IDENTIFIKASI AMBANG BATAS CURAH HUJAN SAAT …

7
ANALISIS BANJIR JAKARTA TANGGAL 09 FEBRUARI 2015.................................................... Rahayu Sapta Sri Sudewi, dkk. 209 IDENTIFIKASI AMBANG BATAS CURAH HUJAN SAAT KEJADIAN BANJIR DI JABODETABEK: STUDI KASUS BANJIR JAKARTA TANGGAL 09 FEBRUARI 2015 IDENTIFICATION OF RAINFALL THRESHOLD DURING FLOOD EVENTS IN JABODETABEK: CASE STUDY OF JAKARTA FLOOD ON FEBRUARY 9, 2015 * Rahayu Sapta Sri Sudewi , Achmad Sasmito, Roni Kurniawan Puslitbang Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jl. Angkasa I No.2 , Jakarta *E-mail: [email protected] Naskah masuk: 24 Juni 2015; Naskah diperbaiki: 17 Desember 2015; Naskah diterima: 22 Desember 2015 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami karakteristik dinamika atmosfer saat kejadian hujan lebat di wilayah Jakarta pada tanggal 09 Februari 2015 dan menentukan nilai ambang batas (threshold) intensitas curah hujan (CH) yang dapat digunakan untuk peringatan dini cuaca ektrim di wilayah Jakarta. Hujan lebat dengan intensitas rata-rata 118,4 mm/hari yang terjadi tanggal 09 Februari 2015 di wilayah Jabodetabek bukan merupakan peristiwa yang signifikan bila dibandingkan dengan kejadian sebelumnya. Berdasarkan tinjauan dinamis pada tanggal tersebut, terdapat cold surge dari Asia yang membangkitkan angin timur laut bertemu dengan angin selatan yang berasal dari Samudera Hindia, dan pada saat bersamaan terdapat tekanan rendah di bagian selatan Nusa Tenggara Timur (NTT) yang membentang dengan arah utara-selatan dan bergerak ke arah barat. Kondisi tersebut membangkitkan dominan angin timur dan di sebelah utara NTT hingga Jawa barat bagian utara terdapat shear, selain itu wilayah sebelah utara Jawa Barat, Banten dan Jakarta merupakan daerah pertemuan interaksi ketiga angin tersebut. keadaan tersebut memicu terjadinya pembentukan awan disepanjang Pulau dan laut Jawa, selat karimata, dan Pulau Jawa, termasuk di wilayah Jakarta yang menimbulkan hujan lebat yang berpotensi banjir. Hasil pendekatan model statistik dengan lima pengelompokan/kategori berdasarkan intensitas CH di wilayah Jakarta saat terjadi banjir tahun 2007, 2008, 2013, dan 2014, adalah untuk kategori “Awas” dengan intensitas CH rata-rata sebesar 35-47 mm/hari, “Siaga 3” dengan intensitas CH rata-rata 48-61 mm/hari, “Siaga 2” dengan intensitas CH 62-74 mm/hari, kategori “Siaga 1” dengan intensitas CH rata-rata 75-87 mm/hari, dan kategori “Bencana” dengan intensitas curah hujan sebesar 88-101 mm/hari. Kata kunci curah hujan, banjir Jakarta, cuaca ekstrim. ABSTRACT The aim of this study was to understand theatmospheric dynamic characteristic of heavy rainfall in Jakarta on February 9, 2015 and to determine the threshold value of rainfall intensity (CH) that can be used for early warning of extreme weather in Jakarta area. Heavy rainfall with average intensity of 118.4 mm/day which occurred on February 9, 2015 in Jakarta area is not as significant as previous events. Based on dynamical condition on that date, cold surge from Asia enhances northeasterly winds met with southerly winds coming from the Iindia Ocean, and at the same time there was a low pressure system in the south of NTT stretches north-south direction moving westward. This condition created dominantly easterly winds and at the north of NTT to the northern part of west Java exist a shear, meanwhile, the northern part of west Java, Banten and Jakarta were a meeting and interaction area of these three wind components. This condition triggers the clouds formations along Karimata strait, Java Sea and the island of Java, including Jakarta that caused heavy rainfall and flood potential. Statistical models result in five categories based on the rainfall intensityin Jakarta during floods in 2007, 2008, 2013, and 2014, which were "Caution" for average rainfall of 35-47 mm/day, "Standby 3" for average rainfall of 48-61 mm/day, "Alert 2" for average rainfall of 62-74 mm/day, " Alert 1 " for average rainfall of 75-87 mm/day, and “Disaster” for average rainfall of 88-101 mm/day, respectively. Keywords: precipitation, Jakarta's floods, extreme weather

Transcript of IDENTIFIKASI AMBANG BATAS CURAH HUJAN SAAT …

Page 1: IDENTIFIKASI AMBANG BATAS CURAH HUJAN SAAT …

ANALISIS BANJIR JAKARTA TANGGAL 09 FEBRUARI 2015.................................................... Rahayu Sapta Sri Sudewi, dkk.

