sampah
-
Upload
ci-tingtung -
Category
Documents
-
view
21 -
download
3
description
Transcript of sampah
-
JUNI 2012, VOLUME 4 NOMOR 2
187
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI BANTARAN
SUNGAI KALI NAGARA KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA
Akhmad Riduan
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Amuntai
Jl. Kuripan Murung Sari 54 Amuntai 71417
Abstrak: Garbage is a public issue completely unresolved despite the role of the
autonomous regional government have been involved. Hulu Sungai in the North, of
which waste management efforts hampered by low participation of the people
especially those living on the banks of the Sungai Kali Nagara. To that end, the
Office of Markets, Sanitation and City Planning of North Hulu Sungai need to
intensify dissemination through attachment stickers and billboards to participate
involving clerical roles/council study groups. Efforts to establish a village/sub-
district as a pilot project given litter-free zone should also be initiated in addition to
the race hygiene among rural/village by taking into account the availability of
facilities and infrastructure are monitored periodically. To be effective, it needs
coordination among related institutions and adequate budgetary support by the local
government.
Kata kunci: partisipasi masyarakat, pengelolaan sampah
PENDAHULUAN
Salah satu masalah yang dihadapi oleh
masyarakat modern adalah sampah sebagai
akibat dari pertambahan penduduk dan peru-
bahan pola konsumsi masyarakat sehingga
volume sampah dirasakan semakin hari sema-
kin banyak. Dibalik itu, persoalan sampah su-
kar dicarikan solusi efektifnya sebab acapkali
erat kaitannya dengan penyediaan sarana dan
prasarana kebersihan yang memadai oleh pe-
merintah selaku alat negara di samping faktor
lain seperti kebiasaan dan partisipasi masya-
rakat sendiri sebagai produsen utama sampah.
Usman (2003, 234) mengungkapkan, manu-
sia mempunyai kemampuan untuk merubah
dan memberi ciri pada lingkungan fisik atau-
pun lingkungan biologi. Diamond (Hartining-
sih, Kompas edisi 16 April 2009) menimpali,
penyebab kehancuran suatu bangsa pada ma-
sa lalu adalah musnahnya manusia karena de-
gradasi lingkungan dan sumber daya alam
yang parah, penyakit, perang antar negara,
maupun konflik karena elit politik terus-me-
nerus berebut kekuasaan.
Undang-undang Dasar Republik Indo-
nesia 1945 Pasal 28H ayat (1) memberikan
hak kepada setiap orang untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Oleh
karenanya pemerintah berkewajiban untuk
memberikan pelayanan publik berkenaan de-
ngan pengelolaan sampah ditunjang dengan
euforia. Otonomi daerah yang berarti kewe-
nangan luas telah diberikan kepada setiap pe-
merintah propinsi, kabupaten/kota. Di Kabu-
paten Hulu Sungai Utara yang memiliki luas
892,70 km2 atau 2,38 persen dari keseluruhan
luas wilayah Propinsi Kalimantan Selatan dan
80% diantaranya merupakan lahan rawa, upa-
ya pengelolaan sampah dibekali dengan Per-
aturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II
Hulu Sungai Utara Nomor 3 Tahun 1992 ten-
-
JURNAL SOCIOSCIENTIA KOPERTIS WILAYAH XI KALIMANTAN
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI BANTARAN SUNGAI KALI
NAGARA KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA
Akhmad Riduan
188
tang kebersihan, keindahan, dan kesehatan
Lingkungan serta Peraturan Daerah Kabupa-
ten Hulu Sungai Utara Nomor 13 Tahun 2005
tentang Retribusi Pelayanan Persampahan
dan Kebersihan. Namun, upaya tersebut dian-
taranya terkendala oleh rendahnya partisipasi
masyarakat di bantaran sungai Kali Nagara
dimana sebagian kawasan ini berada dalam
wilayah administratif Kecamatan Amuntai
Tengah yang berada di pusat kota dan meru-
pakan kawasan utama kegiatan pengelolaan
sampah. Secara kasat mata terlihat sampah
yang berhamburan dari karena tidak dibuang
pada tempatnya, tumpukan sampah baik di
bak sampah ataupun di tempat pembuangan
sementara (TPS) akibat pembuangan sampah
diluar jam yang ditentukan, tiadanya pemi-
lahan sampah ditingkat domestik (rumah
tangga), dan yang lebih memprihatinkan ada-
lah aktivitas pembuangan sampah ke sungai
tidak terkecuali di pasar Amuntai sendiri
yang persis berada di bantaran sungai. Hal ini
diperparah dengan pola pemukiman pendu-
duk yang umumnya mengikuti alur sungai
dan terkesan tidak tertata. Ironi semakin me-
lebar tatkala struktur masyarakat Kabupaten
Hulu Sungai Utara cenderung homogen dan
dikenal religius dengan banyaknya sentra ke-
giatan keagamaan tradisional maupun lem-
baga pendidikan agama dari tingkat dasar
hingga Perguruan Tinggi diberbagai sudut
kota Amuntai.
Partisipasi Masyarakat
Pembangunan masyarakat yang menu-
rut Ruopp (Ndraha, 1990, 101) ditekankan
untuk mengubah keadaan dari yang kurang
dikehendaki menuju keadaan yang lebih baik
ternyata sangatlah mensyaratkan adanya par-
tisipasi masyarakat sebagaimana telah dinya-
takan oleh banyak orang.
