PENGARUH EKSTRAK BUAH Avicennia alba (T omlinson, 1986 ...digilib.unila.ac.id/55937/3/SKRIPSI TANPA...
Transcript of PENGARUH EKSTRAK BUAH Avicennia alba (T omlinson, 1986 ...digilib.unila.ac.id/55937/3/SKRIPSI TANPA...
PENGARUH EKSTRAK BUAH Avicennia alba (Tomlinson, 1986) DALAMPENCEGAHAN PENYEBARAN BAKTERI Vibrio parahaemolyticus (Fujinoet al, 1951) PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) (Boone, 1931)
(SKRIPSI)
Oleh
FADHILAH AMALIA FITRI
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
ABSTRACT
EFFECT OF Avicennia alba (Tomlinson, 1986) FRUIT EXTRACT INPREVENTION OF THE SPREADOF Vibrio parahaemolyticus (Fujino et al,
1951) BACTERIA IN VANAME SHRIMP (Litopenaeus vannamei)(Boone, 1931)
By
FADHILAH AMALIA FITRI
Vaname shrimp (Litopenaeus vannamei) is one of the main aquaculturecommodities in Indonesia because it has high economic value. But in theaquaculture it is known that there are diseases that cause death in shrimp beforeharvest time. Vibriosis is a disease caused by the Vibrio parahaemolyticus,bacteria which often attacks shrimp culture. Population control of Vibrio sp. doneby giving immunostimulants and vaccines, as well as giving feed plus antibiotics.However, continuous use of antibiotics and improper doses will cause bacteria tobecome resistant and cause residues in the tissues. This study aims to examine theeffect of Avicennia sp. fruit extract in preventing the infection of Vibrioparahaemolyticus in vaname shrimp on a laboratory scale. This study used theexperimental method Complete Random Design (CRD), which consisted of fivetreatments with different concentrations of Avicennia alba fruit extracts and threereplications of individuals in the population. The results showed that Avicenniasp.fruit extract Avicennia alba able to influence the inhibition of the growth ofVibrio parahaemolitycus bacteria and prevent the occurrence of vibriosis disease.This can be seen by the increase in the value of Total Hemoliph Count (THC),Fagocyte Activity (AF), Fagocytosis Index (IF), Relativ Percent Survival (SR),Survival Rate (SR) and followed by the low percentage of clinical symptomscaused. The concentration that most affected the treatment was the concentrationof 350 mg / l.
Keywords: Avicennia alba extract, vaname shrimp, Vibrio parahaemolyticus
ABSTRAK
PENGARUH EKSTRAK BUAH Avicennia alba (Tomlinsom, 1986) DALAMPENCEGAHAN PENYEBARAN BAKTERI Vibrio parahaemolyticus (Fujinoet al, 1951) PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)(Boone, 1931)
Oleh
FADHILAH AMALIA FITRI
Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas utamayang dibudidayakan di Indonesia karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Namundalam proses budidaya diketahui adanya penyakit yang menyebabkan kematiaanpada udang sebelum waktu panen. Vibriosis merupakan salah satu penyakit yangdisebabkan oleh bakteri Vibrio parahaemolyticus yang sering menyerang baik dipembenihan maupun pembesaran udang. pengendalian populasi bakteri Vibrio sp.dilakukan dengan memberi immunostimulant dan vaksin, serta pemberian pakanyang ditambah antibiotik. Akan tetapi, pemakaian antibiotik secara terus menerusdan dosis yang tidak tepat akan mengakibatkan bakteri menjadi resisten danmenimbulkan residu dalam jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkajipengaruh ekstrak buah mangrove Avicennia alba dalam mencegah penyebaranbakteri Vibrio parahaemolyticus pada udang vaname pada skala laboratorium.Penelitian ini menggunakan metode eksperimen Rancangan Acak Lengkap(RAL), yang terdiri dari lima perlakuan dengan konsentrasi ekstrak buahmangrove yang berbeda dan tiga ulangan individu dalam populasi. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa ekstrak buah mangrove Avicennia alba mampumemberi pengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri Vibrioparahaemolitycus dan mencegah terjadinya penyakit vibriosis. Hal ini dapatdilihat dengan peningkatan nilai Total Hemoliph Count (THC), AktifitasFagositosi (AF), Indeks Fagositosis (IF), Relativ Percent Survival (SR), SurvivalRate (SR) serta diikuti rendahnya presentase gejala klinis yang ditimbulkan.Konsentrasi yang paling memberikan pengaruh terhadap perlakuan adalahkonsentrasi 350 mg/l.
Kata kunci: Ekstrak Avicennia alba, udang vaname, Vibrio parahaemolyticus.
PENGARUH EKSTRAK BUAH Avicennia alba (Tomlinson, 1986) DALAMPENCEGAHAN PENYEBARAN BAKTERI Vibrio parahaemolyticus (Fujinoet al.,1951) PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) (Boone, 1931)
OlehFadhilah Amalia Fitri
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PERIKANAN
Pada
Jurusan Perikanan dan KelauatanFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
RIWAYAT HIDUP
Fadhilah Amalia Fitri lahir di desa Kampung Baru,
kecamatan Way Krui, kabupaten Pesisir Barat, 22 Juni
1996. Penulis merupakan putri pertama dari dua
bersaudara dari pasangan Bapak Azwandi dan Ibu Anis
Dina Kurnia, mempunyai seorang adik perempuan
bernama Shafanissa Aulia Rachma.
Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak Aisyah Bustanul Athfal
Pesisir Barat, diselesaikan pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan di
MIN 1 Way Krui dan lulus pada tahun 2008. Selanjutnya penulis menyelesaikan
pendidikan di SMP Negri 2 Pesisir Tengah dan lulus pada tahun 2011 dan
melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Pesisir Tengah dan lulus pada tahun
2014. Penulis diterima sebagai mahasiswi Jurusan Perikanan dan Kelautan,
Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN (Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi pengurus di Himpunan
Mahasiswa Budidaya Perairan Unila (HIDRILA). Penulis pernah menjadi asisten
dosen beberapa mata kuliah seperti Genetika Ikan, Penyakit dan Parasit
Organisme Akuatik, Manajemen Kesehatan Ikan, Imunologi, dan Bioteknologi
Akuakultur. Pada tahun 2017 penulis melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di
Desa Nambah Dadi Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan juga
melaksanakan Praktik Umum (PU) di BLUPPB (Balai Layanan Usaha Produksi
Perikanan Budidaya) Karawang.
Pada tahun 2019 penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh
Ekstrak Buah Avicennia alba dalam Pencegahan Penyebaran Bakteri Vibrio
parahaemolyticus pada udang vaname (Litopenaeus vannamei)(Boone, 1931)”.
SANCAWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Ekstrak
Buah Avicennia alba dalam Pencegahan Penyebaran Bakteri Vibrio
parahaemolyticus pada udang vaname (Litopenaeus vannamei)(Boone, 1931)”
yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh Sarjana Perikanan (S.Pi)
pada Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak terutama kedua orang tua yang telah memberi
kasih sayang serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini .
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung
2. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Perikanan dan Kelautan
Universitas Lampung
3. Ibu Rara Diantari, S.Pi., M.Sc. selaku Pembimbing I atas kesediaan
meluangkan waktu dan kesabarannya memberikan bimbingan, dukungan,
masukan berupa kritik dan saran selama penelitian hingga penyelesaian
skripsi.
4. Bapak Wardiyanto, S.Pi., M.P selaku pembimbing II yang tanpa lelah
membimbing, memotivasi, memberikan ide pemikiran dan kesabaran yang
diberikan kepada penulis.
5. Bapak Eko Efendi, S.T., M.Si. selaku penguji yang telah memberikan
masukan berupa kritik dan saran dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi.
6. Bapak Limin Santoso, S.Pi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah banyak memberikan bimbingan mulai dari mahasiswa baru sampai bisa
menempuh gelar sarjana.
7. Seluruh dosen dan staf jurusan Perikanan dan Kelautan Universitas Lampung
yang telah memberikan pengetahuan dan pengalaman selama penulis
menuntut ilmu.
