STUDI RENCANA INDUK TRANSPORTASI … International Cooperation Agency (JICA) Badan Perencanaan...

103
Japan International Cooperation Agency (JICA) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Republik Indonesia STUDI RENCANA INDUK TRANSPORTASI TERPADU JABODETABEK (TAHAP 2) PACIFIC CONSULTANTS INTERNATIONAL ALMEC CORPORATION MARET 2004 RINGKASAN LAPORAN AKHIR (The Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek Phase 2) No. JR 04-22 SSF 2

Transcript of STUDI RENCANA INDUK TRANSPORTASI … International Cooperation Agency (JICA) Badan Perencanaan...

Japan International Cooperation Agency (JICA)Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)Republik Indonesia

STUDIRENCANA INDUK TRANSPORTASI

TERPADU JABODETABEK(TAHAP 2)

PACIFIC CONSULTANTS INTERNATIONALALMEC CORPORATION

MARET 2004

RINGKASAN LAPORAN AKHIR

(The Study on Integrated Transportation Master Planfor Jabodetabek Phase 2)

RIN

GK

AS

AN

LAP

OR

AN

AK

HIR

MA

RC

H 2004

PC

I/ALM

EC

ST

UD

I RE

NC

AN

A IN

DU

K T

RA

NS

PO

RT

AS

I TE

RP

AD

U JA

BO

DE

TA

BE

K (T

AH

AP

2)

No.

J R

04-22

S S F

J R 04-22

S S F

Japan International Cooperation Agency (JICA)Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)Republik Indonesia

STUDIRENCANA INDUK TRANSPORTASI

TERPADU JABODETABEK(TAHAP 2)

PACIFIC CONSULTANTS INTERNATIONALALMEC CORPORATION

MARET 2004

RINGKASAN LAPORAN AKHIR

J R 04-22

S S F

Nilai Tukar Mata Uang yang Digunakan dalam Studi adalah :

< Studi Rencana Induk >US$1 = Rp.8,900

1US$ = Yen 118.00 (Kurs Januari 2003)

< Pra-Studi Kelayakan > US$1 = Rp.8,500

1US$ = Yen 109.08 (Kurs Oktober 2003)

PRAKATA

Sesuai permintaan dari Pemerintah Republik Indonesia, maka Pemerintah Jepang menanggapinya dengan menyelenggarakan “Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (The Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek) Tahap 2” yang pelaksanaannya dilakukan oleh Japan International Cooperation Agency (JICA). JICA telah memilih suatu Tim pelaksana Studi dan menugaskannya ke Indonesia antara bulan November 2001 hingga Maret 2004. Tim Studi tersebut diketuai oleh Mr. Tomokazu Wachi dari Pacific Consultants International Co. Ltd. yang beranggotakan beberapa tenaga ahli dari Pacific Consultants International Co. Ltd. dan Almec Corporation. Selain daripada itu, JICA juga telah membentuk suatu Komite Penasehat (Advisory Committee) yang diketuai oleh Prof. Dr. Haruo Ishida dari Universitas Tsukuba Jepang. Advisory Committee juga bertugas sejak bulan November 2001 hingga Maret 2004 dan mengkaji hasil-hasil Studi dari sudut pandang teknis dan kepakaran. Tim Studi telah melakukan serangkaian diskusi dengan pejabat dan personil Pemerintah Republik Indonesia terkait serta melaksanakan beberapa survey di wilayah Studi. Setelah kembali ke Jepang, Tim Studi melakukan kajian lanjutan yang diperlukan dan mempersiapkan Laporan Akhir ini. Kami berharap agar Studi ini dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan di Republik Indonesia dan dapat lebih mempererat hubungan persahabatan di antara kedua negara. Akhirnya, kami menyampaikan penghargaan yang tulus kepada seluruh pejabat dan personil Pemerintah Republik Indonesia atas kerjasamanya dalam pelaksanaan Studi. Maret 2004 Kazuhisa Matsuoka Vice President Japan International Cooperation Agency

Maret 2004 Kepada Yth : Mr. Kazuhisa Matsuoka Vice President Japan International Cooperation Agency Tokyo, Jepang

Surat Penyerahan Laporan Akhir Dengan hormat, Sehubungan dengan selesainya pelaksanaan “Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (The Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek) Tahap 2” bersama ini kami sampaikan Laporan Akhir Studi dimaksud. Studi ini dilaksanakan di Republik Indonesia antara bulan November 2001 hingga Maret 2004 oleh Tim Studi yang terdiri atas personil dari Pacific Consultants International dan Almec Corporation berdasarkan kontrak dengan JICA. Ringkasan Laporan memaparkan seluruh tugas yang dilaksanakan dalam Studi Tahap 2 berikut rekomendasi rencana induk transportasi terpadu Jabodetabek serta menjelaskan beberapa hal penting berkenaan dengan empat Pra-Studi kelayakan yang telah dilakukan. Laporan Utama Volume 1 pertama-tama mengidentifikasi issue dan permasalahan transportasi perkotaan yang dijumpai saat ini. Selanjutnya beberapa kebijakan dan strategi transportasi perkotaan dijelaskan dan kemudian diusulkan suatu rencana induk transportasi terpadu untuk wilayah Jabodetabek. Laporan Utama Volume 2 mengkaji kelayakan empat proyek prioritas yang dipilih dari rencana induk. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada seluruh staf JICA dan kepada JICA Advisory Committee. Kami juga ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu dan bekerjasama dalam pelaksanaan Studi, khususnya kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) selaku mitra utama serta para personil counterpart yang membantu Tim Studi. Kami berharap agar hasil-hasil Studi ini dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan transportasi perkotaan di wilayah Jabodetabek. Hormat kami, Tomokazu Wachi Ketua Tim Studi JICA Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap 2)

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- i -

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan.......................................................................................................... 1

2. Isu-isu Transportasi .............................................................................................. 2

3. Perspektif Wilayah dan Permintaan Perjalanan Masa Mendatang .................... 7

4. Asas-asas Rencana Induk Transportasi Jabodetabek ....................................... 9

5. Strategi Kebijakan 1: Promosi Penggunaan Angkutan Umum........................ 15

6. Strategi untuk Kebijakan 2: Pengurangan Kemacetan Lalu Lintas................. 17

7. Strategi untuk Kebijakan 3: Penurunan Polusi Udara dan Kebisingan .......... 19

8. Strategi untuk Kebijakan 4: Peningkatan Keselamatan dan Keamanan......... 21

9. Jadwal Pelaksanaan Komponen Rencana Induk.............................................. 22

10. Bagaimana Mewujudkannya............................................................................... 29

11. Menuju Pelaksanaan Rencana Induk................................................................. 41

12. Gambaran Pra-Studi Kelayakan ......................................................................... 44

13. Proyek Perluasan Sistem Busway ..................................................................... 45

14. Skema Manajemen Permintaan Lalu Lintas (TDM) di CBD .............................. 51

15. Double Tracking Jalur Serpong, Peningkatan Akses dan Pengembangan Lahan Terpadu ..................................................................................................... 59

16. Proyek Jalan Outer-Outer Ring Road ............................................................... 70

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- ii -

Daftar Gambar

Gambar Hal Gambar 2.1 Peningkatan Perjalanan Commuter ke Jakarta dari Daerah Sekitarnya :

1985-2002 2 Gambar 2.2 Lokasi Fasilitas Komersial dan Bisnis 3 Gambar 2.3 Kepadatan Perjalanan Mobil 3 Gambar 2.4 Jaringan Jalan Tahun 2002 3 Gambar 2.5 Distribusi Tempat Tinggal Pekerja yang Ulang Alik ke CBD 5 Gambar 3.1 Zona Pengembangan di Jabodetabekpunjur 2018 7 Gambar 3.2 Proyeksi Populasi 7 Gambar 3.3 Pertumbuhan Bangkitan Perjalanan 7 Gambar 3.4 Rasio Volume / Kapasitas Tahun 2002 8 Gambar 3.5 Rasio Volume / Kapasitas Tahun 2020 : Skaenario “Do Nothing” 8 Gambar 4.1 Rencana Induk SITRAMP Tahun 2020 11 Gambar 4.2 Keterpaduan antara Sistem Transportasi dan Tata Guna Lahan 12 Gambar 4.3 Proyeksi Permintaan Lalu Lintas Harian (pcu) 2020 13 Gambar 4.4 Perkiraan Volume Penumpang Harian Tahun 2020 13 Gambar 6.1 Pembangunan Flyover/ Underpass dan Missing Links 17 Gambar 6.2 Usulan Lokasi TDM (2020) 17 Gambar 7.1 Kontrol Emisi Kendaraan di Asia Timur & Eropa 19 Gambar 10.1 Alokasi Tahunan Biaya Rencana Induk (2004-2020) 30 Gambar 10.2 Perimbangan Pendanaan Tahunan, 2004 – 2020 33 Gambar 10.3 Pengembangan Sistem Transportasi Utama (Possible Alternative) 40 Gambar 13.1 Rencana Rute Busway untuk Jangka Pendek 45 Gambar 13.2 Konsep Pengoperasian Bis 46 Gambar 13.3 Jadwal Pelaksanaan Proyek dan Pengoperasian Busway 48

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- iii -

Gambar Hal Gambar 14.1 Kawasan “3-in-1” Yang Ada dan Alternatif Kawasan TDM 51 Gambar 14.2 Perbandingan Rasio “Terdorong Keluar” (Pushed Out) 52 Gambar 14.3 Cakupan Layanan Angkutan Umum dan Usulan Layanan Bis Feeder

(2007) 56 Gambar 15.1 Proyeksi Permintaan Penumpang di Jalur KA Serpong, 2010-2020 60 Gambar 15.2 Double Tracking Jalur Serpong Antara Tanah Abang dan Serpong 62 Gambar 15.3 Rencana Shortcut di Jalur Serpong / Barat Antara Palmerah dan

Manggarai 63 Gambar 15.4 Rencana Pembangunan Jalan Akses dan Plasa Stasiun 66 Gambar 15.5 Jadwal Pelaksanaan 66 Gambar 16.1 Rute OORR 70

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- iv -

Daftar Tabel

Tabel Hal Tabel 2.1 Biaya Transportasi dalam Pengeluaran Rumah Tangga 5 Tabel 10.1 Biaya Rencana Induk (2004-2020) 30 Tabel 10.2 Biaya Rencana Induk dan Pembangunan dengan Inisiatif Swasta

(2004-2020) 30 Tabel 10.3 Biaya Publik untuk Sektor Transportasi 2004 – 2020 31 Tabel 10.4 Kemampuan Pendanaan Pemerintah dan Defisit Pembiayaan Sektor

Transportasi, 2004 – 2020 31 Tabel 10.5 Pendapatan Tambahan 2004 – 2020 32 Tabel 10.6 Beban Biaya Sektor Publik 2004 – 2020 32 Tabel 10.7 Beban Biaya Publik Rencana Induk : 2004 – 2020 (1/2) 35 Tabel 10.7 Beban Biaya Publik Rencana Induk : 2004 – 2020 (2/2) 36 Tabel 10.8 Kebutuhan Dana Sektor Transportasi dan Perimbangan Dana 2004 –

2020 36 Tabel 10.9 Beban Biaya Sektor Publik 2004 – 2020 37 Tabel 13.1 Permintaan Penumpang Busway 45 Tabel 13.2 Jumlah Bis yang Dioperasikan menurut Ruas (2007) 46 Tabel 13.3 Operasi Bis menurut Rute 46 Tabel 13.4 Biaya Proyek untuk Rencana Busway (2004-2007) 47 Tabel 13.5 Harga Satuan Biaya Pengoperasian Bis 48 Tabel 13.6 Indeks Evaluasi Analisis Ekonomi Proyek Perluasan Busway 48 Tabel 13.7 Hasil Analisis Kelayakan Finansial 49 Tabel 14.1 Cara Pricing 52 Tabel 14.2 Perbandingan Biaya Proyek 54 Tabel 14.3 Estimasi Pendapatan Tahunan 54 Tabel 14.4 Alternatif Kombinasi Institusi Pelaksana Proyek 55 Tabel 14.5 Biaya dan Pendapatan 55 Tabel 14.6 Biaya TDM (2005 – 2020) (Unit: Rp. milyar) 58 Tabel 14.7 Rasio Biaya/Manfaat dan Sensitivitas 58 Tabel 14.8 Pendapatan TDM (2005 ~ 2020) (Unit: Rp. milyar) 58

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- v -

Tabel Hal Tabel 15.1 Estimasi Jumlah Penumpang yang Naik dan Turun, 2010 dan 2020 60 Tabel 15.2 Rencana Struktur Stasiun 61 Tabel 15.3 Rencana Operasi pada jam Sibuk 64 Tabel 15.4 Estimasi Biaya untuk Tahap 1 dan Tahap 2 65 Tabel 15.5 Rencana Pembangunan Plasa Stasiun Utama 65 Tabel 15.6 Biaya Investasi Proyek 67 Tabel 15.7 Indeks Evaluasi Analisis Ekonomi 67 Tabel 15.8 Alternatif Tarif Penumpang 67 Tabel 16.1 Biaya Proyek 71 Tabel 16.2 Permintaan Lalu Lintas menurut Kasus 71 Tabel 16.3 Analisis Kelayakan Finansial 71 Tabel 16.4 Hasil FIRR Alternatif Skenario 72

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

i

1. PENDAHULUAN

Jabodetabek adalah suatu wilayah metropolitan skala besar berpenduduk 21 juta jiwa, yang terdiri atas DKI Jakarta, ibu kota negara Republik Indonesia, dan 7 (tujuh) pemerintah daerah di sekitarnya (Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Tangerang, Kota Depok dan Kabupaten dan Kota Bekasi). Total PDRB Jabodetabek pada tahun 2002 diperkirakan Rp 351 triliun atau 22% dari Produk Domestik Bruto Nasional; sehingga Jabodetabek secara strategis merupakan wilayah yang paling penting di Indonesia.

Untuk mengurangi dampak krisis ekonomi dan finansial yang terjadi pada akhir tahun 1990an, program jaring pengaman sosial serta program-program mendesak lainnya telah dilaksanakan. Mulai sekarang dirasa perlu untuk mengarahkan fokus pada upaya pembangunan ekonomi yang berkesinambungan untuk menciptakan tata kehidupan yang lebih baik di wilayah Jabodetabek serta mendorong pertumbuhan perekonomian nasional Indonesia.

Upaya untuk menarik lebih banyak investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri merupakan salah satu isu penting dalam meningkatkan perekonomian wilayah Jabodetabek. Namun demikian, kondisi sistem transportasi yang kurang efisien, misalnya aksesibilitas angkutan barang yang kurang baik ke Pelabuhan Tanjung Priok, telah membuat daerah ini menjadi kurang menarik bagi para investor. Oleh karenanya pembangunan jaringan transportasi yang efisien dan dapat diandalkan menjadi hal yang sangat mendesak untuk dapat menarik kembali investor ke daerah ini.

Kemacetan lalu lintas di wilayah perkotaan juga merupakan masalah pelik yang dihadapi wilayah Jabodetabek. Meskipun laju pertambahan pendaftaran mobil dan sepeda motor sedikit tertahan oleh krisis ekonomi, namun dalam tahun-tahun belakangan ini jumlah mobil dan sepeda motor telah kembali meningkat. Salah satu penyebabnya adalah menurunnya tingkat layanan angkutan umum. Pada saat perekonomian daerah mulai pulih kembali, pendapatan nyata rumah tangga akan meningkat lagi dalam beberapa tahun mendatang dan diperkirakan bahwa motorisasi akan kembali meningkat. Apabila semakin banyak anggota masyarakat menggunakan moda transportasi pribadi, maka kondisi lalu lintas akan bertambah buruk dan pencemaran lingkungan akan lebih parah dari pada saat ini.

Tampaknya sulit untuk mengharapkan bahwa keseluruhan investasi pada proyek-proyek pembangunan prasarana transportasi skala besar tersebut dapat ditanggung oleh pemerintah mengingat sulitnya situasi finansial saat ini hingga beberapa tahun ke depan. Disamping penyediaan dana yang diperlukan untuk biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas transportasi yang ada, perlu dipikirkan pula cara yang terbaik untuk membangun sistem transportasi guna memanfaatkan sebaik-baiknya sisa dana pembangunan yang masih tersedia.

Studi SITRAMP membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang disebutkan di atas serta mengkaji sistem transportasi yang kiranya sesuai untuk masa mendatang melalui identifikasi dan pemahaman permasalahan transportasi yang dihadapi. Studi SITRAMP telah mengidentifikasi tujuan-tujuan pengembangan sistem transpsortasi yang harus dicapai dalam waktu dua puluh tahun ke depan beserta langkah-langkah kebijakan transportasi dan proyek-proyek yang diusulkan untuk mendukung pengembangan wilayah dan mengatasi permasalahan transportasi tersebut.

2. KONDISI EKSISTING DAN PERSPEKTIF MASA DEPAN

2.1 PERLUASAN WILAYAH PERKOTAAN

Perjalanan komuter menuju DKI Jakarta yang berasal dari daerah sekitarnya telah meningkat 10 kali lipat antara tahun 1985 sampai 2002. Saat ini setiap harinya 700.000 orang melakukan perjalanan menuju Jakarta. Tujuan mereka terkonsentrasi di wilayah CBD Jakarta. Perjalanan commuter ke Jakarta

meningkat pesat : 1985 – 2002

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

ii

Komposisi Moda berdasarkan tingkat Pendapatan

4.7

17.5

52.5

21.9

23.6

12.6

64.5

52.8

30.8

1.4

2.6

2.0

2.6

6.4

4.1

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Penghasila Rendah

PenghasilanMenengah

Penghasilan Tinggi

Mobil Pribadi Sepeda Motor Bus KA Ojek/Lainny a

2.2 KERUGIAN EKONOMI DARI SEKTOR TRANSPORTASI

Setiap pagi dan siang hari kemacetan lalu lintas yang parah sering terlihat terutama di pusat Kota Jakarta dan di jalan-jalan utama. Meningkatnya permintaan lalu lintas telah menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas dan hal ini akan berdampak pada meningkatnya waktu perjalanan.

Saat ini kerugian ekonomi setiap tahunnya yang terjadi akibat kemacetan lalu lintas mencapai Rp. 3 triliun untuk biaya operasi kendaraan dan Rp. 2,5 triliun untuk waktu perjalanan.

2.3 RENDAHNYA AKSESIBILITAS BAGI RUMAH TANGGA KURANG MAMPU

Rumah tangga berpenghasilan tinggi cenderung menggunakan kendaraan pribadi dalam melakukan perjalanan. 53 persen dari perjalanan mereka dilakukan dengan mobil pribadi. Sebaliknya masyarakat yang berpenghasilan rendah sangat bergantung pada sarana angkutan umum. Dari berbagai macam moda angkutan umum yang tersedia, bus merupakan moda utama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

2.4 MENURUNNYA KUALITAS LINGKUNGAN

Tingginya konsentrasi PM10 di tepi jalan menunjukkan bahwa kendaraan bermotor menjadi sumber utama polusi di lapisan bawah pada kawasan yang berdekatan dengan jalan-jalan yang sangat macet.

Diantara 33 titik survei kualitas udara yang ada, sebanyak 25 titik yang terletak di tepi jalan mengindikasikan bahwa konsentrasi PM10 telah melebihi standar kesehatan lingkungan. Lebih lanjut konsentrasi PM 10 yang dimonitor di 10 titik meningkat lebih dari dua kali lipat dari angka standar. Dampak kesehatan dari PM10 in Jabodetabek dapat bernilai Rp 2,815 triliun pada tahun.

2.5 KECELAKAAN LALU LINTAS DAN KECELAKAAN KA

Jumlah korban meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas belum berkurang dan tingkat kematian di jalan tol masih tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju. Angkutan KA umumnya dianggap sebagai moda yang aman dibanding moda angkutan jalan raya, akan tetapi asumsi ini tampaknya tidak berlaku dalam hal KA Jabotabek. Selama periode 2000-2002, telah terjadi kecelakaan sebanyak 174 kali termasuk tabrakan yang parah.

PM10 (Nilai Max dalam 4 jam)

0

200

400

600

800

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V a b c d e f g h i j k

µg/m3

120 m (Background)0 m (Roadside)

Standar Lingkungan

DKI Jakarta Bodetabek

Konsentrasi PM10 di lokasi pengamatan

Tingkat Kematian di Jalan Tol (Jumlah Kematian per 100 juta Kendaraan-km)

0.5

2.98

00.5

11.5

22.5

33.5

DevelopedCountry

Jabodetabek

Waktu perjalanan yang lebih lama:1995-2000

0

10

20

30

40

50

60

Pasar MInggu to Manggarai TB Simatupang to Monas Ciledug to Mayestik Kalideres to Gajah Mada

Trav

el T

ime

(min

)

0

5

10

15

20

25

30

35

Aver

age

spee

d (k

m/h

r) [A

rrow

s]

Travel Time in 1985 Travel Time in 2000

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

iii

44%

53%

58%

34%

23%

17%

19%

21%

23%2%

3%

3%2020

2010

2002

KA Bus Mobil Spd Motor

Ketergantungan kepada Kendaraan Pribadi Kenaikan Permintaan Lalu lintasyang diharapkan

17.223.3 26.0

12.9

16.317.9

4.2

5.66.5

0

10

20

30

40

50

60

2002 2010 2020

Trip

s/da

y (m

illio

n)

DKI (CBD)

DKI (Other)

Bodetabek

3. PERSPEKTIF WILAYAH JABODETABEK MASA DEPAN

3.1 PERTUMBUHAN PERMINTAAN PERJALANAN

Pada tahun 2020 jumlah penduduk di wilayah Jabodetabek akan mencapai 26 juta dan permintaan perjalanan akan meningkat 40% lebih besar.

3.2 BANYAK MASYARAKAT YANG AKAN BERPINDAH KE MOBIL PRIBADI DAN SEPEDA MOTOR

Saat ini andil moda angkutan umum sekitar 60% dari total perjalanan dengan menggunakan moda angkutan bermotor. Bila tidak diambil tindakan yang tepat, andil angkutan umum khususnya bis akan turun menjadi kurang dari separuh total andil moda angkutan bermotor karena tingkat layanannya yang rendah. Sementara andil moda angkutan pribadi akan meningkat dengan cepat.

3.3 ANTISIPASI KEMACETAN LALU LINTAS YANG PARAH

Jika tidak ada perbaikan terhadap jaringan transportasi, maka hampir seluruh jalan akan mengalami kemacetan yang sangat parah.

3.4 KERUGIAN EKONOMI YANG BESAR

Bila tidak ada perbaikan dilakukan sampai tahun 2020, maka jika dibandingkan dengan kondisi apabila usulan-usulan dari rencana induk sistem transportasi telah dilaksanakan, akumulasi kerugian ekonomi akan mencapai Rp. 65 triliun, yang terdiri dari Rp. 28,1 triliun untuk tambahan biaya operasional kendaraan dan Rp. 36,9 triliun untuk waktu perjalanan yang lebih lama, berdasarkan harga saat ini dengan diskonto 12 %. Perhitungan kerugian ekonomi ini, walaupun terbatas hanya pada biaya operasi kendaraan dan waktu perjalanan, akan lebih besar dari biaya pembangunan yang diusulkan oleh rencana induk.

2002 2020

Tanpa Peningkatan

Antisipasi terjadinya Kemacetan lalu lintas yang parah

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

iv

4. PRINSIP PENYUSUNAN RENCANA INDUK TRANSPORTASI TERPADU JABODETABEK

4.1 TUJUAN SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN

Melalui analisis tentang permasalahan transportasi perkotaan saat ini di wilayah Jabodetabek, telah diidentifikasi empat prinsip pengembangan sistem transposrtasi:

• Efisiensi dalam sistem transportasi untuk mendukung kegiatan ekonomi

• Prinsip keadilan dalam transportasi bagi seluruh anggota masyarakat

• Peningkatan kualitas lingkungan berkaitan dengan transportasi

• Keselamatan dan keamanan transportasi

4.2 KEBIJAKAN TRANSPORTASI PERKOTAAN

Untuk mencapai empat prinsip pengembangan sistem transportasi perkotaan, kebijakan transportasi berikut ini sangat penting bagi wilayah Jabodetabek:

Kebijakan 1: Peningkatan Penggunaan Angkutan Umum

Kebijakan 2: Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas

Kebijakan 3: Mengurangi Pencemaran Udara dan Kebisingan Lalu Lintas

Kebijakan 4: Menurunkan Kecelakaan Lalu Lintas dan Meningkatkan Keamanan

4.3 STRATEGI UNTUK MENDUKUNG KEBIJAKAN TRANSPORTASI PERKOTAAN

Strategi-strategi yang diambil untuk tiap kebijakan transportasi perkotaan mencakup berbagai langkah kebijakan seperti dijelaskan sebagai berikut.

Strategi terkait dengan Kebijakan Peningkatan Penggunaan Angkutan Umum: • Peningkatan kapasitas angkut dan perbaikan layanan Kereta Api • Peningkatan sistem pemeliharaan untuk gerbong KA listrik • Peningkatan manajemen operasional kereta api • Reformasi operasional kereta api di bidang keuangan • Peningkatan kemudahan perpindahan antar moda • Penyediaan jaringan angkutan umum secara luas • Pengembangan lahan secara intensif di daerah sekitar stasiun KA • Prioritas pada angkutan umum • Reformasi sistem operasi bus • Reformasi kebijakan tarif angkutan umum

Strategi terkait dengan Kebijakan Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas: • Penggunaan jaringan jalan eksisting secara efisien • Pembangunan jalan-jalan yang menghubungkan missing links • Pelebaran jalan untuk memperbaiki lebar badan jalan yang tidak konsisten • Pembangunan jembatan layang dan terowongan untuk mengurangi kemacetan di persimpangan-persimpangan

bottleneck • Pemindahan pedagang kaki lima dari badan jalan, dan • Melarang angkot dan bus mengambil penumpang secara sembarangan di tengah jalan • Manajemen Permintaan Transportasi • Peningkatan Kontrol Lalu Lintas • Penyediaan lahan untuk pembangunan jalan • Pemisahan kendaraan berat dari lalu lintas umum

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

v

Strategi terkait dengan Kebijakan Mengurangi Pencemaran Udara dan Kebisingan Lalu Lintas:

• Pembuatan Skema Manajemen Lingkungan • Implementasi dan penentuan standar baku emisi polusi udara/kebisingan • Pembuatan Program Inspeksi dan Pemeliharaan • Program bahan bakar diesel yang berkadar sulfur rendah • Promosi bahan bakar Bio-diesel • Promosi kendaraan berbahan bakar gas • Perilaku mengemudi yang ramah lingkungan

Strategi terkait dengan Kebijakan Menurunkan Kecelakaan dan Meningkatkan Keamanan: • Pendidikan mengenai keselamatan lalu lintas • Inspeksi kendaraan pribadi • Pemeliharaan jalan yang memadai • Rehabilitasi dan pemasangan rambu lalu lintas • Rehabilitasi system sinyal KA • Penyediaan persimpangan tak sebidang antara KA dan jalan raya • Analisis penyebab kecelakaan lalu lintas • Peningkatan keamanan

4.4 RENCANA INDUK TRANSPORTASI SITRAMP 2020

Komponen utama Rencana Induk SITRAMP diusulkan berdasarkan kebijakan pembangunan perkotaan.

Proyek/Program Utama terkait dengan Kebijakan Peningkatan Penggunaan Angkutan Umum • Pembangunan Busway di koridor-koridor utama • Pelebaran jalan untuk mengakomodasi Busway • Jalur Bekasi Double Double Tracking • Jalur ganda Serpong, perbaikan jalan akses, dan pembangunan perkotaan yang terintegrasi • MRT Jakarta Kota – Ciputat • Perbaikan jalan akses menuju stasiun KA dan pembangunan plasa stasiun • Rehabilitasi fasilitas persinyalan KA • Peningkatan fasilitas stasiun KA • Pembangunan fasilitas perpindahan antar moda • Pembangunan pabrik suku cadang KA • Reformasi skema perijinan trayek bus • Penyediaan jasa Bus Feeder menuju stasiun KA • Restrukturisasi rute bus

Proyek/Program Utama terkait dengan Kebijakan Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas • Penyelesaian Jalan Lingkar Luar Jakarta • Pembangunan jalan akses Tanjung Priok • Peningkatan jalan akses Cengkareng • Pembangunan Jakarta Outer Ring Road 2 • Jalan Tol Kalimalang • Jalan Tol Depok – Antasari • Jalan Tol Jatiasih - Cikarang (sampai JORR 2) • Jalan bypass kota di Parung, Ciputat dan kota-kota di Bodetabek • Jembatan/terowongan pada persimpangan-persimpangan bottleneck • Manajemen Permintaan Lalu lintas di CBD Jakarta • Penyempurnaan dan pemasangan Sistem ATC • Sistem Informasi Lalu lintas untuk jalan arteri dan jalan tol • Electric Toll Collection (ETC) • Manajemen lalu lintas di pasar-pasar dan di persimpangan • Pengembangan berorientasi Sub-center di Bodetabek • Menaikkan pajak bahan bakar

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

vi

Proyek/Program Utama terkait dengan Kebijakan Mengurangi Pencemaran Udara dan Kebisingan Lalu Lintas

• Peningkatan program inspeksi dan pemeliharaan kendaraan • Promosi penggunaan bahan baker diesel berkadar sulfur rendah • Promosi penggunaan Bi-fuel • Promosi kendaraan berbahan bakar gas

Proyek/Program Utama terkait dengan Kebijakan Peningkatan Keselamatan dan Keamanan Transportasi • Program pendidikan keselamatan berlalu lintas bagi pelajar di sekolah dan juga pengemudi • Rehabilitasi fasilitas persinyalan KA dan fasilitas telekomunikasi • Sistem Automatic Train Stop (ATS) • Sistem Radio KA • Perbaikan dan pemasangan rambu lalu lintas • Penempatan petugas keamanan di terminal bus dan stasiun KA • Pembuatan sistem basis data kecelakaan lalu lintas

5. BAGAIMANA MEWUJUDKANNYA

5.1 PEMBENTUKAN LEMBAGA TRANSPORTASI TINGKAT METROPOLITAN

Wilayah perkotaan Jabodetabek telah meluas melebihi batas wilayah administrasi DKI Jakarta; karenanya suatu sistem transportasi terpadu tingkat metropolitan perlu segera disusun. Selanjutnya, diperlukan juga suatu otorita tunggal (secara tentative disebut Otorita Transportasi Jabodetabek) untuk dapat mewujudkan system transportasi terpadu tersebut. Institusi ini harus terdiri atas personil yang berkemampuan dan ditunjang oleh pendanaan dan kewenangan yang cukup untuk mempersiapkan rencana-rencana pembangunan serta sekaligus mengimplementasikannya.

5.2 SUMBER DANA PEMBANGUNAN

Untuk dapat melaksanakan proyek-proyek yang diusulkan dalam rencana induk dibutuhkan tambahan pendapatan dan alokasi dana bagi sektor transportasi. Total biaya rencana induk adalah sebesar Rp. 80,4 triliun. Tim Studi mengusulkan peningkatan dana sektor transportasi pemerintah pusat dari 0.08% PDB di tahun 2002 menjadi 0.20% di tahun 2007. Selain itu disusulkan juga tiga sumber pendapatan tambahan seperti dijelaskan di bawah ini. Bila usulan ini disetujui dan revenue yang diperoleh dapat dialokasikan bagi sektor transportasi, maka proyek-proyek atau program yang diusulkan dalam rencana induk dapat dilaksanakan. Lebih lanjut, bila anggaran pemerintah daerah juga dinaikkan dari 0.25% menjadi 0.3%, maka biaya rencana induk dapat tercukupi.

1) Kenaikan pajak BBM secara bertahap

(naik dari saat ini 5% sampai mencapai 20% pada tahun 2010. Total kenaikan Rp. 14 triliun) 2) Biaya dari Road Pricing (asumsi pungutan sebesar Rp. 8,000 tiap kendaraan (tahun 2005-2009),

Rp. 16,000 (tahun 2010-2014), dan Rp. 20,000 (tahun 2010-2014). Total keuntungan Rp. 15,1 triliun)

3) Pajak pembangunan kota (0.01% dari nilai property. Total Rp. 3,91 triliun)

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

vii

Biaya yg dibutuhkan untuk rencana induk Dana untuk rencana induk 2004-2020 (Rp. triliun)

- Kereta Api 19,28 - Anggaran pembangunan pem. pusat 21,40

- Jaringan jalan 38,95 - Anggaran pembangunan pemda 27,60

- Busway 4,30 Subtotal anggaran pembangunan (C) 49,00

- Manajemen Lalu lintas 4,65 - Keuntungan kenaikan pajak BBM 14,00

Subtotal utk pembangunan (A) 67,18 - Keuntungan dari TDM 15,10

- Pemeliharaan jalan eksisting 13,22 - Keuntungan pajak pembangunan kota 3,91

Subtotal utk pemeliharaan (B) 13,22 Subtotal dari keuntungan tambahan (D) 33,01

Total biaya (A)+(B) 80,40 Total Anggaran (C)+(D) 82,01

6. MENUJU IMPLEMENTASI RENCANA INDUK

6.1 ARAH PELAKSANAAN RENCANA INDUK

(1) Promosi Penggunaan Angkutan Umum

Dalam jangka pendek dan menengah, jaringan angkutan umum harus dibentuk melalui kombinasi pendayagunaan jaringan kereta api yang ada secara maksimal dan pengenalan sistem busway yang akan melengkapi jaringan kereta api tersebut. Dalam jangka panjang, sistem transportasi berbasis kereta api mutlak diperlukan untuk dapat memberikan tingkat layanan yang lebih baik dan dengan kapasitas angkut penumpang lebih banyak. Penerapan sistem busway dapat menjamin penyediaan ruang untuk pengembangan sistem angkutan umum di masa depan dengan tingkat layanan yang lebih tinggi. Peningkatan layanan angkutan umum saja tidak dapat dengan sertamerta mengurangi pilihan masyarakat untuk menggunakan moda angkutan pribadi. Untuk itu, perlu diterapkan skema pembatasan lalu lintas di kawasan rawan macet terutama di wilayah pusat kota.

Langkah penting lainnya adalah mendorong pengembangan sub-center di wilayah Bodetabek dan menyebarkan fungsi-fungsi perkotaan yang saat ini terkonsentrasi di wilayah DKI Jakarta. Dengan perubahan struktur perkotaan tersebut, masalah kemacetan lalu lintas akan dapat dikurangi sampai tingkat tertentu.

(2) Pembangunan Jaringan Jalan

Meskipun dalam rencana induk ini langkah-langkah promosi penggunaan angkutan umum menjadi kebijakan paling utama untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, pengembangan jaringan jalan di wilayah Bodetabek belumlah mencukupi dan kapasitas jalan yang ada sangat kurang. Karena kemajuan pembangunan jalan tersebut belum dapat mengimbangi laju perluasan wilayah perkotaan, maka pengembangan jaringan jalan di Bodetabek juga perlu mendapat perhatian.

(3) Pengaturan Kelembagaan

Studi ini memberikan indikasi pemecahan masalah transportasi Jabodetabek; tidak hanya mengenai bagaimana pembangunan fisik jaringan transportasi harus disusun, tetapi juga bagaimana memastikan dana yang dibutuhkan, sharing biaya oleh anggota masyarakat, perubahan peraturan, pengaturan kelembagaan, dan pembentukan konsensus di antara stakeholder. Studi ini juga memaparkan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkan rencana induk.

(4) Penggalangan Dana untuk Pembangunan Sistem Transportasi

Apabila alokasi dana pemerintah pusat dan daerah diasumsikan berada pada tingkat yang sama seperti saat ini, maka diperkirakan akan terjadi kekurangan dana untuk melaksanakan proyek-proyek dan program-program yang diusulkan dalam rencana induk. Dana yang tersedia sangat terbatas, bahkan tidak cukup untuk menutup biaya pemeliharaan fasilitas yang ada, dan kemungkinan besar hanya sedikit dana yang dapat digunakan untuk pembangunan fasilitas transportasi baru. Dana untuk pengembangan sistem transportasi dan pemeliharaan harus ditingkatkan melalui, antara lain, kenaikan pajak bahan bakar, road pricing, pajak pembangunan perkotaan dan sebagainya.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

viii

(5) Meningkatkan Partisipasi Sektor Swasta

Lebih lanjut, untuk mengejar kekurangan dana pembangunan sektor publik, maka partisipasi aktif sektor swasta dalam penyediaan layanan transportasi harus didorong. Dalam hal ini, berdasarkan prinsip “pengguna-membayar” (user-pay-principle) maka ongkos transportasi harus ditarik dari pengguna yang mendapatkan manfaat dari layanan tersebut. Untuk meningkatkan partisipasi sektor swasta dalam usaha transportasi, maka peraturan perundangan yang terkait harus disesuaikan guna menciptakan lingkungan yang lebih kondusif dan mengurangi ketidakpastian untuk investasi.

