Refrat Partus Lama
-
Upload
loviana-sugianto -
Category
Documents
-
view
60 -
download
1
description
Transcript of Refrat Partus Lama
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 2002-2003
dilaporkan dari seluruh persalinan, 64% ibu tidak mengalami komplikasi selama
persalinan, persalinan lama sebesar 31%, perdarahan berlebihan sebesar 7%, infeksi
sebesar 5%. Pada ibu yang melahirkan melalui bedah sesarea lebih cenderung
melaporkan komplikasi 59%, yang sebagian besar merupakan persalinan lama (42%).
Untuk bayi yang meninggal dalam satu bulan setelah dilahirkan, 39% ibu melaporkan
karena komplikasi termasuk persalinan lama (30%), perdarahan berlebihan 12% dan
infeksi (10%).1
Proses persalinan dipengaruhi oleh bekerjanya 3 faktor yang berperan yaitu kekuatan
mendorong janin keluar (power), yang meliputi his (kekuatan uterus), kontraksi otot
dinding perut, kontraksi diafragma dan ligamentum action, faktor lain adalah faktor janin
(passanger), faktor jalan lahir (passage) dan faktor provider maupun psikis. Apabila
semua faktor ini dalam keadaan baik, sehat dan seimbang, maka proses persalinan akan
berlangsung secara spontan/normal. Namun apabila salah satu dari faktor tersebut
mengalami kelainan, misalnya keadaan yang menyebabkan his tidak adekuat, kelainan
pada bayi, kelainan jalan lahir, kelainan provider ataupun gangguan psikis maka
persalinan tidak dapat berjalan secara normal.1
Partus lama masih merupakan suatu masalah di Indonesia, karena seperti kita ketahui,
bahwa 80% dari persalinan masih ditolong oleh dukun. Dan baru sedikit sekali dari
dukun beranak ini yang telah ditatar sekedar mendapat kursus dukun. Karenanya kasus-
kasus partus kasep masih banyak dijumpai, dan keadaan ini memaksa kita untuk berusaha
menurunkan angka kematian ibu maupun anak. Yang sangat ideal tentunya bagaimana
mencegah terjadinya partus kasep. Bila persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan
komplikasi-komplikasi baik terhadap ibu maupun terhadap anak, dan dapat meningkatkan
angka kematian ibu dan anak.1
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 1
BAB II. ISI
2.1. Definisi Partus Lama
Partus lama adalah suatu persalinan yang mengalami kemacetan dan berlangsung
lama sehingga timbul komplikasi pada ibu maupun anak. Partus lama diartikan sebagai
persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primipara, dan lebih dari 18 jam pada
multipara. Persalinan lama kadang disebut juga distosia.1
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Friedman pada 1955, persalinan terbagi
menjadi:2
- Fase I
Fase I dimulai dari adanya kontraksi uterus yang menyebabkan pembukaan serviks.
Kala I dibagi menjadi fase laten dan fase aktif. Pada fase laten terjadi kontraksi
uterus yang diikuti penipisan dan pembukaan serviks yang berjalan lambat. Fase laten
terjadi dalam 8-10 jam dan menyebabkan pembukaan serviks hingga 3 cm. Pada fase
aktif terjadi peningkatan pembukaan serviks hingga 10 cm dan penurunan janin.
- Fase II
Didefinisikan sebagai pembukaan serviks lengkap hingga lahirnya bayi
- Fase III
Merupakan tahap dilahirkannya plasenta
Partus lama terjadi akibat pemanjangan dari fase-fase persalinan diatas. Kelainan
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Nullipara Multipara
Prolonged latent phase > 20 jam >14 jam
Protracted dilation < 1.2 cm/ jam < 1.5 cm/ jam
Protracted descent < 1 cm/ jam < 2 cm/ jam
Arrest of dilation >2 jam >2 jam
Arrest of descent >2 jam >1 jam
Prolonged second stage >2 jam >1 jam
Prolonged third stage >30 menit >30 menit
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 2
Tabel 1. Pemanjangan fase persalinan
2.2. Etiologi
Penyebab distosia, secara ringkas dapat dinyatakan sebagai kelainan yang disebabkan
oleh 3 faktor yang disebut 3 P, yaitu powers, passenger dan passage.
A. Powers
Adalah kondisi gangguan kontraktilitas uterus, bisa saja kontraksi yang kurang kuat
atau kontraksi yang tak terkoordinasi dengan baik sehingga tidak mampu
menyebabkan pelebaran bukaan serviks. Dalam kelompok ini, juga termasuk
lemahnya dorongan volunter ibu saat kala II.3,4
- Inersia Uteri
Pada kondisi ini, fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada bagian-
bagian yang lain, peranan fundus tetap menonjol. Kelainannya terletak pada
kontraksi uterus yang lebih lemah, lebih singkat dan lebih jarang dibandingkan
biasanya. Keadaan umum penderita baik dan biasanya nyeri tidak seberapa.
Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak berbahaya, kecuali jika
persalinan berlangsung dalam waktu yang lama. Hal ini disebut inersi uteri
primer. Inersia uteri sekunder adalah timbulnya inersia uteri setelah sempat
berlangsung his kuat untuk waktu yang lama.
- Incoordinate Uterine Contraction
Pada keadaan ini sifat his berubah, tonus otot uterus terus meningkat, juga di luar
his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi
diantara bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi pada kontraksi uterus bagian
atas, tengah, dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan. Disamping itu tonus otot uterus yang meningkat menyebabkan rasa
nyeri yang lebih hebat dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia
janin.
