Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia ...

14
Abdul Jamil. Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia... Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia (Analisis terhadap Hukum Perkawinan dan Kewarisan) AbdulJamil Abstract In comprehending the quranic text and Hadits (prophet tradition) systematically. The position of women on marriage and legacy is getting sub-ordination. The men is posi tioned and symbolized as a superior because of his obligation and responsibility is considered bigger than the women. Recently, through contextual interpretation on gen der justice dimension, treatment and placement of women position proportionally and parallelly with the men have become the frame and innovation paradigm ofIslamic Law forthe two fields. Through this innovation the discriminative treatment and the view of the unsuitable cultural construction forthe women is expected tobe corrected andopen our eyes for the justice in which recently they are closed by the misled cultural symbol. Pendahuluan Tuntutan pemberdayaan perempuan 1989 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) di tampaknya masih menjadi perhatian khusus, Tahun 1990. bahkan menjelang pemilu 2004 isu-lsu gen- Tuntutan para pejuang gender akan der menguat kembali menjadi komoditas kesetaraan antara perempuan dan laki-laki politik, seperti pertambahan kuota 30% bag! merupakan upaya untuk mendapalkan status calon legislatif perempuan. Dinamisasi yangsama dan kesempatanyangsama dalam tuntutan isu-isu gender(sekitar 1990-an) inilah merealisasikan potensinya sebagai tiak-hak kemungkinan menjadi pertimbangan awal asasi.^ Di bidang hukum. kesetaraan yang perlunya kajian-ulang terhadap hak-hak dimaksud adalah bagaimana peran perempuan dalam wacana hukum Islam di perempuan agar memtliki peiuang yang sama Indonesia, sebab Undang-undang Peradilan dalam mendukung hak dan kewajiban sebagai Agama baru disahkan pada bulan Desember subjek hukum. ' Saparina Sadii, 'Pemberdayaan Perempuan dalam Perspektif Hak Asasi Manusia" dalam Tapi Omas IhromI DKK, Penghapusan Disknminasi terhadap Wanita, Edisi pertama, C\k. 1, (Bandung; Alumni, 2000), tilm.8

Transcript of Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia ...

Page 1: Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia ...

Abdul Jamil. Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia...

Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam diIndonesia (Analisis terhadap Hukum Perkawinan

dan Kewarisan)

AbdulJamil

Abstract

In comprehending the quranic text and Hadits (prophet tradition) systematically. Theposition ofwomen on marriage and legacy is getting sub-ordination. The men ispositioned and symbolized as a superior because ofhis obligation and responsibility isconsidered bigger than the women. Recently, through contextual interpretation ongender justice dimension, treatment and placement ofwomen position proportionally andparallelly with the men have become the frame and innovation paradigm ofIslamic Lawforthe two fields. Through this innovation the discriminative treatment and the viewoftheunsuitable cultural construction forthe women isexpected tobecorrected andopen oureyes for the justice in which recently they are closed by the misled cultural symbol.

Pendahuluan

Tuntutan pemberdayaan perempuan 1989 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) ditampaknya masih menjadi perhatian khusus, Tahun 1990.bahkan menjelang pemilu 2004 isu-lsu gen- Tuntutan para pejuang gender akander menguat kembali menjadi komoditas kesetaraan antara perempuan dan laki-lakipolitik, seperti pertambahan kuota 30% bag! merupakan upaya untuk mendapalkan statuscalon legislatif perempuan. Dinamisasi yangsama dan kesempatanyangsama dalamtuntutan isu-isu gender(sekitar 1990-an) inilah merealisasikan potensinya sebagai tiak-hakkemungkinan menjadi pertimbangan awal asasi.^ Di bidang hukum. kesetaraan yangperlunya kajian-ulang terhadap hak-hak dimaksud adalah bagaimana peranperempuan dalam wacana hukum Islam di perempuan agar memtliki peiuang yang samaIndonesia, sebab Undang-undang Peradilan dalam mendukung hak dan kewajiban sebagaiAgama baru disahkan pada bulan Desember subjek hukum.

' Saparina Sadii, 'Pemberdayaan Perempuan dalam Perspektif Hak Asasi Manusia" dalam Tapi OmasIhromI DKK, Penghapusan Disknminasi terhadap Wanita, Edisi pertama, C\k. 1, (Bandung; Alumni, 2000),tilm.8

Page 2: Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia ...

Secara konseptual, mengkaji hukum Islam di Indonesia tidak dapat dipisahkandengan sistem hukum yang berlaku di Indonesia yang dipengamhi juga oleh sistemhukum di dunia. Sebagaimana diketahuibahwa di dunia setidaknya ada lima sistemhukum, dan sampai saat ini Indonesiamengadopsi tiga dari lima sistem hukumtersebut, yaitu: (1) hukum Barat, (2) hukumAdat, dan (3) hukum Islam.^ Dalam praktiknya,ketiga sistem hukum tersebut tidak diadopsisecara mutlak sebab kondisi sosio-budayahukum masyarakat Indonesia yang pluralis,majemuk dan multietnik tidak memungkinkanunifikasi ke dalam satu sistem hukum tertentu.

Seperti halnyahukum Islam, sebagian kaedahhukumnya hanya ditransflantasikan ke dalamhukum perdata tertentu saja, di antaranyaperkawinan, kewarisan, perbankan,wakafdanshadaqah, demikian juga di bidang hukumpidana dan hukum tata negara.

Dalam wacana hukum Islam, kerancuanpengertian syariah dan hukum Islam masihsering terjadi. Secara etimologis, kedua termini memiliki pengertian yang bertjeda. Syariahmengandung pengertian iebih sempit,yaknihukum-hukum yang bersumber dari al-Quran dan kitab hadits. Sedangkan hukumIslam mengandung pengertian Iebih luas,selain bersumber dari al-Quran dan hadits

juga ijtihad. Dengan demikian peraturan

perundang-undangan yang dibuat olehlembaga yang berwenang yang tidakbertentangan dengan syariah termasukpengertian hukum Islam. Dalam pendapatAhmad Sukardja disebut dengan SiyasahSyariah.^

Untuk melihat bagaimana peiiindunganhak-hak perempuan dalam hukum Islam diIndonesia maka dapat dilihat bagaimana hak-hak tersebut diatur, dijamin dan dilindungidalam hukum perkawinan dan kewarisan.Sejak diundangkannya Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang PeradilanAgama, dan Inpres No. 1 Tahun 1991 tentangKompilasi Hukum Islam, serta Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang PeradilanAgama, perempuan telah memiliki kedudukanyang setara dengan kaum laki-Iaki bahkanperaturan-peraturan tersebut cenderung Iebihmelindungi hak-hak perempuan, khususnyadalam masalah perceraian.^

Pandangan Hukum Islam (klasik)terhadap Perempuan

Perempuan dalam perjalanan sejarah,sejak jaman orang-orang Yunani, Romawi,Undang-undang Hammurabi. Yahudi sampaimasaJahiliyah mempunyai sejarahyang buruk,yang dipengaruhi oleh sikap kebiasaan yang

' BacaMohammad Daud All, Hukum IslamPengalarllmu Hukum dan Tata Hukum Islam diIndonesia. Ed.5,Ctk. Ke lima, (Jakarta; RajaGrafindo Persada, 1996}, him. 188.