(6) Keterlibatan Masyarakat

Kerjasama masyarakat, khususnya dalam menanggung beban kenaikan pajak sangat diperlukan untuk pelaksanaan rencana induk. Masyarakat harus mendapat penjelasan menyeluruh mengenai rencana tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui berbagai kesempatan seperti rapat dengar pendapat umum dan rapat stakeholder dimana pendapat masyarakat dapat didengar dan ditampung dalam rencana tersebut. Tambahan lagi, efek pelaksanaan proyek perlu pula dipantau dengan baik. Dalam hal ini, keterbukaan dan akuntabilitas pemerintah merupakan hal yang utama. Keterbukaan sangat penting artinya guna memperoleh penerimaan dan kerjasama masyarakat. Untuk itu mekanisme penyebaran informasi perlu disusun. Sebagai bagian dari rencana induk, Studi merekomendasikan untuk mengembangkan sistem database transportasi dan sistem pemantauan kinerja transportasi.

6.2 LANGKAH SELANJUTNYA YANG PERLU DIAMBIL

Untuk mewujudkan rencana induk transportasi, pertama-tama hal-hal berikut ini harus dilaksanakan dalam jangka pendek.

(1) Kerangka Hukum dari Rencana Induk Transportasi Jabodetabek

Untuk dapat mewujudkan rencana induk ini dibutuhkan suatu kerangka atau basis hukum yang kuat bagi instansi-instansi pemerintahan terkait. Untuk itu direkomendasikan untuk membuat peraturan perundangan baru, atau setidaknya Keputusan Presiden bagi Rencana Induk Transportasi Jabodetabek.

(2) Pembentukan Komisi Perencanaan Transportasi Jabodetabek

Karena dipandang bahwa pembentukan suatu badan transportasi baru dalam jangka pendek sulit untuk dapat dilakukan, maka sebagai langkah awal perlu dibentuk komisi perencanaan transportasi Jabodetabek untuk mengkaji struktur dan fungsi-fungsi organisasi, pembagian peran di antara lembaga-lembaga pemerintahan yang sudah ada dan untuk menyiapkan badan yang bertugas melaksanakan komponen rencana induk dalam jangka pendek.

(3) Rencana Induk Transportasi yang Terperinci untuk DKI Jakarta dan Pemerintah Daerah di Wilayah Bodetabek

Rencana induk SITRAMP menyajikan rencana pengembangan sistem transportasi utama di wilayah Jabodetabek. DKI Jakarta dan pemerintah daerah perlu menyusun rencana induk transportasi sub-regional yang sejalan dengan rencana induk tingkat metropolitan. Rencana tingkat daerah tersebut harus mendapatkan dasar hukum bagi pelaksanaannya. Selanjutnya rencana sistem jaringan transportasi di tingkat yang lebih rendah perlu pula disusun sesuai kebutuhan spesifik masing-masing pemerintah daerah.

(4) Ketersediaan Dana untuk Pembangunan Sistem Transportasi

Bahkan dengan diikutsertakannya partisipasi sektor swasta, beban keuangan yang harus ditanggung oleh sektor masyarakat diperkirakan sejumlah Rp. 80,4 triliun selama 14 tahun periode rencana induk dari tahun 2004 sampai 2020. Diperlukan dana sejumlah Rp. 31,4 triliun sebagai tambahan dari anggaran sektor transportasi saat ini. Perlu dibuat peraturan perundangan yang terkait dengan road pricing, kenaikan pajak BBM dan pajak pembangunan perkotaan untuk mengisi kekurangan dana pembangunan. Selain itu, karena beberapa instansi terkait belum dapat menyetujui konsep “earmarking” dari pajak-pajak yang berhubungan dengan sektor transportasi, maka pembahasan lebih lanjut mengenai hal tersebut harus terus dilakukan. Diskusi secara lebih mendalam perlu dilaksanakan di antara lembaga-lembaga terkait sehubungan dengan kemungkinan diterapkannya CDM (Clean Development Mechanism) untuk

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

ix

mengembangkan sistem transportasi berbasis rel yang memerlukan dana sangat besar.

(5) Perumusan Kerjasama Publik – Swasta dan Kerjasama diantara Sektor Swasta

Keikutsertaan sektor swasta dalam pembangunan dan pengoperasian sistem transportasi merupakan hal yang sangat penting dalam mengurangi beban pembiayaan sektor publik serta untuk memperkenalkan praktek manajemen yang lebih efisien. Analisa yang lebih mendalam harus dilakukan sehubungan dengan pembagian pembiayaan (cost sharing) antara sektor publik dan sektor swasta, serta insentif yang dapat diberikan bagi partisipasi sektor swasta (misalnya : penyediaan hak pembangunan, jaminan dari pemerintah, dan sebagainya).

(6) Evaluasi Pasca Proyek

Dalam tahap akhir dari studi rencana induk, pengoperasian busway di DKI Jakarta diresmikan pada bulan Januari 2004 dan kebijakan lalu-lintas 3-in-1 diubah menjadi lebih ketat dibandingkan dengan sebelumnya. Suatu studi evaluasi terhadap proyek busway dan kebijakan 3-in-1 tersebut dipandang sangat penting untuk dilakukan guna mengetahui tanggapan-tanggapan masyarakat serta dampak-dampaknya terhadap sistem lalu-lintas dan terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi di koridor tersebut. Hasil studi evaluasi tersebut dapat menjadi umpan balik bagi tahap pengembangan proyek berikutnya dan jika dipandang perlu maka rencana-rencana yang ada harus dimodifikasi dan diperbaiki menjadi sistem yang lebih sesuai dan efisien. Proses ini diharapkan dapat mengarah pada kebijakan transportasi yang lebih bisa diterima oleh mayarakat.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

x

7. PRA-STUDI KELAYAKAN PROYEK

Empat proyek dari Rencana Induk Transportasi SITRAMP telah dipilih untuk pra-studi kelayakan, yaitu : 1) Proyek perluasan Busway dalam jangka pendek, 2) Manajemen Permintaan Lalu Lintas (Transportation Demand Management, TDM) di CBD Jakarta, 3) Double Tracking Kereta Api Jalur Serpong berikut peningkatan akses dan pengembangan lahan terpadu, dan 4) Proyek jalan Outer-Outer Ring Road.

Dua proyek pertama, perluasan busway dan TDM, dipilih karena kedua proyek ini diusulkan untuk dilaksanakan dalam jangka pendek guna meningkatkan penggunaan angkutan umum dan mengurangi kemacetan lalu lintas. Pra-studi kelayakan untuk dua proyek lainnya, yaitu proyek double tracking Kereta Api Jalur Serpong dan proyek jalan Outer-Outer Ring Road, lebih difokuskan pada mekanisme pelaksanaannya.

Pra-studi kelayakan mengkaji aspek-aspek teknis, lingkungan, ekonomi dan finansial proyek-proyek tersebut. Juga dibahas mengenai instansi terkait yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proyek dan kemungkinan pembagian peran antara sektor publik dan sektor swasta.

7.1 PROYEK PERLUASAN SISTEM BUSWAY

7.1.1 Tujuan dan Latar Belakang Kemajuan yang mencolok dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas belum begitu terlihat di Jabodetabek, meskipun berbagai langkah untuk meningkatkan angkutan umum telah dikaji sejak lama. SITRAMP mengusulkan bahwa promosi angkutan umum adalah kebijakan transportasi yang paling penting. Peningkatan kualitas layanan angkutan umum sangat dibutuhkan untuk mencegah berpindahnya pengguna angkutan umum ke angkutan pribadi. Pembangunan sistem busway akan menjadi pilihan yang layak dan menjanjikan bagi peningkatan angkutan umum jangka pendek.

DKI Jakarta telah mulai mengoperasikan sistem busway sejak tanggal 15 Januari 2004 untuk rute Kota - Blok M. SITRAMP mengusulkan perluasan sistem busway untuk meningkatkan kemudahan dan kenyamanan penumpang, karena pelayanan angkutan umum harus dibuat dalam bentuk jaringan. Sejalan dengan itu, diusulkan untuk membangun delapan rute busway di seluruh Jabodetabek, yang terintegrasi dengan sistem angkutan kereta api. Empat dari total delapan rute busway telah dipilih sebagai proyek jangka pendek. Pra-Studi Kelayakan ini mengkaji rencana pelaksanaan beserta kelayakan empat rute-busway di DKI Jakarta tersebut, termasuk perpanjangan busway DKI Jakarta hingga Lebak Bulus.

7.1.2 Rute Busway Empat pembangunan busway jangka pendek, tiga diantaranya rute utara-selatan dan satu rute timur-barat adalah sebagai berikut:

1) Perpanjangan jalur busway Kota – Blok M yang sudah ada sampai ke Lebak Bulus (perpanjangan 11.1 km dengan panjang total 21.8 km),

2) Kota – Ragunan (panjang 19.8 km), 3) Kota – Kampung Rambutan (panjang 24.9

km) dan, 4) Pulogadung – Kalideres (panjang 25.9

km)

Rute busway yang direncanakan akan saling tersambung pada titik perpindahan utama seperti Kota, Monas dan Senen.

7.1.3 Permintaan Penumpang Bis Prediksi jumlah penumpang tahun 2007 dan 2010 bervariasi untuk setiap rutenya. Pada tahun 2007 volume penumpang (line loading) maksimal berkisar antara 900 (PB02) sampai 3,800 orang (PB04) untuk satu arah pada jam sibuk. Pada tahun 2010 volume penumpang akan bertambah dan berkisar antara

Rencana Rute Busway untuk Jangka Pendek

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

xi

4,100 (PB01) sampai 5,600 penumpang (PB04) untuk satu arah pada jam sibuk.

7.1.4 Biaya Proyek Biaya proyek yang terdiri dari biaya pelebaran jalan, pekerjaan tanah, jembatan penyeberangan, halte bis, mesin tiket dan lampu lalu lintas, mencapai nilai Rp. 1,66 trilyun. Komponen biaya yang mencolok adalah tingginya biaya pembebasan tanah yang terhitung sekitar 70% dari total biaya.

Harga satuan biaya operasi per bis-km mencapai sekitar Rp 20.000/bis/km termasuk biaya peningkatan prasarana, biaya pembangunan fasilitas terkait, biaya pengadaan kendaraan bis, biaya operasi dan pemeliharaan sistem busway serta bunga dari pinjaman jangka pendek.

7.1.5 Pelaksanaan Perluasan dan Pengoperasian Busway Busway DKI Jakarta telah mulai beroperasi pada pertengahan bulan Januari 2004 dan diharapkan segera dapat diikuti dengan pembangunan rute busway PB04 (Kalideres-Pulo Gadung). Hingga tahun 2007, empat rute perluasan busway dijadwalkan mulai beroperasi. Diasumsikan bahwa rute Monas – Blok M akan dikonversi menjadi sistem MRT sampai akhir periode jangka menengah (2010) apabila terdapat cukup banyak demand penumpang bagi pengoperasian MRT. Untuk sisa rute PB01 dari Blok M ke Lebak Bulus, SITRAMP mengusulkan konversi ke sistem MRT akan selesai terealisasi pada tahun 2020.

7.1.6 Evaluasi Ekonomi Nilai Net Present Value (NPV) dengan discount rate 12% diperkirakan sebesar Rp. 1,153 triliun dan Economic Internal Rate of Return (EIRR) dapat mencapai 31,9%, yang menunjukkan kelayakan pelaksanaan proyek dari sudut pandang ekonomi nasional.

7.1.7 Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa operator bis dapat saja menanggung seluruh beban biaya investasi kecuali biaya pembebasan tanah. Financial Internal Rate of Return (FIRR) terhitung hampir 40% dan walaupun jika pendapatan turun sebesar 20%, FIRR masih tetap tinggi berkisar 28%. Dengan kata lain, apabila biaya pembangunan prasarana ditanggung pemerintah, maka pemegang konsesi dapat mengembalikan investasinya dari pendapatan yang diperoleh dari pengoperasian bis.

Hasil Analisis Kelayakan Finansial

Sistem Tarif Beban Biaya Operator Bis Tanah dan ganti

rugi Fasilitas

Prasarana Halte bis,

sistem lokasi bis

Pembelian Bis dan biaya operasi bis

FIRR

○ ○ ○ ○ 10.1%

Tarif flat sebesar Rp. 3,300 hingga tahun 2009; Tarif proporsi jarak setelah tahun 2010 (Flag fall: Rp.1.000, dan porsi jarak: Rp.200 /km)

○ ○ ○ 39.4%

○ ○ ○ ○ 4.3% Jika pendapatan turun 20% ○ ○ ○ 28.1%

Sumber : SITRAMP

7.1.8 Isu-isu untuk Pengembangan Sistem Busway Lebih Lanjut

(1) Pemantauan dan Perbaikan Rencana Perluasan Busway

Dengan telah beroperasinya busway TransJakarta rute Blok M - Kota, maka pemantauan terhadap kondisi operasi sistem yang telah berjalan tersebut sangat penting bagi perluasan proyek busway berikutnya. Tinjauan terhadap kinerja sistem, permintaan penumpang serta opini dari pengguna harus dipertimbangkan dalam perencanaan proyek perluasan busway.

(2) Perlintasan Tak Sebidang pada Persimpangan dan Bundaran

Lokasi-lokasi persimpangan, bundaran dan putaran (U-turn) di sepanjang jalur busway berpotensi menjadi bottleneck bagi pengoperasian busway karena adanya konflik dengan pergerakan lalu lintas umum. Dalam jangka pendek, diusulkan untuk memasang sinyal prioritas bis di tempat-tempat tersebut. Sedangkan dalam jangka panjang perlu dipertimbangkan untuk membangun perlintasan tak sebidang untuk menjaga kelancaran operasi busway.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

xii

7.2 SKEMA MANAJEMEN PERMINTAAN LALU LINTAS (TDM) DI CBD

7.2.1 Tujuan dan Latar Belakang Pergerakan dengan kendaraan pribadi akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, naiknya pendapatan nyata rumah tangga dan akibat adanya perpindahan (shift) ke moda angkutan pribadi. Terbatasnya lahan dan mahalnya biaya pembebasan lahan di wilayah pusat DKI Jakarta membuat penambahan kapasitas jaringan jalan dengan cara pembangunan atau pelebaran jalan menjadi hal yang sulit untuk dilakukan. Untuk itu, pemberlakuan pembatasan lalu lintas tidak dapat dihindari merupakan cara untuk mengatasi kemacetan lalu lintas yang parah.

Skema “3-in-1” yang ada saat ini telah lama diberlakukan di sepanjang koridor Sudirman – Thamrin pada jam sibuk pagi mulai dari jam 6:30 sampai dengan jam 10:00. Belakangan ini DKI Jakarta memperketat pengaturan “3-in-1” tersebut dan menambah jam pemberlakuannya. Dalam pengaturan yang baru, jumlah penumpang selalu harus minimal 3 orang di sepanjang koridor.

Dalam pra-studi kelayakan ini dikaji kelayakan penerapan langkah-langkah menajemen permintaan lalu lintas (TDM) lain yang efektif dalam menurunkan kemacetan dan dapat diterima oleh masyarakat seperti road pricing, area pricing, dan cordon pricing. Salah satu aspek dari kebijakan pricing ini sebagai sumber dana untuk pembangunan sistem transportasi berikut besaran pendapatan (revenue) yang dapat diraih juga dibahas.

7.2.2 Wilayah TDM Penyediaan sarana transportasi alternatif untuk pengguna jalan yang “terdorong keluar” oleh TDM sangat penting dalam rangka memperoleh persetujuan masyarakat akan penerapan TDM. Salah satu alternatif adalah melalui pengembangan angkutan umum. SITRAMP telah mengusulkan empat rute sistem busway termasuk perluasan sistem busway TransJakarta yang ada saat ini. Sistem busway ini akan dapat berfungsi sebagai alternatif bagi pengguna kendaraan yang diasumsikan “terdorong keluar” oleh TDM.

Untuk saat ini, hanya ada satu sistem busway yang tersedia dan melayani koridor Blok M – Kota. Bahkan setelah sistem busway kedua yang menghubungkan timur - barat selesai dibangun tahun 2005 nanti, wilayah layanannya masih akan sangat terbatas. Dengan kondisi seperti ini, diusulkan untuk memberlakukan road pricing pada koridor yang telah ditentukan dengan menggunakan sistem pengawasan manual (manual surveillance system).

Setelah empat rute busway yang direncanakan dapat direalisasikan pada tahun 2007 dan pelayanan bus pengumpan (feeder bus) tersedia untuk area di dalam wilayah TDM yang tidak terlayani dengan baik oleh busway ataupun kereta api, maka dapat ditentukan wilayah TDM yang mencakup area yang dilingkupi oleh jalur semi-loop kereta api, jalur Serpong, jalur tengah, jalan tol Cawang – Grogol, dan Kebayoran Baru. Lalu lintas kendaraan yang bergerak dari dan menuju wilayah ini diperkirakan akan sangat besar.

7.2.3 Metoda Pricing Tahap-tahap pelaksanaan yang realistis diusulkan sebagai berikut :

• Sebagai tahap awal (tahun 2005) diterapkan road pricing yang dikombinasikan dengan skema “3-in-1” yang berlaku saat ini

• Pada tahun 2007 diterapkan area pricing untuk membatasi perjalanan kendaraan di kawasan-kawasan macet.

Dibandingkan dengan cordon pricing, maka konsep area pricing dipandang lebih baik guna membatasi lalu lintas yang bertambah banyak di CBD di masa mendatang.

Cakupan Layanan Angkutan Umum dan Usulan Layanan Bis Feeder (2007)

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

xiii

7.2.4 Tingkat Pungutan Mempertimbangkan keseimbangan antara efektivitas dan dampak sosial, maka pungutan sebesar Rp. 8.000 dipandang cocok untuk tahap awal guna memperoleh penerimaan yang luas dari masyarakat. Untuk tahun 2010 dapat diterapkan pungutan sebesar Rp 16.000 dengan maksud untuk mengurangi kemacetan lalu intas yang parah di CBD. Untuk tahun 2015 pungutan ditingkatkan menjadi sebesar Rp 20.000 dengan mempertimbangkan dampak sosial, walaupun diperlukan lebih dari Rp. 30.000 untuk mengurangi kemacetan pada tahun 2020 agar minimal sama dengan tingkat saat ini. Tingkat pungutan ini oleh karenanya juga tergantung pada pemantauan di masa mendatang.

7.2.5 Konfigurasi Sistem Pengawasan Atas pertimbangan rasional, langkah-langkah pelaksanaan TDM diusulkan sebagai berikut :

• Metode manual digunakan pada tahap awal karena pertimbangan tingkat fleksibilitasnya dan karena investasi awal serta biaya operasi yang rendah.

• Metode manual harus diubah menjadi Electronic Road Pricing (ERP) apabila penegakan TDM sudah terbentuk dengan mantap di antara masyarakat. Untuk itu perlu dipersiapkan sistem pendaftaran kendaraan elektronik, yang memungkinkan petugas pengawasan untuk melacak pemilik kendaraan berdasarkan plat nomornya guna memungut pricing atau untuk mendenda pelanggaran.

7.2.6 Pertimbangan Ekonomi Biaya modal investasi TDM terhitung sebesar Rp. 693 milyar, yang terdiri atas Rp. 92 milyar untuk Sistem Pengawasan Manual dan Rp. 601 milyar untuk sistem ERP. Biaya operasi dan pemeliharaan kedua sistem tersebut diperkirakan masing-masing sebesar Rp. 87 milyar untuk sistem manual pada jangka pendek dan Rp 88 milyar untuk system ERP pada jangka menengah. Di samping biaya sistem ERP, diperlukan juga biaya pembelian in-vehicle unit sebesar sekitar Rp 1 juta per unit. sebagai promosi dari system, diusulkan untuk mensubsidi 50% dari biaya tersebut. Dengan memasukkan penghematan biaya operasi kendaraan dan penghematan waktu perjalanan sebagai komponen manfaat proyek, maka rasio Manfaat/Biaya (B/C ratio) diperkirakan sebesar 7,2 pada tingkat diskonto 12%

7.2.7 Pendapatan dari TDM Terdapat beberapa ketidakpastian yang dapat berdampak terhadap pendapatan TDM. Estimasi dibuat berdasarkan asumsi berikut:

• Untuk perioda tahun 2005-2009 pungutan tiap kali masuk kawasan terbatas ditetapkan sebesar Rp. 8.000. Selanjutnya meningkat menjadi Rp. 16.000 untuk tahun 2010-2014 dan Rp. 20.000 untuk tahun 2015 – 2020;

• Mengingat faktor-faktor pengurang seperti lalu lintas puncak 6-jam, pengecualian bagi kendaraan dengan 3 penumpang atau lebih, diskon untuk kendaraan yang memasuki TDM area lebih dari satu kali sehari, maka diasumsikan bahwa sekitar 20% bangkitan perjalanan diperkirakan dikenakan pungutan TDM.

Berdasarkan asumsi di atas maka pendapatan diperkirakan masing-masing sebesar Rp 1,4 triliun untuk jangka pendek, Rp. 1,8 triliun untuk jangka menengah, dan Rp 11,9 triliun untuk jangka panjang. Total pendapatan diperkirakan sebesar Rp. 15,1 triliun selama periode Rencana Induk Namun demikian, besarnya tingkat pungutan bagi kendaraan penduduk yang tinggal di kawasan terbatas harus dikurangi.

7.2.8 Penyiapan Peraturan Perundang-undangan Dalam hal peraturan perundang-undangan untuk pelaksanaan TDM, perlu ditetapkan kawasan pembatasan berikut waktu pembatasan, tipe kendaraan target, besarnya pungutan, dan sebagainya. Lebih lanjut, aturan tersebut perlu dibuat fleksibel agar isi ketentuannya dapat dimodifikasi di kemudian hari apabila situasi lalu lintas atau pola guna lahan telah berubah. Dalam rangka institusionalisasi TDM, tidak hanya diperlukan penyiapan dokumen untuk penjelasan kepada DPR, tetapi juga perlu sosialisasi kepada masyarakat agar mendapatkan konsensus mengenai pentingnya TDM diterapkan, misalnya melalui dengar pendapat atau penyuluhan.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

xiv

7.3 DOUBLE TRACKING JALUR SERPONG, PENINGKATAN AKSES DAN PENGEMBANGAN LAHAN TERPADU

7.3.1 Tujuan dan Latar Belakang Kompleks-kompleks perumahan berskala besar telah berkembang di sekitar Jalur Kereta Api Serpong. Penduduk yang tinggal di kawasan perumahan tersebut umumnya merupakan golongan berpenghasilan menengah atau tinggi, dan sebagian besar di antara mereka pulang pergi ke CBD di Jakarta dengan mobil pribadi. Bagaimanapun juga, kapasitas jaringan jalan ke CBD Jakarta tidak mencukupi sehingga hampir setiap pagi terjadi kemacetan yang parah dan perjalanan dari rumah ke tempat kerja seringkali memakan waktu lama. Baru-baru ini PT. KA mulai menyediakan layanan kereta api eksekutif dari stasiun Serpong dan Sudimara ke stasiun Sudirman. Layanan kereta api eksekutif ini telah menarik minat cukup banyak orang yang tinggal di kawasan tersebut. Dengan demikian hal tersebut menunjukkan permintaan penumpang yang potensial apabila layanan angkutan kereta api yang memadai dapat disediakan.

Rencana induk transportasi yang diusulkan dalam SITRAMP mengungkapkan bahwa peningkatan angkutan umum merupakan kunci sukses pengembangan sistem transportasi yang efisien. Secara khusus, peningkatan KA Jalur Bekasi dan Jalur Serpong telah diprioritaskan dan dalam jangka pendek diusulkan untuk menyediakan operasi langsung timur-barat.

Pra-studi kelayakan ini menguji isu-isu teknis, kelayakan ekonomi dan finansial serta mekanisme pelaksanaan proyek untuk pembangunan jalur ganda (double tracking) Jalur Serpong, berikut peningkatan akses dan pengembangan lahan terpadu.

7.3.2 Rencana Pembangunan Sistem Kereta Api

Fasilitas Deskripsi Pengembangan

Penambahan

Rel

Kapasitas angkut kereta api perlu ditingkatkan dengan membangun double tracking untuk memenuhi meningkatnya permintaan pada jalur Serpong. Alinemen penambahan rel di Jalur Serpong diletakkan di sebelah timur rel tunggal yang sudah ada, Sebaliknya, alinemen rel tambahan antara Palmerah dan Tanah Abang di letakkan di sebelah barat rel yang sudah ada agar terhubung dengan Jalur Barat di Stasiun Tanah Abang.

Stasiun Kereta

Struktur dasar stasiun direncanakan sebagai stasiun di atas rel (overtrack) untuk menghadapi masalah penumpang gelap. Empat stasiun baru, Ciater, Bintaro, Pondok Betung dan Limo diusulkan sebagai stasiun di atas rel (overtrack). Namun demikian, Stasiun Jurang Manggu direncanakan sebagai stasiun di permukaan (ground station) karena kondisi lahannya. Sebagai tambahan, diusulkan pembangunan stasiun Rasuna Said pada Jalur Barat untuk mempermudah tranfer dengan Busway PB02 yang diusulkan.

Plasa Stasiun

Plasa stasiun merupakan fasilitas penting bagi penumpang untuk berpindah dari angkutan moda lain ke angkutan kereta api. Rencana pembangunan plasa stasiun utama yang diusulkan adalah Tanah Abang, Jurang Mangu (Stasiun Baru), Rawabuntu, Sudirman (dulunya Dukuh Atas), dan Rasuna Said (Stasiun Baru)

Jalan Akses Untuk mendayagunakan efek peningkatan jalur kereta api Serpong, perlu dilakukan pelebaran jalan untuk jalan-jalan utama menuju stasiun kereta api dan pembuatan halte bis, jalan akses ini dibutuhkan apabila plasa stasiun kereta api tidak tersedia.

Stabling Yard

Proyek ini memerlukan tambahan 166 unit gerbong kereta hingga tahun 2020. Untuk memarkir tambahan gerbong kereta, direncanakan untuk membangun stabling yard baru di Stasiun Serpong yang dapat mengakomodasi 120 gerbong KRL dan di Rawa Buntu untuk 46 gerbong KRL lainnya

Shortcut Ruas

Palmerah–Karet

Untuk memungkinkan pengoperasian langsung KA timur-barat direkomendasikan untuk menyediakan jalur pintas (short-cut) antara stasiun Karet dan Palmerah. Dari sudut keselamatan pengoperasian diusulkan untuk menggunakan Rel Layang.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

xv

7.3.3 Prediksi Permintaan Penumpang Proyeksi permintaan penumpang harian kereta api Jalur Serpong pada tahun 2010 bervariasi dari 45.400 penumpang pada ruas Serpong – Rawa Buntu sampai 143.600 penumpang pada ruas Limo - Palmerah. Walaupun disediakan jalur kereta api langsung untuk menghubungkan aksis barat-timur antara Serpong di barat dan Cikarang di timur, namun mayoritas pergerakan penumpang kereta api diperkirakan masih bersifat komuter, yakni perjalanan-perjalanan antara Serpong-CBD dan Bekasi-CBD. Oleh karena itu, segmen antara Stasiun Sudirman dan Stasiun Manggarai (yang terletak kurang lebih di pusat CBD tersebut) diperkirakan akan menjadi ruas yang paling sibuk yang melayani lebih dari 300.000 perjalanan penumpang pada tahun 2020.

7.3.4 Jadwal Pelaksanaan Proyek akan dilaksanakan dalam dua tahap. Proyek double tracking jalur Serpong dan Tanah Abang akan dilaksanakan pada tahap 1, dan Proyek jalur short cut antara Palmerah dan Manggarai direncanakan untuk dilaksanakan pada tahap 2.

7.3.5 Analisis Ekonomi dan Finansial

(1) Estimasi Biaya

Proyek terdiri dari tiga paket yaitu double tracking, peningkatan akses, dan pengembangan lahan terpadu. Total biaya investasi diperkirakan sebesar Rp. 4,312 trilyun selama kurun waktu antara 2004 hingga 2020. Biaya untuk pembangunan jalur ganda terhitung 75% dari total biaya.

(2) Evaluasi Ekonomi

Net Present Value (NPV) pada tingkat diskonto 12% diperkirakan sebesar Rp. 1,993 triliun dan Economic Internal Rate of Return (EIRR) adalah 18,9%, yang mengindikasikan kelayakan ekonomi pelaksanaan proyek ini. Penurunan emisi CO2 juga dianggap sebagai manfaat penting terhadap lingkungan global. Penurunan emisi CO2 dengan adanya proyek ini diperkirakan sebesar 360.000 ton pada tahun 2020 dan nilai ekonomi penurunan CO2 tersebut diperkirakan sebesar Rp 30 milyar dimana diasumsikan bahwa nilai dari penurunan CO2 adalah US$ 10 per ton.

(3) Analisis Finansial

Kelayakan finansial proyek Double Tracking Jalur Serpong dievaluasi dari aspek kemampuan PT. KA untuk menanggung beban biaya proyek melalui pendapatan dari tarif penumpang

Analisis finansial menunjukkan bahwa PT. KA tidak akan dapat mengelola secara mandiri apabila harus menanggung seluruh beban biaya investasi serta biaya OM yang saat ini diatur dengan mekanisme TAC. Akan lebih rasional bila fasilitas prasarana dasar seperti pekerjaan sipil dan rel, pekerjaan elektrikal dan persinyalan ditanggung oleh Pemerintah dan biaya untuk pengadaan rolling stock dan biaya operasi dan pemeliharaan dibebankan melalui pendapatan dari angkutan penumpang dan barang oleh PT. KA.

7.3.6 Integrasi dengan Guna Lahan melalui Pedoman Perencanaan Perkotaan Integrasi antara guna lahan dan pengembangan sistem transportasi adalah sangat penting untuk efisiensi pengembangan sistem transportasi kereta api. Konsep Transit Oriented Development (TOD) harus dipertimbangkan untuk pengembangan sistem kereta api. Hal ini mengisyaratkan perlunya mengarahkan

Proyeksi Permintaan Penumpang di Jalur KA Serpong, 2010-2020

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

xvi

pengembangan perkotaan berkepadatan tinggi ke wilayah di sekitar stasiun kereta api. Dalam rencana guna lahan, luas lantai yang lebih tinggi harus dialokasikan pada kawasan berjarak 10 menit berjalan kaki atau sekitar radius 600 meter dari stasiun-stasiun

7.3.7 Mekanisme Pelaksanaan Proyek Peningkatan Jalur Serpong Telah dimaklumi bersama bahwa pengembangan sistem transportasi dapat menghasilkan keuntungan ekonomi yang besar, akan tetapi operator angkutan tidak bisa mendapatkan keuntungan sepenuhnya dari peningkatan layanan angkutan tersebut. Untuk menginternalisasi keuntungan pengembangan sistem transportasi kereta api, salah satu caranya adalah perusahaan kereta api melakukan bisnis di bidang real-estate di sepanjang koridor kereta api. Namun PT. KA tidak memiliki tenaga yang menguasai bisnis di bidang real-estate. Mungkin yang lebih realistis adalah dengan mengusulkan agar PT. KA mencari dukungan dana dari developer real-estate swasta (kerja sama swasta-pemerintah) atau dengan bekerja sama dengan Perumnas.

7.4 PROYEK JALAN OUTER-OUTER RING ROAD (JORR-2)

7.4.1 Tujuan dan Latar Belakang Proyek ini dimaksudkan tidak hanya untuk memenuhi permintaan lalu lintas wilayah Jabodetabek di masa depan namun juga untuk mendorong pengembangan sub-center sebagaimana diusulkan dalam SITRAMP sebagai struktur wilayah yang diinginkan di Jabodetabek. Proyek jalan ini membentang sepanjang 110 km dengan melibatkan beberapa pemerintah daerah di Bodetabek. Volume lalu lintas bervariasi dari ruas ke ruas. Kondisi ini memunculkan berbagai alternatif metode pelaksanaan, misalnya yang terkait dengan skema partisipasi sektor swasta, investasi publik dan kombinasi dengan pengembangan wilayah di sekitar jalan. Pra-Studi Kelayakan ini menyoroti hal-hal tersebut terutama tidak dari aspek teknis namun dari sudut pandang skema pelaksanaan yang mungkin dapat ditempuh

7.4.2 Rute Rute proyek jalan ini menghubungkan Kota Tangerang, Kota Depok dan Kota Bekasi yang berfungsi sebagai sub-center di wilayah Jabodetabek.

7.4.3 Biaya Proyek Total biaya proyek OORR diperkirakan mencapai Rp. 7,056 trilyun, dengan biaya pembebasan lahan sebesar Rp. 2,06 trilyun. Besarnya biaya proyek ini berbeda-beda untuk setiap ruasnya, harga lahan yang paling mahal berada di ruas antara jalan Tol Serpong dan jalan Tol Jagorawi, karena lahan di sepanjang ruas tersebut telah berkembang dan banyak kompleks perumahan. Sementara itu ruas antara jalan Tol Cikampek dan JORR bagian Timur yang memiliki biaya konstruksi yang tinggi akibat kondisi tanah yang kurang baik.

7.4.4 Prediksi Lalu Lintas Ruas antara Jalan Tol Merak dan Jalan Tol Jagorawi menunjukkan volume sekitar 40.000 hingga 50.000 pcu per hari. Di lain pihak, ruas antara Jalan Tol Cikampek dan JORR bagian timur memiliki volume lalu lintas yang kecil; sekitar 8.000 pcu per hari. Kebutuhan lalu lintas antara jalan Tol Serpong dan jalan Tol Cikampek akan meningkat sekitar 4.000 pcu bila pengembangan wilayah terwujud dengan adanya pengembangan jalan tol.

Rute OORR

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

xvii

7.4.5 Evaluasi Ekonomi Hasil-hasil analisa ekonomi untuk skenario dasar (semua ruas OORR dijadikan jalan tol) menunjukkan bahwa Net Present Value (NPV) pada tingkat diskonto 12% diperkirakan sebesar Rp. 595 milyar dan Economic Internal Rate of Return (EIRR) adalah 16,3%, yang mengindikasikan kelayakan ekonomi pelaksanaan proyek ini

7.4.6 Ruas Tol Yang Memungkinkan Berdasarkan arah pengembangan wilayah, karakteristik lalu lintas dan kelayakan finansial sebagai jalan tol, maka analisa terhadap alternatif ruas tol mengindikasikan hal-hal berikut:

• Sulit untuk membangun seluruh ruas OORR (antara tol Cengkareng hingga JORR seksi E) sebagai jalan tol, mengingat resiko seperti perubahan kondisi ekonomi dan sosial di masa mendatang.

• Walaupun ruas antara Jalan Tol Merak dan Jalan Tol Jagorawi potensial bagi bisnis jalan tol dari sudut pandang kelayakan finansial, hal ini tidak akan memenuhi pencapaian skenario pengembangan sub-center di Jabodetabek.

• Ruas antara Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Cikampek memiliki beberapa kesulitan untuk mencapai kelayakan finansial sebagai jalan tol karena volume lalu lintas yang relatif rendah. Beberapa kemungkinan masih tetap ada, misalnya bila diterapkan sistem pool pendapatan tol bersama-sama dengan ruas antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Jagorawi. Di samping itu diusulkan juga untuk melakukan integrasi dengan pengembangan kawasan di lokasi-lokasi yang dilalui jalan tol.

• Mengingat resiko di masa datang dan karakteristik lalu lintas, maka lebih baik untuk membangun ruas antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek sebagai bagian dari OORR.

• Karena sulit untuk membangun ruas Jalan Tol Cikampek – JORR seksi E sebagai jalan tol, maka untuk sementara waktu, permintaan lalu lintas dilayani dulu oleh jalan-jalan arteri non-tol yang ada maupun yang telah direncanakan atau cara lain dengan membangun ruas ini sebagai sebagai “jalan raya mobilitas tinggi” dengan kontrol akses penuh/sebagian; dengan tarif rendah hanya untuk menutup biaya pemeliharaan.