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 3
B. Passengger
Adalah kondisi adanya kelainan dalam presentasi, posisi atau perkembangan
janin. 3,4
- Posisi Oksiput Posterior Persisten
Prevalensi kondisi ini adalah 10%. Pada posisi ini ubun-ubun tidak berputar ke
depan, tetapi tetap berada di belakang. Salah satu penyebab terjadinya adalah
usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul. Penyebab yang
lain adalah otot-otot dasar panggul yang lembek pada multipara atau kepala janin
yang kecil dan bulat sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala janin untuk
memutar ke depan.
- Presentasi Puncak Kepala
Pada presentasi ini, kepala janin dalam keadaan defleksi ringan ketika melewati
jalan lahir. Sehingga ubun-ubun besar menjadi bagian terendah. Pada presentasi
puncak kepala, lingkaran kepala yang mealalui jalan lahir adalah sirkumfernsia
frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di bawah simfisis adalah
glabela.
- Presentasi Muka
Presentasi muka adalah keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi
maksimal, sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian
terendah yang menghadap ke bawah. Presentasi muka dikatakan primer jika
terjadi sejak masa kehamilan, dan dikatakan sekunder jika baru terjadi pada masa
persalinan. Pada umumnya penyebab terjadinya presentasi muka adalah keadaan-
keadaan yang memaksa terjadinya defleksi kepala atau keadaan yang
menghalangi terjadinya fleksi kepala. Oleh karena itu presentasi muka dapat
ditemukan pada panggul sempit atau pada janin besar. Multiparitas dan perut
gantung juga merupakan faktor yang memudahkan terjadinya presentasi muka.
Kelainan janin seperti anensefalus dan tumor di leher depan juga dapat
menyebabkan presentasi muka. Terkadang presentasi muka dapat terjadi pada
kematian janin intrauterine akibat otot janin yang telah kehilangan tonusnya.
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 4
- Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi
maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah. Pada
umumnya, presentasi dahi bersifat sementara, dan sebagian besar akan berubah
menjadai presentasi muka atau presentasi belakang kepala. Sebab terjadinya
presentasi dahi pada dasarnya sama dengan sebab terjadinya presentasi muka
karena semua presentasi muka biasanya melewati fase presentasi dahi lebih
dahulu.
- Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri danbokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yaitu presentasi bokong, presentasi bokong
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna, dan presentasi kaki. Diagnosis
letak sungsang umunya tidak sulit. Pada pemeriksaan luar, kepala teraba di fundus
uteri, sementara pada bagian bawah uterus teraba bokong yang tidak dapat
digerakkan semudah kepala. Selain dari pemeriksaan luar, diagnosis juga dapat
ditegakkan dari pemeriksaan dalam dan pemeriksaan penunang seperti USG dan
MRI. Faktor yang menyebabkan terjadinya letak sungsang adalah multiparitas,
hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa, panggul sempit, dan usia
prematur. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban
relatif lebih banyak sehingga memungkinkan janin bergerak lebih leluasa,
sehingga janin dapat menempatkan diri pada presentasi kepala, letal sungsang,
atau letak lintang. Pada kehamilam triwulan akhir janin tumbuh dengan cepat dan
jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dan kedua tungkai yang
terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk mengisi tempat
yang lebih luas di fundus uteri, sedang kepala berada pada ruangan yang lebih
kecil di segmen bawah uterus.
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 5
- Letak Lintang
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang dalam uterus dengan
kepala pada sisi yang satu dan bokong berada pada sisi yang lain. Sebab tersering
terjadinya letak lintang adalah multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang
lembek. Pada kehamilan prematur, hidramnion, dan kehamilan kembar, janin
sering dijumpai dalam letak lintang. Kelainan bentuk rahim seperti uterus
arkuatus atau subseptus juga merupakan penyebab terjadinya letak lintang.
Adanya letak lintang dapat diduga hanya dengan inspeksi. Uterus tampak
melebar dan fundus tampak lebih rendah tidak sesuai dengan usia kehamilannya.
Pada palpasi, fundus uteri kosong, kepala janin berada di samping, dan diatas
simfisis juga kosong.
- Presentasi Ganda
Presentasi ganda adalah presentasi dimana disamping kepala janin di dalam
rongga panggul dijumpai tangan, lengan atau kaki, atau keadaan disamping
bokong janin dijumpai tangan. Presentasi ganda terjadi karena pintu atas panggul
tidak tertutup sempurna oleh kepala atau bokong, misalnya pada seorang
multipara dengan perut gantung, pada kesempitan panggul dan janin kecil.
- Pertumbuhan Janin yang Berlebihan
Berat neonatus yang besar adalah apabila berat janin melebihi 4000 gram. Pada
janin besar, faktor keturunan memegang peran penting. Selain itu janin besar juga
dijumpai pada wanita hamil dengan diabetes mellitus, postmaturitas, dan grande
multipara.
- Hidrosefalus
Adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam
ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar dan terjadi pelebaran sutura serta
ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel biasanya berkisar antara 500-
1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Karen akepala janin
terlalu besar dan tidak dapat berakomodasi di bagian bawah uterus, maka sering
ditemukan dalam keadaan sungsang. Bagaimanapun letaknya, hidrosefalus akan
menyebabkan disproporsi sefalopelvik dengan segala akibatnya.