'Ahmad Sukardja, PiagamMadinah dan Undang-Undang Dasar 1945:kapanPerbandinganTentangDasarHidup Bersama dalam Masyarakat Yang iWayemuk (Jakarta: Ul Press,1995), him. 9-10. danllhatjugaMuhammad Daud Ali, Hukum Islam , op.cH. him. 44

*Hadari Djenawi Taher, Pokok-Pokok Pikiran dalam U.U. Peradilan Agama (Jakarta: AJda, 1989), him.12'Baca Maya binti Mubarok, 'Mausu'ah Al-Mar'alul Muslimah" yang diterjemahkan oleh Amir Hamzah

Fachrudin, Ensiklopedi Wanita Muslimah (Jakarta:Daru! Falah,1418H). h!m.5-13.

48 JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL 10. SEPTEMBER 2003:47 - 60

Page 3: Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia ...

Abdul Jamil. Peillndungan Perempuan dalam Hukum Islam diIndonesia...

buruk masyarakat tertiadap perempuan padawaktu itu.^ Sikap pandang yang demikiandiwarlskan turun-temurun dari generasi kegenerasi. Sebagai contoh wanila dalampandangan orang-orang Yunani sebagai najisdan kotoran dari basil perbuatan setan, wanitadipandang sebagai orang yang tidakmempunyai harga diri dan marlabat. Di masajahiliyah perempuan juga tidak mempunyaitempat yang terhormat sehingga perempuandipandang sebagai objek bukan subjek,bahkan perempuan bisa menjadi objekwarisan apabila ditinggal mati suaminya dananaknya menghendaki untuk itu.^ Ringkasnyaperempuan tidak mempunyai kedudukan yangsempuma sebagai makhluk ciptaan Tuhanyang sempurna untuk memakmurkan burnl.Pandangan inilah yang mempengaruhipandangan hukum terhadap perempuan.

Reran agama khususnya Islam mempunyaiandi! besar sebagai pemutus mata rantaiterhadap pertakuan yang tidak adil demikian.Islam merubah kebiasaan buruk danpandangan yang negatif terhadap perempuan.Ajaran Islam menempatkan posisi perempuanbaik dalam halibadahmaupun hukum sebagaisubjek bukan objek. Islam mendudukkan laki-laki dan perempuan setara. Kesetaraan initerlihat terutama dalam vis! dasarkemanusiaannya.'

Dalam ajaran syariah (setelah NabiMuhammad SAW diangkat menjadi nabi dan

rasul) kedudukan kaum perempuan yangtadlnya secara turun-temurun dianggapsebagai objek, —sebagai contoh dalam haiperkawinan yang berhak menentukan maupunyang menerima mahar adalah orang tuanyasebagai wali,— dirubah menjadi, baik yangmenentukan jumlah maupun yang menerimamahar adalah hak perempuan yang menikah,demikian juga dalam hukum kewarisan yangtadinya perempuan sebagai objek warisan,dirubah posisinya menjadi subjek penerimawarisan dari keluarganya® atau kerabat yangmeninggal dunia.

Dalam hukum perkawinan (klasik), hakmentalak ada pada laki-laki. Ketentuan inidipengaruhi oleh adat kebiasaan sebelum Islam atau ma'sa jahiliyah yang seenaknya saj-?.memperlakukan perempuan termasuk hakuntuk merujuk Istrinya sebelum masa 'iddahhabis. Tindakan laki-laki seperti itu tidaksemata-mata untuk mencabut talaknya yangsudah terlanjur jatuh dan merasa kasihanmelihat bekas istri dan anak-anaknyamenderita, tetapi ia ingin kembali kepadaistrinya dan mentalak yang kedua kalinya danseterusnya agar perempuan (bekas istrinya)terkatung-katung, tidak dapat menikah dantidak bebas. islam membatasi penjatuhantalak hanya dua kali dan penjatuhan talak yangketiga berarti talak yang terakhir. Untuk talakketiga bekas suami dapat kembali apabilabekas istri yang dicerai itu sudah menikahdengan laki-laki lain.^ Islam tidak me:.jhapus

^Ibid., him.5-9^Masdar F. Mas'udi, "Perempuan dalam Wacana Keisiaman," dalam Perempuan dan Pemberdayaan:

Kumpulan Karangan untuk Menghonnaii Ulang Tahun ke-70 Ibu Sapan'na SadS, Penyunting Smila Notosusantodan E. KrisUn Poerwandari, Clk. Pertama, (Jakarta: Obor, 1997), him. 59

®/b/cf., him. 59, baca juga Haya binti Mubarok Al-Barik, op. cit., him. 9-14®J.N.D. Anderson, Hukum Islam di Dunia Moderen (Islamic Law in the Modem World), Penterjemah

Machnun Husain, Edisi Revisi, Ctk. 1. (Yogyakarta; Tiara Wacana Yogya. 1994), him. 50-51

49

Page 4: Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia ...

hak talak tetapi yang dilarang oleh Islamadalah perlakuan suami tanpa batas dalammentalak istrinya. Para ahli hukum Islam(klasik) sepakat bahwa hitungan talak dan haktalak tetap ada pada suami (laki-Iaki), akantetapi masalah penggunaannya para ahlihukum Islam hampirtidak mempersoalkannya,sehingga talak hampir tidak ada kendalinya.Sebab sepertidiketahui di kalangan kelompokSunni, pengucapan talak tIdak diberikanbatasan, bahkan dalam madzhab Hanafidikatakan ucapan talak yang dikatakan padawaktu mabuk atau diancam pihak laindianggap sahdan mempunyai akibal hukum.^°

