Studi Ecological Footprint Assessment pada Sistem...

6
Studi Ecological Footprint Assessment pada Sistem Transportasi Modal Shift Dini Rachmawari S.*, Raja Olan Saut Gurning*, Dwi Priyanta Department of Marine Engineering, Faculty of Marine Technology, Sepuluh Nopember Institute of Technology *email : [email protected] **email : [email protected] ***email : [email protected] ABSTRACT Dalam pemenuhan kebutuhan, manusia melakukan perjalanan dengan menggunakan alat transportasi. Ancaman terbesar bagi lingkungan akibat kebutuhan manusia yang selalu meningkat, menyebabkan peningkatan dampak transportasi yakni permasalahan pada emisi CO 2 dan sampah. Pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer. CO 2 merupakan zat gas yang mampu meningkatkan suhu lingkungan. Beberapa sektor penting yang mengakibatkan pemanasan global yakni : transportasi, sampah, peternakan, pembangkit energi, industri,dan lain- lain. Tujuan utama penelitian ini adalah melakukan studi lapangan untuk mengetahui berapa besaran emisi dan sampah akibat transportasi darat dan laut di Selat Madura. Hasil dari penelitian ini diperoleh informasi bahwa emisi dan sampah akibat transportasi darat lebih besar dari pada transpotasi laut. Hasil perbandingan emisi 1 kali trip kapal dibandingkan dengan daya angkut kapal dengan daya angkut kapasitas kendaraatn darat diperoleh bahwa dalam 1 trip kapal besaran emisi CO 2 sebesar 507,68 kg/trip sedangakan kendaraan darat sesuai dengan jumlah daya angkut kapal sebesar 1162.9 kg/trip. Besaran emisi di Selat Madura akibat 18 kapal ferry yang aktif beroprasi sebelum pembangunan proyek Jembatan Suramadu sebesar 25.668,8 kg/hari sedangkan setelah pembangunan proyek jembatan untuk emisi 6 kapal yang aktif beriprasi sebesar 43.032,7 kg/hari. Dan emisi Jembatan Suramadu sebesar 649.129,81 kg/hari. Akan tetapi nilai BCR yang dihitung berdasarkan pendapatan, pengeluaran tiap tahun serta biaya lingkungan akibat transportasi lebih besar nilai BCR di jembatan Suramadu. Hal ini dilatarbelakangi akibat pendapatan di Jembatan Suramadu lebih besar, karena parameter yang paling mendasar modal shift transportasi laut ke darat adalah waktu perjalanan. Nilai BCR Jembatan Suramadu sebesar -1.53 sedangkan BCR kapal ferry di Selat Madura sebesar -39. Nilai BCR<1, hal ini dapat dipahami bahwa dampak dari alat transportasi masih merugikan alam khususnya menyebabkan global warming. KEY WORDS: Modal Shift, Emisi, Benefit Cost Analysis, Global Warming PENDAHULUAN Di era 1970-an, seluruh manusia telah melewati titik dimana hidup dalam kapasitas regeneratif global bumi, yang menyebabkan menipisnya modal alam bumi sebagai konsekuensinya. Ukuran ekosistem yang tersisa di alam mengalami penurunan sebesar lebih dari 33% selama 30 tahun terakhir, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk maka layanan akan alam yang diperlukan untuk melayani tingkat kebutuhan manuasia semakin bertambah pula bahkan di luar batas maskimum yang disediakan oleh alam untuk memenuhi semua kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia terhadap sumber daya alam (modal alam) telah meningkat sebesar 50% pada periode yang sama, dan sekarang bahkan lebih meningkat.Tuntutan sumber daya alam yang meningkat tersebut, menyebabkan penipisan sumber daya berkelanjutan dan peningkatan dramatis dalam emisi karbon dioksida dan polusi terutama dampak dari sistem transportasi [1]. Penyebab yang paling berpengaruh terhadap pencemaran udara adalah kegiatan transportasi.Kegiatan transportasi memberikan kontribusi sekitar 75% terhadap pencemaran udara di kota-kota besar (Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia, 2002). Sedangkan Limbah sampah menyumbang 3,6% emisi gas rumah kaca.2 Sampah di sini bisa berasal dari sampah yang menumpuk di Tempat Pembuangan Sampah (2%) atau dari air limbah atau jenis limbah lainnya (1,6%) [2]. Tabel 1. Perkiraan Prosentase Komponen Pencemar Udara dari Sumber Pencemar Transportasi di Indonesia [3] Komponen Pencemar Prosentase(%) CO 70.5 NOx 8.89 SOx 0.88 HC 18.34 Partikel 1.33 Pada penelitian ini yang akan dibahas mengenai beberapa hal yaitu pertama, dampak dari 2 jenis alat transportasi angkutan pengangkut orang dan muatan yakni angkutan darat (sepeda motor, mobil penumpang, bus dan truk) dan angkutan laut (kapal RoRo) terhadap alam bumi ini. Dampak yang dianalisis untuk diestimasikan disini adalah mengenai dampak emisi (gas buang) serta limbah berupa sampah, sanitary, dan sewage akibat ketidakdisiplinan para pengguna transportasi di sepanjang Jembatan Suramadu dan di laut Selat Madura dalam menjaga kebersihan.Kedua, mengenai dampak modal shift (peralihan transportasi laut ke darat) berdasarkan Ecological Footprint Assessment khususnya di Selat Madura. Apakah aplikasi modal shift ini menciptakan moda transportasi yang lebih ramah terhadap lingkungan? Hal ini yang nantinya akan dijadikan sebagai salah satu acuan di Selat Sunda dalam perencanaan pembangunan Jembatan Selat Sunda berdasarkan hasil komparasi atau perbandingan moda transportasi darat dan laut di Selat Madura. Ketiga, membandingkan hasil besaran estimasi emisi (CO 2 ) dan sampah antara hasil studi di Jembatan Suramadu dan Selat Madura (Ujung-Kamal).Keempat, mengestimasi jumlah emisi kendaraan darat (mobil penumpang, bus dan truk) serta timbulan sampah di Jembatan Selat Sunda (JSS).Kelima, menghitung estimasi emisi yang

