RENCANA STRATEGIS€¦ · adalah hasil dari serangkaian masalah tata kelola yang kompleks:...

20
MEMPERCEPAT REFORMA AGRARIA MELALUI PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYELESAIAN KONFLIK YANG INDEPENDEN DI INDONESIA RENCANA STRATEGIS CONFLICT RESOLUTION UNIT INDONESIA BUSINESS COUNCIL FOR SUSTAINABLE DEVELOPMENT

Transcript of RENCANA STRATEGIS€¦ · adalah hasil dari serangkaian masalah tata kelola yang kompleks:...

  • MEMPERCEPAT REFORMA AGRARIA MELALUI PEMBENTUKAN LEMBAGA

    PENYELESAIAN KONFLIK YANG INDEPENDEN DI INDONESIA

    RENCANASTRATEGIS

    CONFLICT RESOLUTION UNITINDONESIA BUSINESS COUNCIL

    FOR SUSTAINABLE DEVELOPMENT

  • Mempercepat Reforma Agraria melalui Pembentukan Lembaga Penyelesaian Konflik

    yang Independen di Indonesia1

    LATAR BELAKANGPerluasan sektor kehutanan dan perkebunan baru-baru ini di Indonesia telah mengintensifkan konflik penggunaan lahan dan pengelolaan sumber daya, yang telah menciptakan peningkatan kesadaran akan konsekuensi sosial, ekonomi, dan lingkungan dari konflik ini. Dalam survei nasional baru-baru ini tentang Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), para direktur menyoroti konflik perambahan hutan, perselisihan tenurial, konflik batas, dan tantangan yang sulit untuk mengatasi pembalakan liar dan pembukaan lahan. Memang, kegagalan kebijakan dan peraturan nasional terkait dengan pengelolaan hutan dan sumber daya di Indonesia adalah hasil dari serangkaian masalah tata kelola yang kompleks: yurisdiksi yang saling bertentangan atau tumpang tindih, proses perencanaan tata ruang yang kurang memadai, penekanan historis pada ekstraksi sumber daya yang cenderung ke investasi perusahaan skala besar, prosedur perizinan dan perizinan yang tidak terkoordinasi, dan kurangnya kejelasan tentang hak tradisional atau akses hukum ke tanah untuk masyarakat lokal. Masalah-masalah ini semakin diperparah oleh lemahnya penegakan hukum dan akuntabilitas, dan korupsi yang meluas.1

    Tantangan pengelolaan penggunaan lahan mencakup perselisihan lokal, konflik penggunaan lahan yang lebih luas, atau kasus-kasus pengelolaan lahan yang memerlukan penyelesaian peradilan sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang relevan. Istilah “agraria”2 lebih umum digunakan ketika merujuk pada sengketa berbasis lahan ini, karena hal ini menggarisbawahi pandangan bahwa konflik ini tidak semata-mata di sektor pertanahan, tetapi melibatkan masalah pengelolaan sumber daya yang lebih luas3.

    Reformasi Agraria dianggap sebagai prioritas tinggi untuk agenda reformasi nasional Indonesia. Pada tahun 2001, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI) mengeluarkan TAP MPRRI No. IX/MPRRI/2001 tentang Reformasi Pengelolaan Agraria dan Sumber Daya Alam, yang bertujuan untuk mengatasi konflik agraria dan menangani dua masalah terkait, yaitu ketidaksetaraan dalam penguasaan tanah dan alam. sumber daya, dan degradasi lingkungan yang parah. Keputusan MPR memperkuat pandangan bahwa penyelesaian konflik agraria tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan implementasi reformasi agraria, dan bahwa penyelesaian konflik

    1 Lihat,interalia,Yasmi,Y.etal.,2012.ThestruggleoverAsia’sforests:anoverviewofforestconflictandpotential implications for REDD+, International Forestry Review Vol.14 (1), 2012, and Jurgens, E., et al. 2013. Integrating Communities into REDD+ in Indonesia. Working Paper. Washington, DC: PROFOR.

    2 Istilah“agraria”mengacupadabahasadalamPrinsip-PrinsipDasardanKetentuan-ketentuanHukumAgrariaDasar No.5 / 1960 yang menggambarkan “agraria” sebagai tanah, air dan ruang, termasuk sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, dalam wilayah Republik Indonesia. Indonesia (Pasal 1 angka 2).

    3 PercepatanPenyelesaianKonflikAgrariadalamKonteksReformasiAgrariaBerbasisHakAsasiManusia.KertasPosisi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM) 2017 - 2018.

  • 2Rencana Strategis Conflict Resolution Unit (CRU)Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD)

    ini dipandang sebagai cara untuk menyelesaikan hak kepemilikan individu, dan pada saat yang sama menawarkan keadilan redistributif kepada warga.4

    Sebuah studi BankDunia yang diterbitkan pada tahun 2014melaporkan bahwahampir 25 juta hektar dari semua kawasan hutan yang ditunjuk - lebih dari 20 persen dari total area hutan, yang mencakup hampir 20.000 desa - berada dalam konflik karena persaingan klaim hukum.5 Studi yang lebih baru telah menjelaskan biaya ekonomi dan sosial dari konflik ini, baik untuk perusahaan yang berinvestasi di perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri, serta kepada individu dan masyarakat yang berada di jalur perkembangan ini. Sebuah studi tahun 2017 tentang biaya konflik di sektor kelapa sawit menyimpulkan bahwa “biaya kumulatif konflik sosial adalah signifikan, undervalued dan dapat menimbulkan risiko serius terhadap pengembalian investasi.” 6Biaya langsungkonflik iniberkisarantaraUSD70.000hinggaUSD2.500.000per lokasi,setaradengan65%dari totalbiayaoperasionalperhektar,atau132%daribiayainvestasitahunanberdasarkanbasisperhektar.Laporaninijugamencatatbahwabiayatidakberwujud,atau“tersembunyi”(mis.,Kerusakan reputasi, pengulangan atau peningkatan konflik, kekerasan terhadap properti,dankekerasanterhadaporang)berkisarantaraUSD600.000hinggaUSD9.000.000 per peristiwa konflik. Demikian pula, sebuah studi tentang biaya konflik pada masyarakat menghitung biaya minimum tingkat rumah tangga yang tidak dapatdireduksi sebagaiakibatkonflikpadaUSD2,795.00per rumah tanggapertahun,denganangkayangsedikitlebihtinggi(USD3,456,00/tahun)untukrumahtangga petani kecil yang berpartisipasi dalam program plasma.7

