pemikiran Paul Ricoeuraul Ricoeuraul Ricoeuraul Ricoeuraul Ricoeur

Dengan penjelasan riwayat hidup dan karya-karanya,pemikiran filosofis Ricoeur dapat dikategorikan ke dalam duacabang filsafat, yaitu: “filsafat manusia” dan “filsafat bahasa.”15

Pemikirannya tentang filsafat manusia tampak dalam karya-karyanya, yaitu: Freedom and Nature: The Voluntary and theInvoluntary, Fallible Man: Philosophy of the Will, dan TheSymbolism of Evil. Sementara itu, pemikirannya tentang filsafatbahasa tampak dalam karya-karyanya, yaitu: The Conflict ofInterpretations: Essays in Hermeneutics, Freud and Philosophy:An Essay on Interpretation, The Rule of Metaphor: Multi-Disciplinary Studies of the Creation of Meaning in Language,Interpretation Theory: Discourse and the Surplus of Meaning,Time and Narrative, From Text to Action: Essays in Hermeneutics,Hermeneutics and the Human Sciences: Essays on Language,Action and Interpretation, dan Oneself as Another.

14 Mulai awal penulisan riwayat hidup dan karya-karya Ricoeur ini, lihat PaulRicoeur (1981), hlm. 2-4 dan K. Bertens (1996), hlm. 254-278. Secara lengkapmengenai bibliografi Ricoeur dipaparkan oleh Reagan (1979), hlm. 180-194.

15 Lihat K. Bertens mengkategorikan pemikiran filosofis Paul Ricoeur ke dalam duacabang filsafat, yaitu “filsafat kehendak” dan “menuju filsafat bahasa.”

Page 83: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

57

1. F1. F1. F1. F1. Filsafat Milsafat Milsafat Milsafat Milsafat ManusiaanusiaanusiaanusiaanusiaFilsafat manusia (philosophy of human) merupakan sebuah

cabang filsafat yang mencari pemahaman filosofis mengenaikeberadaan manusia (human existence) melalui analisis terhadapkegiatan-kegiatannya. Filsafat manusia berhubungan dengan asalusul manusia, kebiasan, dan kemampuan, dan sebagainya.16 Dalamlingkup filsafat manusia ini, Ricoeur membahas filsafat kehendak(philosophy of the will - philosophie de la volonté). Dalam filsafatkehendak ada tiga persoalan eksistensi manusia yang diungkapkan,yaitu “yang dikehendaki” dan “yang tidak dikehendaki,”“keberhinggaan” dan “kebersalahan,” dan “kejahatan.”

2. F2. F2. F2. F2. Filsafat Kilsafat Kilsafat Kilsafat Kilsafat KehendakehendakehendakehendakehendakRicoeur menegaskan bahwa filsafat kehendak “merefleksikan

dimensi afektif dan kehendak pada eksistensi manusia” (to reflectupon the affective and volitional dimensions of human existence).Filsafat kehendak memfokuskan pada persoalan tindakan danmotif, keinginan dan hasrat, kesenangan dan kesakitan. Iamembahas persoalan-persoalan tersebut dari perspektiffenomenologis. Dengan perspektif fenomenologis, ia berusahamenjelaskan fenomena persoalan-persoalan tersebut danmenghubungkannya dengan proses kesadaran subyektif.

Pertama, “yang dikehendaki” (voluntary) dijelaskan dandipahami oleh Ricoeur dengan menjelaskan dan memahami “yangtidak dikehendaki” (involuntary) dalam karyanya Freedom andNature: The Voluntary and the Involuntary. Dalam menjelaskankehendak manusia dengan fenomenologi, Ricoeur mengikutipemikiran fenomenologi Husserl, untuk membedakan pemikiran-nya dari pemikir eksistensialis, dan menegaskan bahwa“fenomenologi harus struktural”.17 Ia membuka struktur dasar

16 Lihat Robert J. Kreyche, First Philosophy: An Introduction Text in Metaphysics(New York: Holt, Rinehart and Wiston, 1961), hlm. 16.

17 Lihat Paul Ricoeur, Husserl: An Analysis of His Phenomenology (trans.) EdwardG. Ballard and Lester E. Embree (Evanston: Northwestern University Press, 1967a),hlm. 215.

Bab V Riwayat Hidup dan Pemikiran Paul Ricoeur

Page 84: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

58

Masykur Wahid

terhadap kehendak pada tingkat “kemungkinan esensial” (essentialpossibility), yaitu struktur kehendak yang timbal-balik antara yangdikehendaki dan yang tidak dikehendaki. Dengan adanya dualismeitu, ia mencari eidos (hakikat) pada diri manusia.

Melalui analisis yang mendalam, Ricoeur menemukan bahwa“dalam tindakan kehendak kesadaran melekat pada unsur yangtidak dikehendaki” (in the act of willing, consciousness to theelements of involuntary life). Tindakan manusia itu tampak padawaktu ia berkehendak “I will.” Dapat dikatakan bahwa will inisejajar dengan cogito dalam pengertian Descartes. Sedangkan,untuk menjelaskan yang tidak dikehendaki, Ricoeur menggunakanmetode “partisipasi eksistensialis” Marcel dalam menganalisistubuh (body) karena metode fenomenologi sudah tidak memadailagi. Dengan metode ini, Ricoeur mengatakan bahwa penyatuankesadaran ke dalam tubuh dan tubuh dalam kesadaran diperlukan.Dengan cara itu, yang tidak dikehendaki melekat pada yangdikehendaki. Yang dikehendaki diinterpretasikan sebagai kebebasan(freedom), sedangkan yang tidak dikehendaki diinterpretasikansebagai keniscayaan (nature). Menurutnya, “kebebasan (yangdikehendaki) itu bersifat manusiawi dan tidak Ilahi”.18

Kedua, keberhinggaan dan kebersalahan (finitude and gulit).Persoalan itu dianalisis secara kritis oleh Ricoeur ketika membahaskaryanya Fallible Man: Philosophy of the Will. Dalam karyanyaitu, ia mengatakan bahwa manusia yang dapat salah merupakan“ciri eksistensi manusia sebagai sumber kejahatan” (feature ofhuman existence which constitutes the locus of evil).Kebersalahan tersebut terletak pada usaha manusia yang tidakpernah berhasil untuk mendamaikan keberhinggaan danketidakberhinggaan. Kebersalahan merupakan kelemahan(fragility) konstitusional yang memasuki struktur dasar kehendak,sehingga manusia dimasuki kejahatan.19

18 Lihat Ricoeur, Freedom and Nature, hlm. 486.19 Lihat Ricoeur, Fallible Man, hlm. xvi.

Page 85: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

59

Ketiga, kejahatan (evil). Ricoeur membahas persoalankejahatan pada eksistensi manusia di dalam karyanya TheSymbolism of Evil. Ia memperlihatkan bagaimana pengakuankejahatan manusia dalam kesadaran religius, bukan pada tataranfilsafat.20 Dalam menjelaskan kejahatan itu Ricoeur menggunakanmetode hermeneutika, karena metode fenomenologi tidak cukupmemadai. Untuk itu, ia merefleksikan kejahatan melaluihermeneutika simbol dan mitos. Ada tiga simbol yang digunakanuntuk memahami kejahatan pada manusia, yaitu noda (stain), dosa(sin), dan kebersalahan (guilt).

Dalam simbol noda kejahatan dipahami sebagai sesuatu yangkotor (impurity) yang datang dari luar dan secara magis menimpapada manusia. Kejahatan tersebut merupakan kejadian obyektif,yang tidak sengaja menular (infection) pada manusia. Dalambahasa simbol, noda ini dapat dikatakan sebagai sesuatu tabu.21

Dalam simbol dosa kejahatan ditandai sebagai keterputusan padahubungan manusia dengan Tuhan. Misalnya, agama Israil diilhamidengan keyakinan bahwa manusia tidak dapat melihat Tuhan tanpaberdoa, Moses pada Horeb, dan Isaiah dalam Gereja. Dosadipahami sebagai ketiadaan (nothingness).22

Pada simbol ketiga, yaitu simbol kebersalahan (symbol ofguilt). Dalam simbol kebersalahan kejahatan dimaknai sebagaisuatu pengkhiatan terhadap hakikat diri sendiri yang sebenarnya.Kebersalahan tidak sinonim dengan salah (fault). Misalnya, orangyang saleh meninggalkan peraturan-peraturan Tuhan.23 Dalammemahami kejahatan, simbol noda, dosa, dan kebersalahanmerupakan simbol primer.

20 Lihat Paul Ricoeur, The Symbolism of Evil (trans.) Emerson Buchanan (Boston:Beacon Press, 1967b), hlm. 3-5.

21 Ibid., hlm. 35-36.22 Ibid., hlm. 63.23 Ibid., hlm. 100-101.

Bab V Riwayat Hidup dan Pemikiran Paul Ricoeur

Page 86: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

60

Masykur Wahid

Kejahatan juga dapat dipahami dengan mitos. Mitosmerupakan simbol sekunder. Ricoeur menyebutkan ada empatmitos yang berhubungan dengan kejahatan, yaitu mitos kosmos,mitos tragis, mitos Adam, dan mitos Orfis. Pertama, dalam mitoskosmos (myth of cosmos) kejahatan ditandai dengan chaos padaasal mulanya (chaos is anterior to order and the principle of evilis primordial). Sebaliknnya, keselamatan ditandai denganpenciptaan dunia (the creation of the world follow upon thesalvation of the gods). Misalnya, pada mitos Babilonia yangtertulis dalam Babylonian epic tentang drama penciptaan yangdikenal Enuma elish. Dalam epik Babilonia dunia diciptakan dengankemenangan dewa Marduk atas Tiamat. Tiamat itu disimbolkandengan chaos, sehingga kemenangan dewa Marduk yang mengatasichaos melahirkan cosmos yang disimbolkan dengan keselamatan.24

Kedua, mitos tragis (tragic myth). Tragis yang dimaksudadalah tragedi Yunani (Greek tragedy). Untuk memahami mitostragis, diperlukan sebuah kepercyaan dalam diri sendiri bahwapengalaman tragis Yunani itu bukan sebagai kasus tragedi tertentu,seperti yang dilakukan Max Scheler dalam karyanya LePhénomène du tragique, yaitu:

Although he proposes to go from the essence to the example, theproblem here is not to prove but to “make see,” to show; Greektragedy is the most advantageous place for getting “the perceptionof phenomenon itself.25

(Walaupun dia bermaksud memahami esensi tragis, di sini persoalantidak untuk membuktikan akan tetapi untuk “memandang,” untukmenunjukkan; tragedi Yunani sebagai tempat yang lebih berkembangbagi “persepsi fenomena dirinya”).

Dalam pandangan tragis, eksistensi manusia disimbolkansebagai asal usul kejahatan. Misalnya, dewa dalam tragedi Yunani

24 Ibid., hlm. 175-179.25 Ibid., hlm. 212.

Page 87: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

61

itu dikenal dengan Moire (takdir). Dewa itu mengakibatkanmanusia menjadi bersalah dan terkutuk karena manusia bersalah.Dapat dipahami bahwa kejahatan adalah takdir yang menimpamanusia karena ketidaktahuan, sehingga manusia yang melakukankejahatan lebih merupakan korban daripada penjahat. Misalnyajuga, dalam tragedi Oidipus (tragedy of Oedipus) dikatakan bahwaia tidak mengetahui dan tidak menghendaki apa yang telahdilakukannya ketika ia membunuh ayahnya dan menikahi ibunya,sehingga kekotoran yang menimpa dirinya bukan karenaperbutannya, melainkan karena kutukan yang telah ditakdirkankepadanya.26

Ketiga, mitos Adam (Adamic myth). Mitos Adam adalahmitos antropologis par excellence Manusia (Man). Misalnya,dalam Kitab Kejadian, Adam disimbolkan sebagai “asal usulkejahatan” (the origin of evil) atau “dosa awal mula” (original sin),sehingga segala sesuatu yang kacau di dalam dunia karena Adam.27

Dengan memahami mitos Adam ini, Tuhan adalah Allah yangTersembunyi (God is Deus Absconditus), karena manusia yangselalu menderita tak bisa bebas dipahami sebagai hukuman(chastisement).28

Keempat, mitos Orfis (Orphic myth). Menurut Ricoeur, mitosOrfis tersebut mengembangkan “aspek luar yang tampak (jiwa)pada penggodaan dan cobaan untuk membuatnya tetap bersamadengan ‘tubuh,’ dipahami sebagai akar yang unik pada semua yangtidak dikehendaki” (the aspect of the apparent externality of theseduction and tries to make it coincide with the “body,”understood as the unique root of all that is involuntary). MitosOrfis berasal dari tradisi Yunani, khususnya Neo-Platonisme. Orfisdipahami oleh Ricoeur sama dengan mitos pengasingan (myth of

26 Ibid., hlm. 221.27 Ibid., hlm. 273.28 Ibid., hlm. 322.

Bab V Riwayat Hidup dan Pemikiran Paul Ricoeur

Page 88: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

62

Masykur Wahid

exile).29 Misalnya, dalam simbolisme Hebrew mitos Orfis dipahamisebagai pengasingan dan kembalinya kepada Raja adalahpengasingan dan kembalinya pada “jiwa” (soul). Dalam memahamikejahatan manusia, mitos Orfis dapat diinterpretasikan bahwamanusia telah jatuh karena jiwa dihubungkan dengan tubuh,sehingga kejahatan manusia semakin bertambah akan pembebasan(yang dikehendaki).30

Melalui hermeneutika, mitos-mitos di atas mempunyai tigafungsi. Pertama, mitos memberikan suatu universalitas konkrettentang kejahatan bagi manusia, seperti dikatakan Ricoer bahwa:

The myth of evil is to embrace mankind as a whole in one idealhistory. By means of a time that represents all times, “man” ismanifested as a concrete universal. Adam signifies man.31

(Mitos kejahatan itu mencakup manusia sebagai keseluruhan dalamsatu sejarah idealis. Maksudnya, pada waktu itu merepresentasikankeseluruhan waktu, ‘manusa’ dimanifestasikan sebagai universalitaskonkret. Adam disimbolkan sebagai manusia).

Kedua, mitos membawa orientasi dan ketegangan dramatisdalam kehidupan manusia dengan cerita mengenai awal mula danakhir kejahatan itu yang berhubungan dengan kekacauan dankeselamatan. Sebagaimana dikatakan oleh Ricoeur bahwa:

The universality of man, manifested through the myths, gets itsconcrete character from the movement which is introduced intohuman experience by narrative; in recounting the Beginning andthe End of fault, the myth confers upon this experience anorientation, a character, a tension.32

(Universalitas manusia yang dimanifestasikan melalui mitosmemperoleh karakter konkret dari gerakan yang diawali di dalam

29 Ibid., hlm. 330-331.30 Ibid., hlm. 331-332.31 Ibid., hlm. 162.32 Ibid., hlm. 163.

Page 89: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

63

pengalaman manusia dengan cerita; dalam menceritakan Awal muladan Akhir tentang kesalahan mitos ini memberikan pengalamanorientasi, karakter dan ketegangan).

Ketiga, bentuk cerita mitos menjelaskan peralihan keadaanmanusia dari yang tak berdosa menuju manusia yang penuh noda,dosa, dan kebersalahan. Sesuai dengan apa yang dikatakan Ricoeurbahwa:

Still more fundamentally, the myth tries to get at the enigma ofhuman existence, namely, the discordance between the fundamentalreality–state of innocence, status of a creature, essential being–andthe actual modality of man, as defiled, sinful, guilty.33

(Secara lebih fundamental mitos menjelaskan enigma eksistensimanusia yang disebut pertentangan antara realitas fundamental-keadaan awal manusia yang tidak berdosa, keadaan penciptaan,manusia yang esensial-dan kini manusia secara aktual penuh noda,dosa, dan kebersalahan).

3. F3. F3. F3. F3. Filsafat Bilsafat Bilsafat Bilsafat Bilsafat BahasaahasaahasaahasaahasaFilsafat bahasa (philosophy of language) merupakan sebuah

disiplin ilmu yang pada dasarnya sudah dikenal sejak Wilhelm vonHumboldt yang telah menetapkan justifikasi bahasa padahubungan manusia dengan dunia.34 Filsafat bahasa adalah salahsatu cabang filsafat yang berkembang pada Abad ke-20 ketika parafilsuf menyadari banyak masalah-masalah dan konsep-konsepfilsafat baru yang dapat dijelaskan dengan analisis bahasa. Filsafatbahasa membahas, menganalisis, dan mencari hakikat dari obyekmaterial filsafat.35 Filsafat bahasa dalam pengertian itu harus

33 Ibid.34 Lihat Paul Ricoeur, From Text to Action: Essays in Hermeneutics, (trans.) Kathleen

Blamey and John B. Thompson (Evanston: Northwestern University Press, 1991),hlm. 149.

35 Lihat Steven Davis, Philosophy and Language (United States of America: TheBobbs Merril Company, Inc., 1976), hlm. 5.

Bab V Riwayat Hidup dan Pemikiran Paul Ricoeur

Page 90: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

64

Masykur Wahid

dibedakan dengan filsafat analitika bahasa, karena filsafat analitikabahasa hanya sebagai alat analisis masalah-masalah dan konsep-konsep filsafat saja tetapi tidak mencari hakikatnya.

Ricoeur sudah mulai memasuki ruang filsafat bahasa sejakmenjelaskan kejahatan pada eksistensi melalui metodehermeneutika mengenai simbol-simbol dan mitos-mitos. Padakarya-karya selanjutnya, ia lebih membahas masalah-masalah dankonsep-konsep filsafat melalui bahasa. Ricoeur sendiri telahmengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang berbahasa (manis language). Maksudnya, bahasa merupakan syarat utamapengalaman manusia. Dalam kenyataannya manusia mengungkap-kan dirinya sendiri melalui bahasa. Manusia juga memahamidirinya sendiri atau sesuatu yang lain melalui bahasa. Perubahanperhatian pemikiran filosofis Ricoeur dari filsafat manusia yangmementingkan metode fenomenologi dan eksistensialis ke filsafatbahasa, karena pengaruh strukturalisme Ferdinand de Saussuremengenai sistem linguistik.

4. 4. 4. 4. 4. HermeneutikaHermeneutikaHermeneutikaHermeneutikaHermeneutikaHermeneutika didefinisikan oleh Ricoeur, dalam From Text

to Action: Essays in Hermeneutics, sebagai teori pengoperasianpemahaman dalam hubungannya dengan interpretasi teks (thetheory of the operations of understanding in their relation to theinterpretation of texts).36 Definisi tersebut merupakan pengertianhermeneutika yang dimaksud secara kritis dan tegas oleh Ricoeur,karena terlalu sempit jika dalam karyanya The Symbolism andEvil dan Freud and Philosophy: An Essay on Interpretation,hermeneutika didefinisikan sebagai interpretasi terhadap simbol-simbol.37

Ricoeur memperluas definisi tersebut dengan lebihmemperhatikan kepada “teks.” Teks sebagai penghubung antara

36 Lihat Ricoeur, From Text to Action: Essays in Hermeneutics, hlm. 53.37 Lihat Ricoeur, Interpretation Theory, hlm. 17.

Page 91: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

65

tanda dan simbol yang dapat membatasi ruang lingkuphermeneutika karena budaya oral (speech) yang dapatdipersempit. Dalam konteks tersebut hermeneutika hanyaberhubungan dengan kata-kata yang tertulis sebagai penggantikata-kata yang diucapkan. Ricoeur menegaskan bahwa definisiyang tidak terlalu luas seperti itu justru memiliki intensitas.38

Dengan definisi tersebut, Ricoeur mengatakan bahwa tugashermeneutika adalah menjaga perluasan maksud hermeneutikayang berkembang, seperti hermeneutika tertentu yang digabungkanke dalam hermeneutika umum. Gerakan deregionalisasi ini tidakdapat ditekankan sampai akhir, kecuali kalau pada saat yang samaperhatian hermeneutika epistemologis secara benar–untukmencapai status ilmiah–ditangguhkan pada pra-anggapanontologis di mana pemahaman berhenti menampakan sebagaimode pengetahuan yang sederhana karena menjadi cara mengadadan cara menjadi beings dan to being. Gerakan deregionalisasidigabungkan dengan gerakan radikalisasi membuat hermeneutikatidak hanya menjadi umum tetapi fundamental.39

Tugas hermeneutika tersebut merupakan sebuah garispenghubung dari epistemologi interpretasi (epistemology ofinterpretation) yang dijelaskan oleh Schleiermacher dan Diltheymenuju ontologi pemahaman (ontology of understanding) yangdijelaskan oleh Heidegger dan Gadamer. Garis penghubung yangdimaksud adalah:

To show that existence arrives at expression, at meaning, and atreflection only through the continual exegesis of all the significationsthat come to light in the world of culture.40

38 Lihat Alan Montefiore (ed.), Philosophy in France Today (Cambridge: CambridgeUniversity Press, 1983), hlm. 193.

39 Lihat Paul Ricoeur, From Text to Action: Essays in Hermeneutics, hlm. 54.40 Paul Ricoeur, The Conflict of Interpretations: Essays in Hermeneutics (ed.) Don

Ihde (Evanston: Northwester University Press, 1974), hlm. 22.