Bhattacharyya (Ndraha, 1990, 102) me-
nyebutkan partisipasi sebagai pengambilan
bagian dalam kegiatan bersama.
Mubyarto (Ndraha, 1990, 102) menya-
takan bahwa partisipasi kesediaan untuk
membantu berhasilnya setiap program sesuai
kemampuan setiap orang tanpa berarti me-
ngorbankan kepentingan diri sendiri.
Sumardi dan Evers (1982, 3) menga-
takan, partisipasi adalah ikut sertanya suatu
kesatuan untuk mengambil bagian dalam ak-
tivitas yang dilaksanakan oleh susunan kesa-
tuan yang lebih besar.
Dari beberapa definisi di atas, partisipa-
si masyarakat dapat diartikan sebagai keikut-
sertaan masyarakat dalam suatu kegiatan ber-
sama sesuai dengan kemampuannya masing-
masing untuk menunjang pencapaian tujuan
tertentu tanpa mengorbankan kepenting-an
diri sendiri. Lebih dari itu, partisipasi ber-
sangkut paut dengan tiga hal yakni mental
and emotional involvement (keterlibatan
mental dan emosi), motivation to contribute
(dorongan untuk memberikan sumbangan),
dan acceptance of responsibility (penerimaan
tanggung jawab) sebagaimana diungkapkan
Davis (Hurairah, 2008, 95). Sedangkan me-
nurut Kweit dan Kweit (Kumorotomo, 2001,
117) ada dua unsur pokok mengapa partisi-
pasi itu penting yakni bahwa sesungguhnya
rakyat sendirilah yang paling paham menge-
nai kebutuhannya dan adanya kenyataan bah-
wa pemerintahan yang modern cenderung se-
makin luas dan kompleks hingga birokasi
tumbuh membengkak diluar kendali.
Mengutip pendapat dari beberapa pakar
Barat, Ndraha (Hurairah, 2008, 96) menyim-
pulkan bahwa partisipasi masyarakat meliputi
beberapa kegiatan sebagai berikut:
a. Partisipasi dalam melalui kontak dengan pihak lain (contact change) sebagai satu
diantara titik awal perubahan sosial;
b. Partisipasi dalam memperhatikan/ menye-rap dan memberi tanggapan terhadap inf-
ormasi, baik dalam arti menerima (me-
naati, menerima dengan syarat maupun
dalam arti menolaknya);
-
JUNI 2012, VOLUME 4 NOMOR 2
189
c. Partisipasi dalam perencanaan pemba-ngunan termasuk pengambilan keputusan
(penetapan rencana);
d. Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan;
e. Partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan
(participation in benefit);
f. Partisipasi dalam menilai hasil pemba-ngunan.
Pengelolaan Sampah
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia
selalu bersentuhan dengan sampah terutama
sekali sampah rumah tangga. Kastaman dan
Kramadibrata (2007, 11) mengungkapkan,
dalam kegiatan kehidupan domestiknya, se-
tiap manusia memproduksi sejumlah sampah
dalam bentuk padatan dengan volume ruang
antara 3 s.d. 5 liter atau sekitar 1 s.d. 3 kg
sampah/hari, baik sampah organik (tinja, sisa
dapur, sisa makanan) maupun sampah anor-
ganik (kertas, plastik, kaca dan sebagainya).
Departemen Pekerjaan Umum menyata-
kan sampah adalah limbah yang bersifat pa-
dat, yang terdiri dari zat organik dan zat anor-
ganik, yang dianggap tidak berguna lagi dan
harus dikelola agar tidak membahayakan
lingkungan dan melindungi investasi pem-
bangunan.
Hakim, dkk. (2006, 1) menyatakan sam-
pah selalu identik dengan barang sisa atau ha-
sil buangan tak berharga. Meski setiap hari
manusia selalu menghasilkan sampah, manu-
sia pula yang paling menghindari sampah.
Sedangkan Rahman menerangkan, sampah
merupakan material sisa yang tidak diingin-
kan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah
merupakan konsep buatan manusia, dalam
proses-proses alam tidak ada sampah, yang
ada hanya produk-produk yang tak bergerak.
Sampah dapat berada pada setiap fase materi:
padat, cair, atau gas.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa sampah adalah barang sisa atau hasil
buangan dari masyarakat ataupun industri
yang dianggap tak memiliki guna lagi, baik
berbentuk padat, cair ataupun gas. Oleh Kas-
taman dan Kramadibrata (2007, 74), sampah
bersumber dari rumah tangga, daerah komer-
sial, institusi, sampah dari sisa-sisa konstruksi
bangunan, fasilitas umum, sampah dari hasil
pengolahan air buangan serta sisa-sisa pem-
bakaran dari incinerator, industri, dan sam-
pah pertanian.