Terhadap persoalan talak ini para ahlihukum Islam (klasik) hanya membagi lafadlatau ucapan talak saja sehingga kapan sajadandimanasajatalakilu bisajatuh.^^ Jatuhnyatalak tidak memandang sebab dan tempat,kalau suami merasa tidak puas dengan Istiimaka suami dapat dengan seenaknya sajamenjaluhkan talak, bahkan yang sangatekstrimsuami dapatseenaknyamemperiakukan istrinyakalau ia suka, misalnya malam menikah pagibisa sajabercerai dan lain sebagainya. Dengandemikian, persoalan cerai hanya semata-mataada padalakNaki, sebab perempuan (istri) tidakmempunyai hak untuk menjatuhkan talak.Semenderita apapunseorang perempuan(istri)dalam rumah tangganya, ia tetap tidak dapatmenceraikan suaminya.

Persoalan lain dalam hukum perkawinanadalah perempuan hamil di luar nikah tidakboleh menikah meskipun dengan teman laki-Iaki berzinanya sampai anak dalamkandungan perempuan itu lahir Di siniperempuan sangat didudukkan pada derajatyang hina danrendah, meskipun perberbuatanitu dilakukan sukasama suka, sementara laki-Iaki tidak menanggung resiko apapun. Resikoakibat hasil perbuatan zina itu-ditimpakankepada perempuan serta anak yang akandilahirkan. Apabila diiihat sanksi pidananya(dalam jinayah) di dalam surat an-Nur ayat (2)keduanya baik laki-Iaki maupun perempuansama-sama kena hukuman cambuk. Dalam

ayat(3), pezina itu tidak boleh menikah kecualidengan teman berzinanya.

Apabila ditarik garishukum dari keduaayat(2 dan 3) di atas maka hukuman bagi pezinatidak hanya dijatuhkan kepada perempuansaja tetapi juga pada laki-Iaki pasanganberzinannya. Sedangkan perempuan yanghamil dari hasil hubungan zina diharamkanmenikah dengan laki-Iaki mukmin lain kecualidenganlaki-Iaki pasanganberzinanya tersebutSanksi hukum demikian tentulah sangat tidakadil karena risiko hanya dibebankan padaperempuan secara sepihak sementara laki-Iakipasangan berzinanya dibebaskan dari resiko(sanksi), padahal hubungan itu dilakukan atasdasar kesepakatan berdua atau suka sama

'"/b/d., him.63-65" Cara menjatuhkan atau lafadl talak dalam fiqh adabeberapa istilah yaitu: talak sarikh (jelas) artinya ahwa

suami jelas mengucapkan kepada istrinya. "kamu saya talak maka jatuhlah talak suami kepada istrinya;" yangkedua talak kinayah (sindiran), talak yang ucapannya hanya melalui sindiran, misalnya suami mengatakankepada istrinya, engkau sekarang haram untukku, atau sekarang pulanglah kamu kepada orangtuamu dan Ian-lain. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Ctk. Kedua belas, (Jakarta: Attahirijah, 1955), him. 381, lihal juga Sudarsono,Pokok-Pokok Hukum Islam, Clk. Pertama, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), him. 262, lihal juga Abdullah Djamali,Hukum Islam Asas-asashukum Islam I. Hukum Islam H, Ctk. I, (Bandung: Mandar Maju, 1992), him. 95

50 JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL 10. SEPTEMBER 2003:47 - 6(?

Page 5: Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia ...

AbdulJamil. Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia...

suka. Larangan menikah bagi perempuanhamii semata-mata menghukum siperempuan dan keluarganya, seolah-lah fakl-lakinya adalah kebal terhadap hukum.

Larangan pernikahan perempuan hamilakibat zina dengan laki-Iaki pasangan >berzinanya akan mengakibatkan penderitaanperempuan dan keluarganya semakin beratdan berkepanjangan. Sebab kalau sianak itulahirtanggung jav/ab merawat, membesarkandan mendidik anak menjadi beban ibu dankeluarganya. Hal in! sudah barang tentumembutuhkan biaya (materi). Penderitaan inimasih ditambah lagi dengan cap negatif sosialterhadap si anak sebagai anak haram.

Persoalan lain yang berkaitan dengankedudukan perempuan adalah persoalanwaris. Pandangan hukum Islam (klasik) dalamhal kewarisan kedudukan perempuan jugadalam posisi yang lemah dibanding laki-Iaki.Karena keturunan perempuan dapat ditutupoleh laki-Iaki dan keturunannya. Sebagaicontoh misalnya A(Laki-Iaki) menikah denganB(perempuan) Adan Bmempunyai dua anak,C (laki-Iaki) dan D (perempuan), C jugamenikah dengan E (perempuan) danmempunyai satu anak F (perempuan).demikiah juga Dmenikah dengan G (laki-Iaki)dan mempunyai anakH(perempuan). MisalnyaD (anak perempuan) dari pasangan A dan BTahun 2002 meninggai dunia, yang kemudiandisusu! oleh A(bapaknya) pada2003, maka ahliwaris A adalah hanya dua orang yaitu B (istri)dan C (anak laki-Iaki), sedang H (cucuperempuan) dari anak perempuan D tidak

berhak waris karena ditutup {mahjub) ^olehpamannya sendiri.

Secara ekstrim kasus tersebut di atas

apabila dikemibangkan, misalnya anaklaki-Iakiyang bemama C juga meninggai dunia lebihduiu yaitu pada 2001, maka ketika kakek Fdan Hyang bernamaAmeninggai duniapada2003 ahli waris yang berhak hanya B selakuistri dan F (cucu perempuan) dari anak laki-Iaki (C). sedangkan H yang kedudukannyadalam pengertian kerabat {Qarabali) dalamsuratan-Nisa ayat (7) adalahsama dengan F,tetapi bedanya F dari keturunan laki-Iaki danHdari keturunan perempuan. F diberi bagianwarisan dari kakeknya (A) karenadzawilfurudlyang bagiannya lebih besar dari pada istrinyapewaris (B), sebab Bselaku istri mendapatka;1/8 sedangkan satu cucu perempuan (F)mendapatkan 1/2. Dalam pemecahan kasuswaris ini terjadi radd (sisa harta), sebab tidakada yang menghabisi harta waris [ashabahl

