Pengolahan Edible Film Nata de Coco dan Aplikasinya ...

12
57 Pengolahan Edible Film Nata de Coco dan Aplikasinya sebagai Coating pada Daging Kelapa Muda Processing of Edible Film Nata de Coco and Its Application as Coating on Young Coconut Meat RINDENGAN BARLINA, SURYANI LAHEA dan ENGELBERT MANAROINSONG Balai Penelitian Tanaman Palma Jln. Raya Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001 E-mail: [email protected] Diterima 12 Juli 2018 / Direvisi 17 Juli 2018 / Disetujui 07 Desember 2018 ABSTRAK Bioselulosa nata de coco merupakan bahan baku potensial untuk pengolahan edible film sebagai kemasan yang ramah lingkungan. Aplikasi edible film pada bahan pangan dapat memperpanjang masa simpan produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi dan karakteristik yang baik dari pengolahan edible film berbahan baku bioselulosa nata de coco yang sesuai untuk bahan kemasan serta perubahan mutu daging buah kelapa muda yang diaplikasi edible coating selama penyimpanan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Palma, dan Laboratorium Rekayasa Teknologi Hasil Pertanian, UGM-Yogyakarta pada bulan bulan Januari sampai Desember 2016.. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama formulasi pengolahan edible fim, dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan:perbandingan antara bioselulosa nata de coco (BS) : CMC dan gliserol (GLI), sebagai berikut : Formula 1= BIS:CMC:GLI=100:0:0; Formula 2=BIS:CMC:GLI= 99,5:0,5:0; Formula 3=BIS:CMC:GLI= 99,0:1,0:0; Formula 4=BIS:CMC: LI=98,5:0,5 :1; Formula 5=BIS:CMC:GLI= 98,0:1,0:1,0; Formula 6 F=BIS:CMC:GLI= 98,0:5:1,5; Formula 7=BIS:CMC:GLI= 97,5:1,0:1,5; Formula 8=BIS:CMC: GLI=97,5:0,5:2,0; dan Formula 9=BIS:CMC:GLI= 97,0:1,0:2,0. Ulangan tiga kali sehingga ada 27 satuan percobaan. Tahap kedua aplikasi edible film yang memiliki karakterisik yang baik pada irisan daging kelapa muda terolah minimal. Kemudian dikemas secara vacum dan disimpan sampai tiga bulan di dalam Refrigerator dan Freezer. Hasil penelitian menujukkan bahwa, edible film berbahan baku bioselulosa nata de coco (BIS) dengan penambahan carboxymethylcellulose (CMC) dan gliserol (GLI) perbandingan BIS : CMC : GLI= 97,5: 1,0 :1,5 cukup baik, memiliki karakateristik ketebalan 0,0551 mm, kuat tarik 19,0747 Mpa, elongation 18,2618%, laju transmisi uap air 16,878 (g/m 2 /24 jam) dan nilai kecerahan yang lebih baik (bening). Aplikasi edible coating bioselulosa nata pada irisan daging kelapa muda terolah minimal yang dikemas secara vacum dan disimpan dalam Freezer dapat mereduksi perkembangan total mikroba dan sampai 3 bulan dan masih disukai panelis. Kata kunci: air kelapa, karakteristik kemasan, penyimpanan irisan daging kelapa muda ABSTRACT Biocellulose nata de coco is a potential raw material for edible film processing as an environmentally friendly packaging. Edible film applications on foodstuffs can extend the shelf life of the product. This study aims to determine the formulation and good characteristics of the processing of raw materials of bioselulose nata de coco edible film which are suitable for packaging materials as well as changes in the quality of tender coconut meat applied by edible coating during storage. The research was conducted at the Laboratory of Palm Research Institute and Laboratory of Agricultural Product Technology Engineering, UGM-Yogyakarta in January to December 2016. The study was conducted in two stages, the first stage is formulation and processing of the edible fim, using Completely Randomized Design (RAL), with the treatment comparison between biocelulose nata de coco (BS): CMC and glycerol (GLI), as follows: Formula 1 = BIS: CMC: GLI = 100: 0: 0; Formula 2 = BIS: CMC: GLI = 99.5: 0.5: 0; Formula 3 = BIS: CMC: GLI = 99.0: 1.0: 0; Formula 4 = BIS: CMC: LI = 98.5: 0.5: 1; Formula 5 = BIS: CMC: GLI = 98,0: 1,0: 1,0; Formula 6 = BIS: CMC: GLI = 98.0: 5: 1,5; Formula = BIS: CMC: GLI = 97.5: 1.0: 1.5; Formula 8 = BIS: CMC: GLI = 97.5: 0.5: 2.0; and Formula 9 = BIS: CMC: GLI = 97.0: 1.0: 2.0. The second stage, edible film application that has a good characteristic on young coconut meat slices, then packed using vacuum method and stored for three months in Refrigerator and Freezer. The results showed that, edible film comparison: CMC: GLI = 97.5: 1.0: 1.5 is acceptable and has 0,0551 mm in thickness, tensile strength 19,0747 Mpa, elongation 18,2618%, vapor transmission rate 16,878 (g / m2 / 24 hour) and better brightness value (clear). The application of edible coating biocellulose nata atslices on young coconut meat and stored in Freezer can reduce total microbial growth and up to 3 months and is still favored by panelists. Keywords: coconut water, packaging characteristic, storage of young coconut meat slices

Transcript of Pengolahan Edible Film Nata de Coco dan Aplikasinya ...