209

IDENTIFIKASI AMBANG BATAS CURAH HUJAN SAAT KEJADIAN BANJIR DI JABODETABEK: STUDI KASUS BANJIR JAKARTA

TANGGAL 09 FEBRUARI 2015

IDENTIFICATION OF RAINFALL THRESHOLD DURING FLOOD EVENTS IN JABODETABEK: CASE STUDY OF JAKARTA FLOOD ON FEBRUARY 9, 2015

*Rahayu Sapta Sri Sudewi , Achmad Sasmito, Roni Kurniawan

Puslitbang Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jl. Angkasa I No.2 , Jakarta*E-mail: [email protected]

Naskah masuk: 24 Juni 2015; Naskah diperbaiki: 17 Desember 2015; Naskah diterima: 22 Desember 2015

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami karakteristik dinamika atmosfer saat kejadian hujan lebat di wilayah Jakarta pada tanggal 09 Februari 2015 dan menentukan nilai ambang batas (threshold) intensitas curah hujan (CH) yang dapat digunakan untuk peringatan dini cuaca ektrim di wilayah Jakarta. Hujan lebat dengan intensitas rata-rata 118,4 mm/hari yang terjadi tanggal 09 Februari 2015 di wilayah Jabodetabek bukan merupakan peristiwa yang signifikan bila dibandingkan dengan kejadian sebelumnya. Berdasarkan tinjauan dinamis pada tanggal tersebut, terdapat cold surge dari Asia yang membangkitkan angin timur laut bertemu dengan angin selatan yang berasal dari Samudera Hindia, dan pada saat bersamaan terdapat tekanan rendah di bagian selatan Nusa Tenggara Timur (NTT) yang membentang dengan arah utara-selatan dan bergerak ke arah barat. Kondisi tersebut membangkitkan dominan angin timur dan di sebelah utara NTT hingga Jawa barat bagian utara terdapat shear, selain itu wilayah sebelah utara Jawa Barat, Banten dan Jakarta merupakan daerah pertemuan interaksi ketiga angin tersebut. keadaan tersebut memicu terjadinya pembentukan awan disepanjang Pulau dan laut Jawa, selat karimata, dan Pulau Jawa, termasuk di wilayah Jakarta yang menimbulkan hujan lebat yang berpotensi banjir. Hasil pendekatan model statistik dengan lima pengelompokan/kategori berdasarkan intensitas CH di wilayah Jakarta saat terjadi banjir tahun 2007, 2008, 2013, dan 2014, adalah untuk kategori “Awas” dengan intensitas CH rata-rata sebesar 35-47 mm/hari, “Siaga 3” dengan intensitas CH rata-rata 48-61 mm/hari, “Siaga 2” dengan intensitas CH 62-74 mm/hari, kategori “Siaga 1” dengan intensitas CH rata-rata 75-87 mm/hari, dan kategori “Bencana” dengan intensitas curah hujan sebesar 88-101 mm/hari.

Kata kunci curah hujan, banjir Jakarta, cuaca ekstrim.

ABSTRACT

The aim of this study was to understand theatmospheric dynamic characteristic of heavy rainfall in Jakarta on February 9, 2015 and to determine the threshold value of rainfall intensity (CH) that can be used for early warning of extreme weather in Jakarta area. Heavy rainfall with average intensity of 118.4 mm/day which occurred on February 9, 2015 in Jakarta area is not as significant as previous events. Based on dynamical condition on that date, cold surge from Asia enhances northeasterly winds met with southerly winds coming from the Iindia Ocean, and at the same time there was a low pressure system in the south of NTT stretches north-south direction moving westward. This condition created dominantly easterly winds and at the north of NTT to the northern part of west Java exist a shear, meanwhile, the northern part of west Java, Banten and Jakarta were a meeting and interaction area of these three wind components. This condition triggers the clouds formations along Karimata strait, Java Sea and the island of Java, including Jakarta that caused heavy rainfall and flood potential. Statistical models result in five categories based on the rainfall intensityin Jakarta during floods in 2007, 2008, 2013, and 2014, which were "Caution" for average rainfall of 35-47 mm/day, "Standby 3" for average rainfall of 48-61 mm/day, "Alert 2" for average rainfall of 62-74 mm/day, " Alert 1 " for average rainfall of 75-87 mm/day, and “Disaster” for average rainfall of 88-101 mm/day, respectively.