8. Sahabatku Arif Julian, Bambang Prakoso, Dian Rusadi, Dwi Arum Mufidah,
Eka Nur Farida, Fajri Muharram Aulia Utami, Siti Nabilah Surya Kusuma,
dan Elen Oktavia yang telah memberi semangat dan kebersamaan saat
melakukan penelitian hingga skripsi ini selesai.
9. Teman seperjuangan budidaya perairan 2014 untuk canda tawa dan kerja sama
selama melakukan penelitian
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis berharap
semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan
keilmuan pembaca.
Bandar Lampung, Februari 2019
Penulis,
Fadhilah Amalia Fitri
DAFTAR ISI
halaman
DAFTAR ISI................................................................................................. xiDAFTAR TABEL ........................................................................................ xiiDAFTAR GAMBAR.................................................................................... xiiDAFTAR LAMPIRAN ................................................................................xiv
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang ........................................................................................ 1B. Tujuan Penelitian .................................................................................... 2C. Manfaat Penelitian .................................................................................. 3D. Kerangka Penelitian ................................................................................ 3E. Hipotesis ................................................................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKAA. Biologi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)................................... 7B. Avicennia alba. .......................................................................................10C. Vibriosis. .................................................................................................13D. Mekanisme Penghambat Penyakit. .........................................................15
III. METODE PENELITIANA. Waktu dan Tempat ..................................................................................18B. Alat dan Bahan........................................................................................18C. Rancangan Percobaan .............................................................................19D. Prosedur Penelitian .................................................................................20
1. Penanganan Bahan Baku dan Proses Ekstraksi..................................202. Uji In Vitro .........................................................................................213. Persiapan Wadah Uji dan Udang Uji .................................................224. Uji In Vivo ..........................................................................................235. Pengambilan Hemolymph................................................................ . 246. Parameter Uji......................................................................................247. Analisis Data ......................................................................................28
IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Total Hemocyte Count (THC) ........................................................... 29B. Aktivitas Fagositosis (AF)....................................................................33C. Indeks Fagositosis (IF) .........................................................................36D. RPS (Relative percent Survival) ...........................................................38
xii
E. MTD (Mean Time to Death)................................................................. 39F. Survival Rate (SR)................................................................................ 41G. Gejala Klinis ......................................................................................... 43H. Kualitas Air........................................................................................... 45
V. PENUTUPA. Kesimpulan ........................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 48
LAMPIRAN.................................................................................................. 53
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Gejala klinis udang.................................................................................... 422. Kualitas Air ............................................................................................... 46
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Kerangka pikir penelitian.......................................................................... 52. Morfologi udang vaname.......................................................................... 103. Denah penelitian ....................................................................................... 204. Skoring gejala klinis ................................................................................. 275. Total Hemocyte Count .............................................................................. 306. Aktivitas Fagositosit ................................................................................. 337. Indeks Fagositosit ..................................................................................... 368. Relative Percent Survival.......................................................................... 389. Mean Time to Date.................................................................................... 4010. Survival Rate ............................................................................................. 4111. Gejala klinis .............................................................................................. 4312. Gejala klinis yang ditimbulkan ................................................................. 44
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Pengujian statistik ................................................................................ 532. Standar deviasi parameter .................................................................... 663. Proses ekstraksi buah Avicennia alba ................................................. 684. Uji antibakteri ...................................................................................... 695. Pemeliharaan udang uji ........................................................................ 706. Perendaman hewan uji dengan ekstrak ................................................ 717. Pengambilan Hemolymph .................................................................... 728. Total Hemocyte Count ......................................................................... 739. Aktivitas fagositosit dan Indeks fagositosit ......................................... 74
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor perikanan di Indonesia sangat potensial dan mempunyai prospek yang be-
sar dalam peningkatan devisa negara, salah satunya adalah usaha budidaya udang.
KKP menetapkan 10 komoditas unggulan dalam budidaya sebagai upaya mening-
katkan produksi perikanan, salah satunya adalah udang. Udang vaname
(Litopenaeus vannamei) telah menjadi salah satu komoditas utama yang dibudi-
dayakan saat ini di Indonesia karena bernilai ekonomis tinggi (KKP 2013). Hal ini
disebabkan udang tersebut memiliki prospek dan profit yang menjanjikan.
Kendala yang dihadapi oleh banyak pembudidaya ikan dan udang adalah adanya
serangan penyakit yang menyebabkan kematian. Penyakit yang sering menyerang
udang diantaranya virus, jamur, parasit dan bakteri. Beberapa jenis bakteri dari
genus vibrio merupakan salah satu penyebab penyakit pada udang vaname yang
dikenal sebagai vibriosis.
Vibriosis merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio sp.
yang sering menyerang baik di pembenihan maupun pembesaran udang. Saulnier
et al. (2000) menyatakan bahwa penyakit yang menyerang udang disebabkan oleh
beberapa spesies bakteri Vibrio, salah satunya adalah Vibrio parahaemolyticus
2
yang telah ditemukan pada kolam pemeliharaan dan pembesaran udang vaname.
Selama ini pengendalian populasi bakteri Vibrio sp. dilakukan dengan pengelola-
an sirkulasi air dan limbah budidaya, pemberian immunostimulant dan vaksin,
serta pemberian pakan yang ditambahkan dengan antibiotik. Akan tetapi pema-
kaian antibiotik secara terus menerus dan dalam dosis yang tidak tepat akan
mengakibatkan bakteri menjadi resisten. Selain itu, pemakaian antibiotik juga me-
nimbulkan residu dalam jaringan. Residu antibiotik tersebut dapat berpindah ke-
tubuh organisme lain yang mengkonsumsinya dan membahayakan kesehatan, se-
hingga diperlukan upaya untuk mendapatkan antibakteri alami yang dapat diguna-
kan sebagai agen pengendali bakteri patogen atau agen biokontrol (Riniatsih dan
Setyati 2009).
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk pencegahan vibriosis adalah de-
ngan penggunaan antibakterial yang bersifat alami dan efektif untuk menghambat
pertumbuhan bakteri, ramah lingkungan dan mudah terurai diperairan. Salah satu
yang dapat menjadi antibiotik alami adalah tumbuhan mangrove, yang merupa-
kan kekayaan alam potensial. Tumbuhan mangrove mengandung senyawa seperti
alkaloid, flavonoid, fenol, terpenoid, serta saponin, tumbuhan api-api memiliki
aktivitas anti inflamasi, anti oksidan, antibakteri dan antivirus (Tytaley et al.,
2014).
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam peneitian ini adalah mengetahui konsentrasi ekstrak buah mangrove
Avicennia alba yang efektif dalam pencegahan penyebaran bakteri Vibrio
parahaemolyticus pada udang vaname.
3
C. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian sebagai upaya untuk mengetahui pengaruh buah mangrove
Avicennia alba dalam mencegah penyebaran bakteriVibrio parahaemolyticus pada
udang vaname.
D. Kerangka Pikir
Penerapan budidaya intensif untuk meningkatkan produksi udang dapat berakibat
pada penurunan kualitas perairan, menurunya kualitas air dalam budidaya intensif
ini dikarenakan kurang optimalnya pemanfaatan pakan yang berlebihan akan
menyebabkan penumpukan bahan organik sehingga memicu timbulnya penyakit
(Chiu et al. 2007). Serangan penyakit dapat terjadi, karena interaksi yang tidak se-
rasi antara lingkungan, biota dan agensia penyebab penyakit. Penyakit pada udang
disebabkan oleh parasit, virus dan bakteri. Hatmanti (2003) menjelaskan bahwa
diantara penyakit tersebut yang paling banyak ditemui adalah penyakit bakterial.
Bakteri patogen umum ditemukan pada krustasea adalah Vibrio sp., Aeromnas sp.,
dan Salmonella sp. Vibriosis merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Vibrio sp. sering menyerang baik dipembenihan maupun pembesaran
udang. Menurut Austin B dan Austin (2007), agensia penyebab vibriosis pada
udang/invertebrata adalah Vibrio alginolyticus, V. damsela,V.Harchariae,
V.anguilarum, V. ordalli, V.cholerae, V. salmonicida,V. vulnificus,V. Parahaemo-
lyticus, V. pelagia,V. splendida, V. fischeri dan V.harveyi.