57

Pengolahan Edible Film Nata de Coco dan Aplikasinya

sebagai Coating pada Daging Kelapa Muda

Processing of Edible Film Nata de Coco and Its Application as Coating on

Young Coconut Meat

RINDENGAN BARLINA, SURYANI LAHEA dan ENGELBERT MANAROINSONG

Balai Penelitian Tanaman Palma Jln. Raya Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001

E-mail: [email protected]

Diterima 12 Juli 2018 / Direvisi 17 Juli 2018 / Disetujui 07 Desember 2018

ABSTRAK

Bioselulosa nata de coco merupakan bahan baku potensial untuk pengolahan edible film sebagai kemasan yang ramah lingkungan. Aplikasi edible film pada bahan pangan dapat memperpanjang masa simpan produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi dan karakteristik yang baik dari pengolahan edible film berbahan baku bioselulosa nata de coco yang sesuai untuk bahan kemasan serta perubahan mutu daging buah kelapa muda yang diaplikasi edible coating selama penyimpanan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Palma, dan Laboratorium Rekayasa Teknologi Hasil Pertanian, UGM-Yogyakarta pada bulan bulan Januari sampai Desember 2016.. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama formulasi pengolahan edible fim, dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan:perbandingan antara bioselulosa nata de coco (BS) : CMC dan gliserol (GLI), sebagai berikut : Formula 1= BIS:CMC:GLI=100:0:0; Formula 2=BIS:CMC:GLI= 99,5:0,5:0; Formula 3=BIS:CMC:GLI= 99,0:1,0:0; Formula 4=BIS:CMC: LI=98,5:0,5 :1; Formula 5=BIS:CMC:GLI= 98,0:1,0:1,0; Formula 6 F=BIS:CMC:GLI= 98,0:5:1,5; Formula 7=BIS:CMC:GLI= 97,5:1,0:1,5; Formula 8=BIS:CMC: GLI=97,5:0,5:2,0; dan Formula 9=BIS:CMC:GLI= 97,0:1,0:2,0. Ulangan tiga kali sehingga ada 27 satuan percobaan. Tahap kedua aplikasi edible film yang memiliki karakterisik yang baik pada irisan daging kelapa muda terolah minimal. Kemudian dikemas secara vacum dan disimpan sampai tiga bulan di dalam Refrigerator dan Freezer. Hasil penelitian menujukkan bahwa, edible film berbahan baku bioselulosa nata de coco (BIS) dengan penambahan carboxymethylcellulose (CMC) dan gliserol (GLI) perbandingan BIS : CMC : GLI= 97,5: 1,0 :1,5 cukup baik, memiliki karakateristik ketebalan 0,0551 mm, kuat tarik 19,0747 Mpa, elongation 18,2618%, laju transmisi uap air 16,878 (g/m2/24 jam) dan nilai kecerahan yang lebih baik (bening). Aplikasi edible coating bioselulosa nata pada irisan daging kelapa muda terolah minimal yang dikemas secara vacum dan disimpan dalam Freezer dapat mereduksi perkembangan total mikroba dan sampai 3 bulan dan masih disukai panelis. Kata kunci: air kelapa, karakteristik kemasan, penyimpanan irisan daging kelapa muda

ABSTRACT

Biocellulose nata de coco is a potential raw material for edible film processing as an environmentally friendly packaging. Edible film applications on foodstuffs can extend the shelf life of the product. This study aims to determine the formulation and good characteristics of the processing of raw materials of bioselulose nata de coco edible film which are suitable for packaging materials as well as changes in the quality of tender coconut meat applied by edible coating during storage. The research was conducted at the Laboratory of Palm Research Institute and Laboratory of Agricultural Product Technology Engineering, UGM-Yogyakarta in January to December 2016. The study was conducted in two stages, the first stage is formulation and processing of the edible fim, using Completely Randomized Design (RAL), with the treatment comparison between biocelulose nata de coco (BS): CMC and glycerol (GLI), as follows: Formula 1 = BIS: CMC: GLI = 100: 0: 0; Formula 2 = BIS: CMC: GLI = 99.5: 0.5: 0; Formula 3 = BIS: CMC: GLI = 99.0: 1.0: 0; Formula 4 = BIS: CMC: LI = 98.5: 0.5: 1; Formula 5 = BIS: CMC: GLI = 98,0: 1,0: 1,0; Formula 6 = BIS: CMC: GLI = 98.0: 5: 1,5; Formula = BIS: CMC: GLI = 97.5: 1.0: 1.5; Formula 8 = BIS: CMC: GLI = 97.5: 0.5: 2.0; and Formula 9 = BIS: CMC: GLI = 97.0: 1.0: 2.0. The second stage, edible film application that has a good characteristic on young coconut meat slices, then packed using vacuum method and stored for three months in Refrigerator and Freezer. The results showed that, edible film comparison: CMC: GLI = 97.5: 1.0: 1.5 is acceptable and has 0,0551 mm in thickness, tensile strength 19,0747 Mpa, elongation 18,2618%, vapor transmission rate 16,878 (g / m2 / 24 hour) and better brightness value (clear). The application of edible coating biocellulose nata atslices on young coconut meat and stored in Freezer can reduce total microbial growth and up to 3 months and is still favored by panelists. Keywords: coconut water, packaging characteristic, storage of young coconut meat slices

Buletin Palma Volume 19 No. 2, Desember 2018: 57 - 68

58

PENDAHULUAN

Salah satu bahan yang menjadi pencetus

pencemaran lingkungan adalah kemasan plastik

non edible karena tidak dapat terurai secara cepat.

Berbagai cara ditempuh untuk mengatasi hal ini,

antara lain mencari bahan baku kemasan plastik

yang ramah lingkungan bahkan diharapkan dapat

dimakan. Oleh karena itu sumber daya alam

yang berpotensi sebagai bahan baku edible film

telah banyak dimanfaatkan.

Dengan berkembangnya industri

pengolahan makanan, maka diperkirakan dari

tahun ke tahun permintaan kemasan edible film

akan meningkat. Hal ini juga akan lebih

meningkat, karena ada kecenderungan

berkembangnya konsumen yang lebih memilih

mengkonsumsi produk makanan kemasan karena

dianggap lebih higienis dan praktis (Rindengan,

2014).

Salah satu produk pangan berbahan baku

air kelapa yang tergolong food dessert yang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku edible film

adalah nata de coco (bacterial cellulose, bioselulosa)

karena secara kimia tergolong selulosa.

Bioselulosa merupakan bahan yang sangat unik

karena selulosa yang dihasilkan bebas lignin,

memiliki sifat mekanis tinggi dantidak merusak

lingkungan (biodegradable) sehingga dapat

menggantikan polimer sintetik yang saat ini

banyak digunakan, baik dalam industri pangan

maupun nonpangan (Indrarti, 2007).

