pneumonia

43
MAKALAH CASE IV BLOK RS Tutorial A4 Tutor: dr. Maria S Thadeus, M.Biomed Andriani Kemala Sari 10.10211.105 Hasyati Dwi Kinasih 10.10211.023 Sundari Mahendrasari 10.10211.144 M. Arif Rahman 10.10211.084 Twindy Rarasati 10.10211.041 Faraida Jilzani 10.10211.094 Ginanjar Satrio Utomo 10.10211.101 Mekko Pebin 10.10211.115 Melissa 10.10211.111 Anna Andany Lestari 10.10211.056 Fakultas Kedokteran 1

description

makalah tutorial

Transcript of pneumonia

Page 1: pneumonia

MAKALAH CASE IV BLOK RS

Tutorial A4

Tutor: dr. Maria S Thadeus, M.Biomed

Andriani Kemala Sari 10.10211.105

Hasyati Dwi Kinasih 10.10211.023

Sundari Mahendrasari 10.10211.144

M. Arif Rahman 10.10211.084

Twindy Rarasati 10.10211.041

Faraida Jilzani 10.10211.094

Ginanjar Satrio Utomo 10.10211.101

Mekko Pebin 10.10211.115

Melissa 10.10211.111

Anna Andany Lestari 10.10211.056

Fakultas Kedokteran

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta

Program Studi Sarjana Kedokteran

Tahun Ajaran 2012/2013

1

Page 2: pneumonia

LEMBAR PENGESAHANMAKALAH

TUTOR

Dr. Maria S Thadeus, M.Biomed

Ketua

Twindy Rarasati

Sekretaris I sekretaris II

Faraida Jilzani Ginanjar Satrio H

2

Page 3: pneumonia

DAFTAR ISI

Cover…………………………………………………..…………………… 1

Lembar pengesahan………………………………………..……………. 2

Daftar isi……………………………………………………………..…….. 3

Bab I Pendahuluan

1.1 Case………………………………………………………………… 4

Bab II Pembahasan

2.1 mekanisme pertahanan paru ……………………………………. 6

2.2 regulasi PH darah ………………………………………………… 8

2.3 pneumonia ………………………………………………………… 9

2.4 DD pneumonia ……………………………………………………. 14

2.5 interpretasi kasus ………………………………………………… 21

BAB III PENUTUP

3.1 REFERENSI………………………………………………………. 31

3

Page 4: pneumonia

BAB I

PENDAHULUAN

Case IIITn. K, seorang petugas kesehatan berusia 35 tahun diantar ke RS oleh keluarganya dengan keluhan sesak nafas.

RPSSesak nafas memberat sejak 3 jam SMRS, pasien juga mengeluh batuk disertai dahak kental dan lengket berwarna putih kekuningan, tidak ada darah. Batuk berdahak dirasakan sejak 3 hari SMRS. 5 hari yang lalu mengalami demam agak tinggi yang berlangsung terus menerus.

RPDPasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

RPKTidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan sesak napas dan demam

Riwayat sosial ekonomiPasien adalah seorang perawat UGD sebuah RS swasta. Tidak mempunyai kebiasaan merokok dan minuman keras. Tinggal di lingkungan yang cukup baik.

Pemeriksaan fisikTanda vital : TD : 120/80 mmhg N : 90 bpm S : 39.8˚C R : 28/minMata : konjungtiva tidak pucatTHT : tidak ada kelainanLeher : KGB tidak teraba membesarToraks :paru Inspeksi : simetris statis dan dnamis

Palpasi : vocal fremitus kanan = kiriPerkusi : sonorAuskultasi : suara bronkovesikuler, ronkhi basah (+) di kedua paru

Jantung : dalam batas normalAbdomen : tidak ada kelainanEkstremitas : akral dingin (-)

Pemeriksaan Lab darahHb : 15 g/dl WBC : 11500/mm RBC : 4500/mmDiff.count : shift to left LED : 24/jamNa : 139 mmol/L K : 3.5 mmol/LHCO3- : 20 mmol/L Cl : 95 mmol/L

4

Page 5: pneumonia

Analisa gas darah : hipoksemia PO2/F1O2 < 200

Rontgen thorax : tampak gambaran perselubungan difus non homogeny di kedua paru (bilateral diffused non homogenous opacities)

Pasien diputuskan oleh dokter untuk di rawat di ruang intensif dan dilakukan bilasan bronkoalveolus untuk mendapatkan bahan kultur dan resistensi kuman penyebab. Pasien mendapat terapi empiric dan suportif.

Setelah beberapa hari, kondisi pasien tidak memperlihatkan perbaikan. Dokter memutuskan untuk menunggu hasil bilasan bronkoalveolar dan kultur darah.Hasil biakan bronkoalveolar dan kultur darah (2 kali dengan 2 tempat dan waktu berbeda) didapatkan MRSA (methicillin resistant staphylococcus aureus) yang hanya sensitive terhadap vankomisin dan meropenem.

5

Page 6: pneumonia

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Mekanisme pertahanan paru

Paru berhubungan langsung dengan udara atmosfer setiap saat. Dengan demikian paru memiliki kemungkinan terpajan bahan atau benda berbahaya seperti debu, gas toksik, dan mikroorganisme. Untuk itu dibutuhkan suatu mekanisme spesifik sebagai system pertahanan paru.