    Dalam konteks perubahan iklim, konflik lahan dan sumber daya alam merupakan kontributor penting bagi ketidakpastian tenurial yang telah menyebabkan cepatnya penggunaan lahan / perubahan tutupan lahan dan deforestasi. Mengingat fakta bahwa Indonesia adalah penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia, dan bahwa emisi ini sebagian besar terkait dengan sektor kehutanan, kekhawatiran ini telah menempatkan praktik pengelolaan hutan Indonesia di bawah pengawasan global yang meningkat. Oleh karena itu penyelesaian konflik tanah dan sumber daya alam yang efektif bukan hanya merupakan faktor kunci dalam mencapai tujuan nasional pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan, tetapi juga merupakan elemen penting dalam mencapai target pengurangan emisi Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) untuk kesepakatan iklim Paris.8

    4 Ibid.

    5 WorldBank,2014.TowardsIndonesianLandReforms:ChallengesandOpportunities.AReviewoftheLandSector(ForestandNon-forest)inIndonesia,WorldBank,Jakarta.

    6 Barreiro,V.etal.,2017.TheCostofConflictinOilPalminIndonesia,Daemeter,Bogor.

    7 R.Y.Zakaria,etal.2017.StudiBiayaKonflikTanahdanSumberDayaAlamdariPerspektifMasyarakat,IndonesiaBusinessCouncilforSustainableDevelopment,Jakarta.

    8 Undang-undangNo16Tahun2016tentangRatifikasiParisAgreement-UNFCCC.

  • Mempercepat Reforma Agraria melalui Pembentukan Lembaga Penyelesaian Konflik

    yang Independen di Indonesia3

    Rencana pembentukan badan nasional untuk menyelesaikan konflik agraria dan sumber daya alam telah didorong oleh, antara lain, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan beberapa organisasi masyarakat sipilyang mengadvokasi reforma agraria dan pelestarian lingkungan. Konsep dan struktur yang diusulkan untuk badan semacam itu, termasuk rancangan dokumen hukum, telah diserahkan kepada dua presiden sebelumnya dan kepada Presiden Joko Widodo saat ini, tetapi rekomendasi ini belum mendapat tanggapan resmi. Namun demikian, di berbagai daerah di Indonesia, sejumlah inisiatif penyelesaian konflik telah dibentuk, termasuk Desk Resolusi Konflik (DRK) Kabupaten Kapuas Hulu,KalimantanBarat,danSatuanTugasuntukPercepatanPenyelesaianResolusiKonflikAgraria(SP2KA)diKabupatenMusiBanyuasin,SumateraSelatan.Beberapalembaga nasional, seperti Kementerian Urusan Agraria dan Perencanaan TataRuang/BadanPertanahanNasional(KATR/BPN)danKementerianLingkunganHidupdanKehutanan(KLHK)jugatelahmembentukdirektoratkhususuntukmenanganikonflik pengelolaan agraria dan sumber daya alam di sektor-sektor tersebut.

    Pada 16 Mei 2016, Presiden Joko Widodo mengadopsi reforma agraria sebagai bagian dari Rencana Kerja Pemerintah 2017, sebagaimana diartikulasikan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 45/2016. Perpres menguraikan lima program prioritas terkait reformasi agraria: (1) Memperkuat kerangka peraturan untuk menyelesaikan konflik agraria; (2) Peningkatan peraturan terkait kepemilikan tanah dan reforma agraria; (3) Kepastian hukum dan legalisasi tanah; (4) Pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan dan produksi; dan (5) Implementasi kelembagaan dari reforma agraria pusat dan daerah.

    Di sisi lain, sektor swasta semakin menyadari perlunya menciptakan model bisnis yang lebih inklusif.9 Conflict Resolution Unit (CRU), sebuah inisiatif dari KamarDagang dan Industri (KADIN), didirikan untuk meningkatkan iklim investasi berbasis lahan dan sumber daya alam melalui upaya untuk mengurangi risiko yang terkait dengankonflik ini.CRUdidirikanpadatahun2015dandiinkubasimelaluiDewanBisnis Indonesia untuk Pembangunan Berkelanjutan atau Indonesia BusinessCouncil for Sustainable Development (IBCSD), untuk menjadi lembaga layananmediasi di Indonesia, memberikan dukungan yang efektif, independen dan dapat diandalkan untuk menyelesaikan konflik pengelolaan lahan dan sumber daya alam. CRUmemberikan dukungan untuk lima upaya program yang berbeda: (1)Mempromosikan mediasi sebagai pendekatan yang efektif untuk menyelesaikan konflik pengelolaan lahan dan sumber daya alam; (2) Memberikan sumber informasi yang dapat dipercaya tentang mediasi konflik-konflik ini, sambil mendorong pendekatan manajemen yang lebih berkelanjutan; (3) Mensponsori penelitian yang tepat waktu dan analisis masalah yang terkait dengan konflik pengelolaan

    9 APINDO&GiZ.2016.FromCSRtoInclusiveBusiness.APINDO.Jakarta,Indonesia.48pp.

  • 4Rencana Strategis Conflict Resolution Unit (CRU)Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD)

    lahan dan sumber daya; (4) Memberikan dukungan untuk upaya reformasi regulasi melalui mediasi kebijakan publik; dan (5) Mengembangkan model kelembagaan yang berkelanjutan untuk penyediaan layanan mediasi.

