06. Response Surface Methodology _rsm_ Dan Aplikasinya

download 06. Response Surface Methodology _rsm_ Dan Aplikasinya

of 25

Transcript of 06. Response Surface Methodology _rsm_ Dan Aplikasinya

  • RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM) DAN APLIKASINYA

    RIA FAULINA

    NRP 1311 201 002

    SHOFI ANDARI

    NRP 1311 201 008

    DIAN ANGGRAENI

    NRP 1311 201 009

    Dosen :

    Dr. SUTIKNO, M.Si.

    JURUSAN STATISTIKA

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

    SURABAYA

    2011

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    152

    RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM)

    DAN APLIKASINYA

    I. LATAR BELAKANG

    Seiring berkembangnya dunia pendidikan, semakin berkembang pula penelitian-penelitian

    yang ditujukan untuk mencari jawaban atas pemikiran yang muncul akibat permasalahan-

    permasalahan. Secara umum, tujuan suatu penelitian atau eksperimen adalah untuk memperoleh

    keterangan tentang bagaimana respon yang diberikan oleh suatu objek pada berbagai keadaan tertentu

    yang ingin diperhatikan. Keadaan tertentu biasanya merupakan sesuatu yang sengaja diciptakan atau

    ditimbulkan, baik melalui pemberian perlakuan atau pengaturan keadaan lingkungan. Meskipun

    pemberian perlakuan telah ditentukan dan keadaan lingkungan telah diatur dengan cermat, penelaahan

    mengenai respon tidak akan luput dari gangguan keragaman alami yang ada pada setiap obyek serta

    pengaruh berbagai faktor yang memang tidak dapat dibuat persis sama bagi setiap obyek dalam

    eksperimen. Dalam hal ini metode analisis varians dapat membantu peneliti untuk memisah dan

    mengusut apa saja yang menimbulkan keragaman respon, yaitu berapa bagian yang disebabkan oleh

    perlakuan, berapa bagian yang disebabkan oleh lingkungan dan berapa bagian yang ditimbulkan oleh

    berbagai pengaruh yang tidak dapat dianalisis dengan jelas (Nuryanti dan Salimy, 2008).

    Desain eksperimen yang dibahas sebelumnya hanya terbatas pada faktor atau level yang

    memberikan pengaruh nyata atau signifikan pada respon. Baahkan uji perbandingan ganda yang

    merupakan uji lanjutan dari desain eksperimen yang mampu menentukan perbedaan antar level hanya

    dapat menunjukkan nilai respon yang maksimum atau minimum yang terbatas pada level-level yang

    dicobakan saja. Pada penelitian yang lebih mutakhir, kadang kala peneliti tidak cukup hanya dengan

    menentukan nilai respon maksimum atau minimum saja dari level-level yang dicobakan saja, karena

    nilai maksimum atau minimum tersebut bisa jadi muncul diantara selang level-level yang dicobakan.

    Oleh karena itu, dibutuhkan suatu metode yang dapat mendukung kebutuhan tersebut. Salah satunya

    adalah metode permukaan respon.

    Metode permukaan respon (response surface methodology) merupakan sekumpulan teknik

    matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa variabel

    independen mempengaruhi variabel respon dan tujuan akhirnya adalah untuk mengoptimalkan respon

    (Montgomery, 2001). Ide dasar metode ini adalah memanfaatkan desain eksperimen berbantuan

    statistika untuk mencari nilai optimal dari suatu respon. Metode ini pertama kali diajukan sejak tahun

    1951 dan sampai saat ini telah banyak dimanfaatkan baik dalam dunia penelitian maupun aplikasi

    industri. Misalnya, dengan menyusun suatu model matematika, peneliti dapat mengetahui nilai

    variabel-variabel independen yang menyebabkan nilai variabel respon menjadi optimal. Makalah ini

    membahas tentang metode permukaan respon. Pembahasan dimulai dengan penjabaran konsep,

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    153

    dilanjutkan dengan prosedur analisis dan pengujian, kemudian diberikan contoh aplikasi pada

    eksperimen kimia, yaitu eksperimen penumbuhan kristal. Tujuan dari kajian adalah untuk memahami

    peran metode permukaan respon dalam menentukan nilai variabel-variabel independen yang

    menyebabkan nilai respon penumbuhan kristal menjadi optimal. Dalam eksperimen ini, variabel

    respon penumbuhan kristal (y) dipengaruhi oleh tiga variabel independen yaitu suhu (x1), tekanan (x2)

    dan derajat keasaman (x3). Menggunakan formulasi model yang tepat, maka dapat diperoleh nilai

    variabel-variabel independen (x1, x2, dan x3) yang menyebabkan nilai penumbuhan kristal menjadi

    optimal.

    II. KONSEP DASAR

    2.1 Pengenalan Metode Permukaan Respon

    Menurut Montgomery (2001), Response Surface Methodology (RSM) atau Metode Permukaan

    Respon adalah sekumpulan metode-metode matematika dan statistika yang digunakan dalam

    pemodelan dan analisis, yang bertujuan untuk melihat pengaruh beberapa variabel kuantitatif terhadap

    suatu variabel respon dan untuk mengoptimalkan variabel respon tersebut. Sebagai contoh, akan

    dicari level-level dari suhu (1) dan tekanan (2) yang dapat mengoptimalkan suatu hasil produksi

    (). Hubungan variabel-variabel tersebut dapat dituliskan dalam sebah persamaan sebagai berikut :

    = (1 + 2) + (1)

    Dimana merupakan error pengeamatan pada respon . Jika nilai harapan respon dituliskan =

    (1 + 2) = , maka = (1 + 2) merepresentasikan sebuah permukaan yang disebut permukaan

    respon.