Mekanisme pertahanan paru terdiri dari 4 mekanisme :1. Filtrasi udara pernafasan

a. Deposisi partikelPerjalanan udara hingga sampai ke organ paru melalui struktur yang berkelok-kelok yang memungkinkan terjadinya deposisi partikel asing.Tertangkapnya partikel ini disebabkan aliran udara yang turbulen menyebabkan partikel terlempar menabrak dinding jalan nafas dan cenderung untuk mengendap dan menempel pada mucus.Partikel 5 – 7 mikron : terdeposisi di orofaringPartikel 0,5 – 5 mikron : terdeposisi di bronkusPartikel <0,5 mikron : terdeposisi di alveolus

b. Refleks batukPenting untuk menjaga agar jalan nafas tetap terbuka dengan cara menyingkirkan hasil sekresi, serta menghalau benda asing.

2. Mekanisme ekskalasi mucus (pembersihan mukosilier)a. Silia

- Silia terdapat pada sel epitel respiratorius mulai dari laring sampai bronkus terminal dengan jumlah 200 buah pada setiap sel.

- Silia bergerak 14 kali per detik secara otonom dan tidak dipengaruhi saraf, mendorong mucus ke arah cranial untuk dikeluarkan dari saluran nafas dengan dibantu oleh reflex batuk.

- Factor yang mempengaruhi aktivitas silia antara lain adalah rokok, zat beracun, dan obat-obatan

b. Mucus- Mucus terdiri dari dua jenis yaitu mucus yang lengket yang mengapung

di atas mucus yang encer membentuk mucous blanket, terdorong kea rah cephal oleh gerak cilia bersama partikel yang terdeposisi di dalamnya.

6

Page 7: pneumonia

- Dihasilkan oleh : kelenjar submukosa, sel oblet, sel klara, cairan transudat jaringan. Dengan rata-rata produksi 10 – 100 cc,

- Jika terjadi reaksi inflamasi produksi mucus dapat meningkat hingga 200 – 300 cc per hari.

3. Mekanisme fagositik dan inflamasi- Di jaringan paru terdapat sel makrofag dan sel polimorfonuklear yang

berfungsi dalam respon fagosit terhadap partikel asing.- Sel makrofag alveolar : diameter 15 – 50 mikrometer, merupakan hasil

perkembangan monosit, diproduksi di sumsum tulang, sitolasmanya mengandung granula berisi enzim untuk mencerna mikroorganisme.

- Sel PMN : terutama terdapat di bagian distal paru- Mikroorganisme yang masuk akan menempel pada membran

makrofag kemudian mebran akan mengalami invaginasi, menelan mikroorganisme melalui pembentukan fagosom sitoplasmik. Mikroorganisme selanjutnya akan dicerna oleh enzim granula. Makrofag juga akan mengeluarkan komplemen dan factor kemotaktik untuk menarik sel PMN ke lokasi pajanan untuk membantu fagositosis

- Hasil fagositosis akan dikeluarkan dari paru oleh system mukosiiar dan sebagian akan dibawa ke interstisium kemudian dihancurkan oleh limfosit dan dikeluarkan ke nodus regional kemudian ke darah.

4. Mekanisme respon imunBerhubungan dengan pengenalan dan upaya merespon materi antigen spesifik sperti bakteri, virus, partikel asing.Ada 2 macam respon imun :a. Respon imun humoral

Perlu aktivitas limfosit B dan antibody dari sel plasma.sekresi zat-zat yang melapisi permukaan bronkus, terdiri dari :- Lisozim : dapat melisis bakteri- Laktoferon : mengikat ferrum dan bakterisidik- Protein interferon : membunuh virus- Ig A : mencegah infeksi virus- Ig G : menggumpalkan, menetralkan toksin virus dan bakteri gram (-)- antiprotease

b. Respon imun selulerPerlu aktivitas limfosit T yang mengeluarkan limfokin (mediator larut)CD4 dan CD8 akan memproduksi antibody stelah berinteraksi dengan imun humoral.

c. Respon imun oleh sel natural killer

7

Page 8: pneumonia

II.2. Regulasi PH darah

MEKANISME PENGATURAN KESEIMBANGAN ASAM BASAPengaturan keseimbangan asam basa dalam tubuh mengacu pada regulasi

konsentrasi ion hidrogen bebas (H+) dalam cairan tubuh. Ion hidrogen merupakan proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hidrogen. Regulasi ion hidrogen sangat penting karena sebagian besar aktivitas enzim dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh konsentrasi ion hidrogen. Perubahan pada konsentrasi ion hidrogen akan menyebabkan perubahan fungsi tubuh secara keseluruhan.

ASAM DAN BASA Asam merupakan suatu kelompok substansi yang akan mengalami disosiasi

dalam larutan dan melepaskan ion hidrogen (H+) dan anion. Adapun contoh asam adalah asam hidroklorida (HCl) yang dalam air akan terdisosiasi membentuk ion hidrogen (H+) dan ion klorida (Cl-). Contoh lainnya adalah asam karbonat (H2CO3) yang juga akan terdisosiasi dalam air membentuk H+ dan ion bikarbonat (HCO3-). Asam kuat adalah asam yang dapat terdisosiasi dengan cepat dalam larutan dan melepaskan banyak ion H+ dalam larutan sedangkan asam lemah memiliki kecenderungan lebih sedikit untuk menguraikan ion-ionnya sehingga kurang kuat melepaskan H+. Contoh asam kuat adalah HCl sedangkan contoh asam lemah adalah H2CO3.