Selama ini pencegahan dan pengobatan terhadap serangan bakteri dilakukan
dengan pemberian antibiotik dan bahan kimia. Akan tetapi pemberian antibiotik
dan bahan kimia secara terus menerus dapat menyebabkan organisme patogen
4
menjadi resisten dan residunya bisa berdampak buruk terhadap lingkungan
perairan, sehingga penggunaan antibiotik menjadi tidak efektif (Trianto dkk.,
2004).
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi serangan penyakit
bakterial adalah dengan menggunakan antibiotik alami dari tumbuhan yang dapat
dijadikan sebagai antibakteri, karena antibiotik alami memiliki keunggulan mudah
didapat, ramah lingkungan dan murah (Wardani dkk., 2012).
Indonesia memiliki berbagai jenis mangrove yang banyak ditemukan seperti jenis
api-api (Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan
bogem atau pedada (Sonneratia sp.) (Irwanto, 2006). Telah banyak dilakukan
penelitian mengenai manfaat mangrove sebagai obat. Hal ini menunjukan bahwa
mangrove sangat berpotensi sebagai tanaman yang mengandung banyak khasiat.
Menurut Purnobasuki (2004) bahwa secara umum daun mangrove mengandung
senyawa steroid, saponin, flavonoid dan tanin. Senyawa flavonoid merupakan
senyawa yang berpotensi sebagai senyawa antibiotik dan antibakteri. Oleh karena
itu perlu dilakukanya penelitan efektivitas buah mangrove Avicennia alba sebagai
alternatif yang digunakan untuk mencegah penyakit vibriosis yang disebabkan
oleh bakteri Vibrio parahaemolyticus.
5
Gambar 1. Kerangka pikir penelitian
Ekstrak buah mangroveAvicennia alba sebagai alternatif
antibakteria alami dalammencegah penyebaran bakteri
Vibrio parahaemolyticus
Tidakmenyebab-kan bakteri
resisten
RamahLingkungan
Bakteriresistenterhadapantibiotik
AntibiotikAlami
Residunyaberdampak
burukterhadap
lingkungan
AntibiotikSintetis
Pencegahan
SeranganVibriosis
BudidayaUdang Secara
Intensif
Dapatmengatasiseranganpenyakit
Dapatmengatasiseranganpenyakit
6
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H0 = 0 : Tidak ada pengaruh penambahan ekstrak buah mangrove dengan
konsentrasi yang berbeda dalam pencegahan penyebaran bakteri
Vibrio parahaemolyticus pada udang vaname.
H1 ≠ 0 Ada pengaruh penambahan ekstrak buah mangrove dengan
konsentrasi berbeda dalam pencegahan penyebaran bakteri Vibrio
parahaemolyticus pada udang vaname.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi Udang Vaname
Klasifikasi udang vaname menurut Boone (1931) dalam Wyban dan Sweeny
(1991) adalah sebagai berikut:
Phylum : Arthopoda
Class : Crustacea
Subclass : Malacostraca
Seri : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Infraordo : Penaeoidea
Family : penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
8
Udang vaname secara morfologi dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian
kepala dan dada (cephalothorax) serta bagian perut (abdomen). Cephalothorax
dan abdomen terdiri dari segmen-segmen atau ruas-ruas dimana masing-masing
segmen tersebut memiliki anggota badan yang mempunyai fungsi tersendiri. Pada
bagian cephalothorax terlindungi oleh kulit chitin yang tebal yang disebut
carapace (Elovaara, 2001).
Kepala udang vannamei terdiri dari antenula, antena, mandibula, dan sepasang
maxillae. Kepala udang vaname juga dilengkapi dengan 5 pasang kaki jalan
(periopod) yang terdiri dari 2 pasang maxillae dan 3 pasang maxiliped. Bagian ab-
domen terdiri dari 6 ruas dan terdapat 6 pasang kaki renang (pleopod) serta sepa-
sang uropod (mirip ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson.
Menurut Wyban dan Sweeney (1991) bahwa udang vanname termasuk genus
Penaeus yang mempunyai ciri khusus yakni adanya gigi pada rostrum bagian atas
dan bawah serta mempunyai antena panjang. Udang vanname pada bagian atas
rostrum mempunyai dua gigi dan delapan atau sembilan gigi pada bagian dorsal.
Udang vaname termasuk sub genus Litopenaeus karena udang vaname betina
mempunyai telikum terbuka berupa cekungan yang dikelilingi bulu-bulu halus
tetapi tanpa tempat penyimpanan sperma.
Alat kelamin udang jantan disebut petasma, yang terletak pada pangkal kaki
renang pertama. Pada jantan dewasa petasma adalah simetris, semi open, dan
tidak bertudung. Bentuk dari spermatophorenya sangat kompleks, terdiri dari
berbagai struktur gumpalan sperma yang encapsulated oleh suatu pelindung
(bercabang dan terbungkus). Sedangkan alat kelamin udang betina disebut dengan
9
thelycum. Betina dewasa mempunyai thelycum terbuka, ini adalah salah satu
perbedaan yang mencolok pada udang vaname betina (Elovaara, 2001).
Udang putih memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar
(eksoskeleton) secara periodik (moulting). Bagian tubuh udang putih sudah meng-
alami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan makan, bergerak, dan
membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing ), dan memiliki organ sensor,
seperti pada antenna dan antenula.
Sifat biologis udang vaname, yaitu aktif pada kondisi gelap (nocturnal) dan dapat
hidup pada kisaran salinitas yang luas (euryhaline) yaitu kisaran salinitas 0-35ppt.
Temperatur juga memiliki pengaruh yang besar pada pertumbuhan udang. Udang
vaname akan mati jika terpapar pada air dengan suhu dibawah 150C atau diatas
330C selama 24 jam atau lebih. Stres subletal dapat terjadi pada 15-220C dan 30-
330C. Temperatur yang cocok bagi pertumbuhan udang putih adalah 23-300C.
Pengaruh temperatur pada pertumbuhan udang putih adalah pada spesifitas tahap
dan ukuran. Udang muda dapat tumbuh dengan baik dalam air dengan temperatur
hangat, tapi semakin besar udang tersebut, maka temperatur optimum air akan
menurun (Wyban et al., 1991).
Udang vaname bersifat kanibal, mencari makan lewat organ sensor dan tipe yang
pemakan lambat, memiliki 5 stadia naupli, 3 stadia zoea, 3 stadia mysis sebelum
menjadi post larva yang merupakan siklus hidupnya. Stadia post larva berkem-
bang menjadi juvenil dan akhirnya menjadi dewasa. Post larva udang vaname di
perairan bebas akan bermigrasi memasuki perairan estuaria untuk tumbuh dan
kembali bermigrasi ke perairan asalnya pada saat matang gonad.
10
Gambar 2. Morfologi Udang VanameSumber: Haliaman dan Adijaya, 2005
B. Avicennia alba
Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau mangal adalah komunitas vege-
tasi pantai tropis dan subtropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mang-
rove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai ber-
lumpur. Komunitas ini umumnya tumbuh dan berkembang pada daerah yang cu-
kup mendapat air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut.
Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi 3 elemen, yaitu elemen
mangrove mayor, elemen mangrove minor dan elemen mangrove asosiasi.
Elemen mayor adalah mangrove yang hanya hidup pada daerah mangrove, secara
alami hanya terdapat pada ekosistem mangrove dan tidak ditemukan di komunitas
teresterial/darat. Elemen mayor juga memiliki peran utama dalam struktur komu-
nitas vegetasi mangrove dan memiliki kemampuan untuk membentuk tegakan
murni (pure stand). Avicennia alba adalah salah satu jenis mangrove yang masuk
ke dalam kategori mangrove mayor.
11
Mahera et al. (2011) menyatakan bahwa api-api merupakan salah satu spesies
mangrove yang sangat penting Avicennia alba juga di kenal dengan nama api-api.