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 6
C. Passage
Adalah kelainan pada panggul ibu atau penyempitan pelvis. Pada panggul ukuran
kecil akan terjadi disproporsi dengan kepala janin sehingga kepala janin tidak dapat
melewati panggul meskipun ukuran janin berada dalam batas normal. Kurangnya gizi
saat masa kanak-kanak merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan ukuran
pelvis yang kecil pada wanita. Ukuran panggul dapat sangat berbeda dari ukuran
normal pada seorang wanita yang menderita riketsia atau osteomalasia di masa
mudanya. Selain itu faktor keturunan juga berpengaruh terhadap ukuran dan bentuk
panggul.3,4
- Kesempitan pada Pintu Atas Panggul
pintu atas panggul dianggap sempit apabila conjugata vera kurang dari 10 cm atau
diameter transversa kurang dari 12 cm. Pada panggul sempit kepala memiliki
kemungkinan lebih besar tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga serviks uteri
kurang mengalami tekanan kepala.
- Kesempitan pintu panggul tengah
Ukuran terpenting pada pintu tengah panggul adalah distansia interspinarum
kurang dari 9.5 cm, sehingga perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran pada
persalinan jika diameter sagitalis posterior pendek pula.
- Kesempitan pintu bawah panggul
Bila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15cm, maka
sudut arkus pubis juga mengecil (<80º) sehingga timbul kemacetan pada kelahiran
janin ukuran biasa.
- Panggul Sempit Relatif
Panggul sempit adalah panggul dengan diameter yang kurang sehingga
mempengaruhi mekanisme persalinan normal.
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 7
2.3. Gambaran Klinik
Gambaran Klinik dari persalinan lama dapat dijelaskan berdasarkan fase persalinan
yang mengalami pemanjangan.
A. Fase Laten Memanjang.3
Friedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada persalinan untuk
menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan. Tahap pembukaan/dilatasi
(dilatational division) adalah saat pembukaan paling cepat berlangsung. Tahap
panggul (pelvic division) berawal dari fase deselerasi pembukaan serviks. Mekanisme
klasik persalinan yang melibatkan gerakan-gerakan dasar janin pada presentasi kepala
seperti masuknya janin ke panggul, fleksi, putaran paksi dalam, ekstensi dan putaran
paksi luar terutama berlangsung dalam fase panggul. Friedman membagi lagi fase
aktif menjadi fase akselerasi, fase lereng (kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi.
Awitan persalinan laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai merasakan
kontraksi yang teratur. Selama fase ini, kontraksi uterus berlangsung bersama
pendataran dan pelunakan serviks. Kriteria minimum untuk fase laten ke dalam fase
aktif adalah kecepatan pembukaan serviks 1,2 jam bagi nulipara dan 1,5 cm untuk ibu
multipara. Kecepatan pembukaan serviks ini tidak dimulai pada pembukaan tertentu.
Menurut Friedman dan Sachtleben fase laten berkepanjangan sebagai apabila lama
fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anesthesia
regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk (misal: tebal, tidak
mengalami pendataran atau tidak membuka) dan persalinan palsu. Istirahat atau
stimulasi oksitosin sama efektif dan amannya dalam dalam memperbaiki fase laten
berkepanjangan. Istirahat lebih disarankan karena persalinan palsu sering tidak
disadari. Karena adanya kemungkinan persalinan palsu tersebut, amniotomi tidak
dianjurkan.
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 8
B. Fase Aktif Memanjang.3
Kemajuan peralinan pada ibu nulipara memiliki makna khusus karena kurva-
kurva memperlihatkan perubahan cepat dalam kecuraman pembukaan serviks antara
3-4 cm. Dalam hal ini, fase aktif persalinan dari segi kecepatan pembukaan serviks
tertinggi. Secara konsistensi berawal dari saat pembukaan serviks 3-4 cm atau lebih,
diserati kontraksi uterus, dapat secara meyakinkan digunakan sebagai batas awal
persalinan aktif.
Kecepatan pembukaan yang dianggap normal untuk persalinan pada nulipara
adalah 1,2cm/jam, maka kecepatan normal minimum adalah 1,5 cm/jam. Secara
spesifik, ibu nulipara yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan 3 – 4 cm dapat
diharapkan mencapai pembukaan 8 sampai 10 cm dalam 3 sampai 4 jam. Pengamatan
ini mungkin bermanfaat.
Pada fase aktif kecepatan penurunan janin diperhitungkan selain kecepatan
pembukaan serviks, dan keduanya berlangsung bersamaan. Penurunan dimulai pada
saat tahap akhir dilatasi aktif, dimulai pada pembukaan sekitar 7-8 cm. Masalah fase
aktif dibagi menjadi gangguan protraction (berkepanjangan/berlarut-larut) dan arest
(macet, tak maju). Protraksi adalah kecepatan pembukaan atau penurunan yang
lambat, yang untuk nulipara, adalah kecepatan pembukaan kurang dari 1,2 cm/jam
atau penurunan kurang dari 1 cm per jam. Untuk multipara, protraksi didefinisikan
sebagai kecepatan pembukaan kurang dari 1,5 cm per jam atau penurunan kurang dari
2 cm per jam. Arrest adalah berhentinya secara total pembukaan atau penurunan.
Kemacetan pembukaan didefinisikan sebagai tidak adanya perbahan serviks dalam 2
jam, dan kemacetan penurunan sebagai tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam.
Faktor lain yang berperan dalam persalinan yang berkepanjangan dan macet
adalah sedasi berlebihan, anestesi regional dan malposisi janin. Pada persalinan yang
berkepanjang dan macet, dianjurkan pemeriksaan fetopelvik untuk mendiagnosis
disproporsi sefalopelvik. Terapi yang dianjurkan untuk persalinan yang
berkepanjangan adalah penatalaksanaan menunggu, sedangkan oksitosin dianjurkan
untuk persalinan yang macet tanpa disproporsi sefalopelvik.