Transcript of Studi Ecological Footprint Assessment pada Sistem...

Studi Ecological Footprint Assessment pada Sistem Transportasi Modal Shift

Dini Rachmawari S.*, Raja Olan Saut Gurning*, Dwi Priyanta Department of Marine Engineering, Faculty of Marine Technology, Sepuluh Nopember Institute of Technology

*email : [email protected] **email : [email protected]

***email : [email protected]

ABSTRACT Dalam pemenuhan kebutuhan, manusia melakukan perjalanan dengan menggunakan alat transportasi. Ancaman terbesar bagi lingkungan akibat kebutuhan manusia yang selalu meningkat, menyebabkan peningkatan dampak transportasi yakni permasalahan pada emisi CO2 dan sampah. Pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer. CO2 merupakan zat gas yang mampu meningkatkan suhu lingkungan. Beberapa sektor penting yang mengakibatkan pemanasan global yakni : transportasi, sampah, peternakan, pembangkit energi, industri,dan lain-lain. Tujuan utama penelitian ini adalah melakukan studi lapangan untuk mengetahui berapa besaran emisi dan sampah akibat transportasi darat dan laut di Selat Madura. Hasil dari penelitian ini diperoleh informasi bahwa emisi dan sampah akibat transportasi darat lebih besar dari pada transpotasi laut. Hasil perbandingan emisi 1 kali trip kapal dibandingkan dengan daya angkut kapal dengan daya angkut kapasitas kendaraatn darat diperoleh bahwa dalam 1 trip kapal besaran emisi CO2 sebesar 507,68 kg/trip sedangakan kendaraan darat sesuai dengan jumlah daya angkut kapal sebesar 1162.9 kg/trip. Besaran emisi di Selat Madura akibat 18 kapal ferry yang aktif beroprasi sebelum pembangunan proyek Jembatan Suramadu sebesar 25.668,8 kg/hari sedangkan setelah pembangunan proyek jembatan untuk emisi 6 kapal yang aktif beriprasi sebesar 43.032,7 kg/hari. Dan emisi Jembatan Suramadu sebesar 649.129,81 kg/hari. Akan tetapi nilai BCR yang dihitung berdasarkan pendapatan, pengeluaran tiap tahun serta biaya lingkungan akibat transportasi lebih besar nilai BCR di jembatan Suramadu. Hal ini dilatarbelakangi akibat pendapatan di Jembatan Suramadu lebih besar, karena parameter yang paling mendasar modal shift transportasi laut ke darat adalah waktu perjalanan. Nilai BCR Jembatan Suramadu sebesar -1.53 sedangkan BCR kapal ferry di Selat Madura sebesar -39. Nilai BCR<1, hal ini dapat dipahami bahwa dampak dari alat transportasi masih merugikan alam khususnya menyebabkan global warming. KEY WORDS: Modal Shift, Emisi, Benefit Cost Analysis, Global Warming PENDAHULUAN Di era 1970-an, seluruh manusia telah melewati titik dimana hidup dalam kapasitas regeneratif global bumi, yang menyebabkan menipisnya modal alam bumi sebagai konsekuensinya. Ukuran ekosistem yang tersisa di alam mengalami penurunan sebesar lebih