Keywords: precipitation, Jakarta's floods, extreme weather

Page 2: IDENTIFIKASI AMBANG BATAS CURAH HUJAN SAAT …

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 3 TAHUN 2015 : 209-215

210

1. Pendahuluan

Secara geografis, Jakarta terletak antara 106°22'42" BT sampai 106°58'18" BT dan 5°19'12" LS sampai 6°23'54" LS. Wilayah Utara Jakarta merupakan daerah yang mempunyai topografi datar dan landai, dan menjadi muara dari 13 sungai dan dua kanal[1]6. Banjir di wilayah Jakarta tidak semata-mata disebabkan oleh curah hujan (CH) dengan intensitas tinggi dalam waktu relatif singkat, tetapi juga faktor lingkungan yang tidak tertata dengan baik, misalnya saluran limpasan yang tersumbat atau semakin menyempit dan mengalami pendangkalan[2]. Menurut Danapriatna[3], banjir di wilayah Jakarta disebabkan oleh (1) peristiwa alam (dinamis), (2) kondisi statis (fisik), dan (3) kegiatan manusia (dinamis).

Untuk memahami karakter hujan deras yang pernah terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya dapat dilakukan dengan melakukan analisis data historis CH di wilayah Jakarta dan sekitarnya secara runtun, sedangkan untuk mengetahui dampak terjadinya hujan deras sehingga memicu terjadinya banjir di wilayah Jakarta dapat dilakukan dengan menduga volume air yang diterima dari atmosfer pada saat sebelum, selama, dan sesudah terjadi banjir. Selanjutnya dengan mengetahui unsur meteorologi yang lainnya seperti temperatur maksimum dapat digunakan untuk menentukan nilai variabel siklus hidrologi yaitu

.meliputi evapotranspirasi, infiltrasi dan run off[1] Berdasarkan sejarah, banjir di wilayah DKI telah dialami sejak sekitar 1500 tahun yang lalu, sedangkan berdasarkan catatan yang otentik banjir di wilayah Jakarta yang dulu dikenal dengan nama Batavia terjadi pada tahun 1621, 1654, 1671, 1699, 1711, 1714, 1872, 1876, 1878, 1918, 1932, 1933, 1952, 1953, 1954, 1956, 1960, 1977, 1984, 1994, 1996, 2002,2007,2008, 2013, 2014. Dari rentetan kejadian banjir di wilayah Jakarta adalah banjir pada tahun 1918

. dan 1932 merupakan banjir besar[1]

Pemicu utama terjadinya banjir adalah hujan dengan intensitas tinggi yang berlangsung dalam kurun waktu cukup lama, maka untuk memahami terjadinya hujan deras salah satu upaya yang dilakukan analisis time series suhu puncak awan dari data satelit yang digunakan untuk prakiraan hujan disuatu wilayah dan atau dilakukan analisis data radar (dBz dan rain rate) pada berbagai elevasi yang digunakan untuk memprakiraan CH yang jatuh disuatu wilayah[4].

Masalah banjir di DKI sebenarnya tidak hanya di sebabkan CH di wilayah Jakarta saja, akan tetapi juga dapat dipengaruhi oleh hujan di sekitarnya yaitu Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi (Bodetabek). Menurut Ir. Sukawi[5], faktor lain yang berperan penting dalam memicu terjadinya banjir yaitu faktor

resapan (RTH), drainase, dan perilaku/budaya penduduk dalam menjaga kebersihan lingkungan di wilayah Jabodetabek. Berdasarkan data historis CH harian menunjukkan bahwa wilayah Jakarta pada masa lampau (150 tahun) telah mengalami hujan deras dengan kondisi lingkungan yang relatif baik dibanding sekarang namun tetap mengalami banjir. Memperhatian dua kejadian banjir masa lampau dan saat ini, tampaknya terjadi suatu keadaan lingkungan yang berlawanan yaitu pada masa lampau daerah resapan cukup luas dan baik, budaya masyarakat terhadap lingkungan baik dengan masih banyaknya pohon dan menjaga kebersihan, akan tetapi sistem drainase hanya mengandalkan teknik alami. Sebaliknya saat ini pembangunan yang tidak terkendali menyebabkan daerah resapan dan pohon berkurang banyak, budaya masyarakat terhadap kebersihan lingkungan juga kurang baik, akan tetapi sistem drainase relatif lebih baik dibanding masa lampau.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami karakter dinamika atmosfer saat kejadian CH lebat di wilayah Jabodetabek pada tanggal 09 Februari 2015 dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang pernah terjadi hujan lebat pada kurun waktu tahun 1866-2014 dan mengetahui nilai ambang batas (threshold) intensitas CH yang dapat digunakan untuk peringatan dini cuaca ektrim di wilayah DKI Jakarta.

