Plagiarism Checker X Originality Reportrepository.poltekkes-denpasar.ac.id/3305/1/5 -...

30
Plagiarism Checker X Originality Report Similarity Found: 40% Date: Thursday, December 26, 2019 Statistics: 1210 words Plagiarized / 3047 Total words Remarks: High Plagiarism Detected - Your Document needs Critical Improvement. ------------------------------------------------------------------------------------------- Meditory __ PEMERIKSAAN KLINIK BERBASIS BIOSENSOR BAGIAN 2: Biosensor Virus Untuk Deteksi Penyakit Patogen Nur Habibah1 Abstract Nowadays, rapid determination of several viruses which caused pathogen diseases is really important. Most of rapid detection of human pathogen viruses was developed by using biosensor technology. Biosensor technology offers several advantages, such as simple, efficient, low cost, fast response, easy to operate, and reliable. Viral detection by using biosensor can also avoid the delay of diagnosis, so the doctor can determine the type of drugs quickly and also can decide the type of patient care, properly. Most of biosensor for virus detection was exploited by using electrochemical principle, with amperometric and volumetric transducer. Almost of virus biosensor used immobilized antibody onto electrode surface as a biorecognition element. Some of viruses that could be detected by using electrochemical biosensor are HCV, HBV, HIV and influenza virus. However, quality control of the biosensor result is important, so the biosensor could be selected as an alternative method for on-site determination, especially in clinical determination. Keywords: biosensor, virus biosensor, virus detection, pathogen diseases detection

Transcript of Plagiarism Checker X Originality Reportrepository.poltekkes-denpasar.ac.id/3305/1/5 -...

  • Plagiarism Checker X Originality Report

    Similarity Found: 40%

    Date: Thursday, December 26, 2019

    Statistics: 1210 words Plagiarized / 3047 Total words

    Remarks: High Plagiarism Detected - Your Document needs Critical Improvement.

    -------------------------------------------------------------------------------------------

    Meditory __ PEMERIKSAAN KLINIK BERBASIS BIOSENSOR BAGIAN 2: Biosensor Virus

    Untuk Deteksi Penyakit Patogen Nur Habibah1 Abstract Nowadays, rapid determination

    of several viruses which caused pathogen diseases is really important. Most of rapid

    detection of human pathogen viruses was developed by using biosensor technology.

    Biosensor technology offers several advantages, such as simple, efficient, low cost, fast

    response, easy to operate, and reliable.

    Viral detection by using biosensor can also avoid the delay of diagnosis, so the doctor

    can determine the type of drugs quickly and also can decide the type of patient care,

    properly. Most of biosensor for virus detection was exploited by using electrochemical

    principle, with amperometric and volumetric transducer. Almost of virus biosensor used

    immobilized antibody onto electrode surface as a biorecognition element.

    Some of viruses that could be detected by using electrochemical biosensor are HCV,

    HBV, HIV and influenza virus. However, quality control of the biosensor result is

    important, so the biosensor could be selected as an alternative method for on-site

    determination, especially in clinical determination.

    Keywords: biosensor, virus biosensor, virus detection, pathogen diseases detection

  • PENDAHULUAN Dewasa ini, kebutuhan terhadap metode analisis yang cepat, akurat,

    efektif, efisien dan mudah serta murah terus meningkat. Hal ini tentu saja menjadi

    tantangan baru bagi peneliti, tidak terkecuali di bidang pengembangan pemeriksaan

    klinik.

    Metode baru yang mulai banyak dikembangkan saat ini adalah teknologi sensor dan

    biosensor. Biosensor dikembangkan dengan mengintegrasikan sinyal biologis dari

    molekul seperti enzim, antibodi, fag-aptamer, atau rantai tunggal _DNA dengan suatu

    transduser fisikokimia yang sesuai, menjadi sinyal elektrik yang bermakna1,2.