dari 33% selama 30 tahun terakhir, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk maka layanan akan alam yang diperlukan untuk melayani tingkat kebutuhan manuasia semakin bertambah pula bahkan di luar batas maskimum yang disediakan oleh alam untuk memenuhi semua kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia terhadap sumber daya alam (modal alam) telah meningkat sebesar 50% pada periode yang sama, dan sekarang bahkan lebih meningkat.Tuntutan sumber daya alam yang meningkat tersebut, menyebabkan penipisan sumber daya berkelanjutan dan peningkatan dramatis dalam emisi karbon dioksida dan polusi terutama dampak dari sistem transportasi [1]. Penyebab yang paling berpengaruh terhadap pencemaran udara adalah kegiatan transportasi.Kegiatan transportasi memberikan kontribusi sekitar 75% terhadap pencemaran udara di kota-kota besar (Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia, 2002). Sedangkan Limbah sampah menyumbang 3,6% emisi gas rumah kaca.2 Sampah di sini bisa berasal dari sampah yang menumpuk di Tempat Pembuangan Sampah (2%) atau dari air limbah atau jenis limbah lainnya (1,6%) [2].

Tabel 1. Perkiraan Prosentase Komponen Pencemar Udara dari Sumber Pencemar Transportasi di Indonesia [3]

Komponen Pencemar Prosentase(%)

CO 70.5 NOx 8.89 SOx 0.88 HC 18.34

Partikel 1.33 Pada penelitian ini yang akan dibahas mengenai beberapa hal yaitu pertama, dampak dari 2 jenis alat transportasi angkutan pengangkut orang dan muatan yakni angkutan darat (sepeda motor, mobil penumpang, bus dan truk) dan angkutan laut (kapal RoRo) terhadap alam bumi ini. Dampak yang dianalisis untuk diestimasikan disini adalah mengenai dampak emisi (gas buang) serta limbah berupa sampah, sanitary, dan sewage akibat ketidakdisiplinan para pengguna transportasi di sepanjang Jembatan Suramadu dan di laut Selat Madura dalam menjaga kebersihan.Kedua, mengenai dampak modal shift (peralihan transportasi laut ke darat) berdasarkan Ecological Footprint Assessment khususnya di Selat Madura. Apakah aplikasi modal shift ini menciptakan moda transportasi yang lebih ramah terhadap lingkungan? Hal ini yang nantinya akan dijadikan sebagai salah satu acuan di Selat Sunda dalam perencanaan pembangunan Jembatan Selat Sunda berdasarkan hasil komparasi atau perbandingan moda transportasi darat dan laut di Selat Madura. Ketiga, membandingkan hasil besaran estimasi emisi (CO2) dan sampah antara hasil studi di Jembatan Suramadu dan Selat Madura (Ujung-Kamal).Keempat, mengestimasi jumlah emisi kendaraan darat (mobil penumpang, bus dan truk) serta timbulan sampah di Jembatan Selat Sunda (JSS).Kelima, menghitung estimasi emisi yang

ada di Selat Sunda akibat transportasi laut yakni kapal.Keenam, menghitung analisis biaya-manfaat (benefit-cost analysis/ benefit cost ratio) antara Jembatan Suramadu (jembatan) dan Selat Madura (kapal).