Teknik pengamatan CH dapat diukur melalui 3 cara[6] yaitu:1) M e n g u k u r l a n g s u n g m e r u p a k a n c a r a

konvensional dengan menampung CH yang diterbitkan dari awan menggunakan alat yang dipasang dipermukaan bumi yaitu jenis penakar hujan observatorium, Hillman, Tipping Bucket, Automatic Weather Station (AWS).

2) Estimasi CH menggunakan radar cuaca yaitu memantau karakteristik awan dari sisi samping dimana prinsip kerjanya secara sederhana.

3) Estimasi CH menggunakan satelit cuaca, khusus untuk satelit MTSAT mengukur suhu puncak awan dan bagian tengah menggunakan kanal IR1,2,3, mengukur suhu awan rendah menggunakan kanal IR4, sedang untuk mengukur albedo puncak awan menggunakan kanal visible (VIS). Dengan mengetahui suhu awan dan atau albedo awan tersebut dapat menjelaskan tipe awan, disamping itu dengan mengetahui suhu puncak awan dapat digunakan untuk estimasi CH yang diprakirakan akan terbit di wilayah tersebut. Persamaan pendugaan CH model empiris menggunakan prediktor suhu puncak awan, secara matematis dapat dinyatakan

sebagai berikut.

Page 3: IDENTIFIKASI AMBANG BATAS CURAH HUJAN SAAT …

2 3Y = a + b.t + c.t +d.t

dimana:Y��= Curah hujant �= suhu puncak awan kanal IR.1a,b,c,d���= konstanta empiris

2. Metode

Lokus untuk mengidentifikasi hujan deras di wilayah Jakarta dengan menggunakan data CH harian dari 12 stasiun BMKG di Jabodetabek (Stasiun Kemayoran, Tanjung Priok, Cengkareng, Pondok Betung, Curug, Citeko, Pakubuwono, Kedoya, Halim PK, Tambun, Tanggerang, Depok) untuk analisis tahun 2007, 2008, serta menggunakan data CH harian dari 23 stasiun (Cengkareng, Tjg. Priok, PIK, Kedoya, Kemayoran, Klp. Gading, Pakubuwono, Psr. Minggu, Ciledug, Halim Perdana Kusuma, TMII, Matoa, Depok, Mekarsari, Parung, Jagorawi, Darmaga, Citeko, Gng. Mas, Cibereum, Citayam, Depok beji, IPB Bogor) untuk tahun 2013 dan 2014. Selanjutnya berdasarkan data CH tersebut dapat dibuat tabel model statistik untuk peringatan dini hujan lebat di wilayah Jakarta dengan lima pengelompokan/ kategori.

Untuk mengetahui dinamika atmosfer saat kejadian CH lebat di wilayah Jabodetabek pada tanggal 09 Februari 2015 dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang pernah terjadi hujan lebat dan membandingkan secara kualitatif dengan data yang lain seperti citra satelit atau radar yang diperoleh dari BMKG

Pengolahan data untuk prediksi banjir dilakukan dengan cara : 1) Menghitung rata-rata data CH tahunan, bulanan,

atau dasarian, kemudian urutkan mulai dari besar ke kecil selanjutnya tentukan syarat batasnya atau menghitung residunya untuk menduga hujan deras tersebut.

2) Untuk data harian langsung kita urutkan dan tentukan syarat batas (misal CH >150 mm/hari) sebagai batasan untuk menduga CH deras sebagai pemicu terjadinya banjir skala lokal, dan apabila terjadi hujan deras di beberapa tempat dapat mengakibatkan banjir dalam skala area.

3. Hasil dan Pembahasan

Untuk mengidentifikasi terjadinya banjir masa lampau yang diperoleh dari berbagai referensi yang tidak disebutkan tanggal kejadiannya, dilakukan dengan memperhatikan time series data hujan tahunan, bulanan, dan harian. Dengan menggunakan data CH tahunan dibeberapa stasiun dapat dihitung nilai residu terhadap normal sehingga didapatkan

tahun dimana terjadi fenomena skala global seperti El~Nino dan La~Nina, namun untuk mendeteksi terjadinya hujan deras yang mengakibatkan banjir[7].