Bab V Riwayat Hidup dan Pemikiran Paul Ricoeur

Page 92: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

66

Masykur Wahid

(Untuk menunjukkan bahwa eksistensi dapat sampai pada ekspresi,makna, dan refleksi hanya melalui penafsiran terus menerus dariseluruh penandaan yang dijelaskan di dalam dunia budaya).

Hermeneutika Ricoeur tersebut dapat diposisikan setelahpemikiran para filsuf hermeneutika romantis dan hermeneutikaontologis-eksistensial yang dijelaskan dalam bab II dan III. Denganjudul The Origin of Hermeneutics, Ricoeur secara eksplisitmengkritik hermeneutika Dilthey pada tahun 1900. Menurutnya,pada masa filsafat positivistis persoalan Dilthey menjadikanGeisteswissenschaften sebagai validitas yang seimbang denganilmu-ilmu alam. Meletakkan istilah-istilah itu merupakan persoalanepistemologis. Persoalan tersebut merupakan elaborasi kritikpengetahuan historis yang sama solidnya dengan kritik pengetahuanalam yang mensubordinasikan kritik itu dalam bermacam-macamprosedur hermeneutika kuno: hukum-hukum mengenai hubunganinternal tekstual, konteks, geografi, etnik, lingkungan sosial, dansebagainya. Penyelesaian dari persoalan itu hanya denganmelampaui sumber-sumber epistemologis yang ada.41

Interpretasi yang dilakukan Dilthey itu membatasi informasiyang ditentukan oleh tulisan (writing) hanya pada bidangpemahaman yang lebih luas, memperluas dari satu kehidupanpsikis menuju kehidupan psikis yang lain. Dengan mengkritikDilthey, persoalan hermeneutika harus dipahami dari perspektifpsikologis bahwa memahami, bagi being yang terbatas, disampaikanke dalam kehidupan yang lain. Menurut Ricoeur, pemahamanhistoris mencakup semua paradoks historisitas: bagaimanamanusia historis dapat memahami sejarah secara historis?42

Sebaliknya, paradoks-paradoks ini mudah kembali kepadapertanyaan yang lebih fundamental, yaitu dalam mengekspresikandirinya sendiri, bagaimana hidup dapat mengobyektivasikandirinya sendiri. Dalam mengobyektivasikan dirinya sendiri,

41 Ibid., hlm. 5.42 Ibid., hlm. 6.

Page 93: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

67

bagaimana dapat memberi makna-makna yang jelas mampu padamanusia yang digunakan dan dipahami oleh manusia historis yanglain, yang menaklukan situasi historisnya sendiri? Oleh karena itu,persoalan utama hermeneutika bagi Ricoeur adalah:

The problem of relationship between force and meaning, betweenlife as the bearer of meaning and the mind as capable of linkingmeanings into a coherent series.

(Persolaan hubungan antara kemampuan dan makna, antara hidupsebagai pemberi makna dan pikiran sebagai kemampuan yangmenghubungkan makna-makna menjadi rangkaian pemikiran yangkoheren).

Jika hidup sebenarnya tidak bermakna, pemahaman menjadimustahil selamanya. Akan tetapi, agar pemahaman ini ditentukan,tidak perlu membawa kembali kepada kehidupan itu sendiri, sepertilogika perkembangan imanen yang Hegel sebut concept. Apakahsecara diam-diam kita sendiri tidak menetapkan semua sumberfilsafat roh (philosophy of the spirit) ketika kita merumuskan filsafathidup? Hal itu merupakan kesulitan utama yang membenarkanpencarian struktur terbaik di dalam bidang fenomenologi. Disamping mengkritisi hermeneutika Dilthey, Ricoeur juga secaracermat dan tegas mengkritisi hermeneutika Schleiermacher, Betti,Heidegger, Bultmann, dan Gadamer ketika menjelaskan interpretasiteks pada bab selanjutnya.

Dalam hermeneutika mengenai simbol Ricoeur mengikutipemikiran Bultmann dalam persoalan “demitologisasi” dandemistifikasi. Bagi Ricoeur, demitologisasi memperlakukan simbolatau teks sebagai jendela menuju yang sakral. Demistifikasimemperlakukan simbol yang sama (teks Bibel) sebagai kenyataanpalsu yang harus dihancurkan. Dengan kata lain, kita meng-interpretasikan simbol dimaksudkan untuk mendapatkan kembalimaknanya yang otentik, akan tetapi sekarang tersembunyi.43

43 Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory, hlm. 44.

Bab V Riwayat Hidup dan Pemikiran Paul Ricoeur

Page 94: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

68

Masykur Wahid

Dengan interpretasi simbol di atas, Ricoeur menegaskanbahwa tidak ada aturan atau kaidah universal bagi penafsiran,melainkan yang ada teori-teori yang terpisah dan bertentanganyang memfokuskan pada kaidah-kaidah interpretasi. Kaidah-kaidah ini akan dijelaskan bab V mengenai paradigma teks.Pemikiran itu merupakan kritik Ricoeur pada hermeneutikaGadamer dalam universalitas hermeneutika.

Dalam lingkup filsafat bahasa Ricoeur menjelaskan masalah-masalah bahasa yang terarah pada konsep eksistensi manusia,yaitu metafora dan simbol, metafora dan cerita, hermeneutikafenomenologis, serta cerita dan manusia. Pertama, Ricoeurmenjelaskan metafora (metaphor) dalam karyanya La métaphorevive. L’ordre philosophique. Metafora dibahas pada tahap kata,kalimat, dan diskursus. Persoalan metafora kembali dibahas dalamkaryanya Interpretation Theory: Discourse and the Surplus ofMeaning. Menurutnya, metafora adalah “puisi dalam miniatur”(metaphor is a poem in miniature) yang didasarkan padapemikiran Monre Beardsley.

Ricoeur membahas metafora itu bersamaan denganmembahas simbol. Ia menjelaskan simbol dalam struktur semantikyang mempunyai makna ganda (in turn by its semantic structureof having a double-meaning. … is the case with metaphor).44

Dengan menganggap metafora sebagai analisis awal yang meng-arahkan kepada simbol, ia akan memperluas teori interpretasi teks.

Dalam metafora itu Ricoeur menjelaskan persoalan maknaliteral dan figuratif adalah seperti jembatan dalam kalimat tunggalyang saling mempengaruhi lengkap dengan penandaan yangmencirikan karya literer secara keseluruhan. Karya sastra yangdimaksudkan adalah:

44 Lihat Ricoeur, Interpretation Theory, hlm. 45.

Page 95: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

69

A work of discourse distinguished from every other work of discourse,especially scientific discourse in that it brings an explicit and animplicit meaning in relation.45

(Kerja diskursus yang berbeda dari setiap kerja diskursus lain,khususnya diskursus ilmiah yang membawa makna eksplisit danimplisit ke dalam suatu hubungan).

Dalam tradisi positivisme logis perbedaan tersebut dipandangsebagai perbedaan antara bahasa kognitif dan emotif. Denganpengaruh tradisi positivis itu kritisisme literer mengubahperbedaan antara bahasa kognitif dan emotif dengan kata denotasidan konotasi. Perubahan itu memposisikan denotasi adalahkognitif yang merupakan bentuk semantik, sedangkan konotasiadalah emotif merupakan di luar bentuk semantik. Dengan posisiseperti itu, dijelaskan bahwa:

The figurative sense of a text, therefore, must be seen as being bereftof any cognitive signification. But is this limitation of cognitivesignificance to just the denotative aspects of a sentence correct?46

(Makna figuratif pada teks harus dipandang hilang dari segalapenandaan kognitif. Tetapi, apakah pembatasan penandaan kognitifterhadap hanya pada aspek denotatif kalimat dapat dibenarkan?)

Bagi Ricoeur, hubungan antara makna literal dan figuratifdalam metafora adalah hubungan yang internal terhadap seluruhpenandaan metafora. Hubungan itu akan memperoleh modeldefinisi semantik murni dari sastra yang dapat diterapkan ke dalamsetiap tiga kelompok penting: sajak, esai, dan fiksi prosa. Denganbegitu, dapat dikatakan bahwa apa yang dinyatakan oleh sebuahpuisi berhubungan dengan apa yang disugestikannya, sebagaimanapenandaan utamanya berhubungan dengan penandaansekundernya di mana kedua penandaan tersebut berada dalam

45 Ibid., hlm. 46.46 Ibid.

Bab V Riwayat Hidup dan Pemikiran Paul Ricoeur

Page 96: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

70

Masykur Wahid

tataran semantik. Sastra adalah penggunaan diskursus di manabeberapa hal dikhususkan pada saat yang bersamaan dan di manapembaca tidak diharuskan memilih positif dan produktif dariambiguitas.47

Dengan operasi metafora tersebut, Ricoeur mengatakanbahwa interpretasi metaforis mengisyaratkan suatu interpretasiliteral yang mendestruksikan dirinya dalam kontradiksipenandaan. Proses destruksi diri yang menentukan jenis katamerupakan perluasan pernyataan makna yang dapat membentukinterpretasi literal bersifat tanpa sense secara literal.

Oleh sebab itu, hubungan antara makna literal dan figuratifdalam metafora itu memberikan pedoman yang tepat untukmengidentifikasikan semantik simbol. Semantik dijelaskan olehRicoeur adalah:

The ones that relate every form of symbol to a language, therebyassuring the unity of symbols despite their being dispersed amongthe numerous places where they emerge or appear. … The symbol,in effect, only gives rise to thought if it first gives rise to speech.Metaphor is the appropriate reagent to bring to light this aspect ofsymbols that has an affinity for language.48

(Sesuatu yang menghubungan simbol dengan bahasa untukmeyakinkan keutuhan simbol yang berbeda dari keragamannya diantara tempat yang banyak di mana simbol itu muncul… Olehkarenanya simbol hanya memberikan kemunculan pemikiranapabila simbol pertama memberi kemunculan pada pembicaraan.Metafora merupakan reaksi yang tepat yang akan membawa aspeksimbol menjadi lebih berarti yang memiliki keterbatasan pada bahasa).

Kelebihan penandaan dalam simbol pun dapat dipertentang-kan dengan penandaan literal, tetapi hanya pada kondisi ketikamempertentangkan dua interpretasi pada saat yang sama.Menurutnya:

47 Ibid., hlm. 47.48 Ibid., hlm. 54-55.

Page 97: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

71

Only for an interpretation are there two levels of signification sinceit is the recognation of the literal meaning that allows us to see thata symbol still contains more meaning.49

(Hanya pada interpretasi ada dua tahap penandaan, karenainterpretasi yang merupakan rekognisi makna literal memungkinkanuntuk melihat bahwa simbol masih memiliki makna yang lebihbanyak).

Dengan pengertian simbol di atas, surplus of meaning dalamteks itu merupakan sisa (residue) interpretasi literal. Tak bisadiingkari bahwa simbol memberikan kemunculan penafsiran yangterus menerus. Oleh karena itu, Ricoeur memberi definisi simbolsebagai:

Any structure of signification in which a direct, primary, literalmeaning designates, in addition, another meaning which is indirect,secondary, and figurative and which can be apprehended onlythrough the first.50

(Struktur penandaan yang di dalamnya makna langsung, pokok atauliteral menunjuk kepada, sebagai tambahan, makna lain yang tidaklangsung, sekunder dan figuratif dan yang dapat dipahami hanyamelalui yang pertama).

Dengan kata lain, simbol senantiasa menyembunyikan maksudganda (le symbole recèle dans sa visée une intentionalité dauble).Dengan adanya makna yang berbeda itu, akan berimplikasi padakonsep interpretasi. Ricoeur mengatakan bahwa interpretasiadalah:

The work of thought which consist in deciphering the hiddenmeaning in the apparent meaning, in unfolding the levels of meaningimplied in the literal meaning.51

49 Ibid., hlm. 55.50 Ricoeur, The Conflict of Interpretations, hlm. 12-13.51 Ibid., hlm. 13.

Bab V Riwayat Hidup dan Pemikiran Paul Ricoeur

Page 98: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

72

Masykur Wahid

(Kerja pemikiran yang berisi menguraikan makna yang tersembunyidalam makna yang tampak, mengungkapkan tahapan makna yangterkandung di dalam makna literal).

Kedua, metafora dan cerita. Dengan penjelasan metafora diatas, Ricoeur membahas masalah waktu (time–temps) dalamkaryanya Temps et récit. L’intrique et le récit historique, jilid I;Temps et récit. La configuration dans le récit de fiction, jilid, II;dan Temps et récit. Le temps reconté, jilid III. Dalam hubungannyadengan metafora waktu adalah sesuatu yang menyatukan semuabentuk dan jenis cerita (narrative–récit). Menurutnya, “semuayang diceritakan berlangsung dalam waktu, memakan waktu,berjalan secara temporal; dan apa saja yang mengenalperkembangan dalam waktu, bisa diceritakan. Barangkali dapatdikatakan bahwa tiap-tiap proses temporal baru dikenal sebagaitemporal, sejauh dengan salah satu cara bisa diceritakan”.52

Ketiga, hermeneutika. Ricoeur membahas tentanghermeneutika dalam lima karyanya, yaitu; De l’interprétation:Essai sur Freud; Le conflit des interprétations. Essaisd’herméneutique; Interpretation Theory: Discourse and theSurplus of Meaning; Du texte à l’action. Essais d’herméneutique;dan Hermeneutics and the Human Sciences: Essays on Language,Action and Interpretation. Misalnya, dalam karyanya Del’interprétation: Essai sur Freud Ricoeur menggunakanhermeneutika untuk menginterpretasikan mimpi sebagai teks, teksyang dipenuhi dengan makna simbolik pada hasrat dalampsikoanalisis Freud. Melalui refleksi filosofis dalam hermeneutikaRicoeur, kita dapat menemukan bahwa makna eksistensi sebagaihasrat (existence as desire) yang dicari melalui konsep arkeologisubjek.

Pada empat karyanya Le conflit des interprétations. Essaisd’herméneutique; Interpretation Theory: Discourse and the

52 Ricoeur, From Text to Action: Essays in Hermeneutics, hlm. 10.

Page 99: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

73

Surplus of Meaning; Du texte à l’action. Essais d’herméneutique;dan Hermeneutics and the Human Sciences: Essays on Language,Action and Interpretation, Ricoeur lebih memfokuskan padamasalah interpretasi teks dalam hermeneutika. Hermeneutikafenomenologis Ricoeur sebagai pembeda dari pendahulunyadibahas dalam dua karyanya Le conflit des interprétations. Essaisd’herméneutique dan Hermeneutics and the Human Sciences:Essays on Language, Action and Interpretation dengan judulExistence and Hermeneutics. Lebih dalam, masalah interpretasiteks dan hermeneutika fenomenologis akan dijelaskan pada babselanjutnya.

Keempat, dalam karyanya yang terakhir Onself as AnotherRicoeur menganalisis kedirian manusia melalui metodehermeneutika. Dalam karyanya itu ia mencari hakikat manusiamelalui bahasa dengan empat pertanyaan, yaitu: 1) Siapa yangberbicara?; 2) Siapa yang bertindak?; 3) Siapa yang menceritakan;dan 4) Siapa merupakan subyek moral dari tanggung jawab?Pertanyaan-pertanyaan itu menjelaskan identitas manusia dalamperspektif narativitas.53 []

53 Lihat K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX: Prancis (Jakarta: Gramedia, 1996), jilidII, hlm. 278.

Bab V Riwayat Hidup dan Pemikiran Paul Ricoeur

Page 100: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR
Page 101: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

Konsep interpretasi teks harus dibedakan dengan konsepinterpretasi terhadap simbol dan mitos. Atas dasarpengertian hermeneutikanya bahwa teori pengoperasian

pemahaman dalam hubungannya dengan interpretasi teks,interpretasi teks Ricoeur dapat dijelaskan secara terperinci danmendalam. Dalam pembahasan sebelumnya, interpretasi terhadapsimbol dan mitos dimaksud sebagai “kerja pemikiran yang berisimenguraikan makna yang tersembunyi dalam makna yang tampakatau menyingkapkan tahapan makna yang terkandung di dalammakna literal.” Dalam pembahasan bab ini “interpretasi teks”dimaksud adalah “sebuah pembacaan makna yang tersembunyidi dalam teks yang mengandung makna yang tampak (a reading ofthe hidden meaning inside the text of the apparent meaning).1

Pengoperasian pemahaman dilakukan di dalam “lingkaranhermeneutis” (hermeneutic arch–arc hermeneutique) 2.

BAB VIINTERPRETASI TEKS PAUL RICOEUR

1 Lihat Ricoeur, The Conflict of Interpretations, hlm. 22.2 Hermeneutic arch – arc hermeneutique dapat dipahami sebagai penempatan

kembali penjelasan dan interpretasi dengan konsep global yang menyatukanpenjelasan dan pemahaman dalam pembacaan teks untuk dapat menemukanmakna dan sense-nya. Hermeneutic arch Ricoeur ini harus dibedakan dengan“hermeneutical circle” dalam hermeneutika Romantis dan “hermeneutic circle”dalam hermeneutika ontologis-eksistensial. Hermeneutical circle dipahami sebagai

Page 102: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

76

Masykur Wahid

Di dalam pembahasan interpretasi teks hermeneutikadijelaskan secara khusus sebagai karakteristik dari hermeneutikaRicoeur. Interpretasi teks Ricoeur dapat dijelaskan denganmemahami apa itu teks (what is text), apa itu distansiasi (what isdistanciation) dan apa itu pemahaman (what is understanding).Untuk memahami interpretasi teks tersebut, hermeneutikafenomenologis Ricoeur dijelaskan sebagai bentuk pengoperasianpemahaman.

A. A. A. A. A. TTTTTeksekseksekseks

Dalam menjelaskan interpretasi teks, Ricoeur mendefinisikanteks (text) secara kritis dan mendalam, yaitu “suatu diskursus yangdifiksasi dengan tulisan. Menurut definisi ini, fiksasi dengan tulisanmerupakan ketentuan teks itu sendiri” (any discourse fixed bywriting. According to this definition, fixation by writing isconstitutive of the text itself).3 Berpijak pada definisi itu, Ricoeurmemberikan penjelasan tentang bahasa sebagai diskursus.

Persoalan bahasa bukan masalah baru, akan tetapimerupakan masalah klasik. Pada masa Yunani kuno, Plato, dalamkaryanya Cratylus, telah memperlihatkan bahwa masalahkebenaran (truth) dari kata-kata atau nama-nama yang terpisahtetap tidak dapat dipastikan, karena penamaan tidak dapatmenghapus kekuatan atau fungsi berbicara. Logos bahasasetidaknya memberikan satu nama dan satu kata kerja. Keterjalinandua kata merupakan bagian pertama dari bahasa dan pemikiran.Bahkan, hanya bagian itu pun dapat memunculkan klaim

alat metodologis dalam interpretasi yang mempertimbangkan semua aspek yangberhubungan dengannya. Sedangkan, hermeneutic circle dapat dipahami sebagaikondisi pemahaman ontologis; secara umum hasil dari komunitas yang mengikatkita dengan tradisi, dan secara khusus objek penjelasan kita; menghubunganantara keberakhiran dan universalitas, dan antara teori dan praktik. Lihat Bleicher,Contemporary Hermeneutics, hlm. 267.

3 Lihat Ricoeur, From Text to Action, hlm. 106.

Page 103: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

77

kebenaran, sehingga masih harus dipastikan dalam setiapkasusnya. Ini adalah masalah klasik yang memberikan diskursusmengenai kesalahan dan kebenaran (error and truth) sebagaiafeksi diskursus: dua tanda dasar (kata benda dan kata kerja) yangsaling terjalin dalam bentuk sintesis di balik kata-kata itu.4

Dalam lingusitik modern, masalah diskursus menjadi masalahyang orisinil karena diskursus dapat dipertentangkan denganistilah kontradiktif yang tidak dikenal oleh filsuf-filsuf Yunani kuno.Istilah kontradiktif itu adalah aturan linguistik yang memberikanstruktur tertentu pada sistem linguistik yang diketahui sebagaikeragaman bahasa yang diungkapkan oleh komunitas bahasa yangberbeda. Di dalam bahasa masalah struktur dan sistem itu adalahmasalah lama. Pada masa kontemporer ini, yang harus diperhati-kan dalam bahasa adalah penggunaan bahasa (language usage).

Dalam konteks semantik5 linguistik, diskursus dikatakan olehRicoeur sebagai:

That is either spoken or written. … Discourse is the counterpart ofwhat linguists call language systems or linguistic codes. Discourseis language-event or linguistic usage.6

(Sesuatu, baik yang terucap maupun yang tertulis. Jadi, diskursusadalah yang berkaitan dengan apa linguistik sebut sistem bahasaatau kode linguistik. Diskursus adalah peristiwa bahasa ataupenggunaan linguistik).

Apa yang terucap atau tertulis mempunyai makna lebih darisatu (surplus meaning) jika dihubungkan dengan konteks yang

4 Lihat Ricoeur, Interpretation Theory, hlm. 1.5 Paul Ricoeur membedakan antara arti semiotics dan semantics. Semiotik adalah

ilmu tentang tanda, bersifat formal sampai batas disosiasi bahasa ke dalam bagian-bagian pokoknya. Sedangkan, semantik adalah ilmu tentang kalimat, langsungfokus pada konsep makna (yang dalam tahapan ini sinonim dengan meaning[makna]). Pembedaan ini membutuhkan penjelasan yang sofistikatif karenakeberadaan semiotik sebagai counterpart semantik (Ricoeur, 1976: 8).