SISTEM BUFFER ION HIDROGEN DALAM CAIRAN TUBUHSistem Buffer adalah campuran dua zat kimia dalam larutan yang dapat

meminimalisasi perubahan pH saat asam atau basa ditambahkan atau dikeluarkan dari larutan tersebut. Sistem buffer ini terdiri dari pasangan substansi yang bekerja dalam reaksi reversibel. Substansi pertama dapat melepaskan H+ bebas saat [H+] menurun dan substansi lainnya dapat mengikat H+ saat [H+] meningkat. Tubuh kita memiliki sistem buffer yaitu :

Sistem buffer bikarbonat Sistem buffer bikarbonat merupakan sistem buffer yang paling penting pada cairan eksraseluler yang terdiri dari larutan air yang mengandung dua unsur yaitu asam lemah H2CO3 dan garam bikarbonat seperti NaHCO3. H2CO3 dibentuk dari reaksi CO2 dengan H2O dengan bantuan enzim karbonik anhidrase. Enzim ini sangat banyak terutama di dinding alveoli paru tempat CO2 dilepaskan. Karbonik anhidrase juga terdapat di sel epitel tubulus ginjal tempat CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3.

Garam bikarbonat terdapat secara dominan sebagai natrium bikarbonat (NaHCO3) dalam cairan ekstrasel. NaHCO3 berionisasi hampir secara lengkap membentuk ion bikarbonat dan ion natrium dengan reaksi : Jika dimasukkan bersama-sama akan didapatkan reaksi: Bila asam kuat seperti HCl ditambahkan ke dalam larutan penyangga bikarbonat, peningkatan ion hidrogen yang dilepaskan

8

Page 9: pneumonia

oleh asam akan disangga oleh HCO3-Sebagai hasilnya lebih banyak H2CO3 yang terbentuk menyebabkan peningkatan produksi CO2 dan H2O.

CO2 yang berlebihan akan merangsang pernapasan yang akhirnya mengeluarkan CO2 dai cairan ekstrasel. Reaksi berlawanan terjadi jika suatu basa kuat seperti natrium hidroksida (NaOH) ditambahkan ke larutan buffer bikarbonat. Dalam reaksi ini OH- dari NaOH bergabung dengan H2CO3 membentuk HCO3- tambahan. Jadi basa lemah NaHCO3 menggantikan basa kuat NaOH. Pada waktu yang sama konsentrasi H2CO3 turun menyebabkan lebih banyak CO2 bergabung dengan 2O untuk menggantikan H2CO3. Hasil akhirnya adalah kecenderungan penurunan kadar CO2 dalam darah tetapi penurunan CO2 dalam darah menghambat pernapasan dan menurunkan laju eksiprasi CO2. Peningkatan HCO3- yang terjadi dalam darah dikompensasi dengan peningkatan eksresi HCO3- oleh ginjal.

II.3. Pneumonia

DEFINISI

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus

terminalis (yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveolus) serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

(IPD Jilid III)

Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh peradangan non-infeksi (oleh bahan kimia, radiasi, obat-obatan, dll) disebut sebagai pneumonitis. (Ilmu Penyakit Paru – UNAIR)

EPIDEMIOLOGI

o Lansia

o Bayi dan anak-anak

o Pasien PPOK, DM, payah jantung, PJK, keganasan, insufisiensi renal,

penyakit saraf kronik dan penyakit hati kronik. (IPD Jilid III)

FACTOR PREDISPOSISI

o Merokok

o Pasca infeksi virus

o DM

o Keadaan imunodefisiensi

9

Page 10: pneumonia

o Kelainan/kelemahan struktur organ dada

o Tindakan invasif (infus, intubasi, trakeostomi, ventilator)

KLASIFIKASI

1. Berdasarkan Klinis dan Epidemiologi (IPD Jilid III)

a) Pneumonia Komunitas (yang didapat dimasyarakat)

b) Pneumonia Nosokomial (yang didapat di rumah sakit)

c) Pneumonia Aspirasi (alkoholik, usia tua)

d) Pneumonia pada Gangguan Imun (AIDS, keganasan)

2. Berdasarkan Mikroorganisme Penyebab (Ilmu Penyakit Paru – UNAIR)

a) Pneumonia Bakterial/Tipikal : stafilokokus, streptokokus, hemofilus

influenza, klebsiella, pseudomonas, dll.

b) Pneumonia Atipikal : mycoplasma, legionella, chlamydia, dll.

c) Pneumonia Virus : influenza virus, respiratory syncytial adenovirus.

d) Pneumonia Jamur

3. Berdasarkan Predileksi Infeksi

a) Pneumonia Lobaris

1. sering pada pneumonia bakterial

2. jarang pada bayi dan orang tua

3. terjadi pada satu lobus/segmen paru

4. kemungkinan sekunder akibat obstruksi bronkus, misalnya:

aspirasi benda asing atau keganasan.

b) Bronkopneumonia

1. dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus

2. sering pada bayi dan orang tua

3. jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus

4. ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapang paru

c) Pneumonia Interstisial

radang pada dinding alveoli (interstisium), peribronkial dan jaringan

interlobular

10

Page 11: pneumonia

PATOGENESIS

11

Masuknya M.O ke dalam sal. Napas:

- Inhalasi langsung dari udara- Aspirasi dari bahan-bahan

yang ada di nasofaring & orofaring

- Perluasan langsung dari tempat lain

- Hematogen

Bila pertahanan tubuh tidak kuat:- Mekanik (epitel, silia, mukus)

- Humoral (antibodi, komplemen)- Selular (PMN, makrofag, limfosit,

sitokin)