Dewasa ini, upaya pengelolaan sampah
sangat penting sebab terdapat kebijakan stra-
tegis dari pemerintah berupa pendekatan pe-
ngurangan sampah dengan konsep Reduce,
Reuse, dan Recycle (3R) atau mengurangi,
menggunakan kembali, dan mendaur ulang
(3M) agar dapat tercapai program zero
waste pada tahun 2025. Berkaitan dengan
hal tersebut Kastaman dan Kramadibrata
(2007, 17) mengutarakan, input yang dibu-
tuhkan untuk pengelolaan persampahan ini
adalah manusia, peralatan, biaya, dan metode
pengelolaan yang saling berkaitan. Secara
implisit di sini ditegaskan peran pemerintah
sebagaimana ditandaskan Sadyohutomo
(2008, 133), penyediaan prasarana dan sarana
umum merupakan tanggung jawab pemerin-
tah karena menyangkut hajat hidup orang
banyak, baik untuk memenuhi kebutuhan po-
kok sehari-hari maupun kebutuhan sekunder.
Tanggung jawab tersebut menyangkut penye-
diaan dan pengaturan dalam pengelolaan pra-
sarana dan sarana. Di sisi lain upaya penge-
lolaan sampah membutuhkan koordinasi di
antara beberapa instansi terkait. Dikatakan
Nurcholis (2007, 271) dengan koordinasi ma-
ka arah, tujuan, dan tindakan yang akan dila-
kukan menjadi jelas. Koordinasi juga akan
menciptakan kesatupaduan tindakan dan me-
tode yang akan dipakai serta memperjelas
pembagian pekerjaan antar dinas dan lem-
baga teknis. Hal ini perlu diperhatikan secara
cermat sebab semakin meningkat kebutuhan
akan koordinasi semakin meningkat pula ke-
-
JURNAL SOCIOSCIENTIA KOPERTIS WILAYAH XI KALIMANTAN
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI BANTARAN SUNGAI KALI
NAGARA KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA
Akhmad Riduan
190
sukaran untuk melaksanakannya secara efek-
tif seperti diungkapkan Djatmiko (2003, 63).
Secara empirik, dalam pengelolaan
sampah peran masyarakat juga tidak bisa di-
kesampingkan sebab diakui Kastaman dan
Kramadibrata (2007, 18) masyarakat banyak
berperan dalam proses penempatan dan pe-
ngumpulan sampah sehingga memudahkan
dalam pemindahan, pengangkutan, penge-
lolaan, serta pemanfaatan dan pembuangan
sampah akhir yang selama ini ditangani oleh
pemerintah daerah. Oleh karenanya, didalam
Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II Hulu
Sungai Utara Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Kebersihan, Keindahan, dan Kesehatan Ling-
kungan Bab II Ketentuan Tugas dan Kewa-
jiban Pasal 3 telah disinggung bahwa masya-
rakat berkewajiban mewujudkan dan bertang-
gung jawab atas tertibnya kebersihan, kein-
dahan, dan kesehatan lingkungan terhadap
tanah bangunan dan pekarangan yang di-
miliki atau ditempati. Pada Peraturan Daerah
Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 13 Ta-
hun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Per-
sampahan dan Kebersihan Bab X Teknis Per-
sampahan Pasal 17 ayat (1) dan (2) dijelas-
kan:
(1) Waktu pembuangan sampah oleh masya-rakat dilakukan mulai pukul 20.00-07.00
wita.
(2) Pembuangan sampah sebagaimana di-maksud pada ayat (1) dilakukan dengan
membungkus dalam kantongan plastik
atau sejenisnya dan menempatkan pada
bak-bak sampah yang telah disediakan
atau di halaman rumah masing-masing
yang mudah dilalui mobil pengangkut
sampah atau gerobak sampah.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Daerah Tingkat II Hulu Sungai Utara Nomor
3 Tahun 1992 tentang Kebersihan, Keindahan
dan Kesehatan Lingkungan Bab III Ketentuan
Larangan Pasal 14 poin b juga ditegaskan
bahwa untuk menjaga kebersihan dilarang
membuang sampah dan atau barang-barang
sebagaimana dimaksud dalam Sub a pasal ini
di jalan-jalan umum, tempat-tempat umum,
saluran umum, sungai dan halaman atau pe-
karangan orang lain. Kemudian pada Pasal 19
poin a disebutkan bahwa untuk menjaga ke-
sehatan lingkungan dilarang membakar sam-
pah, kotoran-kotoran dan pengasapan rotan
dengan belerang di sembarang tempat.
Sebagai realisasi dari penerapan otono-
mi daerah, keberadaan Peraturan Daerah Ka-
bupaten Hulu Sungai Utara Nomor 13 Tahun
2005 tentang Retribusi Pelayanan Persam-
pahan dan Kebersihan merupakan instrumen
guna menopang pembiayaan pembangunan
daerah berbasiskan masyarakat. Dalam hal ini
penerimaan daerah dari retribusi sampah akan
turut mempengaruhi terhadap kapasitas pem-
biayaan daerah dimana kemampuan keuang-
an daerah ditentukan oleh adanya sumber
pendapatan daerah dan tingkat lukratifnya
sebagaimana dijelaskan Davey (Nurcholis,
2007, 175).