Apabila ditelaah lebih jauh contoh keduakasus di atas maka kedudukan H dalam garishukum waris Islam (klasik) kedudukannyasangat lemah dan tidak setara (selmbang),karena ia cucu yang berasal dari keturunanperempuan yang dalam waris islam (faraidl)disebut dengan istilsh dzawil arham.Sebagaimana diketahui bahwa dalam hukumkewarisan Islam (klasik) golongan ahli warisapabila dilihat dari segi perolehan hak atasharta warisan ahli waris dibedakan menjaditiga golongan yaitu: (1) dzawil udl, (2)ashabah dan (3). dzawil arham.^' Kedudukandzawil funjdl dan ashabah sangat kuat karena

Dzawil furvdl adalah ahli waris yang mempunyai bagian-bagian terlentu sebagaimana disebulkan dalamal-Quran dankitabal-Hadits, sedangkan ashabah ahli v/aris yang tidak ditentukan bagiannya akan mendapatkaniisasetelah diambii dzawil funjdl, dan dzawil adiamadalah ahli waris yang mempunyai hubungan keluargadengan pewaris, tetapi tidak lermasuk golongan dzawil fuwdldan ashabah. Ibid. him. 24-27.

51

Page 6: Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia ...

dia berasal dari keturunan laki-laki secaralangsung, sedangkan kedudukan dzawilarham dalam hukum waris Islam dipandangsangat lemah sehingga selama ada dzawilfurudi dan ashabah maka dzawil arhamselamanya akan tertialang atau dengan kataIain dia tidak akan dapat bagian warisankecuali apabila terjadi sisa harta waris{Radd):^

Apakah dengan terjadinya radd dalamsetiap kasus waris dalam hukum waris Islamdzawil arham akan mendapatkan bagianwarisan yang ditinggalkan oleh pewaris?temyata tidak setiap kasus radd ahli warisdalam golongan dzawil arham mendapatkanbagian waris. Sebab dalam ha! teijadi kasusradddi kalangan paraahli hukum Islam (klasik)masih terjadi perbedaan pendapat, antara lainpendapat pertama, sahabat All apabila terjadiradd maka dikemalikan (diberikan) kepadaahli waris yang ada selain suami atai istridengan perandingan besar kecilnya masing-masing. Penyelesaian kasus waris kedua diatas jika didasarkan pada pendapat Ali makaradd tersebut diberikan kepada F (cucuperempuan), sehingga F mendapatkan duakali bagian, sementara H yang juga sama-sama cucu perempuan dari pewaris (A) tidakdapatbagian waris. Pendapat Ali ini diikuti oleh'ahli hukum Islam yang lain seperti Imam Hanafidan Imam Hambali. Pendapat kedua, sahabatUtsman, bahwa apabila terjadi radd makadiberikan kepada ahli waris yang adatermasuk kepada suami atau istri sehingga

apabila kasus kedua di atas diselesaikanberdasarkan faham kedua maka rat/dtersebutdiberikan kepada B (Istri) dan F (cucuperempuan) sedangkan H tetap tidakmendapat bagian. pendapat ini diikuti olehUndang-undang Waris Mesir No. 77 Tahun1943. Pendapat ketiga, sahabatZaid bin Tsait,apaila terjadi radd menurut pendapat inidiberikan diberikan kepada selain alhi warisyang sudah ditentukan dalam a-Qur'an dankitab al-Hadits. Pendapat ketiga ini diikuti olehImam Malik dan Imam Syafi'i."

Penyelesaian kasus waris kedua di atasdalam hal terjadi radd karena masih terjadiperbedaan pendapat maka tentu saja setiappenyelesaian cucu perempuan dari jalurperempuan {dzawil arham) dalam hukum Islam (klasik) masih terjadi ketidakjelasan,sebab ia digantungkan terhadap penerimaanfaham yang dianut dalam masyarakat di manaterjadinya kasus waris tersebut. Kalaumasyarakatnya masih berpegang eratkepadafaham sahabat Ali yang dikembangkanmadzhab Hanafi dan Hambali dan pendapatUtsman maka cucu perempuan dari anakperempuan tidak akan dapat bagian warisan,kecuali masyarakat lingkungannya bermadzhabMaliki dan Syafi'i.

Upaya Perlindungan Hak Perempuandalam Hukum Islam di Indonesia

Hak perempuan dalam hukum Islam diIndonesia dan di negara-negara Islam pada

" Radd terjadi apabila ada sisa harta warisan yang disebabkan karena tidak ada waris yang mewarisiharta waris (ashabah) tersebut, atau dengan kata lain, apabila terjadi jumlah bagian ahli waris kurang dari asalmasalah. baca /yimad Azhar Basyir, Hukum Wans Islam, edisi ke IX. (Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Ull, 1990),him. 19-20

"Baca Ahmad Azhar Basyir. ibid. him. 19-21

52 JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL 10. SEPTEMBER 2003:47 - 60

Page 7: Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia ...

Abdul Jamil. Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia...

umumnya yang masih mempunyai persoalankontrcversi di kalangan pemeluknya adalahhukum keluarga yang secara spisifik adalahhukum perkawinan dan kewarisan. Olehsebab itu sebelum membahas periindunganhak perempuan dalam hukum Islam di Indonesiaperiu Penulis singgung lentang pandanganperempuan dalam hukum keluarga di Indonesia secara umum. Hukum perkawinan dankewarisan termasuk bagian dari hukumkeluarga, sedangkan pandangan terhadaphak perempuan dalam kedua hukum tersebutdi Indonesia apabila ditelaah secara telititemyata masih ada juga pengaruh adat dankebiasaan dalam masyarakat. Pandangankesetaraan terhadap hak perempuan kaitandengan kedua hukum tersebut masihberbeda-beda sikap, hal ini dipengamhi olehstrukturmasyarakalnya.

