Penentuan Nilai Ambang Anomali Kadar Batuan Uranium dan …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File...
Transcript of Penentuan Nilai Ambang Anomali Kadar Batuan Uranium dan …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File...
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 175
Penentuan Nilai Ambang Anomali Kadar Batuan Uranium dan
Thorium menggunakan Kurva Probabilitas di Daerah Mamuju,
Sulawesi Barat
Determination of Threshold Anomaly Value of
Uranium and Thorium Rocks using Probability Curve in Mamuju,
West Sulawesi
Ersina Rakhma1, Bambang Priadi2, Ilsa Rosianna1, Kurnia Setiawan Widana1
1Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir – Batan, Jl. Lebak Bulus Raya No.9 Pasar Jum’at, Jakarta, 12440,
Indonesia 2Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No.10, Bandung, 40132, Indonesia; email:[email protected]
*Pos-el: [email protected]
ABSTRAK
Mamuju menjadi daerah penelitian yang menarik karena tingginya laju dosis radiasi di daerah tersebut.
Penelitian selanjutnya juga menemukan beberapa lokasi dengan kadar Uranium (U) dan Thorium (Th) yang
tinggi. Maksud penelitian ini adalah menentukan nilai anomali kadar U dan Th pada batuan di daerah Mamuju,
sedangkan tujuannya diharapkan sebagai data dukung dalam menentukan daerah prospek mineralisasi U dan Th.
Berdasarkan data 81 sampel yang diperoleh, maka metode yang digunakan untuk menentukan nilai ambang
anomali adalah metode statistik yang menggunakan kurva probabilitas dikarenakan nilai data yang menunjukkan
distribusi tidak normal. Berdasarkan pengolahan data statistik, didapatkan nilai ambang anomali daerah Mamuju
untuk U 237,14 ppm dan Th 1258,93 ppm. Wilayah di Mamuju dengan kadar U di atas ambang anomali tersebar
di Hulu Mamuju, Botteng, Tande-tande, Saleto, Takandeang, Taan, Pengasaan dan Salunangka. Sedangkan
wilayah dengan kadar Th di atas ambang anomali hanya di Hulu Mamuju. Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
disimpulkan bahwa hanya Hulu Mamuju yang mempunyai daerah paling prospek untuk dikembangkan pada
tahapan eksplorasi lebih lanjut.
Kata kunci: kadar, Uranium, Thorium, anomali, Mamuju
ABSTRACT
Mamuju is an interesting research area based on its high radiation dose rate of environment. Further research
also found high Uranium and Thorium grade in certain areas. The purpose of this study is to determine the
anomalous values of U and Th concentrations on rocks in the Mamuju area, while the objectives are expected as
supporting data in determining the prospect area of U and Th mineralization. Based on the data of 81 samples
obtained, the method used to determine the anomaly threshold value is a statistical method that uses the
probability curve due to the data value indicating abnormal distribution.. Data processing resulted threshold for
U and Th respectively, 237,14 ppm and 1258,93 ppm with the most prospective potential area in Mamuju
upstream.
Keywords: grade, Uranium, Thorium, anomaly, Mamuju
PENDAHULUAN
Daerah Mamuju yang berada di provinsi
Sulawesi Barat merupakan salah satu daerah
penelitian eksplorasi mineral radioaktif yang
dilakukan oleh PTBGN – BATAN.
Penelitian ini diawali dengan penelitian
terdahulu oleh PTKMR – BATAN yang
menunjukkan adanya laju dosis radiasi yang
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
176 ISBN 978-979-99141-7-0
tinggi (100-2800 nSv/jam) di daerah
Mamuju [1] (Gambar 1).
Kebutuhan Indonesia untuk menambah
sumberdaya mineral radioaktif mendorong
PTBGN – BATAN untuk melakukan
eksplorasi di daerah Mamuju dengan
menggunakan berbagai pendekatan. Salah
satu pendekatan yang dapat digunakan yaitu
dengan geokimia. Tujuan dari pendekatan ini
untuk mengetahui lokasi-lokasi yang
menunjukkan anomali pada unsur U dan Th
sehingga dapat dijadikan panduan untuk
melakukan eksplorasi yang lebih detil.