7.4.7 Integrasi dengan Pengembangan Kawasan Untuk segmen OORR antara Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Cikampek, terdapat dua isu kunci untuk mencapai kelayakan finansial sebagai jalan tol, yaitu tersedianya lahan untuk jalan tol dan tambahan lalu lintas. Solusi yang memenuhi persyaratan ini adalah dengan melakukan pengembangan kawasan berskala besar yang diintegrasikan dengan pembangunan OORR. Kondisi tersebut diharapkan dapat memenuhi hal-hal sebagai berikut

• Jabodetabek di bagian barat memiliki kompleks-kompleks perumahan berskala besar seperti Bintaro Jaya dan BSD. Sementara bagian timur Jabodetabek memiliki kompleks-kompleks industri dan beberapa kompleks perumahan dalam ukuran sedang. Maka perlu untuk medorong pembangunan kawasan skala besar untuk mendorong pengembangan Koridor Timur-Barat.

• Integrasi dengan pembangunan kawasan dapat mendorong penambahan lalu lintas hingga sekitar 16.400 pcu pada ruas tersebut. Hal ini memberi sumbangan yang besar pada peningkatan kelayakan finansial jalan tol dan juga untuk mengatasi permasalahan membangun ruas OORR antara jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek sebagai jalan tol.

• Menurut peraturan saat ini, biaya pembebasan tanah untuk jalan tol ditanggung oleh Kimpraswil. Namun demikian, tampaknya sulit untuk membebankan biaya pembebasan tanah ini dalam APBN di era desentralisasi saat ini. Di sisi lain, pemerintah daerah juga menghadapi kesulitan finansial. Dalam kondisi demikian, tampaknya tak dapat dielakkan bagi investor swasta untuk menanggung biaya pembebasan tanah. Tak diragukan lagi, hal ini akan mengurangi tingkat kelayakan finansial proyek. Oleh karena itu, integrasi antara pembangunan jalan tol dan pengembangan kawasan dapat sangat mengurangi permasalahan tersebut dan juga dapat menjamin tersedianya “Daerah Milik Jalan” untuk jalan tol.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

xviii

7.4.8 Isu-isu mengenai Pelaksanaan Isu-isu dalam pelaksanakan proyek dirangkum sebagai berikut:

(1) Manajemen Proyek

Apabila ruas OORR antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek (sekitar 80 km) akan dibangun sebagai jalan tol, maka hal ini merupakan problematika tersendiri bagi pemerintah daerah terkait dalam menjalankan langkah/prosedur yang diperlukan untuk membangun dan mengoperasikan OORR sebagai jalan tol. Sejauh ini seluruh pemerintah daerah yang terkait belum memiliki pengalaman yang memadai dalam menangani proyek jalan tol dalam skala sebesar itu. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila OTJ (Otorita Transportasi Jabodetabek) mengelola proyek tersebut seperti diusulkan dalam Master Plan.

(2) Prasyarat untuk Kelayakan

Walaupun kenaikan tarif tol baru saja terlaksana, namun tarif tol di Indonesia sudah sejak lama berada pada tingkat yang rendah dan selalu diperlukan ijin pemerintah untuk menaikkan tarif tol. Jalan tol pada prinsipnya dibiayai dengan pendapatan tol. Penentuan tarif tol awal yang masih menguntungkan pengguna dan mekanisme kenaikan tarif tol di masa depan sesuai pertumbuhan nyata PDB per kapita menjadi prasyarat untuk mewujudkan bisnis jalan tol.

(3) Integrasi dengan Pengembangan Kawasan

Integrasi antara pembangunan jalan tol dengan pengembangan kawasan juga tidak mudah. Dalam pelaksanaannya hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan :

• Rencana tata ruang lokal perlu menentukan prinsip-prinsip perencanaan dan batas-batas proyek pengembangan kawasan. Hal ini akan mencegah pengembangan kawasan yang tidak terkendali.

• Apabila dimungkinkan, lebih baik bila satu investor saja yang melaksanakan proyek pembangunan kawasan. Apabila terdapat beberapa investor yang berpartisipasi dalam proyek, maka semua investor hendaknya ikut menanggung biaya lahan untuk jalan tol, walaupun kawasannya tersebut berdekatan atau jauh dari JORR-2.

• Dapat diperkirakan bahwa spekulasi tanah mungkin terjadi sehubungan dengan pengembangan kawasan. Dalam hal jual-beli tanah di kawasan yang telah ditunjuk pada rencana tata ruang lokal, maka sangat diperlukan peran pemerintah daerah untuk mengontrol harga tanah agar tidak melonjak naik dengan menerapkan peraturan untuk mendapatkan ijin jual-beli tanah.

• Karena diperlukan pembangunan kawasan berskala besar, maka guna lahan perlu diarahkan agar dapat menyediakan kesempatan kerja sehingga dapat berfungsi sebagai sub-center.

• Selain itu, dibutuhkan juga pembangunan beberapa fasilitas angkutan umum seperti perluasan busway dari Bekasi melalui Jl. Siliwangi, atau jalur kereta api baru untuk menghubungkan Jalur Kereta Api Bekasi ke kawasan yang dibangun di sekitar OORR.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 1 -

11.. PPeennddaahhuulluuaann

Jabodetabek adalah suatu wilayah metropolitan skala besar berpenduduk 21 juta jiwa, yang terdiri atas DKI Jakarta, ibu kota negara Republik Indonesia, dan 7 (tujuh) pemerintah daerah di sekitarnya (Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Tangerang, Kota Depok dan Kabupaten dan Kota Bekasi). Total Produk Domestik Regional Bruto Jabodetabek pada tahun 2002 diperkirakan Rp 351 triliun atau 22% dari Produk Domestik Bruto Nasional; sehingga Jabodetabek secara strategis merupakan wilayah yang paling penting di Indonesia. Untuk mengurangi dampak krisis ekonomi dan finansial yang terjadi pada akhir tahun 1990an, program jaring pengaman sosial serta program-program mendesak lainnya telah dilaksanakan. Mulai sekarang dirasa perlu untuk mengarahkan fokus pada upaya pembangunan ekonomi yang berkesinambungan untuk menciptakan tata kehidupan yang lebih baik di wilayah Jabodetabek serta mendorong pertumbuhan perekonomian nasional Indonesia. Upaya untuk menarik lebih banyak investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri merupakan salah satu isu penting dalam meningkatkan perekonomian wilayah Jabodetabek. Namun demikian, kondisi sistem transportasi yang kurang efisien, misalnya aksesibilitas angkutan barang yang kurang baik ke Pelabuhan Tanjung Priok, telah membuat daerah ini menjadi kurang menarik bagi para investor. Oleh karenanya pembangunan jaringan transportasi yang efisien dan dapat diandalkan menjadi hal yang sangat mendesak untuk dapat menarik kembali investor ke daerah ini. Kemacetan lalu lintas di wilayah perkotaan juga merupakan masalah pelik yang dihadapi wilayah Jabodetabek dan diperkirakan akan akan semakin memburuk apabila tidak dilakukan perbaikan. Saat ini kerugian ekonomi tiap tahun yang disebabkan oleh kemacetan lalu lintas di Jabodetabek mencapai Rp. 3 triliun untuk biaya operasi kendaraan dan Rp. 2,5 triliun untuk waktu perjalanan. Lebih lanjut, apabila tidak dilakukan peningkatan hingga tahun 2020, maka jika dibandingkan dengan kondisi di mana sistem transportasi dibangun sesuai usulan Rencana Induk, akumulasi kerugian ekonomi akan mencapai hampir Rp.65 triliun (nilai present value dengan diskonto 12 persen), yang terdiri dari Rp 28,1 triliun untuk tambahan biaya operasi kendaraan dan Rp 36,9 triliun untuk waktu perjalanan yang lebih lama.

Meskipun laju pertambahan pendaftaran mobil dan sepeda motor sedikit tertahan oleh krisis ekonomi, namun dalam tahun-tahun belakangan ini jumlah mobil dan sepeda motor telah kembali meningkat. Salah satu penyebabnya adalah menurunnya tingkat layanan angkutan umum. Pada saat perekonomian daerah mulai pulih kembali, pendapatan nyata rumah tangga akan meningkat lagi dalam beberapa tahun mendatang dan diperkirakan bahwa motorisasi akan kembali meningkat. Apabila semakin banyak anggota masyarakat menggunakan moda transportasi pribadi, maka kondisi lalu lintas akan bertambah buruk dan pencemaran lingkungan akan lebih parah dari pada saat ini.

Tampaknya sulit untuk mengharapkan bahwa keseluruhan investasi pada proyek-proyek pembangunan prasarana transportasi skala besar tersebut dapat ditanggung oleh pemerintah mengingat sulitnya situasi finansial saat ini hingga beberapa tahun ke depan. Disamping penyediaan dana yang diperlukan untuk biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas transportasi yang ada, perlu dipikirkan pula cara yang terbaik untuk membangun sistem transportasi guna memanfaatkan sebaik-baiknya sisa dana pembangunan yang masih tersedia.

Studi SITRAMP membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang disebutkan di atas serta mengkaji sistem transportasi yang kiranya sesuai untuk masa mendatang melalui identifikasi dan pemahaman permasalahan transportasi yang dihadapi. Studi SITRAMP telah mengidentifikasi tujuan-tujuan pengembangan sistem transpsortasi yang harus dicapai dalam waktu dua puluh tahun ke depan beserta langkah-langkah kebijakan transportasi dan proyek-proyek yang diusulkan untuk mendukung pengembangan wilayah dan mengatasi permasalahan transportasi tersebut. Sebagian besar proyek/program tersebut membutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh stakeholder yang terkait dengan sektor transportasi termasuk masyarakat luas.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 2 -

22.. IIssuu--iissuu TTrraannssppoorrttaassii

22..11 PPeerrmmaassaallaahhaann ddaallaamm KKoonntteekkss PPeennggeemmbbaannggaann WWiillaayyaahh

2.1.1 Konsentrasi ke Jakarta Pengembangan pusat-pusat perkotaan di Bodetabek telah sejak lama diusulkan. Meski jumlah penduduk di Kota-Kota dan Kabupaten-Kabupaten meningkat dengan cepat, fungsi pusat-pusat perkotaan masih terbatas pada melayani penduduk di sekitarnya. Pusat-pusat perkotaan tersebut belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan atau layanan perkotaan yang memadai. Setiap harinya sekitar 700.000 orang melakukan perjalanan dari Bodetabek ke Jakarta. Bila kecenderungan yang mengandalkan Jakarta terus berlanjut, ditambah lagi dengan meningkatnya penggunaan mobil pribadi, maka pembangunan jalan tidak akan mampu mengejar peningkatan permintaan lalu lintas.

2.1.2 Akses yang Kurang Memadai ke Pelabuhan Tanjung Priok Pelabuhan Tanjung Priok adalah pintu gerbang internasional bagi kegiatan impor dan ekspor kebutuhan komoditas. Saat ini akses ke pelabuhan membutuhkan waktu yang lama karena kemacetan lalu lintas. Kelambatan tersebut mengakibatkan menurunnya daya saing produk di pasar internasional dan memperburuk pertumbuhan ekonomi daerah ini.

2.1.3 Kurangnya Rute Alternatif ke Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta merupakan pintu gerbang utama bagi para penumpang bisnis dan wisatawan dari/ke wilayah Jabodetabek maupun wilayah lain di Indonesia. Pada beberapa kesempatan akses ke jalan tol ke bandar udara sering terputus karena banjir dan menimbulkan kesulitan untuk mencapai bandar udara karena kurang tersedianya rute alternatif yang memadai.

22..22 PPeerrmmaassaallaahhaann ddaallaamm KKoonntteekkss TTrraannssppssoorrttaassii PPeerrkkoottaaaann Berkembangnya kegiatan sosial dan ekonomi yang diikuti dengan pertumbuhan permintaan perjalanan di Jabodetabek menimbulkan berbagai macam permasalahan transportasi perkotaan.

2.2.1 Kemacetan Lalu Lintas dan Struktur Perkotaan Konsentrasi permintaan perjalanan di wilayah Central Business District (CBD) menyebabkan kemacetan lalu lintas yang parah dan membuat angkutan bis serta kereta api menjadi penuh sesak, karena sebagian besar tarikan perjalanan “ke tempat kerja” terkonsentrasi di kawasan pusat di dalam jalur lingkar KA Jabotabek, kawasan segitiga emas yang baru berkembang “Sudirman-Kuningan” dan kawasan sepanjang jalan tol Cawang – Grogol – Pluit.

Gambar 2.1 Peningkatan Perjalanan Commuter ke Jakarta dari Daerah Sekitarnya : 1985-2002

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 3 -

2.2.2 Kemacetan Lalu Lintas Lokal Banyak lokasi di Jabodetabek yang mengalami kemacetan lalu lintas hampir setiap hari. Beberapa akar penyebab kemacetan antara lain: (a) Lebar jalan yang tidak konsisten (b) Persimpangan : cycle length yang panjang, desain kanalisasi yang buruk, dsb. (c) Pemakai ruang jalan secara ilegal dan penggunaan jalan yang tidak semestinya. (d) Faktor lain: putaran, perlintasan KA sebidang, pertemuan arus kendaraan, perkerasan rusak, dan sebagainya.

2.2.3 Lambatnya Pembangunan Jalan Dibanding Peningkatan Permintaan Lalu Lintas Jaringan jalan di Jakarta memiliki beberapa jalan arteri yang cukup lebar namun hanya didukung oleh jalan-jalan kolektor, yang menghubungkan jalan arteri dan jalan lokal dalam jumlah terbatas, sehingga hirarki jaringan jalan tidak tersusun secara baik. Sebaliknya, jaringan jalan di Bodetabek tidak terbangun sebaik DKI Jakarta. Meski struktur perkotaan Jabodetabek berubah secara cepat dan dinamis, namun jaringan jalan yang melayani Jakarta dan daerah sekitarnya belum diperluas sesuai dengan pertumbuhan pengembangan perkotaan tersebut.

Photo 2.1 Penyebab Kemacetan Lalin Lokal

Gambar 2.4 Jaringan Jalan Tahun 2002

Gambar 2.2 Lokasi Fasilitas Komersial dan Bisnis

Gambar 2.3 Kepadatan Perjalanan Mobil

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 4 -

2.2.4 Upaya Manajemen Permintaan Lalu Lintas yang Kurang Efektif Skema “3-in-1” tampaknya cukup efektif dalam mengurangi jumlah kendaraan yang memasuki zona pembatasan lalu lintas dan membuat arus lalu lintas lancar selama waktu pembatasan. Beberapa kekurangan, diantaranya: 1) Permintaan lalu lintas pada jalan paralel

meningkat selama jam-jam pembatasan, 2) Adanya penggunaan “jockey” menurunkan

efektivitas kebijakan pembatasan lalu lintas ini, 3) Tidak ada pendapatan yang dapat dikumpulkan,

sementara di lain pihak perlu dikeluarkan biaya bagi polisi lalu lintas untuk menegakkan peraturan.

Skema “3-in-1” dapat diubah menjadi kebijakan skema road pricing dengan tujuan untuk mengumpulkan sebagian dana yang diperlukan guna membangun prasarana transportasi.

2.2.5 Angkutan Umum yang Memburuk KA Jabotabek dengan jaringan rel sepanjang 160 kilometer mengangkut sekitar 400 ribu penumpang per hari. Tingkat layanan angkutan kereta api masih rendah, ditandai dengan rendahnya kapasitas angkut, kurangnya frekuensi perjalanan, keterlambatan kedatangan dan keberangkatan, banyaknya gerbong yang rusak dan tidak nyaman, kurangnya fasilitas stasiun maupun stasiun plaza, serta kondisi jalan akses ke yang kurang baik. Bis memiliki peran penting dalam sistem angkutan umum di Jabodetabek. Sayangnya, tingkat layanan angkutan bis saat ini juga rendah. Tidak tepat waktu, operasional bis yang tidak sesuai rute, waktu menunggu yang lama, rasa kurang aman di dalam bis, kondisi bis yang tidak bersih – hal-hal semacam ini hanyalah sebagian contoh dari rendahnya layanan angkutan bis. Masalah lain di sektor angkutan umum adalah fasilitas antar moda yang kurang efektif. Hanya sedikit stasiun kereta api yang memiliki plaza stasiun dan fasilitas “park and ride”, sedangkan terminal bis selalu dipadati oleh kendaraan bis yang jumlahnya melebihi kapasitas tampungnya. Permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh kurangnya perencanaan angkutan umum yang efektif serta kurangnya monitoring dalam pengoperasian.

2.2.6 Menurunnya Kualitas Lingkungan Jabodetabek tergolong sebagai salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dan hal ini telah menjadi isu kronis yang mengancam kesehatan penduduk kota. Tingginya konsentrasi PM10 di tepi jalan sebagaimana dipantau oleh SITRAMP menunjukkan bahwa kendaraan bermotor menjadi sumber utama polusi di lapisan bawah pada kawasan yang berdekatan dengan jalan-jalan yang sangat macet. Menurut estimasi yang dibuat Tim Studi, dampak kesehatan dari PM10 in Jabodetabek dapat bernilai Rp 2,815 triliun pada tahun 2002. Parahnya masalah polusi kebisingan ini ditunjukkan oleh fakta bahwa semua tingkat kebisingan yang dipantau pada siang hari berada jauh di atas ambang. Khususnya bis-bis dan truk-truk kelas berat di Jabodetabek kebanyakan merusak, yang berjalan dengan membunyikan klakson dengan nyaring.

Photo 2.3 Penumpang KA yang Berjubel

Photo 2.2 Rambu 3 in 1

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 5 -

Masyarakat Berpenghasilan Menengah Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Gambar 2.5 Distribusi Tempat Tinggal Pekerja yang Ulang Alik ke CBD

2.2.7 Kecelakaan Lalu Lintas dan Kecelakaan KA Jumlah korban kecelakaan lalu lintas telah menurun cukup signifikan sampai sepertiga dalam tahun-tahun terakhir ini, namun jumlah korban meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas belum berkurang. Tingkat kecelakaan lalu lintas di jalan tol juga berangsur-angsur menurun tetapi tingkat kematiannya masih tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju. Angkutan KA umumnya dianggap sebagai moda yang aman dibanding moda angkutan jalan raya, akan tetapi asumsi ini tidak berlaku dalam hal KA Jabotabek. Selama periode 2000-2002, telah terjadi kecelakaan sebanyak 174 kali termasuk tabrakan yang parah.

2.2.8 Kurangnya Lampu Lalu Lintas Lampu lalu lintas amat berguna bagi pejalan kaki untuk dapat menyeberang jalan dengan aman. Namun demikian, di DKI Jakarta jumlah persimpangan yang dilengkapi lampu lalu lintas hanya sekitar 42 persen dari seluruh persimpangan jalan yang ada; suatu jumlah yang relatif rendah untuk wilayah perkotaan. Kondisi di Bodetabek lebih buruk lagi, di mana hanya 21 persen saja yang dilengkapi lampu lalu lintas.

2.2.9 Rendahnya Aksesibilitas bagi Rumah Tangga Kurang Mampu Bagi masyarakat kurang mampu, kurangnya akses yang dapat terjangkau akan memperkecil kesempatan mereka untuk memanfaatkan peluang ekonomi dan layanan sosial yang tersedia. Masalah aksesibilitas bagi masyarakat kurang mampu di perkotaan timbul karena kurangnya pendapatan rumah tangga untuk membayar ongkos angkutan. Keterisolasian adalah karakteristik utama kemiskinan, yang menyebabkan mereka menjadi terputus dari berbagai fasilitas, layanan, pasokan, jaringan maupun partisipasi dalam kehidupan sosial politik yang lebih luas.

Tabel 2.1 Biaya Transportasi dalam Pengeluaran Rumah Tangga

Biaya Angkutan Umum Biaya Kendaraan Total Biaya Transport Kelompok Pengeluaran Rp

(a) % dari total

Rp (b)

% dari total

Rp (c) = (a) + (b)

% dari total pengeluaran

Rendah 91.078 14,2% 19.995 3,1% 111.073 17,3% Menengah 189.265 13,7% 89.582 6,5% 278.847 20,1%

Tinggi 367.368 10,9% 271.750 8,1% 639.118 19,0% Sumber: Survey sosial SITRAMP, 2002

Dengan sekitar 20 persen pengeluaran rumah tangga digunakan untuk transportasi, maka para pekerja berpenghasilan rendah terpaksa harus tinggal relatif dekat dengan tempat kerjanya, yakni pada umumnya di dekat CBD. Dengan begitu mereka hanya dapat menjangkau perumahan di daerah padat penduduk di DKI Jakarta dengan luas rata-rata hanya 35 meter persegi.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 6 -

2.2.10 Bis Menolak Mengangkut Pelajar

2.2.11 Bis Menolak Mengangkut Pelajar Para awak bis seringkali menolak untuk mengangkut pelajar karena ongkos yang mereka bayar lebih rendah dari penumpang biasa. Perlakuan kurang adil ini salah satunya disebabkan oleh penerapan sistem “setoran”, dimana awak bis harus mengumpulkan pendapatan yang cukup untuk menutup biaya sewa bis, biaya bahan bakar dan biaya operasional lainnya.

2.2.12 Kurangnya Fasilitas Transportasi bagi Penyandang Keterbatasan Fisik Tampaknya tidak banyak perhatian diberikan terhadap penyediaan fasilitas transportasi bagi anggota masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik seperti orang-orang tua dan penyandang cacat. Hampir semua stasiun kereta api tidak menyediakan elevator atau eskalator, sedangkan trotoar menuju halte bis kebanyakan rusak, sehingga mereka menemui kesulitan untuk menggunakan angkutan umum.

2.2.13 Kelemahan dalam Koordinasi Perencanaan dan Pelaksanaan Proyek

Diperlukan perhatian khusus tentang permasalahan yang terkait dengan perencanaan dan implementasi proyek, antara lain:

• Kurangnya koordinasi antara proses perencanaan dan penyediaan dana pembangunan di antara instansi terkait,

• Kurang efektifnya koordinasi perencanaan di antara sub-sektor transportasi yang berbeda,

• Kurang efektifnya koordinasi perencanaan antara pemerintah pusat dan daerah, dan

• Lemahnya koordinasi perencanaan antara sektor transportasi dan sektor pembangunan lainnya, seperti pengembangan perumahan dan pengembangan sistem kereta api.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sangat diperlukan adanya suatu institutsi yang mempunyai kewenangan yang kuat bagi otorisasi perencanaan tingkat Jabodetabek yang meliputi berbagai pemerintah daerah, dengan didukung oleh staf teknis dan dana yang mencukupi.

Photo 2.4 Kondisi Trotoar yang Rusak

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 7 -

33.. PPeerrssppeekkttiiff WWiillaayyaahh ddaann PPeerrmmiinnttaaaann PPeerrjjaallaannaann MMaassaa MMeennddaattaanngg

33..11 PPeerrssppeekkttiiff WWiillaayyaahh JJaabbooddeettaabbeekk MMaassaa MMeennddaattaanngg “Jabodetabekpunjur 2018” merupakan konsolidasi rencana pengembangan tata ruang yang memberikan panduan pokok pengembangan wilayah termasuk pengembangan sistem transpsortasi. Pokok-pokok rencananya: 1) mengarahkan penyebaran

penduduk di wilayah Bodetabek,

2) membatasi pengembangan di daerah tangkapan air di bagian selatan khususnya di Bogor,

3) mendorong pengembangan pada arah linier sepanjang poros Timur-Barat (Bekasi- Tangerang), dan

4) memprioritaskan pengembangan sektor keuangan, perdagangan dan pariwisata di Jakarta.

Gambar 3.1 Zona Pengembangan di Jabodetabekpunjur 2018

33..22 PPeerrttuummbbuuhhaann PPeerrmmiinnttaaaann TTrraannssppoorrttaassii ddii JJaabbooddeettaabbeekk Sejalan dengan antisipasi pertumbuhan penduduk dan kepemilikan kendaraan dalam dua puluh tahun mendatang, total perjalanan diperkirakan akan tumbuh secara lebih cepat. Total perjalanan yang akan dilakukan di Jabodetabek pada tahun 2020 akan meningkat 40 persen dibanding tahun 2002. Saat ini, andil moda angkutan umum sekitar 60% (di luar kendaraan tak bermotor). Bila tidak diambil tindakan yang tepat, andil angkutan umum khususnya bis akan turun menjadi kurang dari separuh total andil moda angkutan bermotor karena tingkat layanannya yang rendah. Di lain pihak, andil moda angkutan pribadi yang mobilitasnya lebih nyaman akan meningkat dengan cepat.

Gambar 3.2 Proyeksi Populasi Gambar 3.3 Pertumbuhan Bangkitan Perjalanan

Jabodetabek Population Projection

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

1971 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020

YEAR

000 persons

JMDPRProjection

JMDPProjection

UI DemographyProjection

CensusPopulation

4.2 5.6 6.5

12.916.3 17.9

17.2

23.326.0

0

10

20

30

40

50

60

2002 2010 2020

Trip

s/da

y (m

illion

)

Bodetabek

Other DKI

CBD

36.7

45.2

50.4

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 8 -

33..33 AAnnttiissiippaassii MMeemmbbuurruukknnyyaa KKiinneerrjjaa SSiisstteemm TTrraannssppoorrttaassii Skenario “Do Nothing” mengindikasikan bahwa kinerja sistem transportasi akan sangat memburuk di masa datang bila tidak dilakukan investasi dalam waktu 20 tahun ke depan. Rata-rata kecepatan perjalanan di seluruh wilayah Jabodetabek akan turun dari 34,8 km per jam pada tahun 2002 menjadi 24,6 km per jam pada tahun 2020. Panjang jalan arteri yang padat di mana rasio Volume/Kapasitas (V/C) melebihi 1,0 akan naik menjadi 1.006 km, atau sekitar 57% dari total panjang jalan arteri di daerah perkotaan. Kemacetan lalu lintas yang parah diantisipasi akan terjadi pada jalan-jalan radial utama yang terhubung dengan wilayah pusat DKI Jakarta, yang menunjukkan bahwa tambahan sistem angkutan radial sangat diperlukan untuk mengakomodasi permintaan perjalanan. Di samping itu untuk mengantisipasi kemacetan lalu lintas di wilayah pusat bisnis (CBD) diperlukan penerapan langkah-langkah pembatasan lalu lintas untuk mendorong pengguna moda angkutan pribadi agar beralih menggunakan moda angkutan umum.

Gambar 3.4

Rasio Volume / Kapasitas Tahun 2002

Gambar 3.5

Rasio Volume / Kapasitas Tahun 2020 : Skenario “Do Nothing”

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 9 -

44.. AAssaass--aassaass RReennccaannaa IInndduukk TTrraannssppoorrttaassii JJaabbooddeettaabbeekk

44..11 SSaassaarraann PPeennggeemmbbaannggaann SSiisstteemm TTrraannssppoorrttaassii PPeerrkkoottaaaann Melalui analisis tentang permasalahan transportasi perkotaan saat ini di wilayah Jabodetabek, telah diidentifikasi empat prinsip pengembangan sistem transposrtasi.

4.1.1 Efisiensi dalam Sistem Transportasi untuk Mendukung Kegiatan Ekonomi Pengurangan kemacetan lalu lintas dapat ditempuh melalui tiga cara berikut ini:

1) dengan meningkatkan kapasitas jalan melalui pembangunan dan peningkatan jaringan jalan;

2) dengan mengoptimalkan penggunaan kapasitas jalan yang ada dengan menggunakan sistem kontrol lalu lintas dan penyediaan informasi lalu lintas; dan

3) dengan mengurangi permintaan lalu lintas kendaraan yang berlebihan melalui manajemen transportasi dan mengalihkan pengguna moda angkutan pribadi ke moda angkutan umum.

Bersamaan dengan itu, upaya peningkatan penggunaan angkutan umum harus mendapatkan perhatian karena sistem angkutan masal memiliki kelebihan dibanding moda angkutan pribadi dalam hal biaya perjalanan dan penggunaan ruang yang lebih sedikit.

4.1.2 Prinsip Keadilan dalam Transportasi bagi Seluruh Anggota Masyarakat Guna memastikan keadilan dalam mobilitas penduduk, paling tidak harus disediakan layanan angkutan pada tingkat minimum tertentu bagi semua anggota masyarakat. Peran angkutan umum sangat penting dalam menyediakan sarana angkutan yang dapat dijangkau masyarakat berpenghasilan rendah agar mereka dapat mengakses berbagai layanan sosial. Di samping itu, perlu juga dibangun fasilitas transportasi untuk penyandang keterbatasan fisik (rancangan universal).

4.1.3 Peningkatan Kualitas Lingkungan Berkaitan dengan Transportasi Polusi udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor perlu diikurangi melalui kontrol emisi gas buang dari mobil, meningkatkan angkutan umum dan pengendalian permintaan lalu lintas, khususnya di kawasan rawan kemacetan. Langkah-langkah untuk mengurangi PM10 harus menjadi fokus utama. Kebisingan di tepi jalan dan kawasan permukiman yang disurvei menunjukkan tingkat pencemaran tinggi yang tak bisa diterima kecuali pada malam hari. Pencemaran kebisingan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor juga harus menjadi perhatian melalui pemeliharaan kendaraan secara tepat dan berkala serta dengan perbaikan perilaku pengemudi.

4.1.4 Keselamatan dan Keamanan Transportasi Karena kehidupan sangat berharga dan kematian serta luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas akan menyebabkan kesedihan bagi anggota keluarga dan teman, maka keselamatan lalu lintas harus ditingkatkan dan jumlah korban kecelakaan harus diperkecil melalui penegakan hukum dan peraturan, penyuluhan secara intensif, pendidikan dan pelatihan bagi pengemudi serta kepada masyarakat umum. Peningkatan fasilitas lalu lintas melalui desain rekayasa dapat memberikan kontribusi terhadap penurunan kecelakaan lalu lintas. Hasil Survei Kunjungan Rumah Tangga SITRAMP menunjukkan bahwa masyarakat saat ini amat prihatin terhadap keamanan penggunaan angkutan umum. Perasaan tidak aman di stasiun-stasiun kereta api dan halte- halte bis maupun di dalam kendaraan angkutan umum harus ditingkatkan lebih dahulu.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 10 -

44..22 KKeebbiijjaakkaann TTrraannssppoorrttaassii PPeerrkkoottaaaann

Untuk mencapai empat prinsip pengembangan sistem transportasi perkotaan, kebijakan transportasi berikut ini sangat penting bagi wilayah Jabodetabek:

Kebijakan 1: Peningkatan Penggunaan Angkutan Umum Kebijakan 2: Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas Kebijakan 3: Mengurangi Pencemaran Udara dan Kebisingan Lalu Lintas Kebijakan 4: Menurunkan Kecelakaan Lalu Lintas dan Meningkatkan Keamanan

Keempat kebijakan transportasi tersebut saling berkaitan satu sama lain. Promosi peningkatan penggunaan angkutan umum merupakan langkah pokok untuk mengurangi ketergantungan pada moda angkutan pribadi. Namun demikian, peningkatan layanan angkutan umum semata tidak akan mampu mendorong masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan moda angkutan pribadi untuk beralih pada moda angkutan umum. Langkah-langkah kebijakan pembatasan lalu lintas akan dapat meningkatkan penggunaan angkutan umum dengan syarat telah tersedia layanan angkutan umum yang baik dan memadai. Di samping itu, peningkatan keamanan pada angkutan umum akan dapat juga meningkatkan kenaikan penggunaan angkutan umum karena masyarakat saat ini sangat prihatin terhadap ketidakamanan di dalam kendaraan umum dan memberikan kontribusi untuk beralih dari moda angkutan pribadi ke moda angkutan umum. Penurunan penggunaan kendaraan mobil juga dapat menyebabkan penurunan pencemaran udara dan kebisingan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil dan sepeda motor. Di lain pihak, peningkatan kualitas layanan angkutan umum melalui reformasi sistem operasi bis akan dapat meningkatkan keselamatan transportasi karena para awak bis akan mengoperasikan kendaraannya secara lebih aman.

44..33 SSttrraatteeggii PPeennggeemmbbaannggaann SSiisstteemm TTrraannssppoorrttaassii UUttaammaa RReeggiioonnaall Suatu sistem transportasi utama harus dibangun dalam konteks pengembangan wilayah. Rencana pembangunan wilayah menuntut dukungan sistem transportasi guna memformulasikan struktur wilayah yang diinginkan dan mendukung arah pengembangan wilayah.

4.3.1 Mendukung Permintaan Angkutan Penumpang dan Barang Antar Daerah Jaringan transportasi primer yang melayani pergerakan komoditas antar wilayah harus ditingkatkan agar dapat melayani meningkatnya permintaan dan untuk memperbaiki akses ke fasilitas-fasilitas penting seperti pusat primer, pelabuhan Tanjung Priok, bandar udara Soekarno-Hatta dan kawasan industri. Untuk melayani perjalanan penumpang antar wilayah, akses ke bandara, terminal bis antar kota dan stasiun kereta api utama juga harus ditingkatkan. Perbaikan akses ke pelabuhan Tanjung Priok sejalan dengan rencana pengembangan pelabuhan tersebut adalah hal yang mendesak guna mendukung pertumbuhan ekonomi kawasan. Di samping itu akses yang handal ke bandara Soekarno-Hatta juga harus disediakan dengan meningkatkan kapasitas jalan tol Sediyatmo, membangun JORR seksi W-1 dan W-2, serta membangun ruas timur jalan Outer-Outer Ring Road.

4.3.2 Memandu Pengembangan Perkotaan pada Poros Timur-Barat Guna mendukung kebijakan pengembangan perkotaan Jabodetabek pada poros timur-barat, maka pengembangan sistem transportasi harus dimanfaatkan sebagai alat untuk memandu struktur perkotaan menuju arah yang diinginkan. Perhatian khusus harus diberikan pada arah timur-barat untuk mendorong pengembangan perkotaan di wilayah yang dipilih.

4.3.3 Perkuatan Aksesibilitas antara Pusat-pusat Perkotaan di Jabodetabek Pengembangan pusat-pusat perkotaan di Bodetabek harus dianggap sebagai langkah jangka panjang guna mengurangi arus commuter dari Bodetabek ke Jakarta. Aksesibilitas di antara pusat-pusat perkotaan harus ditingkatkan untuk mencapai pengembangan pusat-pusat perkotaan yang berkesinambungan di Bodetabek dengan memperkuat saling interaksi antar pusat-pusat tersebut. Aksesibilitas ke/dari Jakarta juga harus diperkuat untuk mendukung kegiatan sosial dan ekonomi di pusat-pusat perkotaan di Bodetabek.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 11 -

Gam

bar 4

.1

Ren

cana

Indu

k SI

TRA

MP

Tahu

n 20

20

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 12 -

Gam

bar 4

.2

Ket

erpa

duan

ant

ara

Sist

em T

rans

port

asi d

an T

ata

Gun

a La

han

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 13 -

Gambar 4.4 Perkiraan Volume Penumpang Harian Tahun 2020

Gambar 4.3 Proyeksi Permintaan Lalu Lintas Harian (pcu) 2020

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 14 -

44..44 SSaassaarraann KKiinneerrjjaa RReennccaannaa IInndduukk Target-target spesifik sangat diperlukan untuk dapat mengarahkan pelaksanaan program-program yang diusulkan dalam rencana induk transpsortasi dan untuk memantau kemajuan pelaksanaan program. Untuk memenuhi target tersebut perlu dilaksanakan berbagai langkah kebijakan sebagaimana diusulkan dalam rencana induk, misalnya peningkatan sistem angkutan umum dan dan penerapan manajemen permintaan lalu lintas.