TINJAUAN PUSTAKA Dengan mengemukakan mengenai bagaimana mengurangi dampak penduduk terhadap alam, konsep ecological footprint menjadi isu dunia yang penting, setidaknya dalam empat cara pandang [3]. Pertama, ecological footprint mengukur total biaya ekologis (dalam area lahan) dari suplai seluruh barang dan jasa kepada penduduk, hal ini menunjukkan bahwa penduduk tidak hanya secara langsung memerlukan lahan untuk produksi pertanian, jalan, bangunan dan lainnya, akan tetapi secara tidak langsung lahan pun turut mewujudkan barang dan jasa yang dikonsumsi penduduk.dalam cara pandang seperti ini, ecological footprint dapat digunakan untuk membuat nyata biaya ekologis dar aktivitas penduduk. Kedua, ecological Footprint (EF) merupakan ukuran kebutuhan manusia terhadap ekosistem bumi dan alam. Dengan kata lain, EF merupakan luas tanah produktif dan air yang diperlukan secara terus-menerus untuk dapat menghasilkan semua sumber daya yang bisa dikonsumsi oleh suatu populasi tertentu dan mengasimilasikan semua limbah yang dihasilkan [4]. Hal ini bertujuan untuk menentukan sampai sejauh mana beban manusia terhadap kapasitas regeneratif dari biosfer [5]. Ketiga, ecological footprint adalah jumlah ukuran secara keseluruhan terhadap land footprint yang dibutuhkan untuk menghasilkan sumber daya alam dan infrastruktur pendukung, dan carbon footprint atau lahan yang dibutuhkan untuk menyerap emisi karbon yang dihasilkan dari produksi, transportasi, dan asimilasi limbah. Carbon Footprint diperkirakan dengan menghitung energi yang terkandung dan yang terkait dengan konsumsi penggunaan analisis energi, yang jumlah energi yang dikonsumsi selama siklus hidup yang penuh ekstraksi, produksi, pengiriman dan pembuangan dari konversi yang baik dan selanjutnya ditetapkan menjadi CO2-equivalent [6]. Keempat, ecological footprint sebagai indikator keberlanjutan, yaitu carrying capacity. Carrying capacity dalam ekologi adalah jumlah populasi maksimum yang dapat didukung oleh area lahan tertentu.Konsep ini menunjuk untuk semua anggota ekositem.Menjadi sangat menarik apabila populasi menuasia atau penduduk.Dengan menggunakan intepretasi kedua ini, Wackernagel dan Rees (1996) berpendapat bahwa ekologi hampir semua negara maju sudah tidak sustainable dimana ecological footprint melampaui kemampuan biokapasitas (overshoot). Pada tingkatan global, ecological footprint bagi seluruh umat manusia telah melampaui biokapsitas global sebesar 34 %. Disinilah ecological footprint mendapatkan titik temu dengan sistem transportasi dikarenakan sistem transportasi semakin diperlukan seiring bertambahnya penduduk guna memenuhi kebutuhan berinteraksi antar wilayah, selain itu sistem transportasi memerlukan lahan untuk aksesibilitas baik darat maupun laut, selain itu sistem transportasi juga menghasilkan carbon footprint dari gas buang yakni emisi carbon serta limbah yang dihasilkan oleh transportasi disini yang akan dibahas mengenai limbah berupa sampah yang disebabkan tindakan sejumlah oknum yang berkecimpung dan berada dalam transportasi tesebut.

1. Sistem Transportasi Sistem transportasi antar wilayah terdiri dari berbagai aktivitas seperti: industri, pariwisata, perdagangan, pertanian, pertambangan dan lain-lain. Aktivitas ini mengambil tempat pada sebidang lahan (industri, sawah, tambang, perkotaan, daerah pariwisata dan lain-lain).Potongan lahan ini biasa disebut tata guna lahan.Dalam pemenuhan kebutuhan, manusia melakukan perjalanan antara tata guna tanah tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi.Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia, kendaraan, dan barang [7].

Pergerakan arus manusia, kendaraan, dan barang mengakibatkan berbagai macam interkasi.Sebaran geografis antara tata guna lahan serta kapasitas dan lokasi dari fasilitas transportasi digabungkan untuk mendapatkan arus dan pola pergerakan lalu lintas di daerah perkotaan. Besarnya arus dan pola pergerakan lalu lintas sebuah kota dapat memberikan umpan-balik untuk menetapkan lokasi tata guna lahan yang tentu membutuhkan prasarana baru pula. Pendekatan perencanaan sistem transportasi yang sebaiknya dilakukan dengan menggunakan pendekatan transportasi yang berwawasan terhadap lingkungan.

Gambar 1. Interaksi Transportasi–Tata Ruang Sumber: LPM-ITB, 1997 dalam Tamin, 2007

2. Modal Shift Modal shift adalah perpindahan atau peralihan proporsi penggunaan dari moda satu ke moda yang lain. suatu sistem atau cara yang merujukperalihan darisuatu alat transportasi tertentu ke alat transportasi tertentu [8]. Modal shift yang dibahas pada skripsi ini adalah alat transportasi laut ke alat transportasi darat. Hal ini dikarenakan penggunaan alat transportasi laut merupakan suatu moda transportasi yang ramah lingkungan (tingkat emisi CO2 sedikit) dan berkapasitas besar. [9] Pada skripsi ini yang akan dibahas mengenai sistem transportasi modal shift di Selat Madura dan Selat Sunda. Ke dua selat ini merupakan selat yang sangat strategis dalam perhubungan antar pulau di Indonesia. Di ke dua selat ini banyak aktivitas masyarakat untuk bertransportasi dari satu pulau ke pulau lainnya, khususnya manusia yang melalakukan pergerakan dari satu tempat ke tempat yang lain. 3. Konseptual Teoritik dalam Penelitian Moda yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah alat transportasi transportasi darat (sepeda motor, mobil, truk dan bus) dan alat transportasi laut (kapal fery) yang digunakan oleh masyarakat untuk transportasi dari pulau satu ke pulau yang lain khususnya transportasi dari Pulau Jawa ke Pulau Madura serta Pulau Sumatra. Pada penelitian ini yang dibahas mengenai alat transportasi mana yang lebih berwawasan ramah lingkungan.Hal ini yang dianalisis mengenai emisi yang ditimbulkan oleh alat transportasi tersebut, serta yang timbulan sampah yang diakibatkan oleh para pengguna transportasi.Hal ini sangat penting dikarenakan dampak dari penggunaan transportasi terhadap lingkungan.Sehingga hali ini diperlukan untuk mengupayakan kebijakan pemerintah untuk memberikan penerapan alat transportasi yang selayaknya digunakan bagi masyarakat agar terciptanya lingkungan yang sehat dikarenakan sekarang ini banyak nya terjadi masalah lingkungan khususnya global warming problem yang disebabkan oleh emisi pada transportasi. Arahan kebijakan modal shift (peralihan transportasi laut ke darat) di Selat Madura ini menciptakan moda transportasi yang lebih ramah terhadap lingkungan atau tidak. Hasil komparasi/perbandingan moda