    Sejak pertama kali dikembangkan oleh Clark dan Lyons pada tahun 1962 dengan

    mengimobilisasi enzim glukosa oksidase pada permukaan elektroda untuk mendeteksi

    glukosa darah, teknologi biosensor berkembang sangat pesat, salah satunya biosensor

    untuk mendeteksi virus3. 1.,2.,3., Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar

    Korespondensi : Nur Habibah1, Jurusan Analis Kesehatan, Poltekes Denpasar, Jalan

    Sanitasi No.

    1 Sidakarya, Denpasar-Bali 80224, Indonesia. Telp. +62-361-710 527, Fax. +62-361-710

    448 Email : [email protected]

  • Nur Habibah, PEMERIKSAAN KLINIK BERBASIS BIOSENSOR BAGIAN 2: Biosensor Virus

    Untuk Deteksi Penyakit Patogen

  • Setiap jenis virus memiliki mekanisme aksi yang berbeda. Secara umum virus terdiri dari

    virion (10-100 nm), yang mengandung genom DNA atau RNA yang dikemas dalam

    suatu kapsid4.

    Asam nukleat virus berfungsi untuk membawa informasi genetik yang diperlukan saat

    replikasi virus pada sel inang, sedangkan kapsid berfungsi untuk melindungi asam

    nukleat dari nukleasis dan membantu proses penempelan virus ke sel inang. Virus

    memerlukan sel inang untuk dapat bereproduksi dan bertahan hidup, dan sebagian

    besar virus bersifat patogen bagi manusia3,4,5.

    Virus dapat berpindah melalui makanan dan lingkungan, misalnya HRV, HEV, HAVs,

    astrovirus, sapovirus, enterovirus, coronavirus, parvovirus, rotavirus, adenovirus, dan

    lain-lain4. Hingga saat ini, rotavirus masih menjadi salah satu penyebab utama diare

    pada anak, dan dilaporkan menyebakan kematian hingga 5% penderita setiap tahunnya.

    Adenovirus merupakan virus yang menyebabkan infeksi saluran nafas, okular hingga

    enterik. Virus tersebut merupakan satu dari banyak virus yang sulit didiagnosa, karena

    memberikan gejala yang sangat sedikit5. Di beberapa negara berkembang, penyakit

    yang disebabkan oleh virus lain seperti malaria, TB, pneumonia, influenza dan HIV

    pernah menjadi pandemi3 Penyakit yang disebabkan oleh virus dapat dicegah, tetapi

    sayangnya _ratusan bahkan ribuan kasus kematian, terutama yang menimpa anak-anak

    dan balita setiap tahunnya disebabkan oleh virus5.

    Oleh karena itu, penyakit patogen yang disebabkan oleh virus menjadi masalah serius

    yang perlu diperhatikan. Hingga saat ini, proses deteksi dan kuantifikasi virus masih

    banyak dilakukan dengan metode konvensional. Metode konvensional yang banyak

    dilakukan adalah pengujian secara mikrobiologi.

    Meskipun metode pengujian tersebut memiliki sensitivitas yang cukup tinggi, namun

    pengujian secara mikrobiologi memerlukan waktu yang relatif lama, meliputi tahap

    kultur sel yang membutuhkan waktu 2-10 hari, tergantung pada jenis virus yang

    dideteksi, diikuti dengan tahap pengujian imunologi. Selain itu, pengujian secara

    mikrobiologi harus dilakukan oleh tenaga ahli3,4.

    Infeksi yang disebabkan oleh virus seringkali memberikan gejala umum yang hampir

    sama, sehingga menyulitkan dokter untuk menentukan diagnosa. Penggunaan teknologi

    biosensor untuk mendeteksi virus akan memungkinkan dokter untuk memastikan virus

    penyebab suatu infeksi dengan cepat dan memberikan resep dan jenis penanganan

    yang tepat.

  • Adanya antibodi spesifik dapat dideteksi menggunakan komponen virus sebagai agen

  • sensing untuk menunjukkan sejarah infeksi pada pasien non-imunocompromised3.