    Pada umumnya, permukaan respon digambarkan dengan sebuah grafik, seperti yang tampak

    pada Gambar 1. Untuk membantu visualisasi dari bentuk permukaan plot, sering digunakan kontur

    dari permukaan respon, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Pada kontur tersebut, garis respon yang

    konstan berada pada permukaan datar (1 ,2), sedangkan garis respon yang lain berada pada

    permukaan lengkung di atasnya.

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    154

    Gambar 1. Ilustrasi plot permukaan respon

    Gambar 2. Ilustrasi plot kontur Response Surface

    Permasalahan umum pada metode permukaan respon adalah bentuk hubungan antara variabel

    respon dengan variabel independen tidak diketahui. Oleh karena itu, langkah pertama dalam metode

    permukaan respon adalah mencari bentuk hubungan antara respon dengan beberapa variabel

    independen melalui pendekatan yang sesuai. Bentuk hubungan linier merupakan bentuk hubungan

    yang dicobakan pertama kali karena merupakan bentuk hubungan yang paling sederhana (low-order

    polynomial). Jika ternyata bentuk hubungan antara respon dengan variabel independen adalah fungsi

    linier, pendekatan fungsinya disebut first-order model, seperti yang ditunjukkan dalam persamaan

    berikut

    = 0 + 11 + 22 + + + (2)

    Jika bentuk hubungannya merupakan kuadrat, maka untuk pendekatan fungsinya digunakan derajat

    polinomial yang lebih tinggi yaitu second-order model

    = 0 +

    =1

    + 2

    =1

    + +

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    155

    2.1 Rancangan Percobaan Optimal

    Menurut Vardeman (1998), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika melakukan analisis

    menggunakan metode permukaan respon. Hal pertama yang perlu dilihat adalah bentuk persamannya,

    apakah merupakan fungsi berorde satu atau fungsi berorde dua. Jika ternyata fungsi yang terbentuk

    berorde dua, selanjutnya yang perlu dilihat adalah sifat percobaan yang akan dilakukan, apakah

    sequential atau non sequential. Kedua hal diatas sangat berpengaruh terhadap prosedur perancangan

    yang akan dibuat. Untuk fungsi yang berorde satu, rancangan percobaannya cukup menggunakan 2k

    faktorial, dimana setiap perlakuan memiliki dua level perlakuan. Jika dibandingkan rancangan

    permukaan respon yang berorde dua, maka rancangan permukaan respon yang berorde satu

    membutuhkan lebih sedikit unit percobaan, yaitu sebanyak 2k unit percobaan, dimana k adalah

    banyaknya faktor perlakuan.

    Untuk permukaan respon yang berorde dua, rancangan percobaannya menggunakan central

    composite design (CCD) atau Box-Behnken design yang memerlukan jumlah unit percobaan lebih

    banyak daripada rancangan 2k faktorial (permukaan respon berorde satu).

    2.2 Metode Steepest Ascent

    Seringkali, menduga titik optimum dari suatu respon berada jauh dari titik optimum yang

    sebenarnya. Salah satu cara untuk mencari titik optimum pada permukaan respon adalah dengan

    menggunakan cara satu faktor-satu faktor. Dimisalkan, jika 2 tetap sedangkan 1 berubah-ubah,

    maka akan dicari 1 yang akan membuat optimum atau hampir optimum. Setelah ditemukan nilai

    1 dan 2 tersebut, eksperimen dapat dilakukan untuk menentukan titik optimum. Akan tetapi, cara

    ini tidak selalu berhasil, tergantung pada bentuk permukaan respon, terlebih lagi, biasanya bentuk

    permukaan respon tidak diketahui. Untuk itu, tujuan dari para peneliti adalah mencari titik optimum

    yang berada di sekitar titik optimum sebenarnya, menggunakan metode yang sederhana dan efisien.

    Dan biasanya, ketika dugaan titik optimum berada jauh dari nilai sebenarnya, diasumsikan bahwa

    model orde satu merupakan pendekatan yang cukup baik untuk menduga permukaan yang

    sebenarnya.

    Untuk mengatasi kesulitan diatas, diperkenalkan metode steepest ascent yaitu metode yang bekerja

    berurutan sepanjang permukaan respon yang bergerak secara cepat mengarah pada peningkatan

    respon sampai pada titik optimum (Gambar 3). Sebaliknya, jika yang diinginkan adalah mencari titik

    minimum, maka metode yang digunakan adalah metode steepest descent. Metode ini tidak

    menentukan nilai optimum tertentu, tetapi hanya mampu mengarahkan pada daerah sekitar nilai

    optimum tersebut.