Metode yang dilakukan yaitu dengan
identifikasi unsur menggunakan XRF dan
menentukan nilai ambang anomali kadar U
dan Th menggunakan kurva probabilitas.
Metode ini jarang dilakukan di PTBGN
untuk menentukan nilai ambang karena lebih
sering menggunakan data simpangan baku.
Nilai laju dosis alamiah yang tinggi di
suatu daerah mencerminkan keterdapatan
unsur radioaktif yang terkandung dalam
batuan, seperti Uranium (U), Thorium (Th),
dan Potasium (K), dan atau keterdapatan
unsur anak luruhnya. Pada umumnya,
keterdapatan mineral radioaktif terutama U
dan Th sangat erat kaitannya dengan batuan
beku asam baik batuan plutonik (granit atau
granitoid) ataupun batuan gunung api (dasit-
riolit), estimasi kadar rata-rata kandungan U
dan Th pada beberapa bagian kerak bumi
yang memiliki kaitan erat dengan jenis
batuan penyusunnya [2] tercantum pada
Tabel 1.
Gambar 1. Daerah penelitian (modifikasi dari [1])
Keterangan :
= Daerah penelitian
2250 = Nilai laju dosis radiasi (nSv/jam)
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 177
Tabel 1. Perkiraan kadar rata-rata U dan Th di berbagai lingkungan [2]
Reservoir U (ppm) Th (ppm) References
CI carbonaceous chondrites 0.0074 0.02* Plant et al. (1999)
Eucrite meteorites 0.07 to 0.15 0.3 to 0.8
T. McCoy and L. Nittler,
pers.com.
Bulk silica Earth 0.02 0.06*
Plant et al. (1999); Palme
and O’Neill (2003)
Crust 1 to 2.7 ~ 10
Taylor (1964); Plant et al.
(1999); Emsley (1991)
MORB 0.05 to 0.15 ~0.15 to 0.45
Lundstrom (2003;
Workman and Hart (2004)
OIB 1 3* Plant et al. (1999)
Granite 10 30 Plant et al. (1999)
High-grade ore deposits 104 to 105 104
Plant et al. (1999); Deer et
al. (1997)
Average seawater
3 x 10-3 9 x 10-6
Miyake et al. (1970);
Emsley (1991); Chen and
Wasserburg (1986)
Average river water
~ 10-4 ~2.5 x 10-4
Bertine et al. (1970);
Moore (1967); Windom et
al. (2000)
*Estimated from unknown U concentration and average U:Th ~ 1:3
Laju dosis yang tinggi di daerah Mamuju
merupakan Naturally Occurring Radioactive
Material (NORM) yang berasal dari
formasi/batuan penyusunnya yang
diidentifikasi sebagai Batuan Gunung api
Adang berupa lava felspatoid, piroklastik,
tuff dan granit [3]. Pemetaan radiometri di
Mamuju menunjukkan tingginya konsentrasi
unsur radioaktif berasal dari batuan dan
tanah [3].
Berdasarkan peta geologi pada Gambar
2, batuan penyusun daerah penelitian secara
umum tersusun oleh kelompok batuan
plutonik, sedimen tua, batuan gunung api
serta batuan sedimen muda. Batuan intrusi di
daerah penelitian dijumpai pada dua lokasi,
yaitu di Sungai Ampalas yang terdapat di
Desa Ampalas, Kecamatan Kalukku. Batuan
sedimen tua yang tersingkap di daerah ini
adalah batuan sedimen gunung api berupa
batulempung dan batupasir berlapis [4].