Data rata-rata bulanan digunakan untuk mengetahui kejadian banjir, jika dari hasil perhitungan residu diperoleh analisis bahwa pada bulan Januari-Februari CH pada umumnya diatas normal, maka pada bulan tersebut ditengarai sebagai pemicu terjadinya banjir. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil bahwa CH bulan Januari atau Februari untuk wilayah Jakarta umumnya diatas normal, dengan demikian terjadinya banjir di wilayah DKI umumnya terjadi pada bulan tersebut. Kemudian dilakukan analisa data harian dengan menggunakan batasan (threshold) secara empiris bilamana CH >150 mm/hari maka akan mengakibatkan terjadinya banjir, namun bila dalam sebulan tersebut terdapat CH >150 lebih dari satu maka diambil nilai yang terbesar. Berdasarkan data yang tersedia hujan deras terkadang tidak hanya terjadi pada bulan Januari atau Februari, akan tetapi dapat terjadi pada bulan yang lain atau pada musim kemarau. Nilai hujan yang besar tersebut berkaitan erat dengan terjadinya banjir pada tanggal dan bulan tersebut.

Data hujan harian dibeberapa stasiun saat terjadi banjir di wilayah Jabodetabek, selanjutnya di buat isohyet, dihitung residu serta volumenya. Untuk mengidentifikasi hujan deras dapat digunakan dengan time series residu data CH tahunan, bulanan, dan selanjutnya menggunakan data harian. Dari nilai CH rata-rata bulanan diperoleh hasil bahwa bulan Januari-Februari umumnya diatas normal, selanjutnya dengan menelusuri data CH harian bulan Januari diperoleh bahwa stasiun Batavia dan Meester Cornelis pada tanggal 19 Januari CH tercatat >200 mm. Dengan demikian banjir pada tahun 1892 terjadi pada tanggal 19 Januari.

Tabel 1. �Prototipe peringatan dini banjir wilayah Jakarta saat terjadi banjir 2007, 2008, 2013, dan 2014.

NoCH Rata-2 Area

(mm/ hari) di Jabodetabek

KategoriKeterangan

(Terdapat CH >150 mm)

1 35 - 47 Awas 2 stasiun

2 48 - 61 Siaga 3 4 stasiun

3 62 - 74 Siaga 2 5 stasiun

4 75 - 87 Siaga 1 6 stasiun

5 88 - 101 Bencana 7 stasiun

ANALISIS BANJIR JAKARTA TANGGAL 09 FEBRUARI 2015.................................................... Rahayu Sapta Sri Sudewi, dkk.

211

Page 4: IDENTIFIKASI AMBANG BATAS CURAH HUJAN SAAT …

Dari pendekatan model statistik dengan lima pengelompokan berdasarkan intensitas CH di wilayah Jakarta diperoleh hasil untuk kategori awas nilai CH rata-rata sebesar 35-47 mm/hari, Siaga 3 dengan intensitas CH rata-rata 48-61 mm/hari, Siaga 2 62-74 mm/hari, kategori Siaga 1 dengan intensitas CH rata-rata 75-87 mm/hari, dan kategori Bencana dengan intensitas CH sebesar 88-101 mm/hari (tabel 1).

Data CH pada saat terjadi hujan lebat tanggal 7, 8, 9, dan 10 Februari 2015 diplot dalam peta wilayah Jabodetabek dalam skala 1:250.000 dan selanjutnya dibuat isohyetnya dan dihitung volume CH-nya di wilayah Jabodetabek kemudian hasilnya dapat dilihat pada gambar 1 tersebut.

Hasil perhitungan besarnya volume dapat dilihat pada tabel 2. Sedangkan peringatan dini atau prakiraan terjadinya hujan deras menggunakan model yang paling praktis yaitu prakiraan cuaca jangka pendek (Now Casting - 2 jam yang akan datang) dengan memanfaatkan data satelit cuaca atau

11]radar cuaca yang terintegrasi dengan AWS on line atau menggunakan data data CH dari alat Hillmann (offline)[8].

Memperhatikan tabel 2 CH rata-rata area tanggal 09 februari 2015 yaitu 118,4 mm/hari, sedangkan CH rata-rata bulan Februari antara tahun 1886 sampai 2007 yaitu 307 mm/hari keadaan tersebut memberikan makna bahwa CH pada tanggal 09 februari 2015 setara dengan 38 % CH dalam sebulan.

Hasil Analisis data suhu puncak awan di sekitar wilayah Jabodetabek pada saat terjadi hujan deras yang mengakibatkan banjir besar akhir bulan Januari/awal Februari tahun 2007, 2008, 2013, dan

0 02015 yaitu berkisar -60 C s/d -70 C. Untuk kejadian hujan deras tanggal 9 Februari 2015 karakter suhu puncak awan kanal IR1, pada pukul 13.00 WIB yaitu

065 C. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 1. Peta isohyet tanggal 09 Februari 2015 Wilayah Jabodetabek.

Tabel 2. Pendugaan volume CH di wilayah DKI Saat terjadi banjir tahun 2007, 2008, 2013, 2014.