Kebijakan 1: Promosi Penggunaan Angkutan Umum

Ukuran Kinerja Kondisi Th. 2002 Target Th. 2010 Target Th. 2020 Waktu Perjalanan - Rata-rata waktu perjalanan penumpang angkutan umum

58 menit 55 menit 50 menit

Aksesibilitas - Jumlah pekerjaan dalam jarak 660-meter dari stasiun kereta api - Jumlah pekerjaan dalam jarak 660-meter dari halte bis

0.6 juta

-

1,0 juta

1,2 juta

1,2 juta

1,2 juta

Kenyamanan - Rata-rata jumlah perpindahan 0.98 kali 1 kali 1 kali Biaya - (Biaya rata-rata tiap perjalanan dengan angkutan umum) / (Rata-rata pendapatan per kapita) Tahun 2002 = 100

100 139 83

Kebijakan 2: Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas

Ukuran Kinerja Kondisi Th. 2002 Target Th. 2010 Target Th. 2020 Wilayah Jabodetabek - Kecepatan rata-rata (km/jam) 34.5 33 30 Panjang jalan dengan kecepatan 20 km/jam atau lebih (km) - Wilayah perkotaan - CBD

1584

201

1650

200

1700

200

Kebijakan 3: Mengurangi Polusi Udara dan Kebisingan Lalu Lintas

Ukuran Kinerja Kondisi Th. 2002 Target Th. 2010 Target Th. 2020 Emisi PM10 per kapita (g/hari) 0,27 0,25 0,22 Emisi CO2 per kapita (kg/hari) 0,66 0,73 1,00 Konsumsi Energi per kapita (juta J/hari) 9 10 14 Panjang jalan dengan PM10 di luas batas standar lingkungan (km) 1.850 350 700 Panjang jalan dengan kebisingan di luar batas standar lingkungan (km) 3.500 4.000 4.500

Kebijakan 4: Peningkatan Keselamatan dan Keamanan

Ukuran Kinerja Kondisi Th. 2002 Target Th. 2010 Target Th. 2020 Korban luka-luka dalam kecelakaan lalu lintas

913 (tahun 2000) 650 450

Jumlah kematian dalam kecelakaan lalu lintas

585 (tahun 2000)

440 (pengurangan 25 %)

290 (pengurangan 50 %)

Jumlah kecelakaan KA 60 45 30

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 15 -

55.. SSttrraatteeggii KKeebbiijjaakkaann 11:: PPrroommoossii PPeenngggguunnaaaann AAnnggkkuuttaann UUmmuumm

55..11 PPeenniinnggkkaattaann KKaappaassiittaass TTrraannssppoorrttaassii KKeerreettaa AAppii ddaann PPeenniinnggkkaattaann LLaayyaannaann Seiring laju urbanisasi, masyarakat menikmati berbagai gaya hidup perkotaan dan memiliki sistem nilai yang berbeda-beda terhadap barang dan jasa. Dalam konteks transportasi, layanan angkutan umum harus dapat memuaskan beragam jenis permintaan angkutan perkotaan tersebut. Peningkatan jalur kereta api yang ada dan pembangunan jalur MRT baru akan meningkatkan kapasitas angkut penumpang secara signifikan. Tingkat layanan jasa kereta api juga harus ditingkatkan untuk menarik masyarakat yang saat ini menggunakan moda angkutan pribadi.

55..22 PPeenniinnggkkaattaann SSiisstteemm PPeemmeelliihhaarraaaann KKRRLL Pemeliharaan Kereta Rel Listrik (KRL) yang kurang memadai disebabkan oleh kurangnya suku cadang, yang sebagian merupakan akibat dari terlalu banyaknya jenis kereta yang digunakan untuk KA Jabotabek. Diusulkan agar dapat dilakukan standarisasi jenis KRL yang dipakai sehingga jenis dan jumlah suku cadang yang harus disiapkan serta teknis pengetahuan pemeliharaannya dapat dikurangi. Selanjutnya perlu disusun standar pemeliharaan sesuai dengan jenis KRL yang dipilih dan dilengkapi dengan program pelatihan yang diperlukan bagi staff maintenance. Di samping itu dapat dipertimbangkan juga untuk mendirikan pabrik suku cadang untuk menghindari kelangkaan suku cadang yang diimpor dari pemasok luar negeri.

55..33 PPeenniinnggkkaattaann MMaannaajjeemmeenn PPeennggooppeerraassiiaann KKeerreettaa AAppii PT. KA harus meningkatkan manajemennya untuk mengurangi biaya operasi dan meningkatkan pendapatan. PT. KA perlu menyusun suatu sistem akuntansi yang dapat memberikan informasi yang memadai untuk membuat suatu rencana pengembangan usaha, misalnya data mengenai pendapatan dan biaya operasi untuk masing-masing layanan/jalur KA. Selain itu diusulkan juga untuk memisahkan organisasi pengelola KA Jabotabek dari operasional KA jarak jauh dan jarak menengah agar kondisi usahanya dapat dipahami lebih mendalam serta agar dapat dikembangkan strategi usaha yang tepat untuk pengoperasian KA perkotaan.

55..44 RReeffoorrmmaassii AAssppeekk FFiinnaannssiiaall PPeennggooppeerraassiiaann KKeerreettaa AAppii Stasiun-stasiun KA harus ditingkatkan menuju sistem tertutup untuk mengurangi jumlah penumpang gelap dan meningkatkan pendapatan operasi. Sistem tertutup tersebut dapat ditempuh dengan jalan meninggikan peron (platform), pemasangan pagar, atau pembuatan stasiun “melayang” di atas rel (overtrack). Di samping itu, PT. KA perlu mengkaji cara-cara mendayagunakan manfaat pengembangan layanan kereta api, misalnya melalui koordinasi dengan pengembang properti

55..55 PPeenniinnggkkaattaann KKeemmuuddaahhaann AAnnttaarr MMooddaa Fasilitas perpindahan moda, misalnya stasiun perpindahan untuk sistem busway, perpindahan antara kereta api dan bis, serta fasilitas plasa stasiun kereta api dan jalan-jalan akses ke stasiun harus dibangun dan ditingkatkan. Selain itu, layanan feeder bus perlu disediakan bagi penumpang kereta api dalam radius 5 kilometer dari stasiun. Fasilitas untuk “park and ride” dan “kiss and ride” juga perlu dipertimbangkan. Lebih lanjut lagi, integrasi sistem ongkos angkutan harus mulai dirintis untuk memberikan kenyamanan bagi masyarakat dalam menggunakan angkutan umum.

55..66 PPeennyyeeddiiaaaann JJaarriinnggaann AAnnggkkuuttaann UUmmuumm SSeeccaarraa LLuuaass Sistem angkutan umum dengan tingkat layanan yang lebih baik perlu dikembangkan dalam bentuk jaringan (network) agar masyarakat dapat mencapai tempat tujuannya dalam sistem jaringan tersebut. Dengan perkataan lain, jika tingkat layanan yang tinggi hanya dapat disediakan oleh satu atau sedikit rute saja, maka hal tersebut belum dapat secara efektif menarik masyarakat untuk menggunakan angkutan umum. Suatu jaringan angkutan umum harus terdiri dari beberapa jalur utama yang didukung dengan feeder service dan harus mencakup kawasan layanan seluas mungkin. Jaringan angkutan umum yang luas tersebut akan dapat memberikan layanan transportasi yang terjangkau

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 16 -

bagi rumahtangga berpenghasilan rendah, sehingga mereka dapat tinggal di wilayah yang kepadatan penduduknya tidak terlalu tinggi dan memungkinkan diperolehnya hunian yang lebih luas.

55..77 PPeennggeemmbbaannggaann LLaahhaann BBeerriinntteennssiittaass TTiinnggggii ddii SSeekkiittaarr KKaawwaassaann SSttaassiiuunn KKeerreettaa AAppii

Untuk meningkatkan penggunaan angkutan umum, integrasi sistem transportasi dengan tata guna lahan sangat penting. Untuk itu maka besaran rasio luas lantai di sekitar stasiun kereta api dan sekitar titik perpindahan transportasi umum utama perlu ditinjau kembali dalam rencana tata ruang masing-masing pemerintah daerah.

55..88 MMeemmbbeerriikkaann PPrriioorriittaass BBaaggii AAnnggkkuuttaann UUmmuumm Penyediaan transportasi yang lebih baik tanpa harus menambah kapasitas jalan dapat dicapai dengan berbagi (sharing) penggunaan ruang jalan. Ini berarti mengalokasikan ruang jalan lebih banyak bagi angkutan umum dan menyediakan fasilitas pejalan kaki yang lebih nyaman dan aman. Untuk dapat mengangkut lebih banyak orang pada ruang yang sama diperlukan kendaraan yang berkapasitas lebih besar. Agar angkutan umum lebih efektif, bis-bis seharusnya tidak terjebak dalam arus kemacetan lalu lintas dan harus menawarkan kelebihan berupa penghematan waktu dibanding pengguna mobil. Oleh karena itu harus diberikan prioritas kepada layanan bis, misalnya berupa jalur khusus bis yang terpisah dari lalu lintas umum. Pada saat busway diperkenalkan sebagai sistem transportasi utama, struktur rute bis harus didesain ulang secara hirarkis.

55..99 RReeffoorrmmaassii SSiisstteemm OOppeerraassii BBiiss

Sistem perijinan operasi bis saat ini belum secara tegas menentukan tingkat layanan yang harus diberikan oleh operator angkutan bis. Standar layanan bis yang sesuai harus disiapkan dan sistem perijinan bis harus diubah secara keseluruhan. Dalam pengoperasian bis-bis jalur utama, diusulkan agar pengelola bis melengkapi bisnya dengan sistem penjejak lokasi untuk dapat mengontrol operasi bis secara lebih baik. Sistem ini akan dapat menyediakan informasi yang lebih akurat tentang operasional bis bagi pengelola bis, instansi terkait, maupun bagi penumpang bis sendiri. Dalam hal ini pengelola bis dapat memonitor langsung operasional bis dan menerapkan suatu sistem penggajian bagi para pengemudinya karena kontol terhadap armada bis maupun pengemudinya dapat dilakukan dengan mudah. Jika pendapatan awak bis dapat terjamin, diharapkan permasalahan dalam pengoperasian bis dapat banyak dikurangi.

55..1100 RReeffoorrmmaassii KKeebbiijjaakkaann TTaarriiff AAnnggkkuuttaann UUmmuumm Saat ini tarif angkutan umum bis dan KA untuk kelas ekonomi diregulasi oleh pemerintah dengan mempertimbangkan kemampuan membayar masyarakat berpenghasilan rendah. Golongan masyarakat ini pada kenyataannya tidak mampu membayar ongkos angkutan yang lebih mahal. Jika tarif angkutan naik, mereka akan terkena dampak yang cukup signifikan dan harus mengorbankan budget untuk keperluan pengeluaran lain. Di sisi lain, operator angkutan umum mengalami kesulitan untuk menyediakan layanan yang memadai apabila tarif yang berlaku relatif rendah. Pemerintah sendiri kadang-kadang tidak dapat memberikan subsidi yang cukup untuk menutup selisih antara biaya dan pendapatan operasional karena terbatasnya anggaran. Diusulkan untuk menyediakan subsidi langsung kepada rumahtangga berpenghasilan rendah daripada subsidi kepada operator angkutan. Pada gilirannya, pemerintah dapat menerapkan tarif yang lebih tinggi yang memungkinkan perusahaan angkutan untuk memberikan layanan yang lebih baik dengan kondisi keuangan yang lebih sehat. Metoda untuk menentukan golongan rumahtangga yang layak menerima subsidi harus dikaji dengan cermat. Langkah lain adalah melalui penggantian biaya transportasi yang dikeluarkan oleh karyawan. Dari sisi perpajakan, apabila pelaku bisnis diperbolehkan untuk mengurangkan tunjangan transportasi ini dari laba perusahaan maka beban perusahaan akan dapat berkurang. Dampak kebijakan ini terhadap pendapatan pemerintah serta manfaat ekonomisnya perlu dianalisis.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 17 -

66.. SSttrraatteeggii uunnttuukk KKeebbiijjaakkaann 22:: PPeenngguurraannggaann KKeemmaacceettaann LLaalluu LLiinnttaass

66..11 MMeennddaayyaagguunnaakkaann JJaarriinnggaann JJaallaann yyaanngg AAddaa Langkah yang dilakukan termasuk:

• Pembangunan jalan untuk menyambungkan ruas missing links,

• Pelebaran jalan agar lebar perkerasan menjadi konsisten,

• Pembangunan flyover dan underpass akan mengurangi kemacetan lalu lintas di persimpangan bottleneck.

• Pembersihan pengguna jalan ilegal, dan

• Melarang bis dan angkot mengambil penumpang di tengah jalan.

Pembangunan ruas missing link akan secara signifikan menambah kapasitas jaringan jalan dan meningkatkan kinerja sistem jalan. Ruas-ruas JORR yang masih belum terbangun dapat dianggap sebagai missing link penting karena fungsinya sebagai distributor lalu lintas belum terwujud selama ruas-ruas tersebut belum tersambungkan. Karena pengembangan fasiltas transportasi lain (misalnya terminal bis antarkota) banyak yang dikaitkan dengan keberadaan JORR, maka pembangunan ruas JORR yang tersisa tersebut sangat mendesak.

66..22 MMaannaajjeemmeenn PPeerrmmiinnttaaaann TTrraannssppoorrttaassii

Manajemen Permintaan Transportasi (Transportation Demand Management, TDM) tampaknya sudah menjadi suatu keharusan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di kawasan pusat bisnis (CBD) karena pembangunan jalan baru, atau bahkan pelebaran jalan di CBD sudah sangat sulit dilakukan dan akan sangat terbatas karena hambatan fisik seperti ketersediaan lahan untuk jalan. Peningkatan layanan angkutan umum adalah syarat awal untuk dapat menerapkan skema Manajemen Permintaan Transportasi.

66..33 PPeenniinnggkkaattaann KKoonnttrrooll LLaalluu LLiinnttaass

Peningkatan pengendalian/kontrol lalu lintas merupakan cara yang efektif untuk menangani masalah lalu lintas dengan mengoptimalkan penggunaan fasilitas jalan yang ada. Kapasitas jalan di daerah perkotaan kebanyakan berkurang pada lokasi-lokasi persimpangan. Oleh karena itu, kapasitas jalan

Gambar 6.1 Pembangunan Flyover/ Underpass dan Missing Links

Gambar 6.2 Usulan Lokasi TDM (2020)

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 18 -

dipersimpangan harus ditingkatkan melalui peningkatan desain geometrik dan peningkatan sistem kontrol lalu lintas, misalnya sistem koordinasi lampu lalu lintas, atau area traffic control system (ATCS). Upaya lain dalam kategori ini dapat berupa pembatasan putaran jalan (u-turn), larangan belok kanan, dan pengenalan sistem informasi transportasi. Proyek demonstrasi yang dilaksanakan di Citeureup menunjukkan efektivitas peningkatan manajemen lalu lintas, yang meliputi peningkatan sirkulasi lalu lintas, mengurangi hambatan samping jalan, dan memfungsikan kembali terminal bis yang ada. Proyek demonstrasi tersebut membuktikan bahwa peningkatan arus lalu lintas yang signifikan dapat diwujudkan dengan anggaran yang relatif tidak besar. Pelajaran dari proyek tersebut menunjukkan bahwa kemauan yang kuat dari pemerintah daerah setempat merupakan kunci sukses pelaksanaan proyek. Di samping itu, penyampaian rencana kepada stakeholder juga sangat penting untuk mendapatkan dukungan dan pemahaman dari masyarakat.

66..44 PPeennyyeeddiiaaaann LLaahhaann uunnttuukk PPeemmbbaanngguunnaann JJaallaann Pengembangan kawasan perkotaan telah melebar di kawasan pinggiran kota dan banyak kompleks perumahan (real estate) telah dibangun. Akibatnya pembangunan jalan menjadi lebih sulit dilaksanakan dibanding pada masa lalu karena kompleks perumahan yang sudah berkembang mengganggu kontinuitas jalan-jalan arteri. Untuk menghadapi masalah ini, rencana pengembangan jaringan jalan harus disusun secara jelas dan daerah milik jalan (damija) harus digambar dalam peta dengan skala 1:1000.

66..55 PPeemmiissaahhaann KKeennddaarraaaann BBeerraatt ddaarrii LLaalluu LLiinnttaass UUmmuumm Pemisahan kendaraan berat dari jenis kendaraan lain merupakan salah satu cara yang efisien dalam mendorong pengembangan jaringan jalan karena beban gandar bervariasi sesuai ukuran kendaraan dan tebal perkerasan tergantung pada volume lalu lintas kendaran berat. Pemisahan kendaraan berat juga akan mengurangi ancaman terhadap keselamatan penduduk yang tinggal di sepanjang koridor utama kendaraan berat.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 19 -

77.. SSttrraatteeggii uunnttuukk KKeebbiijjaakkaann 33:: PPeennuurruunnaann PPoolluussii UUddaarraa ddaann KKeebbiissiinnggaann

77..11 PPeennyyuussuunnaann SSkkeemmaa MMaannaajjeemmeenn LLiinnggkkuunnggaann Polusi lingkungan dapat dihindari dengan melaksanakan manajemen lingkungan secara terus menerus, serta dengan menerapkan program kontrol polusi yang dievaluasi dan, bila perlu, direvisi secara berkala. Diperlukan skema manajemen lingkungan yang mencakup aspek evaluasi (melalui monitoring lingkungan) dan aspek perencanaan (yang dilaksanakan melalui simulasi dampak lingkungan atas dasar data inventory sumber emisi yang senatiasa di-update). Untuk menyusun dan mengembangkan skema tersebut diperlukan peningkatan kemampuan (capacity building) personil teknis terkait dan peningkatan kelembagaan.

77..22 PPeenneerraappaann ddaann PPeenniinnggkkaattaann SSttaannddaarr EEmmiissii PPoolluussii UUddaarraa//KKeebbiissiinnggaann Penerapan dan peningkatan standar emisi adalah hal yang mendasar dalam upaya mengurangi emisi kendaraan. Langkah ini dapat menurunkan emisi dari kendaraan-kendaraan baru, yang cenderung bertambah terus setiap tahun, dan pada gilirannya akan dapat menurunkan faktor emisi rata-rata. Oleh karenanya, penerapan standar perlu segera dilaksanakan. Kontrol emisi sangat tergantung pada kualitas bahan bakar. Dalam konteks teknologi kontrol emisi bagi pabrikan kendaraan bermotor dalam negeri, penerapan EURO 2 atau EURO31 dapat dilakukan tanpa menimbulkan dampak ekonomi yang terlalu besar bagi industri otomotif apabila kualitas bahan bakar dapat mencapai standar yang ditentukan di seluruh Indonesia.

77..33 PPeenniinnggkkaattaann PPrrooggrraamm IInnssppeekkssii ddaann PPeemmeelliihhaarraaaann KKeennddaarraaaann Penurunan pencemaran udara yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor merupakan langkah utama untuk menghadapi masalah polusi udara. Kebisingan lalu lintas dapat dikurangi apabila pemeliharaan kendaraan dilakukan dengan tepat. Saat ini inspeksi kendaraan pada pos-pos inspeksi kendaraan berjalan kurang efektif karena sebagian kendaraan telah “mengatur” kadar gas buang dan kebisingannya sebelum inspeksi hanya agar dapat lulus uji. Oleh karena itu, direkomendasikan untuk melakukan inspeksi langsung di jalan raya guna mengecek besarnya gas buang dan kebisingan yang sebenarnya ditimbulkan oleh kendaraan.

77..44 PPrrooggrraamm BBaahhaann BBaakkaarr DDiieesseell RReennddaahh BBeelleerraanngg Untuk dapat menurunkan emisi PM10 yang merupakan faktor polusi udara paling utama dan untuk memastikan kompatibilitas dengan sistem kontrol emisi diesel terkini (misalnya dengan trap oxidizers dan oxidation catalysts), maka kadar belerang dalam bahan bakar diesel harus ditekan serendah mungkin. Standar emisi kendaraan EURO 3 yang mulai diterapkan di negara-negara Uni-Eropa tahun 2001 mensyaratkan bahwa kadar belerang dalam bahan bakar diesel harus lebih kecil dari 0,05% (500ppm). Di Indonesia penerapan EURO 2 direncanakan untuk dimulai pada tahun 2005. Apabila

1 EURO 2 dan 3 adalah standar emisi berdasarkan “European Directive of Automotive Emission Standard”, 91/542/EEC(A) and 91/542/EEC(B) respectively

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010EU EURO 2 EURO 3 EURO 4Singapore EURO 1 EURO 2Malaysia EURO 1 EURO 2 EURO 3(planned)Thailand EURO 1 EURO 2 EURO 3(planned)Korea EURO 2 EURO 3India EURO 1 EURO 2Philippines EURO 1Vietnum EURO 1China EURO 1 EURO 2(planned)Indonesia EURO 2 (?)Note: Implementation shcedule of emission controls for Heavy-duty Diesel VehiclesSource: K. Minato “ The Global Initiative on Transport Emissions”, 2001 World Bank

Gambar 7.1 Kontrol Emisi Kendaraan di Asia Timur & Eropa

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 20 -

EURO 3 diterapkan tiga tahun setelah itu, maka konsentrasi kadar belerang yang saat ini relatif tinggi harus diturunkan sesuai standar EURO 3 pada tahun 2008 untuk seluruh wilayah Indonesia. Program diesel rendah belerang ini diperkirakan akan mengikuti pola program pengurangan bensin bertimbal, yaitu melalui pelaksanaan secara bertahap hingga mencakup seluruh wilayah Indonesia dan memerlukan waktu relatif panjang. Oleh karenanya, pabrikan mesin-mesin diesel dan sektor industri perminyakan di Indonesia perlu segera bersepakat untuk membatasi kadar belerang dalam diesel sampai tingkat yang diperbolehkan, dan selanjutnya industri perminyakan perlu mulai melakukan persiapan untuk pengembangan fasilitas penyulingan yang diperlukan.

77..55 PPrroommoossii BBaahhaann BBaakkaarr BBiiooddiieesseell

Berbagai jenis minyak sayuran diperkirakan dapat menjadi pengganti bahan bakar diesel, antara lain yang terbuat dari lobak, bunga matahari, wijen, kapas, kacang, kedelai, kelapa dan kelapa sawit. Minyak sayuran tersebut memiliki kualitas pembakaran yang cukup baik dan menghasilkan emisi polusi udara yang lebih rendah. Terlebih lagi dengan meningkatnya perhatian terhadap efek rumah kaca (greenhouse effect), minyak sayuran menjadi lebih menarik lagi karena emisi CO2 dapat lebih dikurangi jika dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar diesel yang berasal dari fosil.

Indonesia adalah negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia, dan memiliki sangat banyak bahan baku biodiesel. Bagaimanapun juga, minyak kelapa sawit dewasa ini digunakan untuk produk-produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi, misalnya untuk minyak goreng dan kosmetika, sehingga hampir tidak mungkin untuk dapat mempromosikan biodiesel secara nasional apabila harga bahan bakunya tidak dikurangi atau disubsidi sehingga harga jual biodiesel dapat bersaing dengan bahan bakar diesel yang berasal dari fosil. Dengan demikian, biodiesel hendaknya disediakan di wilayah terbatas dan untuk jenis kendaraan tertentu saja, misalnya untuk bis diesel di daerah-daerah yang polusi udaranya tinggi

77..66 PPrroommoossii BBaahhaann GGaass AAllaamm uunnttuukk KKeennddaarraaaann

Promosi penggunaan kendaraan berbahan bakar gas alam dapat mengurangi polusi udara seperti PM10 dengan signifikan. Kendaraan berbahan bakar gas alam memerlukan konfigurasi mesin yang khusus. Untuk kendaraan bensin, sistem pembakaran bahan bakarnya hampir serupa sehingga kendaraan tersebut dapat dikonversi agar dapat menggunakan bahan bakar gas alam. Sedangkan kendaraan bermesin diesel dapat dikonversi menjadi berbahan bakar ganda (menggunakan diesel dan gas alam) dengan memasang peralatan tambahan tertentu.

Promosi penggunaan kendaraan berbahan bakar gas alam memerlukan stasiun pengisian bahan bakar tersendiri yang tersebar di berbagai wilayah, serta memerlukan personil terlatih dan bengkel-bengkel khusus. Dengan demikian, promosinya pertama-tama dapat diterapkan pada kendaraan-kendaraan taxi yang setiap harinya menempuh jarak cukup jauh di wilayah pusat Jakarta, dengan diikuti penyediaan infrastruktur yang diperlukan secara intensif. Setelah taxi, promosi dapat dilanjutkan untuk mencakup bis-bis angkutan umum.

77..77 PPeerriillaakkuu MMeennggeemmuuddii yyaanngg RRaammaahh LLiinnggkkuunnggaann Salah satu penyebab utama polusi udara dan kebisingan di jalan raya adalah adanya pengemudi yang tidak menyadari bahwa perilaku mengemudinya yang buruk dapat mengganggu lingkungan. Pendekatan pendidikan dengan menggunakan mass media dan program pelatihan wajib akan sangat efektif untuk mengingatkan pengemudi akan dampak dari perilaku mengemudi terhadap lingkungan. Saat ini, kursus mengemudi merupakan persyaratan untuk mendapatkan surat izin mengemudi (SIM). Namun perilaku mengemudi cenderung memburuk setelah SIM diperoleh, sehingga peringatan sejak awal akan efektif mengatasi perilaku mengemudi yang buruk. Pelatihan-pelatihan diharapkan dapat membuat pengemudi lebih sadar lingkungan.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 21 -

88.. SSttrraatteeggii uunnttuukk KKeebbiijjaakkaann 44:: PPeenniinnggkkaattaann KKeesseellaammaattaann ddaann KKeeaammaannaann

88..11 PPeennddiiddiikkaann KKeesseellaammaattaann LLaalluu LLiinnttaass Sebagian besar kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kesalahan manusia; fakta menunjukkan bahwa 73 persen kecelakaan lalu lintas pada di jalan raya disebabkan oleh kelalaian dan pelanggaran peraturan lalu lintas. Oleh karena itu, program-program pendidikan keselamatan lalu lintas untuk para pengemudi dan murid-murid sekolah merupakan langkah efektif untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas. Pembuatan video pendidikan merupakan program pendidikan yang efektif.

88..22 UUjjii KKeennddaarraaaann PPrriibbaaddii 16 persen kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kerusakan mesin kendaraan karena kurangnya perawatan. Oleh karena itu, uji kendaraan harus diperluas agar mencakup kendaraan pribadi guna mengurangi kecelakaan lalu lintas karena masalah mekanis serta untuk memeriksa emisi polusinya.

88..33 PPeemmeelliihhaarraaaann JJaallaann SSeebbaaggaaiimmaannaa MMeessttiinnyyaa Pemeliharaan jalan sebagaimana mestinya tidak hanya akan melancarkan laju kendaraan di jalan saja, tapi juga mengurangi kecelakaan lalu lintas. Saat ini sekitar sembilan persen kecelakaan lalu lintas terjadi karena jalan-jalan berlubang dan rusak.

88..44 RReehhaabbiilliittaassii ddaann PPeemmaassaannggaann SSiisstteemm LLaammppuu LLaalluu LLiinnttaass Jumlah lampu lalu lintas yang rusak cukup banyak dan perlu perbaikan agar berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu, diperlukan pemasangan lampu lalu lintas tambahan, khususnya di wilayah Bodetabek, di mana jumlah lampu lalu lintas yang sudah terpasang sangat terbatas. Lampu lalu lintas untuk pejalan kaki juga harus ditambah agar dapat menyeberang jalan dengan aman.

88..55 RReehhaabbiilliittaassii SSiisstteemm PPeerrssiinnyyaallaann KKeerreettaa AAppii Saat ini banyak sinyal kereta api yang telah rusak dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Karena sistem persinyalan kurang berfungsi dengan baik, maka masinis terpaksa menjalankan kereta secara manual sehingga beberapa kali mengakibatkan tabrakan kereta api. Rehabilitasi sinyal kereta api merupakan tugas yang mendesak untuk meningkatkan keselamatan kereta api.

88..66 PPeennyyeeddiiaaaann PPeerrlliinnttaassaann KKeerreettaa AAppii TTaakk SSeebbiiddaanngg aannttaarraa JJaallaann RRaayyaa ddaann JJaallaann RReell

Apabila layanan KA ditingkatkan dan frekuensi perjalanan bertambah, diperkirakan akan terjadi pemisahan komunitas di sepanjang rel kereta api karena terpisahkan oleh jalan rel tersebut. Di samping itu kecelakan yang terkait dengan perjalanan KA juga mungkin meningkat. Untuk itu perlu dibangun flyover dan underpass, sesuai dengan pengembangan sistem jaringan KA-nya. Dalam jangka panjang, jalur KA di wilayah perkotaan perlu dibangun secara elevated.

88..77 AAnnaalliissiiss PPeennyyeebbaabb KKeecceellaakkaaaann LLaalluu LLiinnttaass Sistem pelaporan catatan kecelakaan lalu lintas harus dikembangkan serta database kecelakaan perlu dibuat untuk dapat menganalisa kecelakaan lalu lintas.

88..88 PPeenniinnggkkaattaann KKeeaammaannaann Perlu tindakan segera untuk melindungi penumpang dari perampokan dan pencopetan dengan menugaskan personil keamanan di stasiun kereta api, terminal bis dan halte-halte bis.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 22 -

99.. JJaaddwwaall PPeellaakkssaannaaaann KKoommppoonneenn RReennccaannaa IInndduukk

99..11 PPrrooyyeekk ddaann PPrrooggrraamm uunnttuukk KKeebbiijjaakkaann 11:: PPrroommoossii PPeenngggguunnaaaann AAnnggkkuuttaann UUmmuumm

Proyek-proyek dan program-program untuk meningkatkan penggunaan angkutan umum tidak semata-mata hanya terdiri dari pengembangan sistem kereta api dan peningkatan angkutan bis saja, namun juga pengembangan jaringan jalan untuk angkutan umum dan langkah-langkah dukungan dalam kontrol lalu lintas dan perencanaan perkotaan.

Waktu

Kode Proyek

Proyek/ Program Dalam 4

Tahun7 Tahun Berikut

Sampai 2020

Setelah 2020

Panjang (km)

Biaya Proyek (Milyar Rp.)

Catatan

Koridor Angkutan Umum Timur-Barat No.1 (EW01) PB04 Sistem Busway (4)

Kalideres – Pulogadung Ya 25.5 98.5

R10 Road widening for the Trunk Bus Printis - Bekasi Raya Mulai Ya 2.3 75

R11 Pelebaran Jalan untuk Busway Bekasi Raya - Cikarang Ya 21.2 500

R15 Pelebaran Jalan untuk Busway Daan Mogot (1) Ya 5.6 192

R16 Pelebaran Jalan untuk Busway Daan Mogot (2) Mulai Ya 9.3 543

PR19a Pembangunan Plasa Stasiun di St. Tangerang pada Jalur Tangerang Ya - 2 1 Stasiun

R20a Jalan Akses ke Stasiun Pesing, Kembangan, Bojong Indah, Rawa Buaya, Kalideres, Poris, Batu Ceper dan Stasiun Tangerang di Jalur Tangerang

Mulai Berlanjut Ya - 274

8 Stasiun

R28 Pelebaran Jalan untuk Busway sebelah barat Pulogadung Ya 0.9 149

Biaya bulan Okt. 2004 karena Pre

F/S PB05 Sistem Busway (5) Perpanjangan Rute

Kalideres - Pulogadung ke Cimone (Kota Tangerang) dan Bekasi/Cikarang (Kota dan Kab Bekasi)

Mulai Ya 46.5 93 Tergantung Busway (4)

Kalideres-Pulo Gadung

PR06 MRT Balaraja – Cikarang Ya 78.2 14,009 PR03 Short Cut Jalur Tangerang

Ya 1.3 330 Termasuk Pembangunan Stasiun Roxy (Baru)

PR07 Koneksi Tangerang - Cenkareng Ya 5.0 -

Catatan: Perkiraan biaya dibuat berdasarkan harga pada bulan Januari 2003. Namun, biaya proyek pra-FS telah direvisi berdasarkan harga pada bulan Oktober 2003.

Konversi setelah 2020

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 23 -

Koridor Angkutan Umum Timur-Barat No.2 (EW02)

Waktu Kode

Proyek

Proyek/ Program Dalam 4

Tahun7 Tahun Berikut

Sampai 2020

Setelah 2020

Panjang (km)

Biaya Proyek (Milyar Rp.)

Catatan

PR01 Double Double Tracking dan Elektrifikasi Jalur Bekasi Mulai Ya 35.0 7,986

PR08 Double Tracking Jalur Serpong antara Serpong – Tanah Abang Mulai Ya 23.4 1,720 Termasuk 5

Stasiun Baru PR02 Short Cut Jalur Serpong antara Palmera

- Karet Ya 5.2 1,528 Termasuk 1 Stasiun Baru

PR19b Pembangunan Plasa Stasiun di 8 stasiun (Jatinegara, Klender, Klender Baru, Cakung, Kranji, Bekasi, Tambun dan Cikarang) pada Jalur Bekasi

Ya - 128 8 Stasiun

PR18a Pembangunan 2 Stasiun Baru (St. Matraman dan St. Bekasi Timur) pada Jalur Bekasi

Mulai Ya - 130 2 Stasiun

R20b Jalan Akses ke Stasiun-stasiun KA Tanah Abang, Palmerah, Limo, Kebayoran, Bintaro, Pondok Ranji, Jurang Manggu, Sudimara, Ciater, Rawa Buntu, Serpong, Cisauk dan Cicayur pada Jalur Serpong

Mulai Berlanjut Ya - 663 13 stasiun

R20c Jalan Akses ke Stasiun-stasiun KA Klender, Buaran, Klender Baru, Cakung ,Kranji, Bekasi, Tambun, Cibitung dan Cikarang pada Jalur Bekasi

Mulai Berlanjut Ya - 442 9 stasiun

PR22a Tambahan Fasilitas Persinyalan dan Peningkatan/Penambahan sub-stasiun pada Jalur Bekasi

Ya - 444 Untuk operasi Headway 4-Menit

PR22b Penambahan Fasilitas Persinyalan dan Peningkatan/Penambahan sub-stasiun pada Jalur Serpong

Ya - 303 Untuk operasi Headway 4-Menit

Koridor Angkutan Umum Timur-Barat No.3 (EW03)

R14 Pelebaran jalan untuk Busway Ciledug Raya Mulai Ya 11.3 366

PB06W Sistem Busway (6) Ciledug – Blok M - Setu Ya 51.0 113

R25 Pelebaran jalan untuk Busway Siliwangi Mulai Ya 4.6 105

PR11 MRT Ciledug – Bekasi Ya 45.7 11,766

Koridor Angkutan Umum Utara-Selatan No.1 (NS01) R24 Pelebaran jalan untuk Busway

Fatmawati Ya 4.5 711.1

PB01 Sistem Busway (1) Kota - Lebak Bulus (Perpanjanganf Kota - Blok M) Ya 21.0 61

Nantinya akan digantikan oleh

MRT

PR12 Jakarta MRT Kota – Ciputat Mulai Berlanjut Ya 24.7 10,670

Konversi setelah 2020

Konversi Bertahap

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 24 -

Koridor Angkutan Umum Utara-Selatan No.2 (NS02)

Waktu Kode

Proyek

Proyek/ Program Dalam 4

Tahun7 Tahun Berikut

Sampai 2020

Setelah 2020

Panjang (km)

Biaya Proyek (Milyar Rp.)

Catatan

PB02 Sistem Busway (2) Kota - Ragunan Ya 17.5 151.8

Koridor Angkutan Umum Utara-Selatan No.3 (Jalur Bogor & Jalur Tengah) (NS03) PR10 Pembangunan Stasiun Jakarta Kota

Baru Ya 2 1,682

PR16a Peningkatan Fasilitas Stasiun di Stasiun-stasiun Bogor, Cilebut, Bojong Gede, Citayam, Depok, Pasar Minggu dan Cawang pada Jalur Bogor

Ya - 87 7 stasiun

PR22c Penambahan Fasilitas Persinyalan dan Peningkatan/Tambahan Sub-stasiun pada Jalur Bogor

Ya - 705 Untuk operasi headway 4-Menit

PR17 Pembelian Gerbong Kereta Listrik untuk Jalur Bogor Mulai Ya - 2,804 309 gerbong

PR18b Pembangunan satu Stasiun Baru antara Bogor dan Cilebut pada Jalur Bogor Mulai Ya - 62 1 stasiun

PR19c Pembangunan Plasa Stasiun pada Jalur Bogor dan Jalur Tengah di stasiun-stasiun : Bogor, Cilebut, Bojong Gede, Citayam, Depok, Depok Baru, Pondok Cina, Lenteng Agung, Pasar Minggu, Duren Kalibata, Tebet, Manggarai, Cikini dan Jakarta Kota

Ya - 860 13 stasiun

R20d Pembangunan Jalan Akses ke Stasiun-stasiun Kereta Api Bogor, Cilebut, Bojong Gede, Citayam, Depok, Depok Baru, Pondok Cina, Universitas Indonesia, Universitas Pancasila, Lenteng Agung, Tanjung Barat, Pasar Minggu, Pasar Minggu Baru, Duren Kalibata, Cawang, Manggarai, Juanda, Sawah Besar, Mangga Besar, dan Jakarta Kota pada Jalur Bogor dan Tengah

Mulai Berlanjut Ya - 1,488 20 stasiun

Koridor Angkutan Umum Utara-Selatan No.4 (NS04) R12 Pelebaran jalan untuk Busway Bogor

Raya (1) Ya 6.5 400.7 Biaya bulan Okt. 2004 karena Pre

F/S PB03 Sistem Busway (3)

Kota - Kampung Rambutan Ya 24 89

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 25 -

Layanan Angkutan Umum Melingkar di CBD

Waktu Kode

Proyek

Proyek/ Program Dalam 4

Tahun7 Tahun Berikut

Sampai 2020

Setelah 2020

Panjang (km)

Biaya Proyek (Milyar Rp.)