transportasi darat dan laut berdasarkan studi ecological footprint assessment di Selat Madura ini yang nantinya akan dijadikan sebagai salah satu acuan di Selat Sunda dalam proses perencanaan pembangunan Jembatan Selat Sunda.Hal ini harus sesuai dengan konsep awal mengenai sistem transportasi yang ramah terhadap lingkungan. 4. Lokasi Penelitian Lokasi Selat Madura terletak pada koordinat 70 5’ 83.333” garis lintang selatan, 1130 41’ 66.667” bujur timur. Selat Madura merupakan salah satu selat yang memiliki tingkat kepadatan kapal yang cukup tinggi di Indonesia, yang digunakan kapal untuk berlayar, bersandar, dan juga bongkar muat. Jalur laut kapal feri (Ro-Ro) menghubungkan Selat Madura antara Pelabuhan Ujung (Surabaya) dan Pelabuhan Kamal (Bangkalan). Pada penelitian ini hasil perhitungan jarak penggunaan alat transportasi laut dari pelabuhan Perak ke pelabuhan Ujung Kamal yakni dengan menggunakan visualisasi Google Earth. Dari hasil perhitungan Google Earth jarak antara Surabaya dan Madura melalui transporatasi laut yakni sekitar 3,03 km. Pada penelitian ini hasil perhitungan jarak penggunaan alat transportasi darat melalui jembatan Suramadu yakni dengan menggunakan visualisasi Google Earth. Dari hasil perhitungan Google Earth jarak antara Surabaya dan Madura melalui jembatan Suramadu yakni sekitar 6,1 km.

Gambar 2. Perhitungan Jarak Penyeberangan Kapal Fery Ujung-Kamal Menggunakan Google Earth

Gambar 3. Jarak Jembatan Suramadu Menggunakan Google Earth

Prosedur Estimasi Emisi Perhitungan emisi dihitung berdasarkan standar metodologi eropa ( MEET, 2002 ), dimana perhitungan ini telah diterapkan oleh [10]. Estimasi emisi mempertimbangkan dua belas kelas kapal yang mempunyai gross tonnage diatas 100 GT, data lainnya antara lain faktor emisi, dan spesifikasi parameter kapal seperti konsumsi bahan bakar, tipe mesin, dan lain-lain.

Tabel 2. Kelas Kapal dan Faktor Konsumsi Bahan Bakar

Ship Class Consumption at full power (tons/day as a function of gross tonnage

Solid Bulk Cjk = 20,1860 + 0,00049 X GT Liquid Bulk Cjk = 14,6850 + 0,00079 X GT

General Cargo

Cjk = 9,8197 + 0,00143 X GT

Container Cjk = 8,0552 + 0,00235 X GT Ro-Ro/ Cargo

Cjk = 12,8340 + 0,00156 X GT

Passenger Cjk = 16,9040 + 0,00198 X GT High Speed

Ferry Cjk = 39,4830 + 0,00972 X GT

Inland Cargo Cjk = 9,8197 + 0,00143 X GT Sail Ship Cjk = 0,4268 + 0,00100 X GT

Tugs Cjk = 5,6511 + 0,01048 X GT Fishing Cjk = 1,9387 + 0,00448 X GT

Other Ships Cjk = 9,7126 + 0,00091 X GT

Tabel 3. Faktor Emisi ( kg t -1 fuel )

Engine Types NOx CO CO2 VOCa PMb

Steam 6.25 0.6 3200 0.5 2.08 High Speed Diesel 63 9 3200 3 1.5

Medium Speed Diesel 51 7.4 3200 2.4 1.2 Low Speed Diesel 78 7.4 3200 2.4 1.2

a Volatile Organic Compound b Particulate Matter

Tabel 4. Faktor Emisi pada Kapal Mode Cruising (kg t -1 fuel)