No Kejadian Banjir Volume

6 (x10 m3)CH rata2 area

mm/hari

1 01-02-2007 1.220 153,7

2 02-02-2008 1.045 150,2

3 17-01-2013 535.637 116.30

4 7-02-2015 10.564 10,6

5 8-02-2015 34.278 34,4

6 9-02-2015 541.007 118,4

Gambar 2. �Kontur suhu puncak awan pukul 14 WIB Tanggal 09 Februari 2015 di sekitar wilayah Jabodetabek.

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 3 TAHUN 2015 : 209-215

212

Page 5: IDENTIFIKASI AMBANG BATAS CURAH HUJAN SAAT …

Berdasarkan data yang ada, hujan deras yang terjadi di wilayah Jabodetabek pada umumnya berlangsung pada bulan Januari atau Februari yang bersamaan dengan saat berlangsungnya Monsun Dingin Asia. Karakter hujan di wilayah tropis (termasuk Jakarta) dipengaruhi oleh angin antar tropis (Inter Topical Convergence Zone/ ITCZ) dan angin belokan (wind shear) sangat dominan dalam pembentukan hujan di beberapa wilayah di daerah tropis[8]. Khusus untuk wilayah Jabodetabek yang topografinya berada di dekat pantai pembentukan awan juga dipicu oleh pengaruh coastal front yaitu pertemuan angin darat-laut yang membangkitkan terjadinya pertumbuhan awan-awan tinggi (cumulus) yang sangat potensial menimbulkan hujan deras[9]. Disamping itu, wilayah Jabodetabek berdekatan dengan daerah Bogor yang kaya hujan selain dipicu oleh perihal tersebut diatas juga adanya pembentukan awan orografis (Gunung Gede dan Halimun) dan daerah wind shear yang sering membangkitkan hujan deras, selanjutnya hujan tersebut dikirim ke wilayah Jakarta melalui run off [10].

Berdasarkan catatan data CH harian, terjadinya banjir di wilayah Jakarta sejak tahun 1977-2013 ditunjukkan pada gambar 3. Dari gambar 3 tampak bahwa hujan deras pada tanggal 1-3 Februari 2007 merupakan peristiwa yang paling besar dibanding dengan kejadian banjir sebelum dan sesudah tahun 2007, karena terjadi hujan serempak yang merata mulai dari hulu sampai hilir selama 3 hari berturut-turut[11]. Bahkan pada tanggal 2 Februari 2007 CH dengan intensitas > 150 mm/hari tercacat di 7 stasiun yaitu KMO, TJP, PDB, CRG, PKB, KDY, dan TBN. Sedang intensitas CH tertinggi tercatat di PDB yaitu 341,8 mm/hari.

Bila kita perhatikan distribusi spasial dan temporal hujan deras di wilayah Jabodetabek tahun 1892 atau pada masa penjajahan belanda telah menimbulkan banjir, padahal jika ditinjau dari kondisi resapan yaitu situ, RTH, pemukiman saat itu relatif sangat baik, akan tetapi banjir juga masih terjadi. Sedangkan hujan deras pada tanggal 2 Februari 2007, 2008, 2013 dan tahun 2015 bila dikaitkan dengan teori siklus hidrologi menunjukkan bahwa CH tersebut tidak sebanding dengan daya resapan di wilayah Jabodetabek. Hujan yang berasal dari awan, sebagian diserap oleh bumi dan sebagian lagi di buang langsung ke laut berupa run off melalui sungai/ kanal atau drainase alami/ buatan. Idealnya perbandingan antara air hujan yang dapat disimpan di permukaan bumi yaitu 75 %, sedang 25 % dialirkan sebagai run off. Daerah RTH di wilayah DKI berdasarkan citra satelit tahun 2002 tinggal 11 %, sedang hasil kajian pakar lingkungan RTH kini tinggal 6,9 % saja[12]. Oleh karena banjir tidak hanya dipengaruhi CH dalam sehari saja, tetapi dipengaruhi oleh kumulatif sebelum dan sesudahnya, maka dengan

mengetahui harga CH tersebut dapat dimodelkan atau dihitung volume kumulatif CH sebelum, selama, dan sesudah terjadi banjir.

Peristiwa kejadian banjir tahun 2008 yang mengakibatkan landas pacu Bandara Soekarna-Hatta tidak dapat dilandasi pesawat dan jalan menuju bandara tergenang air dan terjadi kemacetan dimana-mana. Demikian juga kejadian banjir 2013 yang mengakibatkan tergenangnya Balai Kota DKI, Istana Negara, dan jebolnya tanggul Latuhari yang limpasan airnya sampai menggenangi Bundaran Hotel Indonesia dan jalan MH.Thamrin.