Di Indonesia, corak struktur masyarakatyang pluralis (multi etnik) temyata melahirkanhukum keluarga yang beragamJ® Secaragarisbesar dalam ilmu antropologi sosial sistemkekeiuargaan dalam masyarakat dapatdidasarkanatas sistem keturunan yang unilateraldanbilateral. Unilateral yaitu caramenarikgaris keturunan ke atas hanya melaluipenghubung laki-laki saja(unilateral patrelinial).atau hanya melalui penghubung perempuan

saja (unilateral matrelinial). Sedangkan bilateral atau juga disebut parental adalah caramenarik garis keturunan dalam masyarakatyang menghubungkan dirinya baik dari garisbapak maupun garis ibuJ® Menurut OtjeSalman salah satu cara untuk melihat susunan

masyarakat berdasarkan ikatan genealogisadalah terbagi menjadi empat kelompok, yaitu;patrelianial, matrelinial, parental danalterneteral.^^ Berdasarkan kondisi strukturmasyarakat itulah yang mempengaruhi sikapmasyarakat terhadap hak perempuan dalamhukum di Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas maka upayauntuk penyetaraan posisi hak perempuandalam kedua hukum tersebut bisa melaluipendekatan kultural atau dengan jalanmelakukan kajian kritis terhadap konsep-konsep pemikiran yang dianggap sebagaisumber hukum Islam. Tentu saja diantara duacara tersebut yang lebih ringan risikonyaadalah melakukan kajian kritis terhadapkonsep hak perempuan dibanding denganmerubah kultural. Sebab konsep hakperempuan yang kontrcversi dalam hukumIslam di Indonesia yang sudah berkembangbertahun-tahun adalah bersumber daripemikiran (ijtihad) para ulama terdahulu yangsudah hidup berabad-abad, sedangkan hasil

'=^01)6 Salman. Kesadaran Hukum Masyarakat terf}adap Hukum Waris, Clk. 1. (Bandung; Alurrni, 1993).him. 48

Abdullah Siddik, Hukum Waris Islam danPerkembangannya diSelumh Dunia Islam. Ctk. Pertama.(Jakarta:Wijaya, 1984),him. 1.

Baca Otje Salman, loc.cii, Patrelinial adalah penarikan garis keturunan dilakukan terhadap klan pihakbapak, sedang matrelinial merupakan kebalikan patrelinial, penarikan garis keturunan terhadap klan pihak ibu.Pada susunan Parental penarikan garis keturunan dilakukan terhadap kedua pihak. Pada susunan altemeteralpenarikan garis keturunan dilakukan terhadap klan pihak bapak dan ibu secara berganli-ganti. Susunanmasyarakat tersebut dijumpai pada masyarakat Indonesia bagian Timur.

53

Page 8: Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia ...

pemikiran (ijtihad) bersifat terbuka, yaitumempunyai sifat berkembang.^®

Upaya yang ditempuh daiam rangkamemberi periindungan hukum bagi perempuandalam bidang perkawinan dan kewarisan diIndonesia menempuh cara kedua adalahmengadakan pembahaman hukum Islamdengan cara melakukan kajian kritis terhadaphasil pemikiran [ijtihad) para pemlkir hukumIslam terdahulu dengan cara membuatkodifikasi hukum.

Keinginan untuk mengadakanpembaharuan hukum Islam di Indonesiaseperti halnya juga di negara-negara Islam diTimur Tengah, di antaranya Mesir (1927),dengan RUU poligami yang kemudian divetooleh Raja Fu'ad dan perkembangan untukpembaharuan hukum yang lain^^ adalahdalam kerangka pembatasan tindakan laki-lakidalam perkara perkawinan dan perlindunganhak perempuan dalam perkara kewarisan.^

Di Indonesia tuntutan pembaharuan hukumIslam, betkaitan dengan positlvisasi hukum Islam (kodifikasi hukum Islam) dalam satu buku(kitab) yang akan diberiakukan secara nasional.Langkah in! temyata juga telah dilakukan olehnegara-negara Asia Tenggara seperti, Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand. '̂ Langkah

''AhmadSukardja, op.of., him. 13." J.N.D. Anderson, op. cit., him. 59-67.

ini sangat beralasan, sebab selama ini hukumIslam baru tersebar kedalam kitab-kitab (kitabkuning) secara terpisah-pisah (belumterkodifikasi). Sebagaimana diketahui bahwakitab-kitab kuning yang tersebar demikiansetidak-tidaknya terdapat beberapakelemahan di antaranya adalah: (1) buku fiqhtersebut masih mengandung perbedaanpendapat baik di kalangan ulama yangsemadzhab maupun yang berbeda madzhab;^(2) buku fiqh tersebut merupakan produk hasilijtihad ahli hukum Islam (ulama) bangsa Arabyang sudah berabad-abad sehingga sifatkompleksitas permasalahan yang dihadapi(pada saat itu) akan jauh berbeda dan kurangkonteks dengan perkembangan kebutuhanmaupun permasalahan saat ini; (3) fiqhmerupakan produk hukum yang kadangbersifat subjektif," sebabtidak jarang sebuahkeputusan hukum dipengaruhi oleh kepentinganindividu atau kelompok masing-masing,sehingga bisa dimungkinkan penerapanhukum terhadap suatu kasus tertentu yangsama dapat berbeda bukan karena teksnyamelainkan karena perbedaan kepentingan.^*Kelemahan itulah yang menjadi sebabkesuiitanmasyarakat muslim urituk menggunakan fiqhsebagai sumber hukum terhadap penyelesaiankasus-kasus tertentu yang dihadapi.

^Ibid. him.49-56." Sudirman Tebba. Perkembangan MutakhirHukum Islam diAsia Tenggara StudiKasus Hukum KeJuarga

dan Pengkodifikasiannya, Ctk. Pertama, (Bandung: Mlzan, 1993), him. 22-23.^/£)/d, him. 19:22.^Abdul Jamil. "Waris Pengganti sebagai Penyelesaian Waris Islam di Indonesia." dalam JumaiHukum No.

22.VoI.10.2003,hlm.179.

2'Ahmad Minhaji, "tradisi ijtihad dalam Islam (Dulu, Kini, dan Masa Mendatang)," dalam JumalHukum. No.17.Vol. 8 (2001), him. 14.

54 JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL. 10.SEPTEMBER 2003:47 - 60

Page 9: Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia ...

Abdul Jamil. Pedindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia...

Usaha positivisasi (pembaharuan) hukumIslam di Indonesiayang terkaitdengan bidanghukum perkawinan dan kewarisan ini telahdituangkan ke dalam beberapa peraturanperundang-undang, yaitu: (1) Undang-undangNo. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; (2)PRNo. 9 Tahun 1975 Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974; (3) PP No. 10Tahun1983 tentang Izin Perkawainan dan Perceraianbag! Pegawai Negeri Sipil; (4) PP 45 Tahun1990tentang perubahan atas PP No. 10Tahun1983 tentang izin Perkawinan dan Perceraianbagi Pegawai Negeri Sipil; (5) Undang-undangNo. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;dan (6) Inpres No. 1 Tahun 1991 tentangKompilasi Hukum Islam (KHI). Peraturanperundang-undangan tersebut merupakanpembaharuan-pembaharuan terhadap hak-hak perempuan dalam hukum Islam di bidangperkawinan dan kewarisan .