Pada Peraturan Daerah Kabupaten Hulu
Sungai Utara Nomor 13 Tahun 2005 tentang
Retribusi Pelayanan Persampahan dan Keber-
sihan Bab II Nama, Obyek dan Subyek Re-
tribusi Pasal 3 ditandaskan bahwa obyek
retribusi meliputi: (a) pengambilan dan pe-
ngangkutan sampah dari sumber ke TPA; (b)
pengambilan dan pengangkutan sampah dari
TPS ke TPA; (c) penyediaan TPS dan TPA;
(d) pengelolaan dan atau pemusnahan sampah
di TPA; (e) pelayanan kebersihan jalan
umum, drainase dan taman; (f) pelayanan ke-
bersihan pasar; (g) pelayanan kebersihan ter-
minal dan fasilitas umum lainnya; dan (h)
pelayanan persampahan untuk kegiatan in-
sidentil/pertunjukan.
Berkaitan dengan pemungutan retribusi
persampahan, pada Bab VIII Tatacara Pemu-
ngutan Retribusi Pasal 14 ayat (1) hingga
ayat (3) dijelaskan: (1) penunjukan petugas
persampahan oleh pemerintahan desa dan
kelurahan sekaligus sebagai petugas pemu-
ngut retribusi sampah; (2) pemungutan re-
-
JUNI 2012, VOLUME 4 NOMOR 2
191
tribusi sampah oleh petugas desa atau kelu-
rahan dikeluarkan dengan menggunakan do-
kumen resmi pemungutan yang dikeluarkan
oleh Dinas Pendapatan Daerah; dan (3) retri-
busi sampah yang dipungut oleh petugas per-
sampahan desa/kelurahan disetor kepada pe-
merintahan desa/kelurahan selanjutnya kepala
desa atau lurah atau petugas yang ditunjuk
menyetor hasil retribusi sampah ke kas dae-
rah melalui Dinas Pendapatan Daerah.
Adapun untuk mengantisipasi timbul-
nya resistensi dari masyarakat, pada Peratur-
an Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Hulu
Sungai Utara Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Kebersihan, Keindahan dan Kesehatan Ling-
kungan Bab V Ketentuan Pidana Pasal 21
ayat (1) dan (2) telah dijabarkan: (1) barang
siapa yang melanggar ketentuan-ketentuan
yang terdapat dalam Pasal 14, 15, 16, 17, 18
dan pasal 19 diancam dengan pidana kurung-
an selama-lamanya 1 (satu) bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 50.000,00 (lima pu-
luh ribu rupiah) dan (2) tindak pidana
sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini ada-
lah pelanggaran.
Sementara itu, dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 13
Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Per-
sampahan dan Kebersihan Bab XI Ketentuan
Pidana Pasal 20 ayat (1) sampai dengan ayat
(5) bahkan dijelaskan sebagai berikut: (1)
wajib retribusi yang tidak melaksanakan ke-
wajibannya sehingga merugikan keuangan
daerah diancam dengan pidana kurungan pa-
ling lama tiga bulan atau denda setinggi-ting-
ginya Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta ru-
piah); (3) pembuangan sampah yang dilaku-
kan tidak sesuai dengan ketentuan sebagai-
mana dimaksud dalam pasal 17 Peraturan
Daerah ini diancam dengan pidana kurungan
paling lama tiga bulan atau denda setinggi-
tingginya Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah); (4) pelanggaran terhadap ketentuan
larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal
19 Peraturan Daerah ini diancam dengan pi-
dana kurungan paling lama tiga bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah); (5) Tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2),
dan (3) adalah pelanggaran; dan (6) hasil pe-
negakan Peraturan Daerah ini berupa pemba-
yaran denda oleh terpidana merupakan pen-
dapatan daerah dan disetor ke kas daerah.
METODE PENELITIAN
Pendekatan kualitatif dalam penelitian
ini dipilih guna menganalisa permasalahan
berkenaan partisipasi masyarakat di bantaran
sungai Kali Nagara Kabupaten Hulu Sungai
Utara dalam pengelolaan sampah domestik
(rumah tangga). Cara ini ditempuh oleh kare-
na sifat permasalahan yang belum jelas, ber-
sifat holistik, kompleks, dinamis serta penuh
makna sebagaimana diungkapkan Wahyu
(2007, 50). Adapun jenis penelitian yang di-
gunakan bersifat deskriptif sebagaimana di-
mungkinkan dalam pendekatan kualitatif di
mana data diperoleh melalui observasi, wa-
wancara berdasarkan teknik purposive sam-
pling, dan studi dokumentasi.
Data yang telah terkumpul akan dianali-
sis melalui beberapa tahapan seperti disam-
paikan Miles dan Huberman (Wahyu dkk,
2007, 60) terdiri atas data reduction, data
display, dan conclusion drawing/verification
ditunjang dengan uji kredibilitas data melalui
perpanjangan pengamatan, meningkatkan ke-
tekunan, triangulasi, analisis kasus negatif,
penggunaan bahan referensi, serta member
check sebagaimana dikemukakan Sugiyono
(2009, 270).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan
Sampah
Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, upa-
ya pengelolaan sampah melalui Dinas Pasar,
Kebersihan dan Tata Kota meliputi empat ke-
-
JURNAL SOCIOSCIENTIA KOPERTIS WILAYAH XI KALIMANTAN
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI BANTARAN SUNGAI KALI
NAGARA KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA
Akhmad Riduan
192
camatan dari 10 kecamatan yang ada di Ka-
bupaten Hulu Sungai Utara yakni kecamatan
Amuntai Tengah, Amuntai Selatan, Amuntai
Utara, dan Banjang. Dari empat kecamatan
tersebut, kecamatan Amuntai Tengah yang
tepat berada di pusat kota menjadi kawasan
utama pengelolaan sampah dimana Sungai
Kali Nagara melintasi beberapa desa/kelurah-
an seperti Paliwara, Murung Sari, Kebun Sa-
ri, Tangga Ulin Hulu, Tangga Ulin Hilir Pa-
lampitan Hulu, Palampitan Hilir, Kota Raden,
dan Kembang Kuning. Kecamatan lainnya
yang merupakan kawasan pengelolaan sam-
pah adalah Alabio, Babirik, dan Danau Pang-
gang walaupun tidak dilakukan seintensif em-
pat kecamatan di atas yang cenderung lebih
mudah dijangkau oleh armada pengangkut
sampah.