Catatan

PR04 Double Double Tracking Jalur Barat (Karet – Manggarai) Ya 4.3 1068

PR05 Short Cut Manggarai - Pondok Jati Ya 2.0 404 PR09 Rel Layang Jalur Timur Ya 5.4 943 PR16b Peningkatan Fasilitas Stasiun Rajawali,

Gang Setiong, Kramat, dan Pondok Jati, pada Jalur Timur

Ya - 6 3 stasiun

PR22d Penambahan Fasilitas Persinyalan dan Peningkatan/Penambahan sub-stasiun di Jalur Timur dan Jalur Barat

Ya - 413 Untuk operasi headway 4-Menit

PR19d Pembangunan Plasa Stasiun pada Jalur Timur/Barat di Stasiun-stasiun Sudirman dan Pasar Senen

Ya 52 2 stasiun

PR19e Pembangunan Plasa Stasiun pada Jalur Serpong di Stasiun Tanah Abang Ya 24 1 stasiun

R20e Jalan Akses ke Kampung Bandan, Angke, Karet, Rasuna Said, Mampang, Duri, Rajawali, Pasar Senen, Kramat, Pondok Jati, Jatinegara, dan Stasiun Baru Jakarta Kota pada Jalur Timur dan Jalur Barat.

Mulai Berlanjut Ya - 468 12 stasiun

Peningkatan angkutan Umum di Sub Centers Bodetabek R17 Pelebaran Jalan untuk Busway

Serpong Raya Ya 9.3 318

PB07 Sistem Busway (7) Jl Raya Serpong (Kota dan Kab Tangerang) Ya 18.5 26

R13 Pelebaran Jalan untuk Busway Bogor Raya (2) Ya 17.6 736

PB08 Sistem Busway (8) Jl Raya Bogor (Kota dan Kab Bogor) Ya 14.5 20

Peningkatan Angkutan Umum di Bodetabek PR13 Kereta Api Lingkar Luar Ya - -

Langkah lain untuk mempromosikan penggunaan angkutan umum I03 Privatisasi PT. KA dan pembentukan

Jabodetabek Metro Railway Corporation Ya - -

I04 Rasionalisasi Perum PPD Ya - -

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 26 -

Program Peningkatan Angkutan Umum Lainnya

Waktu Kode

Proyek

Proyek/ Program Dalam 4

Tahun7 Tahun Berikut

Sampai 2020

Setelah 2020

Panjang (km)

Biaya Proyek (Milyar Rp.)

Catatan

PR14 Pembangunan Pabrik Suku Cadang Kereta Api untuk Kereta Api Jabotabek Mulai Ya - 303

PR15 Program Pelatihan untuk Sistem Elektrikal, Persinyalan dan Telekomunikasi Kereta Api

Ya - 240

PB09 Reformasi Skema Perizinan Bis Mulai - - PB10 Peningkatan Layanan Feeder Bis ke

Stasiun-stasiun Kereta Api Ya - -

PB11 Penataan Rute Bis (Pemisahan rute Busway dan rute feeder bis) Ya - -

PB12 Pengembangan Fasilitas Antar Moda dengan fasilitas bebas penghalang Ya - -

PB13 Pembangunan Terminal Bis Mulai Berlanjut Ya 27 tempat 86 R18 Pelebaran Jalan yang Ada untuk

mengakomodasi Lajur Bis Mulai Ya 56.5 1,663

R19(1) Pembangunan Jalan Arteri untuk Pembangunan Regional dan Peningkatan Cakupan Layanan Bis (Pelebaran)

Mulai Berlanjut Ya 228.3 5,454

R19(2) Pembangunan Jalan Arteri untuk Pembangunan Regional dan Peningktan Cakupan Layanan Bis (Jalan Baru)

Mulai Berlanjut Ya 76.2 2,597

R19(3) Standardisasi 2-lajur untuk Pembangunan Regional Mulai Berlanjut Ya 34.3 786

C04 Langkah-langkah Prioritas Bis di Jakarta Mulai Ya - -

C06 Manajemen Angkutan Umum di Bodetabek Ya - -

UP01 Penyediaan Rasio Luas Lantai yang lebih tinggi untuk Kawasan Sekitar Stasiun Kereta Api dan Fasilitas Perpindahan Angkutan Utama

Mulai Ya - -

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 27 -

99..22 PPrrooyyeekk ddaann PPrrooggrraamm uunnttuukk KKeebbiijjaakkaann 22:: PPeenngguurraannggaann KKeemmaacceettaann LLaalluu LLiinnttaass

Pengurangan kemacetan lalu lintas dapat dicapai dengan meningkatkan kapasitas jaringan jalan dan kontrol serta manajemen lalu lintas untuk sisi suplai. Termasuk juga langkah-langkah untuk mengatur permintaan transportasi seperti pembatasan lalu lintas dan perubahan struktur perkotaan.

Pengembangan Jaringan Jalan Waktu

Kode Proyek Proyek/ Program Dalam 4

Tahun7 Tahun Berikut

Sampai 2020

Setelah 2020

Panjang (km)

Biaya Proyek (Milyar Rp.)

Catatan

R01 Jalan Lingkar Luar Jakarta (JORR) Ya 36.5 7,035 R02a Jatiasih – JORR2 Ya 3.7 223 R02b JORR2 – Jalan Tol Cikampek Ya 7.3 273 R03 Akses Tg. Priok dari JORR Ya 12.1 3,784

R04 Jalan Tol Tanjung Priok – Cikarang Ya 28.0 2,511 8 km termasuk dalam R05

R05 JORR2 (Outer Outer Ring Road) Mulai Berlanjut Ya 108.2 7,057 Biaya Okt. 2003 karena Pre F/S

R06 Perpanjangan Jalan Tol Serpong ke Jalan Tol Dalam Kota Ya 7.5 2,015

R07 Perpanjangan Jalan Tol Serpong ke Tigaraksa Ya 32.5 848

R08a Jalan Tol Depok – Antasari (JORR – JORR2) Ya 2.8 1,433

R08b Jalan Tol Depok – Antasari (JORR2 – Citayam) Ya 3.1 956

R09 Jalan Tol Kalimalang Ya 13.9 2,066 R21 Pembangunan Bypass Kota Mulai Berlanjut Berlanjut Ya 10.0 293

R22 Flyover/Underpass di persimpangan bottleneck Mulai Berlanjut Ya 60 tempat 3,565

R23 Pemeliharaan Jalan Mulai Berlanjut Berlanjut Ya - 13,220

R26 Jalan Tol Baralaja – Teluknaga Ya 35.0 1,808 R27 Peningkatan Akses Cengkareng Mulai Ya 4.0 402 F02 Pengenalan Road Fund Ya

Peningkatan Sistem Kontrol Lalu Lintas dan Manajemen Permintaan

C01 Manajemen Permintaan Lalu Lintas (Road Pricing) di DKI Jakarta Mulai Berlanj

ut Ya - 700

Penyediaan tingkat layanan angkutan umum yang lebih baik seperti Busway atau MRT

C02 Peningkatan intensif pada ruas-ruas bottleneck di Jakarta Ya - 34

Membersihkan penghalang dan pemakai ilegal

C03 Penggabungan dan Upgrade Sistem Area Traffic Control (ATC) di Jakarta Ya - 210

C05 Sistem Informasi Lalu Lintas Jalan Darat Ya - 58

C07 Manajemen Lalu Lintas pada Pasar di Bodetabek Ya - 12

C08 Peningkatan Rekayasa Lalu Lintas (Geometrik) di Bodetabek Ya - 22

C09 Sistem Informasi Lalu Lintas Jalan Tol Ya - 872 C10 Electronic Toll Collection (ETC) Ya - 610

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 28 -

Langkah-langkah dalam Perencanaan Perkotaan UP02 Insentif untuk Pengembangan

Sub-center Mulai - - UP03 Memperkuat Kontrol Pembangunan Mulai - - Kebijakan Pricing untuk Pembatasan Lalu Lintas

F04 Peningkatan Pajak BBM secara Bertahap Mulai - -

99..33 PPrrooyyeekk ddaann PPrrooggrraamm uunnttuukk KKeebbiijjaakkaann 33:: PPeenngguurraannggaann PPoolluussii UUddaarraa ddaann KKeebbiissiinnggaann LLaalluu LLiinnttaass

Pengurangan polusi udara dan kebisingan lalu lintas akan dicapai melalui promosi penggunaan angkutan umum dan pengurangan kemacetan lalu lintas. Proyek dan program perbaikan lingkungan mencakup peningkatan uji kendaraan dan pengenalan bahan bakar ramah lingkungan.

Perbaikan Lingkungan

Waktu Kode

Proyek Proyek/ Program Dalam 4 Tahun

7 Tahun Berikut

Sampai 2020

Setelah 2020

Biaya Proyek (Milyar Rp.)

Catatan

E01 Peningkatan Program Pengujian dan Pemeliharaan Kendaraan Ya 14

E02 Promosi Diesel Rendah Belerang Ya 1,900 E03 Promosi Dwi-bahan bakar Ya 150

E04 Program Pendidikan Pengemudi tentang Perilaku Berkendaraan Ya 10

Harus dikoordinasikan dengan program keselamatan lalu lintas untuk pengemudi

E05 Promosi Kendaraan Berbahan bakar Gas Alam Ya -

99..44 PPrrooyyeekk ddaann PPrrooggrraamm uunnttuukk KKeebbiijjaakkaann 44:: PPeenniinnggkkaattaann KKeesseellaammaattaann ddaann KKeeaammaannaann

Proyek dan program untuk peningkatan keselamatan dan keamanan transportasi termasuk program pendidikan keselamatan lalu lintas, rehabilitasi sistem sinyal untuk jalan dan kereta api, serta pemeliharaan jaringan jalan yang semestinya. Peningkatan Keamanan dan Keselamatan Transportasi

Waktu Kode

Proyek Proyek/ Program Dalam 4 Tahun

7 Tahun Berikut

Sampai 2020

Setelah 2020

Biaya Proyek (Milyar Rp.)

Catatan

S01 Program Pendidikan Keselamatan Lalu Lintas di Sekolah Ya -

S02 Program Pendidikan Keselamatan Lalu Lintas untuk Pengemudi Ya -

PR20 Sistem Radio Keraeta Api Ya 491

PR21 Rehabilitasi Fasilitas Persinyalan/ Telekomunikasi Mulai Ya

178

PR23 ATS/Sistem Berhenti Kereta Api Otomatis Ya 249

C11 Memperbaiki dan Pemasangan Rambu Lalu Lintas Mulai 245

S03 Penugasan personil pengamanan di stasiun kereta api, terminal bis, dan halte bis

Ya

SO4 Pembuatan Sistem Database Kecelakaan Lalu-lintas Ya -

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 29 -

1100.. BBaaggaaiimmaannaa MMeewwuujjuuddkkaannnnyyaa

1100..11 MMeemmbbaayyaarr uunnttuukk TTrraannssppoorrttaassii yyaanngg LLeebbiihh BBaaiikk (1) Prinsip Pembebanan Biaya

Rencana pembiayaan disusun untuk mendukung program restrukturisasi dan perbaikan berbagai sarana dan prasarana. Untuk mengisi kesenjangan antara kebutuhan biaya pembangunan dan tingkat pendapatan saat ini perlu dicari sumber-sumber keuangan tambahan, antara lain:

1) Meningkatkan Pendapatan Sektor Transportasi

Kenaikan tarif pajak BBM dan road pricing secara berangsur merupakan salah satu dari beberapa kemungkinan. Pendapatan ini harus dialokasikan khusus untuk pengembangan sistem transportasi.

2) Mengurangi Subsidi Angkutan Umum

Ongkos angkutan umum kelas ekonomi saat ini ditetapkan relatif rendah dengan mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Penyediaan sarana transportasi yang terjangkau oleh masyarakat kurang mampu dapat dicapai melalui pemberian subsidi secara langsung kepada kelompok target tersebut. Hal ini akan dapat mengurangi pengeluaran pemerintah karena pemerintah tidak perlu lagi menyediakan subsidi kepada masyarakat yang mampu membayar ongkos angkutan yang lebih tinggi. Dalam jangka panjang, diharapkan jumlah subsidi akan semakin berkurang secara alamiah seiring meningkatnya pendapatan masyarakat.

3) Mengikutsertakan Sektor Swasta dalam Pengembangan Sistem Transportasi

Peraturan tentang investasi swasta dalam sektor transportasi harus ditinjau dan diperbaiki untuk memberikan kondisi investasi yang baik bagi sektor swasta dalam bisnis transportasi. Termasuk di sini adalah mekanisme penentuan tarif tol dan mekanisme pemberian hak/konsesi pengembangan. Pembagian peran dan tanggungjawab antara pemerintah dan swasta harus ditentukan dengan jelas.

4) Pengembangan Sistem Transportasi yang Terpadu dengan Pengembangan Perkotaan

Pengembangan sistem transportasi akan memberi manfaat langsung dan tak langsung kepada masyarakat. Manfaat tak langsung seperti peningkatan harga tanah sepanjang koridor transportasi, bagaimanapun juga tidak bisa diserap oleh proyek pengembangan sistem transportasi. Konsep berikut mengusahakan untuk meraih manfaat dari pengembangan sistem transportasi. Pemberian hak pengembangan lahan di sekitar stasiun-stasiun kereta api atau simpang susun jalan tol kepada investor swasta akan membuat kemungkinan internalisasi manfaat pengembangan sistem transportasi. Namun demikian, hal ini harus direncanakan dengan baik agar konsisten dengan rencana tata guna lahan.

(2) Biaya Rencana Induk

Tabel 10.1 merangkum dana yang dibutuhkan untuk Rencana Induk, yang meliputi biaya investasi serta biaya operasi dan pemeliharaan (O&M) selama periode tahun 2004 hingga 2020. Total kebutuhan adalah sebesar Rp 91,270 triliun (harga pasar bulan Januari 2003 tidak termasuk inflasi), dengan komposisi Rp 76,150 triliun untuk biaya investasi dan Rp 15,120 triliun untuk biaya O&M. Nilai tersebut adalah sekitar 0.8% dari PDRB wilayah Jabodetabek selama periode 2004-2020. Biaya untuk pengembangan kereta api dan jaringan jalan mencapai sekitar 94% dari total biaya. Sisanya sebesar Rp 5,570 triliun diperlukan untuk pembangunan fasilitas busway, sistem area traffic control (ATC) dan sistem pengelolaan permintaan lalu lintas (TDM).

Dari sudut pandang waktu distribusi biaya (Gambar 10.1), sebesar 27%, dari total biaya perlu dialokasikan dalam jangka waktu pendek sampai tahun 2007, kemudian 25% dalam jangka menengah (2008-2010) dan 48% dalam jangka panjang (2011-2020).

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 30 -

Tabel 10.1 Biaya Rencana Induk (2004-2020) Unit: Rp. triliun

Biaya Investasi Biaya Operasi & Pemeliharaan

Total Andil

Pembangunan Jaringan Kereta Api 29,390 6,140 35,530 39% Pembangunan Jaringan Jalan 39,510 6,360 45,870 Busway (Pelebaran) 4,090 210 4,300

55%

Fasilitas Lalu Lintas Lainnya/TDM 1) 3,160 2,410 5,570 6% Total of MP Cost 79,150 15,120 91,270 100%

Catatan: 1) Termasuk biaya untuk fasilitas busway, manajemen lalu lintas dan TDM 2) Biaya diperkirakan pada harga pasar bulan Januari 2003 dan tidak termasuk eskalasi harga.

Sumber: Estimasi SITRAMP

Gambar 10.1 Alokasi Tahunan Biaya Rencana Induk (2004-2020)

(3) Pelaksanaan Rencana Induk dan Pembangunan dengan Inisiatif Swasta

Mempertimbangkan keterlibatan swasta, dari total biaya rencana induk yang sebesar Rp 91,270 triliun, 26 persen dari jumlah tersebut atau Rp. 24,090 triliun dapat dikurangi dari beban biaya yang ditanggung sektor publik karena adanya peranserta sektor swasta (Tabel 10.2). Oleh karena itu, kebutuhan pendanaan sektor publik untuk periode 2004-2020 diperkirakan sebesar Rp. 67,180 triliun (berdasarkan harga pasar pada Januari 2003, tidak termasuk inflasi).

Tabel 10.2 Biaya Rencana Induk dan Pembangunan dengan Inisiatif Swasta (2004-2020) Unit: Rp. milyar

MP Cost

Private Initiative Development

Net Public Cost Burden

Pengembangan Jaringan Kereta Api 35,530 16,250 1) 19,280Pengembangan Jaringan Jalan 45,870 6,920 2) 38,950Busway (Pelebaran) 4,300 0 4,300Fasilitas Busway 920 920 3) 0Sistem Manajemen Lalu Lintas 2,980 0 2,980TDM 1,670 0 1,670Total 91,270 24.090 67,180% 100% 26% 74%

Sumber: Estimasi SITRAMP Catatan: 1) Layanan operasi kereta api Jabotabek oleh PT. KA dan JKT MRT oleh perusahaan baru 2) Pembangunan inisiatif swasta akan diperkenalkan pada JORR-2 (section 1~14), Tol Jatiasih

(R20a) dan Tol Depok – Antasari (R08a) 3) Pendapatan konsesi operasi busway akan menutup biaya pembangunan fasilitas busway (halte bis, dan sistem lokasi bis).

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

9,000

10,000

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Railway network Road network Busway (6 lanes widening) Busway facility, Traffic management system & TDM

Unit: Rp. Bill ion as of Jan. 2003 p rices excluding in flati on

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 31 -

(4) Biaya Publik untuk Sektor Transportasi

Di samping biaya untuk pelaksanaan rencana induk yang berjumlah Rp. 67,180 triliun seperti disebutkan di atas, pemerintah pusat dan daerah masih harus berbagi biaya pemeliharaan jalan-jalan yang sudah ada yang jumlahnya diperkirakan sebesar Rp. 13,22 triliun untuk perioda antara 2004 hingga 2020. Maka total beban biaya publik untuk sektor transportasi di wilayah Jabodetabek sepanjang perioda rencana induk adalah sebesar Rp. 80,400 triliun, atau sekitar 0,72 % dari PDRB.

Tabel 10.3 Biaya Publik untuk Sektor Transportasi 2004 – 2020 Unit: Rp. milyar

Biaya (2004 – 2020)

Biaya Rencana Induk (Beban Publik) 67.180

Biaya Pemeliharaan Jalan yang Ada Pemerintah Pusat 2.600 Pemprop Jawa Barat 520 Pemprop Banten 150 DKI Jakarta 6.060 Kota Bekasi 570 Kota Bogor 380 Kota Depok 210 Kabupaten Bekasi 860 Kabupaten Bogor 860 Kota Tangerang 360 Kabupaten Tangerang 650 Total biaya perawatan jalan yang ada 13.220 Total Biaya Publik untuk Sektor Transportasi 80.400

Sumber: Estimasi SITRAMP Catatan: Biaya operasi dan pemeliharaan KA Jabotabek tidak termasuk, karena merupakan biaya

PT. KA.

(5) Kemampuan Anggaran Pemerintah untuk Mendanai

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut di atas, perkiraan kemampuan pendanaan pemerintah di masa yang akan datang selama perioda pelaksanaan rencana induk 2004-2020 adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 10.4. Jumlah kemampuan total diperkirakan mencapai Rp. 49 triliun atau sekitar 0,44% dari PDRB wilayah Jabodetabek selama periode dimaksud. Jumlah tersebut tidak memenuhi kebutuhan beban biaya publik yang sebesar Rp. 80,400 triliun. Defisit kumulatif akan mencapai Rp 31,400 triliun hingga 2020, di luar eskalasi harga. Oleh karena itu, perlu dicari sumber pendanaan tambahan.

Tabel 10.4 Kemampuan Pendanaan Pemerintah dan Defisit Pembiayaan Sektor

Transportasi, 2004 – 2020

(Rp. milyar) Asumsi Kemampuan Pendanaan Pemerintah 1) Pemerintah Pusat 21.400 0.08% PDRB tahun 2002

0.20 % PDRB tahun 2007-2020 2) Pemerintah Daerah 27.600 0.25% PDRB tahun 2004-2020

Total 49.000 0.44% PDRB tahun 2004-2020 Kebutuhan Dana Pemerintah 1) Beban Biaya Publik Netto Rencana Induk 67.180 Lihat Tabel 10.2 2) Biaya Pemeliharaan Jalan yang Ada 13.220 Lihat Tabel 10.3

Total 80.400 0.72% dari PDRB Defisit 31.400

Sumber: Estimasi SITRAMP

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 32 -

(6) Sumber Pendapatan Tambahan

Sumber pendapatan tambahan bisa didapat dari peningkatan tarif pajak BBM, pendapatan dari TDM dan pajak baru atas properti. Pendapatan tambahan dari ketiga sumber di atas diperkirakan dapat mencapai Rp. 33,010 triliun selama perioda rencana induk seperti terlihat pada Tabel 10.5.

Tabel 10.5 Pendapatan Tambahan 2004 – 2020

Unit: Rp. milyar Pendapatan Tambahan

(2004 – 2020) Pendapatan dari Kenaikan Tarif BBM 14.000 Pendapatan dari TDM 15.100 Pendapatan dari Pajak Pembangunan Perkotaan 3.910 Total Pendapatan Tambahan 33.010

Sumber: Estimasi SITRAMP

(7) Perimbangan antara Anggaran dan Pengeluaran

Perkiraan jumlah anggaran untuk pelaksanaan rencana induk dan untuk pemeliharaan jalan-jalan yang ada telah dikaji pada bahasan sebelumnya. SITRAMP mengusulkan agar pemerintah dapat memberikan alokasi lebih besar bagi pembangunan sektor transportasi di wilayah Jabodetabek. Sumber-sumber anggaran tambahan dapat diperoleh antara lain dari peningkatan pajak bahan bakar minyak, pendapatan TDM dan pajak pembangunan perkotaan. Sebagaimana terlihat pada Tabel 10.6 defisit kumulatif berubah menjadi surplus sebesar Rp. 1,610 triliun pada 2020, bila pemerintah dapat memunculkan sumber-sumber pendanaan tambahan.

Tabel 10.6 Beban Biaya Sektor Publik 2004 – 2020

Unit: Rp. milyar

I. Kebutuhan Dana 1. Biaya Rencana Induk 91.270 2. Pengurangan beban biaya publik pada rencana induk karena adanya

pembangunan dengan inisatif swasta. - 24.090 3. Beban publik netto untuk Rencana Induk 67.180 4. Biaya Pemeliharaan jalan-jalan yang ada 13.220 Total Biaya Publik untuk Sektor Transportasi 80.400 II. Sumber Pendanaan 1. Alokasi Anggaran Pembangunan untuk Transportasi 49.000 2. Pendapatan dari Sumber Tambahan (Pajak BBM, TDM & Pajak

Pembangunan Perkotaan) 33.010 3. Total Dana 82.010 III. Saldo (Surplus) 1.610

Sumber: Estimasi SITRAMP

Namun demikian, jika dilihat dari perimbangan dana tahunan, maka pada jangka pendek akan terjadi kekurangan dana sekitar Rp 5 triliun tiap tahun antara 2005 hingga 2007 seperti ditunjukkan dalam Gambar 10.2. Mulai tahun 2008 defisit tahunan akan menurun dan berubah menjadi surplus pada tahun 2011. Karena itu pada tahap awal rencana induk sumber pendanaan eksternal misalnya pinjaman lunak ODA perlu dijajaki untuk menutup kekurangan dana tersebut.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 33 -

Sumber: SITRAMP

Gambar 10.2 Perimbangan Pendanaan Tahunan, 2004 – 2020

1100..22 PPeemmbbeennttuukkaann OOTTJJ ddaann PPeellaakkssaannaaaann RReennccaannaa IInndduukk

Rencana finansial rencana induk seperti dipaparkan di atas dihitung oleh Tim Studi berdasarkan asumsi bahwa pada tahun 2007 akan dapat terbentuk suatu Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ).

(1) Pembentukan Otorita Transportasi Jabodetabek

Isu penting yang berkenaan dengan aspek kelembagaan sektor transportasi adalah kurang intensifnya koordinasi dan komunikasi antar departemen, misalnya Kimpraswil, Departemen Perhubungan dan Bappenas serta instansi-instansi pemerintah daerah terkait. Bukan hanya kekurangserasian dalam perencanaan dalam hirarki vertikal, namun juga kurangnya konsensus pada perencanaan wilayah antar satu pemerintah daerah dengan lainnya membuat semakin sulit untuk merumuskan rencana pengembangan sistem transportasi terpadu di Jabodetabek.

BKSP seharusnya menjadi pemain utama dalam mendorong koordinasi antar pemerintah daerah tersebut; namun demikian, karena sumberdaya yang kurang mencukupi dan tanggungjawab yang tumpang tindih dengan instansi pusat dan daerah, BKSP sulit untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Dengan mempertimbangkan landasan hukum dan fungsinya saat ini, perlu mulai dipikirkan tentang institusi baru yang lebih fleksibel dan independen secara administratif dan legal.

Pembentukan instansi baru yakni “Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ)” sangat direkomendasikan agar rencana pengembangan sistem transportasi metropolitan dapat konsisten serta untuk dapat mengelola permintaan transportasi Jabodetabek secara lebih baik. Namun disadari bahwa pembentukan institusi baru seperti ini memerlukan waktu, maka diusulkan untuk terlebih dahulu dibentuk suatu komisi perencanaan untuk menjalankan tugas-tugas dalam jangka pendek. Selanjutnya dalam jangka panjang dapat dipertimbangkan untuk melangkah ke pembentukan otorita pembangunan perkotaan.

(a) Komisi Perencanaan Transportasi Jabodetabek

Komisi ini dibentuk di bawah arahan kementrian pusat, terdiri dari personil pemerintah yang terkait dengan sektor transportasi. Badan eksekutif terdiri dari masing-masing kepala pemerintah propinsi dan kabupaten/kota, serta wakil-wakil dari beberapa departemen seperti Kimpraswil, Departemen Perhubungan, Departemen Dalam Negeri dan Bappenas.

Fungsi utamanya adalah untuk 1) mengkoordinir perencanaan transportasi masing-masing pemerintah daerah untuk dimasukkan ke dalam rencana transportasi regional, 2) melakukan penelitian dan survey untuk perencanaan transportasi, 3) mengkoordinir studi-studi di wilayah Jabodetabek yang akan digunakan untuk perencanaan transportasi terpadu, dan 4) mengelola data yang terkumpul melalui Studi khususnya survei-survei yang akan digunakan untuk penelitian akademis, perencanaan dan sebagainya.

-20,000

-15,000

-10,000

-5,000

0

5,000

10,000

15,000

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

2020

Rp. b

illio

n

Transportation Cost (Public Cost for MP and Maintenance Cost of Existing Roads)Budget Allocation (Development Expenditure and Additional Revenue)Annual Balance (Surplus/deficit)Cumulative Balance

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 34 -

Untuk mendukung tugas komisi dan melaksanakan operasi harian dibentuk suatu sekretariat tetap. Pendanaan komisi dan sekretariat dibiayai oleh anggota-anggota dalam bentuk kontribusi.

(b) Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ)

Otorita Transportasi Jabodetabek dibentuk sebagai suatu perusahaan publik yang independen, dengan pertanggungjawaban utama kepada publik, bukan hanya kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah saja. Otorita tersebut disahkan dengan Keputusan Presiden atau Undang-undang agar berdiri sebagai suatu perusahaan publik yang independen.

Otorita ini akan mengatur semua isu transportasi darat dan memiliki tanggungjawab pokok untuk 1) merumuskan kebijakan transportasi regional, 2) merumuskan perencanaan transportasi terpadu, termasuk pengembangan jaringan jalan, pengembangan kereta api (MRT, LRT dan subway), manajemen lalu lintas dan manajemen sistem angkutan umum, 3) melaksanakan program dan perencanaan transportasi terpadu, 4) mengeluarkan perijinan dan kontrol angkutan umum berupa ijin trayek bis, ijin usaha angkutan umum, ijin pembangunan terminal bis, dan sebagainya, 5) mengatur layanan angkutan umum misalnya Busway, MRT, LRT dan sebagainya, 6) membantu pengembangan jaringan jalan raya antarkota dan antarkabupaten, dan 7) melaksanakan langkah-langkah manajemen lalu lintas, seperti road pricing, park and ride dan park and bus ride.

Otorita tersebut dibiayai dengan pendapatan dari road pricing dan dari pajak BBM serta kontribusi keuangan atau subsidi dari DKI Jakarta dan pemerintah daerah yang terkait. Akan tetapi, sebagai suatu perusahaan yang independen, otorita ini harus secara finansial cukup kuat. Pengungkapan status finansial merupakan salah satu aspek yang paling penting untuk menjamin posisinya sebagai perusahaan publik yang menawarkan layanan kepada penggunanya di wilayah Jabodetabek. Sebagai perusahaan publik, otorita ini juga dapat menggali dana dari pasar modal dengan menerbitkan obligasi.

(2) Tugas OTJ

a) Manajemen Permintaan Transportasi (TDM) Skema TDM akan diterapkan pada kendaraan-kendaraan pribadi yang melewati jalan-jalan di wilayah pusat Jakarta yang saat ini senantiasi macet. Bagaimanapun juga, sejumlah besar dari kendaraan ini datang dari luar wilayah DKI Jakarta. Dalam hal ini, pelaksanaan dan manajemen skema TDM harus dilaksanakan oleh OTJ; termasuk tugas-tugas penyiapan road pricing mulai tahun 2007 yang selanjutnya akan dikembangkan menjadi area pricing. b) MRT MRT diharapkan dapat berfungsi sebagai sistem angkutan umum utama di Jabodetabek, dimana sebagian besar penumpangnya berasal dari luar Jakarta. Selain itu, jaringan MRT diharapkan akan dapat diperluas hingga melampaui batas wilayah DKI Jakarta. Mempertimbangkan hal ini, pekerjaan konstruksi prasarananya akan ditangani oleh OTJ sedangkan operasional dan manajemen MRT akan dilaksanakan oleh sebuah perusahaan publik atau perusahaan swasta baru. OTJ akan menanggung sebagian beban biaya pengembangan prasarana untuk MRT, sedangkan biaya pengadaan rolling stocks serta biaya operasi dan pemeliharaan menjadi tanggungan perusahaan pengelola tersebut. c) Busway Pada umumnya pelebaran jalan dan pengembangan fasilitas terkait lainnya dilaksanakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Implementasi proyek yang konsisten di luar wilayah administratif sangat diperlukan. Untuk itu, OTJ akan melaksanakan pengelolaan pengembangan prasarana untuk sistem Busway, termasuk melakukan pelebaran jalan-jalan arteri yang akan dilalui oleh rute busway setelah tahun 2007. Pekerjaan pemeliharaan terhadap jalan-jalan yang dilalui busway tersebut akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan, sedangkan biaya yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut dapat disediakan oleh OTJ. Layanan operasional busway akan diselenggarakan oleh perusahaan angkutan bis swasta.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 35 -

d) Outer Outer Ring Road, Tol Jatiasih dan Tol Depok-Antasari Jalan Outer-Outer Ring Road akan menyambungkan beberapa sub-center, misalnya Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota Tangerang dalam rangka mendukung pengembangan wilayah dan untuk meningkatkan mobilitas di wilayah tersebut. Proyek ini banyak terkait dengan beberapa pemerintah daerah di wilayah Jabodetabek. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila OTJ melaksanakan koordinasi perencanaan secara menyeluruh serta mengimplementasikan proyek ini, termasuk dalam hal partisipasi swasta. Jalan tol Jatiasih merupakan bagian dari jalan tol Jatiasih-Cikarang, yang diharapkan akan berfungsi sebagai jalur alternatif bagi jalan tol Cikampek. Sementara itu, jalan tol Antasari menghubungkan antara wilayah selatan Jakarta dan Depok bagian utara. Karena kedua jalan tol yang merupakan komponen sistem jaringan jalan mobilitas tinggi tersebut melintasi batas-batas wilayah administratif, maka dipandang lebih sesuai jika OTJ yang melaksanakan proyek jalan tersebut. e) Sistem Area Traffic Control (ATC) Manajemen lalu lintas yang mencakup ATC (area traffic control) dan sistem informasi lalu lintas merupakan komponen yang penting dalam upaya mengurangi kemacetan lalu lintas dan mendayagunakan kapasitas jalan dan fasilitas yang ada. Paling tidak DKI Jakarta dan tiga kota di sekelilingnya mempunyai keterkaitan yang erat dalam pelaksanaan proyek ini. Sehubungan dengan itu, OTJ akan melaksanakan manajemen pengembangan sistem kontrolnya.

(3) Kebutuhan Pendanaan dan Perimbangan Dana oleh Badan Pelaksana

Kebutuhan beban publik untuk Rencana Induk diperkirakan sebesar Rp 67,180 triliun dialokasikan menurut instansi pelaksananya seperti ditunjukkan dalam Tabel 10.7. Kebutuhan pemerintah pusat terhitung sangat besar yaitu mencapai Rp 37,85 triliun atau sekitar 56% dari total biaya, sedangkan beban OTJ mencapai sepertiga dari total biaya yakni sekitar Rp 15,23 triliun atau 23% dari total biaya. Total biaya pengembangan sistem transportasi dan biaya pemeliharaan sebesar Rp. 80,4 triliun di-share di antara pihak terkait seperti ditunjukkan dalam Tabel 10.8. Memperhitungkan kemungkinan alokasi anggaran belanja pembangunan, maka perimbangan dana tiap pemerintah daerah diperkirakan untuk periode rencana induk tersebut. Defisit dana pemerintah pusat dan OTJ terhitung cukup besar, masing-masing mencapai Rp. 19,05 triliun dan Rp. 15,23 triliun.