M.O dapat melalui jalan napas sampai ke

alveoli

Radang pada dinding alveoli dan jaringan

sekitar

Proses peradangan di parenkim paru

Basil masuk bersama sekret bronkus ke

dalam alveoli

Menimbulkan reaksi radang:- Edema seluruh alveoli- Infiltrasi sel-sel PMN

- Diapedesis dari eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi

Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dengan

bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik mengelilingi

bakteri tersebut kemudian difagosit

Saat terjadi proses pertahanan antara host & bakteri, terdapat 4

zona pada daerah parsitik tersebut

1) Zona Luar: alveoli terisi kuman & cairan edema2) Zona Permulaan Konsolidasi: tdd sel-sel PMN &

beberapa eksudasi eritrosit3) Zona Konsolidasi yang luas: daerah tempat terjadi

fagositosis yang aktif & banyak sel PMN5) Zona ResolusiL: daerah resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit & aolveolar makrofag

Page 12: pneumonia

DIAGNOSIS

1) Gambaran Klinis

a) Anamnesis

1) demam tinggi bisa mencapai > 40°C

2) menggigil

3) batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang disertai darah

4) sesak napas

5) nyeri dada

b) Pemeriksaan Fisik

1) tergantung luas lesi di paru

2) inspeksi: bagian yang sakit tertinggal saat bernapas

3) palpasi: vokal fremitus dapat meningkat

4) perkusi: redup

5) auskultasi: suara napas bronkovesikuler-bronkial, mungkin

disertai ronkhi basah halus, kemudian menjadi ronkhi basah

kasar pada stadium resolusi

2) Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan Laboratorium

1) leukositosis (15000-40000/mm³) dengan pergeseran ke kiri

(neutrofil dominan)

2) peningkatan LED

3) Hb normal/sedikit menurun

4) analisa gas darah terdapat hipoksemia dan hiperkarbia dan

pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik

5) untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan

dahak, kultur darah dan serologi

b) Pemeriksaan Radiologi

Dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”,

penyebaran bronkogenik dan interstisial serta gambaran kavitas.

12

Page 13: pneumonia

PENATALAKSANAAN

1) Terapi Suportif

a) terapi O2, untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%

b) humidifikasi dengan nebulizer, untuk pengenceran dahak yang kental

c) fisioterapi dada, untukpengeluaran dahak

d) pengaturan cairan

e) kortikosteroid pada fase sepsis berat

f) obat inotropik bila ada gangguan sirkulasi/gagal ginjal pre renal

g) ventilasi mekanis, bila hipoksemia persisten walau sudah diberi O2

100% dengan masker atau bila ada gagal napas

h) drainase empiema bila ada

2) Terapi Farmakologi

Sesuai dengan mikroorganisme penyebab:

a) Antibiotik

1) penisilin sensitive Streptococcus pneumonia (PSPP): golongan

penisilin, makrolid

2) penisilin resistant Streptococcus pneumonia (PRSP):

betalaktam, sefotaksim, seftriakson, makrolid, fluorokuinolon

3) Pseudomonas aeruginosa: aminoglikosid, piperasilin,

siprofloksasin

4) methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA):

vankomisin, linezolid

5) haemophilus influenzae: azitromisin, sefalosporin generasi 2

atau 3

b) Antiviral

c) Antifungal

PROGNOSIS

Tergantung pada:

o Faktor penderita

o Mikroorganisme penyebab

o Pengobatan yang tepat sesuai etiologi

13

Page 14: pneumonia

KOMPLIKASI

o Efusi pleura

o Empiema

o Abses paru

o Pneumotoraks

o Gagal napas

o Sepsis

PENCEGAHAN

o Vaksinasi influenza dan pneumokokus pada orang dengan resiko tinggi

(gangguan imun, PPOK, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit jantung,

diabetes, usia lanjut

o Perubahan pola hidup

o Upaya program pengawasan dan pengontrolan infeksi pada rumah sakit

II.4. DD pneumonia

II.4.1 efusi pleura

DEFINISIEfusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat

transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura (Suzanne

Smeltzer: 2001). Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput

yang melapisi paru-paru dan rongga dada, diantara permukaan viseral dan

parietal. Dalam keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit

cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis

dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan

kedua pleura pada waktu pernafasan. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di

dalam rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang

mengandung kolesterol tinggi. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit,

akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.

14

Page 15: pneumonia

Pada gangguan tertentu, cairan dapat berkumpul dalam ruang pleural pada titik

dimana penumpukan ini akan menjadi bukti klinis, dan hampir selalu merupakan

signifikasi patologi. Efusi dapat terdiri dari cairan yang relatif jernih, yang mungkin

merupakan cairan transudat atau eksudat, atau dapat mengandung darah dan

purulen. Transudat (filtrasi plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang

utuh) terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorpsi

cairan pleural terganggu. Biasanya oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik

atau onkotik. Transudat menandakan bahwa kondisi seperti asites atau gagal

ginjal mendasari penumpukan cairan. Eksudat (ekstravasasi cairan ke dalam

jaringan atau kavitas). Biasanya terjadi akibat inflamasi oleh produk bakteri atau

tumor yang mengenai permukaan pleural (Sylvia Anderson Price dan Lorraine,

2005: 739).

Efusi yang mengandung darah disebut dengan efusi hemoragis. Pada keadaan

ini kadar eritrosit di dalam cairan pleural meningkat antara 5.000-10.000 mm3.

Keadaan ini sering dijumpai pada keganasan pneumonia. Berdasarkan lokasi

cairan yang terbentuk, efusi pleura dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi

yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit

penyebabnya, akan tetapi efusi yang bilateral seringkali ditemukan pada penyakit

: kegagalan jantug kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus

eritematosis sistemik, tumor dan tuberkulosis.

Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya, yakni :

a. Bila efusi berasal dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan pleura,

cairannya adalah eksudat, berisi sel limfosit yang banyak dan sering

hemoragik.

b. Bila efusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairannya bisa transudat

atau eksudat dan ada limfosit.

c. Bila efusi terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya akan berbentuk

cairan kelenjar limfa (chylothorak)

d. Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna karena

menurunnya resistensinya terhadap infeksi, efusi akan berbentuk empiema

akut atau kronik (www.medicastore.com).