Pohon api-api memiliki beberapa ciri, antara lain memiliki akar napas yakni akar
percabangan yang tumbuh dengan jarak teratur secara vertikal dari akar horizontal
yang terbenam di dalam tanah. Reproduksinya bersifat kryptovivipary, yaitu biji
tumbuh keluar dari kulit biji saat masih menggantung pada tanaman induk, tetapi
tidak tumbuh keluar menembus buah sebelum biji jatuh ke tanah. Buah berbentuk
bulir seperti mangga, ujung buah tumpul dan panjang 1 cm, daun berbentuk elips
dengan ujung tumpul dan panjang daun sekitar 7 cm, lebar daun 3-4 cm, permu-
kaan atas daun berwarna hijau mengkilat dan permukaan bawah berwarna hijau
abu-abu. Bentuknya semak atau pohon dengan tinggi 12 m dan kadang-kadang
mencapai 20 m, memiliki akar napas yang berbentuk seperti pensil, bunga bertipe
majemuk dengan 8-14 bunga setiap tangkai. Bentuk buah seperti kacang, tumbuh
pada tanah berlumpur, daerah tepi sungai, daerah kering serta toleran terhadap
salinitas yang sangat tinggi.
Avicennia alba. merupakan tumbuhan pionir dan memiliki kemampuan
menempati atau tumbuh pada berbagai habitat pasang surut, bahkan di tempat asin
sekalipun. Akarnya dapat membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses
pemben-tukan tanah timbul. Jenis ini dapat juga bergerombol membentuk suatu
kelompok pada habitat tertentu, berbuah sepanjang tahun, dan kadang-kadang
bersifat vivipar (Noor et al, 1999).
Avicennia alba tersebar di seluruh Indonesia dan tersedia melimpah serta
etnobotanis memberikan berbagai manfaat, yakni memiliki aktivitas antimalaria
12
dan aktivitas sitotoksik (Miles et al. 1999), anti nematoda (Tariq et al. 2007),
antibakterial (Subashree et al. 2010) dan antiviral (Zandi et al. 2008).
Aktivitas bioaktif Avicennia alba memperlihatkan peningkatan setelah melalui
proses pemurnian dengan fraksionasi hal ini disebabkan adanya efek sinergis dari
kandungan bioaktif di dalam tanaman tersebut sehingga semakin terpisah semakin
aktif isolat tersebut baik aktivitasnya terhadap bakteri V. harveyi maupun bakteri
vibrio lainnya. Hal ini ditunjang oleh hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Maryani dkk (2002) memperlihatkan bahwa kelopak dan buah tanaman ini dengan
konsentrasi 200 ppm, dapat meningkatkan ketahanan udang windu setelah diin-
feksi dengan bakteri Vibrio harveyi, serta menurunkan populasi bakteri pada tu-
buh udang.
Avicennia alba merupakan salah satu spesies mangrove yang tersebar luas di
Indonesia yang memiliki potensi baik sebagai bahan obat-obatan. Hampir seluruh
bagian dari tanaman ini memiliki senyawa metabolit sekunder yang dapat
dimanfaatkan dalam bidang farmakologi di antaranya alkaloid, menurut Saifudin
(2006) salah satu bahan aktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri adalah
senyawa alkaloid. Senyawa tersebut dapat menghambat sintesis protein sehingga
bakteri tidak dapat bereplikasi yang berujung pada kematian. Sedangkan senyawa
tanin dapat mengkerutkan sel bakteri karena mengandung asam tanik yang dapat
menghambat pertumbuhan dari bakteri. Senyawa saponin dan fenol yang bersifat
antiseptik. Senyawa tersebut dapat mengobati luka akibat infeksi bakteri dengan
cara merusak dan menembus dinding sel bakteri.
13
Suatu senyawa antimikrobial yang terdapat pada tumbuhan mangrove dapat
bersifat bakteristatik dan bakterisidal, bergantung pada mekanisme dan
konsentrasi obat. Obat dapat bersifat bakteristatik pada konsentrasi minimum
tertentu dan jika bahan antimikrobial dihilangkan, perkembangbiakan bakteri
akan berjalan seperti semula. Akan tetapi obat yang bersifat bakterisidal akan
mempunyai kemampuan membunuh bakteri (Bailey and Scott, 1982).
C. Vibriosis
Penyakit adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan pada udang,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan terhadap udang dapat
disebabkan oleh organisme lain, pakan, maupun kondisi lingkungan yang kurang
menunjang kehidupan udang. Usaha budidaya udang selama ini masih terkendala
akibat adanya serangan penyakit vibriosis. Penyakit tersebut dapat menyebar
dalam waktu yang cepat dan dapat menyebabkan kematian massal baik di tambak
pembenihan maupun di tambak pembesaran. Udang yang terserang vibriosis me-
nunjukkan gejala klinis seperti karapas memerah, melanosis pada kulit, nekrosis
pada ekor, kaki renang dan kaki jalan memerah, serta hepatopankreas yang me-
merah dan cenderung gelap (Sarjito et al. 2015).
Vibriosis merupakan penyakit yang menyebabkan kematian pada larva, post larva,
juvenil, remaja dan udang dewasa dengan presentase 80%-100% dari total popu-
lasi (Sunaryanto dan Mariyam, 1987). Vibrio parahaemolyticus digolongkan ke-
dalam Kingdom Bakteri, Filum Proteobacteria, Kelas Gammaproteo bacteria,
Ordo Vibrionales, Famili Vibrionaceae, Genus Vibrio dan Spesies Vibrio
parahaemolyticus (Charles-Hernandez et al., 2006).
14
Vibrio parahaemolyticus adalah salah satu spesies bakteri dari famili Vibriona-
ceae yang merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang (curved atau
straight), anaerob fakultatif, tidak membentuk spora, pleomorfik, bersifat motil
dengan single polar flagellum. Bakteri ini merupakan bakteri halofilik (tumbuh
optimum pada media yang berkadar garam 3%), tidak memfermentasi sukrosa dan
laktosa, dapat tumbuh pada suhu 10-440 C (optimum suhu 370 C), pertumbuhan
bakteri ini berkisar pada pH 4,8–11 (optimum 7,8–8.6) (Baumann dan
Schubert,1984; Jay et al. 2005; Lake et al. 2003).
Vibrio parahaemolyticus adalah bakteri halofilik Gram negatif yang merupakan
flora normal dari daerah estuaria dan pantai. Bakteri ini muncul secara musiman,
biasanya pada musim panas Vibrio parahaemolyticus relatif mudah dideteksi pada
air laut, sedimen, plankton, ikan, krustasea, dan moluska yang merupakan tempat
hidupnya di ekosistem. Mereka terkonsentrasi dalam saluran pencernaan moluska,
seperti kerang, tiram dan mussel yang mendapatkan makanannya dengan cara
mengambil dan menyaring air laut (Charles-Hernández et al., 2006).
Bakteri Vibrio parahaemolyticus banyak ditemukan di perairan. V. parahaemo-
lyticus pernah ditemukan menyerang udang vaname di China dan Thailand oleh
Sudheesh, P.S. and H-S Xu (2001). Vibrio parahaemolyticus adalah spesies bak-
teri patogen penting karena umumnya berada di perairan budidaya udang. Udang
yang disuntikan Vibrio. parahaemolyticus dengan konsentrasi 104 CFU
membunuh setengah dari populasi udang selama 7 hari (Martinez-Urtaza, 2004).
Vibrio parahaemolyticus menginfeksi udang vaname dengan gejala klinis terdapat
garis-garis hitam di sisi chephalothorax.
15
D. Mekanisme Penghambat Penyakit
Udang mempunyai daya tahan alami yang bersifat non spesifik terhadap organis-
me patogen berupa pertahanan fisik (mekanik), kimia, seluler dan humoral. Sis-
tem pertahanan pada udang masih sangat primitif dan tidak memiliki sel memori,
tidak sama halnya dengan hewan vertebrata lainnya yang sudah mempunyai anti-
bodi spesifik dan komplemen. Sistem kekebalan tubuh pada udang tidak mempu-
nyai immunoglobulin yang berperan dalam mekanisme kekebalan, udang hanya
mempunyai sistem kekebalan alami. Sistem imun udang tergantung pada proses
pertahanan non spesifik sebagai pertahanan terhadap infeksi (Lee et al., 2004).
Pertahanan pertama terhadap penyakit pada udang dilakukan oleh hemosit melalui
fagositosis, enkapsulasi dan nodule formation (Ridlo A, Pramesti R, 2009).