    Dengan dukungan dana dari Unit Perubahan Iklim Inggris (UKCCU), CRU telahselama tiga tahun terakhir menciptakan fondasi organisasi yang kuat dengan Tim Eksekutif yang efektif, kepemimpinan tingkat nasional, staf profesional, dan sistem manajemen internal untuk mengelola kasus-kasus konflik di seluruh Indonesia. Selamaperiode2016hingga2019,CRU(bekerjadengan11mediatorprofesional,dibantu oleh 36 pekerja magang) telah mengelola total 56 kasus di sektor kehutanan dan perkebunan, dan di berbagai lokasi - Jambi, Kalimantan Barat, KalimantanSelatan, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa TenggaraBarat,danPapua.Dari56kasusini,23kasusberhasildiselesaikan,denganpihak-pihak menandatangani perjanjian untuk menghentikan konflik. Dua puluh dua kasus di Sulawesi Tenggara telah meningkat dari konflik tenurial berbasis lokasi antara masyarakat dan perusahaan perkebunan kelapa sawit menjadi mediasi kebijakan publik penuh, karena tumpang tindih dalam penunjukan ruang antara sektor transmigrasi dan kehutanan. Penerima manfaat dari resolusi ini termasuk masyarakat dari 37 desa, 15 organisasi petani, dua organisasi masyarakat adat, tiga perusahaan kelapa sawit, dan tujuh pemegang konsesi hutan.

    TantanganyangkinidihadapiCRUadalahmengembangkandesainyangtepatuntukmembentuk badan yang benar-benar independen dan tidak memihak yang berfokus pada resolusi konflik lahan dan sumber daya alam berangkat dari pengalaman dan pembelajaran yang berkembang ini untuk. CRU tetap berkomitmen padatujuan untuk menyelesaikan konflik agraria yang sedang berlangsung, sementara juga berkontribusi pada upaya nasional untuk mendapatkan kejelasan yang lebih besar atas hak-hak tanah dan memastikan pengelolaan lahan yang luas secara berkelanjutan saat ini mengalami konflik.

    Di antara tujuan Presiden Joko Widodo selama masa jabatan keduanya adalah untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam ekonomi global melalui peningkatan iklim investasi. Upaya yang dipercepat untuk menyelesaikan konflik agrariadan sumber daya alam adalah salah satu prasyarat untuk mencapai tujuan ini. DiskusiselamalokakaryaperencanaanstrategisCRUpadabulanNovember2019menegaskan bahwa ada momentum dan peluang untuk membangun lembaga yang fokus menangani masalah-masalah ini. Komite Independensi Kelembagaan CRUdanKomitePenasihatTeknisnya(TAC)telahmerekomendasikanpenjangkauankepada beberapa mitra lembaga utama, termasuk Sekretariat Negara, Wakil Menteri Reformasi Agraria dan Perencanaan Tata Ruang, dan Kantor Staf Presiden (KSP),untukmencaripeluangmembangunCRUsebagailembaganasional,semakinmemperkuat inisiatif organisasi masyarakat sipil, kelompok industri, lembaga akademik, dan Komnas HAM.

  • Mempercepat Reforma Agraria melalui Pembentukan Lembaga Penyelesaian Konflik

    yang Independen di Indonesia5

    Catatan konsep ini menjelaskan peluang untuk menyelaraskan pekerjaan CRUdenganprioritasreformasiagrariayangmendesakdariPresidenJokoWidodo.CRUdapat melengkapi upaya nasional lainnya untuk mensinergikan dan menyinkronkan pekerjaan berbagai pemangku kepentingan. Catatan konsep ini merekomendasikan koordinasi dan komunikasi intensif di antara lembaga-lembaga pemerintah utama untuk meningkatkan kepercayaan publik dan investasi asing langsung (FDI) dengan menunjukkan komitmen Pemerintah Indonesia untuk mengurangi risiko terhadap bisnis dan investasi berbasis lahan dan sumber daya alam. Pembentukan lembaga layanan penyelesaian konflik yang independen dapat berfungsi sebagai rujukan strategis untuk mediasi perselisihan ini, dan pada saat yang sama berfungsi untuk mengatasi masalah kebijakan tingkat nasional terkait dengan banyak konflik pengelolaan agraria dan sumber daya alam di Indonesia.

    VISIMenjadi lembaga yang memberikan dukungan efektif, independen dan andal untuk penyelesaian konflik agraria dan pengelolaan kekayaan alam menuju pembangunan yang berkeadilan, berkelanjutan dan inklusif.

    MISI1. Membentuk lembaga independen untuk menyelesaikan konflik agraria dan

    pengelolaan kekayaan alam ]di Indonesia, dengan dukungan hukum dan kelembagaan yang kuat dari Pemerintah Nasional, untuk meningkatkan iklim investasi berbasis lahan dengan mengatasi masalah hak asasi manusia dan keadilan sosial, serta memastikan perlindungan lingkungan yang efektif.

    2. MembangundukungankonstituendanlegitimasiyangkuatuntukCRUsebagailembaga penyelesaian konflik yang andal dalam memediasi kasus kepemilikan berbasis lokasi dan implementasi kebijakan nasional, dengan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pendekatan resolusi konflik.