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
178 ISBN 978-979-99141-7-0
Gambar 2. Peta geologi daerah penelitian [4]
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia, secara tekstual anomali adalah
ketidaknormalan, penyimpangan dari normal
dan kelainan. Hampir serupa namun dalam
eksplorasi, anomali geokimia merupakan
perbedaan dari pola geokimia normal dari
suatu daerah [4]. Selain anomali, digunakan
istilah yang hampir serupa namun berbeda,
yaitu ambang (threshold) sebagai batas
tertinggi atau terluar dari variasi latar
(background) [5], sedangkan nilai latar
(background) adalah nilai normal atau nilai
yang terjadi sejak semula, datanya tidak
dipengaruhi oleh suatu proses/aktivitas
manusia atau fenomena geologi [6]. Suatu
populasi yang mempunyai kelompok data
dapat dikatakan mempunyai anomali jika
nilai ambang dari nilai keseluruhan populasi
tersebut kurang dari nilai kelompok tersebut.
Nilai anomali nilainya dapat sangat
bervariasi, tergantung intensif atau tidaknya
suatu kejadian geologi (misalnya:
mineralisasi) yang terjadi di daerah tersebut.
Variasi dari nilai ini sebenarnya adalah
tingkat keintensifan dari suatu proses
mineralisasi. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa jika suatu daerah yang mempunyai
nilai lebih besar dibanding daerah lainnya,
maka daerah tersebut mengalami proses
geologi yang lebih intensif dan biasanya
terletak dekat dengan sumbernya. Dengan
mengelompokkan nilai ini bisa digunakan
untuk melacak sumber suatu proses
mineralisasi [6].
Nilai latar (background) juga dapat
bervariasi karena berkaitan dengan sejarah
dari pembentukan batuan yang menjadi
batuan induk tempat mineralisasi terjadi.
Terkadang suatu batuan induk telah
mengalami proses mineralisasi yang
berulang. Nilai ambang (threshold) anomali
dapat ditentukan dengan beberapa cara,
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 179
yaitu: (i) dibandingkan dengan data literatur;
(ii) dilihat penyebarannya di peta; (iii)
dibandingkan dengan hasil survei; dan (iv)
dengan pengolahan statistik (distribusi
normal atau tidak normal).
Maksud penelitian ini adalah
menentukan nilai anomali kadar U dan Th
pada batuan di daerah Mamuju, sedangkan
tujuannya diharapkan nilai anomali tersebut
menjadi indikasi dalam penentuan daerah
prospek mineralisasi U dan Th di Mamuju.
IDENTIFIKASI NILAI ANOMALI
1. Metode Pendekatan
Beberapa metode pendekatan yang sering
dipakai untuk mengidentifikasi suatu nilai
ambang [7][8][9] adalah:
- Membagi dengan rentang tertentu,
misalnya menggunakan pembagian 25%
persentil, 50% persentil dan 75%
persentil. Nilai yang melebihi nilai 75%
persentil dianggap sebagai nilai anomali.
Sedangkan nilai yang kurang dari nilai
25% persentil dianggap sebagai nilai
latar.
- Menggunakan rumus nilai rata - rata
ditambah 2 kali nilai standar deviasi
untuk nilai ambang, nilai yang melebihi
nilai ini dianggap sebagai nilai anomali.
Sedangkan untuk nilai latar adalah nilai
rata-rata ditambah nilai standar deviasi.
- Menggunakan metode persentil, yaitu
nilai ambang ditentukan pada nilai
97.5% persentil, nilai yang melebihi
nilai ini dianggap sebagai anomali.
- Menggunakan grafik probabilitas,
metode ini dianggap lebih baik dari
metode lainnya karena mampu membagi
rentang nilai ambang dari tiap sub-
populasi yang ada dalam suatu populasi.
Selanjutnya metode ini akan diterangkan
lebih rinci.
2. Grafik Histogram vs Grafik
Probabilitas
Grafik merupakan salah satu media
dalam penyajian data statistik [6]. Grafik
yang paling umum dipakai adalah histogram,
yaitu berupa diagram batang dengan rentang
data tertentu pada sumbu-X dan nilai
frekuensi (dalam persen) pada sumbu-Y.