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    156

    Gambar 3. Ilustrasi Permukaan Respon Orde satu dan Garis Steepest Ascent

    2.3 Karakteristik Permukaan Respon

    Misalkan ingin didapatkan nilai 1 ,2 , , yang megoptimalkan respon yang diprediksikan.

    Jika nilai-nilai optimal ini ada, maka y pada persamaan (2) merupakan himpunan yang beranggotakan

    1 ,2 , , sedemikian sehingga turunan parsialnya:

    1=

    2= =

    = 0

    Dalam notasi matriks, persamaan (4) dapat dinyatakan sebagai:

    = 0 + + (5)

    dimana,

    =

    12

    =

    1 2 3

    =

    kkkk

    k

    k

    2/2/

    2/2/

    2/2/

    11

    12212

    11211

    b merupakan vektor koefisien regresi orde pertama, sedangkan B adalah matriks orde kedua

    berukuran k x k yang elemen diagonal utamanya merupakan koefisien kuadratik murni dan

    elemen-elemen segitiga atasnya adalah dari koefisien kuadratik campuran ( , ).

    Turunan dari terhadap vektor x adalah sama dengan 0, sehingga dinyatakan dengan:

    = + 2 = 0 (6)

    (4)

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    157

    Titik-titik stasioner yang merupakan solusi dari persamaan diatas, adalah:

    = 1

    21 (7)

    di mana T

    = (1.0,2.0 , , .0). Substitusi persamaan (7) ke persamaan (5) diperoleh nilai respon

    optimal yang diprediksikan terjadi pada titik-titik stasioner, yaitu:

    = 0 +1

    2 (8)

    Karakteristik permukaan respon digunakan untuk menentukan jenis titik stasioner, apakah maksimum,

    minimum atau titik pelana. Berikut beberapa ilustrasi untuk titik-titik tersebut beserta plot kontur

    masing-masing seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4, 5 dan 6.

    Titik stasioner dapat diidentifikasi dengan mentransformasikan fungsi respon dari titik asal

    x(0,0,...,0) ke titik stasioner dan sekaligus merotasikan sumbu koordinatnya, sehingga dihasilkan

    fungsi respon sebagai berikut:

    = 0 + 112 + 22

    2 + + 2 (9)

    dengan:

    = Variabel independen baru hasil transformasi

    0 = Harga taksiran y pada titik stasioner 0

    = Konstanta yang merupakan eigen value dari matrik B, i = 1,2,,k

    Karakteristik dari permukaan respon ditentukan oleh harga . Jika nilainya semua positif maka

    0 adalah titik minimum, sedangkan jika semua negatif maka 0 adalah titik maksimum, jika harganya

    berbeda tanda diantara harga , maka 0 merupakan titik pelana.

    2.4 Rancangan Percobaan yang Sesuai untuk Permukaan Respon

    Pemilihan rancangan percobaan yang sesuai beserta analisisnya untuk permukaan respon adalah

    hal yang sangat penting. Berikut ada beberapa kriteria dalam pemilihan rancangan percobaan yang

    sesuai untuk metode permukaan respon:

    1. Memberikan gambaran distribusi dan informasi yang jelas berdasarkan data pada seluruh

    daerah yang difokuskan

    2. Memungkinkan untuk mencari model yang memenuhi kelayakan model

    3. Memungkinkan untuk membuat blok-blok dalam percobaan

    4. Memungkinkan untuk membuat rancangan-rancangan yang mempunyai orde lebih tinggi

    5. Memberikan pendugaan error dalam rancangan

    6. Memberikan pendugaan koefisien model yang tepat

    7. Memberikan pendugaan varianss yang baik

    8. Bersifat robust terhadap outliers maupun data hilang

    9. Tidak membutuhkan unit percobaan yang besar

    10. Tidak membutuhkan terlalu banyak level dalam variabel independen

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    158

    11. Memberikan kemudahan dalam perhitungan parameter model

    Kadang-kadang, kriteria diatas saling tidak mendukung, tetapi pemilihan rancangan harus tetap

    dilakukan sebaik mungkin.

    Gambar 4. Ilustrasi permukaan respon maksimum

    Gambar 5. Ilustrasi permukaan respon minimum

    Gambar 6. Ilustrasi permukaan respon pelana

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    159

    2.4.1 Rancangan yang Sesuai untuk Model Orde Pertama

    Rancangan percobaan yang sesuai untuk model orde pertama adalah rancangan orthogonal first-

    order. Rancangan faktorial dan fraksional 2k adalah rancangan yang termasuk dalam rancangan

    orthogonal first-order, di mana pengaruh utama saling independen. Dalam rancangan ini, dibuat kode

    untuk level-level rendah dan tinggi dalam k faktor, misalnya 1. Di samping kedua rancangan

    tersebut, ada pula rancangan yang termasuk rancangan orthogonal first-order, yaitu rancangan

    simplex. Rancangan ini biasanya digambarkan dalam suatu bangun ruang dengan k+1 titik dalam

    dimensi k. Dengan demikian, untuk = 2, rancangan simplex menjadi segitiga sama sisi dan untuk

    = 3, menjadi tetrahedral seperti pada gambar berikut:

    Gambar 7. Rancangan Simplex untuk (a) 2 dimensi ( = 2) dan (b) 3 dimensi ( = 3)

    2.4.2 Rancangan yang Sesuai untuk Model Orde Kedua

    Nilai optimum diperoleh dari sebuah model yang memenuhi dan mengandung kurvatur yang

    pada umumnya merupakan model orde kedua: [

    = 0 +

    =0

    + 2

    =1

    + +

    Kelompok rancangan yang paling banyak digunakan untuk model orde kedua ialah CCD atau central-

    composite design. Pada umumnya CCD terdiri atas factorial 2k (atau fraksional factorial dengan

    resolusi V) atau disebut nF, 2k titik atau percobaan aksial, dan titip pusat atau center point sebanyak

    nC.