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 9
Untuk membantu mempermudah diagnosa kedua kelainan ini, WHO mengajukan
penggunaan partograf dalam tatalaksana persalinan. Dimana berdasarkan partograf
ini, partus lama dapat didagnosa bila pembukaan serviks kurang dari 1cm/ jam selama
minimal 4 jam. Sementara itu, American College of Obstetrician and Gynecologists
memiliki kriteria diagnosa yang berbeda,. Kriteria diagnosa tersebut adalah:
Pola Persalinan Nulipara Multipara
Persalinan Lama
Pembukaan
Penurunan
< 1,2 cm/jam
< 1,0 cm/jam
<1,5 cm/ jam
< 2,0 cm/jam
Persalinan Macet
Tidak ada pembukaan
Tidak ada penurunan
> 2 jam
> 1 jam
> 2 jam
> 1 jam
Tabel 2. Kriteria Diagnostik Kelainan Persalinan
C. Kala Dua Memanjang.3
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan
keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit unutk nuliparadan 20 menit untuk
multipara. Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perineumnya sudah
melebar, dua atau tiga kali usaha mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin
cukup untuk mengeluarkan janin sebaliknya pada seorang ibu, dengan panggul sempit
atau janin besar, atau dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anestesia regional atau
sedasi yang berat, maka kala dua dapat memanjang. Kala II pada persalinann nulipara
dibatasi 2 jam dan diperpanjang sampai 3 jam apabila menggunakan anestesi
regional. Untuk multipara 1 jam diperpanjang menjadi 2 jam pada penggunaan
anestesia regional.
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 10
2.4. Patofisiologi
Persalinan normal rata-rata berlangsung tidak lebih dari 24 jam dihitung awal
pembukaan sampai lahirnya anak. Apabila terjadi perpanjangan dari fase laten (primi 20
jam, multi 14jam) dan fase aktif (primi 1,2 cm per jam, multi 1,5 cm per jam) atau kala
pengeluaran (primi 2 jam dan multi 1 jam), maka kemungkinan akan timbul partus kasep.
Partus yang lama, apabila tidak segera diakhiri, akan berlanjut pada partus macet dengan
tanda-tanda sebagai berikut :5
- Kelelahan ibu karena mengejan terus, sedangkan asupan kalori biasanya kurang.
- Dehidrasi dan gangguan keseimbangan asam basa/elektrolit karena intake cairan
kurang.
- Infeksi rahim; terjadi bila ketuban pecah lama, sehingga terjadi infeksi rahim yang
dipermudah karena adanya manipulasi penolong yang kurang steril.
- Perlukaan jalan lahir; terjadi karena adanya disproporsi kepala panggul juga
manipulasi dan dorongan dari penolong.
- Gawat janin sampai kematian janin karena asfiksia dalam rahim.
Uterus akan menghasilkan energi untuk berkontraksi dan relaksasi. Kondisi metabolik
ini dapat berlangsung jika energi ibu cukup, dan aktivitas ini dipertahankan selama
berjam-jam. Namun, jika kondisi ini berlangsung terlalu lama lebih dari 24 jam, akan
menimbulkan terjadinya komplikasi. Pertama-tama, akan timbul gangguan emosi dan
kelelahan pada ibu yang mengakibatkan cadangan glikogen pada uterus akan berkurang,
sehingga ATP yang dihasilkan juga akan berkurang. Selain itu juga dapat terjadi
asidifikasi karena timbunan asam laktat untuk memenuhi kebutuhan ATP. Timbunan
asam laktat ini bisa mengurangi kemampuan uterus untuk berkontraksi. Oleh karena itu,
kontraksi uterus akan melemah jika bekerja berkepanjangan karena alasan fisiologis dan
biokimia.5
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 11
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kontraktilitas uterus yang berkurang
mengakibatkan kesulitan persalinan pada primigravida. Hal ini mungkin disebabkan oleh
uterus yang berhenti berkontraksi karena miometrium yang mengalami asidifikasi.
Asidifikasi ini disebabkan oleh penurunan energi miometrium, metabolisme anaerob, dan
ketosis sistemik. Pada multigravida, kemungkinan miometrium tolerans terhadap efek
asidifikasi yang mekanismenya belum diketahui, sehingga kontraksi uterus tidak
berhenti. Kontraksi yang terus-menerus pada miometrium yang mengalami deplesi energi
dan hipoksia akan mengakibatkan edema miometrium dan nekrosis yang yang dapat
menimbulkan ruptur uteri.5
2.5. Penatalaksanaan
Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan persalinan lama adalah
mengetahui penyebab kondisi persalinan lama itu sendiri. Persalinan lama adalah sebuah
akibat dari suatu kondisi patologis. Pada akhirnya, setelah kondisi patologis penyebab
persalinan lama telah ditemukan, dapat ditentukan metode yang tepat dalam mengakhiri
persalinan. Apakah persalinan tetap dilakukan pervaginam, atau akan dilaukan per
abdominam melalui seksio sesarea. Secara umum penyebab persalinan lama dibagi
menjadi dua kelainan yaitu disproporsi sefalopelvik dan disfungsi uterus (gangguan
kontraksi). Adanya disproporsi sefalopelvik pada pasien dengan persalinan lama
merupakan indikasi utnuk dilakukannya seksio sesarea. 3,4
Disproporsi sefalopelvik dicurigai bila dari pemeriksaan fisik diketahui ibu memiliki
faktor risiko panggul sempit (misal: tinggi badan < 145 cm, konjugata diagonalis < 13
cm) atau janin diperkirakan berukuran besar (TBBJ > 4000 gram, bayi dengan
hidrosefalus, riwayat berat badan bayi sebelumnya yang> 4000 gram). Bila diyakini tidak
ada disproporsi sefalopelvik, dapat dilakukan induksi persalinan. 3,4
Pada kondisi fase laten berkepanjangan, terapi yang dianjurkan adalah menunggu.