    3. Membangun kredibilitas dan legitimasi dengan meningkatkan dan memperkuat sistemmanajemenkonflikCRUyangadauntukmenanganikasus-kasusskalabesar, multi-pihak, kompleks, dan rumit, terutama yang melibatkan perselisihan kebijakan publik dan kasus-kasus yang memiliki kepentingan nasional..

    4. Mengembangkan sistem manajemen pengetahuan untuk meningkatkan kapasitas mediator, pembuat kebijakan, dan pemangku kepentingan, melalui dokumentasi, penerbitan makalah, pelatihan, magang, dan advokasi publik yang luas menggunakan teknologi berbasis digital, sebagai upaya untuk mengarusutamakan resolusi konflik agraria dan pengelolaan kekayaan alam.

  • 6Rencana Strategis Conflict Resolution Unit (CRU)Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD)

    TUJUAN-TUJUAN STRATEGIS Tujuan Strategis 1 : Membentuk lembaga layanan penyelesaian konflik independen yang diamanatkan oleh Negara untuk mengatasi konflik agraria dan pengelolaan kekayaan alam untuk memperbaiki iklim investasi berbasis lahan, menangani masalah HAM dan keadilan sosial, dan memastikan perlindungan lingkungan yang efektif.

    Tujuan 1.1 : Membangun dukungan politik untuk mempercepat pembentukan lembaga layanan penyelesaian konflik

    LembagaCRUdimasadepandibayangkansebagaibadanindependenyangdiberimandat untuk mengatasi konflik penggunaan lahan dan pengelolaan sumber daya dengan wewenang, peran dan fungsi yang jelas, yang ditugaskan oleh Presiden Republik Indonesia.

    Sejak 17 Januari 2019, pada pertemuan TAC CRU ke-13, Komite KemandirianLembaga(KKL)dibentukyangdiharapkandapatmeningkatkandanmengintensifkankomunikasi dengan para pemangku kepentingan dan konstituen utama dan pembuat keputusan, terutama Presiden, tentang pentingnya membangun sebuah lembaga independen untuk penyelesaian konflik, sebagai sarana untuk mempercepat reformasi agraria dan meningkatkan iklim investasi untuk mendorong pembangunan yang adil, berkelanjutan dan inklusif.

    CRUdanKKLakanmengejarduastrategipenting:1)Memanfaatkanmomentumpernyataan presiden yang ada tentang pentingnya resolusi konflik terhadap upaya reformasi agraria di Indonesia, dan 2) Menggabungkan data pelaporan kasus dari berbagai kementerian dan lembaga negara, KSP, Komnas HAM, RSPO, dan lainnya, tentang dampak luas dan merusak, serta biaya ekonomi, sosial, dan lingkungan dari konflik ini.

    Kegiatan-kegiatan yang spesifik untuk mencapai tujuan ini meliputi:

    1. Mendapatkan dukungan KADIN melalui pertemuan dengan Ketua UmumKADIN, Wakil Ketua Hubungan Internasional, dan Wakil Ketua Pertanian dan Kehutanan, diikuti dengan pernyataan publik formal tentang urgensi pendirian lembaga layanan penyelesaian konflik nasional melalui artikel dan opini di outlet media utama;

    2. Bersama dengan KADIN, CRU akan melakukan konsultasi dengan KantorSekretariat Negara, Kantor Staf Presiden (KSP), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BadanPertanahanNegara (ATR/BPN), Kementerian LingkunganHidupdanKehutanan(KLHK),KementerianDesadanTransmigrasi,KementerianDalamNegeri, Komnas HAM, Ministry of Home Affairs, Ombudsman, Kementerian Kemaritiman dan Perikanan serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

  • Mempercepat Reforma Agraria melalui Pembentukan Lembaga Penyelesaian Konflik

    yang Independen di Indonesia7

    (ESDM).CRUbermaksuduntukmengusulkanpetajalankemandirianlembagadan mengumpulkan masukan dan panduan dalam diskusi selama konsultasi ini berlangsung.

    3. Melakukan serangkaian pertemuan dengan organisasi masyarakat sipil, seperti KPA, WALHI, Sawit Watch, AMAN, PATRI, Epistema, YLBHI; dan organisasimasyarakat seperti Serikat Petani Indonesia (SPI), Aliansi Petani Indonesia (API),AliansiGerakanReformasiAgraria(AGRA)untukmemintamasukandandukungan untuk pendirian lembaga independen;

    4. Mengembangkan sistem untuk mengkonsolidasikan data yang ada tentang pelaporan kasus konflik di berbagai kementerian dan lembaga, serta data yang terkait dengan biaya konflik untuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat; dan,

    5. Mempersiapkan pesan strategis terkait dengan pelaporan kasus konflik dan biayakonflikuntukKementeriandanLembagastrategis,organisasimasyarakatsipil, dan KADIN, untuk meyakinkan Presiden tentang urgensi untuk membangun lembaga independen untuk menyelesaikan konflik agraria dan sumber daya alam melalui Setneg dan KSP.

    Hasil yang diharapkan, tujuan-tujuan ini berupa respons positif dari Presiden terhadap pesan-pesan strategis ini, melalui pernyataan publik dan penerbitan Instruksi Presiden kepada Sekretariat Negara untuk persiapan Peraturan Presiden yang membentuk lembaga layanan penyelesaian konflik nasional.