6 Lihat Ricoeur, From Text to Action, hlm. 145.

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 104: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

78

Masykur Wahid

berbeda. Ricoeur menyebut karakteristik itu dengan kata“polisemi” (polysemy), yaitu ciri-ciri di mana kata-kata kitamemiliki lebih dari satu makna ketika menggunakannya dalamkonteks yang berbeda (the feature by which our words have morethan one meaning when considered outside their use in adetermine context).7

Lebih dalam, diskursus dibahas dengan analisis struktursemantik yang dihubungkan dengan pemikiran Ferdinand deSaussure dalam karyanya Cours de linguistique général, tokohstrukturalisme. Dengan mengikuti Saussure, Ricoeur menegaskanbahwa:

By speech (parole) we understand the realization of language(langue) in an event of discourse, then each text in the same posi-tion as speech with respect to language. Moreover, writing as aninstitution is subsequent to speech and seems merely to fix in linearscript all the articulations that have already appeared orally.8

(Dengan ucapan (parole), kita memahami realisasi bahasa (langue)dalam peristiwa diskursus, kemudian setiap teks dalam posisi yangsama sebagai ucapan yang tertuju pada bahasa. Selain itu, tulisansebagai institusi merupakan akibat dari ucapan dan tampak hanyafiks dalam naskah yang seluruh artikulasinya telah tampak secaralisan).

Pada parole bahasa dipahami sebagai ucapan yang dibedakandari langue9 oleh sejumlah sifat: disadari secara temporal,mengacu-kepada-diri-sendiri, terarah kepada sesuatu, yaitu

7 Ibid., hlm. 54.8 Ibid., hlm. 54.9 Langue adalah tanda atau aturan yang didasarkan pada setiap ucapan yang

menghasilkan parole sebagai suatu pesan khusus. Pesan dan tanda menunjukkanperbedaan dalam hubungannya dengan waktu. Pesan merupakan peristiwatemporal dari serangkaian peristiwa yang membutuhkan dimensi waktu diakronis(diachronic dimension of time). Sedangkan, tanda hanya berada dalam waktusebagai bentuk unsur yang serentak, yaitu suatu sistem yang sinkronis (synchronicsystem) (Ricoeur, 1976: 3).

Page 105: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

79

mengacu kepada dunia di luarnya, dan bertujuan meraih sasaran(addressee). Tentu saja, orang dapat membedakan di dalam ucapanantara diskursus-diskursus yang diucapkan dan yang tertulistergantung pada cara sifat-sifat tersebut teraktualisasikan. Tekshanya dapat dipahami sebagai parole dengan mematuhi aturanlangue.

Diskursus dipandang sebagai peristiwa atau proposisi, yaitupertama, sebagai suatu fungsi predikatif yang dikombinasikan olehidentifikasi. Kedua, sebagai suatu yang abstrak, yang tergantungpada keseluruhan konkret yang merupakan kesatuan dialektisantara peristiwa dan makna (dialectical unity of the event andmeaning) dalam kalimat. Penentuan dialektis diskursus dapatdipahami dengan pendekatan psikologis atau eksistensial yangakan mengarahkan peran fungsi, polarisasi identifikasi singulardan predikat universal.10

Dengan pemikiran tersebut, Ricoeur membangun empatparadigma teks (paradigm of text), yaitu: (a) pertama, “diskursusselalu direalisasikan secara temporal dan dalam waktu, sedangkansistem bahasa itu virtual dan ke luar dari waktu” (discourse isalways realized temporally and in the present, whereas thelanguage system is virtual and outside of time).11 Pada paradigmapertama ini, Ricoeur membedakan antara ucapan dan tulisan.Tulisan (writing) merepresentasikan fiksasi makna yangmenganggap pembicaraan (speaking) lebih penting daripadatindakan ucapan (speech act).

Ricoeur mengilustrasikan tulisan tersebut dengan mengikutipemikiran Austin dan Searle tentang teori tindakan ucapan,misalnya janji-janji yang mengimplikasikan adanya komitmenkhusus dari pembicara yang melakukan apa yang dikatakan. Iamenunjukkan bagaimana locutionary act, illocutionary act dan

10 Lihat Ricoeur, Interpretation Theory, hlm. 11.11 Lihat Ricoeur, From Text to Action, hlm. 145.

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 106: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

80

Masykur Wahid

perlucutionary act dapat hilang jika makna terkait dengan tulisan.Menurutnya, hal itu berhubungan dengan:

The locutionary act exteriorizes itself in the sentence. … Theillocutionary act can also be exteriorized through grammaticalparadigms (indicative, imperative, and subjunctive modes, and otherprocedures expressive of the illocutionary force). … Theperlocutionary action is…by direct influence upon the emotionsand the affective dispositions.12

(Tindakan locutionary menghilang dirinya dalam kalimat.…Tindakan illocutionary dapat juga menghilang melalui paradigma-paradigma (mode indikatif, imperatif, dan subjungtif, serta prosedur-prosedur lain yang mengekspresikan kekuatan illocutionary).…Tindakan perlocutionary dengan langsung mempengaruhi padaemosi-emosi dan watak-watak afektif).

Tindakan mengatakan sesuatu itu sendiri (locutionary act)dapat diasimilasikan pada pola peristiwa yang didasarkan padadialektika peristiwa dan makna. Tindakan itu juga dapatmemungkinkan aturan-aturan semantik yang diperlihatkan olehstruktur kalimat: kata kerja harus menjadi indikator orangpertama. Hal-hal performatif itu hanya merupakan kasuspartikular dari gambaran umum yang ditampakkan oleh setiaptahapan tindakan mengatakan, baik berupa perintah, keinginan,pertanyaan, peringatan, atau pernyataan.

Tindakan melakukan sesuatu yang dikatakan (illocutionaryact) adalah apa yang membedakan janji dari sekedar suatuperintah, keinginan dan pertanyaan. Kekuatan tindakanillocutionary menampakkan dialektika peristiwa dan makna.Dalam setiap kejadian grammar khusus berhubungan dengantujuan tertentu di mana tindakan illocutionary mengekspresikankekuatan. Apa yang diperlihatkan dalam istilah-istilah psikologis,seperti meyakini, ingin, dan hasrat dikembangkan dengan

12 Ibid., hlm. 148.

Page 107: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

81

eksistensi semantik yang sesuai dengan keterjalinan antara teknik-teknik gramatikal dan tindakan illocutionary.

Dampak dari perkatan itu (perlocutionary act) adalah apayang ingin kita lakukan dengan berbicara, seperti rasa takut, rasatergoda, keyakinan. Tindakan perlocutionary merupakan aspekyang dapat dikomunikasikan dari tindakan berbicara. Fungsiperlocutionary adalah dapat dikomunikasikan karena bukantindakan intensional, mengandung maksud rekognisi padapendengar daripada bentuk stimulus yang menghasilkan responsdalam makna perilaku. Fungsi perlocutionary lebih membantuuntuk mengidentifikasikan jalinan antara karakter tindakan dankarakter refleksi bahasa.13

(b) Paradigma teks kedua, yaitu: dengan diskursus tertulis,maksud pengarang dan makna teks berhenti menyesuaikan.Disosiasi makna verbal pada teks dan maksud mental ini secaranyata tergantikan pada inskripsi diskursus. Oleh sebab itu, dapatdipahami bahwa teks selalu berusaha keluar dari cakrawalapengarang (horizon of author), sehingga makna teks tidak lagiberhubungan dengan psikologi maksud pengarang. Sebagaimana,dikatakan Ricoeur bahwa:

Text’s career escapes the finite horizon lived by its author. What thetext says now matters more then what the author meant to say, andvery exegesis unfolds its procedures within the circumference of ameaning that has broken its moorings to the psychology of itsauthor.14

(Teks selalu berusaha keluar dari tataran pemahaman pengarang.Apa yang dikatakan teks sekarang lebih berarti daripada apa maksudyang dikatakan pengarang, dan setiap penafsiran mengikuti prosedur-prosedurnya dalam lingkaran makna yang tidak lagi berhubungandengan psikologi pengarang).

13 Lihat Ricoeur, Interpretation Theory, hlm. 14-18.14 Lihat Ricoeur, From Text to Action, hlm. 148.

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 108: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

82

Masykur Wahid

(c) Paradigma teks ketiga dapat dipahami bahwa diskursusitu apa yang menunjukkan pada dunia. Dengan kata lain, teksmembebaskan maknanya dari pengawasan maksud mental,membebaskan referensinya dari batas-batas referensi ostensif.Bagi kita, dunia itu bagian dari referensi yang dibuka oleh teks.

Pada paradigma ketiga itu teks membebaskan dari referensiostensif (ostensive reference) yang diucapkan dengan membukabeing-in-the-world yang baru. Referensi ostensif adalah referensiyang menunjukkan pada sesuatu yang langsung.15 Dengan kata lain,dengan menampakkan referensi-referensi16 non-ostensif (non-ostensive references), teks membebaskan makna dari situasi yangdialogis. Dalam pandangan tersebut Ricoeur mengikuti analisispemahaman (verstehen) Heidegger dalam Sein und Zeit bahwa:

15 Dalam logika Aristoteles istilah ostensive digunakan di dalam ostensive syllogismatau ostensive proof sebagai lawan dari indirect proof. Dengan kata lain, ostensifditerapkan untuk menunjukkan pembuktian langsung (direct proof). Begitu juga,istilah ostensive dapat digunakan di dalam menjelaskan ostensive definition. Dalammenjelaskan definisi ostensif diterapkan untuk menunjukkan sesuatu secaralangsung. Misalnya, mendefinisikan secara ostensif tentang anjing, dengan caramenunjukkan langsung pada anjing (a dog) dan mengatakan “itu anjing” (that isa dog) (Iannone, 2001: 143, 316).

16 Referensi dapat dipahami melalui penjelasan makna sebagai sense dan referensi.Dalam diskursus ada dua makna: makna ucapan (utterance meaning) dan maknapengucap (utterer’s meaning). Makna ucapan, dalam kandungan proporsional,merupakan sisi obyektif. Sedangkan, makna pengucap, dalam tiga bentuk maknareferensi-diri kalimat, dimensi illocutionary tindakan berbicara, dan maksudrekognisi oleh pendengar. Dialektika subyek-obyek tidak menghentikanpemaknaan makna dan untuk itu tidak menghilangkan struktur obyektif. Sisiobyektif diskursus dapat diambil dengan dua cara: kita dapat memaknai “apadiskursus itu” dan “tentang apa diskursus itu.” Apa diskursus itu adalah sense,sedangkan tentang apa diskursus itu adalah referensi. Persoalan sense dan referensisudah diperkenalkan oleh Gotlob Forge. Distingsi antara sense dan referensimerupakan distingsi yang dapat secara langsung dikaitkan dengan distingsi semiotikdan semantik. Dengan kata lain, sense menghubungkan antara identifikasi fungsidan fungsi predikat dalam kalimat, sedangkan referensi menghubungkan bahasadengan dunia. Bahasa memiliki referensi hanya jika bahasa digunakan (Ricoeur,1976: 20).

Page 109: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

83

What we understand first in a discourse is not another person but aproject, that is, the outline of a new being-in-the-world. Only writing,in freeing itself not only from its author but from the narrowness ofthe dialogical situation, reveals the destination of discourse asprojecting a world.17

(Apa yang kita pahami pertama dalam diskursus adalah bukan oranglain, akan tetapi proyeksi, yaitu kerangka being-in-the-world yangbaru. Hanya tulisan, dalam membebaskan dirinya tidak hanya daripengarangnya, akan tetapi dari batasan situasi dialogis, yangmenampakkan maksud diskursus, seperti memproyeksikan dunia).

(d) Paradigma teks keempat dijelaskan Ricoeur bahwadiskursus sendiri tidak hanya sebuah dunia, akan tetapi yang lain,orang lain, teman bicara yang diskursus arahkan. Pada saat yangsama diskursus ditampakkan seperti diskursus dalam universalitassasarannya.18 Maksudnya, teks dapat mencapai jangkauanuniversalitas sasarannya yang bertolak belakang dengan sejumlahpasangan yang seringkali terbatas di dalam ucapan.

Dengan melalui empat paradigma teks di atas, Ricoeur telahmembalikkan hubungan antara diskursus yang terucap dan tertulis.Sebelumnya, Dilthey mengatakan bahwa ucapan lebih ungguldaripada tulisan. Menurut Dilthey, “hubungan langsung denganpembicara selalu dianggap sebagai paradigma bagi pemahamanyang berhasil”.19Dengan menghilangkan referensi ostensif, Ricoeurlebih mengikuti Gadamer dengan menegaskan bahwa:

The sense of a text is not behind the text, but in front of it. It is notsomething hidden, but something disclosed. What has to beunderstood is not the initial situation of discourse, but what pointstowards a possible world, thanks to the non-ostensive reference ofthe text.20

17 Lihat Ricoeur, From Text to Action, hlm. 149.18 Ibid., hlm. 150.19 Lihat Bleicher, Contemporary Hermeneutics, hlm. 230.20 Lihat Ricoeur, Interpretation Theory, hlm. 87.

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 110: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

84

Masykur Wahid

(Makna teks tidak terletak di balik teks tersebut, akan tetapi dihadapannya. Teks bukan sesuatu yang tersembunyi, akan tetapisesuatu yang terbuka. Apa yang dipahami bukan situasi diskursustertentu, akan tetapi apa yang mengarahkan pada dunia yangmungkin dihadapi dengan referensi teks yang non-ostensif).

B. Dialektika Distansiasi dan ApropriasiB. Dialektika Distansiasi dan ApropriasiB. Dialektika Distansiasi dan ApropriasiB. Dialektika Distansiasi dan ApropriasiB. Dialektika Distansiasi dan Apropriasi

Apropriasi (appropriation) adalah patner otonomi semantikyang membebaskan teks dari pengarangnya. Apropriasi berartimenjadikan apa yang “asing” menjadi “milik seseorang.” Masalahmenulis menjadi masalah hermeneutika ketika diarahkan padapola komplemennya, yaitu bacaan. Adanya kebutuhan umumuntuk membuat asing bagi kita menjadi miliki kita, maka terdapatpula sebuah masalah distansiasi umum. Jarak tidak semata fakta,kejadian spasial dan jarak temporal antara kita dan kemunculankarya tertentu dari seni atau diskursus. Ia dalah corak dialektis,prinsip kesungguhan usaha antara kelainan yang mentrans-formasikan keseluruhan jarak spasial dan temporal ke dalamketegangan budaya dan sikap kepemilikan di mana seluruh tujuanpemahaman mengarah pada perluasan pemahaman-diri.

Distansiasi (distanciation) bukanlah sebuah fenomenakuantitatif, melainkan distansiasi merupakan counterpart dinamiskebutuhan kita, saham dan usaha kita dalam mengatasikerenggangan budaya (cultural estrangement). Tulisan danpembacaan mengambil tempat dalam aktivitas budaya. Membacaadalah pharmakon, obat, di mana makna teks diselamatkan darikerenggangan distansiasi dan meletakkannya dalam proksimitasbaru. Proksimitas ini mempertahankan dan memilihara jarakbudaya dan memasukkan hal kelainan menjadi kemilikan.21

Masalah umum tersebut sangat berakar pada baik sejarahpemikiran dan situasi ontologis kita. Secara historis masalah yang

21 Ibid., hlm. 43.

Page 111: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

85

dielaborasikan oleh Ricoeur adalah reformulasi masalah di manaPencerahan Abad ke-18 memberikan formulasi modernnya bagifilologi klasik: bagaimana membuat kehadiran kembali budayaantiquity di balik adanya jarak budaya? Menurutnya, RomantismeJerman memberikan peran dramatis terhadap masalah ini denganpertanyaan bagaimana kita menjadi kontemporer dengankejeniusan masa lalu? Lebih umum lagi, bagaimana seorangmenggunakan ekspresi kehidupan yang difiksasikan melalui tulisanagar dapat mentransfer diri seseorang ke dalam kehidupan fisikyang asing?

Masalah kembali lagi setelah runtuhnya klaim Hegelian untukmengatasi historisisme melalui logika jiwa absolut. Apabila tidakterdapat rekapitulasi warisan budaya, masa lalu berada di dalamsuatu keseluruhan lingkup yang didapatkan dari kesatuan sisikomponen-komponen parsialnya, dengan begitu historisismetransmisi dan penerimaan warisan ini tidak dapat ditanggulangi.Oleh karena itu, Ricouer mengajukan dialektika distansiasi danapropriasi sebagai kata terakhir di dalam ketiadaan pengetahuanabsolut.

Dialektika itu dapat juga diekspresikan sebagai tradisitertentu, dipahami sebagai penerimaan warisan budaya yangditransmisikan secara historis. Tradisi tidak memunculkanmasalah filosofis sepanjang kita hidup dan tinggal di dalamnyadalam kesederhanaan sikap pertama. Tradisi hanya menjadimasalah ketidakkesederhanaan pertama hilang. Kita harusmendapatkan kembali maknanya melalui dan di balikkerenggangan itu. Dengan begitu, apropriasi masa lalu berprosesterus-menerus dan berlanjut bergerak dengan distansiasi.Interpretasi dipahami secara filosofis tidak lain dari upayamembuat perenggangan dan distansiasi menjadi produktif.

Dalam concern filsafat penafsiran menyiratkan teori tandadan penandaan, seperti dalam de doctrina christana SantoAgustinus. Maksudnya adalah jika sebuah teks memiliki beberapamakna, seperti makna historis dan spiritual, maka harus

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 112: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

86

Masykur Wahid

mempertimbangkan maksud penandaan yang lebih kompleksdaripada sistem yang disebut tanda univokal yang diperlukan olehlogika argumentasi. Banyak kerja interpretasi mengungkapkanmaksud terdalam dengan mengatasi jarak dan perbedaan budayadan menyesuaikan pembaca kepada teks yang asing. Caranya,menurut Ricoeur, dengan “menyatukan maknanya ke dalampemahaman sekarang di mana manusia menjadi dirinya sendiri”.22

C. C. C. C. C. D D D D Dialektika Pialektika Pialektika Pialektika Pialektika Pemahaman dan Pemahaman dan Pemahaman dan Pemahaman dan Pemahaman dan Penjelasanenjelasanenjelasanenjelasanenjelasan

Pemahaman dalam hermeneutika berkaitan dengan beberapabentuk sikap yang dapat ditunjukkan seorang pembaca ketika iaberhadapan dengan sebuah teks, sebagamaina dikatakan olehRicoeur bahwa apa yang dipahami untuk memahami diskursusketika diskursus merupakan sebuah teks atau karya sastra.23

Untuk lebih lengkap dan jelas menangkap maksudpemahaman tersebut, Ricoeur menjelaskan dialektika pemahamandan penjelasan (verstehen and erklären). Dialektika ini dapatmempresentasikan teori interpretasi dengan menganalisis tulisan.Dialektika peristiwa dan makna yang sangat esensial terhadapstruktur diskursus menghasilkan dialektika korelatif dalampembacaan antara pemahaman dan penjelasan. Menurutnya,tanpa menentukan korespondensi secara mekanis antara strukturteks sebagai diskursus penulis dan proses interpretasi sebagaidiskursus pembaca, dapat dikatakan bahwa:

Understanding is to reading what the event of discourse is to theutterance of discourse and the explanation is to reading what theverbal and textual autonomy is to the objective meaning ofdiscourse.24

22 Lihat Ricoeur, The Conflict of Interpretations, hlm. 4.23 Ibid., hlm. 71.24 Lihat Ricoeur, Interpretation Theory, hlm. 71-72.

Page 113: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

87

(Pemahaman adalah untuk membaca apa peristiwa diskursus ituyang merupakan ucapan dari diskursus dan penjelasan adalah untukmembaca apa otonomi verbal dan tekstual itu yang merupakanmakna obyektif dari diskursus).

Untuk itu, struktur dialektika pembacaan berkaitan denganstruktur dialektika diskursus. Keterkaitan ini menegaskan bahwateori diskursus mengatur seluruh perkembangan selanjutnya dariteori interpretasi ini.

Dialektika peristiwa dan makna itu bersifat implisit dan sulitmengenali diskursus oral, sehingga penjelasan dan pemahamanjuga sangat tidak mungkin untuk mengidentifikasikan dalam situasidialogis. Penjelasan sesuatu kepada orang lain berarti supayaorang lain itu dapat memahami. Tentunya, apa yang telah oranglain pahami, selanjutnya dapat dijelaskan kepada pihak ketigalainnya. Dengan begitu, menurut Ricoeur, “pemahaman danpenjelasan cenderung tumpang-tindih dan saling melintasi didalam setiap yang lain”.25

Meskipun demikian, Ricoeur menegaskan bahwa dalampenjelasan orang dapat mengeksplisitkan atau menguraikanproposisi dan makna. Sedangkan dalam pemahaman, orang dapatmemahami dan mengerti sebagai keseluruhan dari mata rantaimakna parsial dalam tindakan sintesis. Keberlawanan antaraeksplanasi dan pemahaman dalam proses komunikasi pembicaraanmenjadi dualitas yang jelas-jelas bertentangan dalam hermeneutikaromantis. Dalam hermeneutika romantis, eksplanasi danpemahaman merepresentasikan mode pengetahuan yang berbedadan tidak berubah.