Dengan melihat sampah domestik (ru-
mah tangga) di Kabupaten Hulu Sungai Utara
yang bervolume sekitar 80 m3/hari maka pe-
ran masyarakat harus diikutkan mengacu pa-
da beberapa alasan filosofis yang disampai-
kan Kweit dan Kweit (Kumorotomo, 2001,
117). Lagipula dalam Peraturan Daerah Ka-
bupaten Tingkat II Hulu Sungai Utara Nomor
3 Tahun 1992 tentang Kebersihan, Keindah-
an, dan Kesehatan Lingkungan Bab II Ke-
tentuan Tugas dan Kewajiban Pasal 3 telah
disinggung berkenaan dengan hal tersebut.
Sebelum diangkut ke Tempat Pembua-
ngan Akhir (TPA) Regional yang berlokasi di
Desa Tayur Kecamatan Amuntai Utara atau
sekitar 10 km dari Kota Amuntai untuk dipro-
ses lebih lanjut, sampah ditempatkan di bak-
bak sampah atau TPS yang secara dominan
disediakan oleh pemerintah daerah di bebera-
pa ruas tepi jalan dan di bantaran sungai atau
ditumpuk di tepi jalan karena ketiadaan bak
sampah atau TPS yang terdekat. Namun seba-
gian warga masyarakat masih suka mem-
buang sampah di luar jam yang ditentukan
sehingga sampah menumpuk setiap saat dan
sebagian lainnya membuang sampah dengan
cara ditumpuk disamping bak sampah semen-
tara bak sampahnya sendiri dalam keadaan
kosong. Adapun warga masyarakat yang ber-
mukim di bantaran sungai Kali Nagara keba-
nyakan membuang sampah ke sembarang
tempat atau ke sungai selain dengan cara
pembakaran dan penimbunan sampah. Feno-
mena demikian tentunya bertentangan dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai
Utara Nomor 13 Tahun 2005 tentang Re-
tribusi Pelayanan Persampahan dan Keber-
sihan Bab X Teknis Persampahan Pasal 17
ayat (1) dan (2) serta Peraturan Daerah Kabu-
paten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Utara
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Kebersihan,
Keindahan dan Kesehatan Lingkungan Bab
III Ketentuan Larangan Pasal 14 poin b dan
Pasal 19 poin a.
Pembuangan sampah yang tidak meng-
indahkan ketentuan dapat menyebabkan ter-
hambatnya penciptaan lingkungan Kabupaten
Hulu Sungai Utara yang baik dan sehat sebab
salah satu faktor dasar dalam pengelolaan
sampah adalah pewadahan sampah mengacu
Kastaman dan Kramadibrata (2007, 17).
Guna memudahkan aktivitas peman-
faatan sampah di tingkat akhir melalui sistem
controlled landfill, kegiatan pemilahan sam-
pah basah dan kering di tingkat domestik ten-
tunya akan sangat membantu efisiensi kerja
Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Untuk keperluan ini pemerintah setempat te-
lah menyiapkan TPS yang disekat secara ter-
pisah dalam satu wadah di beberapa lokasi
agar pemilahan sampah oleh warga masya-
rakat termasuk yang bermukim di bantaran
sungai menjadi lebih mudah namun sampah
secara umum ternyata masih bercampur aduk
yang mengindikasikan tiadanya pemilahan
sampah. Walaupun begitu, pemilahan sampah
terlihat dilakukan oleh para pemulung yang
biasanya beroperasi pada waktu malam se-
hingga relatif membantu dalam pemilahan
sampah namun sayangnya tidak dirapikan
kembali. Rendahnya partisipasi masyarakat
dalam menopang penyelenggaraan pengelola-
-
JUNI 2012, VOLUME 4 NOMOR 2
193
an sampah terlihat jelas padahal pemilahan
sampah diakui dapat memudahkan proses pe-
ngumpulan sampah seperti diungkapkan Kas-
taman dan Kramadibrata (2007, 17). Dilain
pihak, baik di dalam Peraturan Daerah Ka-
bupaten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Utara
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Kebersihan,
Keindahan dan Kesehatan Lingkungan mau-
pun Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Su-
ngai Utara Nomor 13 Tahun 2005 tentang
Retribusi Pelayanan Persampahan dan Keber-
sihan tidak diatur secara eksplisit berkaitan
dengan pemilahan sampah sehingga merepot-
kan instansi terkait ketika mengimplemen-
tasikannya.