Hal ini dikarenakan persalinan semu sering kali didiagnosa sebagai fase laten
berkepanjangan. Kesalahan diagnosa ini dapat menyebabkan induksi atau percepatan
persalinan yang tidak perlu yang mungkin gagal. Dan belakangan dapat menyebabkan
seksio sesaria yang tidak perlu. Dianjurkan dilakukan observasi selama 8 jam. Bila his
berhenti maka ibu dinyatakan mengalami persalinan semu, bila his menjadi teratur dan
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 12
bukaan serviks menjadi lebih dari 4 cm maka pasien diaktakan berada dalam fase laten.
Pada akhir masa observasi 8 jam ini, bila terjadi peerubahan dalam penipisan serviks atau
pembukaan serviks, maka pecahkan ketuban dan lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin. Bila ibu tidak memasuki fase aktif setelah delapan jam infus oksitosin, maka
disarankan agar janin dilahirkan secara seksio sesarea. 3,4
Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu dilakukan penentuan apakah kelainan yang
dialami pasien termasuk dalam kelompok protraction disorder (partus lama) atau arrest
disorder (partus tak maju). Bila termasuk dalam kelompok partus tak maju, maka besar
kemungkinan ada disproporsi sefalopelvik. Disarankan agar dilakukan seksion sesarea.
Bila yang terjadi adalah partus lama, maka dilakukan penilaian kontraksi uterus. Bila
kontraksi efisien (lebih dari 3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik),
curigai kemungkinan adanya obstruksi, malposisi dan malpresentasi. Bila kontraksi tidak
efisien, maka penyebabnya kemungkinan adalah kontraksi uterus yang tidak adekuat.
Tatalaksana yang dianjurkan adalah induksi persalinan dengan oksitosin. 3,4
Pada kondisi Kala II memanjang, perlu segera dilakukan upaya pengeluaran janin.
Hal ini dikarenakan upaya pengeluaran janin yang dilakukan oleh ibu dapat
meningkatkan risiko berkurangnya aliran darah ke plasenta. Yang pertama kali harus
diyakini pada kondisi kala II memanjang adalah tidak terjadi malpresentasi dan obstruksi
jalan lahir. Jika kedua hal tersebut tidak ada, maka dapat dilakukan percepatan persalinan
dngan oksitosin. Bila percepatan dengan oksitosin tidak mempengaruhi penurunan janin,
maka dilakukan upaya pelahiran janin. Jenis upaya pelahiran tersebut tergantung pada
posisi kepala janin. Bila kepala janin teraba tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis atau
ujung penonjolan kepala janin berada di bawah station 0, maka janin dapat dilahirkan
dengan ekstraksi vakum atau dengan forseps. Bila kepala janin teraba diantara 1/5 dan
3/5 diatas simfisi pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada diantara
station ) dan station -2, maka janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum dan simfisiotomi.
Namun jika kepala janin teraba lebih dari 3/5 diatas simfisi pubis atau ujung penonjolan
tulang kepala janin berada diatas station -2, maka janin dilahirkan secara seksio sesaria.
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 13
2.5.1. Induksi Persalinan
Definisi
Induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau
sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his atau suatu
tindakan untuk memulai persalinan, baik secara mekanik ataupun secara kimiawi
(farmakologik).4
Pematangan Serviks Prainduksi
Kondisi atau kelayakan (favorability) serviks sangat penting bagi induksi persalinan.
Salah satu metode yang yang dapat dikuantifikasi dan bersifat prediktif terhadap
keberhasilan induksi persalinan adalah metode yang dijelaskan oleh Bishop. Parameter
skor Bishop adalah pembukaan, pendataran, station, konsistensi, dan posisi serviks.4,6 Jika
skor >6, biasanya induksi cukup dilakukan dengan oksitosin. Jika < 5, matangkan serviks
lebih dahulu dengan prostaglandin atau kateter Foley.
FaktorSkor
0 1 2 3
Pembukaan
serviks (cm) 0 1-2 3-4 ≥ 5
Pendataran
serviks (%) 0-30 40-50 60-70 ≥ 80
Penurunan Kepala -3 -2 -1 atau 0 +1 atau +2
Konsistensi
serviks Keras Medium Lunak -
Posisi/arah serviks Posterior Medial Anterior -
Tabel 3. Bishop Score
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 14
1. Tehnik Farmakologis
Prostaglandin E2.4,6
Aplikasi lokal gel prostaglandin E2 (dinoproston) banyak digunakan untuk
mematangkan serviks. Perubahan histologis yang terjadi mencakup pelarutan serabut
kolagen dan peningkatan kandungan air submukosa. Perubahan-perubahan pada
jaringan ikat serviks aterm ini serupa dengan yang ditemukan pada awal persalinan.
Prostaglandin adalah senyawa yang mengandung 20 atom karbon yang dibentuk
oleh kerja enzim sintase prostaglandin yang yang terdapat pada kebanyakan sel.
Prostaglandin E1, E2, dan F2a dikeluarkan dari sel-sel desidua dan miometrium.
Prostaglandin bekerja pada reseptor khusus untuk mengganggu atau menghambat
pekerjaan adenil siklase selanjutnya menghambat pembentukan cAMP (adenosine
3’5’ siklik monofosfat) sampai menimbulkan perubahan pada tonus otot polos dan
pengaturan kerja hormone
Proses pematangan serviks yang dipicu oleh prostaglandin sering mencakup
inisiasi persalinan. Pemakaian prostaglandin E2 dosis rendah meningkatkan
kemungkinan keberhasilan induksi, mengurangi insidensi persalinan yang
berkepanjangan, dan mengurangi dosis oksitosin maksimal dan total.