Keberlawanan antara keduanya tampak pada paradigmapenerapannya. Penjelasan diterapkan di dalam ilmu-ilmukealaman. Dalam bidang kealaman korelasi ketepatan penjelasan,yaitu alam dipahami sebagai cakrawala umum fakta, aturan dan

25 Ibid., hlm. 72.

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 114: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

88

Masykur Wahid

teori, hipotesis, serta verifikasi dan deduksi. Sebaliknya,pemahaman diterapkan di dalam ilmu-ilmu kemanusiaan(Geisteswissenschften). Bidang ilmu kemanusiaan berhubungandengan pengalaman subyek lain atau pemikiran lain yang serupadengan diri subyek. Bidang ilmu kemanusiaan terletak padakebermaknaan bentuk ekspresi tertentu, seperti tanda psiognomis,gestur, vokal atau tertulis, dan juga dokumen-dokumen danmonumen-monumen yang bersama-sama dengan tulisanmenghasilkan karakter umum inskripsi. Ricoeur mengatakanbahwa:

The dichotomy between understanding and explanation inRomanticist hermeneutics is both epistemological and ontological.It opposes two methodologies and two spheres of reality, natureand mind. Interpretation is not a third term, nor, the name of thedialectic between explanation and understanding. Interpretation isa particular case of understanding. It is understanding applied tothe written expressions of life.26

(Dikotomi antara pemahaman dan penjelasan dalam hermeneutikaromantis adalah antara epistemologis dan ontologis. Hermeneutikaromantis mempertentangkan dua metodologi dan dua bidangrealitas, alam dan pemikiran. Interpretasi bukan istilah ketiga, atau,nama dialektika antara penjelasan dan pemahaman. Interpretasiadalah masalah khusus mengenai pemahaman. Interpretasi adalahpemahaman yang diterapkan pada ekspresi-ekspresi kehidupan yangtertulis).

Keberlawanan antara penjelasan dan pemahaman dalampembacaan tidak dalam istilah dualistik, akan tetapi sebagaidialektika mediasi yang kompleks dan utama. Dalam konteks ituistilah interpretasi dapat diterapkan sebagai ekspresi tulisanmengenai kehidupan pada keutuhan proses yang mengarahkaneksplanasi dan pemahaman. Interpretasi sebagai dialektikaeksplanasi dan pemahaman dapat ditelusuri balik terhadap

26 Ibid., hlm. 73.

Page 115: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

89

tahapan-tahapan tertentu sikap interpretatif yang sudah berprosesdalam pembicaraan. Interpretasi tidak diartikan sebagai jenisobyek, tanda “inscribed” dalam makna yang paling umum dariistilah itu, akan tetapi sebagai jenis proses: dinamika pembacaaninterpretatif.

Dalam eksposis didaktik (of speech or written intended toteach), dialektika penjelasan dan pemahaman sebagai tahap prosesyang unik. Pertama, sebagai gerakan dari pemahaman keeksplanasi. Pada tahap itu pemahaman akan memahami maknateks secara keseluruhan. Kedua, sebagai gerakan dari eksplanasike pemahaman. Pada tahap kedua pemahaman akan lebihmemahami mode pemahaman yang didukung dengan prosedurpenjelasan.27

Pada tahap pertama pemahaman itu tebakan (guess).Sementara itu, pada tahap kedua pemahaman memenuhi konsepapropriasi sebagai jawaban atas bentuk distansiasi yang dikaitkandengan obyektivikasi sepenuhnya akan teks. Dengan begitu, teksakan muncul sebagai mediasi antara dua tahapan pemahaman.Apabila dijauhkan dari proses konkret, maka pemahaman hanyamenjadi abstraksi, artefak metodologi semata-mata.

Untuk itu, memahami teks diperlukan tebakan makna. Ricoeurmengatakan bahwa pentingnya tebakan makna teks dapatdihubungkan dengan bentuk otonomi semantik (semanticautonomy) yang berasal dari makna tekstual. Dengan tulisanmakna verbal, teks tidak lagi serupa dengan makna atau maksudpsikologis teks. Menurut Ricoeur bahwa:

This intention of the text is both fulfilled and abolished by the text,which is no longer the voice of someone present. The text is mute.An asymmetric relation obtains between text and reader, in whichonly one of the partners speaks for the two. The text is like a musicalscore and the reader like the orchestra conductor who obeys the

27 Ibid., hlm. 73-74.

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 116: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

90

Masykur Wahid

instructions of the notation. Consequently, to understand is notmerely to repeat the speech event in a similar event, it is to generatea new event beginning from the text in which the initial event hasbeen objectified.28

(Maksud teks adalah antara yang dipenuhi makna dan yangdihilangkan makna oleh teks, tidak lagi merupakan suara sesorangyang tampak. Teks itu bisu. Hubungan tidak simetris terdapat antarateks dan pembaca, di mana hanya seorang teman yang berbicarabagi orang kedua. Teks seperti nada musik dan pembaca sepertikonduktor orkestra yang mematuhi instruksi notasi. Konsekuensinya,memahami tidak hanya mengulangi peristiwa bicara dalam peristiwaserupa, memahami untuk menghasilkan peristiwa baru yang bermuladari teks di mana peristiwa tertentu diobyektifkan).

Dengan kata lain, kita harus menebak makna teks karenamaksud yang diinginkan oleh pengarangnya di luar jangkauan kita.Dalam tebakan makna teks itu perlawanan dengan hermeneutikaromantis semakin tampak. Pada masa Romantis, sejak Kantmengatakan bahwa “memahami pengarang lebih baik daripadamemahami dirinya sendiri”. Artinya, bentuk-bentuk hermeneutikaromantis tidak mengacuhkan situasi khusus yang diciptakan olehketebelahan makna verbal teks dari tujuan psikologis pengarang.Kenyataannya, pengarang tidak dapat lagi dapat “rescue”(menyelamatkan) karyanya, dengan mengingat kembali imagePlato. Maksud pengarang seringkali tidak kita kenal, berlebihan,tidak terpakai, bahkan terkadang berbahaya berkaitan denganinterpretasi makna verbal karyanya. Yang terbaik, justrumenjadikannya sebagai catatan tersendiri dalam sinaran teks itusendiri.29

Dengan pemikiran itu, ada masalah interpretasi yang tidakbanyak lagi disebabkan oleh inkomunikabilitas pengalaman psikispengarang, namun karena hakikat dari maksud verbal teks.

28 Ibid., hlm. 75.29 Ibid., hlm. 75-76.

Page 117: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

91

Pelampauan akan maksud pengarang oleh makna teks secara tepatmenandakan bahwa pemahaman terjadi dalam suasana non-psikologis, terutama dalam ruang semantik, yang telah digoreskanteks dengan membedakan dirinya dari tujuan psikologis pengarang.

Dengan tebakan makna dalam teks, dapat dimengerti tigatujuan pemahaman, yaitu: pertama, “menafsirkan makna verbalteks berarti menafsirkannya seluruhnya”. Dalam penafsirantersebut diskursus dianalisis sebagai karya daripada sekadarsebagai tulisan. Karya diskursus lebih dari sekadar rangkaian linierkalimat. Karya ini merupakan proses kumulatif dan holistik.

Kedua, “menafsirkan teks berarti menafsirkan individu”.Apabila karya dihasilkan berdasarkan aturan generiknya (dangenetik), maka karya juga dihasilkan sebagai being yang tunggal.Hanya technê yang melahirkan individu-individu, sementaraepistêmê merenggut spesisnya. Dari sudut pandang yang lain,dikatakan juga bahwa “hanya individu yang dapat memutuskanrasa”. Ketiga, “teks literal melibatkan cakrawala makna potensial,yang mungkin diaktualisasikan dalam cara yang berbeda-beda”.Penafsiran ketiga secara langsung berhubungan dengan metaforasekunder dan makna simbolik daripada teori menulis.30

Dengan pemaparan tiga tujuan pemahaman di atas, setiapinterpreter harus membuat pembedaan dan penekanan yang tegasterhadap pemahaman, penjelasan, dan interpretasi. Selain itu,setiap interpreter juga berbicara tentang sirkulasi ketiganya,sehingga ketiganya saling melengkapi satu sama lain. Tentangsirkulasi tersebut, Ricoeur mengatakan:

You must understand in order to believe, but you must believe inorder to understand. This circle is not vicious; still less is it deadly.It is quite alive and stimulating. You must believe in order tounderstand. No interpreter in fact will ever come close to what histext says if he does not live in the aura of the meaning that is sought.31

30 Ibid., hlm. 76-78.31 Ibid., hlm. 298.

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 118: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

92

Masykur Wahid

(Engkau harus memahami untuk percaya dan percaya untukmemahami. Namun, lingkaran tersebut hanya semu saja.Kenyataannya, tidak ada satu pun interpreter yang mau mendekatkandiri pada apa yang dikatakan oleh teks jika ia tidak menghayati sendirisuasana makna yang ia cari).

Pada dasarnya Ricoeur mengikuti pemikiran Gadamer yangmenegaskan bahwa pemahaman tidak lagi hanya sekadarmenghubungkan teks dengan pengarang dan situasinya.Pemahaman mencari sesuatu untuk memahami dunia proposisi-proposisi yang terbuka oleh referensi teks. Memahami teks adalahmengikuti gerakannya dari makna ke referensi: dari apa yangdikatakan teks menuju pada apa yang dibicarakan.32

D. D. D. D. D. TTTTTindakan Pindakan Pindakan Pindakan Pindakan Penuh Menuh Menuh Menuh Menuh Makna sebagai akna sebagai akna sebagai akna sebagai akna sebagai TTTTTeksekseksekseks

Dengan refleksi filosofis, Ricoeur menerapkan paradigmateksnya di atas di dalam konteks sosial. Bentuk refleksi filosofisnyadirumuskan dalam konsep tindakan penuh makna. Denganmengikuti pemikiran Max Weber bahwa meaningfully orientedbehavior, Ricoeur bertanya pada tahap apa tindakan penuhmakna mencerminkan karakteristik sebuah teks? Dalam konseptindakan penuh maknanya, ada empat karakteristik, sebagaiberikut.

(a)Pertama, fiksasi tindakan (fixation of action). Pada tahappertama Ricoeur menjelaskan tindakan penuh makna adalah“obyek bagi ilmu hanya di bawah kondisi sejenis obyek yangsepadan dengan fiksasi diskursus dengan tulisan”.33 Denganmenghadirkan obyektivasi yang terbuka terhadap investigasiilmiah, ia menemukan dalam analoginya dengan teks. Denganobjektivasi tersebut tindakan penuh makna dapat memiliki bentuktertentu di dalam pola-pola tindakan habitual, yaitu maknatindakan dilepaskan dari peristiwa tindakan.

32 Ibid., hlm. 87-88.33 Lihat Ricoeur, From Text to Action, hlm. 150.

Page 119: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

93

(b) Kedua, otomisasi tindakan (automization of action).Dengan cara otomisasi tindakan, Ricoeur mengatakan bahwa “teksdilepaskan dari pengarang, tindakan dilepaskan dari agennya danmengembangkan konsekuensi-konsekuensi dirinya sendiri”.34

Otomisasi pada tindakan manusia merupakan dimensi tindakansosial. Tindakan merupakan fenomena sosial, karena tidak hanyamemperlakukan beberapa aturan yang tidak dapat dibedakan dariaturan pengarang, akan tetapi juga karena perbuatan pelarian danpengaruh yang tidak dimaksudkan.

Lebih jelasnya, Ricoeur mengatakan bahwa “semacam jarakyang kita temukan antara maksud pembicara dan makna verbaldalam teks yang terjadi juga antara agen dan tindakannya”.35 Olehkarena itu, otonomi yang dimaksud oleh Ricoeur adalah:

The ability for the meaning of an action to transcend the socialcontext in which it originated so that it may be re-appropriateddifferently in new social conditions.36

(Kemampuan makna pada tindakan untuk mentransendenkankonteks sosial di mana ia berasal juga yang mungkin disesuaikankembali secara berbeda dalam kondisi-kondisi sosial yang baru).

(c)Ketiga, hubungan dan kepentingan. Pada tahap ketiga ini,seperti teks menghubungkan diskursus dengan seluruh referensiostensif. Dalam konteks tindakan penuh makna, menurut Ricoeurbahwa:

This emancipation from the situational context, discourse candevelop nonostensive references that we called a “world,” in thesense in which we speak of the Greek “world,” not in thecosmological sense of the word but as an ontological dimension.37

34 Ibid., hlm. 153.35 Ibid., hlm. 153.36 Lihat Bleicher, Contemporary Hermeneutics, hlm. 231.37 Ricoeur, From Text to Action, hlm. 154.

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 120: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

94

Masykur Wahid

(Emansipasi dari konteks situsional ini, diskursus dapatmengembangkan referensi-referensi nonostensif yang kita sebut“dunia,” dalam makna di mana kita berbicara tentang “dunia”Yunani, bukan dalam makna dunia kosmologis akan tetapi sebagaidimensi ontologis).

Kepentingan tindakan dengan hubungannya dipandangsebagai situasi yang ingin direspons. Implikasi kepentingan inidipandang sebagai hubungan antara fenomena budaya dan kondisisosialnya. Pada tahap ketiga jika diterapkan dalam budayaMarxisme, menurut Ricoeur bahwa:

The autonomy of suprastructures as regards their relation to theirown infrastructures has its paradigm in the nonostensive referenceof a text. Not only does a work mirror its time, but it opens up aworld that it bears within itself.38

(Otonomi suprastruktur seperti tampak hubungannya denganinfrastrukturnya sendiri itu memiliki paradigma-paradigmanya dalamreferensi teks yang nonostensif. Tidak hanya melakukan karyamencerminkan waktunya, akan tetapi membuka dunia yangmelahirkan dalam dirinya sendiri).

(d) Keempat, tindakan manusia sebagai “karya terbuka”. Padatahap akhir ini didasarkan pada paradigma teks bahwa “tekssebagai teks, makna tindakan manusia juga sesuatu yang diarahkanpada jarak kemungkinan ‘pembaca’ yang tak terbatas”.39 Ricoeurmengatakan bahwa “seperti teks, tindakan manusia adalah karyayang terbuka, maknanya dalam ketegangan”.40 Keterbukaan itukarena referensi baru dan menerima hubungan baru darinya,sehingga tindakan manusia menunggu pada interpretasi baru yangmenentukan maknanya. Tindakan manusia juga terbuka bagisiapapun yang dapat membaca.

38 Ibid., hlm. 155.39 Ibid.40 Ibid.

Page 121: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

95

Dengan konsep tindakan penuh makna di atas, teoriinterpretasi Ricoeur dapat sungguh-sungguh mengatasi dikotomiDilthey antara understanding dan explanation. Pada saat yangsama Ricoeur melanjutkan analisis interpretasi teks dari apa yangtelah diuraikan oleh teori interpretasi Schleiermacher, yang telahmencapai integrasi antara interpretasi hermeneutika makna dananalisis pragmatisnya–hanya saja sekarang analisis tersebutditempatkan pada tataran yang lebih rumit, sesuai denganperkembangan kontemporer problematika subyek-obyek.

Dengan keterbukaan teks itu berarti mengizinkan teksmemberikan kepercayaan kepada diri manusia dengan cara yangobyektif. Yang dimaksudkan adalah proses meringankan danmempermudah isi teks dengan cara menghayatinya. Dalaminterpretasi terhadap teks, manusia tidak perlu bersitegang danbersikap kaku menghadapi teks, akan tetapi harus dapat “membacake dalam” teks itu. Manusia juga harus mempunyai konsep-konsepdari pengalaman-pengalamannya sendiri yang tidak mungkindihindarkan keterlibatannya, sebab konsep-konsep dapat diubahatau disesuaikan tergantung pada kebutuhan teks.

E. E. E. E. E. HHHHHermeneutika Fermeneutika Fermeneutika Fermeneutika Fermeneutika Fenomenologisenomenologisenomenologisenomenologisenomenologis

Hermeneutika fenomenologis memposisikan persoalanhermeneutika menjadi persoalan filsafat analitika mengenai be-ing, seperti Dasein yang eksis melalui pemahaman.41 Ada dua carauntuk memahami Dasein. Cara pertama tetap saja menjelaskanbahwa filsafat analitik atas Dasein bukan alternatif yang memaksakita harus memilih antara epistemologi interpretasi yangdiungkapkan hermeneutika romantis dan ontologi pemahamanyang diungkapkan hermeneutika ontologis-eksistensial. Olehkarena itu, diperlukan cara kedua, yaitu refleksi menuju tahapontologi, yang dapat dicapai setelah melalui tahapan-tahapan

41 Lihat Ricoeur, The Conflict of Interpretations, hlm. 6.

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 122: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

96

Masykur Wahid

tertentu dengan mengikuti secara berturut-turut investigasi kedalam semantik dan refleksi. Cara kedua memunculkan berikutini:

What happens to an epistemology of interpretation, born of areflection on exegesis, on the method of history, on psychologies,on the phenomenology of religion, etc., when it is touched, animated,and as we might say, inspired by an ontology of understanding?42

(Apakah yang terjadi pada epistemologi interpretasi memunculkanrefleksi tentang penafsiran, metode sejarah, psikologi, fenomenologireligius, dan sebagainya ketika disentuh, digerakkan, seperti kitaharus mengatakan, dan diinspirasi oleh ontologi pemahaman?).

Syarat-syarat bagi ontologi pemahaman yang dimaksudkanadalah untuk memahami sepenuhnya makna revolusi pemikiranyang ditawarkan ontologi. Dalam satu lompatan dari LogicalInvestigations Husserl menuju Being and Time Heidegger,diperlukan pada diri sendiri mengenai apa yang di dalamfenomenologi Husserl tampak signifikan dan kaitannya denganrevolusi pemikiran tersebut. Selanjutnya, apa harus disadari dalamkeradikalannya yang penuh adalah pembalikan dari pertanyan itusendiri, sebuah pembalikan yang, dalam epistemologi interpretasi,menyiapkan sebuah ontologi pemahaman.

Hal itu merupakan pertanyaan yang menghindari setiap carauntuk merumuskan persoalan erkenntnistheoretisch, yangakhirnya membentuk ide bahwa hermeneutika adalah metodeyang menjadi sempurna di atas sebuah dasar yang setara denganmetode ilmu-ilmu alam. Persetujuan terhadap sebuah metodepemahaman yang rigid seperti itu, berarti bahwa orang masihterjebak di dalam praduga-praduga mengenai teori pengetahuanKantian. Menurut Ricoeur, “orang harus bergerak secara bebaske luar dari lingkaran yang mempesona mengenai persoalansubyek dan obyek, dan menanyakan being pada diri sendiri”.

42 Ibid., hlm. 7.

Page 123: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

97

Untuk menanyakan pada diri sendiri tentang being secaraumum, pertama-tama perlu menanyakan lebih dahulu being darisemua being yang ada “di sana,” tentang Dasein, yaitu tentangbeing yang eksis di dalam mode pemahaman mengenai being,mode being yang eksis melalui pemahaman. Gerak pembalikanterhadap hubungan antara pemahaman dan being ini memenuhiharapan mendalam filsafat Dilthey, karena baginya life was theprime concept. Di dalam seluruh tulisan Dilthey, pemahamanhistoris tidak sungguh-sungguh menjadi lawan teori alam, relasiantara hidup dan ekspresinya lebih menjadi akar umum bagi relasiganda manusia dengan alam dan sejarah. Jika kita mengikutipemikiran seperti ini, maka persoalannya, bagi Ricoeur adalah:

Not to strengthen historical knowledge in the face of psysicalknowledge but to burrow under scientific knowledge, taken on allits generality, in order to reach a relation between historical beingand the whole of being that is more primordial than subject-objectrelation in the theory of knowledge.43

(Bukan memperkuat pengetahuan historis dalam menghadapipengetahuan psikis, akan tetapi menggali berdasarkan pengetahuanilmiah, dengan semua generalitasnya, oleh karena itu mencarihubungan antara being historis dan seluruh ada yang lebih primordialdaripada dengan hubungan subjek-objek dalam teori pengetahuan).

Tahapan yang dilakukan oleh Ricoeur untuk menjelaskanhermeneutika fenomenologi dengan tiga tahap, yaitu semantik,reflektif, dan eksistensial.

1.1.1.1.1. TTTTTahap Sahap Sahap Sahap Sahap SemantikemantikemantikemantikemantikPertama, tahap semantik. Dalam tahap pertama Ricoeur

mendasarkan pada pemikiran bahwa dalam bahasa semuapemahaman ontologis berakhir pada ekspresinya. Semantiksebagai sumber referensi seperti itu diperlukan bagi seluruh bidang

43 Ibid., hlm. 8.

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 124: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

98

Masykur Wahid

hermeneutika. Pemikiran itu tampak pada penafsiran yang telahdiperkenalkan sebelumnya bahwa:

A text has several meanings, that these meanings overlap, that thespiritual meaning is ‘transferred’ (Santo Agustine’s translata signa)from the historical or literal meaning because of the latter’s surplusof meaning.44

(Teks memiliki beberapa makna yang seringkali tumpang-tindih,seperti makna spiritual yang ‘ditransfer’ (translata signa-nya SantoAgustine) dari makna historis dan literal karena kelebihan maknayang terakhir).