15

Page 16: pneumonia

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :

1. Transudat

Transudat Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu

adalah transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan

kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga

terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorbsi oleh

pleura lainnya. Biasanya hal ini terdapat pada:

a) Meningkatnya tekanan kapiler sistemik

b) Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal

c) Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura

d) Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:

a) Gagal jantung kiri (terbanyak)

b) Sindrom nefrotik

c) Obstruksi vena cava superior

d) Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau

masuk melalui saluran getah bening)

2. Eksudat

Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler

yang permeable abnormal dan berisi protein transudat. Terjadinya perubahan

permeabilitas membrane adalah karena adanya peradangan pada pleura

misalnya: infeksi, infark paru atau neoplasma. Protein yang terdapat dalam

caira pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran

protein getah bening ini akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein

cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Penyakit yang menyertai

eksudat, antara lain: infeksi (tuberkulosis, pneumonia) tumor pada pleura,

infark paru, karsinoma bronkogenik radiasi, penyakit dan jaringan ikat/

kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).

(Hadi Halim, 2001: 787-788)

ETIOLOGI

16

Page 17: pneumonia

Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi

biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.

Menurut Brunner & Suddart. 2001, terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2

faktor yaitu:

1. Infeksi

Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain:

tuberculosis, pneumonitis, abses paru, abses subfrenik.

Macam-macam penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura

antara lain:

a. Pleuritis karena Virus dan mikoplasma

Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Jenis-jenis

virusnya adalah : Echo virus, Coxsackie virus, Chlamidia, Rickettsia, dan

mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-

6000 per cc.

b. Pleuritis karena bakteri Piogenik

Aerob : Streptococcus pneumonia, Streptococcus mileri, Saphylococcus

aureus, Hemofilus spp, E. coli, Klebsiella, Pseudomonas spp.

Anaerob : Bacteroides spp, Peptostreptococcus, Fusobacterium.

c. Pleuritis Tuberkulosa

Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat eksudat.

Penyakit kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui

fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.

d. Pleura karena Fungi

Pleuritis karena fungi amat jarang. Jenis fungi penyebab pleuritis adalah :

aktinomikosis, koksidioidomikosis, aspergillus, kriptokokus,

histoplasmosis, blastomikosis, dll.

e. Pleuritis karena parasit

Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah

amoeba. Bentuk tropozoit datang dari parenkim hati menembus diafragma

terus ke parenkim paru dan rongga pleura.

2. Non infeksi

Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura

antara lain:

17

Page 18: pneumonia

a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi

1. Gangguan Kardiovaskuler

Payah jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab terbanyak

timbulnya efusi pleura. Penyebab lainnya dalah perikarditis konstriktiva

dan sindrom vena kava superior.

2. Emboli Pulmonal

Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli pulmonal.

Keadaan ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa infark

Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak, dan

biasanya sembuh secara spontan, asal tidak terjadi emboli pulmonal

lainnya.

3. Hipoalbuminemia

Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti

sindrom nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta

anasarka. Efusi terjadi karena rendahnya tekana osmotic protein cairan

pleura dibandingkan dengan tekana osmotic darah. Efusi yang terjadi

kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.

b. Efusi pleura karena neoplasma

Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura

dan umumnya menyebabkan efusi pleura.

Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma,

yakni :

- Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya permeabilitas pleura

terhadap air dan protein

- Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah

vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal memindahkan cairan

dan protein

- Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul

hipoproteinemia.

c. Efusi pleura karena sebab lain

18

Page 19: pneumonia

1. Efusi pleura dapat terjadi karena trauma yaitu trauma tumpul, laserasi,

luka tusuk pada dada, rupture esophagus karena muntah hebat atau

karena pemakaian alat waktu tindakan esofagoskopi.

2. Uremia

Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang terdiri

dari efusi pleura, efusi perikard dan efusi peritoneal (asites).

3. Miksedema

4. Limfedema

5. Reaksi hipersensitif terhadap obat

6. Efusi pleura idiopatik

d. Efusi pleura karena kelainan Intra-abdominal

Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan

peradangan yang terdapat di bawah diafragma, seperti pankreatitis,

pseudokista pancreas atau eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses

ginjal, abses hati, abses limpa, dll. Biasanya efusi terjadi pada pleura kiri

tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya adalah karena berpindahnya

cairan yang kaya dengan enzim pancreas ke rongga pleura melalui

saluran getah bening. Efusi disini bersifat eksudat serosa, tetapi kadang-

kadang juga dapat hemoragik. Efusi pleura juga sering terjadi setelah 48-

72 jam pasca operasi abdomen seperti splenektomi, operasi terhadap

obstruksi intestinal atau pascaoperasi atelektasis.

MANIFESTASI KLINIS

Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar.

Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,

sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi

akan menentukan keparahan gejala. Efusi yang luas akan menyebabkan sesak

napas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan bunyi napas minimal

atau tidak sama sekali mengandung bunyi datar, pekak saat perkusi. Suara

egophoni akan terdengar diatas area efusi. Deviasi trakea menjauhi tempat yang

sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang signifikan. Bila terdapat

efusi pleura kecil sampai sedang, dispnea mungkin saja tidak ditemukan.(

Brunner & Suddart, 2001: 593)

19

Page 20: pneumonia

PATOGENESIS

Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 10-20 cc. Cairan di rongga

pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh pleura

parientalis dan absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini dapat dipertahankan

karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura parientalis

sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotic pleura viceralis. Namun dalam

keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat terakumulasi di rongga pleura.

Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika pembentukan cairan pleura lebih dari

pada absorbsi cairan pleura, misalnya reaksi radang yang meningkatkan

permeabilitas vaskuler. Selain itu, hipoprotonemia dapat menyebabkan efusi

pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapiler darah ( Hood Alsagaff dan

H. Abdul Mukty, 2002).

Menurut Hood Alsagaff dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Dalam,

keadaan normal pada cavum pleura dipertahankan oleh:

1. Tekanan hidrostatik pleura parientalis 9 cm H2O

2. Tekanan osmotik pleura viceralis 10 cm H2O

3. Produksi cairan 0,1 ml/kgBB

Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu:

1. Pembentukan cairan pleura berlebih

Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler (keradangan,

neoplasma), tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke jantung / v.

pulmonalis ( kegagalan jantung kiri ), tekanan negatif intrapleura

(atelektasis ).

2. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik

Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain: obstruksi stomata,

gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening,

peningkatan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe dan

tekanan osmotic koloid yang menurun dalam darah, misalnya pada

hipoalbuminemi. Sistem limfatik punya kemampuan absorbsi sampai dengan

20 kali jumlah cairan yang terbentuk.

20

Page 21: pneumonia

DIAGNOSIS1. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik pasien dengan efusi pleura akan ditemukan:

1. Inspeksi: pencembungan hemithorax yang sakit, ICS melebar, pergerakan

pernafasan menurun pada sisi sakit, mediastinum terdorong ke arah

kontralateral.

2. Palpasi: sesuai dengan inspeksi, fremitus raba menurun.

3. Perkusi: perkusi yang pekak, garis Elolis damoisseaux

4. Auskultasi: suara nafas yang menurun bahkan menghilang.

2. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto thorax

Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk

bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi

daripada bagian medial.

Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk menggelilingi lobus paru

(biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi

parenkim lobus. Dapat juga menggumpul di daerah para-mediastinal dan

terlihat dalam foto sebagai figura interlobaris.

Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya

cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai

penentuan waktu melakukan aspirasi cairan tersebut, terutama pada efusi

yang terlokalisasi. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada.

Adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat

memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Hanya saja

pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.

2. Torakosentesis

Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk

diagnostic maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada

penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di

21

Page 22: pneumonia

sela iga IX garis aksilaris posterioar dengan memakai jarum Abbocath nomor

14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1.000-1.500

cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan aspirasi berulang-

ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleural

shock (hipotensi) atau edema paru. Edema paru dapat terjadi karena paru-

paru menggembang terlalu cepat.

Untuk diagnostic caiaran pleura dilakukan pemeriksaan:

1) Warna cairan

Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan (serous-xantho-

chrome). Bila agak kemerah-merahan,ini dapat terjadi pada trauma, infark

paru, keganasan, adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning

kehijauan dan agak perulen, ini menunjukan adanya empiema. Bila

merahtengguli, ini menunjukan adanya abses karena amoeba.

2) Biokimia

Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang

perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

22

Page 23: pneumonia

(dikutip dari Asril Bahar: 2001)

Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia di periksakan juga pada

cairan pleura:

A. Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit

infeksi, arthritis rheumatoid dan neoplasma

B. Kadar amylase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis

adenokarsinoma.

23

transuda

t

Eksudat

Kadar

protein

dalam efusi

efusi (g/dl)

< 3 > 3

Kadar

protein

dalam

serum per

kadar

protein

dalam

serum

< 0,5 > 0,5

Kadar LDH

dalam efusi

(I.U.)

< 200 > 200

Kadar LDH

dalam efusi

pe Kadar

LDH dalam

serum

< 0,6 > 0,6

Berat jenis

cairan efusi

< 1, 016 > 1, 016

Rivalta negatif Positif

Page 24: pneumonia

3) Sitologi

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostic

penyakit pleura, terutama bila ditemukan patologis atau dominasi sel –sel

tertentu.

a) Sel neutrofil: menunjukan adanya infeksi akut

b) Sel limfosit: menunjukan adanya infeksi kronik seperti pleuritis

tuberkulosa atau limfoma malignum.

c) Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat adanya infark

paru.biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.

d) Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.

e) Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis rheumatoid.

f) Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik.

4) Bakteriologi

Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung

mikroorganisme, apalagi bila cairanya purulen.Efusi yang purulan dapat

mengandung kuman-kuman yang aerob ataupaun anaerob. Jenis kuman

yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneumokokus, E, coli,

Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.

3. Biopsi pleura

Pemeriksaan histology stu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat

menunjukan 50-75 persen diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkolosa dan

tumor pleura. Komplikasi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebarab

infeksi atau tumor pada dinding dada.

4. Pendekatan pada efusi yang tidak terdiagnosis

Analisis terhadap cairan pleura yang dilakukan satu kali kadang-kadang tidak

dapat menegakkan diagnosis. Dalam hal ini dianjurkan asppirasi dan

anakisisnya diulang kembali sampai diagnosis menjadi jelas.

Jika fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti:

a) Bronkoskopi, pada kasus–kasus neoplasma, korpus alienum dalam

paru, abses paru.

b) Scanning isotop, pada kasus-kasus dengan emboli paru.

24

Page 25: pneumonia

c) Torakoskop(fiber-optic-pleuroscopy) pada kasus-kasus dengan

neoplasma atau tuberculosis pleura.

II.4.2 abses paru

DEFINISI

Abses paru didefinisikan sebagai semua lesi di parenkim paru dengan proses

supurasi dan nekrosis jaringan.