Dilaporkan Layuk et al. (2012), bahwa

pendiaman air kelapa selama 4 hari kemudian di

fermentasi selama 6-7 hari menghasilkan

rendemen, tekstur dan kekenyalan nata de coco

yang lebih tinggi dibanding pendiaman 2 hari dan

0 hari, tetapi warna dan rasa lebih baik pada

pendiaman 0 hari. Iskandar et al., (2010)

melaporkan, nata dari sari buah nenas yang

difermentasi selama 15 hari, menghasilkan

rendemen tertinggi pada penambahan larutan gula

10% dan pH 5 serta menghasilkan karakteristik

film selulosa, antara lain tensile strenght (nilai kuat

tarik) dan elongasi yang paling tinggi.

Selanjutnya dikemukakan bahwa, pH 5 adalah

nilai optimum pada pengolahan nata de pina dan

nata de coco. Pada hasil penelitian Layuk et al.,

(2012) tidak dilaporkan secara detail kondisi pH

larutan air kelapa setelah pendiaman dan

penambahan asam asetat. Hasil penelitian

Rindengan et al., (2014), menunjukkan bahwa

penundaan air kelapa selama 2 hari dan waktu

inkubasi (fermentasi) 3 minggu, diperoleh kadar

selulosa tertinggi, yaitu 1,68%. Sedangkan bahan

baku nata de coco yang digunakan untuk

pembuatan membran mikrofiltrasi selulosa asetat

yang dilakukan Lindu et al., (2011), adalah

menggunakan perbandingan starter Acetobacter

xylinum dan air kelapa 9:1, inkubasi selama 8 hari

pada suhu ruang.

Krochta e t a l . , ( 1994), menyatakan

bahwa struktur d a n derajat kristalinitas dari

bioselulosa yang tinggi, menyebabkan bahan ini

t idak larut dalam air, sehingga perlu dilakukan

modifikasi sebagai komposit dengan cara

mencampurkan material lain sebagai

aditif,sehingga mempunyai karakteristik sebagai

edible film. Aditif yang banyak digunakan adalah

c a r b o x y m e t h y l c e l u l o s a ( C MC) dan

gliserol. CMC merupakan derivat selulosa yang

sifatnya mengikat air dan sering digunakan

sebagai pembentuk tekstur halus. Gliserol banyak

digunakan sebagai bahan pemlastis untuk

menghasilkan lapisan tipis yang lebih fleksibel.

Beberapa laporan menunjukkan, bahwa

penambahan gliserol akan mengurangi kekuatan

mekanik berbagai jenis film dengan bahan dasar

protein maupun polisakarida (Yoshida et al., 2004,

Tapia-Blacid et al. , 2005).

Aplikasi edible film sebagai kemasan dapat

dilakukan dengan cara pembungkusan,

pencelupan, penyikatan atau penyemprotan untuk

memberikan penahanan yang selektif terhadap

perpindahan gas, uap air dan bahan terlarut serta

perlindungan terhadap kerusakan mekanis (Rahim

et al., 2010). Fungsi lainnya adalah membantu

mempertahankan integritas struktural dan

mencegah hilangnya senyawa volatil pada bahan

pangan tertentu (Nisperos et al., 1990).

Kemampuan edible film dan coating dalam

menahan uap air dan oksigen dapat

dimanfaatkan untuk meningkatkan kesegaran dari

buah, sayuran, dan pangan lainnya (Falguera et

al . , 2011). Perbedaan antara edible film dengan

edible coating yaitu edible film merupakan bahan

pengemas yang telah dibentuk terlebih dahulu

berupa lapisan tipis (film) sebelum digunakan

Pengolahan Edible Film Nata de Coco dan Aplikasinya sebagai Coating pada Daging Kelapa Muda (Rindengan Barlina, et al.)

59

untuk mengemas produk pangan. Sedangkan

edible coating merupakan bahan pengemas yang

dibentuk langsung pada produk dan bahan

pangan (Harris, 1999).

Sampai saat ini belum ada laporan tentang

aplikasi edible coating pada daging buah kelapa.

Produk ini sangat digemari oleh berbagai lapisan

konsumen, yang dikonsumsi dalam keadaan segar

karena mudah mengalami perubahan setelah

panen. Oleh karena itu perlu dilakukan proses

penanganan awal, sehingga mutunya dapat

dipertahankan, antara lain dengan disimpan pada

suhu beku tetapi dilapisi edible coating, seperti

halnya dengan produk olahan dari daging hewan

(sosis dan pangan beku lainnya).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

formulasi dan karakteristik yang baik dari

pengolahan edible film berbahan baku bioselulosa

nata de coco yang sesuai untuk bahan kemasan

serta perubahan mutu daging buah kelapa muda

yang diaplikasi edible coating selama penyimpanan.

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan adalah air dari

buah kelapa Dalam Mapanget (DMT) umur 11-12

bulan, daging buah kelapa Dalam Mapanget

(DMT) umur 8-9 bulan, gula pasir, asam asetat

teknis, gliserol food grade, carboximetilselulosa

(CMC), biakan murni Acetobacter xylinum, dan lain-

lain. Alat yang digunakan adalah gelas ukur,

erlenmeyer, timbangan analitik, baki plastik

(wadah fermentasi), pH meter, kain saring, Hot

Plate, Stirer, Memmert oven listrik, Dodawa Hand

Blender, Chromameter Minolta CR-310, Vacum Sealer,

petridis plastik diameter 14 cm, TensileStrengthand

Elongation TesterStograph-MIToyoseiki(kapasitas 50

kgf),dan lain-lain.

Metode Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan dalam 2 tahap,

yang dilakukan secara berkesinambungan,

masing-masing akan diuraikan berikut ini:

Tahap pertama: pengolahan bioselulosa nata de

coco

Pengolahan bioiselulosa nata de coco

menggunakan air kelapa yang telah diinkubasi

selama 4 hari, sehingga tidak menggunakan asam

asetat karena kemasaman (pH) air kelapa telah

sesuai untuk media fermentasi (Rindengan,et al.

2014). Bioselulosa nata de coco yang dihasilkan

digunakan sebagai bahan baku pengolahan edible

film. Pengolahan mengikuti metode Indrarti

(2007), yang telah dimodifikasi pada beberapa

bagian proses.