Begitu juga, tampak pada anggapan Schleiermacher danDilthey bahwa “texts, documents, and manuscripts as expressionsof life which have become fixed through writing.”

Atas dasar pemikiran di atas, interpreter mengikuti gerakanpembalikan obyektivikasi terhadap kekuatan-kekuatan kehidupanini, pertama dalam hubungan fisik dan selanjutnya dalamrangkaian-rangkaian historis. Obyektivikasi dan penetapan inididasarkan pada bentuk lain dari makna yang dipindahkan.Misalnya, Nietzsche mengatakan bahwa:

Values must be interpreted because they are expressions of thestrength and the weakness of the will to power. Moreover, life isinterpretation: in this way, philosophy itself becomes theinterpretation of interpretations.

(Nilai-nilai harus diinterpretasikan, karena nilai-nilai itu ekspresi darikekuatan dan kelemahan kehendak untuk berkuasa. Oleh sebabitu, kehidupan adalah interpretasi: dalam cara ini, filsafat sendirimenjadi interpretasi terhadap interpretasi).

Begitu juga, Freud mengatakan bahwa dalam kepala mengenai‘kerja mimpi,’ menguji rangkaian prosedur yang merupakan

44 Ibid., hlm. 11.

Page 125: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

99

catatan di mana prosedur-prosedur itu ‘mengubah urutan’(Entsetellung) makna yang tersembunyi, menggantikannya yangterdistorsi antara menunjukkan dan menyembunyikan maknayang tersembunyi dalam makna yang tampak.45 Oleh sebab itu,tampak bahwa di dalam semantik terdapat makna yangtersembunyi dan ekspresi-ekspresi multivokal.

Dalam karyanya Symbolism of Evil, Ricoeur menjelaskanekspresi-ekspresi multivokal ini secara “simbolis.” Pada satu sisi,ia memberi makna yang lebih sempit kepada kata symboldibandingkan dengan para pengarang yang menyebut simbolisbagi setiap pemahaman kenyataan melalui tanda-tanda, persepsi,mitos, seni, dan bahkan sampai pada ilmu pengetahuan, sepertiErnst Cassirer. Pada sisi lain, ia memberi makna yang lebih luasdaripada para pengarang yang mereduksi simbol menjadi analogi,dengan berpijak pada retorika Latin atau tradisi neo-Platonik.

Dengan kata lain, Ricoeur mempertahankan makna awalpenafsiran sebagai interpretasi atas makna-makna yangtersembunyi. Oleh karena itu, simbol dan interpretasi menjadikonsep-konsep yang saling berkaitan. Interpretasi muncul ketikamakna multivokal ada. Dalam interpretasi ini, pluralitas maknadimanifestasikan.

TTTTTugas Sugas Sugas Sugas Sugas Semantikemantikemantikemantikemantik

Berkaitan dengan ekspresi-ekspresi simbolis, tugas semantikmenjadi dua ragam. Pertama, persoalan permulaan enumerationbentuk-bentuk simbolis yang akan menjadi utuh dan lengkap.Demikian itu menentukan struktur umum pada modalitas ekspresisimbolis yang beragam. Kedua, dengan menyisihkan setiapreduksi yang gegabah atas kesatuan, enumerasi ini mencakup jugasimbol-simbol kosmis yang dijelaskan dengan fenomenologireligius, seperti yang dilakukan oleh Van der Leeuw, MauriceLeenhardt, dan Mircea Eliade; simbolisme mimpi yang diungkap-

45 Ibid., hlm. 12.

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 126: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

100

Masykur Wahid

kan oleh para psikoanalis dalam folklore, legenda, pepatah kunodan mitos; dan simbolisme ruang dan waktu di dalam penciptaan-penciptaan puisi lisan, mengikuti petunjuk sensor, visual, akuistik,atau citra-citra lainnya. Dengan cara yang berbeda-beda tersebut,dalam fisiognomi kualitas-kualitas kosmos, dalam simbolismeseksual, dan dalam pencitraan inderawi, semua simbolisme initetap saja menemukan ekspresinya di dalam bahasa. Hal itumenunjukkan bahwa tidak ada simbolisme sebelum manusiaberbicara dan bahkan jika dasar kekuatan simbol digali lebihdalam.

Enumerasi modalitas-modalitas ekspresi ini diperlukan untukkriteriologi sebagai pelengkap. Di satu sisi, kriteriologi bertujuanuntuk menemukan akar semantis dari bentuk-bentuk yangberkaitan, seperti metafora, alegori, dan kiasan. Di sisi lain,kriteriologi juga tidak dapat dipisahkan dari operasi-operasiinterpretasi. Kenyataannya, wilayah ekspresi-ekspresi simbolisdan operasi-operasi interpretasi ditentukan dengan istilah masing-masing. Interpretasi memunculkan metode-metode yang berbedadan bahkan kontradiktif. Sebagaimana, tampak pada fenomenologireligius dan psikoanalisis bahwa metode keduanya bertentangansecara radikal. Di dalam masing-masing interpretasi, kekayaan dankeragaman maknanya direduksi berdasarkan definisinya.Sedangkan, simbol diterjemahkan berdasarkan kerangkareferensinya sendiri.

Tugas kriteriologi tersebut untuk menunjukkan bahwa bentukinterpretasi terkait dengan struktur teoretis sistem hermeneutikayang ada. Di dalam fenomenologi religisu obyek religius diuraikandi dalam ritus-ritus, mitos, dan iman. Selain itu, obyek religiusjuga didasarkan pada problematika kesucian di mana strukturteoretis didefinisikan. Sebaliknya, di dalam psikoanalisis hanyasatu dimensi simbol yang dapat dilihat, yaitu dimensi yang didalamnya simbol-simbol dilihat sebagai bentukan dari hasrat yangditekankan. Artinya, psikoanalisis tidak dapat didekati karenasempitnya konsep. Psikoanalisis sendiri adalah raison d’être-nya.

Page 127: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

101

Dalam istilah Freud bagi metapsikologinya teori psikoanalisisdibatasi oleh aturan-aturan penguraian pada sesuatu yang dapatdisebut semantika hasrat.

Kegunaan SemantikKegunaan SemantikKegunaan SemantikKegunaan SemantikKegunaan Semantik

Dengan dua tugas tersebut, ada dua kegunaan yang tampak.Pertama, pendekatan semantik tetap menjaga hermeneutikaberhubungan dengan metodologi-metodologi yang telahdipraktikkan tersebut dan tidak mengundang resiko untukmemisahkan konsep kebenaran dari konsep metode. Selain itu,pendekatan semantik menjamin implementasi hermeneutika kedalam fenomenologi pada tataran teori makna yang dikembangkandi dalam Logical Investigations Husserl, yaitu kerangka teorinyatentang ekspresi-ekspresi penanda, bukan pada tataranfenomenologi Lebenswelt yang tidak pasti. Kedua, semantikmengenai ekspresi-ekspresi multivokal dalam usahanyamenentang teori-teori metabahasa dapat menjadikan bahasa-bahasa yang ada sebagai model-model idealnya.

Selain dua kegunaan tersebut, semantik juga menjadi dialoghangat melalui doktrin-doktrin Philosophical InvestigationsWittgenstein dan dari analisis atas bahasa sehari-hari di negeri-negeri Anglo Saxon. Pada wilayah itu hermeneutika umumtampaknya terkait di dalam penafsiran Kitab Suci modernBultmann dan madzhabnya. Di dalam kegunaan itu Ricoeur melihatbahwa hermeneutika umum sebagai kontribusi utama bagi filsafatbahasa yang tidak lagi dimiliki dewasa ini.

2.2.2.2.2. TTTTTahap Rahap Rahap Rahap Rahap RefleksiefleksiefleksiefleksiefleksiKedua, pada tahap refleksi. Pada tahap refleksi Ricoeur

mengintegrasikan pemahaman semantis dengan pemahamanontologis. Untuk itu, jembatan menuju eksistensi adalah “refleksi”sebagai penghubung antara pemahaman tanda-tanda danpemahaman-diri. Dengan penghubung ini, diri sendiri dapatmemiliki kesempatan untuk menemukan eksistensi.

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 128: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

102

Masykur Wahid

Untuk menghubungkan bahasa simbolis dengan pemahaman-diri itu, Ricoeur menjelaskannya dalam hermeneutika denganpemikiran bahwa:

The purpose of all interpretation is to conquer a remoteness, adistance between the past cultural epoch to which the text belongsand the interpreter himself. By overcoming this distance, by makinghimself contemporary with the text, the exegete can appropriate itsmeaning to himself; foreign, he makes it familiar, that is, he makes ithis own.46

(Tujuan semua interpretasi adalah untuk menaklukkan keterpisahan,yaitu jarak antara epos budaya masa lalu di mana teks melekat daninterpreter. Dengan menaklukkan jarak ini, yaitu dengan membuatdirinya sendiri sesuai dengan teks, interpreter dapat menyesuaikanmaknanya pada dirinya sendiri: meski asing, interpreter membuatteks dikenal, yaitu miliknya sendiri).

Dengan pemikiran itu, setiap hermeneutika secara eksplisitatau implisit merupakan tindakan memahami diri sendiri dengancara memahami orang lain.

Pada tahap kedua tersebut hermeneutika dapat dimasukkanke dalam fenomenologi bukan hanya pada tataran teori maknayang diekspresikan di dalam Logical Investigations, melainkanjuga pada tataran problematika cogito yang terhampar dari IdeenI sampai Cartesian Meditions. Dalam konteks ini harus dipahamibahwa dengan menggabungkan makna-makna yang multivokaldengan pengetahuan diri yang mendalam berarti kita ikut meng-ubah problematika cogito. Artinya, apakah dalam pemahaman-diri menunjukkan pada interpretasi psikoanalitis atau penafsirantekstual. Sesungguhnya kita pernah tidak mengetahui sebelumnya,selain hanya setelah menganalisisnya, dan sayangnya keinginanuntuk mengerti diri sendiri hanya dituntun oleh sebuah konsep.

46 Ibid., hlm. 16.

Page 129: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

103

Mengapa diri sendiri yang menuntun interpretasi dapatmenyadari bahwa dirinya adalah hasil dari interpretasi? Ricoeurmemberikan dua alasan. Pertama, Cogito Cartesian yang dipahamidalam diri sendiri secara langsung dalam pengalaman keraguanadalah kebenaran yang sama sia-sianya dengan ketidakpastian.Cogito berkembang menjadi being dan tindakan, eksistensi danoperasi pemikiran: I am, I think; to exist is to think; I exist insofaras I think. Kebenaran ini hanya sia-sia saja karena langkah awalnyatidak akan mampu diikuti oleh berikutnya selama ego dari ergocogito tidak ditangkap di dalam cermin obyek, karya, danakhirnya, tindakannnya. Untuk menjelaskan ini, Ricoeurmengatakan:

Reflection is blind intuition if it is not mediated by what Diltheycalled the expressions in which life objectifies itself. Or, to use thelanguage of Jean Nabert, reflection is nothing other than theappropreation of our act of existing by means of a critique appliedto the works and the acts which are the signs of this act of existing.47

(Refleksi adalah intuisi buta jika tidak dijembatani oleh apa yangDilthey sebut ekspresi-ekspresi di mana kehidupan meng-objektivasikan dirinya sendiri. Atau, menggunakan bahasa Jean-Nabert, refleksi adalah tidak lain dari apropriasi tindakan mengadakita melalui kritik yang diterapkan pada karya dan tindakan yangmerupakan tanda tindakan mengada ini).

Selanjutnya, refleksi adalah sebuah kritik bukan dalampengertian Kantian mengenai justifikasi ilmu dan tanggungjawabnya, melainkan dalam pengertian bahwa cogito dapatditemukan hanya dengan mengambil jalan memutar terhadappenguraian dokumen-dokumen kehidupannya. Dapat dikatakanbahwa refleksi adalah “apropriasi usaha kita untuk mengada danhasrat kita untuk menjadi berarti melalui karya yang menyaksikanusaha ini dan hasrat ini”.

47 Ibid., hlm. 17.

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 130: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

104

Masykur Wahid

Ricoeur menambahkan bahwa cogito seperti ruang hampayang dari waktu ke waktu ditempati oleh cogito yang keliru (falsecogito). Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa dalam semuadisiplin penafsiran dan khususnya psikonalisis kesadaran yangpertama merupakan “kesadaran yang keliru.” Dari situ, diperlukanpengabungan kritik atas kesadaran yang keliru dengan berbagaimacam penemuan atas subyek cogito di dalam dokumen-dokumen kehidupannya. Maka, jelas bahwa filsafat refleksi berbedadengan filsafat kesadaran.

Kedua, bukan hanya “I” yang mampu menangkap kembalidirinya di dalam ekspresi-ekspresi kehidupan yang meng-objektivikasikannya, melainkan juga penafsiran tekstual terhadapkesadaran yang bertentangan (misinterpretation) dari kesadaranyang keliru. Schleiermarcher juga mengatakan bahwa “hermeneuticsis found wherever there was first misinterpretation.” Denganbegitu, secara tidak langsung refleksi harus memunculkan sebuahkritik yang korelatif terhadap kesalahpahaman menuju pemahaman.

Dengan penjelasan tahap refleksi ini, Ricoeur mengatakanbahwa tahap semantik diletakkan sebagai fakta bagi eksistensiterhadap bahasa yang tidak dapat direduksikan menjadi makna-makna yang univokal. Ia memberikan contoh bahwa:

It is a fact that the avowal of guilty consciousness passes through asymbolism of the stain, of sin, or of guilt; it is a fact that represseddesire is expressed in a symbolism which confirms its stabilitythrough dreams, proverbs, legends, and myths; it is a fact that thesacred is expressed in a symbolism of cosmic elements: sky, earth,water, fire.48

(Ternyata, pengakuan terhadap kesadaran kebersalahan melampauisimbolisme noda, dosa, rasa bersalah. Keinginan yang diresapidiekspresikan di dalam simbolisme yang menunjukkan stabilitastertentu melalui mimpi, pepatah kuno, legenda, dan mitos. Ternyata,

48 Ibid., hlm. 18.

Page 131: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

105

yang suci diekspresikan di dalam simbolisme unsur-unsur: langit,bumi, air, dan api).

Kegunaan filosofis pada bahasa itu masih terbuka bagiserangan para ahli logika bahwa bahasa yang samar-samarmenyediakan argumen yang keliru. Oleh karena itu, menurutRicoeur bahwa justifikasi terhadap hermeneutika dapat radikaljika hanya pada hakikat pemikiran refleksif yang terdalam orangdapat menemukan prinsip logika yang bermakna ganda. Logikatersebut bukan logika formal, melainkan logika transendental.49

3.3.3.3.3. TTTTTahap Eahap Eahap Eahap Eahap EksistensialksistensialksistensialksistensialksistensialKetiga, tahap eksistensial. Untuk menjelaskan tahap

eksistensial ini, Ricoeur menunjukkan hubungan hermeneutikadengan problematika eksistensi. Menurutnya:

The ontology of understanding which Heidegger sets up directly bya sudden reversal of the problem, substituting the consideration ofa mode of being for that of a mode of knowing, can be, for us whoproceed indirectly and by degrees, only a horizon, an aim ratherthan a given fact.50

(Ontologi pemahaman yang Heidegger persiapkan secara langsungdengan membalikkan persoalan secara tiba-tiba, denganmenggantikan pertimbangan terhadap mode being terhadap modemengetahui, dapat, bagi kita yang bergerak maju secara tidaklangsung dan bertahap, hanya cakrawala, tujuan daripada fakta).

Ontologi yang terpisah dari pemahaman hanya ada di dalaminterpretasi saja ketika memahami being yang diinterpretasikan.Ontologi pemahaman diungkapkan dalam metodologi interpretasimengikuti hermeneutic circle yang dikatakan Heidegger. Selainitu, hanya di dalam sebuah konflik hermeneutika yang berbeda-

49 Ibid..50 Ibid., hlm. 19.

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 132: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

106

Masykur Wahid

beda saja dapat memahami being yang diinterpretasikan. Olehkarenanya, setiap hermeneutika menemukan aspek eksistensi yangdijadikan sebagai metode.

Dengan pemikiran itu, apa yang sesungguhnya dapatdiharapkan dengan ontologi fundamental ini? Menurut Ricoeur,ada dua yang dapat diharapkan, yaitu: pertama, dapat mem-bubarkan persoalan klasik mengenai subyek sebagai kesadaran.Kedua, dapat memulihkan persoalan eksistensi sebagai hasrat.

Melalui kritik kesadaran ini, psikoanalisis menunjukkan aspekontologisnya. Interpretasi terhadap mimpi, fantasi, mitos, dansimbol selalu berbeda dengan beberapa pretensi kesadaran dalamdiri sendiri sebagai akar makna. Perlawanan melawan narsisme–ekuivalen dengan false cogito Freudian–membawa kepadapenemuan bahwa bahasa berakar secara mendalam di dalamkeinginan dan impuls-impuls instingtual kehidupan. Dengan caraitu, psikoanalisis membawa kembali kepada pertanyaan:bagaimana penandaan dapat tercakup di dalam kehidupan?Kemunduran makna hasrat itu mengindikasikan kemungkinantransendensi refleksi ke arah eksistensi. Selanjutnya, cogito tidaklagi menjadi tindakan prestisius, karena pretensi sendiri telah adadi dalam being.

Sebagai meditasi filosofis terhadap psikoanalisis, tahaprefleksi dapat mengatasi problematika eksistensi melaluiinterpretasi untuk menyingkap tipuan-tipuan hasrat (tricks ofdesire) yang berakar pada makna. Ricoeur sendiri tidakmemunculkan hasrat seperti itu di luar proses interpretasi, karenahasrat selalu berwujud being yang diinterpretasikan.

Dengan memahami hermeneutika, sesungguhnya eksistensiyang ditemukan psikoanalisis adalah hasrat. Dengan kata lain,eksistensi sebagai hasrat. Eksistensi seperti ini secara prinsipiltampak di dalam arkeologi mengenai subyek. Sebaliknya, dalamfilsafat roh hermeneutika digunakan untuk mengubah akar makna,sehingga eksistensi tidak lagi berada di belakang subjek, tetapi di

Page 133: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

107

depannya. Sebagaimana, tampak dalam analisis Hegel dalamPhenomenology of the Spirit, bahwa hermeneutika mengenaikedatangan Tuhan, pendekatan Kerajaannya, hermeneutikamenghadirkan ramalan kesadaran.51

Ricoeur memperbandingkan dengan Hegel, karena modeinterpretasinya kontradiksi diametris dengan Freud. Psikoanalisismenawarkan kepada kita sebuah kemunduran menuju yang kuno.Sedangkan, fenomenologi roh menawarkan pada kita sebuahgerakan yang di dalamnya masing-masing figur menemukanmaknanya bukan di dalam apa yang telah berlalu, melainkan didalam apa yang akan terjadi kemudian. Bagi Ricoeur:

Consciousness is thus drawn outside itsef, in fornt of itself, towarda meaning in the following stage. In this way, a teleology of thesubject opposes an archeology of the subject.52

(Kesadaran menggambarkan di luar dirinya sendiri, di depan dirinyasendiri, menuju makna yang bergerak dalam tahap berikutnya.Dengan kata lain, teleologi subjek dipertentangan dengan arkeologisubjek).

Apa yang penting, ternyata bahwa teleologi ini sama denganarkeologi Freudian. Roh direalisasikan hanya di dalam persilangandari satu figur ke figur lainnya. Oleh karenanya, hal tersebutmenjelaskan mengapa filsafat mempertahankan hermeneutika,yaitu pengungkapan makna yang tersembunyi dalam teks yangmengandung makna yang tampak. Demikian itu merupakan tugashermeneutika untuk menunjukkan bahwa eksistensi memunculkanekspresi, makna, dan refleksi hanya melalui penafsiran ber-kelanjutan dari semua penandaan yang dijelaskan di dalam duniabudaya.53

51 Ibid., hlm. 21.52 Ibid.53 Ibid., hlm. 22.

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 134: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

108

Masykur Wahid

Eksistensi bisa menjadi diri yang manusiawi dan dewasahanya dengan apropriasi makna-makna tersebut yang pertamaterletak “di luar” dalam karya-karya, institusi-institusi, danmonumen-monumen kultural dalam kehidupan roh yangdiobjektifkan.

Dalam fenomenologi religius Van der Leeuw dan MirceaEliade, deskripsi sederhana mengenai ritus, mitos, dankepercayaan dianggap sebagai bentuk tingkah laku, bahasa, danperasaan karena manusia sendiri yang mengarahkan kepadasesuatu “suci.” Menurut Ricoeur, apabila fenomenologi tetapbertahan pada tingkat deskritif maka tindakan interpretasi yangrefleksif dapat berjalan lebih jauh lagi. Caranya:

By understanding himself in and through the signs of the sacred,man performs the most radical abandonment of himselft that it ispossible to imagine.54

(Dengan pemahaman-diri sendiri dalam dan melalui tanda yangsuci, manusia menampakkan pelarian diri sendiri secara sangatradikal yang mungkin bayangkan).