    Deteksi dan kuantifikasi virus merupakan hal yang mendasar untuk beragam aplikasi,

    mulai dari sanitasi dan produksi makanan hingga untuk kepentingan diagnostik dan

    terapeutik.

    Pengembangan teknologi biosensor untuk dapat menghasikan biosensor virus yang

    efisien, sensitif, mudah dan ekonomis masih terus dilakukan hingga saat ini. Terdapat

    beberapa jenis biosensor virus yang telah dikembangkan, antara lain metode optik

    seperti Surface Plasmon Resonance (SPR), serat optik, kuantum dot, elektrokimia seperti

    amperometri, voltametri, impedansi dan material nano6,7,8,9 _dengan suatu transduser

    fisikokimia.10 Biosensor terdiri dari dua komponen utama, yaitu bioreseptor yang akan

    mengenali analit target dan transduser yang akan merubah sinyal biologis menjadi

    sinyal elektrik yang terukur.

    Pada umumnya, perangkat biosensor juga ditambah dengan amplifier yang berfungsi

    untuk memperbesar sinyal elektrik yang diterima sehingga dapat dilanjutkan ke bagian

    pemroses data dengan mudah. Bioreseptor yang digunakan pada umumnya berupa

    asam nukleat, baik DNA, RNA atau PNA, enzim, antibodi, sel atau mikroorganisme,

    sedangkan jenis transduser yang digunakan antara lain transduser elektrokimia, optik,

    pizoelektrik dan termal11. Komponen utama biosensor dapat dilihat pada Gambar 14.

  • PEMBAHASAN _Gambar 1.

    Komponen utama biosensor Sebagian besar biosensor yang

  • Biosensor Virus Elektrokimia: Biosensor Amperometri dan Volumetri Biosensor adalah

    perangkat bioanalitik yang mengintegrasikan rekognisi molekul _digunakan untuk

    mendeteksi patogen adalah biosensor elektrokimia. Biosensor elektrokimia memiliki

    beberapa kelebihan dibandingkan dengan transduser lain, antara

  • lain memiliki sensitivitas yang tinggi, cocok untuk dikembangkan dalam skala mikro,

    instrumentasi yang digunakan sederhana, pengukuran tidak dipengaruhi oleh

    kekeruhan sampel, absorbsi atau fluoresensi komponen dalam sampel, serta dapat

    digunakan untuk deteksi sampel dengan berbagai jenis pelarut, sifat elektrolit dan

    temperatur3,11.

    Deteksi secara elektrokimia biasanya digunakan untuk deteksi virus patogen dengan

    menggunakan rekognisi DNA-DNA, DNA-PNA, DNA- RNA dan DNA-aptamer asam

    nukleat.11,12,13,14 . Kelebihan lain biosensor elektrokimia adalah dapat digunakan

    untuk analisis in-situ serta dapat dioperasikan tanpa tenaga ahli. Analisis dan deteksi

    virus pada biosensor jenis ini didasarkan pada prinsip afinitas, dimana antibodi

    digunakan untuk “mengikat” virus5 Kuantifikasi dengan menggunakan biosensor

    elektrokimia didasarkan pada pengukuran perubahan arus, potensial dan impedansi,

    yang diinduksi oleh reaksi biokimia yang terjadi antara bioreseptor dengan target analit.

    Sebagian besar biosensor elektrokimia menggunakan transduser amperometri

    danvolumetri11.

    Pada umumnya, biosensor virus elektrokimia dibagi menjadi 3, yaitu biosensor

    voltametri, amperometri dan impedansi. Pada biosensor amperometri, _hubungan

    antara arus dengan potensial di ukur di dalam sel elektrokimia, sedangkan biosensor

    voltametri mengukur tegangan pada saat tidak arus yang dialirkan.

    Transduser amperometri akan mendeteksi ikatan antara analit dengan bioreseptor jika

    ada produk yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi redoks pada permukaan

    elektroda, biasanya dilakukan dengan penambahan kompleks enzim antibodi- redoks3.

