Six Monthly report - tfcasumatera.org

40
Six Monthly report SEMESTER II Mei 2019 – Oktober 2019 Administrator: Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) 2019

Transcript of Six Monthly report - tfcasumatera.org

Page 1: Six Monthly report - tfcasumatera.org

Six Monthly report SEMESTER II Mei 2019 – Oktober 2019

Administrator: Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) 2019

Page 2: Six Monthly report - tfcasumatera.org

Oversight Committee (OC) TFCA-SUMATERA Chairperson: Jatna Supriatna OC Secretary: Riki Frindos

Ministry of the Environment and Forestry of the Republic of Indonesia OC member: Heri Subagiyadi OC Alternate: Indra Exploitasia Oversight Committee Technical Member (OCTM): Agus Yulianto Ivan Andita Frediantoro

United States Agency For International Development OC member: Jason Seuc OCTM: Angga Rachmansah

Conservation International - Indonesia Program OC member: Jatna Supriatna OC Alternate: Ketut Sarjana Putra OCTM: -

KEHATI- The Indonesian Biodiversity Foundation OC member: M.S Sembiring OC Alternate: Hariadi Kartodiharjo OCTM: Rony Megawanto

Universitas Syiah Kuala – Unsyiah OC member: Darusman

Indonesia Business Links OC member: Sri Indrastuti Hadiputranto

Transparency International – Indonesia OC member: Rezki Sri Wibowo

Page 3: Six Monthly report - tfcasumatera.org

Administrator The Indonesian Biodiversity Foundation (KEHATI) Executive Director Riki Frindos Program Director Samedi Secretary and Program Support Marisca Wulansari Manager to Grant and Program Administration Dwi Pujiyanto Manager to Landscape and Species Conservation Feri Irawan Manager to Communications and Outreach Ali Sofiawan Monitoring and Evaluation Specialist M. Saleh Assistant to Landscape Conservation Morizon Assistant to Species Conservation vacant Assistant to Grant Manager Kartika Assistant to database Yudha Arif Nugroho Financial Staff Sheilla Agustin

Cover photo: Gajah di Kawasan Suaka Margasatwa Barumun Sumatera Utara sedang diberi makan oleh para mahout. Belasan gajah jinak hidup di ‘rumah’ menyerupai habitat aslinya. Di tempat ini tiga anak gajah lahir, ada tiga jantan dewasa dan sembilan betina dewasa. Gajah-gajah ini hidup di area seluas 400 hektar. Kesejahteraan gajah, jadi hal utama termasuk hak hidup seperti di habitat asli. Foto by Ali Sofiawan.

Page 4: Six Monthly report - tfcasumatera.org

Daftar Singkatan

ANECC Aek Nauli Elephant Conservation Camp APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APL Areal Penggunaan Lain BBKSDA Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam BKSDA Balai Konservasi Sumber Daya Alam BMP Best Management Practice BNWS Barumun Nagari Wildlife Sanctuary BPTN Bidang Pengelolaan Taman Nasional BRI Bank Rakyat Indonesia BW Biodiversity Warrior CA Cagar Alam CRU Conservation Response Unit Dinas PMD Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa DPR Dewan Perwakilan Rakyat DSA Debt Service Account FEWK Forum Ekowisata Way Kambas FCA Forest Conservation Agreement FGD Focus Group Discussion GSK Giam Siak Kecil Ha Hektar HGU Hak Guna Usaha HKm Hutan Kemasyarakatan HOCRU Human-orang Utan Conflict Response Unit HP Hutan Produksi HSBC Hingkong Shanghai Banking Corporation IUPHKM Izin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan KHG Kawasan Hutan Gambut KEL Kawasan Ekosistem Leuser KPH Kesatuan Pengelolaan Hutan KPHK Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi KPHL Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung KSDAE Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KSU Koperasi Serba Usaha KUPS Kelompok Usaha Perhutanan Sosial LPHN Lembaga Pengelola Hutan Nagari LSO Lembaga Sertifikasi Organik MEL Monitoring, Evalution and Learning MHA Masyarakat Hutan Adat OPD Organisasi Perangkat Daerah PHBM Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PKG Pusat Konservasi Gajah PLG Pusat Latihan Gajah Pokdarwis Kelompok Sadar Wisata PT Perseroan Terbatas Pulbaket Pengumpulan Bahan dan Keterangan RDPU Rapat Dengar Pendapat Umum RP Rencana Pengelolaan RPHJP Rencana Pengelolaan Hutgan Jangka Panjang RPJM Rencana Pengelolaan Jangka Menengah RPJMDes Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Desa RPJP Rencana Pengelolaan Jangka Panjang RPPEG Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut

Page 5: Six Monthly report - tfcasumatera.org

RT/RW Rukun Tetangga/Rukun Warga RTM Rencana Tindak Mendesak RTR-KSN Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional RUU Rancangan Undang Undang RZWP3K Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil SM Suaka Margasatwa SMART Patrol Spatial Monitoring and Reporting Tool for Patrol SOP Standar Operasional Pelaksanaan SRAK Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SWTS Sumatra Wide Tiger Survey SWTS TFCA-Sumatera Tropical Forest Conservation Action for Sumatera TNGL Taman Nasional Gunung Leuser TNKS Taman Nasional Kerinci Seblat TO Tour Operator TSL Tumbuhan Satwa Liar TTH The Threat Hunter WCT Wildlife Conservation Trust YEL Yayasan Ekosistem Lestari

Page 6: Six Monthly report - tfcasumatera.org

Executive Summary

Pada tahun 2019 khususnya semester II, para mitra banyak yang mampu memberikan kontribusi pada aspek kebijakan pengelolaan lingkungan maupun spesies. Para mitra TFCA-Sumatera terlibat dalam penyusunan Strategi dan Rencana Aksi spesies-spesies kunci penting seperti Badak, Harimau, Gajah dan Orang Utan. Saat ini draf Dokumen SRAK Gajah Riau 2017-2027 sudah disusun. Demikian pula panduan pengelolaan dan konservasi harimau di TN Way Kambas kini juga siap disahkan/ditandatangani oleh Ka. Balai TNWK. Selain itu juga tengah dikembangkan dokumen terkait Rencana aksi yang mencakup riset, proteksi Harimau sumatera, satwa mangsa dan habitatnya, kegiatan awareness, pembinaan habitat, pengembangan pangkalan data, kerjasama para pihak dan fundraising. Penyusunan dokumen tersebut dilakukan melalui serangkaian konsultasi publik yang dilaksanakan di berbagai daerah. Draft final SRAK Orangutan sudah tersusun dan menunggu persetujuan Kementerian untuk diluncurkan. Terkait kebijakan tingkat lansekap, kontribusi diberikan dalam penyusunan Rencana Pengelolaan maupun penyusunan dokumen-dokumen Rancangan teknis. Dokumen rancangan teknis Restorasi Cinta Raja III telah ditandatangani oleh Kepala Balai Besar TNGL. Sedangkan Dokumen Rancangan Teknis Restorasi SM Rawa Singkil sudah disetujui oleh Sub Direktorat Jenderal Pemulihan Ekosistem dan telah ditandatangani bersama antara BKSDA Aceh dan YOSL-OIC. Tim KKI Warsi juga terus mendampingi tersusunnya dokumen RPHJP KPH Kab. Bungo yang mendukung pembanguna berkelanjutan di Bungo. Bupati Merangin juga mendukung kebijakan terkait Kawasan Pertanian Organik Terpadu di sekitar kawasan TN Kerinci Seblat melalui diterbitkannya SK Bupati Merangin tentang Peta Kawasan Pertanian Organik Terpadu seluas 2.193,12 ha di Kec. Jangkat sebagai payung hukum dalam pengelolaan, perlindungan dan konservasi kawasan penyangga TN Kerinci Seblat. Para mitra yang bekerja di SM Barumun juga terus mengawal proses pengesahan Rencana Pengelolaan SM Barumun dan Blok Pengelolaan Oleh Dirjen KSDAE. Aktifitas konservasi tidak melulu dilakukan dengan pendekatan teknis konservasi, namun juga dilakukan melalui pendekatan agama seperti yang dilakukan di Lampung lewat pendampingan pada tokoh-tokoh agama di 6 desa di kawasan penyangga TN Way Kambas. Para mubaligh dibekali dengan materi agama yang bermuatan lingkungan terutama yang terkait dengan isu perlindungan habitat Badak Sumatera dan Konservasi Taman Nasional Way Kambas untuk disampaikan pada masyarakat. Pada perlindungan kawasan, kegiatan restorasi dan rehabilitasi kawasan terus digalakkan. Lebih dari 300.000 bibit diproduksi untuk melakukan restorasi di kawsan SM Rawa Singkil, Cinta Raja III, Bakongan dan Bukit Mas. Sebanyak 9 Ha kawasan di TN Tesso Nilo sudah ditanami pakan gajah. Selain tanaman hutan, restorasi juga memanfaatkan tanaman perkebunan seperti tanaman kopi, kayu manis, surian, jeruk dan alpokat yang juga dapat memeberi manfaat langsung unutk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Partisipasi pihak swasta difasilitasi dengan menjalin komitmen 6 perusahaan yang mengelola 13 konsesi (Manajemen Perusahaan) untuk menerapkan Best Management Practice Gajah terkait pengkayaan habitat, mitigasi konflik dan patroli bersama di kawasan Tesso Nilo. Perlindungan satwa dilakukan melalui kegiatan patroli dengan tujuan menekan tingkat konflik sekaligus menciptakan kondisi pemungkin bagi satwa untuk meningkatkan jumlah populasi. Di bulan April – Juni 2019 saja, YTNTN telah melakukan kegiatan monitoring dan pengamanan habitat dan populasi gajah dengan luasan cover area yang disurvey sebesar 193.365 Ha di wilayah Tesso Nilo dan GSK, dan Balai Raja 33.541 ha. Dalam kurun waktu Mei-Oktober 2019 telah diadakan 20 kali patroli di kawasan TN Gunung Leuser, BPTN Wilayah III dengan jumlah hari patroli total 200 hari. Panjang jalur patroli total 592,45 km dengan luas area patroli total 50.250 Ha. Patroli rutin gajah terus dilaksanakan dengan melibatkan komunitas-komunitas Ranger. Di Aceh Jaya CRU membangun barrier listrik dan barrier parit, dan mengembangkan inisiatif perlindungan gajah oleh masyarakat. Di Aek Nauli, para mahout ditingkatkan kapasitasnya

Page 7: Six Monthly report - tfcasumatera.org

melalui kegiatan pelatihan dimana terjadi proses alih keahlian dari Mahout Senior ke Kader Mahout melalui pendampingan intensif. Dukungan untuk memberantas tindak kejahatan kehutanan dilakukan lewat rangkaian aktifitas pulbaket. Tim konsorsium OIC aktif melakukan aktifitas pulbaket terhadap kasus-kasus tipihut, antara lain Pulbaket Perdagangan Kulit Harimau di Marike, Sumatera Utara. Sebelumnya tim konsorsium OIC berhasil melakukan aktifitas Pulbaket Perdagangan Paruh Rangkong di Subulussalam, Aceh. Pada tanggal 8-13 Mei 2019 dalam lanjutan kegiatan Pulbaket di wilayah Bahorok, Tim Pulbaket mendapatkan informasi kepemilikan dan dugaan percobaan perdagangan kulit harimau dari Kecamatan Kutambaru (Marike) tepatnya di Dusun Samir, Desa Kaperas. Pada tahun 2019, persiapan pendanaan hibah badak yang bersumber dari TFCA-3 difokuskan pada penyiapan kelembagaan dan proses-proses uji tuntas serta penguatan proposal, karena hibah yang akan diberikan merupakan hibah dalam jumlah yang paling besar diantara hibah-hibah yang pernah disalurkan oleh TFCA-Sumatera, dengan jumlah mendekati angka Rp. 100 milyar rupiah. Upaya peningkatan ekonomi masyarakat didorong lewat fasilitasi legalitas dan penguatan badan usaha masyarakat. Di Jorong Simancuang, para petani organik difasilitasi untuk mengembangkan rencana usaha beras organik dan bentuk proyek memfasilitasi kelembagaan usahanya. Berbagai proses penguatan masyarakat, pembentukan kelembagaan dan pelatihan untuk persiapan pengembagan wisata daerah juga terus dilakukan. DI TN Way Kambas, tim wisata desa Labuhan Ratu VII telah terbentuk melalui diterbitkannya surat keputusan dinas kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Lampung Timur nomor 800/19/14/SK/2014, tertanggal 12 Agustus 2014, tentang Pembentukan pengurus Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Gerbang Way Kambas. Penyiapan dan penguatan ekowisata desa baru juga dilakukan dengan fokus pada desa penyangga di TN Siberut.

Page 8: Six Monthly report - tfcasumatera.org

I. PENDAHULUAN

Periode pelaporan enam bulanan kali ini telah mengikuti aturan yang ditetapkan sesuai dengan Forest Conservation Agreement (FCA) dimana ditetapkan periode pelaporan adalah Mei-Oktober dan November-April. Laporan ini merupakan merupakan laporan untuk periode Mei – Oktober. Dalam laporan enam bulanan ini Administrator berfokus pada kemajuan mitra penerima hibah (grentee) di tingkat proyek yang disusun berdasar bentang alam. Pada periode Mei-Oktober 2019 ini kegiatan Administrator dan mitra penerima hibah lebih banyak terkait dengan program pendanaan spesies dengan sumber dana TFCA-3, khususnya badak Sumatera yang diarahkan pada pemulihan populasi badak di 3 kantong badak Sumatra, yaitu TN Gunung Leuser (wilayah Timur dan Barat), TN Bukit Barisan Selatan dan TN Way Kambas. Kemitraan dengan Aliansi Pemulihan Populasi Badak Sumatera (Sumatran Rhinoceros Survival Aliance) yang dipimpin oleh SSC-IUCN membutuhkan perhatian ekstra untuk mengkoordinasikan mitra TFCA-Sumatera yang juga merupakan mitra dari Aliansi, termasuk sharing pendanaan, fokus kegiatan, aspek komunikasi, publikasi dan sebagainya. Selain itu dengan jumlah dana hibah yang sangat besar (sekitar Rp. 100 M) TFCA-Sumatera harus memberi perhatian khusus dalam memantau pelaksanaannya. Sementara itu, dari sumber dana TFCA-1 sekitar 20 mitra penerima hibah yang menjalankan proyek di 13 bentang alam penting Sumatera masih tetap memerlukan pemantauan dan evaluasi dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan disain proyek yang telah disetujui. Kegiatan yang terkait dengan kebijakan seperti dukungan penyelesaian Strategi dan Rencana Aksi Spesies, Rencana Aksi Darurat Spesies, Rencana Pengelolaan (RP) kawasan konservasi seperti RP Taman Nasional Zamrud, pengesahan lokasi sanctuary gajah baru di Aceh Jaya masih terus dilakukan sesuai dengan level intervensi yang digariskan dalam Rencana Strategis TFCA-Sumatera. Aktivitas restorasi berupa pembibitan dan penanaman masih terus dilakukan di beberapa kawasan untuk mengembalikan fungsi ekosistem hutan. Demikian pula dengan upaya-upaya pengembangan sosial ekonomi masyarakat serta berbagai kajian, lokakarya, patroli dan survey dilakukan untuk memelihara kawasan sekaligus meningkatkan daya dukung hutan terhadap kehidupan di wilayah Sumatra.