Ketidakmilikan itu melampaui yang telah dilakukanpsikoanalisis Freudian dan fenomenologi Hegelian, baik secaraindividual maupun ketika efek-efeknya dikombinasikan. Sebuaharkeologi dan sebuah teleologi masih tetap mengandung archédan telos yang dapat dikendalikan subyek ketika memahaminya.Yang suci memanggil manusia. Dalam panggilannya yang sucimemanifestasikan dirinya, seperti menguasai eksistensinya karenayang suci menyimpan eksistensi secara absolut sejalan denganusaha dan hasrat yang mengalir darinya.

Adanya hermeneutika yang berbeda-beda dengan caranyamasing-masing adalah akar-akar ontologi pemahaman. Masing-masing dalam caranya sendiri menegaskan sebuah ketergantungan

54 Ibid.

Page 135: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

109

kepada eksistensi. Ketergantungan psikoanalisis ditunjukkan didalam arkeologi subjek. Ketergantungan fenomenologi rohditunjukkan di dalam teleologi figur-figur. Sedangkan keter-gantungan fenomenologi religius di dalam tanda-tanda suci.

Semua itu merupakan implikasi ontologis dari interpretasi.Dengan kata lain, ontologi terpisah dari interpretasi. Ontologiditangkap di dalam lingkaran yang dibentuk oleh penghubungantara tindakan interpretasi dan being yang diinterpretasikan. Halitu menandakan sama sekali bukan kemenangan ontologi danbukan sebuah ilmu, karena ontologi tidak mampu menghindariresiko interpretasi dan bahkan ontologi tidak dapat lepasseluruhnya dari peperangan internal di mana bermacam-macamhermeneutika yang lebur di antara mereka sendiri.

Meskipun demikian, bagi Ricoeur hermeneutika yangbertentangan bukan hanya sekadar “language games.” Dalamfilsafat bahasa, semua interpretasi sama-sama valid di dalambatas-batas teori, sehingga aturan-aturan pembacaan dapatditemukan. Interpretasi yang sama-sama valid seperti ini tetapmempertahankan permainan bahasa masing-masing hinggaditunjukkan bahwa setiap interpretasi didasarkan pada satu fungsieksistensial tertentu. Dengan hal itu, dapat dikatakan bahwa:

Psychoanalysis has its foundation in an archaeology of the subject,the phenomenology of the spirit in a teleology, and thephenomenology of religion in an eschatology.55

(Psikoanalisis memiliki dasarnya di dalam arkeologi subyek,fenomenologi roh di dalam teleologi, dan fenomenologi religiusdalam eskatologi).

55 Ibid., hlm. 23.

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 136: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

110

Masykur Wahid

FFFFF. I. I. I. I. Ikhtisarkhtisarkhtisarkhtisarkhtisar

Interpretasi teks Ricoeur telah memberikan sebuah metodehermeneutika baru untuk menginterpretasikan teks. Denganmelakukan interpretasi terhadap teks berarti telah melakukanpemahaman teks melalui struktur semantik. Inti interpretasi teksdalam hermeneutika Ricoeur ada dalam paradigma teksnya, yangdapat disimpulkan sebagai berikut. (a) fiksasi makna, (b) maknateks terlepas dari maksud pengarang, (c) teks melakukandekontekstualisasi diri dari lingkup sosial dan sejarahnya, dan (d)teks terbebas dari batas-batas referensi ostensif.

Empat paradigma teks tersebut dalam interpretasi Ricoeurmenjadikan teks sebagai tindakan penuh makna dan otonom,sehingga tindakan manusia tampak sebagai karya terbuka.Paradigma teks tersebut dapat dijelaskan dalam lingkaranhermeneutika dengan bagan berikut ini:

Interpretasi teks dalam hermeneutika Ricoeur sebagaikarakteristiknya ketika dia menginterpretasikan eksistensi dalamhermeneutika fenomenologisnya. Interpretasi sendiri adalahmasalah khusus mengenai pemahaman. Interpretasi teks adalahpemahaman yang diterapkan pada ekspresi-ekspresi kehidupanyang tertulis.

TEKS

Referensi-referensinon-ostensif

[4]

[1] Fiksasi makna

[3] Kondisi sosial

[2] Pengarang

Page 137: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

111

Dengan hermeneutika fenomenologisnya, Ricoeur dianggapsebagai mediator antara Schleiermacher dan Dilthey dalam tradisihermeneutika romantisnya dan Heidegger dan Gadamer dalamtradisi hermeneutika ontologis-eksistensialnya. Misalnya, Ricoeurmenempatkan hermeneutika sebagai kajian terhadap ekspresi-ekspresi kehidupan yang difiksasi secara linguistik. Ia tidak hanyaberhenti pada langkah psikologisme untuk merekonstruksipengalaman penulis, seperti Schleiermacher, maupun usahapenemuan diri sendiri pada diri orang, seperti Dilthey, melainkanjuga menyingkap potensi Being atau eksistensi, seperti Heideggerdan Gadamer. Akhir kesimpulan ditutup dengan kata-kata Ricoeurbahwa “it is the text, with its universal power of world disclosure,which gives a self to the ego.” []

Bab VI Interpretasi Teks Paul Ricoeur

Page 138: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR
Page 139: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

Refleksi kritis terhadap interpretasi teks Ricoeur inimerupakan refleksi secara kritis terhadap teks, dialektikadistansiasi dan apropriasi, dialektika penjelasan dan

pemahaman, dan tindakan penuh makna yang dijelaskan dandipahami oleh Ricoeur dalam hermeneutikanya. Berdasarkanpembahasan bab-bab sebelumnya, dapat dipahami bahwakeseluruhan pemikiran filosofis Ricoeur pada akhirnya terarahpada hermeneutika, khususnya pada interpretasi. Ricoeur sendirimengatakan bahwa filsafat pada hakikatnya adalah hermeneutika,yaitu membaca makna yang tersembunyi di dalam teks yangmengandung makna yang tampak. Bahkan, dengan mengikutipemikiran Nietzsche, Ricoeur mengatakan bahwa pada hakikatnyakeseluruhan filsafat itu merupakan interpretasi terhadapinterpretasi.

Dalam refleksi kritis hermeneutika Ricoeur direfleksikandengan mempertimbangkan tradisi hermeneutika romantis yangdiungkapkan secara khusus oleh Schleiermacher, Dilthey, dan Bettidan tradisi hermeneutika ontologis-eksistensial yang diungkapkansecara khusus oleh Heidegger, Bultmann, dan Gadamer. Refleksi

BAB VIIHERMENEUTIKA PAUL RICOEUR:

SEBUAH TITIK MEDIASI

Page 140: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

114

Masykur Wahid

kritis berusaha menampakkan perbedaan antara tradisihermeneutika romantis dan tradisi hermeneutika ontologis-eksistensial. Dengan tampaknya perbedaan antara dua tradisitersebut, hermeneutika Ricoeur ternyata merupakan mediasiantara dua tradisi hermeneutika itu, sehingga refleksi kritismembuktikan bahwa hermeneutika Ricoeur merupakanhermeneutika yang genuine. Bahkan, Ricoeur dianggap jugasebagai mediator antara dua tradisi filsafat besar, yaitu tradisifenomenologi Husserl dan tradisi strukturalisme Prancis.

A. Mediasi antara Hermeneutika Romantis danA. Mediasi antara Hermeneutika Romantis danA. Mediasi antara Hermeneutika Romantis danA. Mediasi antara Hermeneutika Romantis danA. Mediasi antara Hermeneutika Romantis danHermeneutika Ontologis-EksistensialHermeneutika Ontologis-EksistensialHermeneutika Ontologis-EksistensialHermeneutika Ontologis-EksistensialHermeneutika Ontologis-Eksistensial

Perbedaaan antara tradisi hermeneutika romantis dan tradisihermeneutika ontologis-eksistensial pada dasarnya dikarenakanpemahaman terhadap hermeneutika itu sendiri. Di satu sisi, tradisihermeneutika romantis memandang hermeneutika sebagaiepistemologi interpretasi, namun di sisi lain tradisi hermeneutikaontologis-eksistensial memandang hermeneutika sebagai ontologipemahaman. Dengan interpretasi teks dalam hermeneutikaRicoeur, perbedaan itu dapat dimediasikan.

Dengan interpretasi teks Ricoeur, hermeneutika romantisdapat dikatakan adanya pengkaburan konsep peristiwa ucapan.Hermeneutika romantis yang diungkapkan oleh Schleiermacherdan Dilthey mengidentifikasikan interpretasi dengan kategori“pemahaman” dan mendefinisikan pemahaman sebagai pemahamanmaksud pengarang dari sudut pandang sasaran pertama dalamsituasi diskursus asli. Prioritas yang diberikan pada maksudpengarang dan pendengar pertama cenderung menjadikan dialogsebagai model setiap situasi pemahaman, sehingga menghasilkankerangka kerja intersubyektivitas dalam hermeneutika. Olehkarenanya, pemahaman teks hanya menjadi kasus partikular darisituasi dialogis (seseorang merespons orang lain).

Page 141: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

115

Dengan interpretasi teks Ricoeur, psikologi dalam konsephermeneutika romantis ini memberikan pengaruh besar terhadaphermeneutika ontologis-eksistensial, khususnya teologi Kristen.Hermeneutika romantis ini mewartakan teologi dari peristiwa kata,khususnya peristiwa ucapan. Peristiwa ucapan ini merupakanKerygma, pewartaan Injil, sebagaimana dikatakan oleh Bultmann.Makna peristiwa orisinil menjadi petunjuk bagi dirinya sendiridalam peristiwa masa kini yang aplikasinya di dalam tindakan iman.

Selain itu, perbedaan antara hermeneutika romantis danhermeneutika ontologis-eksistensial dapat dilihat pada bagaimanapembaca atau interpreter berhadapan dengan teks. Padahermeneutika romantis–Schleiermacher dan Dilthey–menekankanperlunya keterlibatan pembaca pada objek yang akandiinterpretasikan, akan tetapi keterlibatan individu dalam artiuntuk melakukan transposisi diri ke dalam dunia psikologispengarang, bukan keterlibatan di dalam teks itu sendiri. Olehkarenanya, unsur mendasar yang mempengaruhi usahapemahaman dan interpretasi adalah kemampuan pembaca untukmeninggalkan dan mematikan cakrawala pemikirannya sendirisupaya dapat mereproduksi makna-makna teks.

Sedangkan pada hermeneutika ontologis-eksistensial–Gadamer–pemahaman teks ditipologikan dengan percakapandialogis antara pembaca sebagai I dan teks sebagai Thou. Dengantipologi ini, dialog antara keduanya selalu diarahkan dan dibatasioleh pokok persoalan (subject-matter) yang dibicarakan sampaikeduanya mencapai persetujuan bersama atas pokok persoalanitu. Dengan kata lain, pembaca berusaha sampai pada pemahamansebagaimana teks itu mengungkapkan dirinya kepada pembaca,karena pembaca yang ingin melakukan pemahaman berarti terikatpada pokok persoalan yang dihadapinya dan juga berarti harusmenempatkan diri atau termasuk dalam konteks tradisi.Keterlibatan cakrawala pemikiran pembaca justru menjadi dasartercapainya pemahaman hermeneutis, sehingga cakrawala

Bab VII Hermeneutika Paul Ricoeur: Sebuah Titik Mediasi

Page 142: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

116

Masykur Wahid

pemikiran pembaca terinterpelasi dengan cakrawala pokokpersoalan atau yang teks yang dihadapinya.

Perbedaan antara hermeneutika romantis dan hermeneutikaontologis-eksistensial tersebut, dalam hermeneutika Ricoeurperbedaan keduanya dapat dimediasikan dengan menempatkanhermeneutika romantis sebagai kutub obyektif dan hermeneutikaontologis-eksistensial sebagai kutub subyektif.

Pertama, Ricoeur menerapkan interpretasi teks dalamhermeneutika fenomenologis secara dialektis, dari tataranepistemologi interpretasi ke tataran ontologi pemahaman. Denganontologi pemahaman yang diungkapkan Heidegger dan Gadamer,hermeneutika Ricoeur mampu memahami eksistensi Dasein(pemahaman eksistensial), akan tetapi diperlukan jugaepistemologi interpretasi yang diungkapkan Scheiermacher danDilthey sebagai pemahaman naif (semantis). Dengan kata lain,posisi hermeneutika Ricoeur tampak pada tahap refleksi sebagaipemahaman diri dari gerak epistemologi interpretasi menujuontologi pemahaman. Pemahaman diri dapat dilakukan denganapropriasi. Oleh karenanya, dikotomi antara erklären danverstehen dapat dimediasikan atau disintesiskan dengan dialektikaantara keduanya yang dijelaskan oleh Ricoeur. Pada hermeneutikaontologis-eksistensial (Gadamer) yang menekankan aspekverstehen cenderung bersifat subyektif dengan menekankanpemahaman yang aktual, sedangkan pada hermeneutika romantisyang menekankan aspek erklären cenderung bersifat obyektifdengan menekankan epistemologi interpretasi.

Kedua, dalam persoalan pembaca menghadapi tekshermeneutika Ricoeur memediasikan antara pembaca yangterlibat pada obyek yang diinterpretasikan dengan pembaca yangterlibat pada teks. Bagi hermeneutika Ricoeur, penjelasanstruktural (semantis) yang cenderung bersifat obyektifberhubungan dengan pemahaman hermeneutis yang cenderungbersifat subyektif dengan pemahaman-diri pada tataran refleksif.Dengan kata lain, pembaca terlibat dalam teks tanpa masuk dalam

Page 143: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

117

teks tersebut atau pembaca tidak memproyeksikan diri ke dalamteks, melainkan membuka diri terhadapnya–distansiasi melaluitulisan (teks). Dengan membuka diri, pembaca membiarkan teksmemberikan kepercayaan kepada pembaca secara obyektif.Demikian itu tampak pada konsep hermeneutika Ricoeur mengenaiotonomi teks, yaitu kecenderungan pengarang, kondisi sosial, dansasaran teks. Teks sendiri bersifat otonom, teks melepaskan diridari kecenderungan pengarang atau cakrawala pengarang yangterbatas, sehingga teks terarah apada kondisi sosial dan sampaipada sasarannya.

Dengan demikian, epistemologi interpretasi denganpendekatan struktural dan ontologi pemahaman denganpemahaman hermeneutis, bagi Ricoeur, merupakan dialektika(yang saling melelngkapi). Teks memiliki struktur imanensi yangmembutuhkan cara pendekatan struktural dan sekaligus memilikireferensi ostensif yang mengatasi dunia dari teks atau dunia beingyang dibawa ke dalam bahasa oleh teks. Dengan kata lain,epistemologi interpretasi tetap diletakkan sebagai kutub obyektifdengan apropriasi menuju ontologi pemahaman yang diletakkansebagai kutub subyektif. Dengan dialektika antara hermeneutikaRomantis dan hermeneutika ontologis-eksistensial, yangterpenting adalah bukan menemukan makna yang ada dibelakangteks, melainkan menyingkap dunia yang ada di depan teks itu ataumemahami secara otentik. Pemahaman otentik ini merupakanpemahaman isi teks (matière de la texte), sehingga isi teks berbedadengan intensi pengarang sendiri. Sebenarnya, isi teks itumerupakan dimensi subyektif dari apa yang dimaksudkan olehinterpreter kepada pembacanya, karenanya interpretasi teks dapatdirasakan proksimitas dan kontekstual.

Secara skematis mediasi hermeneutika Ricoeur di antarahermeneutika Romantis dan hermeneutika ontologis-eksistensialtampak di bawah ini:

Bab VII Hermeneutika Paul Ricoeur: Sebuah Titik Mediasi

Page 144: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

118

Masykur Wahid

Analisis kritis di atas adalah kelebihan dari hemeneutikaRicoeur yang jelas-jelas memediasikan dua tradisi hermeneutikaitu, akan tetapi kelebihan hermeneutika Ricoeur tersebut hanyapada tingkat teoritis dan konsep saja. Dalam hermeneutika Ricoeur,penulis belum menemukan bagaimana interpretasi teks diterapkanpada tingkat praksis. Tidak adanya penjelasan interpretasi tekspada tingkat praksis ini merupakan kelemahan dari hermeneutikaRicoeur. Pada tingkat praksis interpretasi teks Ricoeur tampak

Hermeneutika Romantis

Hermeneutika Fenomenologis

Hermeneutika Ontologis-

Eksistensial

Memahami teks berarti memahami pengarang

Distansiasi melalui tulisan (teks)

Memahami teks tidak berarti memahami pengarang

Dunia teks berbeda dengan dunia pengarang

Dunia teks (memahami teks berarti memahami individu)

Dunia teks melebur dengan dunia pengarang

Memahami pengarang lebih baik daripada memahami dirinya sendiri

Pemahaman-diri melalui apropriasi

Memahami eksistensi Dasein

Epistemologi interpretasi

Dialektika penjelasan dan pemahaman(penjelasan melalui pemahaman)

Ontologi pemahaman

Subjek-objek Dialektika subjek-objek (tindakan penuh makna sebagai teks)

Subjek dalam objek

Page 145: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

119

dijelaskan oleh John B. Thompson, dalam karyanya Ideology andModern Culture, bahwa interpretasi teks ini dapat diterapkandalam membaca komunikasi massa antara pasar dan negara.1

B. B. B. B. B. MMMMMediasi antara Fediasi antara Fediasi antara Fediasi antara Fediasi antara Fenomenologi Eenomenologi Eenomenologi Eenomenologi Eenomenologi Edmund Hdmund Hdmund Hdmund Hdmund Husserl danusserl danusserl danusserl danusserl danSSSSStrtrtrtrtrukturalisme Fukturalisme Fukturalisme Fukturalisme Fukturalisme Ferererererdinand de Sdinand de Sdinand de Sdinand de Sdinand de Saussuraussuraussuraussuraussureeeee

Ketika Ricoeur menjelaskan hermeneutika fenomenologis,ternyata secara metodologis hermeneutika fenomenologisRicoeur tersebut dapat dikatakan sebagai mediasi antarafenomenologi Husserl dan strukturalisme Saussure. Pada tahapsemantik dalam hermeneutika fenomenologisnya, Ricoeur telahmemasuki fenomenologi Husserl pada tataran teori makna yangdikembangkan di dalam Logical Investigations, yaitu kerangkateori tentang ekspresi-ekspresi penanda, bukan pada tataranfenomenologi Lebenswelt yang tidak pasti. Semantik mengenaiekspresi-ekspresi multivokal dalam usahanya menentang teori-teori metabahasa dapat menjadikan bahasa-bahasa yang adasebagai model-model idealnya.

Ekspresi-ekspresi penanda Husserl tersebut tidak cukupuntuk melakukan interpretasi teks, sehingga Ricoeurmenggabungkannya dengan struktur semantik Saussure. Padastruktur semantik Saussure, parole bahasa dipahami sebagaiucapan yang dibedakan dari langue oleh sejumlah sifat: disadarisecara temporal, mengacu-kepada-diri-sendiri, terarah kepadasesuatu, yaitu mengacu kepada dunia di luarnya, dan bertujuanmeraih sasaran. Tentu saja, orang dapat membedakan di dalamucapan antara diskursus-diskursus yang diucapkan dan yangtertulis tergantung pada cara sifat-sifat tersebut teraktualisasikan.Teks hanya dapat dipahami sebagai parole dengan mematuhiaturan langue.

1 Lihat John B. Thompson, Ideology and Modern Culture (Cambridge: Polity Press,1990), hlm. 248.

Bab VII Hermeneutika Paul Ricoeur: Sebuah Titik Mediasi

Page 146: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

120

Masykur Wahid

Dengan dialektika peristiwa dan makna, Ricoeur mengatakanbahwa dalam linguistik diskursus peristiwa dan maknadiartikulasikan. Penghilangan dan pelampauan peristiwa ke dalammakna merupakan karakter diskursus itu sendiri. Hal itumembuktikan akan adanya maksud dari bahasa tersebut,hubungan antara noesis (tindakan kesadaran) dan noema (apa yangdisadari) dalam bahasa itu.

Secara skematis hermeneutika fenomenologi Ricoeur sebagaimediasi antara fenomenologi Husserl dan strukturalisme Saussuredapat dilihat di bawah ini:

C. C. C. C. C. IkhtisarIkhtisarIkhtisarIkhtisarIkhtisar

Dengan kemahiran Ricoeur menjelaskan interpretasi teksyang diterapkan dalam hermeneutika fenomenologi, hermeneutikamampu menjadi mediasi antara tradisi hermeneutika romantisdan tradisi hermeneutika ontologi-eksistensial, dan sekaligusmenjadi mediasi antara fenomenologi Husserl dan strukturalismeSaussure. Dengan interpretasi teks, pada tingkat teoretishermeneutika bukan hanya menuntun pembaca atau interpretermampu memahami makna psikologis pengarang atau menyatukandiri dalam cakrawala pemahaman, melainkan teks jugamembebaskan pemahaman-diri pembaca atau interpreter karenaadanya dialektika distansiasi dan apropriasi, dialektika penjelasandan pemahaman, serta konsep tindakan penuh makna sebagaiteks. Namun, pada praksisnya Ricoeur belum menjelaskanbagaimana interpretasi teks diterapkan. Pada tingkat praksis inidianggap sebagai kelemahan hermeneutika Ricoeur. []

Fenomenologi Husserl

Hermeneutika Ricoeur

Strukturalisme Saussure

Ekspresi penanda Dialektika peristiwa dan makna

Parole dan langue

Page 147: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

Upaya memahami interpretasi teks Ricouer, bab terakhirakan memaparkan kesimpulan dari seluruh pembahasandan kontribusi kekinian. Sebagai kontribusi kekiniaan,

interpretasi teks Ricouer diimplemetasikan di dalam memahamitradisi pesantren. Sudut pandang historis dan semiotika linguistikseharusnya memperoleh perhatian serius lebih dahulu sebelumkita memahami tradisi pesantren lebih mendalam. Misalnya, kitaakan memahami tradisi pesantren di Banten.