    Secara praktis, CCD diterapkan melalui percobaan sekuensial. Percobaan tersebut tidak lain

    merupakan factorial 2k yang telah melalui model orde pertama namun memperlihatkan

    ketidaksesuaian model (lack of fit), kemudian titik-titik aksial ditambahkan ke dalam percobaan untuk

    memenuhi titik-titik kuadratik dalam model. CCD merupakan rancangan yang sangat sesuai untuk

    memperoleh model orde kedua. Terdapat dua parameter dalam rancangan ini yang harus diketahui

    terlebih dahulu oleh peneliti: (1) jarak titik aksial dari pusat rancangan dan (2) berapa banyak center

    point nC.

    (10)

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    160

    Model orde kedua yang disusun harus memiliki kemampuan untuk menduga daerah di sekitar

    titik optimum. Kebaikan dugaan yang diperoleh dari model orde kedua dapat dicapai hanya jika

    model memiki varians yang konsisten dan konstan untuk nilai dugaan respon pada titik x tertentu.

    Persamaan berikut menggambarkan varians dari nilai dugaan respon pada nilai x tertentu:

    V[ ()] = 2 xT(XTX)-1x

    Dalam Box dan Hunter (1957)disebutkan bahwa respon surface model orde kodua harus memenuhi

    rotatabilitas. Hal ini berarti nilai V[ ()] harus sama untuk semua nilai x yang jaraknya sama dari

    pusat rancangan. Dengan kata lain, varianss untuk nilai dugaan respon merupakan nilai konstan yang

    digambarkan seperti bola.

    Gambar 8 dan 9 menunjukkan kontur yang konstan dari V[ ()] pada model orde kedua

    dengan CCD. Dapat dilihat bahwa standar deviasi nilai dugaan respon yang konstan membentuk

    kontur yang tepat berbentuk lingkaran. Rancangan yang memiliki sifat ini tidak akan membuat

    varians berubah meskipun rancangannya dirotasi di sekitar pusatnya (0, 0, , 0), oleh karena itu

    disebut rancangan yang rotatable.

    Gambar 8. Kontur V[ ()] Gambar 9. Plot permukaan respon

    a) CCD sperik

    Rotatabilitas merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan CCD sperik. CCD sperik sangat

    masuk akal digunakan jika rancangan kita melibatkan daerah ketertarikan berbentuk bola. Bagaimana

    pun juga, memiliki CCD sperik bukanlah keharusan. CCD sperik dapat didekati dengan menetapkan

    dari sudut pandang dugaan varians untuk CCD sehingga = . Rancangan ini disebut rancangan

    CCD sperik atau berbentuk bola, yakni dengan menetapkan titik-titik faktorial dan aksial di

    permukaan bola dengan radius . Jika daerah ketertarikan sperik seperti pada rancangan ini, center

    point yang direkomendasikan cukup sebanyak tiga sampai lima titik. Center point diperlukan dalam

    mendukung stabilitas varians dari nilai dugaan respon.

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    161

    (a) (b)

    Gambar 10. (a) Geometrik CCD 3 faktor dengan 8 nf, 6 aksial dan center point

    (b) Geometrik CCD 2 faktor dengan 4 nf, 4 aksial dan center point

    b) Rancangan Box-Behnken

    Box dan Behnken (1960) memperkenalkan rancangan tiga-tahap untuk menyusun respon

    surface. Rancangan ini dibentuk dengan mengombinasikan factorial 2k dengan rancangan kelompok

    tidak lengkap (incomplete blocking). Hasil rancangan umumnya sangat efisien dalam kaitannya

    dengan menentukan banyaknya percobaan yang harus dilakukan serta rancangan ini memenuhi

    rotatabilitas atau paling tidak hampir rotatabilitas.

    Gambar 11. Rancangan Box-Benhken untuk tiga faktor (k = 3)

    c) Rancangan Permukaan Respon dengan Blok

    Seringkali sebuah rancangan permukaan respon perlu melibatkan blocking atau

    pengelompokan dalam rancangannya untuk menghilangkan variabel-variabel pengganggu. Hal ini

    biasanya terjadi jika model orde kedua diperoleh secara sekuensial dari rancangan untuk model orde

    pertama. Ada kemungkinan adanya perbedaan waktu dlam melakukan percobaan untuk percobaan-

    percobaan untuk model orde pertama dan model orde kedua.