    Tujuan 1.2 : Menetapkan pendekatan untuk menjamin pembiayaan berkelanjutan

    Salah satu pertimbangan utama untuk mendirikan lembaga layanan penyelesaian konflik yang independen adalah pembiayaan berkelanjutan. Sumber potensial pembiayaan berkelanjutan adalah dari anggaran Negara, dalam bentuk dana yang dikumpulkan dari pembayar pajak. Selain itu, sumber daya keuangan dapat didapatkan dari Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), yang secararesmi diluncurkan pada 9 Oktober 2019 untuk menyediakan pembiayaan untuk upayaperlindungandanpengelolaanlingkungan.BadanLayananUmum(BLU)inididirikan di bawah Kementerian Keuangan dan dijadwalkan akan beroperasi pada 1 Januari 2020. Sumber pendanaan potensial lainnya adalah dari Dana Minyak SawitMentah(CPO)yangdikelolaolehBadanPengelolaDanaPerkebunanKelapaSawit(BPDPKS)sesuaidenganPerpres61/2015(danPerpres24/2016danPerpres66/2018) membentuk dana untuk mempromosikan kelapa sawit berkelanjutan.

    CRU, bersama dengan Komite Penasehat Teknis dan KKL, akan bekerja denganKementerian Keuangan untuk mengeksplorasi kemungkinan mendapatkan dukungankeuangandariBPDLHdanBPDPKSuntukmendukungbiayapendiriandan operasional dari lembaga layanan penyelesaian konflik yang diamanatkan oleh

  • 8Rencana Strategis Conflict Resolution Unit (CRU)Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD)

    Negarayangindependen.CRUjugaakanberkolaborasidenganKementerianDalamNegeri,KementerianKeuangan,danBadanPerencanaanPembangunanNasional(Bappenas)untukmendorongpenganggaranuntukupayamengatasikonflikagrariadan pengelolaan sumber daya alam.

    CRU juga akan terus mengkaji dan menelaah potensi untuk mengembangkandana abadi, yang sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku, yang dapat digunakan untuk membiayai upaya untuk membangun kesadaran di antara berbagai pemangku kepentingan tentang pentingnya upaya untuk menyelesaikan konflik pengelolaan sumber daya alam dan agraria. Dana abadi akan memberikan dukungan keuangan tambahan untuk upaya penyelesaian konflik di sektor perkebunan dan kehutanan.

    Kegiatan-kegiatan yang spesifik untuk mencapai tujuan ini meliputi:

    1. Mengadakan kajian komprehensif dalam kemungkinan penyelenggaraan fasilitas pendanaan yang berkelanjutan (endowment)

    2. Berkolaborasi dengan lembaga pemerintah utama dalam perencanaan danpenganggaran; dan,

    3. MerencanakankegiatanpenyelesaiankonflikyangsesuaidengantujuanBPDLHKementerian Keuangan, Dana CPO dari BPDPKS, dan kepentingan lembagadonor nasional dan internasional lainnya.

    Hasil yang diharapkan dari upaya ini adalah adanya rencana pendanaan berkelanjutan yangdikeloladenganbaikyangmencakuppendanaanintidariAPBN,penciptaandana abadi, dukungan dari lembaga pemerintah untuk membiayai penanganan kasus-kasus tertentu, dan hibah donor untuk mendukung lebih banyak kegiatan pengembangan program yang ditargetkan (misalnya, pelatihan dan pengembangan kapasitas).

    Tujuan 1.3 : Menetapkan dasar hukum yang kuat dengan peran, wewenang dan fungsi yang jelas

    KepemimpinanCRU,bekerjadenganlembagadanmitranasionalyangtepat,akanmenyusun dan mendapatkan persetujuan untuk strategi untuk mengembangkan CRUsebagaientitasindependen,termasukkerangkahukumdankelembagaanyangsesuai, prosedur operasi standar, dan strategi pembiayaan yang berkelanjutan. Ini akan membutuhkan koordinasi dan komunikasi yang erat dengan lembaga-lembaga strategis pemerintah yang penting, yaitu Kementerian Sekretaris Negara (Setneg), Kementerian Agraria dan Perencanaan Tata Ruang/Badan PertanahanNasional (ATR/BPN), Kementerian LingkunganHidup dan Kehutanan (KLHK) danKantor Staf Presiden (KSP), serta dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan organisasi masyarakat sipil. Koordinasi dan komunikasi ini akan membantu menentukan landasan hukum yang tepat untuk pendirian lembaga

  • Mempercepat Reforma Agraria melalui Pembentukan Lembaga Penyelesaian Konflik

    yang Independen di Indonesia9

    layanan penyelesaian konflik independen yang diamanatkan Negara, sebagai tindakan nyata untuk mengatasi distribusi lahan yang berulang dan tidak merata, meningkatkan iklim usaha untuk investasi berbasis lahan dan sumber daya alam, dan mengatasi masalah untuk perlindungan lingkungan.

    Selain Komite Pengarah (SC) dan Komite Penasihat Teknis (TAC), pada Oktober 2019, CRUmembentukKomiteKemandirianLembaga(KKL),mengikutirekomendasidariTAC.KKLterdiridaritokoh-tokohnasionalyangaktifdalamupayareformaagrariayang sedang berlangsung, keadilan lingkungan, dan peningkatan iklim investasi. KKL akan menguraikan peta jalan untuk CRU dalam menjadi lembaga layananpenyelesaian konflik yang diamanatkan Negara.

    SeiringCRUterusmengembangkandanmemperluasportofolionyadalammemediasikonflikagrariadanpengelolaankekayaanalam,KKLakanmengkomunikasikanhasildan pelajaran yang diperoleh kepada para pembuat kebijakan utama pemerintah. DifasilitasiolehTimEksekutifCRU,KKLakanmelibatkanparapemangkukepentinganlain untuk membangun dukungan konstituen yang lebih kuat untuk pembentukan lembaga layanan penyelesaian konflik independen nasional (lihat di bawah). Ini termasuk mencari dasar hukum yang kuat dengan peran dan fungsi yang jelas yang mendukung prioritas Administrasi saat ini dan di masa depan untuk memajukan agenda reformasi agraria.