Prostaglandin E2 tersedia dalam bentuk intraservikal dengan dosis 0,3-0,5 mg dan
intravaginal 3-5 mg. Rute intraservikal memiliki keunggulan berupa tidak banyak
meningkatkan aktivitas uterus dan efektivitasnya lebih besar pada wanita yang
serviksnya sangat tidak matang. Sedangkan keunggulan preparat sisip vagina yaitu
obat sisipan ini dapat dikeluarkan apabila terjadi hiperstimulasi.
Skor bishop 4 atau kurang dianggap menunjukkan serviks yang tidak layak
sehingga merupakan indikasi pemberian prostaglandin E2 untuk pematangan serviks.
Persyaratan lain untuk pasien yang akan menggunakan prostaglandin E2 antara lain
pasien tidak boleh dalam keadaan demam atau mengalami perdarahan pervaginam,
denyut jantung janin yang baik, belum ada his yang regular (tiap 5 menit atau
kurang). Pemberian dianjurkan dekat atau di kamar bersalin, tempat dimana dapat
dilakukan pemantauan kontinu atas aktifitas uterus dan frekuensi denyut jantung
janin. Pasien diharapkan tetap dalam posisi terlentang sekurang-kurangnya selama 30
menit dan kemudian boleh dipindahkan bila tidak ada his.
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 15
Permulaan timbulnya his biasanya tidak teratur dan jarang, serupa dengan
persalinan spontan. Variasi yang berbeda dari his dapat diterangkan atas dasar
perbedaan respon individual, paritas, dosis, absorbsi, ukuran serviks semula dan
keadaan selaput ketuban. His biasanya jelas dalam 1 jam pertama, mencapai aktivitas
puncak dalam 4 jam pertama, dan memulai partus pada lebih kurang separuh jumlah
kasus (berkisar 25-76 %). Bilamana ada his yang teratur, monitoring elektronik
diteruskan dan tanda-tanda vital ibu harus direkam sekurangnya setiap jam selama 4
jam pertama.
Interval waktu antara pemberian prostaglandin dengan memulai oksitosin belum
dapat ditentukan. Pengaruh prostaglandin E2 bisa berlebihan dengan oksitosin, jadi
harus ada waktu observasi sekurangnya 4-6 jam setelah pemberian prostaglandin. Bila
terjadi perubahan serviks atau his yang tidak memadai, pilihan lain bisa diberikan
prostaglandin E2 dosis kedua. Bila setelah seri kedua tidak terjadi kontraksi yang
tidak memadai untuk persalinan, atau tidak tercapai skor Bishop >5 maka induksi
dianggap gagal. Langkah yang dilakukan adalah sesar berencana/ elektif (bila tidak
ada kegawatan ibu atau janin) atau sesar segera (bila ada kegawatan). Efek samping
dari pemberian prostaglandin E2 adalah hiperstimulasi (6 atau lebih kontraksi dalam
10 menit untuk total 20 menit) pada 1 % untuk gel intraservikal dan 5 % untuk gel
intravaginal.
Prostaglandin E1.4,6
Misoprostol (cytotec) adalah prostaglandin E1 sintetik dan saat ini tersedia dalam
sediaan tablet 100 µg untuk mencegah ulkus peptikum. Obat ini digunakan ‘off label’
(tidak diindikasikan secara resmi) sebagai pematangan serviks prainduksi dan induksi
persalinan.
Penggunaan misoprostol tidak direkomendasikan pada pematangan serviks atau
induksi persalinan pada wanita yang pernah mengalami persalinan dengan seksio
sesaria atau operasi uterus mayor karena kemungkinan terjadinya ruptur uteri. Wanita
yang diterapi dengan misoprostol untuk pematangan serviks atau induksi persalinan
harus dimonitor denyut jantung janin dan aktivitas uterusnya di rumah sakit sampai
penelitian lebih lanjut mampu mengevaluasi dan membuktikan keamanan terapi pada
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 16
pasien. Uji klinis menunjukkan bahwa dosis optimal dan pemberian interval dosis 25
mcg intravagina setiap empat sampai enam jam. Dosis yang lebih tinggi atau interval
dosis yang lebih pendek dihubungkan dengan insidensi efek samping yang lebih
tinggi, khususnya sindroma hiperstimulasi, yang didefinisikan sebagai kontraksi yang
berakhir lebih dari 90 detik atau lebih dari lima kontraksi dalam 10 menit selama dua
periode .10 menit berurutan, dan hipersistole, suatu kontraksi tunggal selama minimal
dua menit.
Menurut American Collage of Obstetricians and Gynecologists mendiskripsikan
peningkatan kontraksi uterus sebagai berikut:
a. Takisistol uterus : >6 kontraksi dalam periode 10 menit
b. Hipertoni uterus : kontraksi tunggal yang berlangsung lebih lama dari 2
menit
c. Hiperstimulasi uterus : jika salah satu kondisi menyebabkan pola denyut jantung
janin yang meresahkan.