Page 9: Six Monthly report - tfcasumatera.org

II. AKTIVITAS MITRA DI TINGKAT PROYEK 2.1. Gambaran Umum Hibah TFCA-Sumatera Saat Ini di Seluruh Bentang Alam Prioritas Sesuai dengan FCA, TFCA-Sumatera fokus pada 13 bentang alam prioritas di enam provinsi. Gambar 1 menunjukkan 13 bentang alam prioritas beserta informasi proyek yang ada di tiap bentang alam pada tahun 2019. Sejak 2014 TFCA-Sumatera memisahkan dua sumber pendanaan yaitu TFCA-1 untuk pendanaan berbasis bentang alam dan TFCA-3 untuk pendanaan spesies terancam punah: badak, orangutan, harimau dan gajah. Sejak TFCA-Sumatera diluncurkan pada tahun 2009 dimana hibah pertama ditandatangani pada awal tahun 2011, telah didanai sejumlah 75 proyek dengan kesepakatan pendanaan total sebesar RP. 363.115.681.685,-. Dari total proyek tersebut, 63 proyek, termasuk 2 Fasilitator Wilayah, didanai melalui sumber dana TFCA-1 (Rp. 239.898.200.294,-) dan 8 proyek melalui TFCA-3 (Rp. 123,217,481,391,-). Saat ini, dari 75 proyek yang disetujui, 54 proyek telah berakhir dan saat ini yang masih berjalan 21 proyek. Dengan 21 proyek yang masih berjalan pada tahun 2019 total luas hutan terlindungi melalui kegiatan patroli adalah sekitar 340.000 ha di 4 Bentang Alam, yaitu Seulawah-Ulu Masen, Kawasan Ekosistem Leuser, Taman Nasional Tesso Nilo, dan TN Bukit 30. Dengan sumber dana TFCA-1, intervensi TFCA-Sumatera pada tingkat spesies diantaranya adalah kegiatan mitigasi konflik antara gajah dengan manusia dilakukan dengan memasang barrier fisik di Aceh, pemantauan populasi harimau di TN Bukit 30 dan mitigasi konflik manusia dengan orangutan. Restorasi ekosistem Taman Nasional Gunung Leuser di lokasi bekas perambahan kebun sawit dilakukan dengan pelajaran yang didapat dari model restorasi pada proyek sebelumnya. Pada tingkat kebijakan dan kelembagaan diantaranya adalah fasilitasi pengembangan Dokumen Strategi Rencana Aksi Konservasi (SRAK): Orangutan, Gajah, Harimau; Peningkatan buy-in Bupati Merangin untuk kegiatan Kawasan Terpadu Pertanian Organik; pengembangan Site Plan Kawasan Perlindungan Gajah di Kabupaten Aceh Jaya dan Kesepakatan Best Management Practices (BMP) 6 Perusahaan Sekitar TN. Tesso Nilo. Pada tingkat peningkatan kesejahteraan masyarakat, beberapa proyek mengembangkan Pembangunan Sistem Informasi Desa, Pelatihan dan Pembentukan Kelompok Petani terpadu, membangun BUMDes, Pembentukan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) berbasis potensi Hutan Desa/Nagari dan pelatihan pengembangan usaha desa.

Sedang melalui sumber dana TFCA-3 TFCA-Sumatera sedang mempersiapkan proyek pemulihan populasi badak Sumatera dengan komitmen pendanaan sebesar Rp. 100 M dan komitmen untuk mendukung pembiayaan konservasi gajah Sumatera sebesar USD 2,5 juta.

Gambar 1. Lokasi bentang alam prioritas TFCA-Sumatera beserta informasi proyek pada bentang

alam

Page 10: Six Monthly report - tfcasumatera.org

2.2. Bentang Alam Sumatra Bagian Utara (Seulawah-Ulumasen, kawasan Ekosistem Leuser, Batang Toru-batang Gadis, DAS Toba Barat, dan Angkola)

2.2.1. Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) Yayasan Ekosistem Lestari melakukan upaya perlindungan kawasan ekosistem penting hutan tersisa Rawa Gambut Tripa-Babahrot dan pengelolaan kawasan yang berkelanjutan. Kegiatan utamanya adalah penguatan basis informasi Kawasan Gambut Rawa Tripa, rehabilitasi kawasan, dan penguatan ekonomi masyarakat sekitar. Pada tahun 2013, Pemerintah Aceh akhirnya menetapkan Kawasan Lindung Gambut Rawa Tripa di lahan bekas konsesi perkebunan Kalista Alam yang sebagian (sekitar 1600 ha) masih berupa hutan alam. Penetapan kawasan tersebut tertuang dalam Qanun nomor 19 tahun 2013 tentang Tata Ruang Wilayah Aceh. Keberhasilan tersebut tak lepas dari peran multi-pihak, salah satunya YEL. Dalam perjalanannya, karena adanya kendala-kendala birokrasi, YEL mengajukan permohonan perpanjangan hibah yang bersifat no-cost extension. Proyek sebelumnya telah selesai pada 31 Juli 2017 lalu dan kemudian diperpanjang hingga 31 Desember 2019 untuk mendorong penetapan status lindung kawasan Rawa Tripa dalam tata ruang Kabupaten Aceh Barat Daya melalui pengesahan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG).

Bentang Alam Ekosistem Leuser

Judul Proyek Penyelamatan Ekosistem Hutan Rawa Gambut Tripa – Babahrot melalui upaya penetapan Kawasan Lindung di luar kawasan hutan dan Restorasi dengan pendekatan partisipatif dan multipihak

Durasi Proyek 1 Mei 2012- 12 Agustus 2019

Komitmen Rp 6.548.795.000

Persentasi Kegiatan 80%

Pencairan dana bulan Mei 2019 - Okt 2019

Rp. -

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp. 5.661.982.500

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

86%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium YEL secara garis besar adalah sebagai berikut: • YEL tengah melanjutkkan kompilasi dan integrasi data dan informasi untuk merumuskan profil

kawasan ekosistem gambut Rawa Tripa sebagai basis analisis dan perumusan rencana perlindungan dan pengelolaan. Saat ini tim sedang mengamati laju penyusutan tutupan hutan rawa gambut yang dianggap cukup tinggi, terutama bagian hutan yang berada dalam HGU. Pemicu hal tersebut antara lain adalah pembangunan jalan akses dan drainase dalam kawasan, yang mengakibatkan penurunan permukaan lahan dan air tanah.

• Sebagai bagian dari upaya penyelamatan gambut, YEL tengah mengadakan serangkaian konsolidasi dengan berbagai pihak untuk menyiapkan dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG). Survey lapangan dilakukan di Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan dan Aceh Singkil. Selain itu FGD dengan Dinas Lingkungan Hidup Aceh dan Tim Task Force dilaksanakan pada tanggal 19 September 2019. Aktivitas ini berkontribusi pada penataan ruang dalam wilayah kewenangan provinsi Aceh. Perumusan RPPEG Aceh memiliki arti penting sebagai dasar untuk penguatan muatan substansi perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis

Page 11: Six Monthly report - tfcasumatera.org

Nasional atau RTR-KSN Kawasan Ekosistem Leuser yang mencakup 17 Kawasan Hutan Gambut (KHG) dalam wilayah pesisir Barat-Selatan Aceh dari Kabupaten Aceh Barat sampai Kabupaten Aceh Singkil. Posisi RPPEG Aceh dan kedudukannya juga penting terkait dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Aceh dan turunannya.

2.2.2 Yayasan Caritas PSE-KAM Yayasan Caritas PSE-KAM adalah mitra penerima hibah yang memfasilitasi upaya pelestarian kawasan hutan lindung yang berada di kawasan Pakkat dan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara melalui intervensi di tingkat sosial ekonomi masyarakat (livelihood). Aktivitas yang dilakukan meliputi rehabilitasi hutan lindung seluas 300 ha, perhutanan sosial dan pengembangan ekonomi masyarakat berbasis lembaga keuangan mikro. Pada periode Juni 2014 – 30 Juli 2019, proyek ini berhasil memfasilitasi terbitnya Izin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKM) bagi dua Gapoktan dengan area kelola sekitar 1.274 hektar dan modal usaha kepada 250 kepala keluarga melalui Koperasi Serba Usaha (KSU) Dolok Sion Paroki. Pada bulan Juni 2019 telah dilaksanakan diseminasi capaian program kepada Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan yang menandai berakhirnya program.

Bentang Alam DAS Toba Barat

Judul Proyek Proyek Pelestarian Kawasan Lanssekap Hutan Lindung di Kecamatan Pakkat dan Kecamatan Tarabintang Melalui Perlindungan dan Pelestarian Secara Berkelanjutan Berbasis Masyarakat dan Pengembangan Ekonomi Masyarakat Berbasis Potensi Lokal

Durasi Proyek 1 Juni 2014 - 31 Agustus 2019

Komitmen Rp 4.844.772.500

Persentasi Kegiatan 92 %

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019

Rp 626.090.985

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp 4.701.033.785

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

97%

Program Caritas telah selesai pada 31 Agustus 2019 dan diseminasi pembelajaran pencapaian proyek dilaksanakan pada tanggal 20 Juni 2019 di depan jajaran Bupati Humbang Hasundutan. Pendampingan program selama lima tahun diawali dengan kajian baseline data terkait Knowledge, Attitude and Perception (KAP) yang hasilnya digunakan kembali untuk penyempurnaan program. Capaian yang telah dilaksanakan antara lain terrehabilitasinya lahan kritis seluas 300-an hektare, terbitnya peraturan desa (Perdes) terkait HKm, penerbitan tiga buku tentang potensi tanaman obat, pengembangan masyarakat dengan manfaatkan aset yang ada, dan community based development dalam pelestarian alam. Perdes terkait HKm yang disusun dan disahkan kepala desa sudah berlaku di masyarakat desa Parmonangan dan desa Tarabintang. Hasil pengukuran KAP menemukan hampir 57% masyarakat sadar akan pentingnya hutan lindung yang ada disekitar mereka. Peningkatan ekonomi masyarakat yang tercatat sebanyak 20%, Mereka mulai menghidupkan kembali aturan-aturan adat seperti tidak menebang pohon dekat sumber air. 2.2.3. Conservation Response Unit (CRU) Aceh

Page 12: Six Monthly report - tfcasumatera.org

Conservation Response Unit (CRU) Aceh menjalankan proyek yang bertujuan untuk melakukan kegiatan konservasi Gajah Sumatera beserta habitatnya di kawasan Kabupaten Aceh Jaya. Selain itu tujuan proyek juga untuk meningkatkan dan mengembangkan kesadaran pentingnya menjaga dan melindungi sumberdaya alam, lingkungan, fauna dan flora secara tertata, terencana dan berkesinambungan melalui sosialisasi dan penyuluhan dalam upaya mewujudkan suatu pembangunan yang berwawasan lingkungan, serta menciptakan suatu tatanan kehidupan yang berdampingan selaras, serasi, seimbang antara alam, lingkungan dan masyarakat.

Bentang Alam Seulawah-Ulu Masen

Judul Proyek Pelestarian Gajah Sumatra melalui Pengelolaan Kolaboratif Kawasan Perlindungan Gajah di Aceh Jaya

Durasi Proyek Juni 2017 - Mei 2020

Komitmen Rp 3.747.485.040

Persentasi Kegiatan 68,18%

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019

Rp 496.911.800

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp 2.561.873.350

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

68%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium CRU secara garis besar adalah sebagai berikut:

• Conservation Response Unit (CRU) Aceh telah membangun penghalang (barrier) fisik untuk menurunkan konflik satwa-manusia dengan mengurangi intensitas keluar/masuknya kelompok gajah ke pemukiman. Setelah membangun barrier listrik dan barrier parit, inisiatif perlindungan gajah untuk menurunkan intensitas konflik gajah dan manusia di Kabupaten Aceh Jaya dilanjutkan dengan melakukan pemeliharaan sekaligus evaluasi efektivitas barrier tersebut, pertimbangan pemilihan lokasi dan jenis barrier, ketersediaan formasi barrier alami, dan juga identifikasi kebutuhan teknis lain seperti perawatan hingga kemungkinan calon lokasi lain yang sesuai untuk dibangun barrier gajah/buatan.

• Pada semester ini perawatan barrier gajah dilakukan karena adanya kerusakan pada salah satu lokasi barrier. Di Krueng Ayon sendiri telah terbangun 2 barrier pagar listrik masing -masing sepanjang 110 m dan 35 meter serta satu barrier parit sepanjang 500 meter. Kerusakan barrier pagar listrik terjadi di Krueng Ayon Kecamatan Sampoiniet akibat adanya pohon tumbang karena hujan deras dan menimpa kawat listrik yang berada di dekat air terjun. Namun pada semester ini kerusakan telah diperbaiki oleh tim CRU Aceh. Efektivitas barrier pagar listrik cukup menunjukkan hasil yang positif. Hasil diskusi dengan warga desa Krueng Ayon (Pak Jamadi dan Pak Jailani) mengatakan gajah yang ada dan berkeliaran dulu jumlahnya ± 30 ekor namun setelah adanya barrier pagar listrik, saat ini gajah sudah tidak lagi mendekat ke ladang dan perkampungan masyarakat, sehingga konflik gajah dapat dikatakan sudah menurun atau tidak terjadi lagi.

• Patroli rutin untuk memonitor populasi gajah terus dilaksanakan dengan melibatkan 8 Komunitas Ranger (2 komunitas setiap bulan) yang tersebar melakukan patroli pada beberapa Kecamatan di Kabupaten Aceh Jaya dan Aceh Barat. Patroli dilakukan dengan menempuh jarak sepanjang 274.3 Km dengan 97 karvak peta dan meliputi ± 20,224 hektar area. Kalkulasi ini adalah untuk kedua kabupaten, Aceh Jaya dan Aceh Barat. Kegiatan patroli dilakukan di kawasan yang mencakup Areal Penggunaan Lain (APL) dan Hutan Produksi (HP). Temuan

Page 13: Six Monthly report - tfcasumatera.org

bervariasi mulai dari kegiatan aktivitas illegal kehutanan hingga temuan tidak langsung spesies satwa liar melalui jejak dan kotoran.

• Tim CRU juga melaksanakan patroli pada penanggulangan konflik gajah di luar kawasan perlindungan gajah. Pada semester ini ditemukan konflik yang terjadi pada lokasi yang tidak memiliki barrier gajah. Respon konflik pertama dilakukan pada bulan April di Desa Seubintang Kecamatan Panton Reu, Aceh Barat. Sedangkan respon konflik yang kedua dilakukan pada bulan Mei pada dua lokasi, yakni Desa Gle Putoh Kecamatan Panga dan Desa Ketapang, Geuni di Kecamatan Krueng Sabee. Selain itu konflik satwa juga terjadi di Desa Alue Gajah, Kecamatan Darul Hikmah, Aceh Jaya pada bulan Juli. Kemudian kejadian konflik kembali terjadi di Aceh Jaya pada bulan Agustus di Desa Gampong Baroh, Kecamatan Setia Bakti. Sedangkan di Aceh Barat, kejadian konflik terjadi di Desa Paroe Baya, Kecamatan Panton Reu. Respon penanggulangan konflik dilakukan dengan tim gabungan selama beberapa hari disesuaikan dengan kondisi lapangan.

• Kegiatan sosialisasi/pendampingan penanggulangan konflik difokuskan pada kaitan isu penanggulangan konflik dan strategi konservasi Gajah Sumatera. Salah satu kegiatan sosialisasi dilakukan melalui suatu forum yang dihadiri oleh 50 orang peserta yang terdiri dari pelajar/mahasiswa, umum, jurnalis dan praktisi. Peserta diharapkan dapat mentransfer informasi sehubungan dengan isu penanggulangan konflik.

2.2.4. Conservation Response Unit (CRU) Aceh Small Grant Jantho Proyek ini merupakan kelanjutan kegiatan yang terhenti yang pernah dilakukan oleh Konsorsium Jantho Lestari pada siklus hibah tahun 2014, dmana hibah terhadap konsorsium tersebut telah dihentikan. Atas permohonan dan petunjuk BKSDA Aceh kegiatan itu dilanjutkan pengerjaannya oleh CRU Aceh dengan Judul kegiatan Penyusunan Dokumen Penataan Blok dan RPJP Cagar Alam Hutan Pinus Jantho dan TWA Jantho dengan target sampai akhir Desember 2019 adalah disahkannya dokumen Tata Blok dan RPJP CA Hutan Pinus Jantho oleh Dirjen KSDAE serta tersosialisasikannya dokumen Tata blok dan RPJP CA Hutan pinus Jantho dan dokumen tata blok dan RPJP TWA Jantho kepada stakeholders terkait.

Bentang Alam Seulawah-Ulu Masen

Judul Proyek Penyusunan Dokumen Penataan Blok dan RPJP Cagar Alam Hutan Pinus Jhantoi dan TWA Jantho

Durasi Proyek 1 April 2019 – 31 Desember 2019

Komitmen Rp. 115.700.000

Persentasi Kegiatan 90%

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019

Rp. 104.130.000

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp. 104.130.000

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

90%

Saat ini Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Cagar Alam Hutan Pinus Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh telah ditandatangani oleh Direktur Jenderal KSDAE pada tanggal 21 Oktober 2019 dengan nomor SK. 426/KSDAE/SET/KSA.1/10/2019. Dengan demikian proyek ini dianggap telah selesai.

Page 14: Six Monthly report - tfcasumatera.org

2.2.5. Konsorsium Yayasan Orangutan Sumatera Lestari Proyek ini merupakan kelanjutan dari proyek hibah TFCA sebelumnya (2012-2015) khususnya yang berkaitan dengan upaya restorasi kawasan, perlindungan habitat dan mitigasi konflik manusia-orangutan. Salah satu target proyek adalah terpulihkannya habitat orangutan seluas 400 ha di 4 lokasi (Bukit Mas Resort Sei Betung, Cinta Raja, Bakongan, dan Singkil). Pengembangan model restorasi lahan gambut juga dilakukan di Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Selain itu, proyek ini juga telah memfasilitasi proses penetapan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan 2017 - 2027 yang telah disahkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan berkontribusi pada pemutakhiran data estimasi populasi orangutan di Kawasan Ekosistem Leuser. Sementara itu di tingkat tapak kegiatan patroli dan penanggulangan konflik manusia-orangutan masih terus dilakukan guna memastikan perlindungan populasi serta pengamanan habitat di kawasan TN Gunung Leuser dan Rawa Singkil.