Dengan pembuatan histogram ini kita dapat
mengetahui sifat statistik dari suatu populasi
data, contohnya suatu populasi yang bersifat
distribusi normal akan berbentuk suatu kurva
setangkup (simetris) atau berbentuk lonceng.
Grafik probabilitas adalah suatu grafik
yang menunjukkan garis lurus jika populasi
data mempunyai distribusi normal. Grafik
ini dibuat secara semilog, yaitu sumbu-X
dengan skala logaritmik dan sumbu-Y
menggunakan skala biasa. Tetapi grafik ini
dapat juga menampilkan skala logaritmik
pada sumbu-Y (log-normal). Pada Gambar 3
ditampilkan contoh histogram dan grafik
probabilitas, terlihat bahwa bentuk
histogram berupa kurva setangkup
(simetris), ini berarti data dalam populasi ini
terdistribusi normal sekaligus juga bersifat
unimodal. Sedangkan pada grafik
probabilitas (Gambar 3b) pola distribusi
normal-unimodal berupa garis lurus.
3. Unimodal vs Bimodal
Penyebaran unimodal adalah penyebaran
yang mempunyai nilai modus tunggal.
Distribusi normal adalah suatu contoh
penyebaran bersifat unimodal. Pada grafik
histogram terlihat seperti kurva yang
berbentuk lengkung (flexure). Sedangkan
pada grafik probabilitas akan tampak sebagai
garis lurus (Gambar 3).
Penyebaran yang bersifat bimodal yaitu
penyebaran yang mempunyai nilai modus
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
180 ISBN 978-979-99141-7-0
ganda sehingga akan tampak garis yang
melengkung pada grafik probabilitas
(Gambar 4). Demikian juga untuk data yang
bersifat polimodal, tetapi jumlah lengkungan
akan semakin banyak. Bentuk lengkungan
yang terdapat dalam grafik probabilitas
untuk distribusi bimodal atau polimodal
adalah suatu sub-populasi yang ada dalam
populasi tersebut. Suatu sub-populasi dapat
terjadi sebagai akibat perbedaan intensitas
suatu proses geologi (mineralisasi). Pada
Gambar 4 memperlihatkan penyebaran data
yang bersifat bimodal, terdapat satu
lengkungan pada kurva tersebut.
a.
b.
Gambar 3. Contoh grafik dengan distribusi normal dalam bentuk histogram (a) dan probabilitas (b) [8]
Gambar 4. Pola penyebaran data yang bersifat bimodal pada grafik probabilitas [8]
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 181
METODOLOGI DAN PENGOLAHAN
DATA
Data yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari 81 sampel batuan
(Tabel 2) [10] yang mewakili litologi
penyusun daerah Mamuju (Gambar 5) [11].
Penentuan nilai ambang anomali pada
penelitian ini diawali dengan menghitung
nilai ambang menggunakan rata-rata (X) dan
simpangan baku (SD) untuk mengetahui
apakah data yang diperoleh mengikuti pola
distribusi normal. Hasil perhitungan dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai
simpangan baku lebih besar dari rata-rata,
yang artinya penentuan nilai ambang
anomali dari data geokimia yang tersedia
tidak bisa menggunakan rumus X+2SD
karena bukan termasuk distribusi normal.
Maka pada penelitian ini nilai ambang
anomali ditentukan dengan menggunakan
kurva probabilitas [8].