Kejadian banjir yang terjadi tanggal 09 Februari 2015 bertepatan dengan musim hujan berdasarkan tinjauan dinamika atmosfer dipengaruhi oleh monsun yang dipicu oleh adanya tekanan udara dari daratan Asia – Siberia[13]. Berdasarkan data satelit MTSAT kanal IR3 yang di sandingkan dengan data NWP Model JMA menunjukan bahwa terjadinya hujan deras di wilayah Jakarta ditinjau dalam skala global berkaitan erat dengan fenomena seruak dingin Asia (Asian Cold Surge) yang ditandai dengan selisih tekanan udara permukaan di siberia atau di Hongkong (1028mb) terhadap Jakarta (1013) > 10 mb dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 3.� Data CH harian stasiun BMKG Kemayoran yang memicu terjadinya banjir di wilayah DKI Jakarta

Gambar 4. �Normal CH stasiun BMKG Pusat periode 1901-1990

ANALISIS BANJIR JAKARTA TANGGAL 09 FEBRUARI 2015.................................................... Rahayu Sapta Sri Sudewi, dkk.

213

Page 6: IDENTIFIKASI AMBANG BATAS CURAH HUJAN SAAT …

Gambar 5. Pengaruh cold surge monsun dingin asia dan tekanan tinggi laut Hindia dan sebelah barat Australia terhadap pembentukan cuaca di Indonesia

Penyebab lainnya terjadinya pembentukan awan di sebelah salatan dan disekitar Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan laut Jawa dipengaruhi monsun[14] tetapi berkaitan juga dengan superposisi yaitu adanya tekanan tinggi di laut Hindia yang mendorong ke arah utara sampai ke Ekuator membentuk angin dari arah selatan, sedangkan disampingnya terdapat daerah tekanan rendah yang ditandai dengan udara relatif panas dibanding di sebelah timur atau baratnya sehingga membentuk daerah tekanan yang perkembangannya ke arah utara, disamping itu di sebelah selatan dan sekitar NTB/ NTT juga terdapat daerah tekanan rendah yang membujur arah-utara selatan yang tidak lazim sebagaimana biasanya bergerak kearah barat bertemu dengan daerah tekanan tinggi di sebelah selatan Jawa Barat dan tekanan tinggi yang berasal dari daratan Asia[15]. Dengan demikian secara sederhana disebelah selatan Jawa Barat hingga selatan NTT terdapat 5 sel tekanan yaitu tekanan tinggi-rendah-tinggi-rendah dan tinggi. Tekanan tinggi di sebelah utara Australia tersebut polanya membujur selatan utara hingga ekuator.

Pola tekanan udara yang berinteraksi dari 3 penjuru tersebut yaitu pengaruh monsun, tekanan tinggi laut Hindia dan sebelah barat Australia tersebut membentuk pola angin timuran di sebelah selatan NTT hingga di selatan Jawa Barat. Pola angin di sebelah barat Pulau Sumatera dominan angin selatan hingga daerah equator, sedang pola angin disebelah utara Jawa Barat/Banten/Jakarta hingga NTT terdapat shear angin dari utara.

Gambar. 6 Pola angin permukaan di Wilayah Indonesia bagian barat.

4. Kesimpulan

Terjadinya Hujan lebat dengan intensitas rata-rata area 118,4 mm/hari yang terjadi tanggal 09 Februari 2015 di wilayah Jabodetabek bukan merupakan peristiwa yang besar bila dibanding tahun sebelumnya yaitu tahun 1892, 1977, 1996, 2002, 2008, 2013, dan 2014, berdasarkan tinjauan dinamis menunjukkan bahwa keadaan cuaca pada tanggal 09 Februari 2015 di wilayah Jakarta dipengaruhi adanya cold surge yang berasal dari Asia yang membangkitkan dominan angin utara/ timur laut bertemu dengan angin selatan yang berasal dari Hindia, dan pada saat yang bersamaan terdapat tekanan rendah di selatan NTT membentang arah utara-selatan bergerak arah barat keadaan tersebut membangkitkan dominan angin timur dan di sebelah utara NTT hingga Jawa barat bagian utara terdapat shear. Sebelah utara Jawa Barat, Banten, dan Jakarta merupakan daerah pertemuan interaksi ke 3 komponen angin, keadaan tersebut memicu terjadinya pembentukan awan disepanjang Pulau dan laut Jawa, selat karimata, dan Pulau Jawa, termasuk di wilayah Jakarta yang membangkitkan hujan deras dan mengakibatkan banjir.