Bentang Alam Kawasan Ekosistem Leuser

Judul Proyek Program Penyelamatan Orang Utan Sumatera dan Habitatnya di Lansekap KEL

Anggota Konsorsium YOSL-OIC, FORINA, PETAI

Durasi Proyek 1 April 2017 - 31 Maret 2020

Komitmen Rp 8.999.561.955

Persentasi Kegiatan 80%

Pencairan dana bulan Mei - Oktober 2019

Rp 1.195.197.200

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp. 6.049.544.700

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

67%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium YOSL secara garis besar adalah sebagai berikut: • Pengembangan kebijakan. Konsorsium Yayasan Orangutan Sumatera Lestari merupakan salah

satu lembaga yang terlibat dalam penyusunan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) orangutan periode 2019-2029. Draft final disertai layout sudah tersusun. Namun demikian draft final SRAK Orangutan belum ditandatangi oleh Menteri Lingkungan Hidup and Kehutanan karena ada beberapa hal yang masih perlu diperbaiki.

• Dokumen rancangan teknis Restorasi Cinta Raja III telah ditandatangani oleh Kepala Balai Besar TNGL. Sedangkan Dokumen Rancangan Teknis Restorasi SM Rawa Singkil sudah disetujui oleh Sub Direktorat Pemulihan Ekosistem dan telah ditandatangani bersama antara BKSDA Aceh dan YOSL-OIC.

• Restorasi dan Rehabilitasi Kawasan. Sampai dengan triwulan 9, bibit yang diproduksi untuk kegiatan restorasi di 4 lokasi restorasi berjumlah 208.100 bibit dengan rincian sebagai berikut: Untuk restorasi SM Rawa Singkil telah diproduksi 100.000 bibit, restorasi Cinta Raja III telah selesai diproduksi 88.000 bibit, restorasi Bakongan telah selesai diproduksi 55.000 bibit, dan restorasi Bukit Mas telah diproduksi 65.000 bibit. Bibit yang diproduksi terdiri dari berbagai jenis seperti Marak biasa, Marak tiga jari, Petai papan, Petai rawa, Kedawung, Halaban, Luwingan, Beringin, Jambu rawa, Jambu-jambu, Terentang, Meranti, Medang, Mangga hutan, Bedarah, Bintangur, Rengas, Rengas ayam, Rengas rawa, Durian rawa, Terap, Katom, Sentangan, Medang,

Page 15: Six Monthly report - tfcasumatera.org

Medang pisang, Pala hutan Rawa, Pulai, Punak dan Petai Rawa. Jenis bibit ini merupakan kombinasi antara slow growth dan fast growth yang terbukti merupakan model yang cocok untuk proses suksesi yang efektif di suatu kawasan. Restorasi di Cinta Raja dan Bakongan telah mengambil pelajaran dari restorasi sebelumnya di Besitang, TNGL, sehingga waktu dan biaya yang diperlukan per satuan luas di wilayah Cinta Raja jauh lebih kecil.

• Perlindungan dan pengamanan kawasan dan satwa. Dalam kurun waktu Mei-Oktober 2019 telah dilakukan 20 kali patroli di kawasan TNGL, BPTN Wilayah III dengan jumlah hari patroli total 200 hari. Panjang jalur patroli total 592,45 km dengan luas area patroli total 50.250 Ha. Tim pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) berhasil menangani 10 kasus tindak pidana kehutanan (tipihut) sebanyak 8 kasus perburuan dan perdagangan TSL serta 2 kasus pembalakan liar. Dari 10 kasus tersebut: 5 kasus sudah sampai vonis pengadilan, 3 kasus masih dalam tahap penyidikan, dan 2 kasus masih tahap pulbaket (penyelidikan). Selama triwulan 9 terlaksana 4 kali patroli di BPTN Wilayah III, TNGL Blok Langkat dengan jumlah hari patroli total 40 hari. Panjang jalur patroli total 160,45 km dengan luas area patroli total 7.970 Ha. Tim pulbaket melakukan pengumpulan bahan dan keterangan terhadap 3 kasus tipihut, yaitu perdagangan paruh rangkong di Subulussalam (Aceh), perdagangan kulit harimau di Marike (Sumut), dan kepemilikan illegal satwa dilindungi di Gunung Tua (Sumut).

• Koordinasi untuk menangani konflik antara manusia dan orangutan dilaksanakan melalui penanganan konflik antara manusia dan satwa liar bersama 7 Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika), yaitu Kecamatan Batang Serangan, Sawit Seberang, Sei Lepan, Besitang, Bahorok, Kutambaru, dan Kecamatan Tamiang Hulu. Tim HOCRU sudah melakukan 18 kali evakuasi dan 9 kali penyitaan dengan total orangutan yang diselamatkan sebanyak 30 individu orangutan.

• Tim konsorsium OIC telah melakukan aktivitas pengumpulan Bahan dan Keterangan (Pulbaket) terhadap kasus-kasus tipihut, antara lain Pulbaket Perdagangan Kulit Harimau di Marike, Sumatera Utara. Sebelumnya tim konsorsium OIC berhasil melakukan aktifitas Pulbaket Perdagangan Paruh Rangkong di Subulussalam, Aceh. Pada tanggal 8-13 Mei 2019 dalam lanjutan kegiatan Pulbaket di wilayah Bahorok, Tim Pulbaket mendapatkan informasi kepemilikan dan dugaan percobaan perdagangan kulit harimau dari Kecamatan Kutaimbaru (Marike) tepatnya di Dusun Samir, Desa Kaperas. Kasus tersebut telah ditangani pihak Kepolisian dan telah dilimpahkan ke Pengadilan dengan vonis hukuman penjara delapan bulan dan denda Rp. 1 juta subsider 1 bulan penjara.

• Terkait dengan penanggulangan Konflik Manusia dan Orangutan, Human-Orangutan Conflict Response Unit (HOCRU) di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), Blok Langkat, Tim HOCRU melakukan 1 kali pertemuan koordinasi penanganan konflik antara manusia dan satwa liar dengan pemangku kepentingan pada tanggal 3 Mei 2019 di Aula Kantor Desa Mekar Makmur, Kec. Sei Lepan, Kab. Langkat. Dalam pertemuan ini disepakati bahwa unsur pemerintah desa dan masyarakat akan membantu menginformasikan dengan segera jika terjadi kembali konflik antara manusia dan satwa liar ke pihak BBKSDA Sumut dan Tim HOCRU. Kegiatan ini penting untuk meningkatkan keberpihakan masyarakat terhadap pelestarian satwa liar yang terancam punah.

• Tim HOCRU melakukan pemantauan populasi dan potensi konflik di dua lokasi yang sudah pernah dilakukan survei potensi konflik satwa liar dan manusia, yaitu di Bangun Sari, Desa Perkebunan Pulo Tiga, Kab. Aceh Tamiang dan di Namu Unggas, Desa Sei Serdang, Kab. Langkat. Pemantauan di Bangun Sari, Desa Perkebunan Pulo Tiga, Kab. Aceh Tamiang, Tim HOCRU menemukan sarang kelas I, II, dan III serta menemukan dua individu orangutan (induk dan anak). Pada pemantauan di Sei Serdang, Kabupaten Langkat, Tim HOCRU hanya menemukan sarang kelas III dan sarang lama. Dari laporan survei potensi konflik satwa liar yang sudah dilakukan di lokasi tersebut pada 2018 lalu, berdasarkan temuan sarang, estimasi kepadatan orangutan di Namu Unggas adalah 1 individu/km² sedangkan di Bangun Sari 0.9 ind/km². Melihat kondisi di atas, dengan luas area terisolasi di Namu Unggas ± 330 Ha perkiraan jumlah orangutan yang berada di area tersebut adalah sekitar 13 individu, sedangkan dengan luas area terisolasi di Bangun Sari ± 1.540 Ha perkiraan jumlah orangutan yang berada di area tersebut sekitar 3 individu.

• Penanganan konflik satwa di KEL Blok Langkat didapatkan sebanyak 8 laporan konflik yang diterima dan kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan 4 kali upaya evakuasi dengan total orangutan yang diselamatkan sebanyak 5 individu orangutan dan kemudian ditranslokasi ke kawasan Resort Cinta Raja, TNGL di sekitar lokasi Restorasi Cinta Raja 3, sedangkan 2 individu

Page 16: Six Monthly report - tfcasumatera.org

orangutan (induk dan anak) yang dievakuasi dari Kab. Aceh Tamiang ditranslokasi ke kawasan Hutan Lindung Tenggulun.

2.2.6. Konsorsium Barumun Konsorsium Barumun merupakan mitra penerima hibah yang bekerja untuk mendorong penguatan pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Barumun dan perlindungan habitat Harimau Sumatera. Secara garis besar kegiatan Konsorsium Barumun di kawasan SM Barumun ini menyusun Rencana Pengelolaan (RP) dan penataan Blok KPHK Barumun, penguatan basis data pengelolaan kawasan, melakukan upaya perlindungan kawasan, serta menginisiasi ekowisata berkelanjutan yang berbasis potensi kawasan. Dukungan dan penguatan lembaga pengelola kawasan konservasi Suaka Margasatwa Barumun dalam kerangka KPHK ini akan sejalan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan sehingga berdampak positif terhadap keamanan dan kelestarian kawasan.

Bentang Alam Barumun

Judul Proyek Program Penguatan Pengelolaan KPHK Barumun dan Perlindungan Habitat Harimau Sumatera di Lansekap Barumun, Sumatera Utara

Anggota Konsorsium PILAR Indonesia, Yayasan PETAI, SIMPUL dan Bodhicita Mandala

Durasi Proyek September 2017 - Agustus 2019

Komitmen Rp 3.247.987.608

Persentasi Kegiatan 60 %

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019

Rp 958.774.054

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp 2.274.463.608

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

70%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium Barumun secara garis besar adalah sebagai berikut: • Fasilitasi pengesahan Rencana Pengelolaan SM Barumun dan Blok Pengelolaan oleh Dirjen

KSDAE. Konsorsium Barumun pada periode pelaporan ini telah memfasilitasi proses penyusunan dokumen Blok Pengelolaan SM Barumun yang tahapannya terdiri dari penerbitan SK tim penyusun, serangkaian FGD, konsultasi publik hingga fasilitasi pengesahan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE). Rencana Pengelolaan Blok Suaka Margasatwa Barumun telah disahkan oleh Dirjen KSDAE pada bulan Juli 2019. Sedangkan untuk dokumen Rencana Pengelolaan (RP) Suaka Margasatwa Barumun untuk periode 2012-2022, sebelumnya telah disusun oleh Balai Besar KSDA Sumatera Utara. Oleh karena itu, Konsorsium Barumun hanya memfasilitasi proses review Rencana Pengelolaan SM Barumun melalui serangkaian FGD. Adapun proses pengesahan, akan dilakukan oleh Balai Besar KSDA.

• Fasilitasi pembentukan kelembagaan kolaboratif pengelola KPHK Barumun. Kelembagaan Kolaboratif Lansekap Barumun dibentuk dengan melibatkan unsur-unsur BKSDA, Petai, Simpul Indonesia, Pilar dan Yayasan Bodhicita. Pembentukannya kelembagaan ini dilaksanakan pada hari Kamis, 5 September 2019 bertempat di Aula Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS), Desa Batu Nanggar, Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara. Kelembagaan

Page 17: Six Monthly report - tfcasumatera.org

kolaboratif ini diharapkan dapat membantu mengelola isu terkait dengan lansekap Barumun terutama terkait dengan mitigasi konflik satwa – manusia, pemberdayaan ekonomi dan penyadartahuan masyarakat. Wilayah intervensi tidak terbatas pada kawasan KPHK Barumun, tetapi juga mencakup areal Hutan Lindung, Hutan Produksi serta kawasan lain yang merupakan penyangga SM Barumun dan yang merupakan wilayah pangkuan KPHL VII, KPH VIII dan KPH X Provinsi Sumatera Utara.

• Survei dan studi populasi harimau Sumatera. Survei populasi harimau masih terus dilakukan dengan melakukan pemasangan dan analisis gambar dari kamera jebak yang pada bulan sebelumnya terpasang di GRID I. Survei lanjutan ini merupakan kegiatan tahapan ketiga yang memanfaatkan 28 kamera yang terpasang di 14 grid yang masing-masing berukuran 3 x 3 km. Pengumpulan data pada 42 grid dari 56 grid yang ada di KPHK Barumun mengindikasikan adanya 1 individu harimau Sumatera yang tertangkap kamera dengan frekuensi perjumpaan yang lebih tinggi di SM Barumun bagian utara. Namun nilai kepadatan populasi harimau Sumatera pada periode survei ini belum dapat dilakukan karena jumlah sampel yang masih sangat sedikit

• Pembuatan kandang jepit untuk harimau Sumatera di Sanctuary Harimau Barumun. Sanctuary harimau Sumatera di SM Barumun saat itu masih belum siap untuk mengakomodasikan harimau yang baru beranak ditambah dengan satu harimau jantan yang tertangkap karena terkena jerat. Oleh sebab itu perlu relokasi anggaran untuk membuat kandang yang nyaman bagi harimau jantan, berupa kandang jepit untuk memisahkan harimau betina dengan anaknya. Relokasi anggaran dilakukan untuk membangun kandang tersebut dengan rekomendasi dari Kepala Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara dan Direktur KKH. Pertimbangannya adalah, kondisi harimau jantan bernama Monang cukup mengkhawatirkan karena ‘harus’ berada di dalam kandang yang cukup sempit karena harus dipisahkan dari Harimau Gadis baru saja melahirkan 2 bayi. Oleh karena itu, pembangunan kandang jepit untuk Harimau Monang merupakan hal yang sangat mendesak. Tim Kosorsium Barumun melakukan survei awal guna mengetahui bangunan serta akses yang bisa digunakan menuju lokasi. Tahapan pembangunan kandang jepit untuk memaksimalkan penggunaan kandang lorong telah mencapai 95% pengerjaan. Pekerjaan saat ini hanya menyisakan pengecatan dan pembobolan dinding dari kandang habituasi ke kandang jepit tersebut.

• Deklarasi KPHK Barumun. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat sekitar KPHK SM Barumun dalam upaya perlindungan dan pelestarian SM Barumun. Bentuk dukungan tersebut digalang melalui serangkaian pertemuan sosialisasi mengenai KPHK SM Barumun yang selanjutnya masyarakat yang diwakili oleh tokoh adat dan pemerintahan desa melakukan penandatanganan deklarasi yang mendukung perlindungan dan pelestaraian kawasan SM Barumun. Dukungan masyarakat terhadap pelestarian dibarengi dengan insentif terhadap masyarakat melalui pengembangan ekoturisme di sekitar kawasan yang akan meningkatkan kesejahteraan dan sosial ekonomi masyarakat.

• Identifikasi potensi pasar ekowisata Barumun. Dari hasil survey tentang potensi pasar ekowisata di Barumun didapatkan hasil bahwa kawasan Barumun memiliki potensi pasar ekowisata yang cukup tinggi, dikarenakan lokasinya yang terletak di jalur overland (jelajah darat) wisatawan dari Medan atau Danau Toba menuju Mandailing dan Padang. Lokasi yang stategis ini menjadi daya tarik wisata tersendiri, sehingga apabila dikembangkan dan dipasarkan dengan strategi yang baik, maka kawasan Barumun dapat menjadi magnet yang dapat menarik wisatawan untuk mampir ke kawasan Barumun. Konektivitas destinasi dari kawasan-kawasan lain di sekitar Barumun dan Sumatera Utara dapat menjadi potensi pasar yang menjanjikan bagi Barumun. Lokasi-lokasi ini bisa dirajut menjadi sebuah itinerary network perjalanan wisata di mana Barumun menjadi salah satu destinasi. Untuk meningkatkan kapasitas kelompok sadar wisata (pokdarwis) dalam menyusun rencana produk wisata yang akan ditawarkan kepada pengunjung desa mereka nantinya, Konsorsium Barumun mengadakan pelatihan Penyusunan Produk Ekowisata pada 3 (tiga) kelompok sadar wisata (pokdarwis) yang berasal dari Desa Batang Onang Baru, Desa Simardona dan Desa Purba Tua. Sebanyak 60 orang ikut hadir pada kegiatan pelatihan ini. Sedangkan pada upaya diseminasi dan peluncuran paket ekowisata Barumun, Konsorsium Barumun merekrut 1 (satu) orang Business Management Coach/Specialist untuk memberikan layanan jasa konsultasi dan pendampingan dalam melaksanakan persiapan promosi ekowisata Barumun (termasuk Barumun Nagari Wildlife Sanctuary) dan FamTrip. Beberapa tahap kegiatan

Page 18: Six Monthly report - tfcasumatera.org

telah dilaksanakan, antara lain melakukan site asssessment, brainstorming dengan 2 Tour Agent (TO) terpilih yang memiliki pasar pelaku wisata minat khusus (PT. Ravelino dan PT. Horasindo), FamTrip dengan mengajak TO, Media dan Fotografer, pembuatan tour package, dan pelaksanaan FGD.