Bakteri Vibrio sp. merupakan bakteri gram negatif yang menggunakan peptidog-
likannya sebagai pembentuk sel serta memberikan kekakuan yang dibutuhkan
untuk sistem perlindungan bakteri dari perobekan osmotik, dan pengrusakan lapi-
san membran sel, sehingga senyawa antibakteri mampu menghambat sintesa pep-
tidoglikan tersebut agar bakteri tidak dapat melakukan replikasi. Di samping itu
peptidoglikan bersifat polar dan senyawa aktif flavonoid juga bersifat polar, se-
hingga dalam mekanisme penghambatan flavonoid dapat langsung menembus
peptidoglikan dan merusaknya (Trianto dkk, 2004).
Menurut Kurniaji Ardana (2014), bakteri Vibrio harveyi akan mengalami kemati-
an pada fase eksponensila yakni pada fase pertumbuhan bakteri yang memerlukan
energi paling besar dan sel sangat sensitif pada keadaan lingkungan, sehingga
dengan keberadaan senyawa bioaktif anti bakteri sel bakteri akan mengalami de-
16
naturasi yang mengakibatkan seluruh populasi mati. Pernyataan ini sesuai dengan
penjelasan Utomo (2010) bahwa pada jam ke-4 hingga jam ke-12 bakteri berada
pada fase eksponensial. Fase eksponensial adalah fase dimana bakteri melakukan
pembelahan secara biner, sehingga sangat dipengaruhi oleh kadar nutrien, suhu
inkubasi dan pH.
Terhambatnya pertumbuhan serta terjadinya kematian pada bakteri akibat adanya
senyawa aktif yang berperan juga pernah dilaporkan oleh Soetamo et al. (1996);
Astuty (1997); serta Volk dan Wheeler (1998) bahwa bahan aktif seperti saponin,
flavonoid, tanin, fenol dan alkaloid dapat menjaga daya tahan tubuh kultivan dari
serangan penyakit sebagai anti jamur dan anti bakteri.
Flavonoid merupakan senyawa antioksidan yang terdapat disetiap tanaman.
Senyawa ini disintesis oleh tanaman sebagai sistem pertahanan dalam responnya
terhadap infeksi oleh mikroorganisme, sehingga senyawa ini efektif sebagai
senyawa antimikroba terhadap sejumlah mikroorganisme (Parubak, 2013).
Gunawan (2009) menyatakan di dalam senyawa alkaloid terdapat gugus basa yang
mengandung nitrogen, yang akan bereaksi dengan senyawa asam amino yang me-
nyusun dinding sel bakteri dan DNA bakteri. Reaksi ini mengakibatkan terjadinya
perubahan struktur dan susunan asam amino. Sehingga akan menimbulkan peru-
bahan keseimbangan genetik pada rantai DNA, kemudian akan mengalami keru-
sakan dan mendorong terjadinya lisis sel bakteri yang menyebabkan kematian
bakteri.
17
Tanin, menurut Cowan (1999) tanin memiliki aktifitas antibakteri yang berhubu-
ngan dengan kemampuan untuk menginaktifkan adhesion sel mikroba, mengin-
aktifkan enzim dan mengganggu transport protein pada lapisan dalam sel.
Volk dan Wheeler (1998), senyawa flavonoid dapat merusak membran sitoplasma
yang dapat menyebabkan bocornya metabolit penting dan menginaktif system
enzim bakteri. Kerusakan ini memungkinakan nukleotida dan asam amino merem-
bes keluar dan mencegah masuknya bahan-bahan aktif ke dalam sel, keadaan ini
dapat menyebabkan kematian bakteri. Saponin sebagai antibakteri dapat
menyebabkan kebocoran protein dan enzim dari dalam sel. Saponin dapat menjadi
anti bakteri karena zat aktif permukaannya mirip dengan detergen, akibatnya
saponin akan menurunkan tegangan permukaan dinding sel bakteri dan merusak
permeabilitas membran. Rusaknya membran sel ini sangat mengganggu kelang-
sungan hidup bakteri.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada April–Juni 2018, di Laboratorium Budidaya
Perikanan, Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer, vakum rotari
evaporator, cawan petri, tabung reaksi, jarum ose, spreedear, botol fial, botol ka-
ca 500 ml, kertas saring, paper disk, akuarium, pipa paralon, selang aerasi, batu
aerasi, spuit 1 cc, gelas ukur, mikropipet, timbangan, tube, ice box, cool ice,
waring, serokan, inkubator, autoklaf, spatula, kaca preparat, cover glas, do meter,
ph paper, refraktometer, plastik tahan panas, alumunium foil, dan plastik wrep.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media NA, Media NB,
alkohol, spritus, larutan heksan, larutan etil asetat, larutan metanol, ekstrak mang-
rove, aquades, PBS (Phospat Buffer Saline), air laut steril, udang vaname, Na sit-
rat 10%, NaCl fisiologis 0,85%.
19
C. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan penelitian
Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang terdiri dari lima perlakuan dengan kon-
sentrasi ekstrak buah mangrove yang berbeda dan terdiri dari tiga ulangan.
Konsentrasi yang digunakan pada perlakuan A, B, dan C diperoleh dari hasil uji
pendahuluan/in vivo.
Kontrol Positif (K+) : Tanpa perendaman ekstrak buah mangrove
Avicennia alba pada hewan uji dan diuji tantang
dengan Vibrio parahaemolyticus
Kontrol Negatif (K-) Tanpa perendaman ekstrak buah mangrove
Avicennia alba pada hewan uji dan tanpa diuji
tantang dengan Vibrio parahaemolyticus
Perlakuan A : Perendaman ekstrak buah mangrove Avicennia
alba sebanyak 300 mg/l dan diinjeksi dengan
Vibrio parahaemolyticus
Perlakuan B : Perendaman ekstrak buah mangrove Avicennia
alba sebanyak 350 mg/l dan diinjeksi dengan
Vibrio parahaemolyticus
Perlakuan C : Perendaman ekstrak buah mangrove Avicennia
alba sebanyak 400 mg/l dan diinjeksi dengan
Vibrio parahaemolyticus
20
Penempatan setiap satuan percobaan dilakukan secara acak. Desain penempatan
satuan perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Denah peletakan akuarium penelitian
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian terdiri dari penanganan bahan baku dan proses ekstraksi deng-
an menggunakan tiga pelarut yaitu n-heksan, etil asetat, dan metanol. Uji In Vitro,
persiapan wadah uji dan udang uji, uji In Vivo, pengambilan sampel hemolymph,
pengamatan kualitas air, sterilisasi air, sterilisasi wadah, dan pengamatan sampel.
1. Penangan Bahan Baku Dan Proses Ekstraksi
Tahap penanganan bahan baku meliputi dari pengambilan sampel mangrove
Avicennia alba di pulau pasaran, Kota Karang, Bandar Lampung, Lampung.
Sampel dalam bentuk segar yang baru diambil disimpam dalam suhu rendah yang
kemudian dicuci hingga bersih dan dikeringkan dalam suhu ruang. Sampel yang
sudah kering kemudian dihaluskan dan ditimbang sebanyak 100 gram dan dima-
sukan ke dalam erlenmeyer. Proses ekstraksi menggunakan metode maserasi
dengan pelarut metanol. Proses maserasi ini dilakukan hingga pelarut berwarna
bening. Proses ekstraksi kemudian dilanjutkan menggunakan rotary evaporator
dengan suhu 370C untuk menguapkan pelarut dan ekstrak berbentuk pasta.
K-3 B1 A1 K-1
B2A2C3 K+1 K+3
K+2A3C1B3C2K-2
21
Ekstrak yang sudah didapat ditempatkan di dalam botol vial dan disimpan di
lemari es.
2. Uji In Vitro
Tahap uji In Vitro yang dilakukan adalah uji antibakteri dari ekstrak mangrove
Avicennia alba terhadap bakteri Vibrio parahaemolyticus. Uji Antibakteri dilaku-
kan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak mangrove Avicennia alba
terhadap bakteri Vibrio parahaemolyticus. Hasil dari uji In Vitro diperoleh
konsentrasi optimum dari ekstrak mangrove Avicennia alba yang dapat meng-
hambat bakteri Vibrio parahaemolyticus, konsentrasi yang didapatkan selanjutnya
akan digunakan sebagai standar konsentrasi ekstrak mangrove Avicennia alba
yang akan diberikan pada uji In Vivo.