Dari pendekatan model statistik dengan lima pengelompokan berdasarkan intensitas CH di wilayah Jakarta saat Terjadi Banjir 1977,1996, 2001,2007, 2008,2013, 2014, diperoleh hasil untuk kategori awas nilai CH rata-rata sebesar 35-47 mm/hari, Siaga 3 dengan nilai CH rata-rata 48-61 mm/hari, Siaga 2 62-74 mm/hari, kategori Siaga 1 dengan nilai CH rata-rata 75-87 mm/hari, dan kategori Bencana dengan intensitas CH sebesar 88-101 mm/hari.

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 3 TAHUN 2015 : 209-215

214

Page 7: IDENTIFIKASI AMBANG BATAS CURAH HUJAN SAAT …

Daftar Pustaka

[1] Gunawan, R. Banjir di Batavia: Dinamika Pembangunan Kota di Dataran Rendah 1913 -1940 . h t tp : / /konse rvas idasc i l iwung . wordpress.com/sejarah-ciliwung/restu-gunawan/. Diunduh tanggal 11 Juni 2015.

[2] Tjasyono, B. Juaeni, I & Woro, B. S. 2007. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. Vo. 8 No. 2. November 2007 ; 64-76.

[3] As-syakur, A. R. (2010). Pola Spasial Pengaruh Kejadian La Nina terhadap Curah Hujan di Indonesia Tahun 1998/1999; Observasi Menggunakan Data TRMM Multisatellite Precipitation Analysis (TMPA) 3B43. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XVII, (hal. 230-234).

[4] Bexter and E.Vieux (1994), Estimation of Rainfall For Flood Prediction From WSR-88D Reflectivity (case Study 17-18 October 1994, USA).

[5] Sukawi (2013), Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau (RTH) di pemukiman Kota. http://core.ac.uk/download/pdf/11702809.pdf . Diunduh tanggal 11 Juni 2015.

[6] K u m a r , S M . E s t i m a t i o n O f H o u r l y Rainfall.(http://www.aprsaf.org/data/aprsaf10_data/eo/6_malaysia_mohan_kumar.pdf)

[7] Chang, C.P. , Z. Wang, J. Ju, and T. Li (2004). On the Relationship Between Western Maritime Continent Monsoon Rainfall and ENSO during Northern Winter. J. Climate, 17, 665-672

[8] Aldrian, E. 2000. Pola hujan rata-rata bulanan wilayah Indonesia; tinjauan hasil kontur data penakar dengan resolusi ECHAM T-42 - Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 1 No. 2 Hal. 113-123.

[9] Aldrian, E. 2008 Meteorologi Laut Indonesia. BMG. Jakarta.

[10] Direktorat Jendral Rahabilitasi Perhutanan Lahan dan Rehabilitasi Sosial. Laporan akhir Penyusunan Rencana Detil Penanganan Banjir di Wilayah Jabodetabekjur 2007-2009.

[11] Nugroho, Sutopo P. 2008. Analisis Curah Hujan Penyebab Banjir Besar Di Jakarta Pada Awal Februari 2007. Jurnal Air Indonesia ; Vol. 4 No. 1 hal. 50 -55.

[12] Susilo, E. & Sudarmanto, B. (2012). Kajian Hidrologi Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Dan Lahan Hijau Menjadi Pemukiman Di Kota Semarang. Riptek Vol. 6, No.I, hal.1-9.

[13] Kadarsah, Sasmito, dkk. 2015. Kajian Curah Hujan Tinggi tanggal 9-10 Februari 2015 di DKI Jakarta. http://www.bmkg.go.id/ BMKG_Pusat/Publikasi/Artikel/KAJIAN_CU R A H _ H U J A N _ T I N G G I _ 9 -10_FEBRUARI_2015_DI_DKI_JAKARTA.bmkg. Diunduh tanggal 24 Juni 2015.

[14] Robertson, AW., V Moron, JH Qian, CP Chang, F Tangang, E Aldrian, TY Koh, L Juneng. (2011). The maritime continent monsoon, in The Global Monsoon System Chapter on the Maritime Continent, Research and Forecast. World Scientific Series on Asia. Vol. 5. 608pp. World Scientific Publication Company.

[15] A l d r i a n , E . G a t e s , L D , W i d o d o , FH.(2003).Variability of Indonesian rainfall and the influence of ENSO and resolution in ECHAM4 simulations and in the reanalyses. Max Planck Institute for Meteorology Report 346, pages 1-30. Published by Max Planck Institut für Meteorologie, Bundesstr. 55, D-20146, Hamburg, Germany

ANALISIS BANJIR JAKARTA TANGGAL 09 FEBRUARI 2015.................................................... Rahayu Sapta Sri Sudewi, dkk.

215