Tabel 2. Data geokimia kadar U dan Th batuan daerah Mamuju [10]
Gambar 5. Peta lokasi pengambilan sampel di daerah penelitian (peta geologi dicuplik dari [11])
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
182 ISBN 978-979-99141-7-0
Tabel 3. Perhitungan nilai ambang anomali
menggunakan simpangan baku
No Unsur
Simpang-
an Baku
(SD)
Rata-
rata
(X)
Nilai
Ambang
(X+2SD)
1. Uranium
(U) 702 269,5 1673,5
2. Thorium
(Th) 1455,4 678,7 3589,6
Tahapan penggunaaan data untuk
membuat kurva probabilitas dalam
menentukan nilai ambang U dan Th pada
batuan daerah Mamuju sebagai berikut:
a) Merubah data menjadi logaritma
b) Menentukan kelas populasi
c) Menentukan frekuensi di tiap kelas
populasi
d) Mengubah frekuensi menjadi persen
e) Mengumulatifkan persen populasi (Tabel
4 dan Tabel 5)
f) Mengeplot kelas populasi vs persen
kumulatif pada kertas semilog (Gambar 6
dan 7)
g) Membuat kurva dari pengeplotan
tersebut, lalu menentukan titik belok (x=
inflection point) (Gambar 6a dan 7a)
h) Mendapatkan nilai fA= x/100 dan fB=
(100-x)/100
i) Menentukan populasi anomali (PA)
dengan rumus P(A)= P/fA (P merupakan
persen kumulatif sembarang).
Selanjutnya memasukkan nilai P pada
garis horisontal dalam grafik, ditarik
secara vertikal ke atas hingga bertemu
dengan kurva probabilitas dan ditarik
secara horisontal sesuai dengan angka
P(A) nya. Dengan cara yang sama pada
nilai P dan P(A) lainnya sehingga akan
terdapat titik-titik dan kemudian
membuat garis populasi anomali dari
titik-titik tersebut (Gambar 6b dan 7b).
j) Menentukan populasi latar (PB) dengan
rumus PB= (P-x)/fB (P merupakan
persen kumulatif sembarang).
Selanjutnya memasukkan nilai P pada
garis horisontal dalam grafik, ditarik
secara vertikal ke atas hingga bertemu
dengan kurva probabilitas dan ditarik
secara horisontal sesuai dengan angka
P(B) nya. Dengan cara yang sama pada
nilai P dan P(B) lainnya sehingga akan
terdapat titik-titik dan kemudian
membuat garis populasi latar dari titik-
titik tersebut (Gambar 6c dan 7c).
k) Mendapatkan nilai ambang dengan cara
menarik garis vertikal dari angka 2,5%
yang merupakan populasi komulatif
hingga menyentuh garis populasi latar
(Gambar 6d dan 7d). Selanjutnya dari
titik pertemuan tersebut ditarik garis
horizontal yang merupakan garis ambang
dan akan didapatkan nilai ambang yang
masih dalam bentuk logaritma. Oleh
karena itu nilai tersebut harus diubah
dengan antilogaritma.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan grafik pada kurva probabilitas,
maka ditentukan bahwa nilai ambang
anomali untuk U adalah antilogaritma dari
2,375 yaitu 237,14 ppm sedangkan nilai
ambang anomali untuk Th adalah
antilogaritma dari 3,1 yaitu 1258,93 ppm.
Dari nilai ambang anomali U dan Th
tersebut, maka dapat diketahui daerah mana
saja yang mempunyai kadar U dan Th di atas
nilai ambang.
Tabel 6 menunjukkan ada 14 titik yang
menunjukkan kadar U di atas nilai ambang
yang tersebar pada 8 wilayah, yaitu Hulu
Mamuju, Botteng, Tande-tande, Saleto,
Takandeang, Taan, Pengasaan, dan
Salunangka. Sedangkan lokasi yang
menunjukkan kadar Th di atas nilai ambang
anomali hanya di Hulu Mamuju.
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 183
Gambar 8 menunjukkan daerah-daerah di
lokasi penelitian yang mempunyai kadar U
di atas nilai ambang anomali yang meliputi
daerah Botteng, Hulu Mamuju, Saleto,
Pengasaan, Takandeang, Taan dan Tande-
Tande. Sedangkan Gambar 9 menunjukkan
daerah di lokasi penelitian yang mempunyai
kadar Th di atas nilai ambang anomali yaitu
di daerah Hulu Mamuju.