    Pada umumnya biosensor amperometri menggunakan elektroda karbon screen-printed

    karena lebih stabil, murah, disposable dan dapat digunakan untuk volume dalam jumlah

    kecil15. Permasalahan yang sering ditemukan pada biosensor elektrokimia adalah

    proses imobilisasi bioreseptor.

    Pada proses imobilisasi, bioreseptor arus dijaga agar tidak mengalami perubahan dan

    denaturasi. Selain itu, sensor amperometri dan volumetri sensitif terhadap perubahan

    pH dan ikatan molekul yang tidak spesifik sehingga dapat memberikan hasil positif

    palsu3. Beberapa pengembangan dan aplikasi biosensor elektrokimia untuk proses

    deteksi virus telah dipublikasikan.

    Biosensor elektrokimia yang dikembangkan oleh Ding, et al. mampu mendeteksi sekuen

    virus hepatitis B (HBV) melalui interaksi antara DNA virus dengan indikator redoks 2,9-

    dimetil-1,10-fenantrolin-kobalt. Deteksi

  • elektrokimia pada biosensor ini dilakukan menggunakan voltametri siklik dan voltametri

    diferensial pulsa.

    Pada kondisi optimum, sinyal elektrik yang dihasilkan memiliki linieritas pada range

    konsentrasi DNA target sebesar 3,96×10-7~1,32×10-6 M, dengan limit deteksi

    1,94×10-8 M. hal ini membuktikan bahwa biosensor ini memiliki sensitivitas yang cukup

    baik.16 Biosensor lain yang dikembangkan oleh Arikyosal et al. mampu mendeteksi

    sekuen DNA virus HBV, menggunakan prinsip deteksi voltametri, dengan memonitor

    sinyal oksidasi guanin pada pengembangan resistensi lamivudin.

    Pada kondisi optimum, biosensor ini mampu mendeteksi hingga konsentrasi 457

    fmol/mL DNA target17. Biosensor virus HBV yang lain dikembangkan dengan

    menggunakan indikator hibridisasi bis-(benzimidazol)- cadmium(II) dinitrat untuk

    mengembangkan biosensor elektrokimia sekuen DNA virus HBV. Biosensor ini memiliki

    range konsentrasi 1,49×10-7~1,06×10-6 M dengan limit deteksi 8,4×10-8 M.18

    Biosensor HBV lain dikembangkan oleh Zhang et al.,

    dengan menggunakan kompleks diaquabis-[N-(2- piridinilmetil)-benzamida-?2N,O]-

    cadmium(II) dinitrat sebagai indikator elektroaktif untuk mendeteksi adanya HBV secara

    voltametri. Biosensor ini dapat mendeteksi DNA virus HBV secara selektif _pada range

    konsentrasi 1,01×10-8~1,62×10-6 molL-1, dan memiliki limit deteksi 7,19×10-9 mol

    L-1.19 Inovasi biosensor amperometri lain dikembangkan oleh Lonescu, et al. untuk

    mendeteksi antibodi Virus West Nile (WNV) dengan mengimobilisasi bakteriofage T7.

    Biosensor ini terbukti potensial untuk dikembangkan sebagai biosensor untuk diagnosis

    virus20. Biosensor amperometri lain yang banyak dikembangkan adalah biosensor virus

    hepatitis C (HCV). Hepatitis C adalah penyakit yang ditemukan di hati akibat adanya

    infeksi virus HCV.

    Pada umumnya infeksi ini tidak memberikan gejala, namun dapat menyebabkan infeksi

    kronis yang mengakibatkan terjadinya sirosis hati setelah bertahun-tahun. Pada

    beberapa kasus, sirosis hati dapat menyebabkan terjadinya gagal fungsi hati, kanker

    hati, varises lambung dan esofagus yang dapat membahayakan jiwa21. Beberapa

    biosensor HCV yang pernah dilaporkan antara lain adalah biosensor elektrokimia yang

    dikembangkan oleh Riccardi et al.