Engine Types

NOx CO CO2 VOC PM

High Speed Diesel

70 9 3200 3 1.5

Medium Speed Diesel

57 7.4 3200 2.4 1.2

Low Speed Diesel

87 7.4 3200 2.4 1.2

a Volatile Organic Compound b Particulate Matter

Trozzi dalam penelitiannya menggunakan konsumsi bahan bakar mesin sehari-hari, dan emisi dihitung dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti mesin dan jenis bahan bakar. Konsumsi bahan bakar dari setiap jenis kapal diperoleh dari analisis regresi linier konsumsi bahan bakar terhadap tonase kotor. Selain itu, tingkat emisi yang diasumsikan seperti yang ditunjukkan seperti yang ditunjukkan dalam persamaan berikut :

Ei = ΣjklmEijklm………………………….. (1) Eijklm = Sjkm(GT)tjklmFijklm…………………………..(2) Dimana : i : pollutant j : tipe bahan bakar k : kelas kapal yang digunakan untuk karakteristik emisi l : tipe mesin m : mode operasi kapal Ei : total emisi dari pollutant i Eijklm : total emisi pollutant i dari penggunaan bahan bakar j pada kapal kelas k dengan tipe mesin l Fijklm : rata-rata emisi faktor pollutant i dari bahan bakar j dengan tipe mesin l dalam mode m (rata-rata secara detil bisa merujuk pada Trozzi, 1998 )

Sjkm(GT) : konsumsi harian bahan bakar j pada kapal kelas k dalam mode m sebagai fungsi dari gross tonnage tjklm : hari navigasi dari kapal kelas k dengan tipe mesin l menggunakan bahan bakar j dalam mode m. Sebagai tambahan, estimasi konsumsi bahan bakar mesin bantu didapat dari persamaan dasar (3) :

f = 0,2 x O x L ……………………(3) dimana : f : konsumsi bahan bakar (kg/kapal/jam) O :rated output (PS/engine) L : faktor beban (cruising : 30%, hotelling (tanker) : 60%, hotelling (other ships) : 40% dan maneuver : 50% ).

Hasil Analisa Data

Tabel 5. Hasil Emisi Kapal Penyeberangan Ujung-Kamal sebelum Jembatan Suramadu dibangun

No Nama kapal Total emisi/hari (kg)

Nox CO CO2 VOC PM

1 Tongkol 205.02 26.62 11509.96 8.63 4.32

2 Potre Koneng 209.26 27.17 11747.94 8.81 4.41

3 Jokotole 200.61 26.04 11262.57 8.45 4.22

4 Dharma Feryy 220.38 28.61 12372.07 9.28 4.64

5 Dharma Ferry I 209.00 27.13 11733.30 8.80 4.40

6 Mulia Nusantara 214.94 27.90 12066.61 9.05 4.52

7 Niaga Ferry II 209.44 27.19 11757.88 8.82 4.41

8 Selat Madura II 202.06 26.23 11343.56 8.51 4.25

9 Gajah Mada 212.96 27.65 11955.81 8.97 4.48

10 Selat Madura I 210.43 27.32 11813.58 8.86 4.43 11 Aeng Mas I 210.57 27.34 11821.67 8.87 4.43

12 Banyumas 212.54 27.59 11932.26 8.95 4.47

13 Citra M Sakti 213.57 27.73 11990.12 8.99 4.50

14 Bahari Nusantara 230.19 29.88 12922.68 9.69 4.85

15 satria nusantara 225.95 29.33 12685.11 9.51 4.76

16 suramadu nusantara 220.31 28.60 12368.49 9.28 4.64

17 wicitra dharma 217.03 28.18 12184.27 9.14 4.57

18 adhiswardama III 217.32 28.21 12200.24 9.15 4.58

TOTAL 3841.59 498.73 215668.12 161.75 80.88

Tabel 6. Hasil Emisi Kapal Penyeberangan Ujung-Kamal setelah Jembatan Suramadu dibangun

No Nama kapal Total Emisi/hari (kg)

Nox CO CO2 VOC PM

1 Tongkol 125.76 16.33 7059.96 5.29 2.65 2 Jokotole 122.72 15.93 6889.44 5.17 2.58 3 Selat Madura II 123.73 16.06 6946.07 5.21 2.60 4 Gajah Mada 130.85 16.99 7345.76 5.51 2.75 5 Selat Madura I 129.87 16.86 7290.75 5.47 2.73 6 Wicitra Dharma 133.61 17.35 7500.76 5.63 2.81

TOTAL 766.52 99.51 43032.74 32.27 16.14

Tabel 7. Jumlah Emisi Kendaraan Darat Per-Hari

Emisi/hari (Kilogram)