Bioselulosa nata de coco dipotong bentuk

kubus 1x1cm, dicuci pada air mengalir selanjutnya

dididihkan hingga keasamannya lebih cepat

berkurang. Kemudian dimurnikan dengan cara

dididihkan dalam larutan NaOH 1% untuk

menghilangkan komponen non selulosa, lalu

dicuci lagi dengan air sampai pH netral dan

didiamkan satu malam kemudian ditiriskan.

Selanjutnya disiapkan 250 g bioselulosa nata de

coco tambahkan 100 ml air matang dan diolah

menjadi bentuk juice menggunakan Hand Blender,

lalu disimpan dalam refrigerator selama satu hari.

Larutan bioselulosa nata de coco ditambah

air, CMC dan gliserol.Proses p e n c ampuran

adalah sebagai berikut: CMC ( s e s u a i

p e r l a k u a n ) d i t a m b a h akuades 75 ml

sedikit demi sedikit, sambil diaduk diatas hot plate

suhu 70-75OC, tambahkan gliserol (sesuai

perlakuan) dan diaduk sampai homogen.

Selanjutnya tambahkan juice biosellosa nata de

coco (sesuai perlakuan) dan diaduk terus di atas

Hot Plate selama 30 menit sampai homogen.

Tambahkan lagi akuades hingga total volume

menjadi 3 00ml, diaduk sampai homogen, lalu

dituang ke dalam petridis plastik, dikeringkan

dalam oven yang dilengkapi blower, pada suhu

40OC selama 24 jam.

Penelitian dilakukan menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan

perlakuan:perbandingan antara bioselulosa nata

de coco (BS): CMC dan gliserol (GLI), sebagai

berikut: Formula 2= BIS:CMC:GLI=100:0:0;

Formula 2 = BIS:CMC:GLI=99,5:0,5:0; Formula 3 =

BIS:CMC:GLI = 99,0:1,0:0; Formula 4 = BIS:CMC:

GLI = 98,5:0,5:1; Formula 5 = BIS:CMC:GLI =

98,0:1,0:1,0; Formula 6 = BIS:CMC:GLI = 98,0:5:1,5;

Formula 7 = BIS:CMC:GLI = 97,5:1,0:1,5; Formula 8

= BIS:CMC: GLI=97,5:0,5:2,0; dan Formula 9=

BIS:CMC:GLI = 97,0:1,0:2,0. Ulangan tiga kali

sehingga ada 27 satuan percobaan. Pengamatan

karakteristik film selulosa, terdiri dari tensile

Buletin Palma Volume 19 No. 2, Desember 2018: 57 - 68

60

strenght (nilai kuat tarik)/Mpa dan elongasi (%)

diukur dengan Tensile Strengthand Elongation

TesterStograph-MIToyoseik idengan kapasitas 50 kgf

(ASTM,D882,2002), kecepatan penguapan air

(g/m2/24 jam) menggunakan Water Vapor

TransmissionRate TesterBergerlahr metode cawan

(ASTM, 1983 dalam Gunawan, 2009), ketebalan

(Mikrometer, ketelitian 0,0001 mm),dan warna

ChromameterMinolta CR-310 (Jowit, 1987 dalam

Gunawan, 2009). Data hasil pengamatan dianalisis

menggunakan SSPS 16,0. Jika ada perbedaan antar

perlakuan dilanjutkan dengan DMRT (Duncan

Multiple Range Test).

Tahap kedua: Aplikasi edible coating nata de

coco pada daging kelapa muda

Pada tahap kedua adalah menggunakan hasil

terbaik dari tahap pertama dengan cara diaplikasi

pada irisan daging kelapa muda dalam bentuk

edible coating (larutan terakhir yang diperoleh tidak

dikeringkan). Penelitian dilakukan dengan metode

deskriptif. Disiapkan daging kelapa Dalam

Mapanget (DMT), umur 8-9 bulan, diiris

memanjang, dipasteurisasi pada suhu 70OC,

selama 15 menit, ditiriskan dan dicelupkan dalam

larutan edible hingga ter-coating sempurna lalu

dikeringkan pada suhu 400C selama 45 menit,

didinginkan dan dikemas dalam plastik

polypropylene (PP) khusus untuk vacum dan

direkatkan menggunakan Vacum Sealer, kemudian

disimpan dalam Refrigerator dan Freezer selama 0,

1, 2, dan 3 bulan. Pengamatan dilakukan terhadap

karakteristik fisikokimia, total mikroba dan

organoleptik yang terdiri dari warna, aroma dan

rasa dengan nilai 1=sangat tidak suka, 2=tidak

suka, 3=biasa, 4=suka dan 5=sangat suka

(Soekarto, 1985) menggunakan 20 orang panelis.

Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan

SSPS 16,0. Jika ada perbedaan antar perlakuan

dilanjutkan dengan DMRT (Duncan Multiple

Range Test).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik edible filmbioselulosa nata de

coco

Warna/Kecerahan Edible Film

Secara fisik edible film yang dihasilkan

agak bening dan mirip dengan kemasan komersial

yang non edible, kecuali formula 1 sebagai kontrol

cenderung berwarna putih karena hanya terdiri

dari bioselulosa nata de coco (Gambar 1a).

Gambar 1a. Penampilan sembilan formula edible film dari bioselulosa nata de coco

Figure 1a. Appearance of nine edible film of biocellulose nata de coco

Gambar 1b. Proses peeling formula 4 dan formula 5 Figure 1b. Peeling process of formula 4 and formula 5

Nilai L yang kecil menunjukkan bahwa

edible film cenderung lebih banyak menyerap sinar

dari pada memantulkan sinar. Laju transmisi uap

air cenderung meningkat dengan semakin tinggi

penambahan gliserol. Nilai laju transmisi uap air

1 2 3

4 5 6

7 8 9

Pengolahan Edible Film Nata de Coco dan Aplikasinya sebagai Coating pada Daging Kelapa Muda (Rindengan Barlina, et al.)

61

berhubungan dengan nilai elongasi edible film.

Semakin tinggi laju transmisi uap air, nilai

elastisitas edible film juga akan meningkat. Sinar

yang dapat ditangkap oleh detector warna, maka

indeks keputihan menjadi lebih kecil. Semakin

kecil indeks keputihan edible film berarti semakin

bening/transparan edible film yang dihasilkan

(Jowit, 1987 dalam Gunawan, 2009).