    Biosensor ini memiliki kelemahan karena memerlukan waktu respon yang relatif lama,

    yaitu 10 menit22. Biosensor elektrokimia untuk deteksi HCV secara kualitatif dan

    kuantitatif didasarkan pada pembelahan spesifik enzim BamHI endonuklease juga

    berhasil dikembangkan oleh Liu, et al. Kuantifikasi didasarkan pada perbedaan puncak

  • arus yang bervariasi,

  • yang linier pada range konsentrasi 0,1~2,5µM23.

    Virus lain yang penting dan dapat menginfeksi manusia adalah virus HIV. HIV adalah

    lentivirus yang dapat menyebabkan acquired immunodeficiency syndrome, yaitu suatu

    kondisi dimana terjadi kegagalan progresif dari sistem kekebalan tubuh sehingga dapat

    menyebabkan infeksi oportunistik yang membahayakan jiwa hingga metastasis sel

    kanker.

    Deteksi awal virus HIV sangat penting dilakukan untuk penanganan penyakit serta

    pencegahan penyebaran penyakit21. Sebagian biosensor elektrokimia untuk deteksi

    virus HIV dikembangkan menggunakan teknologi nanomaterial. Salah satu biosensor

    virus HIV yang dikembangkan dengan teknologi nano adalah ultra trace biosensor

    voltametri, dengan menggunakan matriks nanotubes karbon yang berisi nano partikel

    perak, yang dilekatkan pada mikroelektroda emas sebagai media pendukung untuk

    imobilisasi 21-mer ss-DNA.

    Biosensor ini memiliki bekerja pada range konsentrasi 1~100 pM dengan limit deteksi

    0,5 pM24. Pengembangan biosensor elektrokimia lain untuk mendeteksi virus HIV-1

    dilakukan dengan mengimobilisasi bioreseptor pada matriks nano biokomposit

    kitosan/Fe3O4 dengan menggunakan metilen biru sebagai indikator hibridisasi redoks.

    Imobilisasi _bioreseptor pada matriks pendukung dilakukan berdasarkan pada ikatan

    kovalen yang terjadi antara sisi aktif elektroda dengan bioreseptor yang digunakan.

    Penggunaan Fe3O4 dapat meningkatkan transfer elektron, sehingga mampu

    meningkatkan sensitivitas sensor. Elektroda pada biosensor ini dilaporkan memiliki limit

    deteksi yang cukup rendah, yaitu 50 pM dengan stabilitas dan reprodusibilitas yang

    cukup baik25.

    Biosensor elektrokimia untuk deteksi jenis virus lain yang juga banyak dikembangkan

    antara lain adalah biosensor virus influenza A, virus avian influenza dan virus papilloma.

    Salah satu biosensor elektrokimia yang ultrasensitif untuk mendeteksi virus influenza A

    dikembangkan menggunakan glukosa oksidase yang dideposisikan pada nano partikel

    perak- heksasianoferat. Biosensor ini disebut sebagai biosensor ultrasensitif karena

    mampu mendeteksi ss-DNA target hingga pada rang konsentrasi femtomolar.

    Konsentrasi DNA target dikorelasikan dengan puncak arus voltamogram pada

    voltametri diferensial pulsa. Konsentrasi DNA dapat terkuantifikasi dengan baik jika

    berada pada range 1,0~10,0 fM, dengan limit deteksi 1,0 fM25. Biosensor elektrokimia

    virus papilloma dikembangkan dengan mengimobilisasi rantai tunggal oligonukleotida

    (HS-ssDNA) secara

  • __

  • koadsorpsi spontan pada permukaan elektroda emas screen-printed.

    DNA yang telah terimobilisasi pada permukaan elektroda tersebut, mampu

    meng-hibridisasi secara selektif DNA dalam larutan membentuk DNA rantai ganda (ds

    DNA) pada permukaan elektroda. DNA diperlakukan dalam asam, dan basa purin yang

    dilepaskan dalam kondisi asam diukur langsng secara voltametri. Pada kondisi optimum,

    biosensor ini mampu mendeteksi sekuen DNA target hingga pada konsentrasi 2pgmL-1.