EPIDEMIOLOGI

a. Mortalitas/Morbiditas

Kebanyakan pasien dengan abses paru primer dapat sembuh dengan

antibiotic, dengan tingkat kesembuhan rata-rata sebanyak 90-95%.

faktor host yang menyebabkan prognosis memburuk antara lain usia lanjut,

kekurangan tenaga, malnutrisi, infeksi HIV atau bentuk lain imunosupres,

keganasan, dan durasi gejala lebih dari 8 minggu. Tingkat kematian untuk pasien

dengan status imunocompromised mendasar atau obstruksi bronkial yang

kemudian membentuk abses paru dapat mencapai 75%.

b. Seks

Laki-laki mempunyai prevalensi yang dominan dalam kejadian abses paru yang

dilaporkan dalam beberapa seri kasus yang sudah dipublikasikan.

c. Umur

Abses paru pada umumnya terjadi pada pasien usia lanjut dikarenakan

meningkatnya penyakit periodontal dan peningkatkan prevalensi disfagi dan

aspirasi pada usia ini. Namun, serangkaian kasus dari warga yang tinggal di pusat

perkotaan dengan prevalensi alkoholisme tinggi melaporkan usia rata-rata yang

mengalami abses paru adalah 41 tahun.

ETIOLOGI

Penyebab abses paru diantaranya adalah:

Pneumonia nekrotikans, aspirasi benda asing, emboulus septik atau infeksi

pada infark paru, obstruksi bronkial oleh tumor, infeksi kista atau bula, perluasan

bronkiektasis ke parenkim, luka tembus dada, dan perluasan infeksi

transdiafragmatika seperti abses subfrenik dan amebik.

25

Page 26: pneumonia

Bakteri anaerob terdapat di hampir semua abses paru, kadang-kadang dalam

jumlah yang sangat banyak. Pada 89% kasus, penyebab abses paru adalah bakteri

anaerob. Yang paling sering adalah Peptostreptococcus, Bacteroides,

Fusobacterium dan Microaerophilic streptococcus.

Kebanyakan abses paru yang terjadi pada anak-anak disebabkan oleh

adanya aspirasi benda asing.

Abses paru dapat muncul sebagai komplikasi dari pneumonia aspirasi akibat

bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya memiliki masalah

periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri yang berasal dari celah gusi

sampai ke saluran pernafasan bawah dan menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki

sistem pertahanan terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika

sistem pertahanan tubuh sedang menurun, seperti yang ditemukan pada:

- seseorang yang berada dalam keadaan tidak sadar atau sangat mengantuk karena

pengaruh obat penenang, obat bius atau penyalahgunaan alkohol.

- penderita penyakit sistem saraf.

Organisme lainnya yang tidak terlalu sering menyebabkan abses paru adalah:

- Staphylococcus aureus

- Streptococcus pyogenes

- Streptococcus pneumoniae

- Klebsiella pneumoniae

- Haemophilus influenzae

- spesies Actinomyces dan Nocardia

- Basil gram negatif.

Penyebab non-bakteri juga bisa menyebabkan abses paru, diantaranya:

- Parasit (Paragonimus, Entamoeba)

- Jamur (Aspergillus, Cryptococcus, Histoplasma, Blastomyces, Coccidioides)

PATOFISIOLOGI

Aspirasi sering merupakan sumber infeksi organisme campuran gram-negatif dan

anaerob. Ini bisa merupakan akibat dari aspirasi subklinis dan disebut dengan

pneumonia gravitasional. Terutama harus dicurigai terdapat aspirasi apabila kavitas

terjadi di bagian paru yang berada di bawah. Keadaan klinis seperti hygiene mulut

26

Page 27: pneumonia

yang jelek, alkoholisme, atau tumor nasofaring, laring atau mulut akan menyokong

diagnosa. Pasien biasanya akan menderita demam dengan batuk produktif.

Faktor predisposisi terjadinya abses paru seorang pasien:

1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan.

Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis dan kanker

paru yang terinfeksi.

2. Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu

Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar, kanker

esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia.

3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah, pus,

bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus. Lokalisasi abses

tergantung pada posisi tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju lobus

medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi dalam

keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segmen apikal lobus superior atau

segmen superior lobus interior paru kanan, hanya kadang-kadang aspirasi

dapat mengalir ke paru kiri. (1)

MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala

pneumonia pada umumnya yaitu:

o Panas badan 

Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang

dijumpai dengan temperatur > 400C.

o Batuk

Pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga

abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan

bau busuk yang khas (Foetor ex oroe)

o Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oroe

Dijumpai berkisar 40 – 75% penderita abses paru.

o Nyeri yang dirasakan di dalam dada

o Batuk darah

o Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat

badan.

27

Page 28: pneumonia

Pada pemeriksaan fisis dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup

pada perkusi, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta

takikardi.

DIAGNOSIS

Untuk menentukan diagnosis pasti dari abses paru haruslah menyingkirkan kavitas

yang ditimbulkan oleh karsinoma ataupun tuberculosis.

Diagnosis abses paru dapat ditegakkan berdasarkan:

1. Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, penurunan berat badan,

panas badan yang ringan, dan batuk yang produktif.

2. Riwayat penyakit sebelumnya. Adanya riwayat penurunan kesadaran

berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan epilepsi.

3. Gambaran radiologis abses paru menunjukkan adanya kavitas berdinding

dengan air fluid level di dalam kavitas.

4. Bronkoskopi. Untuk mengetahui adanya obstruksi pada bronkus. Obstruksi

bronkial skunder biasanya disebabkan oleh karsinoma.