Analisis statistik, menunjukkan bahwa

formula 2 sampai formula 9 tidak berbeda nyata,

tetapi berbeda nyata dibanding dengan formula 1

(Gambar 2). Hal ini disebabkan pada formula 1

tanpa penambahan CMC dan gliserol. Menurut

Hikmat (1997) dalam Gunawan (2009),

pembentukan film tanpa penambahan CMC,

memerlukan energi yang cukup besar dan waktu

yang lama serta film yang dihasilkan kurang cerah,

rapuh, dan kurang kompak. Nilai

kecerahan/keputihan edible film berkisar 51,88

sampai 63,83. Semakin rendah nilai L, berarti

edible film semakin transparan. Dikaitkan dengan

Gambar 1a, pada formula 1 warnanya kurang

cerah karena nilai L adalah yang tertinggi, yaitu

63,83 (Gambar 2). Sebagai bahan kemasan, yang

diharapkan adalah bening/transparan, sehingga

tidak menghalangi penampilan asli dari produk

yang dikemas.

Ket : Angka yang diikuti huruf sama pada grafik tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan 0,5%. Note : Number followed by the same letters at the graphyc are not significantly different at 0.05 level DMRT

Gambar 2. Nilai L (kecerahan) sembilan formula edible film bioselulosa nata de coco Figure 2. The value of L (brightness) of nine formulas of edible film bioselulosa nata de coco .

Ketebalan edible film

Hasil pengukuran ketebalan edible film

bervariasi dari terendah 0,03 mm dan tertinggi

0,06 mm (Gambar 3). Hasil analisa statistik

menunjukkan, perbandingan formulasi bioselulosa

nada de coco, CMC dan gliserol, tidak

berpengaruh terhadap formula 1 sampai formula 6

dan formula 8, tetapi berpengaruh pada formula 7

dan formula 9. Penambahan CMC dalam

pembentukan film antara lain bertujuan untuk

memperbaiki penampakan, kekuatan,

kekompakan d a n mempercepat pembentukan

matrik film (Hikmat, 1997 dalam Gunawan, 2009),

sedangkan gliserol memiliki sifat a n t a r a l a i n ,

meningkatkan viskositas larutan dan mengikat air

(Winarno, 1997). Oleh karena itu ada

kecenderungan bahwa semakin tinggi

penambahan CMC maupun gliserol ketebalan

edible film meningkat, terutama formula 7 dan

formula 9. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Jacoeb et al., (2014), bahwa ketebalan edible film

dipengaruhi oleh luas cetakan, volume larutan dan

banyaknya total padatan dalam larutan. Hasil

penelitian Permatasari at al., (2012), menggunakan

bahan baku sari alang-alang dengan penambahan

A. xylinum, diperoleh edible film dengan ketebalan

0,05 mm.

63,83a

53,53bc 53,0bc 52,27bc 52,47bc

54,58b52,97bc 52,57bc 51,88c

0

10

20

30

40

50

60

70

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Nilai LL Value

Formula

Buletin Palma Volume 19 No. 2, Desember 2018: 57 - 68

62

Gambar 3. Ketebalan sembilan formula edible film Figure 3. The thickness of the nine edible formulas

Gambar 4. Nilai kuat tarik sembilan formula edible film Figure 4. The tensile strength value of the nine edible formulas Kuat tarik edible film bioselulosa nata de coco

Kualitas suatu film sangat bergantung

pada kekuatan tarik dan elongasi (perpanjangan)

dari film tersebut. Kuat tarik merupakan salah satu

sifat mekanis untuk mengukur kekuatan film. Kuat

tarik adalah gaya tarik maksimum yang dapat

ditahan oleh film selama pengukuran berlangsung

sampai film terputus, sehingga kuat tarik dari

suatu film sangat berpengaruh terhadap kualitas

dari film tersebut. Semakin tinggi kekuatan tarik

suatu film, maka semakin bagus kualitas dari film

tersebut (Iskanda et al., 2010). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa nilai kuat tarik edible film

berkisar 11,91-38,93 Mpa (Gambar 4). Hasil

penelitian (Indrarti, 2007), nilai kuat tarik edible

film berbahan baku bioselulosa nata de coco

berkisar 22,01-166,80 Mpa dan 2,62 Mpa pada

bioselulosa asetat (Radiman dan Yuliani, 2008) dan

6,40-11,29 Mpa pada edible film berbahan baku

amilosa dengan penambahan gliserol (Cahyana,

2006). Sedangkan pembuatan plastik kitosan

menggunakan pelarut asetat dengan penambahan

gliserol 0-0,4% menghasilkan kuat tarik cenderung

menurun dari 39,90 Mpa sampai menjadi 12,58

Mpa (Apriyanti et al., 2013).

Berdasarkan Gambar 4, semakin rendah

penambahan bioselulosa nata de coco dan CMC

serta semakin tinggi penambahan gliserol nilai

kuat tarik menurun. Harris (1999) menyatakan

bahwa penambahan gliserol sebagai pemlastis

akan mengurangi kerapatan dan gaya antar

molekul substrat dengan gliserol. Wirawan et al.,

(2012) menyatakan juga bahwa, semakin banyak

plasticizer yang ditambahkan akan menurunkan

kuat tarik. Kondisi ini terjadi pada formula 6

sampai formula 9. Hal ini disebabkan gliserol akan

menghasilkan pengurangan interaksi

intermolekuler dan peningkatan pergerakan dari

0,032bc0,030c

0,033bc

0,042bc0,042bc

0,045bc

0,055a

0,035bc

0,047ab

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Tebal

Thick(mm)

Formula

18,57bc

38,25a 38,96a

20,43bc

24,35b

12,45c

19,07bc

14,64bc

11,91c

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kuat tarik/Mpa

Tensile strength/Mpa

Formula

Pengolahan Edible Film Nata de Coco dan Aplikasinya sebagai Coating pada Daging Kelapa Muda (Rindengan Barlina, et al.)

63

rantai polimer, sehingga kuat tarik akan turun

(Huri dan Nisa, 2014).