Tabel 10.7 Beban Biaya Publik Rencana Induk : 2004 – 2020 (1/2)

Unit: Rp. milyar Biaya Rencana Induk

Jaringan Jalan 1)

Jaringan KA

Busway, ATC &

TDM

Inisiatif Swasta &

Pendapatan

Beban Publik Netto

Keterangan

24.530 24.530 24.120 13.3802) 10.740 KA Jabotabek 2.5803) 2.580

3)Manajemen lalu-lintas

Pemerintah Pusat

Sub-total dari pemerintah pusat 24.530 24.120 2.580 13.380 37.850

Pemprop Jawa Barat 1.550 1.550 Pemprop Banten 680 680

DKI JKT 4.650 354)

5554)

1505)5554) 4.835

4) Fasilitas Busway 5)TDM (2005~2006)

Kota Bekasi 470 53) 475 Kota Bogor 1.220 53) 1.225 Kota Depok 1.200 53) 1.205

Kabupaten Bekasi 670 53) 675 Kabupaten Bogor 600 53) 605 Kota Tangerang 320 53)

154) 154) 325 4) Fasilitas Busway Kabupaten Tangerang 2.520 53) 2.525

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 36 -

Tabel 10.7 Beban Biaya Publik Rencana Induk : 2004 – 2020 (2/2)

Biaya Rencana Induk Jaringan

Jalan 1) Jaringan

KA Busway, ATC &

TDM

Inisiatif Swasta &

Pendapatan

Beban Publik Netto

Keterangan

11.760 6.9206) 4.840 JORR-2, tol Jatiasih, tol Depok-Antasari & pelebaran untuk busway (2007~)

11.410 2.8707) 8.540 JKT MRT

3504) 3504) 0 4) Fasilitas Busway 3305) 330 Manajemen Lalin

Otorita Transportasi Jabodetabek

1.5205) 1.520 5)TDM Sub-total OTJ 11.760 11.410 2.200 10.140 15.230

50.170 35.530 5.570Total 91.270 24.090 67.180

Sumber: SITRAMP Catatan: 1) Termasuk biaya jaringan jalan dan pelebaran hingga 6-lajur untuk busway 2) Operasi KA Jabotabek termasuk penyediaan rolling stock oleh PT.KA 3) Manajemen lalu-lintas 4) Pembangunan fasilitas busway dan pendapatan konsesi dari perusahaan operator busway 5) DKI Jakarta bertanggung jawab pada TDM tahun2005 & 2006. Setelah tahun 2007 akan diambil alih oleh OTJ 6) Pengembangan inisiatif swasta unutk OORR (section 1~14), tol Jatiasih dan tol Depok-Antasari 7) Operasi MRT jakarta termasuk penyediaan rolling stock oleh perusahaan baru

Tabel 10.8 Kebutuhan Dana Sektor Transportasi dan Perimbangan Dana 2004 – 2020

Unit: Rp. milyar Beban netto

pemerintah untuk pelaksanaan

rencana induk

Biaya pemeliharaan jalan yang ada

Total biaya transportasi

Alokasi dari anggaran

pembangunan

Perimbangan dana

(Surplus/ defisit)

Pemerintah Pusat 37.850 2.600 40.450 21.400 -19.050Pemprop Jawa Barat &

Banten 2.230 670 2.900 3.700 800DKI JKT 4.835 6.060 10.895 14.400 3.505

Kota Bekasi 475 570 1.045Kota Bogor 1.225 380 1.605Kota Depok 1.205 210 1.415

Kabupaten Bekasi 675 860 1.535Kabupaten Bogor 605 860 1.465Kota Tangerang 325 360 685

Kabupaten Tangerang 2.525 650 3.175

9.500 -1.425

Sub-total (Bodetabek) 7.035 3.890 10.925 9.500 -1.425Otorita Transportasi

Jabodetabek 15.230 - 15.230 0 -15.230

Total 67.180 13.220 80.400 49.000 -31.400Sumber: Estimasi SITRAMP

(4) Perimbangan Antara Anggaran dan Pengeluaran

Meskipun defisit kumulatif berubah menjadi surplus sebesar Rp. 1,61 triliun di tahun 2020, jika pemerintah mendapatkan sumber dana tambahan, saldo di pihak pemerintah pusat dan OTJ masih tetap defisit sehingga diperlukan skema transfer antar-pemerintahan misalnya melalui kontribusi dari pemerintah daerah kepada OTJ.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 37 -

Tabel 10.9 Beban Biaya Sektor Publik 2004 – 2020 Unit: Rp. milyar

Pendapatan Tambahan

Saldo Dana (Minus: defisit)

Pajak BBM Pendapatan TDM

Pajak pembangunan Perkotaan

Total Saldo Netto

Pemerintah Pusat -19.050 7.000 430 7.430 -11.620Pemprop Jawa Barat &

Banten 800 700 200 900 1.700DKI Jakarta 3.505 700 900 2.480 4.080 7.585

Kota/ Kabupaten di Wilayah Bodetabek -1.425 1.400 800 2.200 775Otorita Transportasi

Jabodetabek -15.230 4.200 14.200 18.400 3.170Total -31.400 14.000 15.100 3.910 33.010 1.610

Sumber: Estimasi SITRAMP

1100..33 RReeffoorrmmaassii PPeerruussaahhaaaann AAnnggkkuuttaann UUmmuumm

Beberapa perusahaan angkutan umum yaitu Perum PPD dan PT. Kereta Api perlu dirasionalisasi. Meskipun proses privatisasi perusahaan angkutan ini masih perlu dibahas lebih lanjut, namun rasionalisasi dan efisiensi perusahaan tersebut merupakan prasyarat bagi partisipasi sektor swasta.

1100..44 PPeenniinnggkkaattaann KKeemmaammppuuaann AAppaarraatt PPeemmeerriinnttaahh DDaaeerraahh ((CCaappaacciittyy BBuuiillddiinngg))

Pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh departemen atau instansi terkait perlu ditata ulang dan digabungkan menjadi suatu program perencanaan transportasi secara terpadu agar didapatkan program pelatihan berlingkup luas yang terstruktur dan bertahap. Target program pelatihan tersebut adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan administratif, kelembagaan dan pengetahuan teknis serta ketrampilan, agar personil pemerintah daerah dapat mengelola program-program transportasi dengan cakap, misalnya dalam hal perencanaan transportasi, pengelolaan modal, pengelolaan proyek, manajemen operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi.

Program ini juga dimaksudkan untuk mengkonsolidasikan sumberdaya yang terbatas di departemen terkait dan di pemerintah daerah agar dapat dimanfaatkan secara efektif guna memberikan hasil yang maksimum. Diusulkan agar program pelatihan perencanaan transportasi terpadu tersebut tidak dibagi secara vertikal menurut garis koordinasi departemen/instansi, melainkan diprogramkan untuk melatih staf lokal dalam struktur horizontal.

1100..55 PPeerraannsseerrttaa MMaassyyaarraakkaatt DDaallaamm PPeennggeemmbbaannggaann SSiisstteemm TTrraannssppoorrttaassii

Dalam penyusunan suatu rencana induk, pemahaman warga masyarakat akan rencana induk tersebut adalah penting guna mensukseskan pengimplementasian proyek-proyek dan program-program yang diusulkan. Sebelum pengimplementasian proyek dan program tersebut, penyebaran informasi mengenai rencana induk dan penjaringan umpan balik dari masyarakat umum merupakan suatu proses yang sangat penting untuk mewujudkannya.

• Bagi pemerintah daerah, peranserta masyarakat secara aktual dalam proses perencanaan transportasi tingkat lokal akan sangat bermanfaat. Untuk itu diperlukan legalisasi prosedur peranserta masyarakat.

• Bagi rencana induk, mekanisme monitoring oleh masyarakat perlu dikaji, termasuk diseminasi informasi dan umpan balik dari masyarakat.

1100..66 MMoonniittoorriinngg PPeellaakkssaannaaaann RReennccaannaa IInndduukk (1) Pentingnya Monitoring Pelaksanaan Rencana Induk

Selama periode pelaksanaan rencana induk, monitoring atas kemajuan pelaksanaan proyek-proyek

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 38 -

dan program-program adalah hal yang penting guna mencapai tujuan rencana induk. Tingkat pencapaian proyek dan program perlu dievaluasi. Di sisi lain, isi dan jadwal komponen-komponen rencana induk perlu secara periodik ditinjau ulang untuk mengakomodir perubahan lingkungan sosial dan ekonomi. Jadwal pelaksanaan Rencana Induk hingga tahun 2020 telah disusun dengan mempertimbangkan kendala anggaran di masing-masing tingkat pemerintahan. Bagaimanapun juga, beberapa proyek pengembangan sistem transportasi yang dapat diselenggarakan dengan peranserta swasta dapat saja diimplementasikan lebih awal sebelum tahun 2020 apabila kondisi ekonomis dan finansialnya mencukupi.

Studi SITRAMP mengusulkan untuk mengembangkan sistem busway sebagai bagian dari sistem angkutan umum utama dalam jangka pendek guna mendukung sistem angkutan kereta api. Di masa depan, bila pergerakan penumpang di koridor busway meningkat atau bila kemampuan masyarakat untuk membayar sudah meningkat seiring peningkatan pendapatan rumah tangga, maka busway dapat dikonversi ke sistem angkutan umum yang berstandar lebih tinggi, misalnya LRT atau MRT. Oleh karena itu, pengamatan terhadap peningkatan pendapatan riil rumah tangga dan pengamatan terhadap laju permintaan pergerakan penumpang busway merupakan hal yang penting untuk dapat menentukan waktu yang tepat untuk memperbaharui sistem angkutan umum.

Perlu pula dicatat bahwa jadwal pelaksanaan proyek dan program tersebut harus dikaji ulang dan diubah bilamana perlu secara periodik dengan mempertimbangkan kondisi perubahan sosio-ekonomi. Misalnya apabila perekonomian regional dapat tumbuh lebih cepat dibanding perkiraan dalam rencana induk ini atau apabila pendapatan dari pajak dapat bertambah signifikan, maka lebih banyak lagi prasarana sistem transportasi yang dapat dibangun sebagaimana disajikan pada Gambar 10.3.

(2) Pengembangan Sistem Database

Sistem database sangat penting fungsinya dalam proses monitoring dan evaluasi guna mendapatkan hasil yang efektif. Database akan berguna untuk memeriksa kemajuan pelaksanaan proyek serta mengecek pencapaian tingkat manfaat/efek yang diharapkan. Sistem ini juga akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pertanggungjawaban sektor publik.

Dalam hal ini, terdapat tiga tipe indikator monitoring yang penting yaitu “Input Index”, “Output Index” dan “Outcome Index”. Indeks yang disebutkan pertama mengindikasikan pencapaian atau kemajuan proyek dalam hal jadwal, pendanaan, penganggaran, maupun unit fisik seperti luasan, dan lain-lain. Sementara itu, indeks berikutnya menunjukkan manfaat yang diperoleh atau diwujudkan oleh proyek-proyek tersebut dalam hal tingkat pencapaian target. Di masa mendatang, sistem serupa yang diterapkan oleh berbagai instansi pelaksana akan dapat saling terhubungkan melalui internet. Sistem database selayaknya didesain agar berguna dalam seluruh siklus kebijakan; yaitu “Plan (rencana)”, “Do (pelaksanaan)”, dan “See (Pengawasan)”. Sistem ini akan berguna sebagai sistem pendukung untuk perencanaan pada tahapan “Plan”, sebagai sistem monitoring pelaksanaan proyek pada tahapan “Do”, dan sebagai suatu sistem evaluasi proyek pada tahapan “See”. Sangat dianjurkan agar sistem database tersebut dapat dikembangkan dalam suatu instansi/organisasi yang bertanggungjawab dalam memonitor aktivitas proyek.

Sistem database transportasi perkotaan mencakup berbagai data, tidak hanya data transportasi tetapi juga data sosio-ekonomi, tata guna lahan dan data lingkungan.

1) Transportasi

- Data perjalanan orang (dari Home Visit Survey) - Matriks asal-tujuan (diproses dari data perjalanan orang) - Jaringan jalan (jalan tol, jalan arteri dan kolektor) - Jaringan angkutan umum (jaringan & operasional bis, KA)

2) Sosio-Ekonomi

- Populasi - Lapangan Kerja (jumlah pekerja menurut tempat tinggal / tempat kerja) - Pendidikan (jumlah pelajar menurut tempat tinggal / tempat sekolah)

3) Tata guna lahan - tata guna lahan eksisting 4) Lingkungan - Polusi udara

- Kebisingan lalu lintas

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 39 -

Data-data tersebut dirangkum dalam suatu format database yang dapat diolah dengan menggunakan perangkat lunak pengolah data yang populer dan tersedia di pasaran. Beberapa data yang memiliki feature geografis, misalnya zona, arc dan point dikemas dalam format Sistem Informasi Geografis (GIS). Dengan demikian data-data itu dapat dimanfaatkan cukup dengan komputer pribadi, meskipun dibutuhkan kapasitas penyimpan yang relatif besar.

Untuk merawat dan meng-update data, perlu dibentuk semacam pusat database transportasi perkotaan. Oleh karena data ini akan digunakan juga dalam proses monitoring pelaksanaan rencana induk, maka pusat database tersebut idealnya adalah merupakan bagian dari Otorita Transportasi Jabodetabek sebagaimana diusulkan. Sebelum institusi ini dapat terbentuk, pusat database secara tentatif dapat ditempatkan di Bappenas.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 40 -

Gam

bar 1

0.3

Pen

gem

bang

an S

iste

m T

rans

port

asi U

tam

a (P

ossi

ble

Alte

rnat

ive)

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 41 -

1111.. MMeennuujjuu PPeellaakkssaannaaaann RReennccaannaa IInndduukk

1111..11 AArraahh PPeellaakkssaannaaaann RReennccaannaa IInndduukk (1) Promosi Penggunaan Angkutan Umum

Dalam jangka pendek dan menengah, jaringan angkutan umum harus dibentuk melalui kombinasi pendayagunaan jaringan kereta api yang ada secara maksimal dan pengenalan sistem busway yang akan melengkapi jaringan kereta api tersebut. Dalam jangka panjang, sistem transportasi berbasis kereta api mutlak diperlukan untuk dapat memberikan tingkat layanan yang lebih baik dan dengan kapasitas angkut penumpang lebih banyak. Penerapan sistem busway dapat menjamin penyediaan ruang untuk pengembangan sistem angkutan umum di masa depan dengan tingkat layanan yang lebih tinggi. Peningkatan layanan angkutan umum saja tidak dapat dengan sertamerta mengurangi pilihan masyarakat untuk menggunakan moda angkutan pribadi. Untuk itu, perlu diterapkan skema pembatasan lalu lintas di kawasan rawan macet terutama di wilayah pusat kota. Langkah penting lainnya adalah mendorong pengembangan sub-center di wilayah Bodetabek dan menyebarkan fungsi-fungsi perkotaan yang saat ini terkonsentrasi di wilayah DKI Jakarta. Dengan perubahan struktur perkotaan tersebut, masalah kemacetan lalu lintas akan dapat dikurangi sampai tingkat tertentu.

(2) Pembangunan Jaringan Jalan Meskipun dalam rencana induk ini langkah-langkah promosi penggunaan angkutan umum menjadi kebijakan paling utama untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, pengembangan jaringan jalan di wilayah Bodetabek belumlah mencukupi dan kapasitas jalan yang ada sangat kurang. Karena kemajuan pembangunan jalan tersebut belum dapat mengimbangi laju perluasan wilayah perkotaan, maka pengembangan jaringan jalan di Bodetabek juga perlu mendapat perhatian.

(3) Pengaturan Kelembagaan

Studi ini memberikan indikasi pemecahan masalah transportasi Jabodetabek; tidak hanya mengenai bagaimana pembangunan fisik jaringan transportasi harus disusun, tetapi juga bagaimana memastikan dana yang dibutuhkan, sharing biaya oleh anggota masyarakat, perubahan peraturan, pengaturan kelembagaan, dan pembentukan konsensus di antara stakeholder. Studi ini juga memaparkan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkan rencana induk.

(4) Penggalangan Dana untuk Pembangunan Sistem Transportasi

Apabila alokasi dana pemerintah pusat dan daerah diasumsikan berada pada tingkat yang sama seperti saat ini, maka diperkirakan akan terjadi kekurangan dana untuk melaksanakan proyek-proyek dan program-program yang diusulkan dalam rencana induk. Dana yang tersedia sangat terbatas, bahkan tidak cukup untuk menutup biaya pemeliharaan fasilitas yang ada, dan kemungkinan besar hanya sedikit dana yang dapat digunakan untuk pembangunan fasilitas transportasi baru. Dana untuk pengembangan sistem transportasi dan pemeliharaan harus ditingkatkan melalui, antara lain, kenaikan pajak bahan bakar, road pricing, pajak pembangunan perkotaan dan sebagainya.

(5) Meningkatkan Partisipasi Sektor Swasta

Lebih lanjut, untuk mengejar kekurangan dana pembangunan sektor publik, maka partisipasi aktif sektor swasta dalam penyediaan layanan transportasi harus didorong. Dalam hal ini, berdasarkan prinsip “pengguna-membayar” (user-pay-principle) maka ongkos transportasi harus ditarik dari pengguna yang mendapatkan manfaat dari layanan tersebut. Untuk meningkatkan partisipasi sektor swasta dalam usaha transportasi, maka peraturan perundangan yang terkait harus disesuaikan guna menciptakan lingkungan yang lebih kondusif dan mengurangi ketidakpastian untuk investasi.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 42 -

(6) Keterlibatan Mayarakat

Kerjasama masyarakat, khususnya dalam menanggung beban kenaikan pajak sangat diperlukan untuk pelaksanaan rencana induk. Masyarakat harus mendapat penjelasan menyeluruh mengenai rencana tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui berbagai kesempatan seperti rapat dengar pendapat umum dan rapat stakeholder dimana pendapat masyarakat dapat didengar dan ditampung dalam rencana tersebut. Tambahan lagi, efek pelaksanaan proyek perlu pula dipantau dengan baik. Dalam hal ini, keterbukaan dan akuntabilitas pemerintah merupakan hal yang utama. Keterbukaan sangat penting artinya guna memperoleh penerimaan dan kerjasama masyarakat. Untuk itu mekanisme penyebaran informasi perlu disusun. Sebagai bagian dari rencana induk, Studi merekomendasikan untuk mengembangkan sistem database transportasi dan sistem pemantauan kinerja transportasi.

1111..22 LLaannggkkaahh SSeellaannjjuuttnnyyaa yyaanngg PPeerrlluu DDiiaammbbiill

Untuk mewujudkan rencana induk transportasi, pertama-tama hal-hal berikut ini harus dilaksanakan dalam jangka pendek

(1) Kerangka Hukum dari Rencana Induk Transportasi Jabodetabek Untuk dapat mewujudkan rencana induk ini dibutuhkan suatu kerangka atau basis hukum yang kuat bagi instansi-instansi pemerintahan terkait. Untuk itu direkomendasikan untuk membuat peraturan perundangan baru, atau setidaknya Keputusan Presiden bagi Rencana Induk Transportasi Jabodetabek.

(2) Pembentukan Komisi Perencanaan Transportasi Jabodetabek

Karena dipandang bahwa pembentukan suatu badan transportasi baru dalam jangka pendek sulit untuk dapat dilakukan, maka sebagai langkah awal perlu dibentuk komisi perencanaan transportasi Jabodetabek untuk mengkaji struktur dan fungsi-fungsi organisasi, pembagian peran di antara lembaga-lembaga pemerintahan yang sudah ada dan untuk menyiapkan badan yang bertugas melaksanakan komponen rencana induk dalam jangka pendek.

(3) Rencana Induk Transportasi yang Terperinci untuk DKI Jakarta dan Pemerintah Daerah di Wilayah Bodetabek

Rencana induk SITRAMP menyajikan rencana pengembangan sistem transportasi utama di wilayah Jabodetabek. DKI Jakarta dan pemerintah daerah perlu menyusun rencana induk transportasi sub-regional yang sejalan dengan rencana induk tingkat metropolitan. Rencana tingkat daerah tersebut harus mendapatkan dasar hukum bagi pelaksanaannya. Selanjutnya rencana sistem jaringan transportasi di tingkat yang lebih rendah perlu pula disusun sesuai kebutuhan spesifik masing-masing pemerintah daerah.

(4) Ketersediaan Dana untuk Pembangunan Sistem Transportasi

Bahkan dengan diikutsertakannya partisipasi sektor swasta, beban keuangan yang harus ditanggung oleh sektor masyarakat diperkirakan sejumlah Rp. 80,4 triliun selama 14 tahun periode rencana induk dari tahun 2004 sampai 2020. Diperlukan dana sejumlah Rp. 33,01 triliun sebagai tambahan dari anggaran sektor transportasi saat ini. Perlu dibuat peraturan perundangan yang terkait dengan road pricing, kenaikan pajak BBM dan pajak pembangunan perkotaan untuk mengisi kekurangan dana pembangunan. Selain itu, karena beberapa instansi terkait belum dapat menyetujui konsep “earmarking” dari pajak-pajak yang berhubungan dengan sektor transportasi, maka pembahasan lebih lanjut mengenai hal tersebut harus terus dilakukan. Diskusi secara lebih mendalam perlu dilaksanakan di antara lembaga-lembaga terkait sehubungan dengan kemungkinan diterapkannya CDM (Clean Development Mechanism) untuk mengembangkan sistem transportasi berbasis rel yang memerlukan dana sangat besar.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 43 -

(5) Perumusan Kerjasama Publik - Swasta dan Kerjasama diantara Sektor Swasta

Keikutsertaan sektor swasta dalam pembangunan dan pengoperasian sistem transportasi merupakan hal yang sangat penting dalam mengurangi beban pembiayaan sektor publik serta untuk memperkenalkan praktek manajemen yang lebih efisien. Analisa yang lebih mendalam harus dilakukan sehubungan dengan pembagian pembiayaan (cost sharing) antara sektor publik dan sektor swasta, serta insentif yang dapat diberikan bagi partisipasi sektor swasta (misalnya : penyediaan hak pembangunan, jaminan dari pemerintah, dan sebagainya).

(6) Evaluasi Pasca-Proyek

Dalam tahap akhir dari studi rencana induk, pengoperasian busway di DKI Jakarta diresmikan pada bulan Januari 2004 dan kebijakan lalu-lintas 3-in-1 diubah menjadi lebih ketat dibandingkan dengan sebelumnya. Suatu studi evaluasi terhadap proyek busway dan kebijakan 3-in-1 tersebut dipandang sangat penting untuk dilakukan guna mengetahui tanggapan-tanggapan masyarakat serta dampak-dampaknya terhadap sistem lalu-lintas dan terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi di koridor tersebut. Hasil studi evaluasi tersebut dapat menjadi umpan balik bagi tahap pengembangan proyek berikutnya dan jika dipandang perlu maka rencana-rencana yang ada harus dimodifikasi dan diperbaiki menjadi sistem yang lebih sesuai dan efisien. Proses ini diharapkan dapat mengarah pada kebijakan transportasi yang lebih bisa diterima oleh mayarakat.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 44 -

1122.. GGaammbbaarraann PPrraa--SSttuuddii KKeellaayyaakkaann

Empat proyek dari Rencana Induk Transportasi SITRAMP telah dipilih untuk pra-studi kelayakan, yaitu : 1) Proyek perluasan Busway dalam jangka pendek, 2) Manajemen Permintaan Lalu Lintas (TDM) di CBD Jakarta, 3) Double Tracking Kereta Api Jalur Serpong berikut peningkatan akses dan pengembangan lahan terpadu, dan 4) Proyek jalan Outer-Outer Ring Road. Dua proyek pertama, perluasan busway dan TDM, dipilih karena kedua proyek ini diusulkan untuk dilaksanakan dalam jangka pendek guna meningkatkan penggunaan angkutan umum dan mengurangi kemacetan lalu lintas. Pra-studi kelayakan untuk dua proyek lainnya, yaitu proyek double tracking Kereta Api Jalur Serpong dan proyek jalan Outer-Outer Ring Road., lebih difokuskan pada mekanisme pelaksanaan. Pra-studi kelayakan mengkaji aspek-aspek teknis, lingkungan, ekonomi dan finansial proyek-proyek tersebut. Juga telah dibahas mengenai instansi terkait yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proyek dan kemungkinan pembagian peran antara sektor publik dan sektor swasta.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 45 -

1133.. PPrrooyyeekk PPeerrlluuaassaann SSiisstteemm BBuusswwaayy

1133..11 TTuujjuuaann ddaann LLaattaarr BBeellaakkaanngg Kemajuan yang mencolok dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas belum begitu terlihat di Jabodetabek, meskipun berbagai langkah untuk meningkatkan angkutan umum telah dikaji sejak lama. SITRAMP mengusulkan pembangunan sistem busway pada beberapa jalan arteri utama untuk menghadapi problema lalu lintas. DKI Jakarta juga mempunyai rencana pembangunan sistem busway dan sejak Januari 2004 telah mulai mengoperasikannya untuk rute Kota - Blok M. Pra-Studi Kelayakan ini mengkaji rencana pelaksanaan beserta kelayakan empat rute-busway pada beberapa jalan arteri utama (termasuk perpanjangan busway DKI Jakarta hingga Lebak Bulus) yang diusulkan untuk di-implementasikan dalam jangka pendek guna membentuk suatu sistem jaringan busway.

1133..22 RRuuttee BBuusswwaayy Gambar 13.1 menunjukkan rute busway untuk rencana jangka pendek yang dianalisis di dalam studi. Lajur khusus bis direncanakan ditempatkan pada lajur jalan paling dalam di dekat median. Untuk ruas jalan yang jumlah lajurnya terbatas, jika tidak ada cara lain yang lebih efektif maka jalur bis akan berbaur dengan lalu lintas kendaraan biasa, sementara pelebaran jalan harus segera dilakukan.

Gambar 13.1 Rencana Rute Busway untuk Jangka Pendek

1133..33 PPeerrmmiinnttaaaann PPeennuummppaanngg BBiiss Prediksi jumlah penumpang menurut rute pada tahun 2007 dan 2010 ditunjukkan dalam Tabel 13.1.

Tabel 13.1 Permintaan Penumpang Busway Unit: Orang/hari

Jumlah Penumpang Harian 1 Jam Puncak Rute Arah 2007 2010 2007 2010

Ke Utara 19.900 32.600 1.990 3.260PB01 Ke Selatan 23.600 40.800 2.360 4.080Ke Utara 8.900 44.300 890 4.430PB02 Ke Selatan 7.300 36.400 730 3.640Ke Utara 22.800 50.200 2.280 5.020PB03 Ke Selatan 23.900 41.800 2.390 4.180Ke Timur 35.000 54.600 3.500 5.460PB04 Ke Barat 38.400 55.600 3.840 5.560

Sumber: SITRAMP

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 46 -

1133..44 RReennccaannaa PPeennggooppeerraassiiaann BBiiss Rencana pengoperasian menurut rute ditunjukkan dalam Tabel 13.2. Bis tunggal ataupun gandeng (articulated ) digunakan dalam pengoperasian sesuai besarnya volume penumpang yang dilayani.

Tabel 13.2 Jumlah Bis yang Dioperasikan menurut Ruas (2007)

Unit: Bis/jam/arah

Ruas Tipe Bis PB01 PB02 PB03 PB04 Total (Bis/Jam)

Kota - Harmoni 16 6 - - 22 Harmoni – Kebon Sirih 16 6 - 27 49

Kebon Sirih – H.I. 16 6 - - 22 H.I. - Blok M 16 - - - 16

PB01

Blok M – Lebak Bulus

Gandeng

16 - - - 16 Kota – Kp. Tendean - 6 - - 6 PB02 Kp. Tendean - Ragunan Gandeng - 4 - - 4

Kota - Senen - - 15 - 15 PB03 Senen - Kp. Rambutan Tunggal - - 30 - 30 PB04 Kalideres - Pulogadung Gandeng - - - 27 27

Estimasi SITRAMP

Apabila dilihat dari sudut pandang frekuensi operasi antara asal dan tujuan masing-masing rute, maka rencana operasional tersebut dapat dipahami sebagai berikut:

Tabel 13.3 Operasi Bis menurut Rute

Rute Asal - Tujuan Frekuensi

(bis/jam sibuk /arah)

Tipe Bis

PB01 Kota – Lebak Bulus 16 Gandeng Kota - Ragunan 6 PB02 Kota - Tendean 4 Gandeng

Kota - Rambutan 15 PB03 Senen - Rambutan 30 Tunggal

PB04 Kalideres - Pulogadung 27 Gandeng Frekuensi bis pada jam sibuk menurut ruas utama ditunjukkan dalam Gambar 13.2.

Note: (S,A) Menunjukkan tipe bis tunggal (single) dan gandeng (articulated)

Gambar 13.2 Konsep Pengoperasian Bis

Kalideres

Kota Sta.

P.Gadung

KP.RambutanRagunan

L.Bulus

PB01

PB

02-1

PB

03-1

PB04

PB

03-1

PB

02-2

PB04

U-turn Point

U-turn Point

15 (S)

6 (A)

4 (A)30 (S)

27 (A)

16 (A)

22 (A)

49 (A)

22 (A)

27 (A)

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 47 -

1133..55 RReennccaannaa MMaannaajjeemmeenn LLaalluu LLiinnttaass (1) Langkah-langkah Keamanan

Karena busway dioperasikan pada lajur bis khusus, maka perlu diambil langkah-langkah bagi keamanan dan kelancaran manajemen lalu lintas pada persimpangan yang dilengkapi dengan lampu lalu lintas dan tempat-tempat lain yang tercantum di bawah ini.

• Pergerakan belok kiri oleh bis yang dioperasikan pada lajur khusus bis

• Pergerakan belok kanan oleh lalu lintas kendaraan umum

• Pergerakan memutar (U-turn) oleh lalu lintas kendaraan umum

(2) Langkah-langkah untuk Kelancaran Operasi

Karena kelancaran operasi merupakan kunci sukses busway, maka hal-hal berikut ini harus dilaksanakan guna menjamin kelancaran operasi.

• Pemasangan sinyal prioritas bis

• Pemasangan sistem penjejak lokasi bis

(3) Langkah-langkah untuk Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas

Penerapan busway tak dipungkiri akan mengurangi kapasitas jalan bagi lalu lintas umum dan mungkin memperparah kemacetan lalu lintas karena pengguna mobil pribadi tidak dapat segera beralih ke angkutan umum. Untuk solusi jangka pendek, jika memungkinkan diusulkan untuk mengurangi lebar median tengah guna menambah satu lajur bagi lalu lintas umum, atau dengan mengurangi lebar lajur untuk mempertahankan jumlah lajur yang sama untuk lalu lintas umum.

(4) Langkah-langkah Keselamatan untuk Pejalan Kaki

Untuk mencapai halte busway (yang umumnya terletak di median) secara aman, perlu disediakan jembatan penyeberangan orang (JPO) atau sinyal pejalan kaki bila persimpangan yang dilengkapi lampu lalu lintas terletak jauh dari halte bis.

1133..66 BBiiaayyaa PPrrooyyeekk Biaya proyek yang terdiri dari biaya pelebaran jalan, pekerjaan tanah, jembatan penyeberangan, halte bis, mesin tiket dan lampu lalu lintas, dirangkum dalam Tabel 13.4. Komponen biaya yang mencolok adalah tingginya biaya pembebasan tanah yang terhitung sekitar 70% dari total biaya.

Tabel 13.4 Biaya Proyek untuk Rencana Busway (2004-2007)

Biaya Investasi (Rp. Milyar) Tanah dan ganti rugi 1.174 Biaya konstruksi Pekerjaan sipil untuk pelebaran 190 Halte Bis 92 Mesin Tiket 146 Sistem Lokasi Bis/Lampu Lalu Lintas 58 Total biaya konstruksi 486 Total biaya investasi 1.660

Sumber: SITRAMP

Harga satuan biaya operasi per bis-km mencapai sekitar Rp 20.000/bis/km termasuk biaya peningkatan prasarana, biaya pembangunan fasilitas terkait, biaya pengadaan kendaraan bis, biaya operasi dan pemeliharaan sistem busway serta bunga dari pinjaman jangka pendek. Tabel 13.5 menunjukkan biaya pengoperasian bis menurut komposisi.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 48 -

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2015 2020 Monas - Blok M

MRT Blok M - Ciputat Monas-Kota

21.80 km

: Resettlement and Widening for BRT

: Construction of Busway Facility

: Operation of BRT

: Replacement of BRT with MRT

19.75 km

24.85 km

25.90 km

SITRAMP - PB03 Kota - Kp. Rambutan

SITRAMP - PB04 Kilidres - Pulo Gadung

Blok M - Lebak BulusSITRAMP - PB01

SITRAMP - PB02 Kota - Ragunan

Short-term period Intermediate-term period Long-term period

DKI JKT Kota - Blok M

Tabel 13.5 Harga Satuan Biaya Pengoperasian Bis

Biaya operasi bis per km Tanah & ganti rugi 25% Fasilitas prasarana 9% Biaya pengadaan bis 6% Biaya pengoperasian bis (BBM, suku cadang, biaya awak bis, dsb.)

21%

Bunga 39% Total Rp.20.400

Note: Biaya bunga diestimasi berdasarkan pada defisit tahunan arus kas dan tingkat suku bunga 12 %.

1133..77 PPeellaakkssaannaaaann PPeerrlluuaassaann ddaann PPeennggooppeerraassiiaann BBuusswwaayy Pelaksanaan proyek dan pengoperasian empat rute busway dijadwalkan sebagai berikut.

Gambar 13.3 Jadwal Pelaksanaan Proyek dan Pengoperasian Busway

Busway DKI Jakarta telah mulai beroperasi pada pertengahan bulan Januari 2004 dan diharapkan segera dapat diikuti dengan pembangunan rute busway PB04 (Kalideres-Pulo Gadung). Hingga tahun 2007 (yang merupakan tahun target periode jangka pendek), empat rute perluasan busway dijadwalkan mulai beroperasi. Dalam Rencana Induk SITRAMP diasumsikan bahwa rute Monas – Blok M akan dikonversi menjadi sistem MRT sampai akhir periode jangka menengah (2010) apabila terdapat cukup banyak demand penumpang bagi pengoperasian MRT. Untuk sisa rute PB01 dari Blok M ke Lebak Bulus, SITRAMP mengusulkan konversi ke sistem MRT dalam jangka panjang.

1133..88 EEvvaalluuaassii EEkkoonnoommii Nilai Net Present Value (NPV) dengan discount rate 12% diperkirakan sebesar Rp. 1,153 triliun dan Economic Internal Rate of Return (EIRR) dapat mencapai 31,9%, yang menunjukkan kelayakan pelaksanaan proyek dari sudut pandang ekonomi nasional.

Tabel 13.6 Indeks Evaluasi Analisis Ekonomi Proyek Perluasan Busway

Present Value dengan diskonto 12% (Rp. milyar)

Biaya Manfaat Net Present Value

EIRR (%)

785 1.938 1.153 31.9%

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 49 -

1133..99 AAnnaalliissiiss KKeellaayyaakkaann FFiinnaannssiiaall (1) Komposisi dan Tanggung Jawab Pembiayaan

Biaya pengembangan busway terdiri dari tiga unsur pokok; yaitu; 1) biaya pembangunan prasarana dasar seperti pelebaran jalan, pemasangan dan pemeliharaan lampu lalu lintas, 2) Biaya pembangunan fasilitas seperti halte bis dan sistem lokasi bis, 3) Biaya yang terkait dengan operasional langsung seperti pengadaan kendaraan serta biaya pemeliharaan dan perbaikan kendaraan. Mengenai sistem tarif, baik sistem tarif flat maupun sistem zona dapat diterapkan. Hasil analisis kelayakan finansial berdasarkan kondisi di atas dirangkum dalam Tabel 13.7.

Tabel 13.7 Hasil Analisis Kelayakan Finansial

Sistem Tarif Beban Biaya Operator Bis Tanah dan ganti rugi

Fasilitas Prasarana

Halte bis, sistem lokasi

bis

Pembelian Bis dan

biaya operasi bis

FIRR

√ √ √ √ 10.1%

Tarif flat sebesar Rp. 3,300 hingga tahun 2009; Tarif proporsi jarak setelah tahun 2010 (Flag fall: Rp.1.000, dan Porsi jarak: Rp.200 /km) √ √ √ 39.4%

√ √ √ √ 4.3% Jika pendapatan turun 20%

√ √ √ 28.1%

Sumber: SITRAMP

(2) Kebijakan Pembebanan Keuangan

Analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa operator bis dapat saja menanggung seluruh beban biaya investasi kecuali biaya pembebasan tanah. Dengan kata lain, apabila biaya pembangunan prasarana ditanggung pemerintah, maka pemegang konsesi dapat mengembalikan investasinya dari pendapatan yang diperoleh dari pengoperasian bis.

1133..1100 IIssuu--iissuu uunnttuukk PPeennggeemmbbaannggaann SSiisstteemm BBuusswwaayy LLeebbiihh LLaannjjuutt (1) Badan Pelaksana

Saat ini pengelolaan busway TransJakarta rute Blok M – Kota berada di bawah Badan Pengelola TransJakarta dan dioperasikan oleh PT. Jakarta Ekspres Trans. Ketika rute-rute busway baru nantinya ditambahkan, akan lebih efisien apabila konsesi pengoperasian bis diberikan kepada perusahaan bis swasta melalui tender. Untuk jangka menengah dan panjang, rencana induk SITRAMP mngusulkan untuk memperluas layanan busway hingga ke luar wilayah DKI Jakarta. Dalam kondisi demikian, pengoperasiannya akan lebih baik jika dikelola di bawah suatu organisasi yang dapat menangani administrasi transportasi dalam lingkup wilayah yang luas, misalnya Otorita Transportasi Jabodetabek.

(2) Pemantauan dan Perbaikan Rencana Perluasan Busway

Dengan telah beroperasinya busway TransJakarta rute Blok M - Kota, maka pemantauan terhadap kondisi operasi sistem yang telah berjalan tersebut sangat penting bagi perluasan proyek busway berikutnya. Tinjauan terhadap kinerja sistem, permintaan penumpang serta opini dari pengguna harus dipertimbangkan dalam perencanaan proyek perluasan busway.