5. Kultur sputum dapat mengidentifikasi penyebab dari abses paru

Foto Thorax

Kavitas

Abses paru ditandai dengan peradangan di jaringan paru yang menimbulkan

nekrosis dengan pengumpulan nanah. Pada foto PA dan lateral abses paru

biasanya ditemukan satu kavitas, tetapi dapat pula multi-kavitas berdinding tebal

dengan diameter antara 2-20 cm. Biasanya ditemukan pula permukaan udara dan

cairan di dalamnya (air-fluid level).

Gambaran radiologik kavitas paru merupakan hasil dari nekrosis parenkim paru

dengan evakuasi jaringan nekrotik melalui percabangan trakeobronkial. Adanya

hubungan dengan percabangan memungkinkan udara memasuki daerah nekrotik,

dan ini menimbulkan gambaran radiologik berupa defek lusen.

Nekrosis tipe ini akan mengakibatkan hilangnya corakan bronkovaskular normal

yang diakibatkan oleh dekstruksi hampir seluruh dinding alveoli, septa interlobularis,

dan bronkovaskular pada daerah kavitas. Parenkim paru normal di sekitarnya

bereaksi terhadap jaringan nekrosis ini dengan membentuk suatu reaksi inflamasi di

sekitar bahan nekrotik dengan edema lokal dan pendarahan. Dinding kavitas

28

Page 29: pneumonia

dibentuk oleh infiltrat inflamasi di sekitar lesi, edema, perdarahan, dan jaringan paru

normal yang tertekan.

CT- Scan

CT-scan dapat membantu visualisasi anatomi yang lebih baik daripada foto thorax,

dan sangat berguna untuk membedakan abses paru dengan empyema atau infark

paru, ataupun kelainan paru lain dengan lesi berupa kavitas.

Gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan

kavitas berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak.

Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding

abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan

bronkhus yang berada dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa

jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru

umumnya 75% berada di lobus bawah paru kanan bawah.

TERAPI

Terapi antibiotik

Penisilin merupakan pilihan dengan dosis satu juta unit, 2-3 kali sehari

intramuskular. Bila diperkirakan terdapat kuman gram negatif dapat

ditambahkan kloramfenikol 500 mg empat kali sehari. Respons terapi yang

baik akan terjadi dalam 2-4 minggu, dan selanjutnya bisa dilanjutkan dengan

terapi antibiotik peroral. Pada terapi peroral diberikan:

Penisilin oral 750 mg empat kali sehari.

Apabila hasil terapi kurang memuaskan, terapi dapat dirubah dengan:

Klindamisin 600 mg tiap 8 jam,

Metronidazol 4x500 mg, atau

Gentamisin 5 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis tiap hari.(1)

Drainase postural

Selalu dilakukan bersama dengan pemberian terapi antibiotik. Tubuh

diposisikan sedemikian rupa sehingga drainase pun menjadi lancar. Pada

kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui cabang bronkus, dengan

produksi sputum purulen.

29

Page 30: pneumonia

Bronkoskopi

Penting untuk membersihkan jalan napas sehingga drainase pun menjadi

lancar. Pada beberapa kasus, harus dikerjakan pula bronkoskopi untuk

menilai daerah abses pada cabang-cabang bronkial.

Bedah

Sekarang ini intervensi bedah sangat jarang dilakukan pada pasien abses

paru. Tindakan bedah pada abses paru biasanya dilakukan pada kasus

dengan komplikasi seperti haemoptisis masif, fistulla bronchopleural dan

empiema.

Untuk abses akut, sebelum dilakukan upaya pembedahan harus dilakukan

upaya medik lainnya terlebih dahulu. Tanda-tanda kemajuan pada

pengobatan adalah pengurangan batuk, sputum, demam, toksisitas, infiltrasi,

dan kavitasi pulmoner secara radiologik. Bila tidak ada tanda-tanda kemajuan

setelah 3-6 minggu, dapat dilakukan tindakan pembedahan. Namun apabila

tindakan bedah tidak memungkinkan akibat kondisi pasien yang buruk,

tindakan bedah yang dapat dilakukan hanyalah pengaliran melalui reseksi

iga.

Abses kronik yang tak menunjukkan respon terhadap terapi medik,

memerlukan reseksi ligamen atau lobus yang terkena.

PROGNOSIS

Bila tidak terlambat ditangani prognosisnya baik. Lebih dari 90% dari abses

paru-paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan oleh

obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang disebabkan oleh

abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada era preantibiotika dan sampai 15

– 20 % pada era sekarang.

Angka kematian untuk pasien dengan status yang mendasari immunocompromised atau obstruksi bronkial yang dapat memperburuk abses paru-paru mungkin mencapai 75%.(14)

30

Page 31: pneumonia

BAB III

Daftar Pustaka

Alwi, Idrus. 2007. Endokarditis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus.

Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Dorland, W. A. Newman, Kamus Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC, 2002.

Fauci, A.S. Braunwald, E. Kasper, D.L. Hauser, S.L. Longo, D.L. 2008. Harrison's:

Principles of Internal Medicine 17th Ed. USA: The McGraw-Hill Companies.

Guyton dan Hall. Fisiologi kedokteran. Edisi 11.Jakarta : EGC, 2008.

Sadler. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi 10. Jakarta : EGC, 2010.

Sherwood, Lauralee.2001.Fisiologi manusia.Edisi 2. Jakarta : EGC, 2001.

Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:

Airlangga University Press

31

Page 32: pneumonia

Anonim. Paru-paru dan Saluran Pernapasan. www.medicastore.com.

Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FK

UI

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.

Rofiqahmad. 2008. Thorax. http://www.efusi pleura/080308/thorax/weblog.htm.

32