• Pembuatan dan Pemasangan Media (papan informasi) tentang KPHK Barumun. Kegiatan pemasangan 50 plank (papan informasi) telah selesai dilaksanakan. Pemasangan tersebut dilaksanakan di 27 desa dari target 29 desa sekitar kawasan SM Barumun. Sebanyajk 2 desa tidak bersedia kawasannya dipasang plank.

2.2.7. Konsorsium JMT PEKAT Tujuan umum kegiatan Konsorsium JMT PEKAT adalah untuk mengurangi kegiatan yang bersifat destruktif baik secara legal maupun illegal oleh swasta maupun masyarakat di kawasan lanskap Angkola melalui pengembangan model ekonomi alternatif di bentang alam Angkola. Kegiatan yang diusulkan meliputi peningkatan kapasitas pengelolaan wilayah KPH IX Kab. Mandailing Natal melalui penyadartahuan tentang pentingnya kawasan hutan bagi masyarakat di bentang alam Angkola di Kabupaten Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan. Proyek ini merupakan intervensi pertama program TFCA-Sumatera di wilayah bentang alam Angkola.

Bentang Alam Hutan Dataran Rendah Angkola

Judul Proyek Kolaborasi Para Pihak dalam Penyelamatan Bentang Alam Angkola di Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara

Durasi Proyek 1 Januari 2019- 31 Desember 2019

Komitmen Rp 1.215.910.000

Persentasi Kegiatan 80%

Pencairan dana bulan Mei 2018 – Okt 2019

Rp. 395.182.500

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp. 395.182.500

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

72%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium JMT-Pekat secara garis besar adalah sebagai berikut: • Pada semester ini, konsorsium JMT Pekat telah berhasil mengumpulkan data primer terkait

industri ekstraktif dan adanya dokumen terkait Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batuan di wilayah bentang alam Angkola serta peta yang didapat dari Dinas ESDM Provinsi.

• Observasi lapangan telah dilaksanakan bersama KPH Wilayah IX Panyabungan di bekas Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT. Madina Madani Mining (M3) di Kecamatan Lingga Bayu Kelurahan Tapus. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat dan memverifikasi kawasan yang di jadikan kegiatan illegal oleh PT. Kapital. Sebagai tindak lanjut, koordinasi bersama dengan instansi pemerintah di tingkat Kabupaten dan Provinsi Terkait temuan illegal dilakukan secara regular untuk mendapatkan persepsi tentang kegiatan illegal mining yang dilakukan oleh PT. Capital.

• JMT Pekat telah melakukan studi untuk mengetahui persepsi dan pengetahuan masyarakat terhadap industri ekstraktif di Angkola di lima desa yang meliputi Desa Batu Madinding Kecamatan Batang Natal, Desa Manisak di Kecamatan Ranto Baek, serta Desa Batu Mundom, Saleh Baru dan Huta Imbaru di Kecamatan Muara Batang Gadis. Kerjasama dilakukan dengan Yayasan LBH Padang, Yayasan Q-Bar serta Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM)

Page 19: Six Monthly report - tfcasumatera.org

Panca Budi Medan. Peserta yang mengikuti kegiatan PRA berjumlah 20 sampai 25 orang dari masing-masing desa. Saat ini telah dihasilkan 9 dokumen terkait desa yang di intervensi di wilayah Bentang Alam Angkola.

• Berdasarkan data hasil observasi yang dilakukan oleh konsorsium terkait kegiatan illegal yang terjadi di Kelurahan Tapus Kecamatan Lingga Bayu dengan pengambilan mineral emas placer, konsorsium bersama KPH wilayah IX Panyabungan melakukan verifikasi lapangan. Hasilnya dapat dipastikan bahwa kegiatan pertambangan yang dilakukan secara illegal oleh PT. Kapital berada di luar wilayah KPH IX Panyabungan.

• JMT Pekat juga membuat paket penyadartahuan bagi masyarakat di Bentang Alam Angkola dengan penayangan media visual sebanyak 2 judul film yang berisikan kegiatan PRA di berbagai desa serta film kegiatan di Bentang Alam Angkola. Sampai saat ini total produksi film yang telah dibuat oleh konsorsium berjumlah 4 film dokumentasi. Pemutaran film telah berlangsung di 3 Desa.

2.3. Bentang Alam Sumatra Bagian Tengah (TN Tesso Nilo, TN Bukit 30, Semenanjung Kampar-Senepis-Kerumutan, TN Kerinci-Seblat) 2.3.1. Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo (YTNTN) Pemberian hibah tahap kedua oleh TFCA Sumatera kepada Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo (YTNTN) dimaksudkan untuk menjaga kelanjutan upaya konservasi in-situ Gajah Sumatera di Tesso Nilo. Salah satu capaian proyek sebelumnya telah berhasil meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan TN Tesso Nilo yang ditunjukkan dengan penurunan angka kematian gajah tak wajar hingga nol pada akhir tahun 2017. Pada periode proyek ini, YTNTN berusaha mendorong peran sektor swasta untuk terlibat dalam pengelolaan habitat dan populasi gajah melalui penerapan Best Management Practice (BMP) dan penyusunan dokumen implementasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Gajah Sumatera di tingkat Provinsi Riau. Selain itu, proyek ini telah turut berkontribusi pada pemutakhiran data estimasi populasi gajah di Provinsi Riau pada tahun pertama proyek melalui survei cepat di 9 kantong populasi gajah tersisa. Sementara untuk meningkatkan perlindungan habitat dan populasi gajah di bentang alam Tesso Nilo, proyek ini memfasilitasi kegiatan patroli, penegakkan hukum dan pembinaan habitat dengan penanaman pakan gajah dan penyediaan artificial salt-lick.

Bentang Alam Ekosistem Tesso Nilo dan SM Balai Raja-SM Giam Siak Kecil

Judul Proyek Tanggap Darurat dan Pengelolaan Inovatif Gajah di Riau dengan Dukungan Multi-Pihak

Durasi Proyek Agustus 2017 - Juli 2020

Komitmen Rp. 10.203.348.400

Persentasi Kegiatan 46,42%

Pencairan dana bulan Nov - Okt 2019

Rp. 1.930.423.158

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp. 5.304.065.458

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

52%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium YTNTN secara garis besar adalah sebagai berikut:

Page 20: Six Monthly report - tfcasumatera.org

• Kebijakan dan pengelolaan di tingkat bentang alam. Menindaklanjuti pelaksanaan program pada semester sebelumnya, YTNTN telah memfasilitasi komitmen 6 perusahaan yang mengelola 13 konsesi (Manajemen Perusahaan) untuk menerapkan Best Management Practice perusahaan dengan memasukkan variabel Gajah dalam manajemen, seperti pengkayaan habitat, mitigasi konflik dan patroli bersama. Perusahaan yang terlibat diantaranya PT Musim Mas, PT RAPP sektor Ukui, PT RAPP sektor Langgam, PT. Inti Indo Sawit, PT. RAPP sektor Baserah dan PT. Arara Abadi Sektor Sorek serta PT Adei Plantation, PT RAPP Mandau, CV Putri Lindung Bulan dan PT Mitra Unggul Perkasa. Draft protokol disain BMP sedang disusun untuk menjadi panduan umum implementasi BMP Konservasi Gajah di 6 konsesi.

• Draf dokumen SRAK Gajah Riau 2017-2027 sudah disusun dan pembahasan (penyepakatan) oleh Tim penyusun terkait materi draf telah dilakukan. Ditargetkan draft SRAK bisa selesai pada bulan Oktober dan dilanjutkan dengan pertemuan untuk konsultasi publik.

• Yayasan TNTN juga memfasilitas pertemuan pembahasan Rencana Tindak Mendesak Konservasi Gajah (RTM). Pada awalnya permintaan itu adalah untuk melakukan konsultasi publik SRAK Nasional, namun rencana itu diubah hanya menjadi pertemuan finalisasi RTM. Pertemuan RTM dilakukan pada tanggal 13-14 Agustus 2019 di Jakarta. Pertemuan ini dihadiri oleh tim penyusun SRAK-RTM, FKGI, Direktorat KKH Ditjen KSDAE KLHK, Administrator TFCA-SUMATERA dan Pemerhati gajah. Dari pertemuan, disepakati draft final RTM Gajah. Konsultasi publik SRAK direncanakan akan dilakukan di setiap provinsi.

• Restorasi dan Rehabilitasi Bentang Alam. Seluas 9 Ha lahan terdegradasi di kawasan TNTN sudah ditanami pakan gajah. Sosialisasi untuk penanaman di SM Balai Raja seluas 8 Ha juga telah dilakukan melalui anggota konsorsium yaitu HIPAM dan Kepala resort BBKSDA (Maju Bintang Hutu Julu) yang dilakukan di bulan Juli 2019.

• Perlindungan Satwa. Selama bulan April – Juni 2019, YTNTN telah melakukan kegiatan monitoring dan pengamanan habitat dan populasi gajah dengan cover area yang disurvey sebesar 193.365 Ha di wilayah Taman Nasional Tesso Nilo dan Giam Siak Kecil (GSK), dan SM Balai Raja 33.541 ha. Secara kumulatif, luas kawasan yang dimonitor telah mencapai 226.906 ha di 2 habitat prioritas yaitu Tesso Nilo dan GSK–Balai Raja. Pada bulan Juli-September 2019, tim patroli menemukan tanda keberadaan gajah di sebanyak 136 titik (berupa jejak, kotoran, kupasan, kerusakan, dan bekas lintasan). Di Desa Sungai Banyak Ikan Kec. Kelayang Kab. Inhu, tim berjumpa langsung dengan satu (1) ekor gajah jantan saat melakukan pengusiran bersama-sama dengan masyarakat. Selain gajah, tim patroli juga menemukan tanda keberadaan satwa lain yaitu jejak beruang 3 titik, jejak tapir 8 titik dan 1 titik perjumpaan langsung dengan burung elang. Selain temuan tanda keberadaan satwa, tim juga menemukan tanda ancaman terhadap habitnya, yaitu pembukaan lahan perkebunan sebanyak 17 titik, ilegal logging sebanyak 2 titik terdiri dari (1 titik camp illegal logging dan 1 titik kayu olahan jejnis papan) pada triwulan ini tidak dijumpai lagi temuan ancaman perburuan dan pemanfaatan satwa seperti jerat ataupun racun (laporan SMART Tesso Nilo terlampir).

• Khusus untuk tim monitoring di Giam Siak Kecil-Balai Raja, tim survey menemukan 16 titik perjumpaan langsung dengan gajah (Direct) yaitu blok GSK, di jumpai satu ekor gajah yang terpisah oleh kelompok nya di dusun Bedeng tepatnya perbatasan PT Arara abadi dan PT RAPP, berdasarkan pantauan tim patroli kondisi gajah sehat. Blok Balai Raja di jumpai (15 titik) yaitu kelompok gajah (2 gajah betina dewasa dan 1 anak). Tim The Threat Hunter (TTH), yang merupakan bagian dari Hipam dengan tugas utama memitigasi konflik satwa-manusia sekaligus sosialisasi pada masyarakat terkait pentingnya menjaga satwa, juga melakukan monitoring secara intensif terhadap 1 individu gajah jantan di blok Balai Raja. Tim juga menemukan tanda-tanda keberadaan/perjumpaan tak langsung (indirect) sebanyak 78 titik (berupa jejak, kotoran, tempat pakan, kupasan, kerusakan, dan bekas lintasan).

• Selain melakukan monitoring pergerakan gajah, tim patroli TTH juga melakukan upaya mitigasi konflik antara gajah dan manusia, Pada bulan Juli dan September 2019 tim patroli terlibat langsung dalam kegiatan mitigasi konflik bersama Tim yang terdiri dari BKSDA, YTNTN, WWF, Tim Elephant Flying Squad, RAPP dan masyarakat, konflik terjadi di beberapa Desa. Khusus di GSK tim TTH melakukan sosialisasi dan edukasi di 5 Desa yaitu Lubuk Jering, Tasik Betung, Bencah Umbai, Olak dan Dusun Bedeng. Desa-desa ini yang sering dimasuki oleh gajah liar atau rawan konflik. Untuk tahap awal sosialisasi dilakukan kepada setiap RT/RW dan Kades, serta masyarakat yang

Page 21: Six Monthly report - tfcasumatera.org

dijumpai setiap melakukan patroli. Sementara di Blok Balai Raja pada bulan September dilakukan 9 titik lokasi sosialisasi dan edukasi kepada beberapa 20 orang masyarakat yang dijumpai setiap berkegiatan, pekerja chevron dan juga sekolah, yang bertujuan untuk meminimalisir terjadinya konflik dimana habitat gajah di Balai Raja sangat dekat sekali dengan keberadaan manusia mulai dari perladangan, perkebunan, perusahaan sampai dengan akses jalan.

• Pengumpulan informasi mengenai kejahatan pada tumbuhan dan satwa liar (TSL) dengan menggunakan teknik investigasi. Tim investigasi telah mengidentifikasi pelaku-pelaku yang terindikasi terlibat jaringan perdagangan satwa liar dilindungi, baik itu di wilayah-wilayah yang menjadi fokus utama kegiatan investigasi Riau seperti ekosistem Tesso Nilo dan GSK maupun yang berada di Sumatera Barat dan Jambi. Pada periode ini, tim Wildlife Conservation Trust (WCT), sebuah lembaga lingkungan internasional yang berfokus pada perlindungan satwa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, menerima informasi dari tim TTH bahwa di GSK maupun Tesso Nilo tidak ditemukan adanya indikasi perburuan satwa liar, khususnya ancaman perburuan terhadap gajah-gajah di dalam kawasan GSK maupun Tesso Nilo. Namun demikian, tim WCT juga melakukan penelusuran atas informasi dugaan peredaran bagian tubuh satwa liar di luar kawasan GSK dan Tesso Nilo seperti:

1. Investigasi peredaran gading gajah di Pelalawan dimana tim WCT menemukan dugaan peredaran perdagangan gading gajah utuh seberat 17 Kg di ekosistem Tesso Nilo.

2. Investigasi Jaringan Penampung Trenggiling di Jambi. Hasil investigasi tim B di Provinsi Jambi menemukan terduga jaringan penampungan satwa liar yang berada di Tanjung Jabung, merangin dan kota Jambi, adanya 5 orang penampung satwa dilindungi.

3. Investigasi Kepemilikan Kulit Harimau di Pelalawan. Tim Investigasi WCT melakukan investigasi atas kepemilikan kulit harimau di pelalawan dengan ditemukan dua pelaku yang memiliki taring harimau berjumlah 4 buat, saat ini dilakukan pendekatan kepada pelaku untuk dapat menunjukan keberadaaan kulit harimau yang disembunyikan

4. Investigasi Peredaran Gading Gajah di Sumatera Barat. Tim Investigasi melakukan upaya pendekatan untuk mendapatkan infomasi terntang keberadaan gading gajah, diperkirakan berat gading gajah mencapai 50 kg dengan panjang 1 m, perantara yang sama juga menawarkan satu offsetan rusa hasil buruan yang bersal dari riau yang ditenggarai seberat 30 kg yang saat ini berada di Pranap.

5. Investigasi Kepemilikan Kulit Harimau Sumatera di Jambi. Tim Investigasi mendapatkan informasi melalui perantara koleksi rangkong gading mereka memiliki informasi ada kulit harimau yang siap dijual di jambi

6. Investigasi Jaringan Perdagangan Bayi Orangutan di Riau. Tim WCT melakukan investigasi akhir mengenai dugaan perdagangan bayi orangutan yang diindikasikan berada di Bukit 30 dan didapatkan informasi adanya aktifitas jual beli perdagangan satwa orang utan di dumai dan sudah ditangkapnya salah satu pelakunya ditangkap aparat 26 Juni 2019 di Dumai.