A. A. A. A. A. Kesimpulan Kesimpulan Kesimpulan Kesimpulan Kesimpulan

Dari istilah Yunani “herméneia”, asal usul dan sejarahhermeneutika dapat ditelusuri. Berawal dari pemahaman daninterpretasi istilah herméneia itu pula, Plato sampai Gadamermenempatkan hermeneutika (hermeneutics) sebagai metodeinterpretasi yang open-mindedness. Begitu juga, dalamhermeneutika Ricoeur, hermeneutika sebagai teori interpretasiyang dapat memberi tindakan penuh makna, sehingga manusiasebagai karya yang terbuka (human as an opend-work) bebasdiinterpretasikan. Pada era kontemporer ini manusia mampumembebaskan diri dari kondisi sosial, psikologis, dan budaya.Dengan mengikuti pemikiran Heidegger, manusia sebagai Dasein

BAB VIIIPENUTUP

Page 148: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

122

Masykur Wahid

mampu bereksistensi dalam being-in-the-world dan mampumenciptakan dunianya sendiri melalui interpretasi danpemahaman.

Interpretasi teks dalam hermeneutika Ricoeur tersebutmerupakan bentuk pemahaman terhadap teks. Menurutnya, teksadalah “suatu diskursus yang difiksasi dengan tulisan.” Menurutdefinisi ini, fiksasi dengan tulisan merupakan ketentuan teks itusendiri. Diskursus sendiri dipahami sebagai apa yang terucapmaupun yang tertulis. Diskursus itu berkaitan dengan apalinguistik sebut sistem bahasa atau kode linguistik, karenanyadiskursus adalah peristiwa bahasa atau penggunaan linguistik. Iniadalah pemahaman baru mengenai teks di mana pengertian teksseperti ini tidak ditemukan di dalam tradisi hermeneutika romantisdan tradisi hermeneutika ontologis-eksistensial sebagaihermeneutika pendahulu Ricoeur.

Dengan pengertian teks tersebut, ada empat paradigmainterpretasi, yaitu: pertama, fiksasi makna. Dalam fiksasi makna,teks melampaui peristiwa dengan cara mengungkapkan maknayang dikatakan, sehingga muncul penampakan maksud daritindakan ucapan. Kedua, pengarang. Dengan menetapkanpengarang, interpreter memahami relasi antara makna suatu teksdengan maksud si pengarang. Pada paradigma ini ditekankanbahwa makna teks terlepas dari psikologi pengarang.

Paradigma ketiga, kondisi sosial. Ricoeur memperkenalkanketidaksesuaian antara teks dan kondisi sosial yang melingkupiteks itu. Teks melakukan dekontekstualisasi diri dari lingkup sosialdan sejarahnya dan pada saat yang sama teks melakukanrekontekstualisasi pada model-model pembacaan yang tidakterbatas, sehingga teks dapat mencapai jangkauan universalitassasarannya. Keempat, referensi-referensi nonostensif. Teksterbebas dari batas-batas referensi-referensi ostensif. Dengan katalain, teks tidak mengacu pada ciri-ciri tempat teks tersebutdihasilkan, akan tetapi teks terbuka lebar-lebar pada dunia baru(being-in-the-world) dan memproyeksikan satu cara hidup.

Page 149: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

123

Dengan mengikuti pemikiran Max Weber, empat paradigmateks tersebut dalam teori interpretasi Ricoeur menjadikan tekssebagai tindakan penuh makna dan otonom, sehingga tindakanmanusia tampak sebagai karya terbuka. Paradigma teks itumembedakan hermeneutika Ricoeur dari hermeneutika romantisdan hermeneutika ontologis-eksistensial. Secara teoretispenerapan konsep interpretasi teks tampak di dalam hermeneutikafenomenologisnya.

Dalam hermeneutika kuno (Plato, Aristoteles, dan Philo),interpretasi dan pemahaman dapat dipahami dalam hubungannyadengan kata herméneia. Melalui istilah herméneia tersebut,interpretasi dapat dipahami sebagai mengatakan (to say),menjelaskan (to explain), dan menerjemahkan (to translate).Dalam hermeneutika modern, hermeneutika dianggap sebagaikaidah interpretasi dan pemahaman Geist teks kuno yang dibahasoleh Ast dan Wolf dalam bidang filologi. Selain itu, hermeneutikamodern melahirkan tradisi hermeneutika romantis danhermeneutika ontologis-eksistensial.

Di antara dua tradisi tersebut, ada perbedaan yang sangatjelas di dalam menjelaskan hermeneutika. Dalam tradisihermeneutika romantis, hermeneutika sebagai epistemologiinterpretasi yang diungkapkan oleh Schleiermacher, Dilthey, danBetti. Bagi Schleiermacher, hermeneutika digunakan untukmemahami pernyataan-pernyataan pembicara di mana orangharus mampu memahami bahasanya sebaik memahamipsikologinya. Semakin lengkap pemahaman seseorang atassesuatu bahasa dan psikologi pengarang, akan semakin lengkappula interpretasinya. Bagi Dilthey, hermeneutika sebagai dasarmetodologi ilmu-ilmu kemanusiaan. Sedangkan bagi Betti,hermeneutika sebagai dasar metodologi Geisteswissenshaftenuntuk mencari apakah nilai praktis dan manfaat bagi interpreterdalam teori hermeneutika.

Dalam tradisi hermeneutika ontologis-eksistensial,hermeneutika sebagai ontologi pemahaman yang diungkapkan

Bab VIII Penutup

Page 150: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

124

Masykur Wahid

oleh Heidegger, Bultmann, dan Gadamer. Menurut Heidegger,hermeneutika digunakan untuk memahami Dasein itu dalam tigatahap interpretasi yang didasarkan pada struktur pemahaman:Vorhabe-Vorsicht-Vorgrift. Hermeneutika bukan lagi sebagaimetode memahami teks, melainkan ciri eksistensi Dasein yangdilepaskan dari kerangka epistemologi dan kembali pada ontologi-eksistensialnya. Hermeneutika ontologis-eksistensialis iniditerapkan oleh Bultmann dalam bidang teologi yang menghasilkankonsep Kerygma. Dalam konsep Kerygma itu, keterlibatanpemahaman eksistensial interpreter dalam menginterpretasikanpesan itu terkandung di dalam teks. Gadamer menegaskan bahwaketerbukaan teks terhadap interpreter menentukan struktur dalampeleburan cakrawala pemahaman.

Sebagai mediasi antara tradisi hermeneutika romantis danhermeneutika ontologis-eksistensial, hermeneutika Ricoeur lebihmenekankan interpretasi teks. Bahkan, Ricoeur dianggap sebagaimediator antara dua tradisi filsafat besar, yaitu fenomenologiHusserl dan strukturalisme Saussure. Dalam interpretasi tekstersebut, akhirnya Ricoeur berefleksi secara kritis bahwa manusiatidak perlu bersitegang dan bersikap kaku (rigid) menghadapi teks,tetapi harus dapat “membaca ke dalam” teks itu. Manusia jugaharus mempunyai konsep-konsep dari pengalaman-pengalaman-nya sendiri yang tidak mungkin dihindarkan keterlibatannya,sebab konsep-konsep ini dapat diubah atau disesuaikantergantung pada kebutuhan teks.

B. MB. MB. MB. MB. Memahami emahami emahami emahami emahami TTTTTradisi Pradisi Pradisi Pradisi Pradisi Pesantresantresantresantresantrenenenenen

Pasca rezim Orde Baru kaum santri kini mengembalikandiskursus radikalisme agama, fundamentalisme agama, danberujung pada diskursus terorisme dalam Islam. Di Bantenkhususnya, fenomena baru ini merupakan generik revivalismeIslam dalam merespons arus globalisasi sebagai kekuatanhegemoni Barat atas Islam, atau merupakan gerakan yangdikonstruksi oleh pemahaman religius yang sempit dan eksklusif,

Page 151: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

125

yang meniscayakan kembali pada ajaran-ajaran Islam yang masihmurni. Tentunya, hal itu ditandai pula “new santri” yangdiferensial dari santri dalam ranah NU dan Muhammadiyahsebagai mainstreams di Indonesia. New santri ini ada dalam tubuhIslam Jamaah yang pernah tampak, Darul Arqam yang diusir,Ahmadiyah yang dicap aliran sesat oleh MUI, dan Hizbut Thahiryang bermimpi negara Islam.

Tak bisa dipungkiri, kekuatan new santri sangat dikhawatir-kan oleh dua ormas mainstreams tersebut. Di masa mendatangnew santri ini dimungkinkan mampu menjelma ormas yang besardalam basis komunitas dan gerakan politik yang berbasis partai,misalnya PKS. Dalam konteks itulah, Banten yang merdeka dariimperialisme Belanda bersama kekuatan pesantren sebagai basisIslam tradisional harus mampu bersaing dengan arus gelombangnew santri itu. Untuk itu, reinterpretasi tradisi pesantren dalamarus globalisasi sangat signifikan. Hal itu membutuhkan kekuatanpartisipasi kaum intelektual Islam, seperti para sarjana di IAINSultan Maulana Banten, IAI Banten, STAI Mathla’ul Anwar, STAISyekh Mansyur, dan pendidikan tinggi Islam lainnya di Banten.

Dewasa ini tradisi pesantren diinterpretasikan kembali untukmemberi framing pemahaman baru. Tradisi pesantren terdiri daridua istilah, yaitu tradisi dan pesantren. Lewat interpretasi teks,Paul Ricoeur mengatakan bahwa:

Tradition is now to be understood as an ongoing dialectic betweenour being-effected by the past and our projection of a history yet-to-be-made (la visée de l’histoire à faire).1

(Tradisi adalah waktu sekarang yang dipahami sebagai prosesdialektis antara diri kita yang dipengaruhi masa lalu dan proyeksikita terhadap sejarah masa depan secara terus-menerus).

1 Lihat Richard Kearney, “Between Tradition and Utopia: The HermeneuticalProblem of Myth,” dalam David Wood (ed.), On Paul Ricoeur: Narrative andInterpretation (London and New York: Routledge, 1991), hlm. 56.

Bab VIII Penutup

Page 152: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

126

Masykur Wahid

Istilah tradisi (tradition) berasal dari bahasa Latin traditioyang merupakan derivasi dari kata kerja tradere yang berarti“penyerahan,” atau “penerusan”.2 Dengan pengertian tradisi itu,tradisi pesantren dapat dipahami sebagai suatu komunitaspesantren yang meneruskan perilaku kyai yang tak pernah salahkarena dianggap diri yang “suci”, santri yang terhegemonik olehotoriteritas kyai, dan pembacaan kitab-kitab Islam klasik yangtekstual.3

Dengan pengertian tradisi tersebut, tuntutan mengingat masalalu itu tidak mengharuskan kita untuk merehabilitasi model idealisterhadap pikiran asing yang menguasai rekapitulasi maknahistoris. Menurut Ricoeur, tradisi tersebut perlu dilestarikandengan membedakan antara tiga kategori, yaitu: tradisionalitas,tradisi dan Tradisi.

Kategori pertama bahwa Tradisionalitas (traditionality)dideskripsikan sebagai sebuah dialektika antara “pengendapan”(sedimentation) dan “pembaharuan” (innovation). Deskripsi inidihubungkan pada peranan tradisionalitas dalam dunia narasi fiksitertentu. Dalam kategori ini, Ricoeur memperlihatkan bahwatradisionalitas dipahami dalam pandangan lebih umum mengenaigaya formal yang meneruskan warisan masa lalu. Dalam kontekslebih luas, tradisionalitas didefinisikan sebagai kesemetaraansejarah dengan maksud dialektika antara the effects of history uponus (with passively suffer) and our response to history (which weactively operate). Dengan kata lain, tradisionalitas berarti “thetemporal distance which separates us from the past is not a deadinterval but a generative transmission of meaning”.4

2 Lihat Mircea Eliade (ed.), The Encyclopedia of Religion (New York: MacmillianPublishing Company, 1986), vol. 15, hlm. 1.

3 Lihat Dhofier Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan HidupKyai (Jakarta: LP3ES, 1994), cet. IV, hlm. 63.

4 Lihat Kearney, “Between Tradition and Utopia....”, hlm. 58-59.

Page 153: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

127

Pada kategori kedua tradisi (traditions) difungsikan sebagaikonsep material isi tradisi (contents of tradition), karenatradisionalitas merupakan sebuah konsep formalnya. Transisi daribentuk isi ini diperlukan aktivitas interpretasi tersendiri.Interpretasi ini menyatakan bahwa tradisi adalah esensi linguistik(langagière) dan juga tidak dapat dipisahkan dari transmisi maknaaktual yang mendahului kita. Identifikasi tradisi dengan bahasatidak hanya dipahami dalam sudut pandang bahasa-bahasa asal(Perancis, Yunani, Inggris, Indonesia, dsb.), tetapi dalam sudutpandang lain yang sudah dikatakan oleh siapa yang ada dalamsejarah sebelum kita mengenalnya. Ini termasuk kondisi sosialdan budaya yang diisyaratkan sebagai pembicara dan pendengar.5

Sementara itu, kategori ketiga bahwa Tradisi (dengan hurufkapital T “La tradition”) harus dipahami dalam dinamika perspektifsejarah ruang pengalaman kita (our being-effected-by-the-past),yang dikaitkan dengan cakrawala harapan utopian kita. Kategoriketiga ini merupakan perubahan dari traditions ke Tradition yangdimotivasi oleh observasi bahwa setiap awalnya makna juga adalahsebuah klaim kebenaran. Ricoeur mengajurkan untukmenginterpretasikan pretensi tradisi kepada kebenaran dalampandangan non-absolut terhadap anggapan kebenaran. Klaim-klaim kebenaran tradisi ini diakui sampai beberapa waktu sebagaikekuatan argumen yang terbaik.6

Atas dasar pemikiran interpretasi tradisi Ricoeur di atas,tradisi pesantren tampak dalam interpretasi tradisi bahwa “tradisipesantren ditempatkan dalam dinamika perspektif sejarah ruangpengalaman kita, yang dikaitkan dengan cakrawala harapanutopian kita.” Dengan kata lain, tradisi pesantren diinterpretasisebagai komunitas pesantren yang mampu mentradisikan perilakukiai yang rasional-komunikatif dan moderat, santri yang berpikirkritis-analitik, dan pembacaan kitab-kitab klasik yang kontekstual.

5 Ibid., hlm. 59-60.6 Ibid., hlm. 60.

Bab VIII Penutup

Page 154: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

128

Masykur Wahid

Dengan demikian, tradisi pesantren di Banten yang tidak lagidipahami sebagai tradisionalitas yang mengandung maknakonservatif dan ketinggalan zaman, karena pesantren hanyamewarisi tradisi-tradisi masa lalu tanpa inovasi dan transformasisosio-kultural. Juga, tradisi pesantren tidak dipahami sebagaitradisi yang sama seperti tradisi sebelumnya tanpa makna baru.Pemahaman tradisi pesantren seperti itu mengantarkan komunitaspesantren untuk menemukan dunia baru dalam dunia global yangmembebaskan dirinya dari kondisi sosial, psikologis, dan budayamasa lalu. Sejatinya, interpretasi seperti ini sudah dilakukan olehbeberapa komunitas pesantren di Banten. Oleh karena itu, tradisipesantren diharapkan terus menerus melakukan rekonstruksiIslam tradisional yang berbasis local wisdom (kearifan tradisiBanten) untuk kepentingan masyakarat Banten sekaligus bangsaIndonesia umumnya. Bukan Islam simbolik, yang hanyalahgerakan Islam radikal-fundamental-politik untuk menjadikanagama sebagai kedok menutupi kepentingan politik dan ekonomikomunitasnya sendiri. [ ]

Page 155: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

EPILOGHERMENEUTIKA DALAM TRADISI ISLAM

Oleh: KH. Husein Muhammad

Pada mulanya adalah kata. Tetapi kata adalah symbol belakadari suara dan kehendak yang bersemayam di dalam hati.Saat di pesantren, saya diperkenalkan sebuah puisi:

“Inna al-Kalam La fi al-Fuad Wa Innama

Ju’ila al-Lisan ‘ala al-fuadi Dalila”.

Kata-kata sesungguhnya ada di relung hati atau pikiran. Lidahmengungkapkannya sebagai simbol darinya. Maulana Jalal al-DinRumi, sufi penyair terbesar dari Konya, Turki, mengatakan bahwakata-kata adalah bayangan dari hakikat sesuatu. Ia tidaklahmemberi makna apa-apa, bila hakikat tak bicara. Kata-katahanyalah pra teks, aspek kesesuaian jiwalah yang dapat menarikhati orang lain, bukan kata-kata.1

Ali bin Abi Thalib ketika bicara tentang teks-teks al-Qur’anyang acap digunakan orang untuk menjebak orang lain,mengatakan: “Al-Qur’an adalah kata-kata di antara dua bingkaimushaf. Ia tidak bicara apa-apa. Yang bicara adalah manusia”,dan “ia mengandung multi dimensi makna”.2

1 Jalal al-Din Rumi, Fihi Ma Fihi, terjemah Isa Ali al-Akub, Dar al-Fikr, Damaskus,th. 2002, hlm. 34.

2 Al Thabari, Tarikh al Umam wa al Muluk, III, hlm. 110

Page 156: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

130

Masykur Wahid

Kata-kata yang sama disampaikan kepada orang lain yangberbeda-beda, tidak selalu memberi makna yang sama. Audiensyang berbeda-beda itu tidak selalu dapat memahami ataumenangkap maksud dari kata-kata tersebut secara sama. ‘Kata-kata bisa menipu”, kata seorang filsuf. Terdapat begitu banyakfactor yang mengelilingi dan terkandung dalam kata-kata itu. Iabegitu rumit, pelik dan potensial menciptakan kesalahpahamandan konflik.

HHHHHermeneutika = ermeneutika = ermeneutika = ermeneutika = ermeneutika = TTTTTakwilakwilakwilakwilakwil

Dewasa ini diskursus mengenai cara memahami kata-kataatau ucapan dikenal dengan “hermeunetik”. Cara ini dalamkhazanah keilmuan Islam disebut “Takwil”. Kata ini dikenalkandalam 18 ayat al-Qur’an. Ada kata lain yang dipersepsikan samadengan Takwil. Yakni “Tafsir”. Dan al-Qur’an menyebut kata inihanya satu kali. Ini mengisyaratkan kepada kita bahwa Tuhanmendorong para pembaca kitab sucinya untuk menggunakan caraini dalam memahaminya, lebih dari sekedar melalui cara Tafsir.Jadi pemahaman terhadap teks-teks suci melalui cara kerjaHermeneutik, telah dikenal dalam Islam dan dianjurkan Tuhandalam kitab suci-Nya. Maka hermeneutika bukanlah hal yang asingdalam masyarakat muslim, khususnya bagi para penafsir teks-tekskeagamaan Islam.

Hermeneutika atau Takwil tidak sekedar cara memahami kata-kata menurut makna literalnya, makna lahiriahnya atau maknayang popular di tengah-tengah pergaulan komunitas, melainkanmenelisik lebih jauh dan lebih dalam untuk mencari apa yangsebenarnya dikehendaki penulis atau penyampai kata-kata itu.“Apa yang dikehendaki” mengandung arti “apa yang dipikirkandan dirasakan”. Dengan begitu ia melibatkan aktifitas nalarintelelektual, perasan atau intuisi atau bahkan khayal. Dan semuaini ; pikiran, perasaan atau intuisi dan khayal ini merupakanrefleksi dari apa yang ditangkap oleh dan dari pengamatan inderapenutur atas seluruh fenomena “maujudat”, ada, being. Tampak

Page 157: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

131

jelas bahwa ta wil merupakan metode pemahaman terhadap teksal Qur an dengan memberikan perhatian tidak hanya pada maknaharfiah teks (eksoteris) tetapi juga pada makna-makna yangtersembunyi (esoteris) di balik makna harfiyah teks, termasukdalam hal ini makna alegoris atau metaforis. Sedangkan tafsiradalah pemahaman terhadap makna literal teks dan didasarkanpada penjelasan riwayat, nukilan.

Pemahaman terhadap al Qur’an, melalui metode ta wil, dengandemikian, banyak menggunakan analisis rasional, terbuka (inklusif),berinteraksi atau berdialog dengan realitas-realitas yang ber-kembang, dan mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan artiteks. Jadi takwil di samping menggunakan pemahamanintertekstualitas dan logika teks, juga fakta-fakta di luar teks(ekstratekstualitas). Lebih jauh ia juga berkaitan dengan eksplorasispiritual.