Elongasi edible film

Elongasi adalah perubahan perpanjangan

maksimum dari film yang diukur dalam persen

saat sobek (Krochta, 1992). Oleh karena itu

perpanjangan dari film juga sangat berpengaruh

terhadap kualitas dari film tersebut. Laurdin, et

al., (1997) dalam Cahyana (2006), menyatakan

bahwa plasticizer ditambahkan ke dalam polimer

untuk meningkatkan fleksibilitasnya.

Penambahan plasticizer sampai pada taraf

tertentu akan meningkatkan elongasi film.

Berdasarkan Gambar 5, nilai perpanjangan edible

film berkisar antara 2,81-18,26%. Formula 7

adalah yang memiliki nilai perpanjangan yang

paling tinggi. Hasil penelitian (Indrarti, 2007),

nilai perpanjangan edible film berkisar antara

2,93% sampai 30,39%. Berdasarkan Gambar 5,

semakin banyak penambahan gliserol

nilai elongasi meningkat, sehingga mampu

mengikat air dan melunakkan permukaan film.

Berdasarkan Gambar 4, semakin rendah

penambahan bioselulosa nata de coco dan CMC

serta semakin tinggi penambahan gliserol nilai

kuat tarik menurun. Harris (1999) menyatakan

bahwa penambahan gliserol sebagai pemlastis

akan mengurangi kerapatan dan gaya antar

molekul substrat dengan gliserol. Wirawan et al.,

(2012) menyatakan juga bahwa, semakin banyak

plasticizer yang ditambahkan akan menurunkan

kuat tarik. Kondisi ini terjadi pada formula 6

sampai formula 9. Hal ini disebabkan gliserol akan

menghasilkan pengurangan interaksi

intermolekuler dan peningkatan pergerakan dari

rantai polimer, sehingga kuat tarik akan turun

(Huri dan Nisa, 2014).

Gambar 5. Elongasi sembilan formula edible film Figure 5. Elongation of nine edible film formulas

Gambar 6. Laju transmisi uap air sembilan formula edible film Figure 6. Rate of water vapor transmission of nine edible film formulas

2,80c 2,94c 3,19c

13,21ab

8,03bc

11,94ab

18,26a

15,99ab

17,18a

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Elongasi, %

Formula

23,06a

20,06ab

16,32b 17,39b

20,79ab

18,26a

23,76a

21,32ab

0

5

10

15

20

25

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Formula

17,98bLajutransuap air,g/m2

/24j

64

Laju Transmisi Uap Air Edible Film

Laju transmisi uap air adalah jumlah uap air

yang melalui suatu permukaan film persatuan luas

persatuan waktu. Nilai laju transmisi uap air

menunjukkan seberapa tahan edible film tersebut

dapat menahan jumlah uap air dari dalam produk.

Semakin rendah nilai laju transmisi uap air,

makaedible film tersebut akan semakin baik (Harris,

1999). Menurut Gunawan (2009), laju transmisi

uap air yang rendah dapat menghambat hilangnya

air dari produk yang dicoating sehingga kesegaran

produk yang dicoating terjaga. Selain itu, dapat

menghambat kerusakan akibat reaksi hidrolisa

dan kerusakan oleh mikroorganisme karena

adanya air.

Hasil pengamatan menunjukkan, bahwa

nilai laju transmisi uap air berkisar antara 16,32

sampai 23,76 (g/m2/24 jam). Berdasarkan Gambar

6, laju transmisi uap air cenderung meningkat

dengan semakin tinggi penambahan gliserol. Nilai

laju transmisi uap air berhubungan dengan nilai

elongasiedible film. Semakin tinggi laju transmisi

uap air, nilai elastisitas edible film juga akan

meningkat.

2. Aplikasi edible coating pada daging kelapa

muda.

Pada Gambar 7, dapat dilihat secara ringkas

tahapan proses penelitian yang dilakukan. Bahan

baku daging buah kelapa Dalam Mapanget (7a),

proses pencelupan dalam edible coating

bioselulosa nata de coco (7b), selesai proses

pengeringan suhu 40OC selama 30 menit (7c), dan

pengemasan secara vacum (7d).

(a) (b) (c) (d)

Gambar 7. Pemisahan daging kelapa muda (a), pencelupan dalam edible coating(b), pengeringan suhu 40OC

selama 30 menit (c) dan pengepasan vacum (d) Figure 7. Separation of young coconut meat (a), immersion in edible coating (b), drying at 40OC

temperature for 30 minutes (c) and vacuum packaging (d) Karakteristik bahan baku daging kelapa muda

dan edible coating

Hasil pengamatan bahan baku daging

kelapa muda jenis DMT, adalah sebagai berikut:

kadar air 88,83%, abu 2,35%, lemak 33,56%, protein

8,73% dan serat kasar 16,89%. Hasil yang

diperoleh memiliki kemiripan dengan yang

dilaporkan Rindengan et al., (1997), dimana

daging kelapa muda GKBxDMT (umur 8 bulan),

memiliki kadar air 87,24%, protein 9,58%,

karbohidrat 34,68% dan serat kasar 19,15%.

Selanjutnya karakteristik dari bahan edible coating

(formula 7) yang dianalisa dalam bentuk edible film

adalah sebagai berikut ketebalan 0,06 mm, kuat

tarik 19,08 Mpa, elongasi 18,26%, laju transmisi

uap air16,88 (g/m2/24 jam) dan memiliki nilai

kecerahan yang lebih (bening).

Karakteristik organoleptik daging kelapa muda

diaplikasi edible coating

Berdasarkan Gambar 8, penilaian warna

irisan daging kelapa muda sampai 3 bulan

penyimpanan, baik yang dicoating maupun tidak

dan disimpan dalam Freezer maupun Refrigerator

nilai yang diberi berkisar 3 sampai mendekati nilai

4 (biasa sampai mendekati suka). Hal ini

Pengolahan Edible Film Nata de Coco dan Aplikasinya sebagai Coating pada Daging Kelapa Muda (Rindengan Barlina, et al.)

65

menunjukkan bahwa, meskipun daging buah

kelapa ada perlakuan aplikasi edible coating, panelis

masih menganggap penampilannya normal. Salah

satu manfaat aplikasi edible coating pada bahan

makanan adalah untuk mempertahankan sifat

sensorik dari produk (Falguera et al., 2011).