• Tim investigasi telah mengidentifikasi pelaku-pelaku yang terindikasi terlibat jaringan

perdagangan satwa liar dilindungi, baik itu di wilayah-wilayah yang menjadi foKus utama kegiatan investigasi Riau seperti ekosistem Tesso Nilo dan GSK maupun yang berada di Sumatera Barat dan Jambi. Pada periode ini, tim WCT menerima informasi dari tim TTH bahwa di GSK maupun Tesso Nilo tidak ditemukan adanya indikasi perburuan satwa liar, khususnya ancaman perburuan terhadap gajah-gajah di dalam kawasan GSK maupun Tesso Nilo. Sehingga, tim WCT melakukan penelusuran atas informasi dugaan peredaran bagian tubuh satwa liar, di luar kawasan GSK dan Tesso Nilo. Pada triwulan ini, tim WCT memonitoring 11 pemburu aktif, yang terdiri dari 9 pemburu harimau Sumatera dan 2 pemburu gajah di provinsi Riau dan Sumatera Barat. Di investigasi perdagangan dan jaringan kejahatan satwa liar dilindungi, tim WCT memonitoring 54 target yang terdiri dari; 25 perantara, 14 pengepul, 9 penampung, dan 6 pengrajin yang terindikasi melakukan praktek kejahatan terhadap satwa dilindungi yang tersebar di wilayah Riau, Sumatera Barat dan Jambi.

Page 22: Six Monthly report - tfcasumatera.org

2.3.2. KKI Warsi Tujuan yang hendak dicapai oleh KKI-Warsi sebagai mitra penerima hibah TFCA-Sumatera pada siklus hibah ini merupakan tindak lanjut dari program yang telah dilaksanakan pada periode sebelumnya dengan daerah sasaran kawasan Merangin, Bungo dan Solok Selatan. Khusus untuk wilayah kerja TFCA Sumatera di Provinsi Sumatera Barat, Gubernur telah mencadangkan kawasan seluas 250.000 – 500.000 untuk program perhutanan sosial dan telah masuk ke dalam RPJM Provinsi Sumatera Barat. Melalui berbagai skema pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat seperti Hutan Adat, Hutan Desa/ Nagari, KKI Warsi mendorong terjaminnya kelestarian kawasan konservasi dan penyangga seluas 56.587 ha di Blok MHA Marga Serampas Kabupaten Merangin, Blok Ekosistem Bujang Raba seluas 109.000 ha di dalamnya terdapat Koridor Rimba seluas 31.500 ha. Aktivitas yang dilakukan meliputi pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM), aplikasi sistem database pemetaan potensi ruang mikro secara spasial dan sosial berbasis GIS dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat berbasis PHBM di tiga cluster (Bujangraba, MHA Serampas dan Simancuang).

Bentang Alam TN Kerinci Seblat

Judul Proyek Pengelolaan Kolaboratif Pemegang Konsesi Mempertahankan Tutupan Hutan Tersisa, Memperkuat Perlindungan Keanekaragaman Hayati dan Meningkatkan Nilai Manfaat Pengelolaan Hutan berbasis Masyarakat di Lansekap TN Kerinci Seblat.

Durasi Proyek Mei 2018 - April 2021

Komitmen Rp 5.216.603.789

Persentasi Kegiatan 7,1%

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019 -

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp 1.708.740.950

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

33%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium KKI-WARSI secara garis besar adalah sebagai berikut:

• Kebijakan dan Penguatan Kelembagaan serta Perhutanan Sosial. Tim KKI Warsi telah memfasilitasi tersusunnya dokumen Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPH Kab. Bungo. Ekspose sudah di lakukan dan dinilai oleh KLHK pada tanggal 29 Agustus 2019. Salah satu rekomendasi yang dikeluarkan adalah terkait penetapan blok perlindungan pada areal Hutan Produksi yang memiliki keragaman satwa sebagai catatan perbaikan RPHJP pasca ekspose.

• Pengembangan Database. BAPPEDA Kabupaten Bungo terus didorong untuk menjalankan rencana lanjutan bersama yang telah disepakati bersama perwakilan 4 OPD (Dinas PMD, Bagian Tata Pemerintahan, Bagian Informasi dan Persandian Daerah dan Bappeda Bungo) untuk pengembangan database di Kabupaten Bungo.

• Perlindungan Satwa. Dari hasil pemasangan camera trap ditemukan berbagai spesies langka diantaranya Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Kucing Akar (Felis bengalis) dan Tapir (Tapirus indicus) dimana dalam dokumen Dokumen RPHJP KPH Kab. Bungo direkomendasikan sebagai blok perlindungan pada areal Hutan Produksi.

• Peningkatan Ekonomi Masyarakat. KKI WARSI memfasilitasi tersedianya legalitas dan penguatan badan usaha masyarakat. Di Jorong Simancuang, para petani organik difasilitasi

Page 23: Six Monthly report - tfcasumatera.org

untuk mengembangkan rencana usaha beras organik yang difasilitasi KKI-WARSI untuk mengembangkan kelembagaan usahanya. Berdasarkan rekomendasi tenaga ahli penyusun rencana usaha beras organik, petani seharusnya fokus pada menjaga kualitas organik dan menunjuk beberapa orang untuk melakukan perdagangan beras organik. Selain itu proyek memfasilitasi pertemuan LPHN Simancuang terkait KUPS, pada pertemuan tersebut pengurus LPHN bersepakat membentuk KUPS dengan fokus usaha beras organik. Berdasarkan diskusi pada petani organik dan LPHN Simancuang, maka bentuk kelembagaan usaha beras organik adalah KUPS Simancuang yang merupakan integrasi dari petani organik dengan Lembaga Pengelola Hutan Nagari di Jorong Simancuang, KUPS Simancuang telah terbentuk pada September 2019 dan mendapatkan pengesahan kelompok dari Wali nagari Alam Pauh Duo serta telah didaftarkan sebagai Kelompok Usaha Perhutanan Sosial di KPHL Hulu Batanghari.

• Terkait rencana usaha beras organik di Simancuang, tenaga ahli telah memberikan data dasar mengenai beras organik di Simancuang, dimana berdasarkan sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) Sumatera Barat, terdapat 8,9 Ha lahan sawah yang telah mendapatkan sertifikat organik untuk 19 orang petani. Total panen padi pada musim ini pada lahan 8,9 ha adalah 20,8 Ton, dimana 3,8 ton diantaranya untuk kebutuhan konsumsi 19 keluarga petani. Dengan demikian pada musim panen September – Oktober 2019 terdapat 17 ton beras organik yang potensial untuk dipasarkan pada musim panen ini.

2.3.3. Mitra Aksi Hibah kepada organisasi Mitra Aksi ini merupakan kelanjutan dan pengembangan proyek sebelumnya mengenai peningkatan produktivitas lahan-lahan kritis masyarakat untuk mengurangi tekanan terhadap kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat oleh masyarakat lokal. Tujuan proyek adalah konservasi lahan kritis seluas 1.076,32 hektar di 6 desa penyangga di kecamatan Jangkat melalui model intensifikasi dan diversifikasi agroforestri berbasis tataguna lahan. Proyek diharapkan akan berdampak pada perlindungan TNKS dan kawasan hutan adat/desa penyangga dari perambahan dan alih fungsi untuk dijadikan kebun oleh masyarakat dan pendatang. Kegiatan yang dilakukan meliputi penguatan tata kelola sumberdaya alam berbasis tataguna lahan; pengembangan model agroforestri serta pendampingan teknis intensifikasi lahan. Dengan kegiatan ini diharapkan potensi ancaman terhadap perambahan TNKS dan kawasan penyangganya dapat ditekan.

Bentang Alam Taman Nasional Kerinci Seblat

Judul Proyek Konservasi Penyangga Bentang Alam Kerinci Seblat Berbasis Tataguna Lahan di Kecamatan Jangkat, Merangin, Jambi

Durasi Proyek 1 Mei 2018- 31 Oktober 2020

Komitmen Rp 5.291.699.000

Persentasi Kegiatan 46,42 %

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019

Rp 1.299.639.750

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp 2.689.566.750

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

51%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium Yayasan Mitra Aksi secara garis besar adalah sebagai berikut:

Page 24: Six Monthly report - tfcasumatera.org

• Dukungan terhadap pengembangan kebijakan dan penguatan kelembagaan serta Perhutanan Sosial antara lain berupa: 1) Surat Keputusan Bupati Merangin mengenai Kawasan Pertanian Organik Terpadu seluas

2.193,12 ha di Kecamatan Jangkat sebagai payung hukum dalam pengelolaan, perlindungan dan konservasi kawasan penyangga TNKS telah ditandatangani Bupati Merangin pada tanggal 31 Oktober 2019;

2) Kesepakatan antar Kepala Desa terkait Perlindungan & Konservasi Kawasan Penyangga TNKS seluas 1.144,67 Ha telah ditandatangi oleh 6 Kepala Desa, yaitu Kepala Desa Renah Alai, Desa Pulau Tengah, Desa Koto Rawang/Lubuk Pungguk, Desa Muara Madras, Desa Koto Renah dan Desa Renah Pelaan pada tanggal 26 Juni 2019. Dari konsultasi dengan Biro Hukum Kabupaten Merangin, Dokumen Paraturan Bersama Antar Desa tidak bertentangan dengan peraturan diatasnya.

• Restorasi dan Rehabilitasi Bentang Alam. Sampai bulan Oktober 2019, dari total 157.496 bibit yang tersedia dengan jenis tanaman kopi, kayu manis, surian, jeruk dan apokat, telah ditanam sejumlah 144.068 bibit dan sisanya sejumlah 13.428 bibit dicadangkan untuk penyulaman pada lahan seluas 1.076,32 Ha sesuai dengan target rehabilitasi lahan kritis. Selain itu, ada penambahan luasan lahan rehabilitasi lahan kritis 7,08 Ha sehingga total lahan yang direhabilitasi adalah 1.083,4 Ha di enam desa.

• Sekolah lapang untuk melatih intensifikasi dan diversifikasi komoditas pertanian berkelanjutan sampai dengan bulan Oktober 2019 telah diikuti oleh 1.430 orang yang terdiri dari Laki – laki 357 petani dan Perempuan 1.073 petani. Setelah pelatihan, petani akan terus didampingi untuk pelaksanaannya.

• Peningkatan Ekonomi Masyarakat. Badan Usaha Milik Desa (BUM-Des) desa Renah Pelaan telah beroperasi dengan beberapa bidang kegiatan mulai dari unit usaha pupuk organik, pangan organik (beras), unit usaha pembibitan tanaman agroforest, unit usaha wisata alam, air bersih, perikanan, pengolahan komoditas unggulan (kopi), hingga pengembangan tenaga air (mikro hidro). Pemerintah Desa juga mendukung BUM-Des dengan menyediakan dana desa khusus untuk pembelian peralatan pengolahan kopi.

2.3.4. Forum Masyarakat Tesso Nilo (FMTN) Forum Masyarakat Tesso Nilo (FMTN) merupakan salah satu mitra strategis Balai TN Tesso Nilo yang beranggotakan perwakilan dari tokoh masyarakat di 22 desa sekitar kawasan taman nasional. Pada proyek di lanskap Tesso Nilo pada periode 2012 – 2017 ini, FMTN menjadi bagian dari Konsorsium Yayasan TN Tesso Nilo untuk mendukung eksistensi TN Tesso Nilo melalui kegiatan patroli berbasis masyarakat. Atas rekomendasi Balai TN Tesso Nilo, FMTN melanjutkan upaya pengamanan kawasan dan kapasitas tim patroli masyarakat di 3 desa, yakni Lubuk Kembang Bunga, Air Hitam, dan Situgal-Rambahan FMTN memfasilitasi kegiatan pelatihan, pembentukan tim dan mengawal kegiatan patroli berbasis masyarakat serta penyampaian temuan patroli ke pihak Balai TN Tesso Nilo.

Bentang Alam Taman Nasional Tesso Nilo

Judul Proyek Perlindungan Hutan Tersisa Melalui Patroli Perlindungan hutan oleh Masyarakat di Desa Lubuk Kembang Bunga, Air Hitam dan Situgal Rambahan.

Durasi Proyek 1 November 2018 – 31 Juli 2019

Komitmen Rp 187.000.000

Persentasi Kegiatan 55,5%

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019 Rp 160.920.000

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp 160.920.000

Page 25: Six Monthly report - tfcasumatera.org

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

86%

Pada periode Mei 2019 – Oktober 2019 kegiatan yang dilakukan FMTN hanya melaksanakan kegiatan dua kali patroli oleh tiga kelompok Masyarakat Mitra Polisi Hutan (MMP) masing-masing selama 9 hari setiap bulan di tiga desa yaitu Situnggal, Lubuk Kembang Bunga dan Air Hitam. Pada periode Mei – Juni 2019 dilaporkan adanya temuan kebakaran lahan di area mamahan, dan pembukaan jalan yang menggunakan alat berat, ekskavator di dalam kawasan. Patroli ini berhasil mengamankan kawasan dengan menurunkan perambahan di kawasan Tesso Nilo. 2.3.5. Konsorsium Sinergisitas Hijau (KSH) – ICS Proyek ini berfokus kepada perlindungan dan penyelamatan ruang jelajah Harimau Sumatera di TNKS melalui peningkatan produktivitas dan peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat nagari tepi hutan, kegiatan yang awalnya diusulkan selama tiga tahun, kemudian mitra yang bersangkutan perlu mengkaji dan menyiapkan kelengkapan proyek.

Bentang Alam Taman Nasional Kerinci Seblat

Judul Proyek Perlindungan dan Penyelamatan Ruang Jelajah Harimau Sumatera di TNKS melalui Peningkatan Produktifitas dan Nilai Tukar Masyarakat Nagari Tepi Hutan

Durasi Proyek 1 Juli 2019 – 31 Desember 2019

Komitmen Rp 2.595.525.000

Persentasi Kegiatan 38,88%

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019 Rp. 479.535.000

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp. 479.535.000

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

18 %

Implementasi proyek Konsorsium Sinergisitas Hijau (KSH) – ICS dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: 1. Tahapan Persiapan (Juli - Desember 2019). Dalam fase ini Administrator TFCA Sumatera

memberikan waktu selama 6 bulan untuk menyiapkan penguatan kelembagaan hutan nagari (LPHN), menyiapkan data awal mengenai kondisi dan pola pertanian di tepi hutan nagari serta petani yang melakukan usaha tani di wilayah tersebut (Nagari lubuk gadang selatan, lubuk gadang tenggara, lubuk gadang barat daya dan sako utara), tersedianya data awal mengenai kondisi dan pola pemasaran produk pertanian di 4 nagari pra intervensi proyek, dan tersedianya data awal dan hasil analisis pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat mengenai hubungan konservasi lingkungan dan mitigasi konflik Harimau - manusia sebagai referensi pengembangan metode dan materi pendidikan lingkungan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyiapkan fondasi pelaksanaan proyek agar memudahkan evaluasi terhadap capaian proyek. Kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium Sinergitas Hijau-ICS secara garis besar adalah sebagai berikut: • Konsorsium Sinergitas Hijau (KSH)–ICS melaksanakan aktivitas terkait pengembangan

Kebijakan dan Penguatan Kelembagaan serta Perhutanan Sosial. Pada semester ini telah disepakati SOP kelembagaan dan SOP keuangan LPHN Sako Utara Pasir Talang dan Lubuk Gadang Selatan yang menjadi pedoman LPHN. Selain itu, terbangunnya kesepamahaman pemerintahan nagari tentang LPHN dan hutan nagari dimana pemerintahan nagari memberikan

Page 26: Six Monthly report - tfcasumatera.org

peluang adanya recana kerja LPHN dimasukkan ke dalam RPJM Nagari tahun 2020 agar ada dukungan APB Nagari untuk kegiatan LPHN.

• Sebagai bagian dari persiapan proyek, telah dilakukan koordinasi dengan Wali Nagari Sako Utara Pasir Talang, Walinagari Lubuk Gadang Selatan, Walinagari Lubuk Gadang Barat, Walinagari Lubuk Gadang Barat Daya yangmenyepakatio untuk melakukan FGD. Penilaian (assesment) kelembagaan LPHN dilakukan bersama Kepala KPH Batanghari II dan Dinas Kehutanan propinsi, kelompok kerja Perhutanan Sosial, TNKS wilayah II dan BKSDA Sumbar. Hasilnya LPHN siap melanjutkan pengelolaan kawasan hutan dengan beberapa perbaikan manajemen. Rencana kerja LPHN juga telah dimasukkan dalam RPJM Nagari 2020.