    Biosensor ini meiliki kekurangan, karena hanya dapat digunakan satu kali27. Biosensor

    Virus Elektrokimia: Biosensor Impedansi Selain hubungan antara arus-potensial dan

    tegangan, perubahan kapasitansi dan impedansi pada saat terjadi fenomena hibridisasi

    dapat digunakan untuk _kuantifikasi biosensor.

    Biosensor impedansi elektrokimia untuk deteksi virus pada umumnya dikembangkan

    menggunakan lapisan monolayer dan polimer konduktif pada permukaan elektroda3.

    Skema biosensor impedansi yang dikembangkan dengan mengimobilisasi antigen pada

    lapisan monolayer dapat dilihat pada Gambar 23. Proses hibridisasi antara biosensor

    dengan antivirus yang terimobilisasi, akan menimbulkan respon konduktivitas yang

    dapat terukur, yang kemudian akan di konversikan menjadi perubahan resisitensi dan

    atau kapasitansi. Deteksi teradap perubahan kapasitansi lebih mudah dilakukan karena

    tidak memerlukan elektroda referensi.

    Akan tetapi, teknik ini memiliki beberapa kekurangan anatara lain kurang sensitif, dan

    ikatannya idak spesifik,

  • Antibodi terimobilisasi Lapisan monolayer Elektroda emas Gambar 2. Biosensor virus

    yang dikembangkan dengan mengimobilisasi antibodi pada lapisan monolayer di

    permukaan elektroda emas3

  • seingga dapat memberikan hasil positif palsu3.

    Beberapa biosensor impedansi yang telah dikembangkan anatara lain biosensor untuk

    deteksi virus influenza, herpes, HBV, HCV, demam, rabies dan HIV3. Salah satu biosensor

    impedansi untuk deteksi virus berhasil dikembangkan pada tahun 2015. Biosensor ini

    dikembangkan dengan lapisan multilayer untuk modifikasi elektroda emas.

    Lapisan multilayer yang digunakan adalah 1,6-heksanaditiol, asam 11-

    merkaptoundekanoat, dan 5 jenis antibodi monoklonal yang diimobilisasi pada

    permukaan elektroda secara kovalen. Biosensor ini mampu mendeteksi 5 tipe

    adenovirus. Biosensor ini memiliki kemampuan deteksi yang baik, dengan limit deteksi

    30 partikel virus/mL21. Biosensor impedansi virus yang lain dikembangkan dengan

    memasangkan metode biosensor ini dengan spektroskopi elektrokimia impedansi (EIS)

    dan mikroskop gaya atom (AFM)3. Meskipun biosensor impedansi virus ini sangat

    potensial untuk dikembangkan, namun pengembangan metode ini masih terbilang

    baru.

    Pengembangan secara kontinyu sangat diperlukan untuk meningkatkan stabilitas,

    selektivitas dan sensitivitas elektroda, serta kecepatan respons sehingga mampu

    digunakan untuk real-time monitoring3. _SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

    Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan biosensor di

    bidang pemeriksaan klinik, utamanya untuk deteksi virus patogen memberikan banyak

    keuntungan.

    Deteksi virus menggunakan biosensor mampu memeberikan hasil yang lebih cepat,

    sehingga memungkinkan diagnosis yang lebih cepat serta penanganan yang lebih tepat.

    Disamping itu, deteksi dini terhadap penyakit patogen dapat mengurangi penyebaran

    virus serta resiko yang mungkin timbul akibat penyebaran virus tersebut. Sebagian besar

    biosensor virus dikembangkan dengan mengimobilisasi asam nukleat atau antibodi

    pada permukaan elektroda.

    Interaksi antara antara antibodi dengan DNA virus akan menghasilkan respon yang

    dapat terkuantifikasi. Biosensor virus yang paling banyak dikembangkan adalah

    biosensor elektrokimia dengan transduser amperometri, volumetri dan impedansi.