Hak Perempuan dalam HukumPerkawinan Islam di Indonesia

Dalam pandangan ulama modern,perkawinan tidak dapat putus begitu saja ataskehendak laki-laki sepihak (talak). Berbedadengan pandangan ulama klasik ataukonservatif, bahwa kapan saja dan di manasaja jika suami menghendaki talak apakahtegas atau samar-samar—maka perceraianterjadi. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun1974, Pasai 39 ayat (1) bahwa perceraianhanya dapat dilaksanakan di depan sidangpengadilan setelah pengadilan yangbersangkutan berusaha dan tidak berhasilmendamaikan kedua belah pihak. Ketentuanini dipertegas juga dalam Pasa! 65 Undang-undang No. 7 Tahun 1989 dan Pasal 129 KHI,bahwa perceraian hanya dapat dilakukan dl

depan sidang Pengadilan setelah Pengadilanyang bersangkutan berusaha dantidak berhasilmendamaikan kedua belah pihak. BahkanPasal 130 KHI mempertegas bahwaPengadilan Agama dapat mengabulkan ataumenolak permohonan tersebut, dan terhadapkeputusan tersebut dapat diminta upayahukum banding dan kasasi.

Dalam hukum Islam di Indonesia, hakbercerai telah menjadi hak laki-laki (suami)dan perempuan (istri), bahkan dalam praktikpersoalan perceraian yang dilakukan olehseorang istri hanya sekedar membayar uangiwadi Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah) yangdahulu hanya Rp 1000, (seribu rupiah), yang,digunakan sebagai tebusan terhadap talakseorang suafni. Hal ini berbeda dengan ceri.talak di mana seorang istri dapat menggugatmuth'ah dan lain sebagainya, yang besamyasesuai dengan kemampuan suaminya. Kalausuaminya orang berada maka biaya muth'ahjuga besar. Sehingga ketentuan ini menghapusanggapan suami yang menggunakan faham(klasik) bahwa kalau seoarang suami tidakmentalaknya maka perceraian seorang istritidak bisa terjadi.

Dari ketentuan tersebutdiatas jelas bahwaseorang suami (laki-laki) tidak dapatsemaunyamenceraikan istrinya meskipun ia mempunyaihak talak. Ketentuan undang-undang tidakmenarik hak talak itu dari kekuasan suami,tetapi demi kemasalahatan, pelaksanaan haktalak itu harus dibatasi (diawasi) oleti hukumdengan cara suami harus meminta izinkepada negara m^alui Pengadilan Agamasebagai bentuk perlindungan terhadap istri(perempuan). Izin mentalak istri itupun setelahada proses pemeriksaan, apakah suami dapatdiberikan izin atau tidak, bahkan di dalamketentuan Pasa! 70 ayat (6) Undang-undang

55

Page 10: Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia ...

No 7Tahun 1989 jo. Pasal 131 ayat (4) KHI Indonesisch Reglement (HIR) dan Rechtizin itupun dibatasi jangka waktunya yaitu 6 Reglement voor de Burtengewes en Rbg).(enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang Menumt ketentuan pasal tersebut, gugatanpenyaksian ikrar talak. Apablla dalam diajukan di pengadilan yang mewilayah,tenggang waktu 6(enam) bulan tersebut tempat tinggal tergugat bukan padasuami tidak mengikrarkan talaknya dl depan pengadilan yang mewilayahi penggug .sWang pengadilan secarasah atau patut, maka Masalah lain yang da am perspektifizin yang diberikan pengadilan, tersebut hukum Islam masih mengandung ^^o^^foversimenjadi gugur sehingga suami istri tersebut adalah masalah Pe^jkahantetap belum dianggap cerai. Ketentuan Pasal oleh wanita hamil. Dalam Pasal 53 KHI70 avat (6) tersebut merupakan bentuk dijelaskan bahwa wanita hamil di iuar nikahperilndungan hukum negara terhadap istri dapat dikawmkan dengan pna yang(perempuan) agarjangan sampai seorang istri menghamilinya tanpa anak yarigterkatung-katung akibat keputusan atau sikap dikandungnya lahir, bahkan tidak perluperilaku suami (laki-laki) yang cenderung ingin dilakukan perkawinan ulang setelah anakyangmenambah penderitaan dan mempersulit dikandung lahir. Ketentuan ini sangaurusan bekas istrinya untuk dapat menikah melindungi hak-hak perempuan anakdengan laki-laki lain. yang tidak tahu-menahu dosa yang dilakukan

Berkaltan dengan perceraian. dalam oleh ayah dan ibunya. Ketentuan ini mengikisUndang-undang No. 7 Tahun 1989 diatur hukuman kepada perempuan yangmengenai kompetensi relatif pengadilan yang mana menurut hukum islam (klasik)berwenang menangani perceraian (Pasal 73). penderitaan itu dibebankan kepada perempuanDalam Pasal 73 tersebut ditentukan bahwa meskipun buah dari janin yang dikandung itukompetensi relatif Pengadilan Agama yang dilakukan dengan suka sama suka^ Hal iniberwenang secara relatif adalah Pengadilan sejalan dengan ketentuan surat av^tAqama yang mewilayahi domisili penggugat (3) di mana dijelaskan bahwa laki-laki tidak(istri) berada. Ketentuan ini menunjukkan boleh nikah kecuali dengan pasanganadanya perlindungan bagi seorang istri berzinanya, demikianj'uga seorang wanita(perempuan) yang sangat berlebihan, sebab tidak boleh menikah kecuali dengan laki-lakiketentuan di dalam Pasal 73 ayat (1) Undang- yang menzinahinya.undang No. 7Tahun 1989 merubah ketentuanHukum Acara Perdata yang beiiaku sebagai perempuan dalam Hukum Warisbagian dari sumber hukum acara di IndonesiaPengadilan Agama. Ketentuan mengenai. . u • u u h..i.„rr,kompetensi reLf suatu pengadilan dalam Sebagaimana diketahui bahwa hukurnHukum Acara Perdata diatur dalam Pasal 118 waris Islam yang beriaku di Indonesia selamaayat (1). Pasal 142 ayat (1) Het Herzeine ini adalah hukum Islam yang menganu

"Baca Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata. Edisikelima. (Yogyakarta; Liberty, 1992). hlm.65

56 JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL 10. SEPTEMBER 2003:47 -60

Page 11: Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia ...