2. Tahapan implementasi proyek (Januari 2020 - 30 Juni 2022). Kegiatan implementasi proyek baru akan dilaksanakan dimulai pada Januari 2020. 2.3.6. Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti (STP-Trisakti) Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti merupakan mitra baru yang bergerak di bidang pendidikan tinggi ekowisata dengan hibah dibagi dua bagian, yaitu pendanaan awal selama 8 bulandengan fokus kepada pengkajian pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di lansekap prioritas TFCA-Sumatera yang hasil kajiannya memberikan rekomendasi mengenai pengembangan ekowisata di beberapa tempat di bentang alam Taman Nasional Siberut. Bagian kedua merupakan proyek utama selama 2,5 tahun berupa rencana pengembangan ekowisata di kawasan penyangga Taman Nasional Siberut dengan luaran yang diharapkan adalah keterlibatan Pemerintah Kab Mentawai yang akan mengalokasikan anggaran untuk pengembangan ekosiwata dalam APBD Kabupaten, adanya ketersediaan produk ekowisata yang dikelola oleh Pokdarwis/masyarakat, dan adanya kemudahan untuk mengakses informasi dan tersedianya referensi mengenai produk ekowisata serta adanya transaksi jual-beli produk ekowisata.

Bentang Alam Taman Nasional Siberut

Judul Proyek Rencana Pengembangan ekowisata di Kawasan Penyangga Taman Nasional Siberut

Durasi Proyek 1 Juli 2019 – 30 Juni 2021

Komitmen Rp 3.161.800.131

Persentasi Kegiatan 3,8%

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019

Rp 72.124.060

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp 546.203.560

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

15%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh STP-Trisakti secara garis besar adalah sebagai berikut:

• Pada kegiatan tahap pertama yang dilakukan STP Trisakti dengan judul Pengembangan Ekowisata berbasis masyarakat dilansekap Prioritas TFCA Sumatera, saat ini sudah selesai dan telah dituangkan dalam hasil analisis laporan kegiatan.

• Sebelumnya, selama 6 bulan pertama pra kegiatan, aktifitas difokuskan pada kajian ekowisata di 7 bentang alam Sumatra. Dari 7 bentang alam ini, terpilih 2 bentang alam untuk dijadikan fokus kegiatan (TN Siberut dan TN Gunung Leuser), dan TN Siberut dijadikan sebagai prioritas pertama pelaksanaan kegiatan aktifitas pengembangan ekowisata. Anggaran yang dibutuhkan

Page 27: Six Monthly report - tfcasumatera.org

sebesar Rp. 546.203.560 selama delapan bulan dari Juli 2018 – Februari 2019 dan telah terserap 79%.

• Selanjutnya kegiatan tahap merupakan aktifitas Rencana Pengembangan Ekowisata di Kawasan Penyangga Taman Nasional Siberut. Pada fase kedua ini kegiatan difokuskan di TN Siberut dengan anggaran yang telah disetujui sebesar Rp. 3.161.800.133 selama 2 tahun dari Juli 2019 - 30 Juni 2021. Selama semester II 2019, kegiatan yang telah dilakukan antara lain sosialisasi di kantor Bappeda Tuapejat yang dihadiri oleh Pemerintah Kabupaten, Bappeda, Disparpora, Disdikbud, Taman Nasional Siberut, HPI, Industri Travel agent, dan media online dengan tujuan untuk menggali masukan atas rencana program pengembangan ekowisata di Siberut.

2.4. Bentang Alam Sumatra Bagian Selatan (TN Way Kambas, TN BBS, Siberut, TN Berbak-Sembilang)

2.4.1. Konsorsium Rimba Lestari (PKHS) Proyek ini mendukung perlindungan terhadap populasi dan habitat Harimau Sumatera di lanskap TN Bukit Tigapuluh, SM Kerumutan dan TN Way Kambas. Pada periode sebelumnya proyek ini telah berhasil mengidentifikasi estimasi sementara populasi harimau di ketiga lanskap melalui survei dan monitoring populasi menggunakan kamera jebak, namun untuk memperoleh data yang keseluruhan kegiatan ini masih dilanjutkan hingga akhir proyek. Selain pemutakhiran data populasi, proyek ini juga memfasilitasi kegiatan patroli secara rutin di masing-masing lanskap dan mendorong terbitnya panduan implementasi SRAK Harimau Sumatera di tingkat UPT TN Way Kambas dan TN Bukit Tigapuluh.

Bentang Alam Taman Nasional Way Kambas, Taman Nasional Bukit Tigapuluh, SM Kerumutan

Judul Proyek Perlindungan dan Pemantauan Populasi Harimau Sumatera di Taman Nasional Bukit Tigapuluh, S.M. Kerumutan dan Taman Nasional Way Kambas, Sumatera, Indonesia

Durasi Proyek 1 Juni 2017-31 Mei 2020

Komitmen Rp 8.541.362.484

Persentasi Kegiatan 73,7%

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019

Rp 1.177.646.000

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp 4.971.668.500

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

58%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium Rimba Lestari secara garis besar adalah sebagai berikut: • Konsorsium PKHS mengembangkan draft panduan pengelolaan dan konservasi harimau di

TNWK yang siap disahkan/ditandatangani oleh Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas. Finalisasi draf dokumen telah dilaksanakan oleh tim perumus pada tanggal 27 – 30 Mei 2019 di Aula Kantor Balai Taman Nasional Way Kambas berdasarkan masukan–masukan dari kegiatan lokakarya yang telah dilaksanakan sebelumnya. Selain itu dikembangkan juga Rencana Aksi yang mencakup riset, proteksi Harimau Sumatera, satwa mangsa dan habitatnya, kegiatan penyadar-

Page 28: Six Monthly report - tfcasumatera.org

tahuan, pembinaan habitat, pengembangan pangkalan data, kerjasama para pihak dan penggalangan dana (fundraising).

• Konsultasi publik tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Harimau Sumatera telah dilaksanakan di Hotel Grand Inna Padang pada tanggal 18 – 19 September 2019. Peserta konsultasi publik terdiri dari berbagai kalangan mecakup wakil-wakil pemerintah pusat dan daerah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta. Secara keseluruhan, kegiatan konsultasi publik SRAK Harimau Sumatra 2019-2028 dihadiri oleh 67 peserta dari 44 lembaga/instansi. Diskusi dipandu oleh fasilitator dan narasumber berdasarkan matriks SRAK Harimau Sumatra 2019- 2029. Hasil konsultasi publik diantaranya adalah telah disepakatinya rincian kegiatan, keterlibatan dan komitmen pemangku kepentingan yang tercantum pada draft SRAK Harimau Sumatra 2019-2029. Indikator ketercapaian untuk masing-masing parameter beserta pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya telah ditetapkan melalui diskusi bersama. Masukan dari peserta selama diskusi telah dipertimbangkan untuk penyusunan draft SRAK Harimau Sumatra 2019-2029 yang lebih lengkap, rinci, dan inklusif. Selanjutnya, untuk penyempurnaan draft SRAK Harimau Sumatera ini akan dilakukan konsultasi publik nasional dengan melibatkan para pihak di tingkat nasional.

• Perlindungan Satwa. Penguatan kapasistas staf PKHS dilakukan melalui pelatihan kegiatan monitoring populasi harimau dan satwa mangsanya. Pelatihan dengan materi sistem SMART dan kamera trap melibatkan 20 orang staf TNWK. Hasilnya sebanyak 16 orang (70%) dari 23 peserta telah memiliki kemampuan yang baik/meningkat dalam hal implementasi sistem SMART patrol dan pengelolaan data kamera trap yang merupakan elemen integral dan penting dalam kegiatan perlindungan dan monitoring populasi Harimau Sumatera dan hewan mangsanya.

• Pelatihan penyegaran tim patroli dan pemantauan populasi Harimau Sumatera di TNWK periode ke-2 telah dilaksanakan pada tanggal 4 – 6 Juli 2019 di Balai pertemuan Desa Labuhan Ratu VI, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur, Lampung dengan peserta berjumlah 32 orang dari TNWK dan LSM lokal. Pelatihan ini juga dilakukan dalam rangka mempersiapkan tim pelaksana kegiatan Sumatra-Wide Tiger Survey (SWTS) 2018 – 2019.

• Rincian aktivitas patroli dan pemantauan populasi Harimau sumatera di Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), SM Kerumutan dan TNWK adalah sebagai berikut: • Total Panjang jalur yang ditempuh adalah 934 km dengan rincian 164 km di TNBT, 310 km di

SM Kerumutan dan 460 km. Sedangkan luas cakupan area yang terintervensi adalah 32.380 ha dengan rincian 3.280 ha di TNBT, 6.200 ha di SM Kerumutan dan 22.900 ha di TNWK.

• Temuan tanda keberadaan Harimau Sumatera adalah 25 titik temuan dengan rincian 5 titik temuan di TNBT dengan estimasi populasi adalah 3 ekor, 4 titik temuan di SM Kerumutan dengan estimasi populasi adalah 2 ekor dan 16 titik temuan di TNWK dengan estimasi populasi adalah 1 ekor harimau Sumatera. Keberadaan hewan mangsa potensial harimau Sumatera juga masih menunjukkan tanda sehatnya habitat, dengan teridentifikasinya 7 jenis spesies yaitu Kijang, Sambar, Siamang, Beruk, Monyet, Kancil/Napu dan Owa ungko serta babi hutan.

• Perawatan sumber air minum bagi satwa liar di TNWK telah dilaksanakan dengan pembuatan 2 sumur bor di dalam kawasan TNWK yaitu di Dung C, Resort Margahayu, SPTN III Kuala Penet dan Rawa Misterius, Resort Way Kanan, SPTN I Way Kanan. Kedua sumur bor tersebut siap digunakan. Satu embung air dibangun di rawa Simpang PDI, Resort Margahayu, SPTN III Kuala Penet. Embung ini adalah embung kedua yang dibuat, setelah embung pertama di Simpang Kresek, Resort Margahayu, SPTN III Kuala Penet. Embung-embung sangat penting bagi penyediaan air minum dan kubangan satwa karena kondisi iklim Taman Nasional Way Kambas dengan bulan kering yang panjang.

• Telah dilakukan pemasangan dan dua kali pengecekan bak air minum satwa di 9 titik lokasi. Juga dipasang 3 unit kamera penjebak di 3 lokasi bak air, dengan hasil sementara diperoleh 16 spesies satwa diantaranya Beruang madu, Babi hutan, Kijang, Kancil/Napu, Kucing hutan, Beruk, Monyet, dan lainnya.

2.4.2. Yayasan Pendidikan Konservasi dan Lingkungan Hidup Indonesia (YPKLHI/YAPEKA) Proyek yang dilaksanakan oleh YAPEKA ini difokuskan pada pemberdayaan masyarakat yang diharapkan berdampak pada konservasi habitat Badak. Hal ini diasumsikan bahwa di daerah tersebut

Page 29: Six Monthly report - tfcasumatera.org

pelestarian habitat badak akan berhasil apabila mendapatkan dukungan dari masyarakat khususnya yang ada di sekitar kawasan. Proyek ini sangat penting untuk dapat dilaksanakan dengan penekanan kepada penegakan hukum dimulai dari desa yang ada perbatasan langsung dengan TN Way Kambas yang sejalan dengan peraturan pemerintah kabupaten. Kegiatan yang dilakukan antara lain penyusunan RPJMDes, pengembangan ekonomi di desa-desa yang berbatasan dengan TN Way Kambas, serta penyebaran informasi mengenai pentingnya usaha pelestarian habitat satwa kunci.

Bentang Alam Taman Nasional Way Kambas

Judul Proyek Pelestarian Habitat Badak Sumatra Melalui Peran Masyarakat Sekitar TN Way Kambas

Durasi Proyek Mei 2017 - April 2021

Komitmen Rp 5.169.779.600

Persentasi Kegiatan 51,72%

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019

Rp 899.234.700

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp 2.056.258.400

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

40%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium YAPEKA secara garis besar adalah sebagai berikut:

• Penguatan kebijakan. Seri kegiatan pelatihan tentang regulasi desa khususnya Peraturan Mendagri 114/2014 tentang perencanaan pembangunan desa telah dilaksanakan yang dihadiri oleh 50 peserta. Kegiatan ini dikaitkan dengan praktek pengembangan rencana pembangunan di tingkat desa yang merupakan desa penyangga kawasan konservasi.

• Pada upaya peningkatan kapasitas masyarakat, telah dilaksanakan FGD kedua untuk aktivitas penyadartahuan siswa-siswa Sekolah Dasar dan secara intensif diikuti 13 peserta. Pelatihan dan pembekalan telah dilaksanakan kepada anggota Himpunan Masyarakat Peduli Satwa dilindungi. Himpunan masyarakat ini yang diharapkan dapat bertindak sebagai ujung tombak pembinaan konservasi bagi masyarakat desa.

• YAPEKA telah mendorong pendekatan ekonomi dilakukan untuk peningkatan kesadaran dan kesejahteraan melalui pembuatan pembenihan lele. Pada saat panen, model pembenihan ini telah meghasilkan 12.500 ekor benih lele dan yang hasilnya dibagikan untuk kepentingan masyarakat. Sementara itu model pembuatan kompos telah melakukan inovasi dengan cara membuat pupuk kompos dengan kemasan kecil yaitu kemasan 10 kg dan telah dilakukan uji laboratorium untuk mendapatkan sertifikat standar nasional Indonesia/SNI. Pada periode ini peningkatan pengetahuan masyarakat dilakukan melalui pendampingan pembuatan leaflet untuk promosi di Desa Labuhan Ratu 6, Braja Luhur dan Sukorahayu. Pelatihan sudah dilakukan sebanyak 3 kali, dimana pelatihan ketiga ini diikuti 36 orang peserta dari desa Labuhan Ratu 7, Labuhan Ratu 9, Braja Yekti serta desa-desa dampingan TN Way Kambas (desa Rantau Jaya Udik II dan desa Braja Harjosari). Berdasarkan hasil pre-test dan post-test maka nilai rata-rata keterampilan peserta meningkat sebesar 14%.

• Konservasi melalui pendekatan agama, dilakukan dengan mengadakan Semiloka tentang perlindungan habitat Badak Sumatera dan Konservasi Taman Nasional Way Kambas bersama tokoh-tokoh agama di 6 desa (Labuhan Ratu 7, Labuhan Ratu 9, Braja Yekti, Labuhan Ratu 6, Sukorahayu dan Braja Luhur). Kegiatan diadakan pada 24 Juli 2019, di Aula pertemuan Hotel Yestoya, Way Jepara, Lampung Timur. Semiloka dihadiri oleh 37 peserta/ustadz dari 6 desa

Page 30: Six Monthly report - tfcasumatera.org

dampingan. Diharapkan para ustadz ini akan menyebarkan pendidikan konservasi melalui ceramah-ceramah agama dan pengajian maupun pada khotbah Jumat.

2.4.3. Konsorsium PILI-KPHP Pesanguan Bagi PILI, proyek ini adalah kali kedua mendapatkan hibah TFCA-Sumatera dan merupakan kelanjutan dan pengembangan proyek sebelumnya yang bertujuan bagi adanya perbaikan tata kelola TN Bukit Barisan Selatan di tingkat balai hingga resor yang lebih efektif, pulihnya ekosistem hutan dengan model restorasi hutan berbasis masyarakat dan berkembangnya unit usaha berbasis potensi lokal melalui skema kemitraan resor dan desa. Proyek ini diharapkan berdampak kepada peningkatan efektivitas pengelolaan di 3 resor Ulu belu, Way Nipah, dan Sekincau TNBBS seluas lebih kurang 33.078 Ha. Kegiatan utama yang dilakukan selama pelaksanaan proyek meliputi komponen kebijakan dan kelembagaan pengelolaan TNBBS, pemulihan ekosistem dan peningkatan ekonomi masyarakat.

Bentang Alam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

Judul Proyek Penguatan efektivitas pengelolaan kawasan melalui kemitraan resor dan desa di TNBBS

Durasi Proyek 1 Mei 2019 – 30 April 2022

Komitmen 4.174.915.000

Persentasi Kegiatan 33,3%

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019

Rp. 1.437.691.667

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp. 1.437.691.667

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

34%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium PILI-KPHP Pasanguan secara garis besar adalah sebagai berikut:

• Konsorsium PILI-KPHP telah menginisiasi pertemuan awal multi pihak yang melibatkan pejabat struktural dan fungsional TNBBS, WWF, Yabi, WCS, STP dan PILI-KPHP. Fokus kegiatan dititikberatkan pada pengoptimalan kerjasama di tingkat tapak dan penggalangan dukungan multipihak dalam pelaksanaan program konservasi di TNBBS.

• Serangkaian pelatihan need assesment dilakukan di 3 resor yakni Sekincau, Ulu belu dan Way Nipah. Para petugas dibekali pelatihan-pelatihan tematik terkait patroli yang dilaksanakan masing-masing satu kali di 3 resor. Hasil evaluasi yang dilakukan pada pra dan pasca pelatihan menunjukkan adanya peningkatan kemampuan petugas yang bertugas di Resor Sekincau 37,8%, Ulu Belu 27,59%, Way Nipah 24,66% dalam hal patroli kawasan taman nasional.