    1x

    2x

    3x

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    162

    III. STUDI KASUS

    Pada bagian sebelumnya telah diuraikan konsep mengenai metode permukaan respon. Untuk

    memahami lebih lanjut konsep dari metode permukaan respon, diberikan contoh aplikasi pada desain

    eksperimen yang bertujuan mengoptimalkan penumbuhan kristal. Terdapat tiga variabel independen

    yang diperhatikan sebagai variabel yang mempengaruhi penumbuhan kristal, yaitu suhu (x1), tekanan

    (x2) dan derajat keasaman/pH (x3). Untuk mendapatkan titik optimal respon, dilakukan dua cara

    desain, yaitu desain eksperimen tahap I adalah desain faktorial dua level (2k) ditambah dengan empat

    center point. Sedangkan pada eksperimen tahap II digunakan Central Composite Design(CCD).

    Adapun data hasil eksperimen adalah sebagai berikut.

    Tabel 1. Data eksperimen tahap I

    Suhu

    (Celcius)

    Tekanan

    (Bar) pH

    Penumbuhan Kristal

    (gram)

    810 1 9 66

    810 1 11 70

    810 3 9 78

    810 3 11 60

    840 1 9 80

    840 1 11 70

    840 3 9 100

    840 3 11 75

    825 2 10 100

    825 2 10 80

    825 2 10 68

    825 2 10 63

    Tabel 2. Data eksperimen tahap II

    Suhu

    (Celcius)

    Tekanan

    (Bar) pH

    Penumbuhan Kristal

    (gram)

    810 1 9 66

    810 1 11 70

    810 3 9 78

    810 3 11 60

    840 1 9 80

    840 1 11 70

    840 3 9 100

    840 3 11 75

    799.8 2 10 100

    850.2 2 10 80

    825 0.3 10 68

    825 3.7 10 63

    825 2 8.3 65

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    163

    825 2 11.7 82

    825 2 10 113

    825 2 10 100

    825 2 10 118

    825 2 10 88

    825 2 10 100

    825 2 10 85

    IV. PEMBAHASAN

    Data pada tahap I digunakan pada desain orde pertama, sedangkan data pada tahap II

    digunakan jika desain orde pertama tidak dapat digunakan. Level-level percobaan pada masing-

    masing variabel independen dikodekan sedemikian hingga level rendah berhubungan dengan -1 dan

    level tinggi berhubungan dengan 1 untuk mempermudah perhitungan. Desain CCD pada eksperimen

    tahap II menggunakan tiga variabel independen, sehingga nilai rotatabilitasnya = (32 )1/4 = 1,6818

    1,682. Oleh karena itu nilai 1,682 termasuk nilai yang digunakan untuk pengkodean. Pengkodean

    variabel-variabel independen dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan:

    1 =1825

    0

    150, 2 =

    22

    1 3 =

    310

    1 (11)

    dengan 1 , 2 dan 3 masing-masing menyatakan nilai sesungguhnya dari variabel suhu, tekanan dan

    derajat keasaman. Berdasarkan persamaan di atas diperoleh nilai pengkodean untuk variabel x1, x2,

    dan x3 yang disajikan pada Tabel 3.

    Tabel 3. Kode Level vs Nilai Level

    Kode

    Level -1,682 -1 0 1 1,682

    x1 799,8 810 825 840 850,2

    x2 0,3 1 2 3 3,7

    x3 8,3 9 10 11 11,7

    Setelah dikodekan, maka data pada Tabel 1 dan Tabel 2 dapat disajikan dalam bentuk data kode

    sebagaimana tercantum pada Tabel 4 dan Tabel 5.

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    164

    Tabel 4. Data Eksperimen Tahap I Setelah Dikodekan

    x1 x2 x3 y

    -1 -1 -1 66

    -1 -1 1 70

    -1 1 -1 78

    -1 1 1 60

    1 -1 -1 80

    1 -1 1 70

    1 1 -1 100

    1 1 1 75

    0 0 0 100

    0 0 0 80

    0 0 0 68

    0 0 0 63

    Tabel 5. Data Eksperimen Tahap II Setelah Dikodekan

    x1 x2 x3 y

    -1 -1 -1 66

    -1 -1 1 70

    -1 1 -1 78

    -1 1 1 60

    1 -1 -1 80

    1 -1 1 70

    1 1 -1 100

    1 1 1 75

    -1,682 0 0 100

    1,682 0 0 80

    0 -1,682 0 68

    0 1,682 0 63

    0 0 -1,682 65

    0 0 1,682 82

    0 0 0 113

    0 0 0 100

    0 0 0 118

    0 0 0 88

    0 0 0 100

    0 0 0 85

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    165

    Pengolahan data pada eksperimen tersebut dilakukan dengan dua cara, yaitu secara manual dan

    menggunakan Minitab.