Jenis Kendaraan CO HC NOx PM10 CO2 SO2

Sepeda Motor 2036.36 858.18 42.18 34.91 462545.31 1.16

Mobil Penumpang 1568.16 154.88 111.32 5.81 153815.37 5.32

Bus 12.86 1.52 13.91 1.64 3707.25 1.09 Truk 76.96 16.49 162.17 12.83 29061.88 7.51 Total 3694.34 1031.07 329.58 55.18 649129.81 15.09

Dari 18 data kapal yang ada di Selat Madura, maka diambil 1 data untuk dijadikan perbandingan emisi antara darat dan laut. Sehingga diambil 1 data kapal sebagai perbandingan yakni : Nama Kapal : Wicitra Utama Nama Pemilik : PT. Dharma Lautan Utama Jenis : Ro-Ro Kapasitas Muat :

Roda 2 : 25 unit Roda 4

Mobil keluarga : 21unit Truk : 7 unit Bus : 7 unit

Maka pada penelitian ini, akan dibandingkan emisi 1 kapal dalam 1 kali trip dengan emisi kendaraan darat sesuai dengan kapasita daya angkut kapal. Dari hasil perhitungan maka dalam 1 kali trip kapal Wicitra Utama menghasilkan emisi sejumlah

Tabel 8. Total Emisi Kapal 1 x trip

Nama Kapal Total emisi/trip (kg)

Nox CO CO2 VOC PM Wicitra Dharma 9.04 1.13 507.68 14.38 0.19

Tabel 9. Total Emisi Kendaraan Darat dengan jumlah sesuai

kapasitas daya angkut kapal

Emisi/Trip (Kilogram)

Jenis Kendaraan

Unit CO HC NOx PM CO2 SO2

Sepeda Motor

25 2.13 0.89 0.04 0.04 484.95 0.01

Mobil Penumpang

21 4.15 0.40 0.29 0.01 407.10 0.01

Bus 7 0.46 0.05 0.51 0.05 135.44 0.03 Truk 7 0.35 0.07 0.76 0.05 135.44 0.03 Total 60 7.11 1.44 1.60 0.17 1162.9 0.09

Maka dari hasil perbandingan Tabel 8 dan Tabel 9 dapat diperoleh hasil perbandingan CO2, yakni total emisi CO2 pada alat transportasi laut lebih kecil dari pada kendaraan darat. Total emisi CO2 kapal 1 x trip 507.68 kg sedangkan untuk 60 kendaraan darat sebesar 1162.9 kg. Pada penelitian ini untuk acuan perbandingan emisi yang dibandingkan

adalah CO2 karena pada batas lingkup penelitian ini terkhusus pada emisi CO2 yang berpengaruh pada semakin meningkatnya suhu bumi sehingga mengakibatkan pemanaan global dunia. Besaran emisi yang terkandung di udara lintas penyeberangan Jembatan Suramadu diperoleh emisi CO2 sebesar 649129.81kg/hari. Dari perbandingan emisi kapal sebelum proyek jembatan Suramadu dengan kendaraan darat di Suramadu per hari maka terlihat bahwa emisi yang ditimbulkan pleh kendaraan laut/kapal fery jauh lebih kecil dari pada kendaraan darat yakni sebesar 215668.12 kg/hari untuk kapal ferry dan di Jembatan Suramadu sebesar 649129.81 kg/hari. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan pada bab satu sampai dengan bab empat, maka dapat diperoleh simpulan sebagai berikut :

1. Hasil analisis data besaran emisi CO2 akibat transportasi laut/kapal ferry sebelum pembangunan proyek Jembatan Suramadu sebesar 215.668,8 kg per hari dan setelah jembatan Suramadu dibangun dan berjalan secara optimal maka besaran emisi CO2 di Selat Madura akibat transportasi laut menurun manjadi 43.032,7 kg per hari, sedangkan besaran emisi CO2 akibat transportasi darat di Jembatan Suramadu sebesar 649.129,81 kg per hari. Sehingga dapat disimpulkan emisi tiap hari akibat transportasi darat lebih besar dari pada akibat kapal ferry di Selat Madura.

2. Hasil perbandingan emisi 1 kali trip kapal Wicitra Dharma dibandingkan dengan daya angkut kapal Wicitra Dharma dengan daya angkut kapasitas 25 sepeda motor, 21 mobil keluarga, 7 bus dan 7 truk diperoleh bahwa dalam 1 trip kapal besaran emisi CO2 sebesar 507,68 kg/trip sedangakan untuk kendaraan darat sesuai dengan jumlah daya angkut kapal tersebut sebesar 1162.9 kg/trip. Hasil perbandingan CO2, yakni total emisi CO2 pada alat transportasi laut lebih sedikit dari pada kendaraan darat.