(3) Layanan Bis Ekspres dari Daerah Pinggiran Kota

Dalam jangka pendek apabila rute busway tambahan belum dibangun, maka perlu disediakan layanan bis untuk perjalanan penumpang yang berasal dari luar koridor busway sehingga lebih menarik bagi masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran kota. Layanan bis ekspres dari Kota Bekasi, Kota Tangerang dan Kota Depok akan sangat membantu pergerakan para penglaju

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 50 -

(commuter) ke pusat-pusat bisnis dan komersial (CBD). Spesifikasi bis yang digunakan untuk layanan ekspres ini hendaknya sama dengan jenis bis yang beroperasi di jalur busway. Sehubungan dengan hal di atas diperlukan koordinasi dengan pemerintah-pemerintah daerah di Bodetabek. Selain itu perlu dipertimbangkan pula perlakuan khusus seperti lajur high occupancy vehicle (HOV) pada jalan tol untuk lebih memperlancar operasional bis ekspres tersebut.

(4) Perlintasan Tak Sebidang pada Persimpangan dan Bundaran

Lokasi-lokasi persimpangan, bundaran dan putaran (U-turn) di sepanjang jalur busway berpotensi menjadi bottleneck bagi pengoperasian busway karena adanya konflik dengan pergerakan lalu lintas umum. Dalam jangka pendek, diusulkan untuk memasang sinyal prioritas bis di tempat-tempat tersebut. Sedangkan dalam jangka panjang perlu dipertimbangkan untuk membangun perlintasan tak sebidang untuk menjaga kelancaran operasi busway.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 51 -

1144.. SSkkeemmaa MMaannaajjeemmeenn PPeerrmmiinnttaaaann LLaalluu LLiinnttaass ((TTDDMM)) ddii CCBBDD

1144..11 GGaarriiss BBeessaarr SSttuuddii Selain skema “3-in-1” yang saat ini berlaku di sepanjang koridor Sudirman – Thamrin, langkah-langkah menajemen permintaan lalu lintas (TDM) lain yang efektif dalam menurunkan kemacetan dan dapat diterima oleh masyarakat seperti road pricing, area pricing, dan cordon pricing dikaji kelayakan penerapannya, baik untuk jangka pendek (2007) maupun jangka panjang (2020). Perluasan kawasan terbatas atau pengenalan sistem baru juga dipertimbangkan.

1144..22 TTaarrggeett KKaawwaassaann TTDDMM Kawasan pembatasan lalu lintas untuk TDM dapat diperluas secara bertahap seiring meluasnya kawasan kemacetan dan sesuai dengan peningkatan layanan angkutan umum yang tersedia di kawasan pembatasan tersebut. Sebagai tahap awal, lebih baik memperkenalkan skema TDM di kawasan “3-in-1” yang ada lebih dahulu. Dengan cara ini, diharapkan skema TDM akan lebih mudah untuk dapat diterima oleh masyarakat. Setelah dipastikan bahwa komponen-komponen sistem termasuk penarikan biaya, penjualan stiker, dan pengawasannya dapat berjalan dengan semestinya, maka kawasan TDM dapat diperluas secara bertahap dengan mengkombinasikan beberapa alternatif. Selain itu, sejauh menyangkut perubahan 3-in-1 yang ada menjadi sistem road pricing, maka tidak perlu dijadwalkan pada tahun 2007 atau belakangan, namun dapat dilaksanakan sebelum sistem busway beroperasi.

Gambar 14.1 Kawasan “3-in-1” Yang Ada dan Alternatif Kawasan TDM

1144..33 DDaammppaakk AAlltteerrnnaattiiff KKaawwaassaann TTDDMM Lima pilihan tingkat pungutan telah diuji, yaitu Rp. 4,000 (Kasus 1), Rp. 8,000 (Kasus 2), Rp. 12,000 (Kasus 3), Rp. 16,000 (Kasus 4), dan Rp. 20,000 (Kasus 5) per perjalanan. Perbandingan persentase jumlah pengguna moda angkutan pribadi yang terpaksa beralih ke moda angkutan umum untuk Alternatif 1 dan 4 ditunjukkan dalam Gambar 14.2. Implikasi dari tabel-tabel dan angka-angka tersebut dirangkum sebagai berikut.

• Dalam seluruh alternatif, masyarakat berpenghasilan tinggi kurang elastis terhadap pungutan TDM dibanding dengan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Sebagai contoh, dalam Alternatif 1 tahun 2007, untuk Kasus 1 (Rp. 4.000), sekitar 6 persen pengguna mobil berpenghasilan menengah ke atas akan “terdorong keluar”, dan 16 persen untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Sedangkan untuk Kasus 5 (Rp. 20.000), sekitar 14 persen pengguna mobil berpenghasilan tinggi akan terdorong keluar, 43 persen untuk kelas menengah, dan 99

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 52 -

persen pengguna mobil perpenghasilan rendah. Hal ini karena faktor nilai waktu untuk masyarakat kelas atas yang lebih tinggi sehingga nilai pungutan TDM terasa lebih rendah.

• Secara total, besarnya pungutan TDM sangat mempengaruhi jumlah perjalanan yang terdorong keluar. Secara global, pada tahun 2020 sekitar 90 persen pengguna mobil pribadi masih tetap memilih membayar TDM untuk dapat berkendaraan di kawasan pembatasan apabila besarnya pricing adalah Rp.8.000 (kasus 2), sementara sekitar 75 persen pengguna mobil pribadi masih masuk kawasan TDM apabila pricing dinaikkan menjadi Rp.20.000 (kasus 5).

• Untuk tiap kelompok pendapatan, rasio perjalanan yang terdorong keluar akan lebih besar pada tahun 2020. Namun demikian, secara total, rasio yang terdorong keluar menurun dari tahun 2007 hingga 2020, karena mayoritas pengguna mobil akan meningkat golongan pendapatannya menjadi masyarakat berpenghasilan tinggi pada tahun 2020 sesuai framework sosio-ekonomi yang diprediksi dalam Rencana Induk SITRAMP.

[Alternative Area 1] [Alternative Area 4]

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Case1 Case2 Case3 Case4 Case5

Perc

enta

ge P

ushe

d O

ut b

y TD

M

High 2007 Mid 2007 Low 2007 Total 2007

High 2020 Mid 2020 Low 2020 Total 2020

= Rp. 4,000 = Rp. 8,000 = Rp. 12,000 = Rp. 16,000 = Rp. 20,000

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Case1 Case2 Case3 Case4 Case5

Perc

enta

ge P

ushe

d O

ut b

y TD

M

High 2007 Mid 2007 Low 2007 Total 2007

High 2020 Mid 2020 Low 2020 Total 2020

= Rp. 4,000 = Rp. 8,000 = Rp. 12,000 = Rp. 16,000 = Rp. 20,000

Gambar 14.2 Perbandingan Rasio “Terdorong Keluar” (Pushed Out)

1144..44 MMeettooddee PPrriicciinngg Terdapat dua metode utama untuk penarikan pungutan TDM, yaitu metode manual dan metode mekanis. Untuk metode mekanis, dibagi lebih lanjut menjadi dua sistem, yaitu sistem pengawasan dengan kamera (camera-surveilance) seperti digunakan di London, dan sistem ERP (Electronic Road Pricing) seperti digunakan di Singapura. Bagaimanapun juga, di Jabodetabek belum terbentuk suatu sistem database elektronik kendaraan terdaftar secara andal, dan oleh karenanya sistem pengawasan dengan kamera seperti di London saat ini belum dapat diterapkan di Jabodetabek. Mengingat biaya untuk pembuatan sistem mekanis tersebut tinggi, maka lebih baik digunakan metode sistem manual untuk jangka pendek yang nantinya diubah menjadi metode mekanis dalam jangka panjang. Sistem pengawasan dengan kamera seperti di London baru dapat digunakan di masa mendatang. Berkaitan dengan wilayah targetnya, terdapat tiga cara pricing seperti ditunjukkan dalam Tabel 14.1.

Tabel 14.1 Cara Pricing

Road Pricing Kendaraan yang melewati jalan-jalan utama tertentu (seperti pada sistem “3-in-1” yang ada) dikenai bayaran.

Cordon Pricing Kendaraan yang memasuki kawasan TDM dikenai bayaran

Area Pricing Semua kendaraan yang melewati kawasan TDM dikenai bayaran.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 53 -

Mempertimbangkan metodologi pemantauan dan kemungkinan penerimaan masyarakat (khususnya oleh penduduk yang tinggal di dalam kawasan TDM), maka area pricing yang baku mungkin sulit diterapkan. Sebaliknya, penerapan cordon pricing dapat menyebabkan ketidakadilan antara penduduk yang tinggal di dalam dan di luar kawasan TDM. Lebih lanjut, perbandingan antara besarnya perjalanan internal (dalam kawasan TDM) dengan semua bangkitan perjalanan mobil di kawasan TDM ternyata cukup tinggi, dan hal ini dapat membuat perbedaan yang besar dalam manajemen lalu lintas maupun dalam pendapatan dari TDM sekiranya jenis perjalanan internal tersebut diikutkan (atau tidak diikutkan) dalam skema TDM. Dalam hal ini, metoda area pricing secara parsial (yaitu cordon pricing dengan beberapa checkpoints pada jalan-jalan utama dan juga di dalam kawasan TDM), akan lebih sesuai dalam konteks Jabodetabek. Bagaimanapun juga, di Jabodetabek penerapan TDM akan merupakan peralihan dari skema “3-in-1” yang ada sekarang. Dalam hal ini maka kombinasi antara road (atau area) pricing dan perlakuan istimewa terhadap high occupancy vehicle (HOV) mungkin dapat dipertimbangkan. Dengan metoda ini kendaraan HOV yang berpenumpang tiga atau lebih dapat dibebaskan dari pricing sementara TDM dioperasikan melalui pengawasan manual dalam jangka pendek.

1144..55 PPeemmaannttaauuaann ddaann KKoonnffiigguurraassii SSiisstteemm Dalam jangka pendek, direkomendasikan untuk menerapkan sistem area (atau road) pricing secara manual terlebih dahulu, karena dapat mencakup ruas-ruas jalan yang melintasi batas kawasan TDM. Dengan metoda ini, perubahan lokasi checkpoint atau bahkan perubahan kawasan TDM itu sendiri dapat dengan fleksibel dilakukan. Dalam penerapannya, pengemudi harus dapat memperlihatkan pass masuk atau sticker ketika memasuki kawasan TDM (dalam hal cordon pricing) atau ketika melewati kawasan TDM (dalam hal area pricing). Pass masuk atau sticker ini nantinya akan dapat dibeli secara harian atau bulanan di tempat-tempat penjualan pada jalan-jalan menjelang masuk kawasan TDM. Petugas pemeriksa ditempatkan pada titik-titik gerbang (dan juga pada titik-titik lain yang ditentukan dalam hal area pricing) untuk mengawasi apakah kendaraan yang lewat mempunyai pass yang masih berlaku atau tidak. Kendaraan yang melanggar diminta berhenti dan didenda oleh petugas. Nantinya apabila database kendaraan sudah tersedia, maka kendaraan yang melanggar tidak perlu dihentikan tetapi pemberitahuan bagi pelanggar lalu lintas agar membayar denda akan dikirimkan kepada pengemudi belakangan. Dalam jangka panjang, sistem pengawasan mekanis dapat digunakan untuk TDM menggantikan pengawasan manual. Untuk itu akan dibuat sistem electronic road pricing (ERP), atau diterapkan sistem pengawasan dengan kamera sekiranya database kendaraan telah tersedia. Sistem ERP terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: in-vehicle unit (IU), outstation (gantry) dan central computer system (CCS). IU adalah alat elektronik yang dipasang pada kendaraan yang menggunakan kartu IC. IU tersebut berfungsi mengurangkan biaya ERP setiap kali kendaraan melewati gantry ERP. Plat nomor kendaraan yang masuk secara ilegal, misalnya tanpa IU, tanpa kartu IC, atau saldo di dalam kartu IC tidak mencukupi, akan difoto oleh kamera gantry untuk tindakan penegakan hukum berikutnya. Biaya akan dipungut tiap kali menggunakan kawasan TDM dan dapat bervariasi menurut waktu dan tingkat kemacetan.

1144..66 EEssttiimmaassii BBiiaayyaa Biaya proyek untuk ketiga jenis sistem pengawasan tersebut (yaitu sistem manual, sistem kamera dan sistem ERP), untuk masing-masing alternatif kawasan TDM ditunjukkan dalam Tabel 14.2. Perkiraan pendapatan menurut alternatif kawasan TDM ditunjukkan dalam Tabel 14.3.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 54 -

Tabel 14.2 Perbandingan Biaya Proyek Unit: Rp. milyar

Alternatif Kawasan TDM Metode ALT 1 ALT 2 ALT 3 ALT 4 ALT 5 ALT 6

Investasi 65,6 69,3 88,1 91,8 90,6 109,4 Sistem Manual OM Tahunan 18,2 19,9 27,6 29,3 31,1 37,5 Investasi 203,4 209,5 245,2 251,3 245,3 278,7 Sistem Kamera OM Tahunan 15,8 17,3 19,0 19,3 19,1 20,6 Investasi 444,3 463,9 581,0 600,7 577,3 686,1 Sistem ERP OM Tahunan 24,3 25,2 29,5 30,4 29,6 33,9

Sumber: Perkiraan SITRAMP

Tabel 14.3 Estimasi Pendapatan Tahunan Unit: Rp. milyar

Pendapatan Tahunan ALT 1 ALT 2 ALT 3 ALT 4 ALT 5 ALT 6 Kasus 1 (=Rp. 4.000) 360 440 680 760 1.010 1.160 Kasus 2 (=Rp. 8.000) 690 830 1.280 1.430 1.880 2.170 Kasus 3 (=Rp.12.000) 960 1.170 1.760 1.980 2.590 3.010 Kasus 4 (=Rp.16.000) 1.180 1.430 2.130 2.390 3.110 3.640

2007

Kasus 5 (=Rp.20.000) 1.330 1.620 2.370 2.670 3.440 4.070 Kasus 1 (=Rp. 4.000) 550 670 1.060 1.190 1.590 1.790 Kasus 2 (=Rp. 8.000) 1.060 1.310 2.050 2.300 3.070 3.460 Kasus 3 (=Rp.12.000) 1.530 1.880 2.940 3.290 4.400 4.960 Kasus 4 (=Rp.16.000) 1.930 2.380 3.700 4.140 5.540 6.250

2020

Kasus 5 (=Rp.20.000) 2.270 2.800 4.330 4.850 6.480 7.320 Sumber: Estimasi SITRAMP

1144..77 AAlltteerrnnaattiiff SSkkeemmaa PPeellaakkssaannaaaann Komponen-komponen pelaksanaan proyek TDM dibagi menjadi kegiatan-kegiatan utama sebagai berikut:

• Pemasangan fasilitas TDM (sistem penarikan pungutan TDM, sistem pemeriksaan, sistem pemantauan lalu lintas, dsb.);

• Manajemen dan operasi TDM (penarikan biaya TDM dan distribusi pendapatan); • Pemeriksaan TDM (kontrol dan peraturan terhadap pelanggar); dan • Pemantauan TDM (pemantauan lalu lintas, dengar pendapat masyarakat, dsb.).

Karena jumlah kendaraan yang datang dari luar DKI Jakarta cukup banyak, maka pelaksanaan dan manajemen TDM diusulkan untuk dilaksanakan oleh Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ). Namun demikian, masing-masing kegiatan di atas dapat dilakukan baik oleh sektor publik maupun sektor swasta. Jadi, ada kemungkinan untuk menerapkan skema “Kemitraan Pemerintah-Swasta” untuk TDM. Tabel 14.4 menunjukkan kemungkinan kombinasi kemitraan tersebut, sedangkan Tabel 14.5 merangkum pendapatan dan biaya tiap kombinasi institusi pelaksana. Untuk penerapan sistem ERP dalam jangka panjang direkomendasikan agar sektor swasta mengambil peran utama dalam proyek tersebut karena melibatkan teknologi komunikasi yang tinggi. Dalam hal ini, Skema 3 atau Skema 4 dapat digunakan.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 55 -

Tabel 14.4 Alternatif Kombinasi Institusi Pelaksana Proyek

Pemasangan Operasi Pengawasan Monitoring Tipe Skema 1 OTJ OTJ OTJ OTJ Publik Skema 2 OTJ Swasta OTJ OTJ Dikontrakkan Skema 3 Swasta Swasta Polisi OTJ Konsesi Skema 4 Swasta Swasta Swasta OTJ Konsesi

Tabel 14.5 Biaya dan Pendapatan

Publik Swasta Pendapatan Biaya Pendapatan Biaya

Skema 1 Semua Pendapatan TDM Biaya Pemasangan

Biaya O&P Biaya Pemeriksaan Biaya Pemantauan

Nihil Nihil

Skema 2 Semua Pendapatan TDM Biaya Pemasangan Biaya untuk kontrak Biaya Pemeriksaan Biaya Pemantauan

Biaya Kontrak O&P

Skema 3 Sebagian Pendapatan TDM

Biaya Pemantauan (DKI)

Biaya Pemeriksaan (Polisi)

Sebagian Pendapatan TDM

Biaya PemasanganO&P

Skema 4 Sebagian Pendapatan TDM

Biaya Pemantauan (DKI)

Sebagian Pendapatan TDM

Biaya PemasanganO&P

Pemeriksaan

1144..88 PPeennyyiiaappaann PPeerraattuurraann PPeerruunnddaanngg--uunnddaannggaann Dalam hal peraturan perundang-undangan untuk pelaksanaan TDM, perlu ditetapkan kawasan pembatasan berikut waktu pembatasan, tipe kendaraan target, besarnya pungutan, dan sebagainya. Lebih lanjut, aturan tersebut perlu dibuat fleksibel agar isi ketentuannya dapat dimodifikasi di kemudian hari bila situasi lalu lintas atau pola guna lahan telah berubah. Dalam rangka institusionalisasi TDM, tidak hanya diperlukan penyiapan dokumen untuk penjelasan kepada DPR, tetapi juga perlu sosialisasi kepada masyarakat agar mendapatkan konsensus mengenai pentingnya TDM diterapkan, misalnya melalui dengar pendapat atau penyuluhan.

1144..99 RReennccaannaa PPeellaakkssaannaaaann (1) Kebijakan Dasar Rencana Pelaksanaan

Tujuan utama penerapan TDM adalah untuk mengurangi jumlah lalu lintas kendaraan yang dibangkitan dan ditarik ke wilayah pusat DKI Jakarta sehingga di masa mendatang kondisi lalu lintasnya dapat membaik atau paling tidak dapat dipertahankan seperti tingkat saat ini.

(2) Kawasan TDM

Alternatif kawasan TDM dievaluasi menurut ; (i) efektivitas rasio perjalanan yang “terdorong keluar”, (ii) dampak sosial dari perjalanan yang terdorong keluar, dan (iii) kemudahan pelaksanaannya. Karena biaya pelaksanaan masing-masing alternatif kawasan TDM sangat bervariasi tergantung pada sistem pengawasannya itu sendiri, maka faktor ini tidak disertakan dalam evaluasi. Berdasarkan hasil evaluasi, disimpulkan hal-hal berikut ini :

• Alternatif 5 dan 6 harus dihindari karena dampak sosialnya yang sangat besar dan kemungkinan kesulitan dalam pelaksanaan karena terlalu banyaknya kawasan permukiman yang masuk dalam kawasan TDM dan keterbatasan cakupan angkutan umum yang baik;

• Keseimbangan antara dampak sosial dan kemudahan pelaksanaan merupakan faktor kunci untuk memilih kawasan TDM yang paling baik;

• Alternatif 3 dan 4 dipilih sebagai calon; dan • Alternatif 4 akhirnya terpilih karena mencakup wilayah Blok M yang mempunyai kepadatan

bangkitan lalu lintas sangat tinggi.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 56 -

Penyediaan alternatif sarana transportasi untuk pengguna yang terdorong keluar oleh TDM sangat penting dalam rangka memperoleh persetujuan masyarakat akan penerapan TDM. Salah satu alternatif adalah pengembangan angkutan umum. SITRAMP telah mengusulkan empat rute sistem busway termasuk perluasan sistem busway TransJakarta yang ada saat ini. Pengembangan busway ini akan melayani sebagai alternatif bagi pengguna kendaraan yang diasumsikan terdorong keluar. Selain itu, layanan bis feeder merupakan salah satu komponen vital untuk suksesnya TDM. Dipandang perlu untuk mengatur ulang sistem bis saat ini. Khususnya bagi kawasan-kawasan yang berada di dalam kawasan TDM namun tidak dilayani oleh busway atau kereta api harus ditambahkan layanan bis feeder (Gambar 14.3).

Gambar 14.3 Cakupan Layanan Angkutan Umum dan Usulan Layanan Bis Feeder (2007)

(3) Metode Pricing

Tahap-tahap berikut diperlukan untuk pelaksanaan yang realistis: • Sebagai tahap awal (tahun 2005) diterapkan road pricing yang dikombinasikan dengan skema

“3-in-1” yang berlaku saat ini, • Pada tahun 2007 diterapkan area pricing untuk membatasi perjalanan kendaraan di

kawasan-kawasan macet. Dibandingkan dengan cordon pricing, maka konsep area pricing dipandang lebih penting dengan maksud untuk membatasi lalu lintas yang bertambah banyak di CBD di masa mendatang.

(4) Tingkat Pungutan

Mempertimbangkan keseimbangan antara efektivitas dan dampak sosial, maka pungutan sebesar Rp. 8.000 dianggap lebih baik untuk tahap awal guna memperoleh persetujuan yang luas dari masyarakat. Untuk tahun 2010 dapat diterapkan pungutan sebesar Rp 16.000 dengan maksud untuk mengurangi kemacetan lalu intas yang parah di CBD. Untuk tahun 2015 ditentukan sebesar Rp 20.000 dengan mempertimbangkan dampak sosial, walaupun diperlukan lebih dari Rp. 30.000 untuk mengurangi kemacetan pada tahun 2020 agar minimal sama dengan tingkat saat ini. Tingkat pungutan ini oleh

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 57 -

karenanya juga tergantung pada pemantauan di masa mendatang.

(5) Konfigurasi Sistem Pengawasan

Berdasarkan pertimbangan rasional, langkah-langkah pelaksanaan TDM diusulkan sebagai berikut : • Metode manual digunakan pada tahap awal karena pertimbangan tingkat fleksibilitasnya dan

karena investasi awal serta biaya operasi yang rendah. • Metode manual harus diubah menjadi Electronic Road Pricing (ERP), apabila penegakan

TDM sudah terbentuk dengan mantap di antara masyarakat. Untuk itu perlu dipersiapkan sistem pendaftaran kendaraan elektronik, yang memungkinkan petugas pengawasan untuk melacak pemilik kendaraan berdasarkan plat nomornya guna memungut pricing atau untuk mendenda pelanggaran.

(6) Kendaraan Target dan Persyaratan Lain-lain

1) Kendaraan Target

• Mobil-mobil penumpang (termasuk van dan pickup) menjadi target TDM. • Truk-truk besar dibebaskan dari pungutan, karena rute dan waktu operasi truk besar telah

diatur untuk menghindari konflik dengan kendaraan biasa lainnya. • Sepeda motor juga dibebaskan dari pungutan pada tahap pertama karena okupansi jalannya

lebih rendah dibanding dengan mobil penumpang. Namun tergantung pada hasil pemantauan, hal ini dapat diubah sesuai kondisi lalu lintas setelah penerapan TDM.

• High Occupancy Vehicle (HOV) dengan tiga penumpang atau lebih dapat dibebaskan (paling tidak pada tahap awal) agar sesuai dengan aturan “3-in-1” saat ini.

• Kendaraan darurat, kendaraan utilitas, dan bis-bis umum reguler harus bebas dari pungutan.

2) Waktu Penerapan

• Pada tahap awal, TDM diterapkan dari pukul 7:00 hingga 10:00 pagi dan dari pukul 16:00 hingga 19:00 seperti aturan “3-in-1” saat ini. Waktu penerapan akan diubah menjadi sepanjang hari (kecuali malam hari) pada tahun 2020, apabila kemacetan lalu lintas masih berat bahkan pada periode “off-peak” siang hari. Pungutan TDM akan mudah diubah tergantung pada periode waktu bila sistem ERP telah diterapkan kelak.

• TDM diterapkan pada hari kerja; sedangkan pada hari akhir pekan dan hari libur tidak diterapkan.

(7) Institusi Pelaksana

• Proyek ini harus dikelola oleh Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ) seperti diusulkan dalam SITRAMP, untuk mencakup tidak hanya wilayah administrasi DKI Jakarta saja namun seluruh Jabodetabek. Hal ini karena banyaknya jumlah kendaraan yang terkena skema TDM yang datang dari luar batas administratif DKI Jakarta, walaupun kawasan TDM itu sendiri terletak di pusat kota DKI Jakarta.

• Mempertimbangkan efisiensi pelaksanaan, maka komponen-komponen utama akan dikontrakkan kepada perusahaan swasta melalui tender. Skema 3 (lihat Tabel 14.5) dipandang cocok sebagai tahap pertama karena untuk sementara pada saat ini pekerjaan pengawasan harus dilakukan oleh polisi.

1144..1100 PPeerrttiimmbbaannggaann EEkkoonnoommii ddaann PPeennddaappaattaann TTDDMM Biaya modal investasi TDM terhitung sebesar Rp. 693 milyar, yang terdiri atas Rp. 92 milyar untuk Sistem Pengawasan Manual dan Rp. 601 milyar untuk sistem ERP. Biaya operasi dan pemeliharaan tahunan kedua sistem tersebut juga telah dihitung seperti ditunjukkan dalam Tabel 14.6. Di samping biaya sistem ERP, diperlukan juga biaya pembelian in-vehicle unit sebesar sekitar Rp 1,0 juta per unit.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 58 -

Tabel 14.6 Biaya TDM (2005 – 2020) (Unit: Rp. milyar)

Periode

jangka pendek( ~2007)

Periode jangka menengah

(2008~2010)

Periode jangka panjang

(2011~2020) Total

Sistem Pengawasan Manual 92 0 0 92Sistem ERP 0 601 0 601In-vehicle unit (Subsidi kepada pengguna) 0 346 151 497

Operasi & Pemeliharaan 87 88 300 475Total 179 1.035 451 1.665

Dengan memasukkan penghematan biaya operasi kendaraan dan penghematan waktu perjalanan sebagai komponen manfaat proyek, maka rasio Manfaat/Biaya (B/C ratio) diperkirakan sebesar 7,2 pada tingkat diskonto 12%. Rasio ini bervariasi menurut penurunan manfaat yang dihasilkan seperti ditunjukkan dalam Tabel 14.7.

Tabel 14.7 Rasio Biaya/Manfaat dan Sensitivitas

B/C (diskonto 12%)

Kasus Dasar 7,2 Keuntungan Turun 20% 5,8 Keuntungan Turun 50% 3,6 Keuntungan Turun 70% 2,2 Keuntungan Turun 86% 1,0

Terdapat beberapa ketidakpastian mengenai dampak terhadap pendapatan TDM. Estimasi dibuat berdasarkan asumsi berikut:

• Untuk perioda tahun 2005 – 2009 pungutan tiap kali masuk kawasan terbatas (Alternatif 4) ditetapkan sebesar Rp. 8.000. Selanjutnya meningkat menjadi Rp 16.000 (tahun 2010 – 2014), dan Rp. 20.000 (tahun 2015 – 2020);

• Mengingat faktor-faktor seperti lalu lintas puncak 6-jam (40%), kendaraan dengan 3 penumpang atau lebih (18%), lalu lintas internal di dalam kawasan TDM (20%), maka kurang lebih 20% bangkitan perjalanan diperkirakan dikenakan pungutan TDM.

Berdasarkan asumsi di atas maka total pendapatan diperkirakan sebesar Rp 15,1 triliun selama periode Rencana Induk. Namun demikian, besarnya tingkat pungutan bagi kendaraan penduduk yang tinggal di kawasan terbatas harus dikurangi.

Tabel 14.8 Pendapatan TDM (2005 ~ 2020) (Unit: Rp. milyar)

Periode jangka pendek

( ~2007)

Periode jangka

menengah (2008~2010)

Periode jangka

panjang (2011~2020)

Total

Pendapatan TDM 1.400 1.800 11.900 15.100

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 59 -

1155.. DDoouubbllee TTrraacckkiinngg JJaalluurr SSeerrppoonngg,, PPeenniinnggkkaattaann AAkksseess ddaann PPeennggeemmbbaannggaann LLaahhaann TTeerrppaadduu

1155..11 LLaattaarr BBeellaakkaanngg Kompleks-kompleks perumahan berskala besar telah berkembang di sekitar Jalur Kereta Api Serpong. Penduduk yang tinggal di kawasan perumahan tersebut umumnya merupakan golongan berpenghasilan menengah atau tinggi, dan sebagian besar di antara mereka pulang pergi ke CBD di Jakarta dengan mobil pribadi. Bagaimanapun juga, kapasitas jaringan jalan ke CBD Jakarta tidak mencukupi sehingga hampir setiap pagi terjadi kemacetan yang parah dan perjalanan dari rumah ke tempat kerja seringkali memakan waktu lama. Baru-baru ini PT. KA mulai menyediakan layanan kereta api eksekutif dari stasiun Serpong dan Sudimara ke stasiun Sudirman. Layanan kereta api eksekutif ini telah menarik minat cukup banyak orang yang tinggal di kawasan tersebut. Dengan demikian hal tersebut menunjukkan permintaan penumpang yang potensial apabila layanan angkutan kereta api yang memadai dapat disediakan. Rencana induk transportasi yang diusulkan dalam SITRAMP mengungkapkan bahwa peningkatan angkutan umum merupakan kunci sukses pengembangan sistem transportasi yang efektif dan efisien. Secara khususnya, peningkatan KA Jalur Bekasi dan Jalur Serpong telah diprioritaskan dan dalam jangka pendek diusulkan untuk menyediakan operasi langsung timur-barat. Pra-studi kelayakan ini menguji isu-isu teknis, kelayakan ekonomi dan finansial serta mekanisme pelaksanaan proyek untuk pembangunan jalur ganda (double tracking) Jalur Serpong, berikut peningkatan akses dan pengembangan lahan terpadu.

1155..22 PPrreeddiikkssii PPeerrmmiinnttaaaann PPeennuummppaanngg Proyeksi permintaan penumpang kereta api Jalur Serpong ditunjukkan dalam Gambar 15.1. Walaupun disediakan jalur kereta api langsung untuk menghubungkan aksis barat-timur antara Serpong di barat dan Cikarang di timur, namun mayoritas pergerakan penumpang kereta api diperkirakan masih bersifat komuter, yakni perjalanan-perjalanan antara Serpong-CBD dan Bekasi-CBD. Oleh karena itu, segmen antara Stasiun Sudirman dan Stasiun Manggarai (yang terletak kurang lebih di pusat CBD tersebut) diperkirakan akan menjadi ruas yang paling sibuk yang melayani lebih dari 300.000 perjalanan penumpang pada tahun 2020. Perkiraan penumpang yang naik dan turun di stasiun-stasiun sepanjang Jalur Serpong ditunjukkan dalam Tabel 15.1 untuk tahun 2010 dan 2020. Di ujung barat jalur Serpong, Stasiun Rawabuntu diperkirakan akan menjadi stasiun utama, sejalan dengan pengembangan kota Bumi Serpong Damai. Di sisi lain, Stasiun Sudirman (dulu Stasiun Dukuh Atas) akan menjadi stasiun paling sibuk yang melayani lebih dari 100.000 penumpang yang naik dan turun setiap hari.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 60 -

Gambar 15.1 Proyeksi Permintaan Penumpang di Jalur KA Serpong, 2010-2020

Tabel 15.1 Estimasi Jumlah Penumpang yang Naik dan Turun, 2010 dan 2020

(Unit: Orang/hari)

Total Harian (Naik + Turun) No. Nama Stasiun 2010 2020 1 Serpong 21.691 30.970 2 Rawa Buntu 49.580 70.788 3 Ciater 6.197 8.848 4 Sudimara 30.394 40.734 5 Jurang Mangu 32.490 43.543 6 Pondok Ranji 15.721 21.069 7 Bintaro 12.577 16.855 8 Pondok Betung 13.625 18.260 9 Kebayoran 44.466 55.887 10 Limo 20.454 25.708 11 Palmerah 24.012 30.179 12 Tanah Abang 33.498 42.243 13 Karet 15.764 19.879 14 Dukuh (Sudirman) 98.525 124.244 15 Rasuna 49.262 62.122 16 Manggarai 36.532 45.012 17 Mampang 4.059 5.001 Sumber: Perkiraan SITRAMP

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 61 -

1155..33 RReennccaannaa PPeemmbbaanngguunnaann FFaassiilliittaass KKeerreettaa AAppii (1) Rencana Penambahan Rel

Alinemen penambahan rel di Jalur Serpong diletakkan di sebelah timur rel tunggal yang sudah ada karena tersedia ruang di sebelah timur rel setelah “Proyek Modernisasi pada Jalur Serpong” dibangun pada tahun 1993 – 1997. Tiang-tiang listrik yang ada juga telah mengantisipasi pelebaran ke sebelah timur. (Lihat Foto 15.1 dan 15.2). Sebaliknya, alinemen rel tambahan antara Palmerah dan Tanah Abang (P = 1,2 km) di letakkan di sebelah barat rel yang sudah ada agar terhubung dengan Jalur Barat di Stasiun Tanah Abang, dan memperhitungkan adanya Banjir Kanal. Situasi ini ditunjukkan dalam Gambar 15.2 dan 15.3.

Photo 15.1 Stasiun Rawa Buntu Photo 15.2 Stasiun Pondok Betung

(2) Rencana Struktur Stasiun

Struktur dasar stasiun direncanakan sebagai stasiun di atas rel (overtrack) untuk menghadapi masalah penumpang gelap. Namun demikian, Stasiun Jurang Manggu direncanakan sebagai stasiun di permukaan (ground station) karena terletak di bagian timbunan yang tinggi (tinggi = 5m).

Tabel 15.2 Rencana Struktur Stasiun

Klasifikasi Stasiun Jalur Serpong Jalur Barat Stasiun di atas rel 1) Serpong, 2) Rawa Buntu,

3) Sudimara, 4) Pondok Ranji, 5) Kebayoran, 6) Palmerah,

1) Karet, 2) Sudirman*), 3) Mampang

Stasiun baru (Stasiun di atas rel)

1) Ciater, 2) Bintaro, 3) Pondok Betung, 4) Limo

1) Rasuna Said

Stasiun baru (Ground Station)

1) Jurang Manggu -

Total 11 stasiun 3 stasiun *): Sudirman station has no improvable plan.