Tabel 4. Tabel persen kumulatif populasi
pada data U
Tabel 5. Tabel persen kumulatif populasi
pada data Th
Log ppmJumlah
sampel
Angka
kumulatif
Persen
kumulatif
1.11-1.20 2 81 100.0
1.21-1.30 1 79 97.5
1.31-1.40 1 78 96.3
1.41-1.50 4 77 95.1
1.51-1.60 8 73 90.1
1.61-1.70 9 65 80.2
1.71-1.80 5 56 69.1
1.81-1.90 4 51 63.0
1.91-2.00 7 47 58.0
2.01-2.10 11 40 49.4
2.11-2.20 6 29 35.8
2.21-2.30 7 23 28.4
2.31-2.40 4 16 19.8
2.41-2.50 2 12 14.8
2.51-2.60 2 10 12.3
2.61-2.70 0 8 9.9
2.71-2.80 1 8 9.9
2.81-2.90 2 7 8.6
2.91-3.00 1 5 6.2
3.01-3.10 2 4 4.9
3.11-3.20 1 2 2.5
3.21-3.30 0 1 1.2
3.31-3.40 1 1 1.2
Log ppmJumlah
sampel
Angka
kumulatif
Persen
kumulatif
1.31-1.40 1 82 100.0
1.41-1.50 0 81 98.8
1.51-1.60 0 81 98.8
1.61-1.70 0 81 98.8
1.71-1.80 0 81 98.8
1.81-1.90 0 81 98.8
1.91-2.00 2 81 98.8
2.01-2.10 3 79 96.3
2.11-2.20 5 76 92.7
2.21-2.30 5 71 86.6
2.31-2.40 13 66 80.5
2.41-2.50 8 53 64.6
2.51-2.60 7 45 54.9
2.61-2.70 9 38 46.3
2.71-2.80 8 29 35.4
2.81-2.90 9 21 25.6
2.91-3.00 4 12 14.6
3.01-3.10 4 8 9.8
3.11-3.20 1 4 4.9
3.21-3.30 0 3 3.7
3.31-3.40 0 3 3.7
3.41-3.50 1 3 3.7
3.51-3.60 0 2 2.4
3.61-3.70 0 2 2.4
3.71-3.80 0 2 2.4
3.81-3.90 0 2 2.4
3.91-4.00 2 2 2.4
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
184 ISBN 978-979-99141-7-0
Gambar 6. Kurva probabilitas untuk U, a. titikbelok, b. populasi anomali, c. populasi latar, d. nilai
ambang dari 2,5% populasi kumulatif, e. garis ambang.
Gambar 7. Kurva probabilitas untuk Th, a. titikbelok, b. populasi anomali, c. populasi latar, d. nilai
ambang dari 2,5% populasi kumulatif, e. garis ambang.
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 185
Tabel 6. Sampel U dan Th yang memiliki kadar di atas nilai ambang anomali berdasarkan
kurva probabilitas
No. Kode
Sampel
Kode
Lokasi
Kadar
U (ppm) No.
Kode
Sampel
Kode
Lokasi
Kadar Th
(ppm)
1. MJU 122 HM 5705 1. MJU 21 HM 9541
2. MJU 07 BTG 2288 2. MJU 20 HM 9457
3. MJU 117 HM 1388 3. MJU 117 HM 2602
4. MJU 06 BTG 1175 4. MJU 122 HM 1488
5. MJU 61 TTD 1131
6. MJU 03 STO 993,7
7. MJU 04 TK 745,8
8. MJU 121 HM 651,8
9. MJU 09 BTG 593,1
10. MJU 59 TAN 388,7
11. MJU 55 PNG 343,5
12. MJU 56 PNG 283,3
13. MJU 124 HM 264,3
14. MJU 02 SN 240,7
Keterangan: HM=Hulu Mamuju; BTG=Botteng; TTD=Tande-tande; STO=Saleto; TK=Takandeang;
TAN=Taan; PNG=Pengasaan; SN=Salunangka
Gambar 8. Peta lokasi yang menunjukkan kadar U di atas nilai ambang anomali (modifikasi
dari [11])
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
186 ISBN 978-979-99141-7-0
Gambar 9. Peta lokasi yang menunjukkan kadar Th di atas nilai ambang anomali (modifikasi
dari [11])
KESIMPULAN DAN SARAN
Penyebaran nilai kadar U dan Th di
daerah Mamuju membuat hasil distribusi
tidak normal, sehingga nilai ambang anomali
ditentukan dengan membuat kurva
probabilitas. Pengolahan data kadar U dan
Th dengan kurva probabilitas di daerah
Mamuju menghasilkan nilai ambang anomali
U 237,14 ppm dan Th 1258,93 ppm.