Selanjutnya pada penilaian aroma, sampel

yang tanpa edible coating tidak disukai selama

penyimpanan 3 bulan. Sedangkan perlakuan

lainnya masih dianggap biasa (normal) karena

nilai yang diberikan mendekati nilai 3 dan 4. Pada

penilaian rasa, diaplikasi maupun tanpa aplikasi

edible coating pada penyimpanan dalam Freezer

nilai yang diberikan masih berkisar 3-3,5 sampai 3

bulan penyimpanan. Sedangkan penyimpanan

dalam Refrigerator, baik yang diaplikasi maupun

tidak diaplikasi edible coating, mulai 2 bulan

penyimpanan nilai yang diberikan <3 atau panelis

mulai tidak menyukai. Hal ini menunjukkan,

bahwa penyimpanan dalam Freezer ( suhu beku)

lebih mempertahankan karakteristik organoleptik

daging buah kelapa muda.

Keterangan: F = Aplikasi edible coating disimpan dalam Freezer, FK= Tanpa aplikasi edible coatingdisimpan dalam Freezer, R = Aplikasi edible coating disimpan dalam Refrigerator, RK = Tanpa aplikasi edible coatingdisimpan dalam Refrigerator

Note: F = Edible coating application stored in Freezer, FK = No application of ediblecoating stored in Freezer, R = Edible Coating application is stored in Refrigerator, RK = No application of ediblecoating stored in Refrigerator

Gambar 8. Karakteristik organoleptik irisan daging kelapa muda dengan dan tanpa aplikasi edible coating

bioselulosa nata Figure 8. The organoleptic characteristics of young coconut meat slices with and without applied edible coating of

biocellulose nata

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

0 1 2 3

F FK R RK Warna

Penyimpanan (bulan)

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

0 1 2 3

F FK R RKAroma

Penyimpanan (bulan)

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

0 1 2 3

F

FK

R

RK

Rasa

Penyimpanan (bulan)

Buletin Palma Volume 19 No. 2, Desember 2018: 57 - 68

66

Total mikroba dan kemasaman (pH) daging kelapa muda dengan aplikasi edible coating Hasil pengamatan total mikroba, menunjukkan terjadi penurunan jumlah mikroba selama penyimpanan (Gambar 9a). Menurut Krochta, et al., (1994) dalam Gunawan (2009), salah satu fungsi penambahan plasticizer CMC dalam formulasi coating adalah menghambat pertumbuhan kapang pada keju dan sosis, serta mengurangi penyerapan oksigen tanpa menyebabkan peningkatan kadar karbondioksida pada jaringan buah-buahan.

Berdasarkan Gambar 9a, aplikasi edible coating bioselulosa nata ternyata dapat mereduksi perkembangan total mikroba, tetapi penyimpanan dalam Freezer (F) penghambatannya lebih tinggi dibanding yang disimpan dalam Refrigerator (R).

Sedangkan daging kelapa muda tanpa aplikasi edible coating bioselulosa nata, total mikroba cukup tinggi sampai penyimpanan satu bulan, kemudian tidak terdeteksi sampai tiga bulan penyimpanan. Kondisi ini diduga berkaitan dengan penurunan pH, sehingga suasana menjadi asam. Hal ini berkaitan juga dengan penilaian organoleptik, terutama aroma dan rasa umumnya panelis memberi nilai yang rendah. Sampai saat ini belum ada produk irisan daging kelapa muda segar beku yang dikomersialkan. Oleh karena itu sebagai pembanding adalah total mikroba daging ayam beku (karkas dan tanpa tulang dan daging cintang adalah 1 x 106koloni/gr (SNI, 2009). Dengan demikian total mikroba pada daging kelapa muda yang dicoating tergolong rendah dibanding standar yang ditetapkan pada daging ayam beku.

Keterangan: F = Aplikasi edible coating disimpan dalam Freezer, FK= Tanpa aplikasi edible coating disimpan dalam Freezer, R = Aplikasi edible coating disimpan dalam Refrigerator, RK = Tanpa aplikasi edible coating disimpan dalam Refrigerator

Note: F = Edible coating application stored in Freezer, FK = No application of ediblecoating stored in Freezer, R = Edible Coating application is stored in Refrigerator, RK = No application of ediblecoating stored in Refrigerator

Gambar 9. Total mikroba (a) dan kemasaman/pH (b) irisan daging kelapa muda dengan dan tanpa

aplikasi edible coating bioselulosa nata Figure 9. Total microbial and acidity (pH) of young coconut meat slices with and without applied edible coating of

biocellulosic nata

KESIMPULAN

Perbandingan penambahan bioselulosa nata de coco, carboxylb methylcellulose mempengaruhi karakteristik edible film yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan CMC dan gliserol ketebalan edible film meningkat, sedangkan nilai kuat tarik menurun dengan penambahan bioselulosa dan CMC yang menurun.

Penambahan gliserol melunakkan permukaan film dan meningkatkan nilai laju transmisi uap air. Semakin kecil indeks kecerahan/keputihan menunjukkan makin transparanedible film yang dihasilkan.

Formula edible film terbaik yaitu pada perbandingan bioselulosa nata de coco: karboksimetilselulosa : gliserol = 97,5: 1,0 :1,5 dengan karakteristik ketebalan 0,07 mm, kuat tarik 19,08 Mpa, elongation 18,26%, laju transmisi uap

0

50

100

150

200

250

300

0 1 2 3

F FK

x 1

01

CFU

Lama penyimpanan (bulan)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

0 1 2 3

F FKpH

Lama penyimpanan (bulan)

Pengolahan Edible Film Nata de Coco dan Aplikasinya sebagai Coating pada Daging Kelapa Muda (Rindengan Barlina, et al.)

67

air16,88 (g/m2/24 jam) dan nilai kecerahan yang lebih baik (bening).