Uji antibakteri menggunakan metode disc diffusion Kirby-Bauner, variabel
pengukuran dengan mengukur diameter daerah jernih (zona bebas bakteri) yang
tidak ditumbuhi bakteri disekeliling paper disk/kertas cakram pada cawan perti
(Lay, 1994). Tahapan uji anti bakteri dilakukan dengan mensterilisasi alat dan
bahan menggunakan autoklaf. Kemudian ekstrak masing-masing ditimbang dan
bakteri Vibrio parahaemolyticus dikultur pada media Nutrient Agar (NA) miring
untuk di rekultur pada media Nutrtient Broth (NB).
Media NA lempeng disiapkan sebagai wadah uji antibakteri. Kemudian bakteri
Vibrio parahaemolyticus diinokulasi pada media NA lempeng dengan kepadatan
107 cfu/ml diambil sebanyak 20µl dari rekultur di NB menggunakan mikropipet
dan disebarkan menggunakan sprider, selanjutnya paper disk yang diberi ekstrak
22
buah mangrove Avicennia alba dengan konsentrasi 200, 250, 300, 350 dan 400
mg/l , pelarut metanol sebagai kontrol negatif dan antibiotik Cloramfenicol
sebagai kontrol positif lalu diletakkan diatas media NA lempeng tersebut dan
kemudian diinkubasi selama 24 jam. Setelah diinkubasi 24 jam, dilakukan
pengukuran diameter zona bening dari paper disk menggunakan jangka sorong.
3. Persiapan Wadah Uji Dan Udang Uji
Wadah uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15 akuarium berukuran 40
x 60 x 40 cm. Akuarium dicuci menggunakan sabun dan kaporit, kemudian akua-
rium dibilas dengan air bersih dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah
kering akuarium diletakkan pada tempat penelitian dan kemudian diisi air laut.
Pengisian air laut ditujukkan untuk penyelesaian sterilisasi wadah yang ditandai
dengan tidak adanya bau sabun ataupun kaporit pada akuarium.
Air laut yang akan disterilkan dimasukan kedalam wadah tandon, kemudian dima-
sukan kaporit direndam selama 12 jam, ditambahkan thiosulfat dan direndam
selama 12 jam, air laut steril siap digunakan jika bening atau tidak bewarna. Air
laut steril kemudian dimasukkan ke dalam masing-masing akuarium dan
disediakan juga untuk pergantian air setelah proses penyiponan. Akuarium
dilengkapi dengan aerasi yang bertujuan untuk menyuplai oksigen.
Udang vaname uji diperoleh dari lampung Selatan, udang vaname yang dipakai
dalam stadia dewasa rata-rata bobot 10+2 gram. Jumlah udang yang digunakan
untuk setiap perlakuan adalah 10 ekor dan terdapat 5 perlakuan dengan masing-
masing 3 ulangan, jadi udang vaname yang digunakan sebanyak 150 ekor. Udang
23
vaname diaklimatisasi selama 7 hari agar mampu beradaptasi pada media hidup
baru sebelum diberi perlakuan. Setelah selesai diaklimatisasi, udang siap diberi
perlakuan. Selama masa pemeliharaan udang vanname diberi makan berupa pelet
komersil.
4. Uji In Vivo
Uji In Vivo dilakukan dengan konsentrasi yang diperoleh dari hasil uji In Vitro.
Uji In Vivo terdiri dari perendaman udang menggunakan eksrak buah mangrove
Avicennia alba dengan konsentrasi masing-masing dan uji tantang dengan bakteri
Vibrio parahaemolitycus.
Udang vaname yang sudah diaklimatisasi selama 7 hari sebelum perlakuan diam-
bil dari akuarium menggunakan serok untuk direndam dalam media larutan eks-
trak mangrove Avicennia alba sesuai dengan dosis yang akan digunakan selama
30 menit. Setelah perendaman dalam ekstrak mangrove Avicennia alba udang
kemudian dikembalikan ke akuarium pemeliharaan dan dipelihara selama satu
minggu. Setelah satu minggu pemeliharaan udang vaname diuji tantang dengan
menyuntikkan bakteri Vibrio parahaemolitycus dengan kepadatan 107 cfu/ml
sebanyak 0,1 ml/ekor, injeksi dilakukan pada bagian intramuskular dengan
menggunakan alat suntik berukuran 1 cc. Pengamatan dilakukan selama 7 hari
setelah uji tantang, pengamatan pertama 6 jam setelah penginfeksian bakteri
Vibrio parahaemolitycus dan pemeriksaan selanjutnya dilakukan pada setiap 6
jam sekali.
24
5. Pengambilan Hemolymph
Pengambilan sampel Hemolymph dilakukan sebanyak 3 kali yaitu, pada hari ke-7
yaitu setelah aklimatisasi, hari ke-15 yaitu setelah dilakukan perendaman dan hari
ke-23 setelah uji tantang. Pengambilan sampel Hemolymph dilakukan pada bagian
bawah karapas udang menggunakan jarum suntik berukuran 1 cc yang
sebelumnya telah diberi Na Sitrat 10% sebagai antikoagulan. Masing-masing di
ambil sebanyak 0,1 ml tiap ekor. Hemolymph yang diperoleh akan digunakan
untuk uji THC dan AF/IF.
6. Parameter Uji
6.1 Total Hemocyt Count (THC)
Hemolymph yang diperoleh diambil sebanyak 10µl dan diencerkan menggunakan
20µl PBS kemudian diambil sampel yang telah diencerkan menggunakan mikro-
pipet, kemudian diletakan di atas permukaan hemocytometer dan diamati di
bawah mikroskop. Perhitungan jumlah total hemosit (THC) dilakukan mengguna-
kan hemocytometer dengan rumus (Ridho et al., 2012).
THC (sel/ml) : Jumlah sel terhitung X Pengenceran X 104
6.2 Aktivitas Fagositosit/Indeks Fagositosit (AF/IF)
Hemolymph segar yang diperoleh dimasukan kedalam mikrotub sebanyak 20 µl
dan ditambahkan dengan 10µl suspensi bakteri Vibrio parahaemolitycus yang
telah dilemahkan dengan 1% formalin selama 24 jam. Selanjutnya diinkubasi
25
selama 20 menit dalam suhu ruang. Setelah itu 5 μL sampel hemolymph diambil
untuk dibuat menjadi sediaan ulas dan dikering anginkan. Setelah kering preparat
direndam dalam alkohol 70% selama 20 menit dan dibilas NaCl 0,85% kemudian
dikeringkan kembali, Setelah kering dilakukan pewarnaan dengan larutan safranin
10%. Pengamatan fagositosis dilakukan dengan mengamati sediaan ulas di bawah
mikroskop pada perbesaran 100 kali. Aktivitas fagositosis (AF) dihitung menurut
Amlacher, (1970).
AF (%) = X 100%
IF = (dalam 100 sel)
6.3 RPS (Relative Percent Survival)
RPS dihitung berdasarkan atas kematian udang yang terjadi setelah uji tantang.
Uji tantang diberikan 1 minggu setelah perendaman ekstrak buah mangrove. RPS
ini diamati selama uji tantang dan dihitung menggunakan rumus berdasarkan
Zahra et al. (2017).
RPS = (1 − % % 100%)6.4 MTD (Mean Time to Death)
MTD atau rerata waktu kematian udang setelah diuji tantang dihitung
menggunakan rumus:
26
MTD :∑∑
Keterangan :
MTD = Mean Time to Death(rerata waktu kematian)
ai = Waktu kematian pada jam ke-i (jam)
bi = Jumlah udang uji yang mati pada jam ke-i (ekor)
6.5 Kelulusan Hidup (Survival Rate/ SR)
Tingkat kelulusan hidup udang uji dapat diketahui dari jumlah udang pada akhir
perlakuan dibagi dengan jumlah udang awal (Effendi, 2004), dirumuskan sebagai
berikut :
SR = x 100%
Keterangan:
Nt : Jumlah udang akhir perlakuan
No : Jumlah udang awal perlakuan
6.6 Gejala Klinis
Gejala klinis di amati selama 6 jam sekali setelah uji tantang dilakukan, gejala
klinis dilakukan untuk melihat apakah ada atau tidak gejala yang ditimbulkan
seperti kelainan tingkah laku dan respon makan setelah diuji tantang mengguna-
kan bakteri Vibrio parahaemolyticus dan diberi ekstrak mangrove Avicennia alba
Setelah dilihat gejala klinis yang timbul maka dihitung lalu dibagi dengan jumlah
populsi.