    Kegiatan-kegiatan yang spesifik untuk mencapai tujuan ini meliputi:

    1. Membangun upaya serupa terdahulu, dan bekerja sama secara erat dengan lembaga-lembaga pemerintah utama, mengembangkan dasar hukum yang kuat untuk mendirikan lembaga layanan penyelesaian konflik yang independen;

    2. Menyusun draft Peraturan Presiden (Perpres) dengan konsultasi erat dengan pakar kebijakan dan hukum; dan,

    3. Mengembangkan struktur organisasi yang tepat yang berfokus pada penyelenggaraan, audit, pemberian saran dan mediasi konflik agraria, termasuk pendekatan manajemen kasus yang efektif dan sistem manajemen sumber daya manusia.

    Hasil yang diharapkan dari upaya ini adalah adanya Peraturan Presiden (Perpres) yang diprakarsai oleh Setneg, dan berdasarkan proposal yang diajukan bersama oleh CRUdanpemangkukepentinganlainnya.Perpresakanberfungsisebagailandasanhukum untuk mendirikan lembaga layanan penyelesaian konflik independen yang diamanatkan Negara, dengan wewenang yang jelas untuk mempercepat agenda reformasi agraria. Lembaga independen juga akan menguraikan strategi untukmerekrut personel berkemampuan yang bebas dari konflik kepentingan dan telah menunjukkan komitmen mereka terhadap reformasi agraria.

  • 10Rencana Strategis Conflict Resolution Unit (CRU)Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD)

    Tujuan Strategis 2 : Membangun dukungan konstituen dan legitimasi yang kuat untuk CRU sebagai lembaga layanan penyelesaian konflik yang andal dan independen dalam memediasi kasus kepemilikan berbasis lokasi dan implementasi kebijakan nasional dengan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pendekatan penyelesaian konflik

    Tujuan 2.1 : Penjangkauan kepada para pemangku kepentingan utama untuk membangun kesadaran dan komitmen terhadap kebutuhan untuk menyelesaikan konflik agraria dan kekayaan alam

    Melalui komunikasi strategis dan upaya keterlibatan, CRU akan bekerja untukmemperluas kesadaran dan pemahaman pemangku kepentingan, baik di tingkat lokal dan nasional, tentang pentingnya upaya untuk menyelesaikan konflik pengelolaan sumber daya alam dan agraria. Penyelesaian konflik ini harus dilihat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk mendorong pembangunan berkelanjutan dan kemajuan tujuan triple bottom lines (ekonomi, sosial, dan lingkungan). Ini akan dicapai melalui berbagai acara dan kegiatan penjangkauan, publikasi dan media, dan upaya jejaring dan pendidikan publik.

    Selain itu,CRUakan terusmemperdalamkerja samayangeratdengan lembagapemerintah terkait, terutama dengan Kementerian Lingkungan Hidup danKehutanan,KementerianAgrariadanPerencanaanTataRuang/BadanPertanahanNasional, dan Kementerian Dalam Negeri (terutama untuk konflik terkait dengan batasadministrasi),sebagaidasaruntukmemperluaspengambilankasusCRUdansistem manajemen proyek.

    CRUjugaakanterusmeningkatkankemitraannyadenganpemangkukepentinganlain yang telah secara aktif mendorong reforma agraria dan penyelesaian konflik agraria dan pengelolaan kekayaan alam, termasuk organisasi masyarakat sipil, program akademik, kelompok industri, dan organisasi profesional.

    Kegiatan-kegiatan yang spesifik untuk mencapai tujuan ini meliputi:

    1. Pengembangan dan implementasi strategi pembangunan konstituensi yang efektif dengan menggunakan berbagai pendekatan keterlibatan dan komunikasi;

    2. Penjangkauan kebijakan kepada masyarakat luas tentang pentingnya mediasi dan pencegahan konflik; dan,

    3. Publikasi dan penyebaran materi tematik yang relevan menargetkan komunitas mediasi, lembaga pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil.

    Hasil dari upaya berupa adanya peningkatan “permintaan” informasi untuk layanan mediasi dari berbagai pemangku kepentingan, berdasarkan pada peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya penyelesaian konflik agraria dan pengelolaan sumber daya alam.

  • Mempercepat Reforma Agraria melalui Pembentukan Lembaga Penyelesaian Konflik

    yang Independen di Indonesia11

    Tujuan 2.2 : Melibatkan komunitas mediasi konflik di seluruh Indonesia untuk mengembangkan jaringan nasional dan asosiasi profesional yang kuat

    Memperluas jumlah mediator profesional yang berkualitas sangat penting untuk kemampuanmeresponssecaraefektifpermintaanmediasidiseluruhnegeri.CRUakan terlibat dengan praktisi perorangan dan komunitas yang muncul dari para profesional penyelesaian sengketa untuk mengatur, mengadakan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung tentang strategi dan praktik yang efektif untuk menyelesaikan konflik. Peluang-peluang ini termasuk, antara lain, pelatihan dan lokakarya, kunjungan silang praktisi, magang mediasi, pertukaran mediator, seminar profesional, dan diskusi informal.