    Sama halnya dengan koefisien pada persamaan regresi, koefisien pada metode permukaan

    respon didapatkan dengan menggunakan OLS dengan rumus :

    =

    (12)

    Tabel 6. Formulasi ANOVA

    Sumber

    Keragaman

    Derajat Bebas

    (db)

    Jumlah Kuadrat

    (SS)

    Kuadrat tengah

    (MS) Fhitung

    Regresi 1 ( )2

    =1

    1

    Error ( )2

    =1

    -

    Lack of Fit ( 1

    =1

    ) ( )2

    =1

    =1

    ( 1=1 )

    Pure Error ( 1)

    =1

    ( 1)=1

    -

    Total 1 ( )2

    =1

    - -

    Data pada Tahap I kemudian diolah dengan menggunakan software Minitab di mana hasil analisis

    yang didapatkan adalah sebagai berikut:

    Tabel 7. Output Minitab Estimasi Koefisien Persamaan Model

    Predictor Coef SE Coef T P

    Constant 75.833 3.436 22.07 0.000

    x1 6.375 4.208 1.51 0.168

    x2 3.375 4.208 0.80 0.446

    x3 -6.125 4.208 -1.46 0.184

    S = 11.9022 R-Sq = 38.7% R-Sq(adj) = 15.8%

    Dari output Minitab tersebut, nilai p-value > dari (5%) yang artinya semua faktor tidak signifikan

    secara statistik. Model yang diperoleh dari eksperimen tahap I adalah:

    = 75,833 + 6,3751 + 3,3752 6,1253

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    166

    Analisis varians dari data eksperimen tahap I disajikan sebagai berikut.

    Tabel 8. Output Minitab ANOVA

    Dari uji parameter regresi secara serentak diperoleh p-value = 0,247 atau lebih dari derajat

    signifikansi = 5%, hal ini berarti variabel-variabel independen xi tidak mewakili model. Karena

    model orde I tidak sesuai maka analisis dilanjutkan padapendugaan model dari eksperimen tahap II.

    Pengolahan data pada eksperimen tahap II juga dilakukan dengan dua cara, yaitu secara manual dan

    menggunakan Minitab.

    Pengolahan data secara manual

    Perhitungan manual untuk data tahap II juga menggunakan persamaan (12) dengan ANOVA

    seperti pada Tabel 6.

    Pengolahan data dengan Minitab

    Dari pengolahan data dengan menggunakan Minitab diperoleh hasil yang ditunjukkan pada

    Tabel 9 dan 10. Dari output ANOVA tersebut, dapat disimpulkan bahwa model yang tepat untuk

    kasus ini adalah model orde kedua (Square). Hal ini dilihat dari nilai p-value untuk model linier lebih

    besar dari = 5% sedangkan untuk model orde kedua (Square) p-value bernilai kurang dari . Untuk

    memeriksa signifikansi model orde kedua, dapat dilihat p-value dari Regression pada Tabel 10. Nilai

    p-value = 0,008 lebih kecil dari derajat signifikansi = 5%, hal ini berarti variabel-variabel

    independen xi memberikan sumbangan yang berarti dalam model.

    Prosedur pengujian yang juga dilakukan adalah:

    Uji kesesuaian model regresi (Lack of Fit )

    Hipotesis:

    H0: Model regresi cocok (tidak ada lack of fit)

    H1: Model regresi tidak cocok (ada lack of fit)

    Hasil:

    Dari uji Lack of Fit terhadap model diperoleh p-value = 0,986 atau lebih besar dibandingkan

    derajat signifikansi = 0,05 sehingga tidak ada alasan untuk menolak H0. Artinya model regresi

    cocok.

    Source DF SS MS F P

    Regression 3 716.4 238.8 1.69 0.247

    Residual Error 8 1133.3 141.7

    Lack of Fit 5 320.5 64.1 0.24 0.923

    Pure Error 3 812.8 270.9

    Total 11 1849.7

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    167

    Tabel 9. Output Minitab Estimasi Koefisien Persamaan Model

    Term Coef SE Coef T P

    Constant 100.666 3.975 25.328 0.000

    suhu -6.051 2.637 -2.295 0.045

    tekanan 1.361 2.637 0.516 0.617

    pH 5.828 2.637 2.210 0.052

    suhu*suhu -3.767 2.567 -1.468 0.173

    tekanan*tekanan -12.430 2.567 -4.842 0.001

    pH*pH -9.601 2.567 -3.740 0.004

    suhu*tekanan -4.625 3.445 -1.342 0.209

    suhu*pH -2.625 3.445 -0.762 0.464

    tekanan*pH 2.875 3.445 0.834 0.424

    S = 9.74507 PRESS = 1932.34

    R-Sq = 82.81% R-Sq(pred) = 65.01% R-Sq(adj) = 67.33%

    Tabel 10. Output Minitab ANOVA

    Analysis of Variansce for Penumbuhan kristal

    Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P

    Regression 9 4573.29 4573.29 508.14 5.35 0.008

    Linear 3 989.17 989.17 329.72 3.47 0.059

    suhu 1 500.02 500.02 500.02 5.27 0.045

    tekanan 1 25.31 25.31 25.31 0.27 0.617

    pH 1 463.84 463.84 463.84 4.88 0.052

    Square 3 3291.74 3291.74 1097.25 11.55 0.001

    suhu*suhu 1 46.37 204.55 204.55 2.15 0.173

    tekanan*tekanan 1 1916.92 2226.45 2226.45 23.44 0.001

    pH*pH 1 1328.46 1328.46 1328.46 13.99 0.004

    Interaction 3 292.38 292.38 97.46 1.03 0.422

    suhu*tekanan 1 171.13 171.13 171.13 1.80 0.209

    suhu*pH 1 55.13 55.13 55.13 0.58 0.464

    tekanan*pH 1 66.13 66.13 66.13 0.70 0.424

    Residual Error 10 949.66 949.66 94.97

    Lack-of-Fit 5 90.33 90.33 18.07 0.11 0.986

    Pure Error 5 859.33 859.33 171.87

    Total 19 5522.95

    Uji parameter regresi secara serentak

    Hipotesis:

    H0: i = 0, i = 1, 2, 3,, k

    H1: Paling tidak ada satu i yang tidak sama dengan nol.