Sebagai realisasi dari penerapan otono-
mi daerah, keberadaan Peraturan Daerah
Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 13
Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Per-
sampahan dan Kebersihan merupakan instru-
men guna menopang pembiayaan pemba-
ngunan daerah berbasiskan partisipasi masya-
rakat sebagaimana terlihat pada Bab II Nama,
Obyek dan Subyek Retribusi Pasal 3.
Melalui hal tersebut, efektivitas kegiat-
an pengelolaan sampah di Kabupaten Hulu
Sungai Utara dapat tercapai dan partisipasi
masyarakat dapat pula ditumbuhkan di mana
tarif retribusi telah disusun secara terperinci
mengacu pada Undang-undang Republik In-
donesia Nomor 34 Tahun 2000. Akan tetapi
retribusi sampah tidak berjalan baik dimana
selama tahun 2011 atau tepatnya bulan Ja-
nuari, Maret, Mei, Juni, dan Agustus dike-
tahui retribusi sampah yang dapat dipungut
masing-masing hanya berjumlah Rp
400.000,00 per bulan sementara di bulan Fe-
bruari, April, dan Juli malah tidak ada sama
sekali. Kondisi demikian kontraproduktif de-
ngan Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Su-
ngai Utara Nomor 13 Tahun 2005 tentang
Retribusi Pelayanan Persampahan dan Keber-
sihan Bab VIII Tatacara Pemungutan Retri-
busi Pasal 14 ayat (2) yang secara tegas me-
nyatakan hal tersebut. Artinya, partisipasi
masyarakat dalam bentuk iuran uang yang
dikatakan Sulaiman (Hurairah, 2008, 103) be-
rada dalam derajat yang rendah sehingga ti-
dak mampu menopang anggaran kegiatan pe-
ngelolaan sampah oleh pemerintah kabupaten
Hulu Sungai Utara yang cukup kecil sebagai-
mana misalnya terlihat pada DPA Satuan
Kerja Perangkat Daerah Dinas Pasar, Keber-
sihan dan Tata Kota tahun 2011 yang ber-
jumlah Rp 1.521.990.000,00. Dengan kata
lain, penerimaan daerah dari retribusi sampah
yang minim turut mempengaruhi terhadap
kapasitas pembiayaan daerah sebagaimana
dijelaskan Davey (Nurcholis, 2007, 175).
Melihat kenyataan di atas, nampak se-
kali rendahnya partisipasi masyarakat di Ka-
bupaten Hulu Sungai Utara dalam kegiatan
pengelolaan sampah khususnya mereka yang
bermukim di bantaran sungai Kali Nagara
termasuk di sini pengetahuan praktis peng-
olahan sampah. Realitas demikian menunjuk-
kan adanya kesamaan dengan hasil penelitian
Darmawisata di Kabupaten Kotabaru pada ta-
hun 2007, Lembaga Penelitian Universitas
Padjadjaran Bandung di Kabupaten Tasikma-
laya pada tahun 2008 dan penelitian Akhmad
Riduan di Kecamatan Martapura Kabupaten
Banjar pada tahun 2010. Artinya, peran ma-
syarakat dalam pengelolaan sampah yang di-
tonjolkan Kastaman dan Kramadibrata (2007,
18) belum terwujudkan. Lantas, partisipasi
masyarakat dalam rangka menunjang proses
pembangunan yang ditekankan Ndraha (Hu-
rairah, 2008, 96) otomatis juga belum terca-
pai. Hal ini tidak lain dipicu oleh rendahnya
tingkat kepedulian masyarakat seperti di-
ucapkan Davis (Hurairah, 2008, 95).
Faktor-faktor Terkait Partisipasi Masya-
rakat dalam Pengelolaan Sampah Kegiatan pengelolaan sampah di Kabu-
paten Hulu Sungai Utara melibatkan banyak
pihak terutama masyarakat selaku produsen
sampah terbesar dalam bentuk sampah do-
mestik. Dalam konteks partisipasi masyara-
-
JURNAL SOCIOSCIENTIA KOPERTIS WILAYAH XI KALIMANTAN
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI BANTARAN SUNGAI KALI
NAGARA KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA
Akhmad Riduan
194
kat, teridentifikasi beberapa faktor sebagai
berikut:
1. Sosialisasi Kegiatan pengelolaan sampah di tingkat
lokal yang dipayungi dengan Peraturan Dae-
rah Kabupaten Tingkat II Hulu Sungai Utara
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Kebersihan,
Keindahan, dan Kesehatan Lingkungan dan
Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai
Utara Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Retri-
busi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan
menuntut adanya sosialisasi kepada masyara-
kat luas. Sosialisasi dimaksudkan agar nilai-
nilai yang terkandung dalam Peraturan Dae-
rah benar-benar membumi dalam kehidupan
masyarakat.
Sementara ini sosialisasi ditempuh se-
cara konvensional dalam bentuk penyuluhan
masyarakat dan pengadaan papan reklame di
lokasi-lokasi strategis. Akan tetapi, sebagian
warga masyarakat masih membuang sampah
diluar jam yang ditentukan disamping tia-
danya pemilahan sampah di tingkat domestik.