    CRUjugaakanmendukungpembentukanPusatMediasi(BalaiMediasi)diberbagaikabupaten atau kota di seluruh Indonesia sebagai pusat pembelajaran bagi para mediator, dan kontribusi untuk pengembangan asosiasi atau jaringan mediator. Jaringan-jaringan ini akan berperan penting tidak hanya dalam menyediakan layanan dukungan mediasi yang efektif, tetapi yang lebih penting sebagai sarana untuk pengendalian kualitas, khususnya dalam upaya menciptakan standar nasional dan komitmen yang lebih luas terhadap nilai-nilai, prinsip, etika, dan kode perilaku mediasi konflik.

    Kegiatan-kegiatan yang spesifik untuk mencapai tujuan ini meliputi:

    1. Menerapkan dan mengelola kegiatan pembelajaran bersama di antara komunitas penyelesaian konflik dan pemangku kepentingan terkait;

    2. Mengembangkan dan menerapkan dialog profesional rutin untuk berbagi, menganalisis, dan mendokumentasikan pengalaman mediasi konflik;

    3. Terlibat dengan industri yang memiliki sistem tanggapan pengaduan untuk meningkatkan cakupan pengambilan kasus dan menanggapi konflik yang muncul;

    4. Terlibat dengan organisasi masyarakat sipil dan lembaga akademis yang bekerja dalam agenda reforma agraria;

    5. Melibatkan praktisi penyelesaian konflik untuk mendorong revitalisasi asosiasi profesional yang ada; dan,

    6. Menyelenggarakan konferensi nasional berkala untuk mempromosikan pembelajaran dan dukungan yang lebih luas untuk pendekatan yang efektif untuk menyelesaikan konflik agraria dan sumber daya alam.

    Hasil dari upaya ini adalah ketersediaan mediator yang memenuhi syarat yang dapat dipanggil dan ditugaskan untuk menengahi konflik di lokasi-lokasi di seluruh Indonesia di mana konflik terjadi, khususnya di tingkat kabupaten.

  • 12Rencana Strategis Conflict Resolution Unit (CRU)Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD)

    Tujuan Strategis 3 : Tujuan Strategis 3: Mengembangkan lembaga layanan penyelesaian konflik independen yang kredibel dan profesional

    Tujuan 3.1 : Mengembangkan manajemen kasus dan sistem pelacakan yang efektif untuk mengatasi konflik agraria dan pengelolaan kekayaan alam.

    Untuk meningkatkan kapasitasnya dalam menilai kesesuaian permintaan kasusuntukmediasi,CRUakanterusbelajardaridanmeningkatkanmanajemenkasusdan sistem pelacakannya, yang dimulai pada 2017. Oleh karena itu upaya ini akan fokus pada penyempurnaan lebih lanjut mekanisme dan kriteria untuk pemilihan dan pengelolaan ini. konflik.

    CRU akan bekerja dalam kerja sama erat dengan kelompok-kelompok industriyang telah mengembangkan sistem tanggapan pengaduan, termasuk prosedur manajemen konflik, seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), Forest Stewardship Council (FSC), Penasihat Kepatuhan Ombudsman (CAO) dari International Finance Corporation (IFC), dan Platform Karet Alam BerkelanjutanGlobal(GSNRP)yangdikembangkanolehDewanBisnisDuniauntukPembangunanBerkelanjutan(WBCSD).CRUakanberupayauntukmenilaiefektivitaspenanganankasus yang sedang berjalan oleh mereka dan entitas lain.

    Kegiatan-kegiatan yang spesifik untuk mencapai tujuan ini meliputi:

    1. Mengevaluasi, meningkatkan dan meningkatkan manajemen kasus saat ini dan sistem pelacakan, termasuk metode, kriteria dan instrumen untuk klasifikasi dan prioritas kasus;

    2. MengkajiefektivitasmekanismeresolusikonflikdiRSPO,FSC,CAO,danGSNRP;

    3. Mengoperasionalisasikan peningkatan manajemen kasus dan sistem pelacakan;

    4. Penanganan perkara langsung dari kasus yang menjadi kepentingan nasional;

    5. Manajemen kasus permintaan konstituen di tingkat provinsi dan kabupaten; dan,

    6. Terus memantau, mengevaluasi, dan memperbaiki sistem manajemen kasus dan pelacakan ini.

    7. Hasil utama dari upaya berupa sistem pengambilan dan penilaian yang lebih efisien dan efektif untuk kasus-kasus yang memenuhi syarat, tanggapan yang tepat waktu untuk permintaan mediasi, dan alokasi sumber daya yang efisien dalam penanganan kasus-kasus ini, yang ditunjukkan oleh penyelesaian sejumlah kasus, termasuk individu konflik berbasis situs, kasus multi-partai yang kompleks, dan sengketa implementasi kebijakan publik.

  • Mempercepat Reforma Agraria melalui Pembentukan Lembaga Penyelesaian Konflik

    yang Independen di Indonesia13

    Tujuan 3.2 : Tujuan 3.2: Membangun upaya peningkatan kapasitas yang sistematis dan efektif untuk mendukung pengembangan mediator profesional yang berkualitas di seluruh Indonesia.

    Untuk meningkatkan ketersediaan mediator yang cakap, CRU akan mendorongdan mendukung kombinasi kegiatan pembelajaran, antara lain penyelenggaraan pelatihan dasar untuk sertifikasi mediator, pelatihan perantara yang berfokus pada kompleks, konflik multi-pihak, dan pelatihan tematik lanjutan yang berfokus pada masyarakat tertentu masalah kebijakan atau area konflik tertentu.

    Selainitu,CRUakanmemperluasprogrammagangnyamelaluimediatormudayangdapat memperoleh kesempatan untuk membumi dalam kasus aktual, di bawah bimbingan mediator senior. Dengan cara ini, mediator yang akan datang dapat memperoleh keterampilan, pengalaman, dan penilaian yang diperlukan untuk menengahi kasus mereka sendiri di masa depan.