    Hasil:

    Dari Tabel 6 terlihat bahwa F-hitung = 5,35, sedangkan Ftabel = F(9;19;0.05) = 2,42. Karena Fhitung >

    Ftabel maka diambil keputusan untuk menolak H0. Artinya variabel-variabel independen xi

    memberikan sumbangan yang berarti terhadap model.

    Dari Tabel 7 juga kita dapatkan hasil taksiran parameter model. Berdasarkan hasil analisis,

    diperoleh model sebagai berikut:

    = 100,67 6,05x1 +1,36x2 + 5,83x3 3,77x12 12,43x2

    2 - 9,60x3

    2 4,63x1 x2 - 2,63x1 x3 + 2,88x2 x3

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    168

    dengan: : nilai taksiran untuk respon penumbuhan kristal

    x1 : nilai kode variabel suhu

    x2 : nilai kode variabel tekanan

    x3 : nilai kode variabel derajat keasaman (pH)

    Pengujian Asumsi Residual

    Untuk memeriksa kecukupan model tidak hanya diperhatikan lack of fit, tetapi harus pula dilakukan

    analisis residual. Harus dibuktikan bahwa residual mengikuti asumsi i IID Normal (0,2 ).

    Independensi

    Residual akan independen bila nilai Auto Correlation Function (ACF)-nya berada pada

    interval 2

    . Untuk model diatas, dengan jumlah pengamatan n = 20 residual telah

    memenuhi asumsi independen karena nilai ACF-nya terletak pada interval 0,894, seperti

    terlihat pada Gambar 11.

    18161412108642

    1.0

    0.8

    0.6

    0.4

    0.2

    0.0

    -0.2

    -0.4

    -0.6

    -0.8

    -1.0

    Lag

    Auto

    corr

    ela

    tion

    Gambar12. Uji Independensi Residual

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    169

    Keidentikan

    Pada Gambar 12 ditunjukkan bahwa plot antara residual dengan fit terlihatmenyebar secara

    acak di sekitar nol. Ini berarti varians residual homogen.

    10090807060

    20

    10

    0

    -10

    -20

    Fitted Value

    Resi

    dual

    Gambar 13. Uji Identik Residual

    Kenormalan

    Pengujian asumsi kenormalan residual dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil

    pengujian dengan derajat signifikansi = 0,05 ditunjukkan pada Gambar 13.

    Hipotesis:

    H0: residual model regresi berdistribusi Normal

    H1: residual model regresi tidak berdistribusi Normal

    HASIL:

    Nilai statistik Kolmogorov Smirnov (KShitung) adalah 0,168, sementara nilai Kolmogorov-

    Smirnov dari tabel (KStabel) untuk = 0,05 dan jumlah pengamatan 20 adalah 0,294. Karena

    KShitung < KStabel maka H0 diterima. Artinya residual dari model yang diperoleh telah

    berdistribusi Normal.

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    170

    20100-10-20

    99

    95

    90

    80

    70

    60

    50

    40

    30

    20

    10

    5

    1

    Residual

    Pers

    en

    Mean 1.136868E-14

    StDev 7.070

    N 20

    KS 0.168

    P-Value 0.145

    Gambar 14. Uji Kenormalan Residual

    Adapun plot permukaan respon untuk kasus ini adalah sebagai berikut.

    Gambar 15. Plot Permukaan Respon pada Percobaan Penumbuhan Kristal

    Penentuan Titik Stasioner

    Dari nilai-nilai koefisien regresi pada model orde kedua dapat disusun matriks b dan B yaitu

    = 6,051,365,83

    = 3,77 2,315 1,3152,315 12,43 1,441,315 1,44 9,60

    Sehingga titik stasioner dapat dihitung dengan persamaan :

    0 =1

    2=

    1,18900,33600,5169

    (a) Plot permukaan respon pH vs Tekanan pada Suhu = 0

    (b) Plot permukaan respon Tekanan vs Suhu pada pH = 0

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    171

    Nilai respon optimum yang diperoleh dengan titik stasioner di atas adalah :

    0 = 0 +1

    20

    b

    = 100,67 +1

    2 1,1890 0,3360 0,5169

    6,051,365,83

    = 106,0022

    Dengan mensubstitusikan nilai 0 ke dalam persamaan (11), maka diperoleh nilai aktual dari variabel-

    variabel independen untuk menghasilkan respon penumbuhan kristal yang optimal. Nilai-nilai tersebut

    ialah: suhu (x1) = 807,165C, tekanan (x2) = 2,336 bar dan pH (x3) = 11,5169.

    V. PENUTUP

    Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa RSM mempunyai kelebihan dan kekurangan

    dalam penerapannya. Kelebihannya adalah RSM merupakan metode yang efisien untuk menduga

    titik-titik level pada faktor (variabel independen) yang membuat variabel respon optimum, serta

    mudah diimplementasikan untuk faktor dengan level yang sedikit (dua atau tiga). Kekurangan RSM

    adalah sulit untuk menginterpretasi hasil jika menggunakan lebih dari 3 faktor.