Aplikasi edible coating bioselulosa nata pada irisan daging kelapa muda yang dikemas secara vacum, pada penyimpanan menggunakan freezer dapat mereduksi perkembangan total mikroba dan sampai 3 bulan dan masih disukai panelis. Sedangkan penyimpanan dalam refrigerator, hanya disukai panelis sampai 2 bulan penyimpanan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Rahmat Teguh, sebagai laborant di Laboratorium Rekayasa Teknologi Hasil Pertanian, UGM–Yogyakarta yang membantu dalam pelaksanaan analisis karakteristik fisik edible film.

DAFTAR PUSTAKA

American Society for Testing and Materia. 2002. ASTM.D882-02. Standard Test Method for Tensile Properties of Thin Plastic Sheting. International, West Conshohocker, PA.

Apriyanti, A.F., Mahatmanti, F.W., Sugiyo, Warlan. 2013. Kajian Sifat Fisik- Mekanik dan Antibakteri Plastik Kitosan Termodifikasi Gliserol. Indonesian Journal of Chemistry Science. 2(2).

Falguera, V., J.P. Quintero., A. Jimenez., J.A. Murioz., A. Ibarz. 2011. Edible Fim and Caoting: Structure, Active Properties and Trend in Their Use. Trend in Foof Science Technology 22(6): 292-303.

Gunawan, V. 2009. Formulasi dan Aplikasi Edible Coating Berbasis Pati Sagu dengan Penambahan Vitamin C pada Paprika(Capsicum annuum varietas Athena). Skripsi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. 146 Halaman.

Harris, H. 1999. Kajian Teknik Formulasi terhadap Karakteristik Edible Film dari Pati Ubi Kayu, Aren dan Sagu untuk Pengemas Produk Pangan Semi basah. Disertasi. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Huri, D dan F.D. Nisa. 2014. Pengaruh Konsentrasi Gliserol dan Ekstrak Ampas Kulit Apel Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Edible Film. Jurnal Pangan dan Agroindistri 2(4):29-44.

Iskandar., M. Zaki., S.Mulyati.,U.Fathanah., I.Sari dan Juchairawati. 2010. Pembuatan film

selulosa dari nata de pina. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan 7(3):105-111. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Syaiah Kuasa. Banda Aceh.

Indrarti, L. 2007. Bioselulosa sebagaibahanedible film. Laporan Penelitian. PusatPenelitian Fisika. LIPI. 39 Hal.

Jacoeb, A.M., Nugraha, R., Utari, S.p. 2014. Pembuatan Edible Film dari Pati Buah Lindur dengan Penambahan Gliserol dan Karaginan. JPHPI 17(1):14-21.

Krochta, J.M., 1992. Control of Mass Transfer in Food With Ediable Coatings and Films. In Singh, R.P. and M.A. Wirakartakusumah (eds). Advances in Food Engineering. CRP Press. Boca Raton. 519-538.

Krochta, J.M, E.A. Baldwin, a n d M.O. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coating and Films to Improve Food Quality, Technomic Publishing Company, Inc., Pennsylvania, U.S.A.

Lindu, M., T. Puspitasari dan D.A. Reinfani, 2011. Sintetis dan Uji Kemampuan Membran Mikrofiltrasi Selulosa Asetat dari Nata de Coco untuk Penyisihan Kekeruan pada Air Artifisial. Jurnal Sains Materi Indonesia 12(3): 153-158.

Layuk, P., M. Lintang dan G.H. Joseph. 2012. Pengaruh waktu fermentasi air kelapa terhadap produksi dan kualitas nata de coco. Buletin Palma 13(1): 32-40. Puslitbangbun. Badan Litbang Pertanian

Nisperos-Carriedo M.O., P.E. Shaw and E.A. Baidwin, 1990. Changes in Volatile Component of Pineapple Orange Juices as Influences by The Application of Lipid and Composite Film. J.Agric. Food Chem. 38: 1382-1387.

Permatasari, A., H.F. Aprilianti dan A. Purbasari. 2012. Pembuatan Nata Berbahan Dasar Alang-Alang Secara Fermentasi Sebagai Kajian Awal Pembuatan Edible Film. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri 1(1): 54-58.

Rezaee, A., S.SolimaniandM. Forozandemogadam. 2005. Role of Plasmid in Production ofAcetobacter xylinum Biofilms. American Journal of Biochemistry and Biotechnology (3):121-124.

Rahim, A., Nur Alam., Haryadi dan U. Santoso. 2010. Pengaruh konsentrasi pati aren dan minyak sawit terhadap sifat fisik dan mekanik edible film the effect of palm sugar starch apalm oil concentrations on

Buletin Palma Volume 19 No. 2, Desember 2018: 57 - 68

68

physical and mechanical characteristics of edible film. J. Agroland 17 (1) : 38 – 46.

Radiman, C. danG. Yuliani. 2008. Penggunaan natadecoco sebagaibahan membran selulosa asetat. Prosiding Simposium Nasional Polimer V- Bandung. Hal 203-308.

Rindengan, B., A. Lay., H. Novarianto dan Z. Mahmud. 1996. Pengaruh jenis dan umur buah terhadap sifat fisikokimia daging buah kelapa hibrida dan pemanfaatannya. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 1(6):263-277.

Rindengan, B., E. Goniwala dan M.K. Allo'. 2014. Pengaruh pendiaman dan lama fermentasi air kelapa terhadap rendemen dan karakteristik bioselulosa nata untuk bahan baku edible film. Buletin Palma 15(2): 134-140.

Rindengan, B. 2014. Bioselulosa dari nata de coco sebagai bahan baku edible film. Warta Puslitbanbun 20(1): 1-4.

Soewarno, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bhatara Karya Aksara, Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2009. SNI 01-3924-2009. Mutu Karkas dan Daging Ayam . Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Tapia-Blacido, D., P.J. Sobral and F.C Menegalli. 2005. Effects of Drying Temperature and Relative Humidity on The Mechanical Properties of Amaranth Flour Films Plasticized with Glycerol. Brazilian Journal of Chemical Engineering, 22 (2):249.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

Wirawan, S.K., Prasetya, A. Ernie, E. 2012. Pengaruh Plasticizer Pada Karakteristk Esible Film dari Pekti. Reaktor 14(1): 61-67.

Yoshida, C.M.P., A.J. Antunes. 2004. Characterization of Whey Protein Emulsion Films. Brazilian Journal of Chemical Engineering, 21(2):247.