    Model pengembangan kapasitas ini selanjutnya akan didukung oleh berbagai kegiatan pembelajaran dalam jaringan mediator yang lebih besar, seperti yang dijelaskan di atas (2.2), dan kegiatan manajemen pengetahuan yang diuraikan di bawah (3.3).

    Kegiatan-kegiatan yang spesifik untuk mencapai tujuan ini meliputi:

    1. Pelatihan dasar mediator bersertifikat;

    2. Pelatihan mediator tingkat madya dan lanjut;

    3. Program magang untuk mediator muda;

    4. Pengembangan bahan-bahan pembelajaran;

    5. Kunjugan silang; dan,

    6. Kerjasama dengan lembaga akademis untuk pengembangan bahan belajar tentang penyelesaian konflik di tingkat universitas.

    Hasil dari upaya ini adalah adanya perluasan jejaring mediator nasional yang berkualitas dan profesional, memastikan ketersediaan mediator atau tim yang mampu memediasi konflik di lokasi di mana konflik terjadi.

    Tujuan 3.3 : Meningkatkan kapasitas pembuat kebijakan untuk membuat dan menerapkan peraturan pengelolaan sumber daya alam yang peka konflik

    BerdasarkanpengalamandanpenelitianCRU,penyebabkonflik jugaberasaldarikebijakan yang tidak efektif dan/atau implementasi kebijakan yang cacat. Jika dalam istilah pertamapekerjaanCRUberfokus pada resolusi konflik dalammenengahiperselisihan tenurial berbasis lokasi, dalam istilah kedua CRU akanmemperluasdan meningkatkan fokusnya pada penyelesaian sengketa kebijakan publik strategis yang telah menjadi sumber konflik yang berkembang di seluruh Indonesia.

  • 14Rencana Strategis Conflict Resolution Unit (CRU)Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD)

    PentingbagiCRUuntukberkolaborasidenganberbagailembagayangbertanggungjawab untuk membuat dan menerapkan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan agraria, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,Kementerian LingkunganHidupdanKehutanan, KementerianKementerianDesadan Transmigrasi, Kementerian Pertanian, serta gubernur dan bupati.

    Kegiatan-kegiatan yang spesifik untuk mencapai tujuan ini meliputi:

    1. Melakukan penelitian tentang peraturan dan perundang-undangan terkait pengelolaan agraria dan kekayaan alam yang berpotensi menimbulkan konflik;

    2. Mengadakan forum pemangku kepentingan untuk menyiapkan dan mengusulkan rancangan revisi peraturan dan kebijakan yang kontroversial;

    3. Meningkatkan kerja sama antarlembaga dalam menangani konflik kebijakan publik; dan,

    4. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian di antara para pembuat kebijakan tentang pentingnya kebijakan yang peka konflik.

    Hasil yang diharapkan dari tujuan ini adalah kesadaran dan kepedulian yang lebih besar di antara para pembuat kebijakan untuk memperbaiki peraturan dan perundang-undangan untuk mengantisipasi dan mencegah konflik, termasuk peningkatan lintas-sektor dalam menangani kasus-kasus konflik kebijakan publik.

    Tujuan 3.4 : Mendorong rujukan yang andal melalui pengembangan sistem manajemen pengetahuan yang efektif.

    Untukmempromosikanpembelajarandanpeningkatanberkelanjutandi seluruhjaringan mediator nasional, CRU akan mendukung berbagai kegiatan, termasukrefleksi reguler tentang manajemen kasus, identifikasi pembelajaran, dokumentasi, publikasi, dan berbagi pelajaran ini, pengembangan materi pelatihan yang sesuai , dan publikasi dan penyebaran materi-materi ini untuk memastikan berbagi pengetahuandanpengalamanyanglebihluas.CRUjugaakanmelanjutkankomisistudi yang ditargetkan pada isu-isu terkait konflik agraria dan pengelolaan sumber daya alam.

    Untuk berbagi pengetahuan dan penyebaran pengalaman, CRU akanmengembangkan strategi komunikasi dan keterlibatan, memanfaatkan berbagai saluran, termasuk publikasi dan distribusi bahan cetak, komunikasi langsung selama pelatihan dan pertemuan lainnya, dan media online.

    Kegiatan-kegiatan yang spesifik untuk mencapai tujuan ini meliputi:

    1. Riset aksi oleh mediator terkait kasus yang ditangani;

    2. Riset tentang tematik terkait pengelolaan agraria dan kekayaan alam;

  • Mempercepat Reforma Agraria melalui Pembentukan Lembaga Penyelesaian Konflik

    yang Independen di Indonesia15

    3. Lokakaryapenulisanuntukparapraktisiresolusikonflik;

    4. Membangun jejaring pengetahuan dengan lembaga-lembaga mediasi, praktisi mediasi, akademisi, para ahli dan narasumber lainnya; dan,

    5. Membangun platform perpustakaan digital yang dapat diakses oleh publik.

    Hasil dari upaya berupa meningkatnya bahan pembelajaran dan referensi tentang pendekatan mediasi (cetak, audio-visual, dan online), dan keterlibatan yang lebih aktifdariparapraktisimediasidalaminisiatifmanajemenpengetahuan.Yangpalingpenting,upayainiakanmengarahpadapeningkatankinerjaCRUsecarakeseluruhandalam manajemen kasus, dan sistem pendukung serta jaringan nasionalnya.

  • CONFLICT RESOLUTION UNIT (CRU)MenaraDutaBuilding,7thFloorWingBJl.HRRasunaSaidKavB-9Jakarta12910INDONESIA

    http://conflictresolutionunit.id/[email protected]