• Kajian penetapan zonasi kawasan dilaksanakan dengan menggunakan sumber dokumen primer maupun sekunder. Kajian ini melibatkan pihak Balai TNBBS, mitra dan PILI KPHP sebagai satu tim. Saat ini dokumen rancangan teknis penanaman (rantek) telah disahkan KLHK oleh untuk 2 resor yakni Resor Sekincau dengan luasan 43 ha dan Resor Ulu Belu 77 ha.

• Sosialisasi dokumen rantek restorasi hutan berbasis masyarakat ini dilaksanakan PILI-KPHP bersama TNBBS yang dihadiri oleh 25 peserta dari perwakilan WCS, WWF, Yabi dan STP-UNDP.

• Pertemuan tim kerja untuk restorasi diselenggarakan dan dihadiri oleh 18 orang dan telah ditetapkan1 SK tim kerja restorasi. Mekanisme tim kerja restorasi saat ini tengah disusun.

Page 31: Six Monthly report - tfcasumatera.org

• Telah dilaksanakan 3 kali survey potensi ekonomi sekaligus sosialisasi program di Desa Pesanguan. Rekomendasi 3 kelompok masyarakat yang akan dilibatkan dalam kegiatan PILI-KPHP telah diterima oleh pihak TNBBS dan ditujukan pada 3 kelompoik tani, yaitu kelompok tani Hutan Rimba Jaya (desa Sri Menanti), kelompok tani Hutan Tunas Mekar (desa Petai Kayu), dan kelompok pelestari hutan Pesanguan (desa Pesanguan).

• Sedang dilakukan studi pengembangan ekonomi baru di lokasi resor Ulu Belu dan Sekincau yaitu wisata alam berupa air terjun dan produksi madu.

2.4.4. KONSORSIUM UNILA-ALeRT Unila-Alert menjalankan program berdasarkan situasi konflik antara gajah dan manusia yang masih berlangsung secara sporadis sampai sekarang dan telah memberikan perspektif negatif masyarakat terhadap Gajah Sumatera karena telah banyak mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Program yang dijalankan oleh Konsorsium ini berfokus kepada pengembangan produk ekonomi kreatif dalam mendukung wisata yang berkelanjutan di dua desa penyangga dengan tujuan adanya produk jasa wisata yang berkelanjutan baik didalam maupun diluar kawasan oleh masyarakat di dua desa penyangga Taman Nasional Way Kambas, dan adanya perubahan persepsi dan sikap masyarakat terhadap pengelolaan kawasan Taman Nasional Way Kambas beserta gajah dan potensi konfliknya. Diharapkan persepsi masyarakat terhadap gajah secara gradual berubah menjadi positif dan masyarakat dapat “berdamai” dengan konflik.

Bentang Alam Taman Nasional Way Kambas

Judul Proyek Peningkatan Ekonomi Kreatif dan Pengembangan Ekowisata di Taman Nasional Way Kambas

Durasi Proyek 1 Juli 2019 – 30 Juni 2021

Komitmen Rp. 2.598.106.320

Persentasi Kegiatan 24,13%

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019

Rp. 971.558.091

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp. 971.558.091

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

37%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium UNILA-ALeRT secara garis besar adalah sebagai berikut:

• Capacity building. Pada semester ini telah dilakukan capacity building dan need assesment yang diikuti 11 peserta (pokdarwis desa Braja Harjosari, Unila dan perangkat desa). Sebagai tindak lanjutnya, dilaksanakan pula serial pelatihan penyusunan, pendampingan dan coaching clinic ekowisata yang bertempat di balai desa Braja Harjosari yang dihadiri oleh 33 peserta.

• Pengembangan ekowisata desa. Berbagai proses pemberdayaan masyarakat, pembentukan kelembagaan dan pelatihan untuk persiapan pengembagan wisata daerah secara terus menerus dilakukan. Sebuah acara focused grup discussion (FGD) untuk persiapan replikasi program wisata di desa Labuhan Ratu VII yang dihadiri oleh 14 peserta, telah berhasil dilaksanakan. Tim wisata desa Labuhan Ratu VII telah terbentuk melalui diterbitkannya surat keputusan dinas kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Lampung Timur Nomor: 800/19/14/SK/2014, tertanggal 12 Agustus 2014, tentang Pembentukan Pengurus Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Gerbang Way Kambas di desa Labuhan Ratu VII, Kec. Labuhan Ratu,

Page 32: Six Monthly report - tfcasumatera.org

Lampung Timur. Kegiatan needs assessment dilakukan pada pengurus tim wisata desa Labuhan Ratu VII yang diikuti oleh 8 peserta. Fasilitasi pertemuan Forum Ekowisata Way Kambas (FEWK) dilaksanakan untuk 34 peserta pada 16 September 2019, di Balai Desa Labuhan Ratu VII dengan agenda mengevaluasi kegiatan FEWK periode 2014-2018.

2.5. Non-Bentang Alam (Meliputi Seluruh Sumatera atau Bersifat Nasional) 2.5.1. Konsorsium FKH UGM-Vesswic Proyek yang berjudul “Peningkatan Kualitas Pengelolaan Gajah Sumatera Jinak di Sumatra” ini dikembangkan untuk menjawab tantangan konservasi gajah Sumatera ke depan dan mendukung pemerintah dalam upaya peningkatan populasi gajah Sumatera, khususnya untuk populasi gajah jinak binaan yang berada di Pusat Konservasi Gajah (PKG)/Pusat Latihan Gajah (PLG) di enam (6) Provinsi di Sumatera. Serangkaian kajian evaluasi pengelolaan gajah binaan telah dilakukan, termasuk menilai kembali standar operasional prosedur (SOP) pemeliharaan dan perawatan medis maupun kapasitas mahout serta dokter hewan. Melalui proyek ini, database medis (log book) bagi 230 gajah binaan telah tersedia dan terus diperbarui. Selain itu, berbagai pelatihan peningkatan kapasitas mahout dan dokter hewan juga sudah dilakukan dan sedang terus didampingi guna menjamin kesejahteraan gajah terpenuhi. Proyek ini pada akhirnya diharapkan dapat memberikan rekomendasi perbaikan pengelolaan gajah jinak di tingkat nasional agar pengelolaan di tingkat tapak menjadi lebih baik ke depan.

Bentang Alam Sumatera

Judul Proyek Peningkatan Kualitas Pengelolaan Gajah Sumatera Jinak di Sumatra

Durasi Proyek 28 bulan (Agustus 2017 - Nov 2019)

Komitmen Rp 4.046.700.170

Persentasi Kegiatan 75%

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019

Rp 440.399.400

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp 3.169.626.850

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

78%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium FKH UGM-Vesswic secara garis besar adalah sebagai berikut:

• Vesswic telah menyusun dan mendistribusikan buku “Panduan Teknis Keterampilan Perawatan Gajah Bagi Mahout” dan “Panduan Teknis Pelatihan Keterampilan Mahout untuk Mendukung Dokter Hewan dalam Melakukan Pengobatan Gajah”. Buku ini merupakan salah satu referensi penting sebagai panduan dalam pengelolaan gajah jinak. Dokumen panduan tersebut telah dicetak sebanyak 300 ekslemplar dan didistribusikan ke berbagai pihak terkait dengan perawatan gajah jinak.

• Peningkatan kapasitas dilakukan terhadap para mahout di Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC). Hasil pelatihan tersebut adalah adanya proses alih keahlian dari Mahout Senior (5 orang) kepada Kader Mahout (5 orang) melalui pendampingan intensif. Kader Mahout secara bertahap telah mampu menguasai keterampilan dasar dalam pemeliharaan gajah binaan, termasuk membantu dokter hewan dalam pelaksanaan tindakan medis; mahout dan kader mahout telah memahami pentingnya pola rotasi pengembalaan gajah binaan.

Page 33: Six Monthly report - tfcasumatera.org

Pembelajaran kegiatan ini kemudian dituangkan dalam terbitan berjudul “Konservasi dan Ekowisata Gajah: Sebuah Model dari KHDTK Aek Nauli”.

• Sampai saat ini total 118 ekor gajah binaan yang berada di 5 unit pengelolaan gajah provinsi Lampung, 4 unit pengelolaan gajah di Provinsi Sumatera Utara dan 7 unit pengelolaan gajah Provinsi Sumatera Selatan terkontrol kesehatannya dengan tindakan medis yang dilakukan oleh Tim Medis veteriner Vesswic secara reguler. Total 59 ekor gajah yang berada di 2 unit pengelolaan gajah di provinsi Riau, 2 unit pengelolaan gajah di provinsi Sumatera Utara ,3 unit pengelolaan gajah di provinsi Aceh, dan 1 unit pengelolaan gajah di provinsi Bengkulu terkontrol kesehatannya dengan tindakan medis yang dilakukan oleh Tim Medis veteriner Vesswic di Kuartal 6.

2.5.2 Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) Upaya untuk merevisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE) telah dilakukan sejak tahun 2003 dan semakin intensif pada periode 2015-2017, diantaranya melalui dukungan TFCA-Sumatera. Program ini merupakan lanjutan dari program “Mengawal Revisi UU 5/1990 Berbasis Pengetahuan & Pengalaman Para Pihak di Sumatera” yang telah selesai dilakukan oleh konsorsium FKKM dan POLIGG yang bersama-sama Tim penyusun lainnya telah menghasilkan draft RUU Konservasi Keanekaragaman Hayati (RUU KKH) versi KLHK pada periode 2014 - 2016 yang lalu. Awalnya, program ini diharapkan dapat membantu mempercepat pembahasan revisi UU 5/90 melalui strategi kolaboratif dengan Pemerintah dan DPR RI berdasarkan masukan dari para pihak khususnya yang terlibat dalam konservasi keanekaragaman hayati di Sumatera. Namun dalam perkembangannya, pembahasan RUU KKH oleh pemerintah diminta untuk ditunda pembahasannya dalam masa sidang DPR periode 2014-2019. Proyek ini kemudian diarahkan untuk fokus pada penyusunan ‘Rekomendasi Pembaharuan Penegakan Hukum Kejahatan Satwa dan Perusakan Kawasan Konservasi’ sebagai bahan advokasi pentingnya pembahasan materi RUU KSDAE untuk dilanjutkan oleh pemerintah dan DPR.

Bentang Alam Nasional

Judul Proyek Aksi Strategis dan kolaboratif dalam Mengawal Revisi UU No.5 Tahun 1990

Durasi Proyek 1 Mei 2018-31 Des 2019

Komitmen Rp. 1.096.100.000

Persentasi Kegiatan 50%

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019

Rp. 971.558.091

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp. 719.110.000

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Pada kuartal terakhir ini sudah dilaksanakan 1 kali strategi advokasi dan kampanye pembahasan RUU KKH dengan rapat internal yang dilaksanakan di kantor ICEL. Selain itu telah dilaksanakan 1 kali FGD tentang pertanggungjawaban pemulihan ekosistem dampak kejahatan konservasi dalam hukum Indonesia yang dihadiri oleh kelompok kerja konservasi, seperti KEHATI, Walhi, Auriga, Yiari, WWF, WCS, FKKM dan ICEL. Focused Group Discussion dan kunjungan lapangan yang melibatkan Tenaga Ahli DPR Komisi IV ke desa Renah Alai, kawasan penyangga TNKS juga telah dilakukan. Persiapan penulisan draft policy brief dan persiapan penulisan buku kapita selekta hukum konservasi KKH telah dimulai. Pada kuartal terakhir ini juga telah dipublikasi 4 ucapan terkait hari lingkungan hidup, 3

Page 34: Six Monthly report - tfcasumatera.org

publikasi kegiatan, 9 infografis tekait keanekaragaman hayati melalui facebook dan instagram dan 3 publikasi kegiatan terkait KKH di Newsletter. Telah dilaksanakan 2 kali pertemuan dengan pokja konservasi yang membahas strategi dengan DPR dalam mengawal kembali revisi RUU KKH yang dihadiri FKKM, ICEL, Kehati, WWF dan WCS. Organisasi ini juga telah mempublikasikan 2 artikel di website ICEL yaitu peranan ekosistem mangrove bagi kehidupan dan secercah harapan untuk KKH Indonesia. 2.6. Pendanaan TFCA-Sumatera untuk Spesies Terancam Punah 2.6.1. Badak Sumatera Pada tahun 2019, persiapan pendanaan hibah badak yang bersumber dari TFCA-3 difokuskan pada penyiapan kelembagaan dan proses-proses uji tuntas serta penguatan proposal, karena hibah yang akan diberikan merupakan hibah dalam jumlah yang paling besar diantara hibah-hibah yang pernah disalurkan oleh TFCA-Sumatera, dengan jumlah mendekati angka Rp. 100 milyar rupiah. Uji kelayakan dan uji tuntas dilakukan untuk menganalisis kesenjangan kesiapan organisasi, termasuk hubungan antara koordinator dan anggota konsorsium dalam mengelola program hibah TFCA-Sumatera sesuai dengan jumlah dana yang akan dikelola. Penilaian didasarkan pada tiga aspek yaitu legalitas dari struktur organisasi dan kelembagaan, sistem keuangan, dan kesiapan lembaga untuk mengimplementasikan proyek. Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, Administrator melakukan wawancara semi-struktural, inspeksi dokumen, pengamatan serta diskusi untuk umpan balik. Diharapkan pada awal 2020, program hibah badak dapat diluncurkan untuk melindungi sekaligus memenuhi target meningkatkan jumlah populasi badak di alam. 2.6.2. Gajah Sumatera Dalam pertemuan ke 29 Oversight Committee memutuskan untuk dapat mendukung konservasi gajah Sumatera dengan alokasi hibah (ear marking) sebesar US$ 2,5 juta. Dana ini akan digunakan untuk mengimplementasikan Rencana Tindak Mendesak (RTM) yang akan segera dilegalkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Diharapkan pada awal 2020 TFCA-Sumatera sudah dapat meluncurkan program hibah untuk gajah Sumatera sesuai dengan RTM dan keputusan Oversight Committee.

2.7. Fasilitator Wilayah Untuk membantu Administrator memonitor pelaksanaan program mitra penerima hibah dan menyelenggarakan peningkatan kapasitas serta memfasilitasi kemitraan dengan para pihak di tingkat lokal, TFCA-Sumatera memberikan hibah kepada lembaga yang bertindak sebagai fasilitator pendampingan pelaksanaan hibah di lapangan. Peningkatan kapasitas mitra, pengembangan kemitraan menjadi penting untuk mendukung performa pelaksanaan program hibah TFCA Sumatera dan menghasilkan dampak yang lebih nyata dari kegiatan yang telah direncanakan oleh setiap mitra. Pengembangan hubungan kemitraan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pelaksanaan proyek-proyek mitra karena lokasi proyek yang selalu berkaitan dengan pemangku kepentingan di daerah. Saat ini terdapat dua lembaga yang bertindak sebagai fasilitator wilayah, yaitu Leuser Conservation Partnership (LCP) yang mengawal mitra untuk kawasan Sumatera bagian utara dan SSS-Pundi Sumatera yang membantu mitra di wilayah tengah dan selatan Sumatra. 2.7.1. Leuser Conservation Partnership

Bentang Alam Seulawah Ulu-Masen, Kawasan Ekosistem Leuser- TN Gunung Leuser, DAS Toba Barat, TN Batang Gadis – Batang Toru, Hutan Dataran Rendah Angkola

Page 35: Six Monthly report - tfcasumatera.org

Judul Proyek Pendampingan, Monitoring dan Fasilitasi Mitra TFCA-Sumatera wilayah Sumatera bagian Utara (Jilid II)

Durasi Proyek 1 Desember 2018 – 30 November 2021

Komitmen Rp 3.656.296.800

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019

Rp. 357.916.400

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp 1.078.165.200

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

29%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Fasilitator Wilayah utara (LCP) secara garis besar adalah sebagai berikut:

• Pendampingan. Fasilitator Wilayah Utara melakukan kegiatan Pendampingan dan Asistensi

program dan keuangan kepada mitra TFCA Sumatera Regional Utara tentang review laporan dan kelengkapan laporan program dan keuangan untuk 6 mitra yakni 1) Konsorsium Orangutan Sumatera Lestari, 2) Konsorsium Barumun, 3) CRU Aceh, 4) Konsorsium Vesswic, 5) Konsorsium JMT-PEKAT dan 6) YEL serta melakukan bantuan teknis terkait pelaksanaan program mitra tersebut.