    VI. DAFTAR PUSTAKA

    Carley, KM dkk. 2004. Response Surface Methodology. CASOS Technical Report.

    Iriawan, Nur dan SP Astuti. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14.

    Yogyakarta: Penerbit Andi.

    Khuri, AI dan JA Cornell. 1996. Response Surface: Design and Analysis 2nd

    edition. New York:

    Marcel Dekker.

    Lenth, RV. 2009. Response Surface Methods in R, Using rsm. Journal of Statistical Software.

    Montgomery, DC. 2001. Design and Analysis of Experiments 5th edition. New York: John Wiley &

    Sons, Inc.

    Myers, RH dan DC Montgomery. 1995. Response Surface Methodology: Process and Product

    Optimization Using Designed Experiments. New York: John Wiley & Sons, Inc.

    Nuryanti dan D.J. Salimy. 2008. Metode Permukaan Respon dan Aplikasinya Pada Optimasi

    Eksperimen Kimia. Dalam Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 6-

    7 Agustus 2008 (373-391).

    Oehlert, GW. 2010. A First Course in Design and Analysis of Experiments. University of Minnesota.

    Sudjana. 2002. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi IV. Bandung. Tarsito.

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    172

    LAMPIRAN 1. Flowchart untuk RSM

    Better

    observation

    Start

    Screening Design

    Full Factorial Design

    + Center Points

    Single observation in direction steepest

    ascent

    RSM Designs (CCD, Box-

    Behnken, etc.)

    Fit 2nd

    order model

    End

    Accept Stationary Point to be an

    Optimum Point

    Go to Stationary Point

    1st order

    model

    Stationary

    Point

    Optimum?

    Stationary

    Point Nearby?

    NO YES

    NO

    NO

    NO YES

    YES

    YES

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    173

    LAMPIRAN 2. Langkah-langkah RSM dengan MINITAB

    Dalam mengolah data eksperimen dengan metode permukaan respon, diperlukan beberapa tahapan

    yang meliputi membuat desain (dalam makalah ini digunakan desain (Central Composite Design) dan

    analisis desain. Rincian dari tiap tahapan tersebut dijelaskan sebagai berikut.

    a. Membuat desain permukaan respon

    1. Pilih Stat > DOE > Response Surface > Create Response Surface Design

    Pada tahap ini akan tampak kotak dialog seperti pada Gambar berikut

    2. Di bawah Type of Design pilih Central composite (2 to 10 factors)

    3. Dalam Number of factors, pilih 3 melalui tanda

    4. Pilih Display Available Designs.

    Akan tampak kotak dialog seperti pada gambar di bawah ini dimana disediakan desain serta jumlah pengamatannya.

    5. Dalam daftar jumlah pengamatan, pada baris Central Composite full, pilih unblocked

    dan pada kolom Factors, pilih 3. Garis temu baria dan kolom adalah 20. Artinya ada 20

    pengamatan dalam central composite design (CCD) dengan 3 faktor.

    6. Klik tombol OK sehingga akan kembali pada gambar di langkah a(1).

    7. Pilih Designs sehingga akan muncul kotak dialog sebagai berikut.

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    174

    Berdasarkan gambar di atas, tersedia 3 desain dengan jumlah blok, center point, dan yang berbeda.

    8. Dalam kotak dialog, pilih desain pada baris pertama

    9. Di bawah Number of Center Points, pilih Default.

    10. Di bawah Value of Alpha, pilih Default.

    11. Dalam Number of replicates, isikan 1.

    12. Klik OK.

    13. Dalam kotak dialog Create Response Surface Design, pilih Factors.

    14. Di bawah Levels Define, pilih Cube points dan ganti nama tiap faktor di Name (missal

    faktor A adalah suhu, faktor B adalah tekanan, dan faktor C adalah pH).

    15. Klik OK sehingga akan muncul kotak dialog Create Response Surface Design.

    16. Pilih Options dan hilangkan tanda cek () pada Randomize runs lalu klik OK.

    17. Dalam kotak dialog Create Response Surface Design, klik Ok sehingga akan muncul

    tampilan di Session Window sebagai berikut.

  • RIA FAULINA|SHOFI ANDARI|DIAN ANGGRAENI (MAGISTER OF STATISTICS ITS) 2011

    175

    Central Composite Design Factors: 3 Replicates: 1

    Base runs: 20 Total runs: 20

    Base blocks: 1 Total blocks: 1

    Two-level factorial: Full factorial

    Cube points: 8

    Center points in cube: 6

    Axial points: 6

    Center points in axial: 0

    Alpha: 1.68179

    b. Analisis desain

    Desain yang terbentuk pada langkah (a) di atas akan dianalisis menggunakan Minitab dengan tahapan sebagi berikut. 1. Masukkan data respon sesuai banyaknya pengamatan.

    2. Pilih Stat > DOE > Response Surface > Analyze Response Surface Design.

    3. Di bawah Responses, masukkan variabel Penumbuhan Kristal.

    4. Di bawah Analyze data using, pilih Coded units.

    5. Klik OK.