3. Hasil analisis data besaran limbah (sampah, sanitary, dan sewage) yang ada di Selat Madura sebesar volume 13143 liter dan berat 72 kg per hari, sedangkan besaran sampah di Jembatan Suramadu sebesar volume 50543.8 - 18815.7 liter dan berat 25108.76 - 9543.8 kg. Hasil analisis pada penelitian ini besaran sampah di Jembatan Suramadu lebih besar dari pada di Selat Madura.

4. Hasil analisis data untuk estimasi besaran emisi CO2 di Selat Sunda sebesar 334.051 kg per hari, sedangkan di Jembatan Selat Sunda sebesar 185.493.283 kg per hari. Maka nilai besaran ecological footprint assessment lebih banyak di darat dari pada di laut. Dan besaran sampah di JSS sebesar volume 3.100 – 4.650 liter dan berat 3.100 - 9.300 kg tiap hari.

5. Parameter yang paling mendasar modal shift transportasi laut (Merak-Bakahueni) ke darat (Jembatan Selat Sunda) adalah waktu perjalanan. Sebanyak sekitar 97% penumpang kapal ferry akan berlih moda ke JSS.

6. Nilai BCR di Jembatan Suramadu yakni sebesar -1.53 sedangkan BCR di perairan Selat Sunda (kapal ferry) sebesar -39. Hasil BCR di Jembatan Suramadu lebih besar dibandingkan dengan nilai BCR di Perairan Selat Madura. Ada 3 hal yang dibahans dalam BCR yakni biaya investasi awal, pendapatan, biaya pengeluran dan biaya lingkungan (sampah dan emisi CO2). Nilai hasil BCR di kedua alat transportasi kurang dari 1, maka hal ini bisa disimpulkan bahwa untuk manfaat alat transportasi lebih sedikit jika dibandingkan dengan manfaat bagi alam ini. Hal ini berarti bahwa kerugian yang didapatkan alam akibat alat transportasi lebih banyak dari pada manfaatnya.

7. Dari hasil penelitian mengenai Ecologycal footprint terhadap besarnya emisi dan sampah di jembatan Suramadu dan Pelabuhan penyeberangan Ujung Kamal didapatkan perbandingan hasil emisi dan sampah lebih besar di jembatan Suramadu, namun untuk nilai BCR (Benefit Cost ratio) jembatan Suramadu memiliki nilai yang lebih besar. Hal ini ditinjau berdasarkan pendapatan tiket dari pengguna GT Suramadu lebih banyak dari pada Kapal Ferry karena parameter yang paling mendasar modal shift transportasi laut ke darat adalah waktu perjalanan.

UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih disampaikan BPWS (Badan Pengelola Wilayah Suramadu), ASDP Indonesia Ferry, Lab Transportasi Teknik Sipil ITS, dan BPS (Badan Pusat Statistik) Jawa Timur. DAFTAR PUSTAKA [1] wwf international living planet report, 2000. [2] Donald,Patterson.2003. Ecological Footprint

Assessment. Jakarta : Airlangga. [3] Rees, Wackerngel.1996. Ecological Footprint. Jakarta

: Airlangga. [4] Harberl.2001. Ecological Footprint Assessment.

Jakarta : Airlangga. [5] Law AM (2007) Simulation modelling and analysis, 4th edn.

McGraw-Hill, Boston [6] Brown. Herenden. 1996.Ecological Footprint

Assessment. Jakarta : Airlangga. [7] Tamin. O. Z .1997. Perencanaan Dan Pemodelan

Sistem Transportasi. Bandung : Penerbit ITB. [8] Oka, S. R. 2009. Arahan Kebijakan Modal Shift

Kendaraan Pribadi Ke Bus Kota Untuk Pekerja Ulang-Aling Sidoarjo – Surabaya Di Kecamatan Waru. Surabaya : Jurnal PWK ITS.

[9] Pitana, T., Kobayashi, E., Wakabayashi, N.2010. Estimation Of Exhaust Emission Of Marine Traffic Using Automatic Identification System Data (Case Study : Madura Strait Area, Indonesia ) , OCEANS 2010 LEEE Sydney 24-27 May 2010, CFP100CF – CDR 978-1-4244-5222 Library Of Congress :

2009934926. [10] Tchobanoglous GH, Theisen SA, Vigil (1993):

Integrated Solid Waste Management: Engineering Principles And Management Issues, McGraw-Hill

[11] Trozzi,C., Vaccaro,R. 1999. Actual and Future Air Pollutant Emission From Ships, Proceeding of INRETS Conference, Austria.

[12] Trozzi,C., Vaccaro,R. 1998. Methodologies For Estimating Future Air Pollutant Emission From Ships, Techne Report MEET RF98b