Teknik Agen Cara Pemberian/ Dosis
Keterangan
FarmakologisProstaglandin E2
Prostaglandin E1a
Gel dinoproston 0,5 ug (Prepidil)
Dinoproston/ vagina(Cervidil)
Tablet Misoprostol 100-200 ug (Cytotec)
Servikal 0,5 ug; diulangi dalam 6jam; maksimal 3 dosisForniks posterior, 10ug
Vaginal, 25ug; diulangi 3-6 jamOral, 50-100ug; diulangi 3-6jam
- Mempersingkat waktu I-P dengan infuse oksitosin daripada oksitosin saja
- Pemberian pervaginam memiliki waktu I-P lebih singkat daripada gel
- Interval 6-12 jam sejak insersi terakhir ke infus oksitosin
- Kontraksi dalam 30-60 menit- Keberhasilan sebanding dengan
oksitosin terhadap rupture membran pada cukup bulan dan/ serviks yang baik
- Takisistol sering terjadi pada dosis>25 ug dosis per vagina
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 17
MekanisKateter FoleyTransservikal 36F
Dilatator Higroskopik
Balon 30 mL
Laminaria, magnesium sulfat
- Memperbaiki skor Bishop dengan cepat
- Balon 80 ml lebih efektif- Kombinasi dengan infuse
oksitosin lebih baik daripada PGE1 per vagina
- Hasilnya membaik dengan EASI
- Memperbaiki skor Bishop dengan cepat
- Mungkin tidak mempersingkat waktu I-P dengan oksitosin
Tabel 4. Regimen yang lazim digunakan untung pematangan serviks
2. Tehnik Mekanis
Dilator Serviks Higroskopis.4,6
Inisiasi pembukaan serviks dengan dilator serviks osmotic higroskopik telah lama
diterima sebagai metode yang efektif sebelum dilakukan terminasi kehamilan. Pada
induksi persalinan dengan janin hidup, masih sedikit informasi yang ada mengenai
dilator higroskopik untuk memperbaiki serviks yang belum matang.
Dilator higroskopik secara cepat memperbaiki status serviks. Namun, yang
penting adalah tidak ada efek menguntungkan terhadap angka seksio sesarea atau
interval pemberian sampai pelahiran.
Gambar 1. Dilator Serviks Higroskopis
Pelucutan Selaput Ketuban ( Stripping of the membranes ).4,6
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 18
Induksi persalinan dengan melucuti atau menyisir selaput ketuban merupakan
praktik relative yang sering dilakukan. Pelucutan dilakukan dengan memasukkan
telunjuk sejauh mungkin melalui ostium internal dan membuat putaran dua kali
sebesar 360 derajat untuk memisahkan selaput ketuban dari segmen bawah uterus.
Stripping of the membranes dapat meningkatkan aktivitas fosfolipase A2 dan
prostaglandin F2α (PGF2 α) dan menyebabkan dilatasi serviks secara mekanis yang
melepaskan prostaglandin. Stripping pada selaput ketuban dilakukan dengan
memasukkan jari melalui ostium uteri internum dan menggerakkannya pada arah
sirkuler untuk melepaskan kutub inferior selaput ketuban dari segmen bawah rahim.
Risiko dari teknik ini meliputi infeksi, perdarahan, dan pecah ketuban spontan serta
ketidaknyamanan pasien. Cochrane menyimpulkan bahwa stripping of the membrane
saja tidak menghasilkan manfaat klinis yang penting, tapi apabila digunakan sebagai
pelengkap, tampaknya berhubungan dengan kebutuhan dosis oksitosin rata-rata yang
lebih rendah dan peningkatan rasio persalinan normal pervaginam.
Gambar 2. Stripping of the membranes
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 19
Insersi Kateter Foley.4,6
Insersi Foley Chateter intrauterine, yakni dengan memasukan Foley catheter no
24 atau no 26 ke dalam kavum uteri (sebelah bawah) kemudian balon diisi sebanyak
40-50cc lalu dibiarkan selama 12-24 jam. Setelah itu jika skor Bishop > 5 dapat
dilanjutkan dengan drip Oksitosin. Teknik ini banyak digunakan untuk mengakhiri
kehamilan yang mengalami komplikasi seperti preeklamsia berat atau eklamsi.
Gambar 3. Insersi Kateter Foley
Amniotomi
Amniotomi adalah pemecahan selaput ketuban secara artificial. Amniotomi sering
digunakan untuk induksi atau augmentasi persalinan, indikasi lainnya adalah untuk
pemantauan internal frekuensi denyut jantung janin secara elektronik apabila persalinan
kurang memuaskan. Amniotomi elektif untuk mempercepat persalinan spontan atau
mendeteksi mekonium juga dapat diterima dan sering dipraktekkan. Kerugian utama
amniotomi apabila digunakan secara tunggal untuk induksi persalinan adalah interval
yang tidak dapat diperkirakan dan kadang berkepanjangan sampai timbulnya kontraksi.
Amniotomi dini menyebabkan durasi persalinan yang secara bermakna lebih singkat ,
tetapi terjadi insidensi korioamnionitis dan pola pemantauan penekanan tali pusat.4,6
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 20
Gambar 4. Amniotomi
Induksi Persalinan dengan Oksitosin.4,6
Oksitosin adalah sebuah oktipeptida dengan waktu paruh 3-4 menit dan durasi kerja
kurang lebih 20 menit. Mekanisme kerja bahan ini dalam memudahkan kontraksi otot
polos tidak sepenuhnya diketahui, tetapi diperkirakan obat ini mengikat reseptor-reseptor
pada selaput sel-sel miometrium tempat cAMP akhirnya terbentuk untuk kenaikan yang
bergantung kepada dosis dalam amplitude dan frekuensi kontraksi rahim.
Target pencepatan atau induksi partus adalah terjadinya kontraksi rahim setiap 2-3
menit yang berlangsung kurang lebih selama 45-60 detik. Oksitosin diberikan secara
titrasi larutan 5 IU dalam larutan kristaloid intravena, dengan kecepatan tetesan dimulai 8
tetes/menit dan ditingkatkan setiap 15 menit dengan 4 tetes/menit, sampai maksimal 40
tetes/menit.