Ditambah lagi dengan aktivitas pembuangan
sampah ke sungai/sembarang tempat dan
pembakaran sampah. Ringkasnya, kegiatan
pengelolaan sampah ditingkat masyarakat ter-
kendala sosialisasi yang belum menyentuh
semua lapisan dan jarang dilakukan semen-
tara substansi papan reklame hanya sekedar
himbauan secara umum tidak berbeda dengan
hasil penelitian Akhmad Riduan di Kecama-
tan Martapura Kabupaten Banjar pada tahun
2010. Kondisi demikian patut disayangkan
karena sosialisasi merupakan salah satu jalan
untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat
dalam pandangan Hurairah (2008, 104).
2. Sarana dan Prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana ke-
bersihan yang memadai turut berdampak bagi
terwujudnya kebersihan lingkungan di Kabu-
paten Hulu Sungai Utara. Secara umum sara-
na dan prasarana kebersihan tersebut terdiri
atas bak sampah, TPS, TPA, serta armada
dan peralatan kerja yang diperlukan dalam
siklus pengelolaan sampah formal yang dije-
laskan Kastaman dan Kramadibrata (2007,
17).
Saat ini ketersediaan bak sampah dan
TPS belum memadai sehingga turut meng-
hambat efektivitas pengumpulan sampah oleh
pemerintah daerah setiap hari terutama di ka-
wasan bantaran sungai Kali Nagara yang
hampir tidak terlihat bak sampah ataupun
TPS. Minimnya gerobak sebagai armada
pengangkutan sampah dari rumah ke bak
sampah atau TPS di kawasan yang tidak ter-
lewati oleh dump truk seperti halnya di ban-
taran sungai Kali Nagara juga merupakan
biang persoalan sehingga pembuangan sam-
pah oleh masyarakat tidak mengikuti keten-
tuan yang ada. Penelitian yang dilakukan
Darmawisata di Kabupaten Kotabaru pada
tahun 2007, Lembaga Penelitian Universitas
Padjadjaran Bandung di Kabupaten Tasikma-
laya pada tahun 2008, dan penelitian Akhmad
Riduan di Kecamatan Martapura Kabupaten
Banjar pada tahun 2010 menunjukkan hal
yang sama dimana salah satu penghambat
dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah
adalah sarana dan prasarana yang kurang me-
madai. Seyogyanya hal ini diperhatikan seca-
ra cermat sebab sarana dan prasarana meru-
pakan input yang berperan penting dalam ke-
giatan pengelolaan sampah seperti disebutkan
Kastaman dan Kramadibrata (2007, 17). Wa-
laupun penyediaan sarana dan prasarana di-
mungkinkan dari instansi lain atau masya-
rakat, dalam hemat Sadyohutomo (2008, 133)
tanggung jawab pemerintah tidak bisa dike-
sampingkan.
3. Koordinasi Dalam rangka pengelolaan sampah se-
cara baik dan sehat di Kabupaten Hulu Su-
ngai Utara yang didukung dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Hulu
Sungai Utara Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Kebersihan, Keindahan, dan Kesehatan Ling-
-
JUNI 2012, VOLUME 4 NOMOR 2
195
kungan serta Peraturan Daerah Kabupaten
Hulu Sungai Utara Nomor 13 Tahun 2005
tentang Retribusi Pelayanan Persampahan
dan Kebersihan, peran pemerintah daerah
menjadi begitu penting. Oleh karenanya, di-
butuhkan peran banyak instansi dari tingkat
kabupaten hingga desa/kelurahan guna meng-
arahkan dan memfasilitasi kegiatan pengelo-
laan sampah terutama di Kecamatan Amuntai
Tengah, Amuntai Selatan, Amuntai Utara,
dan Banjang. Urgensinya, koordinasi mutlak
diperlukan merujuk pendapat Nurcholis
(2007, 271). Namun, koordinasi antar instansi
pemerintah nampaknya mengalami kendala
terutama di tingkat kecamatan dan desa atau
kelurahan serta dalam upaya penegakan Pera-
turan Daerah persis seperti dicemaskan Djat-
miko (2003, 63). Hasil penelitian dari Lem-
baga Penelitian Universitas Padjadjaran Ban-
dung di Kabupaten Tasikmalaya pada tahun
2008 dan Akhmad Riduan di Kecamatan
Martapura Kabupaten Banjar pada tahun
2010 pun menunjukkan hal yang sama.
PENUTUP
Sampah merupakan salah satu permasa-
lahan publik yang sulit dipecahkan tanpa
menghadirkan partisipasi masyarakat sebagai
produsen sampah terbesar. Walaupun regulasi
ditingkat lokal cukup memadai namun seba-
gaimana di daerah lain pengelolaan sampah
di Kabupaten Hulu Sungai Utara juga terken-
dala oleh rendahnya partisipasi masyarakat
terutama yang bermukim di bantaran sungai
Kali Nagara baik dalam hal pembuangan
sampah, pemilahan sampah maupun pemba-
yaran retribusi sampah sehingga berdampak
pada tidak optimalnya kegiatan pengelolaan
sampah. Lebih jauh, realitas tersebut berkait-
an dengan beberapa hal yakni sosialisasi
kebersihan yang tidak efektif, sarana dan
prasarana kebersihan yang tidak memadai,
serta koordinasi antar instansi yang didera
fragmentasi organisasi.