    Beberapa virus patogen yang telah berhasil dideteksi dengan biosensor elektrokimia

    antara lain adalah virus HIV, HCV, HBV dan influenza.

    Saran Perlu disampaikan review pengembangan biosensor virus dengan metode yang

    lain, seperti sensor optik virus dan sensor pizoelektrik virus, serta

  • biosensor untuk deteksi penyakit patogen yang disebabkan oleh bakteri. Selain itu,

    perlu juga disampaikan pengembangan sensor untuk pemeriksaan di bidang yang lain

    seperti lingkungan dan industri makanan sehingga dapat memberikan informasi dan

    wawasan yang baru kepada pembaca dan peneliti.

    Pelaksanaan kontrol kualitas terhadap hasil yang diberikan oleh biosensor dan sensor

    juga perlu terus dikembangkan agar hasil yang diberikan selalu akurat, sehingga dapat

    dijadikan sebagai alternatif metode untuk pemeriksaan di lapangan. DAFTAR PUSTAKA

    E.B. Bahadir and M.K. Sezgintürk, Applications of Commercial Biosensors in Clinical,

    Food, Environmental, and Biothreat/Biowarfare Analyses, Anal. Biochem., 2015 (478),

    107–120. V.

    Perumal and U. Hashim, Advances In Biosensors: Principle, Architecture And

    Applications, J. of App. Biomed. 2014 (12), 1–15. Caygill, R.L., Blair, G.E. and Miller, P.A., A

    Review on Viral Biosensor to Detect Human Pathogens, Anal. Chim. Acta, 2010 (681),

    8-15. Yadav, R., Dwivedi, S., Kumar, S. and Chaudhury, Trends and Perspectives of

    Biosensors for Food and Environmental Virology, Food Environ. Virol, 2010 (2), 53-63.

    Altintas, Z., Gittens, M.,

    Pocock, J. and Tothill, I.E., Biosensor for Waterborne Viruses: Detection and Removal,

    Biochimie, 2015 (115), 144-154. Yang, L. and Bashir, R., Electrical/electrochemical

    impedance for _rapid detection of foodborne pathogenic bacteria, Biotechnol. Adv.,

    2008 (26), 135–150. Ricci, F., Volpe, G., Micheli, L. and Palleschi, G., Anal. Chim. Acta,

    2007 (605). Munoz-Berbel, X., Godino, N., Laczka, O., Baldrich, E., Munoz, F.X. and Del-

    Campo, F.J.,

    Impedance-Based Bioensors for Pathogen Detection, Springer, 2008. Wark, A.W., Lee, J.,

    Kim, S., Faisal, S.N. and Lee, H.J., Bioaffinity Detection of Pathogen on Srfaces, J. Ind. Eng.

    Chem., 2010 (16), 169-177. Malhotra, B. D., Chaubey, A. and Singh, S.P., Prosepect of

    Cnducting Polymers in Biosensors, Anal. Chim. Acta, 2006 (578), 59-74. Singh, R.,

    Mukherjee, M.D., Sumana, G., Gupta, R.K., Sood, A. and Malhotra, B.D.,

    Biosensors for Pathogen Detection: A Smart Approach Towards Clinical Diagnosis, Sens.

    And Act. B: Chem., 2014 (197), 385-404. Drummond, T.G., Hill, M.G. and Barton, J.K,

    Electrochemical DNA Sensors, Nat. Biotechnol., 2003 (21), 1192-1199. Mothershed, E.A.

    and Whitney, A.M., Nucleic Acid-Based Methods for the Detection of Bacterial

    Pathogens: Present and Future Considerations for the Clinical Laboratory, Clin. Cim.