Abdul Jamil. Perlindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia...

paham Ahlussunnah yang burmadzhabSyafi'i,^® di mana dalam menyelesaikanpersoaian kewarisan menyangkut ahli warisperempuan dari keturunan perempuankedudukannya lemah dibanding laki-Iaki."Oleh karenanya keturunan perempuan dariperempuan dimungkinkan selamanya tidakmendapatkan hak waris dari kerabatnya. Halin! dianggap tidak adil, karena bisa jadiketurunan perempuan dari perempuan yangtertutup itu sangatdekatdengan pewaris, tidakdapat bagian warisan karenaditutup oleh ahliwaris yang sangat jauh. Contoh cucuatau cicitperempuan dari anak atau cucu perempuanditutup oleh anak iaki-laki, atau cucu laki-lakidari anak laki-laki, atau saudara laki-laki

kandung atau seayah dan keturunan laki-lakinya ke bawah. A (laki-laki) mempunyaisaudara laki-laki seayah bemama B.Amenitehdengan gadis bemama C dan dikamniai satuanak perempuan bernama D. D menlkahdengan jejaka bemama E dan dikaruniai satuanakperempuan bemama F. Demikian halnyaB menlkah dengan gadis bernama G dandikaruniai satu anak laki-laki diberi nama H.

setelah dewasa H menlkah dengan gadisbemama K dan dikaruiai satu anak laki-laki

bemama L Pada tahun 2000 B, dan padatahun2001 D(anak perempuan A) meninggaldunia, pada tahun 2002 H (anak laki-laki B)meninggal dunia. Pada tahun 2003 A*meninggal dunia.

Kasus tersebut diatas apabila diselesaikanmenurut sistem hukum kewarisan Islam

(klasik) yang berpaham pada Ahlussunnah

maka ahli waris yang berhak untuk mendapatkanbagian warisan adalah C selaku istri dariaimarhum A, danL(keponakan lakMaki dari anakiaki-lakinya saudara laki-laki kandung) ataucucu keponakan laki-laki dari saudara laki-lakikandung. yang bagiannyaC mendapatkan 1/8sedangkan L ashabah karena L adalahketurunan lak-laki dari saudara laki-laki

kandung.Penyelesaiantersebut kalaudillhat darisisi

keturunan (garaba) dari pewarisA kedudukanFlebih dekat.sebab posisi cucu Fadalahcucuperempuan langsung pewaris (A), tetapikarena berasal dari keturunan perempuanmaka dia nasabnya lebih jauh di banding Lyang berasal dari keturunan laki-laki. -

Berangkat dari pemahaman tersebut diatas akhirnya hukum kewarisan Islammenerima kritikan bahwa hukum kewarisan

Islam dipandang tidak adil, sehingga perluadanya kajian untuk pembaharuan terhadaphukum kewarisan islam. Pembaharuan ini

semakin menguat karena adanya tuntutanpersamaan hak antara laki-laki danperempuan. Sebagai bahan perbandinganyang sangat ekstrim yang sama-samadikembangkan para pemikir (ulama) dariTimur Tengah yaitu faham kewarisan IslamSyi'ah. Pendapat Syi'ah berkaitan denganketurunan perempuan dari perempuan tetapdipandang sebagai ahli waris yang berhakmewarisi harta kerabatnya.^®

Hasil pembaharuan hukum kewarisan Islam di Indonesia sebagai upaya persamaanhak antara laki-laki dan perempuan dalam

®Abdullah Siddik, op.cit., him. 23.^Abdul jam!!, op.cit., him. 178.^Baca Abdullah Siddik, op.cit., him. 24,bacajugaAbdul Jamil, op.al. 181-182.

57

Page 12: Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia ...

bidang kewarisan adalah lahimya KHI sebagaibentuk ijtihad Jama'i.^s yang memberi posisiketurunan perempuan dari anak perempuansebagai ahli waris. Ketentuan in! dapat dibacadalam ketentuan Pasal185 ayat(1) dijelaskanbahwa ahli waris yang meninggal lebih dahuludari pada sipewaris maka kedudukannya dapatdigantikan oleh anaknya, keculai mereka yangtersebut Pasal 173.

Ketentuan Pasal 185 ayat (1) tersebutdapat difahami bahwa cucu perempuan darianak perempuan akan mendapatkan bagianwarisan dari kakeknya dan tidak ditutup olehanak laki-lakiatau cucu laki-lakidari anak laki-

laki karena dia menggantlkan kedudukanibunya yang meninggal terlebih dahulu.Pembaharuan ini nampaknya sejalan denganketentuan-ketentuan al-Quran surat an-Nisa

ayat (7) yang oleh Hazairin disebut sebagaiasas kewarisan bilateral (parental) di manaantara laki-laki dan perempuan mempunyaihak yang sama untuk mewarisi hartapeninggalan dari kedua orangtua dankerabatnya.^®

Kedudukan cucu perempuan (F) dalamkasus tersebut di atas apabila diselesaikanberdasarkan KHI maka F (sebagai cucuperempuan) dari anak perempuan tetap

menjadi ahli waris kakeknya dan tidak teitutupoleh L (anak laki-laki dari saudara seayah).Dengan demikian penyelesaian atas kasustersebut, ahli waris dari A(kakek F) adalah C(selaku istri) bagiannya 1/8, F (cucuperempuan /Vpewaris dari anak perempuan)yang menggantlkan kedudukan ibunyabagiannya 1/2, sebab bagian ibunya apabilabelum meninggal adalah 1/2. Sedang Lmendapatkan sisa harta waris setelah diambilbagian istri dan cucu perempuan dari anakperempuan. Ketentuan bagian tersebut dapatdilihat dalam Pasal 185 ayat (2), yangmenjelaskan bahwa bagian waris penggantitidak boleh melebihi dari bagian ahli warisyang sederajat dengan yang diganti.

Penyelesaian kasus yang didasarkan padaketentuan KHI sebagai mana kasus di atasnamp.ak jelas perlindungan hak perempuandalam persoalan kewarisan, sebab keturunanperempuan dari perempuan tidak dapatditutup oleh keturunan laki-laki karena adanyaketentuan mengenai waris pengganti.

Simpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkanbahwa secara konseptual, hukum perkawinan

»Ijtihad Jama'i atau ijlihad kolektif adalah semacam lembaga hukum Islam Intemasional. Di dalamnyamenghimpun sejumlah ahli dari berbagai disipiin ilmu. Hukum-hukum yang akan diputuskan lembaga ini teriebihdahulu dilakukan penelilian yang inlensif dan netral, tidak dipengaruhi oleh pemerintah dan golongan awam.Baca Yusuf Qordhawi, Muhammad Madani dan Mu'inuddin Qadri, Dasarpemikiran Hukum Islam TaqlidXIjlihad, Penerjemah Huseln Muhammad, Ctk. Pertama, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), him. 82. Baca AhmadMinhaji, Tradisi ijtihad dalam Islam (Dulu, Kini dan Masa Mendalang)," Jumat Hukum No. 17. Vol.8 (2001),him. 17

'"Hazairin, Hukum Kewarisan Islam Bilateral Menunrt al-Quran dan Hadiis (Jakarta: Tlntamas, 1982),him. 13 Lihat juga Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia (Jakarta: Raja grafindoPersada, 1995), him, 102. Idris Djakfar dan Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Islam (Jakarta: Pustaka Jaya,1995). him. 29. Sayuti Thalib, Hukum Waris Islam di Indonesia (Jakarta: Bina Aksara, 1987), him. 6

58 JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL 10. SEPTEMBER 2003:47 - 60

Page 13: Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia ...

Abdul Jamil. Perlindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia...

dan kewarisan telah mengalami perubahanyang cukup signifikan sesuai dengandinamika perubahan masyarakat. Dalamkonteks perubahanitu,hukum perkawinan dankewarisan didekonstruksi dan rekonseptuai-isasi dengan menempatkan posisi danperiindungan hak perempuan setara dengankaum laki-laki (keadilan gender).Keseimbangan hak laki-laki dan perempuanyang menurutfaham hukum Islam (klasik) tidakseimbang menjadi setara hak-haknya, bahkandalam hukum acara yang dipergunakan(Undang-undang No. 7 Tahun 1989) sangatmenguntungkan perempuan.

Pembaharuan hukum Islam di Indonesia

yang dihasilkan dari Ijtihad Jama'i baik yangberupa Undang-Undang. Peraturan Pemerintah,Instruksi Presiden yang terkenal dengansebutan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalambidang hukum perkawinan dan kewarisansangat memberikan periindungan kepadaperempuan dibanding dengan hukum-hukumIslam (klasik).

Daftar Pustaka

Ali, Mohammad Daud, dan Habibah Daud,Lembaga-Lembaga Islam dilndonesla.Jakarta: raja Grafika Persada, 1995.

AH, MohammadDaud, Hukum Islam Pengatarllmu Hukum dan Tata Hukum Islam di

Indonesia,. Ed. 5, Ctk.Kelima, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1996.

Anderson, J.N.D., Hukum Islam di DuniaModeren (Islamic Law in the ModemWorld), (Penterjemah MachnunHusain), Edisi Revisi, CtM, Yogyakarta:Riara Wacana Yogya, 1994.

Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Wans Islam, e6\s\keIX, Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Ull,1990

Djamali, Adullah, Hukum Islam Asas-asashukum islam I,Hukum Islam II, Ctk. I,Bandung: Mandar Maju, 1992.

Haya binti Mubarok AI-Barik, "Mausu'ah Al-Mar'atiul Muslimah," EnsiklopediWanita Muslimah, diteijemahkan olehAmIrHamzahFachrudin, Ctk. Pertama,Jakarta: Daml Falah, 1418 H.

Jamil, Abdul, "Waris Pengganti sebagaiPenyelesaian Waris Islam di Indonesia,"Jumal Hukum No. 22, Vol. 10 (2003).

Mas'udi, Masdar F., "Perempuan dalamWacana Keislaman," dalam Perempuandan Pemberdayaan KumpulanKarangan untuk MenghormatI UlangTahun ke-70 Ibu Saparina Sadii,Penyunting Sumita Notosusanto dan E.Kristin Poerwandari, Ctk. Pertama,Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 1997.

Mertokusumo, Soedikno, Hukum AcaraPerdata, Edisi kelima, Yogyakarta: Liberty, 1999.

Minhaji, Ahmad, "Tradisi Ijtihad dalam Islam(Dulu. Kini, dan Masa Mendatang),"Jumal Hukum, No. 17, Vol. 8 (2001).

Qardhawi, Yusuf, Muhamad Madani danMu'inuddin Qadri, Dasar PemikiranHukum Islam Taqlid X Ijtihad,Penerjemah Husein Muhammad, Ctk.Pertama, Jakarta: Pustaka Firdaus,1987.

Rasjid, Sulaiman, / iqih Islam, Ctk. Keduabelas,

59

Page 14: Periindungan Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia ...

Jakarta: Attahirijah, 1955.

Sadii, Saparina, "Pemberdayaan Perempuandalam Perspektif Hak Asasi Manusia"dalam Tapi Omas Ihromi DKK,Penghapusan Diskriminasi terhadapWanita, Edisi pertama, Ctk. 1,Bandung:Alumni, 2000.

Salman, Otje, Kesadaran Hukum MasyarakatTerhadap Hukum Waris, Ctk. 1,Bandung: Alumni, 1993.

Siddik, Abdullah, Hukum Waris islam danPerkembangannya di Seluruh DuniaIslam. Ctk. Pertama, Jakarta: Wijaya,1984.

Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Ctk.Pertama, Jakarta: Rineka Cipta, 1992.

Sukardja, Ahmad, Plagam Madinab danUndang-Undang Dasar 1945: kajianPerbandinganTentang DasarHidupersama Dalam Masyarakat YangMajemuk, Jakarta: Ul Press, 1995.

Taher, Hadari Djenawi, Pokok-Pokok PikiranDalam U.U. Preadilan Agama, Jakarta:Alda, 1989.

Tebba, Sudirman, Perkembangan MutakhirHukum Islam di Asia Tenggara StudiKasus Hukum Keluarga danPengkodifikasiannya, Ctk. Pertama.Bandung: Mizan, 1993.

60 JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL. 10. SEPTEMBER 2003:47-60