Berdasarkan hasil tersebut, terdapat
penyebaran kadar U dan Th yang melebihi
nilai ambang anomali di beberapa lokasi di
wilayah Mamuju. Namun hanya daerah Hulu
Mamuju yang mempunyai batuan dengan
kadar U dan Th di atas nilai ambang,
sehingga daerah Hulu Mamuju merupakan
daerah yang paling prospek untuk
dikembangkan ke tahapan eksplorasi lebih
lanjut.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih
kepada Kepala Pusat Teknologi Bahan
Galian Nuklir – BATAN, Jakarta yang telah
menyediakan bahan penelitian serta fasilitas
laboratorium analisis.
DAFTAR PUSTAKA
[1] D. Iskandar, Syarbaini, and Kusdiana,
“Map of Environmental Gamma Dose
Rate of Indonesia,” Jakarta, 2007.
[2] R. M. Hazen, R. C. Ewing, and D. A.
Sverjensky, “Evolution of uranium
and thorium minerals,” Am. Mineral.,
vol. 94, pp. 1293–1311, 2009.
[3] H. Syaeful, I. G. Sukadana, and A.
Sumaryanto, “Radiometric Mapping
for Naturally Occurring Radioactive
Materials ( NORM ) Assessment in
Mamuju , West Sulawesi,” Atom
Indones., vol. 40, no. 1, pp. 33–39,
2014.
[4] I. G. Sukadana, A. Harijoko, and L. D.
Setijadji, “Tataan Tektonika Batuan
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 187
Gunung Api di Komplek Adang,
Kabupaten Mamuju, Provinsi
Sulawesi Barat,” Eksplorium, vol. 36,
no. 1, pp. 31–44, 2015.
[5] R. . Garret, “The Management,
Analysis and Display of Exploration
Geochemical Data,” in Exploration
Geochemistry Workshop, Ottawa,
1991, pp. 399–444.
[6] D. Risdianto and D. Kusnadi,
“Aplikasi Grafik Probability dalam
Pengolahan Data Eksplorasi Panas
Bumi,” Bull. Sumber Daya Geol., vol.
4, no. 1, pp. 1–10, 2009.
[7] H. E. Hawkes and J. S. Webb,
Geochemistry in Mineral Exploration.
New York: Harper & Row, 1962.
[8] A. W. Rose, H. E. Hawkes, and J. S.
Webb, Geochemistry in Mineral
Exploration. London: Academic Press
Inc., 1979.
[9] C. Reimann, P. Filzmoser, and R. G.
Garrett, “Background and threshold:
Critical comparison of methods of
determination,” Sci. Total Environ.,
vol. 346, no. 1–3, pp. 1–16, 2005.
[10] I. G. Sukadana, F. D. Indrastomo, R.
Iswanto, Tukijo, and U. Sarip,
“Laporan Teknis: Inventarisasi
Uranium dan Thorium di Mamuju,
Sulawesi Barat, Tahapan Survei
Pendahuluan,” Jakarta, 2014.
[11] N. Ratman and S. Atmawinata, Peta
Geologi Lembar Mamuju Skala
1:250.000. Bandung: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, 1993.