    Acta, 2006 (363), 206-220. Girousi, S., Karastogianni, S. and Serpi, C., Innovative

    Configurations of Electrochemical DNA Biosensors (A Review), Sens. Electroanal., 2011

  • (6), 65-87. Yu, D., Blankert, B., Viré, J-C. and Kauffmann, J-M., Biosensors in Drug

    Discovery Analysis, Anal. Letters., 2005 (38), 1687-1701. Ding, C., Zhao, F., Zhang, M. and

    Zhang, S.,

    Hybridization Biosensor Using 2,9-Dimethyl-1,10-Phenantroline Cobalt as

    Electrochemical Indicator for

  • Detection of Hepatitis B Virus DNA, Bioelectrochemistry, 2008 (72), 28-33. Arikyosal,

    D.O., Karadeniz, H., Erdem, A., Sengonul, A., Sayiner, A.A. and Ozsoz, M., Label-Free

    Electrochemical Hybridization Genosensor for the Detection of Hepatitis B Virus

    Genotype on the Development of Lamivudine Resistance, Anal. Chem.,

    2005 (77), 4908-4917. Li, X-M., Ju, H-Q., Du, L-P. and Zhang, S-S., A Nucleic Acid

    Biosensor for the Detection of a Short Sequence Related to the Hepatitis B Virus Using

    Bis- (Benzimidazole)-Cadmium(II) Dinitrate as an Electrochemical Indicator, J. of

    Inorganic Chem., 2007 (101), 1165- 1171. Zhang, S., Tan, Q., Li, F. and Zhang, X.,

    Hybridization Biosensor Using Diaquabis[N-(2- Pyridinylmethyl)Benzamide-?2N,O]-

    Cadmium(II) Dinitrate as a New Electroactive Indicator for Detection of Human Hepatitis

    B Virus DNA, Sens. And Act. B: Chem., 2007 (124), 290- 296. Ionescu, R.E., Cosnier, S.,

    Herzog, G., Gorgy, K., Leshem, B., Herrmann, S. and Marks, R.S., Enzyme Microb. Technol.,

    40 (2007), 403. Lin, D., Tang, T., Jed Harrison, D., Lee W.E. and Jemere, A.B.,

    A Regenerating Ultrasensitive Electrochemical Impedance Immunosensor for the

    Detection of Adenovirus, Biosens. Bioelectron., 2015 (68), 129-134. Riccardi, C.S.,

    Kowalik, J., Josowics, M., Hideko, Y., Mizaikoff, B. and Kranz, C., Label-Free DNA

    Detection of Hepatitis C Virus (HCV), 210th ECS Meeting, 2006, 585. Liu, S., Hu, Y., Jin, J.,

    Zhang H. and Cai, C., Electrochemical Detection of Hepatitis C Virus based on

    Site-Specific DNA Cleavage of BamHI Endonuclease, Chem. Commun.,

    2009 (13). Wang, R., Xue, C., Gao, M., Qi, H. and Zhang, C., Ultratrace Voltammetric

    _Method for the Detection of DNA Sequence Related to Human Immunodeficiency Virus

    Type 1, Microchim. Acta, 2011 (172), 291-297. Tran, L.D., Nguyen, B.H., Van Hieu, N.,

    Tran, H.V., Nguyen H. Le. and Nguyen, P.X.,

    Electrochemical Detection of Short HIV Sequences on Chitosan/Fe 3O4 Nanoparticle

    Based Screen Printed Electrodes, Mater. Sci. Eng. C, 2011 (31), 477-485. Chen, X., Xie, H.,

    Seow, Z.Y. and Gao, Z., Biosensors and Bioelectronics an Ultrasensitive DNA Biosensor

    based on Enzyme-Catalyzed Deposition of Cupric Hexacyanoferrate Nanoparticles,

    Bioens. And Bioelectron.,

    2010 (25), 1420–6. Zari, N., Amine, A. and Enhaji, M.M., Label-Free DNA Biosensor for

    Electrochemical Detection of Short DNA Sequences Related to Human Papilloma Virus,

    Anal. Letters, 2009 (42), 519-535.

  • __

    INTERNET SOURCES:

    -------------------------------------------------------------------------------------------

    19% - https://www.scribd.com/document/368218336/JURNAL-DIABETES-MELITUS