Stasiun-stasiun yang memerlukan jalur menyusul (passing track) untuk kereta api ekspres meliputi stasiun-stasiun Kebayoran, Pondok Ranji, Sudimara dan Serpong. Dalam rencana layout rel di Stasiun Serpong, operasi langsir untuk jarak jauh dari Merak juga diperhitungkan.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 62 -

LC 64 - KM 19+872 LC 82 - KM 27+496

R 1

004

R 2

300

LC 57A - KM 16-940

ST. S

UD

IMA

RA

(Sdm

)

(24+244)

R 5

90

KM 24+022

R 1

325

LC 75 - KM 24+396

BH 98 - KM 24+851

R 9

00

BH 106 - KM 26+749

BH 107 - KM 27+049

BH 105 - KM 26+559

R 2

0000

R 1

000

KM 26+700

BH 102 - KM 25+998

ST. C

IATE

R

New

R 5

00

LC (Illegal) KM 15+935

BH 49 - KM 15+898

R 1

991

BH 46 - KM 14 +591

KM 6+873

(6+873)

ST. T

ANAH

ABA

NG (T

hb)

R 3

04

T (R)

R 3

25

LC39

A-KM 9+

444

LC-K

M9+46

4

KM 16+780 (16+824) R 3

40

R 1

340

R 5

30

R 2

500

BH 54 - KM 17+143

BH 55 - KM 17+609

R 4

04

ST. P

ON

DOK

BETU

NG (P

db)

New

KM 18+328

R 4

0000

LC 58A - KM 18+143

BH 59 - KM 18+554

R 4

50

ST. B

INTA

RO

R 3

29

New

LC 32B - KM 8+310 BH 28-KM8+507

BH 27 - KM 8+285

R 4

75

R 30

4

R 504

LC (Illegal)- KM 8+256

KM 10+068

(10+116)

ST. P

ALM

ERA

H (P

lm)

BH 38 - KM 10+842

W = 6.68m R 3

09

BH 77 - KM 22+092

LC 65 - KM 21+555BH 76 - KM 21+886

BH 69 - KM 20+630

R 5

00

ST. S

ERPO

NG (S

rp)

BH 119 - KM 29+352

R 4

86

Flyover KM - 28+655

KM 28+776(28+796)

BH 112 - KM 28+023BH 113 - KM 28+099

R 1

014 R

103

0

S T. R

AW

AB

UN

T U (R

u )

LC 90 - KM 30+362

KM 30+113 (30+203)

R 3

90

R 5

20

ST. J

UR

AN

G M

AN

GG

U (

Jrm

)

BH 42 - KM 13+238

LC 50 - KM13+683

Flyover KM 13+991

Flyover - KM 12+402

LC46-KM12+689

(20+033)

KM 19+994

ST. P

ON

DO

K R

AN

JI (P

dr)

R 2

0000

R 2

000

BH 81 - KM 22+470

R 5

00

KM 22+173 (22+190)

New

R 9

00

LC45A-KM12+023

KM 12+282

New

ST. L

IMO

LC 52 - KM 14+256

(13+853)KM 13+818

R 5

00

T(R

)

T(R

)R

474

R 50

0R

800

T(R)

ST. K

EBAY

ORAN

(Kby

)

Exis

ting

Leve

l Cro

ssin

g

Exis

ting

Trac

k

Exis

ting

Brid

ge (L

Ove

r Tra

ck S

tato

n

Add

ition

al T

rack

(PT

0+00

0) C

hain

age

of P

T. K

A (P

erse

ro)

KM

0+0

00 C

hain

age

of S

urve

y

Gro

und

Stat

ion

New

Subs

tatio

n

(12+330)

(18+362)

BH 59A - KM 19+170

BH 72 - KM 21+156 L= 4.34m

BH 73 - KM 21+231 L= 4.09m

L= 9.83m

BH 79 - KM 22+292

L = 18.93m

L = 3.00m

LC 71 - KM 22+693

Flyover KM - 2

2+760

BH 87 - KM 23+663 L = 2.50m

L = 5.88mL = 3.45m

BH 96 - KM 24+762

BH 99 - KM 24+955L = 8.72m

L = 26.37m

(26+720)

L = 7.68m

L = 12.10m

L = 29.00m

BH 114 - KM 28+377L = 2.60

L = 59.52m

L = 7.83m

LEG

EN

D : Th

e S

tudy

on

Inte

grat

ed T

rans

porta

tion

Mas

ter P

lan

for J

abod

etab

ek (P

hase

2)

SITR

AM

P

Flyo

ver

SER

PON

G L

INE

DO

UB

LE T

RA

CK

ING

W =

10.11

m

W = 6.1

9m

Flyov

er-km

9+49

9

W =

58.58

mm

LC 41 - KM 10+315

L = 11.48m

W = 13.59m

W = 24.94m

W = 4.66m

L = 2.0m

W = 10.18m

W = 9.54m

W = 14.59m

L = 3.50m

LC -(Illegal)-KM15+413L = 6.46M

L = 3.99m

W = 3.14m

BH 51 - KM 16+343

L = 18.50m

W = 7.28m

L = 3.07m

L = 2.38m

W = 11.14m

L = 17.08m

L = 22.43m

W = 6.12m

L = 3.71m

BH 75 - KM 21+356 L= 5.21m

W = 2.91m

L= 20.49m

W = 1.0mL = 7.56m

BH 85- KM 23+160L = 2.00m

W = 7.11m

L = 50.96m

W = 4.17m

L = 18.01m

W = 20.62m

BET

WEE

N T

HB

AN

D S

RP

W = 4.00mW = 6.00m

L = 2.00m

L = 16.56m

LC 39 - KM 8+912 W = 10.00m

> =2.

0m)

( NEW

PLA

N )

W = 8.09m

Flyover - KM 22+203

Gam

bar 1

5.2

Dou

ble

Trac

king

Jal

ur S

erpo

ng A

ntar

a Ta

nah

Aba

ng d

an S

erpo

ng

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 63 -

ST. K

AR

ETS

ER

PO

NG

/ W

ES

TER

N L

INE

The

Stu

dy o

nIn

tegr

ated

Tra

nspo

rtatio

nM

aste

r Pla

nfo

r Jab

odet

abek

(Pha

se2)

SITR

AM

P

LEG

END

:

SH

OR

TCU

T P

LAN

WIT

H

ST. S

UD

IRM

AN

ST. R

ASU

NA

SA

IDST

. MA

MPA

NG

ST. M

AN

GG

AR

AI

ST. T

AN

AH

AB

AN

G (

Thb)

Flyo

ver K

M - 0 +

317

W =

9.80

m

LC 1 - KM 1 + 892W = 24.50 m

Flyover KM 2 + 728W = 35.91m

KM 2 + 029

KM 2 + 840

KM 3 + 476

KM 4 + 648

KM 6 + 038

W = 17.85 mFlyover KM 3 + 317

BH 5 - KM 3 + 291L = 6.00 m

W = 20.00 mLC 2 KM 4 + 001

W = 20.00 mLC 3 KM 4 + 533

BH 8 - KM 5 + 113L = 6.00 m R

300

R 3

00

BH 28 - KM 5 + 717L = 11.00 m

2.0m

)=

Exis

ting

Brid

ge (L

Lev

el C

ross

ing

Exis

ting

Trac

k

>

Add

ition

al E

leva

ted

Trac

k

MA

NG

GA

RA

IB

EE

TWE

EN

PA

LMER

AH

AN

D

Flyover KM 1 + 885

KM 6 + 8

73

KM

8 +

550

KM 0 + 000

R 300

R 3

00

W = 20.00m

Add

ition

al T

rack

(Gro

und)

A

AB

B

C C

D D

Sect

ion

A -

ASe

ctio

n B

- B

Sect

ion

C -

CSe

ctio

n D

- D

B =

15 m Ser

vice

Roa

d

( ST.

KA

RET

)

Gam

bar 1

5.3

Ren

cana

Sho

rtcu

t di J

alur

Ser

pong

/ B

arat

Ant

ara

Palm

erah

dan

Man

ggar

ai

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 64 -

(3) Short Cut Ruas Palmerah – Karet

Rencana Induk SITRAMP merekomendasikan untuk mengarahkan pembangunan perkotaan ke arah timur-barat dengan memperbaiki tingkat layanan Jalur Bekasi dan Jalur Serpong dengan menyediakan operasi langsung timur-barat. Sehubungan dengan itu, untuk kelancaran operasi KA timur-barat direkomendasikan untuk menyediakan jalur pintas (short-cut) antara stasiun Karet dan Palmerah. Hal yang paling penting dalam perencanaan short cut adalah alinemen antara Palmerah dan Karet; yaitu, dari titik 1,2 km sebelah selatan Stasiun Tanah Abang ke Stasiun Karet melewati Banjir Kanal dengan kurva radius 300 meter. Dua alternatif alimenen telah dipertimbangkan. Alternatif-1 adalah Rel Layang sedangkan Alternatif-2 adalah Rel Di Atas Tanah. Keuntungan dan kerugian aternatif-alternatif tersebut dijelaskan di bawah.

Alternatif 1 Alternatif ini memerlukan lerengan dengan kemiringan 2,6%; oleh

karena itu, kereta barang dan kereta jarak jauh/sedang tidak dapat melewati rel ini.

Alternatif 2 Sebaliknya, kereta barang dan kereta jarak sedang/jauh dapat dioperasikan pada ruas ini. Namun demikian, perlu memasang scissors crossing turnout, yang sangat riskan untuk operasi kereta api, dan juga sulit untuk menjaga fasilitas turnout dengan semestinya.

Kesimpulannya, alternatif-1 direkomendasikan dari sudut pandang keselamatan operasi kereta api dengan memperhitungkan kenaikan permintaan di masa depan.

(4) Rencana Stabling Yard

Proyek double tracking Jalur Serpong memerlukan tambahan 166 unit gerbong kereta hingga tahun 2020. (Jumlah Kereta Listrik yang ada 26 gerbong, telah dikurangi dari jumlah kereta yang dibutuhkan untuk operasi kereta pada tahun 2020). Untuk memarkir tambahan gerbong kereta, maka direncanakan untuk membangun stabling yard baru di Stasiun Serpong yang dapat mengakomodasi 120 gerbong KRL dan di Rawa Buntu untuk 46 gerbong KRL lainnya.

1155..44 RReennccaannaa OOppeerraassii Operasi kereta saat ini terdiri dari 4 gerbong kereta dalam satu rangkaian. Nantinya direncanakan bahwa satu kereta akan terdiri dari 8 gerbong mengingat kenaikan permintaan penumpang pada masa mendatang. Headway minimum pada jam sibuk direncanakan sekitar 7-menit pada tahun 2010 dan 5,5 menit pada tahun 2020 berdasarkan proyeksi permintaan penumpang.

Tabel 15.3 Rencana Operasi pada jam Sibuk

Tahun

Ruas

Jumlah gerbong(kedua arah/

jam)

Headway (Menit)

Kapasitas (Kedua arah)

Volume Penumpang (Kedua arah)

2010 Serpong – Manggarai

9 7 20,000 38,400

2020 Serpong – Manggarai

11 5.5 24,800 48,870

1155..55 EEssttiimmaassii BBiiaayyaa Estimasi biaya untuk Tahap 1, “Proyek double tracking Jalur Serpong dan Tanah Abang,” dan untuk Tahap 2, “Proyek jalur Short cut antara Palmerah dan Manggarai,” ditunjukkan dalam Tabel 15.4.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 65 -

Tabel 15.4 Estimasi Biaya untuk Tahap 1 dan Tahap 2

Unit: Milyar Rp. Item Biaya Tahap 1 (P=23.4 km) Tahap 2 (P=5.2 km) Keterangan

F/C L/C Total F/C L/C Total Sipil & Rel 117.3 223.6 340.9 34.0 51.9 85.9

Fasilitas Elektrik 404.6 85.9 490.5 45.1 6.0 51.0 Gedung & Depo 95.2 74.8 170.0 23.0 23.0 45.9

Rolling Stock 280.5 31.5 312.0 884.0 98.6 982.6 40 Gebong (Tahap1); 126

Gerbongs (Tahap 2)Biaya Tak Terduga 90.1 41.7 131.8 98.6 17.9 116.5

Jasa Konsultan 47.6 29.8 77.4 7.7 6.0 13.6 Pembebasan Tanah 0 54.4 54.4 0.0 96.1 96.1 A=1.1ha (Phase 1);

A=1.2 ha(Phase 2)Ganti rugi 0 11.1 11.1 0.0 19.6 19.6

PPN 90.1 41.7 131.8 98.6 17.9 116.5 Total 1,125.4 594.2 1,719.6 1,190.9 336.6 1,527.5

Catatan) 8,500Rp./US$, 77.92 Rp./Yen

1155..66 RReennccaannaa PPeemmbbaanngguunnaann PPllaassaa SSttaassiiuunn Plasa stasiun merupakan fasilitas penting bagi penumpang untuk berpindah dari angkutan moda lain ke angkutan kereta api. Luas lahan yang diperlukan untuk pembangunan plasa stasiun diperkirakan berdasarkan permintaan penumpang pada masa mendatang untuk masing-masing stasiun. Rencana pembangunan plasa stasiun utama dicantumkan dalam Tabel 15.5. Lokasi pembangunan plasa stasiun digambarkan dalam Gambar 15.4.

Tabel 15.5 Rencana Pembangunan Plasa Stasiun Utama

Jumlah Penumpang yang Naik/Turun Plasa Stasiun

No. Stasiun 2010 2020 PT KAI Pemerintah

Daerah Total

Biaya (Rp. juta)

1 Tanah Abang 33.000 42.000 0 5.600 5.600 78,964 8 Jurang Manggu

(Stasiun Baru) 32.000 44.000 2.000 1.500 3.500 5,238 11 Rawabuntu 50.000 71.000 4.000 2.000 6.000 9,004 14 Sudirman

(dahulu Dukuh Atas*) 99.000 124.000 0 2.500 2.500 5,244

15 Rasuna Said (Stasiun Baru) 49.000 62.000 0 7.000 7.000 0

Total 98.432

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 66 -

Gambar 15.4 Rencana Pembangunan Jalan Akses dan Plasa Stasiun

1155..77 RReennccaannaa PPeemmbbaanngguunnaann JJaallaann AAkksseess Untuk mendayagunakan efek peningkatan jalur kereta api Serpong, perlu dilakukan pelebaran jalan untuk jalan-jalan utama menuju stasiun kereta api dan pembuatan halte bis apabila plasa stasiun kereta api tidak tersedia. Walaupun nampaknya sulit untuk melebarkan jalan karena lahan di sekitar jalan sudah dipenuhi perumahan, namun usaha yang terus-menerus harus dilakukan untuk melaksanakan pelebaran jalan akses agar sistem angkutan kereta api menjadi optimal. Rencana jalan akses yang diusulkan ditunjukkan dalam Gambar 15.4.

1155..88 JJaaddwwaall PPeellaakkssaannaaaann Jadwal pelaksanaan Tahap 1, “Proyek double tracking jalur Serpong dan Tanah Abang” dan Tahap 2, “Proyek jalur short cut antara Palmerah dan Manggarai”, ditunjukkan dalam Gambar 15.5.

Item 2006 2007 2008 2009 2010 2011~2020 Pembebasan Tanah Phase 1 Phase 2

Tahap 1 (SRP-THB) L=23.4km

Tahap 2 (PLM – MRI) L=5.2km

Jalan Akses

Plasa Stasiun

Gambar 15.5 Jadwal Pelaksanaan

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 67 -

1155..99 AAnnaalliissiiss EEkkoonnoommii ddaann FFiinnaannssiiaall (1) Estimasi Biaya

Proyek terdiri dari tiga paket dengan total biaya investasi sebesar Rp. 4.312,4 milyar selama kurun waktu antara 2004 hingga 2020. Biaya untuk pembangunan jalur ganda terhitung 75% dari total biaya.

Tabel 15.6 Biaya Investasi Proyek Unit: Rp. juta

Jangka pendek dan menengah

(2004~2010) Jangka panjang

(2011~2020) Total

Double Tracking Jalur Serpong 3.248.000 - 3.248.000Peningkatan Akses 655.000 311.000 966.000Pengembangan Lahan Terpadu 19.500 78.900 98.400Total 3.922.500 389.900 4.312.400

(2) Evaluasi Ekonomi

Net Present Value (NPV) pada tingkat diskonto 12% diperkirakan sebesar Rp. 1,993 triliun dan Economic Internal Rate of Return (EIRR) adalah 18,9%, yang mengindikasikan kelayakan ekonomi pelaksanaan proyek ini.

Tabel 15.7 Indeks Evaluasi Analisis Ekonomi

Present Value dengan diskonto 12 % (Rp. milyar) Biaya Manfaat Net Present

Value Penghematan

biaya VOC dan TTC

Biaya yang terhindar dari operasi Jalur

Serpong

Total Keuntungan

EIRR (%)

2.348 3.999 342 4.341 1.993 18,9%

Penurunan emisi CO2 juga dianggap sebagai manfaat penting terhadap lingkungan global. Penurunan emisi CO2 diperkirakan sebesar 360.000 ton pada tahun 2020 dengan proyek ini dan nilai ekonomi penurunan CO2 tersebut diperkirakan sebesar Rp 30 milyar dimana diasumsikan bahwa nilai dari penurunan CO2 adalah US$ 10 per ton.

(3) Analisis Finansial

Dalam analisis finansial, kelayakan finansial proyek Double Tracking Jalur Serpong dievaluasi dari aspek kemampuan PT. KA untuk menanggung beban biaya proyek melalui pendapatan dari tarif penumpang. Untuk evaluasi diasumsikan tiga macam tingkat tarif sebagai berikut :

Tabel 15.8 Alternatif Tarif Penumpang

Flag fall Porsi jarak Kasus 1 Rp. 1,000 - Kasus 2 Rp. 1,000 Rp. 100/km Kasus 3 Rp. 1,000 Rp. 200/km

• Dalam Kasus 1, pendapatan dari ticket penumpang memungkinkan PT. KA menanggung 10 ~ 20% biaya rolling stock dan biaya OM (FIRR: 15,4% dan 8,0% dengan beban masing-masing 10% biaya rolling stock dan 20% biaya OM)

• Dalam Kasus 2, FIRR sebesar 10.0% bila PT. KA akan menanggung biaya rolling stock dan biaya operasi/pemeliharaan. FIRR tersebut relatif rendah untuk bisnis swasta.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 68 -

• Dalam Kasus 3, PT. KA diperkirakan akan mendapat keuntungan yang mencukupi sekalipun harus menanggung beban biaya rolling stock dan OM (FIRR: 19,3%) dan akan dapat menanggung biaya untuk bangunan stasiun dan stasiun plasa (FIRR: 16,8%).

Saat ini, anggaran investasi untuk fasilitas prasarana dasar kereta api seperti pekerjaan sipil dan rel, pekerjaan elektrikal, dan bangunan-bangunan disediakan oleh pemerintah dan PT. KA bertanggung jawab pada pengoperasian kereta api. Dalam hal sharing biaya dengan pemerintah, PT. KA diminta untuk membayar biaya tahunan depresiasi fasilitas prasarana kepada pemerintah sebagai Track Access Charge (TAC). Di sisi lain, pemerintah memberikan subsidi Public Service Obligation (PSO) kepada PT. KA untuk kompensasi defisit karena tarif penumpang untuk kelas ekonomi rendah. Kenyataannya, walaupun ada prinsip-prinsip di atas, namun alokasinya tidak direalisasi secara mencukupi untuk menutup jumlah yang diperkirakan karena pemerintah kekurangan dana, begitu juga dengan PT. KA. PT. KA tidak akan dapat mengelola secara mandiri bila diminta untuk memenuhi beban biaya investasi serta biaya OM yang saat ini diatur dengan pembayaran TAC. Akan lebih rasional bila fasilitas prasarana dasar seperti pekerjaan sipil dan rel, pekerjaan elektrikal dan persinyalan ditanggung oleh Pemerintah dan biaya untuk pengadaan rolling stock dan biaya operasi dan pemeliharaan dibebankan melalui pendapatan dari angkutan penumpang dan barang oleh PT. KA. Dalam konteks ini, penting untuk membedakan biaya yang ditanggung oleh PT. KA untuk berbagi dengan anggaran pemerintah dalam rangka privatisasi manajemen PT. KA di masa depan.

1155..1100 IInntteeggrraassii SSiisstteemm TTrraannssppoorrttaassii ddeennggaann GGuunnaa LLaahhaann mmeellaalluuii PPeeddoommaann PPeerreennccaannaaaann PPeerrkkoottaaaann

Di Jabodetabek, cukup banyak pembangunan perumahan skala besar telah dilakukan oleh pengembang swasta. Rencana guna lahan dan rencana pengembangan jaringan jalan di dalam kompleks perumahan telah dibuat oleh pengembang dan telah disetujui oleh pemerintah daerah terkait. Agar guna lahan tersebut dapat konsisten dengan sistem angkutan kereta api dan untuk mengintegrasikan sistem transportasi dengan pengembangan perkotaan, maka pemerintah daerah perlu menyiapkan detail rencana guna lahan berikut dengan zona lahannya, yang menyebutkan rasio luas lantai dan bangunan terhadap rasio lahan. Integrasi antara guna lahan dan pengembangan sistem transportasi adalah sangat penting untuk efisiensi pengembangan sistem transportasi kereta api. Konsep Transit Oriented Development (TOD) harus dipertimbangkan untuk pengembangan sistem kereta api. Hal ini mengisyaratkan perlunya mengarahkan pengembangan perkotaan berkepadatan tinggi ke wilayah di sekitar stasiun kereta api. Dalam rencana guna lahan, luas lantai yang lebih tinggi harus dialokasikan pada kawasan berjarak 10 menit berjalan kaki atau sekitar radius 600 meter dari stasiun-stasiun.

1155..1111 MMeekkaanniissmmee PPeellaakkssaannaaaann PPrrooyyeekk PPeenniinnggkkaattaann JJaalluurr SSeerrppoonngg Telah dimaklumi bersama bahwa pengembangan sistem transportasi dapat menghasilkan keuntungan ekonomi yang besar, akan tetapi operator angkutan tidak bisa mendapatkan keuntungan sepenuhnya dari peningkatan layanan angkutan tersebut. Untuk menginternalisasi keuntungan pengembangan sistem transportasi kereta api, salah satu caranya adalah perusahaan kereta api melakukan bisnis di bidang real-estate di sepanjang koridor kereta api. Pertama-tama, perusahaan kereta api membeli tanah di sekitar jalur kereta api dan mengembangkannya sebagai lahan permukiman sebelum peningkatan sistem kereta api. Nilai lahan akan meningkat setelah tingkat layanan jalur kereta api ditingkatkan. Kemudian perusahaan kereta api dapat memperoleh keuntungan dari meningkatnya nilai lahan. Di lain pihak, pembangunan lahan permukiman tersebut sebaliknya akan juga menghasilkan tambahan jumlah penumpang kereta api.

(1) Kemitraan Pemerintah-Swasta

Bagaimanapun juga, PT. KA tidak memiliki personil yang menguasai pengetahuan bisnis real estate yang memadai. Maka untuk saat ini tidak diusulkan agar PT. KA terjun ke dalam bisnis baru tersebut. Sebagai gantinya, direkomendasikan agar PT. KA bekerjasama dengan pengembang real-estate seperti Bintaro Jaya dan Bumi Serpong Damai (BSD) untuk menyediakan dukungan finansial bagi

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 69 -

pengembangan jalan akses, pembangunan plasa stasiun, dan pembangunan fasilitas stasiun kereta api karena pengembang dan konsumennya akan menikmati layanan kereta api yang ditingkatkan.

(2) Kerja Sama Antar Badan Usaha Milik Negara

Perumnas telah membeli 800 ha tanah untuk pembangunan permukiman (terutama untuk rumah tangga berpenghasilan rendah) di sebelah selatan Stasiun Parung Panjang pada Jalur Serpong. Karena kelambatan peningkatan layanan kereta api, maka pembangunan perumahan belum memberikan kemajuan seperti yang dijadwalkan. Bila fungsi Perumnas diperluas hingga mencakup pengembangan perkotaan (dengan kata lain tidak hanya semata-mata pada pembangunan perumahan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah, tetapi juga pembangunan fasilitas komersial dan perumahan berkualitas bagus untuk kelas menengah), maka Perumnas dapat membangun gedung-gedung tinggi di sekitar kawasan stasiun kereta api sesuai dengan konsep TOD (Transit Oriented Development).

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 70 -

1166.. PPrrooyyeekk JJaallaann OOuutteerr--OOuutteerr RRiinngg RRooaadd

1166..11 LLaattaarr BBeellaakkaanngg Proyek ini dimaksudkan tidak hanya untuk memenuhi permintaan lalu lintas wilayah Jabodetabek di masa depan semata-mata namun juga untuk mendorong pengembangan sub-center sebagaimana diusulkan dalam SITRAMP sebagai strategi pengembangan wilayah yang diinginkan di Jabodetabek. Proyek jalan ini membentang sepanjang 110 km dengan melibatkan beberapa pemerintah daerah di Bodetabek. Selain itu, volume lalu lintas bervariasi dari ruas ke ruas. Kondisi ini memunculkan berbagai alternatif metode pelaksanaan, misalnya yang terkait dengan skema partisipasi sektor swasta, investasi publik dan kombinasi dengan pengembangan wilayah di sekitar jalan. Pra-Studi Kelayakan ini menyoroti hal-hal tersebut terutama tidak dari aspek teknis namun dari sudut pandang skema pelaksanaan yang mungkin dapat ditempuh.

1166..22 RRuuttee Rute jalan Outer-outer Ring Road (OORR), seperti ditunjukkan dalam Gambar 16.1, menghubungkan Kota Tangerang, Kota Depok dan Kota Bekasi, yang berfungsi sebagai sub-center di wilayah Jabodetabek dengan panjang total mencapai sekitar 110 km.

Gambar 16.1 Rute OORR

1166..33 BBiiaayyaa PPrrooyyeekk (1) Standar Struktural

OORR direncanakan sebagai jalan dengan kontrol akses sepenuhnya. Mengingat volume lalu lintas pada beberapa ruas OORR tidak begitu besar, maka pembangunannya diusulkan untuk dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal, OORR akan terdiri atas 4 lajur dan nantinya diperlebar menjadi 6 lajur bila volume lalu lintas telah melebihi kapasitas.

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 71 -

(2) Biaya Proyek

Biaya proyek untuk masing-masing ruas dirangkum dalam Tabel 16.1

Tabel 16.1 Biaya Proyek Unit: Rp. Milyar

Note: Cost of 4-lane at the first stage

1166..44 PPrreeddiikkssii LLaalluu LLiinnttaass

Rata-rata volume lalu lintas pada tahun 2020 pada ruas-ruas utama ditunjukkan dalam Tabel 16.2. Ruas antara Jalan Tol Merak dan Jalan Tol Jagorawi menunjukkan volume yang besar, terhitung sekitar 40.000 hingga 50.000 pcu per hari. Di lain pihak, ruas antara Jalan Tol Cikampek dan JORR bagian timur memiliki volume lalu lintas yang kecil; kurang dari 10.000 pcu per hari.

Tabel 16.2 Permintaan Lalu Lintas menurut Kasus

Note: *) With area development Unit: P.C.U./day

1166..55 EEvvaalluuaassii EEkkoonnoommii

Hasil-hasil analisa ekonomi untuk skenario dasar (semua ruas OORR dijadikan jalan tol) ditunjukkan dalam Tabel 16.3 yang mengindikasikan bahwa proyek tersebut layak secara ekonomi.

Tabel 16.3 Analisis Kelayakan Finansial

Biaya Keuntungan (Rp. milyar) (Rp.

milyar) Penghematan BOK Penghematan Waktu

Perjalanan Total Keuntungan

Net Present Value (Rp. milyar)

EIRR (%)

2.020 1.265 1.350 2.615 595 16,3% Note: Biaya dan Keuntungan serta NPV pada tingkat diskonto 12%.

IC/JC Length(km)

Const.Cost Others Land

CostProject

Cost

Total 108.2 3,814.3 1,181.9 2,060.6 7,056.8

481.6

248.1800.0

248.6

Jagorawi

Cikampek

JORR

16.9

10.6

26.1

27.1

27.6

Cenkareng

Merak Toll

Serpong Toll

2,275.2

77.0

229.4741.0

470.8

1,553.9 239.7

145.8

572.3

1,848.4

892.7

420.1

246.7

878.0

276.1

1,468.2

Case

RE2

REA-A1

REA-C2 -

No area development

With Area development

Up to Cikampek*

20,800 44,600 50,500 13,500 7,300

46,700 54,800

23,700

23,700

JOR

R E

Sec

tion

Cen

gkar

eng

Acc

ess

Mer

ak T

oll

Serp

ong

Toll

Jago

raw

i Tol

l

Cik

ampe

k To

ll

17,000 8,400

21,400

Conditions

44,600 54,700

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 72 -

1166..66 KKeemmuunnggkkiinnaann RRuuaass TTooll (1) Analisa Kelayakan

Alternatif skenario rentang jalan tol berikut nilai kelayakan finansialnya (FIRR) ditunjukkan dalam Tabel 16.4 berikut ini.

Tabel 16.4 Hasil FIRR Alternatif Skenario

(2) Ruas Tol Yang Memungkinkan

Berdasarkan arah pengembangan wilayah, karakteristik lalu lintas dan kelayakan finansial sebagai jalan tol, maka analisa terhadap alternatif ruas tol mengindikasikan hal-hal berikut:

• Sulit untuk membangun seluruh ruas OORR (antara tol Cengkareng hingga JORR timur) sebagai jalan tol, mengingat resiko seperti perubahan kondisi ekonomi dan sosial di masa mendatang.

• Walaupun ruas antara Jalan Tol Merak dan Jalan Tol Jagorawi potensial bagi bisnis jalan tol dari sudut pandang kelayakan finansial, hal ini tidak akan memenuhi pencapaian skenario pengembangan sub-center di Jabodetabek. Dengan kata lain, arahan pengembangan wilayah yang diinginkan tak dapat dicapai jika OORR hanya dibangun antara Jalan Tol Merak dan Jalan Tol Jagorawi.

• Ruas antara Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Cikampek memiliki beberapa kesulitan untuk mencapai kelayakan finansial sebagai jalan tol karena volume lalu lintas yang relatif rendah. Beberapa kemungkinan masih tetap ada, misalnya bila diterapkan sistem pool pendapatan tol bersama-sama dengan ruas OORR antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Jagorawi. Di samping itu diusulkan juga untuk melakukan integrasi dengan pengembangan kawasan di lokasi-lokasi yang dilalui jalan tol. Mengingat resiko di masa datang dan karakteristik lalu lintas, maka lebih baik untuk membangun OORR pada ruas antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek.

(3) Ruas OORR antara Jalan Tol Cikampek–JORR Timur

Karena sulit untuk membangun ruas ini sebagai jalan tol, maka hal berikut ini dapat dipertimbangkan:

• Untuk sementara waktu, permintaan lalu lintas dilayani dulu oleh jalan-jalan arteri non-tol yang ada maupun yang telah direncanakan; kemudian selanjutnya

• Ruas ini dibangun oleh pemerintah sebagai “jalan raya mobilitas tinggi” dengan kontrol akses penuh/sebagian; dengan tarif rendah hanya untuk menutup biaya pemeliharaan bila mungkin.

350Rp. Km

500Rp./km

5% perAnnum

.

7% perAnnum

.

byInvesto

r

Partlyby landdeveloper*

Cengkareng Accessto East JORR (all sections)

○ ○ ○ 11.70%

Cengkareng Accessto East JORR (all sections)

○ ○ ○ ○ 14.80%

Jagorawi Tollto Cikampek Toll

○ ○ ○ 15.00%

Cengkareng Accessto Jagorawi Toll

○ ○ ○ 16.00%

Cengkareng Accessto Cikampek Toll

○ ○ ○ ○ ○ 16.10%

Cengkareng Accessto Cikampek Toll

○ ○ ○ ○ ○ 18.60%

Note: *) Land cost within area development between Siliwangi and Setu is covered by area developer

ConditionsToll Road Section

Alternative FIRRArea

Development

Land CostBurdenToll Rate Tariff Raise

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 73 -

1166..77 IInntteeggrraassii ddeennggaann PPeennggeemmbbaannggaann KKaawwaassaann Untuk segmen OORR antara Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Cikampek, terdapat dua isu kunci untuk mencapai kelayakan finansial sebagai jalan tol, yaitu tersedianya lahan untuk jalan tol dan tambahan lalu lintas. Solusi yang memenuhi persyaratan ini adalah dengan melakukan pengembangan kawasan berskala besar yang diintegrasikan dengan pembangunan OORR. Kondisi tersebut diharapkan dapat memenuhi hal-hal sebagai berikut:

• Jabodetabek di bagian barat memiliki kompleks-kompleks perumahan berskala besar seperti Bintaro Jaya dan BSD. Sementara bagian timur Jabodetabek memiliki kompleks-kompleks industri dan beberapa kompleks perumahan dalam ukuran sedang. Maka perlu untuk medorong pembangunan kawasan skala besar untuk mendorong pengembangan Koridor Timur-Barat, yang telah lama menjadi arahan pembangunan Jabodetabek.

• Integrasi dengan pembangunan kawasan dapat mendorong penambahan lalu lintas hingga sekitar 16.400 pcu pada ruas tersebut. Hal ini memberi sumbangan yang besar pada peningkatan kelayakan finansial jalan tol dan juga untuk mengatasi permasalahan membangun ruas OORR antara jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek sebagai jalan tol.

• Menurut peraturan saat ini, biaya pembebasan tanah untuk jalan tol ditanggung oleh Kimpraswil. Namun demikian, tampaknya sulit untuk membebankan biaya pembebasan tanah ini dalam APBN di era desentralisasi saat ini. Di sisi lain, pemerintah daerah juga menghadapi kesulitan finansial. Dalam kondisi demikian, tampaknya tak dapat dielakkan bagi investor swasta untuk menanggung biaya pembebasan tanah. Tak diragukan lagi, hal ini akan mengurangi tingkat kelayakan finansial proyek. Oleh karena itu, integrasi antara pembangunan jalan tol dan pengembangan kawasan dapat sangat mengurangi permasalahan tersebut dan juga dapat menjamin tersedianya “Daerah Milik Jalan” untuk jalan tol.

1166..88 IIssuu--iissuu mmeennggeennaaii PPeellaakkssaannaaaann Isu-isu dalam pelaksanakan proyek dirangkum sebagai berikut:

(1) Manajemen Proyek

Apabila ruas OORR antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek (sekitar 80 km) akan dibangun sebagai jalan tol, maka hal ini merupakan problematika tersendiri bagi pemerintah daerah terkait dalam menjalankan langkah/prosedur yang diperlukan untuk membangun dan mengoperasikan OORR sebagai jalan tol. Sejauh ini seluruh pemerintah daerah yang terkait belum memiliki pengalaman yang memadai dalam menangani proyek jalan tol dalam skala sebesar itu. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila OTJ (Otorita Transportasi Jabodetabek) mengelola proyek tersebut seperti diusulkan dalam Master Plan. Lebih lanjut, perlu ditekankan bahwa pembangunan jalan OORR hendaknya dilakukan secara utuh dan tidah terpecah-pecah. Apabila investor swasta hanya mengambil ruas-ruas tertentu saja yang diperkirakan menguntungkan, maka akan timbul permasalahan tambahan. Jika terdapat lebih dari satu investor, maka sebaiknya investor-investor tersebut digabungkan sebagai suatu konsorsium untuk menangani pembangunan ruas-ruas OORR sebagai satu kesatuan; bukan hanya mengambil ruas menguntungkan saja, tetapi juga ruas-ruas lainnya secara menyeluruh.

(2) Prasyarat untuk Kelayakan

Walaupun kenaikan tarif tol baru saja terlaksana, namun tarif tol di Indonesia sudah sejak lama berada pada tingkat yang rendah dan selalu diperlukan ijin pemerintah untuk menaikkan tarif tol. Jalan tol pada prinsipnya dibiayai dengan pendapatan tol. Penentuan tarif tol awal yang masih menguntungkan pengguna dan mekanisme kenaikan tarif tol di masa depan sesuai pertumbuhan nyata PDB per kapita menjadi prasyarat untuk mewujudkan bisnis jalan tol.

(3) Integrasi dengan Pengembangan Kawasan

Integrasi antara pembangunan jalan tol dengan pengembangan kawasan juga tidak mudah. Dalam

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

- 74 -

pelaksanaannya hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan :

• Rencana tata ruang lokal perlu menentukan prinsip-prinsip perencanaan dan batas-batas proyek pengembangan kawasan. Hal ini akan mencegah pengembangan kawasan yang tidak terkendali.

• Apabila dimungkinkan, lebih baik bila satu investor saja yang melaksanakan proyek pembangunan kawasan. Apabila terdapat beberapa investor yang berpartisipasi dalam proyek, maka semua investor hendaknya ikut menanggung biaya lahan untuk jalan tol, walaupun kawasannya tersebut berdekatan atau jauh dari JORR-2.

• Dapat diperkirakan bahwa spekulasi tanah mungkin terjadi sehubungan dengan pengembangan kawasan. Dalam hal jual-beli tanah di kawasan yang telah ditunjuk pada rencana tata ruang lokal, maka sangat diperlukan peran pemerintah daerah untuk mengontrol harga tanah agar tidak melonjak naik dengan menerapkan peraturan untuk mendapatkan ijin jual-beli tanah.

• Karena diperlukan pembangunan kawasan berskala besar, maka guna lahan perlu diarahkan agar dapat menyediakan kesempatan kerja sehingga dapat berfungsi sebagai sub-center.

• Selain itu, dibutuhkan juga pembangunan beberapa fasilitas angkutan umum seperti perluasan busway dari Bekasi melalui Jl. Siliwangi, atau jalur kereta api baru untuk menghubungkan Jalur Kereta Api Bekasi ke kawasan yang dibangun di sekitar OORR.