Kajian hermeneutika dalam dunia Islam sesungguhnya telahmenjadi bagian perbincangan para pemikir, cendikiawan, filsufdan kaum sufi. Mereka berkerja melalui perspektifnya masing-masing melalui teori ini dalam rangka memahami eksistensi alamsemesta, manusia, dunia metafisika dan Tuhan. Kaum muslimingenerasi awal menggunakan teori hermeneutika dalam rangkamemahami dan mengungkapkan isu-isu tersebut berdasarkanteks-teks suci al-Qur’an. Pemahaman terhadap teks-teks inimenurut makna lahiriyahnya tidaklah cukup membuktikanhakikatnya yang dimaksud, bahkan bisa bertentangan teks yanglain, dengan akal maupun dengan realitas. Para sarjana Islam yakinbahwa kata-kata Tuhan tidak bertentangan dengan akal, bahkansaling menguatkan, karena keduanya datang dari Tuhan. Ibn Rusydmengupas soal ini dalam bukunyan yang terkenal “Fashl al-Maqalfi Ma Bain al-Syari’ah wa al-Hikmah min al-Ittishal”. Di dalamnyaia mengatakan : Kebenaran teks-teks ke-Tuhan-an tidaklahmungkin bertentangan dengan kebenaran akal budi. Keduanyasaling menguatkan dan mendukung. Karena keduanya anugerahTuhan. Maka: “Fa in Kana Muwafiqah fa La Qawla Hunalika, wa

Page 158: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

132

Masykur Wahid

in Kana Mukhalifan, Thuliba Ta’wiluh” (bila teks dan akal sejalan,maka tak perlu dipersoalkan, tetapi bila keduanya bertentangan,maka harus ditakwilkan). 3

Abu Hamid al-Ghazali (w. 1111 M), ahli hukum, teolog, filsufdan sufi besar, mengkritik mereka yang memaknai teks sucikeagamaan secara, semata-mata, literal. Ia boleh saja mem-percayainya, tetapi ia tidak boleh memaksakan kebenaran dirikepada orang lain. Pemaknaan literal terhadap teks al- Qur‘an,menurutnya adalah hanya benar bagi dirinya sendiri, tetapi adalahkeliru jika ia memaksakan kebenaran dirinya terhadap orang lain.4

Jika begitu bagaimana sebuah teks dapat dipahami denganbenar?. Di dalam bukunya yang lain, “Al-Mustashfa”, al-Ghazalimenjelaskan bagaimana cara memahami “kata-kata”, mengatakan:“Memahami suatu teks, pertama-tama haruslah memahamibahasa yang digunakan dalam percakapan/pembicaraan di antarapengguna bahasa tersebut. Bila terjadi ketidakpahaman, makaperlu dicari petunjuk lain. Ia bisa berupa kata lain yang semakna,atau logika rasional. Bisa juga melalui petunjuk-petunjuk yang lainmulai dari isyarat, kode-kode (rumuz), gerakan-gerakan, kontekssebelum dan sesudah, dan lain-lain. 5

Imam Al Syathibi, ahli hukum besar dari Andalusia, ber-pendapat bahwa untuk memahami kata-kata dalam al Qur-an tidakcukup hanya dengan mengerti makna lahiriahnya tetapi harus jugamemahami konteks yang menyertai kehadirannya maupunkonteks luar yang memengaruhinya. Ia mengatakan: “mengetahuimakna dan kejelasan al Qur-an dan memahami maksud kalimat(uslub) bahasa Arab yang indah dengan mana al Qur-an diturunkan,tergantung kepada bentuk/kondisi kata-kata (hal al khithab) dari

3 Ibn Rusyd al-Hafid, Fashl al-Maqal fi Ma Baina al-Syari’ah wa al-Hikmah min al-Ittishal, editor Muhammad Abid al-Jabiri, Markaz Dirasah al-Wahdah al-Arabiyyah,Beirut, Cet. I, 1997, hlm. 97.

4 Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, II.5 Abu Hamid al-Ghazali, Al-Mustashfa, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Beirut, Juz I,

hlm. 337-341.

Page 159: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

133

aspek bahasa itu sendiri (nafs al khitab), situasi/kondisipenyampainya (hal al mukhathib) dan keadaan pembacanya (halmukhathab) atau ketiga-tiganya. Hal ini karena sebuah pernyataan(khithab) bisa dipahami secara berbeda-beda tergantung padakeadaan teks itu sendiri, pada keadaan pembacanya dan padakeadaan lainnya. Sebuah kalimat pertanyaan (istifham) bisamemiliki sejumlah arti lain ; bisa untuk menegaskan (taqrir) ataumencela (taubikh). Kalimat perintah (amr) bisa juga bermaknaboleh (ibahah), ancaman (tahdid), mencela (taubikh) dan lain-lain.

Ibnu Qutaibah al Dinawari dalam bukunya: “Takwil Musykilal-Qur’an” lebih jauh menjelaskan: “Kata dalam kalimat bahasaArab mengandung banyak bentuk: majaz (metapora), isti’arah,tamtsil (perumpamaan), qalb (pembalikan), taqdim (didahulukan),ta’khir (diakhirkan), hadzf (dibuang), tikrar (pengulangan), ikhfa(samar) izh-har (jelas), mukhathabah al wahid mukhathabah aljami’ (berbentuk kata tunggal tetapi untuk banyak orang) atau al-Jami’ khithab wahid (kata jama’, tetapi dimaksudkan untukseorang), al wahid wa al jami’ khithab al itsnain (bentuk katatunggal atau banyak tetapi ditujukan untuk dua orang), al qashdbi lafzh al khushsush li ma’na al umum (kata untuk orang tertentu,tetapi dimaksudkan untuk umum), atau lafzh al umum li ma’na alkhushush (kata berbentuk umum tetapi maksudnya untuk orangtertentu”.6

Al-Syathibi mengurai lebih lainjut: “Berbagai perbedaanmakna ini hanya dapat diketahui melalui kondisi-kondisi di luarbahasa itu sendiri (ekstratekstual). Tetapi tidak setiap kondisi yangada di luar teks itu dapat dialihkan ke dalam teks, dan tidak setiapkondisi senantiasa menyertai teks yang dialihkan tersebut. Jikakita gagal memahami konteksnya, kita tidak dapat memahamipernyataan tersebut dengan baik.dan tepat”.7

6 Ibnu Qutaibah al-Dinawari, Takwil Musykil al Qur-an, hlm. 78-79.7 Al-Syathibi, Al-Muwafaqat, III, hlm. 347.

Page 160: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

134

Masykur Wahid

Pandangan Syathibi di atas menunjukkan bahwa memahamiteks mengharuskan juga pemahaman atas sejarah social kepadasiapa, di mana dan kapan teks tersebut dilahirkan.

Dalam kajian sufisme Islam, para sufi besar mengembangkananalisis hermeneutis secara lebih rumit dan menukik sampai kepalung jiwa sebuah bahasa. Guru Syeikh Abdurrauf ibn Ali al-Jawial-Fansuri; Syeikh Ibrahim al-Kurani (1616-1690), dalam karyacemerlangnya “Ithaf al-Dzaki”, dengan menyebut beberapa sumberyang menyatakan bahwa setiap ayat al-Qur’an mengandung maknalahir, batin, had dan mathla’”.

Empat terma tersebut didefinisikan oleh para ulama secaraberagam. Jalal al-Suyuthi, ahli tafsir terkemuka berpendapatbahwa “Dhahir adalah apa yang nampak. Bathin adalah yang samarbagai ruh yang suci yang tersembunyi. Had adalah pembatas,bagaikan “barzakh”, jembatan yang mengantarkan makna lahir kemakna batin. Mathla’ adalah makna yang mengantarkan kepadapengetahuan tentang hakikat sesuatu. Definisi lain dikemukakanoleh Sufi besar Abd Allah al-Muhasibi. Ia mengatakan: “Dhahiradalah bacaannya (tilawah), bathin adalah ta’wil, had adalahpuncak pemahaman dan mathla’ adalah hal yang melampauibatas, ekstrim dan kedurhakaan”. Sulami (w.937), sufi terkemuka,mengatakan : “Dhahir adalah bacaannya, bathin adalah ta’wil,had adalah hukum-hukum halal-haram dan mathla’ adalahkehendak Tuhan”.8

Muhyiddin Ibn ‘Arabi, maha guru kaum sufi, menyampaikansebuah pengetahuan hermeneutis yang diakuinya sebagai hasilinformasi Nabi kepada dirinya melalui mekanisme ‘kasyf”(ketersingkapan, limpahan, emanasi). Katanya :

“Nabi bersabda bahwa Tuhan tidak menurunkan sebuah ayatkecuali mengandung makna lahir dan makna batin. Dan setiap huruf

8 Muhammad ‘Abid al-Jabiri, Bunyah al-‘Aql al-Arabi, Markaz Dirasat al-Wahdahal-‘Arabiyyah, Beirut, Libanon, Cet. V, 1996, hlm. 276.

Page 161: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

135

mengandung makna had dan mathla’. Dhahir adalah tafsir, bathinadalah ta’wil, had adalah batas pemahaman manusia dan mathla’adalah pengetahuan manusia yang mengantarkannya kepadapencapaian kondisi dapat menyaksikan Tuhan (ma yash’adu ilaihiminhu fa yathla’u ‘ala syuhud al-Malik al-‘Allam).9

Sementara itu,Ja’far al-Shadiq, Imam Sy’iah terbesarmengatakan: “Inna fi Kitab Allah Umuran Arba’ah :al-‘ibarat,wa al-isyarat, wa al-Lathaif wa al-Haqaiq. Fa al-‘Ibarat lial’Awam, wa al_isyarat li Khawash wa al-Lathaif li al-Awliyahwa al-haqaaiq di al-Anbiyah” (Al-Qur’an mengandung empatmakna : Ibarat, Isyarat, Lathaif dan Haqiqat. Ibarat untuk orangawam, Isyarat (kode) untuk orang-orang tertentu (filsuf ?), Lathaifuntuk para Wali dan Haqiqat untuk para Nabi).10

BBBBBuku “uku “uku “uku “uku “TTTTTeori Ieori Ieori Ieori Ieori Interprnterprnterprnterprnterpretasi Petasi Petasi Petasi Petasi Paul Ricoeuraul Ricoeuraul Ricoeuraul Ricoeuraul Ricoeur”””””

Demikianlah kaum muslimin generasi awal benar-benar telahbekerja keras secara intelektual maupun spiritual untukmemahami kata-kata Tuhan dalam kitab suci-Nya. Al-Qur’anadalah petunjuk bagi manusia untuk menjalani hidup mereka agarmenjadi bahagia di dunia dan akhirat. Visi utama al-Qur’an,sebagaimana disebutkan al-Qur’an sendiri adalah “membebaskankezaliman dan penderitaan manusia menuju kepada kehidupanyang adil dan berprikemanusiaan”. Analisis mereka atas teks-teksal-Qur’an untuk memenuhi tujuan tersebut dilakukan melalui teoriTakwil atau Hermeneutika yang begitu rumit dan pelik. Al-Qur’andengan begitu memberikan ruang terbuka lebar bagi segalainterpretasi dan audiens yang beragam.

Sayang sekali, kajian-kajian terhadap sumber-sumber tertulisIslam melalui teori ini, mengalami stagnasi yang panjang.Keadaannya digantikan dengan teori tafsir yang lebih cenderung

9 Ibid.10 Ibid.

Page 162: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

136

Masykur Wahid

kepada pembacaan tekstualis dan formalistik. Ini adalah carapemahaman mainstream. Jika ia menyangkut teks-teks haditsNabi, maka pikiran keagamaan muslim mainstream, pertama-tamaakan melihatnya dari aspek validitas rangkaian transmisinya(sanad). Bila hadits telah dinyatakan “Sahih”, valid, akurat, makaia akan diterima tanpa reserve. Pendekatan ini memberikan kesankepada kita pada kecenderungan mengabaikan pendekatan denganmenggunakan daya nalar, akal intelek dan daya intuisi atau “dzauq”.

Pemahaman seseorang atas sebuah teks suci Islam di luarkerangka arus utama tersebut dipaksa menghadapi resistensi danreaksi social yang bisa melumpuhkan. Dalam situasi mutakhir, carapandang tekstual ini semakin didesakkan oleh kelompok-kelompokkeagamaan garis keras.

***************

Saat saya dihubungi penulis buku ini; Masykur Wahid, temandan saudara saya, untuk memberikan kata akhir dari buku ini,kemudian membacanya saya terperangah, sekaligus bikin “mumet”kepala. Saya tidak pernah menyangka bahwa dia yang lahir dandibesarkan dalam lingkungan pesantren, mampu menulisdiskursus filsafat yang sangat rumit ini, dengan bagus, sekaligusberani. “Masykur berani menerobos benteng tradisi”. Karenatradisi pesantren selama ini seperti “melarang” santrinya belajarlogika dan filsafat. Masykur dalam buku ini telah memberikanbahan penting bagi kita untuk memahami teori-terori hermeneutikasecara lebih luas dan komparatif yang digalinya dari para ahlimengenainya. Saya ingin mengapresiasi atas keberanian ini sambilberharap agar kajian-kajian filsafat akan semakin banyak diminatioleh generasi muda pesantren yang lain. Dan saya senang ketika iamengatakan : “Sejatinya, interpretasi seperti ini sudah dilakukanoleh beberapa komunitas pesantren di Banten”.

Pemahaman kita atas Teori-teori Hermeneutika, menurutsaya akan memberikan manfaat yang besar bagi upaya-upayamemecahkan dan menemukan jalan keluar dari kompleksitas

Page 163: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

137

problematika umat Islam hari ini dan untuk waktu yang panjang.Teks-teks al-Qur’an dan hadits Nabi, dua pijakan otoritatif kaummuslimin, sudah seharusnya dibaca dan dipahami secaramendalam untuk pada gilirannya menemukan hikmah-hikmahIlahiyyah.

Hal lain yang menarik dari Masykur adalah bahwa dia lebihmengambil kajian diskursus ini dari “orang lain”, seperti PaulRecouer, Martin Heidegger, Husserl, Saussure, Schleiermacher,Delthey dan lain-lain. Mereka adalah para sarjana dan filsuf BaratModern. Di sini, lagi-lagi Masykur “berani menerobos tradisi” nyasendiri. Ia menulis ini justeru di tengah-tengah situasi ingar-bingarpenolakan dan alergi atas pikiran-pikiran dan nama-nama asing.Tetapi bagi saya sepanjang ia memberikan “hikmah”, produkpemikiran dari manapun dan dari siapapun perlu diapresiasi.Karena “hikmah” adalah kebaikan-kebaikan dari Tuhan,sebagaimana disebutkan al-Qur’an. Ibn Rusyd mengatakan:“Apabila kita menemukan kebenaran dari mereka yang berbedaagama dari kita, mestinya kita menerima dengan gembira danmenghargainya. Tetapi, jika kita menemukan kesalahan darimereka, kita patut mengingatkan, dan menerima maafnya”. []

Page 164: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR
Page 165: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

Bakker, Anton dan Ahmad Charris Zubair, Metodologi PenelitianFilsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1990.

Bauman, Zygmunt, Hermeneutics and Social Science, New York:Columbia, University Press, 1978.

Berger, Peter L., Kabar Angin dari Langit: Makna Teologi dalamMasyarakat Modern, terj. J.B. Sudarmanto, cet. II,Jakarta: LP3ES, 1994.

Bertens, K., Filsafat Barat Abad XX: Inggris-Jerman, jilid I,Jakarta: Gramedia, 1983.

_________, Filsafat Barat Abad XX: Prancis, jilid II, Jakarta:Gramedia, 1996.

Bleicher, Josef, Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics asMethod, Philosophy and Critique, London: Routledge &Kegan Paul, 1980.

Bruns, Gerald L., Hermeneutics: Ancient and Modern, New Havenand London: Yale University Press, 1992.

Cassirer, Ernst, An Essay on Man: Introduction to a Philosophyof Human Science, cet. III, London: Yale UniversityPress, 1945.

DAFTAR PUSTAKA

Page 166: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

140

Masykur Wahid

Crapanzano, Vincent, Hermes’ Dilemma and Hamlet’s Desire: Onthe Epistemology of Interpretation, Cambridge: HarvardUniversity Press, 1992.

Davis, Steven, Philosophy and Language, United States ofAmerica: The Bobbs Merril Company, Inc., 1976.

Dhavamony, Marisusai, Phenomenology of Religion, Rome:Gregorian University Press, 1973.

Eliade, Mircea (ed.), The Encyclopedia of Religion, vol. 15, NewYork: Macmillian Publishing Company, 1986.

“Hermeneutics,” Concise Routledge: Encyclopedia of Philosophy,London & New York: Routledge, 2000.

Howard, Roy J., Three Faces of Hermeneutics: An Introductionto Current Theory of Understanding, Berkeley and LosAngeles: University of California Press, 1982.

Iannone, A. Pablo, Dictionary of World Philosophy, London andNew York: Routledge, 2001.

Kaelan, M.S., Filsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya,cet. III, Yogyakarta: Paradigma, 2002.

Kearney, Richard, “Between Tradition and Utopia: The Herme-neutical Problem of Myth,” dalam David Wood (ed.), OnPaul Ricoeur: Narrative and Interpretation, London andNew York: Routledge, 1991.

Kreyche, Robert J., First Philosophy: An Introduction Text inMetaphysics, New York: Holt, Rinehart and Wiston, 1961.

Montefiore, Alan (ed.), Philosophy in France Today, Cambridge:Cambridge University Press, 1983.

Ormiston, Gayle L. and Alan D. Schrift (ed.), The HermeneuticTradition: From Ast to Ricoeur, Albany: State Universityof New York Press, 1990.

Palmer, Richard E., Hermeneutics: Interpretation Theory inSchleiermacher, Dilthey, Heidegger and Gadamer,Evanston: Northwestern University Press, 1969.

Page 167: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

141

Permata, Ahmad Norman, “Hermeneutika Fenomenologis PaulRicoeur,” dalam Paul Ricoeur, Filsafat Wacana:Membelah Makna dalam Anatomi Bahasa, terj. MusnurHery, Yogyakarta, IRCiSoD, 2002.

Poespoprodjo, W., Interpretasi, Bandung: Remaja Karya CV, 1987.

Ricoeur, Paul, Fallible Man: Philosophy of the Will, trans. CharlesKelbley, Chicago: Henry Regnery, 1965.

_________, Freedom and Nature: The Voluntary and theInvoluntary, trans. Erazim V. Kohák, Evanston:Northwestern University Press, 1966.

_________, From Text to Action: Essays in Hermeneutics, trans.Kathleen Blamey and John B. Thompson, Evanston:Northwestern University Press, 1991.

_________, Hermeneutics and the Human Sciences: Essays onLanguage, Action and Interpretation, ed. and trans.John B. Thompson, Cambridge: Cambridge UniversityPress, 1981.

_________, Husserl: An Analysis of His Phenomenology, trans.Edward G. Ballard and Lester E. Embree, Evanston:Northwestern University Press, 1967a.

_________, Interpretation Theory: Discourse and the SurplusMeaning, Texas: The Texas Christian University Press,1976.

_________, The Conflict of Interpretations: Essays inHermeneutics, ed. Don Ihde, Evanston: NorthwesterUniversity Press, 1974.

_________, The Symbolism of Evil, trans. Emerson Buchanan,Boston: Beacon Press, 1967b.

Reagan, Charles E. (ed.), Studies in the Philosophy of Paul Ricoeur,Athens, Ahio: Ohio University Press, 1979.

Sugiharto, Ignatius Bambang, “Fenomenologi Hermeneutik: KunciPengembangan Ilmu-ilmu Manusia,” dalam Skripsi,Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1987.

Daftar Pustaka

Page 168: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

142

Masykur Wahid

Sumaryono, E., Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat,Yogyakarta: Kanisius, 1993.

Taylor, Richard, Metaphysics, Englewood Cliffs: H.J. Prentice HallInc., 1974.

Thompson, John B., Ideology and Modern Culture, Cambridge:Polity Press, 1990.

Zamakhsyari, Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentangPandangan Hidup Kyai, cet. IV, Jakarta: LP3ES, 1994.

Page 169: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR

Pada 17 Juni 1976 tubuh dan jiwa seoranganak manusia dilahirkan ke dunia disebuah desa yang dikenal dengan namaLosari Lor, Losari, Cirebon. Kedua orangtuanya memberinya nama MasykurWahid, yang saat ini menulis bukutentang Paul Ricoeur.

Pada 1995, penulis nyantri di Pesantren Al-MunawwirKrapyak sambil memperdalam ilmu pengetahuan filsafat di IAIN(UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Untuk memperdalam danmempertajam nalar-kritisnya, penulis hijrah ke Depok danmemilih Program Studi Ilmu Filsafat Departemen Filsafat FakultasIlmu Pengetahuan Budaya UI Depok dalam Program Magister(2004) dan Program Doktor (2015).

Buku ini merupakan jejak penulis sebagai mahasiswa ProgramMagister. Ada beberapa karya yang telah dihasilkan oleh penulis,antara lain: Religious Conflict, Islam and Multiculturalism: TracesDomination, Hegemony and Freedom in Indonesia (2012) danSunda Wiwitan Baduy: Agama Penjaga Lindung di Desa Kanekes(2011). Selain menulis, sejak 2004 hingga sekarang penulisberaktivitas sehari-hari untuk berbagi ilmu filsafat bersamamahasiswa/i di IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. []

TENTANG PENULIS

Page 170: TEORI INTERPRETASI PAUL RICOEUR