Regimen Dosis Awal (mU/menit)
Penaikan Dosis (mU/menit)
Interval (menit)
Rendah 0,5-1,52
14,8,12,16,20,25,30
15-4015
Tinggi 44,56
44,56a
1515-3020-40b
a : Dengan hiperstimulasi dan setelah infus oksitosin dihentikan, infuse dimulai lagi dengan dosis ½ dari
dosis sebelumnya dan dinaikan 3 mU/menitb : Hiperstimulasi lebih sering pada interval yang lebih pendek
Tabel 5. Berbagai Regimen Oksitosin Dosis Rendah dan Tinggi pada Induksi Persalinan
Selama proses pemacuan maupun induksi ini, semua proses pemantauan dilakukan
dengan baik. Bila his sudah memadai untuk tahap persalinan tertentu, maka tetesan
dipertahankan dan tidak perlu ditingkatkan lagi. Bila tidak terjadi kontraksi yang berarti
setelah pemberian 2 botol larutan oksitosin maka induksi dianggap gagal dan pasien
disiapkan untuk sesar. Demikian juga jika 2 jam his baik,tetapi tidak ada kemajuan
persalinan, dilakukan tindakan sesar.
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 21
Terapi perbandingan protokol dari dua instansi kami menunjukkan bahwa hal ini
terlalu mirip:6
a. Protokol Parkland Hospital
Dosis awal oksitosin 6 mU/menit, dan peningkatan 6 mU/menit setiap 40 menit
b. Protokol Birmingham Hospital
Dosis awal oksitosin 2mU/menit dan menaikannya sesuai kebutuhan setiap 15 menit
menjadi 4, 8, 12, 16, 20, 25, 30 mU/menit.
Penilaian kemajuan persalinan didasarkan pada 3 kriteria (namun cukup 1 unsur saja
yang perlu untuk menilai kemajuan persalinan), yakni :
- Pembukaan serviks
- Penurunan kepala janin
- Perputaran kepala janin.
2.6. Komplikasi
Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi, baik bagi ibu maupun bagi anak
yang dilahirkan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat
persalinan lama antara lain adalah:4
A. Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama,
terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri dalam cairan amnion menembus
amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia
dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion
yang terinfeksi adalah konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari
tangan akan memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus
dibatasi selama persalinan, terutama apabila terjadi persalinan lama.
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 22
B. Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya seriusselama partus
lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan padamereka dengan riwayat seksio
sesarea. Apabila disproporsi antara kepalajanin dan panggul semakin besar sehingga
kepala tidak engaged dan tidakterjadi penurunan, segmen bawah uterus dapat menjadi
sangat teregangkemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin
terbentuk cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal
atau oblik yang berjalan melintang di uterus antara simfisi dan umbilikus. Apabila
dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominam segera. Tipe yang
paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl, yaitu pembentukan cincin
retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang
terhambat disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada
situasi semacam ini, cincin dapat terlihat jelas sebagai suatu identasi abdomen dan
menandakan akan rupturnya seegmen bawah uterus. Pada keadaan ini, kadang-
kadang dapat dilemaskan dengan anestesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan
secara normal, tetapi kadang-kadang seksio sesarea yang dilakukan dengan segera
menghasilkan prognosis yang lebih baik.
C. Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat pintu atas panggul, tetapi tidak maju
untuk jangka waktu yang cukup lama, jalan lahir yang terletak diantaranya dan
dninding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan
sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah
melahirkan dengan timbulnya fistula vesikovaginal, vesikorektal atau rektovaginal.
Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada persalinan kala dua yang
berkepanjangan. Dahulu pada saat tindakan operasi ditunda selama mungkin, penyulit
ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang , kecuali di negara-negara yang belum
berkembang.
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 23
D. Cedera Otot-otot Dasar Panggul
Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cedera otot-otot dasar
panggul atau persarafan atau fasi penghubungnya merupakan konsekuensi yang tidak
terelakkan pada persalinan pervaginam, terutama apabila persalinannya sulit.saat
kelahiran bayi, dasar panggul mendapatkan tekanan langsung dari kepala janin dan
tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan
melebarkan dar panggul, sehingga terjadi perubahan anatomik dan fungsional otot,
saraf dan jaringan ikat. Terdapat semakin besar kekhawatiran bahwa efek-efek pada
otot dasar panggul selama melahirkan ini akan menyebabkan inkontinensia urin dan
alvi serta prolaps organ panggul.
E. Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yang
besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan
menyebabkan kesalahan diagnosis yang serius. Kaput dapat hempir mencapai dasar
panggul sementara kepala belum engaged. Dokter yang kurang berpengalaman dapat
melakukan upaya secara prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi forceps.
F. Molase Kepala Janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak salingbertumpang
tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yangdisebut molase
(molding, moulage). Perubahan ini biasanya tidakmenimbulkan kerugian yang nyata.
Namun, apabila distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan ribekan
tentorium, laserasi pembuluh darah janin dan perdarahan intrakranial pada janin.
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 24
DAFTAR ISI
1. Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi,Obstetri Patologi, Edisi 2.
Jakarta: EGC
2. Joy,S.,Thomas,P. 2011. Abnormal Labor. http://emedicine.medscape.com/article/273053-
overview
3. Wiknjosastro, H,. dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
4. Cuningham,F Gary. Obstetri Williams edisi 23.USA : McGRAW-HILL. 2009.
5. Neilson, J.P., lavender, T., et al. Obstructed labour: reducing maternal death and
disability during pregnancy. 2003. british medical bulletin, vol 67.
www.bmb.oxfordjournals.org
6. Achadiat, Crisdiono. Prosedur Tetap Osbtetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC. 2003
Meita Rakhmawati [email protected] Kedokteran Kristen Krida Wacana Page 25