• Monitoring program. Kegiatan Seminar dan Lokakarya hasil kajian akhir dan kunjungan monitoring ke lokasi HKm Caritas di Kec. Humbang Hasundutan dan dusun Napasingkam; Kunjungan 3 lokasi restorasi OIC (Langkat, Bakongan dan Singkil), Kunjungan monitoring lapangan juga dilakukan di desa intervensi program konsorsium JMT PEKAT (Mandailing Natal) dan ke lokasi pemeriksanaan kesehatan gajah program Vesswic (Aek Nauli). Kegiatan kunjungan ke kantor mitra yang sudah tidak aktif namun masih belum menyelesaikan seluruh kewajibannya sehingga proyek belum dapat ditutup telah dilakukan yakni ke kantor TIME (Rantau Parapat), YEL (Medan) dan YLI (Medan) juga telah dilakukan untuk updating pelaksanaan program dan keuangan agar diketahui dan dapat diambil kebijakan atas tindakan penyelesaian kegiatan mitra.

• Kegiatan lain. Kegiatan lainnya adalah menghadiri undangan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pembahasan Qanun Tentang Perlindungan Satwa Liar oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Kegiatan diskusi dengan Dinas ESDM Propinsi Sumatera Utara terkait program kolaborasi para pihak dalam penyelamatan bentang alam Angkola di Kabupaten Madina dan Tapanuli Selatan terkait dengan kegiatan yang dilakukan oleh JMT Pekat. Selain itu Fasilitator Wilayah juga menghadiri undangan pembahasan RTRW oleh Dinas Sumberdaya Air Cipta Karya dan Tataruang Propinsi Sumatera Utara.

• Komunikasi dan Pengelolaan Pengetahuan. Komunikasi dan Pengelolaan Pengetahuan dikembangkan melalui pembaharuan website Leuser Conservation Partnership, serta melakukan peliputan program yang dilaksanakan oleh mitra. TFCA-Sumatera mendukung pembentukan forum jurnalis lingkungan Sumut dan Aceh dengan tujuan jurnalis semakin mengenal program TFCA Sumatera dan memberi dukungan terhadap upaya-upaya konservasi di Sumatera Utara dan Aceh serta berbagai kegiatan lainnya lewat pendekatan persuasif personal dan kelembagaan agar tercipta peluang publikasi dan diseminasi program TFCA Sumatra yang lebih mengena.

Page 36: Six Monthly report - tfcasumatera.org

2.7.2. SSS-Pundi Sumatera

Bentang Alam TN Kerinci Seblat, TN Tesso Nilo, TN Siberut-Kepulauan Mentawai, TN Berbak – Sembilang, Semenanjung Kampar-Kerumutan-Senepis, TN Bukit Tigapuluh, TN Bukit Barisan Selatan, TN Way Kambas

Judul Proyek Program Fasilitqasi Wilayahj TFCA-Sumatera Bagian Tengah dan Selatan

Durasi Proyek 1 Januari 2019 - 31 Desember 2021

Komitmen Rp 7.292.630.000

Pencairan dana Mei - Okt 2019 Rp 822.587.222

Pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

Rp 1.842.557.222

Persentasi pencairan dana sampai dengan Oktober 2019

25%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Fasilitator Wilayah Tengah dan Selatan (SSS-Pundi) secara garis besar adalah sebagai berikut: • Dalam rangka persiapan Fasilitator Wilayah Tengah – Selatan yang merupakan bagian penguatan

kelembagaan SSS Pundi Sumatera sebagai Regional Grant Making sudah dihasilkan rumusan dokumen call for proposal small grant TFCA-Sumatera Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) dan sudah dikoordinasikan dengan Administrator TFCA-S pada tanggal 19 Juli 2019 untuk dibahas bersama.

• Pelatihan bagi mitra baru untuk pengenalan sistem hibah TFCA-Sumatera dilakukan terhadap Konsorsium PILI – KPH Pesanguan, Konsorsium Sinergitas Hijau – ICS dan UNILA – Alert. Pelatihan meliputi pengelolaan keuangan, administrasi proyek, database dan penyusunan laporan. Selain itu diadakan pula pelatihan perpajakan untuk lembaga non-profit, baik bagi mitra lama maupun baru (YTNTN, PKHS, KKI-Warsi, Mitra Aksi, Yapeka, Konsorsium PILI–KPH Pesanguan, Konsorsium Sinergitas Hijau – ICS dan UNILA – Alert dengan narasumber dari instansi Perpajakan. Pada semester ini juga dilakukan pendampingan penajaman proposal bagi calon mitra Off-Cycle/Non-Siklus yaitu Repong Indonesia yang dilaksanakan di kantor Faswil Selatan pada tanggal 10 - 13 September 2019.

• Dukungan dan kerjasama para pihak dalam konservasi. Faswil tengah – selatan memfasilitasi tiga kali seri FGD dengan tema “Memperkuat Sinergi Para pihak Dalam Upaya Pengelolaan Bentang Alam di 3 Bentang Alam, yaitu TN Siberut (2 Mei), TN Bukit Barisan Selatan (3 Oktober) dan TN Tesso Nilo di Riau (18 Oktober). Melalui kegiatan ini para mitra maupun calon mitra dapat saling berbagi informasi terkait persoalan, tantangan, ancaman dan peluang konservasi kawasan.

• Dalam memperkuat inisiatif mitra wilayah tengah selatan, Fasilitator Wilayah Tengah Selatan juga melakukan dialog dengan para pihak, menyiapkan gerai produk mitra, melakukan persiapan kajian Mitra potensial dan opsi-opsi kelembagaan business dan memfasilitasi dukungan kegiatan festival/pameran seperti: Tiger Day 28-29 Juli 2019 di Kubu Perahu lampung Barat dan Liwa Fair 26-27 September 2019 di Lampung Barat

• Berkembangnya praktek-praktek terbaik dalam pengelolaan program TFCA Sumatera. Penyempurnaan mekanisme dan proses Monitoring, Evaluasi dan Pembelajaran (MEL) dilakukan melalui kegiatan berbagi bersama tim Administrator

Page 37: Six Monthly report - tfcasumatera.org

• Untuk membangun kepedulian dan peran serta generasi muda dalam upaya penyelamatan satwa liar di Sumatera, Fasilitator Wilayah Tengah – Selatan mengembangkan tema wildlife warrior yang berkorelasi langsung dengan Biodiversity Warrior yang telah lebih dahulu dibangun oleh KEHATI dan memfasilitasi penguatan kapasitas generasi muda dalam 3 rangkaian kegiatan yakni sosialisasi, training dan magang pada lembaga-lembaga konservasi yang secara khusus bekerja pada isu spesies. Kegiatan sosialisasi 3 diwilayah yaitu (1) Padang, bertempat di sekretariat KOMMA FP UNAND pada tangal 21 September 2019, (2) Jambi, bertempat di aula Fakultas Kehutanan Universitas jambi pada tanggal 28 September 2019, dan (3) Bandar Lampung, di Wisma Dahlia Universitas Lampung, pada tanggal 05 Oktober 2019. Ketiga agenda sosialisasi tersebut di ikuti kurang lebih 80 orang peserta di masing – masing lokasi kegiatan (Padang, Jambi & Lampung) dari unsur mahasiswa, kelompok Pencinta Alam/organisasi yang relevan, volunter pada organisasi pemerintah/non pemerintah dengan bidang kerja yang sesuai serta peserta kategori umum yang memiliki pengalaman/minat khusus pada isu satwa liar. Kegiatan sosialisasi juga menghadirkan narasumber dari BKSDA, mitra TFCA yang bergerak pada isu spesies, pihak universitas, Pengelola Biodiversity Warrior KEHATI dengan SSS-Pundi Sumatera sebagai moderator diskusi.

III. LAPORAN PENGELOLAAN KEUANGAN 3.1 Laporan Administrasi Hibah Sampai dengan Oktober 2019, TFCA-Sumatera telah menyalurkan dana hibah sebesar Rp. 105.429.043.614. Jumlah ini merupakan 68 % dari komitmen total sebesar Rp. 154.718.947.773 yang dibuat pada mitra yang tercatat masih aktif.

Tabel 1. Komitmen dan Transfer hibah untuk mitra aktif pada periode Mei – Oktober 2019

No Nama Lembaga Siklus Hibah

Komitmen Transfer Mei –

Okt 2019

Transfer sampai dengan Oktober

2019

Persentase transfer terhadap

komitmen Keterangan

1a. Yayasan Leuser Internasional (YLI)

SH 1 11.181.842.059

-

10.401.347.300 93% telah berakhir Apr 2019

1b. YLI-Badak SH 6 2.385.410.420

-

2.313.733.927 97% telah berakhir Jun 2018

2

PERKUMPULAN PENGEMBANGAN PARTISIPASI UNTUK RAKYAT (PETRA)

SH 1 6.678.852.000

-

6.635.982.000 99%

telah berakhir Nov 2018 tetapi belum mentransfer reimburse tahap akhir

3 YAYASAN EKOSISTEM LESTARI (YEL)

SH 2 6.548.795.000

-

6.153.462.500 94%

4 YAYASAN CARITAS

SH 4 4.844.772.500

-

4.701.033.785 97%

5 GENESIS SH 4 2.855.690.000

-

2.831.440.000 99%

6

KONSORSIUM BENTANG ALAM SEMBILANG SUMSEL (KIBASS)

SH 5 4.871.850.000

681.889.945

4.079.540.108 84%

7a CRU ACEH SH 6 3.747.485.040

309.840.690

3.127.942.590 83%

7b CRU ACEH (SS) SS 115.700.000

104.130.000

104.130.000 90%

Page 38: Six Monthly report - tfcasumatera.org

8

Konsorsium Orangutan Sumatera Lestari (YOSL)

SH 6 8.999.561.955

1.462.057.855

7.511.602.555 83%

9 Forum Konservasi Leuser (FKL)

SH 6 1.809.250.879

212.968.886

1.805.878.765 100%

10 Konsorsium Barumun

SH 6 3.247.987.608

892.757.484

3.167.221.092 98%

11 Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo (YTNTN)

SH 6 10.203.348.400

-

5.304.065.458 52%

12 Konsorsium Rimba Lestari (PKHS)

SH 6 8.541.362.484

1.372.767.208

6.344.435.708 74%

13 Yayasan Badak Indonesia (YABI)

SH 6 3.090.276.440

-

2.208.071.840 71%

14 FKH UGM-VESSWIC

SH 6 4.046.700.170

593.032.200

3.762.659.050 93%

15 KKI WARSI Off 5.216.603.789

822.554.439

2.531.295.389 49%

16 JIKALAHARI Off 1.541.890.940

35.000.000

1.294.010.940 84%

17 MITRA AKSI Off 5.291.699.000

-

2.689.566.750 51%

18

Yayasan Pendidikan Konservasi dan Lingkungan Hidup Indonesia (YPKLHI/YAPEKA)

Off 5.169.779.600

761.261.538

2.817.519.938 54%

19

Indonesia Center for Environmental Law (ICEL)

Off 1.096.100.000

376.990.000

719.110.000 66%

20 STP – Trisakti Off 3.708.869.500

423.800.000

970.003.560 26%

21 ALERT (SS) Off 161.973.000

-

161.973.000 100%

22 Forum Masyarakat Tesso Nilo (FMTN)

Off 187.000.000

21.030.000

181.950.000 97%

23 Jaringan Monitoring Tambang (JMT)

Off 1.215.910.000

647.355.000

1.042.537.500 86%

24a LCP Off 4.041.914.763

-

3.944.004.858 98%

24b LCP Off 3.656.296.800

357.916.400

1.078.165.200 29%

25a SSS PUNDI Off 5.997.470.000

-

5.871.657.913 98%

25b SSS PUNDI Off 7.292.630.000

822.587.222

1.842.557.222 25%

26 ICS (Sinergitas Hijau)

Off 2.595.525.000

479.535.000

479.535.000 18%

27 Pusat Informasi Lingkungan Indonesia

Off 4.174.915.000

1.437.691.667

1.437.691.667 34%

28 Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK)

Off 3.245.852.000

437.254.600

437.254.600 13%

29 SRI SH4 5.800.000.000

62.000.000

5.509.172.428 95% dana audit

30 Universitas Lampung (UNILA)

Off 2.598.106.320

971.558.091

971.558.091 37%

Page 39: Six Monthly report - tfcasumatera.org

31 YKSLI SH 6 1.072.532.906

22.000.000

996.932.880 93% dana audit

32 PETAI Off 7.484.994.200

-

- 0%

TOTAL 154.718.947.773 13.307.978.225 105.429.043.614 68%

Tabel 2. Total Komitmen hibah TFCA-Sumatera untuk seluruh mitra berbasiskan bentang alam dan non bentang alam serta nilai transfer yang disalurkan hingga Oktober 2019

NO BENTANG ALAM KOMITMEN HIBAH TRANSFER Mei -Oktober

2019

1 Kerumutan-Semenanjung Kampar-Senepis 6.495.375.940 35.000.000

2 Kawasan Hutan Batang Toru-TN Batang Gadis 15.925.752.608 954.757.484

3 Ekosistem Kerinci Seblat 32.891.828.689 1.302.089.439

4 Ekosistem Leuser dan TN Gunung Leuser 37.977.272.087 437.254.600

5 Kawasan Hutan Bukit Barisan Selatan 22.549.035.320 1.437.691.667

6 Sembilang – Berbak 10.120.775.000 681.889.945

7 TN Siberut dan Kepulauan Mentawai 8.467.509.140 423.800.000

8 Ekosistem Tesso Nilo 7.348.386.000 21.030.000

9 TN Bukit Tiga Puluh 4.659.380.000 -

10 TN Way kambas 19.864.173.920 1.732.819.629

11 DAS Toba Barat 14.308.971.700 -

12 Dataran Rendah dan Hutan Tropis Angkola 1.215.910.000 647.355.000

13 Hutan Warisan Ulu Masen/Seulawah 3.668.467.356 104.130.000

14 Fasilitator Wilayah 20.988.311.563 1.180.503.622

15 Non Landscape Based 7.852.150.170 970.022.200

TOTAL 214.333.299.493 9.928.343.586

Tabel 3. Total Komitmen hibah TFCA-Sumatera untuk seluruh mitra berbasiskan hibah spesies serta nilai transfer yang disalurkan

hingga Oktober 2019

NO KETERANGAN KOMITMEN HIBAH TRANSFER Mei -Oktober

2019

1 Spesies Badak 15.482.562.324 212.968.886

2 Spesies Gajah 15.482.738.846 331.840.690

3 Spesies Harimau 8.641.362.484 1.372.767.208

4 Spesies Orangutan 9.099.811.955 1.462.057.855

3.2 Posisi Kas pada Akun Pengalihan Utang (Debt Service Account)

Posisi kas dana TFCA-Sumatera pada akun pengalihan utang (Debt Service Account) di HSBC pada posisi hingga Oktober 2019 masing-masing untuk TFCA-1 dan TFCA-3 dapat

dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Page 40: Six Monthly report - tfcasumatera.org

Tabel 4. Posisi Dana pada sub-akun TFCA-1

Tabel 5. Posisi Dana pada Sub-Akun TFCA-3

3.3. Investasi Investasi dana diam (idle) TFCA-Sumatera di berbagai akun dilakukan oleh Trustee (HSBC) dalam currency US dollar atas perintah (instruksi) dari Ketua Oversight Committee. Sedangkan investasi dari dana yang diam (idle) di Akun Hibah dilakukan oleh Administrator sesuai dengan arahan Investment Sub-Committee dari Oversight Committee. Penempatan investasi diletakkan pada:

1. Rekening HSBC sebesar USD 7.000.000.

2. Deposito di BRI sebesar Rp 14.000.000.000 dengan tingkat suku bunga

6.00 % per tahun untuk periode 20 Januari 2019 – 20 Juni 2019. Pendapatan hasil investasi sampai dengan Oktober 2019:

1. Rekening FCA grant account Rp. 7,510,386,697.00

2. Rekening HSBC USD 470,257.01

PENERIMAAN (dalam US dollar) TFCA-1

Transfer dari Pemerintah Indonesia Bunga dari rekening DSA

29,921,500.22 191,006.93

Total penerimaan 30,112,507.42

PENGELUARAN

Transfer ke Grant Account, Management Account, Annual Trustee Fee, Remittance, Lain-lain

22,067,547.11

Dana yang diinvestasikan 7,000,000.00

Saldo pada DSA (HSBC) 1,044,960.31

PENERIMAAN (dalam US dollar) TFCA-3

Transfer dari Pemerintah Indonesia Bunga dari rekening DSA

9,834,687.21 279,250.08

Total penerimaan 10,113,250.08

PENGELUARAN

Transfer ke Grant Account, remittance, lain-lain 1,270,432.84

Saldo pada DSA (HSBC) 8,843,504.45