27
Skoring gejala klinis mengacu pada Amrillah et al., (2015) yaitu:
Skor 1 : Infeksi ringan, belum ada perubahan morfologi hanya terjadi
perubahan tingkah laku abnormal seperti hilang nafsu makan dan
hilang keseimbangan.
Skor 2 : Infeksi sedang, yang terjadi yaitu hilang nafsu makan, hilang
keseimbangan dan perubahan warna pada ekor menjadi merah.
Skor 3 : Infeksi parah, yaitu hilang nafsu makan, hilang keseimbangan,
perubahan warna pada ekor menjadi merah, terjadi melanisasi
pada kaki jalan, kaki renang dan ekor gripis.
Skor 4 : Infeksi sangat parah, yaitu yaitu hilang nafsu makan, hilang
keseimbangan, perubahan warna pada ekor menjadi merah, terjadi
melanisasi pada kaki jalan, kaki renang dan ekor gripis serta
dicirikan dengan terjadi melanisasi pada seluruh tubuh, insang
mengalami kerusakan dan terjadi kematian.
Gambar 4. Skoring gejala klinis
6.7 Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati meliputi pengukuran DO, salinitas, suhu, dan
pH. Pengukuran kualitas air ini dilakukan pada awal pemeliharaan dan akhir pe-
meliharaan (akhir perlakuan) yaitu pada hari ke 4 dan hari ke 21. Pengukuran
kualitas air ini menggunakan Do meter, refraktometer, termometer, dan indikator
pH/pH meter.
28
7. Analisis Data
Data parameter THC, AF/IF dianalisis menggunakan ANOVA Repeated measure,
RPS menggunakan uji T, sedangkan MTD dan SR dianalisis menggunakan uji
ANOVA dan di uji lanjut dengan uji Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%
menggunakan sofware SPSS 22.0. Parameter kualitas air akan diamati secara
deskriptif dan gejala klinis akan diamati menggunakan metode skoring.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemberian ekstrak buah mangrove Avicennia alba mampu memberi pengaruh
dalam menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio parahaemolytius dan mencegah
terjadinya penyakit vibriosis. Hal ini dapat dilihat dengan peningkatan nilai Total
Hemocyte Count (THC), Aktifitas Fagositosi (AF), Indeks Fagositosis (IF), serta
diikuti nilai Relative percent survival (RPS), mean time to death (MTD) dan ren-
dahnya presentase gejala klinis yang ditimbulkan. Konsentrasi yang paling mem-
berikan pengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio parahaemoly-
ticus adalah konsentrasi 350 mg/l.
DAFTAR PUSTAKA
Amrillah, A. M. Widyarti S., dan kilawati, Y. 2015. Dampak Stres SalinitasTerhadap Prevalensi White Spot Syndrome Virus (WSSV) dan Survival RateUdang Vaname (Litopenaeus vannamei) pada Kondisi Terkontrol. ResearchJournal Of Life Science. (2) 1 : 110-121.
Amlacher E. 1970. Textbook of fish disease. Conroy D. A., R. L. Herman (eds.)TFH Publ. Neptune. New York. 302 hal..
Austin B. dan D.A.Austin. 2007. Bacterial Fish Pathogens. Disease in Farmed andWild Fish.Fourth edition. Ellis Horword limited, Chichester.
Bailey and Scott’s. 1982. Diagnostic Microbiology. The CV. Mosby CompanyS.T. Louis, Toronto, London. 1136 Hal.
Baumann P, and Schubert RHW. 1984. Family II. Vibrionaceae. Di dalam KriegNR, Holt JG. (Eds.), Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. Williams& Wilkins Co., Baltimore, 516–550.
Berger, J., M. Jarcova. 2012. Phagocytosis of insect haemocytes as a newalternative model. Journal of Applied Biomedicine, 10: 35-40.
Brown, K.M.T. 2000. Applied fish pharmacology. Kluwer Academic Publisher,The Netherland.308 hal.
Campa-C, A.I., N.Y. Hernaundez-Saavedra, R. De Phillipis, and F. Ascentio.2002. Generation of Superoxide Anion and SOD Activity in Haemocytesand Muscle of American White Shrimp (Litopenaeus vannamei) as aResponse to beta -glucan and Respiratory Burst Activity of TurbotPhagocytes, Aquaculture 229: 67–78
Charles-H, G.L., E. Cifuentes, S.J. Rothenberg. 2006. Environmental factorsassociated with the presence of Vibrio parahaemolyticus in sea products andthe risk of food poisoning in communities bordering the Gulf of Mexico.Journal of Environmental Health Research, Vol. 5 issue 2.
Chiu CH, Guu YK, Liu CH, Pan TM, and Cheng W. 2007. Immune responses andgene expression in white shrimp, Litopenaeus vannamei, induced byactobacillus plantarum. Fish and Shellfish Immunology 23:364-377.
49
Cowan, MM. 1999. Plant Products as Antimikrobial Agents, ClinicalMikrobiology Reviews. 12(4): 564-582. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10515903 (Diakses Januari 2016)
Damayanti. (2011). Pemberian Sinbiotik dengan Dosis Berbeda pada PakanUdang Vaname Untuk Pencegahan IMNV (In Fection myonecrosis Virus).Skripsi. Institute Pertanian Bogor.
Diah Permatasari. (2017). Aplikasi Bacilus sp. D22 dalam Sinbiotik TerhadapRespon Imun Seluler Udang Vaname (Litopenaeus vanammei). Skripsi.Universitas Lampung.
Effendy S., Alexander R. dan Akbar T. 2004. Peningkatan haemosit benur udangwindu (Penaeus monodon Fabricus) pasca perendaman ekstrak ragi roti(Saccharomyces cerevisiae) pada konsentrasi yang berbeda. Jurnal Sainsdan Teknologi, 14(2): 46-53.
Elovaara, A. K. 2001. Shrimp Farming Manual. Practical Technology ForIntensive Commercial Shrimp Production. United States Of America, 2001.Chapter 4 102 hal.
Eryanti. 1999. Identifikasi dan isolasi senyawa kimia dari Mangrove (hutanBakau). Laporan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Kawasan Pantai danPerairan. Universitas Riau.
Gunawan, A.W.I. 2009. Potensi Buah Pare (Momordica charantia L) sebagaiAntibakterial Salmonella typhimurium. Progam Studi Pendidikan Biologi.Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. [Skripsi]. UniversitasMahasaraswati. Denpasar.
Haliman, R.W. dan Adijaya, D. 2005.Udang Vannamei. Penebar Swadaya.Jakarta. 156 hal.
Harborne. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern MenganalisTumbuhan. Penerjemah: K. Padmawinata dan I. Soediro. Penerbit ITB.Bandung. 257 hal.
Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna Pada Habitat Mangrove. Yogyakarta.187 hal.
Jay JM, Loessner MJ, Golden DA. 2005. Foodborne Gastroenteritis caused byVibrio, Yersinia, and Camplylobacter Species, Chapter 28. Modern FoodMicribiology 7th eds. Food Science Text Series.
Johansson MW, Keyser P, Sritunyalucksana K, Soderhall K. 2000. Crusta ceanhaemocytes and haematopoiesis. Aquaculture. 191:45–52.
KKP [Kementrian Kelautan dan Perikanan]. 2013. Statistik produksi udangindonesia.http://www.pusjui.kkp.go.id/index.php/warta/kliping/678-satistik-produksi-udang-indonesia. [19 januari 2018].
50
Kurniaji Ardana. 2014. Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Mangrove (Sonnetariaalba) pada Bakteri Vibrio harveyi Secara In Vitro. [Skripsi]. Kendari (ID).Universitas Halu Oleo.
Lake R, Hudson A, and Cressey P. 2003. Risk Profile: Vibrio parahaemolyticus inSeafood. Institute of Environmental Science & Research LimitedChristchurch Science Centre.
Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada.Jakarta. 168 hal.
Lee, M. H. Dan Shiau, S., Y. 2004. Vitamin E Requirements of Juvenile GrassShrimp, P. Monodon and Effects on Nonspecific Immune Responses. Fishand Shellfish Immunology, 16 : 475-485.