Menyikapi hal tersebut, Dinas Pasar,
Kebersihan dan Tata Kota Kabupaten Hulu
Sungai Utara sebagai leading sector perlu
mengintensifkan penyuluhan masyarakat.
Sebagai sarana sosialisasi, dapat dilakukan
penempelan stiker pada rumah warga dan re-
desain himbauan pada papan reklame yang
ada selain penambahan jumlah papan reklame
itu sendiri. Memanfaatkan struktur masyara-
kat yang cenderung homogen dan agamis,
peran ulama/majelis talim dapat diikutserta-kan dalam sosialisasi kebersihan disertai de-
ngan hadirnya staf Dinas Pasar, Kebersihan
dan Tata Kota. Di sisi lain, perlu dibentuk de-
sa/kelurahan tertentu sebagai pilot project ka-
wasan bebas sampah untuk kemudian mele-
bar ke kawasan lainnya. Perlombaan keber-
sihan antar desa/kelurahan untuk meningkat-
kan kepedulian masyarakat terhadap kebersi-
han lingkungan juga perlu digalakkan. Agar
lebih efektif, ketersediaan sarana dan prasa-
rana kebersihan mesti diperhatikan dan dimo-
nitoring secara berkala. Akan semakin elok
bilamana koordinasi antar instansi terkait da-
pat diretas dengan memutus structural-gap
dan egoisme sektoral yang tidak produktif
bersamaan dengan dukungan anggaran yang
memadai oleh Pemerintah Daerah setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawisata, 2008. Kinerja Kantor Tata Ko-
ta dalam Pengelolaan Sampah di Kabu-
paten Kotabaru. Tesis pada Pascasar-
jana UNLAM Banjarmasin. Tidak diter-
bitkan.
Djatmiko, Yayat Hayati, 2003. Perilaku Or-
ganisasi. Alfabeta, Bandung.
Hakim, Memet, dkk., 2006. Mencari Solusi
Penanganan Masalah Sampah Kota.
Makalah disajikan dalam Lokakarya
Pengelolaan Sampah Kota dalam Revi-
talisasi Pembangunan Hortikultura di
Indonesia Kerjasama Fakultas Pertanian
UNPAD dan Direktorat Hortikultura
-
JURNAL SOCIOSCIENTIA KOPERTIS WILAYAH XI KALIMANTAN
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI BANTARAN SUNGAI KALI
NAGARA KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA
Akhmad Riduan
196
Departemen Pertanian Republik Indo-
nesia. Bandung.
Hartiningsih, Maria, 2009. Kependudukan,
Kunci Masa Depan, Kompas,16 April
2009, hal 1.
Hurairah, Abu, 2008. Pengorganisasian dan
Pengembangan Masyarakat: Model dan
Strategi Pembangunan Berbasis Kerak-
yatan. Humaniora, Bandung.
Kastaman, Roni dan Kramadibrata, Ade
Moetangad, 2007. Sistem Pengelolaan
Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu).
LPM Universitas Padjadjaran. Huma-
niora, Bandung.
Kumorotomo, Wahyudi, Etika Administrasi
Negara. Rajawali Pers, Jakarta.
Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran
Bandung, 2008. Kajian Sistem Penge-
lolaan Sampah Terpadu di Kabupaten
Tasikmalaya.http://www.tasikmalayaka
b.go.id, diakses 10 Agustus 2009.
Ndraha, Taliziduhu, 1990. Pembangunan
Masyarakat: Mempersiapkan Masyara-
kat Tinggal Landas. Rineka Cipta, Ja-
karta.
Nurcholis, Hanif, 2007. Teori dan Praktik
Pemerintahan dan Otonomi Daerah.
Grasindo. Jakarta.
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat
II Hulu Sungai Utara Nomor 3 Tahun
1992 tentang Kebersihan, Keindahan
dan Kesehatan Lingkungan.
Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai
Utara Nomor 13 Tahun 2005 tentang
Retribusi Pelayanan Persampahan dan
Kebersihan.
Rahman, Apria, 2008. Pengertian Sampah
Kebersihan Lingkungan. http://www.
kebersihan lingkungan. comze.com, di-
akses 26 Agustus 2009.
Riduan, Akhmad, 2010. Implementasi Kebi-
jakan Pengelolaan Sampah di Kecama-
tan Martapura Kabupaten Banjar (Stu-
di Berdasarkan Peraturan Daerah Ka-
bupaten Banjar Nomor 19 Tahun 2007
tentang Kebersihan Lingkungan). Tesis
pada Pascasarjana UNLAM Banjarma-
sin. Tidak diterbitkan.
Sadyohutomo, Mulyono. 2008. Manajemen
Kota dan Wilayah: Realita dan Tan-
tangan. Bumi Aksara, Jakarta.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuanti-
tatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta,
Bandung.
Sumardi, Muljanto dan Evers, Hans-Dieter,
1982. Sumber Pendapatan, Kebutuhan
Pokok, dan Perilaku Menyimpang. Ra-
jawali Pers, Jakarta.
Usman, Sunyoto, 2003. Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat. Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
Wahyu dkk., 2007. Pedoman Penulisan Kar-
ya Ilmiah. FKIP Unlam, Banjarmasin.