Lightner, D.V. 1977. Shrimp Disease, p: 10-77 In C.J. Shinderman (Ed).Development in Aquaculture and Fisheries Science. Vol. 6. Disease:Diagnose and Control in North American Marine Aquaculture. Elsevier,Amsterdam and New York.
Mahera SA, Ahmad VU, Saifullah SM, Mohammad FV, Ambreen K. 2011.Steroids and treiterpenoids from grey mangrove Avicennia marina. PakistanJournal of Botany 43(2): 1417-1422.
Martinez-Urtaza, J., A. Lozano-Leon, A. DePaola, M. Ishibashi, K. Shimada, M.Nishibuchi dan E. Liebana. 2004. Characterization of Pathogenic Vibrioparahaemolyticus Isolates from Clinical Sources in Spain and Comparisonwith Asian and North American Pandemic Isolates. Journal of ClinicalMicrobiology, Oct 2004, Vol. 42, No. 10 (p. 4672–4678). American Societyfor Microbiology.
Maryani, D. D. dan Sukenda. 2002. Peranan Ekstrak Kelopak dan Buah MangroveSonneratia caseolaris (L) terhadap Infeksi Bakteri Vibrio harveyi padaUdang Windu (Penaeus monodon FAB.). J. Akuakultur Indonesia. 1 (3):129-138.
Miles DH, Kokpol U, Chittawong V, Tip-Pyang S, Tunsuwan K, Nguyen C.1999. Mangrove forest: The importance of conservation as a bioresource forecosystem diversity and utilization as a source of chemical constituents withpotential medicinal and agricultural value. 1999 IUPAC 70(11): 1-9
Noor, Y.S.M. Khazali, and I.N.N. Suryadiputra. 1999.Panduan PengenalanMangrove di Indonesia. DitjenPKA dan Wetland International. Bogor.
Parubak. A. S. 2013. Senyawa Flavonoid yang Bersifat Antibakteri dari Akway(Drimys becariana Gibbs). Jurusan Kimia F-MIPA UNIPA.
Permatasari, D. 2017. Penerapan Bacillus sp. D2.2 dalam Sinbiotik untukMeningkatkan Respon Imun Seluler Udang Vaname (Litopenaeusvannamei). (skripsi). Universitas Lampung.
51
Prajitno, A. 1995. Vibrio spp. Dan MBV Primadona Penyakit Udang Windu diTambak. Bahan Pelatihan Nasional Ketrampilan dan Bina Usaha MandiriBudidaya Air Payau vdan Air Tawar. Fakultas Perikanan UNIBRA.Malang
Purnobasuki, H. 2004. Potensi Mangrove sebagai Tanaman Obat. J. Biota., 9 (2) :125-126
Ridlo A, Pramesti R. 2009. Aplikasi Ekstrak Rumput Laut Sebagai AgenImunostimulan Sistem Pertahanan Non Spesifik Pada Udang (Litopennaeusvannamei). Ilmu Kelautan. September 2009. Vol. 14 (3): 133-137
Riniatsih I, dan Setyati WA. 2009. Bioaktivitas ekstrak dan serbuk lamun Enhalusacoroides dan Thalassia hemprichii pada Vibrio alginolyticus dan Vibrioharveyi. J Il Kelaut. 14(3):138-141.
Rodrıguez J, Moullac GL. 2000. State of the art of immunological tools and healthcontrol of penaeid shrimp. Aquaculture. 191: 109–119.
Saifudin, A. 2006. Alkaloid: Golongan Paling Prospek Menghasilkan Obat Baru.Departemen Farmakologis. Gorleus Laboratory. University of Leiden.Jerman. 215 hal.
Sarjito, Apriliani M, Afriani D, dan Haditomo AHC. 2015. Agensia penyebabpenyakit vibriosis pada udang Vaname (Litopenaeus garieoinus) yangdibudidayakan secara intensif di Kendal. J Kelaut Trop. 18(3):189-196.
Sivansankar P, Santhiya AV, Kanaga V. 2015. A review on plants and herbalextracts against viral diseases in aquaculture. Journal of Medical PlantsStudies. 3(2);75-79
Saulnier D, Haffner P, Goarant C, Levy P, and Ansquer D. 2000. Experimentalinfection models for shrimp vibriosis studies. Review. Aquaculture191:133-144.
Soetamo, S., K. Ruslan, dan I.S. Soediro. 1996. Verbakosida dan Asam Fenolatdari Daun Jeruju (Acanthus ilicifolius Linn., Acantaceae) suatu TumbuhanMangrove. J. Farmakologi-Fitokimia, Jurusan FMIPA ITB., 21 (2) : 23-35.
Subashree, M., Mala, P., Umanrnahasewari, M., Jayakumari, M., Maheswari, K.,Sevanthi, T., and Manikandan, T. (2010). Screening of the antibacterialproperties of Avicennia marina from Pichavaram Mangrove. Asian Journalof Science and Technology, 1, 16-19.
Sudheesh, P.S. and H-S Xu. 2001. Patho-genicity of Vibrio parahaemolyticus intiger prawn Penaeus monodon Fabricius: possible role of extra-cellularproteases. Aquaculture. 196: 37-46.
Sunaryanto, A. and A. Mariyam. 1987. Occuraence of Pathogenic BacteriaCausing Luminescene in Penaeid Larvae in Indonesia Hatcheries. Bull.Brackhis Water Aqua. Devl. Centre, 8, 64-70.
52
Tariq M, dawar S, Fatima S, Mehdi , Zaki J. 2007. Use of Avicennia marina(Forsk.) Vierh in the control of root knot nematode Meloidogyne javanica(Treub) chitwood on okra and mash bean. Turkish Journal of Biology31:225-230
Titaley, S., Fatimawali dan Lolo, W.A. (2014). Formulasi dan uji efektivitassediaan gel ekstraksi daun mangrove api-api (Avicennia marina) sebagaiantiseptik tangan. Jurnal Ilmiah Farmasi, 3:2,99-106
Tomlinson. 1986. The Botany of Mangrove, New York : Cambridge University398 hal.
Trianto A. Wibowo,E. Suryono, dan Sapta R. 2004. Ekstrak daun mangroveAegiceras corbiculatum sebagai antibakteri Vibrio harveyi dan Vibrioparahaemolyticus. Ilmu kelautan 9:186-189.
Utomo, R. N. C. 2010. Potensi Bakteri Pembentuk Biofilm dalam DegradasiLiniar Alkil Benzen Sulfonat pada Berbagai Ukuran Batu. Skripsi Sarjana.Universitas Brawijaya. Malang.
Van de Braak, K. 2002. Hemocytic Defence in Black Tiger Shrimp {Penaeusmonodon). Disertasi, Wageningen University, Wageningen Institute ofAnimal Science, Wageningen, Netherlands.
Volk, W. A. and Wheeler. 1998. Mikrobiologi Dasar. Eds Markham. Erlangga,Jakarta. 686 hal.
Wardani, R.K., Wahju T., dan Budi S.R. 2012. Uji Efektivitas Ekstrak Daun SirihMerah (Piper rocatum) terhadap bakteri Aeromonas hydrophila secara InVitro. Jurnal Ilmiah dan Kelautan 4: 59-64
Wibowo RKA. 2009. Analisis kualitas air pada sentral outlet tambak udang sistemterpadu tulang bawang, Lampung. [skripsi]. Bogor (ID): Institut PertanianBogor.
Widarni, Sukenda. Ghita,R., S. (2016) Aplikasi Simbiotik Untuk PencegahanInfeksi Infectious Myonecrosis Virus pada Udang Vaname (Litopenaeusvanammei). Jurnal Kedokteran Hewan, 108: 121-128
Wyban, J. W and Sweeney, J.N. 1991. Intensive Shrimp Production Technology.The Oceanic Institute Shrimp Manual. Honolulu, Hawai, USA. 158 hal.
Xu D, Liu W, Alvarez A, Huang T. 2014. Cellular immune responses against viralpathogens in shrimp. Dev Comp Immunol. 47:287–297.
Zandi, K., M. Taherzadeh, S. Tajbakhsh, R. Yaghoubi, Z Rastian and K. Sartavi,2008. Antiviral activity of Avicennia marina leaf extrack on HVS-1 andVaccine strain of polio virus in vero cells, International Journal of InfectiousDiseases 12(10): 298.